Anda di halaman 1dari 93

BAB 1.

SISTEM BILANGAN
1.1 Sejarah Bilangan dan Angka

Kemampuan menghitung adalah kemampuan yang hanya


dimiliki makhluk hidup yang bernama manusia, karena manusia
memiliki susunan otak yang paling sempurna, yang membuatnya
menjadi cerdas. Makhluk lain, binatang misalnya, bisa saja dilatih
untuk menghitung sesuatu, tetapi sebenarnya binatang hanya mamppu
menghafal dan mengulang hitungan yang pernah diajarkan secara
berulang-ulang oleh manusia. Hanya manusialah yang mampu
berhitung dan mengenal bilangan dan angka. Proses peradaban manusia
yang cerdas tidak terjadi begiitu saja. Tetapi melalui tahap evolusi. Alat
bantu hitung atau kalkulator diciptakan manusia untuk membantu
dirinya dalam memecahkan persoalan perhitungan yang mereka hadapi.

Manusia-manusia primitive yang hidup berabad-abad yang lalu


ternyata sudah mengenal hitungan. Mereka telah mengenal matematika
alaupun sederhana. Jari-jemari tangan adalah alat hitung pertama yang
sudah mereka kenal. Tetapi tentu saja karena alatnya masih sederhana
sekali, maka kemampuan mereka menghitung juga dasar dan sangat
sederhana, dan terbataas hanya pada bilangan 10 dan 20.

Gambar 1.1 Orang primitive mengitung


dengan menggunakan jari sebagai alat hitung
Sejarah mencatat bahwa pertama kali manusia menciptakann
alat hitung dengan menggunakan batu-batu kerikil yang ditaruh
dilekukan tanah, atau dengan tali-temali yang disimpul-simpul pada
tiap heainya, atau juga dengan potongan ranting pohon.

Kemudiann bangsa cina menciptakan alat hitung Sipoa, yaitu


alat hitung yang mulanya berupa batu kerikil. Sipoa berupa batu atau
biji yang ditusuk di tengahnya kemudian direntang dengan kayu atau
kawat pada sebuah kotak. Penemuan sipoa yang sangat sederhana baik
ujudnya maupun penggunaannya, ternyata sangat membantu manusia
dalam memecahkan soal hitunngan.

Sipoa menerobos peradaban demi beradaban, mampu bertahan


berabad-abad sebagai alat hitung. Bahkan di jaman sekarang, bangsa
cina ddan jepang masih menggunakan sipoa untu memecahkan
beberapa soal perhitugan, misalnya dalam perhitungan perdagangan
praktis. Contoh lain, anak-anak tingkat sekolah dasar di Indonesia
dilaatih menggunakan alat sejenis sipoa, dalam memecahan soal-soal
hitungan.

Alat hitung membantu perkembangan ilmu hitung (Arithmetic)


dan ilmu bangun (Geometry). Dua ilmu tersebut merupakan dasar utana
dari matematika. Tanpa kedua ilmu tersebut, sulitlah peradaban
manusia berkembang. Peradaban manusia adalah hasil dari matematika.

Tanpa matematika manusia akan hidup dalam kegelapan dan


kebodohan. Manusia tidak akan mengenal ilmu ekonomi, perdagangan,
teknologi, dan computer. Dengan jelas dapat kita bandingkan
kehidupan manusia dengan kehidupan binatang yang hanya deibekali
dengan naluri (kodrat) dan sifat emosional. Burung secara naluri akan
terbang di angkasa dan hinggap, bersarang di pohon. Seekor ikan atau
buayaakan hidup berenang di air. Seekor harimau atau ular akkann
hidup di hutan belantara. Semua binatang tersebut akan saling berebut
makanan dan menimbulkan kemarahan dan kebuasan dan akhirnya
terjaadi bentrookan fisik yaitu saling memangsa satu sama lain.
Binatang tak mengenal matematika, maka peradaban binatang tidak
tercipta. Dari dahulu sampaai sekarang, bentuk sarang laba-laba dan
lebah, meskipun unik tetap sama, tidak mengalami perkembangan sama
sekali.

Matematika dalah seumber dari semua peradaban. Manusia


mampu mebangun gedung yang tinggi, meluncurkan pesawat ruang
angkasa, menciptakan computer dan lain-lain.

Kemampuan berhitung manusia primitive sampai 20,


diperkirakan diperoleh ketika manusia mulai hidup menetap di suatu
tempat dan bercocok tanam. Batas kemampuan berhitung sampai angka
20 nampkanya berlangsung cukup lama. Setelah manusia primtif
menetap di suatu tempat dan mulai hidup bermasyarakat, mereka mulai
membuat alat bantu untuk menghitung. Batu kerikil mulai digunakan
sebagai alat hitung dimana tiap kerikil mempunyai nilai angka tertentu.

Bangsa Inca yang tinggal di Peru (Amerika Selatan) berabad-


abad yang lalu juga telah mengenal alat hitung yang disebut Quipus,
berupa tali bersimpul. Tia simpul memiliki nilai angka tertentu. Mereka
mengihtung dengan menggunakan biji-biji jagung kemudian
dipindahkan ke quipus.

Gambar 1.2 Bangsa inca menghitung dengan quipus


Bilangan yang dinyataknn secara analog dinyatakan dengan
cara menghitung jumlah benda (biji kerikil, simpul pada tali atau
ranting pohon, mmisalnya) yang sesungguhnya.

Gambar 1.3 Hasil perhitungan dari biji jagung dipindahkan ke quipus

Gambar 1.4 Alat hitung sipoa


1.2 Bilangan Desimal

Desimal merupakan system bilangan dengan basis 10, artinya


digit/angka yang digunakan untuk menyajikannya berjumlah 10 buah
yakni : 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9, serta setiap digit ppenyusunannya
memiliki bobot kepangkatan 10n dengan n merupakan bilangan bulat
positif dan negatiif.

Contoh :

Bilangan (5346)10 atau 534610 memiliki arti :

534610 = 5 x 103 + 3 x 102 + 4 x 101 + 6 x 100

Angka-angka penyusun bilangan decimal disebut digit. Digit


yang menempati posis paling kiri yakni 5 memiliki bobot terbesar
sehingga dinamakan Most Significant Digit (MSD) sedangkan digit
ppaling kanan dinamakan Least Significant Digit (LSD) yang berarti
digit dengan bobot terkecil. Untuk Bilangan decimal bulat 5346,
hubungan antara digit-digit penyusunannya dengan bobotnya dapat
disajikan seperti berikut ini.

103 102 101 100 Bobot bilangan decimal bulat


5 3 4 6 Bilangan decimal
MSD LSD

Contoh lain, bilangan decimal 0,25 memilikki arti :

0,25 = 2 x 10-1 + 5 x 10-2

Berdasarkan contoh tersebut, hubungan digit-digit penyusunnya


dengan bobotnya pada bilangan decimal pecahan 0,25 dapat disajikan
seperti berikut ini.

10-1 10-2 Bobot bilangan desimal pecahan


2 5 Bilangan desimal
MSD LSD
1.3 Bilangan Biner

Biner merupakan system bilangan dengan basis 2, artinya dalam


system ini digit yang digunakan berjumlah 2 buah yakni 0 dan 1, serta
setiap digit penyusunnya (dinamakan bit) memiliki bobot kepangkatan
2n dengan n merupakan bilangan bulat positif dan negative.

Contoh :

Bilangan biner (10110)2 atau 101102, dalam konteks bilangan decimal


memiliki arti :

101102 = 1 x 24 + 0 x 23 + 1 x 22 + 1 x 21 + 0 x 20 = 2210

1610 0 410 210 0

Bit dengan bobot terbesar dinamakan Most Significant Bit (MSB) dan
bit yang paling kanan dengan bobot terkecil dinamakan Least
Significant Bit (LSB). Bobotnya bilangan biner ditunjukkan sebagai
berikut :

24 23 22 21 20 Bobot bilangan biner bulat


1 0 1 1 0 Bilangan biner
MSB LSB

Untuk bilangan biner pecahan, bobot bit MSB dimulai dari 2-1.
Contoh bilangan biner 0,1012 memiliki arti :

0,1012 = 1 x 2-1 + 0 x 2-2 + 1 x 2-3


0,5 + 0 + 0,125 = 0,52510

Dan hubungan antara bit-bit penyusunnya dengan bobotnya adalah


sebagai berikut :
2-1 2-2 2-3 Bobot bilangan biner bulat
1 0 1 Bilangan biner
MSB LSB
1.4 Bilangan Oktal

Oktal merupakan system bilangan dengan basis 8. Dalam


system ini digit yang digunakann berjumlah 8 buah yakni : 0, 1, 2, 3, 4,
5, 6, dan 7, serta bobot yang dimmiliki oleh setiap digit penyusunnya
adalah kepangkatan 8n dengan n merupakan bilangan bulat positif dan
negative.

Contoh :

Bilangan octal (215)8 atau 2158 dalam konteks bilangan decimal


memiliki arti :

2158 = 2 x 82 + 1 x 81 + 5 x 80 = 14110

12810 810 510

Setiap bilangan penyusun pada sisem octal disebut digit dan


bobotnya ditunjukkan sebagai berikut :

82 81 80 Bobot bilangan oktal bulat


2 1 5 Bilangan oktal
MSD LSD

Untuk bilangan octal pecahan bobotnya merupakan


kepangkatan negative dari 8, contoh bilangan octal 0,148 memiliki arti :

0,148 = 1 x 8-1 + 4 x 8-2


1 4 = 2 1 = 3
8 64 16 16 16

Dan hubungan antara digit-digit penyusunnya dengan bobotnya


adalah :

82 81 Bobot bilangan oktal pecahan


1 4 Bilangan oktal
MSD LSD
1.5 Bilangan Heksadesimal

Heksadesimal merupakan system bilangan dengan basis 16,


artinya symbol digit yang digunakan berjumlah 16 yakin 0, 1, 2, 3, 4,
5, 6, 7, 8, 9, A, B, C, D, E, dan F, serta bobot setiap digit penyusunya
adalah kepangkatan 16n dengan n merupakan bilangan bulat positif
dan negative.

Contoh :

Bilangan (BE5)16 atau BE516 dalam konteks system decimal memiliki


arti :

11 x 162 + 14 x 161 + 5 x 160 = 304510

12810 810 510

Bobot digit-digit heksadesimal pada contoh ditunjukkan sebagai


berikut :

162 161 160 Bobot bilangan heksadesimal pecahan


B E 5 Bilangan desimal
MSD LSD

Untuk bilangan heksadesimal pecahan, bobot terbesar dimulai


dari 16-1. Contoh bilangan heksadesimal pecahan adalah 0,C816.
Bilangan heksadesunak tersebut memiliki nilai desimmal :

0,C816 =12 x 16-1 + 8 x 16-2


12 8 = 25
16 256 32

Dan hubungan antara digit-digit penyusunannya dengan bobotnya


dapat ditulikann sebagai berikut :
16-1 16-2 Bobot bilangan heksadesimal pecahan
C 8 Bilangan desimal
MSD LSD
1.6 Konversi Sistem Bilangan

Konversi Bilangan digunakan untuk mengubah suatu bilangan


dari suatu sistim bilangan menjadi bilangan dalam sistim bilangan yang
lain.

1.6.1 Konversi Biner ke Desimal

Cara mengkonversi bilangan biner ke desimal adalah dengan


cara mengalikan satu persatu bilangan dengan 2 (basis bilangan biner)
pangkat 0, pangkat 1 dan seterusnya sesuai dengan banyaknya bilangan
biner yang akan di konversi dan perhitungannya dimulai dari bilangan
biner yang paling kanan.

