KEHAMILAN POSTTERM
Oleh:
Rabecca Beluta Ambarita 04054821517007
K.M Dimas Alphiano 04054821517019
Eddy Yusristo 04054821618009
Praditya Briyadi 04054821618118
Fadillah Amrina 04084821618148
Pembimbing:
dr. Hj. Fatimah Usman, Sp.OG (K)
i
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kasus
Kehamilan Postterm
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Bagian/Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang Periode 17
Oktober 2016- 23Desember 2016.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan YME atas berkat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul ”Kehamilan
Postterm”.
Laporan kasus ini merupakan salah satu syarat Kepaniteraan Klinik di
Bagian/Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUP DR. Moh. Hoesin Palembang
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Hj. Fatimah Usman,
Sp.OG(K) selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama
penulisan dan penyusunan laporan kasus ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan
kasus ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis
harapkan. Semoga laporan ini dapat memberi manfaat bagi pembaca.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL............................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
BAB II LAPORAN KASUS ............................................................................. 3
Identifikasi ............................................................................................. 3
Anamnesis ............................................................................................. 3
Pemeriksaan Fisik .................................................................................. 4
Pemeriksaan Tambahan ......................................................................... 7
Diagnosis ............................................................................................... 7
Prognosis ............................................................................................... 7
Tatalaksana ............................................................................................ 7
Laporan Persalinan ................................................................................ 8
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 11
Definisi ................................................................................................. 11
Etiologi ................................................................................................. 11
Epidemiologi ........................................................................................ 13
Patofisiologi .......................................................................................... 14
Diagnosis .............................................................................................. 16
Tatalaksana ........................................................................................... 20
Komplikasi ........................................................................................... 26
BAB IV ANALISIS KASUS .............................................................................. 29
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 31
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
makrosomia. Sementara itu, risiko pada ibu dengan kehamilan postterm dapat
berupa pendarahan pascapersalinan ataupun tindakan obstetrik yang meningkat. 1
Berbeda dengan angka kematian ibu yang cenderung menurun, kematian
perinatal tampaknya masih menunjukkan angka yang cukup tinggi sehingga
pemahaman dan penatalaksanaan yang tepat terhadap kehamilan postterm akan
memberikan sumbangan besar dalam upaya menurunkan angka kematian terutama
kematian perinatal.1
BAB II
STATUS PASIEN
I. IDENTIFIKASI
a. Nama : Ny. NS
b. Umur : 30 tahun
c. Alamat : Jl. Ogan Baru Kertapati Palembang
d. Suku : Palembang
e. Bangsa : Indonesia
f. Agama : Islam
g. Pendidikan : SMA
h. Pekerjaan : IRT
i. MRS : 5 November 2016 pukul 09.00 WIB
j. No. RM : 978438
3
4
Riwayat KB
Disangkal
Pemeriksaan Khusus
Kepala
5
Leher
Inspeksi : Tidak ada kelainan
Palpasi :Tidak ada pembesaran kelenjar getah
bening, JVP (5-2) cmH2O
Thorax
Paru
Inspeksi : Simetris, retraksi intercostal,
subkostal,suprasternal (-)
Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri
Perkusi :Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler normal di kedua lapangan paru,
ronkhi (-),wheezing (-).
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
6
Abdomen
Lihat pemeriksaan obstetrik
Ekstremitas : Akral hangat (+), edema pretibial (-).
PEMERIKSAAN OBSTETRIK
5 November 2016
Pemeriksaan Luar:
Tinggi fundus uteri 3 jari bawah processus xyphoideus (34 cm), letak memanjang,
punggung kiri, presentasi kepala, penurunan 4/5, His 3x/10 menit/25 detik, DJJ
142 x/menit, TBJ 3255gram.
Pemeriksaan Dalam:
Vaginal touche:
Portio lunak, letak anterior, eff 100 %, pembukaan 3 cm, ketuban (-), jernih, bau
(-), presentasi kepala, H I-II, penunjuk SSL sutura sagitalis lintang.
