TINJAUAN PUSTAKA
II.1.1. Definisi
Saraf Indonesia,2011).
II.1.2. Epidemiologi
terbanyak setelah nyeri punggung bawah. Sindroma ini paling sering mengenai
populasi usia 30-60 tahun, dengan perbandingan wanita dan pria 3-5 : 1 dan lebih
dari 50% kasus terjadi secara bilateral. (Durrant dkk, 2002). Insidensi tahunan
diperkirakan 120 per 100.000 wanita dan 60 per 100.000 pria. Insidensi
puncak pada wanita adalah pada usia 45-54 tahun. (Hui dkk, 2005).
esktremitas atas yang paling sering dijumpai. Diperkirakan sekitar satu juta
prevalensinya bervariasi sekitar 0.125-1% dan 5-16%. Kondisi ini lebih sering
dilaporkan 50 tahun pada laki-laki dan 51 tahun pada wanita. Suatu studi di Inggris
melaporkan insidensi sebesar 139.4 kasus per 100.000 penduduk wanita dan 67.2
II.1.3. Anatomi
tulang-tulang karpal dan flexor retinaculum. (Durrant dkk, 2002; Yugueros 2002).
oleh empat tonjolan tulang—di proksimal oleh tulang pisiformis dan tubercle of
scaphoid dan di distal oleh hook of hamate dan tubercle of trapezium. Tendon
membentuk batas superfisial dari carpal tunnel, yang disebut ligamen karpal
merupakan istilah yang sama (sinonim) oleh berbagai penulis. (gambar 1) (Pecina
Ukuran dari terowongan ini bervariasi, dengan ukuran yang paling umum
dijumpai adalah panjang 2-5 cm dan lebar 2-3 cm. Carpal tunnel cenderung
medianus berjalan di dalam flexor retinaculum dalam carpal tunnel. Terdapat satu
pembungkus synovial yang sama untuk seluruh tendon, kecuali tendon flexor
(Yugueros 2002).
Nervus medianus berasal dari korda lateral dan medial dari pleksus
brakialis sebagai gabungan saraf yang berasal dari radiks C6 dan T1. (gambar 3).
(Kimura 2001;Preston dkk, 2002). Korda lateral, terdiri dari serabut C6,C7,
mensuplai serabut sensorik ke thenar eminence dan ibu jari (C6), jari telunjuk (C6-
Korda medial, terdiri dari C8-T1, mensuplai serabut motorik ke otot-otot median
distal pada lengan bawah dan tangan, begitu pula serabut sensorik ke bagian
lateral dari jari manis. (Freimer dkk, 2001; Preston dkk, 2002; Kimura 2001)
Dikutip dari : Kimura,J. 2001. Electrodiagnosis in Disease of Nerve and Muscle: Princpiles and
practice. Oxford University Press. New York.
cabang. (Preston dkk, 2002). Nervus medianus tidak mensarafi otot apapun pada
lengan atas. Nervus ini memasuki lengan bawah antara dua kaput pronator teres,
dimana ia mensarafi fleksor karpi radialis, palmaris longus dan flexor digitorum
superficialis. Satu cabang motorik murni, yang disebut saraf interoseus anterior,
profundus I dan II. Nervus medianus kemudian berjalan di lengan bawah, dan
thenar eminence, nervus ini berjalan melalui carpal tunnel antara pergelangan
tangan dan telapak tangan. (gambar 4) (Freimer dkk, 2001; Preston dkk, 2002;
Kimura 2001)
Dikutip dari : Kimura,J. 2001. Electrodiagnosis in Disease of Nerve and Muscle: Princpiles and
practice. Oxford University Press. New York.
Pada telapak tangan, nervus medianus terbagi menjadi divisi motorik dan
sensorik. Divisi motorik berjalan ke distal telapak tangan dan mensarafi lumbrikal I
dan II. Selain itu, terdapat cabang motorik ke thenar eminence yang menginervasi
2001;Durrant dkk, 2002; Preston dkk, 2002). Serabut sensorik dari nervus
medianus yang berjalan melalui carpal tunnel mensarafi ibu jari bagian medial, jari
telunjuk, jari tengah dan aspek lateral jari manis. (gambar 5) (Preston dkk, 2002;
Kimura 2001)
meningkatkan friksi atau gesekan antara tendon fleksor, nervus medianus dan
idiopatik. Kasus idiopatik selama ini dianggap sebagai suatu tenosynovitis ligamen
bukti adanya inflamasi sedangkan temuan yang lebih sering adalah edema,
sklerosis vaskular dan fibrosis yang paling sesuai dengan stress berulang pada
jaringan ikat. (Preston dkk, 2002). Sejumlah kondisi seperti gangguan anatomi,
dalam kanalis karpal. Setiap kanal memiliki kapasitas yang tetap; oleh sebab itu,
tiap kondisi yang memprovokasi suatu perluasan di dalam kanal akan secara
medianus. Adanya anomali kandungan (isi) dalam kanal dan posisi dari struktur
intrakanalis dalam kanalis yang lebih kecil akibat kondisi kongenital atau berbagai
sering dijumpai adalah DM, rheumatoid arthritis dan hipotiroidisme. (Luchetti 2007)
Dikutip dari : Viera,A.J. 2003. Management of carpal tunnel syndrome. American family physician.
