Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Eliminasi urin merupakan salah dari proses metabolik tubuh. Zat yang tidak
dibutuhkan, dikeluarkan melalui paru-paru, kulit, ginjal dan pencernaan. Paru-paru secara
primer mengeluarkan karbondioksida, sebuah bentuk gas yang dibentuk selama metabolisme
pada jaringan. Hampir semua karbondioksida dibawa keparu-paru oleh sistem vena dan
diekskresikan melalui pernapasan. Kulit mengeluarkan air dan natrium / keringat. Ginjal
merupakan bagian tubuh primer yang utama untuk mengekskresikan kelebihan cairan tubuh,
elektrolit, ion-ion hidrogen, dan asam.
Eliminasi urin secara normal bergantung pada satu pemasukan cairan dan sirkulasi
volume darah, jika salah satunya menurun, pengeluaran urin akan menurun. Pengeluaran
urin juga berubah pada seseorang dengan penyakit ginjal, yang mempengaruhi kuantitas,
urin dan kandungan produk sampah didalam urin.
Usus mengeluarkan feses dan beberapa cairan dari tubuh. Pengeluaran feses melalui
evakuasi usus besar biasanya menjadi sebuah pola pada usia 30 sampai 36 bulan.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana asuhan keperawatan dalam kebutuhan eliminasi urin ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mempelajari eliminasi urin
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Menjelaskan anatomi fisiologisistem perkemihan
1.3.2.2 Menjelaskan konsep pemenuhan kebutuhan eliminasi urine
1.3.2.3 Menjelaskan proses perkemihan
1.3.2.4 Menjelaskan masalah eliminasi urin
1.3.2.5 Menjelaskan faktor apa saja yang mempengaruhi eliminasi urine
1.3.2.6 Menjelaskan asuhan keperawatan dengan pemenuhan kebutuhan urin
1.4 Manfaat
Mengetahui dan dapat memahami konsep kebutuhan eliminasi urin beserta anatomi fisiologi
sistem perkemihan dan proses perkemihan tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi Urin
2.1.1 Anatomi fisiologi Sistem Perkemihan
Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjdinya proses penyaringan
darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan
menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan
lagi oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih).
Susunan Sistem Perkemihan
Sistem perkemihan terdiri dari: a) dua ginjal (ren) yang menghasilkan urin, b) dua ureter
yang membawa urin dari ginjal ke vesika urinaria (kandung kemih), c) satu vesika urinaria
(VU), tempat urin dikumpulkan, dan d) satu uretra, urin dikeluarkan dari vesika urinaria.
Ginjal (Ren)
Manusia memiliki sepasang ginjal yang terletak di belakang perut atau abdomen.
Ginjal ini terletak di kanan dan kiri tulang belakang, di bawah hati dan limpa. Di bagian
atas (superior) ginjal terdapat kelenjar adrenal (juga disebut kelenjar suprarenal). Ginjal
kanan biasanya terletak sedikit di bawah ginjal kiri untuk memberi tempat untuk hati.
Sebagian dari bagian atas ginjal terlindungi oleh iga ke sebelas dan duabelas. Kedua
ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal) yang
membantu meredam goncangan.
Fungsi ginjal
a. Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun,
b. Mempertahankan suasana keseimbangan cairan,
c. Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh
d. Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan amoniak.
Struktur Ginjal
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa, terdapat
cortex renalis di bagian luar, yang berwarna cokelat gelap, dan medulla renalis di bagian
dalam yang berwarna cokelat lebih terang dibandingkan cortex. Bagian medulla berbentuk
kerucut yang disebut pyramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri
dari lubang-lubang kecil disebut papilla renalis.
Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu masuknya
pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus.. Pelvis renalis berbentuk corong yang
menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga calices renalis
majores yang masing-masing akan bercabang menjadi dua atau tiga calices renalis
minores.
Struktur halus ginjal terdiri dari banyak nefron yang merupakan unit fungsional ginjal.
Diperkirakan ada 1 juta nefron dalam setiap ginjal. Nefron terdiri dari : Glomerulus,
tubulus proximal, angsa henle, tubulus distal dan tubulus urinarius.

Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal ke vesika urinaria.
Panjangnya 25-30 cm, dengan penampang 0,5 cm. Ureter sebagian terletak pada rongga
abdomen dan sebagian lagi terletak pada rongga pelvis.
Lapisan dinding ureter terdiri dari:
1. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
2. Lapisan tengah lapisan otot polos
3. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa
Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik yang mendorong urin
masuk ke dalam kandung kemih.
Vesika Urinaria (Kandung Kemih)
Vesika urinaria bekerja sebagai penampung urin. Organ ini berbentuk seperti buah pir
(kendi). Letaknya di belakang simfisis pubis di dalam rongga panggul. Vesika urinaria
dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet.
Dinding kandung kemih terdiri dari:
1. Lapisan sebelah luar (peritoneum).
2. Tunika muskularis (lapisan berotot).
3. Tunika submukosa.
4. Lapisan mukosa (lapisan bagian dalam).
Uretra
Merupakan saluran sempit yang berpangkal pada vesika urinaria yang berfungsi
menyalurkan air kemih ke luar.
Pada laki-laki panjangnya kira-kira 13,7-16,2 cm, terdiri dari :
1. Urethra pars Prostatica
2. Urethra pars membranosa ( terdapat spinchter urethra externa)
3. Urethra pars spongiosa.
Urethra pada wanita panjangnya kira-kira 3,7-6,2 cm (Taylor), 3-5 cm (Lewis). Sphincter
uretra terletak di sebelah atas vagina (antara clitoris dan vagina) dan uretra disini hanya
sebagai saluran ekskresi.
Dinding uretra terdiri dari 3 lapisan:
1. Lapisan otot polos, merupakan kelanjutan otot polos dari Vesika urinaria.
Mengandung jaringan elastis dan otot polos. Sphincter uretra menjaga agar uretra tetap
tertutup.
2. Lapisan submukosa, lapisan longgar mengandung pembuluh darah dan saraf.
3. Lapisan mukosa.
Urin (Air Kemih)
Sifat fisis air kemih, terdiri dari:
1. Jumlah ekskresi dalam 24 jam 1.500 cc tergantung dari pemasukan (intake) cairan
dan faktor lainnya.
2. Warna, bening kuning muda dan bila dibiarkan akan menjadi keruh.
3. Warna, kuning tergantung dari kepekatan, diet obat-obatan dan sebagainya.
4. Bau, bau khas air kemih bila dibiarkan lama akan berbau amoniak.
5. Berat jenis 1,015-1,020.
6. Reaksi asam, bila lama-lama menjadi alkalis, juga tergantung dari pada diet (sayur
menyebabkan reaksi alkalis dan protein memberi reaksi asam).
Komposisi air kemih, terdiri dari:
1. Air kemih terdiri dari kira-kira 95% air.
2. Zat-zat sisa nitrogen dari hasil metabolisme protein, asam urea, amoniak dan
kreatinin.
3. Elektrolit, natrium, kalsium, NH3, bikarbonat, fospat dan sulfat.
4. Pagmen (bilirubin dan urobilin).
5. Toksin.
6. Hormon.
Mikturisi
Mikturisi ialah proses pengosongan kandung kemih setelah terisi dengan urin.
Mikturisi melibatkan 2 tahap utama, yaitu:
1. Kandung kemih terisi secara progresif hingga tegangan pada dindingnya meningkat
melampaui nilai ambang batas (Hal ini terjadi bila telah tertimbun 170-230 ml urin),
keadaan ini akan mencetuskan tahap ke 2).
2. Adanya refleks saraf (disebut refleks mikturisi) yang akan mengosongkan kandung
kemih.
Pusat saraf miksi berada pada otak dan spinal cord (tulang belakang) Sebagian besar
pengosongan di luar kendali tetapi pengontrolan dapat di pelajari latih. Sistem saraf
simpatis : impuls menghambat Vesika Urinaria dan gerak spinchter interna, sehingga otot
detrusor relax dan spinchter interna konstriksi. Sistem saraf parasimpatis: impuls
menyebabkan otot detrusor berkontriksi, sebaliknya spinchter relaksasi terjadi MIKTURISI
(normal: tidak nyeri).
Ciri-Ciri Urin Normal
1. Rata-rata dalam satu hari 1-2 liter, tapi berbeda-beda sesuai dengan jumlah cairan
yang masuk.
2. Warnanya bening oranye tanpa ada endapan.
3. Baunya tajam.
4. Reaksinya sedikit asam terhadap lakmus dengan pH rata-rata 6.
2.1.2 Proses Berkemih
1. Proses Filtrasi ,di glomerulus
Terjadi penyerapan darah, yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali protein.
Cairan yang tersaring ditampung oleh simpai bowmen yang terdiri dari glukosa, air,
sodium, klorida, sulfat, bikarbonat dll, diteruskan ke tubulus ginjal. Cairan yang
