Anda di halaman 1dari 33

Manajemen Resiko K3 di Laboratorium

Desi Asusanti; Erwin Pulman; Novera Zuli Sekartaji; Dewi Hera Setyati; Khairi Yanti

Pendahuluan
Negara-negara pengimpor suatu produk strategis terutama negara maju baik belahan
dunia barat maupun timur telah mensyaratkan penerapan sistem Manajemen Mutu,
Sistem Manajemen Lingkungan, Social Accountabillity ( Social Clause ), Sertifikasi
Produk, dan Sitem menajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Persyaratan tersebut
dimaksudkan untuk memenuhi standar baik internasional, regional maupun badan
sertifikasi.

Untuk membuktikan bahwa persyaratan tersebut telah dipenuhi oleh suatu perusahaan,
maka harus dibuktikan dengan cara pengukuran kinerja keselamatan dan kesehatan
kerja yang merupakan bagian dari proses akrediritas maupun sertifikasi. pengukuran
kinerja tersebut merupakan salah satu aspek penting dalam sistem manjemen
keselamatan dan kesehatan kerja. Sejalan dengan konsep menajemen modem, maka
aspek pengukuran kinerja tersebut dilaksanakan dalam berbagai kegiatan perusahaan
yang dimulai sejak tahap perencanaan, konstruksi sampai tahap operasi.

Sesuai dengan ISO 14000 bahwa Sistem Manajemen Keselamatan dan kesehatan kerja
merupakan siklus yang berkelanjutan, dimana salah satu tahapan penting yakni
melaksanakan monitoring atau pengukuran kinerja penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Pengukuran kinerja tersebut bertujuan untuk
mengetahui tingkat keberhasilan, kelemahan atau kekurangan pelaksanaan program
Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang telah diterapkan oleh perusahaan.

Berdasarkan data-data yang diperoleh dari hasil pengukuran kinerja penerapan


keselamatan dan kesehatan kerja tersebut maka dapat digunakan sebagai dasar untuk
melaksanakan upaya perbaikan atau penyempurnaan secara terus menerus.

Setiap kegiatan selalu diikuti dengan resiko bahaya yang dapat berakibat terjadinya
kecelakaan, kecelakaan yang terjadi pada suatu kegiatan industri merupakan hasil akhir
dari suatu aturan yang ada dan kondisi kerja yang tidak nyaman. Walaupan demikian
terjadinya kecelakaan seharusnya dapat di cegah dan diminimalisasikan, karena
kecelakaan tidak dapat terjadi dengan sendirinya. Terjadinya kecelakaan pada
umumnyaditimbulkan oleh beberapa faktor penyebab, oleh karena itu terjadinya
kecelakaan harus diteliti faktor-faktor penyebabnya denga tujuan untuk menentukan
usaha-usaha pembinaan dan pengawasan keselamatan kerja yang tepat secara efektif
dan efisian sehingga terjadinya kecelakaan dapat dicegah.

Sebagai faktor penyebab terjadinya kecelakaan pada umumnya bersumber pada faktor
lingkungan kerja dan faktor manusia, berdasarkan statistik kecelakaan, kejadian
kecelakaan kerja lebih dari 85% disebabkan oleh faktor manusia sehingga perhatian
ditekankan kepada aspek manusia.

Perilaku pekerja yang tidak aman yang dapat membahayakan, kondisi yang berbahaya,
kondisi hampir celaka dan penyakit akibat kerja adalah gejala dari kurang berfungsinya
manjemen. Permasalahan keselamayan dan kesehatan kerja harus dicari penyebab
dasar masalah hingga ditemukan tugas dan fungsi yang tidak dilaksanakan denganbaik
yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi.

Bahaya bahaya yang ada di tempat kerja pada dasarnya berpotensi dapat
menimbulakn terjadinya kecelakaan, maka harus diidentifikasi dan dikelola dengan
baik sejak mulai dari perencanaan, konstruksi, operasi sampai dengan pasca operasi.
Secara umum resiko bahaya kebakaran dan kecelkaan sudah disadari oleh perusahaan-
perusahaan dilingkungan kegiatan usaha apapun, oleh karena itu setiap perusahaan
yang bergerak melakukan kegiatan usaha pada umumnya telah melakukan upaya-upaya
pencegahan dan penanggulangannya antara lain telah menyediakan fasilitas
keselamatan kerja perorangan (Personal Protection Equipment) dan sarana pencegahan
dan penanggulangan kebakaran baik secara permanen maupun yang portable.

Dalam melakukan kegiatan didalam laboratorium, kita harus menyadari bahwa dalam
setiap kegiatan tersebut berpotensi menimbulkan dampak lingkungan dan kebakaran
sehingga penting sekali aspek keselamatan dan kesehatan kerja disini.
Merupakan kebijakan manajemen untuk mencegah terjadinya kecelakaan pada
laboratorium, melindungi harta milik perusahaan dari kerusakan dan memberikan
keamanan kepada karyawan sehubungan dengan pengoperasian dan penggunaan
fasilitas laboratorium di perusahaan.

Setiap pengguna laboratorium harus mempunyai rasa tanggung jawab yang penuh akan
keselamatan dan kesehatan kerja didalam laboratorium. Untuk itu perlu di buat
peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur yang di tetapkan dan harus ditaati selalu
pada setiap kegiatan yang dilakukan didalam laboratorium. Penyelenggra terhadap
peraturan-peraturan dan prosedur kerja dapat dikenakan sanksi

Manajemen tidak menginginkan program keselamatan dan kesehatan kerja dalam


laboratorium hanya merupakan fungsi pelengkap, tetapi harus dilaksanakan . setiap
orang yang akan melakukan pekerjaan di dalam laboratorium harus membaca
peraturan yang ada serta memahami buku petunjuk di dalam laboratorium.
Dalam laboratorium diperlukan suatu panduan untuk keselamatan kerja dan
keselamatan laboratorium harus ditempatkan di tingkatan prioritas yang paling tinggi
dan ANDA adalah bertanggung jawab untuk suatu laboratorium yang aman.

Dalam laboratorium pada tahap awal kita harus mengetahui :


1. Kegiatan yang akan dilakukan

2. Bahan-bahan kimia yang tersedia

3. Fasilitas peralatan proses yang tersedian

4. Peralatan K3 yang tersedia

Untuk melakukan kegiatan di dalam llaboratorium diperluakan aturan tersendiri dalam


melakukan K3

Peraturan dalam Laboratorium

1. Melaksanakan pekerjaan laboratorium hanya ketika ada guru atau pengawas dan
tidak diijinkan mengadakan percobaan laboratorium yang tidak diijinkan
2. Perhatian untuk keselamatan perlu dimulai bahakan sebeleum melakukan aktivitas
yang pertama. Selalu membaca dan memikirkan masing-masing tugas laboratorium
sebelum dimulai

3. Mengetahui letak penempatan dan penggunaan dari semua peralatan keselamatan di


dalam laboratorium ini meliputi keselamatan shower, pencuci mata, kotam PPPK,
pemadam api dan selimut (blanket) dan lihat suatu tata ruang yang menyangkut dan
mempertunjukkan penempatan dari peralatan keselamatan.
4. pakailah celemek atau mantel laboratorium dan kacamata pelindung atau kacamata
bersifat melindungi untuk semua pekerjaan laboratorium memakai sepatu lebih baik
dibandingkan dengan sandal dan gunakan pengikat rambut.