68(2): 265-27
Seluruh jaringan yang berada dalam carpal tunnel dapat terkena penyakit
di sekitarnya yang tidak berada dalam kanalis juga dapat terkena penyakit dan
medianus. Nervus medianus juga dapat terlibat dalam suatu patologi metabolik
dengan polineuropati lebih rentan terhadap kompresi saraf. Hal ini paling sering
dijumpai pada pasien DM, yang menunjukkan gejala dan tanda CTS akibat
medianus hanya salah satu dari sekian banyak komplikasinya. Pada pasien-
pasien ini, nervus medianus sudah terlibat dalam polineuropati dan lebih rentan
menjelaskan gejala dan gangguan pada pemeriksaan konduksi saraf. Teori yang
paling luas dikenal adalah kompresi mekanik, insufisiensi mikrovaskular dan teori
kompresi nervus medianus dalam carpal tunnel. Kekurangan teori ini adalah
bahwa teori ini dapat menjelaskan konsekuensi dari kompresi saraf namun tidak
yang jelas antara deformitas sendi pergelangan tangan dengan gejala. Kompresi
(Aroori,dk 2008)
impuls saraf. Jaringan fibrosa dan scar pada akhirnya akan berkembang di dalam
saraf. Bergantung pada keparahan cedera, perubahan dalam saraf dan otot dapat
bersifat permanen. Gejala khas CTS berupa kebas, nyeri, kesemutan , bersamaan
dengan hilangnya konduksi saraf dianggap sebagai akibat iskemik pada saraf.
medianus dapat dijelaskan dengan kompresi iskemik saja dan tidak harus
menemukan kadar interleukin-6 (IL-6) dan prostaglandin E2 (PGE2) lima kali lebih
tinggi pada pasien CTS dibanding orang normal. Hal ini menunjukkan bahwa
perubahan ini disebabkan oleh perubahan oksidatif akibat cedera iskemik dan
reperfusi. Menurut teori vibrasi, gejala CTS dapat disebabkan oleh efek jangka
paparan terhadap alat genggam yang bergetar. Selain itu, penelitia pada studi
dan kimia. Menariknya, penulis juga melaporkan penelitian pada hewan yang
setelah paparan singkat terhadap alat getar. Perubahan ini pertama kali
seperti traksi, gesekan, dan tekanan berulang. Jaringan saraf merupakan struktur
anatomis mulai dari foramen vertebra ke bagian yang paling distal dari
ekstremitas. Kanal-kanal ini tidak memiliki titik tetap, oleh karena itu, jaringan saraf
bahkan dalam jumlah yang kecil sekalipun, dapat mengganggu gerakan saraf
pasif (gliding). Saat terjadi pergerakan anggota badan, jaringan saraf yang tidak
menyebabkan kompresi saraf permanen. Jenis kompresi ini sering disebut “nerve
Tingkat keparahan cedera saraf yang disebabkan oleh suatu kompresi akut
dan atau kronis bergantung pada durasi trauma kompresi tersebut. Onsetnya,
nerve trunk. Dasar patofisiologi dari kompresi akut dan kronis masih kontroversial:
baik faktor iskemik dan mekanis telah diajukan sebagai penyebab utama dari
mmHg, terjadi stasis aliran intraneural komplit dalam segmen saraf yang
Dikutip dari : Luchetti. 2007. The patophysiology of median nerve compression. In:
Luchetti,R.,Amadio,P. Carpal tunnel syndrome. Springer.Berlin.
Pada tahun 1948, Weiss dan Hiscoe melaporkan bahwa penyempitan saraf
proksimal dari lokasi cedera. Hal ini disebabkan oleh efek obstruksi pada
aksoplasma di dalam serat saraf. Secara teori, dapat dipercayai bahwa kompresi
Dikutip dari : Luchetti. 2007. The patophysiology of median nerve compression. In:
Luchetti,R.,Amadio,P. Carpal tunnel syndrome. Springer.Berlin.
intraneural segera setelah aliran darah kembali . Percobaan pada hewan telah
telah dipelajari secara eksperimental pada tingkat kompresi yang berbeda. (tabel
konduksi motorik dan sensorik total dijumpai pada tekanan lebih dari 40-50
mmHg. (tabel 6)
yang menyebaban obliterasi dengan konsekuensi iskemik dan blok konduksi total
kompresi saraf harus didefinisikan berdasarkan sifat dari cedera fungsional dan
bagian yang intak secara struktural pada serabut saraf. Jenis blok ini dapat
disebabkan oleh kompresi lokal lemah, misalnya, kompresi peroneal, seperti yang
terjadi ketika salah satu kaki disilangkan di atas yang lain. Dalam situasi ini, blok
bersifat reversibel ketika tekanan dihilangkan. Waktu yang dibutuhkan untuk ini
dalam waktu pemulihan. Batas waktu untuk iskemia yang kemudian menjadi blok
ametabolik pada cedera saraf irreversible adalah 6-8 jam. (Luchetti 2007)
II.1.5.6.2. Neuroapraxia
akson tetap utuh tanpa onset degeneratif, tetapi konduksi di sepanjang daerah
kompresi pulih setelah beberapa minggu atau bulan. Istilah ini diperkenalkan oleh
dengan kerusakan lokal pada mielin pada nodus Ranvier. Blok ini menetap
sampai cedera mielin telah sembuh. Ini merupakan suatu proses yang biasanya
memakan waktu beberapa minggu ke bulan. Seperti yang awalnya diamati oleh
II.1.5.6.3. Axonotmesis
endoneurial tetap utuh. Cedera berhubungan dengan kompresi yang lebih berat
perifer. Pertumbuhan akson dipandu oleh tabung yang asli; prognosisnya baik
II.1.5.6.4. Neurotmesis
atau benar-benar rusak total akibat fibrosis dan tidak lagi dapat mengalami
transmisi impuls merupakan dasar klinis terjadinya gejala dan tanda klinis.
