Anda di halaman 1dari 89

PEDOMAN PENYELENGGARAAN

PENDIDIKAN DALAM PELAYANAN KESEHATAN PADA


RSJD ATMA HUSADA MAHAKAM

RUMAH SAKIT JIWA DAERAH ATMA HUSADA MAHAKAM


Jalan kakap No. 23 Samarinda
Provinsi Kalimantan Timur
www.rsjdahm.kaltimprov.go.id
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, buku Pedoman
Penyelenggaraan Pendidikan Pada RSJD Atma Husada Mahakam dapat terselesaikan dengan baik.

Buku Pedoman ini merupakan tuntunan bagi seluruh pembimbing klinis di Rumah Sakit Jiwa Atma
Husada Mahakam Samarinda dalam melaksanakan bimbingan dan pengawasan peserta didik di
wahana praktek. Sehingga harapannya seluruh pembimbing klinis memiliki satu tujuan yang sama
pada saat memberikan bimbingan dan pengawasan terhadap peserta didik yang berada di wahana
praktek. Sekaligus memudahkan pembimbing klinis pada saat melakukan supervisi. Sehingga
Pelayanan yang diberikan oleh peserta didik tetap terjaga kualitas mutunya dan menjamin
keselamatan pasien didalamnya.

Namun demikian demi perubahan ke arah yang lebih baik kami menyadari masih terdapat kekurangan
dalam penyusunan pedoman ini. Oleh karena itu kami mengharap saran dan kritik perbaikan atas
pedoman yang telah tersusun ini.

Semoga Buku Pedoman ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan, serta tidak lupa ucapan
terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penyusunan buku
pedoman ini.

Samarinda, Januari 2022

Tim Penyusun

i
SAMBUTAN DIREKTUR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan
karuniaNya kita dapat menyelesaikan penyusunan salah satu dokumen, buku Pedoman
Penyelenggaraan Pendidikan Pada RSJD Atma Husada Mahakam

Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Pada RSJD Atma Husada Mahakam ini harapannya
dapat memberikan petunjuk dan tuntunan yang jelas kepada seluruh pembimbing klinik baik
untuk kedokteran umum, keperawatan jiwa, kefarmasian, dan laboratorium dalam melakukan
pendampingan dan supervisi kepada peserta didik yang berada di wahana praktek Rumah
Sakit Jiwa Atma Husada Mahakam Samarinda .

Akhirnya dengan segala kerendahan hati, kami mengajak semua pihak di Rumah Sakit Jiwa
Daerah Atma Husada Mahakam untuk dapat membawa semangat perubahan dalam
implementasi standar-standar akreditasi di Rumah Sakit kita tercinta ini.

Samarinda, Januari 2022

Direktur

ii
TIM PENYUSUN

TIM KORDIK RSJD ATMA HUSADA MAHAKAM

KONTRIBUTOR
dr Jaya Mualimin SpKj, M.Kes MARS
dr Deny J. Rotinsulu Sp.KJ
dr. Yenny, Sp.Kj
dr Eka Yuni Nugrahayu, Sp.Kj
dr. Sri Purwatiningsih,Sp.KJ
dr. Didi Irwadi, Sp.PK
Nalendra Nugraha, S.Apt
Widi Astuti AMd. AK, S Tr.Kes
Nadia Prima Resti,A.Md..,S.MIK
Ns. Retno Eko Sayekti, S.Kep
Ns. Hilda Susanti, S.Kep
Ns, Eko Rianto, S.Kep
Ns. Budi Rahman, S.Kep
Ns. Susi Indaryanti, S.Kep
Ns. Rina Herawati, S.Kep
Ns. Enike Ema Ellyana,S.Kep
Yosie Puspa Cintaminingrum,A.Md
Katarina Suko Tri Palupi Hapsari,S.Psi.,M.Psi
Nurhikmah,S.Gz
Irwan,SKM
Singgih Nugroho, A.Md.Fis
Anggraini Puspitarini Widodo,A.Md.OT

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


SAMBUTAN DIREKTUR .............................................................................. ii
TIM PENYUSUN ............................................................................................ iii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iv
PERATURAN DIREKTUR ............................................................................ v

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

BAB II STANDAR FASILITAS DAN TENAGA PENDIDIK ...................... 4

BAB III TATA LAKSANA............................................................................. 5

A. PENDIDIKAN KLINIS KEDOKTERAN UMUM ................................. 5

B. PENDIDIKAN KLINIS KEPERAWATAN JIWA .................................. 23

C. PENDIDIKAN KLINIS FARMASI ......................................................... 28

D. PENDIDIKAN KLINIS LABORATORIUM .......................................... 60

E. PENDIDIKAN KLINIS REKAM MEDIS ............................................... 83

F. RASIO PERSEPTOR DAN PESERTA DIDIK ....................................... 86

BAB IV DOKUMENTASI .............................................................................. 88

BAB IV PENUTUP ........................................................................................ 89

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rumah Sakit merupakan salah satu sarana pekayanan kesehatan seperti yang
tercantum dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan merupakan
tempat bekerjanya para tenaga professional yang melaksanakan kegiatannya berdasarkan
pada sumpah dan kode etik profesi.
Pelayanan dan pendidikan kesehatan yang berorientasi pada keselamatan pasien
tidak hanya dilakukan oleh pemberi layanan berkompeten di bidangnya namun juga
seluruh aspek yang berintegrasi di dalam rumah sakit tersebut. Penyelenggaraan
pendidikan klinis harus dapat dipertanggung jawabkan secara manajemen dan memiliki
prosedur yang jelas.
Pendidikan Klinis yang diberikan di wahana praktek harus mampu menjaga
kualitas mutu pelayanan dan menjamin keselamatan pasien. Sehingga peserta didik
memiliki pemahaman dan bisa menerapkan tindakan- tindakan yang dapat meningkatkan
mutu pelayanan dan keselamatan pasien.
Oleh karenanya diperlukan suatu tuntunan atau pedoman yang dapat
menstandarkan bentuk pengelolaan dan pengawasan pelaksanaan pendidikan klinis
tersebut bagi peserta didik klinis, baik di bidang kedokteran, keperawatan, farmasi, dan
laboratorium.
RSJD Atma Husada Mahakam merupakan salah satu rumah sakit milik
Pemerintah Propinsi Kalimantan Timur, dan merupakan satu satunya Rumah Sakit
Khusus Jiwa. Sehingga RSJD Atma Husada Mahakam menyelenggarakan Pendidikan
Kedokteran Jiwa dan Keperawatan Jiwa, merupakan jejaring dari institusi Pendidikan
Kedokteran dan jejaring bagi beberapa institusi Pendidikan Keperawatan untuk stase
jiwa. Selain itu juga RSJD Atma Husada juga menjadi wahana praktik bagi institusi
pendidikan kefarmasian dan laboratorium. Oleh karena itu untuk melakukan regulasi
tentang kegiatan proses Pendidikan di RSJD Atma Husada Mahakam, maka perlu
dibentuk Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan (Tim Koordinasi Pendidikan).

B. Definisi

Integrasi Pendidikan dalam Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit adalah standar


Penyelenggaraan Pendidikan klinis di rumah sakit yang terintegrasi dengan pelayanan
rumah sakit baik dalam peningkatan mutu pelayanan maupun keselamatan pasien

1
C. Tujuan
Buku pedoman ini dibuat untuk memperoleh persepsi yang sama tentang pelayanan
Pendidikan klinis di RSJD Atma Husada Mahakam dan sebagai petunjuk dalam
persiapan, perencanaan, dalam melaksanakan proses Pendidikan klinis di RSJD Atma
Husada Mahakam.

D. Ruang Lingkup Pelayanan


Pendidikan Klinis yang dimaksud meliputi :
1. Pendidikan Klinis dibidang Kedokteran
2. Pendidikan Klinis di bidang Keperawatan
3. Pendidikan Klinis di bidang Farmasi
4. Pendidikan Klinis di bidang Laboratorium
5. Pendidikan Klinis di bidang Rekam Medis

E. Batasan Operasional
1. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan Kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
Kesehatan perorangan pasipurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan
dan pelayanan darurat (Undang Undang Tentang Rumah sakit)
2. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, yang diperlukan dirinya, masyarkat, bangsa dan negara.
3. Perjanjian kerja sama adalah dokumen tertulis dalam hal penggunaan rumah sakit
sebagai tempat Pendidikan untuk mencapai kesepakatan antara kedua belah pihak
4. Pengembangan sumber daya manusia adalah pengembangan kuantitas dan kualitas
sumber daya manusia
5. Pengembangan kualitas SDM adalah peningkatan kualitas pegawai dalam rangka
peningkatan pelayanan rumah sakit
6. Keselamatan pasien adalah suatu system yang membuat asuhan pasien lebih aman,
meliputi asesmen resiko, identifikasi dan pengelolaan resiko pasien, pelaporan dan
analisis resiko, serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko dan
mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan
suatu tindakan.
7. Kompetensi adalah seperangkat kemahiran dalam pengetahuan dan ketrampilan yang
dimiliki karyawan, sebagai syarat dianggap mampu dalam melaksanakan pelayanan.

2
8. Penelitian adalah suatu penerapan dari pendekatan ilmiah di suatu pengkajian masalah
dalam memperoleh suatu informasi yang berguna serta hasil nya dapat
dipertanggungjawabkan.
9. Peneliti adalah individu yang melakuakn penelitian dengan menggunakan metode
ilmiah
10. Ethical Clearence (EC) kelayakan etik adalah keterangan tertulis yang diberikan oleh
Komite Etik Penelitian untuk riset yang melibatkan makhluk hidup yang dinyatakan
bahwa suatu proposal riset layak dilaksanakan setelah memenuhi persyaratan tertentu.

F. Tata Tertib Peserta pendiikan klinis


1. Berpakaian rapi dan sesuai ketentuan yang berlaku dari masing masing institusi
Pendidikan
2. Hadir tepat waktu sesuai jadwal yang telah disepakati RS dan institusi pendidkan
3. Kehadiran saat berpraktik 100 %
4. Mengikuti seluruh aturan yang berlaku di RSJD Atma Husada Mahakam
5. Dilarang memotret pasien/kegiatan pasien dan dokumen pasien (Rekam Medis)
6. Dilarang mencatat pada dokumen pasien (Rekam Medis)
7. Mahasiswa diperkenankan mengakses dokumen (rekam medis) pasien untuk
keperluan Pendidikan klinis
8. Peserta pendidikan klinis dilarang meninggalkan ruangan/RS tanpa ijin dari
pembimbing klinik
9. Untuk peserta Pendidikan klinis yang tidak mematuhi aturan yang telah di tetapkan
RS akan dikenai sanksi sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat
10. Sebelum berpraktik Peserta Pendidikan klinis wajib mengikuti orientasi yang meliputi
materi :
a. Penjelasan dan pengarahan tentang Pengendalian dan Pencegahan Infeksi (PPI)
b. Penjelasan dan pengarahan tentang K3 di RSJD AHM
c. Penjelasan dan pengarahan tentang Patient Safety di RSJD AHM
d. Penjelasan dan pengarahan mengenai kondisi rawat inap RSJD AHM

3
BAB II
STANDAR FASILITAS DAN TENAGA PENDIDIK

A. Standar Fasilitas
Sebagai bagian penunjang pelayanan, maka tim koordinasi Pendidikan memiliki ruang
tersendiri yang difungsikan sebagai berikut :
1. Ruang administrative dan peralatan
Ruang ini digunakan sebagai ruang kegiatan administrasi, ruang pertemuan kegiatan
koordinasi Pendidikan, ruang penyimpanan peralatan penunjang praktik mahasiswa
:LCD, laptop, blangko blangko kegiatan mahasiswa
2. Ruang perpustakaan
Ruang perpustakaan digunakan untuk peminjaman laporan laporan ilmiah dan dapat
digunakan untuk ruang diskusi, ruang mahasiswa orientasi
3. Ruang Pertemuan
Digunakan untuk kegiatan orientasi/pertemuan dan pembelajaran
4. Metode
Menggunakan metode komunikasi efektif, digunakan saat memberikan pengarahan
kepada mahasiswa/institusi Pendidikan yang memerlukan penjelasanmengenai system,
tata cara, alur maupun biaya Pendidikan
5. Media
Ruang pembelajaran, ruang diskusi, perpustakaan, peralatan phantom, audiovisual (LCD,
proyektor), wireless microphone, computer dan laptop, pointer, kamera foto, jaringan
internet, makalah dan lain-lain
B. Tenaga pendidik
Standar tenaga pengajar di rumah sakit terdiri :
1. Instruktur bidang medis, yaitu
a. Spesialis Kedokteran Jiwa dan Sub Spesialis
2. Clinical instructure (Perawat pendidik),yaitu
a. Perawat Klinis (PK) II dan III
b. Ners dengan minimal masa kerja 3 tahun
c. Memiliki sertifikat preseptorship
3. Instruktur penunjang medis
a. Instruktur laboratorium
b. Instruktur farmasi
c. Instruktur psikologi
d. Instruktur Rekam Medis
e. Instruktur okupasi terapi

4
BAB III

TATA LAKSANA

A. PENDIDIKAN KLINIS KEDOKTERAN UMUM

1. Lama Stase
Lama stase pada Laboratorium Ilmu Kedokteran Jiwa adalah 3 minggu, mulai dari
orientasi sampai ujian.
2. Mapping Laboratorium Ilmu Kedokteran jiwa
Minggu ke 1
Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Minggu
Pengenalan Pembagian Belajar Visite Laporan
dan tugas (laporan mandiri kasus
Pengarahan kasus, refleksi Belajar
Jaga IGD
dari kasus, dan mandiri
Direktur dan tutorial kasus)
Kalab
Minggu ke 2
Visite Belajar mandiri Visite Belajar Visite
Laporan Refleksi mandiri Refleksi Jaga IGD
kasus kasus kasus
Minggu ke 3
Visite Tutorial klinik Ujian Ujian Ujian
Tutorial dan
klinik pengum Jaga IGD
pulan
tugas2

Ket : Senin – Jumat DM stase di Poli Psikiatri, UPIP dan IGD

3. Jam Stase
 Dimulai dari jam 07.30 s/d 16.00 Wita, kecuali DM yang bertugas jaga di IGD s/d jam
14.00 saja, dan pada jam 14.30 harus sudah berada di IGD.
 DM bertugas melakukan pemeriksaan status psikiatri pasien poli.
4. Jam Dinas Jaga IGD :
 Untuk hari senin s/d jumat jam jaga dimulai dari jam 14.30 s/d 07.00 Wita.
 Hari Sabtu dan Minggu/ Libur dibagi 2 shift :
 Shift 1 : jam 07.00 s/d 19.00 Wita
 Shift 2 : jam 9.00 s/d 07.00 Wita
 Pada jaga malam diharapkan DM yang berjaga 2 org.
 DM yang bertugas melakukan pemeriksaan status psikiatri dan melengkapi status pasien
jaga.
 DM jaga bertugas melakukan follow up pasien diruang IGD.
 DM harus melapor kepada dokter Jaga.

5
5. MATERI PENDIDIKAN LAB. ILMU KEDOKTERAN JIWA
5.1 Metode Pembelajaran
Masa rotasi klinik merupakan kelanjutan dari proses pendidikan akademik
yang telah dijalani dalam rangka menghasilkan lulusan dokter yang memiliki
kompetensi sebagai dokter umum untuk pelayanan primer. Penerapan kurikulum
berbasis kompetensi dengan pendekatan belajar problem based learning dan lebih
menekankan pada student center pada tingkat akademik/pre klinik, harus
ditindaklanjuti dengan pendekatan belajar yang sama di tingkat klinik. Oleh karena
itu, metode pembelajaran yang akan dilaksanakan haruslah bisa memberikan
peluang sebesar-besarnya kepada DM untuk terlibat aktif dalam proses belajar,
membantu DM mencapai kompetensinya baik pada aspek knowledge, psikomotor
maupun attitude-nya. Lama masa rotasi klinik yang mengalami pemendekan juga
menjadi pertimbangan bahwa aktifitas pembelajaran DM haruslah berfokus pada
pencapaian kompetensi yang utama yaitu pada level kompetensi 3a, 3b dan 4 untuk
penyakit, sedangkan untuk keterampilan pada level kompetensi 3 dan 4 saja.

5.2 Pencapaian Kompetensi


Kompetensi minimal yang harus dicapai setelah menjalani rotasi klinik di
laboratorium Ilmu Kedokteran Jiwa adalah:
1. Mampu melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, diagnosis, dan
penatalaksanaan kasus psikiatri.
2. Mampu melakukan tindakan medis sesuai dengan indikasinya secara
professional.
3. Mampu menjelaskan indikasi, prosedur dan menginterpretasikan hasil pada
pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan pada kasus psikiatri.
4. Mampu melakukan penapisan kasus-kasus yang perlu dirujuk dan kegawatan
pada penyakit psikiatri
5. Mampu melakukan tindakan pertama kasus yang perlu dirujuk atau kegawatan
pada penyakit psikiatri
6. Mampu melakukan upaya promosi kesehatan, melakukan tindakan pencegahan
terhadap kemungkinan terjadinya suatu penyakit maupun timbulnya faktor
penyulit .
7. Mampu melakukan komunikasi yang baik dengan pasien, mengembangkan dan
menerapkan aspek etik dan mediko legal dalam setiap sikap dan tindakan
profesional.

6
Untuk mencapai tujuan menghasilkan dokter yang memiliki kompetensi di bidangnya,
maka dalam proses pembelajaran di klinik haruslah mengacu bagaimana seorang DM
dalam mencapai kompetensi yang diharapkan. Oleh sebab itu, perlu dirumuskan
kompetensi-kompetensi apa saja yang akan dicapai oleh DM di laboratorium Ilmu
Kedokteran Jiwa sekaligus menjadi panduan baik bagi DM maupun Pembimbing
Klinik, sehingga seluruh rangkaian proses pembelajaran klinik adalah dalam rangka
mencapai kompetensi tersebut. Jadi sangatlah penting bagi setiap DM untuk
memahami kompetensi apa yang seharusnya dikuasai pada saat menjalani rotasi klinik
di laboratorium Ilmu Kedokteran Jiwa
Berdasarkan buku Standar Kompetensi Dokter yang dikeluarkan oleh KKI
(2006), tingkat penguasaan atau kompetensi terhadap penyakit yang diharapkan
dicapai sampai akhir proses pendidikan profesi dibedakan ada 4 tingkat/level, yaitu:

Level kompetensi 1 : Dapat mengenali gambaran klinik suatu penyakit , bila


menghadapi pasien dengan gambaran klinik ini dan
menduga penyakitnya, Dokter segera merujuk.

Level kompetensi 2 : Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan


pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan, Dokter
mampu merujuk pasien secepatnya ke spesialis yang
relevan dan mampu menindaklanjuti sesudahnya.

Level kompetensi 3a : Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan


pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan, Dokter
dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta
merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat
darurat).

Level kompetensi 3b : Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan


pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan , Dokter
dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta
merujuk ke spesialis yang relevan (kasus gawat darurat).

