Contoh Modul
Contoh Modul
KEPERAWATAN
FALSAFAH
KEPERAWATAN FALSAFAH
Penyusun:
1. Bagus Rahmat Santoso, Ns.,
M.Kep
2. Eirene E.M. Gaghauna, Ns., MSN
Kata Pengantar
P uji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat rahmat dan karunia-Nya
menyelesaikan Modul Asuhan Keperawatan Falsafah.
Keperawatan gawat darurat merupakan palayanan
sehingga kami
keperawatan
komprehensif diberikan kepada pasien dengan masalah trauma atau penyakit yang
dapat
yang
Daftar Isi
Halaman Judul
Suplemen Pembelajaran............................................................................... 1
Chapter 1. Triage .......................................................................................... 2
Chapter 2. Initial Assessment ....................................................................... 6
Chapter 3. Konsep Manajemen Basic Life Support ....................................... 12
Chapter 4. Manajemen Pemberian Obat-Obat Emergency ........................... 23
Chapter 5. Keseimbangan Asam Basa ......................................................... 33
Chapter 6. Gagal Nafas ................................................................................ 38
Chapter 7. Asma ........................................................................................... 49
Chapter 8. Chest Pain................................................................................... 59
Chapter 9. Aritmia Jantung ........................................................................... 66
Chapter 10. Acute Coronary Syndrome ........................................................ 70
Chapter 11. Stroke ........................................................................................ 80
Chapter 12. Basic Trauma Life Support ........................................................ 101
Chapter 13. Trauma Score ........................................................................... 119
Chapter 14. Trauma Kepala .......................................................................... 125
Chapter 15. Trauma Dada ............................................................................ 138
Chapter 16. Trauma Abdomen...................................................................... 147
Chapter 17. Trauma Ekstremitas .................................................................. 152
Chapter 18. Hyperglikemia & Hypoglikemia .................................................. 160
Chapter 19. Luka Bakar ................................................................................ 181
Chapter 20. Seizure ...................................................................................... 186
Chapter 21. Gagal Ginjal Akut ...................................................................... 192
Chapter 22. Keracunan Organophospat........................................................ 201
Pembelajaran Praktikum:
Chapter 23. Analisa Gas Darah .................................................................... 207
Chapter 24. Balut Bidai ................................................................................. 212
Chapter 25. Manajemen Sumbatan Jalan Nafas ........................................... 226
Chapter 26. Penugasan ................................................................................ 236
Chapter 27. Metode Evaluasi ........................................................................ 240
VISI STIKES
Menjadi lembaga pendidikan kesehatan unggulan tahun 2015 dan menghasikan
lulusan profesional dengan kompetensi sesuai standar profesi.
MISI STIKES
1. Menyelanggarakan pendidikan prefisional yang berkualitas, bersikananmbungan
dan memeliki daya saing dalam kebutuhan tenaga kesehatan pada tingkat regional
kalimantan dan nasional.
2. Melaksanakan kegiatan penelitian dan pengapdian kepada msyarakat upaya
peningkatan kualitas pendidikan.
3. Melakukan kolaborasi dengan msyarakat dalam perkembangan ilimu pengetahuan
dan teknologi dalam bidang kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan
msyarakat.
B. Kompetensi
Setelah mengikuti mata kuliah ini, peserta didik mampu:
1. Melakukan simulasi asuhan keperawatan dengan kasus kegawatdaruratan terkait multi sistem pada individu dengan berbagai
tingkat usia dengan memperhatikan aspek legal dan etis
2. Melakukan simulasi pendidikan kesehatan dengan kasus kegawatdaruratan terkait multi sistem pada individu dengan berbagai
tingkat usia dengan memperhatikan aspek legal dan etis
3. Mengidentifikasi masalah-masalah penelitian yang berhubungan dengan kegawatdaruratan terkait multi sistem dan
menggunakan hasil penelitian dalam mengatasi masalah kegawatdaruratan
4. Melakukan simulasi pengelolaan asuhan keperawatan pada kelompok klien yang mengalami masalah kegawatdaruratan terkait
multi sistem pada berbagai tingkat usia dengan memperhatikan aspek legal dan etis
5. Melaksanakan fungsi advokasi pada kasus dengan gangguan sistem kegawatdaruratan pada berbagai tingkat usia
6. Mendemonstrasikan intervensi keperawatan pada kasus kegawatdaruratan pada berbagai tingkat usia sesuai dengan standart
yang berlaku dengan berfikir kreatif dan inovatif sehingga menghasilkan pelayanan yang efisien dan efektif
vii
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
7. Melakukan simulasi penatalaksanaan triage pasien, pengkajian keperawatan gawat darurat, Basic Life Support, obat-obatan
emergency, terapi cairan dan oksigensi, serta kegawatdaruratan asam basa
8. Melakukan simulasi mengenai konsep Basic Trauma Life Support (BTLS) dan trauma scoring bagi pasien gawat darurat
C. Metode
Menggunakan pendekatan Student Centered Learning (SCL)
D. Rincian Kegiatan
Minggu Kompetensi Bahan Kajian Kriteria Penilaian Metode Assigment Asessment Time Dosen
Pertemu (Indikator)
an
I Melakukan simulasi Konsep keperawatan Mahasiswa mampu Mini Vignete Mcq 1 x 60 menit Tim
penatalaksanaan triage gawat darurat menjelaskan dan Lecture
pasien, pengkajian prehospital dan melakukan triage pada
keperawatan gawat darurat, hospital: kasus kegawatdaruratan
Basic Life Support, obat- 1. Triage pasien
obatan emergency, terapi Mahasiswa mampu PBL Paper Rubrik 2 x 60 menit
cairan dan oksigensi, serta membuat makalah dan Makalah dan Tim
kegawatdaruratan asam menjelaskan berbagai jenis Presentasi
basa triage baik di prehospital
dan hospital sesuai kasus
yang diberikan
II 2. Innitial Mahasiswa mampu Mini Vignete Mcq 1 x 60 menit Tim
Assessment menjelaskan dan Lecture
melakukan initial
assessment pada pasien
yang mengalami kondisi
kegawatdaruratan
Konsep manajemen Mahasiswa mampu Simulasi/ Demonstrasi Cheklist 2 x 60 menit Tim
basic life support menjelaskan dan Role Play
melakukan manajemen
basic life support
III Manajemen Mahasiswa mampu Mini Vignete Mcq 1 x 60 menit Tim
viii
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
ix
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
x
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
-Revised
trauma
score
- Triage
revised
trauma
score
- Pediatric
trauma
score
3. Combine system
- Trauma-
score injury
severity
score
(TRIS)
- A severity
caracteritati
on of
trauma
(ASCOT)
VII Mendemonstrasikan Asuhan keperawatan Mahasiswa mampu Problem Paper Rubrik 2 x 60 menit Tim
intervensi keperawatan pada gawat darurat sistem menjelaskan dan Based Makalah
kasus kegawatdaruratan muskuloskeletal melakukan manajemen Learning
pada berbagai tingkat usia 1. Trauma Kepala tatalaksana asuhan
sesuai dengan standart yang keperawatan gawat darurat
berlaku dengan berfikir pada pasien Trauma
kreatif dan inovatif sehingga Kepala
menghasilkan pelayanan
yang efisien dan efektif
2. Trauma Dada Mahasiswa mampu Mini Vignete Mcq 1 x 60 menit Tim
menjelaskan dan Lecture
xi
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
melakukan manajemen
tatalaksana asuhan
keperawatan gawat darurat
pada pasien Trauma Dada
VIII 3. Trauma Mahasiswa mampu Mini Vignete Mcq 1 x 60 menit Tim
Abdomen menjelaskan dan Lecture
melakukan manajemen
tatalaksana asuhan
keperawatan gawat darurat
pada pasien trauma
abdomen
4. Trauma Mahasiswa mampu Case Paper Rubrik 2 x 60 menit Tim
Ekstremitas menjelaskan dan Study Makalah
melakukan manajemen
tatalaksana asuhan
keperawatan gawat darurat
pada pasien trauma
Ekstremitas
IX Mengidentifikasi masalah- Melakukan analisis Mahasiswa mampu Cooperat Paper Rubrik 2 x 60 menit Tim
masalah penelitian yang jurnal mengenai menjelaskan dan if & Makalah &
berhubungan dengan manajemen mempresentasikan hasil Learning Presentasi Presentasi
kegawatdaruratan terkait tatalaksana analisis jurnal pada kasus
multi sistem dan kegawatdaruratan kegawatdaruratan yang
menggunakan hasil pada kasus: telah dilakukan
penelitian dalam mengatasi 1. Asma
masalah kegawatdaruratan 2. Stroke
3. Penyakit Jantung
Koroner
4. Gagal Ginjal
Melaksanakan fungsi Pendidikan kesehatan Mahasiswa mampu Cooperat Leaflet & Rubrik 2 x 60 menit Tim
advokasi & pendidikan pada kasus melakukan simulasi if Presentasi
kesehatan pada kasus kegawatdaruratan pendidikan kesehatan Learning
dengan gangguan sistem 1. Asma pada kasus
xii
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
xiii
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
2 x 60 menit
Manajemen Simulasi/ Demonstrasi Checklist Tim
Pemberian Glukosa Role Play
dan Insulin secara IV
XII Melakukan simulasi Asuhan keperawatan Mahasiswa mampu Mini Vignete Mcq 1 x 60 menit Tim
pengelolaan asuhan gawat darurat sistem menjelaskan dan Lecture
keperawatan pada kelompok neurobehavior: melakukan
klien yang mengalami Seizure (kejang) penatalaksanaan asuhan
masalah kegawatdaruratan 1. Konsep kejang keperawatan gawat darurat
terkait multi sistem pada 2. Klasifikasi kejang pada sistem
berbagai tingkat usia dengan (general/parsial) neurobehaviour
memperhatikan aspek legal 3. Manifestasi klinis
dan etis 4. Penatalaksanaan
kegawatdarurata
n kejang
5. Asuhan
keperawatan
gawat darurat
pada pasien
kejang
Asuhan keperawatan Mahasiswa mampu Mini Vignete Mcq 1 x 60 menit Tim
gawat darurat sistem menjelaskan dan Lecture
perkemihan: gagal melakukan
ginjal penatalaksanaan asuhan
1. Konsep gagal keperawatan gawat darurat
ginjal pada sistem perkemihan
2. Manajemen
kegawatdarurata
n gagal ginjal
XIII Asuhan keperawatan Mahasiswa mampu Mini Vignete Mcq 1 x 60 menit Tim
gawat darurat pada menjelaskan dan Lecture
keracunan melakukan
xiv
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
penatalaksanaan asuhan
keperawatan gawat darurat
pada keracunan
Penanganan Mahasiswa mampu Cooperat Paper Rubrik 2 x 60 menit Tim
keracunan pada menjelaskan manajemen if Makalah dan
kasus: tatalaksana Learning Presentasi
1. Overdosis kegawatdaruratan pada
paracetamol kasus keracunan secara
2. Overdosis spesifik
ethanol
3. Overdosis
Dextromethopan
4. Overdosis
Organophospate
UAS
E. Evaluasi
1. Penugasan : 30%
2. UTS & UAS : 30%
3. Seminar Modul : 20%
4. SOCA : 10%
5. Ujian Praktek : 10%
6. Ujian Praktek : 10%
F. Daftar Pustaka
1. Emergency Nurses Association. (2006). Sheehys Manual of Emergency Care, 6th edition.
2. Dolan, B., & Holt, L. (2008). Accident & Emergency (2 ed.). Toronto: Elsevier.
3. Stone, Kevin. (2007). Current Diagnosis &Treatment: Emergency Medicine. Sixth Edition. Philadelphia: McGrawHill.
4. Campbell, John. (2012). International Trauma Life Support for Emergency Care Providers, 7th Edition. New Jersey: Pearson
Education
xv
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
5. Wilson, W. C., et.al. (2007). Trauma : Emergency Recucitation Perioperative Anesthesia Surgical Management Volume 1.
California: Informa
6. www.search.ebscohost.com
7. www.search.proquest.com
8. www.medscape.com
Dini Rahmayani, S.Kep. Ns., MPH Bagus Rahmat Santoso, Ns., M.Kep
NIK. 19.44.2004.008 NIK. 19.44.2009.024
xvi
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
SUPLEMEN
MATERI PEMBELAJARAN
1
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
CHAPTER TRIAGE
1
A. Definisi Triase
Triase merupakan proses khusus memilah klien berdasar beratnya
cedera atau penyakit (berdasarkan yang paling mungkin akan mengalami
perburukan klinis segera) untuk menentukan prioritas perawatan gawat darurat
medik serta prioritas transportasi (berdasarkan ketersediaan sarana untuk
tindakan).
Triase adalah proses khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera
atau penyakit (berdasarkan yang paling mungkin akan mengalami perburukan
klinis segera) untuk menentukan prioritas perawatan gawat darurat medik serta
prioritas transportasi (berdasarkan ketersediaan sarana untuk tindakan). Artinya
memilih berdasar prioritas atau penyebab ancaman hidup.
Triase adalah suatu seleksi pasien yang menjamin supaya tak ada pasien
yang tidak mendapat perawatan medis. Orang yang melakukan seleksi adalah
seorang ahli bedah yang berpengalaman sehingga dapat melakukan diagnose
secara on the spot dengan cepat dan menentukan penanggulangannya.
B. Tujuan Triase
Tujuan dari triase adalah memilih atau menggolongkan semua klien,
menetapkan prioritas penanganannya dan dapat menangani korban/klien dengan
cepat, cermat dan tepat sesuai dengan sumber daya yang ada.
C. Jenis-jenis Triase
Terdapat dua jenis triase, yaitu:
1. Multiple Casualties
Jumlah pasien dan beratnya trauma tidak melampaui kemampuan rumah sakit.
Pasien dengan masalah yang mengancam jiwa dan multi trauma akan
mendapatkan prioritas penanganan lebih dahulu.
2
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
2. Mass Casualties
Jumlah pasien dan beratnya trauma melampaui kemampuan rumah sakit.
Pasien dengan kemungkinan survival yang terbesar dan membutuhkan waktu,
perlengkapan dan tenaga yang paling sedikit akan mendapatkan prioritas
penanganan lebih dahulu.
D. Kategori Triase
Triase memiliki beberapa kategori, antara lain:
1. Prioritas Pertama (Merah: segera)
Pasien cedera berat yang memerlukan penilaian cepat serta tindakan medik
dan transport segera untuk tetap hidup. Prioritas tertinggi untuk penanganan
atau evakuasi, seperti:
a. Tindakan resusitasi segera
b. Obstruksi jalan napas
c. Kegawatan pernapasan
d. Syok atau perdarahan berat
e. Trauma parah
f. Luka bakar berat
2. Prioritas kedua (Kuning: mendesak)
Pasien memerlukan bantuan, namun dengan cedera yang kurang berat dan
dipastikan tidak akan mengalami ancaman jiwa dalam waktu dekat. Meliputi
kasus yang memerlukan tindakan segera terutama kasus bedah, seperti:
a. Trauma abdomen
b. Trauma dada tertutup tanpa ancaman asfiksia
c. Trauma ekstremitas
d. Patah tulang
e. Trauma kepala tertutup
f. Trauma mata
g. Luka bakar derajat sedang
3. Prioritas ketiga (Hijau : tunda/evaluasi)
Pasien degan cedera minor yang tidak membutuhkan stabilisasi segera,
memerlukan bantuan pertama sederhana namun memerlukan penilaian
ulang berkala. Penanganan tidak terlalu mendesak dan dapat ditunda jika ada
korban lain yang lebih memerlukan penanganan atau evakuasi, seperti ;
3
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
4
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
5
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
CHAPTER INITIAL
2 ASSESSMENT
A. Survei Primer
Langkah-langkahnya sebagai ABCDE (airway and C-spine control,
breathing, circulation and hemorrhage control, disability, exposure/environment).
Jalan nafas merupakan prioritas pertama. Pastikan udara menuju paru-paru tidak
terhambat. Temuan kritis seperti obstruksi karena cedera langsung, edema, benda
asing dan akibat penurunan kesadaran. Tindakan bisa hanya membersihkan jalan
nafas hingga intubasi atau krikotiroidotomi atau trakheostomi. Nilai pernafasan atas
kemampuan pasien akan ventilasi dan oksigenasi. Temuan kritis bisa tiadanya
ventilasi spontan, tiadanya atau asimetriknya bunyi nafas, dispnea, perkusi dada
yang hipperresonans atau pekak, dan tampaknya instabilitas dinding dada atau
adanya defek yang mengganggu pernafasan. Tindakan bisa mulai pemberian
oksigen hingga pemasangan torakostomi pipa dan ventilasi mekanik.
Nilai sirkulasi dengan mencari hipovolemia, tamponade kardiak, sumber
perdarahan eksternal. Lihat vena leher apakah terbendung atau kolaps, apakah
bunyi jantung terdengar, pastikan sumber perdarahan eksternal sudah diatasi.
Tindakan pertama atas hipovolemia adalah memberikan RL secara cepat melalui 2
kateter IV besar secara perifer di ekstremitas atas. Kontrol perdarahan eksternal
dengan penekanan langsung atau pembedahan, dan tindakan bedah lain sesuai
indikasi.
Tetapkan status mental pasien dengan GCS dan lakukan pemeriksaan
motorik. Tentukan adakah cedera kepala atau kord spinal serius. Periksa ukuran
pupil, reaksi terhadap cahaya, kesimetrisannya. Cedera spinal bisa diperiksa
dengan mengamati gerak ekstremitas spontan dan usaha bernafas spontan. Pupil
yang tidak simetris dengan refleks cahaya terganggu atau hilang serta adanya
hemiparesis memerlukan tindakan atas herniasi otak dan hipertensi intrakranial
yang memerlukan konsultasi bedah saraf segera.
6
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
7
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
B. Survei Sekunder
Mencari perubahan-perubahan yang dapat berkembang menjadi lebih
gawat dan mengancam jiwa apabila tidak segera diatasi dengan pemeriksaan dari
kepala sampai kaki (head to toe) Formalnya dimulai setelah melengkapi survei
primer dan setelah memulai fase resusitasi. Nilai lagi tanda vital, lakukan survei
primer ulangan secara cepat untuk menilai respons atas resusitasi dan untuk
mengetahui perburukan. Selanjutnya cari riwayat, termasuk laporan petugas pra
RS, keluarga, atau korban lain.
Bila pasien sadar, kumpulkan data penting termasuk masalah medis
sebelumnya, alergi dan medikasi sebelumnya, status immunisasi tetanus, saat
makan terakhir, kejadian sekitar kecelakaan. Data ini membantu mengarahkan
8
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
9
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
C. Survei Tersier
Pemeriksaan ulang yang dilakukan sebagai evaluasi untuk mengetahui keadaan
klien setelah dilakukan survei sekunder dan survei tersier dengan mengidentifikasi
klien setelah diberikan resusitasi awal dan intervensi operati.
Survei tersier dilakukan:
1. Setelah 24 jam klien masuk ruang perawatan
10
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
E. Mati Biologis
Biasanya terjadi dalam waktu 8-10 menit dari henti jantung, di mulai dengan
kematian sel otak, bersifat irreversibel. (kecuali berada di suhu yang ekstrim
dingin,pernah di laporkan melakukan resusitasi selama 1 jam lebih dan berhasil )
Tanda-tanda pasti mati:
a. Lebam
b. Kaku
c. Pembusukan, dan tanda lain nya Cedera mematikan.
11
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
3 ORANG DEWASA
A. Introduction
Resusitasi jantung paru adalah suatu tindakan pertolongan yang dilakukan
kepada korban yang mengalami henti napas dan henti jantung. Keadaan ini bisa
disebabkan karena korban mengalami serangan jantung (heart attack), tenggelam,
tersengat arus listrik, keracunan, kecelakaan, dan lain-lain. Pada kondisi napas dan
denyut jantung berhenti, sirkulasi darah dan transportasi oksigen juga berhenti
sehingga dalam waktu singkat organ-organ tubuh terutama organ vital akan
mengalami kekurangan oksigen yang berakibat fatal bagi korban dan mengalami
kerusakan.
Organ yang paling cepat mengalami kerusakan adalah otak, karena otak
hanya akan mampu bertahan jika ada asupan glukosa dan oksigen. Jika dalam
waktu lebih dari 10 menit otak tidak mendapat asupan oksigen dan glukosa, maka
otak akan mengalami kematian secara permanen. Kematian otak berarti pula
kematian si korban. Oleh karena itu golden period (waktu emas) pada korban yang
mengalami henti napas dan henti jantung adalah di bawah 10 menit. Artinya, dalam
watu kurang dari 10 menit pasien yang mengalami henti napas dan henti jantung
harus sudah mulai mendapatkan pertolongan. Jika tidak, maka harapan hidup si
korban sangat kecil. Adapun pertolongan yang harus dilakukan pada pasien yang
mengalami henti napas dan henti jantung adalah dengan melakukan resusitasi
jantung paru/CPR. Tindakan BLS dilakukan dengan langkah CAB (Circulation,
Airway, Breathing). Tujuan utama dari BLS adalah untuk melindungi otak dari
kerusakan yang irreversibel akibat hipoksia, karena peredaran darah akan berhenti
selama 3-4 menit.
12
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
B. Chain of Survival
Resusitasi jantung paru (RJP / CPR) pasien dengan henti jantung jarang berhasil
jika semata mata dilakukan dengan resusitasi jantung paru saja. pada tahun 1992,
The American Heart Association (AHA) memperkenalkan alur untuk penanganan
korban dengan henti jantung yang disebut dengan Chain of Survival. Alur ini terdiri
4 komponen yaitu: pengenalan diri dan akses segera ke pelayanan gawat darurat
(Early Recognition and Early access), segera melakukan resusitasi jantung paru
(Early CPR), segera melakukan defibrilasi, (Early Defibrrilation), dan segera
mendapatkan perawatan lanjut (Early Advance Care).
13
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
1. Early Access
Waktu adalah faktor penting kesuksesan resusitasi dan defibrilasi.
Semakin cepat seseorang dapat mengeenali pasien yang mengalami
kegawatan jantung atau henti jantung dan menghubungi petugas medis, maka
semakin baik kesempatan hidup pasien tersebut. Oleh karena itu, tujuan Early
access adalah memperpendek interval waktu antara onset kejadian dengan
datangnya tim eemergencytang terlatih.
2. Early CPR
Cardio Pulmonary Resuscitation (CPR) telah menujukan mampu untuk
meningkatkan kemungkinan hidup dalam kasus henti jantung diluar rumah
sakit. CPR perlu dilakukan segera pada semua kasus henti jantung. Sedikit
darah yang mengalir ke jantung dan otak tetapi sangat penting bagi kehidupan
idealnya dalam waktu 2 menit setelah kejadian sudah harus ada petugas
terlatih yang datang untuk melakukan CPR pada korban.
Korban yang mengalami henti jantung memerlukan bantuan segera
untuk mempertahankan jalan nafas, pernafasan, dan sirkulasinya untuk
mencegah jatuhnya korban ke kondisi yang lebih buruk. CPR perlu dilakukan
segera untuk memberikan oksigen dan aliran darah ke otak dan jantung dan
membuang kelebihan CO2 dan paru.
CPR juga penting dilakukan sebelum dan setelah defibrilasi. Studi yang
dilakukan oleh University of Wasington menunjukkan bahwa pemberian CPR
dslsm waktu maksimal 90 detik sebelum melakukan defibrilasi ternyata mampu
meningkatkan tingkat keberhasilan penanganan henti jantung pada kondisi
dimana saat kejadian berlangsung dan waktu yang diperlukan untuk melakukan
defibrilasi mencapai 4 menit.
3. Early Defibrilation
Penyebab kematian pada korban yang mangalami henti jantung karena
mengalami infark miocard acut atau ischemia biasanta adalah ventrikel aritmia,
yang paling sering adalah ventrikel fibrilasi. Hal inilah yang mendasari prosedur
defibrilasi harus segera dilakukan untuk menyelamatkan korban. Penelitian
menunjukkan bahwa defibrilasi dini seringkali dapat meningkatkan angka
14
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
kehidupan korban henti jantung di luar rumah sakit. Defibrilasi paling baik
bekerja pada menit-menit pertama setelah onset henti jantung. Jika terlambat,
jantung tidak akan bereaksi terhadap terapi Defibrilasi. Setiap enit
keterlambatan pemberian pemberian defibrilasi akan diikuti oleh menurunnya
angka kehidupan pasien 7 % hingga 10 %.
4. Early Advance Care
Bantuan hidup lanjut (Advance Life Support), yaitu menstabilkan kondisi pasien
yang telah diresusitasi untuk melewati tahapan kritis. Tahapan ini terdiri dari
penatalaksanaan jalan nafas lanjutan (pemasangan Endo tracheal tube/ ETT)
pemberian obat-obatan, dan cairan, serta jika perlu terapi defibrilasi sesuai
gambaran ECG. Untuk tindakan selanjutnya, pasien segera diindahkan ke
ruang perawatan intensif untuk intensif untuk mendapatkan terapi dalam rangka
bantuan hidup jangka panjang, yaitu pengelolaan intensif pasca resusitasi.
15
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
16
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
luruskan
Luruskan kedua siku anda dan pastikan mereka terkunci dalam
posisinya
c. Memulai kompresi: PUSH HARD PUSH FAST
1) Mulai dengan menekan dinding dada hingga kedalaman minimal 2 inchi
atau 5 cm
2) Kecepatan kompresi 100-120 x/menit selama 5 siklus atau 2 menit.
3) Pada saat melakukan kompresi pastikan dinding dada kembali ke posisi
semula sebelum melakukan kompresi berikutnya
4) Hindari menghentikan kompresi yang terlalu sering pada saat
memberikan kompresi.
17
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
18
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
19
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
20
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
Nama :
Nim :
Jenis Ketrampilan : Bantuan Hidup Dasar
Penilaian
No Aspek Yang Dinilai Ket
1 2 3 4
A Persiapan Alat:
1. Ventilasi: Kassa steril/ Sungkup
2. Sarung tangan disposible
B Tahap Kerja
1. Amankan diri, pasien dan lingkungan*
2. Cek respon pasien (panggil, tepuk bahu)*
3. Aktifkan kondisi kegawatdaruratan (call for help)*
4. Cek nadi (5-10 detik) & Pergerakan dinding dada
(untuk melihat pernafasan) secara bersamaan
- Dewasa/ anak: nadi carotis
- Bayi: nadi brakhialis
5. Tentukan titik kompresi dengan benar:*
- Dewasa/ anak: 1/3 sternum bagian bawah
atau sejajar putting susu
- Bayi: bawah sternum; lebar 1 jari berada
dibawah garus intermamari
6. Berikan kompresi dada dengan kedalaman:*
- Dewasa: minimal 5 cm (2 inci)
- Anak (usia 1-8 tahun) : 5 cm (2 inchi)
- Bayi: 2,5 cm
7. Lakukan kompresi dengan irama teratur,
lanjutkan dengan ventilasi dengan perbandingan:
- Dewasa: kecepatan minimal 100-120 x/menit,
30:2
- Anak (1-8 tahun): kecepatan minimal 100
x
/menit, 30:2 (1 penolong ), 15:2 (2 penolong)
- Bayi: kecepatan minimal 100 x/menit, 30:1 (1
penolong), 15:2 (2 penolong)
8. Cek nadi
- Dewasa/ anak: setelah 5 siklus (2 menit)
- Anak/ bayi: setelah 5 siklus (2 menit)
- Penggunaan AED
- Tekan tombol On pada AED. Setelah itu,
AED akan memberi panduan apa yang harus
dilakukan.
- Lekatkan pad AED pada dada pasien
21
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
Keterangan;
*: jika item (*) tidak dikerjakan maka mahasiswa diharuskan mengulang
1 = Tidak dilakukan sama sekali
2 = Langkah kerja dikerjakan tetapi tidak sesuai dengan urutan
3 = Langkah dikerjakan sesuai dengan urutan, tetapi kurang tepat
4 = Langkah kerja dilakukan secara benar dan tepat sesuai dengan pedoman
Banjarmasin,20..
Pembimbing Klinik
..
Catatan:
1. Airway:
Cara membuka jalan nafas:
- Head-tilt dan chin-lift manuver dilakukan jika pasien tidak dicurigai ada trauma
servikal
- Jaw-trust dilakukan jika pasien dicurigai ada trauma servikal
2. Breathing:
- Nafas bantuan 2 kali dalam waktu 1 detik pada setiap hembusan
- Berikan bantuan nafas sesuai dengan kapasitas volume tidal yang cukup untuk
memperlihatkan pengangkatan dinding dada
- Berikan bantuan nafas bersesuaian dengan kompresi
22
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
4
A. Definisi
Obat merupakan sebuah substansi yang diberikan kepada pasien sebagai
perawatan, pengobatan, atau bahkan pencegahan terhadap berbagai gangguan
yang terjadi di dalam tubuh. Dalam pelaksanaannya, tenaga medis memiliki
tanggung jawab dalam keamanan obat dan pemberian secara langsung
ke pasien.hal ini semata-mata untuk memenuhi kebutuhan pasien. Pemberian obat
adalah suatu tindakan yang dilakukan pemberian subtansi kepada pasien dengan
tujuan penyembuhan dan pencegahan.
Pemberian obat emergency adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh
tenaga kesehatan saat kondisi darurat dengan cara pemberian obat dengan tujuan
meminimalisirkan keadaan darurat pada pasien.
23
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
24
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
25
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
26
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
27
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
c. Pengertian
Dopamin adalah suatu katekolamin endogen, merupakan prekursor
adrenalin.
d. Farmakokinetik
Anak-anak: dopamin menunjukkan kinetika non linear pada anak-
anak; dengan merubah jumlah obat mungkin tidak akan
mempengaruhi waktu steady state.Onset kerja : dewasa : 5 menit.
Durasi: dewasa: < 10 menit. Metabolisme: ginjal, hati, plasma; 75%
menjadi bentuk metabolit inaktif oleh monoamine oksidase dan 25 %
menjadi norepinefrin.T eliminasi: 2 menit. Ekskresi: urin (sebagai
metabolit). Klien pada neonatus: bervariasi dan tergantung pada umur;
kliren akan menjadi panjang jika terdapat gangguan hepatik atau ginjal.
e. Farmakodinamik
Menstimulasi reseptor adrenergik dan dopaminergik; dosis yang
lebih rendah terutama menstimulsi dopaminergik dan menghasilkan
vasodilatasi renal dan mesenterik; dosis yang lebih tinggi menstimulasi
dopaminergic dan beta1-adrenergik dan menyebabkan stimulasi jantung
dan vasodilatasi renal; dosis besar menstimulasi reseptor alfa-adrenergik.
f. Efek Samping
Sering: denyut ektopik, takikardia, sakit karena angina, palpitasi,
hipotensi, vasokonstriksi, sakit kepala, mual, muntah, dispnea. Jarang:
bradikardia, aritmia ventrikular (dosis tinggi), gangrene, hipertensi,
ansietas, piloereksi, peningkatan serum glukosa, nekrosis jaringan (karena
ekstravasasi dopamin), peningkatan tekanan intraokular, dilatasi pupil,
azotemia, polyuria.
g. Indikasi
Syok kardiogenik pada infark miokard atau bedah jantung.
h. Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian
1) Infus I.V : (pemberiannya memerlukan pompa infus) :
a. Bayi : 1-20 mcg/kg/menit, infus kontinyu , titrasi sampai respon
yang diharapkan.
b. Anak-anak : 1-20 mcg/kg/menit, maksimum 50 mcg/kg/menit, titrasi
sampai respon yang diharapkan.
