Anda di halaman 1dari 35

STATUS PASIEN

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH TEGAL

Nama Mahasiswa : Maryam Dokter Pembimbing : dr. Hery Susanto, Sp.A

NIM : 030.08.158 Tanda tangan :

I. IDENTITAS

DATA Pasien Ibu Ayah

Nama Bayi E Ny. S Tn. W

Umur 7 bulan 20 tahun 23 tahun

Jenis kelamin Perempuan Perempuan Laki-laki

Pekerjaan - Ibu rumah tangga Nelayan

Pendidikan - SD SD

Penghasilan - - Rp. 1.000.000,-

Agama Islam

Suku Jawa

Alamat Jl. Brawijaya no.18 B 2/1 Muarareja Tegal

Tanggal Masuk 23 Desember 2013

DATA DASAR
II. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu pasien pada tanggal 28


Desember 2013 pukul 19.00 WIB di Ruang Puspa Nidra RSU Kardinah Tegal

Keluhan Utama : Sesak nafas

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dibawa oleh ibunya ke poliklinik anak RSUD Kardinah dengan keluhan
sesak nafas yang dirasakan sejak 2 minggu yang lalu. Sesak nafas tersebut hilang timbul
tidak tentu waktunya. Pasien mengeluh adanya batuk sejak 2 minggu yang lalu, batuk
berdahak warna putih, namun sulit dikeluarkan. Batuk tidak disertai nyeri dada dan tidak
terdapat darah. Batuk makin hari dirasakan makin hebat. Saat batuk, sesak dirasa makin
hebat. Ibu pasien juga mengeluh adanya demam. Demam dirasakan sejak 1 minggu yang lalu.
Demam dirasakan terus menerus dan hanya turun bila diberi obat penurun panas, namun tidak
lama panasnya naik lagi. 2 hari yang lalu pasien sempat kebiruan di kedua tangan, namun
menghilang setelah diberi oksigen.
Ibu pasien menyangkal adanya keluhan mual, muntah, dan mencret. Pilek dan mengi
disangkal oleh ibu pasien. Tidak terdapat kejang. BAB normal 2x sehari, lunak, warna
kuning, tidak ada darah dan lendir. BAK berwarna kuning jernih, tidak berpasir, tidak
berdarah dan tidak keruh. Saat dibawa ke poliklinik pasien masih terlihat sesak sehingga
dianjurkan untuk di rawat inap.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien pernah mengalami hal yang sama seperti ini, dirawat selama 8 hari dan
membaik
Tidak ada riwayat operasi, trauma
Tidak ada riwayat alergi makanan dan obat
Tidak ada riwayat asma, bersin-bersin di pagi hari, dan penyakit jantung

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan seperti ini

Ayah pasien memiliki kebiasaan merokok di rumah

Tidak ada anggota keluarga yang sedang mengikuti program pengobatan jangka lama

Tidak ada yang memiliki riwayat sesak nafas, alergi, asma, penyakit jantung

Riwayat Sosial Ekonomi


Ayah pasien menanggung 1 orang istri, 1 orang anak yaitu pasien. Ayah bekerja
sebagai nelayan dengan penghasilan sekitar Rp. 1.000.000/bulan dan merasa tidak cukup
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Kesan : riwayat ekonomi kurang baik

Riwayat Lingkungan

Kepemilikan : Rumah orang tua

Pasien tinggal bersama dengan 5 orang yaitu kedua orangtua, kakek, nenek, dan
paman pasien. Tempat tinggal pasien berukuran 15 x 12 m, beratap genteng, lantai
menggunakan keramik dengan 3 kamar tidur yang berjendela, 1 ruang tamu, ruang makan
dan dapur yang bersatu. Terdapat 2 buah jendela di masing-masing ruangan, jendela selalu
dibuka sehingga ventilasi udara dan cahaya matahari dapat masuk. Kamar mandi ada 1 di
dalam rumah, tidak terlalu jauh dengan septic tank ( 10 meter). Sumber air berasal dari PAM
dan penerangan dengan listrik. Sistem pembuangan air limbah disalurkan langsung ke kali
yang jaraknya 50 meter dari rumah.

Kesan : keadaan rumah dan lingkungan baik..

Riwayat Kehamilan dan Pemeriksaan Prenatal

Ibu memeriksakan kehamilan di bidan secara teratur 1x tiap bulan selama kehamilan.
Mendapatkan suntikan TT 2x. Tidak pernah menderita penyakit selama kehamilan, riwayat
perdarahan selama kehamilan disangkal, riwayat trauma selama kehamilan disangkal, riwayat
minum obat tanpa resep dokter dan jamu disangkal. Ibu mengkonsumsi vitamin penambah
darah dari bidan.

Kesan: riwayat pemeliharaan prenatal baik.

Riwayat Persalinan

Bayi perempuan dengan umur kehamilan 39 minggu, secara spontan ditolong oleh
bidan. Bayi lahir langsung menangis keras dengan berat badan lahir 3200 gram, panjang
badan lahir 50 cm, lingkar kepala dan lingkar dada lahir ibu lupa.
Bayi dirawat bersama dengan ibu, setelah 2 hari dirawat, bayi dan ibu diperbolehkan untuk
pulang.

Kesan : Neonatus aterm, lahir spontan, bayi dalam keadaan sehat.

Riwayat Pemeliharaan Postnatal

Pemeliharaan postnatal dilakukan di bidan dan anak dalam keadaan sehat.