Level kompetensi 4 : mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan


pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan , Dokter
dapat memutuskan dan mampu menangani problem itu
secara mandiri hingga tuntas

7
5.3 Tutorial Klinik
Tujuan dari tutorial klinik adalah DM mampu belajar dari kasus, menganalisis
kasus, mengembangkan konsep yang berkaitan dengan kasus tersebut serta
mengembangkan kemampuan dalam belajar mandiri. Kasus yang dipelajari
disesuaikan dengan kompetensi yang harus dikuasi oleh dokter umum,
pelaksanaanya dibawah bimbingan pembimbing klinik pada rotasi yang
bersangkutan. Frekuensi pelaksanaan tutorial klinik minimal satu kali tiap pekan
untuk satu kelompok DM pada rotasi di laboratorium yang bersangkutan. Jika kasus
yang dibutuhkan untuk mencapai kompetensi tidak tersedia, padahal kasus tersebut
penting dan harus dikuasai DM, maka bisa diganti dengan simulasi kasus.
Kompetensi yang diharapkan dapat dicapai oleh DM dalam tutorial klinik adalah:
1. Memahami pengetahuan dasar penyakit serta penerapannya
2. Mengembangkan keterampilan melakukan komunikasi untuk mendapatkan
data lengkap dan akurat
3. Mengembangkan keterampilan pemeriksaan fisik dan penunjang
4. Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk menentukan masalah
5. Membedakan keadaan kedaruratan dan tindakan pertama
6. Mengembangkan keterampilan dalam menentukan masalah, interpretasi
pemeriksaan penunjang, rencana pengelolaan dengan komprehensif dan
terpadu
7. Melakukan tindakan pengobatan suportif, dietetik, medikamentosa
8. Melakukan tindakan pertama dan rujukan
9. Memahami dasar-dasar rehabilitasi
10. Menetapkan dan melaksanakan bentuk kerjasama yang serasi dan efektif
11. Mengembangkan dan menerapkan aspek etika dan medikolegal
12. Mengunakan waktu seefisien mungkin dalam belajar, melakukan tugas
yang sudah dijadwalkan.
Langkah-langkah dalam tutorial klinik

Identifikasi kasus Bedside learning

Tutorial 1: Masalah/DD/LO

Belajar mandiri
Follow up
Kunjungan rumah
Tutorial 2: Dx, Tx

Pembuatan Laporan
8
5.4 Refleksi Kasus
Tujuan dari refleksi kasus adalah Dokter Muda mampu mengambil manfaat
ataupun pelajaran dari kasus-kasus yang dijumpai dan menjadikannya sebagai
pengalaman di masa yang akan datang. Dalam refleksi kasus, DM diberikan
keleluasaan untuk menentukan kasus yang dianggap menarik dan penting untuk
dirinya sehingga DM mampu merefleksikannya pada dirinya sendiri dan mengambil
pelajaran yang akan berguna di masa yang akan datang. Kasus yang diambil dokter
muda harus dengan persetujuan dari pembimbing klinik.
Berbeda dengan laporan kasus, pada refleksi kasus tulisan dibuat secara ringkas dan
padat, yang lebih dipentzingkan adalah bagaimana kemampuan DM dalam
mengambil manfaat dan pelajaran dari kasus yang diambil. Jumlah refleksi kasus
dalam satu rotasi akan ditentukan oleh laboratorium masing.
Isi dan format refleksi kasus:
 Panjang tulisan maksimal 2 halaman, spasi 1.5, font 12
 Penyakit yang dipilih memiliki level kompetensi 3 atau 4
 Ada perbedaan antara teori dan temuan pada kasus tersebut, sehingga dibutuhkan
diskusi lebih lanjut
 Refleksi disertai referensi (di luar batasan 2 halaman)
 Laporan disertai data dari rekam medis dan dari pasien

5.5 Diskusi Kasus/Laporan Kasus


Diskusi kasus atau laporan kasus merupakan salah satu metode pembelajaran
klinik yang dilaksanakan di FK Unmul dimana seorang DM mempresentasikan
telaah kasus tertentu dengan arahan dari supervisor atau dokter spesialis. Kasus
yang diajukan adalah kasus yang ditemui DM baik pada saat jaga atau bekerja di
ruangan dengan persetujuan pembimbing klinik.
Tujuan dari laporan kasus adalah Dokter Muda dapat mendalami kasus- kasus
sesuai dengan kompetensi yang harus dikuasai oleh seorang dokter umum. Oleh
sebab itu pembuatan laporan kasus harus didukung dengan referensi yang memadai
dalam bentuk jurnal, textbook, dan Laporan Kasus lain yang dipudlikasikan. Tulisan
yang dibuat oleh DM meliputi kasusnya sendiri mulai dari anamnesa, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan penunjang, diagnosis dan diagnosis bandingnya, manajemen,
disertai teori yang mendasarinya secara lengkap.
Setiap laboratorium akan menentukan berapa jumlah laporan kasus yang harus
dibuat oleh DM selama satu siklus/periode di laboratorium klinik tersebut.
Isi dan format laporan kasus:

9
 Panjang laporan maksimal 8 halaman, spasi 1.5, font 11
 Penyakit yang dipilih memiliki level kompetensi 3 atau 4
 Ada perbedaan antara teori dan temuan pada kasus tersebutsehingga dibutuhkan
diskusi lebih lanjut
 Laporan disertai referensi
 Laporan disertai data dari rekam medis dan dari pasien

5.6 Pembimbingan Klinik


Dalam rangka melakukan monitoring terhadap pencapaian kompetensi dokter
muda selama dalam proses pembelajaran klinik maka perlu dilakukan
pembimbingan klinik. Kegiatan ini dilakukan oleh dokter muda dan seorang
Pembimbing Klinik Utama masing-masing DM, dilaksanakan minimal 2 minggu
sekali. Seorang Pembimbing Klinik Utama bertanggung jawab terhadap minimal 2
orang Dokter Muda.
Hal-hal yang didiskusikan dalam pembimbingan klinik adalah:
 Review target kompetensi dokter muda dengan mengacu pada log book Dokter
Muda (masukkan ceklis akhir milik DM, (disimpan oleh pembimbing)
 Bimbingan materi
 Review kondite selama rotasi klinik
 Diskusi masalah yang dihadapi dokter muda dalam pembelajaran pada rotasi
klinik
 Perumusan „plan of action’ selanjutnya

Informasi yang disampaikan oleh Dokter Muda kepada pembimbing klinik harus
dijamin kerahasiaannya oleh pembimbing klinik.

Prosedur/Langkah – langkah Bekerja di Klinik

PROSEDUR/LANGKAH-LANGKAH BEKERJA PADA PENDIDIKAN


No
KLINIS

Mempersiapkan fisik dan mental setiap akan melakukan aktifitas maupun


1
tindakan pada pasien

2 Menunjukkan sikap profesional sebagai seorang calon dokter

3 Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri anda pada pasien

4 Menjelaskan maksud aktivitas saudara kepada pasien saat itu

5 Melakukan anamnesa , pemeriksaan fisik ataupun tindakan medis lain yang

10
benar / legeartis

Memcatat semua hasil pengamatan dan pemeriksaan/ follow up pada pasien


6
tersebut pada lembar status rumah sakit dan status coass

Menjelaskan hasil pemeriksaan saudara kepada pasien pada saat itu yang
bersifat umum tentang perkembangan penyakitnya, sedangkan hal-hal yang
7 bersifat menyangkut kerahasiaan yang akan membahayakan kondisi pasien
sebaiknya tidak anda jelaskan dan akan dijelaskan oleh dokter supervisor/
dokter ruangan

Berdiskusi dengan pasien bila anda menemukan sesuatu yang baru pada waktu
8
saudara melakukan follow uf pasien

Memberikan kesempatan kepada pasien untuk bertanya tentang apa yang telah
9
anda lakukan/ hal-hal yang penting menurut pasien

untuk setiap tindakan pada pasien dalam rangka mencapai kompetensi skil,
10 seorang DM harus mendapat penjelasan, arahan dan bimbingan dari dokter
ruangan atau dokter supervisor

Bila ada suatu tindakan yang harus dilakukan pada pasien tersebut maka anda
11
diharuskan membuat/meminta persetujuan dari pasien (informconcernt)

Memberikan edukasi dan motivasi pada pasien maupun keluarga pasien selama
12 perawatan untuk kesembuhan penyakitnya dan juga memberikan edukasi pada
pasien akan pulang

5.7 Pelaksanaan Ujian


Akhir minggu ke 3 seorang dokter muda harus menyerahkan semua data laporan
kegiatan dan log book dan akan di verifikasi untuk kelanjutan ujian dengan syarat-syarat
sebagai berikut :

5.8 Persiapan Ujian


1. Penilaian-penilaian kelengkapan dari setiap kegiatan yang ada pada log book
2. Mengisi Status dokter muda dengan lengkap dan benar, dan ditandatangani oleh
dokter sub bagian masing – masing
3. Menyelesaikan semua tugas ( Laporan Kasus, Refleksi Kasus, Tutorial )
mengumpulkan dalam bentuk makalah pendek yang sudah disyahkan oleh dokter
pembimbing masing- masing
4. Lembar penilaian dan tandatangan pada kegiatan morning report
5. Apabila dokter muda pernah tidak masuk dan tidak mengikuti semua kegiatan Coast
dengan alasan sakit, ijin atau tanpa alasan, diharuskan menganti hari terlebih dahulu
6. Catatan-catatan dengan tutor / supervisor yang ada dalam log book, selama 3 minggu

11
5.9 Ujian
1. Ujian dilaksanakan pada minggu ke3 tergantung jumlah dokter muda
2. Pelaksanaan ujian : 1 dokter muda diuji oleh 1 penguji yang telah ditetapkan dan
didampingi oleh dokter pendamping
3. 1 hari sebelum ujian, dokter muda diwajibkan mempersiapkan semua kelengkapan
ujian, terutama peralatan laboratorium
4. Pasien akan diberikan pada kandidat jam 07.00 pagi
5. Kandidat harus menjaga hubungan baik terhadap pasien maupun keluarga pasien
yang digunakan untuk ujian
6. Ujian dilakukan di ruang ujian yang telah ditentukan
7. Selama ujian kandidat tidak diperkenankan keluar dari ruang ujian
8. Kandidat diharuskan melakukan anamnesa, pemeriksaan fisik (dilakukan sendiri).
9. Persentase nilai ujian adalah 40% dalam menentukan kelulusan
10. Kandidat yang tidak mengikuti ujian tanpa alasan yang jelas dan bias diterima
dianggap gugur
11. Bila diketahui selama waktu ujian kandidat berkomunikasi/ dibantu rekan sejawatnya
maka ujian dianggap diskualifikasi
12. Berkas untuk ujian ditulis tangan sesuai dengan dokter penguji.

5.10 Kasus Gangguan Jiwa Yang Sering Ditemui


5.10.1 Gangguan Anxietas
Gangguan Anxietas atau Kecemasan termasuk salah satu gangguan yang
paling sering ditemui di masyarakat. Seringkali 12omati dalam bentuk berbagai
keluhan 12omatic (fisik) sehingga sulit untuk dikenali secara cepat dan
mengakibatkan keterlambatan tatalaksana secara tepat.
Yang termasuk Gangguan Anxietas antara lain:
 Gangguan Anxietas Fobik
 Gangguan Anxietas Lainnya
 Gangguan Panik
 Gangguan Anxietas Menyeluruh
 Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi
 Gangguan Obsesif-Kompulsif
 Reaksi terhadap Stres Berat dan Gangguan Penyesuaian
 Reaksi Stres Akut
 Gangguan Stres Pasca Trauma
 Gangguan Penyesuaian

12
 Gangguan Disosiatif (Konversi)
 Gangguan Somatoform
 Gangguan Somatisasi
5.10.2 Gangguan Depresi
Depresi merupakan salah satu gangguan suasana perasaan, saat penderita
mengalami suasana perasaan yang tertekan, sedih, kehilangan minat dan tidak
dapat menikmati apapun serta semangat yang turun yang dapat menyebabkan
terganggunya aktivitas sampai paling tidak 2 minggu. Banyak orang dengan
depresi juga disertai gejala kecemasan dan gejala somatik (keluhan fisik) yang
tidak dapat dijelaskan penyebabnya.
Gejala-gejala tambahan depresi yaitu:
1. Menurunnya konsentrasi dan perhatian
2. Menurunnya harga diri dan kepercayaan diri
3. Rasa bersalah dan rasa tidak berguna
4. Pandangan terhadap masa depan yang suram dan pesimistis
5. Gangguan tidur
6. Gangguan pola makan/nafsu makan
7. Berpikir tentang kematian, melukai diri atau bunuh diri

5.10.3 Ganguan Psikotik

Psikosis adalah kondisi mental/jiwa saat realitas menjadi sangat terdistorsi


yang berakibat pada timbulnya gejala seperti waham/delusi (keyakinan yang salah
yang dipertahankan), halusinasi (persepsi sensorik tanpa adanya sumber rangsangan)
dan gangguan pikiran. Sindrom ini dapat diakibatkan oleh berbagai kondisi,
termasuk gangguan psikiatri (skizofrenia dan gangguan terkait), gangguan medik
(trauma fisik, epilepsi lobus temporalis, demensia, penyakit neurologik dan
endokrin, kelainan metabolik) dan gangguan penyalahgunaan zat (terutama
amfetamin dan halusinogen)
Psikosis sering kali mulai terjadi pada usia 15 – 25 tahun, laki-laki sering
mengalaminya lebih awal. Awitannya dapat mendadak ataupun perlahan-lahan.
Psikosis Akut adalah psikosis yang terjadi kurang dari 3 bulan atau perburukan
gejala psikosis yang sudah ada, dapat merupakan episode pertama atau kekambuhan.
Seringkali didapati fase pre-psikotik yang ditandai oleh munculnya gejala negative
yang kemudian diikuti oleh gejala positif yang jelas. Jika lebih dari 3 bulan maka
disebut Psikosis Kronis. Perjalanan penyakit pada sebagian orang akan relatif stabil,
namun sebagian lagi akan mengalami perburukan yang progresif yang
mengakibatkan disabilitas yang makin lama

13
tanda-tanda psikosis, seperti:

 Kecurigaan atau keyakinan yang jelas keliru dan dipertahankan


 Keyakinan bahwa pikirannya dimasukkan dari luar atau tersiar

 Mendengar suara atau melihat sesuatu yang tidak nyata

 Contoh: diam saja tidak mau merespon, marah-marah dan beringas,


penampilan yang tidak lazim, tidak rapi, perawatan diri buruk
iasa dikerjakan terkait dengan
pekerjaan, sekolah, rumah tangga, dan aktivitas social

5.10.4 Gangguan Perkembangan dan Perilaku Terhadap Anak

Gangguan perkembangan meliputigangguan-gangguan seperti disabilitas


Intelektual / retardasi mental,gangguan perkembangan pervasif (menetap) termasuk
autisme. Gangguan-gangguan ini umumnya mulai muncul pada masa anak-anak,
kerusakan atau keterlambatan dalam fungsi-fungsi terkait maturasisistem saraf pusat,
dan merupakan keadaan yang lebih tetap sifatnya. Selain kemunculannya pada masa
anak-anak, gangguan perkembangan ini cenderung berlanjut sampai dewasa. Orang
dengan gangguan perkembangan lebih rentan terhadap penyakit fisik dan
memerlukan perhatian tambahan dari penyedia layanan kesehatan. Sedangkan
“Gangguan Perilaku” adalah suatu istilah yang memayungi gangguan-gangguan
spesifik, seperti gangguan hiperkinetik atau attentiondeficit hyperactivitygangguan
(ADHD) atau gangguan-gangguan perilaku lainnya. Gejala - gejala gangguan
perilaku dalam derajat yang bervariasi sangat umum ditemui dimasyarakat. Untuk
beberapa anak dengan gangguan perilaku, masalah ini bisa berlanjut hingga mereka
dewasa jika tidak segera diintervensi.
Gangguan perkembangan dapat terdiri dari gangguan-gangguan berikut:
1. Disabilitas intelektual/retardasi mental
2. Gangguan perkembangan pervasif (menetap) termasuk autisme.
3. Perkembangan yang terlambat: lambat dalam belajar dibandingkan anak-
anak seusianya dalam aktivitas seperti tersenyum, duduk, berdiri, berjalan,
bicara/komunikasi, dan area perkembangan lainnya seperti membaca dan
menulis.

14
4. Ketidaknormalan dalam komunikasi serta perilaku yang terbatas dan
berulang
5. Kesulitan dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari yang sesuai dengan
usianya
Beberapa jenis gangguan perilaku pada anak dan remaja, antara lain:
• Gangguan dalam atensi yang berat dan tidak mampu untuk fokus, berhenti
mengerjakan tugas secara berulang-ulang sebelum menyelesaikannya dan
pindah mengerjakan tugas lainnya
• Aktivitas berlebihan yang berat: lari-lari berputar yang tidak bisa dikontrol,
sulit untuk
dapat duduk diam, bicara terus atau bergerak terus
• Impulsivitas yang berlebihan: melakukan sesuatu tanpa berpikir terlebih
dahulu
• Perilaku berulang dan mengganggu yang lain (temper tantrums yang sering
dan
berat, perilaku yang kejam, tidak patuh yang berat, mencuri)
• Perubahan yang tiba-tiba dalam perilaku atau hubungan dengan teman sebaya
termasuk kemarahan dan penarikan diri

5.10.5 Gangguan Demensia pada Lansia


Demensia adalah kondisi kemunduran mental yang berlangsung terus
menerus, progresif (makin lama makin buruk), meliputi penurunan daya ingat
kemunduran kemahiran berbahasa, kemunduran intelektual, perubahan perilaku
dan fungsi – fungsi otak lainnya sehingga mengganggu aktifitas sehari –
hari.Bertentangan dengan pendapat umum, demensia bukan bagian dari proses
penuaan normal yang akan dialami oleh semua lansia, melainkan merupakan
suatu penyakit.
Demensia dapat terjadi pada Lanjut Usia karena penyakit Alzheimer, stroke
berulang, trauma kepala, dan gangguan faal tubuh (hormonal, nutrisi, defisiensi
vitamin) alkohol dan 91 lain – lain.
Dua jenis demensia yang tersering terjadi adalah demensia tipeAlzheimer dan
demensia vaskuler (pasca "Stroke").
1. Penyakit Alzheimer merupakan penyebab tersering demensia pada usia tua
(50 – 60% dari seluruh demensia). Prevalensi Alzheimer meningkat seiring
dengan meningkatnya usia (> 65 tahun 3 – 5 %, > 85 tahun 50%); dapat
muncul pada usia 40 –
(genetik autosomal dominan). Rasio wanita : pria = 2 : 1. Alzheimer bersifat

15
multifaktorial, dapat disebabkan interaksi faktor genetik dan lingkungan.
Beberapa hal yang ditengarai menjadi faktor risiko adalah: peningkatan usia,
riwayat keluarga, wanita, pendidikan yang rendah, riwayat cedera kepala.
2. Demensia vaskular merupakan penyebab kedua tersering setelah penyakit
Alzheimer. Prevalensi bervariasi: 1,5 % pada usia70 – 75 tahun dan 15%
pada usia > 80 tahun. Demensia vaskular lebih sering mengenai laki-laki.
Sedangkan faktor risikonya meliputi hipertensi, diabetes, riwayat TIA dan
penyakit jantung.Gangguan kognitif dapat terjadi karena infark serebral,
anoksia atau perdarahan. Gejala yang timbul bervariasi, bergantung letak lesi.
Pada demensia dapat dijumpai Sindrom ABC, yaitu gangguan pada aktivitas
hidup sehari-hari (Activities of daily living), gangguan psikologis dan
perilaku (Behavioural and Psychological Symptoms of Dementia, BPSD)
sebagai kondisi penyulit yang akan dijelaskan kemudian, dan hendaya fungsi
kognitif (Cognitive deficits).

16
B. PENDIDIKAN KLINIS KEPERAWATAN

1. Persamaan persepsi pada masing masing institusi Pendidikan yang akan berpraktik
Bersama dengan tim diklat dan preceptor yang membimbing
2. Penerimaan awal dilakukan oleh pihak manajemen RSJD AHM dalam hal ini diwakili
oleh bagian umum untuk menjelaskan profil RSJD AHM
3. Penjelasan dan pengarahan oleh kepala instalasi rawat inap RSJD AHM mengenai
kondisi rawat inap RSJD AHM
4. Penjelasan dan pengarahan oleh tim keperawatan RSJD AHM, mengenai :
a. Penjelasan dan pengarahan dari bidang keperawatan
b. Tata tertib mahasiswa selama berpraktik di RSJD AHM
c. Metode pembelajaran mahasiswa selama berpraktik di RSJD AHM
d. Pembagian jadwal dinas dan pengaturan ruangan mahasiswa selama berpraktik di
RSJD AHM

I. BIMBINGAN KLINIS PENDIDIKAN

1. Prinsip Bimbingan klinis


a) Menanamkan nilai profesional
b) Melatih ketrampilan
c) The heart all of total curriculum plan
d) Lingkungan sarat “ role model”
2. Metode Bimbingan
a) Preseptor maksimal menangani 7 preseptee
b) Preseptor berada satu ruangan bersama preseptee
c) Preseptee wajib ikut operan dinas, pre dan post conference
d) Preseptee wajib mengikuti seluruh kegiatan diruangan dari datang hingga
pulang
Kegiatan tersebut melingkupi penerimaan klien baru operan dari IGD/UPIP
dan pengkajiannya termasuk juga perencanaan discharge planning dan
penyuluhan individu serta keluarga
3. Target Kompetensi
a) Laporan Pendahuluan
Diserahkan selambat-lambatnya pada hari ketiga, diikuti oleh penyesuaian
penilaian. Presptor wajib melakukan responsi terhadap preseptee. Laporan
Pendahuluan dibuat sebanyak kompetensi yang diharapkan 7 Diagnosa untuk
ners muda dan 5 diagnosa bagi D3 dan D4. Sumber pustaka menyesuaikan
persyaratan yang diwajibkan oleh institusi pendidikan. Teknis penulisan
disesuaikan dengan panduan penulisan yang telah disampaikan sebelumnya.

