2019
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, buku Pedoman
Pengelolaan dan Pengawasan Pelaksanaan Pendidikan Klinis dapat terselesaikan dengan baik.
Buku Pedoman ini merupakan tuntunan bagi seluruh pembimbing klinis di Rumah Sakit Jiwa Atma
Husada Mahakam Samarinda dalam melaksanakan bimbingan dan pengawasan peserta didik di
wahana praktek. Sehingga harapannya seluruh pembimbing klinis memiliki satu tujuan yang sama
pada saat memberikan bimbingan dan pengawasan terhadap peserta didik yang berada di wahana
praktek. Sekaligus memudahkan pembimbing klinis pada saat melakukan supervisi. Sehingga
Pelayanan yang diberikan oleh peserta didik tetap terjaga kualitas mutunya dan menjamin
keselamatan pasien didalamnya.
Namun demikian demi perubahan ke arah yang lebih baik kami menyadari masih terdapat kekurangan
dalam penyusunan pedoman ini. Oleh karena itu kami mengharap saran dan kritik perbaikan atas
pedoman yang telah tersusun ini.
Semoga Buku Pedoman ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan, serta tidak lupa ucapan
terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penyusunan buku
pedoman ini.
Tim Penyusun
SAMBUTAN DIREKTUR
Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan
karuniaNya kita dapat menyelesaikan penyusunan salah satu dokumen, buku Pedoman
Pengelolaan dan Pengawasan Pelaksanaan Pendidikan Klinis di Rumah Sakit Jiwa Atma Husada
Mahakam Samarinda.
Pedoman Pengelolaan dan Pengawasan Pelaksanaan Pendidikan Klinis ini harapannya dapat
memberikan petunjuk dan tuntunan yang jelas kepada seluruh pembimbing klinik baik untuk
kedokteran umum, keperawatan jiwa, kefarmasian, dan laboratorium dalam melakukan pendampingan
dan supervisi kepada peserta didik yang berada di wahana praktek Rumah Sakit Jiwa Atma Husada
Mahakam Samarinda .
Akhirnya dengan segala kerendahan hati, kami mengajak semua pihak di Rumah Sakit Jiwa Daerah
Atma Husada Mahakam Samarinda untuk dapat membawa semangat perubahan dalam implementasi
standar-standar akreditasi di Rumah Sakit kita tercinta ini.
Direktur
PERATURAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT JIWA ATMA HUSADA MAHAKAM
NO 23 TAHUN 2019
PEDOMAN UMUM
TATA NASKAH
Disusun Oleh :
Ketua Pokja IPKP
Disetujui :
Wadir Pelayanan
Ditetapkan oleh :
Direktur,
TIM IPKP
KONTRIBUTOR
Dr Jaya Mualimin SpKj, M.Kes MARS
Dr Deny J. Rotinsulu Sp.Kj
Dr Eka, M Sp.Kj
Dr. Yenny, Sp.Kj
Nalendra Nugraha, S.Apt
Widi Astuti Amd.
Tim Perseptor Keperawatan
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelayanan dan pendidikan kesehatan yang berorientasi pada keselamatan pasien
tidak hanya dilakukan oleh pemberi layanan berkompeten di bidangnya namun juga
seluruh aspek yang berintegrasi di dalam rumah sakit tersebut. Penyelenggaraan
pendidikan klinis harus dapat dipertanggung jawabkan secara manajemen dan memiliki
prosedur yang jelas.
Pendidikan Klinis yang diberikan di wahana praktek harus mampu menjaga
kualitas mutu pelayanan dan menjamin keselamatan pasien. Sehingga peserta didik
memiliki pemahaman dan bisa menerapkan tindakan- tindakan yang dapat meningkatkan
mutu pelayanan dan keselamatan pasien.
Oleh karenanya diperlukan suatu tuntunan atau pedoman yang dapat
menstandarkan bentuk pengelolaan dan pengawasan pelaksanaan pendidikan klinis
tersebut bagi peserta didik klinis, baik di bidang kedokteran, keperawatan, farmasi, dan
laboratorium.
B. Definisi
1
BAB II
TATA LAKSANA
2
2.5 MATERI PENDIDIKAN LAB. ILMU KEDOKTERAN JIWA
2.5.1 Metode Pembelajaran
Masa rotasi klinik merupakan kelanjutan dari proses pendidikan akademik
yang telah dijalani dalam rangka menghasilkan lulusan dokter yang memiliki
kompetensi sebagai dokter umum untuk pelayanan primer. Penerapan kurikulum
berbasis kompetensi dengan pendekatan belajar problem based learning dan lebih
menekankan pada student center pada tingkat akademik/pre klinik, harus
ditindaklanjuti dengan pendekatan belajar yang sama di tingkat klinik. Oleh karena
itu, metode pembelajaran yang akan dilaksanakan haruslah bisa memberikan
peluang sebesar-besarnya kepada DM untuk terlibat aktif dalam proses belajar,
membantu DM mencapai kompetensinya baik pada aspek knowledge, psikomotor
maupun attitude-nya. Lama masa rotasi klinik yang mengalami pemendekan juga
menjadi pertimbangan bahwa aktifitas pembelajaran DM haruslah berfokus pada
pencapaian kompetensi yang utama yaitu pada level kompetensi 3a, 3b dan 4 untuk
penyakit, sedangkan untuk keterampilan pada level kompetensi 3 dan 4 saja.
3
Untuk mencapai tujuan menghasilkan dokter yang memiliki kompetensi di bidangnya,
maka dalam proses pembelajaran di klinik haruslah mengacu bagaimana seorang DM
dalam mencapai kompetensi yang diharapkan. Oleh sebab itu, perlu dirumuskan
kompetensi-kompetensi apa saja yang akan dicapai oleh DM di laboratorium Ilmu
Kedokteran Jiwa sekaligus menjadi panduan baik bagi DM maupun Pembimbing
Klinik, sehingga seluruh rangkaian proses pembelajaran klinik adalah dalam rangka
mencapai kompetensi tersebut. Jadi sangatlah penting bagi setiap DM untuk
memahami kompetensi apa yang seharusnya dikuasai pada saat menjalani rotasi klinik
di laboratorium Ilmu Kedokteran Jiwa
Berdasarkan buku Standar Kompetensi Dokter yang dikeluarkan oleh KKI
(2006), tingkat penguasaan atau kompetensi terhadap penyakit yang diharapkan
dicapai sampai akhir proses pendidikan profesi dibedakan ada 4 tingkat/level, yaitu:
4
2.5.3 Tutorial Klinik
Tujuan dari tutorial klinik adalah DM mampu belajar dari kasus, menganalisis
kasus, mengembangkan konsep yang berkaitan dengan kasus tersebut serta
mengembangkan kemampuan dalam belajar mandiri. Kasus yang dipelajari
disesuaikan dengan kompetensi yang harus dikuasi oleh dokter umum,
pelaksanaanya dibawah bimbingan pembimbing klinik pada rotasi yang
bersangkutan. Frekuensi pelaksanaan tutorial klinik minimal satu kali tiap pekan
untuk satu kelompok DM pada rotasi di laboratorium yang bersangkutan. Jika kasus
yang dibutuhkan untuk mencapai kompetensi tidak tersedia, padahal kasus tersebut
penting dan harus dikuasai DM, maka bisa diganti dengan simulasi kasus.
Kompetensi yang diharapkan dapat dicapai oleh DM dalam tutorial klinik adalah:
1. Memahami pengetahuan dasar penyakit serta penerapannya
2. Mengembangkan keterampilan melakukan komunikasi untuk mendapatkan
data lengkap dan akurat
3. Mengembangkan keterampilan pemeriksaan fisik dan penunjang
4. Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk menentukan masalah
5. Membedakan keadaan kedaruratan dan tindakan pertama
6. Mengembangkan keterampilan dalam menentukan masalah, interpretasi
pemeriksaan penunjang, rencana pengelolaan dengan komprehensif dan
terpadu
7. Melakukan tindakan pengobatan suportif, dietetik, medikamentosa
8. Melakukan tindakan pertama dan rujukan
9. Memahami dasar-dasar rehabilitasi
10. Menetapkan dan melaksanakan bentuk kerjasama yang serasi dan efektif
11. Mengembangkan dan menerapkan aspek etika dan medikolegal
12. Mengunakan waktu seefisien mungkin dalam belajar, melakukan tugas yang
sudah dijadwalkan.
Langkah-langkah dalam tutorial klinik
Tutorial 1: Masalah/DD/LO
Belajar mandiri
Follow up
Kunjungan rumah
Tutorial 2: Dx, Tx
2.5.4 Refleksi Kasus
Pembuatan Laporan
5
Tujuan dari refleksi kasus adalah Dokter Muda mampu mengambil manfaat
ataupun pelajaran dari kasus-kasus yang dijumpai dan menjadikannya sebagai
pengalaman di masa yang akan datang. Dalam refleksi kasus, DM diberikan
keleluasaan untuk menentukan kasus yang dianggap menarik dan penting untuk
dirinya sehingga DM mampu merefleksikannya pada dirinya sendiri dan mengambil
pelajaran yang akan berguna di masa yang akan datang. Kasus yang diambil dokter
muda harus dengan persetujuan dari pembimbing klinik.
Berbeda dengan laporan kasus, pada refleksi kasus tulisan dibuat secara ringkas dan
padat, yang lebih dipentzingkan adalah bagaimana kemampuan DM dalam
mengambil manfaat dan pelajaran dari kasus yang diambil. Jumlah refleksi kasus
dalam satu rotasi akan ditentukan oleh laboratorium masing.
Isi dan format refleksi kasus:
• Panjang tulisan maksimal 2 halaman, spasi 1.5, font 12
• Penyakit yang dipilih memiliki level kompetensi 3 atau 4
• Ada perbedaan antara teori dan temuan pada kasus tersebut, sehingga dibutuhkan
diskusi lebih lanjut
• Refleksi disertai referensi (di luar batasan 2 halaman)
• Laporan disertai data dari rekam medis dan dari pasien
6
• Penyakit yang dipilih memiliki level kompetensi 3 atau 4
• Ada perbedaan antara teori dan temuan pada kasus tersebutsehingga dibutuhkan
diskusi lebih lanjut
• Laporan disertai referensi
• Laporan disertai data dari rekam medis dan dari pasien
Informasi yang disampaikan oleh Dokter Muda kepada pembimbing klinik harus
dijamin kerahasiaannya oleh pembimbing klinik.
