TINJAUAN PUSTAKA
Teori ini dikenalkan pertama kali oleh Donaldson pada tahun 1961, sedangkan
penamaan pecking order theory dilakukan oleh Myers pada tahun 1984. Teori ini
disebut pecking order karena teori ini menjelaskan mengapa perusahaan akan
menentukan hieraki sumber dana yang paling disukai. Secara ringkas teori tersebut
menyatakan bahwa (Brealey and Myers, 1991 dalam Suad Husnan, 2015)
1. Perusahaan menyukai internal financing (pendanaan dari hasil operasi
perusahaan).
2. Perusahaan mencoba menyesuaikan rasio pembagian deviden yang
ditargetkan dengan berusaha menghindari perubahan pembayaran deviden
secara drastis.
3. Kebijakan deviden yang relatif segan untuk diubah, disertai dengan fluktuasi
profitabilitas dan kesempatan investasi yang tidak bisa diduga, mengakibatkan
bahwa dana hasil operasi kadang-kadang melebihi kebutuhan dana untuk
investasi, meskipun pada kesempatan yang lain, mungkin kurang. Apabila -
dana hasil operasi kurang dari kebutuhan investasi, maka prusahaan akan
mengurangi saldo kas atau menjual sekuritas yang dimiliki.
10
11
harus dibayarkan. Kemungkinan tidak membayar bunga yang tinggi akan semakin
besar. Pemberi pinjaman bisa membangkrutkan perusahaan jika perusahaan tidak bisa
membayar hutang.
Kebijakan struktur modal melibatkan perimbangan trade-off antara risiko
dengan tingkat pengembalian. Teori trade-off menerangkan bahwa struktur modal
optimal ditemukan dengan menyeimbangkan keuntungan pajak dengan biaya tekanan
finasial (the cost of financial distress) dari penambahan hutang, sehingga biaya dan
keuntungan dari penambahan hutang di trade-off (saling tukar) satu sama lain.
Menurut Brigham et.al (2001:298) dalam teori trade-off, setiap perusahaan
harus menetapkan target struktur modalnya, yaitu pada posisi keseimbangan biaya
dan keuntungan marginal dari pendanaan dengan hutang, sebab pada posisi itu nilai
perusahaan menjadi maksimum. Berdasarkan teori ini juga, menggunakan semakin
banyak hutang berarti memperbesar risiko yang ditanggung pemegang saham
(ekuitas) dan juga memperbesar tingkat pengembalian yang diharapkan.
Struktur modal adalah topik utama yang terdapat dalam keuangan, baik dibahas
sebagai subtopik dalam keuangan perusahaan maupun dalam keputusan investasi.
Dalam neraca perusahaan (balance sheet) yang terdiri dari sisi aktiva yang
mencerminkan struktur kekayaan dan sisi pasiva sebagai struktur keuangan. Struktur
modal merupakan bauran pendanaan hutang jangka panjang dan ekuitas (Brealey et
al., 2011: 600). Struktur modal sendiri merupakan bagian dari struktur keuangan yang
dapat diartikan sebagi pembelajaran permanen yang mencerminkan perimbangan
antara hutang jangka panjang dengan modal sendiri (Bambang, 2008:22).
Menurut Van Horne dan Wachowicz (2007) struktur modal adalah bauran
(proporsi) pendanaan permanen jangka panjang perusahaan yang dituangkan dalam
hutang, ekuitas saham preferen dan saham biasa. Menurut Weston dan Copeland
12
pemengang saham. Selain itu, hutang yang tinggi akan meningkatkan ekspektasi atas
return yang diharapkan. Struktur modal yang dibentuk oleh manajer keuangan
dipengaruhi oleh beberapa faktor Struktur modal yang dapat memaksimumkan nilai
perusahaan. Yang dimaksud dengan nilai perusahaan adalah harga yang bersedia
dibayar oleh calon pembeli apabila perusahaan tersebut dijual (Gitman, 2012). Teori
mengenai struktur modal telah banyak dibicarakan oleh para peneliti. Berikut ini akan
diuraikan mengenai teori - teori tersebut.