Kesan : Riwayat pemeliharaan postnatal baik

Riwayat Perkembangan dan Pertumbuhan Anak

Pertumbuhan : Berat badan lahir 3000 gram. Panjang badan lahir 50 cm.
Berat badan sekarang 5.4 kg. Panjang badan 65 cm.
Perkembangan : Psikomotor

Senyum : 2 bulan

Miring : 3 bulan

Tengkurap : 5 bulan

Duduk :-

Gigi keluar :-

Merangkak :-

Berdiri :-

Berjalan :-
Kesan : riwayat pertumbuhan dan perkembangan kurang baik

Riwayat Makan dan Minum Anak


Ibu memberikan ASI dan susu formula sejak lahir sampai umur 6 bulan
Usia 6 bulan anak diberikan ASI, susu formula, dan bubur susu. Minum susu 4
kali/hari dan bubur susu diberikan 1 kali sehari.
Kesan: Kualitas makanan cukup baik dan kuantitas makanan kurang baik.

Riwayat Imunisasi
VAKSIN DASAR (umur) ULANGAN (umur)
BCG 1 bulan - - - - -
DPT/ DT 2 bulan 4 bulan 6 bulan - - -
POLIO 2 bulan 4 bulan 6 bulan - - -
CAMPAK - - - - - -
HEPATITIS B 0 bulan 1 bulan 6 bulan - - -

Kesan : Imunisasi dasar belum lengkap dan mengikuti jadwal imunisasi yang tertera pada
KMS.
Riwayat Keluarga Berencana

Ibu pasien sudah mengikuti program KB, yaitu suntik KB per 3 bulan.

Silsilah/ Ikhtisar Keturunan

Keterangan :

: laki-laki

: perempuan

: pasien

Kesan : tidak ada anggota keluarga yang mengalami penyakit seperti pasien

III. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 28 Desember 2013, pukul 20.00 WIB di ruang
Puspa Nidra RSU Kardinah Tegal.
Kesan Umum : kesadaran compos mentis, tampak sakit sedang, tampak kurus, gerak
kurang aktif, tampak sesak (+), retraksi (-), nafas cuping hidung (-), anemis (-),
sianosis (-)

Tanda Vital :

Frekuensi jantung : 104 kali/menit, reguler, isi cukup

Laju Nafas : 35 kali/menit, reguler

Tekanan darah : tidak dilakukan

Suhu : 37,0oC (aksila)

Data Antropometri

Berat badan sekarang : 5.4 kg

Panjang badan : 65 cm

Status Internus

Kepala : Mesocephali, lingkar kepala 43 cm

Rambut : Hitam, cukup lebat, tidak terdistribusi merata, tidak mudah dicabut

Mata : Conjunctiva anemis (/-), sklera ikterik (-/-), oedem palpebra (-/-),

mata cekung (-/-)

Hidung : Bentuk normal, simetris, sekret (-/-), ekimosis (-), epistaksis (-),

nafas cuping hidung (-)

Telinga: Bentuk dan ukuran normal, discharge (-/-)

Mulut : Bibir kering (-), bibir sianosis (-), stomatitis (-), gusi berdarah (-)

Tenggorok : Faring hiperemis (-), Tonsil T1-T1 hiperemis (-), detritus (-),

granulasi (-)

Leher : Simetris, pembesaran KGB (-), deviasi trakea (-)


Pembesaran kelenjar tiroid (-)

Axilla : Pembesaran KGB (-)

Thorax : Dinding thorax normothorax dan simetris

o Pulmo:

Inspeksi : Pergerakan dinding thorax kiri-kanan simetris,

retraksi (-)

Palpasi : Vocal fremitus paru kanan-kiri sama kuat

Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru kiri-kanan

Auskultasi : Suara nafas vesikuler (+/+), rhonki basah kasar di

basal paru (+/+), wheezing (-/-)

o Cor :

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS IV midclavicula sinistra

Perkusi : Sulit dinilai

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (+) pansistolik


murmur derajat II pada ICS III parasternal kiri, gallop (-)

Abdomen :

o Inspeksi : Datar dan simetris.

o Auskultasi : Bising usus (+) normal

o Palpasi : Supel, hepar lien tidak teraba membesar, turgor baik,

nyeri tekan (-)

o Perkusi : timpani di ke 4 kuadran abdomen.

Genitalia : laki-laki, tidak ditemukan kelainan.


Anorektal : tidak ditemukan kelainan.

Ekstremitas :

Superior Inferior

Deformitas - /- - /-

Akral dingin - /- -/-

Akral sianosis - /- - /-

Ikterik - /- - /-

CRT < 2 detik < 2 detik

Tonus Normotoni Normotoni

Refleks Fisiologis :

Pemeriksaan Kanan Kiri

Sup dan Inf

Bisep + +

Trisep + +

Patela + +

Achiles + +

Pemeriksaan Kanan Kiri


Refleks Sup dan Inf Patologis
:
Hoffman Trommer - -

Babinski - -

Chaddock - -

Gordon - -

Schaeffer - -

Klonus patella - -

Klonus Achilles - -
Kekuatan motorik : 5555 5555
5555 5555

Sensibilitas : Dalam batas normal

Tanda Rangsang Meningeal :

Kaku kuduk : (-)

Brudzinski I : (-)

Brudzinski II : (-)

Kernig : (-)

Laseq : (-)

IV. PEMERIKSAAN KHUSUS

Data antropometri:

Anak perempuan usia : 7 bulan

Berat badan : 5,4 kg

Panjang badan : 65 cm
Pemeriksaan Status Gizi

Pertumbuhan fisik anak perempuan menurut persentil CDC:


BB/U= 5.4/7.8 x100% = 69.23 % (Berat badan sangat rendah menurut umur)
TB/U = 65/67 x 100% = 97.01% (Tinggi badan normal menurut umur)
BB/TB = 5.4/7.2 x 100% = 75 % (Gizi kurang)
Kesan: Status gizi kurang