USG IRD
- Tampak janin tunggal hidup presentasi kepala
- Biometri janin: - BPD : 9,08 cm
- HC : 31,63 mm
- AC : 32,76 mm
- FL : 7,27 mm
- Ketuban cukup
- Plasenta di corpus belakang, kalsifikasi grade II
Kesan: Hamil 43 minggu janin tunggal hidup presentasi kepala
7
V. DIAGNOSIS KERJA
G1P0A0 hamil 43 minggu inpartu kala I fase laten, janin tunggal hidup
presentasi kepala.
VI. TATALAKSANA
Observasi tanda vital ibu, His, dan DJJ.
Evaluasi kemajuan persalinan dengan partograf WHO modifikasi
Rencana terminasi pervaginam
VII. PROGNOSIS
Prognosis Ibu :dubia ad bonam
Prognosis Janin :dubia ad bonam
8
Pukul 15.15: Lahir neonatus hidup, perempuan, BB 3300 gr, PB 49 cm, AS 8/9
FTAGA. Dilakukan manajemen aktif kala III : injeksi oksitosin 10 IU IM,
peregangan tali pusat terkendali, masase fundus uteri.
Pukul 15.18 : Plasenta lahir lengkap, BP 500 gr, PTP 48 cm, diameter 17x18 cm,
Dilakukan eksplorasi, portio intak, tidak dijumpai perluasan luka episiotomi. Luka
episiotomi dijahit secara jelujur dengan chromic catgut.KU ibu post partum baik,
perdarahan (-), vulva tenang.
11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Kehamilan postterm disebut juga kehamilan serotinus, kehamilan lewat waktu,
kehamilan lewat bulan, prolonged pregnancy, extended pregnancy, postdate/ post
datisme atau pascamaturitas.3
Definisi baku yang dianjurkan secara internasionak tentang kehamilan
postterm yang didukung olehACOG (American Collage of Obstetricians and
Gynecologists) adalah 42 minggu (294 hari) atau lebih dari hari pertama haid
terakhir. Definisi ini menganggap bahwa awitan haid diikuti oleh ovulasi 2
minggu kemudian.Penggunaan tanggal haid menyebabkan sekitar 10 % dari
semua kehamilan dianggap sebagai postterm dan besar kemungkinan merupakan
perkiraan berlebihan insidensi kehamilan postterm karena besarnya variasi daur
haid.Karena tidak ada metode pasti untuk mengidentifikasi kehamilan yang benar-
benar postterm, semua kehamilan yang dinilai telah berlangsung 42 minggu
lengkap harus ditangani seperti kehamilan postterm. Pada kehamilan potterm,
risiko perinatal intrapartum meningkat, terutama jika terdapat mekoneum.4
3.2 Etiologi
Sampai saat ini sebab terjadinya kehamilan postterm masih belum
jelas.Beberapa teori yang diajukan pada umumnya menyatakan bahw terjadinya
kehamilan postterm sebagai akibat gangguan terhadap timbulnya persalinan.
Beberapa teori yang diajukan antara lain sebagai berikut:
- Pengaruh progesteron
Penurunan hormone progesteron dalam kehamilan dipercaya merupakan
kejadian perubahan endokrin yang penting dalam memacu proses
biomolekuler pada persalinan dan meningkatkan sensitivitas uterus terhadap
oksitosin, sehingga beberapa penulis menduga bahwa terjadinya kehamilan
postterm adalah karena masih berlangsungnya pengaruh pprogesteron.
- Teori oksitosin
11
12
3.3 Epidemiologi
Angka kejadian kehamilan lewat waktu bervariasi antara 4%-14% dengan
rata-rata sebesar 10%. Hal ini sangat tergantung kepada kriteria yang digunakan
untuk mendiagnosis (Bakketeig and Bergasjo, 1991).3
Sedangkan kepustakaan lainnya menyatakan bahwa perbedaan yang lebar juga
disebabkan oleh karena adanya perbedaan dalam menentukan usia kehamilan.