Contoh:

1100102 = 10

0 x 20 = 0
1 x 21 = 2
0 x 22 = 0
0 x 23 = 0
1 x 24 = 16
1 x 25 = 32 +

Nilai decimal = 50

1.6.2 Konversi Biner ke Oktal

Cara mengkonversi bilangan biner ke oktal yakni dengan


mengelompokan bilangan biner menjadi 3 buah dimulai dari bilangan
biner yang paling kanan. Setelah dikelompokan barulah kita dapat
mengkonversi menjadi bilangan Oktal.
Contoh :

0110101112 = 8

Kelompok 3 Kelompok 2 Kelompok 1


011 010 111

1 x 20 = 1 0 x 20 = 0 1 x 20 = 1
1 x 21 = 2 1 x 21 = 2 1 x 21 = 2
0 x 22 = 0 + 0 x 22 = 0 + 1 x 22 = 4 +
3 2 7

Nilai Oktalnya = 3278

1.6.3 Konversi Biner ke Heksadesimal

Cara mengkonversi bilangan biner ke hexadesimal tekniknya


hampir sama dengan cara konversi bilangan biner ke oktal. Yang
membedakan ada pada pengelompokan bilangan binernya, pada
bilangan oktal dalam satu kelompok terdiri dari 3 buah bilangan biner
sedangkan pada hexadesimal dalam satu kelompok terdiri dari 4 buah
bilangan biner.

Contoh 1100110101112 =..16

Kelompok 3 Kelompok 2 Kelompok 1


1100 1101 0111

0 x 20 = 0 1 x 20 = 1 1 x 20 = 1
0 x 21 = 0 0 x 21 = 0 1 x 21 = 2
1 x 22 = 4 1 x 22 = 4 1 x 22 = 4
1 x 23 = 8 + 1 x 23 = 8 + 0 x 23 = 0 +
12 = C 13 = D 7

Nilai Heksadesimalnya = CD716


1.6.4 Konversi Oktal ke Biner

Cara mengubah bilangan Oktal menjadi Biner dengan


menjadikan satu persatu angka bilangan Oktal menjadi bilangan Biner
dahulu kemudian di satukan. Untuk bilangan Oktal haruslah memiliki
3 digit bilangan Biner sehingga jika hanya menghasilkan kurang dari 3
digit makan didepannya ditambahkan bilangan 0.

Contoh :

2618 =. 2

28 = 0102
68 = 1102
18 = 0012

Nilai binernya = 0101100012

1.6.5 Konversi Oktal ke Desimal

Cara mengkonversi bilangan oktal ke desimal adalah dengan


cara mengalikan satu persatu bilangan dengan 8 (basis bilangan oktal)
dengan pangkat 0, 1 dan seterusnya dimulai dari bilangan oktal yang
paling kanan. Kemudian hasil dari semua pengalian dijumlahkan.

458 = 10

4 x 81 = 32
5x 80 = 5 +

37

Nilai desimalnya = 3710


1.6.6 Konversi Oktal ke Heksadesimal

Cara mengkonversi bilangan oktal ke hexadesimal terdiri dari


dua tahap yaitu:

- Pertama, mengkonversi terlebih dahulu bilangan oktal ke bilangan


biner

- Kedua, hasil konversi ke bilangan biner kemudian di konversikan ke


bilangan hexadesimal

Singkatnya seperti ini Oktal --> Biner --> Hexadesimal.

Contoh:

1458 = 16

1. Konversi bilangan oktal ke biner terlebih dahulu :


1 4 5

001 100 101


2. Kemudian konversikan bilangan biner tersebut ke bilangan
hexadesimal :
0110 0101

6 5
Nilai Heksadesimalnya = 6516
1.6.7 Konversi Desimal ke Biner

Cara mengkonversi bilangan desimal ke biner adalah dengan


cara membagi bilangan desimal dengan 2 (basis bilangan biner)
kemudian menyimpan hasil bagi dan sisa bagi dari setiap
pembagiannyahingga hasil baginya < 2. Nilai konversinya adalah
urutan dari hasil bagi yang terakhir kemudian sisa bagi dari yang
terakhir hingga ke awal.

Contoh:

1010 = 2

Pembagian Hasil Sisa Bagi


10/2 = 5 0
5/2 = 2 1
2/2 = 1 0
1/2 = 0 1
Nilai Binernya = 10102

1.6.8 Konversi Desimal ke Oktal

Cara mengkonversi bilangan desimal ke Oktal adalah dengan


cara membagi bilangan desimal dengan 8 (basis bilangan oktal) dan
menyimpan hasil bagi dan sisa bagi dari setiap pembagiannya. Nilai
konversinya adalah urutan hasil bagi yang terakhir kemudian sisa bagi
dari yang terakhir hingga ke awal.
Contoh:

54410 = 8

Pembagian Hasil Sisa Bagi

544/8 = 68 0

68/8 = 8 4

8/8 = 1 0

1/8 = 0 1

Nilai Oktalnya = 10408

1.6.9 Konversi Desimal ke Heksadesimal

Cara mengkonversi bilangan desimal ke hexadesimal adalah


dengan cara membagi bilangan desimal dengan 16 (basis bilangan
hexadesimal) dan menyimpan hasil bagi dan sisa bagi dari setiap
pembagiannya. Apabila sisa bagi > 9 maka angkanya dirubah menjadi
huruf. Untuk sisa bagi berjumlah 10 = A, 11 = B, 12 = C, 13 = D, 14 =
E, 15 = F.

Contoh :

425610 =. 16

Pembagian Hasil Sisa Bagi

4256/16 = 266 0

266/16 = 16 10 = A

16/16 = 1 0

1/16 = 0 1

Nilai Heksadesimalnya = 10A016


1.6.10 Konversi Heksadesimal ke Biner

Cara mengubah bilangan HexaDesimal menjadi Biner dengan


menjadikan satu persatu angka bilangan HexaDesimal menjadi
bilangan Biner dahulu kemudian di satukan. Untuk bilangan
HexaDesimal haruslah memiliki 4 digit bilangan Biner sehingga jika
hanya menghasilkan kurang dari 4 digit makan didepannya
ditambahkan bilangan 0.

Contoh :

C5416 = 2

C 5 4

1100 0101 0100

Bilangan Binernya = 1100010101002

1.6.11 Konversi Heksadesimal ke Desimal

Cara mengubah bilangan biner menjadi bilangan desimal


dengan mengalikan 16n dimana n merupakan posisi bilangan yang
dimulai dari angka 0 dan dihitung dari belakang.

Contoh :

C5416 = 10

C5416 = C x 162 + 5 x 161 + 4 x 160

= 12 x 64 + 5 x 16 + 4 x 1

= 768 + 80 + 4

= 852

Bilangan Desimalnya = 85210


1.6.12 Konversi Heksadesimal ke Oktal

Cara mengubah bilangan HexaDesimal menjadi bilangan Oktal


dengan mngubah bilangan HexaDesimal tersebut menjadi bilangan
Desimal terlebih dahulu baru kita ubah menjadi bilangan Oktal.

Contoh : C5416 = 8

1. Konversi bilangan hexadesimal ke biner terlebih dahulu :

C 5 4

1100 0101 0100

2. Kemudian konversikan bilangan biner tersebut ke bilangan


oktal :

110 001 010 100

6 1 2 4

Bilangan Oktalnya = 61248

1.7. Bentuk Bilangan Dalam Code Form

Mengkonversi bilangan yang berharga besar, memerlukan


hitungan yang cukup melelahkan. Melalui bilangan dalam Code Form
maka pekerjaan konversi bilangan dapat dipermudah dan dipercepat. Di
bawah ini adalah Code Form dalam bilangan Desimal, Bilangan Oktal
dan bilangan Heksadesimal yang sering dipergunakan.
1.7.1 Binary Code Decimal (BCD)

Bilangan desimal pada setiap tempat dapat terdiri dari 10


bilangan yang berbeda-beda. Untuk bilangan biner bentuk dari 10
elemen yang berbeda beda memerlukan 4 bit. Sebuah BCD mempunyai
4 bit biner untuk setiap tempat bilangan desimal.

Contoh : 31710 = .BCD

3 1 7 Desimal

0011 0001 0111 Biner Code Desimal

Dalam contoh ini BCD terdiri dari 3 kelompok bilangan masing-


masing terdiri dari 4 bit , dan jika bilangan desimal tersebut di atas
dikonversi ke dalam bilangan biner secara langsung adalah 31710 =
1001111012 dan hanya memerlukan 9 bit. Untuk contoh proses
sebaliknya dapat dilihat di bawah ini.

Contoh : 0101000101110000BCD = 10

Biner Code Desimal 0101 0001 0111 0000

Desimal 5 1 7 0

Jadi Bilangan Desimalnya = 517010

Misalkan bilangan yang ingin dikonversi adalah 17010.dapat dilihat


bahwa bilangan biner dari :

110 > 00012

710 > 01112

010 > 00002


Tetapi, berhubung hasil yang diinginkan adalah bilangan BCD, maka
basis bilangannya tinggal ditulis sebagai berikut :

110 > 0001BCD

710 > 0111BCD

010 > 0000BCD

Maka, nilai BCD dari 17010 adalah 0001 0111 0000BCD.

Harap diperhatikan bahwa setiap simbol dari bilangan desimal


dikonversi menjadi 4 bit bilangan BCD.

Contoh lain, misalkan bilangan yang ingin dikonversi adalah 30910.

310 > 0011BCD

010 > 0000BCD

910 > 1001BCD

Maka, nilai BCD dari 30910 adalah 0011 0000 1001BCD.

1.7.2 Binary Code Hexadecimal (BCH)

Bilangan heksadesimal dalam setiap tempat dapat terdiri dari 16


bilangan yang berbeda-beda ( angka dan huruf ). Bentuk biner untuk 16
elemen memerlukan 4 bit. Sebuah BCH mempunyai 4 bit biner untuk
setiap tempat bilangan heksadesimal.

Contoh :

31AF16 = BCH

Bilangan Heksadesimal 3 1 A F

Biner Code Heksadesimal 0011 0001 1010 1111


Untuk proses sebaliknya, setiap 4 bit dikonversi ke dalam bilangan
heksadesimal.

Contoh : 1010 0110 0001 1000BCH =.16

Biner Code Heksadesimal 1010 0110 0001 1000

Bilangan Heksadesimal A 6 1 8

Jadi Bilangan Heksadesimalnya = A61816


BAB II GERBANG LOGIKA DASAR

2.1 Sejarah Penemuan Gerbang Logika

Pada tahun 1854 Gorge Boole menciptakan logika simbolik yang


sekarang dikenal dengan aljabar Boole. Setiap peubah (variable) dalam
aljabar Boole hanya memiliki dua keadaan atau dua harga, yaitu
keadaan benar yang dinyatakan dengan 1 atau keadaan salah yang
dinyatakan dengan 0. Aljabar Boole yang memiliki dua keadaan ini
semula dimaksudkan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan logika.

Aljabar Boole yang ditemukan pada waktu itu belum dapat


diterapkan atau memiliki penerapan-penerapan praktis, hingga tahun
1938, ketika Claude Shannon menggunakannya dalam analisis
rangkaian penyaklaran (Switching) telepon. Shannon menggunaknnya
untuk menyatakan terbuka dan tertutupnya saklar relay (saklar
electromagnet). Dengan kasus yang dipecahkan Shannon tersebutlah,
orang kemudian menyadari bahwa aljabar Boole dapat diterapkan pada
ilmu dan teknologi elektronika khususnya elektronika computer. Selain
itu dalam beberapa kasus, aljabar Boole dapat juga diterapkan pada
kehidupan sehari-hari, seperti aliran air minum, saklar-saklar pada
instalasi listrik di rumah, lalu lintas jalan raya, dan lain-lain.

Aljabar Boole diwujudkan berupa sebuah piranti atau system yang


disebut Gerbang Logika. Apakah yang dimaksud dengan gerbang
logika? Bagaimana prinsip kerjanya? Terdiri dari apakah gerbang
digital itu? Apa hubungannya gerbang logika dengan system digital dan
mirkroskoper yang kita pelajari?

Pertanyaan pertanyaan tersebut akan langsung timbul di benak kita.


Sekarang ita akan bahas pertanyaan-pertanyaan itu satu per satu secara
terperinci dan terstruktur.
Gerbang logika adalah blok bangunan dasar untuk membentuk
rangkaian elektronika digital, yang digambarkan dengan symbol-
simbol tertentu yang telah diterapkan. Sebuah gerbang logika memiliki
beberapa masukan tetapi hanya memiliki satu keluaran. Keluarannya
akan HIGH (1) atau LOW (0) tergantung pada level digital pada
terminal masukan. Dengan menggunakan gerbang-gerbang logika, kita
dapat merancang dan mendesain satu system digital yang akan
dikendalikan level masukkan digital dan menghasilkan sebuah
tanggapan keluaran tertentu berdasarkan rancangan rangkaian logika
itu sendiri.

