Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh manusia dalam
mempertahankan keseimbangan fisiologis maupuan psikologis, yang tentunya bertujuan
untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan. Kebutuhan dasar manusia menurut
Abraham Maslow dalam teori Hirarki. Kebutuhan menyatakan bahwa setiap manusia
memiliki lima kebutuhan dasar yaitu kebutuhan fisiologis, keamanan, cinta, harga diri, dan
aktualisasi diri (Potter dan Patricia, 1997). Dalam mengaplikasikan kebutuhan dasar manusia
(KDM) yang dapat digunakan untuk memahami hubungan antara kebutuhan dasar manusia
pada saat memberikan perawatan. Beberapa kebutuhan manusia tertentu lebih mendasar
daripada kebutuhan lainnya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana memenuhi kebutuhan eliminasi urine dan eliminasi alvi ?
2. Bagaimana pemasangan kateter?
3. Bagaimana melepas kateter intermitten/dover kateter?
4. Prosedur pemberian huknah rendah/tinggi?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui kebutuhan eliminasi urine dan eliminasi alvi
2. Mengetahui pemasangan kateter.
3. Mengetahui cara melepas kateter dower dan kateter intermiten.
4. Mengetahui pemberian huknah rendah/tinggi.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Eliminasi


Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin atau bowel
(feses). Eliminasi yang teratur dari sisa-sisa produksi usus penting untuk fungsi tubuh yang
normal. Perubahan pada eliminasi dapat menyebabkan masalah pada gastrointestinal dan
bagian tubuh yang lain. Karena fungsi usus tergantung pada keseimbangan beberapa faktor,
pola eliminasi dan kebiasaan masing-masing orang berbeda. Klien sering meminta
pertolongan dari perawat untuk memelihara kebiasaan eliminasi yang normal. Keadaan sakit
dapat menghindari mereka sesuai dengan program yang teratur. Mereka menjadi tidak
mempunyai kemampuan fisik untuk menggunakan fasilitas toilet yang normal lingkungan
rumah bisa menghadirkan hambatan untuk klien dengan perubahan mobilitas, perubahan
kebutuhan peralatan kamar mandi. Untuk menangani masalah eliminasi klien, perawatan
harus mengerti proses eliminasi yang normal dan faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi.

2.2 Macam-macam Eliminasi


2.2.1 Eliminasi Urine (Berkemih/Buang Air Kecil)
a. Pengertian
Proses eliminasi urine adalah proses pembuangan zat-zat sisa makanan dalam vesika
urinaria atau biasa disebut dengan kandung kemih. Jika terjadi rangsangan pada saraf-saraf
dinding kandung kemih ketika kandung kemih sudah mencapai kurang lebih 250-450cc
(orang dewasa) atay 200-250cc (anak-anak) maka urine akan dikeluarkan.

b. Organ yang Berperan dalam Perkemihan


1. Ginjal (Ren)
Manusia memiliki sepasang ginjal yang terletak di belakang perut atau abdomen. Ginjal
ini terletak di kanan dan kiri tulang belakang, di bawah hati dan limpa. Di bagian atas
(superior) ginjal terdapat kelenjar adrenal (juga disebut kelenjar suprarenal). Ginjal kanan
biasanya terletak sedikit di bawah ginjal kiri untuk memberi tempat untuk hati.
Sebagian dari bagian atas ginjal terlindungi oleh iga ke sebelas dan duabelas. Kedua
ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal) yang
membantu meredam goncangan.

Fungsi ginjal :
a. Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun,
b. Mempertahankan suasana keseimbangan cairan,
c. Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh
d. Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan amoniak.

2
2. Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal ke vesika urinaria.
Panjangnya ± 25-30 cm, dengan penampang 0,5 cm. Ureter sebagian terletak pada rongga
abdomen dan sebagian lagi terletak pada rongga pelvis.

Lapisan dinding ureter terdiri dari :


1. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
2. Lapisan tengah lapisan otot polos
3. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa
Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik yang mendorong urin
masuk ke dalam kandung kemih.

3. Vesika Urinaria (Kandung Kemih)


Vesika urinaria bekerja sebagai penampung urin. Organ ini berbentuk seperti buah pir
(kendi). Letaknya di belakang simfisis pubis di dalam rongga panggul. Vesika urinaria dapat
mengembang dan mengempis seperti balon karet.

4.Uretra
Merupakan saluran sempit yang berpangkal pada vesika urinaria yang berfungsi
menyalurkan air kemih ke luar.
Pada laki-laki panjangnya kira-kira 13,7-16,2 cm, terdiri dari :
1. Urethra pars Prostatica
2. Urethra pars membranosa ( terdapat spinchter urethra externa)
3. Urethra pars spongiosa.
Uretra pada wanita panjangnya kira-kira 3,7-6,2 cm (Taylor), 3-5 cm (Lewis). Sphincter
uretra terletak di sebelah atas vagina (antara clitoris dan vagina) dan uretra disini hanya
sebagai saluran ekskresi.

c. Proses Pembentukan Urine


Pembentukan urine terdiri dari tiga proses yaitu filtrasi (penyaringan), reabsorpsi (penyerapan
kembali), dan augmentasi (pengumpulan) atau sekresi.
1. Filtrasi (penyaringan)
Setiap ginjal memiliki sekitar satu juta nefron, yang merupakan tempat pembentukan urine.
Pada waktu tertentu, sekitar 20 persen dari darah akan melalui ginjal untuk disaring sehingga
tubuh dapat menghilangkan zat-zat sisa metabolisme dan menjaga keseimbangan cairan, pH
darah, dan kadar darah.
Bagian pertama dari proses pembentukan urine adalah filtrasi yaitu proses penyaringan darah
yang mengandung zat sisa metabolisme yang dapat menjadi racun untuk tubuh. Pada gambar
di atas, proses pembentukan ini ditandai dengan huruf A.
Filtrasi terjadi di badan malphigi yang terdiri dari glomerulus dan kapsul Bowman.
Glomerulus menyaring air, garam, glukosa, asam amino, urea dan limbah lainnya untuk
melewati kapsul Bowman. Hasil filtrasi ini menghasilkan urine primer.
Urine primer termasuk urea di dalamnya, yang dihasilkan dari amonia yang terkumpul ketika
hati memproses asam amino dan disaring oleh glomerulus.

3
2. Reabsorpsi
Sekitar 43 galon cairan melewati proses filtrasi, tetapi sebagian besar diserap kembali
sebelum dikeluarkan dari tubuh. Reabsorpsi terjadi di tubulus proksimal nefron, lengkung
Henle (loop of Henle), tubulus distal dan tubulus pengumpul. Pada gambar di atas, proses
reabsorpsi ditandai dengan huruf B.
Air, glukosa, asam amino, natrium, dan nutrisi lainnya diserap kembali ke aliran darah di
kapiler yang mengelilingi tubulus. Air bergerak melalui proses osmosis, yaitu pergerakan air
dari area konsentrasi tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah. Hasil pada proses pembentukan
urine ini adalah urine sekunder.
Biasanya semua glukosa diserap kembali. Namun, pada orang dengan diabetes, kelebihan
glukosa tetap bertahan dalam filtrat. Natrium dan ion-ion lain diserap kembali secara tidak
lengkap, dengan proporsi yang lebih besar tersisa dalam filtrat ketika lebih banyak
dikonsumsi dalam makanan, menghasilkan konsentrasi darah yang lebih tinggi. Hormon
mengatur proses transport aktif di mana ion seperti natrium dan fosfor diserap kembali.

