Anda di halaman 1dari 19

Referat

HEMOROID

Penyusun :
Rahman Habibi

Pembimbing :
dr. Mizar Erianto, Sp.B

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


DEPARTEMEN BEDAH R.S. PERTAMINA BINTANG AMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
BANDAR LAMPUNG
2016
2

LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT

HEMORRHOID

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti ujian


di bagian Ilmu Bedah Program Profesi Dokter
di RSPBA Bandar Lampung

Disusun oleh :
Rahman Habibi

Telah dipresentasikan pada tanggal Maret 2015

Pembimbing,

dr. Mizar Sp. B


3

BAB I
LATAR BELAKANG

1.1 Pendahuluan
Hemoroid adalah pelebaran atau varises satu segmen atau lebih dari vena-
vena hemoroidalis. Hemoroid dibagi dalam dua jenis, yaitu hemoroid interna dan
hemoroid eksterna. Hemoroid interna merupakan varises vena hemoroidalis
superior dan media. Sedangkan hemoroid eksterna merupakan varises vena
hemoroidalis inferior. Sesuai istilah yang digunakan, maka hemoroid interna
timbul di sebelah dalam otot sfingter ani dan hemoroid eksterna timbul di sebelah
luar otot sfingter ani. Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan
gangguan aliran balik vena hemoroidalis (Sylvia, 2005).
Kedua jenis hemoroid ini sangat sering terjadi dan terdapat pada sekitar 35%
penduduk, baik pria maupun wanita yang biasanya berusia lebih dari 25 tahun.
Walaupun keadaan ini tidak mengancam jiwa, tetapi dapat menyebabkan perasaan
yang sangat tidak nyaman. Gejala yang dirasakan, yaitu rasa gatal, terbakar,
pendarahan, dan terasa sakit. Penyakit ini biasanya hanya memerlukan perawatan
ringan dan perubahan gaya hidup (Gallandiuk, 2002).
Hemorroid adalah penyakit yang cukup sering terjadi di masyarakat dan
tersebar luas diseluruh dunia.Prevalensi penyakit ini di USA diperkirakan sekitar
4-5%. Hemorroid bukan penyakit yang fatal,tetapi sangat mengganggu kehidupan.
Sebelumnya hemorroid ini dikira hanya timbul karena stasis aliran darah daerah
pleksus hemorroidalis, tetapi ternyata tidak sesederhana itu. Simptomatologi
sering tidak sejalan dengan besarnya hemorroid, kadang-kadang hemoroid yang
besar, hanya sedikit memberikan keluhan, sebaliknya hemorroid kecil dapat
memberikan gejala perdarahan masif. Karena itu untuk diagnosis hemorroid
memerlukan anamnesis,pemeriksaan fisik dan pemeriksaan konfirmasi yang teliti
serta perlu dievaluasi dengan seksama agar dapat dicapai pendekatan terapeutik
yang sesuai (Djumhana, 2010).
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI
Hemoroid adalah pelebaran atau varises satu segmen atau lebih dari vena-
vena hemoroidalis. Hemoroid dibagi dalam dua jenis, yaitu hemoroid
interna dan hemoroid eksterna. Hemoroid interna merupakan varises vena
hemoroidalis superior dan media. Sedangkan hemoroid eksterna
merupakan varises vena hemoroidalis inferior. Sesuai istilah yang
digunakan, maka hemoroid interna timbul di sebelah dalam otot sfingter
ani dan hemoroid eksterna timbul di sebelah luar otot sfingter ani.
Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan gangguan aliran
balik vena hemoroidalis (Sylvia, 2005).