disaring disebut filtrate glomerulus.
2. Proses Reabsorbsi
Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa, sodium,
klorida, fospat dan beberapa ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif (obligator
reabsorbsi) di tubulus proximal.
Sedangkan pada tubulus distal terjadi kembali penyerapan sodium dan ion
bikarbonat bila diperlukan tubuh. Penyerapan terjadi secara aktif (reabsorbsi fakultatif)
dan sisanya dialirkan pada papilla renalis.
3. Proses sekresi.
Sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus distal dialirkan ke papilla renalis
selanjutnya diteruskan ke luar.
2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Eliminasi Urine
1. Diet dan Asupan (intake)
Jumlah dan tipe makanan merupakan faktor utama yang memengaruhi output urine
(jumlah urine). Protein dapat menentukan jumlah urine yang dibentuk. Selain itu, juga
dapat meningkatkan pembentukan urine.
2. Respons Keinginan Awal untuk Berkemih
Kebiasaan mengabaikan keinginan awal untuk berkemih dapat menyebabkan urine
banyak tertahan di dalam urinaria sehingga memengaruhi ukuran vesika urinaria dan
jumlah urine.
3. Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi dalam
kaitannya terhadap tersedianva fasilitas toilet.
4. Stres Psikologis
Meningkatnya stres dapat mengakibatkan meningkatnya frekuensi keinginan berkemih.
Hal ini karena meningkatnya sensitivitas untuk keinginan berkemih dan jumlah urine
yang diproduksi.
5. Tingkat Aktivitas
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang baik untuk fungsi sfingter.
Hilangnya tonus otot vesika urinaria menyebabkan kemampuan pengontrolan berkemih
menurun dan kemampuan tonus otot didapatkan dengan beraktivitas.
6. Tingkat Perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga dapat memengaruhi pola berkemih. Hal
tersebut dapat ditemukan pada anak, yang lebih memiliki mengalami kesulitan untuk
mengontrol buang air kecil. Namun dengan usia kemampuan dalam mengontrol buang air
kecil.
7. Kondisi Penyakit
Kondisi penyakit dapat memengaruhi produksi urine, seperti diabetes melitus.
8. Sosiokultural
Budaya dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urine, seperti adanya kultur
pada masyarakat tertentu yang melarang untuk buang air kecil di tempat tertentu.
9. Kebiasaan Seseorang
Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemih di mengalamikesulitan untuk berkemih
dengan melalui urineal/pot urine bila dalam keadaan sakit.
10. Tonus Otot
Tonus otot yang memiliki peran penting dalam membantu proses berkemih adalah otot
kandung kemih, otot abdomen dan pelvis. Ketiganya sangat berperan dalam kontraksi
pengontirolan pengeluaran urine.
11. Pengobatan
Pemberian tindakan pengobatan dapat berdampak pada terjadinya peningkatan atau
penurunan -proses perkemihan. Misalnya pemberian diure;tik dapat meningkatkan jumlah
urine, se;dangkan pemberian obat antikolinergik dan antihipertensi dapat menyebabkan
retensi urine.
12. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik ini juga dap'at memengaruhi kebutuhan eliminasi urine,
khususnya prosedur-prosedur yang berhubungan dengan tindakan pemeriksaan saluran
kemih seperti IVY (intra uenus pyelogram), yang dapat membatasi jumlah asupan
sehingga mengurangi produksi urine. Se;lain itu tindakan sistoskopi dapat menimbulkan
edema lokal pada uretra yang dapat mengganggu pengeluaran urine.
2.1.4 Masalah Eliminasi Urin
Penyakit ginjal utamanya akan berdampak pada sistem tubuh secara umum. Salah satu
yang tersering ialah gangguan urine.
Beberapa masalah eliminasi urine yang sering muncul, antara lain :
a. Retensi
Retensi Urine ialah penumpukan urine acuan kandung kemih dan ketidaksanggupan
kandung kemih untuk mengosongkan sendiri.
Kemungkinan penyebabnya :
1. Operasi pada daerah abdomen bawah.
2. Kerusakan ateren
3. Penyumbatan spinkter.
Tanda-tanda retensi urine :
1. Ketidak nyamanan daerah pubis.
2. Distensi dan ketidaksanggupan untuk berkemih.
3. Urine yang keluar dengan intake tidak seimbang.
4. Meningkatnya keinginan berkemih.
5. Enuresis