Beberapa gerbang logika dasar yang akan dibahas adalah gerbang


logika OR, gerbang logika AND, dan gerbang logika NOT
(INVERTER). Sedangkan gerbang-gerbang logika kombinasinal
adalah gerbang logika NOT OR (atau NOR), gerbang logika NOT AND
(atau NAND), gerbang logika EXCLUSIVE OR (atau EXOR), gerbang
logika EXCLUSIVE NOT OR (atau EXNOR). Gerbang-gerbang ini
akan dibahas pada bab selanjutnya. Pada bab ini hanya akan dibahas
apakah dan bagaimana Gerbang Logika Dasar itu.

Gerbang logika dapat diartika sebagai rangkaian dengan satu atau


lebih isyarat masukan tetapi hanya menghasilkan satu isyarat keluaran.
Gerbang logika dapat pula diartika sebagai elemen pengambil
keputusan dan penyiap operasi atau rangkaian-rangkaian digital.
Gerbang logika inilah yang digunakan untuk memproses isyarat digital.
Gerbang logika hanya beroperasi pada system bilangan Biner, oleh
karena itu disebut Gerbang Logika Biner.
2.2 Gerbang Logika OR

Gerbang OR didefinisikan sebagai gerbang logika yang


memberikan keadaan logika 1 (tinggi) pada outputnya, jika keadaan
salah satu atau lebih inputnya berlogika 1 (tinggi). Tabel kebenarannya
untuk OR 2 input ditunjukkan pada tabel berikut ini

INPUT OUTPUT
A B X
0 0 0
0 1 1
1 0 1
1 1 1

Persamaan logika atau ekspresi Boole output gerbang OR


dinyatakan dengan persamaan

X = A + B atau X = A or B

Berikut symbol dari gerbang OR

Sedangkan yang menyediakan fungsi gerbang OR yakni IC 7432


Gerbang OR berupa gelombang kotak

A
t (s)

t (s)

t (s)

2.3 Gerbang Logika AND

Gerbang AND didefinisikan sebagai gerbang logika yang


memberikan keadaan level logika 1 (tinggi) pada outptnya, jika dan
hanya jika semua keadaan inputnya berlevel logika 1 (tinggi). Tabel
kebenaran gerbang AND 2 input ditunjukkan pada tabel berikut ini

INPUT OUTPUT
A B X
0 0 0
0 1 0
1 0 0
1 1 1
Persamaan logika untuk gerbang AND 2 input adalah :
X = A.B atau X = A and B
Berikut symbol dari gerbang AND

INPUT A

INPUT B X

Sedangkan yang menyediakan fungsi gerbang OR yakni IC 7408

Gerbang AND berupa gelombang kotak

A
t (s)

B
t (s)

X
t (s)
2.4 Gerbang Logika NOT

Gerbang NOT merupakan logika yang memberika keadaan level


logika 1 (tinggi) pada outputnya, jika keadaan inputnya berlevel
logika 0 (rendah) atau sebaliknya gerbang ini akan memberikan
keadaan level logika 0 (rendah) pada outputnya jika keadaan
inputnya berlevel 1 (tinggi).

Tabel kebenaran gerbang NOT ditunjukkan pada tabel berikut ini

INPUT OUTPUT
A Y
0 1
1 0

Persaamaan logika gerbang NOT adalah :

Y = not A atau Y = A

Berikut symbol dari gerbang NOT

A Y

Sedangkan yang menyediakan fungsi gerbang OR yakni IC 7404


Gerbang NOT terhadap input gelombang kotak

A
t (s)

Y
t (s)
BAB III GERBANG LOGIKA KOMBINASIONAL

3.1 Gerbang Logika NOR

Arti NOR adalah NOT OR atau BUKAN OR, Gerbang NOR


merupakan kombinasi dari Gerbang OR dan Gerbang NOT yang
menghasilkan kebalikan dari Keluaran (Output) Gerbang OR. Gerbang
NOR akan menghasilkan Keluaran Logika 0 jika salah satu dari
Masukan (Input) bernilai Logika 1 dan jika ingin mendapatkan
Keluaran Logika 1, maka semua Masukan (Input) harus bernilai Logika
0.

Simbol Gerbang NOR

Dengan persamaan yaitu :

Y=A+B

Tabel Kebenaran Gerbang OR

INPUT OUTPUT OUTPUT


OR NOR

A B A+B Y= A+B
0 0 0 1
0 1 1 0
1 0 1 0
1 1 1 0
Gerbang NOR berupa gelombang kotak

0 t (s)

0 t(s)

0 t (s)

3.2 Gerbang Logika NAND

Arti NAND adalah NOT AND atau BUKAN AND, Gerbang


NAND merupakan kombinasi dari Gerbang AND dan Gerbang NOT
yang menghasilkan kebalikan dari Keluaran (Output) Gerbang AND.
Gerbang NAND akan menghasilkan Keluaran Logika 0 apabila semua
Masukan (Input) pada Logika 1 dan jika terdapat sebuah Input yang
bernilai Logika 0 maka akan menghasilkan Output Logika 1.

Simbol Gerbang NAND

Dengan Persamaan yaitu :

Y = AB
Tabel Kebenaran Gerbang NAND

INPUT OUTPUT OUTPUT


AND AND

A B AB Y= AB
0 0 0 1
0 1 0 1
1 0 0 1
1 1 1 0

Gerbang NAND berupa gelombang kotak

0 t (s)

0 t (s)

0 t (s)
3.3 Gerbang Logika XOR

X-OR adalah singkatan dari Exclusive OR yang terdiri dari 2


Masukan (Input) dan 1 Keluaran (Output) Logika. Gerbang X-OR akan
menghasilkan Keluaran (Output) Logika 1 jika semua Masukan-
masukannya (Input) mempunyai nilai Logika yang berbeda. Jika nilai
Logika Inputnya sama, maka akan memberikan hasil Keluaran Logika
0.

Simbol Gerbar XOR

Dengan Persamaan yaitu :

Z=X+Y

Tabel Kebenaran Gerbar XOR

INPUT OUTPUT
X Y Z
0 0 0
0 1 1
1 0 1
1 1 0
3.4 Gerbang Logika EXNOR

Seperti Gerbang X-OR, Gerban X-NOR juga terdiri dari 2


Masukan (Input) dan 1 Keluaran (Output). X-NOR adalah singkatan
dari Exclusive NOR dan merupakan kombinasi dari Gerbang X-OR
dan Gerbang NOT. Gerbang X-NOR akan menghasilkan Keluaran
(Output) Logika 1 jika semua Masukan atau Inputnya bernilai Logika
yang sama dan akan menghasilkan Keluaran (Output) Logika 0 jika
semua Masukan atau Inputnya bernilai Logika yang berbeda. Hal ini
merupakan kebalikan dari Gerbang X-OR (Exclusive OR).

Simbol Gerbang EXNOR

Dengan Persamaan Yaitu :

Z=X+Y

Tabel Kebenaran EXNOR

INPUT OUTPUT
X Y Z
0 0 1
0 1 0
1 0 0
1 1 1
BAB IV AL JABAR BOOLE DAN PETA KARNAUGH

4.1 Sejarah Al Jabar Boole

Dalam matematika dan ilmu komputer, Aljabar Boolean adalah


struktur aljabar yang "mencakup intisari" operasi logika DAN, ATAU
dan TIDAK dan juga teori himpunan untuk operasi union, interseksi
dan komplemen.

Penamaan Aljabar Boolean sendiri berasal dari nama seorang


matematikawan asal Inggris, bernama George Boole. Dialah yang
pertama kali mendefinisikan istilah itu sebagai bagian dari sistem logika
pada pertengahan abad ke-19.

Aljabar Boolean dapat digunakan untuk menganalisa suatu


rangkaian logika dan mengekspresikan operasinya secara matematik.
Suatu rangkaian dapat direduksi menjadi bentuk yang lebih sederhana
dengan menggunakan teorema Boolean tertentu. Ekspresi Boolean
yang lebih sederhana ini dapat menggantikan ekspresi aslinya, karena
nilainya yang ekivalen.

4.2 Hukum Hukum Al Jabar Boole

4.2.1 Hukum Komutatif

Hukum komutatif aljabar boolean memiliki kesamaan degan


aljabar biasa. Berikut ini akan kita lihat pemakaian hukum komutatif
dalam gerbang-gerbang logika
4.2.1.1 Hukum Komutatif Untuk Gerbang Logika OR

Gerbang OR dengan 2 masukan tertentu, yaitu A dan B, dapat


dipertukarkan tempatnya dan dapat merubah urutan sinyal-sinyal
masukan. Perubahan tersebut tidak akan mempengaruhi keluarannya.

Dalam hukum persamaan Boolean hal ini dapat ditulis sebagai berikut:

A+B=B+A=Y

A+B=Y
A B Y
0 0 0
0 1 1
1 0 1
1 1 1

B+A=Y
B A Y
0 0 0
0 1 1
1 0 1
1 1 1
4.2.1.2 Hukum Komutatif Untuk Gerbang Logika AND

Gerbang OR dengan 2 masukan tertentu, yaitu A dan B, dapat


dipertukarkan tempatnya dan dapat merubah urutan sinyal-sinyal
masukan. Perubahan tersebut tidak akan mempengaruhi keluarannya.

Dalam hukum persamaan Boolean hal ini dapat ditulis sebagai berikut:

A.B=B.A=Y

A.B=Y
A B Y
0 0 0
0 1 0
1 0 0
1 1 1

B.A=Y

B A Y
0 0 0
0 1 1
1 0 1
1 1 1
4.2.2 Hukum Asosiatif

4.2.2.1 Hukum Asosiatif untuk Gerbang Logika OR

Gerbang OR dengan 2 masukan tertentu, yaitu A dan B, dapat


dikelompokan tempatnya dan diubah urutan sinyal-sinyal masukannya.
Perubahan tersebut tidak akan mengubah keluarannya.

Dalam hukum persamaan Boolean ditulis sebagai berikut:

A+(B+C)=(A+B)+C

Pada hakekatnya cara pengelompokan variabel dalam suatu


operasi OR tidak berpengaruh pada keluarannya. Artinya keluarannya
akan tetap sama dengan :

Y=A+B+C

Perhatikan gambar berikut!

A B C Y
0 0 0 0
0 0 1 1
0 1 0 1
0 1 1 1
1 0 0 1
1 0 1 1
1 1 0 1
1 1 1 1
A B C Y
0 0 0 0
0 0 1 1
0 1 0 1
0 1 1 1
1 0 0 1
1 0 1 1
1 1 0 1
1 1 1 1

4.2.2.2 Hukum Asosiatif untuk Gerbang Logika AND

Gerbang AND dengan 2 masukan yaitu yaitu A dan B, dapat


dikelompokan tempatnya dan diubah urutan sinyal-sinyal masukannya.
Perubahan tersebut tidak akan mengubah keluarannya.

Dalam hukum persamaan Boolean ditulis sebagai berikut:

A.(B.C)=(A.B)C

Setara dengan rangkaian


A.(B.C)=Y
A B C Y
0 0 0 0
0 0 1 0
0 1 0 0
0 1 1 0
1 0 0 0
1 0 1 0
1 1 0 0
1 1 1 1

(A.B).C=Y
A B C Y
0 0 0 0
0 0 1 0
0 1 0 0
0 1 1 0
1 0 0 0
1 0 1 0
1 1 0 0
1 1 1 1
4.2.3 Hukum Distributif

Gerbang AND dan OR dengan masukan tertentu, yaitu A, Bdan


C, dapat disebarkan tempatnya, dan dapat dirubah urutan-urutan sinyal-
sinyal masukannya. Perubahan tersebut tidak akan mengubah
keluarannya.