17
b) Bedside Teaching
Dilakukan setelah preseptee telah melakukan orientasi ruangan pada hari ke2.
Preseptor dan perseptee sebelumnya melakukan diskusi, tindakan apa yang
akan dilakukan. Preseptor akan memilihkan klien dan melakukan kontrak
waktu serta topik interaksi bagi preseptee. Pada saat interaksi dengan klien,
preceptor berperan sebagai pendamping, dan akan mengambil alih peran terapis
pada saat ada situasi yang tidak kondusif. Setelahnya akan dilakukan diskusi
atas kegiatan tersebut. Audiens akan memberikan saran/masukan atas
kekurangan dalam pelaksanaannya
c) Dops
Kompetensi dapat dicapai setelah terpenuhi target BST. Dops harus memenuhi
target 7 kompetensi antara lain ; Sp harga diri rendah, Sp Resiko Perilaku
Kekerasan, Sp Isolasi Sosial, Sp Halusinansi, Sp Defisit Perawatan Diri, Sp
Waham dan Sp Resiko Bunuh Diri. Jika preseptee melakukan dops di luar
ruangan dimana preseptee berdinas maka wajib menyertakan resume.
d) Mini Cex
Dilakukan oleh preceptor institusi pendidikan, preceptor klinis hanya
menyiapkan klien saja.
e) MTE
Pelaksanaannya akan dilakukan oleh divisi pembelajaran. Institusi pendidikan
diharapkan dapat menyampaikan surat permohonan sebagai pembicara jika The
Expert bukan berasal dari kalangan Keperawatan.
f) Terapi Aktifitas Kelompok
TAK dilakukan setiap minggu (ners muda) dan sesuai dengan target yang
dipersyaratkan akademik (bagi D3 dan D4). Proposal diajukan minimal 2 hari
sebelum hari pelaksanaan dan wajib dikonsulkan pada preseptor yang telah
ditunjuk dari pihak wahana praktek. TAK dilakukan secara berkelompok, dan
wajib dihadiri seluruh anggota kelompok. Laporan Hasil TAK wajib
dikumpulkan max 3 hari setelah hari pelaksanaan.
g) Long Case
Pelaksanaan pada minggu terakhir, jadwal menyesuaikan dari divisi
penjadwalan. Tempat pelaksanaan berada di ruang bangsal. Preseptee dapat
mengikuti ujian akhir stase jika telah melengkapi penugasan sebelumnya dan
tidak memilki absen pada kehadiran selama berdinas.
h) Presjur & Presus
Pelaksanaan diharapkan berada di wahana klinis dan wajib dihadiri oleh
preceptor klinis setiap preseptee

18
i) Resume
Dilakukan pada saat berdinas di ruang rawat darurat dan intensif atau sesuai
dengan target kompetensi yang dipersyaratkan oleh pihak akademik. Pelaporan
pendokumentasian dilakukan setiap hari.
j) Askep (Asuhan Keperawatan)
Pendokumentasiannya pada saat preseptee berdinas di ruang rawat inap. Secara
teknis, pada awal orientasi atau minggu pertama, preseptee mendapat satu
klien untuk dikelola. Pada minggu kedua/ seterusnya setelah melengkapi target
kompetensi dan dianggap kompeten maka preseptee ditingkatkan mengelola 2
klien dst. Bagi D3 dan D4 target Asuhan Keperawatan sesuai dengan ketentuan
dari akademik ASKEP minimal dilakukan selama 3 hari, jika klien mutasi
sebelum waktu tercapai maka preseptee wajib mengganti klien kelolaan dan
jika institusi kampus mensyaratkan adanya resume, maka klien dapat di
masukkan kedalam target kompetensi tersebut.
k) Penyuluhan (Pendidikan Kesehatan)
Target kompetensi disesuaikan dengan kurikulum pendidikan. Penyuluhan
kelompok bekerjasama dengan unit promosi kesehatan rumah sakit, dan
mengikuti jadwal penyuluhan yang akan dibuat oleh tim promosi kesehatan
rumah sakit. Sedangkan penyuluhan individu serta keluarga dapat dicapai di
ruang rawat inap dengan bimbingan dari preseptor ruangan.
l) Activity Daily Living (ADL)
Pembuatan jadwal aktifitas sehari-hari preseptee, disesuaikan dengan target
kompetensi pendidikan. Jadwal kegiatan harus menggambarkan keseluruhan
kegiatan preseptee selama berdinas di ruangan yang telah ditentukan. Metode
penulisan jadwal kegiatan disesuaikan dengan ketentuan dari pendidikan.

Panduan dari setiap kampus diterima oleh tim preceptoship selambat-lambatnya


2 minggu sebelum ners muda masuk ke wahana praktek. Ners muda akan
berada di wahana praktek sesuai dengan jumlah sks yang dipersyaratkan oleh
kurikulum. Ners muda akan berdinas sesuai dengan jadwal dinas yang
dikeluarkan oleh divisi penjadwalan begitupula dengan nama-nama preseptor.
Adapun nama ruangan yang akan ditempati adalah sebagai berikut : Punai,
Gelatik, Belibis, Elang, Tiung, Enggang, IGD dan UPIP.

Bimbingan bagi ners muda berlangsung selama 3 minggu. Dan tidak akan
berpindah ruangan kecuali untuk berdinas di Instalasi rawat darurat dan
intensif. Hal ini dimaksudkan agar preseptee mampu lebih beradaptasi,

19
sehingga akan meningkatkan minat dan lebih kompeten dalam pengelolaan
klien secara umum.

Rencana capaian kompetensi per minggu untuk D3/D4

20
Rencana Capaian untuk Ners

21
C. PENDIDIKAN KLINIS FARMASI

PROGRAM PROFESI (APOTEKER)


Lama Berpraktek
Kegiatan matakuliah Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) wajib dilaksanakan selama 18
minggu di Rumah Sakit.

Waktu Stase
 Untuk hari Senin s/d Kamis PKPA dimulai dari pukul 7.30 s/d 15.00 WITA.
 Untuk hari Jumat PKPA dimulai dari pukul 7.30 s/d 11.30 WITA.
 Untuk hari Sabtu PKPA dimulai dari pukul 7.30 s/d 11.00 WITA.

Target Capaian Kompetensi


Kompetensi minimal mahasiswa yang harus dicapai setelah menjalani Praktek Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) adalah:
1. Mampu mengetahui peran Apoteker di Rumah Sakit dan Instalasi Farmasi Rumah Sakit
(IFRS).
2. Mampu mengetahui Sistem Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit.
3. Mampu mengetahui peran Apoteker di Pelayanan Informasi Obat (PIO).
4. Mampu mengetahui peran Apoteker dalam Tim Farmasi dan Terapi (TFT).
5. Mampu mengetahui cara melaporkan Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
6. Mampu mengetahui peran Apoteker dalam Pengendalian Infeksi dan CSSD
7. Mampu mengetahui pelayanan farmasi klinik di Rawat Inap dan Rawat Jalan
Untuk mencapai tujuan menghasilkan Apoteker yang memiliki kompetensi di
bidangnya, maka dalam proses pembelajaran haruslah mengacu bagaimana seorang
mahasiswa dalam mencapai kompetensi yang diharapkan. Oleh sebab itu, perlu dirumuskan
kompetensi-kompetensi apa saja yang akan dicapai oleh mahasiswa sekaligus menjadi
panduan baik bagi mahasiswa maupun Pembimbing, sehingga seluruh rangkaian proses
pembelajaran adalah dalam rangka mencapai kompetensi tersebut. Jadi sangatlah penting bagi
setiap mahasiswa untuk memahami kompetensi apa yang seharusnya dikuasai pada saat
menjalani PKPA.
Terdapat enam tinjauan yang digunakan di dalam blue print kompetensi apoteker
Indonesia meliputi: area kompetensi, dimensi perilaku, kemampuan memberikan reasoning,
penerima (recipient) layanan kefarmasian, bentuk sediaan, serta farmakoterapi. Uraian
masing-masing tinjauan sebagai berikut:
1. Tinjauan pertama :area kompetensi
Area kompetensi Apoteker Indonesia dikelompokkan menjadi 9 aspek tinjauan yaitu :

22
a. Praktik profesional, legal dan etis
Tinjauan ini mencakup pemahaman, penerapan dan kepatuhan apoteker terhadap aturan
hukum/aspek legal dari praktek kefarmasian, standar praktek, pedoman praktek dan kode
etik profesi apoteker.
b. Optimalisasi penggunaan sediaan farmasi
Pada tinjauan ini fokus penilaian pada kemampuan apoteker dalam praktek klinik untuk
menjamin keamanan dan ketepatan managemen obat. Kemampuan tersebut mencakup
kemampuan dalam pengambilan keputusan pengobatan yang tepat, pemberian informasi
obat, pemantauan respons pengobatan, dan pemberian informasi atas penggunaan obat
sehingga dicapai penggunaan obat yang aman dan efektif.
c. Dispensing sediaan farmasi dan alat kesehatan
Dalam tinjauan ini penilaian fokus pada kemampuan apoteker dalam dispensing obat yang
akurat dan tepat, termasuk produk yang disiapkan secara extemporare. Hal ini mencakup
kemampuan untuk mengkaji ketepatan obat dan bentuk sediaan, optimasi terapi dan
mengedukasi pasien/konsumen/keluarga tentang obat dan penggunaan obat.
d. Formulasi dan pembuatan sediaan farmasi
Tinjauan ini mencakup kemampuan apoteker dalam penyiapan produk farmasetik,
termasuk sediaan extemporer, penyiapan aseptik dari produk steril, dan produk sitostatika.
Lingkup kemampuan mencakup pemahaman terhadap aturan persyaratan suatu produk,
formulasi dan tehnik compounding yang dibutuhkan, serta fasilitas lain yang dibutuhkan
dalam pembuatan suatu sediaan farmasi (personel, ruang, wadah, dokumentasi).
e. Komunikasi dan kolaborasi
Tinjauan ini ditujukan pada kemampuan apoteker untuk berkomunikasi secara efektif
sehingga pesan yang dimaksud dapat diterima oleh resipien. Tinjauan komunikasi ini
mencakup berbagai jenis komunikasi yang perlu diadaptasi dalam lingkungan praktek
dengan kondisi yang beragam. Komunikasi dilakukan baik terhadap pasien/konsumen
/keluarga, sejawat, profesi kesehatan lain dan masyarakat.
f. Upaya preventif dan promotif kesehatan masyarakat
Tinjauan ini mencakup kemampuan apoteker dalam mendorong dan membantu individu
atau kelompok pasien/konsumen untuk bertanggung-jawab atas kesehatannya. Upaya ini
ditujukan agar pasien-masyarakat dapat menjaga kesehatan, mencegah sakit serta mampu
memperbaiki kesehatan melalui peningkatan kendali terhadap faktor penentu kondisi
kesehatan. Pencapaian upaya kesehatan preventif dan promotif dilakukan dengan cara
pelayanan, edukasi, pelatihan dan rujukan serta kampanye kesehatan masyarakat.
g. Pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan

23
Tinjauan pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan mencakup tanggungjawab
apoteker dalam pengadaan dan pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan. Hal ini
mencakup persyaratan yang menjamin pemenuhan kebutuhan sediaan farmasi dan alkes
secara efektif dan efisien.
h. Kepemimpinan dan manajemen diri
Pada tinjauan ini, penilaian kemampuan apoteker dalam memimpin, mengarahkan,
mengambil keputusan, dan bertindak sebagai role model dalam praktik.
i. Peningkatan kompetensi profesi
Tinjauan ini memfokuskan kemampuan apoteker untuk mengevaluasi kemampuan diri dan
mengelola pengembangan diri dalam upaya pengembangan profesi, serta memanfaatkan
teknologi informasi dalam upaya pengembangan diri.
2. Tinjauan kedua :dimensi perilaku
Dalam tinjauan ini aspek yang dinilai meliputi:
a. Kognitif
Meliputi pengetahuan dan pengembangan kemampuan intelektual apoteker
b. Pengetahuan Prosedural
Meliputi pengetahuan yang dibutuhkan apoteker untuk melakukan tindakan kefarmasian.
c. Konatif
Menggambarkan cara apoteker bersikap, yang melibatkan emosi dan kemampuan empati
untuk mengaplikasikan nilai-nilai profesional dalam praktek kefarmasian.
3. Tinjauan ketiga: kemampuan memberikan reasoning
Dalam tinjauan ini fokus penilaian pada kemampuan apoteker untuk memberikan
pertimbangan dalam pengambilan keputusan profesi. Aspek yang dinilai meliputi: reasoning
dan recall of knowledge.
4. Tinjauan keempat: penerima (recipient) layanan kefarmasian
Dalam tinjauan ini fokus penilaian pada kemampuan memberikan pertimbangan farmasetik,
biofarmasetik, dan farmakokinetika (absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi - ADME)
obat pada pemilihan bentuk sediaan, rute pemberian, dan regimen dosis pada pasien
individual maupun kondisi tertentu yang dapat mengubah farmakokinetika suatu obat.
5. Tinjauan kelima: bentuk sediaan
Dalam tinjauan ini fokus penilaian pada kemampuan untuk merancang, membuat, dan
menjamin mutu sediaan farmasi (dosage form) dengan memperhatikan aturan perundangan,
persyaratan-standar, sifat fisikokimia bahan aktif dan bahan tambahan, efek farmakologi-
toksikologi, resipien, bentuk sediaan, rute pemakaian, teknik compounding, fasilitas
penyiapan-pembuatan-pengemasan, pelabelan-informasi-penggunaan. Kemampuan tersebut
mencakup penyiapan produk sediaan extemporer.

24
6. Tinjauan keenam: farmakoterapi
Dalam tinjauan ini fokus penilaian pada kemampuan :
a. Mengidentifikasi, mengintepretasi dan mengevaluasi informasi pasien (data klinik, lab,
riwayat penyakit dan pengobatan) untuk memahami kondisi penyakit, menilai perlunya
terapi dan/atau rujukan, dan mengidentifikasi faktor spesifik pasien yang mempengaruhi
kesehatan, terapi obat dan/atau managemen penyakit.
b. Mengevaluasi informasi tentang obat, regimen dosis, bentuk sediaan, rute pemakaian,
farmakoekonomi untuk memilih terapi obat yang optimal untuk pasien individual.
c. Mengevaluasi dan mengelola regimen obat melalui pemantauan pada pasien, berkolaborasi
dengan profesi kesehatan lain, dan pemberian informasi kepada pasien untuk
meningkatkan keluaran terapi yang aman, efektif dan ekonomis. Topik farmakoterapi
terpilih didasarkan pada beberapa pertimbangan berikut insiden, berat ringannya penyakit,
resiko penggunaan obat, kesetaraan terhadap penyakit dan penatalaksanaan yang harus
dikuasai.

Pola Pembimbingan dan Penilaian PKPA


Pembimbingan PKPA
1. Pembimbingan PKPA dilakukan oleh:
a. Dosen Pembimbing Akademik (DPA), adalah Dosen dari Fakultas Farmasi yang telah
memenuhi syarat menjadi DPA dan ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan.
b. Dosen Pembimbing Lapangan (DPL/Preseptor) adalah seorang Apoteker yang ditunjuk
oleh institusi tempat PKPA dan diberi tugas melakukan bimbingan kepada mahasiswa
calon Apoteker di tempat PKPA tersebut.
2. Tugas Dosen Pembimbing Akademik (DPA) adalah :
a. Secara umum DPA bertugas membimbing, mengarahkan, mengevaluasi, dan menilai
mahasiswa PKPA sebelum, selama, dan pasca PKPA.
b. Secara khusus bertugas :
 Mengadakan pretest sebelum pelaksanaan PKPA
 Mengevaluasi hasil pretest dan melakukan follow up dengan memberikan pengarahan
ataupun tugas-tugas pendukung PKPA kepada mahasiswa bimbingannya agar lebih
siap dalam kegiatan PKPA.
 Melakukan kegiatan monitoring mahasiswa ke lokasi PKPA minimal 1 kali per
minggu.

25
 Melaksanakan kegiatan pembimbingan terhadap mahasiswa selama kegiatan PKPA
berlangsung.
 Mendampingi diskusi hasil PKPA mahasiswa
 Satu minggu sebelum pelaksanaan ujian komprehensif, DPA wajib menyerahkan
rekapitulasi nilai PKPA yang meliputi, nilai pretest, tugas, dan diskusi.
3. Bentuk pembimbingan yang dilakukan oleh DPA adalah :
a. Pembimbingan pasca pretest adalah pembimbingan yang dilakukan sebagai bentuk follow
up dari hasil pretest mahasiswa dengan harapan mahasiswa lebih siap dalam kegiatan
PKPA. Bentuk kegiatannya adalah pemberian tugas dan pengarahan langsung oleh DPA.
b. Pembimbingan saat kegiatan PKPA adalah bentuk kegiatan yang dilakukan tiap minggu
pada saat kegiatan PKPA berlangsung dengan harapan mahasiswa lebih fokus dalam
melakukan observasi selama PKPA dan lebih memotivasi mahasiswa, mengarahkan objek
observasi PKPA, pemberian tugas, diskusi minimal 4 kali selama periode PKPA, dan
penyusunan laporan.
c. Pembimbingan penyusunan laporan hasil PKPA adalah pengarahan penyusunan laporan,
dan kegiatan merevisi laporan serta memberikan masukan kepada mahasiswa berkaitan
denga penyusunan laporan.
4. Tugas Dosen Pembimbing Lapangan/Preseptor adalah:
a. Secara umum tugas preseptor adalah membimbing, mengarahkan, mengevaluasi, dan
menilai kegiatan mahasiswa di lokasi kegiatan PKPA.
b. Secara khusus:
 Memberikan pengarahan dan bimbingan kepada mahasiswa selama kegiatan PKPA.
 Memberikan tugas-tugas pendukung materi PKPA.
 Melaksanakan diskusi yang berhubungan dengan tugas atau pokok materi PKPA yang
telah diberikan.
 Menilai dan mengevaluasi hasil PKPA mahasiswa.
 Menyerahkan rekapitulasi nilai pelaksanaan kepada Ketua Program Studi Profesi
Apoteker Fakultas Farmasi.
Penilaian PKPA
Penilaian Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) bersumber dari 3 orang
pembimbing yaitu: (a) dua orang pembimbing yang ditugaskan program studi apoteker
Fakultas Farmasi dan (b) satu orang praktisi dari sarana PKPA.
Aspek-aspek yang dinilai dalam praktek kerja kefarmasian ditunjukkan dalam tabel
berikut ini :

26
Aspek yang dinilai Indikator Penilaian Bobot (%) Skor
 Sopan santun pada
teman sekerja
Etika / Sopan Santun 5
 Sopan santun pada
pasien/konsumen
Pretes PKPA  Total nilai pretes 5
 Kesesuaian dan
Tugas terstruktur/ penunjang 10
ketepatan uraian tugas
 Kemampuan
Diskusi kasus dan hasil PKPA presentase 30
 Penguasaan materi
Aktivitas praktek kerja  Keterampilan praktek 25
Ujian komprehensif PKPA  Total nilai ujian 25
Total 100

Penilaian Laporan Kerja PKPA


Penilaian laporan akhir Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dilakukan oleh dosen
pembimbing akademik (DPA). Aspek-aspek yang dinilai dalam laporan akhir PKPA
ditunjukkan dalam tabel berikut ini :
Bobot
No. Kriteria Indikator Skor
(%)
 Ketajaman Perumusan Masalah
1. Perumusan Masalah 15
 Kesesuaian antara Masalah dan Tujuan
 Bahasa Penulisan
2. Tinjauan Pustaka 20
 Relevansi Pustaka
3. Penulisan  Kesesuaian Format Penulisan 20
 Ketepatan Analisis
4. Analisis dan Sintesis 35
 Ketepatan Sintesis
Penarikan
5.  Ketepatan kesimpulan 10
Kesimpulan
Total 100

Ujian Apoteker
1. Ujian apoteker merupakan ujian akhir mahasiswa program profesi terhadap materi
pembelajaran teori dan praktek profesi yang dilaksanakan setelah dinyatakan lulus ujian
komprehensif versi fakultas farmasi.

27
2. Ujian apoteker dilaksanakan oleh program studi profesi apoteker fakultas farmasi.
3. Batas minimal rata-rata nilai akhir ujian apoteker adalah 70 (tujuh puluh).
4. Persentase (%) bobot nilai penguji adalah 70 % penguji pembimbing dan 30% penguji
luar pembimbing.
5. Dosen penguji pada ujian apoteker terdiri dari staf pengajar program profesi apoteker
fakultas farmasi dan praktisi yang kompeten di masing-masing bidang PKPA.
6. Penguji ujian apoteker ditetapkan oleh Dekan Fakultas Farmasi atas usulan Ketua
Program Studi Apoteker.

Penilaian Ujian Apoteker


Angka mutu nilai mengikuti penilaian mata kuliah, akan tetapi standar mutu yang
dinyatakan lulus jika mencapai mutu dengan nilai huruf C, B dan A; sedangkan nilai D
dinyatakan tidak lulus atau wajib mengulang. Bobot nilai bersumber dari tim penguji terdiri
dari (a) dua orang dosen penguji pembimbing akademik memiliki bobot penilaian 70%, dan
(b) penguji luar pembimbing memiliki bobot 30%. Kriteria penilaian Ujian Akhir Apoteker
dan angka mutu dan nilai huruf ditujukan pada tabel-tabel berikut :
N Nilai
o Kriteria Bobot (%)
Angka Huruf
.
1
Penguasaan Materi 70%
.
2 Komunikatif dan
30%
. Penampilan
Skor Kumulatif
Skor Akhir

Angka Mutu (AM) Nilai Bobot (NB) Nilai Huruf (NH)


80 < AM < 100 4,00 A
AM = 70 3,00
70 < AM < 75 3,25
B
AM = 75 3,50
75 < AM < 80 3,75
AM = 60 2,00
60 < AM < 65 2,25
C
AM = 65 2,50
65 < AM < 70 2,75

28
AM = 40 1,00
40 < AM < 50 1,25
D
AM = 50 1,50
50 < AM < 60 1,75

Target Capaian Kompetensi


Kompetensi mahasiswa yang harus dicapai setelah menjalani Kuliah Kerja Praktik (KKP)
adalah:
1. Peninjauan Instalasi Farmasi atau Unit Farmasi.
2. Perencanaan, Pengadaan, dan Pembelian Sediaan Farmasi.
3. Sistem Penyimpanan Sediaan Farmasi/Alkes/Bahan Habis Pakai.
4. Alur Penerimaan Obat.
5. Sistem Pendistribusian Obat.
6. Pemusnahan Sediaan Farmasi (Expired Date).
7. Pengelolaan Pelayanan Resep.
8. Visite Kefarmasian.
9. Penelusuran penggunaan obat.
10. Pelayanan Resep (Skrinning Resep).
11. Pengenalan Modeling Catatan Pengembangan Pasien Terintegrasi (CPPT).
12. Monitoring Efek Samping Obat.
13. Pemantauan Terapi Obat.