keterlibatan baik faktor etiologi, maupun patofisiologi. Tahap awal CTS ditandai
dengan parestesi pada malam hari, dan ini didasarkan pada insufisiensi
carpal tunnel di malam hari. Peningkatan bertahap pada tekanan cairan jaringan
mencerminkan redistribusi cairan tubuh pada posisi horizontal, dan fleksi palmar
tekanan vaskular pada malam hari, yang berhubungan dengan ritme sirkadian,
reversibel bila posisi pergelangan tangan, otot, dan postur tubuh menjadi normal
dekompresi masih bisa reversibel jika terjadi bersamaan dengan pemulihan aliran
interneural dan edema ini kemudian dihilangkan dari daerah tersebut. Cedera
fokal dari komponen serabut saraf terjadi pada tahap ini dengan cedera pada
selubung mielin yang disebabkan oleh tekanan dan iskemia saraf sekunder.
diri dan fungsi serabut saraf dapat kembali normal setelah beberapa bulan sejak
saat dekompresi. Suatu edema jangka panjang dapat disertai oleh fibroblast dan
berubah menjadi fibrosis. Dalam situasi ini, beberapa serabut dapat terlibat hanya
kerusakan yang lebih besar (neuroapraxia) sementara yang lain dapat berakhir
jangka waktu yang sangat bervariasi untuk pemulihan fungsional dan tergantung
lebih lambat (bulan atau tahun). Pada beberapa kasus, pemulihan fungsional tidak
CTS adalah peningkatan tekanan cairan interstisial dalam terowongan karpal dan
suatu kurva dose-response dari jumlah dan durasi tekanan cairan interstisial dan
dapat reversibel hingga ke suatu titik, dengan terapi fisik atau dekompresi bedah.
Berbagai faktor intrinsik, ekstrinsik, atau "idiopatik" baik secara individu atau
II.1.5.7.1.Faktor anatomi
Pasien CTS cenderung memiliki carpal tunnel yang lebih kecil daripada normal.
Rasio dari isi terowongan karpal dengan volumenya berkurang seiring dengan
pergelangan tangan menjadi lebih kecil. Hal ini dapat menjelaskan sediikt tentang
lumbrikalis yang normal, dan terutama hipertrofik, yang dapat dijumpai pada
pekerja, lebih lanjut mengurangi volume carpal tunnel dengan fleksi jari. (Freeland
dkk, 2007)
tekanan terowongan karpal. Pemberian tekanan atau getaran dari luar ke telapak
mekanis ini dapat menyebabkan stasis vena di terowongan karpal, yang pada
gilirannya dapat menyebabkan iskemia pada sel endotel di tingkat kapiler dan
diikuti oleh aktivitas fibroblas dan pembentukan scar di dan sekitar saraf. Suatu
glikosamin glikan dan hyaluronan pada jaringan yang berubah. (Freeland dkk,
2007)
(ROIs) adalah molekul bioaktif baik dalam keadaan fisiologis dan patologis.
yang sangat rendah dan tidak beracun telah terbukti dapat memodulasi dan
mempengaruhi beberapa fungsi sel termasuk transduksi sinyal, ekspresi gen, dan
proliferasi sel. Iskemik lokal intermiten dan reperfusi selama periode pemulihan
membran sel. Hal ini menyebabkan pembentukan suatu campuran kompleks dari
rantai yang berbeda. Molekul-molekul aldehida ini merupakan mediator utama dari
efek seluler toksik yang ditimbulkan oleh stres oksidatif. Dengan berlanjutnya
menjadi kewalahan dan cedera seluler terjadi. Jaringan saraf yang bermielin,
merupakan sumber yang kaya lipid, merupakan target dominan untuk peroksidasi
lipid yang dimediasi radikal bebas dan lebih berat mnegalami kerusakan akibat
kompresi dibandingkan serabut saraf yang tidak bermielin. (Freeland dkk, 2007)
kontribusi terhadap timbulnya rasa nyeri yang dialami oleh pasien CTS. Studi
Jumlah PGE2 dalam tenosynovium pasien CTS telah dilaporkan meningkat empat
regenerasi, dan degenerasi dari neuron pada sistem saraf perifer dan sentral,
neural dan sinovial juga dapat memberikan kontribusi pada produksi sitokin.
motorik dan sensorik dan beberapa jaringan ikat dan menginduksi proliferasi
fibroblas synovial jika berikatan dengan reseptor IL-6. Kadar IL-6 serum secara
statistik tidak berbeda antara pasien CTS dan kontrol, meskipun kadar IL6
tenosynovial kali lebih tinggi pada kelompok pasien CTS. Data ini menunjukkan
bahwa IL-6 mungkin memainkan peran lokal pada patofisiologi CTS. (Freeland
dkk, 2007)
Carpal tunnel syndrome dapat muncul dengan berbagai gejala dan tanda.