Dalam persamaan boolean ditulis sebagai berikut:

A.(B+C)=A.B+A.C

A.(B+C)=Y

A B C Y
0 0 0 0
0 0 1 0
0 1 0 0
0 1 1 0
1 0 0 0
1 0 1 1
1 1 0 1
1 1 1 1
A.B+A.C=Y
A B C Y
0 0 0 0
0 0 1 0
0 1 0 0
0 1 1 0
1 0 0 0
1 0 1 1
1 1 0 1
1 1 1 1

4.3 Sifat sifat Khusus Aljabar Boole

4.3.1 Sifat Khusus Dalam Operasi Gerbang OR

- Kaidah Pertama : A + 0 = A

A 0 Y
0 0 0
1 0 1
- Kaidah Kedua : A + 1 = 1

A 1 Y
0 1 1
1 1 1

- Kaidah Ketiga : A + A = A

A A Y
0 0 0
1 1 1

- Kaidah Keempat A + A = 1

A A Y
0 1 1
1 0 1

4.3.2 Sifat Khusus Dalam Operasi Gerbang AND

- Kaidah Pertama : A . 0 = 0

A 0 Y
0 0 0
1 0 0
- Kaidah Kedua : A . 1 = A

A 1 Y
0 1 0
1 1 1

- Kaidah Ketiga : A . A = A

A A Y
0 0 0
1 1 1

- Kaida Keempat : A . A = 0

A A Y
0 1 0
1 0 0
4.3.3 Sifat Absorpsi

A + AB = A + B
Untuk membuktikan sifat atau teorema ini perhatikan persamaan
berikut:
A + AB = A ( B + 1 ) + AB Berdasarkan B + 1 = 1
A + AB = AB + A.1 + AB Lihat sifat A.1 = A
A + AB = A + AB + AB
A + AB = A + B ( A + A ) Lihat sifat A + A = 1
A + AB = A + B.1 = A + B Terbukti !

A A B Y
0 0 0 0
0 0 1 1
1 0 0 1
1 0 1 1

A B Y
0 0 0
0 1 1
1 0 1
1 1 1

Kedua rangkaian logika diatas memiliki keluaran yang sama


untuk kondisi masukan A dan B yang sama.
4.4 Teorema De Morgan

- Teorema Pertama

A+B=A.B

Perhatikan persamaan gerbang logika NOR berikut

Y=A+B A B Y
0 0 1
0 1 0
1 0 0
1 1 0

Rangkaian logika 2 masukan yang di NOT kan dan kemudian


hubungkan ke gerbang AND.
A B Y
0 0 1
0 1 0
1 0 0
1 1 0

Dari rangkaian diatas dapat ditulis persamaan aljabar boolean sebagai


berikut:

Y=A.B

Karena kedua rangkaian diatas menghasilkan masukan dan keluaran


yang ekivalen atau sama maka dapat dinyatakan sebagai berikut:

A+B=A.B Hukum De Morgan Pertama


- Teorema Kedua

A.B = A + B

Perhatikan persamaan gerbang logika NAND berikut:

Y = A.B A B Y
0 0 1
0 1 1
1 0 1
1 1 0

Perhatikan rangkaian yang terdiri dari logika NOT dan gerbang logika
OR berikut :
A B Y
0 0 1
0 1 1
1 0 1
1 1 0
Rangkaian diatas dapat dituliskan ke dalam
persaman berikut :

Y=A+B

Kedua rangkaian logika diatas memiliki kesamaan sifat atau


dapat dikatakan keduanya ekivalen sehingga dapat dibuktikan teorema
de morgan sesuai dengan kedua persamaan di atas.

Y = A.B

Y=A+B

A.B = A + B
Penyederhanaan dengan Al Jabar Boole

Contoh 1

X = ( A + B ) BC + A

Dapat disederhanakan dengan langkah berikutt :

X = ( A + B )BC + A

X = ABC + BBC + A perhatikan BB = B

X = ABC + BC + A perhatikan ABC+BC= BC (A+1)

X = BC ( A + 1 ) + A perhatika A + 1 = 1

X = BC + A

Contoh 2

Y = AB + AB + BC + C

Penyelesaian

Y = AB + AB + BC + C

Y = ( A + A ) B + BC + C

Y = B + BC + C

Y=B(1+C)+C

Y=B+C
4.5 Peta Karnaugh

Peta karnaugh (atau K-Map) diperkenalkan oleh Maurice Karnaugh


tahun 1953 adalah sebuah metode untuk menyederhanakan fungsi
persamaan logika sehingga :

1. Menggunakan jumlah gerbang lebih sedikit sehingga waktu


tunda total untai menjadi lebih kecil
2. Kemungkinan resiko kegagalan fungsi lebih kecil karena
penggunaan gerbang dan perkawatan yang lebih sedikit
3. Daya total yang dikonsumsi untai logika juga akan lebih kecil.
4. Hemat biaya

Peta Karnaugh di-"ilustrasikan" seperti matrik 2 dimensi (terdiri


atas baris dan kolom) dimana komponen baris dan kolom adalah
masukan (input) dari sistem. Input dari masukan inilah yang kemudian
disebut variabel K-Map nya. Sehingga ada sebutan K-Map 2 Peubah,
K-Map 3 Peubah, 4 peubah dst.

K-Map efektif digunakan hanya sampai 6 peubah. Untuk peubah


lebih dari 6, tidak lagi di-rekomendasikan menggunakan K-Map karena
komputasinya sangat tinggi sehingga disarankan menggunakan
program komputer khusus.

Peta Karnaugh adalah sebuah metode untuk:


1. Menyederhanakan sebuah fungsi persamaan logika.
Menyederhanakan fungsi persamaan logika sebenarnya bisa dilakukan
dengan menggunakan aturan-aturan baku seperti:

Distributif. Misalnya (p q) (p r) p (q r) atau (p q)


(p r) p (q r).
De Morgan seperti ~p ~q ~(p q) atau ~p ~q
3. Mencari fungsi persamaan logika dari sebuah tabel kebenaran.
Sebuah tabel kebenaran (yang diperoleh dari pengumpulan
kasus atau kejadian) tetapi belum memiliki persamaan
logikanya sehingga sulit membuat untai rangkaian logikanya.
A B C Y
0 0 0 0
0 0 1 0
0 1 0 0
0 1 1 1
1 0 0 0
1 0 1 0
1 1 0 0
1 1 1 1
Permasalahan diatas dapat diselesaikan dengan peta karnaugh

4.5.1 Menggambar Peta Karnaugh

4.5.1.1 Peta Karnaugh 2 Peubah


Ilustrasi berikut adalah peta karnaugh 2 peubah (A dan B).

A\B 0 1
0 Cell 1 Cell 2
1 Cell 3 Cell 4

Kelompok Baris adalah masukan A dan Kelompok Kolom


adalah masukan B. Tidak ada yang spesial dari aturan K-Map 2
Variabel. Cara menulisnya 0 kemudian 1 (sesuai contoh) atau 1
kemudian 0.
Sebuah fungsi persamaan dari tabel kebenaran berikut dan cara
membuatnya.

Setiap cell dari matrik (bagian tengah) akan diisi dengan hasil
atau result dari tabel kebenaran. Sebagai contoh:

A B Y
0 0 1
A\B 0 1
0 1 1
1 0 1 0 1 1
1 1 0
1 1 0
Tabel Kebenaran Peta Karnaugh

4.5.1.2 Peta Karnaugh 3 Peubah

Sedikit berbeda dengan peta karnaugh 2 peubah, K-Map 3


peubah menggunakan 2 peubah di satu rusuk dan 1 peubah di rusuk
yang lain. Anda bisa membuat K-Map dengan 2 peubah di rusuk tegak,
dan 1 peubah di rusuk mendatar atau sebaliknya. Perhatikan gambar:

AB\C 0 1
00
01 A\BC 00 01 11 10
11 0
10 1
Yang perlu diperhatikan di sini adalah penyusunan kombinasi
masukan 2 peubah harus mengikuti kaidah "perubahan di satu tempat".
Artinya transisi dari "0" ke "1" hanya di satu tempat saja. Sebagai
contoh, kombinasi masukan dari "01" menjadi "11". Transisi yang
terjadi pada kombinasi ini hanya pada masukan A (dari 0 menjadi 1)
sedangkan masukan B tetap (1 tetap 1). Jadi tidak boleh menulis "01"
kemudian "10" (seperti yang biasa anda lakukan di tabel kebenaran).
Mengapa? karena jika susunan-nya "01" kemudian "10", berarti
perubahan terjadi di 2 masukan, A berubah dari "0" menjadi "1" dan
masukan B berubah dari "1" menjadi "0".

Seperti pada K-Map 2 peubah, isi Cell dari K-Map 3 peubah


juga berisi result (hasil) dari tabel kebenaran. Sebagai contoh:

A B C Y
0 0 0 1
0 0 1 0
0 1 0 0
0 1 1 1
1 0 0 1
1 0 1 0
1 1 0 0
1 1 1 0
Tabel Kebenaran

AB\C 0 1
00 1 0

A\BC 00 01 11 10 01 0 1
0 1 0 1 0 11 0 0
1 1 0 0 0 10 1 0

Peta Karnaugh
4.5.1.3 Peta Karnaugh 4 Peubah

Untuk K-Map 4 peubah, dapat dimasukkan 2 peubah di rusuk


tegak dan 2 peubah di rusuk mendatar. Perhatikan gambar:

A B C D Y
0 0 0 0 1
0 0 0 1 0
0 0 1 0 0
0 0 1 1 1
0 1 0 0 1
0 1 0 1 1
0 1 1 0 0
0 1 1 1 0
1 0 0 0 1
1 0 0 1 1
1 0 1 0 0
1 0 1 1 1 AB\C 00 01 11 10
1 1 0 0 1 00 1 0 1 0
1 1 0 1 0 01 1 1 0 0
1 1 1 0 0 11 1 0 1 0
1 1 1 1 1 10 1 1 1 0
Tabel Kebenaran Peta Karnaugh
4.5.2 Daerah Minterm

Proses berikutnya adalah menentukan daerah minterm. Daerah


minterm adalah sebuah daerah di dalam K-Map yang berisi nilai 1 yang
"bertetangga". Keanggotaan sebuah daerah minterm bisa berisi 2n
dimana n bernilai 0, 1, 2, 3, ... dst. Sehingga keanggotaan wilayah
minterm bisa 1, 2, 4, 8, 16, dst.

Melukiskan daerah minterm, bisa secara vertikal (atas bawah)


atau horisontal (kiri dan kanan) tetapi tidak bisa secara diagonal.

Contoh daerah minterm untuk K-Map 2 peubah adalah sebagai berikut:

A A\B 0 1 B A\B 0 1
0 0 0 0 1 0
1 0 1 1 0 1

C A\B 0 1 D A\B 0 1
0 1 1 0 0 1
1 0 1 1 1 0

Keterangan:

(A): Karena nilai "1" hanya ada satu, maka daerah mintermnya juga
hanya 1.

(B): Nilai "1" ada di dua tempat (cell) tetapi mereka bertetangga secara
diagonal, maka angka-angka "1" tersebut tidak bisa menjadi satu
wilayah minterm.

(C): Terdapat 2 wilayah minterm dengan masing-masing memiliki 2


anggota angka "1".

(D): Mirip dengan kasus point (B).


Sedikit berbeda untuk K-Map dengan dimensi yang lebih
besar(di atas dimensi 2x2), K-Map "dipandang sebagai sebuah bidang
yang "bulat" seperti globe. Artinya daerah minterm bisa saja
"menyatukan" angka 1 yang di sisi atas dan bawah atau kiri dan kanan
secara berputar. Lihat contoh di bawah ini:

AB\CD 00 01 11 10 AB\CD 00 01 11 10
00 1 1 00
01 01 1 1
11 11 1 1
10 1 1 10

AB\CD 00 01 11 10 AB\CD 00 01 11 10
00 1 1 00 1 1
01 01
11 11
10 1 1 10 1 1

Membangun persamaan dari daerah minterm di K-Map


Setelah daerah minterm sudah diberi tanda, proses berikutnya
adalah menentukan persamaan dari daerah minterm tersebut. Bisa
menggunakan asas "konsistensi" untuk memudahkan membangun
persamaan daerah minterm tersebut. Konsistensi yang dimaksud
adalah nilai masukan yang TIDAK BERUBAH di setiap sel daerah
minterm. Sebagai contoh untuk daerah minterm yang hanya berisi satu
anggota seperti pada gambar berikut:
AB\C 0 1
00
01 1
11 1
10

Karena tidak bisa membuat daerah minterm secara diagonal


maka K-Map di atas memiliki 2 daerah minterm. Untuk daerah mintem
yang berisi satu anggota saja, membuat persamaannya cukup mudah.
Cukup lihat masukan untuk setiap daerah minterm tersebut.