5. Bersihkanlah bangku dari semua material tak perlu seperti pakaian dan buku
sebelum pekerjaan di mulai

6. Periksalah label bahan kimia dua kali untuk meyakinkan mempunyai unsur yang
benar. Beberapa bahan kimia rumusan dan nama berbeda dengan hanya suatu nama
dan nomor. Memperhatikan dan menghiraukan penggolongan resiko yang ada label dan
lihatlah suatu diagram resiko dan maksud angka-angka yang digunakan pada tabek
diagram resiko.

7. Jika mungkin diminta untuk memindahakan beberapa bahan kimia laboratorium dari
suatu botol umum ke botol piala besar atau tabung test milik mu. JANGAN
KEMBALIKAN kelebihan materiall apapun kedalam kemasan yang aslinya kecuali jika
diberi ijin oleh guru/pengawas.

8. Hindarilah pergerakan dan pembicaraan yang tak perlu di dalam laboratorium

9. Jangan pernah mencicipi material. Tidak boleh mmbawa makanan atau minuman ke
dalam laboratorium. Jika di perintahkan untuk membaui sesuatu, lakukan dengan
penghembusan sebagian dari uap air ke arah hidung. Tidak menempatkan hidung dekat
pembukaan kontainer/kemasan.

10. Jangan pernah melihat secara langsung ke dalam suatu tabung test, pandang dari
sisi samping. Jangan pernah menunjuk suatu test yang terbuka dari kearah diri anda
atau tetangga

11. Apapun kecelakaan dalam lboratorium, bagaimanapun kecilnya, harus dilaporkan


dengan seketika kepada pengawas.

12. Jika membuang bahan kimia setelah digunakan harus mengikuti perintah dan harus
secara hati-hati
13. Kembalikan peralatan kimia, bahan k imia, celemek dan kacamata pelindung kepada
penempatan awal.

14. Sebelum minggalkan laboratorium, pastikan bahwa kran air dan gas sudah tutup.
15. Jika ragu-ragu silahkan bertanya.

Manajemen resiko laboratorium


Menurut G. Terry pelaksanaan manajemen dikelompokkan menjadi
Perencanaan (Planning )
Organisasi ( Organizing )
Pelaksaan ( Actuating )
Pengawasan ( Controlling )
A.Perencanaan (Planning)

Fungsi perencanaan adalah suatu usaha menentukan kegiatan yang akan dilakukan di
masa mendatang guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam hal ini adalah
keselamatan dan kesehatan kerja di laboratorium. Dalam perencanaan, kegiatan yang
ditentukan meliputi :
a. apa yang dikerjakan
b. bagaimana mengerjakannya
c. mengapa mengerjakan
d. siapa yang mengerjakan
e. kapan harus dikerjakan
f. di mana kegiatan itu harus dikerjakan

Kegiatan laboratorium sekarang tidak lagi hanya di bidang pelayanan, tetapi sudah
mencakup kegiatan-kegiatan di bidang pendidikan dan penelitian, juga metoda-metoda
yang dipakai makin banyak ragamnya; semuanya menyebabkan resiko bahaya yang
dapat terjadi dalam laboratorium makin besar. Oleh karena itu usaha-usaha
pengamanan kerja di laboratorium harus ditangani secara serius oleh organisasi
keselamatan kerja laboratorium

B.Organisasi (O rganizing )

Organisasi keselamatan dan kesehatan kerja laboratorium dapat dibentuk dalam


beberapa jenjang, mulai dari tingkat laboratorium daerah (wilayah) sampai ke tingkat
pusat atau nasional. Keterlibatan pemerintah dalam organisasi ini baik secara langsung
atau tidak langsung sangat diperlukan. Pemerintah dapat menempatkan pejabat yang
terkait dalam organisasi ini di tingkat pusat (nasional) dan tingkat daerah (wilayah),
disamping memberlakukan Undang- Undang Keselamatan Kerja.

C.Pelaksanaan (Actuating)

Fungsi pelaksanaan atau penggerakan adalah kegiatan mendorong semangat


kerja bawahan, mengerahkan aktivitas bawahan, mengkoordinasikan berbagai aktivitas
bawahan menjadi aktivitas yang kompak (sinkron), sehingga semua aktivitas bawahan
sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.

Pelaksanaan program kesehatan dan keselamatan kerja laboratorium sasarannya ialah


tempat kerja yang aman dan sehat. Untuk itu setiap individu yang bekerja dalam
laboratorium wajib mengetahui dan memahami semua hal yang diperkirakan akan
dapat menjadi sumber kecelakaan kerja dalam laboratorium, serta memiliki
kemampuan dan pengetahuan yang cukup untuk melaksanakan pencegahan dan
penanggulangan kecelakaan kerja tersebut. Kemudian mematuhi berbagai peraturan
atau ketentuan dalam menangani berbagai spesimen reagensia dan alat-alat. Jika dalam
pelaksanaan fungsi penggerakan ini timbul permasalahan, keragu-raguan atau
pertentangan, maka menjadi tugas manajer untuk mengambil keputusan
penyelesaiannya.

D.Pengawasan (Controlling)

Fungsi pengawasan adalah aktivitas yang mengusahakan agar pekerjaan-


pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan atau hasil yang
dikehendaki. Untuk dapat menjalankan pengawasan, perlu diperhatikan 2 prinsip
pokok, yaitu :
a. adanya rencana
b. adanya instruksi-instruksi dan pemberian wewenang kepada bawahan.

Dalam fungsi pengawasan tidak kalah pentingnya adalah sosialisasi tentang


perlunya disiplin, mematuhi segala peraturan demi keselamatan kerja bersama
dilaboratorium. Sosialisasi perlu dilakukan terus menerus, karena usaha pencegahan
bahaya yang bagaimanapun baiknya akan sia-sia bila peraturan diabaikan. Dalam
laboratorium perlu dibentuk pengawasan laboratorium yang tugasnya antara lain :
memantau dan mengarahkan secara berkala praktek-praktek laboratorium yang baik,
benar dan aman.
memastikan semua petugas laboratorium memahami cara-cara menghindari risiko
bahaya dalam laboratorium.
melakukan penyelidikan / pengusutan segala peristiwa berbahaya atau kecelakaan.
mengembangkan sistem pencatatan dan pelaporan tentang keamanan kerja
laboratorium.
melakukan tindakan darurat untuk mengatasi peristiwa berbahaya dan mencegah
meluasnya bahaya tersebut