3. Sekresi atau augmentasi


Sekresi adalah tahap terakhir dalam pembentukan urine, yaitu ketika urine akhirnya dibuang.
Dalam gambar di atas, proses sekresi ditandai dengan huruf C. Beberapa zat mengalir
langsung dari darah di sekitar tubulus distal (distal convoluted tubule) dan tubulus pengumpul
(collecting tubule) ke tubulus tersebut.
Sekresi alias pembuangan ion hidrogen melalui proses ini adalah bagian dari mekanisme
tubuh untuk menjaga pH yang tepat, atau keseimbangan asam dan basa tubuh.
Ion kalium, ion kalsium, dan amonia juga dibuang pada tahap ini, seperti beberapa obat. Ini
supaya komposisi kimia darah tetap seimbang dan normal.

Prosesnya terjadi dengan meningkatkan pembuangan zat seperti kalium dan kalsium ketika
konsentrasi tinggi dan dengan meningkatkan reabsorpsi dan mengurangi sekresi ketika
tingkatnya rendah.
Urine yang dibuat oleh proses ini kemudian mengalir ke bagian tengah ginjal yang disebut
pelvis ginjal, kemudian terus mengalir ke ureter dan kemudian tersimpan di kandung kemih.
Dari kandung kemih, urine selanjutnya mengalir ke uretra dan akan dibuang keluar saat
buang air kecil.

d. Komposisi Air Kemih


1. Air kemih terdiri dari kira-kira 95% air.
2. Zat-zat sisa nitrogen dari hasil metabolisme protein, asam urea, amoniak dan kreatinin.
3. Elektrolit, natrium, kalsium, NH3, bikarbonat, fospat dan sulfat.
4. Pagmen (bilirubin dan urobilin).
5. Toksin.
6. Hormon.

e. Ciri-ciri Urine Yang normal


1. Rata-rata dalam satu hari 1-2 liter, tapi berbeda-beda sesuai dengan jumlah cairan yang
masuk.

4
2. Warnanya bening oranye tanpa ada endapan.
3. Baunya tajam.
4. Reaksinya sedikit asam terhadap lakmus dengan pH rata-rata 6.

Sifat fisis air kemih, terdiri dari:


1. Jumlah ekskresi dalam 24 jam ± 1.500 cc tergantung dari pemasukan (intake) cairan dan
faktor lainnya.
2. Warna, bening kuning muda dan bila dibiarkan akan menjadi keruh.
3. Warna, kuning tergantung dari kepekatan, diet obat-obatan dan sebagainya.
4. Bau, bau khas air kemih bila dibiarkan lama akan berbau amoniak.
5. Berat jenis 1,015-1,020.
6. Reaksi asam, bila lama-lama menjadi alkalis, juga tergantung dari pada diet (sayur
menyebabkan reaksi alkalis dan protein memberi reaksi asam).

2.2.2 Faktor yang Mempengaruhi Eliminasi Urine


1. Diet dan Asupan (intake)
Jumlah dan tipe makanan merupakan faktor utama yang memengaruhi output urine
(jumlah urine). Protein dapat menentukan jumlah urine yang dibentuk. Selain itu, juga
dapat meningkatkan pembentukan urine.
2. Respons Keinginan Awal untuk Berkemih
Kebiasaan mengabaikan keinginan awal untuk berkemih dapat menyebabkan urine
banyak tertahan di dalam urinaria sehingga memengaruhi ukuran vesika urinaria dan
jumlah urine.
3. Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi dalam
kaitannya terhadap tersedianva fasilitas toilet.
4. Stres Psikologis
Meningkatnya stres dapat mengakibatkan meningkatnya frekuensi keinginan berkemih.
Hal ini karena meningkatnya sensitivitas untuk keinginan berkemih dan jumlah urine
yangdiproduksi.
5. Tingkat Aktivitas
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang baik untuk fungsi
sfingter.Hilangnya tonus otot vesika urinaria menyebabkan kemampuan pengontrolan
berkemihmenurun dan kemampuan tonus otot didapatkan dengan beraktivitas.
6. Tingkat Perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga dapat memengaruhi pola berkemih.
Haltersebut dapat ditemukan pada anak, yang lebih memiliki mengalami kesulitan
untukmengontrol buang air kecil. Namun dengan usia kemampuan dalam mengontrol
buang airkecil.
7. Kondisi Penyakit
Kondisi penyakit dapat memengaruhi produksi urine, seperti diabetes melitus.
8. Sosiokultural
Budaya dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urine, seperti adanya
kulturpada masyarakat tertentu yang melarang untuk buang air kecil di tempat tertentu.
9. Kebiasaan Seseorang
Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemih di mengalamikesulitan untuk berkemih
dengan melalui urineal/pot urine bila dalam keadaan sakit.

5
10. Tonus Otot
Tonus otot yang memiliki peran penting dalam membantu proses berkemih adalah
ototkandung kemih, otot abdomen dan pelvis. Ketiganya sangat berperan dalam
kontraksipengontirolan pengeluaran urine.
11. Pengobatan
Pemberian tindakan pengobatan dapat berdampak pada terjadinya peningkatan
ataupenurunan -proses perkemihan. Misalnya pemberian diure;tik dapat meningkatkan
jumlah urine, se;dangkan pemberian obat antikolinergik dan antihipertensi dapat
menyebabkan retensi urine.
12. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik ini juga dap'at memengaruhi kebutuhan eliminasi urine,
khususnya prosedur-prosedur yang berhubungan dengan tindakan pemeriksaan saluran
kemih seperti IVY (intra uenus pyelogram), yang dapat membatasi jumlah asupan
sehingga mengurangi produksi urine. Se;lain itu tindakan sistoskopi dapat menimbulkan
edema lokal pada uretra yang dapat mengganggu pengeluaran urine.

2.2.3 Masalah/Gejala Eliminasi Urin


Penyakit ginjal utamanya akan berdampak pada sistem tubuh secara umum. Salah satu
yang tersering ialah gangguan urine.

Beberapa masalah eliminasi urine yang sering muncul, antara lain :

a. Retensi
Retensi Urine ialah penumpukan urine acuan kandung kemih danketidaksanggupan
kandung kemih untuk mengosongkan sendiri.

Kemungkinan penyebabnya :
1. Operasi pada daerah abdomen bawah.
2. Kerusakan ateren
3. Penyumbatan spinkter.

