Anda di halaman 1dari 18

Skenario F Blok 28 Tahun 2017

A. Skenario
Ny. A 38 tahun, multipara datang untuk ANC pada usia kehamilan 31 minggu. Pasien
ini memiliki riwayat Hipertensi tidak terkontrol sejak 6 tahun yang lalu. Pasien ini melahirkan
kelima anaknya dengan cara partus spontan, anak terkecilnya berusia 18 bulan, dan
persalinannya terjadi dengan komplikasi dari superimposed preeklampsia pada hipertensi
kronis. Pasien dirujuk dari bidan ke dokter di Puskesmas dikarenakan adanya BOH dan
presentasi bokong. Pasien mengeluh adanya sakit kepala hebat, pandangan mata kabur, lemas
dan pusing. Dikarenakan keadaan ekonominya, pasien mengaku selama kehamilannya hanya
mengkonsumsi jenis makanan yang terbatas yang mampu dibelinya. Pasien juga mengeluh
mengalami kelelahan akibat harus mengasuh kelima anaknya, pasien mengaku gerakan anak
masih dirasakan (lebih dari 10x/hari).
Pada pemeriksaan fisik didapatkan:
a. TB: 150 CM, BB: 80 kg, TD: 176/113 mmHg, HR: 92x/menit, RR: 22x/menit
b. Konjungtiva palpebra: dalam batas normal
c. Pemeriksaan luar: Teraba bagian keras pada sisi kanan abdomen ibu
d. Pemeriksaan laboratorium: Hb 10,8 g/dl, MCV 78 fl, MCHC 32 g/dl, leukosit
11.200/mm3, LDH 800 U/L, SGOT 88 g/dl, SGPT 94mg/dl, golongan darah A rhesus
(+), proteinuria +4, tidak ditemukan antibodi atipik
Anda berperan sebagai dokter di Puskesmas dan ditugaskan untuk menganalisis kasus ini.

B. Klarifikasi Istilah
1. BOH: (Bad obstetric history) Riwayat buruk pada kehamilan atau persalinan
2. ANC: pemeriksaan kehamilan untuk mengoptimalkan keserhatan mental dan fisik ibu
hamil sehingga mampu emnghadapi persalinan, kala nifas, persiapan pemberian asi dan
kembalinya kesehatan reproduksi
3. Multipara: Seorang wanita yang telah hamil dua kali atau lebih
4. Hipertensi kronis dengan superimposed preeklampsia: Hipertensi kronik disertai
tanda-tanda preeklampsia atau hipertensi kronik disertai proteinuria
5. Hipertensi Kronik: Hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu atau
hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu dan
hipertensi menetap sampai 12 minggu pasca persalinan
C. Identifikasi Masalah
1. Ny. A 38 tahun, multipara datang untuk ANC pada usia kehamilan 31 minggu disertai
sakit kepala hebat, pandangan mata kabur, lemas dan pusing (VVV)
2. Pasien ini memiliki riwayat Hipertensi tidak terkontrol sejak 6 tahun yang lalu. Pasien
ini melahirkan kelima anaknya dengan cara partus spontan, anak terkecilnya berusia 18
bulan, dan persalinannya terjadi dengan komplikasi dari superimposed preeklampsia
pada hipertensi kronis (V)
3. Pasien dirujuk dari bidan ke dokter di Puskesmas dikarenakan adanya BOH dan
presentasi bokong (VV)
4. Dikarenakan keadaan ekonominya, pasien mengaku selama kehamilannya hanya
mengkonsumsi jenis makanan yang terbatas yang mampu dibelinya. Pasien juga
mengeluh mengalami kelelahan akibat harus mengasuh kelima anaknya, pasien
mengaku gerakan anak masih dirasakan (lebih dari 10x/hari) (V)
5. Pemeriksaan (V)

D. Analisis Masalah
1. Ny. A 38 tahun, multipara datang untuk ANC pada usia kehamilan 31 minggu
disertai sakit kepala hebat, pandangan mata kabur, lemas dan pusing (VVV)
a. Bagaimana penyebab dan mekanisme terjadinya:
- Sakit kepala hebat (1)
Tension headache atau nyeri kepala kontraksi otot adalah nyeri yang
ditimbulkan akibat kontraksi menetap otot-otot kulit kepala, dahi dan leher yang
disertai dengan vasokonstriksi ekstrakranium. Nyeri ditandai dengan rasa
kencang seperti pita disekitar kepala dan nyeri tekan di daerah
oksipitoservikalis. Tension-type Headache (TTH) adalah nyeri kepala yang
menekan (pressing/squeezing), mengikat, tidak berdenyut, tidak dipengaruhi
dan tidak diperburuk oleh aktivitas fisik, bersifat ringan hingga sedang, tidak
disertai (atau minimal) mual dan atau muntah, serta disertai fotofobia atau
fonofobia. Pencetus TTH antara lain: kelaparan, dehidrasi, pekerjaan/ beban
yang terlalu berat (overexertion), perubahan pola tidur, caffeine withdrawal,dan
fluktuasi hormonal wanita. Pada kasus, hipertensi meningkatkan resiko
terjadinya tension headache.