28
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
29
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
6) Inotrop
7) Cardiject
c. Farmakokinetik
Onset of action (waktu onset) : IV : 1-10 menit
Peak effect (efek puncak): 10-20 menit
Metabolisme : di jaringan dan hepar menjadi bentuk metabolit yang
tidak aktif
T eliminasi (half-life elimination) : 2 menit
Ekskresi : urin (sebagai metabolit)
d. Farmakodinamik
Stimulasi reseptor beta1-adrenergic, menyebabkan peningkatan
kontraktilitas dan denyut jantung, dengan sedikit efek pada beta2 atau
alpha-reseptor.
e. Efek Samping
Sakit kepala, sesak nafas, takikardia, hipertensi, kontraksi ventrikel,
premature, angina pectoris, mual, muntah, nyeri dan non angina.
f. Indikasi
Penatalaksanaan jangka pendek gagal jantung akibat depresi kontraktilitas
karena penyakit jantung organic atau prosedur pembedahan.
g. Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian
Infus intravena 2,5 sampai 10 mcg/kg/menit, disesuaikan dengan
responnya.
h. Kontraindikasi
Kontraindikasi pada obat dobutamin adalah Hipersensivitas terhadap
bisulfit (mengandung bisulfit) stenoris subaortik hipertrofi idiopatik.
i. Peran Perawat
Monitoring tekanan darah, ECG, heart rate, CVP, RAP, MAP, output urin;
jika kateter arteri pulmonary dipasang, monitor CI, PCPW, and SVR; juga
monitor serum kalium.
4. Lidokain
Golongan obat : Anastesik
a. Pengertian
Lidokain adalah anestetik lokal yang digunakan secara luas dengan
pemberian topikal dan suntikan. Anestesia terjadi lebih cepat, lebih kuat,
30
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
lebih tahan lama dan lebih ekstensif daripada yang ditimbulkan oleh
anestesik prokain.
Lidokain merupakan larutan aminoetilamid. Larutan lidokain 0,5%
digunakan untuk anestesia infiltrasi, sedangkan larutan 1,0-2% digunkan
untuk anestesia blok dan topikal. Anestesia ini lebih efektif digunakan
tanpa vasokontriktor, tetapi kecepatan absorpsi dan toksistasnya
bertambah dan masa kerjanya pendek. Lidokain merupakan obat yang
menjadi ganti apabila ada orang yang hipersensitif terhadap prokain dan
epinefrin dan menyebabkan sedasi. Sediaan berupa larutan 0,5-5%.
b. Farmakokinetik
Lidokain mudah diserap dari tempat suntikan, dan dapat melewati
sawar darah otak.Kadarnya dalam plasma fetus dapat mencapai 60%
dalam darah ibu. Di dalam hati liidokain mengalami dealkilasi oleh enzim
oksidase fungsi ganda(mixed-function oxidase) membentuk monoetiolglisin
xilidid dan glisin xilidid, yang kemudian dapat dimetabolisme lebih lanjut
menjadi monoetilglisin dan xilidid. Kedua metabolit monoetilglisin xilidid
maupun glisisn xilidid ternyata masih memiliki efek anestetik lokal. Pada
manusia, 75% dari xilidid akan diekskresi bersama urin dalam bentuk
metabolit akhir, 4 hidroksi-2-6 dimetil-anilin.
c. Efek Samping
Efek samping lidokain biasanya berkaitan dengan efeknya terhadap
SSP, misalnya mengantuk, pusing, parestesia, gangguan mental, koma,
dan seizures.Mungkin sekali metabolit lidokain yaitu monoetilglisin
xilidid dan glisin xilidid ikut berperan dalam timbulnya efek samping ini.
Kelebihan dosis lidokain dapat menyebabkan kematian akibat fibrilasi
ventrikel atau henti jantung.
d. Indikasi
Lidokain sering digunakan dengan cara suntikan untuk anestesia
infiltrasi, blokade saraf, anestesia epidural ataupun anestesia kaudal, dan
secara setempat untuk anestesia selaput lendir. Pada anestesia infiltrasi
biasanya digunakan larutan 0,25-0,5% dengan atau tanpa adrenalin.
Tanpa adrenalin dosis total tidak boleh melebihi 200 mg/24 jam, dengan
adrenalin tidak boleh melebihi 500 mg/24 jam.
Dalam bidang kedokteran gigi, biasanya digunakan larutan 1-2 %
dengan adrenalin; untuk anestesia infiltrasi dengan mula kerja 5 menit dan
31
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
masa kerja kira-kira satu jam dibutuhkan dosisi 0,5-1,0 ml. Untuk blokade
saraf digunakan 1-2 ml.
Lidokain dapat pula digunakan untuk anestesia permukaan. Untuk
anestesia rongga mulut, kerongkongan, dan saluran cerna bagian atas
digunakan larutan 1-4% dengan dosis 1-4%, dengan dosis maksimal sehari
dibagi beberapa dosis. Pruritus didaerah anogenital atau rasa sakit yang
menyertai wasir dapat dihilangkan dengan supositoria atau bentuk salep
atau krem 5 %. Untuk anestesia sebelum dilakukan kateterisasi uretra
digunakan lidokain gel 2% dan sebelum dilakukan bronkoskopi atau
pemasangan pipa endotrakeal biasanya digunakan semprotan dengan
kadar 2-4 %.
Referensi:
Dinas Kesehatan. (2013). Apa yang dimaksud dengan Obat. Diakses dihttp://dinkes.
go.id/index.php/artikel-kesehatan/111-apa-yang-dimaksud-dengan-obat-pada senin, 4
Mei 2015.
Hadiani, Miftakhul Arfah. (2011). Klasifikasi Obat Gawat Darurat Menggunakan Analisa
ABC-VED di Instalasi Farmasi RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Jurnal Teknik
WAKTU. Volume 09 Nomor 02 Juli 2011 ISSN : 1412 1867.
Martindale, 34th edition halaman 1120-1121 2. MIMS 2007 halaman 99 3. AHFS, Drug
Information 2005 halaman 1276-1281 4. Drug Information Handbook 17th ed
halaman 550-551.
32
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
CHAPTER KESIMBANGAN
ASAM BASA
5
A. Pendahuluan
Keseimbangan asam basa merupakan sistem yang ada didalam tubuh
untuk mengatur keseimbangan elektrolit. Sistem ini tidak mengeliminasi ion-ion
hidrogen dari tubuh atau menambahnya kedalam tubuh tetapi hanya menjaga agar
mereka tetep terikat sampai keseimbangan tercapai kembali. Kemudian sistem
pernafasan juga bekerja dalam beberapa menit untuk mengeliminasi CO2 dan oleh
karena itu H2CO3 dari tubuh. Kedua pengaturan ini menjaga konsentrasi ion
hidrogen dari perubahan yang terlalu banyak sampai pengaturan yang ketiga
bereaksi lebih lambat, Ginjal dapat mengeliminasi kelebihan asam dan basa dari
tubuh. Walaupun ginjal relatif lambat memberi respon, dibandingkan sistem
penyangga dan pernafasan, ginjal merupakan sistem pengaturan asam-basa yang
paling kuat selama beberapa jam sampai beberapa hari. Keseimbangan dalam
tubuh dapat dilihat dari hasil analisa gas darah.
Analisa gas darah adalah suatu pemeriksaan daya serap / interaksi darah
dan gas yang dihirup lewat pernafasan. Sampel darah diambil langsung dari arteri.
Pemeriksaan gas darah dan pH digunakan sebagai pegangan dalam penanganan
pasien pasien penyakit berat yang akut dan menahun. Pemeriksaan gas darah
dipakai untuk menilai keseimbangan asam basa dalam tubuh. Kadar oksigenasi
dalam darah, kadar karbondioksida dalam darah.
33
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
B. Asidosis Respiratorik
PH turun PCO2 naik
Asidosis respiratorik adalah keasaman darah yang berlebihan karena
penumpukan karbondioksida dalam darahsebagai akibat dari fungsi paru-paru
yang buruk atau pernafasan yang lambat. Kecepatan dan kedalaman pernafasan
mengendalikan jumlah karbondioksida dalam darah. Dalam keadaan normal, jika
terkumpul karbondioksida, pH darah akan turun dan darah menjadi asam.
Tingginya kadar karbondioksida dalam darah merangsang otak yang mengatur
pernafasan, sehingga pernafasan menjadi lebih cepat dan lebih dalam.
Penyebab:
Asidosis respiratorik terjadi jika paru-paru tidak dapat mengeluarkan
karbondioksida secara adekuat. Hal dapat terjadi pada penyakit-penyakit berat
yang mempengaruhi paru-paru, seperti: Emfisema, Bronkitiskronis, Pneumoia
berat, Edemapulmoner, Asam. Asidosis respiratorik dapat juga terjadi bila penyakit-
penyakit dari saraf atau otot dada menyebabkan gangguan terhadap mekanisme
pernafasan. Selain itu, seseorang dapat mengalami asidosis respiratorik akibat
narkotika dan obat dan obat tidur yang kuat, yang menekan pernafasan.
ANALISA
Jenis Gangguan Asam Basa PH Total CO PCO
Asidosis respiratrik tidak Rendah Tinggi Tinggi
terkomfensasi
Alkalosis respiratorik tidak Tinggi Rendah Rendah
terkomfensasi
Asidosis metabolic tidak Rendah Rendah Normal
terkompensasi
Alkalosis metabolic tidak Tinggi Tinggi Rendah
terkompensasi
34
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
35
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
menyebabkan asidosis jika ginjal tidak berfungsi secara normal. Kelainan fungsi
ginjal ini dikenal sebagai asidosis tubulus renalis, yang bisa terjadi pada pasien
gagal ginjal atau pasien kelainan yang mempengaruhi kemampuan ginjal untuk
membuang asam.
Penyebab utama dari asidosis metabolik:
1. Gagal ginjal
2. Asidosis tubulus renalis (kelainan bentuk ginjal)
3. Ketoasidosis diabetikum
4. Asidosis laktat (bertambahnya asam laktat)
5. Bahan beracun seperti etilen glikol, overdosis salisilat, methanol, paraldehid,
asetazolamid atau ammonium klorida
6. Kehilangan basa (misalnya bikarbonat) melalui saluran pencernaan karena
diare, ileostomi atau kolostomi.
D. Alkalosis Respiratorik
PH naik PCO2 turun
Alkalosis Respiratorik adalam suatu keadaan dimana darah menjadi basa
karena pernafasan yang Cepat dan dalam menyebabkan kadar karbondioksida
dalam darah menjadi rendah.
Penyebab:
Pernafasan yang cepat dan dalam disebut hiperventilasi, yang
menyebabkan terlalu banyaknya jumlah karbondioksida yang dikeluarkan dari
aliran darah. Penyebab hiperventilasi yang paling sering ditemukan adalah
kecemasan. Penyebab lain dari alkalosis respiratorik adalah: rasa nyeri, sirosis
hati, kadar oksigen darah yang rendah, demam, overdosis aspirin.
Pengobatan:
Biasanya satu-satunya pengobatan yang dibutuhkan adalah memperlambat
pernafasan. Jika penyebabnya adalah kecemasan, memperlambat pernafasan bisa
meredakan penyakit ini. Jika penyebabnya adalah rasa nyeri, diberikan obat
pereda nyeri. Menghembuskan nafas dalam kantung kertas (bukan kantung plastic)
bisa membantu meningkatkan kadar karbondioksida setelah enderita menghirup
kembali karbondioksida yang dihembuskannya.
Pilihan lainnya adalah mengajarkan pasien untuk menahan nafasnya
selama mungkin, kmudian menarik nafas dangkal dan menahan kembali nafasnya
selama mungkin. Hal ini dilakukan berulang dalam satu rangkaian sebanyak 6-10
36
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
E. Alkaliolisis Metabolik
PH naik naik
Alkalosis Metabolik adalah suatu keadaan dimana darah dalam keadaan basa
karena tingginya kadar bikarbonat.
Penyebab:
Alkalosis metabolic terjadi jika tubuh kehilangan terlalu banyak asam.
Sebagai contoh adalah kehilangan sejumlah asam lambung selama periode
muntah yang berkepanjangan atau bila asam lambung disedot dengan selang
lambung (seperti yang kadang-kadang dilakukan di rumah sakit, terutama setelah
pembedahan perut).
Pada kasus yang jarang, alkalosis metabolic terjadi pada seseorang yang
mengkonsumsi terlalu banyak basa dari bahan-bahan seperti soda bikarbonat.
Selain itu, alkalosis metabolic dapat terjadi bila kehilangan natrium atau kalium
dalam jumlah yang banyak mempengaruhi kemampuan ginjal dalam
mengendalikan keseimbangan asam basa darah.
Penyebab utama alkalosis metabolik:
1. Penggunaan deuretik (tiazid, furosemide, asam etakrinat)
2. Kehilangan asam karena muntah pengosongan lambung
3. Kelenjar adrenal yang terlalu aktif (sindroma cushing atau akibat penggunaan
kortikosteroid).
Referensi:
37
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
6
A. Definisi
Kegagalan pernafasan adalah sindrom di mana sistem pernafasan gagal
pada salah satu atau kedua fungsi pertukaran gasnya: penyisihan oksigenasi dan
karbon dioksida, ini bisa diklasifikasikan sebagai hipoksemik atau hypercapnic.
Kegagalan pernapasan hipoksemik (tipe I) ditandai oleh tekanan oksigen arteri
(PaO 2 ) lebih rendah dari 60 mmHg dengan tekanan karbon dioksida normal atau
rendah (PaCO 2 ). Ini adalah bentuk kegagalan pernafasan yang paling umum, dan
dapat dikaitkan dengan hampir semua penyakit akut paru-paru, yang umumnya
melibatkan pengisian cairan atau kolaps unit alveolar. Beberapa contoh kegagalan
pernapasan tipe I adalah edema paru kardiogenik atau
noncardiogenik, pneumonia , dan perdarahan paru.
Kegagalan pernafasan hypercapnic (tipe II) ditandai dengan PaCO2 yang
ebih tinggi dari 50 mmHg. Hipoksemia sering terjadi pada pasien dengan
kegagalan pernapasan hypercapnic yang menghirup udara di udara. PH
tergantung pada tingkat bikarbonat, yang, pada gilirannya, bergantung pada durasi
hiperkkapnia. Etiologi umum meliputi overdosis obat, penyakit neurovascular,
kelainan dinding dada, dan kelainan saluran nafas berat (misalnya asma dan
penyakit paru obstruktif kronik [PPOK]).
38
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
B. Etiologi
Penyakit ini dapat dikelompokkan menurut kelainan primer dan komponen
individual sistem pernafasan (misalnya SSP, sistem saraf perifer, otot pernapasan,
dinding dada, saluran udara, dan alveoli).
Berbagai gangguan farmakologis, struktural, dan metabolik dari SSP
ditandai oleh depresi dorongan saraf untuk bernafas. Hal ini dapat menyebabkan
hipoventilasi akut dan kronis dan hiperkapnia. Contohnya meliputi tumor atau
kelainan pembuluh darah yang melibatkan batang otak, overdosis kelainan
narkotika atau sedatif, dan metabolik seperti myxedema atau alkalosis metabolik
kronis.
39
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
Gangguan pada sistem saraf perifer, otot pernafasan, dan dinding dada
menyebabkan ketidakmampuan mempertahankan tingkat ventilasi sesaat yang
sesuai untuk laju produksi karbon dioksida. Hipoksemia bersamaan dan
hiperkapnia terjadi. Contohnya termasuk sindrom Guillain-Barr, distrofi
otot, miastenia gravis , kyphoscoliosis berat, dan obesitas yang tidak sehat.
Obstruksi jalan napas yang parah adalah penyebab umum hiperkapnia akut
dan kronis. Contoh gangguan saluran napas bagian atas adalah epiglotitis akut dan
tumor yang melibatkan trakea; Kelainan saluran napas bawah termasuk COPD,
asma, dan fibrosis kistik.
Penyakit alveoli ditandai dengan pengisian alveolar difus, sering
mengakibatkan kegagalan pernapasan hipoksemik, walaupun hiperkalemia dapat
mempersulit gambaran klinis. Contoh umum adalah edema paru kardiogenik dan
noncardiogenik, pneumonia aspirasi, atau perdarahan paru yang luas. Kelainan ini
berhubungan dengan shunt intrapulmoner dan peningkatan pernafasan2.
Penyebab umum kegagalan pernapasan tipe I (hipoksemik) adalah sebagai
berikut2:
1. PPOK
2. Pneumonia
3. Edema paru
4. Fibrosis paru
5. Asma
6. Pneumotoraks
7. Emboli paru
8. Hipertensi arterial paru
9. Pneumokoniosis
10. Penyakit paru-paru Granulomatous
11. Penyakit jantung kongenital sianotik
12. Bronkiektasis
13. Sindrom gangguan pernapasan akut (acute respiratory distress syndrome /
ARDS)
14. Sindrom emboli lemak
15. Kyphoscoliosis
16. Kegemukan
Penyebab umum kegagalan pernapasan tipe II (hypercapnic) adalah sebagai
berikut:
40
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
1. PPOK
2. Asma berat
3. Overdosis obat
4. Keracunan
5. Myasthenia gravis
6. Polineuropati
7. Polio
8. Kelainan otot primer
9. Porfiria
10. Cervical cordotomy
11. Cedera kepala dan leher rahim
12. Hipoventilasi alveolar primer
13. Sindroma kegemukan obyektivitas
14. Edema paru
15. ARDS
16. Myxedema
17. Tetanus
C. Manifestasi
Tanda dan gejala kegagalan pernafasan bergantung pada penyebab
utamanya dan kadar oksigen dan karbon dioksida dalam darah. Tingkat oksigen
yang rendah dalam darah dapat menyebabkan sesak napas dan kelaparan di
udara (merasa tidak dapat bernapas dalam udara yang cukup). Jika kadar
oksigennya sangat rendah, bisa juga menyebabkan warna kebiru-biruan pada kulit,
bibir, dan kuku jari. Tingkat karbon dioksida yang tinggi dapat menyebabkan
pernapasan dan kebingungan yang cepat. Beberapa orang yang mengalami
kegagalan pernafasan bisa menjadi sangat mengantuk atau kehilangan kesadaran.
Mereka juga dapat mengembangkan aritmia (ah-RITH-me-ahs), atau detak jantung
tidak teratur. Gejala ini bisa terjadi jika otak dan jantung tidak mendapatkan cukup
oksigen.
D. Patofisiologi
Kegagalan pernafasan dapat timbul akibat kelainan pada salah satu
komponen sistem pernafasan, termasuk saluran udara, alveoli, sistem saraf pusat
(SSP), sistem saraf perifer, otot pernapasan, dan dinding dada. Pasien yang
41
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
42
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
Selama pertukaran gas ideal, aliran darah dan ventilasi sangat cocok satu
sama lain, sehingga tidak menghasilkan gradien oksigen alveolar-arterial
(PO 2 ). Namun, meski di paru-paru normal, tidak semua alveoli berventilasi dan
sempurna sempurna. Untuk perfusi tertentu, beberapa alveoli tidak dapat
dipertahankan, sementara yang lainnya mengalami overventilated. Demikian pula,
untuk ventilasi alveolar yang diketahui, beberapa unit kurang berpengalaman,
sementara yang lainnya terlalu banyak.
Alveoli berventilasi optimal yang tidak sempurna juga memiliki rasio
ventilasi-ke-perfusi yang besar (V / Q) dan disebut unit V / Q tinggi (yang bertindak
seperti ruang mati). Alveoli yang di perfusi secara optimal namun tidak berventilasi
cukup disebut unit low-V / Q (yang bertindak seperti shunt).
Alveolar ventilasi
Pada kondisi mapan, laju produksi karbon dioksida oleh jaringan konstan
dan sama dengan laju eliminasi karbon dioksida oleh paru-paru.Relasi ini
diungkapkan dengan persamaan berikut:
V A = K VCO 2 / PaCO 2
Dimana K adalah konstanta (0.863), V A adalah ventilasi alveolar, dan
VCO 2 adalah ventilasi karbon dioksida. Hubungan ini menentukan apakah ventilasi
alveolar cukup untuk kebutuhan metabolik tubuh.
Efisiensi paru-paru pada saat melakukan respirasi dapat dievaluasi lebih
lanjut dengan mengukur gradien PO alveolar-arterial.Perbedaan ini dihitung
dengan persamaan sebagai berikut:
P A O 2 = FiO 2 (P B - PH 2 O) - P A CO 2 / R
Dimana P A O 2 adalah alveolar PO 2 , FiO 2 adalah konsentrasi pecahan
oksigen dalam gas terinspirasi, P B adalah tekanan barometrik, PH 2 O adalah
tekanan uap air pada suhu 37 C, P A CO 2 adalah PCO 2 alveolar (diasumsikan
Sama dengan PaCO 2 ), dan R adalah rasio pertukaran pernafasan. R tergantung
pada konsumsi oksigen dan produksi karbon dioksida. Saat istirahat, rasio
VCO 2 terhadap ventilasi oksigen (VO 2 ) kira-kira 0,8.
Bahkan paru-paru normal memiliki beberapa tingkat ketidakcocokan V / Q
dan sejumlah kecil pirau kanan-ke-kiri, dengan P A O 2 sedikit lebih tinggi dari
PaO 2 . Namun, peningkatan gradien PO alveolar-arterial di atas 15-20 mmHg
mengindikasikan penyakit paru sebagai penyebab hipoksemia.
Kegagalan pernapasan hipoksemik
43
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
44
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
45
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
E. Diagnosa
1. Pola nafas tidak efektif b.d. penurunan ekspansi paru
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien dapat mempertahankan pola
pernapasan yang efektif
Kriteria Hasil:
Pasien menunjukkan:
- Frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan normal
- Adanya penurunan dispneu
- Analisa gas darah dalam batas normal
Intervensi:
a. Kaji frekuensi, kedalaman dan kualitas pernapasan serta pola pernapasan.
b. Kaji tanda vital dan tingkat kesasdaran setaiap jam dan prn
c. Monitor pemberian trakeostomi bila PaCo2 50 mmHg atau PaO2< 60
mmHg
d. Berikan oksigen dalam bantuan ventilasi dan humidifier sesuai dengan
pesanan
e. Pantau dan catat gas-gas darah sesuai indikasi : kaji kecenderungan
kenaikan PaCO2 atau kecendurungan penurunan PaO2
f. Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap 1 jam
g. Pertahankan tirah baring dengan kepala tempat tidur ditinggikan 30 sampai
45 derajat untuk mengoptimalkan pernapasan
46
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
h. Berikan dorongan untuk batuk dan napas dalam, bantu pasien untuk
mebebat dada selama batuk
i. Instruksikan pasien untuk melakukan pernapasan diagpragma atau bibir
j. Berikan bantuan ventilasi mekanik bila PaCO > 60 mmHg. PaO2 dan PCO2
meningkat dengan frekuensi 5 mmHg/jam. PaO2 tidak dapat dipertahankan
pada 60 mmHg atau lebih, atau pasien memperlihatkan keletihan atau
depresi mental atau sekresi menjadi sulit untuk diatasi.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi
sekunder terhadap hipoventilasi3
Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan pasien dapat mempertahankan
pertukaran gas yang adekuat
Kriteria hasil:
Pasien mampu menunjukkan :
- Bunyi paru bersih
- Warna kulit normal
- Gas-gas darah dalam batas normal untuk usia yang diperkirakan
Intervensi:
a. Kaji terhadap tanda dan gejala hipoksia dan hiperkapnia
b. Kaji TD, nadi atipikal dan tingkat kesadaran setiap jam dan prn, laporkan
perubahan tingkat kesadaran pada dokter.
c. Pantau dan catat pemeriksaan gas darah, kaji adanya kecenderungan
kenaikan dalam PaCO2 atau penurunan dalam PaO2
d. Bantu dengan pemberian ventilasi mekanik sesuai indikasi
e. Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap jam
f. Tinjau kembali pemeriksaan sinar X dada harian, perhatikan peningkatan
atau penyimpangan
g. Pantau irama jantung
h. Berikan cairan parenteral sesuai pesanan
i. Berikan obat-obatan sesuai pesanan : bronkodilator, antibiotik, steroid.
3. Kelebihan volume cairan b.d. edema pulmo
Tujuan:
Setelah diberikan tindakan perawatan pasien tidak terjadi kelebihan volume
cairan
Kriteria hasil:
47
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
Referensi
1. NIH National heart, Lung, and Blood institute. 2011. What is Respiratory Failure?
https://www.nhlbi.nih.gov/health/health-topics/topics/rf/signs diakses sabtu 12
agustus 2017, jam 21:12 Wita
2. Medscape, Murat Kaynar A, 2016. Respiratory Failure
http://emedicine.medscape.com/article/167981-overview#a7 diakses 12 Agustus
2017, Jam 21:05 Wita.
48
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
CHAPTER ASMA
7
A. DEFINISI
Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami
penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang
menyebabkan peradangan, penyempitan ini bersifat sementara. Asma dapat terjadi
pada siapa saja dan dapat timbul disegala usia, tetapi umumnya asma lebih sering
terjadi pada anak-anak usia di bawah 5 tahun dan orang dewasa pada usia sekitar
30 tahunan (Saheb, 2011)
Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran napas
yang mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga apabila terangsang
oleh faktor risiko tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan aliran udara
terhambat karena konstriksi bronkus, sumbatan mukus, dan meningkatnya proses
radang (Almazini, 2012).
49
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
B. KLASIFIKASI
Berdasarkan kegawatan asma, maka asma dapat dibagi menjadi :
1. Asma bronkhiale
Asma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya
respon yang berlebihan dari trakea dan bronkus terhadap bebagai macam
rangsangan, yang mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang tersebar
luas diseluruh paru dan derajatnya dapat berubah secara sepontan atau
setelah mendapat pengobatan.
2. Status asmatikus
Yakni suatu asma yang refraktor terhadap obat-obatan yang konvensional.
status asmatikus merupakan keadaan emergensi dan tidak langsung
memberikan respon terhadap dosis umum bronkodilator. Status Asmatikus
yang dialami pasien asma dapat berupa pernapasan wheezing, ronchi ketika
bernapas (adanya suara bising ketika bernapas), kemudian bisa berlanjut
menjadi pernapasan labored (perpanjangan ekshalasi), pembesaran vena
leher, hipoksemia, respirasi alkalosis, respirasi sianosis, dyspnea dan
kemudian berakhir dengan tachypnea. Namun makin besarnya obstruksi di
bronkus maka suara wheezing dapat hilang dan biasanya menjadi pertanda
bahaya gagal pernapasan.
3. Asthmatic Emergency
Yakni asma yang dapat menyebabkan kematian (Depkes RI, 2007).
C. ETIOLOGI
Sampai saat ini etiologi dari Asma Bronkhial belum diketahui. Suatu hal
yang yang menonjol pada pasien Asma adalah fenomena hiperaktivitas bronkus.
Bronkus pasien asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun non
imunologi.
1. Adapun rangsangan atau faktor pencetus yang sering menimbulkan Asma
adalah: (Smeltzer & Bare, 2002).
a. Faktor ekstrinsik (alergik): reaksi alergik yang disebabkan oleh alergen atau
alergen yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang.
b. Faktor intrinsik(non-alergik): tidak berhubungan dengan alergen, seperti
common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan
lingkungan dapat mencetuskan serangan.
50
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
c. Asma gabungan: Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai
karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.
2. Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi
pencetus asma :
a. Pemicu Asma (Trigger)
Pemicu asma mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran
pernapasan (bronkokonstriksi). Pemicu tidak menyebabkan peradangan.
Gejala-gejala dan bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu
cenderung timbul seketika, berlangsung dalam waktu pendek dan relatif
mudah diatasi dalam waktu singkat. Namun, saluran pernapasan akan
bereaksi lebih cepat terhadap pemicu, apabila sudah ada, atau sudah
terjadi peradangan. Umumnya pemicu yang mengakibatkan
bronkokonstriksi adalah perubahan cuaca, suhu udara, polusi udara, asap
rokok, infeksi saluran pernapasan, gangguan emosi, dan olahraga yang
berlebihan.
D. PATOFISIOLOGI
Tiga unsur yang ikut serta pada obstruksi jalan udara pasien asma adalah
spasme otot polos, edema dan inflamasi membran mukosa jalan udara, dan
eksudasi mucus intraliminal, sel-sel radang dan debris selular. Obstruksi
menyebabkan pertambahan resistensi jalan udara yang merendahkan volume
ekspresi paksa dan kecepatan aliran, penutupan prematur jalan udara, hiperinflasi
paru, bertambahnya kerja pernafasan, perubahan sifat elastik dan frekuensi
pernafasan. Walaupun jalan udara bersifat difus, obstruksi menyebabkan
51
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
perbedaaan satu bagian dengan bagian lain, ini berakibat perfusi bagian paru tidak
cukup mendapat ventilasi dan menyebabkan kelainan gas-gas darah terutama
penurunan pCO2 akibat hiperventilasi.
Pada respon alergi di saluran nafas, antibodi IgE berikatan dengan alergen
menyebabkan degranulasi sel mast. Akibat degranulasi tersebut, histamin
dilepaskan. Histamin menyebabkan konstriksi otot polos bronkiolus. Apabila respon
histamin berlebihan, maka dapat timbul spasme asmatik. Karena histamin juga
merangsang pembentukan mukkus dan meningkatkan permiabilitas kapiler, maka
juga akan terjadi kongesti dan pembengkakan ruang iterstisium paru. Individu yang
mengalami asma mungkin memiliki respon IgE yang sensitif berlebihan terhadap
sesuatu alergen atau sel-sel mast-nya terlalu mudah mengalami degranulasi. Di
manapun letak hipersensitivitas respon peradangan tersebut, hasil akhirnya adalah
bronkospasme, pembentukan mukus, edema dan obstruksi aliran udara (Elizabeth
J 2009).
E. ANATOMI
52
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
Organ Pernapasan
1) Hidung
Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang pertama,
mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum
nasi). Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring
udara, debu, dan kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung
2) Faring
Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan
dan jalan makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga
hidung, dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. Hubungan faring dengan
organ-organ lain adalah ke atas berhubungan dengan rongga hidung, dengan
perantaraan lubang yang bernama koana, ke depan berhubungan dengan
rongga mulut, tempat hubungan ini bernama istmus fausium, ke bawah
terdapat 2 lubang (ke depan lubang laring dan ke belakang lubang esofagus).
3) Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan bertindak
sebagai pembentukan suara, terletak di depan bagian faring sampai ketinggian
vertebra servikal dan masuk ke dalam trakhea di bawahnya. Pangkal
tenggorokan itu dapat ditutup oleh sebuah empang tenggorokan yang
biasanya disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berfungsi
pada waktu kita menelan makanan menutupi laring.
4) Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk
oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk
53
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
seperti kuku kuda (huruf C) sebelah dalam diliputi oleh selaput lender yang
berbulu getar yang disebut sel bersilia, hanya bergerak ke arah luar. Panjang
trakea 9 sampai 11 cm dan di belakang terdiri dari jarigan ikat yang dilapisi
oleh otot polos.
5) Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah
yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V, mempunyai struktur
serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis set yang sama. Bronkus itu
berjalan ke bawah dan ke samping ke arah tampuk paru-paru.Bronkus kanan
lebih pendek dan lebih besar dari pada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin,
mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang
kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang. Bronkus bercabang-
cabang, cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus (bronkioli). Pada bronkioli
tidak terdapat cincin lagi, dan pada ujung bronkioli terdapat gelembung paru
atau gelembung hawa atau alveoli.
6) Paru-paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari
gelembung (gelembung hawa atau alveoli). Gelembug alveoli ini terdiri dari sel-
sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya kurang lebih 90
m. Pada lapisan ini terjadi pertukaran udara, O2 masuk ke dalam darah dan
CO2 dikeluarkan dari darah. Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih
700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan)
Paru-paru dibagi dua yaitu paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belahan paru),
lobus pulmo dekstra superior, lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus
tersusun oleh lobulus. Paru-paru kiri, terdiri dari pulmo sinistra lobus superior
dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang kecil bernama
segmen. Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada
lobus superior, dan 5 buah segmen pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai
10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, 2 buah segmen pada
lobus medialis, dan 3 buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini
masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus.
Di antara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang
berisi pembuluh darah getah bening dan saraf, dan tiap lobulus terdapat
sebuah bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus ini bercabang-cabang banyak
sekali, cabang ini disebut duktus. Letak paru-paru dirongga dada datarannya
54
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
F. MANIFESTASI KLINIS
1. Tanda
Sebelum muncul suatu episode serangan asma pada pasien, biasanya akan
ditemukan tanda-tanda awal datangnya asma. Tanda-tanda awal datangnya
asma memiliki sifat-sifat sebagai berikut, yaitu sifatnya unik untuk setiap
individu, pada individu yang sama, tanda-tanda peringatan awal bisa sama,
hampir sama, atau sama sekali berbeda pada setiap episode serangan dan
tanda peringatan awal yang paling bisa diandalkan adalah penurunan dari
angka prestasi penggunaan Preak Flow Meter. Beberapa contoh tanda
peringatan awal (Hadibroto & Alam, 2006) adalah perubahan dalam pola
pernapasan, bersin-bersin, perubahan suasana hati (moodiness), hidung
mampat, batuk, gatal-gatal pada tenggorokan, merasa capai, lingkaran hitam
dibawah mata, susah tidur, turunnya toleransi tubuh terhadap kegiatan
olahraga dan kecenderungan penurunan prestasi dalam penggunaan Preak
Flow Meter.
2. Gejala
a. Gejala Asma Umum
Perubahan saluran napas yang terjadi pada asma menyebabkan
dibutuhkannya usaha yang jauh lebih keras untuk memasukkan dan
mengeluarkan udara dari paru-paru.Hal tersebut dapat memunculkan gejala
berupa sesak napas/sulit bernapas, sesak dada, mengi/napas berbunyi
(wheezing) dan batuk (lebih sering terjadi pada anak daripada orang
dewasa). Tidak semua orang akan mengalami gejala-gelaja tersebut.
Beberapa orang dapat mengalaminya dari waktu ke waktu, dan beberapa
55
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
G. KOMPLIKASI
Penyakit asma yang tidak ditangani dengan baik lambat-laun akan berakibat pada
terjadinya komplikasi (Mansjoer, 2008) dimana dapat menyebabkan beberapa
penyakit sebagai berikut yaitu:
1. Pneumotora
2. Pneumomediastinum
3. Emfisema subkutiS
4. Aspergilosis
5. Atelektasis
6. Gagal napas
7. Bronkitis
8. Fraktur iga
9. Bronkopulmonar alergik
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan sputum.
56
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
I. PENATALAKSANAAN MEDIS
Prinsip-prinsip penatalaksanaan pada penyakit asma bronchial adalah (Abdul
mukhti, 2008):
1) Diagnosis status asmatikus (waktu terjadinya serangan dan obat-obatan yang
telah diberikan.
2) Pemberian Obat bronkodilator
3) Pertimbangan terhadap pemberian kortikosteroid
4) Setelah serangan mereda, cari faktor penyebab dan modifikasi pengobatan
penunjang selanjutnya. Menurut Abdul mukti, 2008, obat-obat yang digunakan
pada pasien asma bronkial meliputi: beta agonis, bronkodilator, kortikosteroid
dan pemberian oksigen.
a. Beta agonis
Merupakan jenis obat yang diberikan paling awal. Hal tersebut dikarenakan
obat ini bekerja dengan cara mendilatasi otot polos. Contoh obatnya seperti
epinephrine, albuteril, metaproterenol, isoproterenol, isoetharine.
b. Bronkodilator
57
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
Pada kasus asma, bronkodilator tidak digunakan secara oral tetapi dipakai
secara inhalasi atau parenteral, seperti; aminophilin, ventolin, dan
sebagainya.
c. Kortikosteroid
Bila pemberian obat-obat bronkodilator tidak menunjukan perbaikan maka
pengobatan dilanjutkan dengan 200 mg hidrokortisonsecara oral atau
dengan dosis 4-3 mg/kg BB intravena sebagai dosis permulaan dan dapat
diulang 2-4 jam secara parenteral sampai serangan akut terkontrol, dengan
diikuti pemberian 30-60 mg prednison atau dengan dosis 1-2 mg/kg BB/hari
secara oral dalam dosis terbagi, kemudian dosis dikurangi secara bertahap.
d. Pemberian Oksigen
Pemberian oksigen menggunakan kanul hidung dengan kecepata aliran
oksigen 2-4 liter/menit yang dialirkan melalui air untuk memberikan
kelembapan. Obat ekspektoran seperti Gliserolguiakolat dapat juga
digunakan untuk memperbaiki dehidrasi. Oleh karena itu, intek cairan per
oral dan infuse harus cukup dan sesuai dengan prinsip rehidrasi. Antibiotik
diberikan bila ada infeksi.
J. DIAGNOSA
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan tachipnea, peningkatan
produksi mukus, kekentalan sekresi dan bronchospasme.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler
alveolar
3. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan penyempitan bronkus..
4. Nyeri akut; ulu hati berhubungan dengan proses penyakit.
5. Cemas berhubungan dengan kesulitan bernafas dan rasa takut sufokasi.
Referensi:
Almazini, P. 2012. Bronchial Thermoplasty Pilihan Terapi Baru untuk Asma Berat.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
GINA (Global Initiative for Asthma) 2007; Pocket Guide for Asthma Management and
Prevension In Children. www. Dimuat dalam www.Ginaasthma.org.
Mansjoer, A dkk. 2008. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius.
58
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
8
A. Definisi
59
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
Chest pain adalah suatu gangguan pada dada yang ditandai dengan suatu gejala
yang kuat dan khas, dan dapat menimbulkan suatu bahaya. Chest pain
menimbulkan suatu rasa seperti tertekan dan dapat disertai dengan kecemasan,
sehingga gejala ini dapat disebut dengan angina pectoris.
B. Etiologi
1. Penyakit Jantung
a. Acute myocardial infarction.
b. Angina pectoris.
c. Syphilitic aortitis/angina (very rare).
d. Acute pericarditis.
e. Thoracic aortic dissection (severe interscapular pain).
f. Mitral valve prolapse (rare cause of chest pain).
g. Aortic stenosis (via coronary ischaemia).
h. Hypertrophic obstructive cardiomyopathy (cardiac ischaemia).
2. Penyakit Paru
a. Pulmonary embolism (associated infarction causes pleuritic pain).
b. Pleurisy.
c. Pneumonia.
d. Pulmonary metastases (in bone).
e. Bronchial carcinoma (Note: Pancoasts syndrome).
f. Pleural tumour, e.g. mesothelioma.
g. Tracheitis.
h. Acute bronchitis.
i. Mediastinal malignancy.
j. Pulmonary tuberculosis (TB).
k. Mediastinal surgical emphysema.
3. Gangguan pada Sistem Gastrointestinal
a. Oesophageal spasm, oesophagitis, infection (e.g. Candida) or reflux.
b. Mallory-Weiss tear of oesophagus.
c. Perforated duodenal ulcer.Acute pancreatitis. Cholecystitis.
d. Biliary colic.
4. Penyebab Lainnya
a. Muscular pain, costochondritis or rib fracture.
b. Bornholm disease.
60
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
c. Acute shingles.
d. Post-herpetic, neuralgia.,
e. Cervical disc disease, osteoarthritis.
f. Ankylosing spondylitis.
g. Vertebral collapse.
h. Thoracic outlet syndrome. Shoulder pain (iPancoasts syndrome).
i. Breast pain-intrinsic tumour, mastitis.
j. Chest wall malignancy.
k. Anxiety state (a diagnosis that should follow exclusion of other cause)
61
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
62
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
63
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
Obstruksi saluran nafas atas seperti pada pasien infeksi laring kronis dapat
menyebakan nyeri dada, terutama terjadi pada waktu menelan. Pada
emboli paru akut nyeri dada menyerupai infark miokard akut dan substernal.
Bila disertai dengan infark paru sering timbul nyeri pleuritik. Pada hipertensi
pulmoral primer lebih dari 50% pasien mengeluh nyeri prekordial yang
terjadi pada waktu exercise. Nyeri dada merupakan keluhan utama pada
kanker paru yang menyebar ke pleura, organ medianal atau dinding dada.
D. Patogenesis
Penyebab tersering dari infark miokard adalah adanya thrombus atau bekuan
darah yang terbentuk dalam arteri koronaria atau salah satu dari cabangnya yang
menyebabkan tersumbatnya atau terganggunya aliran darah. Bekuan darah
biasanya tidak terbentuk pada arteri normal. Namun, bekuan darah akan terbentuk
jika terdapat beberapa ateroma dalam lapisan arteri. Plak sari atheroma secara
bertahap terbentuk selama beberapa tahun pada satu tempat atau lebih pada arteri
koronaria. Masing-masing plak memiliki lapisan luar dengan inti lemak. Jika lapisan
luar dari atheroma terlepas maka terjadi rupture plak yang dapat menimbulkan
terjadinya mekanisme pembekuan darah yang nantinya akan terbentuk suatu
bekuan darah. Oleh karena itu, terbentuknya atheroma merupakan akar masalah
penyebab kasus infark miokard.
E. Manifestasi Klinis
Pada kasus chest pain ada beberapa tanda gejala yang sering muncul yang sering
muncul yaitu:
1. Rasa tidak nyaman pada daerah dada seperti ditekan, diremas (diikat), berat
atau perasaan seperti terbakar pada daerah dada.
2. Choking
3. Nafas pendek
4. Karakteristik nyeri bisa bersifat tajam dan tumpul (jika penyebab nyeri berasal
dari jantung, karakteristik nyerinya bersifat tumpul) menyebar di perut bagian
atas, punggung, leher, dagu, lengan kiri, dan bahu
5. Faktor pemicunya dapat berasal dari olahraga, makan, tepapar suhu yang
dingin atau panas, dan stress
F. Pemeriksaan Penunjang
64
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan chest pain sangat bervariasi tergantung dengan kondisi pasien.
Mengistirahkan pasien dapat membantu mengurangi kebutuhan oksigen dan
menurunkan kebutuhan metabolisme jantung. Disamping itu perlu juga pasien
diberikan bantuan oksigenasi untuk memaksimalkan oksigen yang bersirkulasi
dalam darah dan dapat membantu mengurangi iskemia.
Selain itu perlu juga diberikan obat-obatan, antara lain:
1. Nitroglycerin
Nitrroglycerin digunakan untuk membuat vasodilatasi pembuluh darah sehingga
darah dapat mengalir pada pembuluh darah yang mengalami penyempitan.
Disamping itu nitroglycerin dapat menurunkan tekanan darah pasien
2. Aspirin
Aspirin dapat menjaga dan mencegah terjadinya trombosis di pembuluh darah.
3. Trombolitik terapi
Pemberian terapi trombolitik bertujuan untuk menghancurkan plak dikarenakan
sumbatan pada pembuluh darah arteri coronary.
65
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
Referensi:
Davis, C.P. (2016). Chest Pain Overview. Retrieved September 29, 2016, from
http://www.emedicinehealth.com/chest_pain_overview/page2_em.htm#what_are
_the_signs_and_symptoms_that_occur_with_chest_pain
Mayo Clinic Staff. (2014). Chest Pain. Retrieved November 26, 2014, from
http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/chest-pain/basics/treatment/con-
20030540
9
66
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
A. Definisi
Gangguan irama jantung atau aritmia merupakan komplikasi yang sering
terjadi pada infark miokardium. Aritmia atau disritmia adalah perubahan pada
frekuensi dan irama jantung yang disebabkan oleh konduksi elektrolit abnormal
atau otomatis. Aritmia timbul akibat perubahan elektrofisiologi sel-sel miokardium.
Perubahan elektrofisiologi ini bermanifestasi sebagai perubahan bentuk potensial
aksi yaitu rekaman grafik aktivitas listrik sel. Gangguan irama jantung tidak hanya
terbatas pada iregularitas denyut jantung tapi juga termasuk gangguan kecepatan
denyut dan konduksi.
B. Etiologi
Etiologi aritmia jantung dalam garis besarnya dapat disebabkan oleh:
1. Peradangan jantung, misalnya demam reumatik, peradangan miokard
(miokarditis karena infeksi)
2. Gangguan sirkulasi koroner (aterosklerosis koroner atau spasme arteri
koroner), misalnya iskemia miokard, infark miokard.
3. Karena obat (intoksikasi) antara lain oleh digitalis, quinidin dan obat-obat anti
aritmia lainnya
4. Gangguan keseimbangan elektrolit (hiperkalemia, hipokalemia)
5. Gangguan pada pengaturan susunan saraf autonom yang mempengaruhi kerja
dan irama jantung
6. Ganggguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat.
7. Gangguan metabolik (asidosis, alkalosis)
8. Gangguan endokrin (hipertiroidisme, hipotiroidisme)
9. Gangguan irama jantung karena kardiomiopati atau tumor jantung
10. Gangguan irama jantung karena penyakit degenerasi (fibrosis sistem konduksi
jantung)
C. Macam-macam aritmia
1. Sinus Takikardi
Meningkatnya aktifitas nodus sinus, gambaran yang penting pada ECG adalah:
laju gelombang lebih dari 100 x/menit, irama teratur dan ada gelombang P tegak
disandapan I, II dan aVF.
2. Sinus bradikardi
67
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
Penurunan laju depolarisasi atrim. Gambaran yang terpenting pada ECG adalah
laju kurang dari 60 permenit, irama teratur, gelombang p tgak disandapan I, II
dan aVF.
3. Komplek atrium prematur
Impul listrik yang berasal di atrium tetapi di luar nodus sinus menyebabkan
kompleks atrium prematur, timbulnya sebelu denyut sinus berikutnya.
Gambaran ECG menunjukan irama tidak teratur, terlihat gelombang P yang
berbeda bentuknya dengan gelombang P berikutnya.
4. Takikardi Atrium
Suatu episode takikardi atrium biasanya diawali oleh suatu kompleks atrium
prematur sehingga terjadi reentri pada tingkat nodus AV.
5. Fluter atrium.
Kelainan ini karena reentri pada tingkat atrium. Depolarisasi atrium cept dan
teratur, dan gambarannya terlihat terbalik disandapan II, III dan atau aVF seperti
gambaran gigi gergaji
6. Fibrilasi atrium
Fibrilasi atrium bisa tibul dari fokus ektopik ganda dan atau daerah reentri
multipel. Aktifitas atrium sangat cepat.sindrom sinus sakit
7. Komplek jungsional prematur
8. Irama jungsional
9. Takikardi ventrikuler
D. Manifestasi klinis
a. Perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin tidak teratur; defisit
nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun; kulit pucat,
sianosis, berkeringat; edema; haluaran urin menurun bila curah jantung
menurun berat.
b. Sinkop, pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi,
perubahan pupil.
c. Nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat
antiangina, gelisah
d. Nafas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi
nafas tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi
pernafasan seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena
tromboembolitik pulmonal; hemoptisis.
68
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
E. Pemeriksaan Penunjang
1. EKG: menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi. Menyatakan
tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit dan obat jantung.
2. Monitor Holter : Gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk
menentukan dimana disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien aktif
(di rumah/kerja). Juga dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi pacu
jantung/efek obat antidisritmia.
3. Foto dada: Dapat menunjukkanpembesaran bayangan jantung sehubungan
dengan disfungsi ventrikel atau katup
4. Skan pencitraan miokardia: dapat menunjukkan aea iskemik/kerusakan
miokard yang dapat mempengaruhi konduksi normal atau mengganggu
gerakan dinding dan kemampuan pompa.
5. Tes stres latihan: dapat dilakukan utnnuk mendemonstrasikan latihan yang
menyebabkan disritmia.
6. Elektrolit: Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium dapat
mnenyebabkan disritmia.
7. Pemeriksaan obat: Dapat menyatakan toksisitas obat jantung, adanya obat
jalanan atau dugaan interaksi obat contoh digitalis, quinidin.
8. Pemeriksaan tiroid: peningkatan atau penururnan kadar tiroid serum dapat
menyebabkan meningkatkan disritmia.
9. Laju sedimentasi: Penignggian dapat menunukkan proses inflamasi akut
contoh endokarditis sebagai faktor pencetus disritmia.
10. GDA/nadi oksimetri: Hipoksemia dapat menyebabkan/mengeksaserbasi
disritmia.
F. Penatalaksanaan Medis
1. Terapi medis
Obat-obat antiaritmia dibagi 4 kelas yaitu:
a. Anti aritmia Kelas 1: sodium channel blocker
1) Kelas 1 A
a) Quinidine adalah obat yang digunakan dalam terapi pemeliharaan
untuk mencegah berulangnya atrial fibrilasi atau flutter.
69
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
10
70
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
A. Definisi
Acute coronary syndrome atau penyakit jantung coroner (PJK) merupakan
sekumpulan gejala klinis yang nyata dari iskemia akut otot jantung akibat rupture
plak aterosklerosis, fissura, erosi, atau gabungan dari ketiganya dengan trombosis
intrakoroner yang berhubungan dengan peningkatan risiko kematian jantung dan
myonecrosis. Istilah penyakit jantung koroner digunakan untuk menggambarkan
secara kolektif infark miokard akut (serangan jantung) dan angina tidak stabil yang
berupa nyeri dada yang terjadi saat istirahat, onset nyeri dengan aktivitas, atau
angina yang lebih sering, lebih lama dalam durasi atau ambang nyeri lebih rendah
dari sebelumnya (Daga, et.al., 2011).
B. Etiologi
Penyebab PJK adalah aterosklerosis pembuluh darah koroner akibat
penimbunan lipid pada lumen arteri koronaria. Penimbunan lipid dan juga kalsium
terus berlanjut secara progresif sehingga lama-kelamaan dapat menyebabkan
kekakuan pembuluh darah sehingga akan sulit untuk berdilatasi bahkan sampai
terjadi ruptur dan oklusi. Dengan demikian keseimbangan penyedia dan kebutuhan
oksigen miokardium menjadi tidak stabil sehingga berlanjut menjadi iskemia
miokardium. Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen miokardium
yang pada dasarnya melalui dua mekanisme sederhana, yaitu suplai berkurang
meskipun kebutuhan tak bertambah atau kebutuhan meningkat sedangkan suplai
tetap (Kumar & Cannon, 2009).
Overbough (2009) mengemukakan bahwa penyebab PJK adalah oklusi
total atau parsial oleh thrombus arteri koroner. Oklusi terjadi akibat ruptur/erosi plak
ateroslerosis dan trombus. Hal ini akan menyebabkan terjadinya iskemia akut dan
nekrosis miokardium. Kondisi lain yang dapat menyebabkan PJK adalah
peradangan atau vasospasme dari arteri koroner.
Dari beberapa pendapat tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa
penyebab
dari PJK adalah gangguan aliran darah koroner oleh plak ateroslerosis yang
mengakibatkan terjadinya iskemia pada miokardium. Penyebab gangguan
tersebut berasal dari trombus akibat ruptur plak, proses peradangan, atau
spasme arteri koroner.
71
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
C. Patofisiologi
Pada kondisi PJK, arteri koroner mengalami sumbatan, baik total atau parsial
sehingga aliran darah terhenti atau berkurang secara otot jantung. Keadaan ini
mengakibatkan otot jantung akan menjadi iskemik dan bahkan menjadi nekrosis
dalam 4-6 jam (Hutton, 2011). Teori ini dipertegas oleh Hamm et al. (2011) yang
menyatakan bahwa peristiwa PJK terjadi sebagai akibat oklusi aliran darah koroner
yang dipicu oleh trombosis akut akibat ruptur atau erosi plak aterosklerosis arteri
koroner dengan atau tanpa vasokonstriksi bersamaan. Perjalanan patofisiologi dari
PJK melibatkan empat tahap, antara lain: inisiasi aterosklerosis, perkembangan
plak aterosklerosis, stabilitas plak dan kecenderungan ruptur, serta disrupsi plak,
trombosis, dan PJK (Kumar & Cannon, 2009).
1. Inisiasi dari aterosklerosis
Tahap pertama dari PJK dimulai dengan terjadi pembentukan plak dari
akumulasi lipid/kolesterol di dalam tunika intima arteri koroner yang
berlangsung secara kontinu sepanjang kehidupan. Agregasi dari lipid ini akan
merusak endotelium pembuluh darah sebelum akhirnya benar-benar terjadi
aterosklerosis dan peristiwa iskemik. Kehadiran fosfolipid teroksidasi (Low
Density Lipoprotein) menimbulkan ekspresi pada permukaan sel endotel
vaskuler, dimana hal ini dapat merangsang ekspresi molekul chemoattractant
yang mengisyaratkan leukosit untuk bermigrasi melalui endotel monolayer
menuju ke intima arteri. Low density lipoprotein (LDL) memprovokasi produksi
mediator inflamasi, yaitu sitokin proinflamasi, leukotrien, dan prostaglandin).
Selain itu, angiotensin II juga merangsang ekspresi interleukin (IL)-6 dan
chemoattractant protein-1 dari sel otot polos arteri yang meningkatkan aktivitas
oksidase fosfat adenine dinukleotida dari sel dinding pembuluh darah. Enzim ini
menimbulkan anion superoksida yang merupakan penyebab utama stres
oksidatif pada lesi aterosklerosis (Libby & Ridker, 2006; Sambola, et al., 2003).
Endotelium memegang peran penting dalam homeostasis vascular
melalui produksi seimbang molekul vasodilator dan antimitogens, serta
vasokonstriktor dan mitogen. Endotelium juga memiliki sifat antitrombotik dan
fibrinolitik yang mengaktifkan antitrombin III, tissue factor pathway inhibitor
(TFPI) dan tissue plasminogen activator (t-PA), dan menghambat aktivasi
ekspresi TF dan plasminogen activator inhibitor (PAI-1). Oksida nitrat dilepas
oleh endotelium untuk mengurangi agregasi trombosit dan adhesi monosit,
mencegah proliferasi smooth muscle cells (SMC), dan mencegah oksidasi LDL.
72
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
73
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
maka akan membatasi pertumbuhan dan perkembangan plak. Hal ini juga tidak
lepas dari peran high density lipoprotein (HDL) yang berperan sebagai
antiaterosklerotik. Salah satu peran dari HDL adalah kemampuannya untuk
menerima kolesterol dari makrofag lipid kemudian mengeluarkan dari dinding
arteri melalui jalur katabolisme dan ekskresi. Partikel HDL dapat mengurangi
ekspresi sitokin sel endothelium dari molekul adhesi leukosit. HDL juga
mengandung enzim antioksidan seperti, paraoxonase-1 yang dapat
menonaktifkan fosfolipid proinflamasi (Libby & Ridker, 2006; Kleinschmidt,
2006).
Proses proinflamasi memicu pembentukan plak dan kecenderungan
ruptur. Respon proinflamasi menyebabkan lebih banyak migrasi LDL ke tunika
intima meningkatkan respon peradangan oleh aktivitas makrofag untuk
memproduksi matriks metalanoproteinase. Enzim ini akan mencerna matriks
ektra seluler dan mendegradasi kolagen, kondisi yang menyebabkan
peningkatan pembesaran inti lipid dan penipisan kapsul fibrosis plak yang
terbentuk dalam tunika intima. Karakteristik ini membuat plak lebih rentan
mengalami erosi atau ruptur. Peningkatan kadar CReactive Protein (CRP)
berbanding lurus dengan jumlah kejadian rupture plak aterosklerosis (Crea &
Liuzzo, 2013; Kumar Cannon, 2009).
4. Disrupsi plak, trombosis, dan PJK
Patogenesis ACS melibatkan interaksi antara endotelium, sel-sel
inflamasi, dan trombogenisitas darah. Plak aterosklerosis menimbulkan gejala
bila terjadi stenosis lumen lebih dari 50%. Sekitar 80% kasus PJK mengalami
ruptur plak aterosklerosis. Inti lipid yang besar, kapsul fibrosa yang tipis, dan
inflamasi dalam plak merupakan predisposisi terjadinya ruptur. Aktivasi sel-sel
inflamasi dalam plak menyebabkan disrupsi, yang akhirnya terjadi erosi dan
ruptur plak (Crea & Liuzzo, 2013; Kleinschmidt, 2006; Kumar & Cannon, 2009).
Setelah terjadi erosi atau ruptur, berbagai agonis seperti kolagen,
adenosin diphosphate (ADP), epinefrin, dan serotonin memicu aktivasi
trombosit untuk melepaskan tromboksan-A2. Matriks subendotel akan terpapar
oleh darah yang diikuti oleh aktivasi dan agregasi platelet dan trombosit dari
reseptor glikoprotein IIb/IIIa yang berperan dalam pembentukan trombus yang
melibatkan sistem koagulasi plasma. Dua jenis trombi yang terbentuk adalah
trombus putih (kaya akan platelet) yang dapat menyebabkan sumbatan parsial,
total, atau menjadi mikroemboli dan trombus merah (kaya akan fibrin) yang
74
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
dihasil dari
aktivasi kaskade koagulasi dan penurunan perfusi arteri. Akibat dari sumbatan
ini menyebabkan NSTEMI. Saat bersamaan juga terjadi pelepasan zat
vasokontriktor yang memperberat gangguan sirkulasi koroner. Peristiwa
mengakibatkan iskemia miokardium, yang jika suplay oksigen berhenti lebih
dari 20 menit akan berlanjut pada nekrosis miokardium yang akan
menyebabkan terjadinya STEMI. Selain ruptur plak aterosklerosis, spasme
arteri koroner akibat perubahan tonus arteri juga memegang peranan dalam
proses patofisiologi PJK (Kumar & Cannon, 2009; Subagjo, dkk., 2012).
D. Klasifikasi
Dari berbagai literatur, PJK diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu:
1. Unstable angina
Unstable angina atau angina tidak stabil mengarah pada oklusi
sementara atau thrombus parsial dari arteri koroner. Pemeriksaan fisik
ditemukan nyari dada iskemia, disertai gejala lain yang sesuai dengan PJK.
Pada pemeriksaan elektrokardiogram (EKG) ditemukan depresi segmen ST
0,05 mV pada dua atau lebih sadapan yang berdekatan atau inversi gelombang
T, sedangkan cardiac biomarker dalam batas normal. Pada kondisi ini terjadi
sumbatan parsial aliran darah koroner yang bersifat sementara (Hamm, et al.,
2011; Overbaugh, 2009).
Angka kejadian angina tidak stabil memberikan proporsi sekitar dari
seluruh kejadian PJK. Kanichay et al. (2010) menyatakan angina tidak stabil
ditemukan pada 23% dari seluruh panderita PJK. Pendapat ini diperkuat oleh
hasil penelitian dari Andrikopoulos et al. (2012) yang mengemukakan angina
tidak stabil ditemukan pada 21,1% pada semua kasus PJK. Sedangkan Ashraf
et al. (2012) dan Misiriya et al. (2009) mengemukakan proporsi dari angina
tidak stabil adalah 38% dengan ratarata mortalitas 3,05% dari seluruh kasus
PJK.
2. Infark miokardium tanpa elevasi segmen ST pada EKG (NSTEMI)
NSTEMI mengacu pada ruptur plak arteri koroner tetapi tidak
menyebabkan oklusi total sehingga tidak terjadi iskemia jantung yang luas.
Seperti juga pada angina tidak stabil, pada pemeriksaan EKG terlihat adanya
depresi segmen ST 0,05 - 0,2 mV pada dua atau lebih sadapan yang
75
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
E. Manifestasi Klinik
1. Gejala Mayor
Rasa tidak enak atau nyeri dada
Nyeri dada retrosternal seperti tertekan, dapat terjadi baik saat istirahat
ataupun dengan aktivitas. Keluhan ini merupakan yang paling sering dialami
pasien PJK (Berner, 2010). Yadav et al. (2010) melaporkan keluhan nyeri
dada dialami 94% pasien PJK. Hal ini diperkuat oleh Kirchberger et al.
(2011) yang mengemukakan bahwa keluhan ini dialami 95,5%. Nyeri dapat
menjalar ke lengan, bahu, leher, dagu, punggung, dan daerah epigastrium.
Pada selang kepercayaan 95%, kondisi ini dialami oleh 56,7% pasien PJK.
Lamanya nyeri >20 menit
Sebanyak 96,1% dari seluruh pasien PJK mengalami serangan
selama 20 menit (Hamm, et al., 2011; Kirchberger, et al., 2011). Berner
(2010), mengemukakan pendapat yang sama bahwa rata-rata pasien PJK
76
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
mengalami keluhan nyeri secara terus menerus selama >20 menit saat
istirahat.
2. Gejala Minor
Dispnea
Keluhan sesak nafas dialami oleh 67% pasien Yadav et al. (2010).
Sedangkan Kirchberger et al. (2011), menemukan pada selang
kepercayaan 95% sebanyak 48% pasien mengeluh sesak nafas.
Berkeringat dingin
Berkeringat dingin dialami 78% pasien (Yadav, et al., 2010), Sedangkan
menurut Kirchberger et al. (2011), menjelaskan bahwa sebanyak 61%
pasien mengelulh berkeringat dingin dengan rasio odd 1,49.
Mual dan muntah
Keluhan mual dan muntah dirasakan oleh 13,1% pasien PJK dengan rasio
odd 2,34 (Kirchberger, et al., 2011).
Pusing
Gejala pusing memberi kontribusi 21% pada pasien PJK dengan rasio odd
1,63 (Kirchberger, et al., 2011).
Gejala lain yang dapat menyertai adalah takipnea, takikardia, gelisah,
hipertensi atau hipotensi, sinkop, dan penurunan saturasi oksigen
(Berner, 2010; Overbough, 2009).