Tanda-tanda retensi urine :


1. Ketidak nyamanan daerah pubis.
2. Distensi dan ketidaksanggupan untuk berkemih.
3. Urine yang keluar dengan intake tidak seimbang.
4. Meningkatnya keinginan berkemih.
5. Enuresis

b. Eniorisis
Ialah keluarnya kencing yang sering terjadi pada anak-anak umumnya malam
hari.Kemungkinan peyebabnya :
1. Kapasitas kandung kemih lebih kecil dari normal.
2. Kandung kemih yang irritable
3. Suasana emosiaonal yang tidak menyenangkan
4. ISK atau perubahan fisik atau revolusi.

6
c. Inkontinensia
Inkontinesia Urine ialah bak yang tidak terkontrol.
Jenis inkotinensia
 Inkontinensia Fungsional/urgensi
Inkotinensia Fungsional ialah keadaan dimana individu mengalami inkontine karena
kesulitan dalam mencapai atau ketidak mampuan untuk mencapai toilet sebelum
berkemih.
Faktor Penyebab:
1. Kerusakan untuk mengenali isyarat kandung kemih.
2. Penurunan tonur kandung kemih
3. Kerusakan moviliasi, depresi, anietas
4. Lingkungan
5. Lanjut usia.

 Inkontinensia Stress
Inkotinensia stress ialah keadaan dimana individu mengalami pengeluaran urine segera
pada peningkatan dalam tekanan intra abdomen.
Faktor Penyebab:
1. Inkomplet outlet kandung kemih
2. Tingginya tekanan infra abdomen
3. Kelemahan atas peluis dan struktur pengangga
4. Lanjut usia.

 Inkontinensia Total
Inkotinensia total ialah keadaan dimana individu mengalami kehilangan urine terus
menerus yang tidak dapat diperkirakan.
Faktor Penyebab:
1. Penurunan Kapasitas kandung kemih.
2. Penurunan isyarat kandung kemih
3. Efek pembedahan spinkter kandung kemih
4. Penurunan tonus kandung kemih
5. Kelemahan otot dasar panggul.
6. Penurunan perhatian pada isyarat kandung kemih
7. Perubahan pola
8. Frekuensi
9. Meningkatnya frekuensi berkemih karena meningkatnya cairan.
10. Urgency
11. Perasaan seseorang harus berkemih.

2.2.4 Pemenuhan Kebutuhan Urine


1. Kebiasaan Berkemih
Pengkajian ini meliputi bagaimana kebiasaan berkemih serta hambatannya. Frekuensi
berkemih bergantung ada kebiasaan dan kesempatan. Banyak orang berkemih setiap hari
pada waktu bangun tidur dan tidak memerlukan waktu berkemih pada malam hari.

7
2. Pola Berkemih
 Frekuensi berkemih
Frekuensi berkemih menentukan berapa kali individu berkemih dalam waktu 24 jam.
Rata-rata orang normal berkemih 5-6 kali dalam sehari.

 Urgensi
Perasaan sesorang untuk berkemih seperti seseorang sering ke toilet karena takut
mengalami inkontinensia jika tidak berkemih.

 Disruria
Keadaan rasa sakit atau kesulitan saat berkemih. Keadaan demikianlah dapat ditemukan
pada striktur uretra, infeksi saluran kemih, trauma pada vesika urinaria, dan uretra.

 Poliuria
Keadaan produksi urin yang abnormal pada jumlah yang besar tanpa adanya peningkatan
asupan cairan.

 Urinaria supresi
Keadaan produksi urin yang berhenti secara mendadak.

3. Volume Urine
Volume urine yang dikeluarkan yaknisekitar 1500-1600ml setiap harinya Sriami et al(2016)

4. Karakteristik Urine
Warna Normal
: pucat, kekuningan, kuning coklat.
Merah gelap : perdarahan diginjal / ureter
Merah terang : perdarahan KK atau uretra
Coklat gelap : peningkatan bilirubin akibat disfungsi hati bila dikocok busa kuning.

Kejernihan
Normal : transparan
Peningkatan protein : keruh atau berbusa
Bakteri : pekat dan akeruh.
Bau : Amonia
Urin berbau buah : DM dan kelaparan akibat aseton dan asam asetoasetik.

Pemeriksaan urin
 Urinalisis
 Berat jenis urin
 Kultur urin
 Pemeriksaan Urin (pengumpulan urin)

8
 Acak
 Bersih tapi tidak harus steril
 Untuk urinalisis/ mengukur BJ, PH, kadar glukosa
 Cara : klien berkemih dalam wadah urin yg bersih
 Klien berkemih sebelum defekasi.
 Spesimen midstream
 Memperoleh spesimen yg relatif bebas mikroorganisme
 Untuk kultur dan sensitivitas urin
 Bersihkan genetalia dengan benar
 Urin pertama jgn ditampung baru pertengahan ditampung
 Spesimen steril
 Diambil melalui kateter

2.3. Eliminasi Alvi (Defekasi/Buang Air Besar)


a. Pengertian
Eliminasi alvi adalah pengeluaran zat sisa berupa feses melalui anus dan rektum.Feses
merupakan zat sisa makanan yang tidak terpakai oleh tubuh yang terdiri dari air
mikroorganisme, protein, lemak, serat makanan yang tidak dicerna, dan pigmen empedu.
Saluran pencernaan yang berfungsi dalam eliminasi alvi atau fekal adalah usus halus dan usus
besar(colon). Usus halus mempunyai fungsi untuk menyerap elektrolit seperti Na,Cl,K
danHCL==CO.Sementara itu usus besar berfungsi tempat pembentuk feses dan penyimpanan
feses sebelum dikeluarkan dari dalam tubuh.
b. Proses Defekasi
1. Proses Defekasi Intrinsik
Proses ini terjadi ketika feses masuk ke dalam rektum sehingga dinding rektum
mengembang. Kemudian fleksus mensenterika memberikan sinyal untuk melakukan gerakan
peristaltik pada kolon desenden, sigmoid, dan rektum sehingga feses sampai ke anus.
2. Proses Defekasi Parasimpatis
Proses ini terjadi ketika feses merangsang saraf rektum, diteruskan ke medula
spinalis, kemudian ke kolon desenden, sigmoid, dan rektum. Setelah itu, akan terjadi
rangsangan untuk melakukan gerakan peristaltik dan akan terjadi refleks defekasi.