2.3.2 Likuiditas
Likuiditas adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan
perusahaan didalam membayar kewajiban jangka pendek (Van Horne dan
Wachowicz, 2007). Apabila semakin besar kemampuan perusahaan dalam membayar
hutang jangka pendeknya maka akan mempengaruhi berbagai kemungkinan
perusahaan akan mendapatkan pembiayaan dari para kreditur jangka pendek untuk
mengoprasikan kegiatan usahanya. Menurut Subramanyam dan John J. Wild dalam
Fahmi (2014:66) Alasan digunakannya rasio lancar secara luas sebagai ukuran
likuiditas mencakup kemampuannya untuk mengukur:
1. Kemampuan memenuhi kewajiban lancar. Makin tinggi jumlah (kelipatan)
asset lancar terhadap kewajiban lancar, makin besar keyakinan bahwa
kewajiban lancar tersebut akan dibayar;
2. Penyangga kerugian. Makin besar penyangga, makin kecil risikonya. Rasio
lancar menunjukkan tingkat keamanan yang tersedia untuk menutup
penurunan nilai asset lancar non-kas pada saat asset tersebut dilepas atau
dilikuidasi;
3. Cadangan dana lancar. Rasio lancar merupakan ukuran tingkat keamanan
terhadap ketidakpastian dan kejutan atas arus kas perusahaan.
15
2.3.3 Growth
Brigham (2011) mengatakan perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang
cepat harus lebih banyak mengandalkan pada modal eksternal. Bagi perusahaan yang
memiliki growth opportunity yang tinggi sumber dana internal semakin tidak
mencukupi, sehingga kebutuhan akan utang akan semakin meningkat. Artinya
semakin tinggi growth opportunity perusahaan akan mendorong perusahaan untuk
berutang semakin banyak. Hal ini berarti pengaruh growth opportunity terhadap
utang adalah positif.
Asset merupakan aktiva yang digunakan untuk aktivitas operasional
perusahaan. Semakin besar aset diharapkan semakin besar hasil operasi yang
16
dihasilkan oleh perusahaan. Peningkatan asset yang diikuti peningkatan hasil operasi
akan semakin menambah kepercayaan pihak luar terhadap perusahaan. Dengan
meningkatnya kepercayaan pihak luar terhadap perusahaan, maka proporsi hutang
akan semakin besar dibandingkan modal sendiri. Hal ini didasarkan pada keyakinan
kreditor atas dana yang ditanamkan kedalam perusahaan dijamin oleh besarnya asset
yang dimiliki perusahaan.
Perusahaan yang struktur assetnya fleksibel, cenderung menggunakan
leverage yang fleksibel dimana adanya kecenderungan menggunakan leverage yang
lebih besar daripada perusahaan yang struktur assetnya tidak fleksibel. Perusahaan
dengan tingkat pertumbuhan yang cepat harus lebih banyak mengandalkan pada
modal eksternal. Floating cost pada emisi saham biasa adalah lebih tinggi dibanding
pada emisi obligasi. Dengan demikian perusahaan dengan tingkat pertumbuhan asset
yang tinggi cenderung lebih banyak menggunakan hutang (obligasi) dibanding
perusahaan yang lambat pertumbuhannya.
4. Size tidak
berpengaruh
terhadap
Struktur Modal
5. Likuiditas
berpengaruh
negatif terhadap
Struktur Modal
dibutuhkan serta mencari susunan kualitatif dari laporan keuangan berupa neraca
sebaik-baiknya. Keputusan pendanaan suatu perusahaan adalah keputusan yang harus
dilakukan oleh manajer keuangan yang berkaitan dengan dimana dana perusahaan
dipenuhi, berkaitan dengan analisis biaya dana atau modal yang digunakan
perusahaan (Wiagustini, 2010:207).
