Anda di halaman 1dari 56

Kanker Payudara

Disusun oleh:

N.P. Ayu Oka Shinta S.Ked 04084821820030


Wenni Wulandari, S.Ked 04084821921173

Pembimbing:
dr. M. Danar Deswangga, Sp.B

DEPARTEMEN ILMU BEDAH


RS Dr. SOBIRIN LUBUK LINGGAU
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019

1
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

Kanker Payudara

Oleh:

N.P. Ayu Oka Shinta S.Ked 04084821820030


Wenni Wulandari, S.Ked 04084821921173

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik di
Bagian/Departemen Bedah RS Dr. Sobirin Lubuk Linggau dan RSUP Dr. Moh. Hoesin
Palembang.

Lubuk Linggau, Juli 2019

dr. M. Danar Deswangga, Sp.B

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah S.W.T. karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikan laporan kasus yang berjudul ”Kanker Payudara”.
Laporan kasus ini merupakan salah satu syarat Kepaniteraan Klinik di Bagian/Departemen
Bedah RS Dr. Sobirin Lubuk Linggau dan RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. M. Danar Deswangga, Sp.B selaku
pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan dan penyusunan laporan kasus
ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan kasus ini. Oleh
karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis harapkan. Semoga laporan ini dapat
memberi manfaat bagi pembaca.

Lubuk Linggau, Juli 2019

Penulis

3
BAB I

PENDAHULUAN

Carcinoma mammae atau kanker payudara adalah tumor ganas yang berasal dari kelenjar
payudara. Termasuk saluran kelenjar air susu dan jaringan penunjangnya yang tumbuh infiltratif,
destruktif, serta dapat bermetastase. Kanker payudara merupakan salah satu masalah kesehatan di
dunia. Kanker payudara adalah kanker paling umum dan juga penyebab utama kematian akibat
kanker pada wanita di seluruh dunia.1

Berdasarkan laporan dari WHO, tahun 2004 diperkirakan 519.000 wanita meninggal karena
kanker payudara dan dari angka itu, 69% kematian terjadi di negara berkembang. Pada tahun 2009,
diperkirakan 192.370 kasus baru dari invasive carcinoma mammae didiagnosis di Amerika Serikat
dan 62.280 kasus baru carcinoma mammae insitu.1 Data di Indonesia, kanker payudara menduduki
tempat kedua (11,5%) setelah kanker leher rahim. Di Indonesia diperkirakan terdapat 20.000 kasus
baru kanker payudara pertahun dan lebih dari 50% kasus berada dalam stadium lanjut.2,3,4

Dari tahun ke tahun angka kejadian kanker payudara terus meningkat di dunia. Kanker
payudara menduduki peringkat kedua setelah kanker leher rahim yang menyerang kaum wanita di
seluruh dunia. Angka kematian akibat kanker di dunia diperkirakan mencapai 4,3 juta per tahun
dan 2,3 juta diantaranya ditemukan di negara berkembang. Sedangkan jumlah penderita baru per
tahun ialah 5,9 juta di seluruh dunia dan 3 juta diantaranya ditemukan di negara berkembang.(4)
Negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah menghadapi kendala sumber daya dan
infrastruktur yang menantang untuk meningkatkan diagosis kanker payudara dengan deteksi dini,
diagnosis, dan pengobatan. Untuk seorang wanita Amerika, risiko seumur hidup terkena kanker
payudara adalah 12,38% atau 1 banding 8. Penurunan signifikan dalam kematian terkait kanker
payudara di Amerika Serikat dari tahun 1975 hingga 2000 disebabkan oleh peningkatan yang
berkelanjutan dalam skrining mamografi dan pengobatan (Shah, Rosso, & Nathanson, 2014).

4
Etiologi yang belum diketahui dengan pasti, perjalanan penyakit yang tidak dapat
diperkirakan serta usaha pencegahan yang sulit dilakukan serta adalah masalah yang sampai saat
ini belum teratasi. Namun demikian usaha-usaha untuk mendeteksi dini dapat dilakukan dengan
baik dengan mengikutsertakan masyarakat melalui penyuluhan. Selain itu, kemajuan dalam
deteksi dini yang dilengkapi dengan kemajuan terapi, baik teknik operasi, radiasi, terapi hormonal
serta khemoterapi, yang didasarkan pada ketepatan penentuan stadium dan pengenalan sifat-sifat
biologis kanker, semakin membawa harapan baru untuk penderita kanker payudara ini.

Dalam Standar Kompetensi Dokter Indonesia 2012, dalam penegakan diagnosis dan
tatalaksana karsinoma payudara SKDI 2 yang mana lulusan dokter umum mampu mendiagnosis
klinik terhadap penyakit tersebut dan menentukan rujukan yang tepat untuk pasien karsinoma
payudara.

5
BAB II
STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
1. Nama : Ny. SA
2. Jenis kelamin : Perempuan
3. Tanggal lahir/Umur : 01 Juli 1967/ 52 tahun
4. Alamat : Lubuk Linggau
5. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
6. Agama : Islam
7. Status perkawinan : Menikah
8. Tanggal MRS : 5 Juli 2019
9. Bangsal : Teratai

B. ANAMNESIS
1. Keluhan utama: benjolan pada payudara kanan
2. Riwayat perjalanan penyakit :
Os mengeluh muncul benjolan yang terasa nyeri di payudara kanan sebesar ± 5x2
cm sejak 6 bulan SMRS. Awalnya benjolan sebesar kelereng sebanyak satu buah. Benjolan
teraba keras, tidak dapat digerakkan, cairan merah kekuningan dari puting (+), puting
tampak masuk ke dalam (+). Tidak terdapat benjolan di sekitar ketiak dan benjolan lain
pada leher dan di sekitar selangka. Keluhan lain berupa mual, muntah, pusing, nyeri tulang
belakang atau persendian, penurunan nafsu makan, sesak napas, dan pandangan kabur
disangkal.
Os mengaku pertama kali melahirkan di usia 26 tahun, memiliki dua orang anak,
riwayat penggunaan ASI (+) pada anak kedua hanya di satu sisi payudara sebelah kiri.
3. Gaya hidup : merokok (-), konsumsi alkohol (-)
4. Riwayat menstruasi :
 Menarche pada usia 12 tahun.
 Siklus menstruasi berhenti sejak 2016 pada umur 47 tahun.
5. Riwayat penggunaan KB:

6
 Tidak terdapat riwayat penggunaan KB.
6. Riwayat penyakit dahulu:
 Riwayat penyakit keganasan sebelumnya disangkal.
 Riwayat keluhan yang sama sebelumnya disangkal.
7. Riwayat keluarga : riwayat penyakit yang sama dan penyakit keganasan lain dalam
keluarga disangkal.
8. Riwayat pengobatan :
 Riwayat biopsi pada tanggal 18 Juni 2019 di RS Dr. Sobirin Lubuk Linggau

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum
a. Kesadaran : compos mentis
b. Tekanan darah : 100/70 mmHg
c. Heart rate : 80 kali/menit
d. Respiratory rate : 20 kali/menit
e. Temperature : 36,5oC
f. SpO2 : 99%
2. Keadaan spesifik
a. Kepala : Normocephali
1. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
refleks cahaya (+/+), pupil isokor diameter 3 mm
2. Mulut : mukosa bibir baik
3. Telinga : fungsi pendengaran baik
b. Leher : Pembesaran KGB (-)
c. Thoraks
- Paru
Inspeksi : statis kanan = kiri simetris
Dinamis kanan = kiri normal
Palpasi : stem fremitus kanan = kiri normal
Perkusi : sonor (+/+)
Auskultasi : vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)

7
- Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi : bunyi jantung normal
- Mammae
Inspeksi : kemerahan pada kulit (-), ulkus (-), peau de’orange
(-), terdapat luka jahitan pasca biopsi
Palpasi : massa (+) pada mamma sinistra, jumlah 1, ukuran
±5x2 cm, konsistensi keras, terfiksir,
nyeri (+), nipple discharge (-).

- Supraclavicula
Inspeksi : pembesaran KGB (-)
Palpasi : massa (-)

d. Aksila
Inspeksi : pembesaran KGB (+)
Palpasi : massa (+) pada KGB aksila dextra level I, teraba
keras, tepi rata, mobile, nyeri (-)

8
e. Abdomen
Inspeksi : datar
Palpasi : lemas, nyeri tekan (-)
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
f. Genitalia dan anus : dalam batas normal
g. Ekstremitas : Akral hangat, sianosis (-), CRT <2 detik

4. Pemeriksaan Penunjang:
 Biopsi
Kesan : Invasive Carcinoma Mamma of No Special Type

5. Diagnosis Banding:
a. IDCM with special type
b. Invasive Lobular Carcinoma Mammae
c. Paget’s disease
6. Diagnosis kerja: Invasive Carcinoma Mamma of No Special Type Sinistra T3N0M0
7. Tatalaksana
1. Rencana operasi
Persiapan
- Pemeriksaan lab dan darah rutin
- EKG
- Rontgen thorax
2. Rawat inap di rumah sakit
- IVFD gtt xx/menit
- Puasa pre op
3. Operasi : Simple Mastectomy

9
4. Perawatan post op : - IVFD gtt /menit
- Antibiotik boardspectrum 2x1 gr IV
- Analgetik 2x1 amp IV
8. Prognosis
a. Quo ad vitam : bonam
b. Quo ad functionam : dubia ad malam
c. Quo ad sanationam : dubia ad malam

9. Follow Up
S: Nyeri di luka operasi
O:
Status Generalikus
Keadaan Umum: Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Frekuensi Nadi : 86 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Frekuensi Napas : 20 x/menit
Suhu : 36,5°C
Status Lokalis Mamma Dextra
- Inspeksi : Tampak luka operasi (+) tertutup kassa kering(+), drain: 10 cc
serous hemorragic
A: Invasive Carcinoma Mamma Sinistra of No Special Type post Simple Mastectomy
P:
 IVFD gtt XX/menit
 Antibiotik broadspectrum 2x1 gram IV
 Analgetik 2x1 amp IV

10
10. Edukasi
1. Makan makanan tinggi protein untuk mempercepat penyembuhan luka operasi.