F. Penataksanaan
1. Prehospital
a. Monitor dan amankan airway, breathing, dan circullation. Siapkan
RJP dan defibrilator.
77
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
78
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
Morfin
Morfin merupakan analgetik pilihan yang memiliki keuntungan:
efeknya pada susunan saraf pusat, menimbulkan venodilatasi, dan
menurunkan tahanan vaskuler sistemik.
Clopidegrol
Clopidogrel adalah anti platelet yang sangat bermanfaat bagi
pasien risiko sedang sampai risiko tinggi. Obat ini bekerja
menghambat reseptor adenosin difosfat pada trombosit, sehingga
menyebabkan penurunan agregasi trombosit. Dosis yang dianjurkan
AHA 2010 adalah dosis awal 300 mg dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan 75 mg. Sedangakn dosis untuk persiapan prosedur
invasif adalah 600 mg (Findlay, et al., 2013; Jois, & LoVecchio , 2011;
O'Connor, et al., 2010).
Referensi:
Benner, R. W. & Zavarella, M. S. (2008). Advanced clinical insights & practice: Acute
coronary syndrome. Critical care ce article. (p. 74-79). Retrieved from
www.emsresponder.com. Tanggal 8 Februari 2013.
Daga, L. C., Kaul, U., & Mansoor, A. (2011). Approach to STEMI and NSTEMI.
Supplement To Japi. 59, 19-25.
Findlay, L., Newby, D., Pedley, D., Berg, G., Caesar, D., Campbell, M. & et al. (2013).
Acute coronary syndromes: A national clinical guideline. Edinburgh. Sign Scottish
Intercollegiate Guidelines Network.
Hamm, C. W., Bassand, J. P., Agewall, S., Bax, J., Boersma, E., Bueno, H. et al.
(2011). ESC guidelines for the management of acute coronary syndromes in
patients presenting without persistent ST-segment elevation. European
Heart Journal. 26, 1-56. doi:10.1093/eurheartj/ehr236
Jois, P. & LoVecchio, F. (2011). NSTEMI and STEMI: Therapeutic updates 2011.
Emergency Medicine Reports, 32 (1), 1-7.
Kirchberger, I., Meisinger, C., Heier, M., Kling, B., Wende, R., Greschik, C. et al.
(2011). Patient-reported symptoms in acute myocardial infarction: differences
related to ST-segment elevation. Journal of Internal Medicine. 270, 58-64. doi:
10.1111/j.1365-2796.2011.02365.
79
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
OConnor, R. E., Brady, W., Brooks, S. C., Diercks, D., Egan, J.,
Ghaemmaghami, C. et al. (2010). Acute coronary syndromes: 2010
American heart association guidelines for cardiopulmonary resuscitation
and emergency cardiovascular care. Circulation. 122, 787-817. doi: 10.
1161/CIRCULATIONAHA.110.971028
Silber, S. (2011). Immediate and long-term therapy of patients with acute coronary
syndromes with thienopyridines. Current status according to the latest European
society of cardiology (ESC) guidelines.Rambam Maimonides Medical Journal, 2
(3), 1-7
Sambola, A., Fuster, V., & Badimonb, J. S. (2003). Role of Coronary Risk Factors
in Blood Thrombogenicity and Acute Coronary Syndromes. Rev Esp
Cardiol, 56 (10), 1001-1009.
Subagjo, A., Achyar, Ratnaningsih, E., Putranto, B. H., Sugiman, T., Kosasih, A. dkk.
(2012). Buku panduan: Kursus bantuan hidup jantung dasar. Jakarta. PP PERKI
Yadav, P., Joseph, D., Joshi, P., Sakhi, P., Jha, R. K., & Gupta, J. (2010). A clinical
profile and risk factors in acute coronary syndrome. National Journal of
Community Medicine, 1 (2), 150-152.
80
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
CHAPTER STROKE
11
A. Definisi
Stroke adalah suatu gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan oleh
karena gangguan peredaran darah otak, dimana secara mendadak (dalam
beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) timbul gejala dan tanda
yang sesuai dengan daerah fokal di otak yang terganggu.
B. Epidemiologi
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga tersering oleh karena itu
merupakan indikasi penting untuk perawatan di rumah sakit serta merupakan
penyebab ketidak mampuan pada kebanyakan penduduk negara industri. Dari
penelitian di Amerika Serikat mengenai insiden semua tipe stroke (iskemik dan
hemoragik), pada tahun 1980-1984 terdapat insiden semua tipe stroke rata-rata per
tahun adalah 135/100.000, menunjukkan adanya peningkatan sebesar 17% dari
periode 5 tahun sebelumnya tetapi bila dibandingkan dengan 1950-1954 terdapat
penurunan sebesar 46%. Bila dibedakan atas subtype stroke-nya maka didapat
peningkatan insiden infark serebral dan perdarahan intraserebral tetapi tidak
terdapat perubahan insiden perdarahan subarachnoid selama periode 1980-1984.
Agaknya peningkatan insiden tersebut juga ditemui dalam laporan Widjaja D, yang
mendapati insiden stroke hemoragik di Laboratorium/UPF Ilmu Ilmu Penyakit Saraf
FK Unair/RSUD Dr. Soretomo Surabaya pada 1986 dan 1987, sebesar 25,9%-
41,6% dari semua penyakit pembuluh darah otak (1986, 25,9% menjadi 41,9%
pada 1987). Kelainan insiden ini terutama pada perdarahan intraserebral dari
22,7% menjadi 37,9%.
Penelitian menunjukkan dari 251 pasien stroke, ada 47% wanita dan 53%
kali-laki dengan rata-rata umur 69 tahun (78% berumur lebih dari 60 tahun). Pasien
dengan umur lebih dari 75 tahun dan berjenis kelamin laki-laki menunjukkan
outcome yang lebih buruk.
81
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
C. Etiologi
Penyebab stroke tersering adalah hipertensi (72%-81%), kemudian disusul
diskrasia darah (20%), hamartoma (10%), dan neoplasma (10%). Tetapi menurut
Widjaja D, hipertensi (24,9%-68,5%), disusul aeurisma (6,2-37,7%), AVM (3-10%),
tumor otak terutama yang tumbuh cepat baik primer atau metastasis (1,5%-11%),
diskrasia darah (1,2%-13%).
Stroke biasanya disertai satu atau beberapa penyakit lainnya yang menjadi
faktor risiko seperti hipertensi, penyakit jantung, peningkatan lemak dalam
darah, diabetes mellitus, atau penyakit vaskuler perifer.
Bagaimana mekanisme hipertensi dapat menyebabkan perdarahan masih
merupakan topik pembicaraan. Perdarahan dapat terjadi akibat ruptur arteriol,
kapiler atau vena. Dengan bertambahnya usia, adanya hipertensi dan
aterosklerosis pembuluh darah akan menjadi berkelok-kelok atau spiral.
Hipertensi lama akan menimbulkan lipohialinosis dan nekrosis fibrinoid yang
memperlemah dinding pembuluh darah yang kemudian menyebabkan ruptur intima
dan menimbulkan aneurisma. Selanjutnya dapat menyebabkan mikrohematoma
dan edema. Hipertensi kronik dapat juga menimbulkan aneurisma-aneurisma kecil
(diameternya 1 mm) yang tersebar di sepanjang pembuluh darah, aneurisma ini
dikenal sebagai aneurisma Charcot Bouchard.
Perdarahan di putamen, thalamus, dan pons biasanya akibat ruptur a.
Lentikulostriata, a. Thalamo perforating, dan kelompok basilar-paramedian. Sedang
perdarahan di serebelum biasanya terdapat di daerah nukleus dentatus yang
mendapat pendarahan dari cabang a.serebelaris superior dan a. Serebelaris
inferior anterior. Diabetes dan hiperkolesterolemia merupakan faktor risiko yang
bermakna bagi stroke oklusif (iskemik), ternyata tidak meningkatkan risiko
perdarahn intraserebral.
D. Faktor Risiko
Faktor-faktor yang berperan dalam meningkatkan risiko terjadinya stroke
hemoragik dijelaskan dalam tabel berikut.5 Terdapat faktor risiko yang dapat
dikendalikan yiatu, hipertensi, penyakit jantung, atrial fibrilasi, endokarditis,
stenosismitral, infark jantung, merokok, anemia sel sabit, TIA, stenosis karotis
asimtomatik, DM, dan hipertrofi ventrikel. Faktor risiko yang tidak dapat
dikendalikan yaitu, umur, jenis kelamin, herediter, ras dan etnis.
82
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
Fibrilasi atrial :
Sangat terkait dengan stroke emboli dan fibrilasi atrial
karena penyakit jantung rematik; meningkatkan risiko stroke
sebesar 17 kali.
Lainnya :
Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan stroke,
83
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
84
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
Kegemukan :
Diukur dengan berat tubuh relatif atau body mass indexs,
obesitas telah secara konsisten meramalkan berikutnya
stroke. Asosiasi dengan stroke dapat dijelaskan sebagian oleh
adanya hipertensi dan diabetes. Sebuah berat relatif lebih dari
30% di atas rata-rata kontributor independen ke-atherosklerotik
infark otak berikutnya.
Penyakit Karena bisa menyebabkan robeknya pembuluh darah.
pembuluh
darah perifer
Infeksi Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral melalui
pengembangan perubahan inflamasi dalam dinding pembuluh
darah. Sifilis meningovaskular dan mucormycosis dapat
menyebabkan arteritis otak dan infark.
Homosistinemi Predisposisi trombosis arteri atau vena di otak. Estimasi risiko
a atau stroke di usia muda adalah 10-16%.
homosistinuria
Migrain Sering pasien mengalami stroke sewaktu serangan migrain.
Suku bangsa Kejadian stroke di Afrika-Amerika lebih tinggi secara tidak
proporsional dari kelompok lain.
Lokasi Di Amerika Serikat dan kebanyakan negara Eropa, stroke
geografis merupakan penyebab kematian ketiga paling sering, setelah
penyakit jantung dan kanker. Paling sering, stroke disebabkan
oleh perubahan aterosklerotik bukan oleh perdarahan.
Kekecualian adalah pada setengah perempuan berkulit hitam, di
puncak pendarahan yang daftar. Di Jepang, stroke hemorragik
adalah penyebab utama kematian pada orang dewasa, dan
perdarahan lebih umum dari aterosklerosis.
85
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
Sirkadian dan Variasi sirkadian dari stroke iskemik, puncaknya antara pagi
faktor musim dan siang hari. Hal ini telah menimbulkan hipotesis bahwa
perubahan diurnal fungsi platelet dan fibrinosis mungkin relevan
untuk stroke. Hubungan antara variasi iklim musiman dan stroke
iskemik telah didalihkan. Peningkatan dalam arahan untuk infark
otak diamati di Iowa. Suhu lingkungan rata-rata menunjukkan
korelasi negatif dengan kejadian cerebral infark di Jepang.
Variasi suhu musiman telah berhubungan dengan resiko lebih
tinggi cerebral infark dalam usia 40-64 tahun pada pasien yang
nonhipertensif, dan pada orang dengan kolesterol serum bawah
160mg/dL.
E. Patogenesis
Perdarahan otak merupakan penyebab stroke kedua terbanyak setelah
infark otak. Pecahnya pembuluh darah di otak dibedakan menurut anatominya atas
perdarahan intraserebral dan perdarahan subarakhnoid. Pada perdarahan
intraserebral, pembuluh darah yang pecah terdapat di dalam otak atau pada massa
otak, sedangkan pada perdarahan subarakhnoid, disekitar sirkulus arteriosus
Willisi.
Jenis stroke non hemoragic berdasarkan perjalanan klinisnya :
1. TIA (Transient Ischemic Attack = gangguan peredaran darah otak sepintas)
Pada TIA ini gejala neurologis yang timbul akan cepat menghilang, berlangsung
hanya dalam beberapa menit saja, tetapi juga dapat sampai sehari penuh. TIA
didefinisikan sebagai suatu gangguan akut dari fungsi lokal serebral yang
gejalanya berlangsung kurang dari 1 jam dan disebabkan oleh trombus atau
emboli. Ditinjau dari segala dan tanda-tanda yang ada, dapat dibedakan
apakah TIA tersebut bersumber pada sistem karotis ataukah bersumber pada
sistem vertebrobasilaris.
2. TIA yang disebabkan gangguan pada sistem karotis memberikan gejala-gejala
antara lain sebagai berikut :
- Gangguan penglihatan pada satu mata tanpa disertai rasa nyeri (amaurosis
fugax), terutama bila disertai atau bergantian dengan :
- Kelumpuhan lengan atau tungkai atau keduanya pada sisi yang sama.
- Defisit sensorik atau motorik dari wajah saja, wajah dan lengan atau tungkai
saja secara unilateral.
- Kesulitan untuk mengerti bahasa dan atau berbicara (afasi)
- Pemakaian kata-kata yang salah atau diubah.
3. TIA yang disebabkan gangguan pada sistem vertebrobasilaris memberikan
gejala-gejala antara lain sebagai berikut :
86
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
- Vertigo dengan atau tanpa disertai nausea dan atau muntah terutama bila
disertai dengan diplopia, disfagi, atau disartri
- Mendadak tidak stabil
- Gangguan visual, motorik, sensorik, unilateral atau bilateral
- Hemiapnosia homonim
- Drop attack
F. Patofisiologi
Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran
dalam waktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang irreversibel terjadi setelah tujuh
hingga sepuluh menit. Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di
area otak yang terbatas (stroke). Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu
defisiensi energi yang disebabkan oleh iskemia. Perdarahan juga menyebabkan
iskemia dengan menekan pembuluh darah di sekitarnya.
Dengan menambah Na+/K+-ATPase, defisiensi energi menyebabkan
penimbunan Na+ dan Ca2+ di dalam sel, serta meningkatkan konsentrasi K+
ekstrasel sehingga menimbulkan depolarisasi. Depolarisasi menyebabkan
penimbunan Cl- di dalam sel, pembengkakan sel, dan kematian sel. Depolarisasi
juga meningkatkan pelepasan glutamat, yang mempercepat kematian sel melalui
masuknya Na+ dan Ca2+.
Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan
penyumbatan lumen pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah
reperfusi, meskipun pada kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan.
Kematian sel menyebabkan inflamasi, yang juga merusak sel di tepi area iskemik
(penumbra). Gejala ditentukan oleh tempat perfusi yang terganggu, yakni daerah
yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut.
Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan
kelemahan otot dan spastisitas kontralateral, serta defisit sensorik (hemianestesia)
akibat kerusakan girus lateral presentralis dan postsentralis. Akibat selanjutnya
adalah deviasi okular, hemianopsia, gangguan bicara motorik dan sensorik,
gangguan persepsi spasial, apraksia, dan hemineglect.
Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit
sensorik kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada lengan kiri jika
korpus kalosum anterior dan hubungan dari hemisfer dominan ke korteks motorik
87
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
G. Gejala Klinis
Gejala klinis stroke ada berbagai macam, diantaranya adalah ditemukan
perdarahan intraserebral (ICH) yang dapat dibedakan secara klinis dari stroke
iskemik, hipertensi biasanya ditemukan, tingkat kesadaran yang berubah atau
88
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
koma lebih umum pada stroke hemoragik dibandingkan dengan stroke iskemik.
Seringkali, hal ini disebabkan peningkatan tekanan intrakranial. Meningismus dapat
terjadi akibat adanya darah dalam ventrikel.
Defisit neurologis fokal. Jenis defisit tergantung pada area otak yang
terlibat. Jika belahan dominan (biasanya kiri) terlibat, suatu sindrom yang terdiri
dari hemiparesis kanan, kerugian hemisensory kanan, meninggalkan tatapan
preferensi, bidang visual kana terpotong, dan aphasia mungkin terjadi. Jika
belahan nondominant (biasanya kanan) terlibat, sebuah sindrom hemiparesis kiri,
kerugian hemisensory kiri, preferensi tatapan ke kanan, dan memotong bidang
visual kiri. Sindrom belahan nondominant juga dapat mengakibatkan pengabaian
dan kekurangan perhatian pada sisi kiri.
Jika cerebellum yang terlibat, pasien beresiko tinggi untuk herniasi dan
kompresi batang otak. Herniasi bisa menyebabkan penurunan cepat dalam tingkat
kesadaran, apnea, dan kematian. Tanda-tanda lain dari keterlibatan cerebellar atau
batang otak antara lain: ekstremitas ataksia, vertigo atau tinnitus, mual dan
muntah, hemiparesis atau quadriparesis, hemisensori atau kehilangan sensori dari
semua empat anggota, gerakan mata yang mengakibatkan kelainan diplopia atau
nistagmus, kelemahan orofaringeal atau disfagia, wajah ipsilateral dan kontralateral
tubuh.
1. Perdarahan Intraserebral
Sebuah perdarahan intraserebral dimulai tiba-tiba. Di sekitar setengah dari
jumlah pasien, serangan dimulai dengan sakit kepala parah, sering selama
aktivitas. Namun, pada orang tua, sakit kepala mungkin ringan atau tidak ada.
Gejala disfungsi otak menggambarkan perkembangan yang terus memburuk
sebagai perdarahan. Beberapa gejala, seperti kelemahan, kelumpuhan,
hilangnya sensasi, dan mati rasa, sering hanya mempengaruhi satu sisi tubuh.
Orang mungkin tidak dapat berbicara atau menjadi bingung. Visi dapat
terganggu atau hilang. Mata dapat menunjukkan arah yang berbeda atau
menjadi lumpuh. Mual, muntah, kejang, dan hilangnya kesadaran yang umum
dan dapat terjadi dalam beberapa detik untuk menit.
2. Perdarahan Subaraknoid
Sebelum robek, aneurisma yang biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali
menekan pada saraf atau kebocoran sejumlah kecil darah, biasanya sebelum
pecah besar (yang menyebabkan sakit kepala), menghasilkan tanda-tanda
peringatan, seperti berikut:
89
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
- Sakit kepala, yang mungkin luar biasa tiba-tiba dan parah (kadang-kadang
disebut sakit kepala halilintar)
- Sakit pada mata atau daerah fasial
- Penglihatan ganda
- Kehilangan penglihatan tepi
Tanda-tanda peringatan dapat terjadi menit ke minggu sebelum pecahnya
aneurisma. Individu harus melaporkan setiap sakit kepala yang tidak biasa ke
dokter segera.
Aneurisma yang pecah biasanya menyebabkan sakit kepala, tiba-tiba parah
dan mencapai puncak dalam beberapa detik. Hal ini sering diikuti dengan
kehilangan kesadaran singkat. Hampir setengah dari orang yang terkena
meninggal sebelum mencapai rumah sakit. Beberapa orang tetap berada dalam
koma atau tidak sadar dan sebagian lainnya bangun, merasa bingung, dan
mengantuk. Dalam beberapa jam atau bahkan menit, pasien mungkin menjadi tidak
responsif dan sulit untuk dibangunkan.
Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan serebrospinal di sekitar otak
mengiritasi lapisan jaringan yang menutupi otak (meninges), menyebabkan leher
kaku serta sakit kepala terus, sering dengan muntah, pusing, dan nyeri pinggang.
Sekitar 25% dari orang yang mengalami gejala-gejala yang
mengindikasikan kerusakan pada bagian tertentu dari otak, seperti berikut:
- Kelemahan atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh (paling umum)
- Loss of sensation on one side of the body Kehilangan sensasi pada satu sisi
tubuh
- Difficulty understanding and using language (aphasiasee Brain Dysfunction:
Aphasia ) Kesulitan memahami dan menggunakan bahasa
Gangguan berat dapat berkembang dan menjadi permanen dalam
beberapa menit atau jam. Demam adalah gejala umum selama 5 sampai 10 hari
pertama. Sebuah perdarahan subaraknoid dapat menyebabkan beberapa masalah
serius lainnya, seperti: 4,8
- Hydrocephalus: Within 24 hours, the blood from a subarachnoid hemorrhage
may clot.Hydrocephalus: Dalam waktu 24 jam, darah dari perdarahan
subaraknoid dapat membeku. Darah beku dapat mencegah cairan di sekitar
otak (cairan serebrospinal) dari pengeringan seperti biasanya tidak. Akibatnya,
darah terakumulasi dalam otak, peningkatan tekanan dalam tengkorak.
Hydrocephalus mungkin akan menyebabkan gejala seperti sakit kepala,
90
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
91
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
I. Pemeriksaan Fisik
1. Anamnesis
Bila sudah ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke, maka langkah
berikutnya adalah menetapkan stroke tersebut termasuk jenis yang mana,
stroke hemoragis atau stroke non hemoragis. Untuk keperluan tersebut,
pengambilan anamnesis harus dilakukan seteliti mungkin.Berdasarkan hasil
anamnesis, dapat ditentukan perbedaan antara keduanya, seperti tertulis pada
tabel di bawah ini.
92
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
93
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Computerized tomography (CT scan): untuk membantu
menentukan penyebab seorang terduga stroke, suatu pemeriksaan
sinar x khusus yang disebut CT scan otak sering dilakukan. Suatu CT
scan digunakan untuk mencari perdarahan atau massa di dalam otak,
situasi yang sangat berbeda dengan stroke yang memerlukan
penanganan yang berbeda pula.
CT Scan berguna untuk menentukan:
- jenis patologi
- lokasi lesi
- ukuran lesi
- menyingkirkan lesi non vaskuler
2) MRI scan: Magnetic resonance imaging (MRI) menggunakan
gelombang magnetik untuk membuat gambaran otak. Gambar yang
dihasilkan MRI jauh lebih detail jika dibandingkan dengan CT scan,
tetapi ini bukanlah pemeriksaan garis depan untuk stroke. Jika CT
scan dapat selesai dalam beberapa menit, MRI perlu waktu lebih dari
satu jam. MRI dapat dilakukan kemudian selama perawatan pasien
jika detail yang lebih baik diperlukan untuk pembuatan keputusan
94
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
95
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
96
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
J. Pengobatan
Pengobatan terhadap stroke dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:
1. Medikamentosa
Pengobatan medikamentosa tetap dianjurkan pada pasien stroke, misalnya:
97
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
98
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
99
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
dahulu karena operasi dapat mencetuskan AVM yang terletak pada dinding
perdarahan intraserebral. Pilihan penanganan operatif pada AVM antara
lain: pengangkatan endovaskular, eksisi, stereotaxic radiosurgery, dan
kombinasi diantaranya.
1) Eksisi langsung AVM semakin berkembang dengan adanya mikroskop
operasi sehingga menurunkan resiko kecacatan dan kematian.
Komplikasi mayor eksisi langsung seperti kehilangan jaringan otak
normal beserta fungsi neurologisnya yang dikenal dengan breakthrough
phenomenon.
2) Pengangkatan endovaskular menggunakan teknik embolisasi dapat
dilakukan sebelum ataupun saat berlangsungnya operasi. Penanganan
ini berguna untuk lesi yang tidak dapat terjangkau melalui operasi
ataupun tambahan pengangkatan pada operasi. Komplikasi yang dapat
berkembang yaitu perdarahan,iskemik, dan angionekrosis karena
toksisitas materi emboli.
3) Radioterapi, teknik ini menggunakan energi tinggi x-ray, gamma, dan
proton menginduksi deposisi kolagen subendotelial dan substansi hialin
yang menyempitkan lumen pembuluh darah kecil dan mengerutkan
AVM dalam beberapa bulan setelah terapi. komplikasi cara ini berupa
radionekrosis jaringan otak normal, perdarahan, hidrosefalus, kejang
post terapi, kehilangan regulasi temperatur, defisit fungsi kongnitif.
K. Prognosis
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi
serta ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah
berhubungan dengan prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi.
Apabila terdapat volume darah yang besar dan pertumbuhan dari volume
hematoma, prognosis biasanya buruk dan outcome fungsionalnya juga sangat
buruk dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam ventrikel bisa
meningkatkan resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang menggunakan
antikoagulasi oral yang berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga
memiliki outcome fungsional yang buruk dan tingkat mortilitas yang tinggi.
Diperkirakan pada perdarahan intraserebral mortalitasnya 26-50%,
meningkat terutama pada perdarahan thalamus dan serebral yang diameternya
>3cm, dan pada perdarahan pons yang lebih dari 1 cm. Pada pasien dengan
100
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
L. Pencegahan
Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya memperbaiki gaya hidup
dan mengatasi berbagai faktor risiko. Upaya ini ditujukan pada orang sehat
maupun kelompok risiko tinggi yang berlum pernah terserang stroke. Beberapa
pencegahan yang dapat dilakukan adalah:
- Mengatur pola makan yang sehat
- Melakukan olah raga yang teratur
- Menghentikan rokok
- Menghindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat
- Memelihara berat badan yang layak
- Perhatikan pemakaian kontrasepsi oral bagi yang beresiko tinggi
- Penanganan stres dan beristirahat yang cukup
- Pemeriksaan kesehatan teratur dan taat advis dokter dalam hal diet dan obat
- Pemakaian antiplatelet
Pada pencehagan sekunder stroke, yang harus dilakukan adalah
pengendalian faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi, dan pengendalian faktor
risiko yang dapat dimodifikasi seperti hipertensi, diabetes mellitus, riwayat TIA,
dislipidemia, dan sebagainya.
Referensi:
Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guideline
Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia:
Jakarta, 2007
Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. 2010. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview (diakses februari 2015).
Silbernagl S, Florian, Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC: Jakarta, 2007.
MERCK, 2007. Hemorrhagic Stroke. Diunduh dari:
http://www.merck.com/mmhe/sec06/ch086/ch086d.html (diakses februari 2015).
Setyopranoto, Ismail. Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan. Continuing Medical
Education. FK UGM. Yogyakarta; 2011; 247-50.
101
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
12
Perawatan pada pasien yang mengalami injuri oleh tim trauma agak berbeda
dengan pengobatan secara tradisional, di mana penegakan diagnosa, pengkajian dan
manajemen penatalaksanaan sering terjadi secara bersamaan dan dilakukan oleh
dokter yang lebih dari satu. Seorang leader tim harus langsung memberikan
pengarahan secara keseluruhan mengenai penatalaksanaan terhadap pasien yang
mengalami injuri, yang meliputi (Fulde, 2009):
A. Primary Survey
Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis, pendeteksian dan
manajemen segera terhadap komplikasi akibat trauma parah yang mengancam
kehidupan. Tujuan dari Primary survey adalah untuk mengidentifikasi dan
memperbaiki dengan segera masalah yang mengancam kehidupan. Prioritas yang
dilakukan pada primary survey antara lain (Fulde, 2009):
Airway maintenance dengan cervical spine protection
Breathing dan oxygenation
Circulation dan kontrol perdarahan eksternal
Disability-pemeriksaan neurologis singkat
Exposure dengan kontrol lingkungan
Sangat penting untuk ditekankan pada waktu melakukan primary survey
bahwa setiap langkah harus dilakukan dalam urutan yang benar dan langkah
berikutnya hanya dilakukan jika langkah sebelumnya telah sepenuhnya dinilai dan
berhasil. Setiap anggota tim dapat melaksanakan tugas sesuai urutan sebagai
sebuah tim dan anggota yang telah dialokasikan peran tertentu seperti airway,
circulation, dll, sehingga akan sepenuhnya menyadari mengenai pembagian waktu
dalam keterlibatan mereka (American College of Surgeons, 1997). Primary survey
perlu terus dilakukan berulang-ulang pada seluruh tahapan awal manajemen.
102
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
Kunci untuk perawatan trauma yang baik adalah penilaian yang terarah, kemudian
diikuti oleh pemberian intervensi yang tepat dan sesuai serta pengkajian ulang
melalui pendekatan AIR (assessment, intervention, reassessment).
Primary survey dilakukan melalui beberapa tahapan, antara lain (Gilbert,
DSouza & Pletz, 2009):
1. General Impressions
Memeriksa kondisi yang mengancam nyawa secara umum.
Menentukan keluhan utama atau mekanisme cedera
Menentukan status mental dan orientasi (waktu, tempat, orang)
2. Pengkajian Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa
responsivitas pasien dengan mengajak pasien berbicara untuk memastikan ada
atau tidaknya sumbatan jalan nafas. Seorang pasien yang dapat berbicara
dengan jelas maka jalan nafas pasien terbuka (Thygerson, 2011). Pasien yang
tidak sadar mungkin memerlukan bantuan airway dan ventilasi. Tulang
belakang leher harus dilindungi selama intubasi endotrakeal jika dicurigai terjadi
cedera pada kepala, leher atau dada. Obstruksi jalan nafas paling sering
disebabkan oleh obstruksi lidah pada kondisi pasien tidak sadar (Wilkinson &
Skinner, 2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien antara lain :
Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara atau
bernafas dengan bebas?
Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain:
Adanya snoring atau gurgling
Stridor atau suara napas tidak normal
Agitasi (hipoksia)
Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest movements
Sianosis
Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas dan
potensial penyebab obstruksi :
Muntahan
Perdarahan
Gigi lepas atau hilang
Gigi palsu
Trauma wajah
103
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien terbuka.
Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien yang
berisiko untuk mengalami cedera tulang belakang.
Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien sesuai
indikasi :
Chin lift/jaw thrust
Lakukan suction (jika tersedia)
Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal Mask Airway
Lakukan intubasi
3. Pengkajian Breathing (Pernafasan)
Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan
nafas dan keadekuatan pernafasan pada pasien. Jika pernafasan pada pasien
tidak memadai, maka langkah-langkah yang harus dipertimbangkan adalah:
dekompresi dan drainase tension pneumothorax/haemothorax, closure of open
chest injury dan ventilasi buatan (Wilkinson & Skinner, 2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada pasien antara lain :
Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan oksigenasi
pasien.
Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada tanda-
tanda sebagai berikut: cyanosis, penetrating injury, flail chest, sucking
chest wounds, dan penggunaan otot bantu pernafasan.
Palpasi untuk adanya: pergeseran trakea, fraktur ruling iga,
subcutaneous emphysema, perkusi berguna untuk diagnosis
haemothorax dan pneumotoraks.
Auskultasi untuk adanya: suara abnormal pada dada.
Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien jika perlu.
Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji lebih lanjut
mengenai karakter dan kualitas pernafasan pasien.
Penilaian kembali status mental pasien.
Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan
Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan / atau
oksigenasi:
Pemberian terapi oksigen
Bag-Valve Masker
104
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
105
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
106
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
Alur Primary Survey pada Pasien Medical Dewasa (Pre-Hospital Emergency Care
Council, 2012) :
107
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
B. Secondary Assessment
Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan
secara head to toe, dari depan hingga belakang. Secondary survey hanya
dilakukan setelah kondisi pasien mulai stabil, dalam artian tidak mengalami syok
atau tanda-tanda syok telah mulai membaik.
1. Anamnesis
Pemeriksaan data subyektif didapatkan dari anamnesis riwayat pasien yang
merupakan bagian penting dari pengkajian pasien. Riwayat pasien meliputi
keluhan utama, riwayat masalah kesehatan sekarang, riwayat medis, riwayat
keluarga, sosial, dan sistem. (Emergency Nursing Association, 2007).