2. PATOGENESIS
Pleksus hemorroidalis merupakan sistem arteriovenous
anastomosis yang terletak didaerah submukosa kanalis analis. Terdapat
dua buah pleksus yaitu pleksus hemorroidalis internal dan eksternal yang
terpisah satu dengan yang lainnya, sebagai batas adalah linea dentata. Ada
3 hal yang penting untuk diketahui, yaitu pertama adalah mukosa rektum
atau mukosa anodermal, kemudian stroma jaringan yang berisi pembuluh
darah,otot polos dan jaringan ikat penunjang serta ketiga adalah
angkar(anchor) yang akan melindungi pleksus hemorroid dari mekanisme
kerja sfinkter ani. Dengan bertambah usia dan berbagai faktor perburuk
(seperti bendungan sistim porta, kehamilan, PPOK, konstipasi kronik,
keadaan yang menimbulkan tekanan intrapelvis meningkat) maka jaringan
penunjang dan jangkar tersebut dapat menjadi rusak akibatnya pleksus
akan menonjol dan turun dan memberikan simptom. Teori lain
menyatakan bahwa hemorroid ini mirip dengan suatu AV malformation,
ini dibuktikan dengan adanya perdarahan yang berwarna merah (bukan
hitam) seperti perdarahan arterial. Teori terakir menyatakan bahwa defek
5

utama merupakan kombinasi dari lemahnya jaringan penyokong pleksus


hemorroidalis hipertrofi dari otot sfinkter ani. Pada beberapa individu
sfinkter ani interna hipertrofi sehingga kanalis analis makin menyempit,
pada saat mengedan terjadi kongesti, bolus feses menekan pleksus
kebawah melalui sfinkter yang hipertrofi, terjadi kongesti dan menjadi
simptomatik. Dalam hal ini akan terjadi sirkulus vitiosus yaitu; Penonjolan
pleksus submukosa akan menimbulkan kanalis analis menjadi kaku hal ini
merangsang sfinkter menjadi lebih kencang sehingga kongesti aliran darah
menjadi semakin berat dan akhirnya penonjolan semakin besar. Tidak ada
bukti bahwa keturunan dan faktor geografi turut berperan (Djumhana,
2010).

Hemoroid dibedakan antara yang interna dan eksterna. Hemoroid


interna adalah pleksus vena hemoroidalis superior di atas linea
dentata/garis mukokutan dan ditutupi oleh mukosa. Hemoroid interna ini
merupakan bantalan vaskuler di dalam jaringan submukosa pada rektum
sebelah bawah. Sering hemoroid terdapat pada tiga posisi primer, yaitu
kanan depan (jam 7), kanan belakang (jam 11), dan kiri lateral (jam 3).
Hemoroid yang lebih kecil terdapat di antara ketiga letak primer tesebut
Hemoroid eksterna yang merupakan pelebaran dan penonjolan pleksus
hemoroid inferior terdapat di sebelah distal linea dentata/garis mukokutan
di dalam jaringan di bawah epitel anus (Sjamjuhidajat, 2004).
Kedua pleksus hemoroid, internus dan eksternus berhubungan
secara longgar dan merupakan awal aliran vena yang kembali bermula dari
6

rektum sebelah bawah dan anus. Pleksus hemoroid interna mengalirkan


darah ke vena hemoroidalis superior dan selanjutnya ke vena porta.
Pleksus hemoroid eksternus mengalirkan darah ke peredaran sistemik
melalui daerah perineum dan lipat paha ke vena iliaka (Sjamjuhidajat,
2004).

3. KLASIFIKASI
Hemoroid eksterna diklasifikasikan sebagai akut dan kronik. Bentuk akut
berupa pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus dan sebenarnya
merupakan hematoma, walaupun disebut hemoroid trombosis eksterna
akut. Bentuk ini sangat nyeri dan gatal karena ujung-ujung syaraf pada
kulit merupakan reseptor nyeri. Hemoroid eksterna kronik atau skin tag
berupa satu atau lebih lipatan kulit anus yang terdiri dari jaringan
penyambung dan sedikit pembuluh darah.
Hemoroid interna diklasifikasikan menjadi 4 derajat yaitu (Djumhana,
2010)
Derajat I : Tonjolan masih di lumen rektum, biasanya keluhan
penderita adalah perdarahan.
Derajat II : Tonjolan keluar dari anus waktu defekasi dan masuk
sendiri setelah selesai defekasi.
Derajat III : Tonjolan keluar waktu defekasi, harus didorong masuk
setelah defekasi selesai karena tidak dapat masuk sendiri.
Derajat IV : Tonjolan tidak dapat didorong masuk/inkarserasi

