Anda di halaman 1dari 12

BAB 2

RESUSITASI JANTUNG DAN PARU


Ns. Muhamad Adam, S.Kp, M.Kep.

B
asic life support atau bantuan hidup dasar (BHD) sudah sering diperkenalkan
dalam situasi kegawatdaruratan. Dalam perkembangannya, metode BHD selalu
mengalami penyempurnaan. BHD sangat bermanfaat bagi penyelamatan
kehidupan mengingat dengan pemberian sirkulasi dan napas buatan secara sederhana,
BHD memberikan asupan oksigen dan sirkulasi darah ke sistem tubuh terutama organ
yang sangat vital dan sensitif terhadap kekurangan oksigen seperti otak dan jantung.
Berhentinya sirkulasi beberapa detik sampai beberapa menit, asupan oksigen ke dalam
otak terhenti, terjadi hipoksia otak yang yang mengakibatkan kemampuan koordinasi otak
untuk menggerakkan organ otonom menjadi terganggu, seperti gerakan denyut jantung
dan pernapasan.

Penyelamatan ini akan sangat bermanfaat jika dilakukan sesegera mungkin dan sebaik
mungkin. Lebih baik ditolong, walupun tidak sempurna daripada dibiarkan tanpa
pertolongan. Pada saat henti napas, kandungan oksigen dalam darah masih tersedia
sedikit, jantung masih mampu mensirkulasikannya ke dalam organ penting, terutama
otak, jika pada situasi diberi bantuan pernapasan, kebutuhan jantung akan oksigen untuk
metabolisme tersedia dan henti jantung dapat dicegah.

Keterlambatan BHD Peluang Keberhasilan (Hidup)


1 menit 98 dari 100 korban
3 menit 50 dari 100 korban
10 menit 1 dari 100 korban

Kasus-kasus penyebab terjadinya henti jantung dan henti napas dapat terjadi kapan saja,
dimana saja dan pada siapa saja. Contoh kasusnya antara lain adalah tenggelam, stroke,
obstruksi jalan napas, menghirup asap, kercunan obat, tersengat listrik, tercekik, trauma,
MCI (myocardial infarction) atau gagal jantung, dan masih banyak lagi. Kondisi diatas,
ditandai dengan tidak terabanya denyut nadi karotis dan tidak adanya gerakan napas
dada.

Ketika American Heart Assocation (AHA) menetapkan pedoman resusitasi yang pertama
kali pada tahun 1966, resusitasi jantung paru (RJP) awalnya A-B-C yaitu membuka jalan
nafas korban (Airway), memberikan bantuan napas (Breathing) dan kemudian
memberikan kompresi dinding dada (Circulation). Namun, sekuensinya berdampak pada
penundaan bermakna (kira-kira 30 detik) untuk memberikan kompresi dinding dada yang
dibutuhkan untuk mempertahankan sirkulasi darah yang kaya oksigen.

Dalam 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation


and Emergency Cardiovascular Care, AHA menekankan fokus bantuan hidup dasar pada:

1. Pengenalan segera pada henti jantung yang terjadi tiba-tiba (immediate recognition
of sudden cardiac arrest [SCA])
2. Aktivasi sistem respons gawat darurat (activation of emergency response system)
3. Resusitasi jantung paru sedini mungkin (early cardiopulmonary resuscitation)

HIPGABI Himpunan Perawat Gawat Darurat dan Bencana Indonesia 17


RESUSITASI JANTUNG DAN PARU BAB 2

4. Segera didefibrilasi jika diindikasikan (rapid defibrilation if indicated)

Dalam AHA Guidelines 2010 ini, AHA mengatur ulang langkah-langkah RJP dari A-B-C
menjadi C-A-B pada dewasa dan anak, sehingga memungkinkan setiap penolong
memulai kompresi dada dengan segera. Sejak tahun 2008, AHA telah
merekomendasikan bagi penolong tidak terlatih (awam) yang sendirian melakukan Hands
Only CPR atau RJP tanpa memberikan bantuan napas pada korban dewasa yang tiba-
tiba kolaps.

