SISTEM BILANGAN
Bilangan Duodesimal
Nilai bilangan desimal mempunyai radik sepuluh, bilangan Duodesimal radiknya lebih dua
yaitu : r = 12. Digit-digitnya adalah : 0, 1, 2, 3, 4,5, 6, 7, 8, 9, t dan e menggantikan
bilangan desimal 10 dan 11, sehingga : t = (10)1 0 , .e = (11)1 0 .
Untuk mengetahui nilai desimal dari bilangan duodesimal tetap memakai rumus bobot
bilangan (rumus N)
Contoh : Hitunglah nilai desimal (bobot bilangan) dari bilangan duodesimal 2 te.
(2 te)1 2 = (e x 120) + (t x 121) + (2 x 122) .
= e + (10 x 12) + (2 x 144)
= 11 + 120 + 288
= (419)1 0
Bilangan Heksadesimal
Bilangan Heksadesimal mempunyai radik : r = 16 .
Ke–16 digit-digitnya yaitu : 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, A, B, C, D,E dan F. Huruf-huruf A
sampai F menggantikan bilangan desimal 10 sampai 15 :
A = (10)1 0. D = (13)1 0.
B = (11)1 0. E = (14)1 0.
C = (12)1 0. F = (15)1 0.
Dengan menggunakan rumus N dapat diketahui nilai desimal dari suatu bilangan
heksadesimal.
Contoh : Hitunglah nilai desimal dari ( 1a2b )1 6.
(1a2b)1 6 = (b x 160 ) + (2 x 161) + (a x 162) + (1 x 163 ).
= b + 32 + (10 x 256) + 4096.
= 11 + 32 + 2560 + 4096.
= (6699)1 0.
Bilangan Biner
Bilangan biner hanya mempunyai dua digit saja, yaitu digit “0” dan digit “1”. Sehingga
bilangan biner merupakan sistem bilangan yang mempuyai radik paling kecil : r = 2.
Dengan menyusun digit-digit 0 dan 1 sesuai kaidah yang berlaku, orang dapat berhitung
seperti bilangan desimal biasa.
Keuntungannya, digit 0 dan 1 dapat di wujudkan oleh besaran elektris yang tegangan
(voltage). Sehingga nantinya orang dapat dengan mudah mengetahui nilai elektris dari
suatu bilangan desimal biasa, bahkan juga kata-kata yang berupa perintah ataupun
informasi, setelah semuanya disandi dalam bilangan linier teratur. Hal ini dilakukan pada
mesin-mesin logika misalnya digital komputer. yaitu komputer yang bekerja dengan
informasi atau data yang dinyatakan dalam bentuk digital.
Dalam bentuk, digit 0 : berarti tidak ada tegangan (sebenarnya tetap ada, tetapi kecil
sekali 0–2,4 Volt), sedangkan digit 1 : berarti ada tegangan (2,4 –5 Volt ).
Bilangan biner 0 sampai 15 dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 1.1 Bilangan Biner 1-15
(1 0 1 0 1 0 1)2 = 1 + 4 + 16 + 64
64 16 4 1 = ( 85 )10
Kembali pada Tabel 1.1 di atas, terlihat bahwa 4 bit bilangan biner yang penuh berisi digit
1 mempunyai bobot 15. Berarti kemampuan berhitung dari 4 bit hanya 15, lewat dari itu
harus tambah bit.
(15)10 = (1 1 1 1 )2 .................. banyak bit : 4
15 = 16 – 1
15 = 24 - 1 .................... 2 = Radik
Dari persamaan tersebut, bila banyaknya bit = 4 diganti n, radik = r, dan bilangan 15 (nilai
tertinggi 4 bit) diganti B, maka diperoleh suatu rumus:
B = rn – 1 (1.1)
Atau dikatakan, bahwa kemampuan berhitung dari sejumlah bit bilangan biner sama
dengan radik pangkat banyaknya bit, setelah itu dikurangi satu. Misalnya bilangan biner
yang terdiri dari 5 bit, kemampuan berhitung ( bobot tertinggi ) adalah :
(1 1 1 1 1)2 = 25 - 1
= 32 - 1 = (32)2
Dalam tabel dapat dilihat pula, 3 bit penuh : 1 1 1 = 7, 2 bit penuh : 1 1 = 3, sesuai rumus
di atas tadi.
Pada tulisan terdahulu telah diketahui cara mencari bobot bilangan atau nilai desimal dari
suatu sistem bilangan dengan radik yang lain. Kebalikan dari proses tersebut adalah
mengubah dari bilangan desimal menjadi bilangan radik lain, misalnya menjadi bilangan
oktal, menjadi bilangan biner dan sebagainya.
Pada umumnya mengubah bilangan desimal menjadi bilangan radik lain dapat dilakukan
dengan cara pembagian yang terus-menerus: bilangan desimal tersebut dibagi dengan
radik bilangan yang baru yang dikehendaki, terus-menerus sampai habis atau sampai
hasilnya sama dengan nol. Sisa tiap-tiap pembagian akan menjadi digit-digit bilangan
baru tersebut. Sisa pembagian yang pertama menjadi digit yang paling kanan atau LSD,
berturut-turut sehingga sisa pembagian yang terakhir menjadi digit yang paling kiri atau
MSD.