4. FAKTOR RESIKO
1. Anatomik: vena daerah anorektal tidak mempunyai katup dan pleksus
hemoroidalis kurang mendapat sokongan dari otot dan fascia
sekitarnya.
2. Umur: pada umur tua terjadi degenerasi dari seluruh jaringan tubuh,
juga otot sfingter menjadi tipis dan atonis.
7

3. Pekerjaan: orang yang harus berdiri, duduk lama, atau harus


mengangkat barang berat mempunyai predisposisi untuk hemoroid.
4. Mekanis: semua keadaan yang menyebabkan meningkatnya tekanan
intra abdomen, misalnya penderita hipertrofi prostat, konstipasi
menahun dan sering mengejan pada waktu defekasi.
5. Endokrin: pada wanita hamil ada dilatasi vena ekstremitas dan anus
oleh karena ada sekresi hormone relaksin.
6. Fisiologi: bendungan pada peredaran darah portal, misalnya pada
penderita sirosis hepatis (Kahle, 1998).

5. TANDA GEJALA
Pasien sering mengeluh menderita hemoroid atau wasir tanpa
ada hubungannya dengan gejala rektum atau anus yang khusus. Nyeri
yang hebat jarang sekali ada hubungannya dengan hemoroid interna dan
hanya timbul pada hemoroid eksterna yang mengalami trombosis.
Perdarahan umumnya merupakan tanda pertama dari hemoroid
interna akibat trauma oleh faeces yang keras. Darah yang keluar berwarna
merah segar dan tidak tercampur dengan faeces, dapat hanya berupa garis
pada faeces atau kertas pembersih sampai pada perdarahan yang terlihat
menetes atau mewarnai air toilet menjadi merah. Hemoroid yang
membesar secara perlahan-lahan akhirnya dapat menonjol keluar
menyebabkan prolaps. Pada tahap awal, penonjolan ini hanya terjadi pada
waktu defekasi dan disusul reduksi spontan setelah defekasi. Pada stadium
yang lebih lanjut, hemoroid interna ini perlu didorong kembali setelah
defekasi agar masuk kembali ke dalam anus.
Pada akhirnya hemoroid dapat berlanjut menjadi bentuk yang
mengalami prolaps menetap dan tidak bisa didorong masuk lagi.
Keluarnya mukus dan terdapatnya faeces pada pakaian dalam merupakan
ciri hemoroid yang mengalami prolaps menetap. Iritasi kulit perianal dapat
menimbulkan rasa gatal yang dikenal sebagai pruritus anus dan ini
disebabkan oleh kelembaban yang terus menerus dan rangsangan mukus.
8

