Anda di halaman 1dari 18

1.

Pembentukan BPUPKI

Pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia/ BPUPKI

Pada tanggal 1 Maret 1945 panglima tentara ke-16 Letnan Jenderal Kumakichi Harada
mengumumkan dibentuknya suatu Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia atau disebut Dokuritsu Junbi Cosakai. Tujuan pembentukan BPUPKI adalah untuk
mempelajari dan menyelidiki hal-hal penting yang berhubungan dengan segi politik, ekonomi, dan
tata pemerintahan yang dibutuhkan dalam usaha pembentukan negara merdeka Indonesia.

Pengangkatan anggota BPUPKI yang berjumlah 67 orang diumumkan pada tanggal 29 April 1945.
Sebagai ketua BPUPKI adalah dr. Rajiman Wedyodiningrat, sebagai wakil ketua diangkat dua orang,
yaitu R.P Suroso dan orang Jepang yang bernama Ichibangase. Upacara peresmian BPUPKI
dilaksanaklan pada tanggal 28 Mei 1945 dihadiri oleh seluruh anggota dan dua pembesar Jepang
yaitu Jenderal Itagaki (Panglima Tentara Wilayah ke-7 yang bermarkas di Singapura dan
membawahi tentara-tentara yang bertugas di Indonesia) dan Panglima tentara ke-16 yang
baruyaitu Letnan Jenderal Nagano. Sidang-sidang yang dilaksanakan BPUPKI..

2. Rumusan Rumusan Pancasila

Rumusan I: Moh. Yamin


Pada sesi pertama persidangan BPUPKI yang dilaksanakan pada 29 Mei 1 Juni 1945 beberapa
anggota BPUPKI diminta untuk menyampaikan usulan mengenai bahan-bahan konstitusi dan
rancangan blue print Negara Republik Indonesia yang akan didirikan. Pada tanggal 29 Mei 1945
Mr. Mohammad Yamin menyampaikan usul dasar negara dihadapan sidang pleno BPUPKI baik
dalam pidato maupun secara tertulis yang disampaikan kepada BPUPKI.

Rumusan Pidato
Baik dalam kerangka uraian pidato maupun dalam presentasi lisan Muh Yamin mengemukakan lima
calon dasar negara yaitu :
a. Peri Kebangsaan
b. Peri Kemanusiaan
c. Peri ke-Tuhanan
d. Peri Kerakyatan
e. Kesejahteraan Rakyat

Rumusan Tertulis
Selain usulan lisan Muh Yamin tercatat menyampaikan usulan tertulis mengenai rancangan dasar
negara. Usulan tertulis yang disampaikan kepada BPUPKI oleh Muh Yamin berbeda dengan
rumusan kata-kata dan sistematikanya dengan yang dipresentasikan secara lisan, yaitu :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kebangsaan Persatuan Indonesia
3. Rasa Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Rumusan II: Drs. Soepomo

Pada tanggal 31 Mei 1945, Soepomo pun menyampaikan rumusan dasar negaranya, yaitu:
1. Persatuan
2. Kekeluargan
3. Keseimbangan lahir dan batin
4. Musyawarah
5. Keadilan rakyat

Rumusan III: Ir. Soekarno


Selain Muh Yamin dan Soepomo, beberapa anggota BPUPKI juga menyampaikan usul dasar negara,
di antaranya adalah Ir Sukarno. Usul ini disampaikan pada 1 Juni 1945 yang kemudian dikenal
sebagai hari lahir Pancasila.Namun masyarakat bangsa indonesia ada yang tidak setuju mengenai
pancasila yaitu Ketuhanan, dengan menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya.Lalu
diganti bunyinya menjadi Ketuhanan Yg Maha Esa. Usul Sukarno sebenarnya tidak hanya satu
melainkan tiga buah usulan calon dasar negara yaitu lima prinsip, tiga prinsip, dan satu prinsip.
Sukarno pula-lah yang mengemukakan dan menggunakan istilah Pancasila (secara harfiah berarti
lima dasar) pada rumusannya ini atas saran seorang ahli bahasa (Muhammad Yamin) yang duduk di
sebelah Sukarno. Oleh karena itu rumusan Sukarno di atas disebut dengan Pancasila, Trisila, dan
Ekasila.
1. Rumusan Pancasila
a. Kebangsaan Indonesia - atau nasionalisme
b. Internasionalisme - atau peri-kemanusiaan
c. Mufakat - atau demokrasi
d. Kesejahteraan social
e. Ketuhanan
2. Rumusan Trisila
a. Sosio-nasionalisme
b. Sosio-demokratis
c. ke-Tuhanan
3. Rumusan Ekasila
Gotong-Royong
3. Pemimpin PPKI dan BPUPKI
BPUPKI
Sebagai ketua BPUPKI adalah dr. Rajiman Wedyodiningrat, sebagai wakil ketua diangkat dua orang,
yaitu R.P Suroso dan orang Jepang yang bernama Ichibangase. Upacara peresmian BPUPKI
dilaksanaklan pada tanggal 28 Mei 1945 dihadiri oleh seluruh anggota dan dua pembesar Jepang
yaitu Jenderal Itagaki (Panglima Tentara Wilayah ke-7 yang bermarkas di Singapura dan
membawahi tentara-tentara yang bertugas di Indonesia) dan Panglima tentara ke-16 yang
baruyaitu Letnan Jenderal Nagano. Sidang-sidang yang dilaksanakan BPUPKI.

PPKI
Pada tanggal 7 Agustus 1945 BPUPKI dibubarkan dan diganti dengan Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau disebut Dokuritsu Junbi Inkai yang diketuai Ir. Sukarno dan
Moh. Hatta sebagai wakilnya.

