Anda di halaman 1dari 14

Laporan kasus : Peran Ginjal dalam Homeostasis Tubuh

KELOMPOK VI

Martha Rianita Odjan (030-100-76)


(030-09-145) Devi Yuliana
Nyimas Ratih A.N.P (030-100-77)
(030-09-176) Devina Apriyanti N.
Penny N.R.L (030-100-78)

(030-09-180) Devina Pangastuti

Prasada Wedatama (030-100-79)

(030-09-185) Diana Nur Julyani

Delima Cheryka (030-100-80)

(030-100-72) Diana Adita

Denia Mariella Chantika (030-100-81)

(030-100-73) Dietha Kusumaningrum

Denok Kosasi (030-100-82)

(030-100-74) Dion Rukmindar

Desira Anggitania (030-100-84)

(030-100-75) Dira Megiani

Desy Elia Pratiwi (030-100-85)

Jakarta

5 Januari 2011
PENDAHULUAN
Ginjal merupakan sepasang organ serupa kacang merah yang mempunyai peran
penting dalam absorpsi zat-zat yang diperlukan tubuh dan eliminasi zat-zat hasil metabolisme
yang bersifat toksik dan membahayakan tubuh. Tanpa ginjal, tubuh kita akan mengalami
berbagai abnormalitas yang terkait dengan defisiensi zat-zat yang penting bagi tubuh serta
penimbunan zat-zat yang seharusnya diekskresi dari tubuh.(1)
STUDI KASUS 1
Tn. Reno tidak mau mengikuti saran dokter untuk melakukan ESWL, tetapi malah
berobat ke paranormal dengan jamu. Tiga tahun kemudian sering sakit kepala dan pada
pemeriksaan dokter, tekanan darah 180/100 dan laboratorium test fungsi ginjal mengalami
gangguan.

PEMBAHASAN
Tn. Reno tidak mengikuti saran dari dokter karena itulah kini timbul masalah baru,
yaitu sering sakit kepala, tekanan darah menjadi tinggi (hipertensi), dan setelah dilakukan tes
ternyata mengalami gangguan ginjal.