Setiap orang dapat menjadi penolong pada korban yang tiba-tiba mengalami henti
jantung. Keterampilan RJP dan penerapannya bergantung pada pelatihan yang pernah
dijalani, pengalaman dan kepercayadirian penolong. Kompresi dada merupakan fondasi
RJP sehingga setiap penolong baik terlatih maupun tidak, harus mampu memberikan
kompresi dada pada setiap korban henti jantung. Karena pentingnya, kompresi dada
harus menjadi tindakan prioritas pertama setiap korban dengan usia berapapun.
Penolong yang terlatih, harus memberikan kompresi dada yang dikombinasikan dengan
ventilasi (napas bantuan). Sedangkan penolong yang telah sangat terlatih diharapkan
bekerja secara bersama-sama dalam bentuk tim dalam memberikan ventilasi dan
kompresi dada.

Pedoman baru ini juga berisi rekomendasi lain yang didasarkan pada bukti yang telah
dipublikasikan, yaitu:
- Pengenalan segera henti jantung tiba-tiba (suddent cardiact arrest) didasarkan pada
pemeriksaan kondisi unresponsive dan tidak adanya napas normal (seperti, korban
tidak bernapas atau hanya gasping/terengah-engah). Penolong tidak boleh
menghabiskan waktu lebih dari 10 detik untuk melakukan pemeriksaan nadi. Jika nadi
tidak dapat dipastikan dalam 10 detik, maka dianggap tidak ada nadi dan RJP harus
dimulai atau memakai AED (automatic external defibrilator) jika tersedia.
- Perubahan pada RJP ini berlaku pada korban dewasa, anak dan bayi tapi tidak pada
bayi baru lahir.
- Look, Listen and Feel" telah dihilangkan dari algoritme bantuan hidup dasar.
- Jumlah kompresi dada setidaknya 100 kali per menit
- Penolong terus melakukan RJP hingga terjadi return of spontaneous circulation
(ROSC)
- Kedalaman kompresi untuk korban dewasa telah diubah dari 1 - 2 inchi menjadi
sedikitnya 2 inchi (5 cm)
- Peningkatan fokus untuk memastikan bahwa RJP diberikan dengan high-quality
didasarkan pada :
o Kecepatan dan kedalaman kompresi diberikan dengan adekuat dan
memungkinkan full chest recoil antara kompresi

HIPGABI Himpunan Perawat Gawat Darurat dan Bencana Indonesia 18


RESUSITASI JANTUNG DAN PARU BAB 2

o Meminimalkan interupsi saat memberikan kompresi dada


o Menghindari pemberian ventilasi yang berlebihan

Tujuan dari BHD adalah:

1. Mencegah berhentinya sirkulasi darah atau berhentinya pernapasan


2. Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi (melalui kompresi dada) dan
ventilasi (melalui bantuan napas penolong) dari pasien yang mengalami henti jantung
atau henti napas melalui rangkaian kegiatan Resusitasi Jantung Paru (RJP).

A. RANGKAIAN (SEKUENS) BANTUAN HIDUP DASAR

Rangkaian bantuan hidup dasar pada dasarnya dinamis, namun sebaiknya tidak ada
langkah yang terlewatkan untuk hasil yang optimal. Berikut ini adalah algoritma
bantuan hidup dasar berdasarkan 2010 American Heart Association Guidelines for
Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovacular Care, yaitu :

Korban ditemukan

Cek respon korban

Tidak ada respon (unresponsive)


Tidak bernapas atau tidak bernapas normal
(hanya gasping/terengah-engah)

Ada denyut
Cek nadi : nadi Beri 1 napas tiap 5
Pastikan nadi 6 detik
dalam 10 detik? Cek ulang tiap 2
menit
Tak ada denyut nadi

Mulai siklus 30 KOMPRESI dan 2 NAPAS

AED / defibrilator datang

Rekam irama jantung, apakah


bisa didefibrilasi atau tidak ?

Berikan 1 shock Segera lanjutkan RJP selama 2 menit


Segera lanjutkan RJP Cek irama setiap 2 menit, sampai tim
untuk 5 siklus (2 menit) dengan alat lebih lengkap datang.