4. Sidang PPKI
Hasil Sidang PPKI 18 Agustus 1945
a. Mengesahkan Undang-Undang Dasar 1945
b. Memilih Ir. Soekarno sebagai Presiden dan Drs. Mohammad Hatta sebagai wakil
c. Dibentuk Komite Nasional untuk membantu tugas Presiden sementara, sebelum dibentuknya
MPR dan DPR.

Sidang PPKI 19 Agustus 1945


a. Pembagian wilayah, terdiri atas 8 provinsi.
b. Membentuk Komite Nasional (Daerah).
c. Menetapkan 12 departemen dengan menterinya yang mengepalai departemen dan 4 menteri
negara.

Sidang PPKI ke-3 22 Agustus 1945


a. Pembentukan Komite Nasional.
b. Membentuk Partai Nasional Indonesia.
c. Pembentukan Badan Keamanan Rakyat.

5. Butir-Butir Pancasila

Ketetapan MPR no. II/MPR/1978 tentang Ekaprasetia Pancakarsa menjabarkan kelima asas dalam
Pancasila menjadi 36 butir pengamalan sebagai pedoman praktis bagi pelaksanaan Pancasila.

Ketuhanan Yang Maha Esa


Percaya dan Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan
masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
Hormat menghormati dan bekerjasama antar pemeluk agama dan penganut-penganut
kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup.
Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan
kepercayaannya.
Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.
Kemanusiaan yang adil dan beradab
Mengakui persamaan derajat persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama
manusia.
Saling mencintai sesama manusia.
Mengembangkan sikap tenggang rasa.
Tidak semena-mena terhadap orang lain.
Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
Berani membela kebenaran dan keadilan.
Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu
dikembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
Persatuan Indonesia
Menempatkan kesatuan, persatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa dan negara di atas
kepentingan pribadi atau golongan.
Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.
Cinta Tanah Air dan Bangsa.
Bangga sebagai Bangsa Indonesia dan ber-Tanah Air Indonesia.
Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi semangat kekeluargaan.
Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil musyawarah.
Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung jawabkan secara moral kepada Tuhan Yang
Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan
keadilan.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana
kekeluargaan dan gotong-royong.
Bersikap adil.
Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
Menghormati hak-hak orang lain.
Suka memberi pertolongan kepada orang lain.
Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain.
Tidak bersifat boros.
Tidak bergaya hidup mewah.
Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum.
Suka bekerja keras.
Menghargai hasil karya orang lain.
Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.

Ketetapan ini kemudian dicabut dengan Tap MPR no. I/MPR/2003 dengan 45 butir Pancasila.

Ketuhanan Yang Maha Esa


Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaannya terhadap Tuhan Yang Maha
Esa.
Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama
dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan
penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa.
Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut
hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan
agama dan kepercayaannya masing-masing.
Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada
orang lain.

Kemanusiaan yang adil dan beradab


Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa
membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial,
warna kulit dan sebagainya.
Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
Berani membela kebenaran dan keadilan.
Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
Persatuan Indonesia
Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan
negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
sosial.
Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.

Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan


Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai
kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama.
Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
Dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan
musyawarah.
Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan
golongan.
Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang
Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan
mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan
pemusyawaratan.

Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia


Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan
dan kegotongroyongan.
Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
Menghormati hak orang lain.
Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain.
Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.
Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum.
Suka bekerja keras.
Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan
bersama.
Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan
sosial.

6. Penerapan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa orde lama, orde baru dan era reformasi
Pancasila di Masa Orde Lama
Pada masa orde lama yaitu pada masa kekuasaan presiden Soekarno, Pancasila mengalami
ideologisasi. Pada masa ini Pancasila berusaha untuk dibangun, dijadikan sebagai keyakinan,
kepribadian bangsa Indonesia. Presiden Soekarno, pada masa itu menyampaikan ideologi Pancasila
berangkat dari mitologi atau mitos, yang belum jelas bahwa pancasila dapat mengantarkan bangsa
Indonesia ke arah kesejahteraan. Tetapi Soekarno tetap berani membawa konsep Pancasila ini
untuk dijadikan ideologi bangsa Indonesia.
Pada masa ini, Pancasila dipahami berdasarkan paradigma yang berkembang pada situasi dunia
yang ketika itu diliputi oleh kekacauan dan kondisi sosial-budaya berada di dalam suasana
transisional dari masyarakat terjajah menjadi masyarakat merdeka. Masa ini adalah masa pencarian
bentuk implementasi Pancasila terutama dalam sistem kenegaraan. Pancasila diimplementasikan
dalam bentuk yang berbeda-beda pada masa orde lama.
1. Periode 1945-1950
Pada masa ini, dasar yang digunakan adalah Pancasila dan UUD 1945 yang presidensil, namun
dalam prakteknya system ini tidak dapat terwujudkan setelah penjajah dapat diusir. Persatuan
rakyat Indonesia mulai mendapatkan tantangan, dan muncul upaya-upaya untuk mengganti
Pancasila sebagai dasar Negara dengan faham komunis oleh PKI melalui pemberontakan di Madiun
pada tahun 1948 dan olen DI/TII yang ingin mendirikan Negara dengan agam Islam.
2. Periode 1950-1959
Pada periode ini, penerapan pancasila diarahkan sebagai ideologi liberal yang pada nyatanya tidak
dapat menjamin stabilitas pemerintahan. Walaupun dasar Negara tetap Pancasila, tetapi rumusan
sila keempat tidak berjiwakan musyawarah mufakat, melainkan suara terbanyak. Dalam bidang
politik, demokrasi berjalan lebih baik dengan terlaksananya pemilu 1955 yang dianggap paling
demokratis.
3. Periode 1956-1965
Periode ini dikenal sebagai demokrasi terpimpin, akan tetapi demokrasi justru tidak berada
kekuasaan rakyat sehingga yang memimpin adalah nilai-nilai pancasila tetapi kepemimpinana
berada pada kekuasaaan pribadi presiden Soekarno. Maka terjadilah berbagai penyimpangan
penafsiran terhadap Pancasila dalam konstitusi.akibatnya presiden Soekarno menjado otoriter,
diangkat menjadi presiden seumur hidup, politik konfrontasi, dan menggabungkan Nasionalis,
Agama, dan Komunis, yang ternyata tidak cocok dengan kehidupan Negara Indonesia. Terbukti
dengan adanya kemerosotan moral di sebagian masyarakat yang tidak lagi hidup bersendikan nilai-
nilai pancasila, dan berusaha untuk menggantikan Pancasila dengan ideologi lain.