- Pandangan kabur (2)


- Lemas (3)
- Pusing (4)
b. Apa hubungan usia, multipara, dengan keluhan yang dialami ny. A? (1)
Usia ekstrim : Di atas usia 35 tahun, ada beberapa resiko yang meningkat baik untuk
ibu (seperti tekanan darah tinggi dan pre-eklampsia) dan untuk sang bayi (seperti
resiko Down Syndrome) meningkat tiap tahunnya. Wanita hamil dengan usia yang
lebih tua juga akan lebih sering mengalami masalah pada kandung kemih
dibandingkan wanita hamil dengan usia yang lebih muda. Resiko-resiko lainnya
adalah resiko keguguran lebih besar, lebih banyak yang melahirkan melalui operasi
Caesar karena kondisi yang tidak memungkinkan untuk melahirkan secara normal,
dan juga memiliki resiko lebih tinggi melahirkan bayi cacat. Saat berusia akhir 30-
an, wanita cenderung mengalami kondisi-kondisi medis berkaitan dengan sistem
reproduksi, seperti fibroid uterine dan tumor otot. Fibroid uterine adalah
pertumbuhan sel otot atau jaringan lain di dinding uterus, membentuk tumor.
Fibroid uterine dan tumor otot bisa menimbulkan rasa nyeri atau perdarahan vagina
saat kehamilan berkembang. Semakin bertambah usia, semakin sulit hamil karena
sel telur yang siap dibuahi semakin sedikit. Selain itu, kualitas sel telur juga semakin
menurun. Itu sebabnya, pada kehamilan pertama di usia lanjut risiko perkembangan
janin tidak normal, tekanan darah tinggi, dan timbulnya penyakit kelainan bawaan
juga tinggi, terutama Sindroma Down.

Pada kehamilan tua :


(1) Kondisi kesehatan ibu mulai menurun
(2) Fungsi rahim menurun
(3) Kualitas sel telur berkurang
(4) Meningkatnya komplikasi medis dan persalinan

Hal yang bisa terjadi adalah:


(1) Hipertensi/tekanan darah tinggi
(2) Pre-eklamspsi
(3) Ketuban pecah dini: yaitu ketuban pecah sebelum persalinan dimulai
(4) Persalinan macet: ibu yang mengejan lebih dari 1 jam, bayi tidak dapat lahir
dengan tenaga ibu sendiri melalui jalan lahir biasa.
(5) Perdarahan setelah bayi lahir
(6) Bayi lahir dengan berat badan lahir rendah/BBLR < 2500 gr
Grande multipara adalah keadaan dimana seorang ibu telah melahirkan bayi lebih
dari empat/lima kali, dimana bayi yang dilahirkannya dapat hidup dengan usia
kehamilan lebih dari 20 minggu dan berat badan bayi lebih dari 1000 gram. Kondisi
grande multipara akan semakin meningkatkan angka kematian ibu sebanyak 8 kali
dibanding ibu yang melahirkan kurang dari lima kali.

Pada kasus tergolong dalam grande multipara dimana menjadi salah satu faktor
resiko terjadinya presentasi bokong. Grande multiparitas dihubungkan dengan
peregangan dan kelemahan uterus akibat kehamilan dan persalinan sebelumnya.
Bentuk uterus yang lonjong dan bagian fundus yang lebih lebar akan mempengaruhi
kedudukan janin untuk mengakomodasikan diri dengan bentuk uterus, sehingga
ukuran memanjang janin menempati ukuran memanjang uterus. Karena pada bayi
menuju aterm bokong dan tungkai lebih besar ukurannya dibanding kepala dan
membutuhkan ruang gerak yang lebih luas untuk bisa bergerak, maka bokong dan
tungkai akan menempati bagian fundus uterus yang lebih melebar. Pada
multiparitas bentuk uterus menjadi lebih teregang, flexible, dan mengurangi bentuk
fisiologisnya sehingga memungkinkan terjadinya breech presentation. Selain itu,
hipertensi kronik pada umumnya banyak terjadi pada multipara.

c. Berapa usia ideal seorang wanita untuk hamil? (2)


d. Apa saja yang dilakukan pada pemeriksaan ANC? (3)
e. Dari usia kehamilan berapa ANC seharusnya dilakukan? (4)
f. Apa tatalaksana awal pada kasus? (1)
g. Apa resiko kehamilan pada usia ekstrim? (2)

