Anda di halaman 1dari 7

SOP KESEHATAN KARYAWAN

Nomor Dokumen Nomor Revisi Halaman


05.01/RSUD-AB/PPI/2017 00 1/9
RSUD
KABUPATEN
ACEH BESAR

Standar Tanggal Terbit Ditetapkan,


Operasional Direktur RSUD
10 Januari 2017
Prosedur Kabupaten Aceh Besar

dr. Bunaiya Putra


Penata TK I, III/d
Nip.19800928 200904 1 003

Pengertian Kesehatan Karyawan adalah upaya strategi preventif terhadap infeksi yang
dapat ditransmisikan dalam kegiatan pelayanan kesehatan, antara lain :
1. Monitoring dan support kesehatan petugas.
2. Vaksinasi bila dibutuhkan.
3. Menyediakan antivirus profilaksis.
4. Terapi dan follow up epi/pandemic infeksi saluran napas akut pada
petugas.
5. Perencanaan petugas diperbolehkan masuk sesuai pengukuran risiko bila
terkena infeksi.

Tujuan 1. Menjamin keselamatan petugas di lingkungan rumah sakit.


2. Memelihara kesehatan petugas kesehatan.
3. Mencegah ketidakhadiran petugas, ketidakmampuan bekerja,
kemungkinan medikolegal dan KLB.

Kebijakan Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Aceh Besar Dengan
Nomor 050 Tahun 2016 Tentang Kebijakan Pelayanan Pencegahan Dan
Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Aceh Besar