Sebanyak 10% ibu lupa tanggal haid terakhirnya sehingga terjadi kesukaran dalam
menentukan secara tepat saat ovulasi.
Menurut Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi (POGI), insidens
kehamilan lewat waktu sangat bervariasi antara lain :5
Insidens kehamilan 42 minggu lengkap : 4 – 14 %, 43 minggu lengkap 2
– 7 %.
Insidens kehamilan post-term tergantung pada beberapa faktor : tingkat
pendidikan masyarakat, frekuensi kelahiran pre-term, frekuensi induksi
persalinan, frekuensi seksio sesaria elektif, pemakaian USG untuk
menentuka usia kehamilan.
Secara spesifik, insidens kehamilan post-term akan rendah jika frekuensi
kelahiran pre-term tinggi, bila angka induksi persalinan dan seksio sesaria
elektif tinggi, dan bila USG dipakai lebih sering untuk menentukan usia
kehamilan.
3.4 Patofisiologi
Pada kehamilan postterm terjadi berbagai perubahan baik pada cairan amnion,
plasenta, maupun janin. Pengetahuan mengenai perubahan-perubahan tersebut
dapat dijadikan dasar untuk mengelola kasus persalinan postterm.
1. Perubahan pada Plasenta
Disfungsi plasenta merupakan faktor penyebab terjadinya komplikasi pada
kehamilan postterm dan meningkatnya risiko pada janin. Fungsi plasenta
mencapai puncaknya pada kehamilan 38 minggu dan kemudian mulai menurun
terutama setelah 42 minggu. Rendahnya fungsi plasenta ini berkaitan dengan
peningkatan kejadian gawat janin dengan risiko 2-4 kali lebih tinggi. Penurunan
fungsi plasenta dapat dibuktikan dengan penurunan kadar estriol dan plasenta
laktogen. Perubahan yang terjadi pada plasenta sebagai berikut.
Penimbunan kalsium. Peningkatan penimbunan kalsium pada plasenta
sesuai dengan progresivitas degenerasi plasenta. Proses degenerasi jaringan
plasenta yang terjadi seperti edema, timbunan fibrinoid, fibrosis, trombosis
intervilli, spasme arteri spiralis dan infark villi. Selapot vaskulosinsial menjadi
tambah tebal dan jumlahnya berkurang. Keadaan ini dapat menurunkan
metabolisme transport plasenta. Transport kalsium tudak terganggu tetapi aliran
natrium, kalium, glukosa, asam amino, lemak dan gamma globulin mengalami
gangguansehingga janin akan mengalami hambatan pertumbuhan dan penurunan
berat janin.4
2. Oligohidramnion
Pada kehamilan postterm terjadi perubahan kualitas dan kuantitas cairan
amnion. Jumlah cairan amnion mencapai puncak pada usia kehamilan 38 minggu,
yaitu sekitar 1000 ml dan menurun menjadi sekitar 800 ml pada usia kehamilan
40 minggu. Penurunan jumlah cairan amnion berlangsung terus menjadi sekitar
480 ml, 250 ml, hingga 160 ml pada usia kehamilan 42, 43, dan 44 minggu.4
Penurunan jumlah cairan amnion pada kehamilan postterm berhubungan
dengan penurunan produksi urin janin. Dilaporkan bahwa berdasarkan
pemeriksaan Doppler velosimetri, pada kehamilan postterm terjadi peningkatan
hambatan aliran darah (resistance index/RI) arteri renalis janin sehingga dapat
15
cairan amnion. Perubahan lainnya yaitu; rambut panjang, kuku panjang, serta
warna kulit kehijauan atau kekuningan karena terpapar mekonium. Namun
demikian, Tidak seluruh neonatus kehamilan postterm menunjukkan tanda
postmaturitas tergantung fungsi plasenta. Umumnya didapat sekitar 12-20 %
neonatus dengan tanda postmaturitas pada kehamilan postterm. Tanda postterm
dibagi dalam 3 stadium:3
a. Stadium 1 : Kulit kehilangan verniks kaseosa dan maserasi berupa
kulit kering, rapuh, dan mudah mengelupas.
b. Stadium 2 : Gejala di atas disertai pewarnaan mekonium pada kulit.
c. Stadium 3 : Pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit, dan tali pusat.