Pola Pembimbingan dan Penilaian Kuliah Kerja Praktik (KKP)


Pembimbingan Kuliah Kerja Praktik (KKP)
Mahasiswa yang telah memenuhi persyaratan melaksanakan Kuliah Kerja Praktik
(KKP) dapat mengikuti tahapan pelaksanaan Kuliah Kerja Praktik (KKP) sebagai berikut :
1. Pembekalan dan/atau Orientasi Kuliah Kerja Praktik (KKP)
Program studi mengadakan pembekalan Kuliah Kerja Praktik (KKP) dengan tujuan untuk
memberikan penyegaran kepada mahasiswa terkait pengetahuan dasar dan teknis praktek
yang akan dilaksanakan di tempat praktek. Materi pembekalan meliputi (a) Etika dan sopan
santun di tempat kerja praktik dan (b) Materi umum dan materi khusus. Materi umum yang
dimaksud adalah materi yang bersifat umum tentang proses dan pekerjaan kefarmasian yang
menjadi tanggung jawab S1 Farmasi dalam ranah tenaga teknis kefarmasian di instansi tempat
KKP. Mahasiswa harus berperan aktif baik mencari informasi mengenai instansi tempat KKP,
peran dan tugas tenaga teknis kefarmasian. Materi khusus yang dimaksud adalah materi yang
diberikan oleh instansi tempat KKP kepada satu kelompok (sesuai jumlah yang diterima pada
instansi tempat KKP). Materi yang diberikan dalam bentuk studi kasus klinik, sistem

29
pemberian materi diberikan dalam bentuk diskusi. Materi ini disesuaikan dengan kebutuhan
instansi tempat KKP dengan pembimbing lapangan sebagai penanggung jawab pemberi
materi atau tugas khusus. Nara sumber pembekalan berasal dari staf pengajar Fakultas
Farmasi yang sesuai bidangnya.
2. Tahap pelaksanaan Kuliah Kerja Praktik (KKP)
Mahasiswa yang mengikuti Kuliah Kerja Praktik (KKP) di Rumah Sakit akan dibagi menjadi
2 termin yaitu (a) Kuliah Kerja Praktik (KKP) Rumah Sakit Pemerintah atau Swasta dan (b)
Penyusunan Laporan dan Ujian. Dalam pelaksanaannya, mahasiswa yang melaksanakan
Kuliah Kerja Praktik (KKP) mendapatkan bimbingan dari 2 orang dosen yaitu (a) satu orang
dosen tetap Fakultas Farmasi dan (b) satu orang pembimbing dari institusi/sarana tempat
Kuliah Kerja Praktik (KKP).
3. Tahap Penyusunan Laporan Kuliah Kerja Praktik (KKP)
Mahasiswa peserta KKP diwajibkan menulis laporan yang ditandatangani oleh
pembimbing/pendamping lapangan dengan cap rumah sakit tempat pelaksanaan kegiatan
KKP. Laporan KKP diserahkan untuk didiskusikan dengan dosen pembimbing dan ditanda
tangani. Laporan KKP disahkan oleh ketua program studi dan selanjutnya dikembalikan
kepada dosen pembimbing.
4. Tahap Ujian Kuliah Kerja Praktik (KKP)
Ujian KKP dilakukan terhadap mahasiswa yang telah menyelesaikan tahap penyusunan
laporan Kuliah Kerja Praktik (KKP). Laporan KKP yang telah disahkan oleh ketua program
studi tersebut akan dijadikan bahan untuk penilaian akhir mahasiswa dalam Ujian KKP.

Penilaian Kuliah Kerja Praktik (KKP)


Unsur-unsur penilaian dalam KKP didapatkan oleh pembimbing lapangan/preseptor
dan dosen pembimbing KKP, adapun rinciannya sebagai berikut :
Penilaian kinerja KKP mahasiswa diberikan oleh pembimbing lapangan dan dosen
pembimbing KKP yang akan dinilai melalui Ujian KKP, adapun aspek penilaian tersebut
meliputi penguasaan materi, sikap dan perilaku, kemampuan berkomunikasi, kemampuan
dalam menjalankan tugas, kemampuan kerja sama, inisiatif dan kreativitas, serta laporan
KKP. Penilaian ini juga meliputi penilaian terhadap isi laporan berdasarkan format laporan
yang telah ditetapkan dan menyesuaikan pada rincian kegiatan yang telah didapatkan baik
dari materi umum dan materi khusus.

Aspek-aspek yang dinilai dalam Kuliah Kerja Praktik (KKP) ditunjukkan dalam tabel berikut
ini :

30
Bobot
Aspek yang dinilai Skor
(%)
Penguasaan Materi 20
Sikap dan Perilaku 10
Kemampuan Berkomunikasi 10
Kemampuan dalam Menjalankan
10
Tugas
Kemampuan Kerja Sama 10
Inisiatif dan Kreativitas 10
Laporan KKP 30
100

Target Capaian Kompetensi untuk D3 Farmasi


Kompetensi mahasiswa yang harus dicapai setelah menjalani Praktek Kerja Kefarmasian
adalah:
1. Melaksanakan prosedur pencatatan dan dokumentasi perencanaan pengadaan sediaan farmasi
dan perbekalan kesehatan.
2. Melaksanakan prosedur pengadaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan.
3. Melaksanakan prosedur pencatatan pengadaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang
bersifat dropping/hibah dan produksi.
4. Melaksanakan prosedur penerimaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan sesuai protap.
5. Melaksanakan penyimpanan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan sesuai protap.
6. Melaksanakan prosedur distribusi sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan dari gudang RS
sesuai protap.
7. Melaksanakan prosedur kalkulasi biaya resep obat.
8. Melaksanakan prosedur penyiapan sediaan farmasi di RS sesuai protap.
9. Melaksanakan prosedur penyerahan obat unit dose / resep individu dibawah pengawasan
Apoteker / pimpinan unit.
10. Melaksanakan prosedur distribusi sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan untuk keperluan
floor stock sesuai protap dibawah supervisi Apoteker / pimpinan unit.
11. Berkomunikasi dengan orang lain.
12. Melaksanakan prosedur dispensing obat berdasarkan permintaan dokter sesuai protap dibawah
supervisi apoteker / pimpinan unit.
13. Melakukan pencatatan semua data yang berhubungan dengan proses dispensing dibawah
supervisi apoteker / pimpinan unit.

31
Pola Pembimbingan dan Penilaian Praktek Kerja Kefarmasian
Pembimbingan Praktek Kerja Kefarmasian
Mahasiswa yang telah memenuhi persyaratan melaksanakan praktek kerja
kefarmasian dapat memprogramkan mata kuliah Praktek Kerja Kefarmasian pada semester
enam (6). Tahapan pelaksanaan praktek kerja kefarmasian adalah :
1. Pembekalan Praktek Kerja Kefarmasian
Program studi mengadakan pembekalan praktek kerja kefarmasian pada akhir semester lima
(5), tujuan pembekalan tersebut adalah memberikan penyegaran kepada mahasiswa terkait
pengetahuan dasar dan teknis praktek yang akan dilaksanakan di tempat praktek. Materi
pembekalan meliputi (a) Etika dan sopan santun di tempat kerja dan (b) Kompetensi Rumah
Sakit. Nara sumber pembekalan berasal dari staf pengajar Fakultas Farmasi yang sesuai
bidangnya serta praktisi yang sesuai dengan kompetensi-kompetensi pendidikan vokasional.
2. Pelaksanaan Praktek Kerja Kefarmasian di Rumah Sakit
Mahasiswa yang mengikuti praktek kerja kefarmasian di Rumah Sakit akan dibagi menjadi 2
termin yaitu (a) Praktek kerja Rumah Sakit Pemerintah atau Swasta dan (b) Penyusunan
Laporan dan Tugas Akhir. Dalam pelaksanaannya, mahasiswa yang melaksanakan praktek
kerja kefarmasian mendapatkan bimbingan dari 2 orang dosen yaitu (a) satu orang dosen tetap
Fakultas Farmasi dan (b) satu orang pembimbing dari institusi/sarana tempat praktek kerja
kefarmasian.
3. Pembimbingan dan Konsultasi
Mahasiswa melakukan bimbingan dan konsultasi dengan pembimbing lapangan sarana
praktek kerja kefarmasian sesuai jadwal yang telah disepakati bersama. Bimbingan bersama
dosen pembimbing dari Fakultas Farmasi dilakukan setiap minggu, dimana dalam pertemuan
tersebut, dosen pembimbing mengevaluasi capaian mahasiswa selama praktek kerja serta
membimbing dalam penyusunan laporan praktek kerja yang juga disusun sebagai Tugas Akhir
mahasiswa.
4. Pelaporan Praktek Kerja Kefarmasian
Pada akhir pelaksanaan praktek kerja kefarmasian di Rumah Sakit, mahasiswa menyusun
laporan praktek kerja kefarmasian per individu dibawah bimbingan dosen pembimbing (dosen
pembimbing dari Fakultas Farmasi dan pembimbing lapangan dari sarana kerja kefarmasian).
Laporan praktek kerja kefarmasian tersebut kemudian disusun dan disatukan menjadi Tugas
Akhir mahasiswa.

MATERI PENDIDIKAN KLINIS FARMASI


STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI RUMAH SAKIT
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu kegiatan yang
bersifat manajerial berupa pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan

32
Medis Habis Pakai dan kegiatan pelayanan farmasi klinik. Kegiatan tersebut harus
didukung oleh sumber daya manusia, sarana, dan peralatan.

Kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
meliputi:
1. Seleksi/Pemilihan
Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan kebutuhan. Pemilihan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai ini berdasarkan:
a. formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan terapi;
b. standar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang telah
ditetapkan;
c. pola penyakit;
d. efektifitas dan keamanan;
e. pengobatan berbasis bukti;
f. mutu;
g. harga; dan
h. ketersediaan di pasaran.
Formularium Rumah Sakit disusun mengacu kepada Formularium Nasional.
Formularium Rumah Sakit merupakan daftar Obat yang disepakati staf medis, disusun
oleh Komite/Tim Farmasi dan Terapi yang ditetapkan oleh Pimpinan Rumah Sakit.
Formularium Rumah Sakit harus tersedia untuk semua penulis Resep, pemberi Obat, dan
penyedia Obat di Rumah Sakit. Evaluasi terhadap Formularium Rumah Sakit harus
secara rutin dan dilakukan revisi sesuai kebijakan dan kebutuhan Rumah Sakit.
Penyusunan dan revisi Formularium Rumah Sakit dikembangkan berdasarkan
pertimbangan terapetik dan ekonomi dari penggunaan Obat agar dihasilkan Formularium
Rumah Sakit yang selalu mutakhir dan dapat memenuhi kebutuhan pengobatan yang
rasional.
Tahapan proses penyusunan Formularium Rumah Sakit:
a. membuat rekapitulasi usulan Obat dari masing-masing Staf Medik Fungsional (SMF)
berdasarkan standar terapi atau standar pelayanan medik;
b. mengelompokkan usulan Obat berdasarkan kelas terapi;
c. membahas usulan tersebut dalam rapat Komite/Tim Farmasi dan Terapi, jika diperlukan
dapat meminta masukan dari pakar;
d. mengembalikan rancangan hasil pembahasan Komite/Tim Farmasi dan Terapi,
dikembalikan ke masing-masing SMF untuk mendapatkan umpan balik;
e. membahas hasil umpan balik dari masing-masing SMF;

33
f. menetapkan daftar Obat yang masuk ke dalam Formularium Rumah Sakit;
g. menyusun kebijakan dan pedoman untuk implementasi; dan
h. melakukan edukasi mengenai Formularium Rumah Sakit kepada staf dan melakukan
monitoring.
Kriteria pemilihan Obat untuk masuk Formularium Rumah Sakit:
a. mengutamakan penggunaan Obat generik;
b. memiliki rasio manfaat-risiko (benefit-risk ratio) yang paling menguntungkan
penderita;
c. mutu terjamin, termasuk stabilitas dan bioavailabilitas;
d. praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan;
e. praktis dalam penggunaan dan penyerahan;
f. menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh pasien;
g. memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tertinggi berdasarkan biaya
langsung dan tidak lansung; dan
h. Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman (evidence based
medicines) yang paling dibutuhkan untuk pelayanan dengan harga yang terjangkau.
Dalam rangka meningkatkan kepatuhan terhadap formularium Rumah Sakit, maka
Rumah Sakit harus mempunyai
kebijakan terkait dengan penambahan atau pengurangan Obat dalam Formularium
Rumah Sakit dengan mempertimbangkan indikasi penggunaaan, efektivitas, risiko,
dan biaya.

2. Perencanaan Kebutuhan
Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan periode
pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan
hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat
waktu dan efisien. Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan Obat dengan
menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang
telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan
epidemiologi dan disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.
Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan:
a. anggaran yang tersedia;
b. penetapan prioritas;
c. sisa persediaan;
d. data pemakaian periode yang lalu;
e. waktu tunggu pemesanan; dan
f. rencana pengembangan.

34
3. Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan perencanaan
kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat
dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu. Pengadaan merupakan kegiatan yang
berkesinambungan dimulai dari pemilihan, penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian
antara kebutuhan dan dana, pemilihan metode pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan
spesifikasi kontrak, pemantauan proses pengadaan, dan pembayaran. Untuk memastikan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan mutu dan spesifikasi
yang dipersyaratkan maka jika proses pengadaan dilaksanakan oleh bagian lain di luar Instalasi
Farmasi harus melibatkan tenaga kefarmasian.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai antara ain:
a. Bahan baku Obat harus disertai Sertifikat Analisa.
b. Bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data Sheet (MSDS).
c. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus mempunyai Nomor Izin
Edar.
d. Masa kadaluarsa (expired date) minimal 2 (dua) tahun kecuali untuk Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai tertentu (vaksin, reagensia, dan lain-lain), atau pada
kondisi tertentu yang dapat dipertanggung jawabkan. Rumah Sakit harus memiliki mekanisme
yang mencegah kekosongan stok Obat yang secara normal tersedia di Rumah Sakit dan
mendapatkan Obat saat Instalasi Farmasi tutup.
Pengadaan dapat dilakukan melalui:
a. Pembelian Untuk Rumah Sakit pemerintah pembelian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai harus sesuai dengan ketentuan pengadaan barang dan jasa yang
berlaku.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembelian adalah:
1) Kriteria Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai, yang meliputi
kriteria umum dan kriteria mutu Obat.
2) Persyaratan pemasok.
3) Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai.
4) Pemantauan rencana pengadaan sesuai jenis, jumlah dan waktu.

b. Produksi Sediaan Farmasi


Instalasi Farmasi dapat memproduksi sediaan tertentu apabila:
1) Sediaan Farmasi tidak ada di pasaran;

35
2) Sediaan Farmasi lebih murah jika diproduksi sendiri;
3) Sediaan Farmasi dengan formula khusus;
4) Sediaan Farmasi dengan kemasan yang lebih kecil/repacking;
5) Sediaan Farmasi untuk penelitian; dan
6) Sediaan Farmasi yang tidak stabil dalam penyimpanan/harus dibuat baru (recenter
paratus). Sediaan yang dibuat di Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan mutu dan
terbatas hanya untuk memenuhi kebutuhan pelayanan di Rumah Sakit tersebut.

c. Sumbangan/Dropping/Hibah
Instalasi Farmasi harus melakukan pencatatan dan pelaporan terhadap penerimaan dan
penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
sumbangan/dropping/ hibah. Seluruh kegiatan penerimaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai dengan cara sumbangan/dropping/hibah harus disertai dokumen
administrasi yang lengkap dan jelas. Agar penyediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai dapat membantu pelayanan kesehatan, maka jenis Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus sesuai dengan kebutuhan pasien di
Rumah Sakit. Instalasi Farmasi dapat memberikan rekomendasi kepada pimpinan Rumah Sakit
untuk mengembalikan/menolak sumbangan/dropping/hibah Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai yang tidak bermanfaat bagi kepentingan pasien Rumah Sakit.

4. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah,
mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak atau surat pesanan dengan
kondisi fisik yang diterima. Semua dokumen terkait penerimaan barang harus tersimpan dengan
baik.

5. Penyimpanan
Setelah barang diterima di Instalasi Farmasi perlu dilakukan penyimpanan sebelum
dilakukan pendistribusian. Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas dan keamanan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan persyaratan kefarmasian.
Persyaratan kefarmasian yang dimaksud meliputi persyaratan stabilitas dan keamanan, sanitasi,
cahaya, kelembaban, ventilasi, dan penggolongan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai. Komponen yang harus diperhatikan antara lain:
a. Obat dan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan Obat diberi label yang secara
jelas terbaca memuat nama, tanggal pertama kemasan dibuka, tanggal kadaluwarsa dan
peringatan khusus.

36
b. Elektrolit konsentrasi tinggi tidak disimpan di unit perawatan kecuali untuk kebutuhan klinis yang
penting.
c. Elektrolit konsentrasi tinggi yang disimpan pada unit perawatan pasien dilengkapi dengan
pengaman, harus diberi label yang jelas dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted)
untuk mencegah penatalaksanaan yang kurang hati-hati.
d. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang dibawa oleh pasien harus
disimpan secara khusus dan dapat diidentifikasi.
e. Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan barang lainnya yang
menyebabkan kontaminasi.
Instalasi Farmasi harus dapat memastikan bahwa Obat disimpan secara benar dan
diinspeksi secara periodik. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
harus disimpan terpisah yaitu:
a. Bahan yang mudah terbakar, disimpan dalam ruang tahan api dan diberi tanda khusus bahan
berbahaya.
b. Gas medis disimpan dengan posisi berdiri, terikat, dan diberi penandaaan untuk menghindari
kesalahan pengambilan jenis gas medis. Penyimpanan tabung gas medis kosong terpisah dari
tabung gas medis yang ada isinya. Penyimpanan tabung gas medis di ruangan harus
menggunakan tutup demi keselamatan.
Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, bentuk sediaan, dan
jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan disusun secara
alfabetis dengan menerapkan prinsip First Expired First Out (FEFO) dan First In First Out
(FIFO) disertai sistem informasi manajemen. Penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai yang penampilan dan penamaan yang mirip (LASA, Look
Alike Sound Alike) tidak ditempatkan berdekatan dan harus diberi penandaan khusus untuk
mencegah terjadinya kesalahan pengambilan Obat.
Rumah Sakit harus dapat menyediakan lokasi penyimpanan Obat emergensi untuk
kondisi kegawatdaruratan. Tempat penyimpanan harus mudah diakses dan terhindar dari
penyalahgunaan dan pencurian. Pengelolaan Obat emergensi harus menjamin:
a. jumlah dan jenis Obat sesuai dengan daftar Obat emergensi yang telah ditetapkan;
b. tidak boleh bercampur dengan persediaan Obat untuk kebutuhan lain;
c. bila dipakai untuk keperluan emergensi harus segera diganti;
d. dicek secara berkala apakah ada yang kadaluwarsa; dan
e. dilarang untuk dipinjam untuk kebutuhan lain.

6. Pendistribusian
Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka menyalurkan/menyerahkan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dari tempat penyimpanan

37
sampai kepada unit pelayanan/pasien dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan
ketepatan waktu. Rumah Sakit harus menentukan sistem distribusi yang dapat menjamin
terlaksananya pengawasan dan pengendalian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai di unit pelayanan. Sistem distribusi di unit pelayanan dapat dilakukan dengan cara:
a. Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan (floor stock)
1) Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai untuk
persediaan di ruang rawat disiapkan dan dikelola oleh Instalasi Farmasi.
2) Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang disimpan di
ruang rawat harus dalam jenis dan jumlah yang sangat dibutuhkan.
3) Dalam kondisi sementara dimana tidak ada petugas farmasi yang mengelola (di atas jam
kerja) maka pendistribusiannya didelegasikan kepada penanggung jawab ruangan.
4) Setiap hari dilakukan serah terima kembali pengelolaan obat floor stock kepada petugas
farmasi dari penanggung jawab ruangan.
5) Apoteker harus menyediakan informasi, peringatan dan kemungkinan interaksi Obat pada
setiap jenis Obat yang disediakan di floor stock.

b. Sistem Resep Perorangan


Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
berdasarkan Resep perorangan/pasien rawat jalan dan rawat inap melalui Instalasi Farmasi.

c. Sistem Unit Dosis


Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
berdasarkan Resep perorangan yang disiapkan dalam unit dosis tunggal atau ganda, untuk
penggunaan satu kali dosis/pasien. Sistem unit dosis ini digunakan untuk pasien rawat inap.

d. Sistem Kombinasi
Sistem pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
bagi pasien rawat inap dengan menggunakan kombinasi a + b atau b + c atau a + c. Sistem
distribusi Unit Dose Dispensing (UDD) sangat dianjurkan untuk pasien rawat inap mengingat
dengan sistem ini tingkat kesalahan pemberian Obat dapat diminimalkan sampai kurang dari 5%
dibandingkan dengan sistem floor stock atau Resep individu yang mencapai 18%.

Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh pasien dengan
mempertimbangkan:
a. efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada; dan

38
b. metode sentralisasi atau desentralisasi.

7. Pemusnahan dan Penarikan


Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi
standar/ketentuan peraturan perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan
perintah penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin
edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan kepada Kepala BPOM. Penarikan Alat
Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh
Menteri. Pemusnahan dilakukan untuk Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai bila:
a. produk tidak memenuhi persyaratan mutu;
b. telah kadaluwarsa;
c. tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan kesehatan atau kepentingan ilmu
pengetahuan; dan/atau
d. dicabut izin edarnya.

Tahapan pemusnahan terdiri dari:


a. membuat daftar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang akan
dimusnahkan;
b. menyiapkan Berita Acara Pemusnahan;
c. mengoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan kepada pihak terkait;
d. menyiapkan tempat pemusnahan; dan
e. melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk sediaan serta peraturan yang
berlaku.

8. Pengendalian
Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan dan penggunaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai. Pengendalian penggunaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dapat dilakukan oleh Instalasi Farmasi
harus bersama dengan Komite/Tim Farmasi dan Terapi di Rumah Sakit. Tujuan pengendalian
persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai adalah untuk:
a. penggunaan Obat sesuai dengan Formularium Rumah Sakit;
b. penggunaan Obat sesuai dengan diagnosis dan terapi; dan

39
c. memastikan persediaan efektif dan efisien atau tidak terjadi kelebihan dan
kekurangan/kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, dan kehilangan serta pengembalian pesanan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
Cara untuk mengendalikan persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai adalah:
a. melakukan evaluasi persediaan yang jarang digunakan (slow moving);
b. melakukan evaluasi persediaan yang tidak digunakan dalam waktu tiga bulan berturut-turut
(death stock);
c. Stok opname yang dilakukan secara periodik dan berkala.

9. Administrasi
Administrasi harus dilakukan secara tertib dan berkesinambungan untuk memudahkan
penelusuran kegiatan yang sudah berlalu. Kegiatan administrasi terdiri dari:
a. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan terhadap kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai yang meliputi perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan,
pendistribusian, pengendalian persediaan, pengembalian, pemusnahan dan penarikan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai. Pelaporan dibuat secara periodik
yang dilakukan Instalasi Farmasi dalam periode waktu tertentu (bulanan, triwulanan, semester
atau pertahun).
Jenis-jenis pelaporan yang dibuat menyesuaikan dengan peraturan yang berlaku. Pencatatan
dilakukan untuk:
1) persyaratan Kementerian Kesehatan/BPOM;
2) dasar akreditasi Rumah Sakit;
3) dasar audit Rumah Sakit; dan
4) dokumentasi farmasi.
Pelaporan dilakukan sebagai:
1) komunikasi antara level manajemen;
2) penyiapan laporan tahunan yang komprehensif mengenai kegiatan di Instalasi Farmasi;
dan
3) laporan tahunan.

b. Administrasi Keuangan
Apabila Instalasi Farmasi harus mengelola keuangan maka perlu menyelenggarakan administrasi
keuangan. Administrasi keuangan merupakan pengaturan anggaran, pengendalian dan analisa
biaya, pengumpulan informasi keuangan, penyiapan laporan, penggunaan laporan yang berkaitan
dengan semua kegiatan Pelayanan Kefarmasian secara rutin atau tidak rutin dalam periode

40
bulanan, triwulanan, semesteran atau tahunan.

c. Administrasi Penghapusan
Administrasi penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak terpakai karena kadaluwarsa, rusak,
mutu tidak memenuhi standar dengan cara membuat usulan penghapusan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai kepada pihak terkait sesuai dengan prosedur
yang berlaku.

A. Pelayanan Farmasi Klinik


Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang diberikan Apoteker
kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan risiko terjadinya
efek samping karena Obat, untuk tujuan keselamatan pasien (patient safety) sehingga kualitas
hidup pasien (quality of life) terjamin. Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan meliputi:
1. pengkajian dan pelayanan Resep;
2. penelusuran riwayat penggunaan Obat;
3. rekonsiliasi Obat;
4. Pelayanan Informasi Obat (PIO);
5. konseling;
6. visite;
7. Pemantauan Terapi Obat (PTO);
8. Monitoring Efek Samping Obat (MESO);
9. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);
10. dispensing sediaan steril; dan
11. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD);

1. Pengkajian dan Pelayanan Resep


Pengkajian Resep dilakukan untuk menganalisa adanya masalah terkait Obat, bila
ditemukan masalah terkait Obat harus dikonsultasikan kepada dokter penulis Resep. Apoteker
harus melakukan pengkajian Resep sesuai persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik, dan
persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan. Persyaratan administrasi
meliputi:
a. nama, umur, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan pasien;
b. nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter;
c. tanggal Resep; dan
d. ruangan/unit asal Resep.
Persyaratan farmasetik meliputi:

41
a. nama Obat, bentuk dan kekuatan sediaan;
b. dosis dan Jumlah Obat;
c. stabilitas; dan
d. aturan dan cara penggunaan.
Persyaratan klinis meliputi:
a. ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan Obat;
b. duplikasi pengobatan;
c. alergi dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD);
d. kontraindikasi; dan
e. interaksi Obat.
Pelayanan Resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, penyiapan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai termasuk peracikan Obat, pemeriksaan,
penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan Resep dilakukan
upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian Obat (medication error).

2. Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat


Penelusuran riwayat penggunaan Obat merupakan proses untuk mendapatkan informasi
mengenai seluruh Obat/Sediaan Farmasi lain yang pernah dan sedang digunakan, riwayat
pengobatan dapat diperoleh dari wawancara atau data rekam medik/pencatatan penggunaan Obat
pasien. Tahapan penelusuran riwayat penggunaan Obat:
a. membandingkan riwayat penggunaan Obat dengan data rekam medik/pencatatan penggunaan
Obat untuk mengetahui perbedaan informasi penggunaan Obat;
b. melakukan verifikasi riwayat penggunaan Obat yang diberikan oleh tenaga kesehatan lain dan
memberikan informasi tambahan jika diperlukan;
c. mendokumentasikan adanya alergi dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD);
d. mengidentifikasi potensi terjadinya interaksi Obat;
e. melakukan penilaian terhadap kepatuhan pasien dalam menggunakan Obat;
f. melakukan penilaian rasionalitas Obat yang diresepkan;
g. melakukan penilaian terhadap pemahaman pasien terhadap Obat yang digunakan;
h. melakukan penilaian adanya bukti penyalahgunaan Obat;
i. melakukan penilaian terhadap teknik penggunaan Obat;
j. memeriksa adanya kebutuhan pasien terhadap Obat dan alat bantu kepatuhan minum Obat
(concordance aids);
k. mendokumentasikan Obat yang digunakan pasien sendiri tanpa sepengetahuan dokter; dan
l. mengidentifikasi terapi lain, misalnya suplemen dan pengobatan alternatif yang mungkin
digunakan oleh pasien.
Kegiatan:

42
a. penelusuran riwayat penggunaan Obat kepada pasien/keluarganya; dan
b. melakukan penilaian terhadap pengaturan penggunaan Obat pasien.
Informasi yang harus didapatkan:
a. nama Obat (termasuk Obat non Resep), dosis, bentuk sediaan, frekuensi penggunaan, indikasi
dan lama penggunaan Obat;
b. reaksi Obat yang tidak dikehendaki termasuk riwayat alergi; dan
c. kepatuhan terhadap regimen penggunaan Obat (jumlah Obat
yang tersisa).

3. Rekonsiliasi Obat
Rekonsiliasi Obat merupakan proses membandingkan instruksi pengobatan dengan Obat
yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan Obat
(medication error) seperti Obat tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau interaksi Obat.
Kesalahan Obat (medication error) rentan terjadi pada pemindahan pasien dari satu Rumah
Sakit ke Rumah Sakit lain, antar ruang perawatan, serta pada pasien yang keluar dari Rumah
Sakit ke layanan kesehatan primer dan sebaliknya. Tujuan dilakukannya rekonsiliasi Obat adalah:
a. memastikan informasi yang akurat tentang Obat yang digunakan pasien;
b. mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terdokumentasinya instruksi dokter; dan
c. mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terbacanya instruksi dokter.
Tahap proses rekonsiliasi Obat yaitu:
a. Pengumpulan data
Mencatat data dan memverifikasi Obat yang sedang dan akan digunakan pasien, meliputi
nama Obat, dosis, frekuensi, rute, Obat mulai diberikan, diganti, dilanjutkan dan dihentikan,
riwayat alergi pasien serta efek samping Obat yang pernah terjadi. Khusus untuk data alergi
dan efek samping Obat, dicatat tanggal kejadian, Obat yang menyebabkan terjadinya reaksi
alergi dan efek samping, efek yang terjadi, dan tingkat keparahan. Data riwayat penggunaan Obat
didapatkan dari pasien, keluarga pasien, daftar Obat pasien, Obat yang ada pada pasien, dan
rekam medik/medication chart. Data Obat yang dapat digunakan tidak lebih dari 3 (tiga) bulan
sebelumnya. Semua Obat yang digunakan oleh pasien baik Resep maupun Obat bebas
termasuk herbal harus dilakukan proses rekonsiliasi.
b. Komparasi
Petugas kesehatan membandingkan data Obat yang pernah, sedang dan akan digunakan.
Discrepancy atau ketidakcocokan adalah bilamana ditemukan ketidakcocokan/perbedaan
diantara data-data tersebut. Ketidakcocokan dapat pula terjadi bila ada Obat yang hilang,
berbeda, ditambahkan atau diganti tanpa ada penjelasan yang didokumentasikan pada rekam
medik pasien. Ketidakcocokan ini dapat bersifat disengaja (intentional) oleh dokter pada saat

43
penulisan Resep maupun tidak disengaja (unintentional) dimana dokter tidak tahu adanya
perbedaan pada saat menuliskan Resep.
c. Melakukan konfirmasi kepada dokter jika menemukan ketidaksesuaian dokumentasi.
Bila ada ketidaksesuaian, maka dokter harus dihubungi kurang dari 24 jam. Hal lain yang
harus dilakukan oleh Apoteker adalah: menentukan bahwa adanya perbedaan tersebut
disengaja atau tidak disengaja, mendokumentasikan alasan penghentian, penundaan, atau
pengganti, dan memberikan tanda tangan, tanggal, dan waktu dilakukannya rekonsilliasi Obat.
d. Komunikasi
Melakukan komunikasi dengan pasien dan/atau keluarga pasien atau perawat mengenai
perubahan terapi yang terjadi. Apoteker bertanggung jawab terhadap informasi
Obat yang diberikan.

4. Pelayanan Informasi Obat (PIO)


Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan pemberian
informasi, rekomendasi Obat yang independen, akurat, tidak bias, terkini dan komprehensif
yang dilakukan oleh Apoteker kepada dokter, Apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya serta
pasien dan pihak lain di luar Rumah Sakit.
PIO bertujuan untuk:
a. menyediakan informasi mengenai Obat kepada pasien dan tenaga kesehatan di lingkungan
Rumah Sakit dan pihak lain di luar Rumah Sakit;
b. menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan dengan Obat/Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai, terutama bagi Komite/Tim Farmasi dan
Terapi;
c. menunjang penggunaan Obat yang rasional.
Kegiatan PIO meliputi:
a. menjawab pertanyaan;
b. menerbitkan buletin, leaflet, poster, newsletter;
c. menyediakan informasi bagi Tim Farmasi dan Terapi sehubungan dengan penyusunan
Formularium Rumah Sakit;
d. bersama dengan Tim Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) melakukan kegiatan
penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap;
e. melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya; dan
f. melakukan penelitian.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam PIO:
a. sumber daya manusia;
b. tempat; dan
c. perlengkapan.

44
5. Konseling
Konseling Obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran terkait terapi Obat
dari Apoteker (konselor) kepada pasien dan/atau keluarganya. Konseling untuk pasien rawat jalan
maupun rawat inap di semua fasilitas kesehatan dapat dilakukan atas inisitatif Apoteker,
rujukan dokter, keinginan pasien atau keluarganya. Pemberian konseling yang efektif
memerlukan kepercayaan pasien dan/atau keluarga terhadap Apoteker. Pemberian konseling Obat
bertujuan untuk mengoptimalkan hasil terapi, meminimalkan risiko reaksi Obat yang tidak
dikehendaki (ROTD), dan meningkatkan cost-effectiveness yang pada akhirnya meningkatkan
keamanan penggunaan Obat bagi pasien (patient safety). Secara khusus konseling Obat ditujukan
untuk:
a. meningkatkan hubungan kepercayaan antara Apoteker dan pasien;
b. menunjukkan perhatian serta kepedulian terhadap pasien;
c. membantu pasien untuk mengatur dan terbiasa dengan Obat;
d. membantu pasien untuk mengatur dan menyesuaikan penggunaan Obat dengan penyakitnya;
e. meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan;
f. mencegah atau meminimalkan masalah terkait Obat;
g. meningkatkan kemampuan pasien memecahkan masalahnya dalam hal terapi;
h. mengerti permasalahan dalam pengambilan keputusan; dan
i. membimbing dan mendidik pasien dalam penggunaan Obat sehingga dapat mencapai tujuan
pengobatan dan meningkatkan mutu pengobatan pasien.
Kegiatan dalam konseling Obat meliputi:
a. membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien;
b. mengidentifikasi tingkat pemahaman pasien tentang penggunaan Obat melalui Three Prime
Questions;
c. menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien untuk
mengeksplorasi masalah penggunaan Obat;
d. memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah pengunaan Obat;
e. melakukan verifikasi akhir dalam rangka mengecek pemahaman pasien; dan
f. dokumentasi.
Faktor yang perlu diperhatikan dalam konseling Obat:
a. Kriteria Pasien:
1) pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi ginjal, ibu hamil dan menyusui);
2) pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (TB, DM, epilepsi, dan lain-lain);
3) pasien yang menggunakan obat-obatan dengan instruksi khusus (penggunaan
kortiksteroid dengan tappering down/off);
4) pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi sempit (digoksin, phenytoin);

45
5) pasien yang menggunakan banyak Obat (polifarmasi); dan
6) pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan rendah.
b. Sarana dan Peralatan:
1) ruangan atau tempat konseling; dan
2) alat bantu konseling (kartu pasien/catatan konseling).

6. Visite
Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan Apoteker
secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati kondisi klinis pasien secara
langsung, dan mengkaji masalah terkait Obat, memantau terapi Obat dan Reaksi Obat yang
Tidak Dikehendaki, meningkatkan terapi Obat yang rasional, dan menyajikan informasi Obat
kepada dokter, pasien serta profesional kesehatan lainnya.
Visite juga dapat dilakukan pada pasien yang sudah keluar Rumah Sakit baik atas permintaan
pasien maupun sesuai dengan program Rumah Sakit yang biasa disebut dengan Pelayanan
Kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care). Sebelum melakukan kegiatan visite Apoteker harus
mempersiapkan diri dengan mengumpulkan informasi mengenai kondisi pasien dan memeriksa
terapi Obat dari rekam medik atau sumber lain.

7. Pemantauan Terapi Obat (PTO)


Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu proses yang mencakup kegiatan untuk
memastikan terapi Obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien. Tujuan PTO adalah
meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan risiko Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki
(ROTD).
Kegiatan dalam PTO meliputi:
a. pengkajian pemilihan Obat, dosis, cara pemberian Obat, respons terapi, Reaksi Obat yang
Tidak Dikehendaki (ROTD);
b. pemberian rekomendasi penyelesaian masalah terkait Obat; dan
c. pemantauan efektivitas dan efek samping terapi Obat.

Tahapan PTO:
a. pengumpulan data pasien;
b. identifikasi masalah terkait Obat;
c. rekomendasi penyelesaian masalah terkait Obat;
d. pemantauan; dan
e. tindak lanjut.
Faktor yang harus diperhatikan:

46
a. kemampuan penelusuran informasi dan penilaian kritis terhadap bukti terkini dan terpercaya
(Evidence Best Medicine);
b. kerahasiaan informasi; dan
c. kerjasama dengan tim kesehatan lain (dokter dan perawat).

8. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)


Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan pemantauan setiap respon
terhadap Obat yang tidak dikehendaki, yang terjadi pada dosis lazim yang digunakan pada
manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa dan terapi. Efek Samping Obat adalah reaksi Obat
yang tidak dikehendaki yang terkait dengan kerja farmakologi.
MESO bertujuan:
a. menemukan Efek Samping Obat (ESO) sedini mungkin terutama yang berat, tidak dikenal,
frekuensinya jarang;
b. menentukan frekuensi dan insidensi ESO yang sudah dikenal dan yang baru saja ditemukan;
c. mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan/mempengaruhi angka kejadian dan
hebatnya ESO;
d. meminimalkan risiko kejadian reaksi Obat yang tidak dikehendaki; dan
e. mencegah terulangnya kejadian reaksi Obat yang tidak dikehendaki.
Kegiatan pemantauan dan pelaporan ESO:
a. mendeteksi adanya kejadian reaksi Obat yang tidak dikehendaki (ESO);
b. mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai risiko tinggi mengalami ESO;
c. mengevaluasi laporan ESO dengan algoritme Naranjo;
d. mendiskusikan dan mendokumentasikan ESO di Tim/Sub Komite/Tim Farmasi dan Terapi;
e. melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional.

Faktor yang perlu diperhatikan:


a. kerjasama dengan Komite/Tim Farmasi dan Terapi dan ruang rawat; dan
b. ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.

9. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)


Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) merupakan program evaluasi penggunaan Obat yang
terstruktur dan berkesinambungan secara kualitatif dan kuantitatif.
Tujuan EPO yaitu:
a. mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan Obat;
b. membandingkan pola penggunaan Obat pada periode waktu tertentu;
c. memberikan masukan untuk perbaikan penggunaan Obat; dan
d. menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan Obat.

47
Kegiatan praktek EPO:
a. mengevaluasi pengggunaan Obat secara kualitatif; dan
b. mengevaluasi pengggunaan Obat secara kuantitatif.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan:
a. indikator peresepan;
b. indikator pelayanan; dan
c. indikator fasilitas.

10. Dispensing Sediaan Steril


Dispensing sediaan steril harus dilakukan di Instalasi Farmasi dengan teknik aseptik
untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk dan melindungi petugas dari paparan zat
berbahaya serta menghindari terjadinya kesalahan pemberian Obat. Dispensing sediaan steril
bertujuan:
a. menjamin agar pasien menerima Obat sesuai dengan dosis yang dibutuhkan;
b. menjamin sterilitas dan stabilitas produk;
c. melindungi petugas dari paparan zat berbahaya; dan
d. menghindari terjadinya kesalahan pemberian Obat.
Kegiatan dispensing sediaan steril meliputi :
a. Pencampuran Obat Suntik Melakukan pencampuran Obat steril sesuai kebutuhan pasien yang
menjamin kompatibilitas dan stabilitas Obat maupun wadah sesuai dengan dosis yang
ditetapkan.
Kegiatan:
1) mencampur sediaan intravena ke dalam cairan infus;
2) melarutkan sediaan intravena dalam bentuk serbuk dengan pelarut yang sesuai; dan
3) mengemas menjadi sediaan siap pakai.
Faktor yang perlu diperhatikan:
1) ruangan khusus;
2) lemari pencampuran Biological Safety Cabinet; dan
3) HEPA Filter.

b. Penyiapan Nutrisi Parenteral


Merupakan kegiatan pencampuran nutrisi parenteral yang dilakukan oleh tenaga yang terlatih
secara aseptis sesuai kebutuhan pasien dengan menjaga stabilitas sediaan, formula standar dan
kepatuhan terhadap prosedur yang menyertai.
Kegiatan dalam dispensing sediaan khusus:
1) Mencampur sediaan karbohidrat, protein, lipid, vitamin, mineral untuk kebutuhan perorangan;
dan

48
2) mengemas ke dalam kantong khusus untuk nutrisi.
Faktor yang perlu diperhatikan:
1) tim yang terdiri dari dokter, Apoteker, perawat, ahli gizi;
2) sarana dan peralatan;
3) ruangan khusus;
4) lemari pencampuran Biological Safety Cabinet; dan
5) kantong khusus untuk nutrisi parenteral.