Catatan : Kotak dengan garis putus-putus dilakukan oleh penolong


profesional, bukan oleh penolong awam

HIPGABI Himpunan Perawat Gawat Darurat dan Bencana Indonesia 19


RESUSITASI JANTUNG DAN PARU BAB 2

1. Response
Pastikan situasi dan keadaan pasien dengan memanggil nama/sebutan yang umum
dengan keras disertai menyentuh atau menggoyangkan bahu dengan mantap. Prosedur
ini disebut sebagai teknik touch and talk. Hal ini cukup untuk membangunkan orang tidur
atau merangsang seseorang untuk bereaksi. Jika tidak ada respon, kemungkinan pasien
tidak sadar.

Terdapat tiga level tingkat kesadaran, yaitu:

Sadar penuh: sadar, berorientasi baik terhadap diri, waktu dan tempat
Setengah sadar: mengantuk atau bingung/linglung
Tidak sadar: tidak berespon

Jika pasien berespon

Tinggalkan pada posisi dimana ditemukan dan hindari kemungkinan resiko cedera lain
yang bisa terjadi. Analisa kebutuhan tim gawat darurat.

Jika sendirian, tinggalkan pasien sementara, minta bantuan


Observasi dan kaji ulang secara regular

Jika pasien tidak berespon

Berteriak minta tolong


Atur posisi pasien. Sebaiknya pasien terlentang
pada permukaan keras dan rata. Jika ditemukan tidak
dalam posisi terlentang, terlentangkan pasien dengan
teknik log roll, secara bersamaan kepala, leher dan
punggung digulingkan.
Atur posisi penolong. Berlutut sejajar dengan bahu
pasien agar secara efektif dapat memberikan
resusitasi jantung paru (RJP).
Cek nadi karotis
o AHA Guideline 2010 tidak menekankan
pemeriksaan nadi karotis sebagai mekanisme
untuk menilai henti jantung karena penolong sering
mengalami kesulitan mendeteksi nadi. Jikan dalam
lebih dari 10 detik nadi karotis sulit dideteksi,
kompresi dada harus dimulai.
o Penolong awam tidak harus memeriksa denyut
nadi karotis

Anggap cardiac arrest jika pasien tiba-tiba tidak


sadar, tidak bernapas atau bernapas tapi tidak normal
(hanya gasping)

HIPGABI Himpunan Perawat Gawat Darurat dan Bencana Indonesia 20


RESUSITASI JANTUNG DAN PARU BAB 2

2. Circulation (Sirkulasi)
Compressions
Bila tidak ada nadi

Mulai lakukan siklus 30 kompresi dan 2 ventilasi


1. Lutut berada di sisi bahu korban
2. Posisi badan tepat diatas dada pasien, bertumpu
pada kedua tangan
3. Letakkan salah satu tumit telapak tangan pada
sternum, diantara 2 putting susu dan telapak
tangan lainnya di atas tangan pertama dengan jari
saling bertaut atau dua jari pada bayi ditengah
dada
4. Tekan dada lurus ke bawah dengan kecepatan
setidaknya 100x/menit (hampir 2 x/detik)

AHA Guideline 2010 merekomendasikan :


1. Kompresi dada dilakukan cepat dan dalam (push
and hard)
2. Kecepatan adekuat setidaknya 100 kali/menit
3. Kedalaman adekuat
o Dewasa : 2 inchi (5 cm), rasio 30 : 2 (1 atau 2
penolong)
o Anak : 1/3 AP ( 5 cm), rasio 30 : 2 (1
penolong) dan 15 : 2 (2 penolong)
o Bayi : 1/3 AP ( 4 cm), rasio 30 : 2 (1 penolong)
dan 15 : 2 (2 penolong)
4. Memungkinkan terjadinya complete chest recoil
atau pengembangan dada seperti semula setelah
kompresi, sehingga chest compression time sama
dengan waktu relaxation/recoil time.

3. Airway (Jalan Napas)


Pastikan jalan napas terbuka dan bersih yang memungkinkan pasien dapat bernapas

Bersihkan jalan napas

Amati suara napas dan pergerakan dinding dada


Cek dan bersihkan dengan menyisir rongga mulut
dengan jari, bisa dilapisi dengan kasa untuk menyerap
cairan.
Dilakukan dengan cara jari silang (cross finger) untuk
membuka mulut.