Nyeri hanya timbul apabila terdapat trombosis yang luas dengan udem dan
radang (Sjamjuhidajat, 2004).
6. PENEGAKKAN DIAGNOSIS
Anamnesis harus dikaitkan dengan faktor obstipasi, defekasi yang keras,
yamg membutuhkan tekanan intra abdominal meninggi (mengejan), pasien sering
duduk berjam-jam di WC, dan dapat disertai rasa nyeri bila terjadi peradangan.
Pemeriksaan umum tidak boleh diabaikan karena keadaan ini dapat disebabkan
oleh penyakit lain seperti sindrom hipertensi portal. Hemoroid eksterna dapat
dilihat dengan inspeksi apalagi bila terjadi trombosis. Bila hemoroid interna
mengalami prolaps, maka tonjolan yang ditutupi epitel penghasil musin akan
dapat dilihat apabila penderita diminta mengejan (Sjamjuhidajat, 2004).
a) Pemeriksaan Colok Dubur
Pada pemeriksaan colok dubur, hemoroid interna stadium awal tidak dapat
diraba sebab tekanan vena di dalamnya tidak terlalu tinggi dan biasanya tidak
nyeri. Hemoroid dapat diraba apabila sangat besar. Apabila hemoroid sering
prolaps, selaput lendir akan menebal. Trombosis dan fibrosis pada perabaan terasa
padat dengan dasar yang lebar. Pemeriksaan colok dubur ini untuk menyingkirkan
kemungkinan karsinoma rectum (Sjamjuhidajat, 2004).
b) Pemeriksaan Anoskopi
Dengan cara ini dapat dilihat hemoroid internus yang tidak menonjol keluar.
Anoskop dimasukkan untuk mengamati keempat kuadran. Penderita dalam posisi
litotomi. Anoskop dan penyumbatnya dimasukkan dalam anus sedalam mungkin,
penyumbat diangkat dan penderita disuruh bernafas panjang. Hemoroid interna
terlihat sebagai struktur vaskuler yang menonjol ke dalam lumen. Apabila
penderita diminta mengejan sedikit maka ukuran hemoroid akan membesar dan
penonjolan atau prolaps akan lebih nyata. Banyaknya benjolan, derajatnya, letak
,besarnya dan keadaan lain dalam anus seperti polip, fissura ani dan tumor ganas
harus diperhatikan (Sjamjuhidajat, 2004).
c) Pemeriksaan proktosigmoidoskopi
Proktosigmoidoskopi perlu dikerjakan untuk memastikan keluhan bukan
disebabkan oleh proses radang atau proses keganasan di tingkat tinggi, karena
9

hemoroid merupakan keadaan fisiologik saja atau tanda yang menyertai. Faeces
harus diperiksa terhadap adanya darah samar (Sjamjuhidajat, 2004).
7. Diagnosis Banding
Perdarahan rektum merupakan manifestasi utama hemoroid interna yang
juga terjadi pada :
1. Karsinoma kolorektum
2. Penyakit divertikel
3. Polip
4. Kolitis ulserosa
Pemeriksaan sigmoidoskopi harus dilakukan. Foto barium kolon dan
kolonoskopi perlu dipilih secara selektif, bergantung pada keluhan dan gejala
penderita. Prolaps rektum juga harus dibedakan dari prolaps mukosa akibat
hemoroid interna (Sjamjuhidajat, 2004).

8. Penatalaksanaan
a) Terapi non bedah
1) Farmakologi dan Diet
Kebanyakan penderita hemoroid derajat pertama dan
derajat kedua dapat ditolong dengan tindakan lokal sederhana
disertai nasehat tentang makan. Makanan sebaiknya terdiri atas
makanan berserat tinggi seperti sayur dan buah-buahan. Makanan
ini membuat gumpalan isi usus besar, namun lunak, sehingga
mempermudah defekasi dan mengurangi keharusan mengejan
berlebihan.
Supositoria dan salep anus diketahui tidak mempunyai efek
yang bermakna kecuali efek anestetik dan astringen. Hemoroid
interna yang mengalami prolaps oleh karena udem umumnya dapat
dimasukkan kembali secara perlahan disusul dengan tirah baring
dan kompres lokal untuk mengurangi pembengkakan. Rendam
duduk dengan dengan cairan hangat juga dapat meringankan nyeri
(Sjamjuhidajat, 2004).
10