Dalam mengelola laboratorium yang baik, harus dikenal perangkat-perangkat yang


harus dikelola yaitu :
1 .Tata ruang
Untuk tata ruang, dapat dilakukan sedemikian sehingga dapat berfungsi dengan baik.
Tata ruang yang baik harus mempunyai antara lain :
a. Pintu masuk
b. Pintu keluar
c. Pintu darurat
d. Ruang persiapan
e. Ruang peralatan
f. Ruang penyimpanan
g. Ruang staf/dosen
h. Ruang teknisi/laboran/tenaga administrasi
i. Ruang seminar/diskusi
j. Ruang bekerja (praktikum dan penelitian)
k. Ruang istirahat/ibadah
l. Ruang prasarana alat laboratorium
m. Ruang prasarana kebersihan
n. Ruang keselamatan kerja
o. Lemari praktikan
p. Lemari gelas
q. Lemari alat optik
r. Pintu dan jendela diberi kawat kassa untuk menjaga tidak masuknya hewan
s.F an ( Kipas angin )
t. Ruang AC untuk alat tertentu yang memerlukan persyaratan tertentu.
2.Alat yang baik dan terkalibrasi
Petugas laboratorium wajib mengenal dan mampu mengoprasikan peralatan
laboratorium. Alat-alat yang dioperasikan harus benar-benar dalam kondisi :
a. Siap untuk pakai
b. Bersih
c. Terkalibrasi
d. Beroperasi dengan baik
Peralatan yang ada mestinya disertai dengan buku petunjuk pengoprasian. Hal ini
mengantisipasi agar tidak terjadi kerusakan dan petunjuk tersebut dapat digunakan
oleh teknisi dalam memperbaiki alat yang mengalami kerusakan kecil. Teknisi
laboratorium sangat diharapkan selalu berada aditempat,ketikaberlangsung
praktikum/penelitian, yang jika sewaktu-waktu alat mengalami kerusakan maka dengan
cepat dapat diperbaiki.
Peralatan laboratorium sebaiknya disusun secara teratur pada tempat tertentu berupa
rak atau meja menurut kelompok pengguna dan jika alat selesai dipakai segera
dibersihkan dan kembali disususn seperti semula. Pemeliharaaan alat dan bahan yang
perlu mendapat perhatian seperti :
a. Alat gelas
Alat ini harus selalu bersih dan ditempatkan pada tempat yang khusus jika gelas
tersebut harus steril.
b. Bahan bahan kimia
Untuk bahan kimia yang bersifat asam dan alkalis ditempatkan pada ruang yang dapat
mengeluarkan gas, demikian juga bahan kimia yang mudah menguap dan terbakar
ditempatkan ditempat penyimpanan khusus. Penyimpanan bahan kimia sebaiknya
ditempatkan pada tempat tersendiri.
c. Alat alat optik
Alat-alat optik sebaiknya disimpan pada tempat yang kering dan tidak lembab.
Kelembapan yang tinggi akan menyebabkan lensa lensa berjamur dan mengakibatkan
kerusakan. Alat optik seperti mikroskop, lensa, kamera ditempatkan dalam lemari
khusus yang kelembabannya dapat dikendalikan dan biasanya dilakukan dengan
menggunakan lampu pijar 15 20 watt.

3.Infra Struktur Laboratorium

Infra struktur laboratorium terdiri dari :


a. Laboratory assessment
Hal ini mencakup tentang lokasi, konstruksi laboratorium dan fasilitas lain
termasuk pintu utama, pintu darurat, jenis meja, jenis atap, jenis dinding, jenis lantai,
jenis pintu, jenis lampu yang dipakai, jenis ventilasi, jenis AC, jenis tempat
penyimpanan, jenis lemari bahan kimia, optic, timbangan, instrument lain, kondisi
laboratorium, pembuangan limbah dan sebagainya

b. Fasilitas Umum
Fasilitas ini mencakup bahasan tentang kebutuhan listrik, sumber listrik,
stabilitas tegangan, distribusi arus, jenis panel listrik, jenis soket, sumber air, jenis
keran yang dipakai, jenis pembuangan air, instalasi air, instalasi listrik, keadaan toilet,
jenis rung persiapan, ruang perbaikan/workshop, penyediaan
teknisi, penyediaan dana dan sebagainya.

4.Administrasi Laboratorium
Tujuan administrasi laboratorium adalah untuk memperoleh informasi tentang keadaan
laboratorium denga cepat dan mudah. Administrasi laboratorium meliputi segala
kegiatan administrasi yang ada dilaboratorium antara lain:
a.I nventarisasi peralatan laboratorium yang ada
b. Daftar kebutuhan alat baru, alat tambahan, alat alat yang rusak , alat-alat yang
dipinjam dan alat alat yang dikembalikan.
c. Keluar masuk surat menyurat
d. Daftar pemakaian laboratorium, sesuai jadwal kegiatan praktikum dan penelitian
e. Daftar inventaris bahan bahan kimia dan non kimia, bahan bahan gelas
f. Daftar inventaris alat alat mebel lain
g. Sistem evaluasi dan pelapora
Kegiatan administrasi ini adalah kegiatan rutin dan kesinambungan karena itu perlu
dipersiapkan dan dilaksanakan secara teratur dan baik.

5.Inventarisasi dan Keamanan Laboratorium

Kegiatan inventarisasi dan keamanan laboratorium meliputi


a. Semua kegiatan inventarisasi
b. Keamanan yang dimaksud disini adalah apakah peralatan laboratorium
tersebut tetap ada di laboratorium atau ada yang meminjamnya, apakah ada
yang hilang, pindah tempat namun tidak dilaporkan keadaan sebenarnya.

Tujuan yang ingin dicapai dalam inventarisasi dan keamanan adalah:


1). Mencegah kehilangan dan penyalah gunaan

2). Mengurangi biaya operasiona

3). Meningkatkan proses pekerjaan dan hasilnya

4). Meningkatkan kualitas kerja

5). Mengurangi resiko kehilangan

6). Mencegah pemakaian yang berlebih

7). Meningkatkan kerja sama

6.Pengamanan L aboratorium

Pengamanan laboratorium meliputi antara lain :

a. Tanggung Jawab Kepala laboratorium bertanggung jawab penuh terhadap segala


kecelakaan yang mungkin timbul di laboratorium.

b. Kerapian Letak alat pemadam harus diletakkan sedemikian sehingga bebas dari
hambatan, demikian juga lantai harus bersih dan bebas minyak, air dan material lain
yang mungkin menyebabkan lantai licin.

c. Pertolongan Pertama Semua kecelakaan bagaimanapun ringannnya harus ditangani


ditempat pertolongan pertama. Sehingga setiap laboratorium harus memiliki kotak P3
K yang isinya selalu dikontrol.
d. Pakaian Setiap bekerja di laboratorium harus memperhatikan pakain, misalnya
jangan memakai baju ketat, berlengan panjang dan kancing terbuka ketika bekerja
dengan mesin mesin yang bergerak.

e. Pintu pintu laboratorium Pintu pintu laboratorium sebaiknya dilengkapi dengan


jendela pengintip untuk mencegah terjadinya kecelakaan.

f. Alat alat Alat alat disimpan sesuai dengan kelompok atau jenis, misalnya
peralatan yang menggunakan listrik seharusnya diletakkan dekat dengan sumber listrik.
Alat yang terbuat dari kaca perlu mendapat perhatian khusus.

g. Tabung gas Tabung tabung gas harus mendapat perhatian yang khusus.
Penyimpanannya ditempatkan ditempat yang sejuk dan terhindar dari tempayang
panas. Kran gas harus selalu tertutup jika tidak dipakai demikian juga dengan kran
pengaturan. Alat alat yang berhubungan dengan tabung gas harus memakai
pengaman terhadap tekanan.

h. Pemadam kebakaran (F ire Extinguiser ) Dalam laboratorium harus tersedia alat


pemadam kebakaran yang berguna untuk mencegah kebakaran yang mungkin terjadi.
Secara umum bahan yang mudah terbakar dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Bahan bahan yang lain, jika terbakar sulit untuk diklasifikasikan, karena berubah dari
padat menjadi cair atau cair menjadi gas pada temperature yang tinggi. Peralatan
pemadam kebakaran yang sesuai dengan tipe atau kelas kebakaran harus tersedia di
laboratorium, seperti yang disebut berikut ini : yang panas. Kran gas harus selalu
tertutup jika tidak dipakai demikian juga dengan kran pengaturan. Alat alat yang
berhubungan dengan tabung gas harus memakai pengaman terhadap tekanan.

h. Pemadam kebakaran (F ire Extinguiser ) Dalam laboratorium harus tersedia alat


pemadam kebakaran yang berguna untuk mencegah kebakaran yang mungkin terjadi.
Secara umum bahan yang mudah terbakar dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Bahan bahan yang lain, jika terbakar sulit untuk diklasifikasikan, karena berubah dari
padat menjadi cair atau cair menjadi gas pada temperature yang tinggi. Peralatan
pemadam kebakaran yang sesuai dengan tipe atau kelas kebakaran harus tersedia di
laboratorium, seperti yang disebut berikut ini :
7.Organisasi Laboratorium Organisasi laboratorium meliputi struktur organisasi,
deskripsi pekerjaan, serta susunan personalia yang mengelola laboratorium tersebut.
Penanggung jawab tertinggi organisasi di laboratorium adalah Kepala Laboratorium.
Anggota Laboratorium yang berada di bawah Kepala Laboratorium harus sepenuhnya
bertanggung jawab terhadap semua pekerjaan yang dibebankan kepadanya.