3.5 Diagnosis
Meskipun diagnosis kehamilan postterm berhasil ditegakkan pada 4-19% dari
seluruh kehamilan, sebagian diantaranya kenyataanya tidak terbukti oleh karena
kekeliruan dalam menentukan usia kehamilan. Oleh sebab itu, pada penegakkan
diagnosis kehamilan postterm, informasi yang tepat mengenai lamanya kehamilan
menjadi sangat penting. Hal ini disebabkan karena semakin lama janin berada di
dalam uterus maka semakin besar pula risiko bagi janin dan neonatus untuk
mengalami morbiditas maupun mortalitas. Namun sebaliknya, pemberian
intervensi/terminasi secara terburu-buru juga bisa memberikan dampak yang
merugikan bagi ibu maupun janin. Dalam menentukan diagnosis kehamilan
postterm di samping dari riwayat haid, sebaiknya dilihat pula hasil pemeriksaan
antenatal.
1. Riwayat haid
Pada dasarnya, diagnosis kehamilan postterm tidaklah sulit untuk
ditegakkan apabila keakuratan HPHT ibu bisa dipercaya. Diagnosis kehamilan
postterm berdasarkan HPHT dapat ditegakkan sesuai dengan definisi yang
dirumuskan oleh American College of Obstetricians and Gynecologists (2004),
yaitu kehamilan yang berlangsung lebih dari 42 minggu (294 hari) yang terhitung
sejak hari pertama siklus haid terakhir (HPHT). 3
17
pada trimester III memiliki tingkat variabilitas yang tinggi sehingga tingkat
kesalahan estimasi usia kehamilan pada trimester ini juga menjadi tinggi. Tingkat
kesalahan estimasi tanggal perkiraan persalinan jika berdasarkan pemeriksaan
USG trimester III bahkan bisa mencapai ± 3,6 minggu. Keakuratan penghitungan
usia kehamilan pada trimester III saat ini sebenarnya dapat ditingkatkan dengan
melakukan pemeriksaan MRI terhadap profil air ketuban.8
5. Pemeriksaan laboratorium
a. Sitologi cairan amnion. Pengecatan nile blue sulphate dapat melihat sel
lemak dalam cairan amnion. Apabila jumlah sel yang mengandung
lemak melebihi 10%, maka kehamilan diperkirakan sudah berusia 36
minggu dan apabila jumlahnya mencapai 50% atau lebih, maka usia
kehamilan 39 minggu atau lebih.
b. Tromboplastin cairan amnion (ATCA). Hasil penelitian terdahulu
berhasil membuktikan bahwa cairan amnion mempercepat waktu
pembekuan darah. Aktivitas ini meningkat dengan bertambahnya usia
kehamilan. Pada usia kehamilan 41-42 minggu, ACTA berkisar antara
45-65 detik sedangkan pada usia kehamilan >42 minggu, didapatkan
ACTA <45 detik. Bila didapatkan ACTA antara 42-46 detik, ini
menunjukkan bahwa kehaminan sudah postterm.
c. Perbandingan kadar lesitin-spingomielin (L/S). Perbandingan kadar
L/S pada usia kehamilan sekitar 22-28 minggu adalah sama (1:1). Pada
usia kehamilan ±32 minggu, perbandingannya menjadi 1,2:1 dan pada
kehamilan genap bulan menjadi 2:1. Pemeriksaan ini tidak dapat
dipakai untuk menentukan kehamilan postterm tetapi hanya digunakan
untuk menentukan apakan janin cukup usia/matang untuk dilahirkan.