KESELAMATAN PASIEN DALAM PELAYANAN KEFARMASIAN


Dalam membangun keselamatan pasien banyak istilah-istilah yang perlu difahami dan disepakati
bersama. Istilah-istilah tersebut diantaranya adalah:
- Kejadian Tidak Diharapkan/KTD (Adverse Event)
- Kejadian Nyaris Cedera/KNC (Near miss)
- Kejadan Sentinel
- Adverse Drug Event
- Adverse Drug Reaction
- Medication Error
- Efek samping obat
Menurut Nebeker JR dkk. dalam tulisannya Clarifying Adverse Drug Events: A Clinician’s
Guide to terminology, Documentation, and Reporting, serta dari Glossary AHRQ (Agency for
Healthcare Research and Quality) dapat disimpulkan definisi beberapa istilah yang berhubungan
dengan cedera akibat obat sebagaimana yang disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1 . Ringkasan definisi yang berhubungan dengan cedera akibat obat


Istilah Definisi Contoh
• Kejadian yang tidak Kejadian cedera pada pasien Iritasi pada kulit karena
diharapkan (Adverse Event) selama proses penggunaan perban.
terapi/penatalaksanaan medis. Jatuh dari tempat tidur.
Penatalaksanaan medis
mencakup seluruh aspek
pelayanan, termasuk diagnosa,
terapi, kegagalan
diagnosa/terapi, sistem,
peralatan untuk pelayanan.
Adverse event dapat dicegah
atau tidak dapat dicegah.

49
• Reaksi obat yang Kejadian cedera pada pasien Steven-Johnson Syndrom
tidak diharapkan (Adverse Drug selama proses terapi akibat : Sulfa, Obat epilepsi dll
Reaction) penggunaan obat.
• Kejadian tentang obat yang Respons yang tidak diharapkan • Shok anafilaksis
tidak diharapkan terhadap terapi obat dan pada penggunaan
(Adverse Drug Event) mengganggu atau menimbulkan antbiotik golongan
cedera pada penggunaan obat penisilin
dosis normal. • Mengantuk pada
Reaksi Obat Yang Tidak penggunaan CTM
Diharapkan (ROTD) ada yang
berkaitan dengan efek
farmakologi/mekanisme kerja
(efek samping) ada yang tidak
berkaitan dengan efek
farmakologi (reaksi
hipersensitivitas).
• Efek obat yang Respons yang tidak diharapkan Shok anafilaksis pada
tidak diharapkan (Adverse drug terhadap terapi obat dan penggunaan antbiotik golongan
effect) mengganggu atau menimbulkan penisilin.
cedera pada penggunaan obat Mengantuk pada penggunaan
dosis lazim CTM
Sama dengan ROTD tapi dilihat
dari sudut pandang obat. ROTD
dilihat dari sudut pandang
pasien.
• Medication Error Kejadian yang dapat dicegah Peresepan obat yang
akibat penggunaan obat, yang tidak rasional.
menyebabkan cedera. Kesalahan perhitungan
dosis pada peracikan.
Ketidakpatuhan pasien
sehingga terjadi dosis
berlebih.
• Efek Samping Efek yang dapat diprediksi, (sebaiknya istilah ini
tergantung pada dosis, yang dihindarkan)
bukan efek tujuan obat. Efek
samping dapat dikehendaki,

50
tidak dikehendaki, atau tidak
ada kaitannya.
Apoteker harus mampu mengenali istilah-istilah di atas beserta contohnya sehingga dapat
membedakan dan mengidentifikasi kejadian-kejadian yang berkaitan dengan cedera akibat
penggunaan obat dalam melaksanakan program Keselamatan pasien.
Berdasarkan laporan IOM (Institute of Medicine) tentang adverse event yang dialami pasien,
disebutkan bahwa insiden berhubungan dengan pengobatan menempati urutan utama. Disimak dari
aspek biaya, kejadian 459 adverse drug event dari 14732 bernilai sebesar $348 juta, senilai $159 juta
yang dapat dicegah (265 dari 459 kejadian). Sebagian besar tidak menimbulkan cedera namun tetap
menimbulkan konsekuensi biaya.
Atas kejadian tersebut, IOM merekomendasikan untuk :
1. Menetapkan suatu fokus nasional terhadap isu tersebut
2. Mengembangkan suatu sistem pelaporan kesalahan secara nasional
3. Meningkatkan standar organisasi
4. Menciptakan sistem keselamatan dalam organisasi kesehatan.
Penelitian terbaru (Allin Hospital) menunjukkan 2% dari pasien masuk rumah sakit
mengalami adverse drug event yang berdampak meningkatnya Length Of Stay (LOS) 4.6 hari dan
meningkatkan biaya kesehatan $ 4.7000 dari setiap pasien yang masuk rumah sakit. Temuan ini
merubah tujuan pelayanan farmasi rumah sakit tersebut : a fail-safe system that is free of errors. Studi
yang dilakukan Bagian Farmakologi Universitas Gajah Mada (UGM) antara 2001-2003 menunjukkan
bahwa medication error terjadi pada 97% pasien Intensive Care Unit (ICU) antara lain dalam bentuk
dosis berlebihan atau kurang, frekuensi pemberian keliru dan cara pemberian yang tidak tepat.
Lingkup perpindahan/perjalanan obat (meliputi obat, alat kesehatan, obat untuk diagnostik, gas medis,
anastesi) : obat dibawa pasien di komunitas, di rumah sakit, pindah antar ruang, antar rumah sakit,
rujukan, pulang, apotek, praktek dokter. Multidisiplin problem : dipetakan dalam proses penggunaan
obat : pasien/care giver, dokter, apoteker, perawat, tenaga asisten apoteker, mahasiswa, teknik,
administrasi, pabrik obat. Kejadian medication error dimungkinkan tidak mudah untuk dikenali,
diperlukan kompetensi dan pengalaman, kerjasama-tahap proses.
Tujuan utama farmakoterapi adalah mencapai kepastian keluaran klinik sehingga
meningkatkan kualitas hidup pasien dan meminimalkan risiko baik yang tampak maupun yang
potensial meliputi obat (bebas maupun dengan resep), alat kesehatan pendukung proses pengobatan
(drug administration devices). Timbulnya kejadian yang tidak sesuai dengan tujuan
(incidence/hazard) dikatakan sebagai drug misadventuring, terdiri dari medication errors dan adverse
drug reaction.
Ada beberapa pengelompokan medication error sesuai dengan dampak dan proses (tabel 2
dan 3). Konsistensi pengelompokan ini penting sebagai dasar analisa dan intervensi yang tepat.

51
Tabel 2 . Indeks medication errors untuk kategorisasi errors (berdasarkan dampak)
Errors Kategori Hasil
No error A Kejadian atau yang berpotensi
untuk terjadinya kesalahan
Error, no B Terjadi kesalahan sebelum obat
mencapai pasien
harm C Terjadi kesalahan dan obat
sudah diminum/digunakan
pasien tetapi tidak
membahayakan pasien
D dilakukan tetapi tidak Terjadinya kesalahan, sehingga
membahayakan pasien monitoring ketat harus
Error, E Terjadi kesalahan, hingga terapi
harm dan intervensi lanjut
diperlukan dan kesalahan ini
memberikan efek yang buruk
yang sifatnya sementara
F Terjadi kesalahan dan
mengakibatkan pasien harus
dirawat lebih lama di rumah
sakit serta memberikan efek
buruk yang sifatnya sementara
G Terjadi kesalahan yang
mengakibatkan efek buruk yang
bersifat permanen
H Terjadi kesalahan dan hampir
merenggut nyawa pasien
contoh syok anafilaktik
Error, I Terjadi kesalahan dan pasien
Death meninggal dunia

Tabel 3 . Jenis-jenis medication errors (berdasarkan alur proses pengobatan)


Tipe Medication Errors Keterangan
Unauthorized drug Obat yang terlanjur diserahkan kepada pasien
padahal diresepkan oleh bukan dokter yang
berwenang

52
Improper dose/quantity Dosis, strength atau jumlah obat yang tidak
sesuai dengan yang dimaskud dalam resep
Wrong dose preparation Penyiapan/ formulasi atau pencampuran obat
Method yang tidakSesuai
Wrong dose form Obat yang diserahkan dalam dosis dan cara
pemberian yang tidak sesuai dengan yang
diperintahkan di dalam resep
Wrong patient Obat diserahkan atau diberikan pada pasien yang
keliru yang tidak sesuai dengan yang tertera di
resep
Omission error Gagal dalam memberikan dosis sesuai
permintaan, mengabaikan penolakan pasien atau
keputusan klinik yang mengisyaratkan untuk
tidak diberikan obat yang bersangkutan
Extra dose Memberikan duplikasi obat pada waktu yang
berbeda
Prescribing error Obat diresepkan secara keliru atau perintah
diberikan secara lisan atau diresepkan oleh dokter
yang tidak berkompeten
Wrong administration Menggunakan cara pemberian yang keliru
technique termasuk misalnya menyiapkan obat dengan
teknik yang tidak dibenarkan (misalkan obat im
diberikan iv)
Wrong time Obat diberikan tidak sesuai dengan jadwal
pemberian atau diluar jadwal yang ditetapkan

53
D. PENDIDIKAN KLINIS LABORATORIUM

1. PENDIDIKAN LABORATORIUM

1. Penerimaan awal dilakukan oleh pihak manajemen RSJD AHM dalam hal ini
diwakili oleh bagian umum atau diklat untuk menjelaskan profil RSJDAHM
2. Penjelasan dan pengarahan oleh tim Laboratorium RSJD AHM, mengenai :
a. Tata tertib mahasiswa selama berpraktik di Laboratorium RSJD AHM
b. Metode pembelajaran mahasiswa selama berpraktik di Laboraatorium RSJD
AHM
c. Pembagian jadwal dinas mahasiswa selama berpraktik di Laboraatorium RSJD
AHM

2. BIMBINGAN PENDIDIKAN LABORATORIUM

1. Metode Bimbingan

1. Pembimbing mengukur kemampuan awal sebelum mengikuti Praktik Kerja


Lapangan (PKL) dengan melaksanakan pre test
2. Pembimbing menyampaikan informasi dan pengetahuan secara lisan tentang
alur pemeriksaan yang ada di laboratorium dari tahap pra analitik, analitik,
dan pasca analitik
3. Pembimbing melakukan diskusi dengan mahasiswa/siswa tentang tujuan
belajar yang ingin dicapai selama PKL di laboratorium. Memastikan bahwa
mahasiswa/siswa paham tentang apa yang akan dilakukan selama masa PKL
dan bagaimana mengoptimalkan masa belajar untuk mencapai tujuan belajar
tersebut
4. Pembimbing mendemonstrasikan tentang alur pemeriksaan laboratorium dari
tahap pra analitik, analitik dan pasca analitik.
5. Pembimbing mengamati kinerja mahasiswa/siswa dan memberikan arahan
apabila ada hal yang perlu diperbaiki selama mahasiswa PKL
6. Pembimbing melakukan evaluasi dan diskusi setiap 1 minggu sekali tentang
pencapaian tujuan belajar,mendiskusikan hal-hal apa yang belum dipahami
dan memberikan pengarahan tentang hal hal yang belum dipahami tersebut
7. Pembimbing melakukan post test untuk mengetahui keberhasilan proses
pembelajaran dan mengukur kemampuan mahasiswa/siswa apakah mengerti
dan memahami proses pembelajaran selama PKL
2. Target Kompetensi

1. Mempunyai ketrampilan dalam memahami ilmu pengetahuan yang


mendasari uji laboratorium meliputi hematologi, kimia klinik, bakteriologi,
parasitologi dan serologi imunologi.

54
2. Mampu melaksanakan ketrampilan proses penyiapan spesimen
(pengambilan,labeling,penanganan, pengawetan, fiksasi,pemrosesan,
penyimpanan dan pengiriman) untuk pengujian.

3. Mampu melaksanakan ketrampilan proses penyiapan peralatan untuk


pengujian

4. Mampu melaksanakan ketrampilan prosedur pengujian bidang hematologi,


kimia klinik, bakteriologi, parasitologi dan serologi imunologi.

5. Mampu melaksanakan ketrampilan membuat laporan hasil pengujian


spesimen

Pelayanan laboratorium merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang


diperlukan untuk menunjang upaya peningkatan kesehatan, pencegaham dan pengobatan
penyakit, serta pemulihan kesehatan. Sebagai komponen penting dalam pelayanan
kesehatan, hasil pemeriksaan laboratorium digunakan untuk penetapan diagnosis, pemberian
pengobatan dan pemantauan hasil pengobatan, serta penentuan prognosis. Oleh karena itu
hasil pemeriksaan laboratorium harus selalu terjamin mutunya.

3. Ruang Lingkup

1. Pencatan dan pelaporan


Pencatan dan pelaoran dan pelaporan kegiatan laboratorium diperlukan dalam
perencanandan pemantauan dan evaluasi serta pengambilan keputusan
untuk meningkatkan pelayanan laboratorium.Untuk itu kegiatan ini harus
dilakukan secara cermat dan teliti,karena kesalahan dalam pencataan dan
pelporan akan mengakibatkankesalahan dalam menetapkan suatu tindakan.
2. Pengambilan Spesimen
Pengambilan spesimen untuk tujuan pemeriksaan harus dapat diterima di
laboratorium dalam waktu singkat dan dalam keadaan baik sesuai dengan syarat
pemeriksaan.
3. Pemeriksaan Hematologi
Pemeriksaan yang mencakup beberapa pemeriksaan antara lain hematologi rutin,
hematologi lengkap, golongan darah, hitung retikulosit, hitung eosinofil, morfologi
sel darah.
4. Pemeriksaan Kimia Darah
Pemeriksaan yang mencakup beberapa pemeriksaan antara lain: glukosa, fungsi hati
lengkap, fungsi ginjal pemeriksaan lifid.

55
5. Pemeriksaan Urin
Pemeriksaan yang mencakup beberapa pemeriksaan yang membutuhkan bahan urin
antara lain: urin rutin, urin lengkap, tes kehamilan dan drug monitoring.
6. Pemeriksaan Imunologi /Serologi
Pemeriksaan yang mencakup beberapa pemeriksaan yang memerlukan serum /
Swab sebagai bahan pemeriksaan, adapun pemeriksaannya antara lain: HBsAg, Anti
HBs,Widal. Pemeriksaan antigen Sar Cov-19,TCM Sar Cov-19.
7. Pemeriksaan Bakteriologi/Mikrobiologi
Pemeriksaan yang mencakup beberapa pemeriksaan antara lain Sputum Basil Tahan
Asam dan TCM sputum.
8. Pemeriksaan Parasitologi
Pemeriksaan yang mencakup beberapa pemeriksaan yang membutuhkan bahan dari
darah,faces antara lain: pemeriksaan malaria,pemeriksaan telur cacing.

Pelayanan Instalasi Laboratorium RSJD Atma Husada Mahakam meliputi:


1. Pasien Rawat Inap
Yaitu pasien yang dirawat di ruang perawatan RSJD Atma Husada Mahakam yang
memerlukan pemeriksaan laboratorium.
2. Pasien Rawat Jalan
Yaitu pasien dari Poliklinik Rawat Jalan RSJD Atma Husada Mahakam yang
memerlukan pemeriksaan laboratorium.
3. Pasien Rawat Darurat
Yaitu pasien yang dirawat di Rawat Darurat RSJD Atma Husada Mahakam yang
memerlukan pemeriksaan laboratorium.
4. Pasien Luar
Yaitu pasien dari Dokter di luar atau keluarga pasien RSJD Atma Husada Mahakam yang
memerlukan pemeriksaan laboratorium.
5. Pasien Check- Up
Yaitu pasien yang berasal dari Instalasi Rawat jalan yang akan melakukan Medical
Check-Up dan pasien dari Instansi/Perusahaan/Asuransi yang bekerja sama dengan RSJD
Atma Husada Mahakam yang memerlukan pemeriksaan laboratorium.

Batasan Operasional
1. Pemeriksaan Hematologi
Pemeriksaan yang mencakup beberapa pemeriksaan antara lain hematologi rutin,
hematologi lengkap, golongan darah, hitung retikulosit, hitung eosinofil, morfologi sel
darah.

56
2. Pemeriksaan Kimia Darah
Pemeriksaan yang mencakup beberapa pemeriksaan antara lain: glukosa, fungsi hati
lengkap, fungsi ginjal pemeriksaan lifid.
3. Pemeriksaan Urin
Pemeriksaan yang mencakup beberapa pemeriksaan yang membutuhkan bahan urin
antara lain: urin rutin, urin lengkap, tes kehamilan dan drug monitoring.
4. Pemeriksaan Feses
Pemeriksaan yang mencakup beberapa pemeriksaan yang membutuhkan bahan dari feses
antara lain: feses lengkap dan darah samar.
5. Pemeriksaan Serologi/Imunologi
Pemeriksaan yang mencakup beberapa pemeriksaan yang memerlukan serum sebagai
bahan pemeriksaan, adapun pemeriksaannya antara lain: HBsAg, Anti HBs,Widal.
6. Pemeriksaan Bakteriologi/Mikrobiologi
Pemeriksaan yang mencakup beberapa pemeriksaan antara lain Sputum Basil Tahan
Asam.

TATA LAKSANA PELAYANAN LABORATORIUM

I. PENDAFTARAN DAN PENCATATAN

1. Alur Pelayanan pemeriksaan laboratorium pada pasien rawat jalan:

a. Pasien datang dengan formulir pemeriksaan laboratorium,


Jika tidak membawa formulir permintaan laboratorium, maka di laboratorium dibuatkan
formulir permintaan
b. Kemudian pasien diminta ke kasir untuk melakukan pembayaran
c. Spesimen pasien diambil di laboratorium oleh petugas sampling
d. Petugas laboratorium memberi label pada spesimen yang telah diambil
e. Di laboratorium pasien diberitau kapan hasil selesai dengan membawa bukti pembayaran
untuk pengambilan hasil
f. Setelah hasil pemeriksaan selesai, diinput ke komputer dan dicetak hasilnya
g. Hasil pemeriksaan laboratorium diparaf oleh petugas yang memeriksa sampel tersebut
dan dokter Patologi Klinik
h. Hasil diberikan ke pasien dengan menunjukkan bukti pembayaran.

57
2. Alur Pelayanan pemeriksaan laboratorium pada pasien rawat inap:

a. Dokter memberi instruksi pemeriksaan laboratorium, dibuat formulir pemeriksaan


laboratorium yang ditandatangani oleh dokter yang meminta
b. Formulir laboratorium harus diisi lengkap: nama, umur, jenis kelamin, jenis
pemeriksaan, ruangan pasien,jenis jaminan yang digunakan..
c. Perawat di IRNA mengambil spesimen pasien sesuai instruksi jenis permintaan
pemeriksaan dan kemudian membawa spesimen dan lembar permintaan ke Laboratorium
d. Petugas Laboratorium memberi label pada spesimen yang telah diambil dan membuat
tagihan pembayaran pemeriksaan.
e. Setelah menerima spesimen, analis segera melakukan pemeriksaan
f. Setelah hasil pemeriksaan selesai,hasiilnya ditulis manual atau diinput ke komputer dan
dicetak hasilnya
g. Hasil pemeriksaan laboratorium diberitau kepada perawat bahwa pemeriksaan
laboratorium sudah selesai dan boleh diambil dengan menandatangani buku pengambilan
hasil laboratorium

A.1. Kriteria Pemeriksaan Laboratorium

Jenis Pemeriksaan Waktu Pemeriksaan

Cito

Gula Darah Sewaktu 30 Menit

Hematologi tanpa LED 30 menit

Golongan darah 5 menit

Albumin 30 menit

Ureum 30 menit

Creatinin 30 menit

Biasa Hematologi Lengkap 60 menit

Kimia Darah lengkap 90 menit

Urin Lengkap 60 menit

Feses Lengkap 60 menit

58
Ket : hal tersebut di atas berlaku bila semua keadaan baik dan untuk hitung jenis leukosit tidak
ditemukan sel muda, karena akan dikonsultasikan ke penanggung jawab laboratorium.