11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Anatomi dan Fisiologi Mammae

3.1.1. Anatomi Mammae

Kelenjar payudara (mammae) merupakan kelenjar yang mulai tumbuh sejak


minggu keenam masa embrio berupa penebalan pada ektodermal sepanjang milk line
yang terletak dari aksila sampai pertengahan pelipatan paha/inguinal. Kelenjar
payudara menjadi fungsional saat pubertas dan akan memberikan respon terhadap
estrogen pada perempuan. Kelenjar payudara mencapai puncak perkembangan saat
kehamilan dan berfungsi menghasilkan air susu setelah melahirkan. Selanjutnya
kelenjar payudara akan mengalami involusi pada saat menopause.5

Gambar 1. Anatomi Mammae (Peraboi, 2014)

Payudara dibatasi oleh kosta II atau kosta III (atau garis subclavicula) di bagian
superior, kosta VI atau kosta VII (submammary fold line) di bagian inferior, garis
parasternal di medial, dan garis aksilaris anterior di bagian lateral.5
Payudara merupakan elevasi dari jaringan glandular dan adiposa yang tertutup
kulit pada dinding anterior dada. Payudara terletak di atas otot pektoralis mayor dan

12
melekat pada otot tersebut melalui selapis jaringan ikat. Ukuran payudara bergantung
pada variasi jumlah jaringan lemak dan jaringan ikat, bukan pada jumlah
glandulanya. Struktur payudara terdiri dari:5
a. jaringan glandular terdiri dari 15 sampai 20 lobus mayor, setiap lobus dialiri
duktus laktiferus yang membesar menjadi sinus laktiferus (ampula),
b. lobus-lobus dikelilingi jaringan adiposa dan dipisahkan oleh ligamen
suspensorium Cooper (berkas jaringan ikat fibrosa),
c. lobus mayor bersubdivisi menjadi 20 sampai 40 lobulus, setiap lobulus
kemudian bercabang menjadi duktus-duktus kecil yang berakhir di 10-100
alveoli sekretori,
d. puting memiliki kulit berpigmen dan berkerut membentang keluar sekitar 1
cm sampai 2 cm untuk membentuk aerola,
e. jaringan ikat, pembuluh darah, pembuluh limfe dan saraf yang merupakan
stroma payudara.

Gambar 2. Anatomi Mammae (Netter, 2014)

13
Suplai darah berasal dari arteri mammaria interna (arteri thoracic interna), yang
merupakan cabang arteri subklavia. Pendarahan tambahan berasal dari arteri aksilaris
melalui cabang arteri torakalis lateralis, arteri torako dorsalis, dan arteri torako
akromialis. Aliran darah balik melalui vena mengikuti perjalanan arteri ke vena
mammaria interna dan cabang-cabang vena aksilaris menuju vena kava superior.5

Aliran limfe pada payudara dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok aksila
dan kelompok mammaria interna, 97% aliran limfatik menuju ke kelenjar getah bening
aksila, sedangkan 3% menuju ke kelenjar getah bening mammaria interna.5
1. Kelompok aksila
Merupakan jalur utama penyebaran regional kanker payudara primer. Menurut
Berg KGB aksila dibagi menjadi tiga, yaitu level I (terletak di lateralis m.
pectoralis minor), level II (di posterior m. pectoralis minor), dan level III (di
medial m. pectoralis minor).

14
Gambar 3. KGB Aksila level I, II, III (Peraboi, 2014)

2. Kelompok mammaria internal


Terletak retrosternal di ruang antar iga di daerah parasternal, di sepanjang vasa
mammaria interna.

Gambar 4. Nodus Limftatikus pada Payudara

Persarafan kulit payudara diurus oleh cabang pleksus servikalis dan nervus
intercostalis. Jaringan kelenjar payudara sendiri diurus oleh saraf simpatis. Ada beberapa
saraf lagi yang perlu diingat sehubungan dengan penyulit paralisis dan mati rasa pasca
pembedahan yakni nervus intercostobrakialis dan nervus kutaneus brakhius medialis

15
yang mengurus sensibilitas daerah aksila dan bagian medial lengan atas. Pada diseksi
aksila, saraf ini sedapat mungkin disingkirkan sehingga tidak terjadi mati rasa didaerah
tersebut. Saraf n.pektoralis yang mempersarafi m.pektoralis mayor dan minor,
n.torakodorsalis yang mempersarafi m.latissimus dors, dan n.torakalis longus yang
mempersarafi m.serratus anterior sedapat mungkin dipertahankan pada mastektomi
dengan diseksi aksila.(3)

Gambar 5. Anatomi mammae

3.1.2. Fisiologi Mammae


Pengembangan dan fungsi payudara diprakarsai oleh berbagai rangsangan
hormon, termasuk estrogen, progesteron, prolaktin, oksitosin, hormon tiroid, kortisol,
dan hormon pertumbuhan. Estrogen, progesteron, dan prolaktin terutama memiliki
efek trofik mendalam yang penting untuk normal perkembangan dan fungsi payudara.
Estrogen memulai perkembangan duktus, sedangkan progesteron bertanggung jawab
untuk diferensiasi epitel dan untuk perkembangan lobular. Prolaktin adalah stimulus
hormonal utama untuk laktogenesis pada akhir kehamilan dan periode postpartum. Ini
mengatur reseptor hormon dan merangsang perkembangan epitel. Hormon

16
gonadotropin luteinizing (LH) dan follicle-stimulating hormone (FSH) mengatur
pelepasan estrogen dan progesteron dari ovarium. Pada gilirannya, pelepasan LH dan
FSH dari sel-sel basofilik dari hipofisis anterior diatur oleh sekresi hormon
gonadotropinreleasing (GnRH) dari hipotalamus. Efek umpan balik positif dan negatif
dari estrogen dan progesteron yang beredar mengatur sekresi LH, FSH, dan GnRH.
Hormon-hormon ini bertanggung jawab untuk pengembangan, fungsi dan
pemeliharaan jaringan payudara.
Pada neonatus perempuan, kadar estrogen dan progesteron yang bersirkulasi
menurun setelah lahir dan tetap rendah sepanjang masa kanak-kanak karena
sensitivitas poros hipotalamus-hipofisis terhadap umpan balik negatif dari hormon-
hormon ini. Dengan terjadinya pubertas, ada penurunan sensitivitas poros
hipotalamus-hipofisis terhadap umpan balik negatif dan peningkatan sensitivitasnya
terhadap umpan balik positif dari estrogen. Kejadian fisiologis ini memulai
peningkatan sekresi GnRH, FSH, dan LH dan akhirnya peningkatan sekresi estrogen
dan progesteron oleh ovarium, yang mengarah pada pembentukan siklus menstruasi.
Pada awal siklus menstruasi, ada peningkatan ukuran dan kepadatan payudara, yang
diikuti oleh pembengkakan jaringan payudara dan proliferasi epitel. Dengan timbulnya
menstruasi, pembengkakan payudara mereda dan proliferasi epitel berkurang. 6

17
Gambar 6. Fisiologi Mammae

3.2. Karsinoma Mammae

a. Epidemiologi
Kanker payudara pada wanita menduduki tempat nomor dua setelah karsinoma
serviks uterus. Di Amerika Serikat, kanker payudara merupakan 28% kanker pada wanita
kulit putih, dan 25% pada wanita kulit hitam. Kurva insidens usia bergerak naik terus sejak
usia 30 tahun. Kanker ini jarang sekali ditemukan pada wanita usia dibawah 20 tahun.
Angka tertinggi terdapat pada usia 45-66 tahun. Insidens kanker payudara pada lelaki
hanya 1% dari kejadian pada perempuan.7
Data registrasi kanker di RS Kanker Dharmais tahun 2003-2007 menunjukkan
bahwa kanker payudara memiliki frekuensi tertinggi dari seluruh kanker yang ditemukan
dengan frekuensi relatif sebesar 26%. Di antara keganasan pada wanita, frekuensi relatif
kanker payudara mencakup 42% sedangkan kanker leher rahim 19% di Amerika dan Eropa
yang mencapai 100 per 100.000 penduduk. Perkiraan angka kematian akibat kanker
payudara di Indonesia adalah 18,6 per 100.000. Sebagian besar penderita kanker payudara
di Indonesia berobat dalam stadium lanjut seperti yang terlihat pada laporan angka kejadian
kanker payudara di RS Kanker Dharmais menurut stadium sebagai berikut stadium I 6%,
stadium II 18%, stadium III 44%, stadium IV 32%.5
b. Faktor Risiko
Berbagai faktor dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker payudara, termasuk
bertambahnya usia, riwayat keluarga, paparan hormon reproduksi wanita (baik endogen
maupun eksogen), faktor makanan, penyakit payudara jinak, riwayat reproduksi, dan faktor
lingkungan. Mayoritas faktor-faktor ini membawa peningkatan risiko yang kecil hingga
sedang untuk setiap wanita. Diperkirakan sekitar 50% wanita yang menderita kanker
payudara tidak memiliki faktor risiko yang dapat diidentifikasi melalui usia dan jenis
kelamin wanita.8
I. Faktor Usia

Risiko terkena kanker payudara meningkat seiring bertambahnya usia.