HIPGABI Himpunan Perawat Gawat Darurat dan Bencana Indonesia 21


RESUSITASI JANTUNG DAN PARU BAB 2

Membuka jalan napas

Secara perlahan angkat dahi dan dagu pasien (Head


tilt & Chin lift) untuk buka jalan napas
1. Head Tilt & Chin Lift
a. Membaringkan korban terlentang pada
permukaan yang datar dan keras
b. Meletakkan telapak tangan pada dahi pasien
c. Menekan dahi sedikit mengarah ke depan
dengan telapak tangan
d. Meletakkan ujung jari telunjuk dan jari tengah
dari tangan lainnya di bawah bagian ujung
tulang rahang pasien
e. Menengadahkan kepala dan
menahan/menekan dahi pasien secara
bersamaan sampai kepala pasien pada posisi
ekstensi
2. Jaw Trust
a. Membaringkan korban terlentang pada
permukaan yang datar dan keras
b. Mendorong ramus vertikal mandibula kiri dan
kanan ke depan sehingga barisan gigi bawah
berada di depan barisan gigi atas, atau,
c. Menggunakan ibu jari masuk ke dalam mulut
korban dan bersama dengan jari-jari yang lain
menarik dagu korban ke depan, sehingga
otot-otot penahan lidah teregang dan
terangkat
d. Mempertahankan posisi mulut pasien tetap
terbuka

Ambil benda apa saja yang telihat


Pada bayi, posisi kepala harus normal
Cek tanda kehidupan: respon dan suara napas
Jangan mendongakkan dahi secara berlebihan,
secukupnya untuk membuka jalan napas, karena bisa
berakibat cedera leher.
AHA Guideline 2010 merekomendasikan untuk :
o Gunakan head tilt-chin lift untuk membuka jalan
napas pada pasien tanpa ada trauma kepala dan
leher. Sekitar 0,12-3,7% mengalami cedera spinal
dan risiko cedera spinal meningkat jika pasien
mengalami cedera kraniofasial dan/atau GCS <8
o Gunakan jaw thrust jika suspek cedera servikal
o Pasien suspek cedera spinal lebih diutamakan
dilakukan restriksi manual (menempatkan 1
tangan di ditiap sisi kepala pasien) daripada
menggunakan spinal immobilization devices
karena dapat mengganggu jalan napas tapi alat ini
bermanfaat mempertahankan kesejajaran spinal
selama transportasi

HIPGABI Himpunan Perawat Gawat Darurat dan Bencana Indonesia 22


RESUSITASI JANTUNG DAN PARU BAB 2

Jalan Napas Tersumbat

Miringkan pasien ke salah satu sisi


Keluarkan apa saja objek yang terlihat dalam mulut
o Ambil gigi/palsu yang lepas
o Tinggalkan gigi palsu yang utuh pada tempatnya

Jalan Napas Bersih

Pertahanakan jalan napas terbuka dan cek adanya


pernapasan normal
Jika dalam beberapa menit terdengar suara seperti
gurgling, atau batuk dengan pergerakan dada dan
abdomen, perlakukan tetap seperti tidak bernapas,
karena pernapasan ini tidak efektif.

Pemasangan Oro-pharingeal Airway (OPA)

Ukuran umum yang tersedia :


o Dewasa besar = 100 cm (Guedel no. 5)
o Dewasa sedang = 90 cm (Guedel no. 4)
o Dewasa kecil = 80 cm (Guedel no. 3)
o Anak-anak = Guedel no. 1 dan no. 2

Cara pemasangan
1. Menentukan ukuran OPA yang tepat bagi pasien
dengan meletakkan OPA disamping pipi pasien
dan memilih OPA yang panjangnya sesuai dari
sudut mulut hingga ke sudut rahang bawah
(angulus mandibulae)
2. Memasang alat, terdapat 2 cara :
a. Cara pertama
- Membuka mulut dan memasukkan OPA
terbalik
- Memutar/merotasi OPA jika telah
mencapai palatum molle
b. Cara kedua
- Membuka mulut dengan spatel
- Dengan hati-hati memasukkan OPA
hingga ke belakang.
- Pada anak-anak, sebaiknya memakai cara
ini, karena rotasi dapat menyebabkan
patahnya gigi dan kerusakan faring
3. Mengecek ketepatan pemasangan OPA dengan
memberikan ventilasi pada pasien. Jika
pemasangan tepat akan tampak pengembangan
dada dan suara napas terdengar melalui
auskultasi paru dengan stetoskop selama ventilasi