Fungsi Ginjal(2)
Ginjal mempunyai empat fungsi utama, yaitu :
a. Homeostasis
Ginjal mempunyai peran penting dalam menjaga homeostasis tubuh, yaitu
stabilitas pada keadaan fisiologi tubuh. Fungsi ini untuk mempertahankan
keseimbangan air, osmolaritas cairan tubuh, keseimbangan asam-basa, mengatur
jumlah dan konsentrasi elektrolit cairan (Na+, Cl-, K+, H+, HCO3-, CO2+, Mg2+, SO4-,
PO4-), serta mempertahankan volume plasma.
b. Ekskresi
Ginjal berfungsi untuk mengekskresi sisa-sisa metabolisme, seperti urea, asam
urat, dan kreatinin, serta mengeluarkan komponen asing lainnya seperti obat, food
additives, dan materi non nutrisi eksogen yang masuk ke dalam tubuh.
c. Hormonal
Ginjal merupakan organ endokrin yang memproduksi erythropoietin, yaitu
hormon yang menstimulasi produksi sel darah merah oleh sum-sum tulang dan
juga renin, yang merupakan hormon enzimatik dalam renal-angiotensin-
aldosterone-system (RAAS) yang berperan dalam menstimulasi serangkaian
reaksi yang penting dalam reabsorpsi ion Na.
d. Detoksifikasi dan Metabolisme
Mengubah vitamin D dalam bentuk aktif yaitu Calcitriol, penghancuran zat
dan hormon seperti insulin, glukagon, dan aldosteron, serta untuk metabolisme
karbohidrat melalui glukoneogenesis.
Pembentukan urin merupakan cara utama ginjal menjalankan fungsi-fungsinya dalam
tubuh. Ini karena proses pembentukan urin mencakup pembuangan zat-zat yang tidak
diperlukan tubuh serta retensi zat-zat yang diperlukan oleh tubuh.(1)
Mekanisme pembentukan urin. Setiap hari, ginjal memproduksi 500 ml urin melalui
tiga proses yaitu filtrasi oleh glomerulus, reabsorpsi oleh tubulus, dan sekresi oleh tubulus.
Tiga proses ini terjadi dalam unit-unit fungsional ginjal yang disebut nefron. Satu ginjal
disusun oleh kurang lebih satu juta nefron yang terdiri dari komponen vaskuler dan
komponen tubular.(1,2)
Filtrasi glomerulus adalah proses penyaringan darah yang terjadi dalam glomerulus
ginjal. Darah dibawa oleh arteriol afferen ke glomerulus dimana 20% dari plasma darah yang
harus melalui dinding kapiler, membran dasar, dan kapsula Bowman bagian dalam akan
difiltrasi. Dalam satu menit, kira-kira 125 ml filtrat glomerulus akan terbentuk, jadi dalam
seharinya akan terbentuk 180 L filtrat glomerulus.(1,2)
Proses ini menyaring sel-sel darah dan protein darah yang terdapat dalam darah sehingga
filtrat yang dihasilkan berbeda dengan darah. Filtrat yang dihasilkan mengandung zat-zat
yang dibutuhkan oleh tubuh dan juga zat-zat yang seharusnya diekskresikan oleh tubuh. Zat-
zat yang dibutuhkan oleh tubuh antara lain adalah air, glukosa, asam amino, dan elektrolit,
sedangkan zat-zat yang harus diekskresikan adalah urea, kreatinin, dan asam urat yaitu hasil-
hasil metabolisme yang bersifat toksik bagi tubuh.(1,2)
Filtrasi memerlukan tenaga yang didapat dari tekanan hidrostatik jantung dan dilawan
oleh tekanan onkotik dan intratubuler. Tekanan hidrostatik jantung yang sampai ke arteriol
afferen sebesar 45 mmHg yang kira-kira 40% dari seluruh tekanan darah. Pada daerah
permukaan arteriol afferen, tekanan hidrostatik dilawan oleh tekanan onkotik sebesar 20
mmHg dan tekanan intratubuler sebesar 10 mmHg sehingga tekanan net filtrasi sebesar 15
mmHg. Namun, pada arteriol efferen tekanan net filtrasi adalah 0 mmHg karena tekanan
hidrostatik jantung dilawan oleh tekanan onkotik sebesar 35mmHg dan tekanan intratubuler
sebesar 10mmHg. Pada arteriole efferen tidak terjadi filtrasi karena tidak ada tekanan yang
menjadi tenaga untuk proses filtrasi tersebut. Jadi, proses filtrasi pada glomeruli bermula
pada arteriole afferen dan berakhir pada arteriol efferen. (1,2)
Karena perubahan pada tekanan darah dapat mempengaruhi arteriol afferen dan akhirnya
tekanan hidrostatik kapiler, ginjal harus mempertahankan tekanan hidrostatik kapiler tersebut
dengan mekanisme yang disebut sebagai autoregulasi. Dengan adanya autoregulasi tekanan
hidrostatik kapiler tetap normal walaupun terjadi perubahan pada tekanan darah. Autoregulasi
diatur oleh saraf-saraf intrinsik dan faktor-faktor humoral yaitu angiotensin II (suatu
vasokonstriktor kuat), prostaglandin intrarenal (suatu vasodilator), serta vasopressin atau
ADH.(1,2)

Reabsorpsi tubulus merupakan proses dimana zat-zat penting yang masih terdapat dalam
filtrat diserap kembali ke dalam darah, yaitu dari lumen tubulus ke dalam kapiler peritubular.
Proses reabsorpsi ini berlangsung secara selektif. Hanya zat-zat yang diperlukan oleh tubuh
yang akan direabsorpsi sedangkan zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh tidak direabsorpsi.