2. Pasien ini memiliki riwayat Hipertensi tidak terkontrol sejak 6 tahun yang lalu.
Pasien ini melahirkan kelima anaknya dengan cara partus spontan, anak
terkecilnya berusia 18 bulan, dan persalinannya terjadi dengan komplikasi dari
superimposed preeklampsia pada hipertensi kronis (V)
a. Apa yang dimaksud dengan hipertensi tidak terkontrol? (3)
b. Apa hubungan superimposed preeklampsia dengan keluhan yang dialami ny. A
sebelum dan sekarang? (4)
c. Bagaimana hubungan riwayat hipertensi tidak terkontrol dengan keluhan yang
dialaminya sekarang? (1)
Hipertensi tidak terkontrol yang telah diderita wanita selama 6 tahun menjadi faktor
risiko munculnya superimposed preeclampsia pada kehamilan sebelumnya dan
tidak menutup kemungkinan akan kembali terjadi pada kehamilan sekarang ini.
Riwayat preeklampsia pada wanita akan meningkatkan risiko terjadinya
preeklampsia kehamilan sekarang ini bahkan bisa bertambah berat menjadi
preeklamsia berat atau bahkan eklamsia. Dampak hipertensi pada ibu hamil, antara
lain:
a) Kerusakan neurologi permanen akibat kejang berulang atau perdarahan
intra cranial
b) Gagal ginjal akut dan renal insufficiency
c) IUGR, abruption plasenta oligohidramnions
d) DIC
e) Kematian pada ibu atau janin

Superimposed preeclampsia adalah kondisi dimana terjadi preeklampsia atau


eklampsia pada ibu hamil yang memiliki riwayat hipertensi kronik. Hipertensi pada
kehamilan akan memberikan banyak dampak negatif, yang paling utama adalah
kekurangan nutrisi pada janin akibat insufisiensi vaskular utero-placental, yang
mengarah pada growth retardation. Pada ibu hamil dapat terjadi insufisiensi ginjal
sehingga terjadi gagal ginjal. Dampak yang paling berbahaya adalah kematian ibu
dan janin.

d. Berapa jarak kehamilan yang ideal dari kehamilan terakhir? (2)


e. Bagaimana mencegah komplikasi persalinan pada ibu dengan riwayat hipertensi?
(3)
f. Bagaimana metode kontrasepsi yang tepat untuk ny. A? (4)
g. Apa faktor resiko terjadinya superimposed preeklampsi? (1)
Hipertensi Kronik tak terkontrol

3. Pasien dirujuk dari bidan ke dokter di Puskesmas dikarenakan adanya BOH dan
presentasi bokong (VV)
a. Apa kriteria ibu hamil dikatakan BOH? (2)
b. Apa jenis-jenis presentasi? (3)
c. Apa hubungan BOH dengan keadaan ny. A? (4)
d. Bagaimana pergerakan janin sesuai usia kehamilan? (1)
e. Bagaimana proses persalinan yang dianjurkan untuk presentasi bokong? (2)

4. Dikarenakan keadaan ekonominya, pasien mengaku selama kehamilannya hanya


mengkonsumsi jenis makanan yang terbatas yang mampu dibelinya. Pasien juga
mengeluh mengalami kelelahan akibat harus mengasuh kelima anaknya, pasien
mengaku gerakan anak masih dirasakan (lebih dari 10x/hari) (V)
a. Apa hubungan keadaan ekonomi dengan kehamilan ny. A? (3)
b. Apa diet yang sesuai pada ibu hamil dengan riwayat hipertensi kronis? (4)
c. Bagaimana kebutuhan nutrisi pada ny. A? (1)
Berikut nutrisi yang dibutuhkan oleh ibu selama kehamilan :
1) Protein
Protein besar peranannya dalam memproduksi sel-sel darah, dan jugauntuk
membantu, membangun, dan mengganti jaringan tubuh. Ibu
hamilmembutuhkan nutrisi ini agar janin tumbuh optimal. Protein dapat
Andadapatkan dengan mengkonsumsi tempe, tahu, daging, ayam, telur,
susu,dan ikan
2) Kalori
Selama kehamilan, kalori dibutuhkan untuk menghasilkan berat badan bayi
yang cukup saat dilahirkan. Pada trisemester pertama, memang tidak
dibutuhkan peningkatkan kalori, namun saat memasuki trisemester kedua
dan ketiga kehamilan, tubuh membutuhkan 300 kalori per hari. Kalori dapat
Anda dapatkan dengan mengkonsumsi kacang-kacangan, buah, sereal,
beras merah, sayur, kentang.
3) Kalsium
Janin membutuhkan kalsium untuk pertumbuhan tulang dan giginya, dan
menurut penelitian janin membutuhkan 13 mg kalsium dari darah ibu. Jika
jumlah kalsium yang ia dapatkan kurang, maka ia akan mengambilnya dari
tulang Anda, dan berakibat pada pengeroposan tulang nantinya. Sumber
kalsium yang lain adalah sayuran hijau dan kacang-kacangan. Saat ini
kalsium paling baik diperoleh dari susu serta produk olahannya. Susu juga
mengandung banyak vitamin, seperti vitamin A, D, B2, B3, dan vitamin C.
4) Zat besi
Kekurangan zat besi dapat meningkatkan resiko cacar pada Anda dan janin.
Zat besi dapat Anda dapatkan dengan mengkonsumsi bayam, daging merah,
hati, ikan, unggas, kerang, telur, kedelai.
5) Asam Folat (vitamin B)
Asam Folat yang dikonsumsi sejak masa pembuahan dan awal kehamilan
mampu mencegah cacat lahir pada otak dan tulang belakang. Per harinya
Anda harus mengkonsumsi 400 mg Asam Folat, dan nutrisi ini dapat Anda
temui dalam jus jeruk, bayam, oatmeal, brokoli, stroberi, dan roti.
6) Karbohidrat dan lemak.
Bermanfaat sebagai sumber zat tenaga untuk menghasilkan kalori dan dapat
diperoleh dari serelia dan umbi-umbian.
7) Cairan
Cairan dibutuhkan untuk meningkatkan volume darah dan air ketuban.
Minumlah setidaknya 6 hingga 8 gelas per hari, baik itu berupa air mineral,
jus, teh atau pun sup.
8) Garam.
Tubuh membutuhkan sekitar 2000 hingga 8000 mg garam per hari, untuk
membantu mengatur air dalam darah. Bagi ibu yang terkena darah tinggi
atau tidak memerlukan tambahan asupan garam.