2) Skleroterapi
Skleroterapi adalah penyuntikan larutan kimia yang
merangsang, misalnya 5% fenol dalam minyak nabati. Penyuntikan
diberikan ke submukosa dalam jaringan areolar yang longgar di
bawah hemoroid interna dengan tujuan menimbulkan peradangan
steril yang kemudian menjadi fibrotik dan meninggalkan parut.
Penyuntikan dilakukan di sebelah atas dari garis mukokutan
dengan jarum yang panjang melalui anoskop. Apabila penyuntikan
dilakukan pada tempat yang tepat maka tidak ada nyeri.Penyulit
penyuntikan termasuk infeksi, prostatitis akut jika masuk dalam
prostat, dan reaksi hipersensitivitas terhadap obat yang disuntikan.
Terapi suntikan bahan sklerotik bersama nasehat tentang
makanan merupakan terapi yang efektif untuk hemoroid interna
derajat I dan II, tidak tepat untuk hemoroid yang lebih parah atau
prolaps (Sjamjuhidajat, 2004).
3) Ligasi dengan gelang karet
Hemoroid yang besar atau yang mengalami prolaps dapat
ditangani dengan ligasi gelang karet menurut Barron. Dengan
bantuan anoskop, mukosa di atas hemoroid yang menonjol dijepit
dan ditarik atau dihisap ke tabung ligator khusus. Gelang karet
didorong dari ligator dan ditempatkan secara rapat di sekeliling
mukosa pleksus hemoroidalis tersebut. Pada satu kali terapi hanya
diikat satu kompleks hemoroid, sedangkan ligasi berikutnya
dilakukan dalam jarak waktu 2 4 minggu.
Penyulit utama dari ligasi ini adalah timbulnya nyeri karena
terkenanya garis mukokutan. Untuk menghindari ini maka gelang
tersebut ditempatkan cukup jauh dari garis mukokutan. Nyeri yang
hebat dapat pula disebabkan infeksi. Perdarahan dapat terjadi
11

waktu hemoroid mengalami nekrosis, biasanya setelah 7 10 hari


(Sjamjuhidajat, 2004).

4) Krioterapi / bedah beku


Hemoroid dapat pula dibekukan dengan suhu yang rendah
sekali. Jika digunakan dengan cermat, dan hanya diberikan ke
bagian atas hemoroid pada sambungan anus rektum, maka
krioterapi mencapai hasil yang serupa dengan yang terlihat pada
ligasi dengan gelang karet dan tidak ada nyeri. Dingin diinduksi
melalui sonde dari mesin kecil yang dirancang bagi proses ini.
Tindakan ini cepat dan mudah dilakukan dalam tempat praktek
atau klinik. Terapi ini tidak dipakai secara luas karena mukosa
yang nekrotik sukar ditentukan luasnya. Krioterapi ini lebih cocok
untuk terapi paliatif pada karsinoma rektum yang ireponibel
5) Hemorroidal Arteri Ligation ( HAL )
Pada terapi ini, arteri hemoroidalis diikat sehingga jaringan
hemoroid tidak mendapat aliran darah yang pada akhirnya
mengakibatkan jaringan hemoroid mengempis dan akhirnya
nekrosis
6) Infra Red Coagulation ( IRC ) / Koagulasi Infra Merah
Dengan sinar infra merah yang dihasilkan oleh alat yang
dinamakan photocuagulation, tonjolan hemoroid dikauter sehingga
terjadi nekrosis pada jaringan dan akhirnya fibrosis. Cara ini baik
digunakan pada hemoroid yang sedang mengalami perdarahan
7) Generator galvanis
Jaringan hemoroid dirusak dengan arus listrik searah yang
berasal dari baterai kimia. Cara ini paling efektif digunakan pada
hemoroid interna.
8) Bipolar Coagulation / Diatermi bipolar
Prinsipnya tetap sama dengan terapi hemoroid lain di atas
yaitu menimbulkan nekrosis jaringan dan akhirnya fibrosis. Namun
12

yang digunakan sebagai penghancur jaringan yaitu radiasi


elektromagnetik berfrekuensi tinggi. Pada terapi dengan diatermi
bipolar, selaput mukosa sekitar hemoroid dipanasi dengan radiasi
elektromagnetik berfrekuensi tinggi sampai akhirnya timbul
kerusakan jaringan. Cara ini efektif untuk hemoroid interna yang
mengalami perdarahan.