Daerah minterm 1: masukan dari sisi baris adalah A'B dan dari
sisi kolom adalah C'. Nilai akses (') di sini mengacu pada nilai 0 pada
masukan A dan C (sedangkan karena nilai B bernilai "1" maka tidak
diberi aksen atau NOT). Daerah minterm 2: masukan dari sisi baris
adalah AB dan dari sisi kolom adalah C (semua nilai masukan "1" maka
tidak ada aksen).
Sehingga fungsi persamaan dari K-Map tersebut adalah: A'BC
+ ABC. Pembuktian dengan tabel kebenaran:
A B C ABC ABC ABC + ABC
0 0 0 0 0 0
0 0 1 0 0 0
0 1 0 1 0 1
0 1 1 0 0 0
1 0 0 0 0 0
1 0 1 0 0 0
1 1 0 0 0 0
1 1 1 0 1 1
Untuk daerah minterm yang berisi lebih dari satu, asas
konsistensi bisa kita gunakan. Perhatikan contoh:

AB\CD 00 01 11 10
00
01 1 1
11 1 1
10

Pada contoh di atas, daerah mintem yang terbentuk memiliki


empat anggota dimana masukannya adalah:

1. Sisi Baris (AB): 01 dan 11


2. Sisi Kolom (CD): 01 dan 11

Nilai yang konsisten di sisi baris adalah B. (A tidak konsisten


karena ada A yang bernilai "1" dan ada A yang bernilai "0". Sedangkan
nilai yang konsisten di sisi kolom adalah D. (nilai C tidak konsisten).
BAB V FLIP-FLOP

5.1 Pengenalan Flip Flop

Pada bagian sebelumnya telah dibahas tentang rangkaian


kombinasional, yang merupakan rangkaian dengan keluaran yang
dikendalikan oleh kondisi masukan yang ada. Pada sistem digital,
terdapat pula rangkaian yang kondisi keluaran tidak hanya ditentukan
oleh kombinasi masukan, tetapi juga ditentukan oleh kondisi keluaran
yang terakhir yang terjadi pada sistem. Rangkaian semacam ini yang
dikenal sebagai rangkaian logika sequensial. Rangkaian sequensial ini
memiliki elemen penyimpan yang melakukan penyimpanan level
logika sinyal. Kondisi atau level yang terdapat pada elemen penyimpan
ini yang menentukan state dari rangkaian sequensial. Pada rangkaian
logika sequensial ini, perubahan kondisi masukan dapat menyebabkan
state rangkaian tetap berada pada state sebelumnya ataupun dapat pula
menyebabkan state rangkaian berpindah ke state selanjutnya.

Berikut ini akan dijelaskan tentang konsep dasar elemen


penyimpan dalam sistem digital. Penjelasan akan diawali dari contoh
yang paling sederhana yang dapat menggambarkan tentang hal ini.
Sebagai ilustrasi awal, akan digunakan blok diagram pengontrol sistem
alarm berikut ini :

Blok Diagram Pengontrol Sistem Alarm


Alarm akan merespon masukan kontrol ON/OFF . Alarm akan
ON jika ON/OFF = 1, sebaliknya akan OFF jika ON/OFF = 0. Operasi
yang diinginkan dari blok diagram tersebut adalah alarm akan ON jika
sensor membangkitkan level tegangan positif. Kondisi Set merupakan
respon terhadap keadaan yang tidak diinginkan sehingga alarm menjadi
ON. Jika alarm ON maka kondisi ON ini harus dapat bertahan hingga
keluaran dari sensor (ON/OFF ) berubah menjadi 0. Alarm akan OFF
secara atomatis jika masukan Reset diaktifkan. Rangkaian ini
membutuhkan elemen penyimpan untuk mempertahankan kondisi
aktifnya alarm hingga masukan Reset diaktifkan.

Gambar berikut ini menunjukkan elemen penyimpan


rudimentary, yang dibangun atas sistem loop dengan 2 buah inverter.

Dasar Elemen Penyimpan (Memori)

Jika diasumsikan A=0, maka B=1. Rangkaian ini akan


mempertahankan kondisi ini dalam waktu yang tak berhingga.
Sehingga dapat ditunjukkan bahwa rangkaian berada pada state yang
ditentukan oleh nilai A dan B tersebut. Jika diasumsikan A = 1, maka
B = 0. Kondisi inipun akan dipertahankan dalam waktu yang tak
berhingga. Sehingga rangkaian elemen memori ini memiliki 2 buah
state. Rangkaian ini tidak digunakan dalam aplikasi selanjutnya karena
kesulitan dalam hal mekanisme perubahan state yang terjadi.

Rangkaian yang lebih baik untuk menunjukkan konsep dasar


elemen penyimpan ini adalah berikut ini :
Elemen Penyimpan Dengan Transmission Gate

Rangkaian ini memiliki mekanisme transisi state yang tidak


terdapat pada rangkaian sebelumnya. Mekanisme transisi state yang
terjadi menggunakan 2 buah transmission gates (TG1 dan TG2).
Transmission Gate 1 (TG1) digunakan untuk menghubungkan masukan
terminal Data pada titik A dari rangkaian. Sedangkan Transmission
Gate 2 (TG2) digunakan sebagai switch pada loop feedback (umpan
balik) untuk menjaga state dari rangkaian. Transmission gates dikontrol
oleh sinyal Load. Jika sinyal Load=1, maka TG1 akan ON dan node A
akan memiliki level tegangan yang sama dengan terminal input Data.
Sedangkan pada saat yang bersamaan, TG2 akan OFF. Sehingga level
logika pada node A akan dilewatkan menuju output. Jika Load=0, maka
TG1 akan OFF dan TG2 akan ON, sehingga akan terbentuk loop
feedback dari output menuju node A. Pada saat inilah kondisi output
akan dipertahankan (elemen penyimpan bekerja). Jadi saat Load = 1
maka output akan membaca nilai logika pada node A, sedangkan pada
saat Load = 0, maka output terakhir yang terjadi akan dipertahankan.
Berdasasrkan penjelasan di atas, dapat dirumuskan sifat dasar yang
harus dimiliki oleh suatu elemen penyimpan, yaitu :

1. Elemen harus mampu menjaga state terakhir yang terjadi

2. Nilai yang tersimpan harus dapat dibaca.

3. Nilai yang tersimpan harus dapat diubah.


5.2 Dasar Latch

Sama dengan konsep Transmission Gates di atas, dapat pula


dibangun rangkaian penyimpan dengan menggunakan gerbang logika
dasar. Rangkaian berikut adalah elemen memori dasar yang dibangun
menggunakan sepasang gerbang NOR.

Elemen Memori Dasar Menggunakan Gerbang NOR

Terminal masukannya adalah Set dan Reset yang menentukan


perubahan state Q dari rangkaian elemen penyimpan. Cara yang lebih
umum dalam penggambaran rangkaian dasar memori menggunakan
sepasang gerbang NOR ini adalah sebagai berikut :

Bentuk Lain Elemen Memori Dasar Menggunakan Gerbang NOR

Kedua gerbang NOR dihubungkan secara cross-coupled.


Rangkaian ini yang dikenal sebagai rangkaian dasar latch. Cara kerja
rangkaian ini dapat digambarkan dalam bentuk table kebenaran
berikut ini :
S R Qa Qb KETERANGAN
0 0 0/1 0/1
Tidak Berubah
0 1 0 1
1 0 1 1
1 1 0 0 Forbidden condition

Berdasarkan table kebenaran di atas, latch akan


mempertahankan kondisi keluaran (state keluaran) ketika masukan S
dan R bernilai 0. Pada R = S = 0 inilah latch melakukan fungsi
penyimpanan. Pada kondisi/state ini dapat tercapai Qa = 0 Qb = 1
atau Qa = 1 Qb = 0. Ketika R = 0 dan S = 1, latch akan mengalami
set sehingga state keluaran menjadi Qa = 1 dan Qb = 0. Sedangkan pada
saat R = 1 dan S = 0, latch mengalami reset sehingga Qa = 0 dan Qb =
1. Pada semua variasi S dan R di atas terlihat bahwa Qa merupakan
komplemen Qb. Namun pada kondisi R = S = 1, kedua keluaran Qa dan
Qb bernila 0.

Rangkaian latch dengan koneksi cross-coupled ini dapat


digunakan sebagai rangkaian memori pada blok diagram pengontrol
alarm di atas. Dengan menghubungkan sinyal Set pada masukan S dan
Reset pada masukan R. Keluaran Qa menghasilkan sinyal ON/OFF .
Untuk inisialisasi operasi system alarm, latch akan direset sehingga
alarm akan off. Ketika sensor menghasilkan nilai logika 1, latch akan
mengalami Set sehingga Qa = 1 sehingga alarm menjadi on. Jika
keluaran sensor menjadi 0, pada saat tersebut Qa bernilai 1, maka Qa
akan mempertahankan state keluaran terakhir, sehingga alarm akan
tetap on. Agar alarm menjadi off, maka masukan Reset harus diaktifasi
dengan memberikan masukan logika 1, sehingga alarm menjadi off.
5.2.1 Gated SR Latch

Pada rangkaian latch di atas, perubahan state terjadi jika ada


perubahan sinyal S dan R. Jika perubahan pada sinyal ini tidak dapat
dikontrol, maka tidak dapat diketahui saat terjadinya perubahan state
dari latch. Pada system alarm di atas, dapat dirancang suatu masukan
lain yang berfungsi sebagai pengontrol terjadinya perubahan state
rangkaian latch. Masukan lain ini dikenal sebagai masukan enable. Jika
masukan enable aktif, maka latch akan bekerja seperti deskripsi table
kebenaran di atas, namun jika masukan enable tidak aktif, maka latch
tidak akan bekerja. Mode tidak aktifnya sinyal enable ini dikenal juga
sebagai mode disable. Sehingga pada mode disable, jika masukan Set
berubah dari 0 ke 1, maka alarm tidak akan on. Rangkaian latch di atas
tidak dapat melakukan deskripsi fungsi terakhir ini, sehingga agar
deskripsi ini dapat beroperasi, maka perlu adanya modifikasi pada
rangkaian latch yang pertama. Jadi dengan modifikasi ini, konsep kerja
latch seperti pada tabel kebenaran di atas hanya terjadi jika enable input
aktif.

Modifikasi rangkaian yang dimaksud adalah sebagai berikut :

Gated SR Latch

Pada rangkaian modifikasi ini, gerbang AND berfungsi sebagai


kontrol. Jika Clk bernilai 0, maka R dan S menjadi 0, sehingga Q dan
Q tidak berubah dari state sebelumnya. Namun jika Clk = 1, maka
sinyal R dan S akan sama dengan masukan R dan S.
Sehingga saat Clk = 1 inilah latch akan bekerja dengan transisi
seperti pada table kebenaran latch di atas. Sinyal Clk inilah yang
bekerja sebagai sinyal control yang diawal diperkenalkan sebagai sinyal
enable.

Rangkain latch yang menggunakan sinyal control (sinyal


enable) ini dikenal sebagai gated latch atau gated SR latch. Modifikasi
table kebenaran akibat adanya sinyal control Clk ini adalah sebagai
berikut :

Clk S R Q(t+1)
0 X X Q(t)
Tidak berubah
1 0 0 Q(t)
Tidak berubah
1 0 1 0
1 1 0 1
1 1 1 X

Simbol grafik untuk rangkaian gated SR latch ini adalah sebagai


berikut :

Simbol Grafik SR Latch


5.2.2 Simbol Grafik SR Latch

Pada bagian sebelumnya telah dibahas konsep latch sebagai


elemen dasar penyimpan. Latch yang ditunjukkan menggunakan
gerbang dasar NOR. Tentu dengan bentuk koneksi yang sama dapat
dibuat latch menggunakan gerbang dasar NAND. Dengan
menggunakan gerbang NAND dapat dibentuk rangkaian gated latch
menggunakan gerbang NAND seperti berikut ini :

Gated SR Latch Menggunakan Gerbang NAND

Rangkaian ini memiliki table kebenaran yang sama dengan table


kebenaran rangkaian gated latch sebelumnya. Hanya saja masukan
sinyal control Clk menggunakan gerbang NAND sebagai
antarmukanya. Dengan gerbang NAND diharapkan jumlah transistor
yang terdapat pada rangkaian latch bisa lebih sedikit jika dibandingkan
menggunakan gerbang AND.