Pengkajian riwayat pasien secara optimal harus diperoleh langsung dari pasien,
jika berkaitan dengan bahasa, budaya, usia, dan cacat atau kondisi pasien
yang terganggu, konsultasikan dengan anggota keluarga, orang terdekat, atau
orang yang pertama kali melihat kejadian. Anamnesis yang dilakukan harus
lengkap karena akan memberikan gambaran mengenai cedera yang mungkin
diderita. Beberapa contoh:
a. Tabrakan frontal seorang pengemudi mobil tanpa sabuk pengaman: cedera
wajah, maksilo-fasial, servikal. Toraks, abdomen dan tungkai bawah.
b. Jatuh dari pohon setinggi 6 meter perdarahan intra-kranial, fraktur servikal
atau vertebra lain, fraktur ekstremitas.
c. Terbakar dalam ruangan tertutup: cedera inhalasi, keracunan CO.
Anamnesis juga harus meliputi riwayat SAMPLE yang bisa didapat dari
pasien dan keluarga (Emergency Nursing Association, 2007):
A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan, plester,
makanan)
M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti sedang
menjalani pengobatan hipertensi, kencing manis, jantung, dosis,
atau penyalahgunaan obat
P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti penyakit
yang pernah diderita, obatnya apa, berapa dosisnya, penggunaan
obat-obatan herbal)
108
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
109
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
Severity: seberapa parah nyerinya? Dari rentang skala 0-10 dengan 0 tidak
ada nyeri dan 10 adalah nyeri hebat
Time: kapan nyeri itu timbul?, apakah onsetnya cepat atau lambat? Berapa
lama nyeri itu timbul? Apakah terus menerus atau hilang timbul?apakah
pernah merasakan nyeri ini sebelumnya?apakah nyerinya sama dengan
nyeri sebelumnya atau berbeda?
Setelah dilakukan anamnesis, maka langkah berikutnya adalah
pemeriksaan tanda-tanda vital. Tanda tanda vital meliputi suhu, nadi, frekuensi
nafas, saturasi oksigen, tekanan darah, berat badan, dan skala nyeri.
Berikut ini adalah ringkasan tanda-tanda vital untuk pasien dewasa menurut
Emergency Nurses Association,(2007).
Komponen Nilai normal Keterangan
Suhu 36,5-37,5 Dapat di ukur melalui oral, aksila, dan rectal.
Untuk mengukur suhu inti menggunakan
kateter arteri pulmonal, kateter urin,
esophageal probe, atau monitor tekanan
intracranial dengan pengukur suhu. Suhu
dipengaruhi oleh aktivitas, pengaruh
lingkungan, kondisi penyakit, infeksi dan
injury.
Nadi 60-100x/menit Dalam pemeriksaan nadi perlu dievaluais
irama jantung, frekuensi, kualitas dan
kesamaan.
Respirasi 12-20x/menit Evaluasi dari repirasi meliputi frekuensi,
auskultasi suara nafas, dan inspeksi dari
usaha bernafas. Tada dari peningkatan usah
abernafas adalah adanya pernafasan cuping
hidung, retraksi interkostal, tidak mampu
mengucapkan 1 kalimat penuh.
Saturasi >95% Saturasi oksigen di monitor melalui oksimetri
oksigen nadi, dan hal ini penting bagi pasien dengan
gangguan respirasi, penurunan kesadaran,
penyakit serius dan tanda vital yang
abnormal. Pengukurna dapat dilakukan di jari
tangan atau kaki.
Tekanan 120/80mmHg Tekana darah mewakili dari gambaran
darah kontraktilitas jantung, frekuensi jantung,
volume sirkulasi, dan tahanan vaskuler
perifer. Tekanan sistolik menunjukkan
cardiac output, seberapa besar dan seberapa
kuat darah itu dipompakan. Tekanan diastolic
menunjukkan fungsi tahanan vaskuler perifer.
Berat badan Berat badan penting diketahui di UGD karena
berhubungan dengan keakuratan dosis atau
ukuran. Misalnya dalam pemberian
110
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
2. Pemeriksaan fisik
a. Kulit kepala
Seluruh kulit kepala diperiksa. Sering terjadi pada pasien yang
datang dengan cedera ringan, tiba-tiba ada darah di lantai yang berasal dari
bagian belakang kepala pasien. Lakukan inspeksi dan palpasi seluruh
kepala dan wajah untuk adanya pigmentasi, laserasi, massa, kontusio,
fraktur dan luka termal, ruam, perdarahan, nyeri tekan serta adanya sakit
kepala (Delp & Manning. 2004).
b. Wajah
Ingat prinsip look-listen-feel. Inspeksi adanya kesimterisan kanan
dan kiri. Apabila terdapat cedera di sekitar mata jangan lalai memeriksa
mata, karena pembengkakan di mata akan menyebabkan pemeriksaan
mata selanjutnya menjadi sulit. Re evaluasi tingkat kesadaran dengan skor
GCS.
1) Mata : Periksa kornea ada cedera atau tidak, ukuran
pupil apakah isokor atau anisokor serta
bagaimana reflex cahayanya, apakah pupil
mengalami miosis atau midriasis, adanya ikterus,
ketajaman mata (macies visus dan acies
campus), apakah konjungtivanya anemis atau
adanya kemerahan, rasa nyeri, gatal-gatal, ptosis,
exophthalmos, subconjunctival perdarahan, serta
diplopia
2) Hidung : Periksa adanya perdarahan, perasaan nyeri,
penyumbatan penciuman, apabila ada deformitas
(pembengkokan) lakukan palpasi akan
kemungkinan krepitasi dari suatu fraktur.
3) Telinga : Periksa adanya nyeri, tinitus, pembengkakan,
penurunan atau hilangnya pendengaran, periksa
dengan senter mengenai keutuhan membrane
timpani atau adanya hemotimpanum
4) Rahang atas : Periksa stabilitas rahang atas
5) Rahang bawah : Periksa akan adanya fraktur
111
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
112
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
bagian depan dan belakang, untuk adanya trauma tajam, tumpul dan
adanya perdarahan internal, adakah distensi abdomen, asites, luka, lecet,
memar, ruam, massa, denyutan, benda tertusuk, ecchymosis, bekas luka ,
dan stoma. Auskultasi bising usus, perkusi abdomen, untuk mendapatkan,
nyeri lepas (ringan). Palpasi abdomen untuk mengetahui adakah kekakuan
atau nyeri tekan, hepatomegali,splenomegali,defans muskuler,, nyeri lepas
yang jelas atau uterus yang hamil. Bila ragu akan adanya perdarahan intra
abdominal, dapat dilakukan pemeriksaan DPL (Diagnostic peritoneal
lavage, ataupun USG (Ultra Sonography). Pada perforasi organ berlumen
misalnya usus halus gejala mungkin tidak akan nampak dengan segera
karena itu memerlukan re-evaluasi berulang kali. Pengelolaannya dengan
transfer pasien ke ruang operasi bila diperlukan (Tim YAGD 118, 2010).
f. Pelvis (perineum/rectum/vagina)
Cedera pada pelvis yang berat akan nampak pada pemeriksaan fisik
(pelvis menjadi stabil), pada cedera berat ini kemungkinan pasien akan
masuk dalam keadaan syok, yang harus segera diatasi. Bila ada indikasi
pasang PASG/ gurita untuk mengontrol perdarahan dari fraktur pelvis (Tim
YAGD 118, 2010).
Pelvis dan perineum diperiksa akan adanya luka, laserasi , ruam,
lesi, edema, atau kontusio, hematoma, dan perdarahan uretra. Colok dubur
harus dilakukan sebelum memasang kateter uretra. Harus diteliti akan
kemungkinan adanya darah dari lumen rectum, prostat letak tinggi, adanya
fraktur pelvis, utuh tidaknya rectum dan tonus musculo sfinkter ani. Pada
wanita, pemeriksaan colok vagina dapat menentukan adanya darah dalam
vagina atau laserasi, jika terdapat perdarahan vagina dicatat, karakter dan
jumlah kehilangan darah harus dilaporkan (pada tampon yang penuh
memegang 20 sampai 30 mL darah). Juga harus dilakuakn tes kehamilan
pada semua wanita usia subur. Permasalahan yang ada adalah ketika
terjadi kerusakan uretra pada wanita, walaupun jarang dapat terjadi pada
fraktur pelvis dan straddle injury. Bila terjadi, kelainan ini sulit dikenali, jika
pasien hamil, denyut jantung janin (pertama kali mendengar dengan
Doppler ultrasonografi pada sekitar 10 sampai 12 kehamilan minggu) yang
dinilai untuk frekuensi, lokasi, dan tempat. Pasien dengan keluhan kemih
harus ditanya tentang rasa sakit atau terbakar dengan buang air kecil,
113
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
g. Ektremitas
Pemeriksaan dilakukan dengan look-feel-move. Pada saat inspeksi,
jangan lupa untuk memriksa adanya luka dekat daerah fraktur (fraktur
terbuak), pada saat pelapasi jangan lupa untuk memeriksa denyut nadi
distal dari fraktur pada saat menggerakan, jangan dipaksakan bila jelas
fraktur. Sindroma kompartemen (tekanan intra kompartemen dalam
ekstremitas meninggi sehingga membahayakan aliran darah), mungkin
luput terdiagnosis pada pasien dengan penurunan kesadaran atau
kelumpuhan (Tim YAGD 118, 2010). Inspeksi pula adanya kemerahan,
edema, ruam, lesi, gerakan, dan sensasi harus diperhatikan, paralisis,
atropi/hipertropi otot, kontraktur, sedangkan pada jari-jari periksa adanya
clubbing finger serta catat adanya nyeri tekan, dan hitung berapa detik
kapiler refill (pada pasien hypoxia lambat s/d 5-15 detik.
Penilaian pulsasi dapat menetukan adanya gangguan vaskular.
Perlukaan berat pada ekstremitas dapat terjadi tanpa disertai
fraktur.kerusakn ligament dapat menyebabakan sendi menjadi tidak stabil,
keruskan otot-tendonakan mengganggu pergerakan. Gangguan sensasi
dan/atau hilangnya kemampuan kontraksi otot dapat disebabkan oleh
syaraf perifer atau iskemia. Adanya fraktur torako lumbal dapat dikenal
pada pemeriksaan fisik dan riwayat trauma. Perlukaan bagian lain mungkin
menghilangkan gejala fraktur torako lumbal, dan dalam keadaan ini hanya
dapat didiagnosa dengan foto rongent. Pemeriksaan muskuloskletal tidak
lengkap bila belum dilakukan pemeriksaan punggung pasien.
Permasalahan yang muncul adalah
1) Perdarahan dari fraktur pelvis dapat berat dan sulit dikontrol, sehingga
terjadi syok yang dpat berakibat fatal
2) Fraktur pada tangan dan kaki sering tidak dikenal apa lagi pasien dalam
keadaan tidak sada. Apabila kemudian kesadaran pulih kembali barulah
kelainan ini dikenali.
3) Kerusakan jaringan lunak sekitar sendi seringkali baru dikenal setelah
pasien mulai sadar kembali (Diklat RSUP Dr. M.Djamil, 2006).
114
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
h. Bagian punggung
Memeriksa punggung dilakukan dilakukan dengan log roll,
memiringkan pasien dengan tetap menjaga kesegarisan tubuh). Pada saat
ini dapat dilakukan pemeriksaan punggung (Tim YAGD 118, 2010).
Periksa`adanya perdarahan, lecet, luka, hematoma, ecchymosis, ruam, lesi,
dan edema serta nyeri, begitu pula pada kolumna vertebra periksa adanya
deformitas.
i. Neurologis
Pemeriksaan neurologis yang diteliti meliputi pemeriksaan tingkat
kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, oemeriksaan motorik dan sendorik.
Peubahan dalam status neirologis dapat dikenal dengan pemakaian GCS.
Adanya paralisis dapat disebabakan oleh kerusakan kolumna vertebralis
atau saraf perifer. Imobilisasi pasien dengan short atau long spine board,
kolar servikal, dan alat imobilisasi dilakukan samapai terbukti tidak ada
fraktur servikal. Kesalahan yang sering dilakukan adalah untuk melakukan
fiksasai terbatas kepada kepala dan leher saja, sehingga pasien masih
dapat bergerak dengan leher sebagai sumbu. Jelsalah bahwa seluruh tubuh
pasien memerlukan imobilisasi. Bila ada trauma kepala, diperlukan
konsultasi neurologis. Harus dipantau tingkat kesadaran pasien, karena
merupakan gambaran perlukaan intra cranial. Bila terjadi penurunan
kesadaran akibat gangguan neurologis, harus diteliti ulang perfusi
oksigenasi, dan ventilasi (ABC). Perlu adanya tindakan bila ada perdarahan
epidural subdural atau fraktur kompresi ditentukan ahli bedah syaraf (Diklat
RSUP Dr. M.Djamil, 2006).
Pada pemeriksaan neurologis, inspeksi adanya kejang, twitching,
parese, hemiplegi atau hemiparese (ganggguan pergerakan), distaksia (
kesukaran dalam mengkoordinasi otot), rangsangan meningeal dan kaji
pula adanya vertigo dan respon sensori
C. Focused Assessment
Focused assessment atau pengakajian terfokus adalah tahap pengkajian
pada area keperawatan gawat darurat yang dilakukan setelah primary survey,
secondary survey, anamnesis riwayat pasien (pemeriksaan subyektif) dan
pemeriksaan obyektif (Head to toe). Di beberapa negara bagian Australia
mengembangkan focused assessment ini dalam pelayanan di Emergency
115
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
Department, tetapi di beberapa Negara seperti USA dan beberapa Negara Eropa
tidak menggunakan istilah Focused Assessment tetapi dengan istilah Definitive
Assessment.
Focused assessment untuk melengkapi data secondary assessment bisa
dilakukan sesuai masalah yang ditemukan atau tempat dimana injury ditemukan.
Yang paling banyak dilakukan dalam tahap ini adalah beberapa pemeriksaan
penunjang diagnostik atau bahkan dilakukan pemeriksaan ulangan dengan tujuan
segera dapat dilakukan tindakan definitif.
D. Reassessment
Beberapa komponen yang perlu untuk dilakukan pengkajian kembali
(reassessment) yang penting untuk melengkapi primary survey pada pasien di
gawat darurat adalah:
Komponen Pertimbangan
Airway Pastikan bahwa peralatan airway: Oro Pharyngeal
Airway, Laryngeal Mask Airway, maupun Endotracheal
Tube (salah satu dari peralatan airway) tetap efektif
untuk menjamin kelancaran jalan napas.
Pertimbangkan penggunaaan peralatan dengan
manfaat yang optimal dengan risiko yang minimal.
116
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
E. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan lanjutan hanya dilakukan setelah ventilasi dan hemodinamika
pasien dalam keadaan stabil (Diklat RSUP Dr. M.Djamil, 2006). Dalam melakukan
secondary survey, mungkin akan dilakukan pemeriksaan diagnostik yang lebih
spesifik seperti:
1. Endoskopi
Pemeriksaan penunjang endoskopi bisa dilakukan pada pasien
dengan perdarahan dalam. Dengan melakukan pemeriksaan endoskopi kita
bisa mengetahui perdarahan yang terjadi organ dalam. Pemeriksaan
endoskopi dapat mendeteksi lebih dari 95% pasien dengan hemetemesis,
melena atau hematemesis melena dapat ditentukan lokasi perdarahan dan
penyebab perdarahannya. Lokasi dan sumber perdarahan yaitu:
a. Esofagus: Varises,erosi,ulkus,tumor
b. Gaster: Erosi, ulkus, tumor, polip, angio displasia, Dilafeuy, varises
gastropati kongestif
c. Duodenum: Ulkus, erosi,
Untuk kepentingan klinik biasanya dibedakan perdarahan karena
ruptur varises dan perdarahan bukan karena ruptur varises (variceal bleeding
dan non variceal bleeding) (Djumhana, 2011).
2. Bronkoskopi
Bronkoskopi adalah tindakan yang dilakukan untuk melihat keadaan
intra bronkus dengan menggunakan alat bronkoskop. Prosedur diagnostik
dengan bronkoskop ini dapat menilai lebih baik pada mukosa saluran napas
normal, hiperemis atau lesi infiltrat yang memperlihatkan mukosa yang
compang-camping. Teknik ini juga dapat menilai penyempitan atau obstruksi
akibat kompresi dari luar atau masa intrabronkial, tumor intra bronkus.
Prosedur ini juga dapat menilai ada tidaknya pembesaran kelenjar getah
bening, yaitu dengan menilai karena yang terlihat tumpul akibat pembesaran
kelenjar getah bening subkarina atau intra bronkus (Parhusip, 2004).
3. CT Scan
CT-scan merupakan alat pencitraan yang di pakai pada kasus-kasus
emergensi seperti emboli paru, diseksi aorta, akut abdomen, semua jenis
117
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
trauma dan menentukan tingkatan dalam stroke. Pada kasus stroke, CT-scan
dapat menentukan dan memisahkan antara jaringan otak yang infark dan
daerah penumbra. Selain itu, alat ini bagus juga untuk menilai kalsifikasi
jaringan. Berdasarkan beberapa studi terakhir, CT-scan dapat mendeteksi
lebih dari 90 % kasus stroke iskemik, dan menjadi baku emas dalam
diagnosis stroke (Widjaya, 2002). Pemeriksaaan CT. scan juga dapat
mendeteksi kelainan-kelainan seerti perdarahan diotak, tumor otak, kelainan-
kelainan tulang dan kelainan dirongga dada dan rongga perur dan khususnya
kelainan pembuluh darah, jantung (koroner), dan pembuluh darah umumnya
(seperti penyempitan darah dan ginjal (ishak, 2012).
4. USG
Ultrasonografi (USG) adalah alat diagnostik non invasif menggunakan
gelombang suara dengan frekuensi tinggi diatas 20.000 hertz ( >20 kilohertz)
untuk menghasilkan gambaran struktur organ di dalam tubuh.Manusia dapat
mendengar gelombang suara 20-20.000 hertz .Gelombang suara antara 2,5
sampai dengan 14 kilohertz digunakan untuk diagnostik. Gelombang suara
dikirim melalui suatu alat yang disebut transducer atau probe. Obyek didalam
tubuh akan memantulkan kembali gelombang suara yang kemudian akan
ditangkap oleh suatu sensor, gelombang pantul tersebut akan direkam,
dianalisis dan ditayangkan di layar. Daerah yang tercakup tergantung dari
rancangan alatnya. Ultrasonografi yang terbaru dapat menayangkan suatu
obyek dengan gambaran tiga dimensi, empat dimensi dan berwarna. USG
bisa dilakukan pada abdomen, thorak (Lyandra, Antariksa, Syaharudin, 2011)
5. Radiologi
Radiologi merupakan salah satu pemeriksaan penunjang yang
dilakukan di ruang gawat darurat. Radiologi merupakan bagian dari spectrum
elektromagnetik yang dipancarkan akibat pengeboman anoda wolfram oleh
electron-elektron bebas dari suatu katoda. Film polos dihasilkan oleh
pergerakan electron-elektron tersebut melintasi pasien dan menampilkan film
radiologi. Tulang dapat menyerap sebagian besar radiasi menyebabkan
pajanan pada film paling sedikit, sehingga film yang dihasilkan tampak
berwarna putih. Udara paling sedikit menyerap radiasi, meyebabakan pejanan
pada film maksimal sehingga film nampak berwarna hitam. Diantara kedua
keadaan ekstrem ini, penyerapan jaringan sangat berbeda-beda
menghasilkan citra dalam skala abu-abu. Radiologi bermanfaat untuk dada,
118
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
Referensi:
Curtis, K., Murphy, M., Hoy, S., dan Lewis, M.J. (2009). The emergency nursing
assessment process: a structured framedwork for a systematic approach.
Australasian Emergency Nursing Journal, 12; 130-136
Diklat Yayasan Ambulance Gawat Darurat 118. (2010). Basic Trauma Life Support and
Basic Cardiac Life Support Edisi Ketiga. Yayasan Ambulance Gawat Darurat 118
Emergency Nurses Association (2007). Sheehy`s manual of emergency care 6th
edition. St. Louis Missouri : Elsevier Mosby.
Fulde, Gordian. (2009). Emergency medicine 5th edition. Australia : Elsevier.
Gilbert, Gregory., DSouza, Peter., Pletz, Barbara. (2009). Patient assessment routine
medical care primary and secondary survey. San Mateo County EMS Agency.
Gindhi, R.M., Cohen, R.A., dan Kirzinger, W.K. (2012). Emergency room use among
aults aged 18-64: early release of estimates from the national health interview
survey, January-June 2011. Diakses pada tanggal 28 April 2013, dari
http://www.cdc.gov/nchs/data/nhis/earlyrelease/emergency_room_use_january-
june_2011.pdf
119
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
13
Jika nilai anatomis menilai komponen cedera yang statis, nilai fisiologis menilai
komponen dinamis yang akut, sistem penilaian fisiologis yang sering digunakan adalah
(Clarkson, 2012). :
A. Glasgow Coma Score
Glasgow Coma Score (GCS) adalah skala neurologis yang bertujuan untuk
memberikan cara yang andal dan obyektif untuk merekam keadaan sadar
seseorang untuk penilaian awal maupun penilaian selanjutnya. Seorang pasien
dinilai berdasarkan kriteria skala, dan poin yang dihasilkan memberi skor pasien
antara 3 (menunjukkan ketidaksadaran dalam) dan 14 (skala asli) atau 15 (skala
modifikasi atau revisi yang lebih banyak digunakan) (Green, 2011).
GCS pada awalnya digunakan untuk menilai tingkat kesadaran setelah
cedera kepala , dan skala sekarang digunakan oleh responden pertama , EMS ,
perawat dan dokter yang berlaku untuk semua pasien medis dan trauma akut. Di
rumah sakit juga digunakan untuk memantau pasien kronis dalam perawatan
intensif (Iver dkk, 2009)
GCS diterbitkan pada tahun 1974 oleh Graham Teasdale dan Bryan J.
Jennett , profesor bedah saraf di Institut Ilmu Neurologis Universitas Glasgow di
Rumah Sakit Umum Selatan kota tersebut (Iver dkk, 2009).
GCS digunakan sebagai bagian dari beberapa sistem penilaian ICU,
termasuk APACHE II , SAPS II , dan SOFA , untuk menilai status sistem saraf
pusat , seperti yang dirancang untuknya. Indikasi awal penggunaan GCS adalah
penilaian serial pasien dengan cedera otak traumatis dan koma setidaknya 6 jam di
setting ICU bedah saraf, meskipun biasanya digunakan di seluruh departemen
rumah sakit (Green, 2011).
120
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
121
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
122
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
123
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
124
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
D. PTS
Pediatric Trauma Score (PTS) telah dikembangkan menjadi enam komponen.
Mortalitas meningkat hingga 30% untuk pasien dengan PTS 8. Panduan triase
PTS menyarankan anak dengan PTS 8 harus dikirim ke pusat trauma. PTS
merupakan sistem penilaian yang baik tetapi tidak lebih baik dari RTS.
PTS dikembangkan untuk mencerminkan kerentanan anak-anak terhadap cedera
traumatis. Ini menekankan pentingnya berat dan jalan napas anak. Beberapa
penelitian telah mengkonfirmasi bahwa PTS adalah alat yang valid dalam
memprediksi angka kematian anak yang mengalami trauma (Ozoilo, 2012).
1. Skor minimalnya adalah -6
2. skor maksimal adalah +12.
Referensi:
Green SM (2011). "Cheerio, Laddie Menyukai Perpisahan dengan Skala Koma
Glasgow". Annals of Emergency Medicine . 58 (5): 427-430. PMID 21803447 .
Doi : 10.1016 / j.annemergmed.2011.06.009.
Iver, VN; Mandrekar, JN; Danielson, RD; Zubkov, AY; Elmer, JL; Wijdicks, EF (2009).
"Validitas skor EMPAT skor koma di unit perawatan intensif medis." . Mayo Clinic
Prosiding . 84 (8): 694-701. PMC 2719522. PMID 19648386 Doi : 10.4065 /
84.8.694
Ozoilo KN. Measurement of the magnitude of injury: A review of the trauma scoring
systems. Jos J Med. 2012; 6(2): 19-26.
Taber, Clarence Wilbur; Venes, Donald (2009). Kamus medis siklopik Taber . F a
Davis Co. hal. 2366. ISBN 0-8036-1559-0
Talmor D, Jones AE, Rubinson L, dkk (2007). Sistem penilaian triase sederhana yang
memprediksi kematian dan kebutuhan akan sumber perawatan kritis untuk
digunakan selama epidemi. Crit Care Med.(5) : 1251-6.
125
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
14
A. Pendahuluan
Cedera otak traumatika masih merupakan penyebab kematian dan
kecacatan tertinggi pada kelompok umur dibawah 40 tahun, sehingga menjadi
masalah utama dalam bidang kesehatan masyarakat dan sosial-ekonomi. Cedera
otak traumatika, pada tahun 2020 akan menjadi penyebab kematian dan kecacatan
terbanyak di dunia melebihi penyakit-penyakit yang lain. Meskipun insidensi cedera
otak traumatika di negara-negara maju di Eropa, Amerika Utara, Jepang dan
Australia terus mengalami penurunan, namun insidensinya mengalami kenaikan di
negara-negara berkembang termasuk Indonesia.
Peningkatan ini erat hubungannya dengan meningkatnya industrialisasi dan
pesatnya pertumbuhan kendaraan bermotor. Di USA kejadian cedera otak
traumatika setiap tahun diperkirakan mencapai 500.000 kasus, dan 10%
diantaranya meninggal sebelum sampai di rumah sakit. Delapanpuluh persen dari
pasien yang sampai di rumah sakit dikelompokkan sebagai cedera otak traumatika
ringan, 10% termasuk cedera otak traumatika sedang dan 10% sisanya adalah
cedera otak traumatika berat. Lebih dari 100.000 orang, menderita berbagai tingkat
kecacatan akibat cedera otak traumatika setiap tahunnya di USA.
Penyebab terjadinya cedera kepala termasuk kecelakaan lalulintas,
kekerasan/pemukulan, jatuh, cedera olahraga, dan kecelakaan industri. Beragam
faktor mempengaruhi terjadinya cedera kepala serius. Sebagai contoh, intoksikasi
alkohol terlibat pada setangah dari semua kasus fatal dalam kecelakaan lalu-lintas.
Pada sisi lain, mengurangi batas kecepatan pada jalur bebas hambatan,
menggunakan sabuk pengaman, dan menggunakan pelindung kepala/helm untuk
126
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
B. Definisi
Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau
penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan
(accelerasi-decelerasi ) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh
perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta
notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat
perputaran pada tindakan pencegahan
C. Pafosisiologi
1. Cedera kulit kepala
Karena bagian ini banyak mengandung pembuluh darah, kulit kepala berdarah
bila mengalami cedera dalam. Kulit kepala juga merupakan tempat masuknya
infeksi intrakranial. Trauma dapat menimbulkan abrasi, kontisio, laserasi atau
avulsi.
2. Fraktur tengkorak
Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuitas tulang tengkorak disebabkan
oleh trauma. Ini dapat terjadi dengan atau tanpa kerusakan otak. Adanya
fraktur tengkorak biasanya dapat menimbulkan dampak tekanan yang kuat.
Fraktur tengkorak diklasifikasikan terbuka/tertutup. Bila fraktur terbuka maka
dura rusak dan fraktur tertutup dura tidak rusak. Fraktur kubah kranial
menyebabkan bengkak pada sekitar fraktur dan karena alasan yang kurang
akurat tidak dapat ditetapkan tanpa pemeriksaan dengan sinar X, fraktur dasar
tengkorak cenderung melintas sinus paranasal pada tulang frontal atau lokasi
tengah telinga di tulang temporal, juga sering menimbulkan hemorragi dari
hidung, faring atau telinga dan darah terlihat di bawah konjungtiva. Fraktur
dasar tengkorak dicurigai ketika CSS keluar dari telinga dan hidung.
3. Cidera otak
127
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
128
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
D. Klasifikasi
Cedera kepala diklasifikasikan dalam 3 deskripsi:
1. Mekanisme Cedera
Mekanisme cedera kepala dibagi:
a. Cedera kepala tumpul, berkaitan dengan kecelakaan mobil-motor, jatuh
atau pukulana benda tumpul
b. Cedera kepala tembus, disebabkan oleh peluru atau tusukan
Adanya penetrasi selaput dura menentukan suatu cedera tembus atau
cedera tumpul.
2. Beratnya Cedera
GCS (Glasgow Coma Scale), untuk menilai secara kuantitatif kelainan
neurologis dan dipakai secara umum dalam deskripsi beratnya cedera kepala.
129
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
Dan digunakan juga untuk menilai tingkat kesadaran pasien akibat penyebab
lain.
3. Morfologis Cedera
Secara morfologis cedera kepala dapat dibagi:
a. Fraktur Kranium
Dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dapat berbentuk garis atau
bintang dan dapat pula terbuka dan tertutup
Fraktur kranium terbuka atau komplikata mengakibatkan adanya hubungan
antara laserasi kulit kepala dan permukaan otak karena robeknya selaput
dura
b. Lesi Intrakranial
1) Lesi intarkranial diklasifikasikan dalam Epidural Hematoma
Terdapat pengumpulan darah di antara tulang tengkorak dan duramater
akibat pecahnya pembuluh darah/cabang-cabang arteri meningeal
media yang terdapat di duramater, pembuluh darah ini tidak dapat
menutup sendiri karena itu sangat berbahaya. Dapat terjadi dalam
beberapa jam sampai 1-2 hari. Lokasi yang paling sering yaitu di lobus
temporalis dan parietalis.
Gejala-gejala yang terjadi:
Penurunan tingkat kesadaran, Nyeri kepala, Muntah, Hemiparesis,
Dilatasi pupil ipsilateral, Pernapasan dalam cepat kemudian dangkal
irreguler, Penurunan nadi, Peningkatan suhu.
2) Subdural Hematoma
Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi
akut dan kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena /
jembatan vena yang biasanya terdapat diantara duramater, perdarahan
lambat dan sedikit. Periode akut terjadi dalam 48 jam - 2 hari atau 2
minggu dan kronik dapat terjadi dalam 2 minggu atau beberapa bulan.
Tanda-tanda dan gejalanya adalah : nyeri kepala, bingung, mengantuk,
menarik diri, berfikir lambat, kejang dan udem pupil
Perdarahan intracerebral berupa perdarahan di jaringan otak karena
pecahnya pembuluh darah arteri; kapiler; vena.
Tanda dan gejalanya:
Nyeri kepala, penurunan kesadaran, komplikasi pernapasan, hemiplegia
kontra lateral, dilatasi pupil, perubahan tanda-tanda vital
130
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
3) Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan di dalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh
darah dan permukaan otak, hampir selalu ada pad cedera kepala yang
131
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
hebat.
Tanda dan gejala:
Nyeri kepala, penurunan kesadaran, hemiparese, dilatasi pupil
ipsilateral dan kaku kuduk.
E. Manifestasi
1. Pola pernafasan
Pusat pernafasan diciderai oleh peningkatan TIK dan hipoksia, trauma
langsung atau interupsi aliran darah. Pola pernafasan dapat berupa
hipoventilasi alveolar, dangkal.