A.2. Pemberian Nomor dan Pencatatan Hasil Laboratorium

Pemberian Nomer dan pencatatn hasil laboratorium sebagai berikut :

1. Lihat \identitas pasien di form permintaan dan identitas di tempat sempel


2. Sampel di lihat apakah telah memenuhi syarat pemeriksaan (tidak ada beku, lisis dll)
beri kode sampel
3. Catat di buku register nomor laboratorium ,nama, dan ruangan pasien dokter yag
meninta pemeriksaan ,jenis permintaan pemeriksaan,jam diterima sempel
4. Setelah selesai pemeriksaa hasil laboratorium di prin atau dipindahkan ke form hasil
pemeriksaan dan dicatat pada buku arsip hasil
5. Dari buku arsip laboratorium kemudian baru diinput ke komputer

II. TEKNIK PENGAMBILAN SPESIMEN

B.1. DARAH VENA

1. Catat nama, nomor laboratorium, nomor register, keterangan klinis pasien


2. Gunakan sarung tangan sebelum pengambilan darah
3. Pasang tourniquet pada daerah yang akan ditusuk dengan kapas alkohol
4. Desinfeksi bagian yang akan ditusuk dengan kapas alcohol
5. Tusuk vena dengan spuit atau vacutainer sampai terlihat darah keluar
6. Asumsi pengembilan darah di atas sesuai dengan jumlah item pemeriksaan
laboratorium
7. Tourniquet dilepaskan
8. Cabut jarum dengan menempelkan kapas alcohol di atasnya, tutup dengan plester

B.2. DARAH KAPILER

1. Lokasi pengambilan 2/3 ujung jari pada orang dewasa, daun telinga pada anak, tumit
pada bayi
2. Desinfeksi bagian yang akan ditusuk dengan kapas alcohol
3. Tusuk dengan lanset secepat mungkin
4. Buang tetes darah pertama dengan kapas kering, kemudian tampug darah selanjutnya
5. Rekatkan lokasi tusukan dengan plester

59
B.3. DARAH ARTERI

1. Lokasi pengambilan arteri radialis, arteri brachialis, arteri femoralis


2. Gunakan spuit 3 cc, ambil heparin dan basahi bagian dalam spuit
3. Desinfeksi bagian yang akan ditusuk dengan kapas alcohol
4. Tusuk arteri dengan posisi jarum tegak lurus
5. Tarik jarum dari pembuluh darah setelah didapat darah yang dibutuhkan kemudian
ujung jarum ditusuk ke gabus atau karet
6. Tekan lokasi tusukan dan rekatkan dengan plester
7. Bolak balik spuit untuk menghomogenkan darah

B. 4. URIN

a. Urin Sewaktu: untuk Urin Lengkap, tes kehamilan, tes narkoba

1. Urin yang dikeluarkan pada saat akan diperiksa (sewaktu)


2. Urin ditampung ke dalam pot urin bersih dan tertutup
3. Beri label identitas pasien

b. Urin Pagi: untuk Urin Lengkap

1. Urin yang pertama dikeluarkan pada pagi hari setelah bangun tidur
2. Urin ditampung ke dalam pot urin bersih dan tertutup
3. Beri label identitas pasien

B. 5. FESES

1. Ambil sedikit feses ke dalam wadah bersih dan tertutup, jangan bercampur dengan urin
2. Ambil bagian yang ada darah dan lendirnya

B.6. SPUTUM

1. Ambil sputum pada saat pertama kali pasien bangun tidur pagi hari
2. Tampung pada wadah bersih, kering dan bermulut besar dan tertutup

B.7. PLEURA DAN CAIRAN TUBUH LAIN

1. Tamping semua SPESIMEN pada wadah bersih, kering dan bermulut lebar

B.8. SEKRET/SWAB

1. Bahan diambil dari swab vagina, uretra, tenggorok, telinga, hidug sesuai dengan
permintaan dokter

60
B.9. KULTUR

1. Pada pemeriksaan kultur, SPESIMEN ditampung pada wadah bersih dan steril

B. PENGOLAHAN SPESIMEN

Jenis Spesimen Perlakuan pada spesimen Bentuk analisa


Darah EDTA Homogenisasi Darah tidak boleh beku
Darah beku Sentrifugasi 3000 rpm 5 menit Serum
Urin lengkap Setelah pemeriksaan kimia, Kimia dan sedimen urin
sentrifugasi 2000 rpm 5 menit
Urin tes kehamilan Segera dianalisa Urin segar
Darah segar Masukkan ke dalam botol kultur Darah dalam botol

III. TATALAKSANA PENYIMPANAN SPESIMEN

1. Spesimen disimpan dalam wadah yang bertutup rapat, terbuat dari bahan yang tidak mudah pecah
atau bocor.
2. Wadah diberi label berisi tentang tulisan identitas pasien, tanggal, jam pengambilan, jenis
spesimen, dan jenis tes yang diminta

3. Wadah yang sudah mengandung spesimen ditempatkan pada lingkungan yang sesuai dengan
tenggang waktu penyimpanan sesuai dengan jenis tes yang diminta misalnya :
a. Darah lengkap untuk tes:
- Darah rutin, feritin (darah EDTA) : spesimen stabil disimpan sampai 2 jam pada suhu
kamar atau disimpan pada suhu 4° C sampai 24 jam.
- Sediaan apus darah tepi(darah EDTA) : spesimen stabil disimpan sampai 2 jam pada suhu
kamar
- Hitung retikulosit (darah EDTA) : spesimen stabil disimpan sampai 2 jam pada suhu
kamar
- Tes Coomb: spesimen stabil disimpan sampai 2 jam pada suhu kamar.
- HbA1c (darah sitrat, EDTA,heparin atau oxalat). Spesimen stabil disimpan pada suhu 15-
25°C selama 2 minggu, pada suhu 2-8°C selama 4 minggu atau untuk penyimpanan
dalam jangka waktu yang lama dapat disimpan dalam freezer
- Troponin T (darah vena dengan EDTA/heparin): spesimen stabil disimpan selama 8 jam
pada suhu kamar. Tidak boleh dibekukan atau didinginkan.

61
- Tes Analisis gas darah : darah lengkap (arteri) dengan heparin : spesimen stabil sampai 5
menit setelah pengambilan pada suhu kamar, 1-2 jam pada suhu 2-5° C
b. Serum/plasma untuk tes :
- Fe dan TIBC (serum): spesimen stabil disimpan pada suhu kamar selama 4 hari, dan
dapat bertahan selama 7 had pada suhu,4°C
- Glukosa : serum stabil disimpan sampai 2 jam pada suhu kamar, plasma stabil disimpan
sampai 1 jam pada suhu kamar. Untuk mendapatkan stabilitas yang lebih lama maka pada
spesimen untuk tes glukosa yang akan disimpan dapat ditambahkan glikolisis inhibitor(
Natrium fluorida 2,5 mg / ml darah), dan spesimen ini dapat stabil pada suhu 15-25 °C
selama 24 jam, dan stabil selama 10 hari pada suhu 4° C
- Fraksi lipid (serum /plasma EDTA,heparin): stabil disimpan pada suhu 4° C selama 5-7
hari, pada suhu -20°C selama 3 bulan. Pada sampel lipemik dilarutkan dengan NaCI 0,9
% 1:4, dan sampel ini dapat disimpan selama 3 hari pada suhu 4°C.
- CK (Creatine Kinase),CK MB (serum /plasma EDTA,heparin): stabil disimpan 24 jam
pada suhu kamar ,dan 1 minggu pada suhu 4°C
- LDH (serum /plasma EDTA.heparin) : stabil disimpan selama 2 hari pada suhu 4°C
- Tes fungsi ginjal ( ureum, kreatinin ): Digunakan spesimen serum/ plasma heparin,
sebaiknya diperiksa beberapa jam setelah pengambilan, atau disimpan dalam lemari
pendingin .
- Tes serologis hepatitis ( Anti HAV.HbsAg, Anti HBs.Anti HBc lgM,Anti HCV) :
Digunakan spesimen serum/ plasma EDTA, heparin, sitrat. Spesimen ini stabil selama 3
hari pada suhu 2-8°C, stabil selama 3 bulan pada suhu -20°C
- Tes fungsi tiroid (TSH, TSHs, FT4,T4,T3 )
Digunakan spesimen serum/ plasma EDTA, heparin, sitrat. Spesimen ini stabil selama 3
hari pada suhu 2-8°C, stabil selama 3 bulan pada suhu -20°C

- Tes ANT1 HIV-1,HIV-2 : Digunakan spesimen serum/ plasma EDTA, heparin, sitrat.
Spesimen ini stabil selama 3 -7 hari pada suhu 2-8°C, stabil selama 3 bulan pada suhu -
20°C
- Tes Elektrolit (Natrium,Kalium.Clorida) :
 Darah lengkap dengan heparin (lithium/Na-heparin), dapat disimpan sampai 1 jam
setelah pengambilan.
 Serum/ plasma heparin (lithium/Na - heparin), spesimen ini stabil disimpan selama 10
hari pada suhu 2-8°C
c. Urin
Stabil sampai 2 jam pada suhu kamar, jika terpaksa ditunda > 2 jam maka urin disimpan pada
suhu 4°C, bila perlu gunakan pengawet urin (lihat SOP cara pengambilan sampel). Pemilihan

62
jenis pengawet harus diperhatikan agar tidak menimbulkan kesalahan dalam interpretasi
hasil).

d. Cairan otak, cairan serosa dan cairan sendi Pemeriksaan harus dilakukan segera setelah bahan
diambil. Jika terpaksa ditunda, bahan disimpan dalam suhu 2-8 0, tidak lebih dari 24 jam
e. Cairan semen
Pemeriksaan harus segera dilakukan setelah pengumpulan semen

f. Tes Bakteriologi
- Penyimpanan untuk bakteri tertentu (darah) dilakukan pada suhu kamar, tetapi tidak boleh
lebih dari 24 jam. Tidak boleh disimpan dalam lemari es.
- Spesimen untuk isolasi bakteri seperti streptococcus pyogenes harus disimpan dalam
transport medium
- Darah yang mengandung sedikit bakteri disimpan pada medium enrichmen, misalnya
Salmonella spp dalam medium empedu
- Spesimen untuk isolasi Neisseria gonorrhoae (sekret ) tidak boleh disimpan dalam suhu
dingin, tetapi harus dalam situasi mikroaerofilik atau disimpan dalam medium transport
(medium stuart)
- Urin disimpan pada suhu 2-80 C, tidak lebih dari 18 jam
- Tinja : dapat disimpan selama 2 jam pada suhu kamar. Bila > 2 jam tinja dimasukkan
dalam media carry & Blair pada suhu kamar, atau pada suhu 2-8°C
- Pus, sekret: dapat disimpan selama 2 jam pada suhu kamar. Bila > 2 jam simpan pada
suhu 2-8° C
- Cairan otak, cairan serosa dan cairan sendi. Dapat disimpan sampai 1 jam pada suhu
kamar, atau dalam media transport dan pada suhu 2-8°C untuk beberapa jam saja.

63
E PEMERIKSAAN LABORATORIUM

PEMERIKSAAN BAHAN / TEMPAT SELESAI HASIL


SAMPEL SAMPEL /
WARNA
TABUNG
HEMATOLOGI:
1. Lengkap (Rutin+LED) Darah EDTA 2 ml Unggu Setiap hari
2. Gol.Darah/Rh Darah EDTA 2 ml Unggu Setiap hari
3. LED Darah EDTA 2 ml Unggu Setiap hari
4. Gambaran Darah Tepi Darah EDTA 2 ml Unggu Setiap hari
5. Malaria Darah EDTA 2 ml Unggu Setiap kamis
Setiap hari

HEMOSTASIS:
1. Waktu perdarahan (BT) Darah - Setiap hari
2. Waktu pembekuan (CT) Darah Setiap hari

URINALISIS:
1. Lengkap (Rutin+Sedimen) Urin segar 10 ml Botol Urine Setiap hari
2. Sedimen urin Urin segar 10 ml Botol Urine Setiap hari
3. Tes kehamilan Urin segar 10 ml Botol Urine Setiap hari
4. Tes Napza Urin segar 10 ml Botol Urine Setiap hari
Urine segar 2-5 ml Botol Urine Setiap hari
FESES:
a) Feses lengkap Feses Boto Feces Setiap hari
b) Darah samar Feses Boto Feces Setiap hari

KIMIA KLINIK:
1. Glukosa puasa Serum0,5 ml Merah Setiap hari
2. Glukosa 2 jam PP Serum 0,5 ml Merah Setiap hari
3. Glukosa sewaktu Serum 0,5 ml Merah Setiap hari
4. HbA1c Serum 0,5 ml Merah Setiap hari
5. Kolesterol total Serum 0,5 ml Merah Setiap hari
6. LDL Serum 0,5 ml Merah Setiap hari
7. HDL Serum 0,5 ml Merah Setiap hari
8. Trigliserida Serum 0,5 ml Merah Setiap hari

64
9. Ureum Serum 0,5 ml Merah Setiap hari
10. Kreatinin Serum 0,5 ml Merah Setiap hari
11. Asam urat Serum 0,5 ml Merah Setiap hari
12. Protein total Serum 0,5 ml Merah Setiap hari
13. Albumin Serum 0,5 ml Merah Setiap hari
14. Globulin Serum 0,5 ml Merah Setiap hari
15. Bilirubin total Serum 0,5 ml Merah Setiap hari
16. Bilirubin Direk Serum 0,5 ml Merah Setiap hari
17. Bilirubin Indirek Serum 0,5 ml Merah Setiap hari
18. SGOT Serum 0,5 ml Merah Setiap hari
19. SGPT Serum 0,5 ml Merah Setiap hari
20. Gamma GT Serum 0,5 ml Merah Setiap hari
21. Alkali Fosfatase Serum 0,5 ml Merah Setiap hari

SEROLOGI
1. Widal Serum 0,5 ml Merah Setiap hari
2. HBsAg Serum 0,5 ml Merah Setiap hari
3. Anti HBs Serum 0,5 ml Merah Setiap hari
4. Anti HCV Serum 0,5 ml Merah Setiap hari

F. PENGELOLAAN LIMBAH

1. Pemisahan Limbah

a) Limbah dipisahkan ke dalam kantong kuning untuk sampah infeksius dan container
dengan kantong sampah hitam untuk sampah non infeksius
b) Limbah benda tajam bekas dimasukkan ke dalam wadah khusus benda tajam yang tahan
tusukan seperti jerigen bekas
c) Labeli tempat sampah
d) Pergunakan alat pelindung setiap menangani limbah

2. Pengumpulan dan pengangkatan limbah

a) Periksa kantong limbah jerigen, jika sudah mencapai ¾ jerigen ganti dengan kantong
limbah/jerigen yang penuh tadi agar limbah tidak tumpah atau berceceran
b) Jerigen yang ¾ penuh tadi diambil oleh petugas cleaning service dan dibawa ke tempat
pengolahan limbah

65
c) Limbah benda tajam dikumpulkan pada wadah yang tahan tusuk, kemudian diambil oleh
petugas cleaning service dan dibawa ke tempat pengolahan limbah
c) Kode warna yang disarankan untuk limbah khusus:
1) Hitam : Limbah Rumah tangga biasa,tidak digunakan untuk menyimpan atau
Mengangkut limbah klinis
2) Kuning : Semua limbah infeksius
3) Unggu : limbah beracun

IV. LAPORAN HASIL DAN ARSIP

Tata laksana pelaporan hasil pemeriksaan laboratorium sebagai berikut :

1. Penulisan hasil di Buku Hasil laboratorium

a) Isi buku sesuai hasil pemeriksaan yang tercantum pada monitor alat
b) Kepala Ruangan mencocokkan hasil yang tercantum

2. Penulisan hasil di Lembar hasil Pemeriksaan

a) Petugas menuliskan hasil di Lembar hasil Pemeriksaan sesuai dengan permintaan yang
dichecklist oleh DPJP Pasien
Pengetikan hasil di Lembar Hasil Laboratorium sebagai berikut :
a) Ketik semua identitas pasien
b) Ketik tanggal pemeriksaan
c) Ketik nama dokter pengirim
d) Ketik diagnosis sementara pasien
e) Ketik hasil sesuai dengan yang tercantum di Lembar Permintaan Pemeriksaan
b) Kepala Ruangan memvalidasi hasil yang tercantum,

3. Validasi dan ekspertise oleh Dokter Penanggung Jawab Pelayanan Laboratorium

a) DPJP Laboratorium mencocokkan dan memvalidasi setiap jenis pemeriksaan per pasien
b) DPJP Laboratorium memberikan ekspertise
c) DPJP menandatangani Lembar Hasil Laboratorium
KESELAMATAN PASIEN
Pengertian
Sistem dimana laboratorium membuat asuhan untuk keselamatan pasien
Tujuan
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien

66
2. Menurunnya kejadian yang tidak diharapkan
3. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian
yang tidak diharapkan

Tata laksana keselamatan pasien

Tahap Pra Analitik

a. Formulir permintaan pemeriksaan


1) Identitas pasien
2) Diagnosis sementara
3) Nama dokter pengirim
4) Nomor laboratorium
5) Tanggal pemeriksaan
6) Ruangan pasien
7) Jam pemeriksaan
8) Permintaan pemeriksaan yang lengkap dan jelas
9) Tanda tangan dokter yang meminta pemeriksaan

b. Persiapan pasien : persiapan pasien harus sesuai persyaratan


c. Pengambilan dan penerimaan spesimen : pengumpulan spesimen secara benar
d. Penanganan spesimen
1) Pengolahan spesimen
2) Kondisi menyimpan spesimen harus tepat
3) Kondisi pengiriman spesimen harus tepat
e. Persiapan spesimen untuk analisa
1) Kondisi spesimen harus memenuhi syarat
2) Volume spesimen harus sesuai protocol
3) Perhatikan identifikasi spesiemen

Tahap Analitik

a. Persiapan reagen
1) Reagen harus memenuhi syarat
2) Tidak dalam masa kadaluarsa
3) Cara pelarutan/pencampuran harus benar
4) Pelarut (aquadest) harus memenuhi syarat
b. Pipetasi reagen dan spesimen
1) Semua peralatan laboratorium yang digunakan harus bersih dan memenuhi syarat

67
2) Kalibrasi pipet secara berkala
3) Lakukan pipetasi secara benar
c. Inkubasi
1) Suhu inkubasi harus sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan
2) Waktu inkubasi harus tepat
d. Pemeriksaan
Alat dan instrument harus berfungsi dengan baik

Tahap Pascaanalitik

a. Pembacaan hasil
1) Penghitungan
2) Pengukuran
3) Identifikasi
b. Pelaporan hasil
1) Hasil ditulis dengan jelas
2) Jangan salah transkrip
c. Validasi hasil
1) DPJP Laboratorium memvalidasi semua hasil pasien
d. Ekspertise
2) DPJP Laboratorium memberikan ekspertise semua hasil pasien

KESELAMATAN KERJA
Pengertian
Sistem dimana laboratorium membuat asuhan keselamatan kerja
Tujuan
1. Terciptanya budaya keselamatan kerja
2. Menurunnya kejadian yang tidak diharapkan
3. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian
yang tidak diharapkan

Tata laksana keselamatan kerja

C.1. PRA ANALITIK

1. Mencegah tertular bahan berbahaya dan terkontaminasi bahan infeskius pada kulit, mulut,
mata atau luka, pakailah jas laboratorium, sarung tangan dan masker
2. Sesudah mengambil spesimen (darah), kumpulkan jarum dan semprit di tempat tertentu dan
cegah jangan sampai tertusuk jarum tersebut

68
3. Spesimen dimasukkan ke dalam wadah tertentu yang tahan bocor dan tertutup rapat dengan
label identitas pasien
4. Petugas tidak boleh makan, minum atau merokok waktu sampling
5. Penyimpanan spesimen di dalam lemari es jika tidak segera dilakukan tes

C.2. ANALITIK

a.Penggunaan Pipet

1. Pengolahan spesimen dan melakukan tes harus hati-hati dan menganggap semua bahan
infeksius
2. Mencegah tertular bahan berbahaya dan atau terkontaminasi bahan infeksius pada kulit,
mulut, mata atau luka, pakailah jas laboratorium, masker dan sarung tangan
3. Jangan memipet dengan mulut, gunakan alat bantu pipet
4. Jangan meniup udara maupun mencampur bahan infeksius dengan cara menghisap atau
meniup cairan lewat pipet
5. Tindakan jika terjadi tumpahan bahan kimia:
a. Beritahu petugas keamanan kerja laboratorium dan jauhkan petugas yang tidak
berkepentingan dari lokasi tumpahan
b. Upayakan pertolongan bagi petugas laboratorium yang cedera
c. Jika bahan kimia yang tumpah adalah bahan yang mudah terbakar, segera matikan
semua api dan gas dalam ruangan tersebut dan ruangan yang berdekatan. Matikan
peralatan listrik yang mungkin mengeluarkan bunga api
d. Jangan menghirup bau dari bahan yang tumpah

b. Penggunaan Sentrifus

1. Gunakan sentrifus sesuai instruksi pabrik


2. Sentrifus diletakkan pada ketinggian tertentu sehingga petugas yang pendek pun dapat
melihat ke dalamnya dan menempatkan tabung setrifus dengan mudah
3. Periksa rotor sentrifus dan selongsong secara berkala untuk melihat tanda korosi dan
keretakan
4. Gunakan air untuk menyeimbangkan, jangan NaCl atau hipochlorit karena bersifat
korosif
5. Setelah dipakai disimpan selongsong dalam posisi terbalik agar cairan penyeimbang dapat
mengalir keluar

69
c. Mencegah penyebaran infeksi:

1. Lingkaran sengkelit harus penuh, panjang tangkai maksimal 6 cm


2. Gunakan alat inseransi mikro untuk membakar sengkelit karena bila menggunakan Bunsen
menimbulkan percikan bahan infeksius
3. Jangan lakukan uji katalase di atas kaca objek, sebaiknya gunakan tabung
4. Tempatkan sisa spesimen dan biarkan yang akan disterilkan dalam wadah yang tahan bocor
5. Dekontaminasi permukaan meja kerja dengan desinfektan setiap kali habis kerja

d. Mencegah tertelan dan terkenanya kulit serta mata oleh bahan infeksius:

