Anda di halaman 1dari 27

Bias, Confounding

and Fallacies in
Epidemiology
Rani Sauriasari, Ph.D, Apt
Jenis error (kesalahan) dalam
epidemiologi:
1. Differential/systematic error (kesalahan sistematik)
kesalahan yang dilakukan peneliti dan/atau
subjek penelitian, disengaja atau tidak, yang
menyebabkan distorsi penaksiran parameter
populasi sasaran.

2. Non-differential/random error (kesalahan acak)


kesalahan yang disebabkan peran peluang, yang
mengakibatkan ketidak tepatan penaksiran
parameter populasi sasaran.
(c/ ukuran sampel tidak besar, ketidak ajegan
dalam pengukuran variabel, kesalahan manusiawi)
What is Bias?
Bias:
kesalahan sistematik pada studi epidemiologi
yang menyebabkan distorsi estimasi
hubungan antara paparan dan
hasil/outcome.

Memperbesar Hubungan
Distorsi Memperkecil paparan-outcome
Meniadakan yang sebenarnya
Tipe Bias
1. Selection bias (bias seleksi); sampel tidak
representatif
2. Information/misclassification bias (bias
informasi); kesalahan dalam pengukuran
paparan
3. Confounding bias (bias kerancuan);
distorsi/penyimpangan hubungan antara
paparan-penyakit oleh faktor lain
(confounder/perancu)
1. Bias Seleksi
Kesalahan sistematis dalam pemilihan subjek

Contoh penyebab:
- Kelompok pembanding tidak berasal basis studi yang sama
- Kelompok pembanding tidak merepresentasikan populasi

Jenis:
1. Bias publisitas
2. Bias pekerja sehat
3. Bias diagnostik (Berksons bias)
4. Bias lost to follow-up
5. Bias prevalensi dan insidensi (Neymans bias)
1. Bias publisitas
4. Bias prevalensi dan insidensi (Neyman Bias)

Contoh: Penelitian cross-sectional pada pasien penyakit jantung di RS akan


melewatkan pasien yang meninggal karena penyakit jantung dalam perjalanan ke
RS, sehingga kesimpulan akan tingkat keparahan penyakit berkurang.
2. Bias pekerja sehat

Sampel yang diambil dalam penelitian lebih sehat dari populasi sebenarnya.
Terjadi akibat dari penggunaan para pekerja sehat sebagai kelompok kasus dan
penggunaan populasi umum sebagai kelompok kontrol.
3. Bias diagnostik (Berkson bias)

Contoh: Penelitian case-control dengan outcome: penyakit paru dan paparan: rokok.
Radiologis yang aware akan smoking status pasien akan lebih teliti mengamati
adanya abnormalitas pada gambaran x-ray pasien, tidak utk sebaliknya.
4. Bias loss to follow-
follow-up

Contoh: Studi kohort terhadap efektifitas CT untuk mengukur insiden kanker paru pada populasi
beresiko tinggi (perokok) dan bukan perokok. Setelah penelitian berlangsung sekian tahun,
kontrol subjek akan menurun motivasinya untuk terus terlibat. Sementara, perokok mungkin
menderita comorbid diseases, sehingga tidak lanjut berpartisipasi dalam studi.
2. Bias Informasi
Kesalahan sistematis dalam :
mengamati, memilih instrumen, mengukur, membuat
klasifikasi,mencatat informasi, dan membuat
interpretasi
tentang paparan maupun penyakit, sehingga
mengakibatkan distorsi penaksiran pengaruh paparan
terhadap penyakit.

Jenis:
1. Recall bias
2. Interviewer bias (Bias Pewawancara)
3. Follow-up bias
4. Efek Hawthone
1. Recall Bias
Pengetahuan akan status penyakit mempengaruhi penentuan
status paparan.

Contoh:
Controls have less potential for exposure than cases
Outcome = brain tumour; exposure = overhead high voltage
power lines
Cases chosen from province wide cancer registry
Controls chosen from rural areas
Systematic differences between cases and controls
2. Bias Pewawancara

Bias pewawancara/Interviewer bias terjadi jika subjek


diwawancara (c/ dalam survey studi) atau pada medical
records yang diinterpretasi oleh investigator.