5.2.3 Gated D Latch

Bentuk latch yang secara praktis penggunaannya luas adalah D


Latch. Rangkaian D latch ini memiliki masukan tunggal yaitu D (Data),
dan akan menyimpan masukan D dengan pengendali sinyal Clk (clock).
Rangkaian ini dikenal sebagai Gated D latch dengan bentuk
implementasi sebagai berikut :
Gated D Latch

Jika D = 1, maka S = 1 dan R = 0, sehingga akan mengakibatkan


state Q bernilai 1 (Q = 1). Sedangkan jika D = 0, maka S = 0 dan R = 1
yang berakibat pada state Q bernilai 0 (Q = 0). Perubahan state pada Q
akan terjadi jika Clk bernilai 1, sedangkan saat Clk bernilai 0, Q akan
mempertahankan state terakhirnya. Table kebenaran yang
menggambarkan cara kerja dari gated D latch ini adalah sebagai
berikut :

Clk D Q(t+1)
0 X Q(t)
1 0 0
1 1 1

Bentuk symbol grafik dari gated D latch ini adalah sebagai berikut :

Simbol Gated D-Latch


Berdasarkan table kebenaran di atas, terdapat symbol Q(t+1)
dan Q(t). Simbol Q(t) menunjukkan nilai state saat ini, sedangkan
Q(t+1) adalah nilai state berikutnya. Pada table kebenaran di atas, pada
saat Clk = 0, untuk nilai D berapapun (D = x) maka Q(t+1) = Q(t).
Kondisi inilah yang menunjukkan terjadinya kondisi penyimpanan
pada rangkaian gated D latch, artinya keluaran tidak akan berubah dan
akan sama dengan kondisi keluaran terakhir. Sedangkan pada saat Clk
bernilai 1 (Clk = 1), setiap perubahan nilai D akan menyebabkan
perubahan keluaran pada state berikutnya. Kelebihan utama dari gated
D latch ini adalah dapat dihindarinya kondisi race yang mungkin terjadi
jika S = R = 1. Jadi kondisi keluaran = x yang terlihat pada table
kebenaran gated SR latch tidak mungkin terjadi pada rangkaian gated
D latch ini. Contoh penggambaran cara kerja rangkaian gated D latch
pada diagram pewaktu adalah sebagai berikut :

Diagram Pewaktu Gated D-Latch

Pada gambar terlihat bahwa Q akan berubah jika Clk = 1. Pada


saat Clk = 0 meskipun D berubah (lihat interval t1 t2), maka Q akan
tetap.
5.3 Master-slave D Flip-Flop

Rangkaian :

Rangkaian Master-Slave D Flip-Flop

Berdasarkan rangkaian di atas, D-FF pertama adalah master,


dan akan dikendalikan oleh nilai Clk = 1, sedangkan D-FF yang kedua
adalah slave dengan pengendali pulas Clk = 0. Cara kerja rangkaian ini
adalah sebagai berikut : Pada saat masukan Clock = 1, maka master
akan membaca masukan D (data) dan akan menyebabkan Qm = D. Pada
saat yang bersamaan (Clock = 1) slave akan mempertahankan state Qs
yang terakhir, sehingga Qs tidak mengalami perubahan. Jika Clock
berubah menjadi 0, maka state pada master akan tetap (Qm akan
mempertahankan keluaran terakhir saat Clock masih berharga 1),
sedangkan slave akan mengalami perubahan sehingga pada saat Clock
= 0 Qs, akan membaca nilai Qm (Qs = Qm). Sehingga dari perubahan
nilai Clock, Qs sebagai keluaran akhir dari rangkaian tersebut akan
mengalami perubahan state jika Clock bernilai 0. Rangkaian tersebut
dikenal sebagai Master-slave D Flip-Flop yang memiliki symbol grafik
sebagai berikut :

Simbol D Master-Slave Flip-Flop


Berdasarkan symbol grafik, tanda > menunjukkan symbol
aktifasi Clock yang akan menyebabkan perubahan state pada keluaran,
dan pada symbol tersebut dengan adanya tanda buble (o) berarti aktifasi
perubahan state terjadi saat Clock bernilai logika 0. Untuk rangkaian D
Flip-Flop yang menggunakan aktifasi pulsa clock bernilai 1 dikenal
sebagai Positive-edge-triggered D Flip-Flop. Simbol grafik untuk
rangkaian Positiveedge-triggered D Flip-Flop adalah sebagai berikut :

Positive-Edge-Triggered D Flip-Flop

Perbedaannya terlihat pada tanda > yaitu tidak adanya tambahan


symbol bubble (o). Sehingga dari symbol grafik diketahui aktifasi
perubahan state jika Clk = 1.

Untuk membandingkan antara D latch, master-slave DFF dan


positive edge-triggered DFF akan ditunjukkan dengan membandingkan
keluaran rangkaian berikut ini :

D Latch dan D Flip-Flop Dengan Sumber Input Sama


Jika terdapat sinyal D dan sinyal Clock dengan bentuk
perubahan seperti di bawah ini, maka akan diperoleh perbandingan
bentuk Qa, Qb dan Qc secara lengkap adalah :

Diagram Pewaktu Rangkaian

Jadi untuk masukan D yang sama, akan diperoleh bentuk


keluaran di titik Qa, Qb, dan Qc yang berbeda.

5.4 Master-slave D-FF dengan Masukan Clear dan Preset

Rangkaian ini merupakan penyempurnaan dari rangkaian


master-slave D-FF sebelumnya. Pada rangkaian ini terdapat tambahan
masukan yaitu masukan Clear dan masukan Preset. Fungsi dari
masukan Clear adalah membuat keluaran Q secara langsung bernilai 0
tanpa perlu menunggu Clock bernilai 0 dan tanpa perlu melihat berapa
nilai D pada saat itu. Dengan memberi masukan Clear bernilai 0 secara
otomatis Q = 0. Sedangkan fungsi dari masukan preset adalah
sebaliknya membuat keluaran Q otomatis bernilai 1 tanpa harus
menunggu Clock bernilai 0 dan tanpa perlu melihat berapa nilai D pada
saat tersebut. Simbol grafik dari rangkaian ini adalah sebagai berikut :
Master-Slave D Flip-Flop Dengan Masukan Clear dan Preset

Sedangkan untuk Positive-edge-triggered D Flip-Flop dengan


masukan Clear dan Preset memiliki bentuk symbol grafik sebagai
berikut :

Positive-Edge-Triggered D Flip-Flop

Dengan Masukan Clear dan Preset

5.5 T Flip-Flop

D flip-flop merupakan elemen penyimpan yang sangat banyak


digunakan. Dengan menambahkan rangkaian kombinasional sederhana
pada masukannya, dari D flip-flop ini dapat diturunkan jenis flip flop
lain sebagai jenis elemen penyimpan. Bentuk rangkaiannya adalah
sebagai berikut :
Rangkaian T Flip-Flop Yang Dibangun Dari D Flip=Flop

Rangkaian di atas menggunakan positive-edged triggered D


flip-flop. Fungsi persamaan masukan D yang dihasilkan dari rangkaian
kombinasional yang ditambahkan pada flipflop mempunyai bentuk
persamaan D = QTQT sehingga jika T = 1, maka D = Q sebaliknya
jika T = 0, maka D = Q. Sehingga jika digambarkan table kebenaran
dari rangkaian di atas akan diperoleh bentuk sebagai berikut :

T Q(t+1)
0 Q(t)
1 Q(t)

Rangkaian penyimpan yang memiliki bentuk table kebenaran


seperti di atas dikenal sebagai T Flip-Flop (T-FF). Simbol T berarti
Toggle, yang menunjukkan bahwa rangkaian akan mentoggles
(menginversi) state keluaran pada saat T = 1. Simbol grafik dari T Flip-
Flop ini adalah sebagai berikut :

Simbol T Flip-Flop
Sebagai contoh diagram pewaktu yang menunjukkan cara kerja
dari T flip-flop ini adalah sebagai berikut :

Diagram Pewaktu Untuk T Flip-Flop

Jadi bentuk rangkaian T-FF di atas, bukanlah satu-satunya


konfigurasi T-FF yang dapat dibangun. Selama suatu konfigurasi dapat
memenuhi table kebenaran T-FF di atas, maka rangkaian tersebut dapat
disebut sebagai rangkaian T-FF. Pada kasus ini hanya dicontohkan
suatu rangkaian T-FF yang dibentuk dengan mengkonfigurasi kembali
rangkaian D-FF yang ditambahkan rangkaian kombinasional di bagian
masukannya.

5.6 JK Flip-Flop (JK-FF)

Bentuk elemen penyimpan lainnya yang banyak digunakan


adalah JK Flip-Flop. Suatu rangkaian JK Flip-Flop yang dibentuk
menggunakan D Flip-Flop memiliki bentuk sebagai berikut :

Rangkaian JK Flip-Flop Yang Dibangun Dari D Flip-Flop


Pada rangkaian ini, persamaan D mempunyai bentuk :

D = J Q+J Q

Sehingga diperoleh bentuk table kebenaran untuk rangkaian ini adalah


sebagai berikut :

J K Q(t+1)
0 0 Q(t)
0 1 0
1 0 1
1 1 Q(t)

Simbol grafik untuk rangkaian JK Flip-Flop ini adalah sebagai


berikut :

Simbol JK Flip-Flop

Rangkaian JK Flip-Flop ini menggabungkan cara kerja SR dan


T flip-flop pada sisi keunggulan masing-masing flip-flop. JK Flip-Flop
berperilaku sebagai SR Flip-Flop pada saat J = S dan K = R untuk
semua kondisi masukan kecuali pada kondisi J = K = 1. Pada kondisi
yang harus dihindari di mode operasi SR Flip-Flop (J = K = 1), JK
flipflop akan mentoggles state keluarannya dan berperilaku sebgai T
flip-flop.
5.7 Rangkaian Register

Rangkaian Shift Register

Suatu flip-flop akan menyimpan satu bit informasi. Jika


sejumlah flip-flop digunakan untuk menyimpan informasi sebanyak n
bit, flip-flop semacam ini yang dikenal sebagai register. Sumber clock
bersama (common clock) digunakan oleh setiap flip-flop pada suatu
register.

Register Geser (Shift Register) Merupakan register yang


mempunyai kemampuan menggeser setiap bit yang berada di dalamnya.
Gambar shift register ini ditunjukkan pada gambar 7.24 di atas. Pada
gambar 7.24 tersebut, register geser melakukan penggeseran sebuah bit
dari arah kiri ke kanan.

Isi sebuah flip-flop akan dikirimkan ke flip-flop berikutnya


yang berada di sebelah kanannya dengan kendali sinyal clock bagian
transisi positif (0 1). Ilustrasi penggeseran ini akan ditunjukkan
dengan adanya Input (In) : 1, 0, 1, 1, 1, 0, 0, dan 0 dengan durasi
sepanjang delapan pulsa clock. Dengan asumsi nilai awal setiap flip-
flop adalah 0, maka urutan pergeseran bit dari flip-flop kiri ke flip-flop
sebelah kanannya adalah sebagai berikut :
In Q1 Q2 Q3 Q4 = out
t0 1 0 0 0 0
t1 0 1 0 0 0
t2 1 0 1 0 0
t3 1 1 0 1 0
t4 1 1 1 0 1
t5 0 1 1 1 0
t6 0 0 1 1 1
t7 0 0 0 1 1

5.8 Rangkaian Counter

Rangkaian ini digunakan dalam system digital untuk berbagai


keperluan. Rangkaian counter dapat digunakan untuk menghitung
jumlah kemunculan suatu event, membangkitkan interval waktu control
untuk berbagai tugas dalam system, dan lainlain. Rangkaian counter
dapat diimplementasikan dengan menggunakan rangkaian penjumlah /
pengurang seperti yang dibahas pada rangkaian aritmatika bilangan
sebelumnya. Namun cara ini terbilang kurang efisien karena kebutuhan
pengubahan isi counter hanya 1 bit, sehingga menggunakan rangkaian
adder / subtractor tergolong boros sumber daya. Untuk keperluan
efisiensi ini didesain rangkaian counter menggunakan T Flip-Flop dan
D Flip-Flop.