7
benar / legeartis
Menjelaskan hasil pemeriksaan saudara kepada pasien pada saat itu yang
bersifat umum tentang perkembangan penyakitnya, sedangkan hal-hal yang
7 bersifat menyangkut kerahasiaan yang akan membahayakan kondisi pasien
sebaiknya tidak anda jelaskan dan akan dijelaskan oleh dokter supervisor/
dokter ruangan
Berdiskusi dengan pasien bila anda menemukan sesuatu yang baru pada waktu
8
saudara melakukan follow uf pasien
Memberikan kesempatan kepada pasien untuk bertanya tentang apa yang telah
9
anda lakukan/ hal-hal yang penting menurut pasien
untuk setiap tindakan pada pasien dalam rangka mencapai kompetensi skil,
10 seorang DM harus mendapat penjelasan, arahan dan bimbingan dari dokter
ruangan atau dokter supervisor
Bila ada suatu tindakan yang harus dilakukan pada pasien tersebut maka anda
11
diharuskan membuat/meminta persetujuan dari pasien (informconcernt)
Memberikan edukasi dan motivasi pada pasien maupun keluarga pasien selama
12 perawatan untuk kesembuhan penyakitnya dan juga memberikan edukasi pada
pasien akan pulang
8
2.5.9 Ujian
1. Ujian dilaksanakan pada minggu ke3 tergantung jumlah dokter muda
2. Pelaksanaan ujian : 1 dokter muda diuji oleh 1 penguji yang telah ditetapkan dan
didampingi oleh dokter pendamping
3. 1 hari sebelum ujian, dokter muda diwajibkan mempersiapkan semua kelengkapan
ujian, terutama peralatan laboratorium
4. Pasien akan diberikan pada kandidat jam 07.00 pagi
5. Kandidat harus menjaga hubungan baik terhadap pasien maupun keluarga pasien
yang digunakan untuk ujian
6. Ujian dilakukan di ruang ujian yang telah ditentukan
7. Selama ujian kandidat tidak diperkenankan keluar dari ruang ujian
8. Kandidat diharuskan melakukan anamnesa, pemeriksaan fisik (dilakukan sendiri).
9. Persentase nilai ujian adalah 40% dalam menentukan kelulusan
10. Kandidat yang tidak mengikuti ujian tanpa alasan yang jelas dan bias diterima
dianggap gugur
11. Bila diketahui selama waktu ujian kandidat berkomunikasi/ dibantu rekan sejawatnya
maka ujian dianggap diskualifikasi
12. Berkas untuk ujian ditulis tangan sesuai dengan dokter penguji.
9
Gangguan Disosiatif (Konversi)
Gangguan Somatoform
Gangguan Somatisasi
Gangguan Depresi
Depresi merupakan salah satu gangguan suasana perasaan, saat penderita
mengalami suasana perasaan yang tertekan, sedih, kehilangan minat dan tidak
dapat menikmati apapun serta semangat yang turun yang dapat menyebabkan
terganggunya aktivitas sampai paling tidak 2 minggu. Banyak orang dengan
depresi juga disertai gejala kecemasan dan gejala somatik (keluhan fisik) yang
tidak dapat dijelaskan penyebabnya.
Gejala-gejala tambahan depresi yaitu:
1. Menurunnya konsentrasi dan perhatian
2. Menurunnya harga diri dan kepercayaan diri
3. Rasa bersalah dan rasa tidak berguna
4. Pandangan terhadap masa depan yang suram dan pesimistis
5. Gangguan tidur
6. Gangguan pola makan/nafsu makan
7. Berpikir tentang kematian, melukai diri atau bunuh diri
Ganguan Psikotik
10
Delusi/waham
Kecurigaan atau keyakinan yang jelas keliru dan dipertahankan
Keyakinan bahwa pikirannya dimasukkan dari luar atau tersiar
Halusinasi
Mendengar suara atau melihat sesuatu yang tidak nyata
Perilaku menarik diri, agitasi atau disorganisasi
Contoh: diam saja tidak mau merespon, marah-marah dan beringas,
penampilan yang tidak lazim, tidak rapi, perawatan diri buruk
Mengabaikan tanggung jawab yang biasa dikerjakan terkait dengan
pekerjaan, sekolah, rumah tangga, dan aktivitas social
11
Beberapa jenis gangguan perilaku pada anak dan remaja, antara lain:
• Gangguan dalam atensi yang berat dan tidak mampu untuk fokus, berhenti
mengerjakan tugas secara berulang-ulang sebelum menyelesaikannya dan
pindah mengerjakan tugas lainnya
• Aktivitas berlebihan yang berat: lari-lari berputar yang tidak bisa dikontrol,
sulit untuk
dapat duduk diam, bicara terus atau bergerak terus
• Impulsivitas yang berlebihan: melakukan sesuatu tanpa berpikir terlebih
dahulu
• Perilaku berulang dan mengganggu yang lain (temper tantrums yang sering
dan
berat, perilaku yang kejam, tidak patuh yang berat, mencuri)
• Perubahan yang tiba-tiba dalam perilaku atau hubungan dengan teman sebaya
termasuk kemarahan dan penarikan diri
12
2. Demensia vaskular merupakan penyebab kedua tersering setelah penyakit
Alzheimer. Prevalensi bervariasi: 1,5 % pada usia70 – 75 tahun dan 15%
pada usia > 80 tahun. Demensia vaskular lebih sering mengenai laki-laki.
Sedangkan faktor risikonya meliputi hipertensi, diabetes, riwayat TIA dan
penyakit jantung.Gangguan kognitif dapat terjadi karena infark serebral,
anoksia atau perdarahan. Gejala yang timbul bervariasi, bergantung letak lesi.
Pada demensia dapat dijumpai Sindrom ABC, yaitu gangguan pada aktivitas
hidup sehari-hari (Activities of daily living), gangguan psikologis dan
perilaku (Behavioural and Psychological Symptoms of Dementia, BPSD)
sebagai kondisi penyulit yang akan dijelaskan kemudian, dan hendaya fungsi
kognitif (Cognitive deficits).
1. Penerimaan awal dilakukan oleh pihak manajemen RSJD AHM dalam hal ini diwakili
oleh bagian umum untuk menjelaskan profil RSJD AHM
2. Penjelasan dan pengarahan oleh tim PPI RSJD AHM
3. Penjelasan dan pengarahan oleh tim K3 RSJD AHM
4. Penjelasan dan pengarahan oleh tim Patient Safety RSJD AHM
5. Penjelasan dan pengarahan oleh kepala instalasi rawat inap RSJD AHM mengenai
kondisi rawat inap RSJD AHM
6. Penjelasan dan pengarahan oleh tim keperawatan RSJD AHM, mengenai :
a. Penjelasan dan pengarahan dari bidang keperawatan
b. Tata tertib mahasiswa selama berpraktik di RSJD AHM
c. Metode pembelajaran mahasiswa selama berpraktik di RSJD AHM
d. Pembagian jadwal dinas dan pengaturan ruangan mahasiswa selama berpraktik di
RSJD AHM
13
c) Preseptee wajib ikut operan dinas, pre dan post conference
d) Klien wajib mengikuti seluruh kegiatan diruangan dari datang hingga pulang
Kegiatan tersebut melingkupi penerimaan klien baru operan dari IGD/UPIP
dan pengkajiannya termasuk juga perencanaan discharge planning dan
penyuluhan individu serta keluarga
3. Target Kompetensi
a) Laporan Pendahuluan
Diserahkan selambat-lambatnya pada hari ketiga, diikuti oleh penyesuaian
penilaian. Presptor wajib melakukan responsi terhadap preseptee. Laporan
Pendahuluan dibuat sebanyak kompetensi yang diharapkan 7 Diagnosa untuk
ners muda dan 5 diagnosa bagi D3 dan D4. Sumber pustaka menyesuaikan
persyaratan yang diwajibkan oleh institusi pendidikan. Teknis penulisan
disesuaikan dengan panduan penulisan yang telah disampaikan sebelumnya.
b) Bedside Teaching
Dilakukan setelah preseptee telah melakukan orientasi ruangan pada hari ke2.
Preseptor dan perseptee sebelumnya melakukan diskusi, tindakan apa yang
akan dilakukan. Preseptor akan memilihkan klien dan melakukan kontrak
waktu serta topik interaksi bagi preseptee. Pada saat interaksi dengan klien,
preceptor berperan sebagai pendamping, dan akan mengambil alih peran terapis
pada saat ada situasi yang tidak kondusif. Setelahnya akan dilakukan diskusi
atas kegiatan tersebut. Audiens akan memberikan saran/masukan atas
kekurangan dalam pelaksanaannya
c) Dops
Kompetensi dapat dicapai setelah terpenuhi target BST. Dops harus memenuhi
target 7 kompetensi antara lain ; Sp harga diri rendah, Sp Resiko Perilaku
Kekerasan, Sp Isolasi Sosial, Sp Halusinansi, Sp Defisit Perawatan Diri, Sp
Waham dan Sp Resiko Bunuh Diri. Jika preseptee melakukan dops di luar
ruangan dimana preseptee berdinas maka wajib menyertakan resume.
d) Mini Cex
Dilakukan oleh preceptor institusi pendidikan, preceptor klinis hanya
menyiapkan klien saja.
e) MTE
Pelaksanaannya akan dilakukan oleh divisi pembelajaran. Institusi pendidikan
diharapkan dapat menyampaikan surat permohonan sebagai pembicara jika The
Expert bukan berasal dari kalangan Keperawatan.
14
f) Terapi Aktifitas Kelompok
TAK dilakukan setiap minggu (ners muda) dan sesuai dengan target yang
dipersyaratkan akademik (bagi D3 dan D4). Proposal diajukan minimal 2 hari
sebelum hari pelaksanaan dan wajib dikonsulkan pada preseptor yang telah
ditunjuk dari pihak wahana praktek. TAK dilakukan secara berkelompok, dan
wajib dihadiri seluruh anggota kelompok. Laporan Hasil TAK wajib
dikumpulkan max 3 hari setelah hari pelaksanaan.
g) Long Case
Pelaksanaan pada minggu terakhir, jadwal menyesuaikan dari divisi
penjadwalan. Tempat pelaksanaan berada di ruang bangsal. Preseptee dapat
mengikuti ujian akhir stase jika telah melengkapi penugasan sebelumnya dan
tidak memilki absen pada kehadiran selama berdinas.
h) Presjur & Presus
Pelaksanaan diharapkan berada di wahana klinis dan wajib dihadiri oleh
preceptor klinis setiap preseptee
i) Resume
Dilakukan pada saat berdinas di ruang rawat darurat dan intensif atau sesuai
dengan target kompetensi yang dipersyaratkan oleh pihak akademik. Pelaporan
pendokumentasian dilakukan setiap hari.
j) Askep
Pendokumentasiannya pada saat preseptee berdinas di ruang rawat inap. Secara
teknis, pada awal orientasi atau minggu pertama, preseptee mendapat satu
klien untuk dikelola. Pada minggu kedua/ seterusnya setelah melengkapi target
kompetensi dan dianggap kompeten maka preseptee ditingkatkan mengelola 2
klien dst. Bagi D3 dan D4 target Asuhan Keperawatan sesuai dengan ketentuan
dari akademik ASKEP minimal dilakukan selama 3 hari, jika klien mutasi
sebelum waktu tercapai maka preseptee wajib mengganti klien kelolaan dan
jika institusi kampus mensyaratkan adanya resume, maka klien dapat di
masukkan kedalam target kompetensi tersebut.
k) Penyuluhan
Target kompetensi disesuaikan dengan kurikulum pendidikan. Penyuluhan
kelompok bekerjasama dengan unit promosi kesehatan rumah sakit, dan
mengikuti jadwal penyuluhan yang akan dibuat oleh tim promosi kesehatan
rumah sakit. Sedangkan penyuluhan individu serta keluarga dapat dicapai di
ruang rawat inap dengan bimbingan dari preseptor ruangan.