Wanita lebih sering terkena dibanding pria. Walaupun biasanya bilateral, tangan
yang dominan biasanya lebih berat terkena, terutama pada kasus-kasus idiopatik.
(Preston 2002). Gejala CTS bervariasi sesuai dengan keparahan penyakit. Pada
sensorik dari nervus medianus. Gejala yang paling sering adalah nyeri yang
disertai kebas dan kesemutan pada daerah distribusi nervus medianus distal dari
pergelangan tangan. Daerah yang terlibat biasanya adalah ibu jari, jari telunjuk
dan jari tengah, dan sisi radial dari jari manis. (Pecina dkk, 2001; Preston 2002;
Aroori dkk, 2008). Pasien mengeluhkan nyeri pada pergelangan tangan dan
lengan yang berkaitan dengan parestesi pada tangan. Nyeri dapat terlokalisir pada
pergelangan tangan, atau dapat menjalar ke lengan bawah, lengan atau yang
ekstensi pergelangan tangan. Paling umum dijumpai, hal ini terjadi saat
mengalami peningkatan intensitas rasa kebas, tingling dan disestesia pada malam
hari, dan dapat terbangun dari itidur. Fenomena ini dikenal dengan brachialgia
paresthetica nocturna. (Durrant dkk, 2002). Saat tidur, fleksi atau ekstensi
Gambaran klinis CTS awal atau ringan biasanya hanya berupa gangguan
sensorik, namun pada kasus-kasus yang lebih berat sering melibatkan kelemahan
pasien yang awalnya muncul dengan hipotrofi atau atrofi tenar. (Pecina dkk, 2001)
Nyeri merupakan keluhan yang sering dijumpai pada pasien CTS, yang
biasanya disertai rasa kebas dan kesemutan pada daerah distribusi nervus
medianus distal dari pergelangan tangan. Daerah yang terlibat biasanya adalah
ibu jari, jari telunjuk dan jari tengah, dan sisi radial dari jari manis. (Pecina dkk,
2001; Preston 2002; Aroori dkk, 2008). Nyeri dapat terlokalisir pada pergelangan
tangan, atau dapat menjalar ke lengan bawah, lengan atau yang lebih jarang, ke
CTS. Studi dari Nunez dkk, (2010) menemukan bahwa faktor psikososial lebih
intensitas nyeri pada pasien CTS. Illness behavior (seperti depresi dan strategi
salah satu faktor yang berperan dalam disabilitas kronik pada pasien CTS.
akurat, yang mencakup evaluasi nyeri, gejala, status fungsional dan riwayat klinis
pasien dewasa dengan fungsi kognitif yang intak adalah visual analogue scale
(VAS), numerical rating scale (NRS), verbal descriptor scale (VDS). Visual
“no pain (tidak nyeri)” dan ujung “worst imaginable pain” (nyeri yang paling berat),
dimana pasien diminta untuk memberi tanda pada garis yang paling mewakili
persepsi mereka tentang intensitas nyeri yang sedang dirasakan atau dalam 2
minggu terakhir. Jarak antara tanda yang diberi pasien diukur dari pangkal untuk
‘berat’, atau diberikan angka di sepanjang garis sebagai pemandu, dan ini disebut
divalidasi secara ekstensif dan dianggap sebagai salah satu instrumen terbaik
II.1.8.1. Anamnesis
Carpal tunnel syndrome paling sering muncul dengan keluhan nyeri, rasa
kebas, kesemutan, rasa terbakar atau kombinasi dari hal ini pada aspek palmar
dari ibu jari, jari telunjuk, jari tengah dan aspek radial dari jari manis. (Katz 2002).
Gejala subjektif yang paling umum adalah "nocturnal acroparesthesia" yang terdiri
dari rasa kesemutan yang disertai nyeri dan bahkan dapat mengganggu tidur.