d. Sitologi vagina. Pemeriksaan sitologi vagina (indeks kariopiknotik >
20%) mempunyai sensitivitas 755. Perlu diingat bahwa kematangan
serviks tidak dapat dipakai untuk menentukan usia gestasi.3
20
3.6 Tatalaksana
Tidak ada ketentuan atau aturan yang pasti dan perlu dipertimbangkan masing-
masing kasus dalam pengelolaan kehamilan postterm. Beberapa masalah yang
sering dihadapi pada pengelolaan kehamilan postterm antara lain sebagai berikut:
- Pada beberapa penderita, umur kehamilan tidak selalu dapat ditentukan
dengan tepat, sehingga janin bisa saja belum matur sebagaimana yang
diperkirakan.
- Sukar menentukan apakah janin akan mati, berlangsung terus, atau
mengalami morbiditas serius bila tetap dalam rahim.
- Sebagian besar janin tetap dalam keadaan baik dan tumbuh terus sesuai
dengan tambahnya umur kehamilan dan tumbuh semakin besar.
- Pada saat kehamilan mencapai 42 minggu, pada beberapa penderita
didapatkan sekitar 70% serviks belum matang (unfavorable) dengan nilai
Bishop rendah sehingga induksi tidak selalu berhasil.
- Persalinan yang berlarut-larut akan sangat merugikan bayi postmatur.
- Pada postterm sering terjadi disproporsi kepala panggul dan distosia bahu
(8% pada kehamilan genap bulan, 14% pada postterm).
- Janin postterm lebih peka terhadap obat penenang dan narrkose, sehingga
perlu penetapan jenis narkose yang sesuai bila dilaukan bedah sesar (risiko
bedah sesar 0,7% pada genap bulan, dan 1,3% pada postterm).
- Pemecahan selaput ketuban harus dengan pertimbangan matang. Pada
oligohidramnion pemecahan selaput ketuban akan meningkatkan risiko
kompresi tali pusat tetapi sebaliknya dengan pemecahan selaput ketuban
akan dapat diketahui adanya mekonium dalam cairan amnion.
Pengelolaan aktif
Pengelolaan aktif yaitu dengan melakukan persalinan anjuran pada usia
kehamilan 41 atau 42 minggu untuk memperkecil risiko terhadap janin.
Pengelolaan pasif/menunggu/ekspektatif: didasarkan pandangan bahwa
persalinan anjuran yang dilakukan seata-mata atas dasar posterm mempunyai
risiko/komplikasi cukup besar terutama risiko persalinan operatif sehingga
menganjurkan untuk dilakukan pengawasan terus-menerus terhadap kesejahteraan
janin, baik secara biofisik maupun biokimia sampai persalinan berlangsung
dengan sendirinya atau timbul indikasi untuk mengakhiri kehamilan.
Sebelum mengambil langkah, beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pengelolaan kehamilan postterm adalah sebagai berikut:
- Menentukan apakah kehamilan memang telah berlangsung lewat bulan
(postterm) atau bukan. Dengan demikian, penatalaksanaan ditujukan
kepada dua variasi dari postterm ini.
- Identifikasi kondisi janin dan keadaan yang membahayakan janin.
Pemeriksaan kardotokografi seperti nonstress test (NST) dan
contraction stress test dapat mengetahui kesejahteraan janin sebagai
reaksi terhadap gerak janin atau kontraksi uterus. Bila didapat hasil
reaktif, maka nilai spesifisitas 98,8% menunjukkan kemungkinan besar
janin baik. Pemeriksaan ultrasonografi untuk menentukan besar janin,
denyut jantung janin, gangguan pertumbuhan janin, keadaan dan
derajat kematangan plasenta, jumlah (indeks cairan amnion) dan
kualitas air ketuban.
Beberapa pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan seperti peeriksaan
kadar estriol.