d. Apa makna klinis pasien mengaku gerakan anak masih dirasakan (lebih dari
10x/hari) dan berapa gerakan normal janin dalam kandungan perhari? (2)
e. Bagaimana komplikasi kehamilan bila ibu kelelahan? (3)

5. Pemeriksaan
a. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik? (4)
b. Bagaimana mekanisme abnormalitas dari pemeriksaan fisik? (1)
Hipertensi
Pada preeklamsia terjadi pembentukan faktor-faktor yang mengaktivasi sel endotel
oleh plasenta disekresikan ke sirkulasi maternal aktivasi sel endotelial dan
disfungsi endotel perubahan sel endotel pada pembuluh2 darah di tubuh
vasospasme general. Konstriksi vaskular peningkatan tahanan pembuluh darah
hipertensi.
Kerusakan sel endotel (normalnya fungsi endotel menghasilkan nitrat oksida
sebagai vasodilator, sifat antikoagulan, mencegah vasopresor) menghasilkan
lebih sedikit nitrat oksida, mensekresikan substansi yang memacu koagulasi,
meningkatkan sensitivitas terhadap vasopresor (angiotensin II & norepinefrin),
meningkatkan endotelin (ET 1) sebagai vasokonstriktor poten hipertensi

Pemeriksaan obstetri
Bagian keras teraba di bagian kanan perut ibu
Bagian keras yang dimaksud adalah kepala yang berada di bagian kanan perut ibu.
Seharusnya kepala berada di bagian segmen bawah rahim karena presentasi yang
tepat adalah presentasi belakang kepala. Namun pada kasus ini presentasi belakang
kepala belum terjadi dan kemungkinan bayi mengalami presentasi bokong.
Presentasi bokong mungkin terjadi pada awal kehamilan, tapi dengan semakin
bertambahnya usia gestasi janin terus bergerak dan menjadi presentasi belakang
kepala terutama pada usia kehamilan 34 minggu, sehingga persentase presentasi
bokong pun berkurang yaitu pada usia kehamilan 28 minggu sebesar 25-30% dan
pada usia kehamilan > 37 minggu menurun menjadi 3-4%. Penyebab terjadinya
presentasi bokong tidak diketahui, tapi terdapat beberapa faktor risiko seperti
abnormalitas struktur uterus, polihidramnion, plasenta previa, multiparitas, mioma
uteri, kehamilan multipel, riwayat presentasi bokong sebelumnya, dan lain-lain.

c. Bagaimana interprtetasi pemeriksaan lab? (2)


d. Bagaimana mekanisme abnormalitas dari pemeriksaan lab? (3)

E. Hipotesis
Ny. A 38 tahun G6P5A0 usia gestasi 31 minggu dengan presentasi bokong datang
ke puskesmas dengan keluhan sakit kepala hebat, pandangan mata kabur, lemas dan pusing
dikarenakan superimposed preeklampsi dengan hipertensi kronis.
a. Diagnosis kerja (1)
Hipertensi kronik dengan superimposed preeclampsia disertai sindroma HELLP
(III).

b. Diagnosis banding (2)


c. Epidemiologi (3)
d. Etiologi dan faktor risiko (4)
e. Patofisiologi (1)
Preeklampsia merupakan sindroma penurunan perfusi darah organ akibat dari
vasospasme dan aktivasi endotelial yang spesifik ditemukan pada masa
kehamilan.

Walaupun etiologinya belum jelas, banyak para ahli sepakat bahwa vasopasme
merupakan proses awal dari terjadinya penyakit ini. Gambaran patologis pada
fungsi beberapa organ dan sistem, yang kemungkinan disebabkan oleh
vasospasme dan iskemia, telah ditemukan pada kasus-kasus preeklampsia dan
eklampsia berat.