Secara umum counter dibagi menjadi up-counter dan down-


counter. Rangkaian counter yang paling mudah diimplementasi adalah
yang menggunakan T Flip-Flop. Hal ini karena karakteristik toggle
yang dimiliki T-FF sangat mudah untuk mengimplementasikan
rangkaian counter.
5.9 Rangkaian up-counter menggunakan T Flip-Flop

Rangkaian Up-Counter 3 Bit

Diagram Pewaktuan Up-Counter 3 Bit

Gambar di atas menunjukkan rangkaian counter 3 bit yang dapat


melakukan penghitungan dari 0 sampai dengan 7. Masukan clock pada
ketiga flip-flop terhubung secara cascade. Setiap masukan flip-flop
terhubung dengan logika 1, yang berarti bahwa state flip-flop akan
mengalami pembalikan logika keluaran setiap kemunculan pulsa clock
positif. Masukan clock pada 2 flip-flop terakhir berasal dari keluaran Q
flip-flop sebelumnya. Hal ini mengakibatkan pembalikan state keluaran
pada output Q1 akan terjadi saat transisi negative (1 0) dari Q0.
Demikian pula pada Q2, pembalikan state keluaran akan terjadi setiap
transisi negative dari Q1. Sehingga secara lengkap bentuk sinyal
keluaran dari rangkaian up-counter terlihat pada diagram pewaktuan.
Cara pembacaan diagram pewaktuan untuk setiap perioda pulsa clock
adalah dengan mengurutkan nilai logika keluaran Q2, Q1, dan Q0 (Q2
Q0). Sehingga diperoleh urutan 000, 001, 010, 011, 100, 101, 110,
dan 111. Karena keluaran bersifat naik maka rangkaian ini dikenal
sebagai up-counter.
5.10 Rangkaian Down-Counter 3 Bit

Sedangkan rangkaian down-counter yang dibentuk


menggunakan T flip-flop adalah sebagai berikut :

Rangkaian Down-Counter 3 Bit

Pada rangkaian down-counter ini, masukan pulsa clock untuk


T-flip-flop kedua dan seterusnya berasal dari keluaran flip-flop
sebelumnya. Sedangkan masukan T pada setiap flip-flop terhubung ke
masukan logika 1. Diagram pewaktuan yang menunjukkan cara kerja
down-counter ini adalah sebagai berikut :

Diagram Pewaktuan Down-Counter 3 Bit

Urutan kombinasi keluaran (Q2, Q1, dan Q0) adalah 111, 110,
101, 100, 011, 010, 001, dan 000. Terlihat bahwa kombinasi 3 bit Q2
sampai dengan Q0 bersifat menurun sehingga rangkaian ini dikenal
sebagai down-counter 3 bit.
BAB VI REGISTER

4.1 Pengertian Register

Register adalah rangkaian logika yang digunakan untuk


menyimpan data. Dengan kata lain, register adalah rangkaian yang
tersusun dari satu atau beberapa flipflop yang digabungkan menjadi
satu.

Flipflop disebut juga sebagai register 1 bit. Jadi untuk


menyimpan 4 bit data, register harus terdiri dari 4 buah flipflop. Untuk
menyimpan data pada register, dapat dilakukan dengan dua cara :

1. Disimpan secara sejajar (Parallel In) :

Pada cara ini semua bagian register atau masingmasing flipflop diisi
(dipicu) pada saat yang bersamaan.

2. Disimpan secara seri (Serial In) :

Pada cara ini, data dimasukkan bit demi bit mulai dari flipflop yang
paling ujung (dapat dari kiri atau dari kanan), dan digeser sampai
semuanya terisi. Bila data digeser dari kanan kekiri disebut Register
geser kiri (Shift Left Register), sebaliknya bila data digeser dari kiri
kekanan disebut Register geser kanan (Shift Right Register).

Seperti pada penyimpanan data, untuk mengeluarkan data juga


dapat dilakukan dengan dua cara :

1.Dikeluarkan secara sejajar

2.Dikeluarkan secara seri


4.2 Jenis Jenis Register

4.2.1 Register Penyangga Data

Register Peyangga Data (Register Buffer) Register buffer


adalah jenis register yang paling sederhana dan dasar, yang hanya
berfungsi untuk menyimpan kata digital. Register ini hanya terdiri dari
kumpulan flip-flop D. register ini membuktikan bahwa suatu flip-flop
D yang jumlahnya lebih dari satu dpat digabungkan atu dirangkai
hingga menjadi register, sehingga dapat menyimpan data lebih banyak
dari 1 bit.

4.2.2 Register Buffer Terkendali

Register Buffer Terkendali adalah register buffer yang ditambah


dengan beberapa gerbang logika dasar AND, OR, dan NOT. Gambar
rangkaian menunjukkan sebuah Register buffer terkendali dengan CLR
aktif tinggi. Apabila CLR = 1, maka akan terjadi reset pada flip-flop
dan data yang tersimpan (Q) menjadi 0000. dan ketika CLR = 0, register
siap beroperasi kembali.

Sinyal kendali LOAD adalah input kendali yang menentukan


operasi rangkaian.Ketika LOAD = 0, semua input data tidak diizinkan
masuk, artinya flip-flop mengisolasi input data atau menahan semua
data yang ada di dalamnya. Dengan kata lain, register tidak berubah
selama LOAD = 0. Ketika LOAD = 1, semua input data akan diterima
oleh register. Ketika LOAD kembali = 0, maka input data yang diterima
register tadi akan tersimpan dengan aman tanpa gangguan perubahan
input.
4.2.3 Register Geser

Register Shift Terkendali adalah register geser yang ditambah


dengan beberapa gerbang logika dasar AND, OR, dan NOT. Register
geser terkendali memiliki input-input kendali yang mengatur operasi
rangkaian pada pulsa-pulsa pendetak berikutnya.

SHL adalah sinyal kendali. Jika SHL = 0, setiap output flip-flop


masuk kembali ke input datanya sehingga data tetap tersimpan pada
setiap flip-flop pada waktu pulsa-pulsa pendetak tiba. Dengan begitu,
semua data dapat disimpan selama waktu yang diinginkan. Jika SHL =
1, maka input data (D in) akan masuk ke flip-flop yang paling kanan
dan output pada flip-flop paling kanan (Q0) akan masuk menjadi input
ke flip-flop kedua di sebelah kirinya. Kemudian outputnya (Q1) akan
masuk juga menjadi input ke flip-flop selanjutnya yang di sebelah kiri.
Begitu berulang-ulang seterusnya. Dengan kata lain data yang
tersimpan pada register akan berubah karna setiap data bergeser satu
posisi ke kiri. Contoh : 0001 kemudian diinputkan 0 maka akan menjadi
0010.

4.2.4 Dasar Dasar Register Geser

Jenis register dapat pula diklasifikasikan berdasarkan cara data


masuk ke dalam suatu register untuk di simpan dan cara data
dikeluarkan dari register tersebut. Untuk memasuukan dan
mengeluarkan ke atau dari register secara seraial atau paralel. Cara
serial berarti data di masukkan atau dikeluarkan ke atau dari register
secara berurutan bit demi bit. Sedangkan cara paralel berarti data yang
terdiri dari beberapa bit dimasukkan atau dikeluarkan ke atau dari
register secara serempak. Berdasarkan hal itu maka dikenal 4 jenis
register, yaitu :
1. Serial Input Serial Output (SISO)

2. Serial Input Paralel Output (SIPO)

3. Paralel In Serial Output (PISO)

4. Paralel Input Paralel Output (PIPO

a. Serial Input Serial Output (SISO)

Siso adalah register geser dengan masukan berurutan keluaran


berurutan.

- IC pembentuk : 74LS74
- Gambar Register SISO yang menggunakan JK FF
- Prinsip kerja: Informasi/data dimasukan melalui word in
dan akan dikeluarkan jika ada denyut lonceng berlalu dari 1
ke 0. Karena jalan keluarnya flip-flop satu dihubungkan
kepada jalan masuk flip-flop berikutnya, maka informasi
didalam register akan digrser ke kanan selama tebing dari
denyut lonceng (Clock).

Tabel Kebenaran (Misal masuknya 1011)

Clock ke Word In Q1 Q2 Q3 Q4
0 0 0 0 0 0
1 1 1 0 0 0
2 0 0 1 0 0
3 1 1 0 1 0
4 1 1 1 0 1
Register geser SISO ada dua macam yaitu:

a) Shift Right Register (SRR)/Register geser kanan

b) Shift Left Register (SLR)/Register geser kiri

c) Shift Control Register dapat berfungsi sebagai SSR maupun SLR


b. Serial Input Paralel Output (SIPO)

SIPO adalah register geser dengan masukan berurutan keluaran


serentak.

- IC pembentuk : 74LS164
- Gambar rangkaiannya adalah sebagai berikut: (SIPO
menggunakan D-FF)
- Cara kerja: Masukan-masukan data secara deret akan
dikeluarkan oleh D-FF setelah masukan denyut lonceng dari
0 ke 1. Keluaran data/informasi serial akan dapat dibaca
secara paralel setelah diberikan satu komando (Read Out).
Bila dijalan masuk Read Out diberi logik 0, maka semua
keluaran AND adalah 0 dan bila Read Out diberi logik 1,
maka pintu-pintu AND menghubung langsungkan sinyal-
sinyal yang ada di Q masing-masing flip-flop.

Contoh: Bila masukan data 1101Tabel Kebenaran

Read Out Clock Input Q1 Q2 A B


Q3 Q4 C D
0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0
0 1 1 1 0 0 0
0 0 0 0
0 2 1 1 1 0 0
0 0 0 0
0 3 0 0 1 0 0
1 0 0 0
0 4 1 1 0 0 0
1 0 0 0
1 1 0 1 0
1 1 1 1
c. Paralel Input Paralel Output (PIPO)

PIPO adalah register geser dengan masukan serentak keluaran


serentak.

- IC pembentuk : 74LS774, 74LS173.


- Gambar rangkaiannya adalah sebagai berikut: (PIPO
menggunakan D-FF)
- Cara kerja: Sebelum dimasuki data rangkaian direset dulu
agar keluaran Q semuanya 0. Setelah itu data dimasukkan
secara paralel pada input D-FF dan data akan diloloskan
keluar secara paralel setelah flip-flop mendapat pulsa clock
dari 0 ke 1.

TABEL KEBENARAN:

Clock D1 D2 D3 D4 QD QC QB QA
0 1 1 0 1 0 0 0 0
1 1 1 0 1 1 1 0 1
2 1 0 0 1 1 0 0 1
3 0 0 0 1 0 0 0 1

d. Paralel Input Serial Output (PISO)

PISO adalah register geser dengan masukan serentak keluaran


berurutan.

- IC pembentuk : 74LS74,74LS76
- Gambar rangkaian register PISO menggunakan D-FF adalah
sebagai berikut:

Rangkaian diatas merupakan register geser dengan


panjang kata 4 bit. Semua jalan masuk clock dihubungkan jajar.
Data-data yang ada di A, B, C, D dimasukkan ke flip-flop secara
serempak, apabila dijalan masuk Data Load diberi logik 1.
- Cara Kerja: Mula-mula jalan masuk Data Load = 0, maka
semua pintu NAND mengeluarkan 1, sehingga jalan masuk
set dan rerset semuanya 1 berarti bahwa jalan masuk set dan
reset tidak berpengaruh. Jika Data Load = 1, maka semua
input paralel akan dilewatkan oleh NAND. Misal jalan
masuk A=1, maka pintu NAND 1 mengeluarkan 0 adapun
pintu NAND 2 mengeluarkan 1. Dengan demikian flip-flop
diset sehingga menjadi Q=1. Karena flip-flop yang lainpun
dihubungkan dengan cara yang sama, maka mereka juga
mengoper informasi pada saat Data Load diberi logik 1.
Setelah informasi berada didalam register, Data Load diberi
logik 0. Informasi akan dapat dikeluarkan dari register
dengan cara memasukkan denyut lonceng, denyut-demi
denyut keluar deret/seri. Untuk keperluan ini jalan masuk D
dihubungkan kepada keluaran Q.