HIPGABI Himpunan Perawat Gawat Darurat dan Bencana Indonesia 23


RESUSITASI JANTUNG DAN PARU BAB 2

Pemasangan Naso-pharingeal Airway (OPA)

1. Menentukan ukuran NPA yang tepat bagi pasien


a. Meletakkan NPA di samping pipi pasien dan
memilih NPA yang panjangnya sesuai dari
pangkal cuping hidung sampai cuping telinga
b. NPA yang terlalu panjang dapat menstimulasi
gag reflex sedangkan NPA yang telalu pendek
tidak dapat menjauhkan lidah dari faring
anterior
2. Melubrikasi ujung NPA dengan lubrikan larut air
(water-soluble lubricant) untuk meminimalkan
tahanan dan menurunkan iritasi pada saluran
lubang hidung
3. Memasukkan NPA dengan cara memegang NPA
seperti memegang pensil dan secara perlahan
dimasukkan ke dalam lubang hidung pasien
dengan bevel menghadap ke nasal septum
4. Mendorong alat sepanjang dasar lubang hidung,
mengikuti lekukan saluran lubang hidung, hingga
pinggiran pangkal NPA rata dengan lubang hidung
5. Jika terjadi tahanan selama insersi, merotasi NPA
bolak balik dengan lembut di antara kedua jari
6. Jika tahanan tetap terjadi, tidak memaksakan
pemasangan alat karena dapat menyebabkan
abrasi dan laserasi mukosa hidung yang dapat
mengakibatkan perdarahan dan risiko aspirasi
7. Mengecek ketepatan pemasangan NPA dengan
memberikan ventilasi pada pasien. Jika
pemasangan tepat akan tampak pengembangan
dada dan suara napas terdengar melalui
auskultasi paru dengan stetoskop selama
ventilasi.

4. Breathing (Pernapasan)
Jika pasien bernapas
Gulingkan ke arah recovery position
Observasi secara regular

Jika tidak bernapas


Berikan 2 x napas buatan

Mulut ke mulut/hidung
Tutup hidung pasien
Tiup ke dalam mulut pasien sekitar 1 detik
Lihat adanya pengembangan dada pada tiap tiupan
Beri tiupan yang kedua
Bila melalui hidung, mulut pasien harus ditutup

HIPGABI Himpunan Perawat Gawat Darurat dan Bencana Indonesia 24


RESUSITASI JANTUNG DAN PARU BAB 2

Bag Valve Mask


Bisa digunakan secara efektif bila penolong minimal
berdua
Oksigen dapat diberikan hingga 85% kapasitas
reservoir
Prosedur :
1. Memilih ukuran mask yang sesuai dengan pasien
dan memasangnya pada wajah pasien
2. Menghubungkan bag dengan mask, jika belum
tersambung
3. Meletakkan bagian yang menyempit (apeks) dari
masker di atas batang hidung pasien dan bagian
yang melebar (basis) diantara bibir bawah dan
dagu
4. Menstabilkan masker pada tempatnya dengan ibu
jari dan jari teluntuk membentuk huruf C.
Menggunakan jari yang lainnya pada tangan yang
sama untuk mempertahankan ketepatan posisi
kepala dengan mengangkat dagu sepanjang
mandibula dengan jari membentuk huruf E
5. Memberikan ventilasi dengan mengempiskan bag
dengan menggunakan tangan lainnya
6. Mengobservasi pengembangan dada pasien
selama melakukan ventilasi

AHA Guideline 2010 merekomendasikan untuk :


Pemberian rescue breathing sama dengan
rekomendasi AHA 2005, yaitu :
a. Pemberian dilakukan sesuai tidal volume
b. Rasio kompresi dan ventilasi 30:2
c. Setelah alat intubasi terpasang pada 2 orang
penolong : selama pemberian RJP, ventilasi
diberikan tiap 8-10 x/menit tanpa usaha
sinkronisasi antara kompresi dan ventilasi.
Kompresi dada tidak dihentikan untuk pemberian
ventilasi
Tidak menekankan pemeriksaan breathing karena
penolong baik profesional maupun awam mungkin
tidak dapat menentukan secara akurat ada atau
tidaknya napas pada pasien tidak sadar karena jalan
napas tdk terbuka atau karena pasien occasional
gasping yg dpt terjadi pada beberapa menit pertama
setelah henti jantung.