2. Kerusakan mobilitas fisik
Hemisfer atau hemiplegi akibat kerusakan pada area motorik otak.
3. Ketidakseimbangan hidrasi
Terjadi karena adanya kerusakan kelenjar hipofisis atau hipotalamus dan
peningkatan TIK
4. Aktifitas menelan
Reflek melan dari batang otak mungkin hiperaktif atau menurun sampai hilang
sama sekali
5. Kerusakan komunikasi
Pasien mengalami trauma yang mengenai hemisfer serebral menunjukkan
disfasia, kehilangan kemampuan untuk menggunakan bahasa.
Secara umum tanda gejala trauma kepala adalah:
- Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
- Kebungungan
- Iritabel
- Pucat
- Mual dan muntah
- Pusing kepala
- Terdapat hematoma
- Kecemasan
- Sukar untuk dibangunkan
- Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung
(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.
132
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
F. Pemeriksaan penunjang
1. X-Ray
Indikasi pemeriksaan foto polos kepala:
- Kehilangan kesadaran, amnesia
- Nyeri kepala menetap
- Gejala neurologis fokal
- Jejas pada kulit kepala
- Kecurigaan luka tembus
- Keluar cairan cerebrospinal atau darah dari hidung atau telinga
- Deformitas tulang kepala, yang terlihat atau teraba
- Kesulitan dalam penilaian klinis: mabuk, intoksikasi obat, epilepsi, anak
- Pasien dengan GCS 15, tanpa keluhan dan gejala tetapi mempunyai resiko:
Benturan langsung atau jatuh pada permukaan yang keras, pasienusia > 50
tahun.
2. CT-Scan
- Indikasi pemeriksaan CT kepala pada pasien cedera kepala:
- GCS< 13 setelah resusitasi.
- Deteorisasi neurologis: penurunan GCS 2 poin atau lebih, hemiparesis,
kejang.
- Nyeri kepala, muntah yang menetap
- Terdapat tanda fokal neurologis
- Terdapat tanda Fraktur, atau kecurigaan fraktur
- Trauma tembus, atau kecurigaan trauma tembus
- Evaluasi pasca operasi
- Pasien multitrauma (Trauma signifikan lebih dari 1 organ)
- Indikasi sosial
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien cedera kepala ditentukan atas dasar beratnya
cedera dan dilakukan menurut urutan prioritas. Yang ideal dilaksanakan oleh
suatu tim yang terdiri dari paramedis terlatih, dokter ahli saraf, bedah asraf,
radiologi, anestesi dan rehabilitasi medik.
Pasien dengan cedera kepala harus ditangani dan dipantau terus sejak
tempat kecelakaan, selama perjalanan dari tempat kejadian sampai rumah sakit,
diruang gawat darurat, kamar radiologi, sampai ke ruang operasi, ruang perawatan
133
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
atau ICU, sebab sewaktu-waktu bisa memburuk akibat aspirasi, hipotensi, kejang
dan sebagainya.
Macam dan urutan prioritas tindakan cedera kepala ditentukan atas
dalamnya penurunan kesadaran pada saat diperiksa:
1. Pasien dalam keadaan sadar (GCS=15)
Pasien yang sadar pada saat diperiksa bisa dibagi dalam 2 jenis:
a. Simple head injury (SHI)
Pasien mengalami cedera kepala tanpa diikuti gangguan kesadaran, dari
anamnesa maupun gejala serebral lain. Pasien ini hanya dilakukan
perawatan luka. Pemeriksaan radiologik hanya atas indikasi. Keluarga
dilibatkan untuk mengobservasi kesadaran.
b. Kesadaran terganggu sesaat
Pasien mengalami penurunan kesadaran sesaat setelah cedera kepala dan
pada saat diperiksa sudah sadar kembali. Pemeriksaan radiologik dibuat
dan penatalaksanaan selanjutnya seperti SHI.
2. Pasien dengan kesadaran menurun
a. Cedera kepala ringan / minor head injury (GCS=13-15)
Kesadaran disoriented atau not obey command, tanpa disertai defisit fokal
serebral. Setelah pemeriksaan fisik dilakukan perawatanluka, dibuat foto
kepala. CT-Scan kepala, jika curiga adanya hematom intrakranial, misalnya
ada riwayat lucid interval, pada follow up kesadaran semakinmenurun atau
timbul lateralisasi. Observasi kesadaran, pupil, gejala fokal serebral
disamping tanda-tanda vital.
b. Cedera kepala sedang (GCS=9-12)
Pasien dalamkategori ini bisa mengalami gangguan kardiopulmoner, oleh
karena itu urutan tindakannya sebagai berikut:
1) Periksa dan atasi gangguan jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi
2) Periksa singkat atas kesadaran, pupil, tanda fokal serebral dan cedera
organ lain. Fiksasi leher dan patah tulang ekstrimitas
3) Foto kepala dan bila perlu bagiann tubuh lain
4) CT Scan kepala bila curiga adanya hematom intracranial
5) Observasi fungsi vital, kesadaran, pupil, defisit fokal serebral
c. Cedera kepala berat (CGS=3-8)
Pasien ini biasanya disertai oleh cedera yang multiple, oleh karena itu
disamping kelainan serebral juga disertai kelainan sistemik.
134
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
135
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
fisik pertama ini dicatat sebagai data dasar dan ditindaklanjuti, setiap
perburukan dari salah satu komponen diatas bis adiartikan sebagai
adanya kerusakan sekunder dan harus segera dicari dan
menanggulangi
penyebabnya.
3) Pemeriksaan radiologi
Dibuat foto kepala dan leher, sedangkan foto anggota gerak, dada
dan abdomen dibuat atas indikasi. CT scan kepala dilakukan bila ada
fraktur tulang tengkorak atau bila secara klinis diduga ada hematom
intrakranial
4) Peningkatan Tekanan Intrakranial (TIK)
PeningkatanTIK terjadi akibat edema serebri, vasodilatasi, hematom
intrakranial atau hidrosefalus. Untuk mengukur turun naiknya TIK
sebaiknya dipasang monitor TIK. TIK yang normal adalah berkisar 0-15
mmHg, diatas 20 mmHg sudah harus diturunkan dengan urutan sebagai
berikut:
a) Hiperventilasi
Setelah resusitas ABC, dilakukan hiperventilasi dengan ventilasi
yang
terkontrol, dengan sasaran tekanan CO2 (pCO2) 27-30 mmHg
dimana terjadi vasokontriksi yang diikuti berkurangnya aliran darah
serebral. Hiperventilasi dengan pCO2 sekitar 30 mmHg
dipertahankan selama 48-72 jam, lalu dicoba dilepas
dgnmengurangi hiperventilasi, bila TIK naik lagi hiperventilasi
diteruskan lagi selama 24-48 jam. Bila TIK tidak menurun dengan
hiperventilasi periksa gas darah dan lakukan CT scan ulang untuk
menyingkirkan hematom.
b) Drainase
Tindakan ini dilakukan bil ahiperventilasi tidak berhasil. Untuk jangka
pendek dilakukan drainase ventrikular, sedangkan untuk jangka
panjang dipasang ventrikulo peritoneal shunt, misalnya bila terjadi
hidrosefalus
c) Terapi diuretik
- Diuretik osmotik (manitol 20%)
136
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
137
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
138
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
15
A. Definisi
Trauma thoraks merupakan trauma yang mengenai dinding thoraks dan
atau
organ intra thoraks, baik karena trauma tumpul maupun oleh karena trauma tajam.
Memahami mekanisme dari trauma akan meningkatkan kemampuan deteksi dan
identifikasi awal atas trauma sehingga penanganannya dapat dilakukan dengan
segera (David, 2005).
Secara anatomis rongga thoraks di bagian bawah berbatasan dengan
rongga
abdomen yang dibatasi oleh diafragma dan batas atas dengan leher dapat diraba
insisura jugularis. Otot-otot yang melapisi dinding dada yaitu muskulus latisimus
dorsi, muskulus trapezius, muskulus rhombhoideus mayor dan minor, muskulus
seratus anterior, dan muskulus interkostalis. Tulang dinding dada terdiri dari
sternum, vertebra thorakalis, iga dan skapula. Organ yang terletak didalam rongga
139
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
thoraks yaitu paru-paru dan jalan nafas, esofagus, jantung, pembuluh darah besar,
saraf, dan sistem limfatik (David, 2005)
Trauma tumpul thoraks terdiri dari kontusio dan hematoma dinding thoraks,
fraktur tulang kosta, flail chest, fraktur sternum, trauma tumpul pada parenkim paru,
trauma pada trakea dan bronkus mayor, pneumothoraks dan hematothoraks.
(Milisavljevic, et al., 2012).
B. Epidemiologi
Trauma thoraks semakin meningkat sesuai dengan kemajuan transportasi
dan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Di Amerika Serikat dan Eropa rata-rata
mortalitas trauma tumpul thoraks dapat mencapai 60%. Disamping itu 20-25%
kematian politrauma disebabkan oleh trauma thoraks (Veysi, et al., 2009).
Data yang akurat mengenai trauma thoraks di Indonesia belum pernah
diteliti.
Di Bagian Bedah FKUI/RSUPNCM pada tahun 1981 didapatkan 20% dari pasien
trauma mengenai trauma thoraks. Di Amerika didapatkan 180.000 kematian
pertahun karena trauma, 25% diantaranya karena trauma thoraks langsung. Di
Australia, 45% dari trauma tumpul mengenai rongga thoraks. Dengan adanya
trauma pada thoraks akan meningkatkan angka mortalitas pada pasien dengan
trauma.
Trauma thoraks dapat meningkatkan kematian akibat pneumothoraks 38%,
hematothoraks 42%, kontusio pulmonum 56%, dan flail chest 69% (Eggiimann,
2001; Jean, 2005). Trauma thoraks memiliki beberapa komplikasi seperti
pneumonia 20%, pneumothoraks 5%, hematothoraks 2%, empyema 2%, dan
kontusio pulmonum 20%. Dimana 50-60% pasien dengan kontusio pulmonum yang
berat akan menjadi ARDS. Walaupun angka kematian ARDS menurun dalam
dekade terakhir, ARDS masih merupakan salah satu komplikasi trauma thoraks
yang sangat serius dengan angka kematian 20-43% (Aukema, et al., 2011).
C. Etiologi
Trauma pada thoraks dapat dibagi 2 yaitu oleh karena trauma tumpul dan
trauma tajam. Penyebab trauma thoraks tersering adalah kecelakaan kendaraan
bermotor (63-78%). Dalam trauma akibat kecelakaan, ada lima jenis tabrakan
(impact) yang berbeda, yaitu depan, samping, belakang, berputar, dan terguling.
Oleh karena itu harus dipertimbangkan untuk mendapatkan riwayat yang lengkap
140
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
karena setiap orang memiliki pola trauma yang berbeda. Penyebab trauma thoraks
oleh karena trauma tajam dibedakan menjadi 3 berdasarkan tingkat energinya,
yaitu
berenergi rendah seperti trauma tusuk, berenergi sedang seperti pistol, dan
berenergi tinggi seperti pada senjata militer. Penyebab trauma thoraks yang lain
adalah adanya tekanan yang berlebihan pada paru-paru yang bisa menyebabkan
pneumothoraks seperti pada scuba (David, 2005; Sjamsoehidajat, 2003).
Trauma thoraks dapat mengakibatkan kerusakan pada tulang kosta dan
sternum, rongga pleura saluran nafas intra thoraks dan parenkim paru. Kerusakan
ini dapat terjadi tunggal atau kombinasi tergantung mekanisme cedera (Gallagher,
2014).
D. Patofisiologi
Kerusakan anatomi yang terjadi akibat trauma dapat ringan sampai berat
tergantung besar kecilnya gaya penyebab terjadinya trauma. Kerusakan anatomi
yang ringan pada dinding thoraks berupa fraktur kosta simpel. Sedangkan
kerusakan
anatomi yang lebih berat berupa fraktur kosta multipel dengan komplikasi
pneumothoraks, hematothoraks dan kontusio pulmonum. Trauma yang lebih berat
menyebakan robekan pembuluh darah besar dan trauma langsung pada jantung
(Kukuh, 2002).
Akibat kerusakan anatomi dinding thoraks dan organ didalamnya dapat
mengganggu fungsi fisiologi dari pernafasan dan sistem kardiovaskuler. Gangguan
sistem pernafasan dan kardiovaskuler dapat ringan sampai berat tergantung
kerusakan anatominya. Gangguan faal pernafasan dapat berupa gangguan fungsi
ventilasi, difusi gas, perfusi dan gangguan mekanik alat pernafasan. Salah satu
penyebab kematian pada trauma thoraks adalah gangguan faal jantung dan
pembuluh darah (Kukuh, 2002; David, 2005).
Kontusio dan hematoma dinding thoraks adalah trauma thoraks yang paling
sering terjadi. Sebagai akibat dari trauma tumpul dinding thoraks, perdarahan
massif
dapat terjadi karena robekan pada pembuluh darah pada kulit, subkutan, otot dan
pembuluh darah interkosta. Kebanyakan hematoma ekstrapleura tidak
membutuhkan pembedahan, karena jumlah darah yang cenderung sedikit
(Milisavljevic, et al., 2012).
141
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
Fraktur kosta terjadi karena adanya gaya tumpul secara langsung maupun
tidak langsung. Fraktur kosta terjadi sekitar 35-40% pada trauma thoraks.
Karakteristik dari trauma kosta tergantung dari jenis benturan terhadap dinding
dada.
Gejala yang spesifik pada fraktur kosta adalah nyeri, yang meningkat pada saat
batuk, bernafas dalam atau pada saat bergerak. Pasien akan berusaha mencegah
daerah yang terkena untuk bergerak sehingga terjadi hipoventilasi. Hal ini
meningkatkan risiko atelektasis dan pneumonia (Milisavljevic, et al., 2012).
Flail chest adalah suatu kondisi medis dimana kosta-kosta yang berdekatan
patah baik unilateral maupun bilateral dan terjadi pada daerah kostokondral. Angka
kejadian dari flail chest sekitar 5%, dan kecelakaan lalu lintas menjadi penyebab
yang paling sering. Diagnosis flail chest didapatkan berdasarkan pemeriksaan fisik,
foto thoraks, dan CT scan thoraks (Milisavljevic, et al., 2012).
Fraktur sternum terjadi karena trauma tumpul yang sangat berat sering kali
disertai dengan fraktur kosta multipel. Gangguan organ mediastinum harus
dicurigai
pada pasien fraktur sternum, umumnya adalah kontusio miokardium (dengan nyeri
prekordium dan dispnea). Diagnosis fraktur sternum didapatkan dari pemeriksaan
fisik, adanya edema, deformitas, dan nyeri lokal (Milisavljevic, et al., 2012).
Kontusio parenkim paru adalah manifestasi trauma tumpul thoraks yang
paling umum terjadi. Kontusio pulmonum paling sering disebabkan trauma tumpul
pada dinding dada secara langsung yang dapat menyebabkan kerusakan
parenkim,
edema interstitial dan perdarahan yang mengarah ke hipoventilasi pada sebagian
paru. Kontusio juga dapat menyebabkan hematoma intrapulmoner apabila
pembuluh
darah besar didalam paru terluka. Diagnosis didapatkan dari anamnesis,
pemeriksaan fisik (adanya suara gurgling pada auskultasi), foto thoraks, dan CT
scan thoraks. Kontusio lebih dari 30% pada parenkim paru membutuhkan ventilasi
mekanik (Milisavljevic, et al., 2012).
Pneumothoraks adalah adanya udara pada rongga pleura. Pneumothoraks
sangat berkaitan dengan fraktur kosta laserasi dari pleura parietalis dan visceralis.
Robekan dari pleura visceralis dan parenkim paru dapat menyebabkan
pneumothoraks, sedangkan robekan dari pleura parietalis dapat menyebabkan
terbentuknya emfisema subkutis. Pneumothoraks pada trauma tumpul thoraks
142
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
E. Klasifikasi
1. Mekanisme trauma
a. Trauma tumpul
1) Trauma langsung (fraktur iga)
2) Trauma deselerasi
3) Trauma kompresi
b. Trauma tembus
1) High velocity pistol
2) Low velocity pisau, benda tajam
2. Trauma Mengancam Nyawa
Segera:
a. Obstruksi jalan napas
Tanda: dispnoe, wheezing, batuk darah
b. Tension pneumothorax
Definisi: udara di rongga pleura
Dijumpai mekanisme ventil, udara dapat masuk ke rongga pleura tetapi
tidak dapat keluar
c. Pneumotoraks terbuka sucking chest wound
Definisi: udara di dalam rongga pleura
143
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
Terdapat luka terbuka pada dinding dada, diameter > 2/3 trakea sucking
chest wound
d. Hemotoraks massif
Akumulasi darah di rongga pleura > 1500 cc
Terjadi karena laserasi paru, cedera pembuluh darah sistemik atau hilus
paru
e. Flail chest
Terjadi jika terdapat fraktur 2 atau lebih iga yang berdekatan pada 2 tempat
ada segmen dada yang mengambang
f. Tamponade jantung
Akumulasi darah di rongga pericardium
Potensial:
a. Pneumotoraks, Hemotoraks
Definisi: udara di dalam rongga pleura
Penyebab tersering: Laserasi paru akibat trauma tumpul
b. Kontusio paru dan jantung
Terjadi ruptur alveolar dengan perdarahan & edema
- Peningkatan permeabilitas membran kapiler
- Menyebabkan gangguan pertukaran gas hipoksia, hiperkarbi
c. Ruptur aorta
Biasanya terjadi pada trauma tumpul yang mengalami gaya deselerasi
tinggi
Jika robekan besar 90% meninggal dalam beberapa menit, jika bisa sampai
ke rumah sakit 90% akan meninggal
d. Ruptur diafragma
Sering terjadi pada trauma tumpul toraks yang menyebabkan fraktur iga 7
ke bawah fragmen fraktur iga merobek diafragma Dapat terjadi pada trauma
tembus toraks
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi: X-foto thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)
2. Gas darah arteri (GDA), mungkin normal atau menurun.
144
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
H. Penatalaksanaan
1. Bullow Drainage / WSD
Pada trauma toraks, WSD dapat berarti:
a. Diagnostik :
Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil,
sehingga dapat ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak,
sebelum pasien jatuh dalam shock.
b. Terapi:
145
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
146
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
147
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
e. Pemberian oksigen.
f. Antibiotika.
g. Analgetika.
h. Expectorant.
16
A. Definisi
148
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
149
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
150
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
B. Trauma tajam
Trauma tajam abdomen adalah suatu ruda paksa yang mengakibatkan luka
pada permukaan tubuh dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum yang
disebabkan oleh tusukan benda tajam. Trauma akibat benda tajam dikenal dalam
tiga bentuk luka yaitu: luka iris atau luka sayat (vulnus scissum), luka tusuk (vulnus
punctum) atau luka bacok (vulnus caesum).
151
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
C. Trauma tumpul
Trauma tumpul kadang tidak menimbulkan kelainan yang jelas pada
permukaan tubuh, tetapi dapat mengakibatkan cedera berupa kerusakan daerah
organ sekitar, patah tulang iga, cedera perlambatan (deselerasi), cedera kompresi,
peningkatan mendadak tekanan darah, pecahnya viskus berongga, kontusi atau
laserasi jaringan maupun organ dibawahnya.
Mekanisme terjadinya trauma pada trauma tumpul disebabkan adanya
deselerasi cepat dan adanya organ-organ yang tidak mempunyai kelenturan (non
complient organ) seperti hati, lien, pankreas, dan ginjal. Secara umum mekanisme
terjadinya trauma tumpul abdomen yaitu:
1. Saat pengurangan kecepatan menyebabkan perbedaan gerak di antara
struktur. Akibatnya, terjadi tenaga potong dan menyebabkan robeknya organ
berongga, organ padat, organ visceral dan pembuluh darah, khususnya pada
bagian distal organ yang terkena.
Contoh pada aorta distal yang mengenai tulang torakal mengakibatkan gaya
potong pada aorta dapat menyebabkan ruptur. Situasi yang sama dapat terjadi
pada pembuluh darah ginjal dan pada cervicothoracic junction.
2. Isi intra abdominal hancur diantara dinding abdomen anterior dan columna
vertebra atau tulang toraks posterior. Hal ini dapat menyebabkan ruptur,
biasanya terjadi pada organ-organ padat seperti lien, hati, dan ginjal.
3. Gaya kompresi eksternal yang menyebabkan peningkatan tekanan intra-
abdomen yang tiba-tiba dan mencapai puncaknya biasanya menyebabkan
ruptur organ berongga. Berat ringannya perforasi tergantung dari gaya dan luas
permukaan organ yang terkena cedera.
Kerusakan organ lunak karena trauma tumpul biasanya terjadi sesuai
dengan tulang yang terkena seperti terlihat pada tabel sebagai berikut:
152
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
17
A. Definisi
153
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
154
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
155
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
156
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
b. Pemeriksaan
Mioglobin menimbulkan urin berwarna gelap yang akan positif bila diperiksa
untuk adanya hemoglobin. Pemeriksaan khusus mioglobin perlu untuk
menunjang diagnosis. Rabdomiolisis dapat menyebabkan hipovolemi,
metabolic asidosis, Hiperkalemia dan hipokalsemia.
c. Pengelolaan.
Pemberiaan cairan intra vena selama ekstritasi sangat penting untuk
melindungi ginjal dari gagal ginjal. Gagal ginjal yang disebabkan oleh
hemoglobin dapat dicegah dengan pemberian cairan dan diuresis asmotik
untuk meningkatkan isi tubulus dan aliran urin.
157
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
158
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
b. Pemeriksaan
Pada pemeriksaan biasanya akan didapatkan depormitas dari ekstremitas.
Pemeriksaan fungsi saraf memerlukan kerja sama pasien, setiap saraf
ferifer yang besar di periksa fungsi motorik dan sensorik.
c. Pengelolaan
Ekstremitas yang cedera harus segera di immobilisasi dalam posisi
dislokasi dan konsultasi bedah segera dikerjakan. Jika terdapat indikasi dan
159
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
160
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
sulit teraba dan anggota gerak menjadi pucat, sianosis, dingin, waktu capillary
refill melambat.
2. Trauma Jaringan Lunak
Kerusakan kulit dapat menimbulkan gangguan cairan tubuh, elektrolit, atau
pengontrolan suhu, dan menjadi jalan masuk mikroorganisme yang akan
menyebabkan infeksi, terutama bila didapat jaringan yang nekrosis.
3. Defisit Neurologis
Bila syaraf mengalami tekanan/robekan, konduksi akan terputus dan relay
impuls syaraf akan berkurang, akibatnya terjadi trauma syaraf dengan gejala-
gejala hilangnya fungsi motorik dan sensorik parsial atau komplit.
Referensi:
Kneale, Julia dan Peter Davis .2011. Keperawatan Ortopedik & Trauma Edisi 2.
Jakarta : EGC
Lukman dan Nurna Ningsih. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Volume 3.Jakarta : EGC
18
161
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
Konsep Hiperglikemia
A. Definisi
Hiperglikemia menurut definisi berdasarkan kriteria diabetesmelitus yang
dikeluarkan oleh International Society for Pediatrics and Adolescent Diabetes
(ISPAD) adalah KGD sewaktu 11.1 mmol/L (200 mg/dL) ditambah dengan gejala
diabetes atau KGD puasa (tidak mendapatkan masukan kalori setidaknya dalam 8
jam sebelumnya) 7.0 mmol/L (126 mg/dL).
Definisi lain hiperglikemia menurut World Health Organization (WHO)
adalah KGD 126 mg/dL (7.0 mmol/L), dimana KGD antara 100 dan 126 mg/dL
(6,1 sampai 7.0 mmol/L) dikatakan suatu keadaan toleransi abnormal glukosa.
Keadaan kritis didefinisikan sebagai semua kondisi yang memerlukan penanganan
khusus untuk kegagalan sistim organ vital. Stres hiperglikemia didefinisikan
sebagai suatu keadaan hiperglikemia pada pasien dengan keadaan kritis.
B. Etiologi
Penyebab tidak diketahui dengan pasti tapi umumnya diketahui
kekurangan insulin adalah penyebab utama dan faktor herediter yang memegang
peranan penting. Yang lain akibat pengangkatan pancreas, pengrusakan secara
kimiawi sel beta pulau langerhans. Tujuan utama terapi Hiperglikemia adalah
mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dan upaya
mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropati.
C. Menifestasi Klinik
Gejala awal umumnya yaitu (akibat tingginya kadar glukosa darah) :
1. Polipagi
2. Polidipsi
3. Poliuri
4. Kelainan kulit, gatal-gatal, kulit kering
5. Rasa kesemutan, kram otot
6. Visus menurun
7. Penurunan berat badan
8. Kelemahan tubuh dan Luka yang tidak sembuh-sembuh
D. Komplikasi Hiperglikemia
162
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
E. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis dapat dibuat dengan gejala-gejala diatas + GDS > 200 mg% (Plasma
vena). Bila GDS 100-200 mg% perlu pemeriksaan test toleransi glukosa
oral.Kriteria baru penentuan diagnostik DM menurut ADA menggunakan GDP >
126 mg/dl. Pemeriksaan lain yang perlu diperhatikan pada pasien hiperglikemi
adalah :
Glukosa darah : Meningkat 200 100 mg/dl, atau lebih
Aseton plasma : Positif secara mencolok.
Asam lemak bebas : Kadar lipid dan kolesterol meningkat.
Osmolalitas serum : Meningkat tetapi biasanya kurang dari 330
mOsm/l.
Elektrolit :
- Natrium: Mungkin normal, meningkat atau menurun.
- Kalium: Normal atau peningkatan semu (perpindahan seluller), selanjutnya
akan menurun.
- Fospor: Lebih sering menurun.
163
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
Hemoglobin glikosilat :
Kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang mencerminkan kontrol DM
yang kurang selama 4 bulan terakhir (lama hidup SDM) dan karenanya sangat
bermanfaat dalam membedakan DKA dengan kontrol tidak adekuat Versus DKA
yang berhubungan dengan insiden.
Glukosa darah arteri:
Biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3 (asidosis
metabolik) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
Trombosit darah :
Ht mungkin meningkat (dehidrasi), leukositiosis, hemokonsentrasi, merupakan
respon terhadap stress atau infeksi.
Ureum / kreatinin:
Mungkin meningkat atau normal (dehidrasi/ penurunan fungsi ginjal).
Amilase darah:
Mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pankretitis akut sebagai
penyebab dari DKA.
Insulin darah:
Mungkin menurun / bahkan sampai tidak ada (pada tipe 1) atau normal sampai
tinggi (tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin/gangguan dalam
penggunaannya (endogen/eksogen). Resisiten insulin dapat berkembang
sekunder terhadap pembentukan antibodi (auto antibodi).
Pemeriksaan fungsi tiroid:
Peningkatan aktifitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan
kebutuhan akan insulin.
Urine: Gula dan aseton positif; berat jenis dan osmolalitas mungkin menigkat.
Kultur dan sensitivitas:
Kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi pernapasan dan infeksi
pada luka.
164
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
165
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
166
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
167
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
H. Penatalaksanaan
Pada pasien dengan keadaan kritis di UPI Anak, target gula darah yang
diinginkan adalah sedekat mungkin dengan angka < 110 mg/dL. Dengan
dilakukannya beberapa studi baru, maka saat ini nilai yang lebih permisif pada
anak adalah 90-140 mg/dL (5-7.7 mmol/L). Beberapa sentra sedang melakukan uji
coba klinis lebih lanjut mengenai kontrol glukosa kepada pasien anak.
10. Kontrol Glukosa Konvensional Versus Kontrol Glukosa Intensif
168
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
12. Pemantauan
Penggunaan insulin dalam tatalaksana pasien hiperglikemia
memerlukan pemeriksaan gula darah yang sering,bahkan dapat berulang
169
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
setiap jam sampai kadar gula stabil, setelahnya dapat setiap 4-6 jam.
Diperlukan perhatian khusus dalam terapi ini untuk mencegah dan
mengkoreksi hipoglikemia serta penyesuaian dosis insulin. Saat ini telah
digunakan monitor glukosa secara kontinyu dengan menggunakan Continous
Glucose Monitoring System (CGMS) yang dimasukkan subkutan.
KONSEP HIPOGLIKEMIA
A. Definisi Hipoglikemia
Hipoglikemia didefinisikan sebagai keadaan di mana kadar glukosa plasma
lebih rendah dari 45 mg/dl 50 mg/dl. Bauduceau, dkk mendefinisikan
hipoglikemia sebagai keadaan di mana kadar gula darah di bawah 60 mg/dl
disertai adanya gelaja klinis pada pasien. Pasien diabetes yang tidak terkontrol
dapat mengalami gejala hipoglikemia pada kadar gula darah yang lebih tinggi
dibandingkan dengan orang normal, sedangkan pada pasien diabetes dengan
pengendalian gula darah yang ketat (sering mengalami hipoglikemia) dapat
mentoleransi kadar gula darah yang rendah tanpa mengalami gejala hipoglikemia.
Pendekatan diagnosis kejadian hipoglikemia juga dilakukan dengan bantuan
Whipples Triad yang meliputi: keluhan yang berhubungan dengan hipoglikemia,
kadar glukosa plasma yang rendah, dan perbaikan kondisi setelah perbaikan
kadar gula darah.
Hipoglikemia akut diklasifikasikan menjadi ringan, sedang, dan berat
menurut gejala klinis yang dialami oleh pasien :
Klasifikasi Klinis Hipoglikemia Akut
Ringan Simtomatik, dapat diatasi sendiri, tidak ada gangguan
aktivitas sehari hari yang nyata
Sedang Simtomatik, dapat diatasi sendiri, menimbulkan gangguan
aktivitas sehari hari yang nyata
Berat Sering tidak simtomatik, pasien tidak dapat mengatasi sendiri
karena adanya gangguan kognitif
1. Membutuhkan pihak ketiga tetapi tidak membutuhkan terapi
parenteral
2. Membutuhkan terapi parenteral (glukagon intramuskuler
atau intravena)
3. Disertai kejang atau koma
170
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
C. Etiologi
1. Makan kurang dari diet yang ditentukan
2. Sesudah olahraga
171
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
D. Komplikasi
Komplikasi dari hipoglikemia pada gangguan tingkat kesadaran yang berubah
selalu dapat menyebabkan gangguan pernafasan, selain itu hipoglikemia juga
dapat mengakibatkan kerusakan otak akut. Hipoglikemia berkepanjangan parah
bahkan dapat menyebabkan gangguan neuropsikologis sedang sampai dengan
gangguan neuropsikologis berat karena efek hipoglikemia berkaitan dengan
system saraf pusat yang biasanya ditandai oleh perilaku dan pola bicara yang
abnormal (Jevon, 2010) dan menurut Kedia (2011) hipoglikemia yang berlangsung
lama bisa menyebabkan kerusakan otak yang permanen, hipoglikemia juga dapat
menyebabkan koma sampai kematian.