4.2.5 Register Geser Terkendali

Sebuah register geser terkendali ( Controlled shift register )


mempunyai masukan - masukan kendali yang mengatur operasi
rangkaian pada pulsa pendetak yang berikutnya.
Jika SHL rendah maka sinyal SHL tinggi. Keadaan ini membuat
setiap keluaran flip-flop masuk kembali ke masukan datanya. Karena
itu data tetap tersimpan pada setiap flip-flop pada waktu pulsa pulsa
detak tiba. Jika SHL tinggi, Din akan masuk kedalam flip-flop paling
kanan, Q0 masuk kedalam flip-flop kedua, Q1 masuk kedalam flip-flop
ketiga, dan seterusnya. Dengan demikian rangkaian bertindak sebagai
register geser kiri.

4.2.6 Penggunaan Register Geser IC 74194

Register geser dua arah ini dirancang untuk menggabungkan


secara nyata semua sifat yang mungkin kita ingin gabungkan dalam satu
register geser. Rangkaian bergeser berisi 45 gerbang ekivalen dan
mempunyai masukan paralel, keluaran paralel, masukan seri geser ke
kiri dan geser ke kanan, masukan kendali mose operasi, dan garis klear
penolak langsungf. Register mempunyai empat mode operasi yang
berbeda, yaitu : Beban paralel (seluruh sisi), Geser ke kanan (dalam
arah QA menuju QD), Geser ke kiri (dalam arah QD menuju QA ),
Detak terhalang (tidak mengerjakan sesuatu)

Pembebanan paralel sinkron dikerjakan dengan memasukkan


empat bit data dan membuata baik masukan kendali, mode So maupun
S1 menjadi tinggi. Data dibebankan ke dalam flip-flop yang
bersangkutan dan muncul pada keluaran sesudah transisi positif dari
masukandetak. Selama pembebanan aliran data seri dihalangi.

Geser ke kanan berlangsung secara sinkron dengan kenaikan


sisi pulsa detak pada waktu So tinggi dan S1 rendah. Data seri untuk
mode ini dimasukkan pada masukan data geser ke kanan. Bila So
rendah S1 tinggi, data bergeser ke kiri secara sinkron dan data baru
dimasukkan kemasukkan seri geser ke kiri. Pemberiandetak dari flip-
flop dihalangi bila kedua masukan kendali rendah. kendali mode
S54194/N74194hendaknya hanya berubah bila masukan detak tinggi.
Seperti telah diketahui , register geser universal dua arah 4 bit
IC 74194 sangat berguna. Rangkaian dalam unit ini hanya merupakan
beberapa contoh penggunaan IC 74194. Ingatlah bahwa semua register
geser menggunakan flip flop sebagai karakteristik memori dasarnya.
Register geser sering digunakan sebagai memori sementara. Register
geser dapat juga digunakan untuk menunda informasi
BAB VII ENCODER DECODER DAN
MULTIPLEXER-DEMULTIPLEXER

7.1 Encoder

Encoder adalah rangkaian yang memiliki fungsi berkebalikan


dengan dekoder. Encoder berfungsi sebagai rangakain untuk
mengkodekan data input mejadi data bilangan dengan format tertentu.
Encoder dalam rangkaian digital adalah rangkaian kombinasi gerbang
digital yang memiliki input banyak dalam bentuk line input dan
memiliki output sedikit dalam format bilangan biner. Encoder akan
mengkodekan setiap jalur input yang aktif menjadi kode bilangan biner.
Dalam teori digital banyak ditemukan istilah encoder seperti Desimal
to BCD Encoder yang berarti rangkaian digital yang berfungsi untuk
mengkodekan line input dengan jumlah line input desimal (0-9)
menjadi kode bilangan biner 4 bit BCD (Binary Coded Decimal). Atau
8 line to 3 line encoder yang berarti rangkaian encoder dengan input
8 line dan output 3 line (3 bit BCD).

Ilustrasi Digital Encoder

Encoder dalam contoh ini adalah encoder desimal ke BCD


(Binary Coded Decimal) yaitu rangkaian encoder dengan input 9 line
dan output 4 bit data BCD. Dalam mendesain suatu encoder kita harus
mengetahui tujuan atau spesifikasi encoder yang diinginkan yaitu
dengan :
1. Membuat tabel kenenaran dari encoder yang ingin dibuat
2. Membuat persamaan logika encoder yang diinginkan pada
tabel kebenaran menggunakan K-Map
3. Mengimplemenstasikan persamaan logika encoder dalam
bentuk rangkaian gerbang logika digital

7.1.1 Rangkaian Encoder Desimal (10 line) ke BCD

Dalam mendesain rangkaian encoder desimal ke BCD langkah


pertama adalah menentukan tabel kebenaran encoder kemudian
membuat persamaan logika kemudian mengimplementasikan dalam
gerbang logika digital seperti berikut.

Tabel kebenaran encoder Desimal (10 Line) ke BCD

Input Y3 Y2 Y1 Y0
X0 0 0 0 0
X1 0 0 0 1
X2 0 0 1 0
X3 0 0 1 1
X4 0 1 0 0
X5 0 1 0 1
X6 0 1 1 0
X7 0 1 1 1
X8 1 0 0 0
X9 1 0 0 1
Persamaan logika output encoder Desimal (10 Line) ke BCD

Y3 = X8 + X9

Y2 = X4 + X5 + X6 + X7

Y1 = X2 + X3 + X6 + X7

Y0 = X1 + X3 + X5 + X7 + X9
Rangkaian implementasi encoder Desimal (10 Line) ke BCD sesuai
tabel kebenaran

Rangkaian encoder diatas merupakan implementasi dari tabel


kebenaran diatas dan persamaan logika encoder Desimal ke BCD. jalur
input X0 tidak dihubung ke rangkaian karena alasan efisiensi komponen,
hal ini karena apabil input X0 ditekan maka tidak akan mengubah nilai
output yaitu output tetap bernilai BCD 0 (0000). Rangkaian encoder
diatas hanya akan bekerja dengan baik apabila hanya 1 jalur input saja
yang mendapat input, hal ini karena rangkaian encoder diatas bukan
didesain sebagai priority encoder.

7.2 Decoder
Pengertian Decoder adalah alat yang di gunakan untuk dapat
mengembalikan proses encoding sehingga kita dapat melihat atau
menerima informasi aslinya. Pengertian Decoder juga dapat di artikan
sebagai rangkaian logika yang di tugaskan untuk menerima input input
biner dan mengaktifkan salah satu outputnya sesuai dengan urutan biner
tersebut. Kebalikan dari decoder adalah encoder.
Fungsi Decoder adalah untuk memudahkan kita dalam
menyalakan seven segmen. Itu lah sebabnya kita menggunakan decoder
agar dapat dengan cepat menyalakan seven segmen. Output dari
decoder maksimum adalah 2n. Jadi dapat kita bentuk n-to-2n decoder.
Jika kita ingin merangkaian decoder dapat kita buat dengan 3-to-8
decoder menggunakan 2-to-4 decoder. Sehingga kita dapat membuat 4-
to-16 decoder dengan menggunakan dua buah 3-to-8 decoder.

Beberapa rangkaian decoder yang sering kita jumpai saat ini


adalah decoder jenis 3 x 8 (3 bit input dan 8 output line), decoder jenis
4 x 16, decoder jenis BCD to Decimal (4 bit input dan 10 output line)
dan decoder jenis BCD to 7 segmen (4 bit input dan 8 output line).
Khusus untuk pengertian decoder jenis BCD to 7 segmen mempunyai
prinsip kerja yang berbeda dengan decoder decoder lainnya, di mana
kombinasi setiap inputnya dapat mengaktifkan beberapa output linenya.

Salah satu jenis IC decoder yang umum di pakai adalah 74138,


karena IC ini mempunyai 3 input biner dan 8 output line, di mana nilai
output adalah 1 untuk salah satu dari ke 8 jenis kombinasi inputnya.
Jika kita perhatikan, pengertian decoder sangat mirip dengan
demultiplexer dengan pengecualian yaitu decoder yang satu ini tidak
mempunyai data input. Sehingga input hanya di gunakan sebagai data
control.

Pengertian decoder dapat di bentuk dari susunan gerbang logika


dasar atau menggunakan IC yang banyak jual di pasaran, seperti
decoder 74LS48, 74LS154, 74LS138, 74LS155 dan sebagainya.
Dengan menggunakan IC, kita dapat merancang sebuah decoder dengan
jumlah bit dan keluaran yang di inginkan. Contohnya adalah dengan
merancang sebuah decoder 32 saluran keluar dengan IC decoder 8
saluran keluaran.
7.3 Demultiplexer

Sebuah Demultiplexer adalah rangkaian logika yang menerima


satu input data dan mendistribusikan input tersebut ke beberapa output
yang tersedia. Kendali pada demultiplekser akan memilih saklar mana
yang akan dihubungkan. Pemilihan keluarannya dilakukan melalui
masukan penyeleksi. Seleksi data-data input dilakukan oleh selector
line, yang juga merupakan input dari demultiplekser tersebut. Pada
demultiplekser saluran kendali sebanyak "n" saluran dapat menyeleksi
2n saluran keluaran. Secara bagan, kerja demultiplekser dapat
digambarkan sebagai berikut :

Rangkaian dasar demultiplekser

Pada demultiplekser, masukan data dapat terdiri dari beberapa


bit. Keluarannya terdiri dari beberapa jalur, masing-masing jalur terdiri
dari satu atau lebih dari satu bit. Masukan selector terdiri dari satu atau
lebih dari satu bit tergantung pada banyaknya jalur keluaran. Sedangkan
tabel kebenaran sebuah demultiplekser dengan 2 select line dapat
ditunjukan pada Tabel
Tabel kebenaran demultiplekser dengan 2 select line

Input Output
S0 S1 Inp O0 O1 O2 O3
0 0 0 0 X X X
0 0 1 1 X X X
0 1 0 X 0 X X
0 1 1 X 1 X X
1 0 0 X X 0 X
1 0 1 X X 1 X
1 1 0 X X X 0
1 1 1 X X X 1

Rangkaian Demultiplexer

Rangkain Logika Demultiplexer


7.4 Multiplexer

Multiplexer adalah suatu rangkaian yang mempunyai banyak


input dan hanya mempunyai satu output. Dengan menggunakan
selektor, dapat dipilih salah satu inputnya untuk dijadikan output.
Sehingga dapat dikatakan bahwa multiplexer ini mempunyai n-input,
m-selector , dan 1 output. Biasanya jumlah inputnya adalah 2m
selektornya. Adapun macam dari multiplexer ini adalah sebagai
berikut:

Multiplexer 4x1 atau 4 to 1 multiplexer

Multiplexer 8x1 atau 8 to 1 multiplexer

Multiplexer 16x1 atau 16 to 1 multiplexer dsb

Tabel Kebenaran Multiplexer

INPUT OUTPUT
S0 S1 D0 D1 D2 D3 X Ket
0 0 0 X X X 0 D0
0 0 1 X X X 1
0 1 X 0 X X 0 D1
0 1 X 1 X X 1
1 0 X X 0 X 0 D2
1 0 X X 1 X 1
1 1 X X X 0 0 D3
1 1 X X X 1 1
Rangkaian Multiplexer

Multiplexer atau selektor data adalah suatu rangkaian logika


yang menerima input data dan untuk suatu saat tertentu hanya
mengijinkan satu dari data input tersebut untuk lewat mencapai output.
Jalan yang akan ditempuh dari input data yang diinginkan ke output
dikontrol oleh input input SELECT (kadang kadang disebut input
input ADDRESS).Di bawah ini merupakan gambar diagram dasar
multiplexer.

Diagram Dasar Multiplexer


Multiplexer bekerja seperti sebuah saklar (switch) multi posisi
yang dikontrol secara digital, dimana kode digital yang diberikan ke
input - input SELECT mengontrol input - input data mana yang di
switch ke output. misalnya, pada multiplexer dua input, output z akan
sama dengan input data Io untuk kode input SELECT berlogik 1, Z akan
sama dengan I1 untuk kode input SELECT berlogik 0. Dengan kata lain
multiplexer memiilih 1 dari N data input dan menyalurkan data yang
terpilih ke suatu chanel output tunggal.

Rangkaian IC TTL 74153 Multiplexer 2 keluaran

Anda mungkin juga menyukai