Vasospasme bisa merupakan akibat dari kegagalan invasi trofoblas ke dalam


lapisan otot polos pembuluh darah, reaksi imunologi, maupun radikal bebas.
Semua ini akan menyebabkan terjadinya kerusakan/jejas endotel yang
kemudian akan mengakibatkan gangguan keseimbangan antara kadar
vasokonstriktor (endotelin, tromboksan, angiotensin, dan lain-lain) dengan
vasodilatator (nitritoksida, prostasiklin, dan lain-lain). Selain itu, jejas endotel
juga menyebabkan gangguan pada sistem pembekuan darah akibat kebocoran
endotelial berupa konstituen darah termasuk platelet dan fibrinogen.

Vasokontriksi yang meluas akan menyebabkan terjadinya gangguan pada fungsi


normal berbagai macam organ dan sistem. Gangguan ini dibedakan atas efek
terhadap ibu dan janin, namun pada dasarnya keduanya berlangsung secara
simultan. Gangguan ibu secara garis besar didasarkan pada analisis terhadap
perubahan pada sistem kardiovaskular, hematologi, endokrin dan metabolisme,
serta aliran darah regional. Sedangkan gangguan pada janin terjadi karena
penurunan perfusi uteroplasenta.

a. Kardiovaskular
Gangguan berat pada fungsi kardiovaskular sering ditemukan pada kasus-
kasus preeklampsia atau eklampsia. Gangguan tersebut pada dasarnya
berhubungan dengan peningkatan afterload yang diakibatkan oleh hipertensi
dan aktivasi endotelial berupa ekstravasasi cairan ke ruang ekstraselular
terutama di paru-paru.

b. Hemodinamik
Dibandingkan dengan ibu hamil normal, penderita preeklampsia atau
eklampsia memiliki peningkatan curah jantung yang signifikan pada fase
preklinik, namun tidak ada perbedaan pada tahanan perifer total. Sedangkan
pada stadium klinik, pada kasus preeklampsia atau eklampsia terjadi
penurunan tingkat curah jantung dan peningkatan tahanan perifer total yang
signifikan dibandingkan dengan kasus normal.

c. Volume darah
Hemokonsentrasi adalah pertanda penting bagi terjadinya preeklampsia dan
eklampsia yang berat. Pitchard dkk (1984) melaporkan bahwa pada ibu hamil
dengan eklampsia tidak terjadi hipervolemia seperti yang diharapkan. Pada
seorang wanita dengan usia rata-rata, biasanya terjadi peningkatan volume
darah dari 3500 mL saat tidak hamil menjadi 5000 mL beberapa minggu
terakhir kehamilan. Dalam kasus eklampsia, peningkatan volume 1500 mL
ini tidak ditemukan. Keadaan ini kemungkinan berhubungan dengan
vasokonstriksi luas yang diperburuk oleh peningkatan permeabilitas
vaskular.

d. Hematologi
Abnormalitas hematologi ditemukan pada beberapa kasus hipertensi dalam
kehamilan. Diantara abnormalitas tersebut bisa timbul trombositopenia, yang
pada suatu waktu bisa menjadi sangat berat sehingga dapat menyebabkan
kematian. Penyebab terjadinya trombositopenia kemungkinan adalah
peningkatan produksi trombosit yang diiringi oleh peningkatan aktivasi dan
pemggunaan platelet. Kadar trombopoeitin, suatu sitokin yang merangsang
proliferasi platelet, ditemukan meningkat pada kasus preeklampsia dengan
trombositopenia (Frolich dkk, 1998). Namun, aggregasi platelet pada kasus
preeklampsia lebih rendah dibandingkan dengan kehamilan normal (Baker
dan Cunningham, 1999). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kelelahan
platelet akibat aktivasi in vivo. Selain itu, juga ditemukan penurunan dari
faktor-faktor pembekuan plasma dan kerusakan eritrosit sehingga berbentuk
bizzare dan mudah mengalami hemolisis akibat vasospasme berat.

Gambaran klinis preeklampsia dengan trombositopenia ini akan semakin


buruk bila juga ditemukan gejala peningkatan enzim hepar. Gangguan ini
dikenal dengan HELLP syndrome, yang terdiri dari hemolysis (H), elevated
liver enzymes (EL), dan low platelet (LP).

e. Endokrin Dan Metabolisme


Kadar renin, angiotensin, dan aldosteron plasma meningkat pada kehamilan
normal. Namun pada kasus hipertensi dalam kehamilan terjadi penurunan
dari kadar ini dibandingkan dengan kehamilan normal.

f. Renal
Pada kasus preeklampsia, terjadi penurunan aliran darah ginjal sehingga
terjadi penurunan laju filtrasi glomerolus dibandingkan dengan kehamilan
normal. Pada ginjal juga terjadi perubahan anatomis berupa pembesaran
glomerolus sebesar 20%.

g. Otak
Secara patologi anatomi, pada kasus preeklampsia maupun eklampsia,
manifestasi sistem saraf pusat yang terjadi disebabkan oleh lesi pada otak
berupa edema, hiperemia, dan perdarahan. Sheehan (1950) meneliti otak
postmortem 48 orang ibu hamil yang meninggal dengan eklampsia dan
ditemukan perdarahan mulai dari perdarahan ptekie sampai masif pada 56%
kasus. Keadaan yang selalu ditemukan pada kasus preeklampsia maupun
eklampsia dengan manifestasi neurologis adalah perubahan fibrinoid pada
dinding pembuluh darah otak.

h. Perfusi Uteroplasenta
Gangguan perfusi uteroplasenta akibat vasospasme hampir dapat dipastikan
merupakan penyebab tingginya angka mortalitas dan morbiditas pada kasus
preeklampsia. Brosens dkk (1972) melaporkan bahwa diameter rata-rata
arteriol spiral miometrium dari 50 ibu dengan kehamilan normal adalah 500
m. Dengan pemeriksaan yang sama pada 36 ibu dengan preeklampsia
ditemukan diameter rata-ratanya adalah 200 m.