Setiap kegiatan kerja selalu diikuti dengan resiko bahaya yang dapat berakibat
terjadinya kecelakaan. Kecelakaan yang terjadi pada suatu kegiatan industri merupakan
hasil akhir dari suatu aturan yang ada kondisi kerja yang tidak aman. Walaupun
demikian terjadinya kecelakaan seharusnya dapat dicegah dan diminimalisasikan,
karena kecelakaan tidak dapt terjadi dengan sendirinya. Terjadinya kecelakaan pada
umumnya ditimbulkan oleh beberapa faktor penyebab, oleh karena itu terjadinya
kecelakaan harus diteliti faktor-faktor penyebabnya denggan tujuan untuk menetukan
usaha-usaha pembinaan dan pengawasan keselatan kerja yang tepat secara efektif dan
efisien sehingga terjadinya kecelakaan dapat di cegah.

Penutup
Dari uraian di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa tujuan utama dari program
keselamatan dan kesehatan kerja adalah memberikan perlindungan kepada pekerja dari
bahaya kesehatan dan keselamatan yang berhubungan dengan lingkungan kerja.. Upaya
tersebut bisa dilakukan dengan mengelola risiko yang teridentifikasi di lingkungan
kerja.

DAFTAR PUSTAKA

Chapman, Christy. Bringing ERM into Focus. Internal Auditor, June 2003
Committee of Sponsoring Organization (COSO) of the Treadway Commission. What is
COSO: Background and Events Leading to Internal Control-Integrated Framework.
1992
Darmawi, Herman. Manajemen Risiko. Bumi Aksara, 2005.
Simmons, Mark. COSO Based Auditing. The Internal Auditor, December 1997
The Institute of Internal Auditors. Internal C
Vaughan, Emmet. Fundamentals of Risk and Insurance. 2nd, John Willey, 1978
Penyakit Akibat Kerja
Monday, December 19th 2011. | Penyakit Akibat Kerja
Advertisement

Penyakit Akibat Kerja atau Occupational Disease adalah penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan
atau penyakit yang mempunyai penyebab spesifik atau asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, yang pada
umumnya terdiri dari suatu agen penyebab yang sudah diakui.

Penyakit akibat kerja merupakan penyakit yang diderita oleh seseorang yang disebabkan oleh pekerjaan,
alat kerja, bahan, maupun lingkungan kerjanya. Dengan demikian penyakit akibat kerja merupakan
penyakit yang artifisial atau Man Made Disease ( Penyakit yang disebabkan oleh satu orang ). Adapun
beberapa faktor penyebab penyakit akibat kerja pada umumnya dapat dikelompokkan dalam 5 golongan:

1)Golongan fisik : suara, radiasi, suhu, vibrasi tekanan tinggi, illumination.


2)Golongan kimiawi : bahan kimia yang digunakan dalam proses kerja maupun yang terdapat di
lingkungan kerja : debu, uap, gas.
3)Golongan biologis : bakteri, virus, jamur.
4)Golongan fisiologis : cara kerja dan penataan tempat kerja.
5)Golongan psikososial: lingkungan kerja yang menyebabkan stress.

Menurut WHO kategori Penyakit Akibat Kerja dibedakan menjadi 4 kriteria:


1.Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan.
contoh: pneumoconiosis
2.Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan.
contoh: Karsinoma Bronchogenic
3.Penyakit dan pekerjaan merupakan salah satu penyebab dari faktor-faktor lainnya.
contoh: Bronkhitis kronis
4.Penyakit dimana pekerja memperberat suatu kondisi yang sudah ada. contoh: Asma

Cara Penyimpanan Bahan Kimia Berbahaya Bagian 1


Tuesday, May 24th 2011. | Faktor Kimia
Advertisement
Bahan kimia berbahaya harus disimpan dengan cara yang tepat,
untuk mencegah kemungkinan terjadi bahaya. Perlu juga dijamin agar bahan kimia berbahaya tidak
bereaksi dengan bahan lain yang disimpan ditempat yang sama. Bahan kimia yang bersifat eksplosif
tidak boleh di simpan bersamaan dengan bahan kimia lainnya.
Untuk pengamanan suatu bahan kimia dengan bahaya lebih dari satu macam, segenap jenis bahayanya
harus diperhatikan dan di amankan. Fasilitas yang diperlukan dan prosedur penyimpanan harus
menjamin keselamatan dari seluruh kemungkinan bahaya.
Dibawah ini disajikan keselamatan yang bertalian dengan penyimpanan bahan berbahaya sebagai
berikut:

a.Bahan mudah meledak


1)Tempat penyimpanan bahan kimia mudah meledak, udara dalam ruangan harus baik dan bebas dari
kelembaban.
2)Tempat penyimpanan harus terletak jauh dari bangunan lainnya, dan jauh dari keramaian untuk
menghindarkkan pengaruh korban apabila terjadi ledakan. Ruangan harus terbuat dari bahan yang kokoh
dan tetap dikunci sekalipun tidak digunakan. Lantai harus terbuat dari bahan yang tidak menimbulkan
loncatan API.
3)Penerangan tempat ini harus terbuat dari penerangan alami atau listrik anti ledakan.

b.Bahan yang mengoksidasi


Bahan ini kaya akan oksigen, membantu dan memperkuat proses pembakaran. Beberapa dari ini
membebaskan oksigen pada suhu penyimpanan, sedangkan yang lain masih perlu pemanasan. Jika
wadah dari bahan ini rusak, isinya mungkin bercampur dengan bahan yang mudah terbakar dan
merupakan sumber terjadinya nyala API. Resiko ini dapat dicegah dengan membuat tempat
penyimpanan secara terpisah dan diisolasi.
Penyimpanan bahan kimia yang mengoksidasi kuat dekat cairan yang mudah terbakar, sangat
berbahaya. Untuk keamanannya, harus menjauhkan semua bahan yang dapat menyala dari bahan-
bahan yang mengoksidasi. Tempat penyimpanan harus sejuk dan dilengkapi dengan pertukaran udara
yang baik serta bangunan tahan api.
Aspek Medikolegal Trauma Kimia, Kecelakaan Kerja, serta Regulasi
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Rr. Dewi Sitoresmi A.