2.3.1 Faktor yang Mempengaruhi Eliminasi Alvi


a. Usia
Setiap tahap perkembangan atau usia memiliki kemampuan mengontrol proses defekasi yang
berbeda. Pada usia bayi kontrol defekasi belum berkembang, sedangkan pada usia lanjut
kontrol defekasi menurun.

b. Diet
Diet pola atau jenis makanan yang dikonsumsi dapat mempengaruhi proses defekasi.
Makanan yang berserat akan mempercepat produksi feses, banyaknya makanan yang masuk
ke dalam tubuh juga mempengaruhi proses defekasi.

c. Asupan Cairan

9
Pemasukan cairan yang kurang ke dalam tubuh membuat defekasi menjadi keras. Oleh
karena itu, proses absorpsi air yang kurang menyebabkan kesulitan proses defekasi. Intake
cairan yang berkurang akan menyebabkan feses menjadi lebih keras, disebabkan karena
absorbsi cairan yang meningkat.

d. Aktivitas
Aktivitas dapat mempengaruhi proses defekasi karena melalui aktivitas tinus otot abdomen,
pelvis, dan diafragma dapat membantu kelancaran proses defekasi.

e. Pengobatan
Pengobatan juga dapat mempengaruhi proses defekasi, sperti penggunaan laksantif, atau
antasida yang terlalu sering.

f. Kebiasaan atau Gaya Hidup


Kebiasaan atau gaya hidup dapat mempengaruhi proses defekasi. Hal ini dapat terlihat pada
seseorang yang memiliki gaya hidup sehat atau terbiasa melakukan buang air besar di tempat
bersih atau toilet, jika seseorang terbiasa buang air besar di tempat yang kotor, maka ia akan
mengalami kesulitan dalam proses defekasi

g. Penyakit
Beberapa penyakit dapat mempengaruhi proses defekasi, biasanya penyakit – penyakit
tersebut berhubungan langsung dengan sistem pencernaan seperti gastroenteristis atau
penyakit infeksi lainnya.

h. Nyeri
Adanya nyeri dapat mempengaruhi kemampuan atau keingian untuk defekasi seperti nyeri
pada kasus hemorrhoid atau episiotomy.

i. Kerusakan Sensoris dan Motoris


Kerusakan pada sistem sensoris dan motoris dapat mempengaruhi proses defekasi karena
dapat menimbulkan proses penurunan stimulasi sensoris dalam melakukan defekasi.

j. Fisiologis
Keadaan cemas, takut dan marah akan meningkatkan peristaltic, sehingga menyebabkan
diare.

k. Prosedur diagnostic
Klien yang akan dilakukan prosedur diagnostic biasanya dipuaskan atau dilakukan klisma
dahulu agar tidak dapat buang air besar kecuali setelah makan.

l. Anestesi dan pembedahan


Anestesi unium dapat menghalangi impuls parasimpatis, sehingga kadang-kadang dapat
menyebabkan ileus usus. Kondisi ini dapat berlangsung 24-48 jam.

10
m.Posisi selama defekasi
Posisi jongkok merupakan posisis yang normal saat melakukan defekasi. Toilet modern
dirancang untuk memfasilitasi posisi ini, sehingga memungkinkan individu untuk duduk
tegak kearah depan, mengeluarkan tekanan intra abdomen dan mengeluarkan kontraksi otot-
otot pahanya.

2.3.2 Masalah/Gejala Eliminasi Alvi


a. Konstipasi
Merupakan keadaan individu yang mengalami atau berisisko tinggi mengalami stasis
usus besar sehingga menimbulkan eliminasi yang jarang atau keras, serta tinja yang keluar
jadi terlalu kering dan keras.

Tanda klinis :
o adanya feses yang keras
o defekasi kurang dari 3 kali seminggu
o menurunnya bising usus
o adanya keluhan pada rektum
o nyeri pada saat mengejan dan defekasi
o adanya perasaan masih ada sisa feses

Kemungkinan penyebab :
o defek persarafan, kelemahan pelvis, immobilitas karena cidera serebrospinalis, dll
o pola defekasi yang tidak teratur
o nyeri saat defekasi karena hemorroid
o menurunnya peristaltik karena stres psikologis
o penggunaan obat seperti antasida
o proses menua/ usia lanjut

b. Diare
Merupakan keadaan individu yang mengalami atau berisiko sering mengalami
pengeluaran feses dalam bentuk cair.

Tanda klinis:
o adanya pengeluaran feses cair
o frekuensi lebih dari 3 kali sehari
o nyeri atau kram abdomen
o bising usus meningkat

kemungkinan penyebab:
o malabsorpsi atau inflamsi, proses infeksi

11
o peningkatan peristaltik karean peningkatan metabolisme
o efek tindakan pembedahan usus
o efek penggunaan obat seperti antasida,antibiotik, dll
o stres psikologis

c. Inkontinensia usus
Merupakan keadaan individu yang mengalami perubahan kebiasaan dari proses
defekasi normal, hingga mengalami proses pengeluaran feses tak di sadari.

Tanda klinis:
o pengeluaran feses yang tidak di kehendaki

Kemungkinan penyebab:
o gangguan sphincter rektal akibat cedera anus, pembedahan dll
o distensi rektum berlebih
o kurangnya kontrol sphincter akibat cedera medula spinalis, CVA dll
o kerusakan kognitif

d. Kembung
Merupakan keadaan penuh udara dalam perut karena pengumpulan gas secara
berlebihan dalam lambung atau usus.

e. Hemorroid
Merupakan keadaan terjadinya pelebaran vena di daerah anus sebagai akibat
peningkatan tekanan di daerah anus yang dapat di sebabklan karena konstipasi, peregangan
saat defekasi dll

f. Fecal impaction
Merupakan massa feses keras dilipatan rektum yang di akibatkan oleh retensi dan
akumulasi materi feses yang berkepanjangan. Penyebab nya yaitu asupan kurang, aktivitas
kurang, diet rendah serat, dan kelemah tonus otot.

2.3.3 Karakteristik Feses


Seperti dikutip dari Mayoclinic, ada beberapa kondisi yang bisa dicermati
berdasarkan warna pada feses atau tinja.

1.Tinja berwarna Hijau,


Tandanya makanan yang dikonsumsi terlalu cepat masuk ke dalam pencernaan dan
prosesnya belum sempurnan. Kondisi ini bila di biarkan berlarut-larut bisa menimbulkan
diare. Selain itu, feses atau tinja yang berwarna hijau bisa merupakan indikator dari beberapa
jenis infeksi bakteri, karena peradangan pada usus juga menyebabkan waktu transit kotoran
menjadi singkat. Feses yang berwarna hijau bisa juga disebabkan karena gaya hidup
seseorang yang seorang vegan atau vegetarian, karena zat klorofil yang terkandung dalam
daun tidak dapat tercerna dan akan ikut terbawa bersama kotoran.

12
2.Tinja berwarna putih atau pucat,
Tandanya empedu mengalami kekurangan cairan penting. Kondisi ini bisa sangat
berbahaya apabila selama berhari-hari warna feses tidak berubah. Dan pemeriksaan kondisi
empedu harus segera dilakukan untuk mengetahui masalah dalam empedu.
Namun ada kemungkinan lain yang menyebabkan hal ini terjadi, pada beberapa kasus medis
ada sebagian obat yang dapat menyebabkan warna tinja berwarna putih atau pucat.

3.Tinja berwarna kuning,


Bila saat buang air besar feses atau tinja berwarna kuning dengan bau yang tidak
sedap, itu tandanya tubuh sedang kelebihan asupan lemak. Disarankan untuk mengurangi
konsumsi makanan berlemak. Dan bisa saja kondisi ini terjadi apabila kita terlalu berlebihan
mengkonsumsi asupan protein.