Dalam mengimplementasikan pancasila, presiden Soekarno melaksanakan pemahaman pancasila


dengan paradigma yang disebut dengan USDEK. Untuk mengarahkan perjalanan bangsa, beliau
menekankan pentingnya memegang teguh UUD 1945, sosialisme ala Indonesia, demokrasi
terpimpin, ekonomi terpimpin dan kepribadian nasional. Akan tetapi hasilnya terjadilah kudeta PKI
dan kondisi ekonomi yang memprihatinkan.

Masa Orde Baru


Pada masa orde baru, pemerintah berkehendak ingin melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara
murni dan konsekuen sebagai kritik terhadap orde lama yang menyimpang dari pancasila melalui
program P4 (Pedoman Pengahayatan dan Pengamalan Pancasila) atau Ekaprasetia Pancakarsa.
Orde baru berhasil mempertahankan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara sekaligus berhasil
mengatasi paham komunis di Indonesia. Akan tetapi implementasi dan aplikasinya sangat
mengecewakan. Beberapa tahun kemudian kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan ternyata tidak
sesuai dengan jiwa Pancasila. Pancasila ditafsirkan sesuai kepentingan kekuasaan pemerintah dan
tertutup bagi tafsiran lain.
Pancasila justru dijadikan sebagai indoktrinasi. Presiden Soeharto menggunakan Pancasia sebagai
alat untuk melanggengkan kekuasaannya. Ada beberapa metode yang digunakan dalam
indoktrinasi Pancasila, yaitu pertama, melalui ajaran P4 yang dilakukan di sekolah-sekolah melalui
pembekalan atau seminar. Kedua, asa tunggal, yaitu presiden Soeharto membolehkan rakyat untuk
membentuk organisasi-organisasi dengan syarat harus berasaskan Pancasila. Ketiga, stabilisasi yaitu
presiden Soeharto melarang adanya kritikan-kritikan yang dapat menjatuhkan pemerintah. Karena
presiden Soeharto beranggapan bahwa kritikan terhadap pemerintah menyebabkan ketidakstabilan
di dalam negara. Dan untuk menstabilkannya presiden Soeharto menggunakan kekuatan militer
sehingga tak ada yang berani untuk mengkritik pemerintah.
Dalam pemerintahannya presiden Soeharto melakukan beberapa penyelewengan dalam penerapan
Pancasila, yaitu diterapkannya demokrasi sentralistik, demokrasi yang berpusat pada pemerintah .
selain itu presiden juga memegang kendali terhadap lembaga legislative, eksekutif dan yudikatif
sehingga peraturan yang di buat harus sesuai dengan persetujuannya. Presiden juga melemahkan
aspek-aspek demokrasi terutama pers karena dinilai dapat membahayakan kekuasaannya. Maka,
presiden Soeharto membentuk Departemen Penerangan atau lembaga sensor secara besar-
besaran agar setiap berita yang dimuat di media tidak menjatuhan pemerintahan. Penyelewengan
yang lain adalah pelanggengan korupsi, kolusi, dan nepotisme sehingga pada masa ini banyak
pejabat negara yang melakukan korupsi. Tak hanya itu, pada masa ini negara Indonesia juga
mengalami krisis moneter yang di sebabkan oleh keuangan negara yang tidak stabil dan banyaknya
hutang kepada pihak negara asing. Demokratisasi akhirnya tidak berjalan, dan pelanggaran HAM
terjadi dimana-mana yang dilakukan oleh aparat pemerintah atau negara.

Era Reformasi
Eksistensi pancasila masih banyak dimaknai sebagai konsepsi politik yang substansinya belum
mampu diwujudkan secara riil. Reformasi belum berlangsung dengan baik karena Pancasila belum
difungsikan secara maksimal sebagaimana mestinya. Banyak masyarakat yang hafal butir-butir
Pancasila tetapi belum memahami makna sesungguhnya.
Pada masa reformasi, Pancasila sebagai re-interprestasi.Yaitu Pancasila harus selalu di
interprestasikan kembali sesuai dengan perkembangan zaman, berarti dalam
menginterprestasikannya harus relevan dan kontekstual dan harus sinkron atau sesuai dengan
kenyataan pada zaman saat itu.
.Berbagai perubahan dilakukan untuk memperbaiki sendi-sendi kehidupan berbangsa dan
bernegara di bawah payung ideologi Pancasila. Namun, faktanya masih banyak masalah sosial-
ekonomi yang belum terjawab. Eksistensi dan peranan Pancasila dalam reformasi pun
dipertanyakan. Pancasila di masa reformasi tidak jauh berbeda dengan Pancasila di masa orde lama
dan orde baru. Karena saat ini debat tentang masih relevan atau tidaknya Pancasila dijadikan
ideologi masih kerap terjadi. Pancasila seakan tidak memiliki kekuatan mempengaruhi dan
menuntun masyarakat. Pancasila tidak lagi populer seperti pada masa lalu.Pancasila banyak
diselewengkan dianggap sebagai bagian dari pengalaman buruk di masa lalu dan bahkan ikut
disalahkan dan menjadi sebab kehancuran.
Pancasila pada masa reformasi tidaklah jauh berbeda dengan Pancasila pada masa orde baru dan
orde lama, yaitu tetap ada tantangan yang harus di hadapi. Tantangan itu adalah KKN yang
merupakan masalah yang sangat besar dan sulit untuk di tuntaskan. Pada masa ini korupsi benar-
benar merajalela. Para pejabat negara yang melakukan korupsi sudah tidak malu lagi. Mereka justru
merasa bangga, ditunjukkan saat pejabat itu keluar dari gedung KPK dengan melambaikan tangan
serta tersenyum seperti artis yang baru terkenal. Selain KKN, globalisasi menjadi racun bagi bangsa
Indonesia Karen semakin lama ideologI Pancasila tergerus oleh ideologI liberal dan kapitalis. Apalagi
tantangan pada masa ini bersifat terbuka, lebih bebas, dan nyata.