Maternal Vascluar Faulty Excessive


Disease
Placentation Trophoblast

Genetic, Immunologic,
Inflammatory Factors

Reduced Uteroplacental

Vasoactive Perfusion Noxius Agent

ENDOTHELIAL ACTIVATION
Agents Cytokins, Lip PerOx

Vasospasme Cappilary Activation of

Leaks Coagulation

Hyper- Edema Hemocon- Proteinuri Thrombocytopenia

tension centration
Seizure

Oliguria

Abruption

Liver

Ischemia

Patofisologi hipertensi dalam kehamilan (Friedman dan Liendheimer, 1999)

f. Pemeriksaan penunjang (gold standar) (2)


g. Komplikasi (3)
h. Pencegahan (4)
i. Tatalaksana (1)
Diagnosis dini, supervisi medikal yang ketat, waktu persalinan merupakan
persyaratan yang mutlak dalam penatalaksanaan preeklamsi. Persalinan
merupakan pengobatan yang utama. Setelah diagnosis ditegakkan,
penatalaksanaan selanjutnya harus berdasarkan evaluasi awal terhadap
kesejahteraan ibu dan janin. Berdasarkan hal ini, keputusan dalam
penatalaksanaan dapat ditegakkan, yaitu apakah hospitalisasi, ekspektatif atau
terminasi kehamilan serta harus memperhitungkan beratnya penyakit, keadaan
ibu dan janin, dan usia kehamilan. Tujuan utama pengambilan strategi
penatalaksanaan adalah keselamatan ibu dan kelahiran janin hidup yang tidak
memerlukan perawatan neonatal lebih lanjut dan lama.

Penatalaksanaa pada preeklamsi dibagi berdasarkan beratnya preeklamsi, yaitu:

1. Preeklamsi ringan
Pada preeklamsi ringan, observasi ketat harus dilakukan untuk mengawasi
perjalanan penyakit karena penyakit ini dapat memburuk sewaktu-waktu.
Adanya gejala seperti sakit kepala, nyeri ulu hati, gangguan penglihatan dan
proteinuri meningkatkan risiko terjadinya eklamsi dan solusio plasenta. Pasien-
pasien dengan gejala seperti ini memerlukan observasi ketat yang dilakukan di
rumah sakit. Pasien harus diobservasi tekanan darahnya setiap 4 jam,
pemeriksaan klirens kreatinin dan protein total seminggu 2 kali, tes fungsi hati,
asam urat, elektrolit, dan serum albumin setiap minggu. Pada pasien preeklamsi
berat, pemeriksaan fungsi pembekuan seperti protrombin time, partial
tromboplastin time, fibrinogen, dan hitung trombosit. Perkiraan berat badan
janin diperoleh melalui USG saat masuk rumah sakit dan setiap 2 minggu.
Perawatan jalan dipertimbangkan bila ketaatan pasien baik, hipertensi ringan,
dan keadaan janin baik. Penatalaksanaan terhadap ibu meliputi observasi ketat
tekanan darah, berat badan, ekskresi protein pada urin 24 jam, dan hitung
trombosit begitu pula keadaan janin (pemeriksaan denyut jantung janin 2x
seminggu). Sebagai tambahan, ibu harus diberitahu mengenai gejala
pemburukan penyakit, seperti nyeri kepala, nyeri epigastrium, dan gangguan
penglihatan. Bila ada tanda-tanda progresi penyakit, hospitalisasi diperlukan.
Pasien yang dirawat di rumah sakit dibuat senyaman mungkin. Ada persetujuan
umum tentang induksi persalinan pada preeklamsi ringan dan keadaan servik
yang matang (skor Bishop >6) untuk menghindari komplikasi maternal dan
janin. Akan tetapi ada pula yang tidak menganjurkan penatalaksanaan
preeklamsi ringan pada kehamilan muda. Saat ini tidak ada ketentuan mengenai
tirah baring, hospitalisasi yang lama, penggunaan obat anti hipertensi dan
profilaksis anti konvulsan. Tirah baring umumnya direkomendasikan terhadap
preeklamsi ringan. Keuntungan dari tirah baring adalah mengurangi edema,
peningkatan pertumbuhan janin, pencegahan ke arah preeklamsi berat, dan
meningkatkan outcome janin. Medikasi anti hipertensi tidak diperlukan kecuali
tekanan darah melonjak dan usia kehamilan 30 minggu atau kurang. Pemakaian
sedatif dahulu digunakan, tatapi sekarang tidak dipakai lagi karena
mempengaruhi denyut jantung istirahat janin dan karena salah satunya yaitu
fenobarbital mengganggu faktor pembekuan yang tergantung vitamin K dalam
janin. Sebanyak 3 penelitian acak menunjukkan bahwa tidak ada keuntungan
tirah baring baik di rumah maupun di rumah sakit walaupun tirah baring di
rumah menurunkan lamanya waktu di rumah sakit. Sebuah penelitian
menyatakan adanya progresi penyakit ke arah eklamsi dan persalinan prematur
pada pasien yang tirah baring di rumah. Namun, tidak ada penelitian yang
mengevaluasi eklamsi, solusio plasenta, dan kematian janin. Pada 10 penelitian
acak yang mengevaluasi pengobatan pada wanita dengan preeklamsi ringan
menunjukkan bahwa efek pengobatan terhadap lamanya kehamilan,
pertumbuhan janin, dan insidensi persalinan preterm bervariasi antar penelitian.
Oleh karena itu tidak terdapat keuntungan yang jelas terhadap pengobatan
preeklamsi ringan.