Dengan menggunakan database Surveillance, Epidemiology, dan End Result
(SEER), probabilitas seorang wanita di Amerika Serikat mengembangkan kanker

18
payudara adalah risiko seumur hidup 1 dari 8; 1 dari 202 sejak lahir hingga usia 39
tahun, 1 dari 26 dari 40-59 tahun, dan 1 dari 28 dari 60-69 tahun (Shah, Rosso, &
Nathanson, 2014). Satu dari delapan keganasan payudara invasif ditemukan pada
wanita usia di bawah 45 tahun dan dua dari tiga keganasan payudara invasif
ditemukan pada wanita berusia 55 tahun (Syamsuhidayat & De Jong, 2017).
Usia merupakan salah satu faktor risiko yang paling penting. Di Amerika
Serikat, risiko dalam hidup seorang wanita untuk menderita kanker payudara adalah
12,15% sepanjang hidupnya. Namun meningkatnya faktor risiko kanker payudara
oleh bertambahnya usia juga ditentukan oleh faktor risiko lainnya yang dimiliki
oleh tiap individu, seperti obesitas penggunaan terapi sulih hormon, atau fungsi
reproduksi.5
Kanker payudara jarang dijumpai pada usia di bawah 30 tahun tapi insidennya
meningkat tajam hingga usia sekitar 50 tahun (30,35%). Setelah usia 50 tahun
frekuensinya tetap meningkat tapi perlahan. Perbedaan insiden berdasarkan usia ini
diinterpretasikan sebagai efek dari hormon ovarium pada perkembangan
penyakit.2,3,4
Bertambahnya umur merupakan salah satu faktor risiko tumor/kanker payudara,
diduga karena pengaruh pajanan hormonal dalam waktu lama terutama hormon estrogen
dan juga ada pengaruh dari faktor risiko lain yang memerlukan waktu untuk menginduksi
terjadinya kanker

II. Jenis Kelamin


Kanker payudara 100 kali lebih sering terjadi pada perempuan daripada
laki-laki. Alasan utamanya adalah karena pada wanita, sel-sel pada payudara lebih
sering terekspose oleh hormon-hormon estrogen dan progesteron yang
mempengaruhi peertumuhan sel-sel pada payudara. Angka kejadian kanker
payudara pada laki-laki hanya 1 %.2
III. Faktor Genetik
Wanita dengan riwayat kanker payudara dalam keluarga keturunan pertama
(ibu, bapak, kakak, adik) mempunyai risiko yang meningkat. Peningkatan risiko ini
sebanding dengan jumlah keluarga inti yang menderita. Jika dibandingkan dengan

19
wanita tanpa riwayat keluarga, maka risiko akan meningkat sebesar 1,8 kali jika
terdapat riwayat satu penderita dan meningkat sampai 4 kali jika terdapat tiga atau
lebih penderita kanker payudara dalam keluarga inti. Kanker ovarium dalam
keluarga juga merupakan faktor risiko kanker payudara yang harus
diperhitungkan.5
Riwayat keluarga kanker payudara telah lama dikenal sebagai faktor risiko
penyakit ini. Risiko terkena kanker payudara meningkat 1,5 kali lipat menjadi tiga
kali lipat jika seorang wanita memiliki ibu atau saudara perempuan dengan kanker
payudara.8
Mutasi genetic berhubungan dengan kanker payudara yang diturunkan dalam
keluarga. BRCA1, BRCA2, CHEK2, TP53 (p53), PTEN merupakan onkogen yang
berperan dalam proses ini. Mutasi gen BRCA1 dan BRCA2 merupakan risiko
kumulatif terkuat untuk terjadinya kanker payudara dengan prevalensi sebesar 5-
10%. Wanita dengan mutasi gen BRCA1 memiliki risiko sebesar 48% untuk
mengalami kanker payudara pada usia 80 tahun, sementara mutasi gen BRCA2
memiliki risiko sebesar 74%.5

IV. Faktor Hormon


Peningkatan paparan estrogen dikaitkan dengan peningkatan risiko
mengembangkan kanker payudara. Sejalan dengan itu, faktor-faktor itu
meningkatkan jumlah siklus menstruasi, seperti menarche dini, nulliparitas, dan
terlambat menopause, berhubungan dengan peningkatan resiko.
Di awal terbentuknya, sel payudara merupakan sel yang tidak
berdiferensiasi yang rentan terhadap rangsangan karsinogenik. Diferensiasi sel
akan terjadi pada masa kehamilan dan laktasi. Faktor hormone endogen (estrogen
dan progesterone) dan eksogen (kontrasepsi oral dan terapi sulih hormone)
menyebabkan proliferasi sel payudara dan hal tersebut merupakan rangangan
karsinogenik. Oleh karena sel payudara yang rentan terhadap rangsangan
karsinogenik adalah sel yang tidak berdiferensiasi, maka wanita yang tidak
memiliki anak (nulipara), tidak laktasi, menggunakan kontrasepsi oral, dan terapi

20
sulih hormone (TSH) memiliki faktor risiko yang lebih tinggi mengalami kanker
payudara.5
Menarche pada usia dini dan menopause yang terlambat dapat
meningkatkan risiko kanker payudara. Menarche sebelum usia 12 tahun
mempunyai risiko kanker payudara 20% lebih besar dari menarche setelah usia 15
tahun. Risiko kanker payudara berkurang sekitar setengahnya jika menopause
terjadi sebelum usia 45 tahun dibandingkan jika menopause terjadi setelah usia 55
2,3,6
tahun. Hal ini mungkin disebabkan karena eksposure hormon estrogen dan
progesterone yang berkepanjangan yang mempengaruhi pertumbuhan sel-sel
payudara.
Status reproduksi juga mempengaruhi risiko terkena kanker payudara.
Wanita yang tidak pernah melahirkan (nullipara) atau yang pertama kali melahirkan
anak pada usia lebih dari 31 tahun mempunyai risiko tiga hingga empat kali lebih
besar dibandingkan perempuan yang melahirkan anak pertamanya sebelum berusia
18 tahun. Wanita yang mempunyai banyak anak (multipara) diasosiasikan dengan
berkurangnya risiko kanker payudara, tentunya setelah memperhitungkan usia saat
melahirkan anak pertama. Menyusui lebih lama juga dianggap dapat menurunkan
risiko kanker payudara.2,4,6

V. Densitas Payudara
Densitas payudara yang tinggi memiliki risiko kanker payudara 4-6 kali lipat
dibandingkan wanita dengan densitas payudara yang rendah. 5 Dalam sebuah studi
kasus kontrol dari 1.112 pasangan kasus kontrol yang menjalani skrining
mamografi, wanita dengan kepadatan payudara lebih dari 75% memiliki
peningkatan peluang kanker payudara 4,7 kali lipat dibandingkan dengan mereka
yang memiliki kepadatan payudara kurang dari 10%.8

VI. Gaya Hidup


Obesitas pada masa post menopause meningkatkan risiko kanker payudara,
sebaliknya obesitas di masa premenopause menurunkan risiko. Hal ini disebabkan
karena obesitas pramenopause meningkatkan kejadian anovulasi sehingga

21
menurunkan pajanan payudara terhadap progesterone. Pada masa pascamenopause,
penurunan risiko kanker payudara yang disebabkan oleh obesitas secara bertahap
menghilang, dan peningkatan bioavailabilitas estrogen pada masa ini akan
meningkatkan risiko kanker payudara.5
Aktivitas fisik olahraga selama 4 jam setiap minggu menurunkan risiko
sebesar 30%.5 Tingkat aktivitas fisik yang rendah adalah faktor risiko kanker
payudara yang mapan di antara wanita pascamenopause dan wanita premenopause.
Sebuah meta-analisis dari 29 studi kasus-kontrol dan 19 studi kohort yang
diterbitkan antara tahun 1994 dan 2006 telah memberikan bukti kuat untuk
hubungan terbalik antara aktivitas fisik dan risiko kanker payudara, mengutip
bahwa bukti untuk hubungan antara aktivitas fisik dan kanker payudara
pramenopause adalah tidak sekuat itu untuk kanker payudara pascamenopause.
Kesimpulan dari meta-analisis adalah bahwa setiap jam tambahan aktivitas fisik per
minggu dapat mengurangi kanker payudara sekitar 6%. Sebuah laporan baru-baru
ini dari Nurses 'Health Study II telah menunjukkan bahwa aktivitas fisik rekreasi
selama masa muda, yang didefinisikan antara usia 12 dan 22 tahun, mungkin
memiliki dampak yang lebih besar pada risiko kanker payudara premenopause
dibandingkan aktivitas pada usia yang lebih tua.8
Konsumsi alkohol dikethui meningkatkan kadar estradiol dan progesteron
dalam serum darah. Konsumsi alkohol 2 gelas perhari dapat meningkatkan risiko
hingga 21%.5,6 Konsumsi alkohol dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker
payudara yang secara statistik signifikan pada tingkat serendah 5,0 hingga 9,9 g per
hari, setara dengan 3 hingga 6 minuman per minggu (333 kasus / 100000 orang-
tahun). Asupan alkohol baik sebelumnya maupun setelah masa dewasa secara
independen terkait dengan risiko (Shah, Rosso, & Nathanson, 2014).

VII. Paparan Radiasi


Paparan radiasi dari berbagai sumber termasuk perawatan medis dan ledakan
nuklir meningkatkan risiko kanker payudara. Radiasi ke dinding dada untuk
pengobatan kanker pada anak-anak meningkatkan risiko kanker payudara secara
linier dengan dosis radiasi dada. Efek radiasi pada perkembangan kanker payudara

22
wanita juga telah dibuktikan di Jepang setelah serangan nuklir di Hiroshima dan
Nagasaki dan berkorelasi positif dengan kurang dari 35 tahun pada saat paparan
(Shah, Rosso, & Nathanson, 2014).

c. Patogenesis
Terdapat dua jenis sel utama pada kanker payudara orang dewasa, yaitu sel mioepitel
dan sel sekretorik lumen. Secara klinis dan histopatologis terjadi beragam tahap morfologis
dalam perjalanan menuju keganasan. Terjadi hyperplasia ductal, ditandai dengan
proliferasi sel epitel poliklonal yang tersebar tidak rata, yang pola kromatin dan bentuk
intinya saling tumpang tindih, dan lumen duktus yang tidak teratur; sering menjadi tanda
awal keganasan. Sel-sel tersebut relative memiliki sedikit sitoplasma dan batas selnya tidak
jelas dan secara sitologis jinak. Perubahan dari hyperplasia ke hyperplasia atipikal (klonal)
yang sitoplasma selnya lebih jelas, intinya lebih jelas dan tidak tumpang tindih, serta lumen
duktusnya teratur, secara klinis meningkatkan risiko kanker payudara. 9
Setelah hyperplasia atipikal, tahap selanjutnya adalah timbul karsinoma in situ, baik
karsinoma ductal maupun lobuler. Pada karsinoma in situ terjadi proliferasi sel yang
memiliki gambaran sitology sesuai dengan keganasan, tetapi proliferasi sel tersebut belum
menginvasi stroma dan menembus membrane basal. 9
Karsinoma in situ lobuler biasanya menyebar ke seluruh jaringan payudara (bahkan
bilateral) dan biasanya tidak teraba dan tidak terlihat pada pencitraan. Sebaliknya
karsinoma ductal in situ merupakan lesi duktus segmental yang dapat mengalami
kalsifikasi sehingga memberikan penampilan yang beragam. 9
Setelah sel-sel tumor menembus membrane basal dan menginvasi stroma, tumor
tumbuh menjadi invasif, dapat menyebar serta hematogen dan limfogen sehingga
menimbulkan metastasis.9