7. Faktor penyebab tawuran dan solusinya


Faktor-faktor yang menyebabkan perkelahian/tawuran antar pelajar
1. Faktor internal.
Remaja yang terlibat perkelahian biasanya kurang mampu melakukan adaptasi pada situasi
lingkungan yang kompleks. Kompleks di sini berarti adanya keanekaragaman pandangan, budaya,
tingkat ekonomi, dan semua rangsang dari lingkungan yang makin lama makin beragam dan
banyak. Situasi ini biasanya menimbulkan tekanan pada setiap orang. Tapi pada remaja yang
terlibat perkelahian, mereka kurang mampu untuk mengatasi, apalagi memanfaatkan situasi itu
untuk pengembangan dirinya. Mereka biasanya mudah putus asa, cepat melarikan diri dari
masalah, menyalahkan orang / pihak lain pada setiap masalahnya, dan memilih menggunakan cara
tersingkat untuk memecahkan masalah. Pada remaja yang sering berkelahi, ditemukan bahwa
mereka mengalami konflik batin, mudah frustrasi, memiliki emosi yang labil, tidak peka terhadap
perasaan orang lain, dan memiliki perasaan rendah diri yang kuat. Mereka biasanya sangat
membutuhkan pengakuan.
2. Faktor keluarga
Rumah tangga yang dipenuhi kekerasan (entah antar orang tua atau pada anaknya) jelas
berdampak pada anak. Anak, ketika meningkat remaja, belajar bahwa kekerasan adalah bagian dari
dirinya, sehingga adalah hal yang wajar kalau ia melakukan kekerasan pula. Sebaliknya, orang tua
yang terlalu melindungi anaknya, ketika remaja akan tumbuh sebagai individu yang tidak mandiri
dan tidak berani mengembangkan identitasnya yang unik. Begitu bergabung dengan teman-
temannya, ia akan menyerahkan dirnya secara total terhadap kelompoknya sebagai bagian dari
identitas yang dibangunnya.
3. Faktor sekolah
Sekolah pertama-tama bukan dipandang sebagai lembaga yang harus mendidik siswanya menjadi
sesuatu. Tetapi sekolah terlebih dahulu harus dinilai dari kualitas pengajarannya. Karena itu,
lingkungan sekolah yang tidak merangsang siswanya untuk belajar (misalnya suasana kelas yang
monoton, peraturan yang tidak relevan dengan pengajaran, tidak adanya fasilitas praktikum, dsb.)
akan menyebabkan siswa lebih senang melakukan kegiatan di luar sekolah bersama teman-
temannya. Baru setelah itu masalah pendidikan, di mana guru jelas memainkan peranan paling
penting. Sayangnya guru lebih berperan sebagai penghukum dan pelaksana aturan, serta sebagai
tokoh otoriter yang sebenarnya juga menggunakan cara kekerasan (walau dalam bentuk berbeda)
dalam mendidik siswanya.
4. Faktor lingkungan
Lingkungan di antara rumah dan sekolah yang sehari-hari remaja alami, juga membawa dampak
terhadap munculnya perkelahian. Misalnya lingkungan rumah yang sempit dan kumuh, dan
anggota lingkungan yang berperilaku buruk (misalnya narkoba). Begitu pula sarana transportasi
umum yang sering menomor-sekiankan pelajar. Juga lingkungan kota (bisa negara) yang penuh
kekerasan. Semuanya itu dapat merangsang remaja untuk belajar sesuatu dari lingkungannya, dan
kemudian reaksi emosional yang berkembang mendukung untuk munculnya perilaku berkelahi.

Beberapa solusi mencegah perkelahian/tawuran antar pelajar


1. Memberikan pendidikan moral untuk para pelajar
2. Menghadirkan seorang figur yang baik untuk dicontoh oleh para pelajar. Seperti hadirnya
seorang guru, orangtua, dan teman sebaya yang dapat mengarahkan para pelajar untuk selalu
bersikap baik
3. Memberikan perhatian yang lebih untuk para remaja yang sejatinya sedang mencari jati diri
4. Memfasilitasi para pelajar untuk baik dilingkungan rumah atau dilingkungan sekolah untuk
melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat diwaktu luangnya. Contohnya : membentuk
ikatan remaja masjid atau karangtaruna dan membuat acara-acara yang bermanfaat,
mewajibkan setiap siswa mengikuti organisasi atau ekstrakulikuler disekolahnya.
5. Bahkan antara tahun 2002 sampai tahun 2005 tauran mulai berkurang karena pada saat itu
Dinas Pendidikan DKI Jakarta memberikan instruksi kepada seluruh sekolah khususnya SLTA
agar tiap-tiap sekolah siswanya mengikuti kegiatan kesiswaan dengan system mentoring.