ZAT DALAM YANG DI YANG DI


FILTRAT REABSORPSI EKSKRESI
Air 99% 1%
Sodium 99,5% 0,5%
Glukosa 100% 0%
Urea 50% 50%
Fenol 0% 100%
Dari 125 ml filtrat yang terbentuk, kurang lebih 124 ml akan direabsorpsi kembali oleh
tubulus. Zat yang direabsorpsi harus melalui membran dari sel tubulus, sitosol sel tubulus,
cairan interstitial, serta dinding kapiler untuk bisa masuk ke dalam darah. Transpor
transepitelial ini bisa terjadi secara aktif maupun pasif. Reabsorpsi secara aktif memerlukan
energi sedangkan reabsorpsi pasif tidak. Zat-zat yang direabsorpsi secara aktif adalah
glukosa, asam amino, ion Na+, dan elektrolit lainya seperti PO43-.(1,2)
Reabsorpsi Na+ merupakan reabsorpsi yang memerlukan 80% dari seluruh energi kerja
ginjal dan berlangsung pada semua bagian tubulus nefron kecuali ansa Henle pars
descendens. 67% direabsorpsi dalam tubulus proksimal, 25% direabsorpsi pada ansa Henle,
dan 8% direabsorpsi dalam tubulus distal dan tubulus kolektivus. Na+ berdifusi secara pasif
ke dalam sel tubulus dengan bantuan Na+-K+ ATPase carrier lalu kemudian di pompa ke
dalam kapiler peritubulus dengan Na+-K+ pump. Cl- dan H2O kemudian ikut direabsorpsi
secara pasif untuk menjaga keseimbangan pada kapiler peritubulus. Filtrat pada tubulus
proksimal bersifat isoosmotik karena penyerapan air dan ion Cl mengikuti penyerapa ion Na
secara pasif. Namun, pada ansa Henle pars descendens, filtrat bersifat hiperosmotik karena
permeabel terhadap air namun tidak terjadi penyerapan ion Na. Filtrat hiperosmotik ini
melalui ansa Henle pars ascendens dimana filtrat bersifat hipoosmotik karena tidak
permeabel terhadap air namun permeabel terhadap NaCl. Hasil akhir filtrat bersifat
isoosmolar kembali. Hormon aldosteron meningkatkan reabsorpsi ion Na pada tubulus distal
dan tubulus kolektivus sedangkan hormon ADH atau vasopressin meningkatkan reabsorpsi
air dengan cara meningkatkan permeabilitas tubulus terhadap air.(1,2)
Reabsorpsi glukosa dan asam amino terjadi dalam tubulus proksimal dan sifatnya aktif.
Kedua zat ini ditransfer dari lumen tubulus ke sel tubulus dengan bantuan cotransport carrier
yang hanya dapat berfungsi jika ada ion Na dalam lumen tubulus. Kemudian, glukosa dan
asam amino akan berdifusi secara pasif dari sel tubulus ke dalam darah. Kecepatan maksimal
untuk reabsorpsi glukosa atau TmG adalah 350 mg/menit.(1,2)
Reabsorpsi fosfat dipengaruhi oleh reabsorpsi Ca2+ dan hormon pada tubuh. Pengaruh
absorpsi Ca2+ bekerja terhadap kurang lebih sepertiga dari fosfat yang terdapat pada filtrat,
sedangkan sistem hormon bekerja terhadap 2/3 dari fosfat yang tersisa. Hormon yang
dimaksud adalah hormon paratiroid yang dapat mengatur kadar elektrolit yang akan
diabsorpsi sesuai dengan kebutuhan tubuh pada saat itu. Pada normalnya, jumlah elektrolit
fosfat dan calcium yang akan direabsorpsi sama dengan kadarnya pada konsentrasi plasma
darah, namun dengan adanya hormon paratiroid, jumlah ini bisa diubah sesuai dengan
kebutuhan tubuh.(1,2)