Untuk mencapai tujuan perusahaan diperlukan keseimbangan antara keputusan
pendanaan, keputusan investasi, dan kebijakan deviden. Dalam keputusan pendanaan,
dapat dilihat dari struktur modalnya. Struktur modal berbeda dengan stuktur
keuangan. Struktur keuangan mencakup semua pembelanjaan, baik jangka
pendek maupun jangka panjang perusahaan, sedangkan struktur modal hanya
menyangkut jangka panjang saja dan tidak termasuk pembelanjaan jangka pendek.
Struktur modal merupakan bauran pendanaan hutang jangka panjang dan
ekuitas (Brealey et al., 2011: 600). Menurut Van Horne dan Wachowicz (2007)
struktur modal adalah bauran (proporsi) pendanaan permanen jangka panjang
perusahaan yang dituangkan dalam hutang, ekuitas saham preferen dan saham biasa..
Tidak seperti debt ratio atau leverage ratio yang hanya mengambarkan ratio hutang
dan ekuitas pada suatu saat tertentu, struktur modal lebih mengambarkan target
komposisi hutang dan ekuitas dalam jangka panjang pada suatu perusahaan.
Struktur Modal ini sangat dekat dengan fungsi keuangan, yaitu ada tiga fungsi
keuangan, yaitu keputusan pendanaan, keputusan investasi, dan keputusan kebijakan
deviden. Berdasarkan dengan penelitiannya tentang fungsi keuangan yaitu keputusan
pendanaan atau biasa disebut Struktur Modal memiliki beberapa variabel yang di
teliti, di antaranya profitabilitas, likuiditas, dan growth.
untuk mendapatkan return, yang terdiri dari yield dan capital gain. Semakin tinggi
kemampuan memperoleh laba, maka semakin besar return yang diharapkan investor.
Seringkali pengamantan menujukkan bahwa perusahaan dengan tingkat
pengembalian yang tinggi atas investasi menggunakan hutang yang relatif kecil.
Meskipun tidak ada pembenaran teoritis mengenai hal ini, namun penjelasan praktis
atas kenyataan ini adalah bahwa perusahaan yang profitable tidak memerlukan
banyak pembiayaan dengan hutang.
Tingkat pengembaliannya yang sangat tinggi memungkinkan perusahaan
tersebut untuk membiyai sebagian besar kebutuhan pendanaan mereka dengan dana
yang dihasilkan secara internal (Brigham dan Houston, 2011). Sedangkan menurut
Hery (2016:26) pengertian ROE merupakan:
Rasio yang menunjukkan hasil (return) atas penggunaan ekuitas perusahaan
dalam menciptakan laba bersih. Dengan kata lain, rasio ini digunakan untuk
mengukur seberapa besar jumlah laba bersih yang akan dihasilkan dari setiap
rupiah dana yang tertanam dalam total ekuitas.
Tingginya profitabilitas yang dimiliki perusahaan mengakibatkan perusahaan
lebih banyak menggunakan pendanaan dari dalam perusahaan, karena jika
profitabilitas semakin tinggi, maka perusahaan dapat menyediakan laba ditahan
dalam jumlah yang lebih besar, sehingga penggunaan hutang dapat ditekan
(Ryanni,2014). Hal ini sesuai dengan pecking order theory bahwa perusahaan lebih
cenderung memilih menggunakan pendanaan dari internal perusahaan. Maka
semakin tinggi profitabilitas semakin rendah tingkat leverage perusahaan. Dugaan
tersebut juga didukung oleh hasil penelitian terdahulu yang diteliti oleh Cekrezi,
(2013) dan Hossain dan Ali (2012) yang menyatakan bahwa profitabilitas
berpengaruh negatif terhadap struktur modal.
22
Dari kerangka pemikiran yang telah diuraikan oleh peneliti, maka peneliti menarik
hipotesis untuk diteliti sebagai berikut :
H4
H1: (-)
ROE
H2: (-)
CR DER
H3: (+)
GROWTH
Gambar 2.1
Kerangka Penelitian