4.Tinja berwarna kemerahan,


Hal ini disebabkan karena adanya pendarahan dalam organ perut bagian bawah, bisa
saja di saluran kencing atau karena ambeien. Penyebab lainnya karena terlalu banyak
mengkonsumsi makanan berwarna merah seperti buah bit, buah naga merah, jus tomat, sup
merah dan lain sebagaiannya. Untuk memastikan penyebabnya disarankan untuk menemui
dokter terdekat apabila selama 2-3 hari berturut-turut tinja masih berwarna kemerahan.

Saat proses buang air besar, feses atau tinja dikeluarkan melalui anus dengan
kandungan rata-rata 75 % air dan 25% material padat, tetapi presentase ini bervariasi pada
setiap individu dan berapa lama feses tersebut mengendap dalam tubuh. Feses dapat
mengandung bakteri yang telah mati (yang membantu pada saat pencernaan), serat (yang
tidak dapat dicerna secara sempurna), protein, garam, lemak dan substansi yang dikeluarkan
dari hati dan usus.

Rata-rata manusia dewasa menghasilkan 100 hingga 250 gram dari hasil pencernaan
harian secara normal dengan konsumsi makanan berat satu hingga dua mangkuk nasi dalam
sehari. Umur, jenis makanan, kebiasaan buang air besar, frekuensi buang air besar secara
alami akan merefleksikan tingkat kesehatan tubuh seseorang.

2.4 Tindakan Kateter


a. Pengertian Kateter
Kateteriasi perkemihan adalah tindakan memasukkan slang karet atau plastik melalui
uretra dan masuk ke dalam kandung kemih.
Tujuan :
1. Menghilangkan ketidaknyamanan karena distensi kandung kemih.
2. Mendapatkan urine steril untuk spesimen.
3. Pengkajian residu urine.
4. Penatalaksanaan pasien yang dirawat karena trauma medula spinalis, gangguan
neuromuskular, atau inkompeten kandung kemih, serta pasca operasi besar.
5. Mengatasi obstruksi aliran urine.
6. Mengatasi resensi perkemihan.

13
Alat dan bahan :
1. Sarung tangan steril
2. Kateter steril (sesuai ukuran dan jenis)
3. Duk steril
4. Minyak pelumas//jeli
5. Larutan pembersih antiseptik (kapas sublimas)
6. Spuit yang berisi cairan atau udara
7. Perlak
8. Pinset anatomi
9. Bengkok
10. Kantung penampung urine
11. Sampiran

2.4.1 Macam-Macam Kateter


2.4.1.1 Kateter Intermittent
Kateter intermittent adalah kateter jangka pendek dipakai oleh pasien yang tidak bisa
kencing sendiri sementara, biasanya karena sehabis operasi. Begitu kemih berfungsi normal,
kateterakan dilepas.

 Tujuan
1.Utuk mengosongkan kandung kemih.
2.Dapat mengukur pengeluaran urine secara adekuat.

 Indikasi
1.Mengurangi ketidaknyamanan pada distensi kandung kemih.
2.Pengambilan urine residu setelah pengosongan kandung kemih.

 Kontra indikasi
1.Prostatitis akut
2.Kecurigaan trauma uretra

2.4.1.2 Kateter Dower


Kateter dower adalah selang yang terbuat dari karet atau nilon yang dimasukkan
kedalam saluran kencing melalui penis untuk mengeluarkan urine. Kateter ini digunakan
dalam jangka waktu lama.

 Tujuan
1. Untuk memperlancar aliran kandung kemih.
2. Dapat mengukur pengeluaran urine secara adekuat.

 Indikasi
1. Retensi urine/tertahannya urine didalam kandung kemih.
2. Untuk memonitor saluran urine secara akurat.

14
3. Pasien dengan kehilangan kendali kandung kemih.
4. Pasien yang akan menjalani operasi.
5. Pasien dengan multipletrauma.

 Kontra Indikasi
1.Codera uretra
2. Pasien yang mempu berkemih spontan

 Persiapan
Alat dan bahan :

1. folley kateter sesuai ukuran


2. urin bag
3. xylocain jelly
4. sarung tangan steril
5. kasa dan betadine
6. spuit 10cc dan aquades steril
7. bengkok
8. perlak, pengalas dan duk steril
9. lampu penerangan
 Prosedur :
1. jelaskan tindakan yang akan dilakukan
2. cuci tangan
3. tutup tirai pasien
4. dekatkan alat-alat kedekat pasien
5. atur posisi, jika wanita dengan posisi supine dengan mengangkat kedua lutut / salah
satunya
6. bersihkan alat genetalia dengan betadine
7. gunakan pengalas / duk bolong steril untuk menutupi daerah sekitar genetalia
8. gunakan sarung tangan steril dan atur alat-alat diatas pengalas yang steril
9. pemasangan pada pria
• masukkan xylokain jelly kurang lebih 10cc ke dalam ureter
• masukkan kateter melalui ureter sampai keluar urin melalui selang
• masukkan kateter 10-15cm atau sampai percabangan kateter
• sambungkan dengan urin bag

2.4.2 Pemberian Cairan


Pemberian Gliserin Per Rektal
Tindakan ini dilakukan dengan memasukkan cairan gliserin kedalam poros usus
dengan menggunakan spuit gliserin. Tindakan ini dapat dilakukan untuk merangsang
peristaltik usus sehingga pasien dapat defekasi (khususnya pada pasien yang mengalami
sembelit) dan juga dapat digunakan untuk persiapan operasi.
Tujuan :

15
1. Merangsang buang air besar dengan merangsang peristaltik usus.
2. Mengosongkan usus yang digunakan sebelum tindakan pembedahan.
Alat dan bahan :
1. Spuit gliserin
2. Gliserin dalam tempatnya
3. Bengkok
4. Pengalas
5. Sampiran
6. Sarung tangan
7. Tisu
Prosedur kerja :
1. Jelaskan prosedur pada pasien
2. Cuci tanan
3. Atur ruangan
4. Atur posisi pasien (miring kiri)
5. Pasang pengalas diarea gluteal
6. Siapkan bengkok didekat pasien
7. Spuit di isi gliserin 10-20 cc
8. Gunakan sarung tangan
9. Masukan gliserin perlahan kedalam anus dengan cara tangan kiri meregangkan daerah
anus, tangan kanan memasukkan spuit kedalam anus sampai pangkal kanula dan
anjurkan pasien bernafas dalam.
10. Setelah selesai, cabut dan masukan spuit kedalam bengkok. Anjurkan
pasien untuk menahan sebentar rasa ingin defekasi dan pasang pispot
jika pasien tidak mampu ke toilet. Kemudian bersihkan daerah perineum
dengan air hingga bersih lalu keringkan dengan tisu.
11. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
12. Cacat jumlah feses, warna, konsisten, dan respons pasien.
Tugas :
1. Lakukan pemberian gliserin sesuai prosedur.
2. Jelaskan perbedaan pemberian huknah rendah, huknah tinggi, dan gliserin.