15
l) Activity Daily Living (ADL)
Pembuatan jadwal aktifitas sehari-hari preseptee, disesuaikan dengan target
kompetensi pendidikan. Jadwal kegiatan harus menggambarkan keseluruhan
kegiatan preseptee selama berdinas di ruangan yang telah ditentukan. Metode
penulisan jadwal kegiatan disesuaikan dengan ketentuan dari pendidikan.
Bimbingan bagi ners muda berlangsung selama 4 minggu. Dan tidak akan
berpindah ruangan kecuali untuk berdinas di Instalasi rawat darurat dan
intensif. Hal ini dimaksudkan agar preseptee mampu lebih beradaptasi,
sehingga akan meningkatkan minat dan lebih kompeten dalam pengelolaan
klien secara umum.
16
Rencana Capaian untuk Ners
Kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
meliputi:
1. Seleksi/Pemilihan
Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan kebutuhan. Pemilihan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai ini berdasarkan:
a. formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan terapi;
b. standar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang telah
ditetapkan;
c. pola penyakit;
d. efektifitas dan keamanan;
e. pengobatan berbasis bukti;
17
f. mutu;
g. harga; dan
h. ketersediaan di pasaran.
Formularium Rumah Sakit disusun mengacu kepada Formularium Nasional.
Formularium Rumah Sakit merupakan daftar Obat yang disepakati staf medis, disusun
oleh Komite/Tim Farmasi dan Terapi yang ditetapkan oleh Pimpinan Rumah Sakit.
Formularium Rumah Sakit harus tersedia untuk semua penulis Resep, pemberi Obat, dan
penyedia Obat di Rumah Sakit. Evaluasi terhadap Formularium Rumah Sakit harus
secara rutin dan dilakukan revisi sesuai kebijakan dan kebutuhan Rumah Sakit.
Penyusunan dan revisi Formularium Rumah Sakit dikembangkan berdasarkan
pertimbangan terapetik dan ekonomi dari penggunaan Obat agar dihasilkan Formularium
Rumah Sakit yang selalu mutakhir dan dapat memenuhi kebutuhan pengobatan yang
rasional.
Tahapan proses penyusunan Formularium Rumah Sakit:
a. membuat rekapitulasi usulan Obat dari masing-masing Staf Medik Fungsional (SMF)
berdasarkan standar terapi atau standar pelayanan medik;
b. mengelompokkan usulan Obat berdasarkan kelas terapi;
c. membahas usulan tersebut dalam rapat Komite/Tim Farmasi dan Terapi, jika diperlukan
dapat meminta masukan dari pakar;
d. mengembalikan rancangan hasil pembahasan Komite/Tim Farmasi dan Terapi,
dikembalikan ke masing-masing SMF untuk mendapatkan umpan balik;
e. membahas hasil umpan balik dari masing-masing SMF;
f. menetapkan daftar Obat yang masuk ke dalam Formularium Rumah Sakit;
g. menyusun kebijakan dan pedoman untuk implementasi; dan
h. melakukan edukasi mengenai Formularium Rumah Sakit kepada staf dan melakukan
monitoring.
Kriteria pemilihan Obat untuk masuk Formularium Rumah Sakit:
a. mengutamakan penggunaan Obat generik;
b. memiliki rasio manfaat-risiko (benefit-risk ratio) yang paling menguntungkan
penderita;
c. mutu terjamin, termasuk stabilitas dan bioavailabilitas;
d. praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan;
e. praktis dalam penggunaan dan penyerahan;
f. menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh pasien;
g. memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tertinggi berdasarkan biaya
langsung dan tidak lansung; dan
18
h. Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman (evidence based
medicines) yang paling dibutuhkan untuk pelayanan dengan harga yang terjangkau.
Dalam rangka meningkatkan kepatuhan terhadap formularium Rumah Sakit, maka
Rumah Sakit harus mempunyai
kebijakan terkait dengan penambahan atau pengurangan Obat dalam Formularium
Rumah Sakit dengan mempertimbangkan indikasi penggunaaan, efektivitas, risiko,
dan biaya.
2. Perencanaan Kebutuhan
Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan periode
pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan
hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat
waktu dan efisien. Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan Obat dengan
menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang
telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan
epidemiologi dan disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.
Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan:
a. anggaran yang tersedia;
b. penetapan prioritas;
c. sisa persediaan;
d. data pemakaian periode yang lalu;
e. waktu tunggu pemesanan; dan
f. rencana pengembangan.
3. Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan perencanaan
kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat
dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu. Pengadaan merupakan kegiatan yang
berkesinambungan dimulai dari pemilihan, penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian
antara kebutuhan dan dana, pemilihan metode pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan
spesifikasi kontrak, pemantauan proses pengadaan, dan pembayaran. Untuk memastikan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan mutu dan spesifikasi
yang dipersyaratkan maka jika proses pengadaan dilaksanakan oleh bagian lain di luar Instalasi
Farmasi harus melibatkan tenaga kefarmasian.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai antara ain:
a. Bahan baku Obat harus disertai Sertifikat Analisa.
19
b. Bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data Sheet (MSDS).
c. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus mempunyai Nomor Izin
Edar.
d. Masa kadaluarsa (expired date) minimal 2 (dua) tahun kecuali untuk Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai tertentu (vaksin, reagensia, dan lain-lain), atau pada
kondisi tertentu yang dapat dipertanggung jawabkan. Rumah Sakit harus memiliki mekanisme
yang mencegah kekosongan stok Obat yang secara normal tersedia di Rumah Sakit dan
mendapatkan Obat saat Instalasi Farmasi tutup.
Pengadaan dapat dilakukan melalui:
a. Pembelian Untuk Rumah Sakit pemerintah pembelian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai harus sesuai dengan ketentuan pengadaan barang dan jasa yang
berlaku.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembelian adalah:
1) Kriteria Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai, yang meliputi
kriteria umum dan kriteria mutu Obat.
2) Persyaratan pemasok.
3) Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai.
4) Pemantauan rencana pengadaan sesuai jenis, jumlah dan waktu.
c. Sumbangan/Dropping/Hibah
Instalasi Farmasi harus melakukan pencatatan dan pelaporan terhadap penerimaan dan
penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
sumbangan/dropping/ hibah. Seluruh kegiatan penerimaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai dengan cara sumbangan/dropping/hibah harus disertai dokumen
20
administrasi yang lengkap dan jelas. Agar penyediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai dapat membantu pelayanan kesehatan, maka jenis Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus sesuai dengan kebutuhan pasien di
Rumah Sakit. Instalasi Farmasi dapat memberikan rekomendasi kepada pimpinan Rumah Sakit
untuk mengembalikan/menolak sumbangan/dropping/hibah Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai yang tidak bermanfaat bagi kepentingan pasien Rumah Sakit.
4. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah,
mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak atau surat pesanan dengan
kondisi fisik yang diterima. Semua dokumen terkait penerimaan barang harus tersimpan dengan
baik.
5. Penyimpanan
Setelah barang diterima di Instalasi Farmasi perlu dilakukan penyimpanan sebelum
dilakukan pendistribusian. Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas dan keamanan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan persyaratan kefarmasian.
Persyaratan kefarmasian yang dimaksud meliputi persyaratan stabilitas dan keamanan, sanitasi,
cahaya, kelembaban, ventilasi, dan penggolongan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai. Komponen yang harus diperhatikan antara lain:
a. Obat dan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan Obat diberi label yang secara
jelas terbaca memuat nama, tanggal pertama kemasan dibuka, tanggal kadaluwarsa dan
peringatan khusus.
b. Elektrolit konsentrasi tinggi tidak disimpan di unit perawatan kecuali untuk kebutuhan klinis yang
penting.
c. Elektrolit konsentrasi tinggi yang disimpan pada unit perawatan pasien dilengkapi dengan
pengaman, harus diberi label yang jelas dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted)
untuk mencegah penatalaksanaan yang kurang hati-hati.
d. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang dibawa oleh pasien harus
disimpan secara khusus dan dapat diidentifikasi.
e. Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan barang lainnya yang
menyebabkan kontaminasi.
Instalasi Farmasi harus dapat memastikan bahwa Obat disimpan secara benar dan
diinspeksi secara periodik. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
harus disimpan terpisah yaitu:
a. Bahan yang mudah terbakar, disimpan dalam ruang tahan api dan diberi tanda khusus bahan
berbahaya.
21
b. Gas medis disimpan dengan posisi berdiri, terikat, dan diberi penandaaan untuk menghindari
kesalahan pengambilan jenis gas medis. Penyimpanan tabung gas medis kosong terpisah dari
tabung gas medis yang ada isinya. Penyimpanan tabung gas medis di ruangan harus
menggunakan tutup demi keselamatan.
Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, bentuk sediaan, dan
jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan disusun secara
alfabetis dengan menerapkan prinsip First Expired First Out (FEFO) dan First In First Out
(FIFO) disertai sistem informasi manajemen. Penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai yang penampilan dan penamaan yang mirip (LASA, Look
Alike Sound Alike) tidak ditempatkan berdekatan dan harus diberi penandaan khusus untuk
mencegah terjadinya kesalahan pengambilan Obat.
Rumah Sakit harus dapat menyediakan lokasi penyimpanan Obat emergensi untuk
kondisi kegawatdaruratan. Tempat penyimpanan harus mudah diakses dan terhindar dari
penyalahgunaan dan pencurian. Pengelolaan Obat emergensi harus menjamin:
a. jumlah dan jenis Obat sesuai dengan daftar Obat emergensi yang telah ditetapkan;
b. tidak boleh bercampur dengan persediaan Obat untuk kebutuhan lain;
c. bila dipakai untuk keperluan emergensi harus segera diganti;
d. dicek secara berkala apakah ada yang kadaluwarsa; dan
e. dilarang untuk dipinjam untuk kebutuhan lain.
6. Pendistribusian
Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka menyalurkan/menyerahkan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dari tempat penyimpanan
sampai kepada unit pelayanan/pasien dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan
ketepatan waktu. Rumah Sakit harus menentukan sistem distribusi yang dapat menjamin
terlaksananya pengawasan dan pengendalian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai di unit pelayanan. Sistem distribusi di unit pelayanan dapat dilakukan dengan cara:
a. Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan (floor stock)
1) Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai untuk
persediaan di ruang rawat disiapkan dan dikelola oleh Instalasi Farmasi.
2) Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang disimpan di
ruang rawat harus dalam jenis dan jumlah yang sangat dibutuhkan.