Aspek Medikolegal Trauma Mata


Trauma pada mata merupakan 3-4% dari seluruh kecelakaan kerja di Amerika Serikat. Sebagian besar (84%)
merupakan trauma kimia. Rasio frekuensi asam dibandingkan basa sebagai bahan penyebabnya pada trauma
kimiawi bervariasi dari 1:1 sampai 1:4, berdasarkan beberapa penelitan.Trauma kimiawi biasanya disebabkan akibat
bahan-bahan yang tersemprot atau terpercik pada wajah.1
Dalam satu laporan di negara berkembang, 80% dari trauma kimiawi pada mata dikarenakan oleh pajanan atau
karena pekerjaan. Trauma bahan kimia dapat terjadi pada kecelakaan yang terjadi di laboratorium, industri,
pekerjaan yang menggunakan bahan kimia dan pertanian. Bahan kimia yang dapat mengakibatkan kelainan pada
mata dapat dibedakan menjadi trauma asam, trauma basa/alkali.Pengaruh bahan kimia terhadap mata bergantung
pada pH, kecepatan dan jumlah bahan kimia tersebut yang mengenai mata. Dibandingkan bahan yang bersifat
asam, bahan yang bersifat basa lebih cepat merusak dan menembus kornea. Ketika bahan kimia terkena mata maka
harus
segera diberikan tindakan, seperti diantaranya irigasi pada daerah mata yang terkena trauma kimia. Sebab jika
1
penanganan terlambat dilakukan dapat memberikan penyulit yang lebih berat.
Aspek hukum trauma mata dibahas dalam salah satu cabang ilmu kedokteran, yaitu traumatologi forensic. Melalui
traumatologi forensic, kita dapat mengetahui mengenai aspek medikolegal, klasifikasi cedera berdasarkan
penyebabnya, karakteristik cedera, serta sebab dan mekanisme matinya seseorang. Dengan demikian, kita dapat
menentukan kualifikasi cedera dan sebab kematian untuk kepentingan peradilan. 2

Luka dibagi menjadi luka ringan, sedang, dan berat.


Penjelasan mengenai luka ringan dan hukuman bagi pelakunya dijelaskan dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP) pasal 352. Luka ringan adalah luka yang tidak menyebabkan sakit atau halangan dalam melakukan
pekerjaan (jabatan atau pencarian). Contoh luka ringan adalah memar atau lecet, yang berdasarkan lokasi dan
luasnya dianggap tidak mengakibatkan gangguan fungsi. 2
Luka sedang adalah luka/cedera diantara luka berat dan luka ringan (misalnya vulnus laceratum, vulnus scissum,
atau fraktur) yang tidak mengancam nyawa. Dengan kata lain, luka sedang merupakan luka yang menyebabkan
penyakit atau menghalangi pekerjaan untuk sementara waktu. 2
Luka yang termasuk luka berat dirinci dalam KUHP pasal 90:2
- Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, atau yang menimbulkan
bahaya maut.
- Tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencarian
- Kehilangan salah satu pancaindera
- Mendapat cacat berat
- Menderita sakit lumpuh
- Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih
- Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan

Kecelakaan Kerja3
Masyarakat pekerja di Indonesia terus mengalami peningkatan. Pada tahun 1995, jumlah pekerja sekitar 88,5 juta
dan meningkat menjadi 100.316.000 pada tahun 2003. Jumlah penduduk Indonesia tahun 2003 sebesar 216.948.400
orang, jumlah penduduk usia kerja 152.649.981 orang, angkatan kerja 100.316.007 orang, yang terbagi dalam
beberapa lapangan usaha utama atau jenis industri utama yaitu pertanian 47,67%, perdagangan 17,90%, industri
pengolahan 11,80%, dan jasa 10,98%.
Kecelakaan industri adalah kejadian kecelakaan yang terjadi di tempat kerja khususnya di lingkungan industri.
Menurut International Labour Organization (ILO), setiap tahun terjadi 1,1 juta kematian yang disebabkan oleh
penyakit atau kecelakaan akibat hubungan pekerjaan. Sekitar 300.000 kematian terjadi dari 250 juta kecelakaan dan
sisanya adalah kematian akibat penyakit akibat hubungan pekerjaan.
Data dari Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional (DK3N) menunjukkan bahwa kecenderungan kejadian
kecelakaan kerja meningkat dari tahun ke tahun yaitu 82.456 kasus di tahun 1999, 98.905 kasus di tahun 2000, dan
mencapai 104.774 kasus pada tahun 2001. Dari kasus-kasus kecelakaan kerja, 9,5% diantaranya (5.476 tenaga
kerja) mendapat cacat permanen. Ini berarti setiap hari kerja ada 39 orang pekerja yang mendapat cacat baru atau
rata-rata 17 orang meninggal karena kecelakaan kerja.

Kecelakaan industri secara umum disebabkan oleh 2 hal pokok, yaitu perilaku kerja yang berbahaya (unsafe
human act) dan kondisi yang berbahaya (unsafe condistions). Beberapa hasil penelitian menunjukkkan bahwa
faktor manusia memegang peranan penting timbulnya kecelakaan kerja. Hasil penelitian menyatakan bahwa 80%-
85% kecelakaan kerja disebebkan oleh kelalaian atau kesalahan faktor manusia.
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal 23 mengenai kesehatan kerja disebutkan bahwa
upaya kesehatan kerja wajib diselenggarakan pada setiap tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai
resiko bahaya kesehatan yang besar bagi pekerja agar dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri
dan masyarakat sekelilingnya, untuk memperoleh produktivitas kerja yang optimal, sejalan dengan program
perlindungan tenaga kerja.

Kecelakaan kerja adalah riwayat kecelakaan akibat kerja atau di tempat kerja yang pernah dialami oleh pekerja
industri. Daerah cedera merupakan bagian tubuh yang mengalami cedera sedangkan sifat cedera adalah jenis luka
yang diderita akibat kecelakaan. Pekerja di bagian produksi di suatu jenis industri diwajibkan menggunakan APD
(Alat Pelindung Diri) sebagai alat untuk pelindung kerja disesuaikan dengan jenis pekerjaannya.
Kejadian kecelakaan dan cedera akibat kecelakaan kerja masih sering terjadi maka perlu ditingkatkan kepatuhan
pemakaian APD saat bekerja dan melengkapi serta menyempurnakan APD agar nyaman dipakai. Upaya untuk
menurunkan angka kejadian kecelakaan akibat kerja dengan cara pengendalikan faktor risiko melalui model
intervensi yang tepat dan sesuai masing-masing jenis industri.

Regulasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)4


Indonesia mempunyai kerangka hukum yang ekstensif, sebagaimana terlihat pada daftar peraturan perundang-
undangan K3 (lampiran). Undang-undang K3 yang terutama di Indonesia adalah Undang-Undang No. 1 Tahun
1970 tentang Keselamatan Kerja. Undang-undang ini meliputi semua tempat kerja, dan menekankan pentingnya
upaya atau tindakan pencegahan primer.
Diantara negara-negara Asia, Indonesia termasuk negara yang telah memberlakukan undang-undang yang paling
komprehensif tentang sistem manajemen K3, khususnya bagi perusahaan-perusahaan yang berisiko tinggi.
Peraturan tersebut menyebutkan bahwa setiap perusahaan yang mempekerjakan 100 karyawan atau lebih atau
yang sifat proses atau bahan produksinya mengandung bahaya karena dapat menyebabkan kecelakaan kerja
berupa ledakan, kebakaran, pencemaran, dan penyakit akibat kerja, diwajibkan menerapkan dan melaksanakan
sistem manajemen K3.
Sistem manajemen K3 bisa jadi merupakan sistem yang efektif untuk menghadapi tantangan K3 di era globalisasi.
Namun, penegakan hukumnya tidak cukup ketat. Dari kira-kira 170.000 perusahaan, hanya sekitar 500 yang sampai
sejauh ini mempunyai sistem manajemen K3 yang telah diaudit.
Untuk memperbaiki upaya penegakan ketentuan-ketentuan K3 dan pelaksanaannya di perusahaan perusahaan,
dibentuklah Panitia Pembina K3 (P2K3). Semua perusahaan yang mempekerjakan lebih dari 50 karyawan,
diwajibkan mempunyai komite K3 dan mendaftarkannya pada kantor dinas tenaga kerja setempat. Namun, pada
kenyataannya, masih ada banyak perusahaan dengan lebih dari 50 karyawan yang belum membentuk P2K3. Komite
yang sudah terbentuk pun sering tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Pada umumnya, setiap proyek konstruksi (misalnya, konstruksi bangunan, pembangunan infrastruktur,
pembongkaran bangunan) melibatkan pekerjaan dan tugas-tugas dengan risiko bahaya cukup besar. Kecelakaan
fatal dapat terjadi ketika buruh bangunan jatuh dari ketinggian, tertimpa, kejatuhan atau terhantam oleh benda atau
mesin yang sedang bergerak. Bahaya lain dapat berupa kebisingan, bahan-bahan kimia berbahaya (misalnya, yang
terdapat dalam cat, cairan pelarut, minyak), debu (silika dan asbes), gas atau asap (misalnya dari pekerjaan
pengelasan), dan getaran. Seperti halnya di sector pertanian, buruh bangunan juga tidak luput dari berbagai
gangguan nyeri otot akibat ketegangan karena bagian tubuh yang sama digunakan untuk melakukan pekerjaan yang
sama berulang-ulang (repetitive strain injury) dan kondisi cuaca yang ekstrem.

DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. Trauma Bola Mata. Diunduh dari http://www.scribd.com/doc/50613661/Trauma-bola-mata pada 14 Maret
2011.
2. Sampurna, Budi. Traumatologi Forensic Bagian I. diunduh dari http://elearning-
1.esaunggul.ac.id/file.php?file=%2F777%2F4.trauma_forensik_bagian_01.ppt pada 14 Maret 2011.
3. Riyadina, Woro. Kecelakaan Kerja dan Cedera yang Dialami oleh Pekerja Industri di Kawasan Industri Pulo Gadung
Jakarta. Diterbitkan dalam Makara Kesehatan Vol. 11, No. 1, Juni 2007: 25-31.
4. Markkanen, Pia K. Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Indonesia. Filipina: kantor subregional International Labour
Organization untuk Asia Tenggara dan Pasifik.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja. Diunduh
dari http://staff.unud.ac.id/~ady/wp-content/uploads/2008/08/uu-no1-1970-ohs-indonesia.pdf pada 14
Maret 2011Em
Keselamatan Kerja di Laboratorium
KESELAMATAN KERJA DI LABORATORIUM

Setiap instansi atau setiap unit kegiatan kerja, terutama menyangkut banyak jiwa manusia, selalu harus
dipikirkan pula keselamatannya. Karena laboratorium adalah tempat bekerja karyawan, dosen, asisten dan
mahasiswa maka perlu dipikirkan keselamatan kerja dalam laboratorium tersebut.

Laboratorium adalah tempat menyimpan alat-alat yang mahal harganya demikian pula data-data berharga
lainnya, maka keselamatan ini meliputi:

Tempat bekerjanya
Alat dan bahan yang tersedia
Pekerjaan dan hasil karyanya
Hubungan antara pekerjaannya
Praktikan, asisten, mahasiswa, dosen (pengguna lab)
Lingkungan

Keselamatan Kerja di Dalam Lab

Laboratorium dengan perabotnya


Listrik
Kecelakaan akibat kebakaran
Kecelakaan akibat bahan kimia
Label bahan kimia berbahaya
Pencegahan terhadap bahan kimia berbahaya

Beberapa Catatan Mengenai Laboratorium yang Menyimpan Bahan-Bahan Kimia

Semua bahan kimia harus tersimpan dalam botol atau kaleng yang sesuai dan tahan lama. Sebaiknya
di simpan di tempat-tempat yang kecil dan cukup untuk pemakaian sehari-hari.
Tempat persediaan untuk jangka panjang harus tersimpan dalam gudang bahan kimia yang khusus/
gudang dalam tanah misalnya.
Setiap saat bahan kimia harus diperiksa secara rutin, untuk menentukan apakah bahan-bahan tersebut
masih dapat digunakan atau tidak, dan perbaikan label yang biasanya rusak. Bahan-bahan yang tak dapat
digunakan lagi harus dibuang/ dimusnahkan secara kimia.
Semua bahan harus diberi tanda-tanda khusus, diberi label dengan semua keterangan yang diperlukan
misalnya:

1. nama bahan
2. tanggal pembuatan
3. jumlah (isi)
4. asal bahan (merek pabrik dan lain-lain)
5. tingkat bahaya yang mungkin (racun, korosiv, higroskopis, dll)
6. keterangan-keterangan yang perlu (presentase, smbol kimianya dan lain-lain)

Simbol-simbol dalam Laboratorium

Di bawah ini tanda-tanda yang sering digunakan secara internasional:

SIMBOL-SIMBOL BAHAYA

Poison : Bahan-bahan yang bersifat racun

Flammable : Bahan yang mudah terbakar


Corrosive : bahan yang dapat merusak jaringan hidup

Irritant : Sedikit saja masuk ke tubuh dapat membakar kulit, selaput lendir atau sistem pernapasan
Toxic : Sedikit saja masuk ke tubuh dapat menyebabkan kematian atau sakit keras

Oxidising Agent : Bahan yang dapat menghasilkan panas bila bersentuhan dengan bahan lain terutama
bahan-bahan yang mudah terbakar

Explosive : Bahan yang mudah meledak bila kena panas, api atau sensitif terhadap gesekan atau goncangan
Radioactive : Bahan-bahan yang bersifat radioaktif

High voltage : Peringatan tegangan tinggi

No Smoking : Area dilarang merokok

Area dilarang menyalakan api


Sampah

Setiap laboratorium harus memiliki tempat sampah yang khusus. Sampah cair tidak dibuang di saluran air
hujan atau saluran septic tank.

tempat sampah cair bahan kimia

tempat sampah reaktif

sampah radioaktif

sampah biasa

pembuangan air cucian

PPPK

Luka bakar

Mata kemasukan benda asing

Luka tergores/teriris

Bahan kimia masuk dalam mulut

Keracunan

Kejutan listrik

Membalut luka

Pingsan

Radiasi dan zat radioaktif


Pentingnya Investigasi Kecelakaan Kerja

Keselamatan dan pencegahan kecelakaan kerja harus mendapat perhatian yang sangat besar dari pihak
manapun yang melaksanakan pekerjaan, baik di laboratorium maupun di industri-industri, ataupun tempat
kerja yang lain. Beberapa alasan yang dapat dikemukakan adalah, salah satu diantaranya, karena angka
kecelakaan kerja ternyata cukup mengejutkan. Sebagai contoh di Amerika dalah satu tahun terakhir ada lebih
dari 6200 orang meninggal atau di atas 6,5 juta terluka akibat kecelakaan kerja.

Peraturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Pada prinsipnya peraturaan keselamatan dan kesehatan kerja didasarkan pada standar umum yang menyatakan,
bahwa setiap perusahaan harus menyediakan bagi masing-masing karyawannya pekerjaan dan tempat bekerja
yang bebas dari hal-hal yang diketahui dapat menyebabkan atau diduga dapat menyebabkan kematian atau
cacat fisik yang serius bagi pekerjanya.