16
2.4.3 Pemasangan Kateter
a. Pemasangan Kateter pada pria
1. Jelaskan prosedur
2. Cuci tangan
3. Pasang sampiran
4. Pasang perlak
5. Gunakan sarung tangan steril
6. Pasang duk steril
7. Tangan kiri memegang penis lalu prepusium ditarik sedikit kepangkalnya dan bersihkan
dengan kapassublimat.
8. Kateter diberi minyak pelumas/jeli pada ujungnya (kurang lebih 12,5-17,5 cm)lalu
masukkan perlahan (kurang lebih17,5-20 cm) dan sambil anjurkanpasien menarik nafas
dalam.
9. Jika tertahan jangan dipaksa.
10. Setelah kateter masuk, isi balon dengan cairan aquades atau sejenisnya untuk kateter
menetap, dan bila intermiten tarik kembali sambil pasien diminta menarik nafas dalam.
11. Sambung kateter dengan kantung penampung dan fikasi ke arah atas paha/abdomen
12. Rapikan alat.Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
13. Catat prosedur dan respons pasien.

b. Pemasangan kateter perkemihan wanita


1. Jelaskan prosedur
2. Cuci tangan
3. Pasang sampiran.
4. Pasang perlak
5. Gunakan sarung tangan steril.
6. Pasang duk steril disekitar alat genital.
7. Bersihkan vulva dengan kapassublimat dengan arah atas ke bawah (kurang lebih 3 kali
hingga bersih).
8. Buka labia mayora dengan ibu jari dan telunjuk tangan kiri dan bersihkan bagian dalam.
9. Kateter diberi minyak pelumas atau jeli padaujungnya (kurang lebih 2,5-5 cm))
10. Lalu masukkan perlahan dan minta pasien menarik nafas dalam, masukkan (2,5-5 cm)
atau hingga urine keluar.

17
11. Sambung kateter dengan kantung penampung urine dan fiksasi ke arah samping.
12. Rapikan alat.
13. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
14. Catat prosedur dan respons pasien.
Tugas :
1. Lakukan kateterisasi perkemihan sesuai dengan prosedur.
2. Jelaskan indikasi dan kontraindikasi dilakukan kateterisasi.
3. Apa yang diperlukan selama pemasangan kateter.
4. Apa yang dimaksud tentang self-catheteri-zation.

2.4.4. Pelepasan Kateter


Melepas kateter merupakan prosedur yang cukup sederhana. Kebanyakan orang agak
kesulitan untuk melepas kateter sendiri. Namun jika Anda merasakan ketidaknyamanan yang
signifikan, ingatlah untuk segera menghubungi penyedia layanan kesehatan Anda.
1. Cucilah tangan dengan sabun dan air hangat.
Pastikan Anda menyabuni tangan dan lengan dengan baik, serta
menggosoknya minimal selama 20 detik. Lanjutkan dengan membilasnya hingga
bersih. Lakukan prosedur mencuci tangan yang sama setelah selesai melepas kateter.
Keringkan tangan dengan handuk kertas dan buanglah handuk kertas tersebut. Ada
baiknya jika Anda mempersiapkan tempat sampah di dekat anda. Anda membutuhkan
tempat sampah untuk membuang kateter.

2. Buanglah urine yang ada di dalam kantung kateter agar lebih memudahkan Anda
untuk melepas kateter.
Kantung kateter biasanya memiliki corong pembuangan yang berbentuk
penutup yang dapat dilepaskan, klem yang dapat dibuka ke samping, atau penutup
kantung yang dapat diputar. Buanglah urine yang ada di kantung kateter ke dalam
kloset. Anda juga dapat membuangnya ke dalam wadah pengukur jika dokter sedang
memantau pengeluaran urine Anda. Setelah kantung dikosongkan, tutuplah klem atau
kencangkan tutupnya agar urine tidak menetes. Jika urine Anda keruh, berbau busuk,
atau berwarna kemerahan, hubungi penyedia layanan kesehatan Anda.

3. Ambillah posisi yang nyaman untuk melepas kateter.


Anda perlu melepaskan pakaian Anda dari pinggang ke bawah. Posisi yang
paling baik untuk melepas kateter adalah dengan berbaring telentang dengan kaki
terbuka lebar dan lutut ditekuk, serta kaki menapak di lantai.
Anda juga dapat berbaring dengan posisi “kupu-kupu”. Berbaringlah dengan posisi
lutut saling berjauhan tetapi telapak kaki saling berdekatan. Berbaring telentang juga
akan mengendurkan otot-otot uretra dan kandung kemih sehingga lebih memudahkan
Anda untuk melepas kateter.

18
4. Kenakan sarung tangan dan bersihkan selang kateter.
Mengenakan sarung tangan sangatlah penting untuk mengurangi risiko terkena
infeksi. Setelah sarung tangan dikenakan, gunakan kapas alkohol untuk
membersihkan bagian yang menghubungi selang dengan kateter. Anda juga harus
membersihkan seluruh bagian kateter. Jika Anda laki-laki, gunakan larutan saline (air
garam) untuk membersihkan lubang kemih pada penis. Jika Anda perempuan,
gunakan larutan saline untuk membersihkan area di sekitar labia dan lubang uretra.
Mulailah membersihkan dari uretra dan kemudian bergerak ke arah luar untuk
menghindari penyebaran bakteri.

5. Ketahui ujung selang yang berhubungan dengan balon kateter (balloon port).
Selang kateter memiliki dua ujung. Salah satu ujung berfungsi untuk
mengalirkan urine ke dalam kantung kateter. Ujung selang yang lain berfungsi untuk
mengempiskan balon kecil berisi air yang menahan kateter di dalam kandung
kemih.Ujung selang yang berhubungan dengan balon memiliki penutup berwarna
pada ujungnya. Anda juga dapat melihat angka-angka yang dicetak pada ujung selang
tersebut.

6. Kempiskan balon kateter.


Balon kecil pada selang di dalam kandung kemih harus dikeluarkan airnya,
atau dikempiskan, agar kateter dapat dilepas. Penyedia layanan kesehatan Anda
seharusnya menyediakan alat suntik kecil (10 ml) untuk Anda. Ukuran alat suntik ini
harus pas untuk dimasukkan ke dalam ujung selang yang berhubungan dengan balon.
Tusukkan jarum suntik dengan gerakan mendorong dan memutar yang mantap.
Tariklah jarum suntik secara perlahan dan hati-hati menjauhi ujung selang. Efek
hampa udara akan menyedot air dari balon yang ada di dalam kandung kemih.
Teruslah menyedot sampai jarum suntik penuh. Hal ini menunjukkan bahwa
balon telah dikosongkan dan kateter siap untuk dilepas. Jangan memompakan udara
atau cairan kembali ke dalam balon karena dapat memecahkan balon dan melukai
kandung kemih Anda.
Selalu pastikan jumlah cairan yang disedot dari ujung balon sama dengan
jumlah cairan yang dimasukkan sebelum Anda mencoba melepas kateter. Jika Anda
tidak bisa menyedot sejumlah cairan tersebut, carilah pertolongan dari praktisi
profesional.