E. Diagnosis Hipoglikemia
1. Hipoglikemia dengan gejla-gejala saraf pusat, psikiatrik atau vasomotorik
2. Kadar glukosa darah < 50 mg %
3. Gejala akan menghilang dengan pemberian gula
F. Terapi
1. Pemberian gula murni 30 g (2 sendok makan), sirup atau makanan yang
mengandung karbohidrat.
2. Pada keadaan koma, berikan larutan glukosa 40 % IV sebanyak 10 25 cc,
setiap 10 20 menit sampai pasien sadar, disertai infus dekstrosa 10 % 6
jam/kolf
3. Bila belum teratasi, dapat diberikan antagonis insulin.
172
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
173
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
174
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
a. Dosis insulin atau obat penurun gula darah yang terlalu tinggi.
b. Konsumsi glukosa yang berkurang.
c. Produksi glukosa endogen berkurang, misal setelah konsumsi alkohol.
d. Peningkatan penggunaan glukosa oleh tubuh, misal setelah berolahraga.
e. Peningkatan sensitivitas terhadap insulin.
f. Penurunan ekskresi insulin, misal pada gagal ginjal.
3. Ekses insulin disertai mekanisme kontra regulasi glukosa yang terganggu
Hipoglikemi merupakan interaksi antara kelebihan (ekses) insulin dan
terganggunya mekanisme kontra regulasi glukosa. Kejadian ekses insulin saja
belum tentu menyebabkan terjadinya hipoglikemia. Faktor risiko yang relevan
dengan terganggunya mekanisme kontra regulasi glukosa pada pasien
diabetes melitus tipe 1 dan diabetes melitus tipe 2 tahap lanjut antara lain:
a. Defisiensi insulin pankreas
Menandakan bahwa insulin yang ada merupakan insulin eksogen,
sehingga apabila gula darah turun di bawah batas normal, tidak terjadi
penurunan sekresi insulin.
b. Riwayat hipoglikemia berat, ketidaksadaran hipoglikemia (hypoglycemia
unawareness), atau keduanya.
c. Terapi penurunan kadar gula darah yang agresif, ditandai dengan kadar
HbA1c yang rendah, target kadar gula darah yang rendah, atau
keduanya.
4. Frekuensi Hipoglikemia
Pasien yang sering mengalami hipoglikemia akan mentoleransi kadar gula
darah yang rendah dan mengalami gejala hipoglikemia pada kadar gula darah
yang lebih rendah daripada orang normal.
5. Obat hipoglikemik oral yang berisiko menyebabkan hipoglikemia
Penggunaan obat hipoglikemik oral yang memiliki cara kerja meningkatkan
sekresi insulin pada pankreas dapat menyebabkan terjadinya hipoglikemia.
Obat-obat tersebut antara lain dipeptydil peptidase-4 inhibitor, glucagon-like
peptide-1, golongan glinide, golongan sulfonylurea: glibenclamide, glimepiride.
a. Sulfonylurea
Sulfonylurea bekerja dengan memacu pelepasan insulin dari sel beta
pankreas dengan cara berikatan dengan reseptor sulfonylurea pada sel
beta pankreas yang menyebabkan inhibisi efluks ion kalium dan
menyebabkan depolarisasi dan pelepasan insulin. Pemakaian
175
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
176
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
177
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
178
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
179
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
180
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
J. Penatalaksanaan
Menurut Kedia (2011), pengobatan hipoglikemia tergantung pada keparahan dari
hipoglikemia. Hipoglikemia ringan mudah diobati dengan asupan karbohidrat
seperti minuman yang mengandung glukosa, tablet glukosa, atau mengkonsumsi
makanan rigan. Dalam Setyohadi (2011), pada minuman yang mengandung
glukosa, dapat diberikan larutan glukosa murni 20- 30 gram (1 - 2 sendok
makan). Pada hipoglikemia berat membutuhkan bantuan eksternal, antara lain
(Kedia, 2011):
1. Dekstrosa
Untuk pasien yang tidak mampu menelan glukosa oral karenapingsan,
kejang, atau perubahan status mental, pada keadaan darurat dapat
pemberian dekstrosa dalam air pada konsentrasi 50% adalah dosis
biasanya diberikan kepada orang dewasa, sedangkan konsentrasi 25%
biasanya diberikan kepada anak-anak.
2. Glukagon
Sebagai hormon kontra-regulasi utama terhadap insulin, glukagonadalah
pengobatan pertama yang dapat dilakukan untuk hipoglikemia berat. Tidak
seperti dekstrosa, yang harus diberikan secara intravenadengan perawatan
kesehatan yang berkualitas profesional, glucagon dapat diberikan oleh
subkutan (SC) atau intramuskular (IM) injeksi oleh orang tua atau
pengasuh terlatih. Hal ini dapat mencegah keterlambatan dalam memulai
pengobatan yang dapat dilakukan secara darurat.
181
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
Referensi:
Mega Hadiatma, 2012. Asuhan Keperawatan Pada Ny. S Dengan Hipoglikemia Pada
Pasien Diabetes Mellitus Di Instalasi Gawat Darurat Rsud Dr. Moewardi. Fakultas
Ilmu Kesehatan. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Sustrani Lanny Dkk. 2004. Diabetes. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama
Timby, Barbara K & Nancy E, Smith. 2006. Introductory Medical-Surgical Nursing 9th
Edition. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins
Wilkinson, Judith M. 2005. Nursing Diagnosis Handbook With NIC Interventions And
NOC Outcomes. New jersey : pearson prentice hall
182
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
19
A. Definisi
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak langsung tak
langsung dengan suhu tinggi seperti api, air panas, listrik, bahan kimia dan radiasi
(Nugrogo, 2010). Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak langsung
dengan suhu tinggi seperti api, air panas, listrik, bahan kimia dan radiasi juga oleh
sebab kontak dengan suhu rendah (frost-bite). Luka bakar ini dapat
mengakibatkan kematian, atau akibat lain yang berkaitan dengan problem fungsi
maupun estetik (Rendy & Margareth 2012). Luka bakar adalah kerusakan atau
kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber air panas seperti
api,air panas,bahan kimia, listrik, dan radiasi (Musliha, 2010).
B. Etiologi
Luka bakar banyak disebabkan karena suatu hal, diantaranya adalah
1. Luka bakar suhu tinggi (Thermal Burn): gas, cairan, bahan padat
Luka bakar thermal burn biasanya disebabkan oleh air panas (scald) ,jilatan
api ketubuh (flash), kobaran api di tubuh (flam), dan akibat terpapar atau
kontak dengan objek-objek panas lainnya(logam panas, dan lain-lain)
(Moenadjat, 2009).
2. Luka bakar bahan kimia (Chemical Burn)
Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau alkali yang biasa
digunakan dalam bidang industri militer ataupu bahan pembersih yang sering
digunakan untuk keperluan rumah tangga (Moenadjat, 2009).
183
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
184
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
bakar biasanya steril pada saat cedera. Panas menjadi agen penyebab, juga
membunuh semua mikroorganisme pada permukaan. Itu hanya setelah
minggu pertama luka bakar yang luka permukaan ini cenderung terinfeksi,
sehingga membuat sepsis sebagai penyebab utama kematian diluka bakar. Di
luka lain misalnya, luka gigit, luka tusuk dan luka lecet yang terkontaminasi
pada saat diderita jarang penyebab sepsis sistemik.
185
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
186
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
Referensi:
Brunner & Suddart. 2002. BUKU AJAR KEPERAWATAN MEDICAL BEDAH EDISI 8.
BUKU AJAR KEDOKTERAN Jakarta EGC
Dewi Yulia Ratna Sintia. 2007. Luka Bakar: KONSEP UMUM DAN INVESTIGASI
BERBASIS KLINIS LUKA ANTEMORTEM DAN POSTMORTEMINA
Dewi, sanarto Taqiyah 2008. Pengaruh Prefekwensi Perawatan Luka Bakar Dengan
Madu Nectar Floar Terhadap Lama Penyembuhan Luka
Grace A. Pierce & Neil R. Borley.2016. At. A Galance Ilmu Bedah Edisi Ketiga
Erlangga
Hasnul arifin. 2012. Pengelolaan Infeksi Pada Pasien Luka Bakar Di Unit Perawatan
Intensif
ISO (informasi spesialite obat) 2012. ISFI (ikatan sarjana farmasi Indonesia) Jakarta.
187
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
Sjamsuhidajat.R & Wim de Jong. 2004. Buku-ajar ILMU BEDAH edisi 2. Buku
kedokteran Jakarta EGC
Wong dl & dkk.2019. Buku ajar keperawatan pediatric. Volum I edisi 6 Buku
kedokteran Jakarta EGC
CHAPTER SEIZURE
20
A. Pengertian Kejang Demam
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rectal di atas 380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Kejang demam adalah kelainan neurologis yang sering terjadi pada bayi dan anak-
anak. Keadaan ini termasuk keadaan darurat. Dari penelitian yang pernah
dilakukan sekitar 2,5-5% anak pernah mengalami kejang demam sebelum umur 5
tahun.1 Kejang demam banyak mengenai anak usia 14- 18 bulan.2,3 Kejang
demam terjadi lebih dari 90% pada anak usia di bawah 5 tahun.4 Hampir 5% anak
berumur di bawah 16 tahun setidaknya pernah mengalami sekali kejang selama
hidupnya.
Kejang demam terjadi karena suatu proses dari ekstrakranium. Kejang
terjadi akibat perubahan fungsi otak secara tiba-tiba dan sementara sebagai akibat
dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang
berlebihan sehingga menyebabkan renjatan berupa kejang. Gejala klinis akan
terjadi kenaikan suhu tubuh yang berpengaruh ke otak akibat potensi listrik serebral
yang berlebih sehingga terjadi kejang.
B. Manisfestasi Klinis
Unit Kerja Koordinasi Neurologi IDAI 2006 membuat klasifikasi kejang demam pada
anak menjadi:
1. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure)
a. Kejang demam kurang dari 15 menit dan umumnya akan berhenti sendiri.
188
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
b. Kejang berbentuk umum tomik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal.
c. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam.
2. Kejang demam kompleks (Complex Febrile Seizure)
a. Kejang > 15 menit
b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang
parsial
c. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam
C. Etiologi
Faktor- faktor penyebab kejang demam yang sering muncul pada anak, antara lain
:
1. Efek produk toksik daripada mikroorganisme terhadap otak
2. Neoplasma toksin
3. Respon alergik yang abnormal oleh infeksi
4. Gangguan metabolik : hipoglikemi, gagal ginjal, hipoksia, hipokalsemia,
hiponatremia, hiperbilirubinemia, aminoasiduria, hipomagnesemia.
5. Infeksi yang mengenai jaringan ekstrakranial seperti otitis, tonsilitis, bronkitis.
6. Keracunan alkohol dan teofilin
7. Gangguan vaskular : petekia akibat anoksia dan asfiksia terjadi di intraserebral
dan intraventrikuler, perdarahan akibat trauma langsung terjadi di daerah
subaraknoidal dan subdural, trombosis, defisiensi vitamin K, sindrom
hiperviskositas.
8. Idiopatik
D. Patofiologi
Patofisiologi kejang demam idiopatik. Penyebab terbanyak kejang demam terjadi
pada infeksi luar kranial dari bakteri, seperti tonsilitis, bronkitis dan otitis media akut
akibat bakteri yang bersifat toksik. Toksik yang dihasilkan menyebar ke seluruh
tubuh secara hematogen ataupun limfogen.
Naiknya suhu di hipotalamus, otot, kulit, dan jaringan tubuh yang lain akan
mengeluarkan mediator kimia berupa epinefrin dan prostaglandin. Pengeluaran
mediator kimia ini merangsang peningkatan potensial aksi pada neuron. Pada
keadaan kejang demam terjadi peningkatan reaksi kimia tubuh, sehingga reaksi-
reaksi oksidasi terjadi lebih cepat dan menyebabkan oksigen cepat habis sehingga
terjadi hipoksia. Pada kejadian ini transport ATP terganggu sehingga Na intrasel
dan K ekstrasel meningkat dan menyebabkan potensial membran cenderung turun
189
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
dan aktifitas sel saraf meningkat terjadi fase depolarisasi neuron dengan cepat
sehingga timbul kejang.
190
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
191
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium: darah lengkap, gula darah, elektrolit
2. Lumbal pungsi, dianjurkan pada:
a. Bayi kurang dari 12 bulan
b. Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan
c. Bayi > 18 bulan tidak rutin
3. Elektroensefalografi pada kasu-kasus kejang demam yang tidak khas, misalnya
kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, kejang demam
fokal
4. CT-Scan dikerjakan hanya atas indikasi seperti:
a. Kelainan neurology fokal yang menetap (hemiparesis)
b. Paresis nervus VI
c. Papiledema
G. Penetalaksanaan
192
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
1. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk
menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intra vena.
Dosisnya adalah: 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahandengan kecepatan 1-2 mg /
menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang
praktis diberikan di rumah oleh orang tua adalah diazepam rectal. Dosis
diazepam rekta adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rectal 5 mg untuk anak
dengan berat badan kurang dari 10 mg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari
10 kg. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena
dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau
kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8
mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang
belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif.
2. Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko
terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa
antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10-
15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Ibuprofen 5-10
mg/kg/kal, 3-4 kali sehari
3. Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam saat demam
menurunkan resiko berulangnya kejang pada 30%-60% kasus, begitu pula
dengan diazepam rectal dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 380C.
4. Obat rumatan
Indikasi pemberian obat rumatan:
a. Kejang lama > 15 menit
b. Adanya kelainan neurologis nyata sebelum atau setelah kejang, misalnya
hemiparesis, paresis Todd, serebral palsy, retaardasi mental, hidrosefalus
c. Kejang fokal
d. Dipertimbangkan bila:
1. Kejang berulang dua kali atau lebih dalm 24 jam
2. Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan
3. Kejang demam ? 4 kali /tahun
193
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
21
A. Definisi
Gagal ginjal akut (GGA) merupakan suatu sindrom klinik akibat adanya
gangguan fungsi ginjal yang terjadi secara mendadak (dalam beberapa jam sampai
beberapa hari) yang menyebabkan retensi sisa metabolisme nitrogen
(urea/creatinin) dan untuk nitrogen, dengan atau tanpa disertai oligouri.Tergantung
dari keparahan dan lamanya gangguan fungsi ginjal, retensi sisa metabolisme
tersebut dapat disertai dengan gangguan metabolic lainnya seperti asidosis dan
hiperkalemia, gangguan kesimbangan cairan, serta dampak terhadap berbagai
organ tubuh lainnya.
GGA didefinisikan sebagai penurunan fungsi ginjal yang mendadak dan
bersifat progresif dengan akibat terjadinya peningkatan metabolik persenyawaan
nitrogen seperti ureum dan kreatinin serta gangguan keseimbangan cairan,
elektrolit dan asam basa yang seharusnya dikeluarkan oleh ginjal. Secara obyektif
GGA ditandai oleh salah satu dari kriteria di bawah ini:
1. Peningkatan kreatinin serum 0.3 mg/dL dalam 48 jam, atau
2. Peningkatan kreatinin serum 1.5 kali dari data dasar yang diketahui atau
diduga peningkatan tersebut timbul dalam 7 hari; atau
194
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
B. Epidemiologi
Acute Kidney Injury atau gangguan ginjal akut yang dikenal sebagai gagal
ginjal akut (GGA). GGA sering dijumpai sebagai komplikasi pasien rawat inap di
rumah sakit, dan diketahui merupakan kondisi yang berhubungan dengan
peningkatan risiko morbiditas dan mortalitas. GGA cenderung meningkatkan lama
rawat di pediatricintensivecare unit (PICU) maupun di rumah sakit, dan dilaporkan
memiliki angka kematian sampai 46% pada anak dalam kondisi sakit kritis, atau 4-5
kali memiliki risiko yang lebih tinggi dalam menyebabkan kematian dibanding
pasien non-GGA.
Pada suatu penelitian pasien dewas, insiden dari GGA sekitar
209/1.000.000 populasi, dan penyebab utama dari GGA yaitu pre-renal sekitar 21%
dari pasien dan nekrosis tubular akut sekitar 45%. Pada penelitian di pusat
kesehatan tersier, 227 anak mendapat dialisis selama interval 8 tahun dengan
insiden sekitar 0,8/100.000 total populasi. Angka kejadian GGA pada anak yang
terlihat meningkat itu juga mengalami pergeseran etiologi dari yang sebelumnya
penyakit ginjal primer sebagai penyebab, saat ini lebih banyak disebabkan
berbagai penyakit lain di luar ginjal - misalnya sepsis, serta dapat pula timbul
sebagai komplikasi tindakan - misalnya pada pasien operasi bypass kardio
pulmonal.
195
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
D. Diagnosis
GGA merupakan komplikasi suatu penyakit yang bisa primernya terdapat di
ginjal, di luar ginjal, maupun dari tindakan medis. Etiologi GGA pada sebagian
besar pasien dapat diketahui melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik yang baik.
Bahkan pada kelompok pasien tertentu harus dievaluasi GGA secara dini, yaitu
dengan kondisi seperti: 1) hipovolemia berat: muntah, diare, perdarahan, beberapa
kondisi poliuria misalnya ketoasidosisdiabetik, asidosis tubular renal dan tubulopati
kronik. 2) Gejala yang mengarah pada penyakit ginjal akut: oliguria akut, edema,
196
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang dapat terjadi pada pasien GGA seperti: tampak
sangat lemas dan letargi disertai mual, muntah, diare, pucat (anemia), dan
hipertensi. Dapat juga terjadi Nokturia (buang air kecil di malam hari),
pembengkakan tungkai, kaki atau pergelangan kaki, pembengkakan yang
menyeluruh (karena terjadi penimbunan cairan), berkurangnya rasa, terutama di
tangan atau kaki, tremor tangan, kulit dari membran mukosa kering akibat
dehidrasi, nafas dapat berbau urin (foto uremik), dan kadang-kadang dapat
197
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
dijumpai adanya pneumonia uremik. Manisfestasi lain dapat terjadi di sistem saraf
(lemah, sakit kepala, penurunan kesadaran, dan kejang). Manifestasi yang
tersering adalah perubahan pengeluaran produksi urine, peningkatan konsentrasi
serum ureum, kadar kreatinin, dan laju endap darah (LED).
F. Klasifikasi
Dalam mendiagnosa penyakit GGA, terdapat kriteria yang digunakan.
Kriteria ini dikategorikan dalam 3 stadium disfungsi renal dengan dasar kadar
serum kreatinin yang merefleksikan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG)
disertai penurunan durasi produksi urin,kriteria tersebut yaitu risk, injury dan failure,
ditambah 2 variabel luar yaitu loss dan end-stage. Dengan kriteria RIFLE, klinisi
dapat menentukan apakah seorang pasien masuk ke stadium dimana kerusakan
ginjal masih dapat dicegah, atau terjadinya kerusakan ginjal ataupun telah terjadi
gagal ginjal.
Pada tahun 2007, Acute Kidney Injury Network (AKIN) membuat suatu
kriteria untuk menyempurnakan kriteria RIFLE dengan mempertimbangkan jika
terdapat peningkatan serum kreatinin (>0,3 mg/dL) ternyata sangat bermakna
dampaknya terhadap mortalitas pasien sehingga pasien tersebut digolongkan
sebagai AKI. Pada tahun yang sama dilakukan modifikasi kriteria RIFLE untuk
dipakai pada anak yang disebut pediatric RIFLE (pRIFLE). Pada Tabel dapat dilihat
perbandingan kriteria berdasarkan pRIFLE dan AKIN. Dalam seluruh kriteria GGA
yang ada, kreatinin serum merupakan salah satu indikator penilaian untuk
menentukan diagnosis GGA. Sampai saat ini berbagai bukti telah menunjukkan
bahwa kreatinin merupakan parameter yang tidak sensitif untuk penyakit GGA,
karena itu beberapa tahun terakhir berbagai penelitian diarahkan untuk mencari
biomarker baru untuk mengganti kreatinin yang diharapkan dapat mendiagnosis
GGA lebih dini sehingga terapi dapat lebih cepat diberikan dan efektif mencegah
progresifitas penurunan fungsi ginjal. Akan tetapi sampai saat ini belum ada
biomarker baru yang diaplikasikan untuk praktik klinis.
198
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
G. Tatalaksana
Tujuan tatalaksana pada GGA adalah untuk mempertahankan homeostasis
sampai fungsi ginjal mengalami perbaikan. Tatalaksana ini terdiri dari skrining
mengenai penyebab GGA, mengatasi komplikasi, terapi nutrisi, dialisis atau terapi
pengganti ginjal bila diperlukan, dan koreksi kelainan primer.
Pemantauan yang perlu dilakukan adalah tanda-tanda vital (tensi, nadi,
pernafasan, ritme jantung), pemeriksaan darah (Hb, HT, Trombosit), Ureum dan
kreatinin, Elektrolit (K, Na, CL, Ca), analisa gas darah, dieresis.
1. Keseimbangan cairan
Pemberian cairan yang adekuat merupakan tatalaksana penting pada
GGA, jumlah tergantung pada etiologi GnGA dan ada atau tidaknya gejala dan
tanda ketidakseimbangan cairan, baik yang mengarah kepada kondisi
hipovolemia (misalnya riwayat muntah atau diare, perdarahan) ataupun
hipervolemia (misalnya edema). Bila dibutuhkan resusitasi, NaCl 0,9% dapat
diberikan 10-20 mL/kg. Pada anak dengan kondisi kelebihan cairan, maka
dilakukan restriksi cairan dan diusahakan mengeluarkan cairan dengan
199
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
200
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
201
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
H. Prognosis
Prognosis GGA tergantung pada etiologi dan umur pasien, namun angka
kematian memang masih tinggi yaitu 40-70%. Anak dengan GGA yang memiliki
komponen kegagalan multisystem memiliki angka mortalitas lebih tinggi
dibandingkan dengan anak dengan penyakit renal instriksi. Anak dengan
nephrotoxic GGA dan hypoxic/ischemic GGA biasanya fungsi ginjal akan kembali
normal.. Untuk prognosis jangka panjang, sebelumnya dianggap bahwa pasien
yang sembuh dari GGA dan memiliki fungsi ginjal normal kembali memiliki risiko
morbiditas dan mortalitas yang sama dengan populasi umum. Belakangan
dilaporkan bahwa pada sekitar 10% anak pada kondisi yang disebutkan di atas
didapatkan hiperfiltrasi, hipertensi, dan mikroalbuminuria pada 6-12 bulan pasca
GGA. Hal ini tentu menjadikan populasi ini berisiko yang lebih tinggi untuk
mengalami penurunan fungsi ginjal yang progresif. Dari hal tersebut, maka anak
yang sembuh dari GGA perlu dipantau untuk dapat mendeteksi dini tanda
kerusakan ginjal sehingga dapat dilakukan intervensi dini pula. Pemberian obat
penghambat enzim konversi angiotensin (ACE inhibitor), penghambat reseptor
angiotensin atau terapi renoprotektor lain dapat diberikan dalam upaya mencagah
penurunan fungsi ginjal.
202
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
CHAPTER KERACUNAN
ORGANOPHOSPAT
22
A. Pestisida
Pestisida adalah semua yang dipakai untuk membasmi serangga, antara lain terdiri
dari:
a. Insektisida : Khusus untuk serangga
b. Rodentisida : Untuk membasmi tikus
c. Herbisida : Untuk membasmi tanaman pengganggu.
Sifat-sifat IFO
Insektisida penghambat kholin esterase (cholinesterase inhibitor insecticide)
merupakan insektisida poten yang paling banyak digunakan dalam pertanian
dengan toksisitas yang tinggi. Dapat menembus kulit yang normal, dapat diserap
lewat paru dan saluran makanan, tidak berakumulasi dalam jaringan tubuh seperti
halnya golongan IHK.
Jenis-jenis IFO
1. Insektisida untuk dipakai dalam pertanian :
Tolly (Malathion) Parathion
Basudin Diazinon
Phosdrin Systox
203
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
Pathogenesis
a. IFO bekerja dengan cara menghambat (inaktivasi) enzim asetil kholin
esterase tubuh (KhE).
b. Dalam keadaan normal, enzim KhE bekerja untuk menghidralisis Akh
dengan jalan mengadakan ikatan Akh-KhE yang bersifat inaktif.
c. Akibatnya akan terjadi penumpukan Akh ditempat-tempat tertentu, sehingga
timbul gejala-gejala rangsangan Akh yang berlebihan, yang akan
menimbulkan efek muskarinik, nikotinik dan SSP (menimbulkan stimulasi
kemudian depresi SSP).
Pada keracunan IFO, ikatan IFO-KhE menetap (Irreversible)
Pada keracunan carbamate: bersifat sementara (reversible)
Secara farmakologik efek Akh dapat dibagi dalam 3 bagian, yaitu:
a. Muskarinik terutama pada otot polos saluran pencernaan makanan, kelenjar
ludah dan keringat, pupil, bronkhus dan jantung.
b. Nikotinik, terutama pada otot-otot bergaris, bola mata, lidah, kelopak mata
dan otot pernapasan.
c. SSP, menimbulkan rasa nyeri kepala, perubahan emosi, kejang-kejang
sampai koma.
B. Diagnosis
1. Gambaran klinik
Yang palig menonjol adalah hiperaktivitas kelenjar-kelenjar ludah/air mata/
keringat/ urine/ saluran pencernaan makanan (disngkat dengan SLUD =
Salivasi, Lakrimasi, Urinasi dan diare), kelainan visus dan kesukaran bernapas.
a. Keracunan ringan
- Anoriksia - Nyeri kepala - Rasa lemah
- Rasa takut - Tremor lidah - Tremor kelopak mata
- Pupil miosis
b. Keracunan sedang
- Nausea - Muntah-muntah - Kejang/keram perut.
- Hipersalivasi - Hiperhidrosis - Fasikulasi otot
- Bradikardi
204
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
c. Keracunan berat
- Diare - Pupil pin-Point - Reaksi cahaya (-)
- Sesak napas - Sianosos - Edema paru
- Inkonteinensia urine - Inkotinensia feses - Konvulsi
- Koma - Blokade jantung - Akhirnya meninggal
2. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan rutin tidak banyak menolong
b. Pemeriksaan khusus : pengukuran kadar kHE dalam sel darahmerah dan
plasma, penting untuk memastikan diagnosis keracunan akut maupun
kronik (menurun sekian % dari harga normal)
Keracunan akut: ringan 40-70 % N
Sedang 20 % N
Berat < 20 % N
Keracunan kronik: bila kadar KhE menurun sampai 25-50 %, setiap individu
yang berhubungan dengan insektisida ini harus segera disingkirkan dan baru
diizinkan bekerja kembali bila kadar KhE telah meningkat > 75 % N.
3. Pemeriksaan PA
Pada keracunan akut, hasil pemeriksaan patologi biasanya tidak khas, sering
hanya ditemukan adanya edema paru, dilatasi kapiler dan hiperemi paru, otak
dan organ-organ lain.
Pengobatan
1. Resusitasi
a. Bebaskan jalan napas
b. Napas buatan + O2, kalau perlu gunakan respirator pada kegagalan
napas yang berat.
c. Infus cairan kristaloid.
d. Hindari obat-obatan penekan SSP
2. Eliminasi
Emesis, katarsis, kumbah lambung, keramas rambut dan mandikan seluruh
tubuh dengan sabun.
3. Antidotum
205
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
Atropin sulfat (SA) bekerja dengan menghambat efek akumulasi Akh pada pada
tempat-tempat penumpukannya.
a. Mula-mula berikan bolus intra vena 1 2,5 mg, pada anak 0,05 mg/kg.
b. Dilanjutkan dengan 05-1 mg setiap 5-10 menit sampai timbul gejala-
gejala atropinisasi (muka merah, mulut kering, takhikardi, midriasis,
febris, psikosis. Pada anak 0,02-0,05 mg/kg iv tiap 10-30 menit.
c. Selanjutnya setiap 2-4-6 dan 12 jam.
d. Pemberian SA dihentkan minimal 2 x 24 jam.
e. Penghentian SA yang mendadak dapat menimbulkan rebound efect
berupa edema paru/kegagalan pernapasan akut, sering fatal.
Timbulnya gejala-gejala atropinisasi yang lengkap, dapat dipakai sebagai
petunjuk adanya keracunan atropin.
Reaktivator KhE bekerja dengan memotong ikatan IFO-KhE sehinggatimbul
reaktivitas ensim KhE. Yang terkenal 2 PAM (pyrydin 2 aldoxime
methiodide /methcloride = Pralidoxime = Protopam). Hanya bermanfaat
pada keracunan IFO, kontra indikasi pada keracunan carbamate.
Dosis 1 gr iv perlahan-lahan (10 20 menit), diulang setelah 6 8 jam,
hanya diberikan bila pemberian atropin telah adekuat. Pada anak-anak 25
50 mg/kg BB iv, maksimal 1 gr/hari, dapat diulang setelah 6 8 jam.
C. Prognosis
Pada umumnya baik, bila pengobatan belum terlambat, beberapa kesalahan
pengobatan sering terjadi, berupa:
a. Resusitasi kurang baik dikerjakan.
b. Eliminasi racun kurang baik.
c. Dosis atropin kurang adekuat, atau terlalu cepat dihentikan.
Pengkajian Keperawatan
a. Tanda-tanda vital
- Distress pernapasan
- Sianosis
- Takipnoe
b. Neurologi
IFO menyebabkan tingkat toksisitas SSP lebih tinggi, efek-efeknya termasuk
letargi, peka rangsangan, pusing, stupor & koma.
206
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
c. GI Tract
Iritasi mulut, rasa terbakar pada selaput mukosa mulut dan esofagus, mual dan
muntah.
d. Kardiovaskuler
Disritmia.
e. Dermal
Iritasi kulit
f. Okuler
Luka bakar kurnea
g. Laboratorium
- Eritrosit menurun
- Proteinuria
- Hematuria
- Hipoplasi sumsum tulang
h. Diagnostik
- Radiografi dada dasar/foto polos dada
- Analisa gas darah, GDA, EKG
Intervensi secara umum
Perawatan Suportif
1. Jalan nafas
2. Pernapasan
3. Sirkulasi
Pencegahan Absorbsi
1. Ipekak dianjurkan pada pasien dalam keadaan sadar dengan ingesti terhadap :
a. Distilat petroleum dalam jumlah yang besar
b. Distilat petroleum dengan adiktif toksik serius (logam berat, insektisida)
c. Hidrokarbon aromatik halogen.
2. Lakukan lavage pada pasien yang memerlukan dekontaminasi tetapi terlalu
sakit untuk diberikan ipekak
3. Arang obat
4. Katartik Saline
207
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
PRAKTIKUM KEPERAWATAN
GAWAT DARURAT
208
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
23
A. Alat
Spuit gelas atau plastic 5 atau 10 ml
Botol heparin 10 ml, 1000 unit/ml (dosis-multi)
Jarum/needle nomor 22 atau 25
Penutup udara dari karet
Kapas alcohol
Wadah berisi es (baskom atau kantong plastic)
Sarung tangan bersih
Kertas label untuk menulis status klinis pasien yang meliputi :
Nama, tanggal dan waktu
Apakah menerima O2 dan bila ya berapa banyak dan dengan rute apa
Suhu
B. Teknik
1. 1 mL heparin diaspirasi kedalam spuit, ganti jarum
2. Dasar spuit basah dengan heparin, dan kemudian kelebihan heparin dibuang
melalui jarum, dilakukan perlahan sehingga pangkal jarum penuh dengan
heparin dan tak ada gelembung udara
3. Perawat mengambil posisi yang nyaman (bisa duduk atau berdiri)
4. Cari area yang akan diambil sample analisis gas darahnya bisa pada Arteri
Radialis (umumnya dipakai). Arteri Brakhialis atau yang lain.