23
Gambar 7. Tumorigenesis Kanker Payudara (Syamsuhidayat & De Jong, 2017)

d. Histopatologi Kanker Payudara


Untuk kanker payudara digunakan klasifikasi histologik berdasarkan WHO
Histological Classification of Tumours of the breast, tahun 2012 sebagai berikut:(10)

1. Karsinoma in situ :
- Ductal carcinoma in situ
- Lobular carcinoma in situ
2. Karsinoma invasive :
- Invasive carcinoma of no special type (NST)
Subtipe : Pleomorphic carcinoma, carcinoma with osteoclast-like stromal giant
cells, carcinoma with melanocytic features
- Invasive Lobular carcinoma :
Subtipe : Classic, Solid, Alveolar, Pleomorphic, Tubulolobular, mied lobular
- Tubular carcinoma
- Mucinous carcinoma
- Carcinoma with medullary features
- Invasive micropapillary carcinoma
- Metaplastic carcinoma of no special type
- Epithelial-myoepithelial tumors
- Intraductal papillary carcinoma
- Paget’s disease of the nip

1. Karsinoma In Situ
Sel-sel kanker in situ atau invasif tergantung pada apakah mereka menyerang
melalui membran basal atau tidak. Deskripsi Broders tentang kanker payudara in situ
menekankan tidak adanya invasi sel ke dalam stroma sekitarnya dan hanya dalam batas
duktal dan alveolar. Karena area invasi mungkin sedikit, diagnosis akurat dari kanker
in-situ memerlukan analisis mikroskopis untuk menyingkirkan kemungkinan adanya
invasi (Brunicardi, 2018).

24
a. Lobular Carcinoma In Situ (LCIS)
LCIS berasal dari unit lobular duct terminal dan berkembang hanya pada
payudara wanita. Hal ini ditandai dengan distensi dan distorsi unit lobular duktus
terminal oleh sel-sel yang besar tetapi mempertahankan nukleus: sitoplasma yang
normal. Gumpalan mukosa sitoplasma adalah fitur seluler yang khas. LCIS dapat
diamati pada jaringan payudara yang mengandung mikrokalsifikasi, tetapi
kalsifikasi yang terkait dengan LCIS biasanya terjadi pada jaringan yang
berdekatan (Brunicardi, 2018).

Gambar 8. Lobular Carcinoma Insitu

b. Ductal Carcinoma In Situ (DCIS)


Meskipun DCIS sebagian besar terlihat pada payudara wanita, itu
menyumbang 5% dari kanker payudara pria. Istilah karsinoma intraduktal sering
diterapkan pada DCIS, yang membawa risiko tinggi untuk berkembang menjadi
kanker invasif. Secara histologis, DCIS ditandai oleh proliferasi epitel yang
melapisi saluran minor, menghasilkan pertumbuhan papiler dalam lumina saluran.
Pada awal perkembangannya, sel-sel kanker tidak menunjukkan pleomorfisme,
mitosis, atau atipia, yang menyebabkan kesulitan dalam membedakan DCIS awal
dari hiperplasia jinak. Pertumbuhan papiler (pola pertumbuhan papiler) akhirnya
menyatu dan mengisi saluran lumina sehingga hanya tersebar, ruang bundar tetap
di antara gumpalan sel kanker atipikal, yang menunjukkan hiperkromasia dan
hilangnya polaritas (pola pertumbuhan cribiform). Akhirnya sel-sel kanker

25
pleomorfik dengan angka-angka mitosis yang sering melenyapkan lumina dan
menggembungkan saluran-saluran (pola pertumbuhan padat). Dengan
pertumbuhan yang berkelanjutan, sel-sel ini melebihi suplai darah mereka dan
menjadi nekrotik (pola pertumbuhan komedo). Deposisi kalsium terjadi pada area
nekrosis dan merupakan gambaran umum yang terlihat pada mamografi
(Brunicardi, 2018).
Wanita dengan DCIS dan bukti penyakit yang luas (> 4 cm penyakit atau
penyakit di lebih dari satu kuadran) biasanya membutuhkan mastektomi. Terapi
adjuvant tamoxifen dipertimbangkan untuk pasien DCIS dengan penyakit ER-
positif. Gold Standart untuk terapi konservasi payudara untuk DCIS yang
dievaluasi adalah mastektomi. Wanita dirawat dengan mastektomi memiliki
tingkat kekambuhan dan mortalitas lokal <2%. Tidak ada penelitian secara acak
yang membandingkan mastektomi vs operasi konservasi payudara dan tidak ada
penelitian payudara secara acak operasi konservasi dengan atau tanpa radioterapi
untuk DCIS yang dilakukan untuk menunjukkan perbedaan dalam mortalitas.
Wanita dirawat dengan lumpectomy dan terapi radiasi ajuvan memiliki
kekambuhan lokal tingkat yang meningkat dibandingkan dengan mastektomi.
45% dari kekambuhan ini akan menjadi kanker invasif saat radiasi terapi tidak
digunakan.6

Gambar 9. Ductal Carcinoma Insitu

26
2. Karsinoma Mammae Invasive
Kanker payudara invasif digambarkan sebagai lobular atau ductal. Klasifikasi
awal menggunakan istilah lobular untuk menggambarkan kanker invasif yang
berhubungan dengan LCIS, sedangkan semua kanker invasif lainnya disebut sebagai
duktus. Klasifikasi histologis saat ini mengenali tipe-tipe khusus kanker payudara
(10% dari total kasus), yang ditentukan oleh gambaran histologis spesifik. Untuk
memenuhi syarat sebagai kanker tipe khusus, setidaknya 90% kanker harus
mengandung fitur histologis yang jelas. Sekitar 80% kanker payudara invasif
digambarkan sebagai karsinoma duktal invasif tanpa tipe khusus (NST). Kanker ini
umumnya memiliki prognosis yang lebih buruk daripada kanker tipe khusus. Foote
dan Stewart awalnya mengusulkan klasifikasi berikut untuk kanker payudara invasi:
i. Paget’s disease of the nipple
ii. Invasive ductal carcinoma—Adenocarcinoma with productive fibrosis
(scirrhous, simplex, NST), 80
iii. Medullary carcinoma, 4%
iv. Mucinous (colloid) carcinoma, 2%
v. Papillary carcinoma, 2%
vi. Tubular carcinoma, 2%
vii. Invasive lobular carcinoma, 10%
viii. Rare cancers (adenoid cystic, squamous cell, apocrine)

Invasive ductal carcinoma mammae (IDCM) pada payudara dengan fibrosis


produktif (skirrosa, simpleks, NST) menyumbang 80% kanker payudara dan disertai
metastasis kelenjar getah bening aksila makroskopis atau mikroskopis hingga 25% dari
kasus yang terdeteksi di layar dan hingga 60% dari gejala kasus. Kanker ini paling
sering terjadi pada wanita perimenopausal atau pascamenopause pada decade ke lima
hingga enam sebagai massa tunggal padat dan memiliki margin yang tidak jelas.

Karsinoma lobular invasif merupakan 10% dari kanker payudara. Gambaran


histopatologis kanker ini meliputi sel-sel kecil dengan nuklei bulat, nukleolus yang
tidak mencolok, dan sedikit sitoplasma. Noda khusus dapat mengkonfirmasi

27
keberadaan musin intracytoplasmic, yang dapat menggantikan nucleus. Pada klinis,
karsinoma lobular invasif bervariasi dari karsinoma yang tidak jelas secara klinis
hingga yang menggantikan seluruh payudara dengan massa yang tidak jelas.
Seringkali multifokal, multisentris, dan bilateral. Karena pola pertumbuhannya yang
berbahaya dan gambaran mamografi yang halus, karsinoma lobular invasif mungkin
sulit dideteksi. Lebih dari 90% kanker lobular mengekspresikan reseptor estrogen.

e. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis
Anamnesis bertujuan untuk mengidentifikasi identitas penderita, faktor risiko,
perjalanan penyakit, tanda dan gejala kanker payudara, riwayat pengobatan dan
riwayat penyakit yang pernah diderita. Keluhan utama yang sering umumnya berupa
benjolan di payudara. Nyeri payudara dan nipple discharge adalah keluhan yang jarang
pada kanker payudara dan keadaan ini sering ditemukan pada kelainan jinak seperti
penyakit fibrokistik dan papiloma intraduktal. Malaise, nyeri tulang, sesak napas dan
kehilangan berat badan adalah keluhan yang jarang, tapi merupakan indikasi adanya
metastasis jauh. Keluhan-keluhan kanker payudara umumnya adalah5:
 sebagian besar berupa benjolan yang padat keras
 perubahan bentuk puting
o retraksi puting
o puting mengeluarkan darah (nipple discharge)
o eksem sekitar puting (Paget’s disease) - perubahan kulit
o lesung pada kulit (dimpling)
o berkerut seperti kulit jeruk (peau d‘orange)
o borok (ulkus)
o eritema, edema
o nodul satelit
 benjolan di aksila

28
Keluhan tambahan pada kanker payudara stadium lanjut merupakan manifestasi
adanya metastasis regional, metastasis jauh ataupun komplikasi. Keluhan tambahan ini
meliputi5:

 lengan bengkak
 nyeri pinggang/punggung atau tulang belakang, lemah atau kelumpuhan
tungkai, atau patah tulang
 batuk-batuk kering yang tidak kunjung sembuh
 sesak napas jika sudah terdapat pleural efusi atau metastasis di parenkim paru
yang luas
 rasa penuh, mual, mata kuning
 nyeri kepala yang hebat, kejang, kesadaran menurun
 penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan status lokalis, regionalis, dan sistemik.
Biasanya pemeriksaan fisik dimulai dengan menilai status generalis (tanda vital
pemeriksaan menyeluruh tubuh) untuk mencari kemungkinan adanya metastasis
dan/atau kelainan medis sekunder. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan untuk menilai
status lokalis dan regionalis. Pemeriksaan ini dilakukan secara sistematis, inspeksi dan
palpasi. Inspeksi dilakukan dengan pasien duduk, pakaian atas dan bra dilepas dan
posisi lengan di samping, di atas kepala dan bertolak pinggang. Inspeksi pada kedua
payudara, aksila dan sekitar klavikula yang bertujuan untuk mengidentifikasi tanda
tumor primer dan kemungkinan metastasis ke kelenjar getah bening. 5
Palpasi payudara dilakukan pada pasien dalam posisi terlentang, lengan
ipsilateral di atas kepala dan punggung diganjal bantal. kedua payudara dipalpasi
secara sistematis, dan menyeluruh baik secara sirkular ataupun radial. Palpasi aksila
dilakukan dilakukan dalam posisi pasien duduk dengan lengan pemeriksa menopang
lengan pasien. Palpasi juga dilakukan pada infra dan supraklavikula. 5
Hasil pemeriksaan fisik palpasi untuk status lokalis dan regionalis (bila ada
tumor) dideskripsikan hal-hal berikut ini: 5

29
 Apakah ada tumor
 Letak tumor
 Berapa banyak tumornya
 Ukuran tumor (dalam cm)
 Konsistensi (padat/padat kenyal - padat keras- kistik)
 Permukaan (halus - kasar)
 Batas (tegas-tidak tegas sebagian/seluruhnya) dengan jaringan payudara
sekitarnya.
 Mobilitas (baik - terbatas - fixed)
 Nyeri (ya-tidak)
 KGB aksila, infra dan supraklavikula (ada pembesaran KGB, diduga
metastasis/tidak, ukuran dari KGB aksila tersebut).