7. Lepaskan kateter
Jika memungkinkan, jepitlah selang kateter dengan klem arteri atau karet
gelang untuk mencegah urine mengalir keluar dari kateter saat Anda melepasnya.
Setelah itu, tariklah kateter keluar dari uretra secara perlahan. Selang kateter akan
keluar dengan mudah.
Jika Anda merasakan adanya perlawanan, kemungkinan besar masih ada air di
dalam balon kateter. Jika hal ini terjadi, Anda harus memasukkan jarum suntik
kembali ke ujung selang balon dan mengeluarkan sisa air dari balon seperti yang
Anda lakukan pada langkah sebelumnya.

19
Para pria mungkin akan merasakan adanya sensasi menyengat saat selang
dikeluarkan dari uretra. Ini merupakan hal yang normal dan tidak menyebabkan
masalah. Beberapa orang menyatakan bahwa melicinkan kateter dengan KY jelly
akan membantu proses pengeluaran selang kateter.

8. Periksalah selang kateter untuk memastikan seluruh bagiannya masih utuh.


Jika kateter tampak rusak atau pecah, kemungkinan ada potongan selang yang
tertinggal di dalam saluran kemih Anda. Jika hal ini terjadi, segera hubungi penyedia
layanan kesehatan Anda. Jika hal ini terjadi, jangan buang kateter tersebut. Simpanlah
agar diperiksa oleh penyedia layanan kesehatan Anda.
Untuk membuang alat suntik, pisahkan piston dari tabung/badannya. Buanglah
keduanya di wadah pembuangan "benda tajam", seperti tempat detergen yang kosong.
Setiap negara memiliki peraturan yang berbeda dalam pembuangan alat suntik.
Kecuali jika Anda sering menggunakan alat suntik, kembalikan alat suntik tersebut ke
kantor penyedia layanan kesehatan Anda pada kunjungan berikutnya. Mereka
mengetahui cara terbaik untuk membuang jarum suntik Anda.

9. Buanglah kateter dan kantung urine bekas tersebut.


Setelah melepas kateter, masukkan kateter ke dalam kantung plastik. Ikatlah
kantung erat-erat, kemudian buanglah kantung itu bersama sampah rumah tangga
lainnya. Bersihkan area bekas pemasangan kateter dengan larutan saline. Jika terdapat
nanah atau darah pada area tersebut, segera hubungi penyedia layanan kesehatan
Anda. Lepaskan sarung tangan dan cucilah tangan Anda setelah selesai. Untuk
meredakan rasa sakit, Anda dapat mengoleskan sedikit gel lidocaine pada area di
sekitar uretra.

2.5Pemberian Huknah Tinggi


a.Pengertian
Memberikan huknah tinggi adalah suatu tindakan memenuhi kebutuhan eliminasi
dengan cara memasukkan cairan hangat melalui anus ke rectum sampai colon asenden
dengan mempergunakan kanul recti. Tindakan ini dapat dilakukan pada pasien yang akan
dilakukan tindakan pembedahan umum.
b. Tujuan
1. Mengosongkan usus untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, seperti buang air besar
selama prosedur operasi dilakukan atau pengosongan sebagai tindak diagnostik/ pembedahan.
2. Merangsang peristaltik sehingga pasien bisa BAB.
3. Persiapan tindakan operasi/persalinan/persiapan pemeriksaan radiologi.
4. Memberi rasa nyaman.

c. Kontra indikasi
1. Dalam pelaksanaan harus diperhatikan kontra indikasi pemberian huknah tinggi seperti
pasien dengan sakit jantung, perdarahan, kontraksi yang kuat, pembukaan lengkap.
2. Bila pada saat pemberian huknah tinggi, kanul ada hambatan, jangan dipaksakan.

20
d. Indikasi
1. Pasien yang obstipasi
2. Pasien yang akan dioperasi
3. Persiapan tindakan diagnostika misalnya pemeriksaan radiologi
4. Pasien dengan melaena (tinja yang hitam akibat pendarahan gastrointestinal)

e. Ceklist Pemberian Huknah Tinggi


 Persiapan alat :
1) Irigator lengkap dengan selang kanul
2) Handschoen disposable / sarung tangan sekali pakai
3) Nierbekken / bengkok
4) Pengalas dan perlak
5) Tisu
6) Vaselin / jeli sebagai pelumas
7) Air hangat (700-1000 mL) dengan suhu 40,5-43oC pada orang dewasa
8) Termometer
9) Pispot
10) Sampiran
11) Gelas ukur
12) Sabun
13) Cater
14) Sarung tangan
15) Koom
 Persiapan pasien :
1. Menjelaskan maksud dan tujuan tindakan
2. Menjelaskan prosedur tindakan
3. Posisi pasien diatur miring ke kanan
 Persiapan lingkungan :
Jaga privasi pasien
 Persiapan perawat :
1. Mencuci tangan
2. Menilai keadaan umum pasien
3. Mengukur tanda-tanda vital
4. Kemampuan mobilisasi

Prosedur Pelaksanaan :
 Tahap Pra-Interaksi
a. Periksa catatan perawatan dan kaji catatan medis pasien.
b. Kaji kebutuhan pasien.
c. Eksplorasi dan falidasi perasaan pasien.
 Tahap Orientasi:

21
1. Beri salam dan panggil pasien dengan namanya.
2. Jelaskan pada pasien tindakan yang akan dilakukan.
3. Berikan kesempatan pada klien untuk bertanya.
4. Tanyakan keluhan dan kaji gejala spesifik pada pasien, pasang sampiran.
 Tahap Pelaksanaan:
1. Cuci tangan.
2. Atur ruangan, tutup jendela dan pintu, gunakan sampiran apabila pasien berada di ruangan
bangsal umum atau tutup pintu bila pasien berada di ruang khusus.
3. Atur posisi pasien dengan posisi sim miring ke kanan.
4. Pasang pengalas di bawah glutea.
5. Irigator diisi cairan hangat sesuai dengan suhu badan dan hubungkan kanula usus,
kemudian cek aliran dengan membuka kanula dan keluarkan air ke bengkok lalu berikan jeli
pada ujung kanula.
6. Gunakan sarung tangan.
7. Masukkan kanula ke dalam rectum ke arah kolon asenden kurang lebih 15-20 cm sambil
pasien diminta nafas panjang dan pegang irigator setinggi 30 cm dari tempat tidur dan buka
klem sehingga air mengalir pada rectum sampai pasien menunjukkan keinginan untuk buang
air besar.
8. Anjurkan pasien untuk menahan sebentar bila mau buang air besar dan pasang pispot atau
anjurkan ke toilet. Jika pasien tidak mampu ke toilet, bersihkan dengan air sampai bersih dan
keringkan dengan tisu.
9. Buka sarung tangan.
 Tahap Terminasi :
1. Tanyakan perasaan pasien setelah dilakukan tindakan.
2. Simpulkan hasil prosedur yang dilakukan.
3. Rapikan peralatan dan cuci tangan.
6. Dokumentasikan tindakan