Ukuran lingkar kepala menurut kurva Nellhaus


Bayi perempuan 7 bulan lingkar kepala 43 cm : mesocephali

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan 07/12/13 Nilai rujukan

Hematologi

Lekosit 19.1/ul 6.0-17.5/ul

Eritrosit 5.1/ul 3.9-5.5/ul


Hemoglobin 12.1 g/dl 11.3-14.1 g/dL

Hematokrit 38.4 % 31-41 %

MCV 74.9 U 76-96 U

MCH 23.6 pcg 27-31 pcg

MCHC 31.5 g/dL 33.0-37.0 g/dL

Trombosit 203/ul 150-400/ul

Diff count
Neutrofil 50-70 %
72.3
Limfosit 25-40 %
16.2
Monosit 2-8 %
11.2
Eosinofil 2-4 %
0
Basofil 0-1 %
0.1

Kimia klinik

GDS 110 95 108 g/dl

Natrium 128.4 135 148 mmol/L

Kalium 3.69 3.6-5.5 mmol/L

Klorida 97.6 95-108 mmol/L

Foto thorax
Hasil pemeriksaan foto thorax tanggal 23 Desember 2013
Infiltrat paracardial (+), sillhoute sign (+), cor CTR < 0,56

Kesan : Bronchopneumonia

Hasil pemeriksaan echocardiography tanggal 31 Desember 2013

Kesan : VSD perimembranosa dengan diameter 0,83-0,90 (sedang)

VI. DIAGNOSIS BANDING


1. Sesak
Intrapulmonal
Bronchopneumonia
Bronchiolitis
Ekstrapulmonal
PJB Asianotik : VSD, ASD, PDA
PJB Sianotik : TOf
Compensated/Decompensatio cordis
2. Demam dan batuk
Bronchopneumonia
Bronchiolitis
TB paru
3. Status gizi kurang
Faktor penyakit
Faktor asupan
Faktor individu

VII. DIAGNOSIS KERJA


1. Bronchopneumonia
2. VSD
Diagnosis etiologis: Penyakit Jantung Bawaan Asianotik
Diagnosis anatomis: VSD (Ventricular Septal Defect)
Diagnosis fungsionam: Compensated
3. Gizi kurang

VIII. PENATALAKSANAAN

Umum :
Oksigen sungkup 3L/menit
IVFD RL 8 tpm
Diet 540 kkal/hari (bubur lunak)
Evaluasi keadaan umum dan tanda vital
Khusus :
Paracetamol drop 4 x 0.5 ml
Ceftriaxon 2 x 250 mg iv
Gentamicin 2 x 15 mg iv

IX. PROGNOSIS

Quo ad vitam : Dubia ad bonam


Quo ad sanationam : Dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : Dubia ad bonam

ANALISIS KASUS

Diagnosis pada pasien ini adalah bronkopneumonia, VSD, dan gizi kurang. Diagnosis
ini berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus dan pemeriksaan
penunjang.

Anamnesis
Keluhan sesak nafas yang dirasakan sejak 2 minggu yang lalu. Sesak nafas dirasakan
baru pertama kali ini. Pasien mengeluh adanya batuk sejak 2 minggu yang lalu, batuk
berdahak warna putih, namun sulit dikeluarkan. Demam sejak 1 minggu yang lalu. Demam
dirasakan terus menerus. 2 hari yang lalu pasien sempat kebiruan di kedua tangan, namun
menghilang setelah diberi oksigen.

Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik, tanda vital didapatkan frekuensi nafas meningkat. Pada
pemeriksaan thorax didapatkan ronkhi basah kasar di kedua basal paru, pada jantung
ditemukan adanya murmur pansistolik di ICS IV parasternal kiri.
Pemeriksaan khusus

Hasil penghitungan status gizi menurut kurva CDC pada bayi perempuan 7 bulan
dengan berat badan 5.4 kg dan tinggi badan 65 cm didapatkan :

BB/TB = 5.4/72 x 100% = 75% (status gizi kurang)

Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan penunjang berupa laboratorium darah didapatkan leukositosis yang
menunjukan adanya infeksi. Pada foto thorax didapatkan gambaran bronchopneumonia dan
pada pemeriksaan echocardiography didapatkan VSD perimembranosa.

Perjalanan penyakit

Tanggal 24 Desember 2013 28 Desember 2013

S Demam (+) batuk (+) sesak (+) Demam (+) batuk (+) sesak (+)

O Nadi: 92x/m, RR: 34x/m, S: 37,9 C Nadi: 112x/m, RR: 32x/m, S: 38,1 C

KU: compos mentis, tampak sakit sedang KU: compos mentis, tampak sakit sedang

Mata : CA (-/-), SI (-/-) Mata : CA (-/-), SI (-/-)

Paru : SN Vesikular, Rh(+/+), wh(-/-) Paru : SN Vesikular, Rh(+/+), wh(-/-)

Jantung : S1/S2 regular, M (+), G (-) Jantung : S1/S2 regular, M (+), G (-)

Abdomen: datar, BU(+), hepar/lien tidak teraba Abdomen: datar, BU(+), hepar/lien tidak teraba

Ekstremitas: oedem (-), akral dingin Ekstremitas: oedem (-), akral dingin

A Bronkopneumonia, susp PJB Bronkopneumonia, susp PJB

P Oksigen sungkup 3L/menit Oksigen sungkup 3L/menit


IVFD RL 8 tpm IVFD RL 8 tpm
Paracetamol drop 4 x 0.5 ml Paracetamol drop 4 x 0.5 ml
Ceftriaxon 2 x 250 mg iv Ceftriaxon 2 x 250 mg iv
Gentamicin 2 x 15 mg iv Gentamicin 2 x 15 mg iv

Tanggal 28 Desember 2013 2 Januari 2014

S Demam (+) batuk (+) sesak (-) Demam (-) batuk (+) sesak (-)
O Nadi: 100x/m, RR: 28x/m, S: 37,8 C Nadi: 96x/m, RR: 28x/m, S: 37,0 C

KU: compos mentis, tampak sakit sedang KU: compos mentis, tampak sakit sedang

Mata : CA (-/-), SI (-/-) Mata : CA (-/-), SI (-/-)