3) Dalam kondisi sementara dimana tidak ada petugas farmasi yang mengelola (di atas jam
kerja) maka pendistribusiannya didelegasikan kepada penanggung jawab ruangan.
4) Setiap hari dilakukan serah terima kembali pengelolaan obat floor stock kepada petugas
farmasi dari penanggung jawab ruangan.
22
5) Apoteker harus menyediakan informasi, peringatan dan kemungkinan interaksi Obat pada
setiap jenis Obat yang disediakan di floor stock.
d. Sistem Kombinasi
Sistem pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
bagi pasien rawat inap dengan menggunakan kombinasi a + b atau b + c atau a + c. Sistem
distribusi Unit Dose Dispensing (UDD) sangat dianjurkan untuk pasien rawat inap mengingat
dengan sistem ini tingkat kesalahan pemberian Obat dapat diminimalkan sampai kurang dari 5%
dibandingkan dengan sistem floor stock atau Resep individu yang mencapai 18%.
Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh pasien dengan
mempertimbangkan:
a. efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada; dan
b. metode sentralisasi atau desentralisasi.
23
c. tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan kesehatan atau kepentingan ilmu
pengetahuan; dan/atau
d. dicabut izin edarnya.
8. Pengendalian
Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan dan penggunaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai. Pengendalian penggunaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dapat dilakukan oleh Instalasi Farmasi
harus bersama dengan Komite/Tim Farmasi dan Terapi di Rumah Sakit. Tujuan pengendalian
persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai adalah untuk:
a. penggunaan Obat sesuai dengan Formularium Rumah Sakit;
b. penggunaan Obat sesuai dengan diagnosis dan terapi; dan
c. memastikan persediaan efektif dan efisien atau tidak terjadi kelebihan dan
kekurangan/kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, dan kehilangan serta pengembalian pesanan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
Cara untuk mengendalikan persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai adalah:
a. melakukan evaluasi persediaan yang jarang digunakan (slow moving);
b. melakukan evaluasi persediaan yang tidak digunakan dalam waktu tiga bulan berturut-turut
(death stock);
c. Stok opname yang dilakukan secara periodik dan berkala.
9. Administrasi
Administrasi harus dilakukan secara tertib dan berkesinambungan untuk memudahkan
penelusuran kegiatan yang sudah berlalu. Kegiatan administrasi terdiri dari:
a. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan terhadap kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai yang meliputi perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan,
24
pendistribusian, pengendalian persediaan, pengembalian, pemusnahan dan penarikan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai. Pelaporan dibuat secara periodik
yang dilakukan Instalasi Farmasi dalam periode waktu tertentu (bulanan, triwulanan, semester
atau pertahun).
Jenis-jenis pelaporan yang dibuat menyesuaikan dengan peraturan yang berlaku. Pencatatan
dilakukan untuk:
1) persyaratan Kementerian Kesehatan/BPOM;
2) dasar akreditasi Rumah Sakit;
3) dasar audit Rumah Sakit; dan
4) dokumentasi farmasi.
Pelaporan dilakukan sebagai:
1) komunikasi antara level manajemen;
2) penyiapan laporan tahunan yang komprehensif mengenai kegiatan di Instalasi Farmasi;
dan
3) laporan tahunan.
b. Administrasi Keuangan
Apabila Instalasi Farmasi harus mengelola keuangan maka perlu menyelenggarakan administrasi
keuangan. Administrasi keuangan merupakan pengaturan anggaran, pengendalian dan analisa
biaya, pengumpulan informasi keuangan, penyiapan laporan, penggunaan laporan yang berkaitan
dengan semua kegiatan Pelayanan Kefarmasian secara rutin atau tidak rutin dalam periode
bulanan, triwulanan, semesteran atau tahunan.
c. Administrasi Penghapusan
Administrasi penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak terpakai karena kadaluwarsa, rusak,
mutu tidak memenuhi standar dengan cara membuat usulan penghapusan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai kepada pihak terkait sesuai dengan prosedur
yang berlaku.
25
3. rekonsiliasi Obat;
4. Pelayanan Informasi Obat (PIO);
5. konseling;
6. visite;
7. Pemantauan Terapi Obat (PTO);
8. Monitoring Efek Samping Obat (MESO);
9. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);
10. dispensing sediaan steril; dan
11. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD);
26
Penelusuran riwayat penggunaan Obat merupakan proses untuk mendapatkan informasi
mengenai seluruh Obat/Sediaan Farmasi lain yang pernah dan sedang digunakan, riwayat
pengobatan dapat diperoleh dari wawancara atau data rekam medik/pencatatan penggunaan Obat
pasien. Tahapan penelusuran riwayat penggunaan Obat:
a. membandingkan riwayat penggunaan Obat dengan data rekam medik/pencatatan penggunaan
Obat untuk mengetahui perbedaan informasi penggunaan Obat;
b. melakukan verifikasi riwayat penggunaan Obat yang diberikan oleh tenaga kesehatan lain dan
memberikan informasi tambahan jika diperlukan;
c. mendokumentasikan adanya alergi dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD);
d. mengidentifikasi potensi terjadinya interaksi Obat;
e. melakukan penilaian terhadap kepatuhan pasien dalam menggunakan Obat;
f. melakukan penilaian rasionalitas Obat yang diresepkan;
g. melakukan penilaian terhadap pemahaman pasien terhadap Obat yang digunakan;
h. melakukan penilaian adanya bukti penyalahgunaan Obat;
i. melakukan penilaian terhadap teknik penggunaan Obat;
j. memeriksa adanya kebutuhan pasien terhadap Obat dan alat bantu kepatuhan minum Obat
(concordance aids);
k. mendokumentasikan Obat yang digunakan pasien sendiri tanpa sepengetahuan dokter; dan
l. mengidentifikasi terapi lain, misalnya suplemen dan pengobatan alternatif yang mungkin
digunakan oleh pasien.
Kegiatan:
a. penelusuran riwayat penggunaan Obat kepada pasien/keluarganya; dan
b. melakukan penilaian terhadap pengaturan penggunaan Obat pasien.
Informasi yang harus didapatkan:
a. nama Obat (termasuk Obat non Resep), dosis, bentuk sediaan, frekuensi penggunaan, indikasi
dan lama penggunaan Obat;
b. reaksi Obat yang tidak dikehendaki termasuk riwayat alergi; dan
c. kepatuhan terhadap regimen penggunaan Obat (jumlah Obat
yang tersisa).
3. Rekonsiliasi Obat
Rekonsiliasi Obat merupakan proses membandingkan instruksi pengobatan dengan Obat
yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan Obat
(medication error) seperti Obat tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau interaksi Obat.
Kesalahan Obat (medication error) rentan terjadi pada pemindahan pasien dari satu Rumah
Sakit ke Rumah Sakit lain, antar ruang perawatan, serta pada pasien yang keluar dari Rumah
Sakit ke layanan kesehatan primer dan sebaliknya. Tujuan dilakukannya rekonsiliasi Obat adalah:
27
a. memastikan informasi yang akurat tentang Obat yang digunakan pasien;
b. mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terdokumentasinya instruksi dokter; dan
c. mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terbacanya instruksi dokter.
Tahap proses rekonsiliasi Obat yaitu:
a. Pengumpulan data
Mencatat data dan memverifikasi Obat yang sedang dan akan digunakan pasien, meliputi
nama Obat, dosis, frekuensi, rute, Obat mulai diberikan, diganti, dilanjutkan dan dihentikan,
riwayat alergi pasien serta efek samping Obat yang pernah terjadi. Khusus untuk data alergi
dan efek samping Obat, dicatat tanggal kejadian, Obat yang menyebabkan terjadinya reaksi
alergi dan efek samping, efek yang terjadi, dan tingkat keparahan. Data riwayat penggunaan Obat
didapatkan dari pasien, keluarga pasien, daftar Obat pasien, Obat yang ada pada pasien, dan
rekam medik/medication chart. Data Obat yang dapat digunakan tidak lebih dari 3 (tiga) bulan
sebelumnya. Semua Obat yang digunakan oleh pasien baik Resep maupun Obat bebas
termasuk herbal harus dilakukan proses rekonsiliasi.
b. Komparasi
Petugas kesehatan membandingkan data Obat yang pernah, sedang dan akan digunakan.
Discrepancy atau ketidakcocokan adalah bilamana ditemukan ketidakcocokan/perbedaan
diantara data-data tersebut. Ketidakcocokan dapat pula terjadi bila ada Obat yang hilang,
berbeda, ditambahkan atau diganti tanpa ada penjelasan yang didokumentasikan pada rekam
medik pasien. Ketidakcocokan ini dapat bersifat disengaja (intentional) oleh dokter pada saat
penulisan Resep maupun tidak disengaja (unintentional) dimana dokter tidak tahu adanya
perbedaan pada saat menuliskan Resep.
c. Melakukan konfirmasi kepada dokter jika menemukan ketidaksesuaian dokumentasi.
Bila ada ketidaksesuaian, maka dokter harus dihubungi kurang dari 24 jam. Hal lain yang
harus dilakukan oleh Apoteker adalah: menentukan bahwa adanya perbedaan tersebut
disengaja atau tidak disengaja, mendokumentasikan alasan penghentian, penundaan, atau
pengganti, dan memberikan tanda tangan, tanggal, dan waktu dilakukannya rekonsilliasi Obat.
d. Komunikasi
Melakukan komunikasi dengan pasien dan/atau keluarga pasien atau perawat mengenai
perubahan terapi yang terjadi. Apoteker bertanggung jawab terhadap informasi
Obat yang diberikan.
28
PIO bertujuan untuk:
a. menyediakan informasi mengenai Obat kepada pasien dan tenaga kesehatan di lingkungan
Rumah Sakit dan pihak lain di luar Rumah Sakit;
b. menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan dengan Obat/Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai, terutama bagi Komite/Tim Farmasi dan
Terapi;
c. menunjang penggunaan Obat yang rasional.
Kegiatan PIO meliputi:
a. menjawab pertanyaan;
b. menerbitkan buletin, leaflet, poster, newsletter;
c. menyediakan informasi bagi Tim Farmasi dan Terapi sehubungan dengan penyusunan
Formularium Rumah Sakit;
d. bersama dengan Tim Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) melakukan kegiatan
penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap;
e. melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya; dan
f. melakukan penelitian.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam PIO:
a. sumber daya manusia;
b. tempat; dan
c. perlengkapan.