Kartini kartono pun menawarkan beberapa cara untuk mengurangi tawuran remaja, diantaranya :
1. Banyak mawas diri, melihat kelemahan dan kekurangan sendiri dan melakukan koreksi
terhadap kekeliruan yang sifatnya tidak mendidik dan tidak menuntun
2. Memberikan kesempatan kepada remaja untuk beremansipasi dengan cara yang baik dan
sehat
3. Memberikan bentuk kegiatan dan pendidikan yang relevan dengan kebutuhan remaja zaman
sekarang serta kaitannya dengan perkembangan bakat dan potensi remaja
8. Makna Pokok Alinea dalam Pembukaan UUD 1945
Adapun makna disetiap alinia Pembukaan UUD 1945 adalah sebagai berikut:
a. Alinea Pertama Dari pembukaan UUD 1945, yang berbunyi: Bahwa kemerdekaan itu ialah hal
segala bangsa, oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak
sesuai dengan pri kemanusiaan dan perikeadilan kalimat tersebut menunjukkan keteguhan
dan kuatnya motivasi bangsa Indonesia untuk melawan penjajahan untuk merdeka, dengan
demikian segala bentuk penjajahan haram hukumnya dan segera harus dienyahkan dari muka
bumi ini karena bertentangan dengan nilai-nilai kemanusian dan keadilan.
b. Alinea Kedua Yang berbunyi: Dan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada
saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakya Indonesia kedepan pintu
gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur.
Kalimat tersebut membuktikan adanya penghargaan atas perjuangnan bangsa Indonesia
selama ini dan menimbulkan kesadaran bahwa keadaan sekarang tidak dapat dipisahkan
dengan keadaan kemarin dan langkah sekarang akan menentukan keadaan yang akan datang.
Nilai-nilai yang tercermin dalam kalimat di atas adalah negara Indonesia yang merdeka,
bersatu, berdaulat adil dan makmur hal ini perlu diwujudkan.
c. Alinea Ketiga Yang berbunyi: atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan
didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat
Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaannya. Pernyataan ini bukan saja menengaskan
lagi apa yang menjadi motivasi riil dan materil bangsa Indonesia untuk menyatakan
kemerdekaannya, tetapi juga menjadi keyakinan menjadi spritualnya, bahwa maksud dan
tujuannya menyatakan kemerdekaannya atas berkah Allah Yang Maha Esa. Dengan demikian
bangsa Indonesia mendambakan kehidupan yang berkesinambungan kehidupan materiil dan
spritual, keseimbangan dunia dan akhirat. .
d. Alinea Keempat Yang berbunyi: kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah
negara Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdasakan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia, yang
terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan
berdasarkan kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan.
Dengan rumusan yang panjang dan padat ini pada aline keempat pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 ini punya makna bahwa:
Negara Indonesia mempunyai fungsi sekaligus tujuan, yaitu melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial
Keharusan adanya Undang-Undang Dasar
Adanya asas politik negara yaitu Republik yang berkedaulan rakyat
Adanya asas kerohanian negara, yaitu rumusan Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusian yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.

9. Pokok Pikiran Pembukaan UUD 1945


Pokok Pikiran Pembukaan UUD 1945 dan Kandungannya

1. Pokok Pikiran 1 (Pertama)


"Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan dasar
persatuan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia".
Arti/Kandungan : Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 mengandung pengertian bahwa negara
persatuan adalah negara yang melindungi bangsa Indonesia seluruhnya. Jadi, kandungan dalam
pokok pikiran I (Pertama) adalah negara mengatasi segala paham golongan, menghendaki
persatuan yang meliputi segenap bangsa Indonesia. Dengan demikian, pokok pikiran pertama
merupakan penjelmaan sila ketiga Pancasila.

2. Pokok Pikiran II (Kedua)


"Negara hendak mewujudkna keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia".
Arti/Kandungan : Hal ini merupakan pokok pikiran keadilan sosial yang didasarkan pada kesadaran
bahwa manusia mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial
dalam kehidupan masyarakat. Dengan demikian, pokok pikiran kedua adalah penjelmaan sila
kelima Pancasila.

3. Pokok Pikiran III (Ketiga)


"Negara yang berkedaulatan rakyat, yaitu berdasarkan kerakyatan dan
permusyawaratan/perwakilan".

Arti/Kandungan : Hal ini menyatakan bahwa sistem negara yang terbentuk dalam undang-undang
dasar haruslah berdasar kedaulatan rakyat dan berdasar permusyawaratan/perwakilan. Pokok
pikiran ketiga adalah penjelmaan sila keempat Pancasila.

4. Pokok Pikiran IV (Keempat)


"Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab".
Artinya/Kandungan : Hal ini menunjukkan konsekuensi logis bahwa undang-undang dasar harus
mengundang isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara untuk
memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur, dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang
luhur. Pokok pikiran keempat merupakan penjelmaan sila kesatu dan kedua Pancasila.

Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 memenuhi persyaratan sebagai
suatu ideologi nasional karena berisi ajaran, doktrin, teori, dan/atau ilmu tentang cita-cita (ide)
bangsa Indonesia yang diyakini kebenarannya dan disusun secara sistematis serta diberi petunjuk
pelaksanaannya. Adapun pentingnya ideologi bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
sebagai pegangan dan pedoman penyelenggara negara dan rakyat Indonesia dalam
menyelesaikan/memecahkan masalah-masalah politik, ekonomi, sosial budaya, dan juga hankam
yang timbul dalam gerak masyarakat yang makin maju.

10. Latar Belakang Terbentuknya UUD 1945

Sejarah Lahirnya Undang Undang 1945


Sebagai Negara yang berdasarkan hukum, tentu saja Indonesia memiliki konstitusi yang dikenal
dengan undang-undang dasar 1945. Eksistensi Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi di
Indonesia mengalami sejarah yang sangaat panjang hingga akhirnya diterima sebagai landasan
hukum bagi pelaksanaan ketatanegaraan di Indonesia.