209
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
5. Lakukan tes Allens. Bila menggunakan pendekatan arteri radialis lakukan tes
ini dengan tekhnik:
a. Secara terus menerus bendung Arteri Radialis dan Ulnaris (tangan akan
putih kemudian pucat)
b. Lepaskan aliran arteri Ulnaris
c. Tes allens positif bila tangan kembali menjadi berwarna merah muda. Ini
menyakinkan aliran arteri dalam kondisi paten.
6. Pergelangan tangan dihiperekstensikan dan tangan dirotasi keluar (melakukan
hiperekstensi pergelangan tangan dengan menggunakan gulungan handuk).
Untuk pungsi arteri brakialis, siku dihiperekstrasikan dengan meletakkan
handuk di bawah siku.
7. Arteri Brakialis atau Radialis dilokalisasi dengan palspasi dengan jari tengah
dan jari telunjuk, dan titik maksimum denyut ditemukan. Bersihkan tempat
tersebut dengan kapas alkohol.
8. Jarum dimaksukkan dengan perlahan kedalam area yang mempunyai pulsasi
penuh. Ini akan paling mudah dengan memasukkan jarum dalm spuit kurang
lebih 45 90 derajat terhadap kulit.
Indikasi bahwa darah tersebut darah arteri satu-satunya adalah:
Adanya pemompaan darah kedalam spuit dengan kekuataannya sendiri
Aspirasi darah (dengan menarik plunger spuit) kadang-kadang diperlukan
pada spuit plastic yang terlalu keras sehingga tak mungkin darah tersebut
positif dari arteri.
210
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
Hasil gas darah tidak memungkinkan kita untuk menentukan apakah darah
dari arteri atau dari vena.
9. Setelah darah 5 ml diambil, jarum dilepaskan
10. Perawat atau perawat lan menekan area yang di pungsi selama sedikitnya 5
menit (10 menit untuk pasien yang mendapat antikoagulan)
11. Gelembung udara aharus dibuang dikeluarkan melalui spuit dengan meletakan
kapas diujung jarum.
12. Lepaskan jarum dan tempatkan penutup udara pada spuit atau ujung jarum
ditusukan ke karet penutup.
13. Putar spuit diantara telapak tangan untuk mencampurkan heparin
14. Spuit diberi label dan segera tempatkan dalam es atau air es, kemudian dibawa
ke laboratorium.
NAMA :
NIM :
Penilaian
NO Aspek Yang Dinilai Ket
1 2 3 4
A. Persiapan Alat
1. Spuit gelas atau plastic 5 atau 10 ml
2. Botol hepain 10 ml, 1000 unit/ml (dosis multi)
3. Jarum/needle nomor 22 atau 25
4. Penutup udara dan karet
5. Kapas alcohol
6. Sarung tangan steril
7. Wadah berisi air es (baskom atau kantung plastik)
8. Kertas label untuk menulis status klinis pasien yang
meliputi
a. Nama,tanggal dan waktu
b. Apakah menerima O2 dan bila ya berarti banyak dan
dengan rute apa
c. Suhu
d. Cooler box diisi perawat
B. Tahap Pre Interaksi
1.1. Melakukan verifikasi order yang ada
2. Menyiapkan alat
C. Tahap Orientasi
1. Memberi salam, panggil klien dengan panggilan yang
disenangi
211
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
212
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
18. Spuit diberi label dan segera tempatkan dalam es atau air
es, kemudian dibawa ke laboratarium
19. Mencuci tangan
20. Inspeksi area penusukan terhadap adanya perdarahan
E. Terminasi
1. Tanyakan ke klien tentang perasaannya terhadap tindakan
yang telah di lakukannya (jika klien sadar)
2. Berikan Reinfocment kepada klien atas kerjasamanya
3. Mendokumentasikan perasat dan hasil temuan yang
berhubungan dengan tindakan yang telah dilakukan (tgl &
jam pengambilan, oleh perawat, jumlah sampel yang
diambil dan kondisi pembekuan darah klien, respon klien
pada saat pengambilan sampel)
Keterangan;
1 = Tidak dilakukan sama sekali
2 = Langkah kerja dikerjakan tetapi tidak sesuai dengan urutan
3 = Langkah dikerjakan sesuai dengan urutan, tetapi kurang tepat
4 = Langkah kerja dilakukan secara benar dan tepat sesuai dengan pedoman
Banjarmasin,20..
Pembimbing Klinik
..
213
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
24
A. Pembalutan
Membalut adalah tindakan untuk menyangka atau menahan bagian tubuh agar
tidak bergeser atau berubah dari posisi yang dikehendaki:
Tujuan pembalut:
1. Mempertahankan keadaan asepsis.
2. Sebagai penekan untuk menghentikan perdarahan.
3. Imobilisasi.
4. Penunjang bidai.
5. Menaikan suhu bagian yang dibalut.
Anggota tubuh yang akan dibalut:
1. Bentuk bulat kepala
2. Bentuk silinder. Leher ,lengan atas jari tangan dan tubuh
3. Bentuk kerucut. Lengan bawah, tungkai atas
4. Bentuk persediaan yang tak teratur
Hal yang perlu di perhatikan saat melakukan pembalutan:
1. Balutan harus rapi
2. Balutan harus menutupi luka
3. Balutan dipasang tidak terlalu longgar atau terlalu erat karena pembalut akan
bergeser terutama pada bagian tubuh yang bergerak dapat diperkuat
menggunakan plester bagian distal anggota tubuh yang dibalut dibiarkan
terbuka digunakan simpul yang rata sehingga tidak menekan kulit; simpul tidak
boleh dibuat di bagian atas yang sakit.
Alat dan bahan:
1. mitella; yaitu pembalut yang berbentuk segitiga
2. dasi; yaitu mitella yang berlipat-lipat sehingga berbentuk dasi
214
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
215
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
216
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
217
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
d. Telapak kaki
218
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
b. Luka pada dagu (pembalut dasi untuk rahang pipi dan pelipis)
c. Luka pada ketiak
219
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
b. Pada lengan
c. Pada tumit
220
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
B. Pembidaian
221
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
Bidai atau spalk adalah alat dari kayu anyaman kawat atau bahan lain yang
kuat tetapi ringan yang digunakan untuk menahan atau menjaga agar bagian
tulang yang patah tidak bergerak (imobilisasi) memberikan istirahat dan
mengurangi rasa sakit. Bahan untuk membidai bisa dari apa saja yang cukup kuat
dan dapat menyangga bagian tukang yang patah, seperti papan, batang pohon,
gulungan koran/majalah, tangkai sapu.
Berilah bantalan pada bidai dengan sesuatu yang lunak untuk melindungi
luka bidai harus Cukup panjang melewati dua sendi yang terdekat untuk mencegah
pegerakan.
Tujuan pembidaian:
1. Mengurangi nyeri akibat pergerakan
2. Mencegah makin buruknya patah tulang
3. Mencegah (bertambahnya) kerusakan jaringan lunak
4. Mengurangi perdarahan
5. Memudahkan transportasi
Prinsip pembidaian :
1. Lakukan pembidaian di tempat dimana anggota badan mengalami cidera
(korban yang dipindahkan)
2. Lakukan juga pembidaian pada persangkaan patah tulang, jadi tidak perlu
harus dipastikan dulu ada tidaknya patah tulang.
3. Melewati minimal dua sendi yang berkaitan.
Syarat-syarat pembidaian:
1. Siapkan alat-alat selengkapnya.
2. Gunakan dua bilah bidai yang lebih panjang sedikit dari panjang tulang yang
patah.
3. Bidai harus meliputi dua sendi dari tulang yang patah. Sebelum dipasang diukur
lebih dulu pada anggota badan korban yang tidak sakit.
4. Ikatan jangan terlalu keras dan terlalu kendor.
5. Bidai dibalut dengan pembalut sebelum digunakan.
6. Ikatan harus cukup jumlahnya, dimulai dari sebelah atas dan bawah tempat
yang patah.
7. Kalau memungkinkan anggota gerak tersebut ditinggikan setelah dibidai.
8. Sepatu, gelang, jam tangan dan alat pengikat perlu dilepas.
222
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
223
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
Nama :
Nim :
Jenis Ketrampilan : Pembalutan
Penilaian
No Aspek Yang Dinilai Ket
1 2 3 4
A Tahap Pre Interaksi
1. Verifikasi order (Catatan status kesehatan pasien)
2. Siapkan Alat
Sarung Tangan
Mitela
Pita balutan
Dasi
3. Cuci Tangan
B Tahap orientasi
1. Berikan salam, panggil klien dengan namanya dan
memperkenalkan diri
2. Menjelaskan tujuan, prosedur dan lama tindakan
3. Memberi kesempatan pada klien untuk bertanya
C Tahap Kerja
1. Menanyakan keluhan utama klien
2. Memulai tindakan dengan cara yang baik
3. Memeriksa bagian tubuh yang akan dibalut/cedera,
inspeksi, palpasi, motorik (PMS)
4. Melakukan tindakan pra pembalutan (membersihkan luka,
mencukur, memberi disinfektan, kasa steril)
5. Memilih jenis balutan yang tepat
6. Cara pembalutan dilakukan dengan benar (posisi dan arah
balutan)
7. Memeriksa PMS setelah dilakukan pembalutan
D Tahap Terminasi
1. Evaluasi hasil yang dicapai (subjektif dan objektif), hasil
pembalutan: mudah dilepas, mengganggu peredaran darah,
menganggu gerakan lain
2. Berikan reinforcement positif pada klien
3. Kontrak pertemuan selanjutnya (waktu, kegiatan, tempat)
4. Akhiri pertemuan dengan cara yang baik
5. Cuci tangan
6. Dokumentasikan kegiatan yang dilakukan
Keterangan;
1 = Tidak dilakukan sama sekali
224
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
Banjarmasin,20..
Pembimbing Klinik
..
225
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
Nama :
Nim :
Jenis Ketrampilan : Pembidaian
Penilaian
No Aspek Yang Dinilai Ket
1 2 3 4
A Tahap Pre Interaksi
1. Verifikasi order (Catatan status kesehatan pasien)
2. Siapkan Alat
Sarung Tangan
Bidai
Elastis Bandage
Set perawatan luka jika di perlukan
3. Cuci Tangan
B Tahap orientasi
1. Berikan salam, panggil klien dengan namanya dan
memperkenalkan diri
2. Menjelaskan tujuan, prosedur dan lama tindakan
3. Memberi kesempatan pada klien untuk bertanya
C Tahap Kerja
1. Menanyakan keluhan utama klien
2. Memulai tindakan dengan cara yang baik
3. Memeriksa bagian tubuh yang akan dibalut/cedera,
inspeksi, palpasi, motorik (PMS)
4. Memilih dan mempersiapkan bidai yang sesuai
5. Memeriksa PMS (Pulse, Motorik, dan Sensasi) sebelum
pembidaian
6. Melakukan pembidaian melewati 2 sendi (dibawah dan
diatas area fraktur)
7. Balut bidai dengan menggunakan elastis bandage supaya
terfikasi dengan baik (area yang mengalami cidera harus
tetap terlihat
8. Memeriksa PMS setelah dilakukan pembidaian
D Tahap Terminasi
1. Evaluasi hasil yang dicapai (subjektif dan objektif), hasil
pembalutan: mudah dilepas, mengganggu peredaran darah,
menganggu gerakan lain
2. Berikan reinforcement positif pada klien
3. Kontrak pertemuan selanjutnya (waktu, kegiatan, tempat)
4. Akhiri pertemuan dengan cara yang baik
5. Cuci tangan
6. Dokumentasikan kegiatan yang dilakukan
226
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
Banjarmasin,20..
Pembimbing Klinik
..
227
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
25
A. Pendahuluan
Sumbatan jalan nafas total merupakan keadaan gawat darurat yang dapat
berakibat kematian dalam hitungan menit jika tidak ditangan segera. Sumbatan
jalan nafas total menunjukan adanya blockade total jalan nafas. Korban tidak bisa
berbicara, bernafas, atau batuk.
Sumbatan pada jalan nafas menyebabkan terganggunya suplai oksigen ke
otak. Jika tidak ditangani, dalam waktu singkat otak akan kekurangan oksigen dan
dapat menyebabkan kerusakan pada otak bahkan kematian.
Tersedak seringkali dihubungkan dengan kegiatan makan, dan sering pula
disaksikan orang lain. Peluang untuk bertahan hidup lebih baik bila penolong dapat
segera memberikan pertolongan saat korban masih sadar. Teknik yang digunakan
biasanya adalah Heimlich maneuver (hentakan perut) dan Chest Trust (Hentakan
dada) untuk wanita hamil atau korban yang gemuk
Heimlich maneuver direkomendasikan bagi korban sumbatan jalan nafas
dewasa yang sadar dan bagi anak-anak usia 1-8 tahun. Manuver ini dilakukan
dengan hentakan perut sehingga mengangkat diafragma dan meningkatkan
tekanan pada jalan nafas, yang akan mendorong udara keluar paru-paru. Ini akan
menciptakan batuk buatan dan mendorong benda asing keluar dari jalan nafas.
Bagi korban yang sedang hamil atau obesitas, yang direkomendasikan
adalah hentakan dada (chest trust).
B. Epidemiologi
228
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
E. Manajemen
9. Sumbatan Jalan Nafas Parsial
Obstruksi parsial dapat disebabkan oleh beberapa hal. Biasanya pasien
masih bias bernafas sehingga timbul berbagai macam suara tambahan pada
pernafasan pasien.
Penyebab obstruksi parsial:
229
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
230
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
231
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
232
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
e) Ulangi back slap dan chest trust sebanyak 5 kali sampai sumbatan
pasien hilang
f) Ulangi lagi jika masih ada sumbatan
11. Penatalaksanaan Sumbatan Jalan Nafas Pada Pasien Dewasa yang Tidak
Sadar
Prosedur untuk penatalaksanaan pada korban yang tidak sadar sebelumnya
sama dengan prosedur melakukan CPR, namun untuk aktivitasi EMS (118)
Dilakukan setelah terlebih dahulu melakukan 5 siklus CPR
Urutan pelaksanaan sumbatan jalan nafas pada pasien dewasa yang tidak
sadar:
a. Amankan korban, penolong, dan lingkungan
b. Cek respon korban
c. Jika korban tidak berespon, lakukan 5 siklus CPR
1) Buka jalan nafas dengan manuver Head tilt Chin lift
2) Periksa mulut korban terhadap adanya benda asing (gigi palsu, lendir,
darah, muntahan)
3) Jika terlihat sumbatannya. Gunakan jari kelingking anda untuk
mengambil benda asing yang menyebabkan sumbatan tersebut
4) Jika tidak ada pernafasan spontan, lakukan 2 kali ventilasi
5) Jika jaln nafas tersumbat, perbaiki posisi kepla korban (reponsisi) dan
lakukan ventilasi ulang
6) Jika jalan nafas tersumbat lagi, lakukan 30x
Kompresi dada (posisi tangan sama dengan CPR)
7) Ulagi langkah 1-7 sampai anda memberikan nafas buatan yang baik
8) Kaji denyut nadi dan tanda sirkulasi korban ketika jalan nafas korban
tetap bebas
9) Jika tidak ada denyut nadi lanjutkan CPR
10) Jka ada denyut nadi periksa pernfasan korban. Jika tidak ada
pernafasan, lakukan Recue breathing
233
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
Nama :
Nim :
Jenis Ketrampilan : Hemlich Manuever
Penilaian
No Aspek Yang Dinilai Ket
1 2 3 4
A Tahap Pre Interaksi
1. Siapkan Alat
Sarung tangan
B Sikap dan Perilaku
1. Berikan salam, panggil klien dengan namanya dan
memperkenalkan diri
2. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan
dilakukan kepada pasien dan keluarga
3. Teruji tanggap terhadap reaksi pasien
C Tahap Kerja
1. Cuci Tangan
2. Posisikan pasien berdiri dengan posisi kaki terbuka
3. Pemeriksa berada dibelakang pasien
4. Kepalkan satu tangan dan genggam kepalan dengan
tangan yang lain
Ibu jari yang mengepal menghadap perut pasien.
Kepalan harus diposisikan di garis tengah, dibawah
prosesus xiphoideus dan tepi bawah kubah iga serta
diatas pusar.
5. Lingkarkan lengan mengelilingi pinggang pasien
6. Lakukan tekanan dan hentakan ke atas pada perut pasien
dengan dorongan kuat ke atas.
Ulangi sampai 6-10x sampai pasien mengeluarkan
benda asingnya atau pasien tidak ada respon.
7. Berikan setiap dorongan baru dengan gerakan berbeda
untuk menghilangkan sumbatan.
8. Periksa adanya sumbatan dan lakukan finger swab atau
reflek batuk
D Tahap Terminasi
1. Evaluasi hasil yang dicapai (subyektif dan obyektif)
2. Beri reinforcement positif pada klien
3. Mengakhiri pertemuan dengan baik
4. Cuci tangan
E. Dokumentasi
1. Dokumentasikan tindakan yang sudah dilakukan beserta
234
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
respon klien
F. Teknik
1. Berkomunikasi dengan pendekatan yang tepat sesuai
dengan kondisi klien.
2. Bekerja dengan pencegahan infeksi
3. Bekerja dengan hati hati dan cermat
4. Menghargai privasi atau budaya klien
5. Bekerja secara sistematis
Keterangan;
1 = Tidak dilakukan sama sekali
2 = Langkah kerja dikerjakan tetapi tidak sesuai dengan urutan
3 = Langkah dikerjakan sesuai dengan urutan, tetapi kurang tepat
4 = Langkah kerja dilakukan secara benar dan tepat sesuai dengan pedoman
Banjarmasin,20..
Pembimbing Klinik
..
235
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
Nama :
Nim :
Jenis Ketrampilan : Back Slap & Chest Trust
Penilaian
No Aspek Yang Dinilai Ket
1 2 3 4
A Tahap Pre Interaksi
1. Siapkan Alat
Sarung tangan
B Sikap dan Perilaku
7. Berikan salam, panggil klien dengan namanya dan
memperkenalkan diri
8. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan
dilakukan kepada pasien dan keluarga
9. Teruji tanggap terhadap reaksi pasien
C Tahap Kerja
1. Cuci tangan
2. Periksa kepatenan jalan nafas
3. Lepaskan pakaian bayi
4. Pegang bagian bawah wajah bayi, posisikan bagian kepala
lebih rendah dari dada, letakan bayi pada lengan, sangga
kepala dan tahan dengan tangan. Hindari menekan jaringan
lunak pada tenggorokan, kemudian letakan bayi diatas paha
dominan dengan disangga lengan penolong.
5. Berikan tepukan ke arah atas pada punggung bayi
sebanyak 5x menggunakan tumit tangan. Berikan tepukan
dengan kekuatan cukup untuk mengeluarkan benda asing.
6. Setelah memberikan 5x tepukan letakan tangan yang lain
pada punggung bayi, sambil menyangga bagian belakang
kepala bayi dengan telapak tangan, dekap bayi diantara ke2
lengan dengan telapak tangan menyangga wajah dan
rahang, dan telapak tangan lainnya menyangga bagian
belakang kepala bayi.
7. Posiskan bayi telentang secara hati-hati tetap jaga kepala
dan leher, pegang bagian atas wajah bayi dengan tangan
yang diletakan diatas paha, posisikan kepala bayi lebih
rendah dari bagian tubuh.
8. Berikan tekanan menurun dengan cepat ditengah dada
lebih rendah1/2 dari sternum (seperti lokasi CPR). Berikan
tekanan pada dada dengan 2 jari tangan dengan kecepatan
1 derik,
236
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
Keterangan;
1 = Tidak dilakukan sama sekali
2 = Langkah kerja dikerjakan tetapi tidak sesuai dengan urutan
3 = Langkah dikerjakan sesuai dengan urutan, tetapi kurang tepat
4 = Langkah kerja dilakukan secara benar dan tepat sesuai dengan pedoman
Banjarmasin,20..
Pembimbing Klinik
..
237
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
CHAPTER PENUGASAN
26
Tugas Problem Based Learning Triase:
Ada banyak jenis triase yang bisa digunakan pada semua kondisi kegawatdaruratan
baik diluar rumah sakit, UGD (unit Gawat Darurat), dan ruang perawatan. Jelaskan
jenis triage yang bisa diterapkan dengan kondisi diatas dan jelakan alasannya
didasarkan pada artikel-artikel penelitian yang sudah ada.
238
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
239
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
b. Tindakan apa yang harus segera dilakukan pada pasien tersebut? Sebutkan
alasannya?
c. Buat Clinical pathway pada kasus tersebut
d. Buat LP beserta asuhan keperawatan gawat darurat pada pasien tersebut?
6. Seorang laki-laki usia 12 tahun dibawa oleh polisi ke UGD dikarenakan di tabrak
oleh kendaraan bermotor. Pemeriksaan diperoleh tingkat kesadarannya somnolen
dan terdapat luka-luka pada daerah ekstremitas atas dan bawah. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah 90/50 mmHg, nadi: 120 x/mnt (cepat
dan lemah), frekuensi nafas: 30 x/mnt, open fraktur femur sinistra dan close frktur
cruris dekstra, akral dingin, terlihat perdarahan aktif pada femur.
a. Apa yang terjadi pada pasien?
b. Tindakan apa yang harus segera dilakukan pada pasien tersebut? Sebutkan
alasannya?
c. Buat Clinical pathway pada kasus tersebut
d. Buat LP beserta asuhan keperawatan gawat darurat pada pasien tersebut?
7. Seorang wanita usia 30 tahun masuk ke ugd dengan kondisi luka bakar derajat II
20% di bagian dada dan lengan kiri. Tekanan darah 100/60 mmHg, frekuensi
nafas: 30 x/menit (dalam), Nadi 100 x/menit. Berat badan pasien 60 kg.
a. Tindakan apa yang dapat segera dilakukan pada kasus tersebut?
b. Berapa jumlah resusitasi cairan yang diberikan 8 jam pertama pada kasus
tersebut?
c. Berapa total jumlah resusitasi cairan yang diberikan selama 24 jam?
d. Buat clinical pathway pada kasus tersebut
e. Buat LP beserta asuhan keperawatan gawat darurat pada pasien tersebut?
8. Seorang laki-laki usia 35 tahun mengalami kecelakan karena menabrak pohon.
Pada pemeriksaan pasien pasien mengalami penurunan keadaran dan hanya
berespon terhadap rangsangan nyeri. Pada pemeriksaan di temukan paradox
movement, swelling pada daerah dada sebalah kanan, dan krepitasi. Hasil vital
sign diperoleh TD: 110/60 mmHg, N: 100 x/mnt, RR: 30 x/mnt.
a. Apa yang terjadi pada pasien?
b. Tindakan apa yang harus segera dilakukan pada pasien tersebut? Sebutkan
alasannya?
c. Buat Clinical pathway pada kasus tersebut
d. Buat LP beserta asuhan keperawatan gawat darurat pada pasien tersebut?
240
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
241
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
CHAPTER METODE
EVALUASI
27
A. Penilaian
1. Sistem penilaian mahasiswa dilakukan dengan kriteria kuantitatif dengan
menggunakan ceklist dan rubrik sebagai acuan
2. Hasil penilaian akhir dengan skor 0-100 digunakan untuk pemberian Nilai
Angka, Nilai Huruf dan Bobot Nilai
3. Pemberian Nilai Angka, Nilai Huruf dan Bobot Nilai dari hasil penilaian akhir
menggunakan sistem Penilaian Acuan Patokan (PAP)
4. Ketentuan lulus adalah minimal angka 69. Nilai yang lebih kecil dari 69
dinyatakan tidak lulus dan harus diprogramkan kembali atau diremedial.
5. Penilaian terhadap satu mata kuliah adalah gabungan dari nilai :
a. Minimal satu kali Ujian Tengah Semester (UTS)
b. Tugas terstruktur.
c. Satu kali Ujian Akhir Semester (UAS)
d. Ujian Praktek di Laboratorium
e. Praktik Lapangan di Rumah Sakit
6. Prosentase penilaian tergambar sebagai berikut:
a. Penugasan : 30%
b. UTS & UAS : 30%
c. Seminar : 20%
d. Ujian Praktik : 10%
242
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
e. PKL : 10%
7. Penilaian hasil belajar mahasiswa berdasarkan sistem PAP dinyatakan sebagai
berikut:
Nilai Angka Nilai Huruf Bobot Nilai
79 100 A 3.16 4.00
69 78 B 2.76 3.12
56 - 68 C 2.24 2.72
41 - 55 D 1.64 2.20
1 - 40 E 0.04 1.60
0 T 0.00
8. Nilai mata kuliah yang dinyatakan dengan huruf A dan B adalah Lulus
9. Nilai mata kuliah yang dinyatakan dengan huruf C, D, dan E adalah Tidak
Lulus, dan mahasiswa bersangkutan harus menempuh kembali mata kuliah
yang tidak lulus tersebut sesuai prosedur yang berlaku.
10. Perbaikan nilai ditujukan untuk memperbaiki nilai akhir suatu mata kuliah
dengan memprogramkan kembali mata kuliah tersebut pada semester
berikutnya secara regular.
11. Nilai akhir suatu mata kuliah mata kuliah yang dicantumkan merupakan nilai
terakhir yang dicapai oleh mahasiswa setelah menempuh perbaikan melalui
perkuliahan regular.
B. Rubrik Penilaian
1. Seminar
FORMAT PENILAIAN SEMINAR MAHASISWA
Judul/Tema : ..
Nama Anggota Kelompok :
1. 5.
2. 6.
3.
4.
Nilai
No Elemen Penilaian Ket
D C B A
1 Sistematika isi/penulisan laporan
2 Penggunaan bahasa
3 Performance dalam penyajian presentasi
4 Penyampaian materi yang meliputi :
a. Ketepatan menjawab pertanyaan
b. Kerjasama kelompok dalam diskusi menjawab
pertanyaan
c. Kejelasan penyajian
243
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
Petunjuk Penilaian :
D: 41 - 55 : Tidak menguasai/tidak mampu (seluruh anggota kelompok)
C: 56 - 78 : Kurang menguasai/kurang mampu (sebagian besar anggota kelompok)
B: 69 - 78 : Menguasai/ mampu (sebagian besar anggota kelompok)
A: 79 - 100 : Sangat menguasai/ sangat mampu (seluruh anggota kelompok)
Nilai
Total Nilai
Jumlah Variabel
Banjarmasin, 20
Penilai
Catatan :
Nama Mahasiswa aktif :
1. ................................. 3. ......................... dst
2. .................................
244
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
245
RUBRIK PENILAIAN SEMINAR
Rentang Penilaian
BOBOT RENTANG NILAI (SKOR)
Bobot 0 Nilai 0
Bobot 1 Nilai 1 68
Bobot 2 Nilai 69 78
Bobot 3 Nilai 79 100
1
2. Format Penilaian Artikel/Case Study
FORMAT PENILAIAN TUGAS PBL/CASE STUDY
Judul/Tema : ..
Nama Anggota Kelompok :
1. 5.
2. 6.
3.
4.
Nilai
No Elemen Penilaian Ket
D C B A
1 Isi:
a. Menginterpretasikan pertanyaan secara tepat
b. Secara jelas membahas topik yang dimaksud
dengan mengelaborasikan berbagai sumber
terkait
c. Mendemonstrasikan pemahaman tentang
konsep teori mengenai topik yang dibahas
d. Menggunakan sumber yang cukup dan relevan
sebagai data pendukung pembahasan
e. Mendemonstrasikan kemampuan melakukan
analisa kritis pada topik yang dibahas
2 Struktur/Organisasi
a. Latar belakang sesuai dengan topic yang
dibahas serta dengan jelas memberikan outline
tentang apa yang dibahas
b. Bagian isi dari topik bahasan terstruktur dengan
baik, mempunyai koherensi dan ide tersusun
secara logis dengan penempatan yang tepat
c. Kesimpulan sesuai dengan isi
3 Teknik penulisan
a. Teknik penulisan sesuai dengan stndar
b. Penulisan sumber pustaka sesuai stndar
4 Rerefensi:
Keterbaharuan literatur < 5 tahun
Total
Petunjuk Penilaian :
D: 41 - 55 : Tidak menguasai/tidak mampu (seluruh anggota kelompok)
C: 56 - 78 : Kurang menguasai/kurang mampu (sebagian besar anggota
kelompok)
B: 69 - 78 : Menguasai/ mampu (sebagian besar anggota kelompok)
A: 79 - 100 : Sangat menguasai/ sangat mampu (seluruh anggota kelompok)
Nilai
Total Nilai
Jumlah Variabel
Banjarmasin, 20
Penilai
3. Small Group Discustion
Jenjang Angka Deskripsi Perilaku (aktifitas diskusi)
Sangat bagus 79-100 = A Datang tepat waktu, berbicara sopan,
tidak memotong
pembicaraan,menghargai pendapat
teman yang lain, bekerjasama dengan
baik
Bagus 69 - 78 = B Datang tepat waktu, berbicara sopan,
tidak memotong pembicaraan, namun
kurang menghargai pendapat teman
yang lain, bekerjasama dengan baik
Kurang bagus 56 - 68 = C Datang tepat waktu, kurang bisa
berbicara dengan sopan, tidak
memotong pembicaraan, kurang
menghargai pendapat teman yang lain,
dan tidak bisa bekerjasama dengan baik
Buruk >56 = D Datang tidak tepat waktu, tidak
menghargai pendapat teman, tidak bisa
bekerjasama
MODUL KEPERAWATAN FALSAFAH
4. Sikap
FORMAT PENILAIAN SIKAP MAHASISWA
Kelompok :
Nama Mahasiswa :
Mata Kuliah :
Nilai
No Elemen Penilaian Ket
D C B A
1 Kehadiran
2 Kejujuran
4 Keaktifan
5 Performance/kerapian pakaian
6 Kerjasama
7 Cepat tanggap/responsif
8 Teliti
9 Disiplin
10 Tanggung Jawab
11 Inisiatif
Total
Petunjuk penilaian:
D: 41 - 55 : Kurang
C: 56 - 78 : Cukup
B: 69 - 78 : Baik
A: 79 - 100 : Sangat baik
Nilai
Total Nilai
Jumlah Variabel
Banjarmasin, 20
Penilai
1
RUBRIK PENILAIAN SIKAP
Rentang Penilaian
BOBOT RENTANG NILAI (SKOR)
Bobot 0 Nilai 0
Bobot 1 Nilai 1 68
Bobot 2 Nilai 69 78
Bobot 3 Nilai 79 100