Hasil pemeriksaan fisik payudara akan menghasilkan tumor jinak (padat/kistik),


tumor ganas atau tumor yang sulit dijelaskan jinak atau ganasnya. 5

Gambar 10. Teknik Melakukan Inspeksi Payudara dan Daerah Sekitarnya


Dengan Lengan di Samping, di Atas Kepala, dan Bertolak Pinggang (Paraboi, 2018)

30
Gambar 11. Teknik Melakukan Palpasi Parenkim Payudara untuk Identifikasi
Tumor Primer dan Palpasi Aksila, Infraklavikula, dan Supraklavikula untuk
Identifikasi Pembesaran Kelenjar Getah Bening Regional.

Gambar 12. Pemeriksaan Fisik pada Payudara (Brunicardi, 2018)

31
3. Pemeriksaan Penunjang
A. Mammografi Diagnostik
Mammografi merupakan suatu pemeriksaan dengan soft tissue technic yang
dapat mendeteksi 85% kanker payudara. Meskipun 15% kanker payudara tidak
bisa divisualisasikan dengan mammografi, 45% kanker payudara dapat dilihat
pada mammografi sebelum mereka dapat diraba. Adanya proses keganasan akan
memberikan tanda–tanda primer dan sekunder.
Mammografi adalah pencitraan menggunakan sinar X pada jaringan
payudara yang dikompresi. Mammogram adalah gambar hasil mammografi. Untuk
memperoleh interpretasi hasil pencitraan yang baik, dibutuhkan dua posisi
mammogram dengan proyeksi berbeda 45 derajat (kraniokaudal dan
mediolateralobligue). Tujuan mammografi adalah skrining kanker payudara,
diagnosis kanker payudara, dan follow-up setelah pengobatan. Mammografi
dikerjakan pada wanita usia di atas 35 tahun, namun karena payudara orang
Indonesia lebih padat maka hasil terbaik mammografi didapat pada usia >40
tahun. Mammografi dilakukan pada hari ke 7-10 dihitung dari hari pertama haid.
Untuk standardisasi penilaian dan pelaporan hasil mammografi digunakan
BIRADS yang dikembangkan oleh American College of Radiology (Peraboi,
2014).

32
Gambaran mammografi untuk lesi ganas dibagi atas tanda primer dan sekunder.

Tanda primer berupa: 5


a. densitas yang meninggi pada tumor
b. batas tumor yang tidak teratur oleh karena adanya proses infiltrasi ke
jaringan sekitarnya atau batas yang tidak jelas (comet sign)
c. gambaran translusen di sekitar tumor
d. gambaran stelata
e. adanya mikrokalsifikasi sesuai kriteria Egan
f. ukuran klinis tumor lebih besar dari radiologis.

Tanda sekunder: 5
a. retraksi kulit atau penebalan kulit
b. bertambahnya vaskularisasi
c. perubahan posisi puting
d. kelenjar getah bening aksila (+)
e. keadaan daerah tumor dan jaringan fibroglandular tidak teratur
f. kepadatan jaringan subareolar yang berbentuk utas.

33
Gambaran kalsifikasi yang diduga ganas menurut kriteria Egan adalah kalsifikasi
dengan lokasi di parenkim payudara, ukuran kurang dari 0,5 mm, jumlah lebih dari 5
dan bentuk stelata. 5

Gambar 9. Algoritma Pemeriksaan dan Mammografi pada Benjolan Payudara


(Peraboi, 2014)

B. USG Payudara
Salah satu kelebihan USG adalah mendeteksi massa kistik. Serupa dengan
mammografi, American College of Radiology juga menyusun bahasa standar untuk
pembacaan dan pelaporan USG sesuai dengan BIRADS.5
Karakteristik yang dideskripsikan adalah:
a. bentuk massa
b. Margin
c. Orientasi
d. jenis posterior akustik
e. batas lesi
f. pola echo

34
Gambaran USG pada benjolan yang harus dicurigai ganas di antaranya:
• permukaan tidak rata
• taller than wider
• tepi hiperekoik
• echo interna heterogen
• vaskularisasi meningkat, tidak beraturan dan masuk ke dalam tumor
membentuk sudut 90 derajat.
Penggunaan USG untuk tambahan mammografi meningkatkan akurasinya
sampai 7,4%. Namun USG tidak dianjurkan untuk digunakan sebagai modalitas
skrining karena didasarkan penelitian ternyata USG gagal menunjukan efikasinya
(Peraboi, 2014). Sensitivitas pemeriksaan untuk status nodus aksila berkisar antara
35% hingga 82% dan spesifisitas berkisar antara 73% hingga 97%.6
USG berguna untuk menentukan ukuran lesi dan bias membedakan lesi
kistik atau solid. Ultrasonography bisa juga digunakan untuk menilai respon
kemoterapi neoadjuvan, membantu ahli bedah dengan cara memberi marker
preoperative untuk menentukan batas-batas sayatan dan sebagai penuntun
(guiding) untuk melakukan biopsy jarum pada lesi yang nonpalpable.9

C. MRI Payudara
Pada MRI payudara akan terlihat kontras antara jaringan payudara dan
lemak karena perbedaan mobilitas dan lingkungan magnet dari atom hidrogen di
air dan lemak. MRI lebih unggul dari mammografi dan USG payudara dalam hal:5
 penentuan ukuran dan ekstensi tumor
 penemuan lesi multifokal dan multisentrik
 penemuan lesi kontralateral
 MRI tidak dapat melihat mikrokalsifikasi.

Penggunaan lain MRI adalah untuk:


 memantau hasil kemoterapi neoadjuvan

35
 mencari fokus primer di payudara pada pasien dengan adenocarcinoma of
unknown origin, dan
 mengevaluasi temuan mammogram yang tidak dapat dinilai dengan USG
payudara pasien dengan implan payudara

D. Pemeriksaan Patologi
Pemeriksaan patologi pada kanker payudara meliputi pemeriksaan sitologi,
histopatologi, immunohistokimia (IHK), dan hibridisasi in situ (FISH, CISH, dan
DISH) dan gene array (microarray hanya dilakukan pada penelitian dan kasus
khusus).

Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel tertutup dengan fine needle aspiration biopsy


(FNAB) dan core biopsy. Teknik pengambilan sampel terbuka dengan biopsi
insisi dan biopsi eksisi.

Pemeriksaan Sitologi
Pemeriksaan yang bersifat sitologi adalah FNAB, imprint, dan analisa cairan
(nipple discharge dan kista). Pemeriksaan ini merupakan bagian dari triple
diagnostic untuk tumor payudara yang teraba atau pada tumor yang tidak teraba
dengan bantuan penuntun pencitraan.
FNAB dilakukan dengan menggunakan jarum no. 27 dengan cara
mengaspirasi sejumlah kecil jaringan tumor kemudian diperiksa di bawah
mikroskop. Jika lokasi tumor dapat diraba dengan mudah, FNAB dapat dilakukan
sambil meraba massa tumor, namun jika tumor tidak dapat diraba maka FNAB
dilakukan dengan panduan USG dalam menentukan arah jarum. Walaupun paling
mudah dilakukan, namun FNAB tidak dapat menentukan grading tumor dan
kadang tidak memberikan diagnosis yang jelas sehingga dibutuhkan biopsi
lainnya.

Pemeriksaan Histopatologi
Bahan pemeriksaan Histopatologi diambil melalui :

36
 Core Biopsy
 Biopsi Eksisional untuk tumor ukuran <3 cm
 Biopsi Insisional untuk tumor
 Operable ukuran >3 cm sebelum operasi definitif
 Inoperable
 Spesimen mastektomi disertai dengan pemeriksaan KGB

Pemeriksaan histopatologi merupakan standar baku untuk diagnosis


definitif. Pemeriksaan ini dilakukan pada spesimen biopsi jaringan (core biopsy,
potong beku atau parafin) dan spesimen mastektomi. Hasil pemeriksaan
histopatologi dari spesimen jaringan ini harus mendeskripsikan beberapa hal yang
akan menggambarkan secara detil morfologi dari jaringan specimen dan dapat
untuk dilajutkan untuk pemeriksaan lanjutan. Pemeriksaan histopatologi yang
baik diawali dengan penanganan jaringan yang baik pula. Tahap preanalitik,
analitik dan pasca analitik harus dilakukan dengan sesuai prosedur.
Persyaratan pemeriksaan laporan histopatologi yang standar adalah sangat
penting, dari sini ditentukan perencanaan pengobatan berikutnya dan penentuan
prognosis. Laporan pemeriksaan histopatologi ini akan diteruskan sebagai data
untuk klinisi (ahli bedah dan klinisi lainnya), pasien, keperluan registrasi kanker
dan kebutuhan pencatatan kesehatan masyarakat. Dikenal beberapa tipe dan
subtipe histologis dari kanker payudara menggambarkan kemungkinan ekspresi
dari reseptor hormon dan memberi kesan prognosis (favourable or unfavourable).
Core biopsy menggunakan jarum yang cukup besar sehingga diperoleh
specimen jaringan berbentuk silinder dan lebih bermakna dibanding FNAB. Core
biopsy dapat digunakan untuk membedakan tumor invasive dan non-invasive,
menentukan grading tumor, dan digunakan untuk pemeriksaan imunohistokimia.
Biopsi terbuka dilakukan bila pada mamografi terlihat ada kelainan yang
mengarah ke tumor maligna, dan bila hasil FNAB atau core biopsy meragukan.
Biopsi eksisional adalah mengangkat seluruh massa tumor dan menyertakan
sedikit jaringan sehat di sekitar massa tumor, sedangkan biopsi insisional hanya

37
mengambil sebagian kecil tumor untuk diperiksa secara patologi anatomi
(Syamsuhidayat & De Jong, 2017).
Kombinasi mamografi diagnostik, USG, dan FNAB mencapai akurasi
hampir 100% dalam diagnosis kanker payudara pra operasi. Core biopsy lebih
disukai daripada biopsi terbuka untuk lesi payudara yang nonpalpable karena
prosedur bedah tunggal dapat direncanakan berdasarkan hasil core biopsy.
Keuntungan dari core biopsy termasuk tingkat komplikasi yang rendah, jaringan
parut minimal, dan biaya yang lebih rendah dibandingkan dengan biopsi payudara
eksisi (Brunicardi, 2018).