Paru : SN Vesikular, Rh(+/+), wh(-/-) Paru : SN Vesikular, Rh(+/+), wh(-/-)

Jantung : S1/S2 regular, M (+), G (-) Jantung : S1/S2 regular, M (+), G (-)

Abdomen: datar, BU(+), hepar/lien tidak teraba Abdomen: datar, BU(+), hepar/lien tidak teraba

Ekstremitas: oedem (-), akral dingin Ekstremitas: oedem (-), akral dingin

A Bronkopneumonia, susp PJB Bronkopneumonia, VSD

P Oksigen sungkup 3L/menit Oksigen sungkup 3L/menit


IVFD RL 8 tpm IVFD RL 8 tpm
Paracetamol drop 4 x 0.5 ml Paracetamol drop 4 x 0.5 ml
Ceftriaxon 2 x 250 mg iv Ceftriaxon 2 x 250 mg iv
Gentamicin 2 x 15 mg iv Gentamicin 2 x 15 mg iv
BRONKOPNEUMONIA

Definisi Pneumonia
Pneunomia adalah peradangan parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang
mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, yang disebabkan oleh mikroorganisme.

Epidemiologi Pneumonia
Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran napas yangterbanyak di
dapatkan dan sering merupakan penyebab kematian hampir diseluruh dunia. Sekitar 80% dari
seluruh kasus baru praktek umum berhubungandengan infeksi saluran napas yang terjadi di
masyarakat (pneumonia komunitas/PK) atau di dalam rumah sakit (pneumonia
nosokomial/PN). Pneumonia yang merupakan bentuk infeksi saluran nafas bawah akut di
parenkim paru yang serius dijumpai sekitar 15-20%.

Etiologi Pneumonia
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme yaitu bakteri,
virus, jamur, protozoa, yang sebagian besar disebabkan oleh bakteri. Penyebab tersering
pneumonia bakterialis adalah bakteri positif-gram, Streptococcus pneumonia yang
menyebabkan pneumonia streptokokus. Bakteri Staphylococcus aureus dan Streptococcus
aeruginosa. Pneumonia lainnya disebabkan oleh virus, misalnya influenza. Ada bermacam-
macam pneumonia yang disebabkan oleh bakteri lain, misalnya bronkopneumonia yang
penyebabnya sering Haemophylus influenza dan pneumococcus.
WHO memberikan pedoman klasifikasi pneumonia, sebagai berikut :
1. Usia kurang dari 2 bulan
a. Pneumonia berat
Chest indrawing (subcostal retraction)
Bila ada napas cepat (> 60 x/menit)
b. Pneumonia sangat berat
Tidak bisa minum
Kejang
Kesadaran menurun
Hipertermi / hipotermi
napas lambat / tidak teratur
2. Usia 2 bulan-5 tahun
a. Pneumonia
Bila ada napas cepat
b. Pneumonia Berat
Chest indrawing
Napas cepat dengan laju napas
o > 50 x/menit untuk anak usia 2 bulan 1tahun
o > 40 x/menit untuk anak > 1 5 tahun
c. Pneumonia sangat berat
Tidak dapat minum
Kejang
Kesadaran menurun
Malnutrisi

Patofisiologi
Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia
lanjut. Pecandu alkohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan gangguan penyakit
pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan tubuhnya adalah yang paling
berisiko.
Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada tenggorokan yang
sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan
malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan merusak organ paru-
paru. Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme paru banyak
disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang dilakukan oleh pejamu. Selain itu, toksin-
toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia bakterialisdapat secara langsung
merusak sel-sel sistem pernapasan bawah.
Ada beberapacara mikroorganisme mencapai permukaan:
a) Inokulasi langsung
b) Penyebaran melalui pembuluh darah
c) Inhalasi bahan aerosol
d) Kolonisasi dipermukaan mukosa
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah cara kolonisasi. Secara
inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur.
Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5-2,0 nm melalui udara dapat mencapai bronkus
terminal atau alveoli dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada
saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan
terjadi inokulasi mikroorganisme, hal inimerupakan permulaan infeksi dari sebagian besar
infeksi paru. Aspirasi darisebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu
tidur (50%) juga pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat
(drug abuse).
Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi
radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis
eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuknya antibodi. Pneumonia
bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan yang paling mencolok. Jika terjadi
infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, ataupun seluruh lobus, bahkan sebagian besar
dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi terisi
cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui
peredaran darah. Bakteri pneumokokus adalah kuman yang paling umum sebagai
penyebab pneumonia.

Setelah mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang


meliputi empat stadium, yaitu:
a) Stadium kongesti (4 12 jam pertama)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada
daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan
permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-
mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.
Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast
juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan
prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas
kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang
interstitium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.
Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus
ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling
berpengaruh dansering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
b) Stadium hepatisasi merah (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat
dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan.
Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan
cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar. Pada
stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah
sesak. Stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
c) Stadium hepatisasi kelabu (3 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah
paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang
cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai
diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi
pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
d) Stadium resolusi (7 12 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda,
sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorbsi olehmakrofag sehingga jaringan
kembali ke strukturnya semula.