b. Eniorisis
Ialah keluarnya kencing yang sering terjadi pada anak-anak umumnya malam hari.
Kemungkinan peyebabnya :
1. Kapasitas kandung kemih lebih kecil dari normal.
2. Kandung kemih yang irritable
3. Suasana emosiaonal yang tidak menyenangkan
4. ISK atau perubahan fisik atau revolusi.

c. Inkontinensia
Inkontinesia Urine ialah bak yang tidak terkontrol.
Jenis inkotinensia
Inkontinensia Fungsional/urgensi
Inkotinensia Fungsional ialah keadaan dimana individu mengalami inkontine
karena kesulitan dalam mencapai atau ketidak mampuan untuk mencapai toilet
sebelum berkemih.
Faktor Penyebab:
1. Kerusakan untuk mengenali isyarat kandung kemih.
2. Penurunan tonur kandung kemih
3. Kerusakan moviliasi, depresi, anietas
4. Lingkungan
5. Lanjut usia.
Inkontinensia Stress
Inkotinensia stress ialah keadaan dimana individu mengalami pengeluaran urine
segera pada peningkatan dalam tekanan intra abdomen.
Faktor Penyebab:
1. Inkomplet outlet kandung kemih
2. Tingginya tekanan infra abdomen
3. Kelemahan atas peluis dan struktur pengangga
4. Lanjut usia.

Inkontinensia Total
Inkotinensia total ialah keadaan dimana individu mengalami kehilangan urine
terus menerus yang tidak dapat diperkirakan.
Faktor Penyebab:
1. Penurunan Kapasitas kandung kemih.
2. Penurunan isyarat kandung kemih
3. Efek pembedahan spinkter kandung kemih
4. Penurunan tonus kandung kemih
5. Kelemahan otot dasar panggul.
6. Penurunan perhatian pada isyarat kandung kemih
7. Perubahan pola
8. Frekuensi
9. Meningkatnya frekuensi berkemih karena m gkatnya cairan.
10. Urgency
11. Perasaan seseorang harus berkemih.

2.2 Asuhan Keperawatan dengan Pemenuhan Kebutuhan Urin


2.2.1 Pengkajian
1. Kebiasaan berkemih
Pengkajian ini meliputi bagaimana kebiasaan berkemih serta hambatannya.
Frekuensi berkemih bergantung ada kebiasaan dan kesempatan. Banyak orang
berkemih setiap hari pada waktu bangun tidur dan tidak memerlukan waktu berkemih
pada malam hari.
2. Pola berkemih
Frekuensi berkemih
Frekuensi berkemih menentukan berapa kali individu berkemih dalam waktu 24
jam.
Urgensi
Perasaan sesorang untuk berkemih seperti seseorang sering ke toilet karena takut
mengalami inkontinensia jika tidak berkemih.
Disruria
Keadaan rasa sakit atau kesulitan saat berkemih. Keadaan demikianlah dapat
ditemukan pada striktur uretra, infeksi saluran kemih, trauma pada vesika urinaria,
dan uretra.
Poliuria
Keadaan produksi urin yang abnormal pada jumlah yang besar tanpa adanya
peningkatan asupan cairan.
Urinaria supresi
Keadaan produksi urin yang berhenti secara mendadak.
3. Volume Urin
Volume urin menentukan berapa jumlah urin yang dikeluarkan dalam waktu 24 jam.
4. Faktor yang mempengaruhi kebiasaaan buang air kecil
a. Diet
b. Gaya hidup
c. Stres psikologis
d. Tingkat aktivitas
5. Karakteristik urin
Warna
Normal : pucat, kekuningan, kuning coklat.
Merah gelap : perdarahan diginjal / ureter
Merah terang : perdarahan KK atau uretra
Coklat gelap : peningkatan bilirubin akibat disfungsi hati bila dikocok busa
kuning.
Kejernihan
Normal : transparan
Peningkatan protein : keruh atau berbusa
Bakteri : pekat dan akeruh.
Bau : Amonia
Urin berbau buah : DM dan kelaparan akibat aseton dan asam asetoasetik.
Pemeriksaan urin
Urinalisis
Berat jenis urin
Kultur urin
Pemeriksaan Urin (pengumpulan urin)
Acak
Bersih tapi tidak harus steril
Untuk urinalisis/ mengukur BJ, PH, kadar glukosa
Cara : klien berkemih dalam wadah urin yg bersih
Klien berkemih sebelum defekasi.
Spesimen midstream
Memperoleh spesimen yg relatif bebas mikroorganisme
Untuk kultur dan sensitivitas urin
Bersihkan genetalia dengan benar
Urin pertama jgn ditampung baru pertengahan ditampung
Spesimen steril
Diambil mll kateter