b) Terapi bedah
Terapi bedah dipilih untuk penderita yang mengalami keluhan
menahun dan pada penderita hemoroid derajat III dan IV. Terapi bedah
juga dapat dilakukan dengan perdarahan berulang dan anemia yang tidak
dapat sembuh dengan cara terapi lainnya yang lebih sederhana. Penderita
hemoroid derajat IV yang mengalami trombosis dan kesakitan hebat dapat
ditolong segera dengan hemoroidektomi.
Prinsip yang harus diperhatikan dalam hemoroidektomi adalah
eksisi yang hanya dilakukan pada jaringan yang benar-benar berlebihan.
Eksisi sehemat mungkin dilakukan pada anoderm dan kulit yang normal
dengan tidak mengganggu sfingter anus. Eksisi jaringan ini harus digabung
dengan rekonstruksi tunika mukosa karena telah terjadi deformitas kanalis
analis akibat prolapsus mukosa (Mansjur, 2010)
Ada tiga tindakan bedah yang tersedia saat ini yaitu bedah
konvensional (menggunakan pisau dan gunting), bedah laser (sinar laser
sebagai alat pemotong) dan bedah stapler (menggunakan alat dengan
prinsip kerja stapler).

1) Bedah konvensional
Saat ini ada 3 teknik operasi yang biasa digunakan yaitu :
1. Teknik Milligan Morgan
Teknik ini digunakan untuk tonjolan hemoroid di 3 tempat utama.
Teknik ini dikembangkan di Inggris oleh Milligan dan Morgan pada
tahun 1973. Basis massa hemoroid tepat diatas linea mukokutan
13

dicekap dengan hemostat dan diretraksi dari rektum. Kemudian


dipasang jahitan transfiksi catgut proksimal terhadap pleksus
hemoroidalis. Penting untuk mencegah pemasangan jahitan melalui otot
sfingter internus.
Hemostat kedua ditempatkan distal terhadap hemoroid eksterna.
Suatu incisi elips dibuat dengan skalpel melalui kulit dan tunika
mukosa sekitar pleksus hemoroidalis internus dan eksternus, yang
dibebaskan dari jaringan yang mendasarinya. Hemoroid dieksisi secara
keseluruhan. Bila diseksi mencapai jahitan transfiksi cat gut maka
hemoroid ekstena dibawah kulit dieksisi. Setelah mengamankan
hemostasis, maka mukosa dan kulit anus ditutup secara longitudinal
dengan jahitan jelujur sederhana.
Biasanya tidak lebih dari tiga kelompok hemoroid yang dibuang
pada satu waktu. Striktura rektum dapat merupakan komplikasi dari
eksisi tunika mukosa rektum yang terlalu banyak. Sehingga lebih baik
mengambil terlalu sedikit daripada mengambil terlalu banyak jaringan
(Mansjur, 2010).
2. Teknik Whitehead
Teknik operasi yang digunakan untuk hemoroid yang sirkuler ini
yaitu dengan mengupas seluruh hemoroid dengan membebaskan
mukosa dari submukosa dan mengadakan reseksi sirkuler terhadap
mukosa daerah itu. Lalu mengusahakan kontinuitas mukosa kembali.
3. Teknik Langenbeck
Pada teknik Langenbeck, hemoroid internus dijepit radier dengan
klem. Lakukan jahitan jelujur di bawah klem dengan cat gut chromic no
2/0. Kemudian eksisi jaringan diatas klem. Sesudah itu klem dilepas
dan jepitan jelujur di bawah klem diikat. Teknik ini lebih sering
digunakan karena caranya mudah dan tidak mengandung resiko
pembentukan jaringan parut sekunder yang biasa menimbulkan stenosis
(Sjamsuhidajat, 2004).
2) Bedah Laser
14