Penegakan Diagnosis
Penegakan diagnosis pneumonia dapat dilakukan melalui:
a. Gambaran Klinis
Gejala-gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia, meliputi:
Demam dan menggigil akibat proses peradangan
Batuk yang sering produktif dan purulen
Sputum berwarna merah karat atau kehijauan dengan bau khas
Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksinya serius.
Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian atas selama
beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu tubuh kadang-kadang
melebihi 40 C, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi. Juga disertai batuk, dengan
sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang berdarah.
Pada pemeriksaan fisik frekuensi nafas merupakan indeks paling sensitif untuk
mengetahui beratnya penyakit. Hal ini digunakan untuk mendukung diagnosis dan
memantau tatalaksana. Pengukuran frekuensi nafas dilakukan dalam keadaan anak tenang
atau tidur. Perkusi thorak tidak bernilai diagnostik karena umumnya kelainan
patologisnya menyebar. Suara redup pada perkusi biasanya karena adanya efusi pleura.
WHO menetapkan kriteria takipneu berdasarkan usia, sebagai berikut :
usia kurang dari 2 bulan: 60 kali per menit
usia 2 bulan - 1 tahun: 50 kali per menit
usia 1 5 tahun: 40 kali per menit.
Suara nafas yang melemah seringkali ditemukan pada auskultasi. Ronkhi basah halus
khas untuk pasien yang lebih besar, mungkin tidak terdengar pada bayi. Pada bayi dan
anak kecil karena kecilnya volume thorak biasanya suaranafas saling berbaur dan sulit
diidentifikasi.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 40.000 /mm3 dengan
pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak meningkat berhubungan dengan infeksi
virus atau mycoplasma.
Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun.
Peningkatan LED.
Kultur dahak dapat positif pada 20 50 % penderita yang tidak diobati. Selain kultur
dahak, biakan juga dapat diambil dengan cara hapusan tenggorok (throat swab).
Analisa gas darah (AGD) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia. Pada stadium
lanjut dapat terjadi asidosis metabolik .
c. Pemeriksaan Radiologis
Gambaran radiologis pada foto thorax pada penyakit pneumonia antaralain:
Perselubungan homogen atau inhomogen sesuai dengan lobus atau segment paru
secara anatomis.
Batasnya tegas, walaupun pada mulanya kurang jelas.
Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru mengecil. Tidak
tampak deviasi trachea/septum/fissure/ seperti pada atelektasis.
Silhouette sign(+) : bermanfaat untuk menentukan letak lesi paru; batas lesi dengan
jantung hilang, berarti lesi tersebut berdampingan dengan jantung atau di lobus
medius kanan.
Seringkali terjadi komplikasi efusi pleura.
Bila terjadinya pada lobus inferior, maka sinus phrenico costalis yang paling akhir
terkena.
Pada permulaan sering masih terlihat vaskuler.
Pada masa resolusi sering tampak Air Bronchogram Sign (terperangkapnya udara
pada bronkus karena tiadanya pertukaran udara pada alveolus).
Foto thorax saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya
merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya penyebab pneumonia lobaris
tersering disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering
memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela
pneumonia sering menunjukan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun
dapatmengenai beberapa lobus. Tampak gambaran gabungan konsolidasi berdensitas
tinggi pada satusegmen/lobus (lobus kanan bawah PA maupun lateral) atau bercak yang
mengikutsertakan alveoli yang tersebar. Air bronchogram biasanya ditemukan pada
pneumonia jenis ini.
Dasar diagnosis pneumonia menurut Henry Gorna tahun 1993 adalah ditemukannya
paling sedikit 3 dari 5 gejala berikut ini :
Sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada
Panas badan
Ronkhi basah sedang nyaring (crackles)
Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difus
Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit
predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan)

Diagnosa Banding
TB paru primer
Bronkiolitis
Aspirasi pneumonia

Penatalaksanaan Pneumonia
Indikasi rawat inap anak dengan pneumonia yaitu bila pasien tampak toksik, usia <6
bulan, distres pernapasan berat, dehidrasi atau muntah, hipoksemia dan hipoksia (saturasi O2
< 93-94% pada kondisi ruangan), apneu, perburukanstatus klinis setelah inisiasi terapi, atau
adanya kompliksi seperti efusi pleura atauempiema, pemberian nutrisi yang kurang,
ketidakmampuan orang tua untuk merawat, imunokompromais, ada penyakit penyerta seperti
penyakit jantung bawaan, dan pasien membutuhkan antibiotik parenteral (pneumonia berat).
Biasanya pneumonia tanpa komplikasi akan menunjukkan perbaikan secara klinis
setelah 48-96 jam pemberian antibiotik. Pasien yang dirawat inap perlu diberi cairan dan
kalori yang cukup (bila perlu perparenteral) dan suplementasi oksigen jika saturasi oksigen <
92%. Terapi antibiotik parenteral dihentikan dan diganti dengan antibiotik oral jika pasien
afebris dan tidak lagi membutuhkan suplementasi oksigen. Tatalaksana pneumonia
berdasarkan perkiraan penyebab dan keadaan klinis pasien. Namun, identifikasi dini
mikroorganisme penyebab tidak selalu dapat dilakukan, oleh karena itu antibiotik dipilih
berdasarkan pengalaman(empiris). Pada pneumonia ringan rawat jalan, dapat diberi antibiotik
lini pertama peroral seperti amoksisilin dan kotrimoksazol.
Efektifitas pemberian antibiotik tunggal oral mencapai 90%. Dosis amoksisilin yaitu
25 mg/kgBB, sedangkan kotrimoksazol 4 20 mg/kgBB.Pada pneumonia rawat inap, lini
pertama dapat menggunakan golongan beta-laktam atau kloramfenikol. Jika tidak responsif
dengan kedua antibiotik tersebut, dapat diberikan gentamisin, amikasin, atau sefalosporin
sesuai petunjuk etiologi yang ditemukan. Terapi antibiotik diteruskan selama 7-10 hari jika
tidak ada komplikasi. Pada neonatus dan bayi kecil, karena tingginya kejadian sepsisdan
meningitis, terapi awal antibiotik intravena harus sesegera mungkin dimulai.
Bila keadaan telah stabil dapat diberi antibiotik oral selama 10 hari. Pemberian zinc
peroral (20 mg/hari) dapat membantu mempercepat penyembuhan pneumonia berat. Bakteri
atipik tidak responsif terhadap antibiotik golongan beta-laktam. Pilihan utamanya adalah
makrolida. Dosis eritromisin untuk anak 30-50mg/kgBB/hari, diberikan setiap 6 jam selama
10-14 hari. Klaritromisin danroksitromisin diberikan 2 kali sehari dengan dosis 15 mg/kgBB
untuk klaritromisin dan 5-10 mg/kgBB untuk roksitromisin. Azitromisin diberikan sekali
sehari selama 3-5 hari dengan dosis 10 mg/kgBB pada hari pertama,dilanjutkan dengan dosis
5 mg/kgBB untuk hari berikutnya. Jika dicurigai pneumonia viral, penundaan pemberian
antibiotik dapat diterima. Sekitar 30% pneumonia viral juga disertai pneumonia bakteri.
Namun, antibiotik segeradiberikan jika terjadi perubahan status klinis.
Tabel 3.1 Pilihan penggunaan antibiotika pada pneumonia
Umur Etiologi Pilihan antibiotik
Rawat inap Rawat jalan
< 3 bulan Enterobacteriaceae Kloksasilin iv dan aminoglikosida
Streptococcus pneumoniae (gentamisin,netromisin, amikasin)
Streptococcusgroup B iv/im
Stapylococcusaureus Ampisilin iv dan aminoglikosida
Clamydiatrachomatis Sefalosporin generasi 3
iv(cefotaxim, ceftriaxon,ceftazidin,
cefuroksin) Meropenem iv dan
aminoglikosida iv/im
Streptococcus pneumoniae Ampisilin iv dan kloramfenikol iv Amoksisilin
Stapylococcusaureus Ampisilin iv dan kloksasilin iv Kloksasilin
Haemophylusinfluenza Sefalosporin generasi 3 iv Amiksisilin asamklavulanat
(cefotaxim, ceftriaxon,ceftazidin, Eritromisin
cefuroksin) Meropenem iv dan Klaritromisin
aminoglikosida iv/im Azitromisin
Sefalosporin oral
(sefiksim,sefaklor)
Streptococcus pneumoniae Ampisilin iv Amoksisilin
Mycoplasma pneumoniae Eritromisin po Eritromisin
Clamydia pneumoniae Klaritromisin po Klaritromisin
Azitromisin po Azitromisin
Kotrimoksasol po Kotrimoksasol
Sefalosporin gen 3 iv Sefalosporin oral (sefiksim,
sefaklor)