E. Pemeriksaan Triple Diagnostic


Triple diagnostic pada kanker payudara adalah usaha yang dilakukan untuk
membantu menentukan keganasan pada kanker payudara, dilakukan pada keadaan-
keadaan yang meragukan. Triple diagnostic yang dikerjakan antara lain
pemeriksaan fisik, pemeriksaan pencitraan, dan pemeriksaan sitologi. Bila dengan
usaha ini (triple diagnostic) diagnosis belum dapat ditegakkan maka perlu
dilakukan diagnosis patologi jaringan. Keadaan berikut merupakan indikasi untuk
dilakukan triple diagnostic:5
• semua tumor padat pada usia >35 tahun
• semua tumor yang diragukan sebagai tumor jinak pada semua usia
• nipple discharge yang berupa darah disertai atau tanpa disertai tumor

38
4. Staging
Penetapan stadium kanker dapat dengan berbagai cara tetapi yang paling umum
dan aplikatif adalah dengan sistem TNM. Saat ini klasifikasi stadium kanker payudara
berdasarkan kriteria American Joint Committee on Cancer (AJCC) edisi 7 tahun 20105

Tumor primer (T)


 Tx : Tumor primer tidak dapat ditentukan
 To : Tidak terbukti adanya tumor primer
 Tis : Karsinoma In Itu
Tis (DCIS) : Karsinoma ductal in situ
Tis (LCIS) : Karsinoma lobular in situ
Tis (Paget)
 T1 : Diameter tumor < 2 cm
 T1 mic : Mikroinvasi tumor <0,1 cm
 T1a : Tumor > 0,1 cm hingga < 0,5 cm
 T1b : Tumor > 0,5 tetapi < 1 cm
 T1c : Tumor > 1 tetapi < 2 cm
 T2 : Tumor 2 – 5 cm
 T3 : Tumor diatas 5 cm

39
 T4 : Tumor tanpa memandang ukuran, penyebaran langsung ke dinding thorax atau
kulit.
 T4a : Melekat pada dinding dada
 T4b : Edema kulit, ulkus, peau d’orange, satelit
 T4c : T4a dan T4b
 T4d : Mastitis karsinomatosis
Nodus limfe regional (N)
 Nx : Pembesaran kelenjar regional tidak dapat ditentukan
 N0 : Tidak teraba kelenjar axila
 N1 : Teraba pembesaran kelenjar axila homolateral yang tidak melekat.
 N2 : Teraba pembesaran kelenjar axila homolateral yang melekat satu sama lain
atau melekat pada jaringan sekitarnya.
 N3 : Terdapat kelenjar mamaria interna homolateral
Metastase jauh (M)
 Mx : Metastase jauh tidak dapat ditemukan
 M0 : Tidak ada metastase jauh
 M1 : Terdapat metastase jauh, termasuk kelenjar subklavikula.

40
Pengelompokan stadium secara umum adalah:5
-Stadium in situ: Stadium 0
-Stadium dini: Stadium I dan II
-Stadium lanjut lokal: Stadium III
-Stadium lanjut: Stadium IV

Metastasis
Penetapan untuk M ditentukan dengan pemeriksaan klinis dan penunjang radiologis
meliputi:
 Pencitraan rutin yang harus dilakukan untuk menentukan metastasis pada setiap
penderita kanker payudara
1. Foto thoraks
2. USG abdomen bagian atas dan bawah
 Pemeriksaan atas indikasi:
1. Skintigrafi tulang, dilakukan pada:
 tumor diameter >5cm
 klinis curiga metastasis tulang

41
 terdapat peningkatan alkali fosfatase.
 Apabila tidak dapat dilakukan, dianjurkan untuk dilakukan bone
survey.
2. CT-scan tidak rutin dikerjakan sebagai work-up, namun dilakukan dengan
pertimbangan:
 mendekati asal sel tumor jika pemeriksaan pencitraan standar
mendapatkan hasil yang meragukan atau bertentangan.
 identifikasi atau konfirmasi adanya kekambuhan loko regional atau
metastatik yang terisolasi.
 pada saat nilai biomarker yang meningkat sementara pada klinis
dan pencitraan standar tidak ditemukan kelainan.

Metastasis kanker payudara dapat terjadi melalui dua jalan:1,3

a. Metastasis melalui sistem vena


Melalui sistem vena kanker payudara dapat bermetastasis ke paru-paru, vertebra, dan
organ-organ lain. V. mammaria interna merupakan jalan utama metastasis kanker payudara
ke paru-paru melalui sistem vena sedangkan metastasis ke vertebra terjadi melalui vena-
vena kecil yang bermuara ke v.interkostalis yang selanjutnya bermuara ke dalam v.
vertebralis.

b. Metastasis melalui sistem limfe


Metastasis melalui sistem limfe pertama kali akan mengenai KGB regional terutama KGB
aksila. KGB sentral (central nodes) merupakan KGB aksila yang paling sering (90%)
terkena metastasis sedangkan KGB mammaria eksterna adalah yang paling jarang terkena.
Kanker payudara juga dapat bermetastasis ke KGB aksila kontralateral tapi jalannya masih
belum jelas, diduga melalui deep lymphatic fascial plexus di bawah payudara kontralateral
melalui kolateral limfatik. Jalur ini menjelaskan mengapa bisa terjadi metastasis ke kelenjar
aksila kontralateral tanpa metastasis ke payudara kontralateral.

c. Metastasis ke KGB supraklavikula dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung.
Penyebaran langsung yaitu melalui kelenjar subklavikula tanpa melalui sentinel nodes.
Penyebaran tidak langsung melalui sentinel nodes yang terletak di sekitar grand central

42
limfatik terminus yang menyebabkan stasis aliran limfe sehingga terjadi aliran balik
menuju ke KGB supraklavikula.
d. Metastasis ke kelenjar getah bening mammaria interna terjadi lebih sering dari yang diduga.
Biasanya terjadi pada karsinoma mamma di sentral dan kwadran medial. Dian
biasanyaterjadi setelah terjadi metastasis ke aksila.
e. Metastasis ke hepar selain melalui sistem vena dapat juga terjadi melalui sistem limfe.
Keadaan ini dapat terjadi bila tumor primer terletak di tepi medial bagian bawah payudara
dan terjadi metastasis ke kelenjar preperikardial. Selanjutnya terjadi stasis aliran limfe yang
berakibat adanya aliran balik limfe ke hepar.

Gejala kanker payudara metastasis terkait dengan lokasi dan luas tumor. Kanker
payudara metastatik (stadium IV) didefinisikan oleh penyebaran tumor di luar payudara,
dinding dada, dan kelenjar getah bening regional. Penyebaran tumor dapat terjadi melalui
darah dan pembuluh limfatik dan melalui ekstensi langsung melalui dinding dada. Situs
yang paling umum untuk metastasis kanker payudara termasuk tulang, paru-paru, hati,
kelenjar getah bening, dinding dada, dan otak. 8

43
(Sumber: Jatoi, Kaufman, & Petit, 2006 )

f. Terapi
Terapi pada kanker payudara harus didahului diagnosis kerja yang definitif
(termasuk penetapan stadium). Diagnosis dan terapi pada kanker payudara harus dilakukan
dengan pendekatan komprehensif; artinya seluruh diagnosis yang sudah ditegakkan harus
diterapi (diagnosis utama, sekunder dan komplikasi).
Terapi utama pada solid tumor (kanker padat) adalah pembedahan, sedangkan terapi
non-bedah terdiri dari terapi radiasi, kemoterapi, terapi hormon, terapi target, imunoterapi
dan terapi komplementer. Terapi pada kanker payudara ditentukan oleh stadium. Dikenal
keadaan khusus kanker payudara yang memerlukan terapi tersendiri (keganasan pada usia
ekstrem, lakilaki, kehamilan, Phyllodes, Paget’s disease). Setiap tujuan terapi, komplikasi
dan efek samping dari tindakan yang harus dikomunikasikan kepada pasien dan keluarga.5
Berbagai pandangan tentang terapi dapat dibagi atas:5
a. Menurut Tujuannya

44
 kuratif, berharap terapi yang diberikan akan menghasilkan “kesembuhan” dan
dengan demikian akan meningkatkan periode bebas penyakit dan kesintasan.
 paliatif dan simtomatik, terapi yang diberikan akan memperbaiki keadaan umum
penderita dengan sedikit harapan memperpanjang kesintasan.
b. Menurut Jenis
 primer, yaitu memberikan terapi dengan fokus pada kanker sebagai penyakit
primernya (dapat berupa terapi utama, adjuvan/neoadjuvan).
 sekunder, memberikan terapi atas penyakit sekunder/ komorbid (penyakit
komorbid/sekunder adalah penyakit lain di luar penyakit primer atau kanker
tersebut yang mungkin akan dapat mempengaruhi prognosis atau mempengaruhi
terlaksananya terapi primer).
 terapi komplikasi, yaitu terapi khusus terhadap komplikasi yang terjadi akibat
penyakit primernya (kanker).
 misal:
o fiksasi interna pada fraktur tulang panjang akibat metastasis
o aspirasi cairan pleura pada efusi pleura metastasis.

c. Menurut Modalitas Terapi


 lokal dan regional: operasi, terapi radiasi
 sistemik: terapi hormon, kemoterapi, terapi target, imunoterapi dan
komplementer

d. Menurut Cara/Strategi Pemberian Terapi


 berurutan (sequential), pemberian berbagai modalitas terapi secara bergantian
atau berurutan
 bersamaan (combined), pemberian berbagai modalitas terapi secara bersamaan.