Kembali tangan dan jari secapatnya ke tengah dada dan beri kompresi dan
ventilasi berikutnya
Lanjutkan 30 kompresi dan 2 siklus napas
Sesudah 5 siklus kompresi dan ventilasi kemudian pasien dievaluasi kembali.
Jika tidak ada nadi karotis, dilakukan kembali kompresi dan bantuan nafas dengan
rasio 30 : 2.
Jika ada nafas dan denyut nadi teraba letakkan pasien pada posisi mantap
(recovery position)
Jika tidak ada nafas tetapi nadi teraba, berikan bantuan nafas sebanyak 10- 12
x/menit dan monitor nadi setiap 2 menit.
Jika sudah terdapat pernafasan spontan dan adekuat serta nadi teraba, jaga agar

HIPGABI Himpunan Perawat Gawat Darurat dan Bencana Indonesia 25


RESUSITASI JANTUNG DAN PARU BAB 2

jalan nafas tetap terbuka


Jika mengalami kesulitan untuk memberikan nafas buatan yang efektif, periksa
apakah masih ada sumbatan di mulut pasien serta perbaiki posisi tengadah kepala
dan angkat dagu yang belum adekuat
Bila pasien kembali bernafas spontan dan normal tetapi tetap belum sadar, ubah
posisi pasien ke recovery position, bila pasien muntah tidak terjadi aspirasi .
Waspada terhadap kemungkinan pasien mengalami henti nafas kembali, jika
terjadi segera terlentangkan pasien dan lakukan nafas buatan kembali
Bila tersedia, gunakan Automated External Defibrillator (AED)

Kompresi dada saja

Jika karena suatu kondisi napas buatan tidak dapat


diberikan, tetap lakukan kompresi karena di dalam
tubuh masih ada oksigen
Cek ulang sirkulasi. Re-check dihentikan bila napas
normal telah kembali, jangan menghentikan resusitasi

Multi penolong
Yakinkan ambulans (emergency team) telah dipanggil
Pastikan seseorang telah mengambil alat yang perlu
digunakan
Lakukan pergantian setiap 2 menit untuk menghindari
kelelahan
Hidari gap waktu dalam pergantian personel secara
berlebihan

Kapan RJP dihentikan ?

Area menjadi tidak aman


Staf yang lebih ahli telah datang
Tanda-tanda kehidupan muncul
Tanda-tanda kematian: rigor mortis, dilatasi pupil
Kelelahan fisik penolong atau sudah 30 menit tidak ada
respon

II. OBSTRUKSI JALAN NAPAS KARENA BENDA ASING

Obstruksi jalan napas karena benda asing sering terjadi pada anak dan dewasa. Pada
orang dewasa, daging atau makan lain paling sering menyebabkan tersedak dan
menyumbat. Kondisi pada anak dapat semakin parah dengan penyebab yang sangat
bervariatif. Obstruksi jalan napas akut harsu di curigakan pada anak kecil/bayi yang tiba-
tiba mengalami gagal napas disertai batuk hebat, tercekik dan bunyi stridor.

Sumbatan parsial memungkinkan pasien masih dapat bernapas, namun kualitas


pernapasanya tidak menentu, biasanya pasien akan secara spontan melakukan batuk
dengan kuat untuk mengeluarkan sumbatan tersebut. Bila obstruksi parsial jalan napas
terjadi, namun tanda-tanda pernapasan tidak efektif, harus diperlakukan sama seperti
obstruksi jalan napas total. Pada obstruksi total, pasien tidak dapat bernapas, bicara atau
batuk. Biasaya pasein memegang lehernya sendiri. Konsentrasi oksigen semakin
menurun dan lama-kelamaan bisa tidak sadar dan mungkin meninggal bila tidak ditolong.