sering dipicu oleh posisi tertentu atau kegiatan tertentu seperti tindakan menjahit,
mengemudi, memegang telepon atau buku. (Ceruso dkk, 2007) Carpal tunnel
syndrome lebih sering dijumpai pada perempuan. Meskipun demikian, CTS juga
dapat dijumpai pada laki-laki dan pada semua usia. Perlu ditanyakan ada
tidaknya trauma pada pergelangan tangan atau trauma proksimal sepanjang jalur
saraf atau akar-akarnya. Riwayat penyakit terdahulu dan sekarang yang menyertai
(misalnya, penyakit endokrin atau metabolik seperti diabetes atau gangguan tiroid,
Tes objektif dilakukan berdasarkan tes provokasi dan pada evaluasi defisit
pergelangan tangan. (Ceruso dkk, 2007). Sejumlah tes telah dikembangkan untuk
medianus pada lipatan pergelangan tangan. Timbulnya rasa kesemutan atau nyeri
pada jari yang dipersarafi nervus medianus merupakan tanda yang positif. Tinel
menemukan tanda ini pada tahun 1915 dan menyatakan bahwa sensasi
kesemutan terjadi bila saraf yang cedera diketuk di bagian proksimal nya dan
menduga bahwa ini adalah tanda degenerasi aksonal. Tanda tinel menunjukkan
sensitivitas 23-67% dan spesifisitas 55-100%. (Aroori dkk, 2008; Ceruso dkk,
ligamen karpal transversal dan tendon fleksor pada carpal tunnel, menyebabkan
parestesi pada distribusi nervus medianus. Tes ini dianggap positif jika dijumpai
parestesi dalam waktu kurang dari satu menit. (Aroori dkk, 2008; Ceruso dkk,
nervus medianus, dijelaskan oleh Durkan. Tes ini dianggap spesifik untuk
ketika dokter memberikan tekanan dengan ibu jari pada carpal tunnel selama
hingga di atas tekanan sistolik selama satu menit atau lebih. Nervus medianus
yang mengalami komrpesi dan iritasi dianggap lebih rentan terhadap iskemik jika
normal juga dapat mengalami gejala yang serupa dan sulit untuk dievaluasi,
terutama pada kasus CTS ringan. Tes ini memiliki sensitivitas antara 21-52%
Fungsi otot yang paling mudah untuk diuji adalah otot abductor pollicis
brevis. Pasien diminta untuk menempatkan ibu jari tegak lurus terhadap telapak
tangan dan melawan tekanan yang diberikan dengan arah aduksi pada falang
distal. Muskulus opponens pollicis diuji dengan meminta pasien untuk menyatukan
ujung ibu jarinya dengan ujung jari kelima. Saat pemeriksa mencoba untuk
membuka posisi ini, pasien diminta untuk menahan. Selanjutnya, hipotrofi atau
atrofi dari otot tenar juga harus diperiksa; derajat atrofi, pada kenyataannya,
keparahan lesi (derajat axonal loss, kontinuitas akson), begitu pula perjalanan lesi
neurofisiologis pada pasien dengan gejala dan tanda klinis CTS adalah untuk
KHS sensorik dan motorik nervus medianus dan segmen saraf lainnya dan
terkena dibanding komponen motorik dan pada CTS tahap awal biasanya dijumpai
emas uji diagnostik dengan sensitivitas antara 49-84% dan sepsifisitas 95-99%.
pada nervus medianus, ekstremitas yang terkena harus dibandingkan dengan sisi
yang tidak terkena dan dengan saraf yang lain pada tangan yang sama, biasanya
aksi yang pertama terkena pada CTS.Teknik yang bermanfaat adalah untuk
pada jari telunjuk ke tengah telapak tangan dan 7 cm dari sini ke carpal tunnel
masing-masing, namun secara umum KHS kurang dari 44 meter/detik pada carpal
dengan nilai SNAPs ulnar pada sisi yang sama. Perbedaan latensi lebih dari 0.5
terkena dapat menunjukkan suatu lesi aksonal dari nervus medianus atau blok
konduksi di sepanjang carpal tunnel (jika amplitudo proksimal kurang dari 50%
(dibandingkan dengan amplitudo sensorik medianus pada sisi yang tidak terkena)
parameter yang penting dalam menilai keterlibatan serabut motorik pada CTS.
Seperti halnya pemeriksaan sensorik, jarak dari elektroda aktif ke tempat stimulasi
Dengan jarak ini, suatu latensi lebih dari 4.2 ms biasanya menunjukkan CTS.
Nervus ulnaris juga harrus diperiksa untuk memastikan tidak ada neuropati motrik
general. Perbedaan latensi distal antara nervus medianus dan ulnaris yang lebih
dari 1 ms juga menunjukkan CTS. Penurunan amplitudo pada sisi yang terkena
dapat menunjukkan suatu lesi aksonal dari nervus medianus (tidak spesifik di
2004).
Pemeriksaan hendaknya meliouti otot APB. Jika dijumpai aktivitas spontan pada
otot ini, otot-otot lain harus diperiksa untuk memastikan diagnosis, (Weiss 2004)
Aktivitas spontan sebagai akibat denervasi dapat terlihat pada pemeriksaan otot
APB.Temuan ini biasanya terlihat pada tahap lanjut. (Durrant dkk, 2002)
adanya polineuropati
medianus : 0.4 ms
2. EMG jarum
Pemeriksaan pada otot-otot distal (APB) dan beberapa otot proksimal. Otot-
otot proksimal yang mudah diperiksa adalah m. pronator teres, fleksor polisis
sensoris); sedang (DL sensoris dan DL motoris memanjang); berat (DL sensoris
CMAP); dan sangat berat (hilangnya respon sensoris dan motoris dengan ada
atau tidaknya respon lumbrikal). Grade 1 dan 2 termasuk CTS ringan, grade 3 dan
4 termasuk CTS sedang dan grade 5 dan 6 termasuk CTS berat. (Bulut dkk, 2011)
II.1.9. Penatalaksanaan
bedah. Metode non-bedah efektif pada pasien dengan CTS ringan-sedang, dan
diindikasikan pada pasien tanpa kelemahan otot dan atrofi, tidak ada denervasi
tangan, terapi ultrasonik, terapi laser, steroid oral, obat anti inflamasi non steroid
(OAINS), vitamin B6 oral, injeksi lokal kortikosteroid dan sebagainya. (Aroori dkk,
2008; Brault dkk, 2007; Preston dkk, 2002; Viera 2003). Efektivitas injeksi
terdapat perbedaan secara statistik pada keparahan klinis antara kedua grup.