ds do
Klien mengatakan bak sering di Klien terlihat meringis ketika bak
pagi hari Warna bak terlihat pekat
Klien mengatakan ketika bak terasa
perih

Klien mengatakan sulit untuk bak

Klien mengatakan warna baknya


pekat
LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN ELIMINASI FEKAL

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin atau bowel
(feses). Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini jugadisebut bowel
movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangatbervariasi dari beberapa kali perhari
sampai 2 atau 3 kali perminggu.Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang. Ketika gelombang
peristaltic mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalamrektum
dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap kebutuhan untukdefekasi.

Eliminasi yang teratur dari sisa-sisa produksi usus penting untukfungsi tubuh yang normal.
Perubahan pada eliminasi dapat menyebabkanmasalah pada gastrointestinal dan bagian tubuh
yang lain. Karena fungsi usustergantung pada keseimbangan beberapa faktor, pola eliminasi dan
kebiasaanmasing-masing orang berbeda. Klien sering meminta pertolongan dariperawat untuk
memelihara kebiasaan eliminasi yang normal. Keadaan sakitdapat menghindari mereka sesuai
dengan program yang teratur. Merekamenjadi tidak mempunyai kemampuan fisik untuk
menggunakan fasilitastoilet yang normal ; lingkungan rumah bisa menghadirkan hambatan
untukklien dengan perubahan mobilitas, perubahan kebutuhan peralatan kamarmandi. Untuk
menangani masalah eliminasi klien, perawata harus mengertiproses eliminasi yang normal dan
faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi.

B. TINJAUAN TEORI

PENGERTIAN

Gangguan eliminasi fekal adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau berisiko
tinggi mengalami statis pada usus besar, mengakibatkan jarang buang air besar, keras, feses
kering. Untuk mengatasi gangguan eliminasi fekal biasanya dilakukan huknah, baik huknah
tinggi maupun huknah rendah. Memasukkan cairan hangat melalui anus sampai ke kolon
desenden dengan menggunakan kanul rekti.

Masalah eliminasi fekal yang sering ditemukan yaitu:

1. Konstipasi, merupakan gejala, bukan penyakit yaitu menurunnya frekuensi BAB disertai
dengan pengeluaran feses yang sulit, keras, dan mengejan. BAB yang keras dapat
menyebabkan nyeri rektum. Kondisi ini terjadi karena feses berada di intestinal lebih
lama, sehingga banyak air diserap.
2. Impaction, merupakan akibat konstipasi yang tidak teratur, sehingga tumpukan feses
yang keras di rektum tidak bisa dikeluarkan. Impaction berat, tumpukan feses sampai
pada kolon sigmoid.
3. Diare, merupakan BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak berbentuk. Isi
intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat. Iritasi di dalam kolon merupakan
faktor tambahan yang menyebabkan meningkatkan sekresi mukosa. Akibatnya feses
menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan menahan BAB.
4. Inkontinensia fecal, yaitu suatu keadaan tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari
anus, BAB encer dan jumlahnya banyak. Umumnya disertai dengan gangguan fungsi
spingter anal, penyakit neuromuskuler, trauma spinal cord dan tumor spingter anal
eksternal. Pada situasi tertentu secara mental pasien sadar akan kebutuhan BAB tapi tidak
sadar secara fisik. Kebutuhan dasar pasien tergantung pada perawat.
5. Flatulens, yaitu menumpuknya gas pada lumen intestinal, dinding usus meregang dan
distended, merasa penuh, nyeri dan kram. Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa)
atau anus (flatus). Hal-hal yang menyebabkan peningkatan gas di usus adalah pemecahan
makanan oleh bakteri yang menghasilkan gas metan, pembusukan di usus yang
menghasilkan CO2.
6. Hemoroid, yaitu dilatasi pembengkakan vena pada dinding rektum (bisa internal atau
eksternal). Hal ini terjadi pada defekasi yang keras, kehamilan, gagal jantung dan
penyakit hati menahun. Perdarahan dapat terjadi dengan mudah jika dinding pembuluh
darah teregang. Jika terjadi infla-masi dan pengerasan, maka pasien merasa panas dan
gatal. Kadang-kadang BAB dilupakan oleh pasien, karena saat BAB menimbulkan nyeri.
Akibatnya pasien mengalami konstipasi.