1. Cuci tangan sesering mungkin dengan sabun/desinfektan


2. Jangan menyentuh mulut dan mata selama bekerja
3. Jangan makan, minum, merokok di dalam laboratorium
4. Jangan memakai kosmetik di dalam laboratorium
5. Gunakan alat pelindung muka dan mata jika terdapat percikan bahan infeskius saat
bekerja

c.3.PASCA ANALITIK

1. Jarum/ benda tajam yang terkontaminasi dimasukkan ke dalam wadah tahan tusukan
kemudian diinsenerasi
2. Limbah cairan infeksius/darah dan produknya dimasukkan ke dalam jerigen ¾ penuh
kemudian petugas sanitasi mengambil jerigen tersebut kemudian diolah
3. Limbah padat berupa sampah infeksius dimasukkan ke dalam kantung plastik warna
kuning dan sampah rumah tangga dimasukkan ke dalam kantung plastic hitam

D. PENANGANAN KEADAAN DARURAT DI LABORATORIUM

a. Kebakaran

1) Beri pertolongan pertama pada orang yang terkena, kalau perlu dipindahkan ke unit
lain
2) Beri peringatan kepada orang yang berada di sekitar lokasi
3) Putus aliran listrik bila diperlukan pemadaman dengan APAR
4) Tulis berita acara kejadian

b. Biakan atau spesimen yang tumpah

1) Tumpahan dan wadahnya ditutup dengan kain atau tisu yag dibasahi desinfektan
2) Kain tersebut dibuang di wadah infeksius

70
3) Wadah didesinfeksi atau otoklaf

c. Luka tusukan jarum

1) Keluarkan darah dengan pijatan keras sekitar luka tusuk tadi di bawah pancuran air
selama kurang lebih 1-2 menit
2) Tutup luka dengan kapas betadin kemudian diplester
3) Tulis dalam berita acara kejadian dan kirim ke instalasi rawat darurat

d. Pecahan gelas

1) Gunakan sarung tangan


2) Kumpulkan dengan forsep atau serokan
3) Masukkan ke dalam kantung plastik berwarna kuning
4) Buang sarung tangan ke dalam kantung plastik tersebut
5) Tutup kantung masukkan ke wadah jarum atau wadah tahan tusukan
6) Cuci tangan

f. Tumpahan bahan kimia

1) Upayakan pertolongan pertama pada orang yang terkena


2) Jauhkan yang tidak berkepentingan dari lokasi tumpahan
3) Pakailah masker dan sarung tangan
4) Bila tumpahan mudah terbakar, matikan semua api, gas dan listrik yang mungkin
mengeluarkan api
5) Bahan kimia asam dan korosif, netralkan dengan abu soda atau natrium bikarbonat
6) Bahan kimia alkali, taburkan pasir di atasnya, bersihkan dan angkat dengan serokan dan
buang dalam kantung plastic bahan beracun

E.PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG DIRI

1. PEMAKAIAN KACA MATA


Pengertian : Suatu alat pelindung untuk melindungi mata dari cipratan darah/cairan
Tujuan : Untuk melindungi mata dari cipratan darah/cairan
Kebijakan : Upaya kesehatan dan keselamatan kerja melindungi petugas dari infeksi
silang
Prosedur : 1. Dipakai sebelum cuci tangan
2. Dipakai dengan tali di bagian belakang

71
2. PEMAKAIAN JAS LABORATORIUM
Pengertian : Suatu alat pelindung diri dari darah/cairan
Tujuan : Menahan darah/cairan jangan sampai mengenai tubuh
Kebijakan : Upaya kesehatan dan keselamatan kerja melindungi petugas dari infeksi
silang
Prosedur : 1. Dipakai sebelum cuci tangan, jangan sampai terbalik untuk
pelindung baju kerja
2. Digunakan selama melakukan pemeriksaan/bekerja
3. Setelah selesai bekerja, dilepas dan disimpan di kamar ganti

3. PEMAKAIAN MASKER
Pengertian : Suatu alat penutup mulut dan hidung
Tujuan : Untuk melindungi diri dari infeksi yang ditularkan melalui „droplet‟ dan
mencegah penularan infeksi „droplet‟ dari petugas ke petugas lain dan
pasien
Kebijakan : Upaya kesehatan dan keselamatan kerja melindungi petugas dari infeksi
silang
Prosedur : 1. Masker tersedia dalam keadaan bersih
2. Masker dipasang menutupi hidung dan mulut
3. Tali masker ditalikan di belakang kepala
4. Setelah dipakai ditempatkan di sampah medis
5. Dipakai di ruang penyakit menular
6. Dipakai saat pemeriksaan tuberkulosis
7. Dipakai di rumah tangga dan gudang arsip

4. PEMAKAIAN SARUNG TANGAN


Pengertian : Suatu alat pelindung tangan
Tujuan : Untuk melindungi tangan dari infeksi dan dari bahan-bahan berbahaya
Kebijakan : 1. Upaya kesehatan dan keselamatan kerja melindungi petugas dan
pasien dari infeksi silang
2. Mencegah transmisi kulit dari petugas ke pasien
3. Mengurangi kontaminasi mikroorganisme antar petugas dan
pasien
Prosedur : 1. Sarung tangan dipakai saat akan terjadi kontak tangan pemeriksa

72
dengan darah, selaput lendir atau kulit yang terluka
2. Akan melakukan tindakan invasive
3. Akan melakukan tindakan sampling dan pipetting
4. Akan memegang permukaan yang terkontaminasi
5. Sarung steril dibuka dari bungkusnya dan dipakai memegang
cuffnya
6. Masukkan tangan ke dalam sarung tangan yang sesuai dengan
jarinya
7. Setelah selesai dipakai jangan memegang apapun
8. Lepas sarung tangan dan tempatkan dalam sampah medis

PENGENDALIAN MUTU

A. PRA ANALITIK
1. PERSIAPAN PENDERITA
a. Pengaruh makanan
Dianjurkan pengambilan darah dilakukan 12 jam setelah makan terakhir

b. Fluktuasi sehari-hari
Nilai normal dari literatur berdasarkan pada pengambilan sampel pagi hari, maka dianjurkan
pengambilan darah pada pagi hari biasanya sebelum jam 09.00 pagi
c. Keadaan tubuh
Darah sebaiknya diambil pada keadaan tubuh yang sama biasanya pada keadaan duduk
d. Obat-obatan
Jika hasil analisa dipengaruhi oleh obat-obatan tertentu, maka obat tersebut harus dihentikan
beberapa hari sebelum pengambilan darah

2. PENGAMBILAN DAN PENGOLAHAN SPESIMEN

a. Pemberian identitas

1) Surat pengantar/formulir permintaan pemeriksaan laboratorium mencantumkan:


- Tanggal permintaan
- Tanggal dan jam pengambilan
- Identitas pasien (nama, umur, jenis kelamin, alamat)
- Diagnosis/keterangan klinik
- Obat-obatan yang telah diberikan dan lama pemberian
- Jenis spesimen
- Lokasi pengambilan

73
- Volume spesimen
- Pemeriksaan laboratorium yang diminta
- Nama petugas sampling
- Transport media
2) Label wadah spesimen yang akan dikirim ke laboratorium mencantumkan:
- Tanggal pengambilan spesimen
- Identitas pasien
- Jenis spesimen
3) Label wdah spesimen yang diambil di laboratorium mencantumkan:
- Tanggal pengambilan specimen

- Nomor/kode specimen
4) Formulir hasil mencantumkan:
- Tanggal pemeriksaan
- Identitas pasien
- Nomor/kode laboratorium
- Satuan hasil pemeriksaan
- Nilai rentang parameter
- Tanggal hasil pemeriksaan laboratorium dikeluarkan
- Tanda tangan penanggung jawab

b. Penerimaan spesimen

1) Cocokkan spesimen yang diterima dengan permintaan formulir pemeriksaan, catat kondisi
spesimen, volume, warna, kekeruhan, bau, konsistensi, dll
2) Spesimen yang tidak memenuhi syarat sebaiknya ditolak

c. Pengambilan spesimen

1) Waktu pengambilan
Umumnya pagi hari kecuali keadaan tertentu:
 Demam tifoid: widal pada fase akut
 Tuberculosis: sputum setelah bangun tidur
 Serangan jantung: enzim-enzim jantung segera setelah serangan
2) Volume spesimen: sesuai kebutuhan pemeriksaan
3) Cara pengambilan spesimen: oleh tenaga terampil dan dengan cara yang benar
4) Lokasi: sesuai jenis pemeriksaan yang diminta
 Darah vena

74
 Biakan: sedang mengalami infeksi
5) Peralatan: harus bersih, kering, tidak mengandung bahan kimia/deterjen, mudah dicuci

d. Wadah spesimen harus memenuhi syarat:

1) Terbuat dari gelas atau plastik


2) Tidak bocor atau merembes
3) Harus dapat ditutup rapat dengan tutup berulir
4) Bersih
5) Kering
6) Tidak mempengaruhi zat-zat dalam specimen
7) Steril untuk biakan
e. Pengawet: disesuaikan dengan pemeriksaan
f. Pengiriman spesimen

Syarat:

1) Kecepatan
2) Tidak terkena sinar matahari
3) Kemasansesuai syarat keselamatan kerja
4) Kemasan diberi label “Bahan Pemeriksaan Infeksius”
5) Suhu disesuaikan
6) Transport media yang sesuai dan masih baik

3. PENYIMPANAN SPESIMEN

Menghindari kontaminasi:

a. Sampel harus selalu disimpan dalam botol/tabung tertutup rapat memakai sarung tangan
disposibel saat mengerjakan spesimen
b. Menghindari sinar:
1) Spesimen harus disimpan dalam tabung gelap di dalam lemari es
2) Spesimen harus disimpan dalam botol tertutup rapat
c. Stabilitas
d. Penyimpanan serum/plasma
1) Suhu kamar (15-25°C) selama 4 jam
2) Suhu 4°C selama 24 jam
3) Jika spesimen tidak dapat diperiksa pada hari yang sama dengan pengambilan darah
maka spesimen harus dibekukan -12°C-20°C

75
B. ANALITIK

1. Pipetting

a. Gunakan pipet yang bersih dan tidak rusak


b. Gunakan pipet sesuai kebutuhan
c. Pipet harus dibilas
d. Bersihkan ujung pipet

2. Suhu dan waktu

a. Pastikan bahwa spesimen, reagensia, serum control telah berada pada suhu pemeriksaan
b. Apakah suhu waterbath sesuai
c. Apakah lamanya inkubasi pada suhu yang telah ditentukan

3. Kuvet harus bersih

a. Bagian luar kuvet tidak boleh basah


b. Volume larutan yang diisi ke dalam kuvet harus sesuai
c. Tidak boleh ada gelembung udara

C. PASCA ANALITIK

Evaluasi:

1. Kesalahan umumnya pada kalkulasi hasil


2. Perhatikan titik desimalnya
3. Perhatikan satuannya
4. Interpretasi hasil pemeriksaan dan quality control serum
5. Pelaporan hasil pemeriksaan
6. Pengiriman hasil pemeriksaan

76
E. PENDIDIKAN KLINIS REKAM MEDIS

Lama Praktik
Lama stase pada Rekam Medis adalah 4 – 12 minggu, mulai dari orientasi sampai
ujian.
Mapping Rekam Medis
Tempat Pendaftaran Pasien Rawat Jalan (TPPRJ), Tempat Pendaftaran Pasien
Rawat Inap (TPPRI), Analizing Reporting & Assembling.
A. Pembimbing Klinik
Persyaratan Pembimbing klinik adalah:
a. Staff yang kompeten/ qulifed
b. Memiliki kualifikasi minimal D3 Rekam Medis
c. Memiliki pengalaman kerja minimal 5 tahun di RSJD Atma Husada Mahakam
Samarinda
d. Memiliki Surat Tanda Regestrasi (STR) & Surat Ijin Kerja (SIK)
e. Memiliki Surat penugasan Kerja Klinis (SPKK) & Rincian Kewenangan
Klinis (RKK)
f. Memiliki Sertifikat Pelatihan CI/Perseptorship/Pekerti/applied

Tugas dan Tanggung jawab Pembimbing Klinik:


1. Mengorientasi peserta didik tentang ruangan yang akan digunakan praktik
klinik dan mengorientasi peraturan yang berlaku di rumah sakit
2. Merencanakan model praktik bimbingan klinik yang sesuai dengan peserta
didik
3. Menyusun program kegiatan peserta didik meliputi peningkatan pengetahuan,
ketrampilan dan perubahan sikap
4. Melakukan peran pengajaran dan sebagai role model bagi peserta didik
5. Melakukan evaluasi pada peserta didik selama proses bimbingan klinik dan
membuat laporan tentang penilaian peserta didik

Wewenang Pembimbing klinik adalah:


1. Memfasilitasi peserta didik mencapai kompetensi yang ditetapkan
2. Melakukan verifikasi kompetensi peserta didik dengan mengisi buku kerja
harian sesuai tingkat kompetensi yang dicapai

77
3. Melakukan tutorial klinik menggunakan kasus yang telah ditentukan
4. Melakukan verifikasi kasus yang telah dilakukan oleh peserta didik sebelum
diserahkan kedosen pembimbing klinik
5. Mengisi lembar penilaian pesrta didik selama rotasi

B. Peserta Didik
Peserta pendidikan klinik adalah seseorang yang sudah dinyatakan boleh
mengikuti praktek klinik di rumah sakit sesuai persyaratan oleh Rumah Sakit dan
Institusi pendidikan.
Kewajiban Peserta Didik
1. Menjunjung tinggi nilai-nilai kerumah sakitan: cinta kasih, Tulus ikhlas,
Kebersamaan, Kejujuran dan dan Profesional
2. Mematuhi segala tat tertib dan peraturan yang berlaku di rumah sakit
3. Memelihara hubungan baik dengan tenaga/ karyawan rumah sakit: tegur, sapa,
salam, sopan
4. Menjaga nama baik rumah sakit
5. Menjaga dan memlihara kebersihan rumah sakit termasuk ikut berhemat
dalam menggunakan fasilitas rumah sakit: air, listrik
Tata Tertib Peserta didik antara lain:
1. Memakai seragam dan jas almamter, sepatu sesuai institusi Pendidikan serta
tanda pengenal
2. Mengikuti jam kerja operasional rumah sakit RSJD Atma Husada Mahakam
Samarinda dan dating 15 menit sebelumnya.
3. Setiap datang dan pulang harus mengisi dadftar hadir yang diketahui oleh
pembimbing/petugas yang didelegasikan
4. Tidak mengambil gambar/foto pasien dalam kegiatan apapun untuk menjaga
privasi pasien
5. Tidak diperkenankan membawa rekam medis pasien dengan alasan apapun
6. Tidak boleh menulisi catatan pasien pada rekam medis
7. Tidak diperbolehkan memberitahukan dan menyampaikan diagnosis pasien
kepada pasien itu sendiri atau keluarga selain petugas yang berwenang dan
Dokter Penangggung jawab pasien, dan wajib menjaga kerahasian pasien

78
8. Setiap kegiatan yang dilakukan harus diketahui dan mendapat ijin dari
pembimbing
9. Tidak diperkenankan menggunakan HP saat melayani pasien
10. Tidak boleh Merokok dilingkungan rumah sakit
11. Selalu memperkenalkan diri kepada pasien/keluarga
12. Peserta didik wajib menjaga mutu rumah sakit, kepatuhan menggunakan APD,
Selalu mencuci tangan, menggunakan SKP dan meminimalisir insiden
keslamatan pasien
13. Peserta didik yang berhalangan hadir pada saat dinas dengan alasan sakit harus
menyertakan surat keterangan dari dokter diserahkan kepada pembimbing
akademik dan akan diterukan kepada pembimbing praktik
14. Mengganti dinas apabila ijin sakit, alpha,sesuai ketentuan yang ditetapkan
rumah sakit
15. Setiap peserta didik wajib mencapai semua unit kompetensi yang tercantum
pada buku panduan yang ada pada institusi, apabila ada unit kompetensi yang
belum tercapai diharapkan peserta didik mengulang praktek Kembali untuk
mencapai target tersebut
16. Harus mampu bekerja sama dengan rutin dengan petugas yang berkeja
dirumah sakit maupun dengan peserta didik lain
17. Berperilaku jujur dan professional dalm melayani pasien serta bersikap,
berpenampilan dan berwawasan akademis
18. Parkir dengan tertib dan rapi

Bentuk Sanksi yang akan diterima peserta didik apabila melanggar peraturan:
1. Sanksi Lisan berupa teguran
2. Sanksi Tertulis
3. Sanksi Pengembalian kepada Isntitusi Pendidikan

Reward adalah ganjaran, hadiah, penghargaan atau imbalan yang diberikan


agar peserta didik lebih giat lagi usahanya dalam meningkatkan atau memperbaiki
kinerja yang telah dicapai. Dalam hal ini RSJD Atma Husada Mahakam
Samarinda memberikan reward kepada peserta didik yang berupa: Nilai.

79
F. PERHITUNGAN BERDASARKAN RASIO PESERTA PENDIDIKAN
DI RSJD ATMA HUSADA MAHAKAM

Berdasarkan Buku Pedoman Klasifikasi Standar Rumah Sakit Pendidikan Departemen


Kesehatan RI Tahun 2009, bahwa daya tampung peserta didik didasarkan pada rasio pendidik
dengan peserta didik maksimal 1 : 5. Artinya 1 orang pendidik hanya dapat mendidik
maksimal 5 orang peserta Pendidikan

Berdasarkan standar akreditasi SNARS ed 1.1 bahwa Pendidikan klinis di Rumah Salit harus
mengutamakan keselamatan pasien serta memperhatikan kebutuhan pelayanan, sehingga
[elayanan rumah sakit tidak terganggu, akan tetapi justru menjadi lebih baik dengan adanya
program Pendidikan klinis ini. Pendidikan harus dilaksanakan secara terintegrasi dengan
pelayanan dalam rangka memperkaya pengalaman dan kompetensi peserta didik, termasuk
juga pengalaman pendidik klinis untuk selalu memperhatikan prinsip pelayanan berfokus pada
pasien.

Penetapan tentang penghitungan kuota penerimaan peserta didik, berdasarkan ratio peserta
Pendidikan klinis dengan staf yang memberikan Pendidikan klinis, yaitu :

 Koas/DM :5:1
 PPDS :3:1
 Perawat :7:1

Pada Bimbingan Klinis Kedokteran terdapat 4 orang pembimbing, maka Rumah Sakit Jiwa
Atma Husada Mahakam hanya dapat menerima maksimal 20 orang peserta didik per
periodenya. Sedangkan di bidang Keperawatan jiwa terdapat 25 orang perseptor klinis
sehingga bimbingan hanya dibatasi pada 100 orang perseptee perperiodenya. Begitupula pada
kefarmasian yang hanya memiliki 2 orang pembimbing klinik sehingga mahasiswa yang dapat
maksimal dibimbing nantinya pun adalah 10 orang perperiodenya. Jumlah peserta didik yang
sama yaitu 10 orang pada bimbingan klinis laboratorium juga dikarenakan jumlah
pembimbing klinis laboratorium yang hanya terdiri dari 2 orang .

Dengan adanya penghitungan ratio peserta Pendidikan klinis dengan staf yang memberikan
Pendidikan klinis, maka diharapkan pembimbing klinik dapat memaksimalkan bimbingannya
tanpa meninggalkan atau terhambat dalam melaksanakan pelayananannya yang menjadi tugas
pokoknya.

80
Berdasarkan rasio yang telah ada maka jika kuota peserta didik melebihi perhitungan yang
telah di buat maka dikoordinasikan dengan institusi pendidikan untuk dilakukan penjadwalan
ulang menyesuaikan aturan yang telah ada.

81
BAB IV

DOKUMENTASI

Semua Pembimbing Klinik yang melakukan atau telah mendapatkan sk sebagai pembimbing klinik
wajib mendokumentasikan kegiatan bimbingannya ke dalam format - format yang telah diatur
bersama berdasarkan kebijakan divisi masing-masing. Pendokumentasian tersebut dimulai sejak
orientasi dan sampai akhir yaitu terminasi pada pasien.

Kontrak Pembelajaran disampaikan pada saat masa orientasi peserta didik.. Sehingga perceptor klinis
akan menyampaikan kontrak pembelajaran dalam bentuk skema target wajib yang harus dipenuhi oleh
peserta didik.

82
BAB IV

PENUTUP

Demikian Buku Pedoman Pengelolaan dan Pengawasan Pelaksanaan Pendidikan klinis ini disusun,
semoga dapat memberikan tuntunan yang baik bagi seluruh pembimbing klinik di RS. Sehingga
pendidikan klinis yang terjamin mutu pelayananannya dan keselamatan pasiennya dapat tercapai.

Harapannya semoga buku pedoman ini dapat terus berkembang menjadi lebih baik dengan berbagai
evaluasi serta masukkan yang diberikan sehingga pengelolaan dan pengawasan pendidikan dapat
mengikuti perubahan dunia pendidikan klinis yang terkini.

83

Anda mungkin juga menyukai