dan 8 minggu dengan symptom severity scale, VAS, tes Tinel’s dan Phalen’s.
pada hampir semua pasien dengan CTS sedang-berat. Dua tipe pendekatan
bedah adalah : open dan endoscopic release. (Aroori dkk, 2008; Preston 2002;
Viera 2003)
II.2.1. Definisi
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
II.2.2. Klasifikasi
Indonesia, 2011)
II.2.3. Diagnosis
Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan
1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >
klasik
toleransi glukosa oral sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek
baik, apabila kadar glukosa darah mencapai kadar yang diharapkan serta kadar
lipid dan A1C juga mencapai kadar yang diharapkan. Kriteria keberhasilan
Indonesia,2011)
Dikutip dari : Konsensus Pengelolaan dan pencegaha diabetes meliltus tipe 2 di Indonesia. 2006.
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia.
Carpal tunnel syndrome dijumpai pada sekitar 20% pasien DM. Hubungan
dengan kerusakan pada pembuluh darah dan saraf; akumulasi kolagen pada kulit
2001). Pasien dengan DM lebih sering terkena CTS. Hal ini mungkin disebabkan
oleh saraf yang telah mengalami neuropati menjadi lebih rentan terhadap
kompresi dan pada pasien DM juga lebih sering diumpai abnormalitas tendon.
Ada dua jenis kerusakan, yaitu pertama adalah saraf yang terjepit pada
tempat di mana mereka harus melewati suatu terowongan ketat atau di atas suatu
tonjolan tulang. Sistem saraf penderita diabetes lebih cenderung terkena lesi
maupun kompresi saraf. Sedang jenis yang kedua adalah kerusakan muncul
karena adanya penyakit pembuluh darah yang disebabkan oleh diabetes sehingga
pasti, namun terdapat beberapa teori yang menjelaskannya. Teori pertama adalah
Brownlee,2005; Sjahrir,2006)
Dikutip dari : Brownlee,M. 2005. The pathobiology of diabetic complications. A unifying mechanism.
Diabetes. 54 :1615-1625
merusak sel, seperti sel endotel dan mesangial, dimana kecepatan pengangkutan
glukosa tidak merosot dengan cepat seperti hal nya hasil peningkatan kadar gula,
hal ini mendorong ke arah penumpukan glukosa yang tinggi di dalam sel.
sangat rendah pada penderita DM, sel darah merah penderita DM cenderung
untuk menjadi rapuuh dan tidak mampu untuk diubah bentuk. Kosekuensinya
kapiler yang kecil. Dengan demikian, jika pembuuh darah mikro di dalam sistem
saraf tidak bisa menerima oksigen, maka kemudian sel saraf akan mati. Secara
fisik, inilah persisnya yang terjadi dengan neuropati. Hasilnya adalah endoneural
(Bansal 2006)
metabolisme dari hiperglikemia kronis dan efek iskemia dari saraf perifer.
rate-limiting enzim di dalam jalur ini. Aldose reductase yang secara normal
non-aktif, tetapi ketika konsentrasi glukosa di dalam sel terlalu tinggi, aldose
terhadap stres oksidatif intraseluler. (Bansal 2006; Brownlee 2005; Sjahrir 2006).
Dikutip dari : Dikutip dari : Brownlee,M. 2005. The pathobiology of diabetic complications. A
unifying mechanism. Diabetes. 54 :1615-1625
yang disebut diacylglycerol (DAG), yaitu suatu critical activating co factor untuk
isoform protein kinase C, β,δ, dan α. Protein kinase C juga diaktifkan oleh stres
gangguan sintesis nitric oxyde (NOs) dan perubahan aliran darah (gambar 9).
fructose-6 fosfat dan seterusnya ke akhir dari glycolytic pathway. Namun begitu,
dan threonin dari faktor transkripsi, seperti halnya proses fosforilasi pada
perubahan patologis pada ekspresi gen (gambar 10) Peningkatan modifikasi dari
Dikutip dari : Brownlee,M. 2005. The pathobiology of diabetic complications. A unifying mechanism.
Diabetes. 54 :1615-1625
Pada studi eksperimental lain, terlihat bahwa jika cedera metabolik transpor
aksonal sudah ada, misalnya, pada tikus dengan diabetes yang diinduksi oleh
kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa saraf pada hewan dengan diabetes
lebih rentan terhadap kompresi dibandingkan dengan saraf pada hewan yang
sehat. (Luchetti 2007) Suatu studi yang membandingkan outcome tindakan carpal
tunnel release pada pasien diabetik dengan tanpa diabetik menunjukkan bahwa
derajat pemulihan lebih buruk dan lebih lambat pada pasien dengan dibetes. Studi
ini menyimpulkan bahwa terdapat faktor penting lain selain kompresi pada
II.4. METHYLCOBALAMIN
bentuk aktif vitamin B12 yang memiliki kemampuan untuk memulai regenerasi
saraf tanpa efek yang tidak diinginkan. Hal ini disebabkan oleh karena ia
kimia pada jaringan saraf dan otak. Methylcobalamin merupakan kofaktor pada
enzim methionin synthase yang berfungsi untuk mentransfer gugus metil untuk
1997).
produksi materi genetik, yaitu DNA dan RNA, fungsi susunan saraf, dalam hal
sebagai ‘donor metil’. Suatu donor metil adalah segala zat yang dapat mentransfer
suatu gugus metil (atom karbon yang melekat ke tiga atom hidrogen) ke zat lain.