C. ETIOLOGI

Gangguan Eliminasi Fekal

a.Pola diet tidak adekuat/tidak sempurna:

Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi eliminasi feses. Cukupnya selulosa, serat
pada makanan, penting untuk memperbesar volume feses. Makanantertentu pada beberapa orang
sulit atau tidak bisa dicerna. Ketidakmampuan ini berdampak pada gangguan pencernaan, di
beberapa bagian jalur dari pengairan feses. Makan yang teratur mempengaruhi defekasi. Makan
yang tidak teratur dapat mengganggu keteraturan pola defekasi. Individu yang makan pada
waktu yang sama setiap hari mempunyai suatu keteraturan waktu, respon fisiologi pada
pemasukan makanan dan keteraturan pola aktivitas peristaltik di colon.

b. Cairan

Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses. Ketika pemasukan cairan yang adekuat
ataupun pengeluaran (cth: urine, muntah) yang berlebihan untuk beberapa alasan, tubuh
melanjutkan untuk mereabsorbsi air dari chyme ketika ia lewat di sepanjang colon. Dampaknya
chyme menjadi lebih kering dari normal, menghasilkan feses yang keras. Ditambah lagi
berkurangnya pemasukan cairan memperlambat perjalananchyme di sepanjang intestinal,
sehingga meningkatkan reabsorbsi cairan darichym
c. Meningkatnya stress psikologi

Dapat dilihat bahwa stres dapat mempengaruhi defekasi. Penyakit- penyakit tertentu termasuk
diare kronik, seperti ulcus pada collitis, bisa jadi mempunyai komponen psikologi. Diketahui
juga bahwa beberapa orang yagn cemas atau marah dapat meningkatkan aktivitas peristaltik dan
frekuensi diare. Ditambah lagi orang yagn depresi bisa memperlambat motilitas intestinal, yang
berdampak pada konstipasi

d.Kurang aktifitas, kurang berolahraga, berbaring lama.

Pada pasien immobilisasi atau bedrest akan terjadi penurunan gerak peristaltic dan dapat
menyebabkan melambatnya feses menuju rectum dalam waktu lama dan terjadi reabsorpsi cairan
feses sehingga feses mengeras

e. Obat-obatan

Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat berpengeruh terhadap eliminasi yang normal.
Beberapa menyebabkan diare; yang lain seperti dosis yang besar dari tranquilizer tertentu dan
diikuti dengan prosedur pemberian morphin dan codein, menyebabkan konstipasi. Beberapa obat
secara langsung mempengaruhi eliminasi. Laxative adalah obat yang merangsang aktivitas usus
dan memudahkan eliminasi feses. Obat-obatan ini melunakkan feses, mempermudah defekasi.
Obat-obatan tertentu seperti dicyclomine hydrochloride (Bentyl), menekan aktivitas peristaltik
dan kadang- kadang digunakan untuk mengobati diare

f.Usia; Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi juga

pengontrolannya. Anak-anak tidak mampu mengontrol eliminasinya sampai sistem


neuromuskular berkembang, biasanya antara umur 2 3 tahun. Orang dewasajuga mengalami
perubahan pengalaman yang dapat mempengaruhi proses pengosongan lambung. Di antaranya
adalahatony (berkurangnya tonus otot yang normal) dari otot-otot polos colon yang dapat
berakibat pada melambatnya peristaltik dan mengerasnya (mengering) feses, dan menurunnya
tonus dari otot-otot perut yagn juga menurunkan tekanan selama proses pengosongan lambung.
Beberapa orang dewasa juga mengalami penurunan kontrol terhadap muskulus spinkter ani yang
dapat berdampak pada proses defekasi.

g. Penyakit-penyakit seperti obstruksi usus, paralitik ileus, kecelakaan pada spinal cord dan
tumor.