Komplikasi Pneumonia
Komplikasi dari pneumonia adalah:
Atelektasis, yaitu pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru
merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
Empiema, yaitu suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura terdapat
di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
Abses paru
Infeksi sistemik
Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial
Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.

Prognosis
Dengan pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat diturunkan sampai
kurang dari 1%. Anak dalam keadaan malnutrisi energi proteindan yang datang terlambat
menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.

Ventricular Septal Defect (VSD)

Defek septum ventrikel (ventricular septal defect/VSD) adalah adanya defek atau
lubang pada septum atau sekat yang memisahkan ventrikel kiri dan ventrikel kanan akibat
kegagalan fusi atau penyambungan pada septum.

Etiologi
Penyebab dari Ventricular Septal Defect belum diketahui secara pasti. Namun,
penyakit ini lebih sering ditemukan pada anak-anak dan seringkali merupakan suatu kelainan
jantung bawaan.
Lebih dari 90% kasus penyakit jantung bawaan penyebabnya adalah multi factor. Faktor yang
mempengaruhi adalah :

1 Faktor prenatal (faktor eksogen)


- Ibu menderita penyakit infeksi : Rubela

- Ibu alkoholisme

- Gizi ibu hamil buruk

- Umur ibu lebih dari 40 tahun

- Ibu menderita penyakit DM yang memerlukan insulin

- Ibu meminum obat-obatan penenang

2 Faktor genetik (faktor endogen)

- Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB

- Ayah/ibu menderita PJB

- Kelainan kromosom misalnya sindrom down

- Lahir dengan kelainan bawaan yang lain

Kelainan ini merupakan kelainan terbanyak, yaitu sekitar 25% dari seluruh kelainan
jantung. Dinding pemisah antara kedua ventrikel tidak tertutup sempurna. Kelainan ini
umumnya congenital, tetapi dapat pula terjadi karena trauma. Pada anak-anak, lubangnya
sangat kecil, tidak menimbulkan gejala dan seringkali menutup dengan sendirinya sebelum
anak berusia 18 tahun. Pada kasus yang lebih berat, bisa terjadi kelainan fungsi ventrikel dan
gagal jantung. Kelainan VSD ini sering bersama-sama dengan kelainan lain misalnya trunkus
arteriosus, Tetralogi Fallot.

Patofisiologi
Darah arterial mengalir dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan melalui defek pada
sekat. Perbedaan tekanan antara ventrikel kiri dan kanan besar, sehingga darah mengalir
dengan deras dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan sehingga menimbulkan bising. Makin
besar defek, makin banyak darah masuk ke arteri pulmonalis. Tekanan yang terus menerus
meninggi pada arteri pulmonalis akan menaikkan tekanan pada kapiler paru. Mula-mula,
naiknya tekanan kapiler ini masih reversibel, artinya belum terjadi perubahan pada
endotelnya, dan juga belum ada perubahan pada tunika muskularis arteri-arteri kecil paru.
Akan tetapi, lama kelamaan pembuluh darah paru menjadi sklerosis dan ini akan
mengakibatkan naiknya tahanan yang permanen. Bila tahanan pada arteri pulmonalis sudah
tinggi dan permanen, tekanan pada ventrikel kanan juga menjadi tinggi dan permanen. Pada
suatu saat terjadi keseimbangan tekanan pada ventrikel kanan dan ventrikel kiri. Pada saat ini
penderita secara subyektif merasa baik karena tidak ada shunt. Akan tetapi kemudian tekanan
pada ventrikel kanan melebihi tekanan pada ventrikel kiri dan shunt jadi berbalik dari kanan
ke kiri, penderita menjadi sianosis dan prognosis serta gejala klinisnya memburuk.
Gambaran Klinis
Pada penyakit VSD (Ventricular Septal Defect) ini, darah dari paru-paru yang masuk
ke jantung, kembali dialirkan ke paru-paru. Akibatnya jumlah darah di dalam pembuluh darah
paru-paru meningkat dan menyebabkan :
Sesak napas
Bayi mengalami kesulitan ketika menyusui
Keringat berlebihan
Berat badan tidak bertambah
Murmur yang agak kasar disertai oleh getar kardiak yang jelas yang ditemukan pada
interkostae kedua sampai keempat pada dada kanan dekat sternum.
Kardiomegali