Proses ini dikenal sebagai metilasi dan diperlukan dalam berbagai fungsi biokimia
seperti metabolisme energi, fungsi imun, dan fungsi saraf. (Bachmann,2001; Ide
adekuat, yang akan digunakan tubuh untuk memperbaiki defisit neurolgis. (Ide
cobalt sebagai ion sentral pada suatu cincin corrin, yang disebut juga sebagai
koenzim . Suatu bagian dari molekulnya dikenal sebagai inti corrin yang mengikat
atom kobalt, analog dengan heme pada hemoglobin yang mengikat atom ferrum.
Inti corrin bersama atom lain membentuk cobalamin yang merupakan bagian dari
vitamin B12. Terdapat berbagai bentuk cobalamin tergantung gugus yang terikat
cyanide, yaitu cyanocobalamin (CNCbl) merupakan bentuk yang relatif stabil dan
tampaknya tidak memiliki fungsi fisiologis sendiri. Derivatif vitamin B12 yang
penting adalah bentuk koenzim organometalik yang lebih labil secara kimia, yaitu
Eisai,Co Ltd,2007).
kemampuan untuk mengubah cobalamin menjadi salah satu bentuk aktif tadi.
Cyanocobalamin (molekul sianida terikat pada B12) adalah bentuk tersering yang
dijumpai pada suplemen makanan karena mempunyai struktur yang paling stabil.
Dalam tubuh cyanocobalamin akan diubah menjadi salah satu bentuk cobalamin
aktif. (Meliala,2008)
II.4.2. Farmakokinetik
setelah pemberian methylcobalamin dosis kecil secara oral serupa dengan setelah
sama, menunjukkan retensi jaringan yang lebih besar. Dosis untuk penggunaan
klinis adalah 1500-6000 mcg. Tidak dijumpai manfaat terapeutik dengan dosis
tinggi dan tidak ada toksisitas yang diketahui. (Bachmann, 2001;Kelly 1997)
cerna. Setelah pemberian dosis tunggal 1500 mcg kepada seorang dewasa sehat
konsentrasi maksimum 255 pg/mL akan dicapai dalam 3,6 jam. Setelah
pemberian intravena dengan dosis 500 mcg/hari selama 10 hari, total konsentrasi
serum meningkat dari 3,9 1,2 ng/mL setelah 24 jam dan 6,8 1,5 ng/mL setelah
Waktu paruh serum setelah pemberian dosis tunggal 1500 mcg adalah 12,5 jam.
(Meliala, 2008)
Setelah pemberian dosis tunggal secara oral pada individu dewasa yang
sehat dengan dosis 120 mcg dan 1500 mcg saat puasa, kadar puncak vitamin
B12 dalam serum dicapai setelah 3 jam untuk kedua dosis dan ini bersifat dose-
dependent. Empat puluh hingga 80 % dari jumlah total vitamin B12 yang
dieksresikan di urin dalam 24 jam pertama setelah pemberian terjadi dalam 8 jam
selama 12 minggu berturut-turut dan perubahan pada konsentrasi B12 total pada
dalam 4 minggu pertama setelah pemberian hingga dua kali dibanding kadar
namun tetap lebih tinggi 1.8 kali dibanding 4 minggu setelah pemberian terakhir.
oral dosis tunggal 3000 mcg kadar serum cobalamin meningkat 150 sampai 160%
setelah 3 jam pemberian dan selanjutnya menurun secara gradual. Tidak ada
Eksresi urin sampai 8 jam setelah pemberian berkisar antara 1,3 sampa 1,9 mcg.
Pemberian cobalamin dalam dosis tinggi sebagian akan diabsorbsi dalam bentuk
tak terkonjugasi dan sebagian diekskresi dalam urin. Pemberian cobalamin oral
sebanyak dua kali lipat dibanding kontrol. Dua belas minggu setelah pemberian
urin meningkat dengan jelas. Kadar serum dan urin meningkat 15 kali dalam 4
II.4.3. Farmakodinamik
berfungsi dalam reaksi transfer metil untuk regenerasi metionin dari homosistein.
Dikutip dari : Krautler,B. B12 oenzymes, the central theme. In: Krautler,B., Arigoni,D., Golding,B.T.