Terapi Pembedahan

45
Pembedahan merupakan terapi utama untuk pengobatan kanker payudara stadium
awal. Saat ini terapi pembedahan kanker payudara telah mengalami kemajuan seiring
dengan perkembangan pengetahuan perilaku biologis (biologic behavior) kanker payudara.
Pembedahan pada kanker payudara bervariasi menurut luasnya jaringan yang diambil
dengan tetap berpatokan pada kaidah onkologi, yaitu eksisi luas dengan tepi dan dasar
sayatan bebas tumor.
Terdapat beberapa jenis operasi untuk terapi yaitu BCS (breast conserving surgery),
simple mastectomy, modified radical mastectomy, dan radical mastectomy. Di antara
beberapa jenis operasi tersebut metode yang paling tua adalah mastektomi radikal klasik
dari Halsted.

MRM (Modified Radical Mastectomy)


Modified Radical Mastectomy adalah tindakan pengangkatan seluruh jaringan
payudara beserta tumor, kulit di atas tumor, kompleks puting- areola dan fasia pektoralis,
disertai diseksi kelenjar getah bening aksilaris level I sampai II secara satu kesatuan (en
bloc). Indikasi: Kanker payudara stadium I, II, IIIa dan IIIb. Bila diperlukan pada stadium
IIIb, dapat dilakukan setelah terapi neoadjuvan.5

Mastektomi radikal klasik


Mastektomi radikal klasik adalah tindakan pengangkatan payudara beserta tumor,
kulit di atas tumor, kompleks puting- areola, otot pektoralis mayor dan minor, serta kelenjar
getah bening aksilaris level I, II, dan III secara satu kesatuan (en bloc). Jenis tindakan ini
merupakan tindakan operasi yang pertama kali dikenal oleh Halsted untuk kanker
payudara, namun dengan makin meningkatnya pengetahuan biologis dan makin kecilnya
tumor yang ditemukan maka makin berkembang operasi-operasi yang lebih minimal,
sehingga saat ini hanya dilakukan sesuai indikasi yaitu pada:
- kanker payudara stadium IIIb yang masih operable
- tumor dengan infiltrasi ke muskulus pektoralis mayor

Dikatakan bahwa mastektomi radikal klasik tidak lebih superior dibanding MRM
dalam hal kesintasan.

46
Mastektomi simpel
Mastektomi simpel adalah pengangkatan seluruh payudara beserta tumor, kulit di
atas tumor dan kompleks puting-areola, tanpa diseksi kelenjar getah bening aksila.
Indikasi:
- tumor Phyllodes besar
- keganasan payudara stadium lanjut dengan tujuan paliatif menghilangkan tumor
- Paget’s disease tanpa massa tumor
- DCIS

Mastektomi subkutan
Mastektomi subkutan adalah pengangkatan seluruh jaringan payudara beserta tumor
dengan preservasi kulit payudara dan kompleks puting-areola tanpa diseksi kelenjar getah
bening aksila. Indikasi:
- mastektomi profilaktik
- ginekomastia

Breast Conserving Treatment/Breast Conservation Therapy (BCT)3,4,5


Pengertian BCT secara konvensional meliputi: BCS (Breast Conserving Surgery)
dan radioterapi (whole breast dan tumor site). BCS adalah pembedahan atas tumor
payudara dengan mempertahankan bentuk (kosmetik) payudara, dibarengi atau tanpa
dibarengi dengan rekonstruksi. Tindakan yang dilakukan adalah lumpektomi atau
kuadrantektomi disertai diseksi kelenjar getah bening aksila level 1 dan level 2.5
Tujuan utama dari BCT adalah eradikasi tumor secara onkologis dengan
mempertahankan bentuk kosmetik payudara. BCT merupakan salah satu pilihan terapi
lokal dan regional kanker payudara stadium awal. Beberapa penelitian RCT menunjukkan
DFS dan OS yang sama antara BCT dan mastektomi. Namun pada follow-up 20 tahun
rekurensi lokal pada BCT lebih tinggi dibandingkan mastektomi tanpa ada perbedaan
dalam OS, sehingga pilihan BCT harus didiskusikan terutama pada pasien kanker payudara
usia muda. Secara umum, BCT merupakan pilihan pembedahan yang aman pada pasien

47
kanker payudara stadium awal pada pasien yang memenuhi syarat. Tambahan radioterapi
pada BCS dikatakan memberikan hasil yang lebih baik. 5
Indikasi: 5
- kanker payudara stadium dini/awal.
Kontra indikasi : 5
- kanker payudara yang multisentris, terutama multisentris yang lebih dari satu
kuadran dari payudara
- kanker payudara dengan kehamilan
- penyakit vaskuler dan kolagen (relatif)
- tumor di kuadran sentral (relatif)
Syarat : 5
- terjangkaunya sarana mammografi, potong beku, dan radioterapi
- proporsi antara ukuran tumor dan ukuran payudara yang memadai
- pilihan pasien dan sudah dilakukan diskusi yang mendalam
- dilakukan oleh dokter bedah yang kompeten

ii. Terapi Radiasi

Terapi radiasi atau radioterapi menggunakan sinar pengion untuk membunuh sel
kanker. Indikasi:

 kanker payudara dengan tumor besar atau lanjut lokal (Ø ≥5cm)


 kanker payudara dengan hasil PA menunjukkan adanya invasi ekstrakapsul
pada KGB aksila
 jumlah KGB yang termetastasis lebih dari 3 (setelah dilakukan diseksi secara
komplit)
 sebagai terapi neoadjuvan pada kanker payudara lanjut lokal.
 sebagai terapi simtomatik dan paliatif pada kasus-kasus yang tidak bisa dioperasi
(unresectable), ulkus dengan pendarahan yang hebat, lokasi metastasis (otak-
tulang, dan sebagainya).

48
iii. Kemoterapi

Kemoterapi adalah pengobatan kanker dengan obat sitotoksik antineoplasma.


Kemoterapi mempunyai efek sistemik oleh karena itu indikasinya adalah sebagai berikut:

 sebagai terapi primer pada kanker payudara stadium IV dengan reseptor


hormonal negative
 sebagai terapi neoadjuvan pada kanker payudara stadium lanjut lokal, baik yang
resectable maupun yang unresectable
 sebagai terapi adjuvan pada kanker payudara yang sudah menjalani pembedahan
dan mempunyai kecenderungan untuk terjadinya kekambuhan dengan
mempertimbangkan faktor prediktif dan prognostik.
Indikasi Kemoterapi Adjuvan atau Neoadjuvan:
 kanker payudara risiko tinggi yang dinilai secara klinis, histopatologik,
imunohistokimia dan genomic
 Kanker payudara dengan reseptor hormon negatif.
 Kemoterapi neoadjuvan diberikan pada kanker payudara lanjut lokal.

iv. Terapi Hormonal

Terapi hormon adalah terapi sistemik kanker payudara yang ditujukan pada
sel kanker yang memiliki reseptor hormon positif. Definisi reseptor hormon positif
adalah ER dan/atau PR yang positif >1% dengan pewarnaan imunohistokimia.
Status menopause pasien harus dipertimbangkan dalam memilih terapi hormon
(premenopause atau pascamenopause)
Pemberian obat-obatan untuk terapi hormon pada kanker payudara
berdasarkan reseptor hormon positif dan dibedakan menurut status menopause
pasien. Pada pasien pascamenopause pemberian aromatase inhibitor atau
pemberian tamoxifen mempunyai angka kesintasan yang sama (ATAC trial).
Sedangkan pada pasien premenopause stadium IV kombinasi supresi atau ablasi
ovarium dan tamoxifen telah menjadi standar. 5
Suatu studi multi senter yang menilai efektivitas pengobatan adjuvan
kemoterapi dan terapi hormon dengan median follow-up 12,3 tahun menyebutkan

49
tidak ada perbedaan bermakna dalam kesintasan (Overall Survival) dan periode
bebas penyakit (Disease- Free Survival) pemberian secara bersamaaan
(concurrent) atau berurutan (sequential). 5
Bilamana status menopause tidak jelas, maka kriteria penentuan sebagai
pascamenopause adalah sebagai berikut: 5
- amenorea lebih dari 12 bulan tanpa penggunaan alat KB atau pengaruh
obat-obatan
- bilateral oophorectomy
- usia lebih dari 55 tahun
- kastrasi radiasi dan amenorea lebih dari 3 bulan
- menggunakan TSH tetapi usia lebih dari 55 tahun
Bila pasien tidak memenuhi keadaan sebagai di atas dan usia kurang dari 55 tahun
maka penentuan status menopause ditentukan dengan pengukuran FSH dan estradiol
minimal 4 minggu setelah berhenti menggunakan TSH atau kontrasepsi oral.5

g. Screening dan Deteksi Awal Kanker Payudara


Kanker payudara tergolong dalam keganasan yang dapat didiagnosis secara dini.
American Cancer Society (ACS) merekomendasikan usaha untuk melakukan diagnosis
dini yaitu dengan2:
a. Periksa payudara sendiri (SADARI) atau breast-self examination
Penelitian menunjukkan 85% dari kasus kanker payudara diketahui atau ditemukan
lebih dulu oleh penderita. Oleh karena itu penting bagi wanita untuk mengetahui cara
memeriksa payudara yang benar agar bila ada suatu kelainan dapat diketahui segera.
SADARI sebaiknya mulai biasa dilakukan pada usia sekitar 20 tahun, minimal sekali
sebulan. SADARI dilakukan 3 hari setelah haid berhenti atau 7 hingga 10 hari dari hari
pertama menstruasi terakhir. Untuk wanita yang sudah menopause, SADARI
dilakukan pada tanggal yang sama setiap bulan.
b. Pemeriksaan oleh tenaga kesehatan atau clinical breast examination
Pemeriksaan oleh dokter secara lege artis sebaiknya dilakukan setiap 3 tahun untuk
wanita berusia 20-40 tahun dan setiap tahun untuk wanita berusia lebih dari 40 tahun.
c. Mammografi

50
Wanita berusia 35-39 tahun sebaiknya melakukan satu kali baseline mammography.
Wanita berusia 40-49 tahn sebaiknya melakukan mammografi setiap 2 tahun dan
wanita berusia lebih dari 50 tahun sebaiknya melakukan mammografi setiap tahun.

h. Diagnosis Banding
I. IDCM with special types
IDCM dengan tipe khusus (special types) terdiri dari:
 Medullary carcinoma
 Mucinous (colloid) carcinoma
 Papillary carcinoma
 Tubular carcinoma

Karsinoma meduler menyumbang 4% dari semua kanker payudara


invasif dan merupakan fenotipe yang sering dari kanker payudara herediter
BRCA1. Ciri-ciri kanker ini lunak dan berdarah. Peningkatan ukuran yang
cepat dapat terjadi akibat nekrosis dan perdarahan.