HIPGABI Himpunan Perawat Gawat Darurat dan Bencana Indonesia 26


RESUSITASI JANTUNG DAN PARU BAB 2

Usahakan pasien dewasa atau pun anak untuk melakukan batuk dengan efektif. Usaha
mengeluarkan sumbatan lain dilakukan bila batuk tidak efektif untuk mengeluarkan
subatan dan tanda-tanda gangguan napas semakin hebat dan terdengar bunyi stridor.

Penatalaksanaan Maneuver Heimlich

Maneuver Heimlich. Merupakan suatu tindakan untuk meningkatkan tekanan diafragma


secara mendadak, memaksa udara dalam paru untu keluar dengen cepat sehingga
penyumbat jalan napas dapat terdorong keluar. Hentakan dapat diulang 6-10 kali untuk
membersihkan jalan napas. Pertimbagnakn adanya kerusakan organ dibawah abdomen
atas dan torak bawah. Hentakan inidiberikan setelah kemungkinan sumbatan tidak bisa
diambil secara manual dengan mudah, atau dengan teknik pengambilan malahan
menyebabkan objek semakin dalam

Pasien sadar dan berdiri

- Berdiri dibelakang pasien


- Lingkari pinggang atas (lihat ilustrasi) dengan tangan
penolong
- Letakan tangan yang mengepal ditopang dengn tangan
lain tepat dibawah prosesus xypoideus (uluhati)
- Pegang erat-erat kepalan tangan
- Tarik kedua tangan kita untu menekan dengan hentakan
keras kearah belakang pasien.
- Ulangi kegiatan secara terpisah dengan gerakan kuat
- Pada kasus obesitas atau kehamilan, berikan kompresi
dada
- Bila pasien tidak sadar, baringkan dengan posisi terlentang

Pasien yang terlentang/tidak sadar

- Terlentang kan pasien


- Penolong berlutut diantara pahan pasien
- Letakan satu tangan pada garis tengan abdomen, diatas
umbillikus dan agak jauh dibawah sternum, tangan kedua
diletakan pada tangan pertama.
- Tekan kearah bawah depan dengan kuat dan menghentak.
- Ulangi sampai 6-10 kali
- Posisi ini bisa digunakan bila penolong terlau pendek
dbiandingkan dengan pasien

HIPGABI Himpunan Perawat Gawat Darurat dan Bencana Indonesia 27


RESUSITASI JANTUNG DAN PARU BAB 2

Manuver untuk diri sendiri

- Letakan tangan pada posisi seperti gambarilustrasi


- Tekan kearah belakang atas
- Bila tidak berhasil bisa ditekankan pada ujung meja/tepi
- Ulangi sampai 6-10 kali

Pada bayi

- Bayi ditunggangkan pada satu tangan penolong


- Posisikan kepala menghadap ke bawah, lebih rendah dari
badan, tahan dengan tangan pada bagian rahang bayi.
Jangan menutup mulut dan hidung bayi
- Dengan mengganakan tepalak tangan yang lain, berikan
4x pukulan diantara skapula
- Setelah memukul letakan tangan yang bebsa di atas
punggung bayi untuk menjepit
- Jika tidak berhasil, letakan 2-3 jari dibawah sternum (ps.
xypoideus), berikan 5 tekanan
- Lihat adakah objek keluar, jika bisa dilihat, lepaskan
dengan jari, kemudian berikan 2 x napas bantuan
- Bila tidak menolong minta bantuan yang lebih ahli sambil
terus memberikan tekanan punggung dan dada sampai
bayi terbatuk

Renungkan !

Ny. A datang menjenguk suaminya, tiba-tiba alarm berbunyi tanda terjadi henti jantung.
Perawat segera datang dan menutup gorden pasien, kemudian mulai melakukan tindakan
BLS. Ny. A tidak diperkankan melihat kejadian tersebut. Kemudian suster kepala
menghampiri dia dan mengatakan suaminya tidak bisa ditolong lagi. Ny A histeris dan
tidak terima karena tidak diberi kesempatan untuk melihat suaminya pada akhir hayatnya.
Apa yang sebaiknya dijawab dan direspon oleh perawat. Refleksikan bila hal ini menimpa
diri kita atau keluarga kita.

HIPGABI Himpunan Perawat Gawat Darurat dan Bencana Indonesia 28

Anda mungkin juga menyukai