Menurut ukurannya VSD dapat dibagi menjadi :


a. VSD kecil
Diameternya yaitu 1-5 mm. Besarnya defek bukan satu-satunya faktor yang
menentukan besarnya aliran darah. Pertumbuhan badan normal walaupun
terdapatkecenderungan timbulnya infeksi saluran nafas. Pada latihan lama dan lebih
intensifakan cepat lelah dibandingkan dengan teman sebayanya. Biasanya asimptomatik.
Tidak ada gangguan tumbuh kembang. Bunyi jantung normal, kadang ditemukan bising
peristaltik yang menjalar ke seluruh tubuh perikardium dan berakhir pada waktu diastolik
karena terjadi penutupan VSD. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya bising
holosistolik dengan atau tanpa thrill,tepat sebelum bunyi jantung ke-2.

b. VSD sedang
Menunjukan gejala mirip dengan VSD besar, hanya lebih ringan. Penderita
mengeluhmudah lelah, sering mendapat infeksi pada paru sehingga menderita batuk dan
sesak nafas pada waktu aktivitas.
Pada pemeriksaan fisik terdapat bising pansistolik cukup keras (derajat3) nada
tinggi,kasar, pada ICS 3-4 linea parasternalis kiri.

c. VSD besar
Merupakan salah satu kelainan jantung kongenital yang sering menyebabkan
gagaljantung kongestif, kelainan biasanya tidak terdeteksi sampai umur 1 bulan. Karena
kelebihan sirkulasi pulmonal, penderita akan mengalami sesak nafas, sianosis (walaupun
VSD bukan PJB yang sianotik tetapi apabila aliran darah inefektif lebih tinggi daripada
aliran darah efektif, sianosis akan muncul), gangguan makan, infeksi dan radang paru
yang berulang dan gangguan pertumbuhan.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan sesak nafas, dan prekordial yang hiperaktif, bising
pansistolik 3-4, nada tinggi kasar, bising diastolik pada ICS 4 linea midclavikularis
setelah bunyi jantung ke-2.

Klasifikasi Ventrikel Septum Defect


Untuk tujuan penatalaksanaan medis dan bedah, dibuat klasifikasi berdasarkan
kelainan hemodinamika dan klasifikasi anatomik.

1. Berdasarkan kelainan hemodinamika :

a). Defek kecil dengan tahanan paru normal.

b). Defek sedang dengan tahanan paru normal.

c). Defek besar dengan hipertensi pulmonal hiperkinetik.

d). Defek besar dengan penyakit obstruksi vaskuler paru.

2. Berdasarkan letak anatomis

a).Defek perimembranous atau juga dikenal dengan defek pars membranacea


merupakan tipe yang paling sering sekitar 80% kasus VSD. Berdasarkan perluasan defeknya
dibagi menjadi perluasan ke outlet, perluasan ke inlet dan perluasan ke trabekuler.
b).Defek musculer dimana defek dibatasi oleh daerah otot,sekitar 5-20 %. Yang dapat
dibagi lagi menjadi : sentral atau midmusculer, apical, marginal dan swiss cheese septum,
suatu multiple muscular defect

c).Defek subarterial dimana sebagian dari batas defek dibentuk oleh terusan jaringan
ikat katup aorta dan pulmonal. Kejadian sekitar 6%, defek ini dahulu disebut defek
suprakristal, karena letaknya diatas krista supraventrilaris.

Pemeriksaan Penunjang

a. Elektrokardiografi

1. Gambaran EKG pada pasien VSD dapat menggambarkan besar kecilnya defek dan
hubungannya dengan hemodinamik yang terjadi :
2. Pada VSD kecil, gambaran EKG biasanya normal,namun kadang-kadang di jumpai
gelombang S yang sedikit dalam dihantaran perikardial atau peningkatan ringan
gelombang R di V5 dan V6.
3. Pada VSD sedang,EKG menunjukkan gambaran hipertrofi kiri. Dapat pula ditemukan
hipertrofi ventrikel kanan,jika terjadi peningkatan arteri pulmonal.
4. Pada VSD besar, hampir selalu ditemukan hipertrofi kombinasi ventrikel kiri dan
kanan.Tidak jarang terjadi hipertrofi ventrikekl kiri dan kanan disertai deviasi aksis ke
kanan ( RAD ).Defek septum ventrikel membranous inlet sring menunjukkan deviasi
aksis ke kiri. ( LAD ).
b. Foto rontgen dada

1. Pada VSD kecil, memperlihatkan bentuk dan ukuran jantung normal dengan
vaskularisasi peru normal atau sedikit meningkat.
2. Pada VSD sedang, menunjukkan kardiomegali sedang dengan konus pulmonalis yang
menonjol, hilus membesar dengan vaskularisasi paru meningkat.
3. Pada VSD besar yang disertai hipertrofi pulmonal atau sindroma eisenmenger tampak
konus pulmonal sangat menonjol dengan vaskularisasi paru yang meningkat di daerah
hilus namun berkurang di perifer
c. Ekokardiografi