2.5.1 Pemberian Huknah Rendah


a. Pengertian
Yang dimaksud memberikan huknah rendah adalah suatu tindakan pemenuhan kebutuhan
eliminasi dengan cara memasukkan cairan hangat melalui anus ke rectum sampai colon
desenden dengan mempergunakan kanul recti.

b. Tujuan
1. Merangsang peristaltik sehingga pasien bisa BAB.
2. Persiapan tindakan operasi / persiapan pemeriksaan radiologi.
3. Memberi rasa nyaman.
5. Mengosongkan usus untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, seperti buang air besar
selama prosedur operasi dilakukan atau pengosongan sebagai tindak diagnostik /
pembedahan.

22
c. Kontra indikasi
1. Pemberian huknah rendah adalah tanggung jawab tenaga keperawatan.
2. Dalam pelaksanaan harus diperhatikan kontra indikasi pemberian huknah tinggi seperti
pasien dengan penyakit jantung tertentu, perdarahan intra abdomen, ibu hamil dengan
kontraksi uterus yang kuat.
3. Bila pada saat pemberian huknah rendah, kanul ada hambatan, jangan dipaksakan, cari
tahu penyebabnya, dan bila perlu berkolaborasilah dengan dokter.

d. Indikasi
1. Pasien yang obstipasi
2. Pasien yang akan di operasi
3. Persiapan tindakan diagnostika misalnya pemeriksaan radiologi
4. Pasien dengan melaena (tinja yang hitam akibat pendarahan gastrointestinal)

e. Ceklist Pemberian Huknah Rendah


 Persiapan alat :
1. Selang / kanul recti sesuai umur pasien.
2. Handschoen disposable / sarung tangan sekali pakai.
3. Nierbekken / bengkok berisi cairan desinfektan.
4. Pengalas dan perlak
5. Tisu
6. Air hangat (700-1000 mL) dengan suhu 40,5-43oC pada orang dewasa
7. Vaselin / jeli untuk pelumas
8. Pispot 2 buah
9. Irigator lengkap dengan selang kanul
10. Selimut atau kain penutup
11. Sampiran
 Persiapan Pasien :
1. Menjelaskan maksud dan tujuan tindakan
2. Menjelaskan prosedur tindakan
3. Posisi pasien diatur miring ke kiri, posisi sim.
 Persiapan lingkungan :
Jaga privasi pasien.
 Perawatan perawat :
1. Mencuci tangan.
2. Menilai keadaan umum pasien dan kemampuan mobilisasi
3. Mengukur tanda-tanda vital
Prosedur pelaksanaan :
 Tahap Pra-Interaksi:
a. Periksa catatan perawatan dan kaji catatan medis pasien.
b. Kaji kebutuhan pasien.

23
c. Eksplorasi dan falidasi perasaan pasien.
 Tahap Orientasi:
5. Beri salam dan panggil pasien dengan namanya.
6. Jelaskan pada pasien tindakan yang akan dilakukan.
7. Berikan kesempatan pada klien untuk bertanya.
8. Tanyakan keluhan dan kaji gejala spesifik pada pasien, pasang sampiran.
 Tahap Pelaksanaan:
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3. Atur ruangan, tutup jendela dan pintu, gunakan sampiran apabila pasien berada di ruangan
bangsal umum atau tutup pintu bila pasien berada di ruang khusus.
4. Atur posisi pasien dengan posisi sim miring ke kanan.
5. Buka pakaian bagian bawah.
6. Pasang pengalas dan perlak di bawah bokong.
7. Pasang selimut, pakaian pasien bagian bawah ditanggalkan.
8. Dekatkan nierbekken ke dekat pasien.
9. Perawat memakai handschoen.
10. Irigator diisi dengan air hangat 700-1000 mL dengan suhu 43,5-45oC.
11. Ujung kanul diolesi vaselin secukupnya.
12. Pangkal kanul dihubungkan ke selang dan irrigator.
13. Keluarkan udara dari saluran irigator dan diklem.
14. Tangan kiri membuka belahan bokong bagian atas, tangan kanan memasuk kanul ke
dalam anus sedalam 7,5 cm sampai dengan 15 cm secara perlahan-lahan sambil pasien
dianjurkan menarik nafas panjang, tinggi irigator 30 cm-50 cm dari atas tempat tidur.
15. Klem selang dibuka, cairan dialirkan perlahan-lahan kurang lebih selama 15-20 menit.
16. Bila cairan sudah habis klem ditutup dan kanul dikeluarkan secara perlahan-lahan.
17. Minta pasien untuk menahan BAB sebentar, kemudian pasang pispot.
18. Untuk pasien yang dapat mobilisasi berjalan, pasien dapat dianjurkan ke toilet.
19. Setelah selesai bersihkan daerah bokong dengan menggunakan air dan tisu.
20. Angkat pispot, perlak dan pengalas.
21. Kenakan pakaian bagian bawah, rapikan tempat tidur.
22. Lepaskan handschoen.
 Tahap Terminasi:
1. Tanyakan perasaan pasien setelah dilakukan tindakan
2. Simpulkan hasil prosedur yang dilakukan
3. Rapikan perlak dan cuci tangan
Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan tentang hasilnya.

24
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Eliminasi urin merupakan salah satu dari proses metabolik tubuh.Sistem perkemihan
terdiri daridua ginjal (ren) yang menghasilkan urin, dua ureter yang membawa urin dari ginjal
ke vesika urinaria (kandung kemih), satu vesika urinaria (VU), tempat urin dikumpulkan, dan
satu uretra, urin dikeluarkan dari vesika urinaria.
Faktor yang mempengaruhi eliminasi urine yaitu diet dan asupan (intake), respons
keinginan awal untuk berkemih, gaya hidup, stres psikologis, tingkat , aktivitas, tingkat
perkembangankondisi penyakit, sosiokultural, kebiasaan seseorang, tonus otot, pengobatan,
dan pemeriksaan diagnostik.

3.2 Saran
1.Kita harus lebih memperhatikan kebutuhan eliminasi urin dalam kehidupan kita sehari-hari.
2. Menjaga kebersihan daerah tempat keluarnya urine.
3.Menjaga asupan cairan yang masuk kedalam tubuh agar sistem eliminasi urine tidak
terganggu.

25
Daptar Pustaka

www.academia.edu.pemenuhaneliminasiurine.

Fitriana,Yuni. 2019,Keterampilan Dasar Manusia;Pustaka Baru Press

Johnson,Ruth. 2008,Praktik Kebidanan,Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran

www.wikipedia.pemenuhaneliminasiurine.

26

Anda mungkin juga menyukai