Dalam sejarahnya, Undang-Undang Dasar 1945 dirancing sejak 29 Mei 1945 sampai 16 Juni 1945
oleh badan penyelidik usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau dalam bahasa
jepang dikenal dengan dokuritsu zyunbi tyoosakai yang beranggotakan 21 orang, diketuai Ir.
Soekarno dan Drs. Moh, Hatta sebagai wakil ketua dengan 19 orang anggota yang terdiri dari 11
orang wakil dari Jawa, 3 orang dari Sumatra dan masing-masing 1 wakil dari Kalimantan, Maluku,
dan Sunda kecil. Badan tersebut (BPUPKI) ditetapkan berdasarkan maklumat gunseikan nomor 23
bersamaan dengan ulang tahun Tenno Heika pada 29 April 1945 (Malian, 2001:59)

Badan ini kemudian menetapkan tim khusus yang bertugas menyusun konstitusi bagi Indonesia
merdeka yang kemudian dikenal dengan nama Undang-Undang Dasar 1945 (UUD45). Para tokoh
perumus itu adalah antara lain Dr. Radjiman Widiodiningrat, Ki Bagus Hadikoesoemo, Oto
Iskandardinata, Pangeran Purboyo, Pangeran Soerjohamidjojo, Soetarjo Kartohamidjojo, Prop. Dr.
Mr. Soepomo, Abdul Kadir, Drs. Yap Tjwan Bing, Dr. Mohammad Amir (Sumatra), Mr. Abdul Abbas
(Sumatra), Dr. Ratulangi, Andi Pangerang (keduanya dari Sulawesi), Mr. Latuharhary, Mr. Pudja
(Bali), AH. Hamidan (Kalimantan), R.P. Soeroso, Abdul WACHID hasyim dan Mr. Mohammad Hasan
(Sumatra).

Latar Belakang
Latar belakang terbentuknya konstitusi (UUD45) bermula dari janji Jepang untuk memberikan
kemerdekaan bagi bangsa Indonesia dikemudian hari. Janji tersebut antara lain berisi sejak dari
dahulu, sebelum pecahnya peperangan asia timur raya, Dai Nippon sudah mulai berusaha
membebaskan bangsa Indonesia dari kekuasaan pemerintah hindia belanda. Tentara Dai Nippon
serentak menggerakkan angkatan perangnya, baik di darat, laut, maupun udara, untuk mengakhiri
kekuasaan penjajahan Belanda.

Sejak saat itu Dai Nippon Teikoku memandang bangsa Indonesia sebagai saudara muda serta
membimbing bangsa Indonesia dengan giat dan tulus ikhlas di semua bidang, sehingga diharapkan
kelak bangsa Indonesia siap untuk berdiri sendiri sebagai bangsa Asia Timur Raya. Namun janji
hanyalah janji, penjajah tetaplah penjajah yang selalu ingin lebih lama menindas dan menguras
kekayaan bangsa Indonesia. Setelah Jepang dipukul mundur oleh sekutu, Jepang tak lagi ingat akan
janjinya. Setelah menyerah tanpa syarat kepada sekutu, rakyat Indonesia lebih bebas dan leluasa
untuk berbuat dan tidak bergantung pada Jepang sampai saat kemerdekaan tiba.

Setelah kemerdekaan diraih, kebutuhan akan sebuah konstitusi resmi nampaknya tidak bisa
ditawar-tawar lagi, dan segera harus dirumuskan. Sehingga lengkaplah Indonesia menjadi sebuah
Negara yang berdaulat. Pada tanggal 18 Agustus 1945 atau sehari setelah ikrar kemerdekaan,
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengadakan sidangnya yang pertama kali dan
menghasilkan beberapa keputusan sebagai berikut :
Menetapkan dan mengesahkan pembukaan UUD 1945 yang bahannya diambil dari rancangan
undang-undang yang disusun oleh panitia perumus pada tanggal 22 Juni 1945;
Menetapkan dan mengesahkan UUD 1945 yang bahannya hampir seluruhnya diambil dari RUU
yang disusun oleh panitia perancang UUD tanggal 16 Juni 1945;
Memilih ketua persiapan kemerdekaan Indonesia Ir. Soekarno sebagai presiden dan wakil ketua
Drs. Muhammad Hatta sebagai wakil presiden;
Pekerjaan presiden untuk sementara waktu dibantu oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia yang kemudian menjadi komite Nasional;

Dengan terpilihnya presiden dan wakilnya atas dasar Undang-Undang Dasar 1945 itu, maka secara
formal Indonesia sempurna sebagai sebuah Negara, sebab syarat yang lazim diperlukan oleh setiap
Negara telah ada yaitu adanya :
Rakyat, yaitu bangsa Indonesia; Wilayah, yaitu tanah air Indonesia yang terbentang dari
sabang hingga ke merauke yang terdiri dari 13.500 buah pulau besar dan kecil; Kedaulatan yaitu
sejak mengucap proklamasi kemerdekaan Indonesia; Pemerintah yaitu sejak terpilihnya presiden
dan wakilnya sebagai pucuk pimpinan pemerintahan Negara;
Tujuan Negara yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila; Bentuk
Negara yaitu Negara kesatuan.