Cedera pada sumsum tulang belakan dan kepala dapat menurunkan stimulus sensori untuk
defekasi. Gangguan mobilitas bisa membatasi kemampuan klien untuk merespon terhadap
keinginan defekasi ketika dia tidak dapat menemukan toilet atau mendapat bantuan. Akibatnya,
klien bisa mengalami konstipasi. Atau seorang klien bisa mengalami fecal inkontinentia karena
sangat berkurangnya fungsi dari spinkter ani.
D. FAKTOR PREDISPOSISI/PENCETUS

1. Respon keinginan awal untuk berkemih atau defekasi.

Beberapa masyarakat mempunyai kebiasaan mengabaikan respon awal untuk berkemih atau
defekasi. Akibatnya urine banyak tertahan di kandung kemih. Begitu pula dengan feses menjadi
mengeras karena terlalu lama di rectum dan terjadi reabsorbsi cairan.

2. Gaya hidup.

Banyak segi gaya hidup mempengaruhi seseorang dalam hal eliminasi urine dan defekasi.
Tersedianya fasilitas toilet atau kamar mandi dapat mempengaruhi frekuensi eliminasi dan
defekasi. Praktek eliminasi keluarga dapat mempengaruhi tingkah laku.

3. Stress psikologi

Meningkatnya stress seseorang dapat mengakibatkan meningkatnya frekuensi keinginan


berkemih, hal ini karena meningkatnya sensitif untuk keinginan berkemih dan atau
meningkatnya jumlah urine yang diproduksi.

4. Tingkat perkembangan.

Tingkat perkembangan juga akan mempengaruhi pola berkemih. Pada wanita hamil kapasitas
kandung kemihnya menurun karena adanya tekanan dari fetus atau adanya lebih sering
berkemih. Pada usia tua terjadi penurunan tonus otot kandung kemih dan penurunan gerakan
peristaltikintes tinal.

5. Kondisi Patologis

Demam dapat menurunkan produksi urine (jumlah & karakter).

6. Obat-obatan, diuretiik dapat meningkatkan output urine. Analgetik dapat terjadi retensi urine.
E. TANDA DAN GEJALA

a. Konstipasi

1). Menurunnya frekuensi BAB


2). Pengeluaran feses yang sulit, keras dan mengejan
3). Nyeri rectum

b.Impaction

1). Tidak BAB


2). anoreksia
3). Kembung/kram
4). nyeri rektum

c. Diare

1). BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak berbentuk

2). Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat

3). Iritasi di dalam kolon merupakan faktor tambahan yang menyebabkan

meningkatkan sekresi mukosa

4). feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan menahan BAB.

d. Inkontinensia Fekal

1). Tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus,

2). BAB encer dan jumlahnya banyak

3). Gangguan fungsi spingter anal, penyakit neuromuskuler, trauma spinalcord dan tumor
spingter anal eksternal

e. Flatulens

1). Menumpuknya gas pada lumen intestinal,


2). Dinding usus meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan kram.
3). Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus)
f. Hemoroid

1). pembengkakan vena pada dinding rectum


2). perdarahan jika dinding pembuluh darah vena meregang
3). merasa panas dan gatal jika terjadi inflamasi
4). nyeri

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan USG
2. Pemeriksaan foto rontgen
3. Pemeriksaan laboratorium urin dan feses