Pengamatan terhadap keadaan janin dilakukan seminggu 2 kali dengan NST dan
USG terhadap volume cairan amnion. Hasil NST non reaktif memerlukan
konfirmasi lebih lanjut dengan profil biofisik dan oksitosin challenge test.
Amniosentesis untuk mengetahui rasio lesitin:sfingomielin (L:S ratio) tidak
umum dilakukan karena persalinan awal akibat indikasi ibu, tetapi dapat
berguna untuk mengetahui tingkat kematangan janin. Pemberian kortikosteroid
dilakukan untuk mematangkan paru janin jika persalinan diperkirakan
berlangsung 2-7 hari lagi. Jika terdapat pemburukan penyakit preeklamsi, maka
monitor terhadap janin dilakukan secara berkelanjutan karena adanya bahaya
solusio plasenta dan insufisiensi uteroplasenter.

2. Preeklamsi berat
Tujuan penatalaksanaan pada preeklamsi berat adalah mencegah konvulsi,
mengontrol tekanan darah maternal, dan menentukan persalinan. Persalinan
merupakan terapi definitif jika preeklamsi berat terjadi di atas 36 minggu atau
terdapat tanda paru janin sudah matang atau terjadi bahaya terhadap janin. Jika
terjadi persalinan sebelum usia kehamilan 36 minggu, ibu dikirim ke rumah
sakit besar untuk mendapatkan NICU yang baik.

Pada preeklamsi berat, perjalanan penyakit dapat memburuk dengan progresif


sehingga menyebabkan pemburukan pada ibu dan janin. Oleh karena itu
persalinan segera direkomendasikan tanpa memperhatikan usia kehamilan.
Persalinan segera diindikasikan bila terdapat gejala impending eklamsi,
disfungsi multiorgan, atau gawat janin atau ketika preeklamsi terjadi sesudah
usia kehamilan 34 minggu. Pada kehamilan muda, bagaimana pun juga,
penundaan terminasi kehamilan dengan pengawasan ketat dilakukan untuk
meningkatkan keselamatan neonatal dan menurunkan morbiditas neonatal
jangka pendek dan jangka panjang.

Pada 3 penelitian klinis baru-baru ini, penatalaksanaan secara konservatif pada


wanita dengan preeklamsi berat yang belum aterm dapat menurunkan
morbiditas dan mortalitas neonatal. Namun, karena hanya 116 wanita yang
menjalani terapi konservatif pada penelitian ini dan karena terapi seperti itu
mengundang risiko bagi ibu dan janin, penatalaksanaan konservatif hanya
dikerjakan pada pusat neonatal kelas 3 dan melaksanakan observasi bagi ibu dan
janin. Semua wanita dengan usia kehamilan 40 minggu yang menderita
preeklamsi ringan harus memulai persalinan. Pada usia kehamilan 38 minggu,
wanita dengan preeklamsi ringan dan keadaan serviks yang sesuai harus
diinduksi. Setiap wanita dengan usia kehamilan 32-34 minggu dengan
preeklamsi berat harus dipertimbangkan persalinan dan janin sebaiknya diberi
kortikosteroid. Pada pasien dengan usia kehamilan 23-32 minggu yang
menderita preeklamsi berat, persalinan dapat ditunda dalam usaha untuk
menurunkan morbiditas dan mortalitas perinatal. Jika usia kehamilan < 23
minggu, pasien harus diinduksi persalinan untuk terminasi kehamilan.