11. Penerapan Pancasila sebagai dasar Negara pada masa orde lama, orde baru dan era reformasi
Pada masa orde lama yaitu pada masa kekuasaan presiden Soekarno, Pancasila mengalami
ideologisasi. Pada masa ini Pancasila berusaha untuk dibangun, dijadikan sebagai keyakinan,
kepribadian bangsa Indonesia. Presiden Soekarno, pada masa itu menyampaikan ideologi Pancasila
berangkat dari mitologi atau mitos, yang belum jelas bahwa pancasila dapat mengantarkan bangsa
Indonesia ke arah kesejahteraan. Tetapi Soekarno tetap berani membawa konsep Pancasila ini
untuk dijadikan ideologi bangsa Indonesia.
Pada masa ini, Pancasila dipahami berdasarkan paradigma yang berkembang pada situasi dunia
yang ketika itu diliputi oleh kekacauan dan kondisi sosial-budaya berada di dalam suasana
transisional dari masyarakat terjajah menjadi masyarakat merdeka. Masa ini adalah masa pencarian
bentuk implementasi Pancasila terutama dalam sistem kenegaraan. Pancasila diimplementasikan
dalam bentuk yang berbeda-beda pada masa orde lama.
1. Periode 1945-1950
Pada masa ini, dasar yang digunakan adalah Pancasila dan UUD 1945 yang presidensil, namun
dalam prakteknya system ini tidak dapat terwujudkan setelah penjajah dapat diusir. Persatuan
rakyat Indonesia mulai mendapatkan tantangan, dan muncul upaya-upaya untuk mengganti
Pancasila sebagai dasar Negara dengan faham komunis oleh PKI melalui pemberontakan di Madiun
pada tahun 1948 dan olen DI/TII yang ingin mendirikan Negara dengan agam Islam.
2. Periode 1950-1959
Pada periode ini, penerapan pancasila diarahkan sebagai ideologi liberal yang pada nyatanya tidak
dapat menjamin stabilitas pemerintahan. Walaupun dasar Negara tetap Pancasila, tetapi rumusan
sila keempat tidak berjiwakan musyawarah mufakat, melainkan suara terbanyak. Dalam bidang
politik, demokrasi berjalan lebih baik dengan terlaksananya pemilu 1955 yang dianggap paling
demokratis.
3. Periode 1956-1965
Periode ini dikenal sebagai demokrasi terpimpin, akan tetapi demokrasi justru tidak berada
kekuasaan rakyat sehingga yang memimpin adalah nilai-nilai pancasila tetapi kepemimpinana
berada pada kekuasaaan pribadi presiden Soekarno. Maka terjadilah berbagai penyimpangan
penafsiran terhadap Pancasila dalam konstitusi.akibatnya presiden Soekarno menjado otoriter,
diangkat menjadi presiden seumur hidup, politik konfrontasi, dan menggabungkan Nasionalis,
Agama, dan Komunis, yang ternyata tidak cocok dengan kehidupan Negara Indonesia. Terbukti
dengan adanya kemerosotan moral di sebagian masyarakat yang tidak lagi hidup bersendikan nilai-
nilai pancasila, dan berusaha untuk menggantikan Pancasila dengan ideologi lain.

Dalam mengimplementasikan pancasila, presiden Soekarno melaksanakan pemahaman pancasila


dengan paradigma yang disebut dengan USDEK. Untuk mengarahkan perjalanan bangsa, beliau
menekankan pentingnya memegang teguh UUD 1945, sosialisme ala Indonesia, demokrasi
terpimpin, ekonomi terpimpin dan kepribadian nasional. Akan tetapi hasilnya terjadilah kudeta PKI
dan kondisi ekonomi yang memprihatinkan.

Masa Orde Baru


Pada masa orde baru, pemerintah berkehendak ingin melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara
murni dan konsekuen sebagai kritik terhadap orde lama yang menyimpang dari pancasila melalui
program P4 (Pedoman Pengahayatan dan Pengamalan Pancasila) atau Ekaprasetia Pancakarsa.
Orde baru berhasil mempertahankan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara sekaligus berhasil
mengatasi paham komunis di Indonesia. Akan tetapi implementasi dan aplikasinya sangat
mengecewakan. Beberapa tahun kemudian kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan ternyata tidak
sesuai dengan jiwa Pancasila. Pancasila ditafsirkan sesuai kepentingan kekuasaan pemerintah dan
tertutup bagi tafsiran lain.
Pancasila justru dijadikan sebagai indoktrinasi. Presiden Soeharto menggunakan Pancasia sebagai
alat untuk melanggengkan kekuasaannya. Ada beberapa metode yang digunakan dalam
indoktrinasi Pancasila, yaitu pertama, melalui ajaran P4 yang dilakukan di sekolah-sekolah melalui
pembekalan atau seminar. Kedua, asa tunggal, yaitu presiden Soeharto membolehkan rakyat untuk
membentuk organisasi-organisasi dengan syarat harus berasaskan Pancasila. Ketiga, stabilisasi yaitu
presiden Soeharto melarang adanya kritikan-kritikan yang dapat menjatuhkan pemerintah. Karena
presiden Soeharto beranggapan bahwa kritikan terhadap pemerintah menyebabkan ketidakstabilan
di dalam negara. Dan untuk menstabilkannya presiden Soeharto menggunakan kekuatan militer
sehingga tak ada yang berani untuk mengkritik pemerintah.
Dalam pemerintahannya presiden Soeharto melakukan beberapa penyelewengan dalam penerapan
Pancasila, yaitu diterapkannya demokrasi sentralistik, demokrasi yang berpusat pada pemerintah .
selain itu presiden juga memegang kendali terhadap lembaga legislative, eksekutif dan yudikatif
sehingga peraturan yang di buat harus sesuai dengan persetujuannya. Presiden juga melemahkan
aspek-aspek demokrasi terutama pers karena dinilai dapat membahayakan kekuasaannya. Maka,
presiden Soeharto membentuk Departemen Penerangan atau lembaga sensor secara besar-
besaran agar setiap berita yang dimuat di media tidak menjatuhan pemerintahan. Penyelewengan
yang lain adalah pelanggengan korupsi, kolusi, dan nepotisme sehingga pada masa ini banyak
pejabat negara yang melakukan korupsi. Tak hanya itu, pada masa ini negara Indonesia juga
mengalami krisis moneter yang di sebabkan oleh keuangan negara yang tidak stabil dan banyaknya
hutang kepada pihak negara asing. Demokratisasi akhirnya tidak berjalan, dan pelanggaran HAM
terjadi dimana-mana yang dilakukan oleh aparat pemerintah atau negara.