Sekresi tubulus melalui proses yang sama seperti reabsorpsi namun mempunyai arah yang
berbeda yaitu dari kapiler peritubulus ke lumen tubulus. Tahap terakhir dari pembentukan
urin ini menyediakan jalur kedua bagi zat-zat yang tidak diperlukan tubuh untuk diekskresi
tanpa harus melalui proses filtrasi lebih dahulu. Zat-zat yang diekskresi antara lain adalah
kreatinin, asam urat, ion H+, ion K+, ion anorganik, dan zat asing. Sekresi zat-zat tersebut
terutama terjadi pada tubulus distal dan merupakan proses aktif kerena membutuhkan energi
(yang biasa didapat oleh oksidasi suksinat pada siklus asam sitrat) dan carrier.(1,2)
Kreatinin akan diekskresi bila kadarnya dalam darah lebih besar dari normal.
Asam urat yang terdapat pada filtrat glomerulus direabsorpsi seluruhnya oleh tubulus
proksimal secara aktif. Maka asam urat yang berlebih akan di sekresi oleh tubulus distal
untuk dikeluarkan dalam urin.(2)
Sekresi ion H+ sangat penting dalam regulasi keseimbangan asam-basa dalam tubuh
karena merupakan mekanisme utama tubuh membuang kelebihan asam. Maka dari itu,
sekresi ion H+ yang terjadi dalam tubulus proksimal dan distal tergantung pada keasaman
tubuh. Baik di tubulus proksimal maupun di tubulus distal, sekresi ion H + di tukar dengan
reabsorposi Na+ ke dalam darah. Namun, jika pada tubulus proksimal sekresi ion H +
diimbangi oleh reabsorpsi 80-85% ion bikarbonat (HCO 3-), pada tubulus distal diimbangi
oleh reabsorpsi 15-20% bikarbonat, fosfat, dan pembentukan NH4+.(1,2)
Sekresi ion K+ mempunyai mekanisme yang serupa dengan sekresi ion H + karena perlu
ditukar dengan reabsorpsi ion Na+. Ion K+ yang terdapat dalam filtrat sebelumnya
direabsorpsi seluruhnya oleh tubulus proksimal, baru kemudian di sekresi oleh principal cells
ke dalam tubulus distal untuk dikeluarkan dalam urin. Jumlah ion K + yang diekskresi pada
urin berkisar antara 1-80% dari jumlah yang ada pada filtrat, tergantung kebutuhan tubuh.
Sekresi ion K+ juga dipengaruhi oleh hormon aldosteron yang meningkatkan sekresi H + dan
reabsorpsi Na+ oleh principal cells. Selain itu, sekresi K+ juga sangat berpengaruh pada
sekresi H+ yaitu bila sekresi K+ banyak maka akan menurunkan sekresi H+ dan sebaliknya.(1,2)
Tes Fungsi Ginjal(2)
1. Clearance
Clearance adalah volume darah atau plasma yang mengandung sejumlah zat
yang diekskresi dalam urin 1 menit atau volume darah atau plasma yang dijernihkan
dari sejumlah zat yang ditemukan dalam ekskresi urin 1 menit.
Clearance ada 2 jenis yaitu:
a. Exogen (memerlukan zat dari luar)
Contohnya Inulin Clearance dan Manitol Clearance
b. Endogen (tidak memerlukan zat dari luar)
Contohnya Creatinin Clearance dan Urea Clearance.
Clearance Inulin = GFR, karena inulin difiltrasi, tidak diabsorpsi, tidak disekresi.
GFR = (U x V)/P
Keterangan : U = kadar inulin dalam urin
V = volume urin
P = kadar inulin plasma
Clearance Creatinine yaitu creatinine yang pada keadaan normal difiltrasi,
tetapi tidak diabsorpsi, dan tidak disekresi. Normalnya yaitu 95 - 105 ml/menit.
2. RPF (Renal Plasma Flow)
= Plasma yang melalui ginjal permenit.
Pengukuran RPF menggunakan PAH (Phenile Alanin Hipurat). PAH difiltrasi
dan disekresi.
Normalnya RPF = 574 ml/menit/1,73 m2 luas permukaan tubuh.
3. Filtration Fraction
= jumlah plasma yang melalui ginjal dan difiltrasi persatuan waktu.
Normal GFR/RPF = 21,7%
4. Tubular Secretory Mass
= kapasitas maksimal sekresi PAH oleh tubuli.
Normalnya = 80 mg/menit/1,73 m2 luas permukaan tubuh
Fungsi dari test ini adalah untuk melihat bagian-bagian ginjal yang masih
berfungsi. Selain PAH dapat juga dipakai Diodrast.
5. Tes Pemekatan = Concentration Test
a. Addist Test
Pada tes ini intake cairan sangat dibatasi. Caranya adalah urin pukul
08.00 pagi s/d pukul 20.00 malam dibuang. Urin pukul 20.00 malam s/d 08.00
pagi ditampung. Lalu dilihat berat jenisnya. BJ normal adalah > 1.025 dan bila
< 1.025 maka ada kerusakan ginjal, kecuali pada kehamilan, oedem, diet yang
tidak adequate dalam protein/garam.
b. Mosenthal Test
Pembatasan cairan tidak seketat Addist Test. Caranya adalah dari pukul
08.00 pagi s/d 20.00 malam urin dikumpulkan tiap 2 jam jadi satu.
6. Tes Radioisotop (Renal Scanning)
Iodothalamate untuk melihat GFR
Hipurat untuk melihat RPF
7. Simple test
Dengan cara minum air dan dilihat volumenya; jika volume urin sesuai dengan
intake cairan maka fungsi ginjal normal, tetapi bila volume urin tidak sesuai dengan
intake cairan maka terdapat gangguan fungsi pada ginjal.