5. Konseling
Konseling Obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran terkait terapi Obat
dari Apoteker (konselor) kepada pasien dan/atau keluarganya. Konseling untuk pasien rawat jalan
maupun rawat inap di semua fasilitas kesehatan dapat dilakukan atas inisitatif Apoteker,
rujukan dokter, keinginan pasien atau keluarganya. Pemberian konseling yang efektif
memerlukan kepercayaan pasien dan/atau keluarga terhadap Apoteker. Pemberian konseling Obat
bertujuan untuk mengoptimalkan hasil terapi, meminimalkan risiko reaksi Obat yang tidak
dikehendaki (ROTD), dan meningkatkan cost-effectiveness yang pada akhirnya meningkatkan
keamanan penggunaan Obat bagi pasien (patient safety). Secara khusus konseling Obat ditujukan
untuk:
a. meningkatkan hubungan kepercayaan antara Apoteker dan pasien;
b. menunjukkan perhatian serta kepedulian terhadap pasien;
c. membantu pasien untuk mengatur dan terbiasa dengan Obat;
d. membantu pasien untuk mengatur dan menyesuaikan penggunaan Obat dengan penyakitnya;
e. meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan;
f. mencegah atau meminimalkan masalah terkait Obat;
29
g. meningkatkan kemampuan pasien memecahkan masalahnya dalam hal terapi;
h. mengerti permasalahan dalam pengambilan keputusan; dan
i. membimbing dan mendidik pasien dalam penggunaan Obat sehingga dapat mencapai tujuan
pengobatan dan meningkatkan mutu pengobatan pasien.
Kegiatan dalam konseling Obat meliputi:
a. membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien;
b. mengidentifikasi tingkat pemahaman pasien tentang penggunaan Obat melalui Three Prime
Questions;
c. menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien untuk
mengeksplorasi masalah penggunaan Obat;
d. memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah pengunaan Obat;
e. melakukan verifikasi akhir dalam rangka mengecek pemahaman pasien; dan
f. dokumentasi.
Faktor yang perlu diperhatikan dalam konseling Obat:
a. Kriteria Pasien:
1) pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi ginjal, ibu hamil dan menyusui);
2) pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (TB, DM, epilepsi, dan lain-lain);
3) pasien yang menggunakan obat-obatan dengan instruksi khusus (penggunaan
kortiksteroid dengan tappering down/off);
4) pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi sempit (digoksin, phenytoin);
5) pasien yang menggunakan banyak Obat (polifarmasi); dan
6) pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan rendah.
b. Sarana dan Peralatan:
1) ruangan atau tempat konseling; dan
2) alat bantu konseling (kartu pasien/catatan konseling).
6. Visite
Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan Apoteker
secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati kondisi klinis pasien secara
langsung, dan mengkaji masalah terkait Obat, memantau terapi Obat dan Reaksi Obat yang
Tidak Dikehendaki, meningkatkan terapi Obat yang rasional, dan menyajikan informasi Obat
kepada dokter, pasien serta profesional kesehatan lainnya.
Visite juga dapat dilakukan pada pasien yang sudah keluar Rumah Sakit baik atas permintaan
pasien maupun sesuai dengan program Rumah Sakit yang biasa disebut dengan Pelayanan
Kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care). Sebelum melakukan kegiatan visite Apoteker harus
mempersiapkan diri dengan mengumpulkan informasi mengenai kondisi pasien dan memeriksa
terapi Obat dari rekam medik atau sumber lain.
30
7. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu proses yang mencakup kegiatan untuk
memastikan terapi Obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien. Tujuan PTO adalah
meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan risiko Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki
(ROTD).
Kegiatan dalam PTO meliputi:
a. pengkajian pemilihan Obat, dosis, cara pemberian Obat, respons terapi, Reaksi Obat yang
Tidak Dikehendaki (ROTD);
b. pemberian rekomendasi penyelesaian masalah terkait Obat; dan
c. pemantauan efektivitas dan efek samping terapi Obat.
Tahapan PTO:
a. pengumpulan data pasien;
b. identifikasi masalah terkait Obat;
c. rekomendasi penyelesaian masalah terkait Obat;
d. pemantauan; dan
e. tindak lanjut.
Faktor yang harus diperhatikan:
a. kemampuan penelusuran informasi dan penilaian kritis terhadap bukti terkini dan terpercaya
(Evidence Best Medicine);
b. kerahasiaan informasi; dan
c. kerjasama dengan tim kesehatan lain (dokter dan perawat).
31
Kegiatan pemantauan dan pelaporan ESO:
a. mendeteksi adanya kejadian reaksi Obat yang tidak dikehendaki (ESO);
b. mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai risiko tinggi mengalami ESO;
c. mengevaluasi laporan ESO dengan algoritme Naranjo;
d. mendiskusikan dan mendokumentasikan ESO di Tim/Sub Komite/Tim Farmasi dan Terapi;
e. melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional.
32
a. Pencampuran Obat Suntik Melakukan pencampuran Obat steril sesuai kebutuhan pasien yang
menjamin kompatibilitas dan stabilitas Obat maupun wadah sesuai dengan dosis yang
ditetapkan.
Kegiatan:
1) mencampur sediaan intravena ke dalam cairan infus;
2) melarutkan sediaan intravena dalam bentuk serbuk dengan pelarut yang sesuai; dan
3) mengemas menjadi sediaan siap pakai.
Faktor yang perlu diperhatikan:
1) ruangan khusus;
2) lemari pencampuran Biological Safety Cabinet; dan
3) HEPA Filter.
b. Penyiapan Nutrisi Parenteral
Merupakan kegiatan pencampuran nutrisi parenteral yang dilakukan oleh tenaga yang terlatih
secara aseptis sesuai kebutuhan pasien dengan menjaga stabilitas sediaan, formula standar dan
kepatuhan terhadap prosedur yang menyertai.
Kegiatan dalam dispensing sediaan khusus:
1) Mencampur sediaan karbohidrat, protein, lipid, vitamin, mineral untuk kebutuhan perorangan;
dan
2) mengemas ke dalam kantong khusus untuk nutrisi.
Faktor yang perlu diperhatikan:
1) tim yang terdiri dari dokter, Apoteker, perawat, ahli gizi;
2) sarana dan peralatan;
3) ruangan khusus;
4) lemari pencampuran Biological Safety Cabinet; dan
5) kantong khusus untuk nutrisi parenteral.
33
Menurut Nebeker JR dkk. dalam tulisannya Clarifying Adverse Drug Events: A Clinician’s
Guide to terminology, Documentation, and Reporting, serta dari Glossary AHRQ (Agency for
Healthcare Research and Quality) dapat disimpulkan definisi beberapa istilah yang berhubungan
dengan cedera akibat obat sebagaimana yang disajikan dalam Tabel 1.
34
effect) mengganggu atau menimbulkan penisilin.
cedera pada penggunaan obat Mengantuk pada penggunaan
dosis lazim CTM
Sama dengan ROTD tapi dilihat
dari sudut pandang obat. ROTD
dilihat dari sudut pandang
pasien.
• Medication Error Kejadian yang dapat dicegah Peresepan obat yang
akibat penggunaan obat, yang tidak rasional.
menyebabkan cedera. Kesalahan perhitungan
dosis pada peracikan.
Ketidakpatuhan pasien
sehingga terjadi dosis
berlebih.
• Efek Samping Efek yang dapat diprediksi, (sebaiknya istilah ini
tergantung pada dosis, yang dihindarkan)
bukan efek tujuan obat. Efek
samping dapat dikehendaki,
tidak dikehendaki, atau tidak
ada kaitannya.
Apoteker harus mampu mengenali istilah-istilah di atas beserta contohnya sehingga dapat
membedakan dan mengidentifikasi kejadian-kejadian yang berkaitan dengan cedera akibat
penggunaan obat dalam melaksanakan program Keselamatan pasien.
Berdasarkan laporan IOM (Institute of Medicine) tentang adverse event yang dialami pasien,
disebutkan bahwa insiden berhubungan dengan pengobatan menempati urutan utama. Disimak dari
aspek biaya, kejadian 459 adverse drug event dari 14732 bernilai sebesar $348 juta, senilai $159 juta
yang dapat dicegah (265 dari 459 kejadian). Sebagian besar tidak menimbulkan cedera namun tetap
menimbulkan konsekuensi biaya.
Atas kejadian tersebut, IOM merekomendasikan untuk :
1. Menetapkan suatu fokus nasional terhadap isu tersebut
2. Mengembangkan suatu sistem pelaporan kesalahan secara nasional
3. Meningkatkan standar organisasi
4. Menciptakan sistem keselamatan dalam organisasi kesehatan.
Penelitian terbaru (Allin Hospital) menunjukkan 2% dari pasien masuk rumah sakit
mengalami adverse drug event yang berdampak meningkatnya Length Of Stay (LOS) 4.6 hari dan
meningkatkan biaya kesehatan $ 4.7000 dari setiap pasien yang masuk rumah sakit. Temuan ini
merubah tujuan pelayanan farmasi rumah sakit tersebut : a fail-safe system that is free of errors. Studi
35
yang dilakukan Bagian Farmakologi Universitas Gajah Mada (UGM) antara 2001-2003 menunjukkan
bahwa medication error terjadi pada 97% pasien Intensive Care Unit (ICU) antara lain dalam bentuk
dosis berlebihan atau kurang, frekuensi pemberian keliru dan cara pemberian yang tidak tepat.
Lingkup perpindahan/perjalanan obat (meliputi obat, alat kesehatan, obat untuk diagnostik, gas medis,
anastesi) : obat dibawa pasien di komunitas, di rumah sakit, pindah antar ruang, antar rumah sakit,
rujukan, pulang, apotek, praktek dokter. Multidisiplin problem : dipetakan dalam proses penggunaan
obat : pasien/care giver, dokter, apoteker, perawat, tenaga asisten apoteker, mahasiswa, teknik,
administrasi, pabrik obat. Kejadian medication error dimungkinkan tidak mudah untuk dikenali,
diperlukan kompetensi dan pengalaman, kerjasama-tahap proses.
Tujuan utama farmakoterapi adalah mencapai kepastian keluaran klinik sehingga
meningkatkan kualitas hidup pasien dan meminimalkan risiko baik yang tampak maupun yang
potensial meliputi obat (bebas maupun dengan resep), alat kesehatan pendukung proses pengobatan
(drug administration devices). Timbulnya kejadian yang tidak sesuai dengan tujuan
(incidence/hazard) dikatakan sebagai drug misadventuring, terdiri dari medication errors dan adverse
drug reaction.
Ada beberapa pengelompokan medication error sesuai dengan dampak dan proses (tabel 2
dan 3). Konsistensi pengelompokan ini penting sebagai dasar analisa dan intervensi yang tepat.
36
mengakibatkan pasien harus
dirawat lebih lama di rumah
sakit serta memberikan efek
buruk yang sifatnya sementara
G Terjadi kesalahan yang
mengakibatkan efek buruk yang
bersifat permanen
H Terjadi kesalahan dan hampir
merenggut nyawa pasien
contoh syok anafilaktik
Error, I Terjadi kesalahan dan pasien
Death meninggal dunia
37
yang tidak berkompeten
Wrong administration Menggunakan cara pemberian yang keliru
technique termasuk misalnya menyiapkan obat dengan
teknik yang tidak dibenarkan (misalkan obat im
diberikan iv)
Wrong time Obat diberikan tidak sesuai dengan jadwal
pemberian atau diluar jadwal yang ditetapkan
Pelayanan laboratorium merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang diperlukan untuk
menunjang upaya peningkatan kesehatan, pencegaham dan pengobatan penyakit, serta pemulihan
kesehatan. Sebagai komponen penting dalam pelayanan kesehatan, hasil pemeriksaan laboratorium
digunakan untuk penetapan diagnosis, pemberian pengobatan dan pemantauan hasil pengobatan, serta
penentuan prognosis. Oleh karena itu hasil pemeriksaan laboratorium harus selalu terjamin mutunya.