Gerakan janin dapat ditentukan secara objektif dengan tokografi
(normal rata-rata 7 kali/20 menit) atau secara objektif dengan tokografi
(normal 10 kali/20 menit).
22
3.7 Komplikasi
Risiko Neonatus
Kehamilan postterm berhubungan dengan peningkatan mortalitas dan
morbiditas fetus dan neonatus. Angka mortalitas perinatal, didefinisikan sebagai
kelahiran mati ditambah dengan kematian neonatus dini, dan pada kehamilan 42
minggu angka ini lebih tinggi 2 kali lipat dibanding kehamilan aterm atau sama
tingginya dengan kehamilan preterm. Pada kehamilan 43 minggu angka ini
menjadi 4 kali lebih tinggi dan pada kehamilan 44 minggu angka ini meningkat
hingga 5-7 kali lebih tinggi. Penyebab tingginya angka mortalitas perinatal ini
adalah insufisiensi uteroplasenta, aspirasi mekonium, dan infeksi intrauterine.
Morbiditas janin juga meningkat pada kehamilan yang berlangsung hingga
41 minggu. Kelainan yang mungkin terjadi seperti meconium aspiration syndrome
(MAS), makrosomia dan dismaturitas. Kehamilan postterm juga merupakan faktor
risiko independen terhadap rendahnya pH tali pusat (neonatal acidemia), skor
Apgar yang rendah pada menit ke-5 dan neonatal encephalopathy, dan kematian
bayi di tahun pertama kehidupan.
Sindrom aspirasi mekonium mengacu pada gangguan pernapasan dengan
takipnea, sianosis, dan penurunan fungsi paru pada bayi baru lahir akibat paparan
terhadap mekonium dalam rahim. Hal ini tampak lebih sering terjadi pada
neonatus postterm. Di Amerika Serikat kejadian sindrom aspirasi mekonium
telah menunjukkan penurunan 4 kali lipat antara tahun 1990 dan 1998 (dari 5,8%
menjadi 1,5% pada bayi lebih dari 37 minggu; P <0,003). Hal ini terjadi terutama
akibat penurunan angka kehamilan postterm. Intervensi konvensional seperti
amnio-infusion atau pengisapan nasofaring dan orofaring rutin pada mekonium di
perineum saat persalinan telah berkontribusi dalam penurunan angka ini.
Bayi postterm lebih besar dari bayi aterm dan memiliki insiden janin
makrosomia yang lebih tinggi (2,5-10% di postterm dibandingkan 0,8-1% pada
jangka). Makrosomia janin didefinisikan sebagai berat janin ≥ 4,5 kg (ACOG,
2000), terkait dengan persalinan lama, disproporsi kepala panggul, dan distosia
bahu. Distosia bahu dikaitkan dengan risiko cedera ortopedi (misalnya fraktur
27
pada humerus dan klavikula) dan juga cedera syaraf seperti cedera pleksus
brakialis dan cerebral palsy.
Sekitar 20% janin postterm mengalami sindrom dismaturitas, yang
mengacu pada bayi dengan karakteristik restriksi pertumbuhan intrauterin kronis
akibat insufisiensi utero-plasenta. Gambaran yang terlihat berupa kulit tipis yang
terkelupas (deskuamasi berlebihan), tubuh kurus (kekurangan gizi), rambut dan
kuku panjang, oligohidramnion dan keluarnya mekonium. Kehamilan ini
meningkatkan risiko kompresi tali pusat dari oligohidramnion, aspirasi
mekonium, dan komplikasi neonatal seperti hipoglikemia, kejang, dan insufisiensi
pernapasan.