1. Pemeriksaan echocardiografi pada VSD meliputi M-Mode, dua dimensi doppler. Pada
doppler berwarna dapat ditemukan lokasi, besar dan arah pirau.
2. Pada defek yang kecil, M-Mode dalam batas normal sedangkan pada dua dimensi
defek kecil sulit dideteksi.
3. Pada defek sedang lokasi dan ukuran dapat ditentukan dengan ekokardigrafi dua
dimensi, dengan M-Mode terlihat pelebaran ventrikel kiri atau atrium, kontraktilitas
ventrikel masih baik.
4. Pada defek besar, ekokardiografi dapat menunjukkan adanya pembesaran ke empat
ruang jantung dan pelebaran arteri pulmonalis.

d. Magnetic Resonance Imaging

Memberikan gambaran yang lebih baik terutama VSD dengan lokasi apical yang sulit dilihat
dengan ekokardiografi juga dapat dilakukan besarnya curah jantung, besaran pirau, dan
evaluasi kelainan yang menyertai seperti pada aorta asenden dan arkus aorta.

e. Kateterisasi

Kateterisasi jantung diperlukan pada :


VSD kecil dan sedang yang disuga ada peningkatan tahanan paru.
VSD besar dan atau gagal jantung.
Tujuan kateterisasi jantung terutama untuk mengetahui :
Jumlah defek.
Evaluasi besarnya pirau.
Evaluasi tahanan vaskular paru.
Evaluasi beban kerja ventrikel kanan dan kiri.
Mengetahui defek lain selain VSD.
Kateterisasi jantung kanan untuk mengukur tekanan dan saturasi pada aliran darah pulmonal
sedangkan kateterisasi jantung kiri untuk aliran darah sistemik.

Penatalaksanaan

a. Menutup spontan
Sebagian besar penderita VSD kecil menutup spontan pada 2 tahun pertama
kehidupan. Penutupan lebih sering terjadi pada tipe muskular dibandingkan tipe
perimembran.
b. Jika terjadi gagal jantung maka gagal jantung tersebut harus diatasi terlebih dahulu.
Jika terapi gagal jantung dengan medikamentosa berhasil maka langkah selanjutnya
adalah dengan melakukan PAB (pulmonaru artery binding) dan dievaluasi selama 6
bulan. Bila keadaan memungkinkan dapat dilakukan operasi penutupan atau
penutupan dengan transkateter. Namun, jika pengobatan gagal jantung dengan
medikamentosa gagal, maka harus langsung dilakukan tindakan operasi atau
transkateter.
c. Bila tidak terjadi gagal jantung, maka ditunggu sampai usia 4-6 tahun. Jika katup
menutup spontan, maka tidak diperlukan terapi lebih lanjut. Jika pada usia ini defek
belum menutup, maka diperlukan tindakan operasi koreksi untuk menutup defek.
Komplikasi Ventrikel Septum Defect

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi:

1. Gagal jantung berulang: akan menunjukkan gejala dan tanda pembengkakan jantung
(jantung menjadi besar), sesak nafas karena edema paru (paru penuh cairan), bisa fatal
berakhir kematian.

2. Radang paru-paru (pneumonia/bronkopneumonia) berulang: gejala dan tanda berupa


batuk-batuk dengan sesak nafas disertai panas tinggi.

3. Gagal tumbuh: anak terhambat pertumbuhannya sehingga jauh lebih kecil dibanding anak
normal. Pada KMS akan nampak berat badannya tidak naik bahkan turun.

4. Gizi buruk: anak kurus, lemah, kulitnya kendor terutama di daerah pantat, iganya nampak
jelas, anak jadi cengeng dan menjadi mudah sakit.

5. Endokarditis infektif, yaitu infeksi yang terjadi pada lapisan dalam jantung.

6. Hipertensi pulmonal: tekanan di dalam pembuluh nadi paru meningkat karena kelebihan
volume aliran darah ke paru-paru.

7. Anak yang semula tidak biru akan menjadi biru di daerah mulut dan ujung-ujung jarinya
akibat hipertensi paru yang hebat, disebut sebagai Eisenmengerisasi. Bila ini sudah terjadi
biasanya operasi koreksi sudah tidak bisa untuk dilakukan lagi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Budiono E, Hidyam B, Berkala Ilmu Kedokteran, dalam Pola Kuman Pneumonia


pada Penderita di RSUP Dr. Sardjito 1995 1998, Vol. 32, No. 3, Penerbit FK UGM,
Yogyakarta, 2000, hal: 161-164.
2. Price SA, Wilson LM, Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease Processes
(Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit), Edisi 4, Penerbit EGC, Jakarta,
1995, hal: 709-712.
3. Soeparman, Waspadji S (ed), Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI,
Jakarta, 1995, hal: 695-705.
4. Alatas H, Hasan R (ed), Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak, Percetakan Infomedika,
Jakarta, 1986, hal: 1228-1235.
5. Kumala P, dkk (ed), Kamus Saku Kedokteran Dorland, Edisi 25, Penerbit EGC,
Jakarta, 1998, hal: 167.
6. Bordow RA, Moser KM (ed), Manual of Clinical Problems in Pulmonary Medicine
with Annotated Key References, 2nd edition, Little Brown & Co (Inc.), USA, 1986, pp:
85-105.
7. Behrman RE, Vaughan VC, Nelson Ilmu Kesehatan Anak, Bagian II, Edisi 12,
Penerbit EGC, Jakarta, 1992, hal: 617-628.
8. Rudolph AM, et al, Pediatrics, 14th edition, Appleton & Lange, California, 1987,
pp:1427-1428.
9. Shulman TS, et al, Paduan penyakit Infeksi dan Terapi Antimikroba pada Anak, EGC,
Jakarta, 2001, hal 496-522.

Anda mungkin juga menyukai