Ruang Lingkup
Ruang lingkup pelayanan Instalasi Laboratorium RSJD Atma Husada Mahakam meliputi:
Batasan Operasional
1. Pemeriksaan Hematologi
38
Pemeriksaan yang mencakup beberapa pemeriksaan antara lain hematologi rutin, hematologi
lengkap, golongan darah, hitung retikulosit, hitung eosinofil, morfologi sel darah.
2. Pemeriksaan Kimia Darah
Pemeriksaan yang mencakup beberapa pemeriksaan antara lain: glukosa, fungsi hati lengkap,
fungsi ginjal pemeriksaan lifid.
3. Pemeriksaan Urin
Pemeriksaan yang mencakup beberapa pemeriksaan yang membutuhkan bahan urin antara
lain: urin rutin, urin lengkap, tes kehamilan dan drug monitoring.
4. Pemeriksaan Feses
Pemeriksaan yang mencakup beberapa pemeriksaan yang membutuhkan bahan dari feses
antara lain: feses lengkap dan darah samar.
5. Pemeriksaan Serologi/Imunologi
Pemeriksaan yang mencakup beberapa pemeriksaan yang memerlukan serum sebagai bahan
pemeriksaan, adapun pemeriksaannya antara lain: HBsAg, Anti HBs,Widal.
6. Pemeriksaan Bakteriologi/Mikrobiologi
Pemeriksaan yang mencakup beberapa pemeriksaan antara lain Sputum Basil Tahan Asam.
39
a. Dokter memberi instruksi pemeriksaan laboratorium, dibuat formulir pemeriksaan
laboratorium yang ditandatangani oleh dokter yang meminta
b. Formulir laboratorium harus diisi lengkap: nama, umur, jenis kelamin, jenis pemeriksaan,
ruangan pasien,jenis jaminan yang digunakan..
c. Perawat di IRNA mengambil spesimen pasien sesuai instruksi jenis permintaan pemeriksaan
dan kemudian membawa spesimen dan lembar permintaan ke Laboratorium
d. Petugas Laboratorium memberi label pada spesimen yang telah diambil dan membuat tagihan
pembayaran pemeriksaan.
e. Setelah menerima spesimen, analis segera melakukan pemeriksaan
f. Setelah hasil pemeriksaan selesai,hasiilnya ditulis manual atau diinput ke komputer dan
dicetak hasilnya
g. Hasil pemeriksaan laboratorium diberitau kepada perawat bahwa pemeriksaan laboratorium
sudah selesai dan boleh diambil dengan menandatangani buku pengambilan hasil
laboratorium
Cito
Albumin 30 menit
Ureum 30 menit
Creatinin 30 menit
40
Ket : hal tersebut di atas berlaku bila semua keadaan baik dan untuk hitung jenis leukosit tidak
ditemukan sel muda, karena akan dikonsultasikan ke penanggung jawab laboratorium.
1. Lokasi pengambilan 2/3 ujung jari pada orang dewasa, daun telinga pada anak, tumit pada
bayi
2. Desinfeksi bagian yang akan ditusuk dengan kapas alcohol
3. Tusuk dengan lanset secepat mungkin
4. Buang tetes darah pertama dengan kapas kering, kemudian tampug darah selanjutnya
5. Rekatkan lokasi tusukan dengan plester
6.
41
B.3. DARAH ARTERI
B. 4. URIN
1. Urin yang pertama dikeluarkan pada pagi hari setelah bangun tidur
2. Urin ditampung ke dalam pot urin bersih dan tertutup
3. Beri label identitas pasien
B. 5. FESES
1. Ambil sedikit feses ke dalam wadah bersih dan tertutup, jangan bercampur dengan urin
2. Ambil bagian yang ada darah dan lendirnya
B.6. SPUTUM
1. Ambil sputum pada saat pertama kali pasien bangun tidur pagi hari
2. Tampung pada wadah bersih, kering dan bermulut besar dan tertutup
1. Tamping semua SPESIMEN pada wadah bersih, kering dan bermulut lebar
B.8. SEKRET/SWAB
42
1. Bahan diambil dari swab vagina, uretra, tenggorok, telinga, hidug sesuai dengan permintaan
dokter
B.9. KULTUR
1. Pada pemeriksaan kultur, SPESIMEN ditampung pada wadah bersih dan steril
B. PENGOLAHAN SPESIMEN
1. Spesimen disimpan dalam wadah yang bertutup rapat, terbuat dari bahan yang tidak mudah pecah
atau bocor.
2. Wadah diberi label berisi tentang tulisan identitas pasien, tanggal, jam pengambilan, jenis
spesimen, dan jenis tes yang diminta
3. Wadah yang sudah mengandung spesimen ditempatkan pada lingkungan yang sesuai dengan
tenggang waktu penyimpanan sesuai dengan jenis tes yang diminta misalnya :
a. Darah lengkap untuk tes:
- Darah rutin, feritin (darah EDTA) : spesimen stabil disimpan sampai 2 jam pada suhu
kamar atau disimpan pada suhu 4° C sampai 24 jam.
- Sediaan apus darah tepi(darah EDTA) : spesimen stabil disimpan sampai 2 jam pada suhu
kamar
- Hitung retikulosit (darah EDTA) : spesimen stabil disimpan sampai 2 jam pada suhu
kamar
- Tes Coomb: spesimen stabil disimpan sampai 2 jam pada suhu kamar.
- HbA1c (darah sitrat, EDTA,heparin atau oxalat). Spesimen stabil disimpan pada suhu 15-
25°C selama 2 minggu, pada suhu 2-8°C selama 4 minggu atau untuk penyimpanan
dalam jangka waktu yang lama dapat disimpan dalam freezer
- Troponin T (darah vena dengan EDTA/heparin): spesimen stabil disimpan selama 8 jam
pada suhu kamar. Tidak boleh dibekukan atau didinginkan.
43
- Tes Analisis gas darah : darah lengkap (arteri) dengan heparin : spesimen stabil sampai 5
menit setelah pengambilan pada suhu kamar, 1-2 jam pada suhu 2-5° C
b. Serum/plasma untuk tes :
- Fe dan TIBC (serum): spesimen stabil disimpan pada suhu kamar selama 4 hari, dan
dapat bertahan selama 7 had pada suhu,4°C
- Glukosa : serum stabil disimpan sampai 2 jam pada suhu kamar, plasma stabil disimpan
sampai 1 jam pada suhu kamar. Untuk mendapatkan stabilitas yang lebih lama maka pada
spesimen untuk tes glukosa yang akan disimpan dapat ditambahkan glikolisis inhibitor(
Natrium fluorida 2,5 mg / ml darah), dan spesimen ini dapat stabil pada suhu 15-25 °C
selama 24 jam, dan stabil selama 10 hari pada suhu 4° C
- Fraksi lipid (serum /plasma EDTA,heparin): stabil disimpan pada suhu 4° C selama 5-7
hari, pada suhu -20°C selama 3 bulan. Pada sampel lipemik dilarutkan dengan NaCI 0,9
% 1:4, dan sampel ini dapat disimpan selama 3 hari pada suhu 4°C.
- CK (Creatine Kinase),CK MB (serum /plasma EDTA,heparin): stabil disimpan 24 jam
pada suhu kamar ,dan 1 minggu pada suhu 4°C
- LDH (serum /plasma EDTA.heparin) : stabil disimpan selama 2 hari pada suhu 4°C
- Tes fungsi ginjal ( ureum, kreatinin ): Digunakan spesimen serum/ plasma heparin,
sebaiknya diperiksa beberapa jam setelah pengambilan, atau disimpan dalam lemari
pendingin .
- Tes serologis hepatitis ( Anti HAV.HbsAg, Anti HBs.Anti HBc lgM,Anti HCV) :
Digunakan spesimen serum/ plasma EDTA, heparin, sitrat. Spesimen ini stabil selama 3
hari pada suhu 2-8°C, stabil selama 3 bulan pada suhu -20°C
- Tes fungsi tiroid (TSH, TSHs, FT4,T4,T3 )
Digunakan spesimen serum/ plasma EDTA, heparin, sitrat. Spesimen ini stabil selama 3
hari pada suhu 2-8°C, stabil selama 3 bulan pada suhu -20°C
- Tes ANT1 HIV-1,HIV-2 : Digunakan spesimen serum/ plasma EDTA, heparin, sitrat.
Spesimen ini stabil selama 3 -7 hari pada suhu 2-8°C, stabil selama 3 bulan pada suhu -
20°C
- Tes Elektrolit (Natrium,Kalium.Clorida) :
Darah lengkap dengan heparin (lithium/Na-heparin), dapat disimpan sampai 1 jam
setelah pengambilan.
Serum/ plasma heparin (lithium/Na - heparin), spesimen ini stabil disimpan selama 10
hari pada suhu 2-8°C
c. Urin
Stabil sampai 2 jam pada suhu kamar, jika terpaksa ditunda > 2 jam maka urin disimpan pada
suhu 4°C, bila perlu gunakan pengawet urin (lihat SOP cara pengambilan sampel). Pemilihan
44
jenis pengawet harus diperhatikan agar tidak menimbulkan kesalahan dalam interpretasi
hasil).
d. Cairan otak, cairan serosa dan cairan sendi Pemeriksaan harus dilakukan segera setelah bahan
diambil. Jika terpaksa ditunda, bahan disimpan dalam suhu 2-8 0, tidak lebih dari 24 jam
e. Cairan semen
Pemeriksaan harus segera dilakukan setelah pengumpulan semen
f. Tes Bakteriologi
- Penyimpanan untuk bakteri tertentu (darah) dilakukan pada suhu kamar, tetapi tidak boleh
lebih dari 24 jam. Tidak boleh disimpan dalam lemari es.
- Spesimen untuk isolasi bakteri seperti streptococcus pyogenes harus disimpan dalam
transport medium
- Darah yang mengandung sedikit bakteri disimpan pada medium enrichmen, misalnya
Salmonella spp dalam medium empedu
- Spesimen untuk isolasi Neisseria gonorrhoae (sekret ) tidak boleh disimpan dalam suhu
dingin, tetapi harus dalam situasi mikroaerofilik atau disimpan dalam medium transport
(medium stuart)
- Urin disimpan pada suhu 2-80 C, tidak lebih dari 18 jam
- Tinja : dapat disimpan selama 2 jam pada suhu kamar. Bila > 2 jam tinja dimasukkan
dalam media carry & Blair pada suhu kamar, atau pada suhu 2-8°C
- Pus, sekret: dapat disimpan selama 2 jam pada suhu kamar. Bila > 2 jam simpan pada
suhu 2-8° C
- Cairan otak, cairan serosa dan cairan sendi. Dapat disimpan sampai 1 jam pada suhu
kamar, atau dalam media transport dan pada suhu 2-8°C untuk beberapa jam saja.