Mengubah bilangan desimal ke bilangan biner seperti yang dikerjakan pada contoh di
atas kadang-kadang terlalu menghabiskan waktu atau tempat, terutama dalam mengubah
bilangan desimal yang besar. Oleh karena itu ada cara lain yang lebih mudah, yaitu
dengan menguraikan bilangan desimal menjadi beberapa bilangan yang mempunyai
kelipatan 20, 21......... dan seterusnya. Untuk pertama kali harus dibuat tabel yang berisi
urutan bobot bilangan tersebut.
Tabel di atas berguna untuk mengetahui bit dari nomor berapa penguraian bilangan
desimal tersebut dimulai, seterusnya penguraian harus berurutan ke arah bobot bilangan
yang lebih kecil. Misalnya contoh di atas, bilangan 35 lebih kecil dari 64 (bit No. 7), maka
penguraian di mulai dari 32 (bit No. 6).
35 = 32 + 3
= 32 + 2 + 1
Dari penguraian tersebut diketahi bahwa yang berisi digit-digit 1 hanyalah bit-bit no. 6, no.
2 dan no. 1 saja, sehingga didapat hasilnya : ( 1 0 0 0 1 1 )2.
Pada umumnya untuk mengubah bilangan dari radik yang satu ke radik yang lain dapat
dilakukan dengan melalui pengubahan dulu menjadi bilangan desimal. Setelah menjadi
bilangan desimal (diubah dengan rumus N/bobot bilangan ). Selanjutnya dilakukan
pengubahan ke sistem bilangan yang dikehendaki (cara pembagian dengan radik terus-
menerus sampai habis). Untuk mengubah bilangan biner menjadi bilangan oktal ada cara
lain yang lebih mudah yaitu dengan cara pengubahan langsung. Hal itu dilakukan dengan
mengelompokkan bit – bit bilangan biner tersebut tiga – tiga dimulai dari LSB. Masing-
masing kelompok itu kemudian di baca bobot bilangan atau nilai desimalnya. Susunan
bobot bilangan tersebut sudah merupakan bilangan oktalnya.
Bilangan Pecahan
Pada uraian terdahulu telah diketahui cara menghitung bobot bilangan dari bermacam-
macam sistem bilangan, yaitu dengan menggunakan rumus:
(N)r = d0r0 + d1r1 + d2r2 + ……. dan seterusnya.
Rumus tersebut hanya berlaku untuk bilangan utuh atau bilangan yang tidak
mengandung pecahan. Untuk mencari bobot bilangan pecahan dilakukan sebagai berikut
Misalnya bilangan pecahan (0,75)10, bobotnya adalah :
0,75 =
=
= ( 7 x 10-2 ) + ( 5 x 10-2 )
Bila digit 7 diganti dengan : d_1, digit 5 di ganti d_2 dan radik 10 = r , dimasukan dalam
persamaan di atas, maka di dapat rumus bobot bilangan pecahan :
d_1 r -1 + d_2 r – 2 + ……… dan seterusnya (1.2)
Bila rumus tersebut di gabungkan dengan rumus bobot bilangan utuh, mendapatkan
rumus umum bobot bilangan sebagai berikut :
(N)r = dnrn + dn-1rn-1+...d2r2 +d1r1+d0r0+…d_1 r -1 +d_2 r -2+...d_n r –n (1.3)
Dimana :
n = menunjukan digit yang keberapa di hitung dari satuan /d0
d = digit yang dipergunakan
r = radik atau basis bilangan
Dengan rumus tersebut, dapat dihitung bobot bilangan dari berbagai sistem bilangan,baik
utuh maupun yang mengandung pecahan. Di bawah ini diberikan beberapa contoh :
(35,27)8 = (3 x 81) + (5 x 80) + (2 x 8-2) + (7 x 8-2)
(4,3t)12 = (4 x 120) + (3 x 12-1) + (t x 12-2 )
(7,bc)16 = (7 x 160) + (b x 16-1) + (c x 16-2)
(11,11)2 = (1 x 21) + ( 1 x 20) + ( 1 x 2) + ( 1 x 2-2)
Untuk mengubah bilangan desimal yang mengandung pecahan menjadi bilangan radik
lain, masing-masing bagian yang utuh dan yang pecahan dikerjakan sendiri-sendiri.
Bilangan yang utuh diubah dengan cara pembagian oleh radik terus menerus sampai
habis. Bilangan pecahan diubah dengan cara mengalikan berturut-turut dengan radik
baru yang dikehendaki. Tiap-tiap hasil perkalian yang utuh (bukan pecahan), menjadi
digit-digit pecahan bilangan tersebut.
Selanjutnya di bawah ini diberikan contoh pengubahan bilangan desimal yang
mengandung pecahan ke bilangan biner, misalnya dari bilangan desimal 23,375.