1998. Vitamin B12 and B12 proteins. Wiley. New York.
artinya methylcobalamin dapat langsung dipakai oleh tubuh dalam reaksi kimiawi
transpor lebih baik dalam organel sel saraf dibanding cyanocobalamin. Secara
lamanya waktu yang dibutuhkan untuk timbulnya sensibilitas pada kelompok yang
menerima injeksi methylcobalamin dosis 3000 mcg/hari (39 jari), 1500 mcg/hari
(28 jari) dan kelompok kontrol tanpa injeksi methylcobalamin B12 (30 jari). Waktu
minggu pada kelompok yang 3000 mcg/hari dibanding kelompok 1500 mcg/hari.
nervus peronealis kelinci percobaan yang dipotong dan dijahit kemudian diberi
Penelitian ini menemukan bahwa rerata KHS pada kelompok yang diberi
indikator regenerasi selubung mielin juga lebih tebal pada kelompok yang diberi
methylcobalamin, demikian juga dengan rerata transpor aksonal yang lebih cepat.
tingkat regenerasi saraf pada tikus dengan neuropati akrilamid, dengan mengukur
CMAP setelah stimulasi nervus tibialis sebagai indeks jumlah serabut saraf
dosis rendah (50 mcg/kgBB), dan kelompok yang mendapat salin sebagai kontrol.
pasien dengan neuropati perifer. Sato dkk (2005) melakukan penelitian pada 67
pasien CTS dengan stroke yang diberikan methylcobalamin dan 68 pasien CTS
dengan stroke yang tidak diterapi dan 50 kontrol menemukan rerata nilai KHS
methylcobalamin sebesar 54.8 5.4 m/s dan KHS motoris medianus 51.9 4.3
m/s pada sisi yang non paretik. Nilai ini secara signifikan lebih rendah dibanding
sisi yang paretik dan kontrol. Nilai DL motoris medianus pada subjek CTS dengan
stroke pada sisi yang non paretik sebesar 4.9 1.2 ms dimana nilai ini lebih besar
dibanding nilai pada sisi yang non paretik atau pada kontrol.
saraf belum diketahui dengan pasti. Studi dari Kuwabara dkk (1999) melaporkan
menyusun 94% serabut pada saraf medianus dan merupakan serabut yang paling
awal tekena akibat kompresi pada carpal tunnel. Oleh sebab itu, perbaikan pada
metil pada metabolisme DNA dan kadar methylcobalamin yang tinggi dapat
selubung mielin yang melapisi akson dan untuk metabolisme DNA untuk
Sebagian penderita dengan lesi saraf tepi seperti misalnya pada neuropati
nyeri. Nyeri yang terjadi akibat lesi ini dinamakan nyeri neuropatik. Lesi susunan
membran. Akibat lesi ini akan tumbuh tunas-tunas baru (sprouting) yang berupaya
mencapai organ target. Tunas yang tidak dapat mencapai organ target akan
ion natrium dan saluran ion lainnya yang akan menyebabkan munculnya ectopic
500 μg tiga kali sehari selama 8 minggu dan 14 pasien diterapi dengan
terutama terhadap gangguan sensorik dan hipotensi ortostatik pada akhir masa
diabetik membagi subjek menjadi dua kelompok, dimana kelompok pertama (10
melalui injeksi IV, sedangkan kelompok kedua (22 pasien) diberikan 1500 unit
methylcobalamin per oral dalam tiga dosis terbagi selama 6 bulan. Terdapat
perbaikan yang signifikan pada skor keluhan parestesia, nyeri dan skor klinis total
intramuskular tiga kali seminggu selama 4 minggu kemudian diikuti dengan 500 μg
per oral tiga kali sehari selama 8 minggu, dan 46 pasien (23 laki-laki dan 23
perempuan) diberikan terapi vitamin B12 dengan cara yang sama. Setelah terapi 3
bulan, lebih dari separuh pasien pada kelompok yang diberi methylcobalamin
73%, sedangkan pada kelompok kontrol dijumpai sebesar 36%. (Li, dkk 1999).
diabetik dan uremik pada pasien yang menjalani hemodialisis kronik. Sembilan
postherpetik, pengurangan nyeri terjadi dalam kurun waktu rerata 3.2 minggu
nyeri pada 14 dari 26 pasien (53.8%), neuralgia trigeminal dan 9 dari 14 (64.3%)
Fuji dkk (1987) (cited in Meliala, 2008) melakukan penelitian pada 76 kasus
diberikan kombinasi methylcobalamin 1500 μg/hari dan eperison HCl 150 mg/hari
dan didapatkan bahwa dengan pemberian kombinasi terapi obat tersebut pasien-
Nemoto dkk (1987) (cited in Meliala, 2008) melakukan penelitian pada 19 kasus
kali seminggu dapat memperbaiki gejala berupa nyeri spontan, nyeri saat
(Meliala,2008)
Peningkatan tekanan
Gangguan Metabolisme pada carpal tunnel
Kim,2001, Fitzgibbons,2008 : Glikosilasi jaringan
ikat akumulasi kolagen pada kulit dan struktur
periartikuler Penebalan lig carpal transversal dan
jaringan peritendinosa
Brownlee,2005;Sjahrir,2006:
peningkatan endoneural Kompresi nervus medianus
resistance terhadap
hiperglikemia dan penurunan (Carpal Tunnel Syndrome)
kadar PGI2 hipoksia
endoneural
Methylcobalamin
Mikrovaskular Gangguan Yamatsu,1976 : inhibisi
Intraneural Transpor Aksonal degenerasi Wallerian,
memicu regenerasi
neuron
Luchetti,2007”
Luchetti,2007: Akumulasi Leskowicz,1991;
Perlambatan aliran
venula epineurium protein Blok proksimal metilasi DNA de novo
terhadap kompresi Inhibisi
Penurunan aliran kapiler
endoneurium Stasis transpor aksonal Blok
parsial/total
aliran intraneural
METHYLCOBALAMIN
CARPAL TUNNEL
SYNDROME