Sifat-sifat fisik urin meliputi volume, berat jenis, pH, warna, bau, dan kejernihan.
Volume urin normal pada orang dewasa sekitar 600 2500 ml. Volume urin yang
dibentuk selama tidur kurang lebih setengah dari volume urin yang dibentuk selama
aktivitas pada siang hari. Volume urin ini tergantung dari:(2)
- Intake air: Jika intake air belebih, maka volume urin yang dihasilkan banyak
(poliuria).
- Temperature lingkungan: Jika temperatur lingkungan tinggi, akan
meningkatkan produksi keringat sehingga volume urin berkurang (oliguria)
untuk menyesuaikan kadar air dalam tubuh.
- Makanan atau diet: Apabila banyak mengonsumsi alkohol, volume urin yang
dikeluarkan akan meningkat, karena alkohol menghambat sekresi hormone
ADH dan ginjal akan mereabsorpsi sedikit air.
- Keadaan mental dan fisik

Sifat fisik urin Deskripsi

600-2500 ml; tergantung dari intake air, tempratur


Volume
lingkungan, makanan, serta keadaan fisik

1.010-1.025; takaran untuk melarutkan material dalam urin;


Berat jenis
rendah berat jenisnya, semakin encer urinnya

Rata rata 6,0; antara 4,6 -8,0; tergantung dari makanan yang
pH
dimakan
Warna Kuning seperti bir; gelap berarti lebih pekat

Bau Tergantung dari makanan yang dimakan

Kejernihan Jernih

Komposisi urin normal. Urin terdiri atas 97% cair dan 3% zat padat atau solid. Zat
padat pada urin yang normal terdiri atas urea, kreatinin dan keratin, amoniak dan garam
ammonium, asam urat, asam amino, alantoin, klorida, sulfat, fosfat, oksalat, mineral, vitamin,
hormon, dan enzim.(2)
Zat padat terbanyak adalah urea (1/2 total solid).
Mineral terbanyak adalah NaCl (1/4 total solid).
Zat-zat organik lain solid.
Urea
Merupakan hasil akhir dari metabolisme protein pada mammalia yang juga
merupakan 80-90% nitrogen dalam urin normal. Ekskresi urea dalam urin sebanding
dengan intake protein tubuh yaitu jika intake protein banyak, sekresi urea akan
banyak juga dan sebaliknya. Ekskresi urea meningkat pada: katabolisme yang
meningkat, misalnya: DM, demam, hiperaktivitas klenjar adrenal. Ekskresi urea
menurun pada penyakit hati (stadium akhir), asidosis (NH3 dipakai untuk
mengimbangi sekresi H+ ----- NH4+.
Kreatinin dan Kreatin

merupakan hasil metabolisme pada otot yang diekskresi dalam urin secara
konstan tergantung masa otot atau berat badan seseorang. Kreatinin dibentuk oleh
kreatin pada otot yang banyak di ekskresi dalam urin anak-anak dan wanita.
Kreatin ---------------------------- Kreatinin:
dalam otot, irreversible.
Amoniak = NH3 dalam urin normal kadarnya sangat sedikit.
Asam Urat
Merupakan hasil akhir metabolisme purin (adenin, guanin, hipoxantin) yang
berasal dari makanan atau pemecahan sel. Asam urat bersifat sedikit larut dalam air
(mudah mengendap). Asam urat dalam larutan alkalis membentuk garam asam urat
(Na urat) yang larut. Asam urat dalam larutan asam mudah mengendap. Bila diet
banyak mengandung protein urin menjadi asam akan menyebabkan
pengendapan asam urat terbentuk batu urat. Ekskresi asam urat meningkat pada:
leukimia, gout dan penyakit hati yang berat.
Asam Amino
Dewasa : 150-200 asam amino N dalam urin 24 jam.
Bayi : 3 mg asam amino N per pon berat badan.
Allatonin
Merupakan hasil oksidasi asam urat. Dalam urin manusia sangat sedikit.
Chlorida
Ekskresinya terutama sebagai NaCl. Ekskresinya tergantung intake NaCl.
Sulfat
Berasal dari protein (asam amino yang mengandung S). Eksresi sulfat
tergantung intake protein. Intake protein meningkat, maka eksresi sulfat meningkat.
Intake protein menurun, maka ekskresi sulfat juga menurun.

Oxalate

Biasanya oksalat dalam urin rendah. Meningkat pada primary hyperoxaluria


dapat membentuk batu oksalat dalam saluran kencing. Ekskresinya sedikit
meningkat pada intake vitamin C dosis tinggi.
Vitamin, Hormon dan Enzim
Jumlahnya sedikit dalam urin.