Cara untuk mengurangi bias pewawancara adalah investigator


yang mengumpulkan informasi berbeda dengan yang
melakukan interpretasi hasil test.
3. Bias Follow-
Follow-up

Follow-up bias dapat terjadi jika subjek menjalani langkah


yang berbeda setelah muncul dugaan status penyakit.

Contoh:
Screening studies (eg, mammography)
When patients with positive study test results undergo more
intensive follow-up.
On the other hand, patients with negative results perhaps do
not undergo a specific reference test, or an imperfect
reference test is used, and are subject to this bias if not
followed up as diligently as patients with positive test results.
4. Efek Hawthorne
Terjadi bila ada perubahan psikologi pada subjek penelitian
karena menjadi partisipan penelitian, sehingga akan terjadi
perubahan perilaku pada subjek.
Untuk mengatasi efek ini, maka dibuat kelompok kontrol
sebagai pembanding.
Mengontrol bias informasi
Blinding
prevents investigators and interviewers from knowing
case/control or
exposed/non-exposed status of a given participant

Form of survey
mail may impose less white coat tension than a phone or face-
to-face interview

Questionnaire
use multiple questions that ask same information
acts as a built in double-check

Accuracy
multiple checks in medical records
gathering diagnosis data from multiple sources
Confounding (Kerancuan
(Kerancuan))
Distorsi dalam menaksir pengaruh paparan terhadap penyakit
akibat tercampurnya pengaruh sebuah atau beberapa
variabel luar

Confounder (Perancu):
Faktor ketiga yang berhubungan dengan paparan dan
outcome, dan mempengaruhi sebagian/seluruh hubungan
antara keduanya

Confounder not a result of the exposure


e.g., association between childs birth rank (exposure) and Down
syndrome (outcome); mothers age a confounder?
e.g., association between mothers age (exposure) and Down
syndrome (outcome); birth rank a confounder?
Confounding
To be a confounding factor, two conditions must be met:

Exposure (E) Outcome (D)

Third variable (F)

1. Be associated with exposure (mempunyai hubungan


dengan paparan)
- without being the consequence of exposure

2. Be associated with outcome (mempunyai hubungan


dengan penyakit)
- independently of exposure (not an intermediary)
Confounding

Birth Order Down Syndrome

Maternal Age

Maternal age (usia ibu) is correlated with birth order


(urutan kelahiran) and a risk factor even if birth order is
low
Confounding ?

Maternal Age Down Syndrome

Birth Order

Birth order is correlated with maternal age but not a risk


factor in younger mothers
Confounding

Coffee CHD

Smoking

Smoking is correlated with coffee drinking and a risk


factor even for those who do not drink coffee
Confounding ?

Smoking CHD

Coffee

Coffee drinking may be correlated with smoking but is


not a risk factor in non-smokers
Strategi pengendalian kerancuan:

1. Mencegah sebelum data dikumpulkan


Randomisasi, restriksi, matching
2. Memperhitungkan pengaruhnya dalam
analisis data
analisis strata (stratified analysis), analisis
multivariat (multivariate analysis).
Pemasangan (matching) antara kasus dan kontrol dapat dilakukan.
Dilakukan pada beberapa variabel yg berpotensi sbg confounder. Tujuan :
mengurangi risiko confounding.
Cara Matching :

Matching 1:1 Matching frekuensi

Misal :untuk setiap kasus, dipilih Misal : jika terdapat 25 orang pria dalam
kontrol dengan usia dan jenis kelompok kasus dengan usia sekitar 30-34
kelamin yang sama tahun, maka dipilih jumlah pria yang sama
sebagai kelompok kontrol dengan kisaran
usia yang sama
Contamination Factor
(Pengotor
Pengotor))
Kejadian dalam kelompok kontrol, di mana kelompok
tersebut menerima perlakuan selain yang sudah
ditentukan dalam penelitian

Contoh: inisiatif subjek sendiri mengkonsumsi obat bebas


Cointervention
(Kointervensi
Kointervensi))
Subjek menerima obat lain selain yang diberikan dalam
penelitian

Perbedaan antara faktor pengotor dengan kointervensi:


faktor pengotor hanya dialami oleh kelompok kontrol, sedangkan
kointervensi dapat terjadi pada kelompok kontrol dan perlakuan

Anda mungkin juga menyukai