Era Reformasi
Eksistensi pancasila masih banyak dimaknai sebagai konsepsi politik yang substansinya belum
mampu diwujudkan secara riil. Reformasi belum berlangsung dengan baik karena Pancasila belum
difungsikan secara maksimal sebagaimana mestinya. Banyak masyarakat yang hafal butir-butir
Pancasila tetapi belum memahami makna sesungguhnya.
Pada masa reformasi, Pancasila sebagai re-interprestasi.Yaitu Pancasila harus selalu di
interprestasikan kembali sesuai dengan perkembangan zaman, berarti dalam
menginterprestasikannya harus relevan dan kontekstual dan harus sinkron atau sesuai dengan
kenyataan pada zaman saat itu.
.Berbagai perubahan dilakukan untuk memperbaiki sendi-sendi kehidupan berbangsa dan
bernegara di bawah payung ideologi Pancasila. Namun, faktanya masih banyak masalah sosial-
ekonomi yang belum terjawab. Eksistensi dan peranan Pancasila dalam reformasi pun
dipertanyakan. Pancasila di masa reformasi tidak jauh berbeda dengan Pancasila di masa orde lama
dan orde baru. Karena saat ini debat tentang masih relevan atau tidaknya Pancasila dijadikan
ideologi masih kerap terjadi. Pancasila seakan tidak memiliki kekuatan mempengaruhi dan
menuntun masyarakat. Pancasila tidak lagi populer seperti pada masa lalu.Pancasila banyak
diselewengkan dianggap sebagai bagian dari pengalaman buruk di masa lalu dan bahkan ikut
disalahkan dan menjadi sebab kehancuran.
Pancasila pada masa reformasi tidaklah jauh berbeda dengan Pancasila pada masa orde baru dan
orde lama, yaitu tetap ada tantangan yang harus di hadapi. Tantangan itu adalah KKN yang
merupakan masalah yang sangat besar dan sulit untuk di tuntaskan. Pada masa ini korupsi benar-
benar merajalela. Para pejabat negara yang melakukan korupsi sudah tidak malu lagi. Mereka justru
merasa bangga, ditunjukkan saat pejabat itu keluar dari gedung KPK dengan melambaikan tangan
serta tersenyum seperti artis yang baru terkenal. Selain KKN, globalisasi menjadi racun bagi bangsa
Indonesia Karen semakin lama ideologI Pancasila tergerus oleh ideologI liberal dan kapitalis. Apalagi
tantangan pada masa ini bersifat terbuka, lebih bebas, dan nyata.

12. Pengertian Hukum Pidana, Hukum Tata Negara, Hukum Internasional, Hukum Tertulis, Hukum
Tidak Tertulis
Hukum Pidana adalah hukum yang mengatur perbuatan yang dilarang dan memberikan pidana
kepada siapa saja yang melanggar dan mengatur bagaimana cara mengajukan perkara ke muka
pengadilan (pidana dilmaksud disini termasuk hukum acaranya juga). Paul Schlten dan
Logemann menganggap hukum pidana bukan hukum publik.
Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur bentuk dan susunan suatu negara serta
hubungan kekuasaan antara alat-alat perlengkapan negara satu sama lain dan hubungan
pemerintah pusat dengan daerah (pemda)
Hukum Internasional adalah hukum yang mengatur hubungan antara dua negara atau lebih.
Contoh hukum internasional adalah hukum Indonesia, dll
Hukum Tertulis adalah hukum yang ditemui dengan bentuk tulisan yang dicantumkan dalam
berbagai peraturan negara. Hukum tertulis dibagi menjadi dua yaitu hukum tertulis dikodifikasi
dan hukum tertulis yang tidak dikodifikasi. Contoh Hukum tertulis adalah KUHP, KUHD, KUHAP
Hukum Tidak Tertulis adalah hukum yang masih hidup dala keyakinan dan kenyataan di dalam
masyarakat yang bersangkutan. Contoh hukum tidak tertulis adalah UU, PP, Keppres, Hukum
Kebiasaan dan Hukum adat.
13. Hasil Sidang BPUPKI
Hasil sidang BPUPKI
Sidang BPUPKI 1
Tanggal 29 Mei 1 Juni 1945
Hasil : Piagam Jakarta (Jakarta Charter)
Sidang BPUPKI 2
Tanggal 10 Juli 17 Juli 1945
Hasil : Rancangan hukum dasar negara Indonesia Merdeka dan Piagam Jakarta menjadi pembukaan
hukum dasar itu

14. Hasil Sidang PPKI


Sidang PPKI 1 (Tanggal 18 Agustus 1945). Hasilnya, yaitu :
1. Menetapkan UUD Negara RI
2. Memilih presiden dan wakil Presiden
3. Menetapkan untuk sementara waktu tugas presiden dibantu oleh sebuah komite nasional
pusat

Sidang PPKI 2 (Tanggal 19 Agustus 1945). Hasilnya, yaitu :


1. Untuk sementara waktu Negara Indonesia dibagi menjadi 8 Provinsi
2. Pemerintah Indonesia dibagi menjadi 12 departemen (kementrian)
Sidang PPKI 3 (Tanggal 22 Agustus 1945). Hasilnya, yaitu :
1. Menetapkan komite nasional pusat
2. Menetapkan Partai Nasional Indonesia
3. Menetapkan Badan Keamanan dan Badan Penolong Keluarga Korban Perang

Anda mungkin juga menyukai