Pada prinsipnya, pembedahan ini sama dengan pembedahan


konvensional, hanya alat pemotongnya menggunakan laser. Saat laser
memotong, pembuluh jaringan terpatri sehingga tidak banyak
mengeluarkan darah, tidak banyak luka dan dengan nyeri yang minimal.
Pada bedah dengan laser, nyeri berkurang karena syaraf rasa nyeri ikut
terpatri. Di anus, terdapat banyak syaraf. Pada bedah konvensional, saat
post operasi akan terasa nyeri sekali karena pada saat memotong jaringan,
serabut syaraf terbuka akibat serabut syaraf tidak mengerut sedangkan
selubungnya mengerut.
Sedangkan pada bedah laser, serabut syaraf dan selubung syaraf
menempel jadi satu, seperti terpatri sehingga serabut syaraf tidak terbuka.
Untuk hemoroidektomi, dibutuhkan daya laser 12 14 watt. Setelah
jaringan diangkat, luka bekas operasi direndam cairan antiseptik. Dalam
waktu 4 6 minggu, luka akan mengering. Prosedur ini bisa dilakukan
hanya dengan rawat jalan (Linchan, 1997)
3) Bedah Stapler
Teknik ini juga dikenal dengan nama Procedure for Prolapse
Hemorrhoids (PPH) atau Hemoroid Circular Stapler. Teknik ini mulai
diperkenalkan pada tahun 1993 oleh dokter berkebangsaan Italia yang
bernama Longo sehingga teknik ini juga sering disebut teknik Longo. Di
Indonesia sendiri alat ini diperkenalkan pada tahun 1999. Alat yang
digunakan sesuai dengan prinsip kerja stapler. Bentuk alat ini seperti
senter, terdiri dari lingkaran di depan dan pendorong di belakangnya.
Pada dasarnya hemoroid merupakan jaringan alami yang terdapat
di saluran anus. Fungsinya adalah sebagai bantalan saat buang air besar.
Kerjasama jaringan hemoroid dan m. sfinter ani untuk melebar dan
mengerut menjamin kontrol keluarnya cairan dan kotoran dari dubur.
Teknik PPH ini mengurangi prolaps jaringan hemoroid dengan
mendorongnya ke atas garis mukokutan dan mengembalikan jaringan
hemoroid ini ke posisi anatominya semula karena jaringan hemoroid ini
15

masih diperlukan sebagai bantalan saat BAB, sehingga tidak perlu dibuang
semua.

Gambar. 2.3. Internal/External Hemorrhoids


Gambar. 2.4. Dilator

Gambar. 2.5. Purse String

Gambar. 2.6. Closing PPH


16

Gambar. 2.7. Mucosa Pull

Gambar. 2.8. Staples


Mula-mula jaringan hemoroid yang prolaps didorong ke atas dengan
alat yang dinamakan dilator, kemudian dijahitkan ke tunika mukosa dinding
anus. Kemudian alat stapler dimasukkan ke dalam dilator. Dari stapler
dikeluarkan sebuah gelang dari titanium diselipkan dalam jahitan dan
ditanamkan di bagian atas saluran anus untuk mengokohkan posisi jaringan
hemoroid tersebut. Bagian jaringan hemoroid yang berlebih masuk ke dalam
stapler. Dengan memutar sekrup yang terdapat pada ujung alat , maka alat
akan memotong jaringan yang berlebih secara otomatis. Dengan
terpotongnya jaringan hemoroid maka suplai darah ke jaringan tersebut
terhenti sehingga jaringan hemoroid mengempis dengan sendirinya.
Keuntungan teknik ini yaitu mengembalikan ke posisi anatomis,
tidak mengganggu fungsi anus, tidak ada anal discharge, nyeri minimal
karena tindakan dilakukan di luar bagian sensitif, tindakan berlangsung
cepat sekitar 20 45 menit, pasien pulih lebih cepat sehingga rawat inap di
rumah sakit semakin singkat.Meskipun jarang, tindakan PPH memiliki
resiko yaitu :
17

1. Jika terlalu banyak jaringan otot yang ikut terbuang, akan


mengakibatkan kerusakan dinding rektum.
2. Jika m. sfinter ani internus tertarik, dapat menyebabkan disfungsi baik
dalam jangka waktu pendek maupun jangka panjang.
3. Seperti pada operasi dengan teknik lain, infeksi pada pelvis juga pernah
dilaporkan.
4. PPH bisa saja gagal pada hemoroid yang terlalu besar karena sulit untuk
memperoleh jalan masuk ke saluran anus dan kalaupun bisa masuk,
jaringan mungkin terlalu tebal untuk masuk ke dalam stapler.