Mineral
merupakan Na+, K+, Ca2+, dan Mg3+. Ekskresi Na+ tergantung oleh intake NaCl
makanan dan keperluan tubuh, sedangkan ekskresi K+ tergantung intake K+ dan
katabolisme jaringan. Ekskresi Na+ dan K+ dipengaruhi oleh hormon aldosteron. Ca2+
dan Mg3+ dalam urin relatif kecil namun akan meningkat pada metabolisme tulang.
Glukosa boleh ada, tetapi harus < 1 gram/hari.
Darah, mutlak tidak boleh terdapat dalam urin.

Terdapat beberapa kondisi dimana seseorang mengalami abnormalitas berkemih, antara


lain adalah polakisuria, dysuria, nocturia, dan poliuria.
Polakisuria merupakan suatu kondisi dimana frekuensi berkemih seseorang meningkat.
Kondisi ini disebabkan oleh peradangan mukosa vesika urinaria sehingga vesika urinaria
tidak dapat menampung lebih dari 500 ml cairan urin.(3)
Dysuria adalah kondisi dimana seseorang merasakan rasa sakit atau tidak nyaman saat
berkemih. Seorang yang mengalami dysuria biasanya merasakan sensasi terbakar pada
urethra, tidak bisa menahan buang air kecil, dan frekuensi berkemihnya meningkat.
Kondisi ini bisa disebabkan oleh infeksi bakteri pada traktus urinarius, infeksi ginjal, batu
ginjal, serta penyakit kelamin.(3)
Nocturia bisa didefinisikan sebagai urinasi berlebihan pada malam hari. Frekuensi
berkemih pada malam hari memang umumnya lebih banyak dari siang hari namun pada
kondisi ini peningkatan frekuensi berada dalam batas abnormal. Kondisi ini disebabkan
oleh diabetes insipidus dan infeksi pada traktus urinarius. Kondisi ini biasanya terjadi
pada orang yang sudah tua.(3)
Poliuria merupakan kondisi dimana seseorang mensekresi urin secara berlebihan, yaitu
lebih dari 2,5 L urin per hari. Poliuria merupakan salah satu ciri penderita penyakit
diabetes mellitus.(3-4)
STUDI KASUS 2
Tn. Reno menderita urolithiasis ( pembentukan batu saluran kemih atau keadaan yang
dihubungkan dengan adanya batu di saluran kemih ) dengan komplikasi hipertensi setelah
menderita 3 tahun. Suatu pagi, kelopak mata Tn. Reno bengkak seperti habis nangis. Oleh
dokter dikatakan adanya oedem. Akhirnya karena berobat tidak teratur, Tn. Reno dirawat di
ICU karena mengalami asidosis dan anemia.

PEMBAHASAN
Mekanisme Hipertensi Pada Gangguan Ginjal ( RAS )

RAS ( Renin Angiotensin System) atau mekanisme hipertensi pada gangguan ginjal yaitu
ginjal yang mengalami gangguan mempunyai hubungan dengan hipertensi ( tekanan darah
yang tinggi ). Mekanisme terjadinya hal ini melalui suatu sistem yang disebut sistem renin-
angiotensin-aldosteron). Ginjal akan melakukan sistem ini bila mengalami iskemia
( penurunan kadar O2 dalam darah) hal ini mengakibatkan ginjal mensekresi renin untuk
mengaktifkan angiotensin yang telah dibuat oleh hati dan diubah menjadi angiotensin 1.
Angiotensin 1 diubah menjadi angiotensin 2 dengan bantuan angiotensin converting enzim.
Angiotensin 2 akan merangsang korteks adrenal untuk menghasilkan aldosteron. Kemudian
aldosteron akan merangsang ginjal untuk meningkatkan reabsorbsi Na. Reabsorbsi Na yang
aktif akan diikuti oleh Cl yang menimbulkan retensi garam ( NaCl ) yang pada akhirnya akan
meningkatkan tekanan darah. Angiotensin 2 juga berpengaruh pada:
1. Vasopresin : untuk meningkatkan reabsorpsi H2O oleh tubulus
2. Rasa haus: hal ini menyebabkan pemasukan cairan yang berlebihan yang pada
akhirnya meningkatkan volume air dalam tubuh
3. Vasokonstriksi arteriol: Terjadi konstraksi arteri.
Pada saat dialirkan melalui darah maka akan terjadi volume cairan ektrasel yang banyak,
kadar NaCl yang tinggi karena retensi dan hal ini menimbulkan tekanan darah yang tinggi
pula.(2,5)
Mekanisme Oedem Pada Gangguan Ginjal
Oedem adalah penimbunan cairan dalam darah. Gangguan ginjal merusak membran
glomerulus ginjal sehingga zat-zat protein tidak terfiltrasi melainkan masuk ke dalam filtrat
glomerulus melalui membran yang rusak tersebut. Jika ekskresi protein plasma dalam urin
tidak dapat diimbangi oleh sintesis protein dalam tubuh, maka akan terjadi penurunan
konsentrasi protein plasma. Penurunan konsentrasi protein plasma menyebabkan penurunan
pada tekanan osmotik plasma sehingga banyak cairan yang keluar dari plasma ke ruang
interstitiel tetapi sedikit yang di reabsorpsi. Cairan tersebut menumpuk dan menyebabkan
oedem. Oedem akan terjadi jika konsentrasi protein plasma dibawah 2,5g/100ml darah.(6)