Tujuan obyektif utama penatalaksanaan wanita dengan preeklamsi berat adalah


mencegah terjadinya komplikasi serebral seperti ensefalopati dan perdarahan.
Ibu hamil harus diberikan magnesium sulfat dalam waktu 24 jam setelah
diagnosis dibuat. Tekanan darah dikontrol dengan medikasi dan pemberian
kortikosteroid untuk pematangan paru janin. Batasan terapi biasanya bertumpu
pada tekanan diastolik 110 mmHg atau lebih tinggi. Beberapa ahli
menganjurkan mulai terapi pada tekanan diastolik 105 mmHg , sedangkan yang
lainnya menggunakan batasan tekanan arteri rata-rata > 125 mmHg. Tujuan dari
terapi adalah menjaga tekanan arteri rata-rata dibawah 126 mmHg (tetapi tidak
lebih rendah dari 105 mmHg) dan tekanan diastolik < 105 mmHg (tetapi tidak
lebih rendah dari 90 mmHg). Terapi inisial pilihan pada wanita dengan
preeklamsi berat selama peripartum adalah hidralazin secara IV dosis 5 mg
bolus. Dosis tersebut dapat diulangi bila perlu setiap 20 menit sampai total 20
mg. Bila dengan dosis tersebut hidralazin tidak menghasilkan perbaikan yang
diinginkan, atau jika ibu mengalami efek samping seperti takikardi, sakit kepala,
atau mual, labetalol (20 mg IV) atau nifedipin (10 mg oral) dapat diberikan.
Akan tetapi adanya efek fetal distres terhadap terapi dengan hidralazin, beberapa
peneliti merekomendasikan penggunaan obat lain dalam terapi preeklamsi berat.
Pada 9 penelitian acak yang membandingkan hidralazin dengan obat lain, hanya
satu penelitian yang menyebutkan efek samping dan kegagalan terapi lebih
sering didapatkan pada hidralazin.

Bila ditemukan masalah setelah persalinan dalam mengontrol hipertensi berat


dan jika hidralazin intra vena telah diberikan berulang kali pada awal
puerperium, maka regimen obat lain dapat digunakan. Setelah pengukuran
tekanan darah mendekati normal, maka pemberian hidralazin dihentikan. Jika
hipertensi kembali muncul pada wanita post partum, labetalol oral atau diuretik
thiazide dapat diberikan selama masih diperlukan.

Pemberian cairan infus dianjurkan ringer laktat sebanyak 60-125 ml perjam


kecuali terdapat kehilangan cairan lewat muntah, diare, diaforesis, atau
kehilangan darah selama persalinan. Oliguri merupakan hal yang biasa terjadi
pada preeklamsi dan eklamsi dikarenakan pembuluh darah maternal mengalami
konstriksi (vasospasme) sehingga pemberian cairan dapat lebih banyak.
Pengontrolan perlu dilakukan secara rasional karena pada wanita eklamsi telah
ada cairan ekstraselular yang banyak yang tidak terbagi dengan benar antara
cairan intravaskular dan ekstravaskular. Infus dengan cairan yang banyak dapat
menambah hebat maldistribusi cairan tersebut sehingga meninggikan risiko
terjadinya edema pulmonal atau edema otak.
Pada masa lalu, anestesi dengan cara epidural dan spinal dihindarkan pada
wanita dengan preeklamsi dan eklamsi. Pertimbangan utama karena adanya
hipotensi yang ditimbulkan akibat blokade simpatis. Ada juga pertimbangan
lain yaitu pada keamanan janin karena blokade simpatis dapat menimbulkan
ipotensi dan menurunkan perfusi plasenta. Ketika teknik analgesi telah
mengalami kemajuan beberapa dekade ini, analgesi epidural digunakan untuk
memperbaiki vasospasme dan menurunkan tekanan darah pada wanita penderita
preeklamsi berat. Selain itu, klinisi yang lebih menyenangi anestesi epidural
menyatakan bahwa pada anestesi umum dapat terjadi penigkatan tekanan darah
tiba-tiba akibat stimulasi oleh intubasi trakea dan dapat menyebabkan edema
pulmonal, edema serebral dan perdarahan intrakranial. Pada penelitian yang
dilakukan oleh Wallace dan kawan-kawan menunjukkan bahwa penggunaan
anestesi baik metode anestesi umum maupun regional dapat digunakan pada
persalinan dengan cara seksio sesarea pada wanita preeklamsi berat jika
langkah-langkah dilakukan dengan pertimbangan yang hati-hati. Walaupun
anestesi epidural dapat menurunkan tekanan darah, telah dibuktikan bahwa
tidak ada keuntungan signifikan dalam mencegah hipertensi setelah persalinan.
Kesimpulan yang dapat ditarik adalah anestesi epidural aman digunakan selama
persalinan pada wanita dengan hipertensi dalam kehamilan, tetapi bukan
merupakan terapi terhadap hipertensi.

j. Prognosis (2)
k. SKDI (3)

F. Learning Issue
1. Hipertensi pada kehamilan (preeklampsi) (1,2)
2. ANC (3,4)
3. HELLP Syndrome (wajib)

Pembagian:
1. Yudis, ulwan, Oka
2. Rahma, keken, momik
3. Picut, kopek, trisa
4. Noelene, okik, nisa

Anda mungkin juga menyukai