G. Pengkajian keperawatan

1. Pola defekasidan keluhan selama defekasi


Pengkajian ini antara lain : bagaimana pola defekasi dan keluhannya selama defekasi, secara
normal, frekuensi buang air besar pada bayi sebanyak 4-6 kali/hari, sedangkan orang dewasa
adalah 2-3 kali/hari dengan jumlah rata-rata pembuangan per hari adalah 150 g.
2. Keadan feses, meliputi:
No Keadaan Normal Abnormal Penyebab
1. warna Bayi, kuning. Putih, hitam/tar, Kurang kadar empedu,
atau merah perdarahan saluaran saluaran
cerna bagian atas, atau
peradangan saluran cerna
bagian bawah
Dewasa: coklat Pucat berlemak Malabsorpsi lemak
2. Bau Khas feses dan Amis dan Darah dan infeksi
dipengaruhi oleh perubahan bau
makanan
3. konsistensi Lunak dan cair Diare dan absorpsi kurang.
berbentuk.
4. bentuk Sesuai diameter Kecil, Obstruksi dan peristaltik
rektum bentuknya yang cepat
sesperti pensil.
5. konsituen Makanan yang Darah, pus, Internal belding, infeksi,
dicerna, bakteri benda asing, trtelan bendam iritasi, atau
yang maati, mukus, atau inflamasi.
lemak, pigmen, cacing.
empedu, mukosa
usus, air
3. Faktor yang mempengaruhi eliminasi fekal:
Faktor yang meningkatkan Eliminasi :
1. Lingkungan yang bebas
2. Kemampuan untuk mengikuti pola defekasi pribadi, privasi.
3. Diet tinggi serat
4. Asupan cairan normal (jus buah, cairan hangat)
5. Olahraga
6. Kemampuan untuk mengambil posisi jongkok
7. Laksatif atau katartik secara tepat
Faktor yang merusak eliminasi :
1. Stress emosional
2. Gagal mencetuskan refleks defekasi, kurang waktu atau kurang privasi
3. Diet tinggi lemak, tinggi KH
4. Asupan cairan berkurang
5. Imobilitas atau tidak aktif
6. Tidak mampu jongkok, mis : usila, deformitas muskulo, nyeri defekasi
4. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaaan fisik yang meliputi keadaan abdomen seperti ada atau tidaknya distensi, simetris
atau tidak, gerakan peristaltik, adanya massa pada perut, dan tenderness
2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik abdomen terkait dengan eliminasi alvi meliputi inspeksi, auskultasi, perkusi
dan palpasi dikhususkan pada saluran intestinal. Auskultasi dikerjakan sebelum palpasi, sebab
palpasi dapat merubah peristaltik. Pemeriksaan rektum dan anus meliputi inspeksi dan palpasi.
Inspeksi feses, meliputi observasi feses klien terhadap warna, konsistensi, bentuk permukaan,
jumlah, bau dan adanya unsur-unsur abdomen.

3. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik saluran gastrointestinal meliputi tehnik visualisasi


langsung / tidak langsung dan pemeriksaan laboratorium terhadap unsur-
unsur yang tidak normal.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urine atau bowel
(feses). Masalah eliminasi urine yaitu: retensi, inkotinensia urine, eneuresis, urgency, dysuria,
polyuria, urinari suppresi sedangkan masalah eliminasi fekal yaitu: konstipasi, impaction, diare,
inkotinensia fekal, flatulens dan hemoroid.
Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi urine dan fekal yaitu: usia dan perkembangan, diet,
pemasukan cairan, aktifitas fisik, faktor psikologis, kebiasaan, kondisi patologis, pengobatan, dll.
Membantu pasien eliminasi dapat dilakukan oleh satu orang perawat (bila pasien gemuk dapat
dua atau tiga perawat), saat tindakan akan dilakukan pastikan privasi pasien tetap terjaga.
Gunakan pispot yang kering dan bersih dan pastikan hygiene sebelum dan sesudah prosedur
dilaksanakan.

B. Saran
Saran kami agar dengan penulisan makalah ini adalah perawat dapat menerapkan cara membantu
pasien untuk eliminasi dengan tetap menjaga kenyamanan dan privasi pasien, sehingga pasien
akan tetap terjaga pola eliminasinya.
DAFTAR PUSTAKA

Alimul, Aziz. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : Penerbit Salemba Mediak.
Doengoes, Marilynn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan . Jakarta : EGC.
Perry, Potter. 2005. Fundamental keperawatan, edisi 4, volume 1. Jakarta : EGC
Teguh Subianto. 2011. Prosedur Pemasangan Kateter Kandung Kemih.. Diakses tanggal 10
Maret 2012 Pukul 21.11
TUGAS DOKUMENTASI KEPERAWATAN TENTANG
Eliminasi Urine Vekal

OLEH KELOMPOK 5A

1) FADIL MUHAMMAD AKBAR


2) FANESA VERNANDA
3) MAWARNI
4) NIKE NOVITA SARI
5) USWATUN HASANAH

POLTEKKES KEMENKES PADANG


PRODI DIII KEPERAWATAN SOLOK
TP 2016/2017

Anda mungkin juga menyukai