Asidosis, merupakan keaadaan patologik akibat dari akumulasi asam pada atau
kehilangan basa dari tubuh. Seseorang dibilang mengalami asidosis jika pH darahnya berada
di bawah 7,35. Pada manusia normal, pH darah rata-rata adalah 7,4 dengan pH darah pada
arteri 7,45 dan pH darah pada vena 7,35. pH darah yang dibawah 6,8 dapat menyebabkan
kematian dalam beberapa detik.(1,3)
Asidosis dapat dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Respiratory asidosis/ Hypercapnic asidosis: diakibatkan retensi karbon dioksida
(CO2) berlebihan di dalam tubuh karena kekurangan atau kegagalan pertukaran gas
alveola.
Asidosis tipe ini juga bisa disebabkan oleh hypercapmia yang terjadi karena
hypoventilasi yaitu pertukaran CO2 dan O2 yang tidak memadai dalam tubuh seperti
saat menahan nafas.
Selain itu, asidosis respiratorik juga bisa disebabkan oleh gangguan mekanisme
pernafasan yang disebabkan oleh penyakit dari saraf dan otot atau penggunaan
narkotika dan obat tidur yang menekan pernafasan.
2. Metabolic asidosis/ nonrespiratory asidosis: akibat kehilangan basa/ retensi asam
nonkarbonat atau asam tetap.
Penyebabnya adalah sebagai berikut:
Gangguan fungsi ginjal sehingga tidak dapat mensekresi asam metabolik
Pembentukan asam metabolik yang meningkat
Penambahan asam metabolik ke tubuh melalui makanan/ infus asam
Kehilangan basa dari cairan tubuh yang menyebabkan efeknya penambahan
asam