Pada pemeriksaan fisik, ukurannya besar dan sering berada jauh di


dalam payudara. Bilateralitas dilaporkan dalam 20% kasus. Karsinoma
meduler ditandai secara mikroskopis dengan:

 infiltrat limforetikular padat yang sebagian besar terdiri atas limfosit dan sel
plasma;
 inti pleomorfik besar yang berdiferensiasi buruk dan menunjukkan mitosis
aktif;
 pola pertumbuhan seperti lembaran dengan diferensiasi duktus atau alveolar
minimal atau tidak ada.

Sekitar 50% dari kanker ini berhubungan dengan DCIS, yang secara
khas muncul di pinggiran kanker, dan <10% menunjukkan reseptor hormon.
Wanita dengan kanker ini memiliki tingkat kelangsungan hidup 5 tahun lebih
baik daripada wanita dengan NST atau karsinoma lobular invasif (Brunicardi,
2018).

51
Mucinous cacinoma (karsinoma koloid) merupakan jenis lain dari
kanker payudara, menyumbang 2% dari semua kanker payudara invasif dan
biasanya muncul pada populasi lansia sebagai tumor besar. Kanker ini
didefinisikan oleh kumpulan musin ekstraseluler, yang mengelilingi agregat
sel kanker tingkat rendah. Permukaan potongan kanker ini berkilau dan
memiliki kualitas agar-agar. Fibrosis bervariasi, dan ketika terdapat fibrosis
yang banyak akan memberikan konsistensi yang kuat terhadap kanker. Lebih
dari 90% karsinoma mucinous menampilkan reseptor hormon. Metastasis
kelenjar getah bening terjadi pada 33% kasus, dan angka kelangsungan hidup
5 dan 10 tahun berturut-turut adalah 73% dan 59%. Karena komponen
mukosa, sel-sel kanker mungkin tidak jelas di semua bagian mikroskopis, dan
analisis beberapa bagian sangat penting untuk mengkonfirmasi diagnosis
karsinoma mukosa (Brunicardi, 2018).

Karsinoma papiler adalah kanker jenis khusus pada payudara yang


menyumbang 2% dari semua kanker payudara invasif. Kanker ini umumnya
muncul pada dekade ketujuh kehidupan. Biasanya, karsinoma papiler
berukuran kecil dan jarang mencapai ukuran 3 cm. Kanker ini didefinisikan
oleh papilla dengan batang fibrovaskular dan epitel berlapis-lapis. Dalam
serangkaian besar dari database SIER, 87% kanker papiler telah dilaporkan
untuk mengekspresikan reseptor estrogen. McDivitt dan rekannya mencatat
bahwa tumor ini menunjukkan frekuensi rendah metastasis kelenjar getah
bening aksila dan memiliki tingkat kelangsungan hidup 5 dan 10 tahun yang
mirip dengan untuk karsinoma lendir dan tubular (Brunicardi, 2018).

Tubular carcinoma adalah kanker payudara tipe khusus lainnya dan


menyumbang 2% dari semua kanker payudara invasif. Dilaporkan pada
sebanyak 20% wanita yang kankernya didiagnosis dengan skrining
mamografi dan biasanya didiagnosis pada periode perimenopause atau awal
menopause. Di bawah pembesaran daya rendah, terlihat elemen tubular kecil
yang tersusun tidak teratur. Dalam database SIER, 94% kanker tubular
dilaporkan mengekspresikan reseptor estrogen. Sekitar 10% wanita dengan

52
karsinoma tubular atau dengan kribriform karsinoma invasif, kanker tipe
khusus yang terkait erat dengan karsinoma tubular, akan mengembangkan
metastasis kelenjar getah bening aksila. Namun, keberadaan penyakit
metastasis pada satu atau dua kelenjar getah bening aksila tidak
mempengaruhi kelangsungan hidup. Metastasis jauh jarang terjadi pada
karsinoma tubular dan karsinoma kribriform invasif. Pendekatan
kelangsungan hidup jangka panjang 100% (Brunicardi, 2018).

II. Paget’s Disease


Paget’s disease muncul sebagai erupsi puting yang kronis dan eksim,yang
mungkin halus tetapi dapat berkembang menjadi lesi ulserasi. Paget’s disease
biasanya dikaitkan dengan DCIS yang luas dan mungkin dikaitkan dengan
kanker invasif. Massa teraba mungkin atau mungkin tidak ada. Spesimen
biopsi puting akan menunjukkan populasi sel yang identik dengan sel DCIS
yang mendasarinya (fitur pagetoid atau perubahan pagetoid).

III. Invasive Lobular Carcinoma


Karsinoma lobular invasif merupakan 10% dari kanker payudara.
Gambaran histopatologis kanker ini meliputi sel-sel kecil dengan nuklei bulat,
nukleolus yang tidak mencolok, dan sedikit sitoplasma. Special stains dapat
mengkonfirmasi keberadaan musin intracytoplasmic, yang dapat
menggantikan nukleus (karsinoma sel cincin-tanda). Pada presentasi,
karsinoma lobular invasif bervariasi dari karsinoma yang tidak jelas secara
klinis hingga yang menggantikan seluruh payudara dengan massa yang tidak
jelas. Seringkali multifokal, multisentris, dan bilateral. Karena pola
pertumbuhannya yang berbahaya dan gambaran mamografi yang halus,
karsinoma lobular invasif mungkin sulit dideteksi. Lebih dari 90% kanker
lobular mengekspresikan reseptor estrogen (Brunicardi, 2018).

53
BAB IV
ANALISIS KASUS

Dari informasi yang didapatkan melalui autoanamnesis, diketahui bahwa pasien telah
mengalami keluhan benjolan di payudara kanan sejak enam bulan SMRS dan awalnya seukuran
kelereng. Pasien baru datang berobat setelah 5 bulan akibat rasa nyeri pada benjolan yang semakin
mengganggu dan ukuran benjolan yang semakin besar dengan cepat disertai dengan keluarnya
cairan bewarna merah kekuningan dari puting.
Faktor risiko penyakit dapat digali dari autoanamnesis. Diketahui pasien berusia 52 tahun,
pekerjaan sebagai ibu rumah tangga, status menikah, memiliki dua orang anak riwayat menarche
saat usia 12 tahun. Pasien mengaku tidak pernah menggunakan KB apapun. Informasi mengenai
usia 52 tahun dapat mendukung diagnosis karsinoma mamma karena wanita berusia 50 tahun,
riwayat menarch dini pada usia 12 tahun, termasuk faktor risiko terkena kanker payudara (Peraboi,
2014). Riwayat adanya penyakit yang sama, maupun keganasan lain dalam keluarga disangkal.
Pemeriksaan fisik terkait benjolan di payudara kiri pada pasien ini bertujuan untuk
mengonfirmasi informasi yang diberikan pasien pada tahap anamnesis dan menentukan diagnosis
penyakit. Dari hasil pemeriksaan fisik inspeksi ditemukan luka jahitan pasca biopsi perubahan
warna kulit, peau de orange (-), retraksi putting (-), tidak ditemukan ulkus/borok dan nipple
discharge (-). Pada pemeriksaan palpasi ditemukan massa dengan konsistensi keras, berbatas tidak
tegas, terfiksir, ukuran ± 5x2 cm, tidak ditemukan benjolan di tempat lain (supraclavicular, leher,
payudara kanan, ketiak kanan dan ketiak kiri).

54
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik dicurigai adanya keganasan sehingga dilakukan
pemeriksaan penunjang untuk mengonfirmasi kecurigaan adanya keganasan dan menegakkan
diagnosis. Dilakukan pemeriksaan biopsi dengan kesan invasive carcinoma mamma of no special
type pada mamma sinistra, sehingga dilakukan operasi. Operasi yang dilakukan adalah Simple
Mastectomy yaitu pengangkatan seluruh payudara beserta tumor, kulit di atas tumor dan kompleks
puting-areola, tanpa diseksi kelenjar getah bening aksila.

55
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Breast cancer : Prevention and Control .2009. Available from :
www.who.int.
2. Ramli, Muchlis. Kanker Payudara. Soelarto Reksoprodjo dkk (editor). Kumpulan Kuliah Ilmu
Bedah. Edisi Pertama. Binarupa Aksara. 1995. Hlm: 342-364.
3. Albar, Zafiral Azdi dkk (editor). Protokol PERABOI 2003. PERABOI. Jakarta. Edisi Pertama.
2004. Hlm: 2-15.
4. Haskell, Charles M. and Dennis A. Casciato. Breast Cancer. Dennis A. Casciato and Berry B.
Lowitz (editors). Manual on Clinical Oncology. Lippincott Williams and Wilkins.
Philadelphia. 2000. Page: 11.
5. Peraboi. 2014. Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara. Jakarta: Divisi Bedah Onkologi
RS Kanker Dharmais.
6. Brunicardi, F. 2018. Schwartz’s Principle of Surgery 10th Edition.
7. De Jong, Wim . Buku Ajar Ilmu Bedah . EGC. Jakarta. Edisi Pertama . 2005 . Hlm : 387-402.
8. DeVita, Vincent T., Lawrence, Theodore S., Rosenberg, Steven A. 2011. DeVita, Hellman,
and Rosenberg’s Cancer: Principles and Practice Oncology 9th Ed.
9. Syamsuhidayat, R., De Jong, W. 2017. Buku Ajar Ilmu Bedah De Jong Edisi 4. EGC.
10. Komite Nasional Penanggulangan Kanker. Panduan Nasional Penanganan Kanker. Versi
2015. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

56

Anda mungkin juga menyukai