Keselamatan kerja dan Hiperkes merupakan lapangan ilmu dan sekaligus praktik dengan pendekatan
multidisipliner yang berupaya untuk menerapkan dan mengembangkan teknologi pengendalian dengan tujuan
tenaga kerja sehat, selamat, dan produktif, serta dicapainya tingkat keselamatan yang tinggi untuk mencegah
kecelakaan.

Beberapa ketentuan perundang-undangan yang berkaitan dengan hiperkes dan keselamatan kerja antara lain:

1. Undang-undang No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja. Tiap tenaga
kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatan, kesehatan, kesusilaan, dan pemeliharaan moral
kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama.
2. Undang-undang nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Undang-undang ini mengatur
tentang keselamatan kerja di segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di
dalam air, maupun di udara yang berada di wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia. Di dalam
peraturan ini tercakup tentang ketentuan dan syarat-syarat keselamatan kerja dalam perencanaan,
pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan, dan
penyimpanan bahan, produk teknis, dan alat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan
bahaya kecelakaan. Tujuan umum dari dikeluarkannya undang-undang ini adalah agar setiap tenaga
kerja dan orang lain yang berada di tempat kerja mendapat perlindungan atas keselamatannya, dan
setiap sumber-sumber produksi dapat dipakai dan digunakan secara aman dan efisien sehingga akan
meningkatkan produksi dan produktifitas kerja.
3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor Per-01/MEN/1979 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja.
Tujuan pelayanan kesehatan kerja adalah:
Memberikan bantuan kepada tenaga kerja dalam penyesuaian diri dengan pekerjaanya.
Melindungi tenaga kerja terhadap setiap gangguan kesehatan yang timbul dari pekerjaan atau
lingkungan kerja.
Meningkatkan kesehata badan, kondisi mental, dan kemapuan fisik tenaga kerja.
Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi tenaga kerja yang menderita
sakit.
4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor Per-02/MEN/1979 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga
Kerja. Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja meliputi:

Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja.


Pemeriksaan kesehatan berkala
Pemeriksaan kesehatan khusus.
5. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor Per-01/MEN/1976 tentang kewajiban latihan Hiperkes bagi
dokter perusahaan.

6. Undang-undang nomor 7 tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagaan dan Peraturan Menteri Tenaga
Kerja nomor 03/MEN/1984 tentang mekanisme pengawasan ketenagakerjaan.

Hal-Hal Yang Dapat Menyebabkan Kecelakaan

Ada dua dasar penyebab terjadinya kecelakaan kerja, yaitu:

1. Terjadi secara kebetulan.

2. Kondisi kerja yang tidak aman.

Selain itu ada tiga faktor lain yang berhubungan dengan kecelakaan kerja, yaitu:

1. Sifat kerja.

2. Jadwal kerja.

3. Iklim psikologis tempat kerja.

Cara Mencegah Kecelakaan

a. Mengurangi kondisi kerja yang tidak aman.

b. Mengurangi tindakan karyawan yang tidak aman.

Daftar Pustaka:
Anonim. 2009. Manajemen Lab Kimia. Diambil dari http://www.scribd.com/doc/23818510/Manajemen-lab-
kimia pada 3 April 2010 pukul 12:52 WIB.
Hamdani. 2010. Keselamatan Kerja di Laboratorium. Diambil dari
http://cobaberbagi.files.wordpress.com/.../keselamatan-kerja-di-laboratorium.ppt pada 3 April 2010 pukul
12:54 WIB.

Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Laboratorium


10 October 2012

Aulia Fitriani Bapelkes Cikarang

Laboratorium Lingkungan merupakan sarana penunjang dalam pengujian parameter kualitas lingkungan.
Dalam prakteknya, adanya aktivitas yang berkenaan dengan bahan kimia dan peralatan spesifik
memungkinkan timbulnya potensi bahaya terhadap para pekerjanya. Oleh sebab itu, perlu dilakukan
penerapan Kesehatan & Keselamatan Kerja (K3) yang berlaku di lingkup Laboratorium.

Berikut adalah beberapa upaya untuk menjamin kesehatan dan keselamatan kerja di Laboratorium:

1. Informasi dan Komunikasi K3


Adanya dokumentasi terkait dengan data keamanan bahan kimia (Material Safety Data Sheet) atau
dalam bentuk lain yang praktis (poster/label dari produsen bahan kimia). Hal ini merupakan informasi
acuan untuk penanganan dan pengelolaan bahan kimia berbahaya di laboratorium.

Beberapa lab memasang sensor bahaya (alarm) di lokasi yang potensi kebakaran dan tanda/symbol
tertentu pada lokasi yang berkaitan dengan bahan kimia B3/radioaktif.

Adapun karakteristik bahan kimia, sbb :

- Bahan mudah meledak (explosive substances)


- Bahan mudah teroksidasi (oxidizing substances)
- Bahan mudah menyebabkan korosif

- Bahan mudah terbakar (flammable substances)


- Bahan yang tidak boleh dibuang ke lingkungan

- Bahan berbahaya (harmful substances)


- Bahan bersifat infeksi (infectious substances)
- Bahan bersifat korosif (corrosive substances)

1. Tata Aturan Umum bekerja di dalam Laboratorium


Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam bekerja di Laboratorium adalah :

- Tidak boleh makan dan minum

- Tidak boleh tidur

- Tidak boleh merokok

- Tidak boleh memasak, apalagi menggunakan peralatan laboratorium

1. Fasilitas mutlak yang ada di Laboratorium


1. Safety Shower,
berfungsi sebagai sarana pengaliran air bagi kondisi kritis tertentu.

1. Bak Cuci,
berfungsi sebagai sarana pencucian peralatan dan pekerja.

1. Lemari Asam,
berfungsi sebagai tempat bekerja khususnya saat proses pencampuran bahan kimia berbahaya. Adanya
sirkulasi udara keluar ruangan mutlak dibutuhkan untuk menjamin lingkungan kerja pekerja laboratorium.

1. Eye washer,
merupakan paket khusus pengaliran air pada mata pekerja yang terkena bahan kimia. Air yang dialirkan
harus memenuhi standar air bersih.

1. Perlengkapan kerja,
terdiri dari baju bekerja (jas lab), kacamata pengaman, sepatu tertutup, sarung tangan dan masker. Hal
ini mutlak terutama pada saat pengujian sampel.

1. Exhaust fan,
diperlukan padaruangan tertentu seperti ruang preparasi atau pada ruang penyimpanan bahan kimia

1. Pemadam kebakaran,
Selain Alat pemadam kebakaran ringan (APAR) yang merupakan paket media pemadam kebakaran
dalam tabung bertekanan, juga perlu disediakan alat bantu pemadam kebakaran lainnya yaitu karung
goni basah, pasir dan baju tahan api.

1. Alarm,
berfungsi sebagai komunikasi bahaya

1. Petunjuk arah keluar ruangan laboratorium,


Merupakan tanda yang dapat memberikan informasi bagi pekerja laboratorium untuk keluar dari ruang
dengan aman dan selamat apabila terjadi bahaya di laboratorium.

1. P3K
Beberapa obat-obatan standar yang harus ada yaitu obat luka bakar, plester luka, kapas, antiseptic, kain
kassa dll.

1. Penyimpan Bahan Kimia


Bahan kimia memiliki karakteristik masing-masing dimana akan berpengaruh terhadap cara
penyimpanannya. Adapun karakteristik bahan kimia dikelompokkan sbb :

- Bahan mudah terbakar

- Bahan mudah meledak

- Bahan oksidator

- Bahan reaktif terhadap asam

- Bahan reaktif terhadap air

- Gas bertekanan

- Bahan beracun

- Bahan korosif

1. Penanggulangan Tanggap Darurat


Pada prinsipnya, apabila terjadi suatu kecelakaan maka hal utama yang harus dilakukan adalah tetap
tenang kemudian melakukan pertolongan pertama untuk kecelakaan tersebut. Dan segera menghubungi
penanggung jawab K3.
Apabila terjadi kebakaran maka lakukan tindakan pencegahan kebakaran dan segera menghubungi
penanggung jawab K3.