E PEMERIKSAAN LABORATORIUM
45
HEMATOLOGI:
1. Lengkap (Rutin+LED) Darah EDTA 2 ml Unggu Setiap hari
2. Gol.Darah/Rh Darah EDTA 2 ml Unggu Setiap hari
3. LED Darah EDTA 2 ml Unggu Setiap hari
4. Gambaran Darah Tepi Darah EDTA 2 ml Unggu Setiap hari
5. Malaria Darah EDTA 2 ml Unggu Setiap kamis
Setiap hari
HEMOSTASIS:
1. Waktu perdarahan (BT) Darah - Setiap hari
2. Waktu pembekuan (CT) Darah Setiap hari
URINALISIS:
1. Lengkap (Rutin+Sedimen) Urin segar 10 ml Botol Urine Setiap hari
2. Sedimen urin Urin segar 10 ml Botol Urine Setiap hari
3. Tes kehamilan Urin segar 10 ml Botol Urine Setiap hari
4. Tes Napza Urin segar 10 ml Botol Urine Setiap hari
Urine segar 2-5 ml Botol Urine Setiap hari
FESES:
a) Feses lengkap Feses Boto Feces Setiap hari
b) Darah samar Feses Boto Feces Setiap hari
KIMIA KLINIK:
1. Glukosa puasa Serum0,5 ml Merah Setiap hari
2. Glukosa 2 jam PP Serum 0,5 ml Merah Setiap hari
3. Glukosa sewaktu Serum 0,5 ml Merah Setiap hari
4. HbA1c Serum 0,5 ml Merah Setiap hari
5. Kolesterol total Serum 0,5 ml Merah Setiap hari
6. LDL Serum 0,5 ml Merah Setiap hari
7. HDL Serum 0,5 ml Merah Setiap hari
8. Trigliserida Serum 0,5 ml Merah Setiap hari
9. Ureum Serum 0,5 ml Merah Setiap hari
10. Kreatinin Serum 0,5 ml Merah Setiap hari
11. Asam urat Serum 0,5 ml Merah Setiap hari
12. Protein total Serum 0,5 ml Merah Setiap hari
13. Albumin Serum 0,5 ml Merah Setiap hari
14. Globulin Serum 0,5 ml Merah Setiap hari
46
15. Bilirubin total Serum 0,5 ml Merah Setiap hari
16. Bilirubin Direk Serum 0,5 ml Merah Setiap hari
17. Bilirubin Indirek Serum 0,5 ml Merah Setiap hari
18. SGOT Serum 0,5 ml Merah Setiap hari
19. SGPT Serum 0,5 ml Merah Setiap hari
20. Gamma GT Serum 0,5 ml Merah Setiap hari
21. Alkali Fosfatase Serum 0,5 ml Merah Setiap hari
SEROLOGI
1. Widal Serum 0,5 ml Merah Setiap hari
2. HBsAg Serum 0,5 ml Merah Setiap hari
3. Anti HBs Serum 0,5 ml Merah Setiap hari
4. Anti HCV Serum 0,5 ml Merah Setiap hari
F. PENGELOLAAN LIMBAH
1. Pemisahan Limbah
a) Limbah dipisahkan ke dalam kantong kuning untuk sampah infeksius dan container
dengan kantong sampah hitam untuk sampah non infeksius
b) Limbah benda tajam bekas dimasukkan ke dalam wadah khusus benda tajam yang tahan
tusukan seperti jerigen bekas
c) Labeli tempat sampah
d) Pergunakan alat pelindung setiap menangani limbah
a) Periksa kantong limbah jerigen, jika sudah mencapai ¾ jerigen ganti dengan kantong
limbah/jerigen yang penuh tadi agar limbah tidak tumpah atau berceceran
b) Jerigen yang ¾ penuh tadi diambil oleh petugas cleaning service dan dibawa ke tempat
pengolahan limbah
c) Limbah benda tajam dikumpulkan pada wadah yang tahan tusuk, kemudian diambil oleh
petugas cleaning service dan dibawa ke tempat pengolahan limbah
c) Kode warna yang disarankan untuk limbah khusus:
1) Hitam : Limbah Rumah tangga biasa,tidak digunakan untuk menyimpan atau
47
Mengangkut limbah klinis
2) Kuning : Semua limbah infeksius
3) Unggu : limbah beracun
a) Isi buku sesuai hasil pemeriksaan yang tercantum pada monitor alat
b) Kepala Ruangan mencocokkan hasil yang tercantum
a) Petugas menuliskan hasil di Lembar hasil Pemeriksaan sesuai dengan permintaan yang
dichecklist oleh DPJP Pasien
Pengetikan hasil di Lembar Hasil Laboratorium sebagai berikut :
a) Ketik semua identitas pasien
b) Ketik tanggal pemeriksaan
c) Ketik nama dokter pengirim
d) Ketik diagnosis sementara pasien
e) Ketik hasil sesuai dengan yang tercantum di Lembar Permintaan Pemeriksaan
b) Kepala Ruangan memvalidasi hasil yang tercantum,
a) DPJP Laboratorium mencocokkan dan memvalidasi setiap jenis pemeriksaan per pasien
b) DPJP Laboratorium memberikan ekspertise
c) DPJP menandatangani Lembar Hasil Laboratorium
Laporan jumlah pemeriksaan laboratorium dilakukan setiap hari dalam bentuk laporan
harian,bulanaan dan tahunaan .
LOGISTIK
48
Prosedur :
1. Kepala Instalasi setiap tahun berjalan megusulkan daftar reagen dan Bahan Habis Pakai
selama satu tahun berikutnya kebagian perencanan Rumah sakit .
2. Kepala Ruangan membuat surat permintaan reagen dan bahan habis pakai sesuai
kebutuhan setiap bulan dengan persetujuan kuasa pengguna anggaran( KPA),Pejabat
pelaksana teknis kegiatan (PPTK), dan Apoteker.Setelah reagen dan bahan habis pakai
Diterima oleh panitia penerima barang kemudian di serakkan ke laboratorium
1. Semua reagen yang diterima dicatat di dalam buku penerima Reagenyang berisi nama
reagen dan bahan habis pakai, tanggal penerimaan , jumlah dan tanggal saat reagen dan
bahan habis pakai diterima
2. Kepala Ruangan mencatat semua pemakaian reagen dan bahan habis pakai dan membuat
laporan stock bulanan
Pengertian : Alat tulis kantor dan rumah tangga adalah sarana berupa alat-alat yang
dibutuhkan sehari-hari untuk mendukung kegiatan laboratorium
Tujuan : Untuk memperlancar kegiatan di laboratorium
Kebijakan : Terpenuhinya kebutuhan di laboratorium
Prosedur :
1. Setiap tahun petugas administrasi atau petugas rumah tangga membuat daftar kebutuhan
barang alat tulis kantor dan rumah tangga dalam Daftar Kebutuhan dan diketahui oleh Kepala
Instalasi dan Ka.si Penunjang Medis
2. Setiap bulan petugas administrasi atau petugas rumah tangga membuat daftar kebutuhan
barang alat tulis kantor dan rumah tangga dalam buku permintaan (anfrak)
3. Buku permintaan berisi daftar nama alat yang dibutuhkan, jumlah dan diberikan keterangan
4. Petugas anfrak membawa buku permintaan ke Bagian Pengadaan ATK dan gudang
perlengkapan
5. Semua ATK dan RT yang diterima dicatat dalam buku permintaan yang berisi nama ATK dan
RT, jumlah dan tanggal pengambilan
6. Petugas mencatat semua pemakaian ATK dan RT dan membuat laporan bulanan
Pengertian : Alat Kesehatan adalah alat-alat yang dipakai untuk analisis spesimen
49
Kebijakan : Terpenuhinya alat pemeriksaa spesimen pasien
Prosedur :
1. Kepala Instalasi setiap tahun berjalan mengisi Daftar Alat Kesehatan dan Daftar
Sarana dan Prasarana selama satu tahun berikutnya yang telah disiapkan oleh Bidang
Logistik dan mengembalikan daftar tersebut ke Bidang Logistik
2. Kepala Instalasi mengisi daftar kebutuhan yang berisikan nama alat, spesifikasi,
jumlah dan keterangan
3. Pengadaan alat kesehatan akan melalui proses tender
4. Alat kesehatan diadakan sesuai dengan prioritas laboratorium
5. Alat kesehatan yang tiba di Laboratorium harus dicatat dalam Kartu Inventaris
Ruangan
6. Alat kesehatan harus menjalani uji fungsi dan pelatihan teknis terhadap tenaga analis
oleh teknisi yang disediakan
KESELAMATAN PASIEN
Pengertian
Sistem dimana laboratorium membuat asuhan untuk keselamatan pasien
Tujuan
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien
2. Menurunnya kejadian yang tidak diharapkan
3. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian
yang tidak diharapkan
50
b. Persiapan pasien : persiapan pasien harus sesuai persyaratan
c. Pengambilan dan penerimaan spesimen : pengumpulan spesimen secara benar
d. Penanganan spesimen
1) Pengolahan spesimen
2) Kondisi menyimpan spesimen harus tepat
3) Kondisi pengiriman spesimen harus tepat
e. Persiapan spesimen untuk analisa
1) Kondisi spesimen harus memenuhi syarat
2) Volume spesimen harus sesuai protocol
3) Perhatikan identifikasi spesiemen
Tahap Analitik
a. Persiapan reagen
1) Reagen harus memenuhi syarat
2) Tidak dalam masa kadaluarsa
3) Cara pelarutan/pencampuran harus benar
4) Pelarut (aquadest) harus memenuhi syarat
b. Pipetasi reagen dan spesimen
1) Semua peralatan laboratorium yang digunakan harus bersih dan memenuhi syarat
2) Kalibrasi pipet secara berkala
3) Lakukan pipetasi secara benar
c. Inkubasi
1) Suhu inkubasi harus sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan
2) Waktu inkubasi harus tepat
d. Pemeriksaan
Alat dan instrument harus berfungsi dengan baik
Tahap Pascaanalitik
a. Pembacaan hasil
1) Penghitungan
2) Pengukuran
3) Identifikasi
b. Pelaporan hasil
1) Hasil ditulis dengan jelas
2) Jangan salah transkrip
c. Validasi hasil
1) DPJP Laboratorium memvalidasi semua hasil pasien
51
d. Ekspertise
2) DPJP Laboratorium memberikan ekspertise semua hasil pasien
KESELAMATAN KERJA
Pengertian
Sistem dimana laboratorium membuat asuhan keselamatan kerja
Tujuan
1. Terciptanya budaya keselamatan kerja
2. Menurunnya kejadian yang tidak diharapkan
3. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian
yang tidak diharapkan
1. Mencegah tertular bahan berbahaya dan terkontaminasi bahan infeskius pada kulit, mulut,
mata atau luka, pakailah jas laboratorium, sarung tangan dan masker
2. Sesudah mengambil spesimen (darah), kumpulkan jarum dan semprit di tempat tertentu dan
cegah jangan sampai tertusuk jarum tersebut