Mekanisme terjadinya asidosis pada gangguan ginjal


Ginjal mempertahankan keseimbangan asam-basa dalam tubuh dengan cara
mengekskresi urin yang asam (banyak mengandung H+) atau urin yang basa (banyak
mengandung HCO3-). Ekskresi urin yang asam mengurangi jumlah asam pada cairan tubuh,
sedangkan eksresi urin basa mengurangi jumlah basa pada cairan tubuh. Jika ginjal
mengalami gangguan sehingga tidak dapat mengekskresi asam hasil metabolisme secara
normal, maka akan menyebabkan metabolik asidosis.(7)
Metabolik asidosis yang berhubungan dengan gangguan ginjal adalah: asidosis
tubulus ginjal/ renal tubular asidosis dan uremic asidosis/chronic renal failure.
Asidosis tubulus ginjal merupakan asidosis yang terjadi akibat gangguan pada fungsi ginjal
untuk mengekskresi H+ atau/dan reabsorpsi HCO3- pada tubulus ginjal. Gangguan pada
ekskresi H+ menyebabkan penumpukan kadar asam dalam tubuh yang seharusnya diekskresi
lewat urin yang bersifat basa. Gangguan pada reabsorpsi HCO 3+ menyebabkan banyak basa,
yang seharusnya membuffer kadar asam dalam tubuh, terbuang dalam urin. Jika terjadi
gangguan, ginjal akan mengekskresi urin yang bersifat basa, sehingga asam akan menumpuk
dalam tubuh dan menyebabkan asidosis.(7)
Cara tubuh mengatasi asidosis diatas adalah melalui dua mekanisme. Yang pertama
adalah buffer dalam darah akan menyerap lebih banyak H+ sehingga kadar HCO3- pun akan
meningkat 50-75% dari normalnya. Yang kedua adalah paru-paru mengekskresi lebih banyak
CO2 yang dapat membentuk H+ pada tubuh. Caranya adalah dengan bernafas secara dalam
dan cepat (hiperpnoe). Mekanisme yang kedua ini dapat menurunkan kadar CO 2 75% dari
normalnya.(1)
Anemia.
Anemia adalah penurunan di bawah normal jumlah eritrosit, banyaknya hemoglobin, dan
volume sel darah merah dalam darah. Penyakit ini merupakan suatu penyakit yang
disebabkan oleh gangguan pada ginjal dan pertanda bahwa kerusakan fungsi ginjal sudah
mencapai 50-80%.(3,8)
Gangguan pada ginjal menghambat ataupun menghentikan produksi eritropoietin oleh sel
polkisen ginjal. Eritropoietin merupakan hormon glikoprotein yang bekerja pada stem cells
sumsum tulang untuk merangsang atau menstimulus eritropoiesis, yaitu produksi sel darah
merah atau eritrosit. Selain itu, hormon ini biasanya di sekresi saat kadar oksigen dalam darah
menurun (suatu kondisi yang disebut hypoxia). Maka, jika produksi eritropoietin dihambat
atau dihentikan, jumlah sel darah merah akan turun sehingga menyebabkan anemia.(1,3,7)
Refleks miksi
Refleks miksi merupakan refleks autonom korda spinalis yang dapat dihambat atau
dibantu oleh batang otak dan korteks otak. Signal sensoris, yang dikirim oleh reseptor regang
ke korda spinalis sebelumnya, dikirimkan balik ke vesika urinaria melalui nervus pelvic dan
merangsang saraf parasimpatis sehingga menyebabkan kontraksi otot detrusor. Kontraksi otot
detrusor pada vesika urinaria menyebabkan relaksasi dari otot sphincter urethrae interna.
Selain itu, refleks miksi juga menyebabkan refleks lain melalui nervus pudendal. Refleks ini
menghambat neuron motorik yang mempersarafi otot sphincter urethrae externa sehingga
otot tersebut relaksasi. Jika tidak ada hambatan volunter kontraksi otot sphincter urethrae
externa (seperti saat menahan buang air kecil), urin akan dikeluarkan dari tubuh.(7)

Proses miksi yaitu sebagai berikut:


Refleks peregangan oleh reseptor regang sensorik pada dinding vesica urinaria
penghantaran sinyal sensorik dari VU ke segmen sacral medulla spinalis melalui nervus
pelvikus kembali ke VU melalui serat saraf parasimpatis kontraksi otot detrusor pada
VU yang semakin kuat akibat sirkulasi yang berulang-ulang relaksasi pada bagian
posterior urethrae miksi.(6)
DAFTAR PUSTAKA

1. Sheerwood L. Human physiology from cells to systems. 7 th ed. Canada: Brooks/Cole


Cengage Learning; 2007.
2. Wahjudi K, Natakarman TS. Diktat biokimia medik: metabolisme air, ginjal, dan urin.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti; 2010.
3. Anderson MD, Lexicographer C. Kamus Kedokteran Dorland. 29th ed. In: Hartanto H,
editor. Jakarta: EGC Medical Publishers; 2002.
4. Anonymous. Bakteri pada saluran traktus urinarius dapat menyebabkan urinary tract
infection. Ethical Digest. 59th ed. January 2009: 64.
5. Sherwood L. Sistem Kemih. In: Santoso BI, editors. Fisiologi manusia dari sel ke
sistem. 2nd ed. Jakarta: EGC; 2001; p. 477-480.
6. Sherwood L. Fisiologi Sistem Perkemihan. In: Santoso BI, editors. Fisiologi Manusia
dari Sel ke Sistem. 2nd ed. Jakarta : EGC;2001.p.324.
7. Guyton AC, Hall JE. Textbook of medical physiology. 11th ed. Philadelphia: Elsevier
Saunders; 2006.

8. National Kidney dan Urologic Disease Information Clearinghouse. Anemia in kidney


disease and dialysis. Available at:
http://kidney.niddk.nih.gov/kudiseases/pubs/anemia/. Accessed Desember 20, 2010.

Anda mungkin juga menyukai