9. Komplikasi
Perdarahan akut pada umumnya jarang, hanya terjadi apabila yang
pecah adalah pembuluh darah besar. Hemoroid dapat membentuk
pintasan portal sistemik pada hipertensi portal, dan apabila hemoroid
semacam ini mengalami perdarahan maka darah dapat sangat banyak.
Yang lebih sering terjadi yaitu perdarahan kronis dan apabila
berulang dapat menyebabkan anemia karena jumlah eritrosit yang
diproduksi tidak bisa mengimbangi jumlah yang keluar. Anemia terjadi
secara kronis, sehingga sering tidak menimbulkan keluhan pada penderita
walaupun Hb sangat rendah karena adanya mekanisme adaptasi.
Apabila hemoroid keluar, dan tidak dapat masuk lagi
(inkarserata/terjepit) akan mudah terjadi infeksi yang dapat menyebabkan
sepsis dan bisa mengakibatkan kematian

10. Prognosis
Dengan terapi yang sesuai, semua hemoroid simptomatis dapat dibuat
menjadi asimptomatis. Pendekatan konservatif hendaknya diusahakan
terlebih dahulu pada semua kasus. Hemoroidektomi pada umumnya
memberikan hasil yang baik. Sesudah terapi penderita harus diajari untuk
menghindari obstipasi dengan makan makanan serat agar dapat mencegah
timbulnya kembali gejala hemoroid (Sjamsuhidajat, 2004).
18

BAB III
KESIMPULAN

1. Hemoroid adalah pelebaran vena di dalam pleksus hemoroidalis akibat


kongesti vena yang disebabkan gangguan aliran balik dari vena hemoroidalis
yang tidak merupakan keadaan patologik. Diperlukan tindakan apabila
hemoroid menimbulkan keluhan.
2. Faktor resiko terjadinya hemoroid yaitu keturunan, anatomi, pekerjaan, umur,
endokrin, mekanis, fisiologis dan radang.
3. Hemoroid terdiri dari 2 jenis yaitu hemoroid interna yang terletak di atas garis
mukokutan dan hemoroid eksterna yang terletak di bawah garis mukokutan.
4. Diagnosis ditegakkan dengan anamnesa, inspeksi, colok dubur dan penilaian
anoskop. Bila perlu dilakukan pemeriksaan proktosigmoidoskopi untuk
menyingkirkan kemungkinan radang dan keganasan.
5. Penatalaksanaan hemoroid yaitu dengan konservatif, membuat nekrosis
jaringan dan bedah. Prognosis hemoroid baik bila diberikan terapi yang
sesuai
19

DAFTAR PUSTAKA

Djumhana, Ali. 2010. Patogenesis dan peengakkan diagnosis hemoroid. Pada


pustaka.unpad.ac.id/wp.../patogenesis_diagnosis.pdf

Galandiuk, Susan MD, Louisville, KY. 2002. A Systematic Review of Stapled


Hemorrhoidectomy Invited Critique, Jama and Archives, Vol. 137 No.
12, December, 2002, http://archsurg.ama.org/egi/content/extract. last
update Desember 2009.

Kahle, Werner (Helmut Leonhardt,werner platzer ), Marjadi Hardjasudarma (alih


bahasa). 1998. Berwarna dan teks anatomi Manusia Alat Alat
Dalam,Hal: 232

Keighley MRB,William NS. 1993. Surgery of the anus rectum and colon.WB
Saunders Co. London 295-363.

Linchan W.M.1994. Sabiston Buku Ajar Bedah Jilid II,EGC, Jakarta,hal 56 59

Mansjur A dkk (editor).2010. Kapita selekta Kedokteran, Jilid II: Pemeriksaan


Penunjang. FK UI. Jakarta. 321 324.

Silvia A.P, Lorraine M.W. 2005. Dalam: Konsep konsep Klinis Proses Penyakit,
Edisi VI, Patofisiologi Vol.1. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Hal: 467

Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2004 Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed.2, Jakarta,
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal: 672 675

Anda mungkin juga menyukai