3. Spesimen dimasukkan ke dalam wadah tertentu yang tahan bocor dan tertutup rapat dengan
label identitas pasien
4. Petugas tidak boleh makan, minum atau merokok waktu sampling
5. Penyimpanan spesimen di dalam lemari es jika tidak segera dilakukan tes
C.2. ANALITIK
a.Penggunaan Pipet
1. Pengolahan spesimen dan melakukan tes harus hati-hati dan menganggap semua bahan
infeksius
2. Mencegah tertular bahan berbahaya dan atau terkontaminasi bahan infeksius pada kulit,
mulut, mata atau luka, pakailah jas laboratorium, masker dan sarung tangan
3. Jangan memipet dengan mulut, gunakan alat bantu pipet
4. Jangan meniup udara maupun mencampur bahan infeksius dengan cara menghisap atau
meniup cairan lewat pipet
5. Tindakan jika terjadi tumpahan bahan kimia:
a. Beritahu petugas keamanan kerja laboratorium dan jauhkan petugas yang tidak
berkepentingan dari lokasi tumpahan
b. Upayakan pertolongan bagi petugas laboratorium yang cedera
52
c. Jika bahan kimia yang tumpah adalah bahan yang mudah terbakar, segera matikan
semua api dan gas dalam ruangan tersebut dan ruangan yang berdekatan. Matikan
peralatan listrik yang mungkin mengeluarkan bunga api
d. Jangan menghirup bau dari bahan yang tumpah
b. Penggunaan Sentrifus
d. Mencegah tertelan dan terkenanya kulit serta mata oleh bahan infeksius:
c.3.PASCA ANALITIK
1. Jarum/ benda tajam yang terkontaminasi dimasukkan ke dalam wadah tahan tusukan
kemudian diinsenerasi
53
2. Limbah cairan infeksius/darah dan produknya dimasukkan ke dalam jerigen ¾ penuh
kemudian petugas sanitasi mengambil jerigen tersebut kemudian diolah
3. Limbah padat berupa sampah infeksius dimasukkan ke dalam kantung plastik warna
kuning dan sampah rumah tangga dimasukkan ke dalam kantung plastic hitam
a. Kebakaran
1) Beri pertolongan pertama pada orang yang terkena, kalau perlu dipindahkan ke unit
lain
2) Beri peringatan kepada orang yang berada di sekitar lokasi
3) Putus aliran listrik bila diperlukan pemadaman dengan APAR
4) Tulis berita acara kejadian
1) Tumpahan dan wadahnya ditutup dengan kain atau tisu yag dibasahi desinfektan
2) Kain tersebut dibuang di wadah infeksius
3) Wadah didesinfeksi atau otoklaf
1) Keluarkan darah dengan pijatan keras sekitar luka tusuk tadi di bawah pancuran air
selama kurang lebih 1-2 menit
2) Tutup luka dengan kapas betadin kemudian diplester
3) Tulis dalam berita acara kejadian dan kirim ke instalasi rawat darurat
d. Pecahan gelas
54
3) Pakailah masker dan sarung tangan
4) Bila tumpahan mudah terbakar, matikan semua api, gas dan listrik yang mungkin
mengeluarkan api
5) Bahan kimia asam dan korosif, netralkan dengan abu soda atau natrium bikarbonat
6) Bahan kimia alkali, taburkan pasir di atasnya, bersihkan dan angkat dengan serokan dan
buang dalam kantung plastic bahan beracun
3.PEMAKAIAN MASKER
Pengertian : Suatu alat penutup mulut dan hidung
Tujuan : Untuk melindungi diri dari infeksi yang ditularkan melalui ‘droplet’ dan
mencegah penularan infeksi ‘droplet’ dari petugas ke petugas lain dan
pasien
Kebijakan : Upaya kesehatan dan keselamatan kerja melindungi petugas dari infeksi
silang
Prosedur : 1. Masker tersedia dalam keadaan bersih
2. Masker dipasang menutupi hidung dan mulut
3. Tali masker ditalikan di belakang kepala
55
4. Setelah dipakai ditempatkan di sampah medis
5. Dipakai di ruang penyakit menular
6. Dipakai saat pemeriksaan tuberkulosis
7. Dipakai di rumah tangga dan gudang arsip
56
PENGENDALIAN MUTU
A. PRA ANALITIK
1. PERSIAPAN PENDERITA
a. Pengaruh makanan
Dianjurkan pengambilan darah dilakukan 12 jam setelah makan terakhir
b. Fluktuasi sehari-hari
Nilai normal dari literatur berdasarkan pada pengambilan sampel pagi hari, maka dianjurkan
pengambilan darah pada pagi hari biasanya sebelum jam 09.00 pagi
c. Keadaan tubuh
Darah sebaiknya diambil pada keadaan tubuh yang sama biasanya pada keadaan duduk
d. Obat-obatan
Jika hasil analisa dipengaruhi oleh obat-obatan tertentu, maka obat tersebut harus dihentikan
beberapa hari sebelum pengambilan darah
a. Pemberian identitas
- Nomor/kode specimen
57
4) Formulir hasil mencantumkan:
- Tanggal pemeriksaan
- Identitas pasien
- Nomor/kode laboratorium
- Satuan hasil pemeriksaan
- Nilai rentang parameter
- Tanggal hasil pemeriksaan laboratorium dikeluarkan
- Tanda tangan penanggung jawab
b. Penerimaan spesimen
1) Cocokkan spesimen yang diterima dengan permintaan formulir pemeriksaan, catat kondisi
spesimen, volume, warna, kekeruhan, bau, konsistensi, dll
2) Spesimen yang tidak memenuhi syarat sebaiknya ditolak
c. Pengambilan spesimen
1) Waktu pengambilan
Umumnya pagi hari kecuali keadaan tertentu:
• Demam tifoid: widal pada fase akut
• Tuberculosis: sputum setelah bangun tidur
• Serangan jantung: enzim-enzim jantung segera setelah serangan
2) Volume spesimen: sesuai kebutuhan pemeriksaan
3) Cara pengambilan spesimen: oleh tenaga terampil dan dengan cara yang benar
4) Lokasi: sesuai jenis pemeriksaan yang diminta
• Darah vena
• Biakan: sedang mengalami infeksi
5) Peralatan: harus bersih, kering, tidak mengandung bahan kimia/deterjen, mudah dicuci
58
e. Pengawet: disesuaikan dengan pemeriksaan
f. Pengiriman spesimen
Syarat:
1) Kecepatan
2) Tidak terkena sinar matahari
3) Kemasansesuai syarat keselamatan kerja
4) Kemasan diberi label “Bahan Pemeriksaan Infeksius”
5) Suhu disesuaikan
6) Transport media yang sesuai dan masih baik
3. PENYIMPANAN SPESIMEN
Menghindari kontaminasi:
a. Sampel harus selalu disimpan dalam botol/tabung tertutup rapat memakai sarung tangan
disposibel saat mengerjakan spesimen
b. Menghindari sinar:
1) Spesimen harus disimpan dalam tabung gelap di dalam lemari es
2) Spesimen harus disimpan dalam botol tertutup rapat
c. Stabilitas
d. Penyimpanan serum/plasma
1) Suhu kamar (15-25°C) selama 4 jam
2) Suhu 4°C selama 24 jam
3) Jika spesimen tidak dapat diperiksa pada hari yang sama dengan pengambilan darah
maka spesimen harus dibekukan -12°C-20°C
B. ANALITIK
1. Pipetting
a. Pastikan bahwa spesimen, reagensia, serum control telah berada pada suhu pemeriksaan
b. Apakah suhu waterbath sesuai
59
c. Apakah lamanya inkubasi pada suhu yang telah ditentukan
C. PASCAANALITIK
Evaluasi:
Pemantapan mutu eksternal (PME) adalah kegiatan yang diselenggarakan oleh pihak lain di
luar laboratorium secara periodic untuk memantau dan menilai penampilan laboratorium dalam
bidang pemeriksaan yang ditentukan.
60
E. PERHITUNGAN BERDASARKAN RASIO PESERTA PENDIDIKAN
Pada Bimbingan Klinis Kedokteran terdapat 4 orang pembimbing, maka Rumah Sakit Jiwa
Atma Husada Mahakam hanya dapat menerima maksimal 20 orang peserta didik per
periodenya. Sedangkan di bidang Keperawatan jiwa terdapat 25 orang perseptor klinis
sehingga bimbingan hanya dibatasi pada 100 orang perseptee perperiodenya. Begitupula pada
kefarmasian yang hanya memiliki 2 orang pembimbing klinik sehingga mahasiswa yang dapat
maksimal dibimbing nantinya pun adalah 10 orang perperiodenya. Jumlah peserta didik yang
sama yaitu 10 orang pada bimbingan klinis laboratorium juga dikarenakan jumlah
pembimbing klinis laboratorium yang hanya terdiri dari 2 orang .
Dengan adanya pembatasan jumlah peserta didik demikian, maka diharapkan pembimbing
klinik dapat memaksimalkan bimbingannya tanpa meninggalkan atau terhambat dalam
melaksanakan pelayananannya yang menjadi pokok tugasnya.
61
BAB III
DOKUMENTASI
Semua Pembimbing Klinik yang melakukan atau telah mendapatkan sk sebagai pembimbing klinik
wajib mendokumentasikan kegiatan bimbingannya ke dalam format - format yang telah diatur
bersama berdasarkan kebijakan divisi masing-masing. Pendokumentasian tersebut dimulai sejak
orientasi dan sampai akhir yaitu terminasi pada pasien.
Kontrak Pembelajaran disampaikan pada saat masa orientasi peserta didik. Dikarenakan Rumah Sakit
Jiwa Atma Husada bukan rumah sakit pendidikan sehingga capaian kompetensi persepti atau peserta
didik berdasarkan target yang telah disusun oleh institusi pendidikan. Sehingga perceptor klinis akan
menyampaikan kontrak pembelajaran dalam bentuk skema target wajib yang harus dipenuhi oleh
peserta didik setiap didiknya
62
BAB IV
PENUTUP
Demikian Buku Pedoman Pengelolaan dan Pengawasan Pelaksanaan Pendidikan klinis ini disusun,
semoga dapat memberikan tuntunan yang baik bagi seluruh pembimbing klinik di RS. Sehingga
pendidikan klinis yang terjamin mutu pelayananannya dan keselamatan pasiennya dapat tercapai.
Harapannya semoga buku pedoman ini dapat terus berkembang menjadi lebih baik dengan berbagai
evaluasi serta masukkan yang diberikan sehingga pengelolaan dan pengawasan pendidikan dapat
mengikuti perubahan dunia pendidikn klinis yang terkini.
63