Meskipun banyak usaha telah dilakukan pada kehamilan postterm,
beberapa risiko seperti lahir mati, keluarnya mekonium, dan neonatal acidaemia
meningkat kejadiannya pada minggu ke-41 dan bahkan pada minggu ke-40
kehamilan dibandingkan minggu ke-39 kehamilan. Sebuah studi dari Skotlandia
yang diterbitkan tahun 2010 menunjukkan peningkatan risiko bayi lahir mati (baik
secara keseluruhan dan lahir mati yang tidak dapat dijelaskan) terutama setelah 39
minggu kehamilan. Yudkin dkk. (1987) juga membuktikan bahwa risiko bayi lahir
mati yang tidak dapat dijelaskan meningkat empat kali lipat setelah 39 minggu
sampai maksimum pada 41 minggu. Tingkat aspirasi mekonium dan neonatal
acidaemia meningkat seperti pada progress kehamilan aterm di atas 38 minggu.
Morbiditas neonatal termasuk cedera saat persalinan juga meningkat setelah 38
minggu.
Risiko Maternal
Kehamilan postterm dikaitkan dengan risiko signifikan terhadap ibu.
Terdapat peningkatan risiko: 1) distosia persalinan (9-12% dibandingkan 2-7%
pada aterm); 2) laserasi perineum yang berat terkait dengan makrosomia (robekan
derajat 3 & 4) (3,3% dibandingkan 2,6% pada aterm); 3) peningkatan seksio
sesaria (14% dibandingkan 7% aterm). Persalinan sesar dikaitkan dengan
peningkatan risiko endometritis dan perdarahan.Morbiditas ibu juga meningkat
pada kehamilan setelah 42 minggu. Komplikasi seperti korioamnionitis, laserasi
28
Ny.NS usia 30 tahun G1P0A0 dengan hamil usia 43 minggu datang ke IGD
RSMH karena mau melahirkan. Sejak6 jam sebelum masuk rumah sakit, os
mengeluh perut mulas yang menjalar ke pinggang makin lama semakin sering dan
kuat. Riwayat keluar darah lendir (+), riwayat keluar air-air (-). Os mengaku
kontrol kehamilan setiap bulan di bidan. Os mengaku hamil lewat waktu dan
gerakan janin masih dirasakan.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan tinggi fundus uteri 3 jari bawah
processus xyphoideus (34 cm), letak memanjang, punggung kiri, presentasi
kepala, penurunan 4/5, His 3x/10 menit/25 detik, DJJ 142 x/menit, TBJ 3255
gram. Pada pemeriksaan dalam, dari vaginal toucher didapatkan portio lunak,
letak anterior, eff 100%, pembukaan 3 cm, ketuban (-), jernih, bau (-), presentasi
kepala, penunjuk sutura sagitalis lintang.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan pasien baru
pertama kali hamil, belum pernah melahirkan, dan tidak pernah
abortus.Berdasarkan HPHT pasien tanggal 8Januari 2016, usia kehamilan Ny.
NSmemasuki 43 minggu.Kehamilan postterm menurut WHO (World Health
Organization)adalah suatu kehamilan 42 minggu (complete week) atau lebih yang
dihitung berdasarkan hari pertama haid terakhir (HPHT). Dari pemeriksaan USG
didapatkan kesan hamil 43 minggu janin tunggal hidup presentasi kepala. Dengan
demikian, kehamilan yang dialami pasien ini merupakan kehamilan postterm.
Diagnosis kehamilan postterm juga didukung dari temuan tanda postterm
pada neonatus yaitu hilangnya verniks kaseosa dan lanugo, rambut panjang dan
kuku panjang.
Selain itu, dari anamnesis pasien mengeluh perut mulas yang menjalar ke
pinggang makin lama semakin sering dan kuat, riwayat keluar darah lendir (+),
pada pemeriksaan luar didapatkan his 2x/10 menit/25 detik, pada pemeriksaan
dalam didapatkan portio lunak, letak anterior, eff 100%, pembukaan 3 cm,
ketuban (-), jernih, bau (-), presentasi kepala, penunjuk sutura sagitalis lintang,
sehingga dapat diketahui bahwa pasien sudah mengalami inpartu kala I fase laten.
29
30
DAFTAR PUSTAKA