Referensi :

Teknik Laboratorium Kimia, Khamidal, M.Si, Pustaka Pelajar, Juni 2009


Pedoman Teknis Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Untuk Akreditasi Laboratorium Lingkungan,
KAN, Juli 2009

K3 LABORATORIUM

Laboratorium merupakan sarana untuk melaksanakan kegiatan penelitian ilmiah guna meningkatkan
ketrampilan pemakaian dan pemanfaatan alat-alat laboratorium. Tempat dengan segala kelengkapan
peralatannya yang berpotensi menimbulkan bahaya kepada penggunanya.

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan perlindungan tenaga kerja dari segala aspek yang
berpotensi membahayakan dan sumber yang berpotensi menimbulkan penyakit akibat dari jenis pekerjaan
tersebut, pencegahan kecelakaan dan penserasian peralatan kerja, dan karakteristik pekerja serta orang
yang berada di sekelilingnya. Tujuannya agar tenaga kerja mencapai ketahanan fisik, daya kerja, dan
tingkat kesehatan yang tinggi sehingga menciptakan kesenyamanan kerja dan keselamatan kerja yang
tinggi. Tidak ada sesuatu di tempat kerja yang terjadi secara kebetulan tetapi karena ada alasan-alasan
yang jelas dan dapat diperkirakan sebelumnya. Pengawasan terhadap alat maupun terhadap pekerja harus
dilakukan secara teratur dan berkesinambungan.

Fasilitas Perlindungan Pekerja (Praktikan)

1. Jas Praktikum, merupakan pengaman langsung, terbuat dari bahan yang baik, yaitu tidak
mudah terbakar, tidak berupa bahan konduktor listrik maupun panas, tahan bahan kimia.

2. Ventilasi, desain laboratorium yang baik harus memiliki ventilasi yang cukup dan memadai
dengan sirkulasi udara segar yang baik.

3. Alat Pemadam Kebakaran, mutlak dimiliki setiap laboratorium karena kebanyakan


laboratorium telah terhubung dengan arus listrik tegangan tinggi sebagai sumber energinya
terhadap alat praktikum yang digunakan didalamnya

Peningkatan Kemampuan Pekerja (Praktikan)

Memberikan pengetahuan praktis kepada pekerja tentang prosedur penggunaan alat serta prosedur
melakukan kegiatan laboratorium yang sesuai dengan penerapan keselamatan kerja.

Penanganan Kecelakaan
1. Penyediaan P3K, meskipun penerapan prosedur keselamatan kerja telah diberlakukan, bukan
tidak mungkin terjadi kecelakaan yang tidak diinginkan.

2. Pengadaan Tanda-tanda Peringatan Bahaya, mengurangi statistik kecelakaan dalam


laboratorium dengan alarm, kode tertulis seperti poster dan sebagainya.

Dalam pelaksanaan K3 laboratorium perlu memperhatikan dua hal yakni indoor dan outdoor. Baik
perhatian terhadap konstruksi gedung beserta perlengkapannya dan operasionalisasinya terhadap bahaya
kebakaran serta kode pelaksanannya maupun terhadap jaringan elektrik dan komunikasi, kualitas udara,
kualitas pencahayaan, kebisingan, tata ruang dan alat, sanitasi, psikososial, pemeliharaan maupun aspek
lain mengenai penggunaan alat laboratorium.

Sumber :

www.astaqauliyah.com/kesehatan-dan-keselamatan-kerja-perkantoran

www.chem-is-try.org/keselamatan-kerja-laboratorium/

http://rosyid-spy.blogspot.com/2009/09/keselamatan-kerja-
laboratorium.html

ALAT KESELAMATAN KERJA DI LABORATORIUM


Seiring dengan perkembangan teknologi, peralatan kerja di laboratorium sebagai
sarana research and development-pun juga semakin berkembang. Artinya kita harus
semakin hati-hati bekerja di laboratorium, termasuk selalu memperhatikan
keselamatan bagi diri kita dan orang lain yang bekerja di laboratorium. Dengan
keselamatan dan kesehatan kerja maka para pengguna diharapkan dapat melakukan
pekerjaan dengan aman dan nyaman.
Laboratorium yang baik harus dilengkapi dengan peralatan keselamatan kerja yang
memadai untuk dapat melindungi dan menjamin keselamatan pekerja.
Fasilitas alat untuk melengkapi ruang kerja di laboratorium antara lain :

Fire extinguisher
Hidrant
Eye washer
Water shower

Sedang peralatan darurat dan pendukung yang harus tersedia di laboratorium antara

lain:

1. Kotak P3K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan)


2. Tandu
3. Spill Kits
4. Pakaian pelindung and Respirators
5. Peralatan dekontaminasi
6. Disinfektan and peralatan pembersih
7. Peralatan lain (palu, obeng, tali, dll)
8. Pita demarkasi, tanda peringatan

Untuk kotak PPPK bisa dilengkapi dengan :


1. Obat luar
- Salep levertran (untuk luka bakar)
- Revanol
- Betadin
- Handyplash
2. Obat ringan
- Obat-obat anti histamin
- Norit
3. Plester Pembalut
Ukuran kecil, sedang, besar
4. Kapas, kasa steril
Ada beberapa simbol sebagai tanda peringatan dan label harus terpasang pada botol
karena sangat penting untuk untuk menghindari terjadinya kecelakaan. Contoh simbol
seperti ini :

Alat keselamatan kerja yang lain alat pelindung diri (APD) yang biasa disebut juga
dengan PPE (Personal Protective Equipment) yaitu alat yang memberikan
perlindungan terhadap bahaya yang mungkin timbul. PPE merupakan peralatan
ataupun pakaian yang didesain untuk mengendalikan resiko terhadap keselamatan dan
kesehatan di tempat kerja. PPE harus dipilih dengan seksama sesuai tingkat resiko
tempat kerja.

Berdasarkan ketentuan Balai Hiperkes, syarat-syarat Alat Pelindung Diri (APD) adalah :

1. APD harus dapat memberikan perlindungan yang kuat terhadap bahaya yang
spesifik atau bahaya yang dihadapi oleh pekerja.
2. Bobot seringan mungkin dan tidak menyebabkan rasa ketidaknyamanan yang berlebihan .
3. Alat harus dapat dipakai secara fleksibe.
4. Bentuknya harus cukup menari.
5. Alat pelindung tahan untuk pemakaian yang lama.
6. Alat tidak menimbulkan bahaya tambahan bagi pemakainya karena bentuk atau
karena salah dalam menggunakannya.
7. Sudah sesuai dengan standar yang telah ada.
8. Alat tidak membatasi gerakan dan persepsi sensoris pemakainya.
9. Suku cadang mudah didapat untuk mempermudah pemeliharaannya.

Adapun jenis resiko kecelakaan di laboratorium misalnya :

Luka goresan, injeksi, dll.


Pemaparan aerosol (biasanya diluar Biosafety Cabinet/BSC)
Tumpahan atau pecahan wadah biakan.
Kecelakaan sentrifus
Bencana alam, kebakaran dan banjir
Luka gigitan dan cakaran hewan coba

Anda mungkin juga menyukai