Prosedur 1. Monitoring dan support kesehatan


a. Pemeriksaan kesehatan karyawan / personel sangat penting
dilakukan, agar karyawan dapat melakukan pekerjaan dalam kondisi
kesehatan yang setinggi-tingginya, tidak mempunyai penyakit
menular yang akan mengenai karyawan yang lain, sehingga dapat
bekerja dengan maksimal.
b. Program pemeriksaan kesehatan direncanakan dan dilaksanakan oleh
Bagian Sumber Daya Manusia RSUD Kabupaten Aceh Besar secara
berkala minimal 1 kali dalam 1 tahun
c. Setiap Calon karyawan baru RSUD Kabupaten Aceh Besar harus
memenuhi syarat-syarat kesehatan sebagai berikut :
1) Pemeriksaan fisik oleh dokter rumah sakit pemerintah, dan
dinyatakan sehat yang disahkan dengan Surat Keterangan Sehat.
2) Bebas dari Narkoba
3) Tidak mengidap penyakit Paru kronik dan menular yang diperkuat
dengan hasil Foto Rontgen Thorax yang dinyatakan tidak ada
kelainan oleh dokter radiologi.
Bila dicurigai dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan sputum Gram/ BTA.
4) Tidak mengidap penyakit potensial kronik yang menular secara
hematogen yang diperkuat dengan hasil pemeriksaan laboratorium
untuk HbsAg, Anti HBs, Anti HCV dan HIV negatif.
d. Terhadap karyawan yang sudah bekerja diadakan pemeriksaan
kesehatan secara rutin 1 kali dalam setahun terutama bagi petugas
yang bekerja di area resiko tinggi pajanan penyakit akibat kerja dan
bagi karyawan yang telah berumur 40 tahun ke atas.
e. Pemeriksaan kesehatan meliputi : pemeriksaan fisik oleh dokter Tim
Pemeriksa Kesehatan (TPK), Foto Rontgen Thorax, pemeriksaan
laboratorium : tes fungsi hati, fungsi ginjal, lipid darah, gula darah,
HbsAg, Anti HBs dan Anti HCV, pemeriksaan mikrobiologi swab
anal khusus bagi petugas penjamah makanan.
f. Bila setelah bekerja hasil check up menunjukkan adanya hasil positif
untuk penyakit menular non spesifik, maka karyawan dikonsultasikan
dengan dokter konsulen terkait, untuk selanjutnya diterapi dan
selanjutnya dievaluasi kelayakan bekerjanya oleh Tim Pemeriksa
Kesehatan (TPK).
g. Bila positif mengidap penyakit paru menular kronik spesifik/ TBC
maka karyawan dikonsultasikan dengan dokter konsulen paru untuk
mendapatkan terapi. Karyawan dapat bekerja kembali setelah hasil
sputum BTA negatif 3 X, untuk selanjutnya dievaluasi kelayakan
bekerjanya oleh Tim Pemeriksa Kesehatan (TPK).
h. Bila positif mengidap penyakit potensial kronik yang menular
melalui cairan tubuh seperti Hepatitis B maka penderita
dikonsultasikan kepada dokter spesialis penyakit dalam untuk
mendapatkan pengobatan. Karyawan dapat bekerja kembali bila hasil
pemeriksaan HbsAg dan HbeAg negatif untuk kemudian dievaluasi
kelayakan bekerjanya oleh Tim Pemeriksa Kesehatan (TPK).
i. Bila karyawan positif mengidap Hepatitis C, atau HIV (+), maka
karyawan dievaluasi kelayakan bekerjanya oleh Tim Pemeriksa
Kesehatan (TPK) dan ditempatkan pada unit kerja/ruangan dengan
beban kerja yang lebih ringan sesuai dengan kondisi kesehatannya.
2. Vaksinasi
a. Imunisasi Hepatitis B bagi karyawan dilaksanakan secara masal dan
diulang tiap 5 tahun, direncanakan dan dilaksanakan oleh bagian
SDM RSUD Kabupaten Aceh Besar.
b. Manajemen paska pajanan tusukan tajam dan percikan bagi petugas,
meliputi :
1) Laporan kejadian Pajanan diisi dan diserahkan kepada Tim PPIRS
2) Tes pada pasien sebagai sumber pajanan.
3) Tes HbsAg dan AntiHBs petugas.
4) Tes serologi yang tepat.
5) Penanganan yang tepat paska pajanan, dalam 48 jam diberi
imunoglobulin hepatitis B.
6) Bila perlu diberi booster.
7) Penelitian dan pencegahan harus melingkupi seluruh petugas.
3. Upaya pencegahan infeksi untuk petugas kesehatan yang kontak dengan
kasus penyakit menular
a. Kemungkinan bahwa petugas kesehatan tertular penyakit menular
setelah merawat pasien tetap ada. Meskipun transmisi virus tertentu
seperti flu burung dari manusia ke manusia belum dapat dibuktikan,
satu kasus penularan pada petugas kesehatan tampaknya telah terjadi
setelah berhubungan dekat dengan pasien-pasien yang memiliki
gejala (demam, gangguan pernafasan) . Saat itu belum dilakukan
prosedur pencegahan dan pengendalian infeksi.
b. Untuk mencegah transmisi penyakit menular di dalam tatanan
pelayanan kesehatan, petugas kesehatan harus menggunakan APD
yang sesuai untuk Kewaspadaan Standar serta Kewaspadaan
Berdasarkan Penularan secara kontak, droplet atau udara sesuai
penyebaran penyakit
c. Semua petugas kesehatan harus mendapatkan Sosialisasi tentang
gejala penyakit menular yang sedang dihadapi
d. Semua petugas kesehatan dengan penyakit seperti flu harus di
evaluasi untuk memastikan agen penyebab. Dan ditentukan apakah
perlu dipindah tugaskan dari kontak dengan pasien langsung,
terutama mereka yang bertugas di unit perawatan intensif (lCU) dan
ruang rawat anak.
e. Jika petugas kesehatan mengalami gejala demam atau gangguan
pernafasan dalam jangka waktu 10 hari setelah terpajan penyakit
menular melalui udara, maka ia perlu dibebas tugaskan dan dirawat di
ruang isolasi
f. Bebas tugas tidak diharuskan untuk petugas kesehatan yang terpajan
jika ia tidak memiliki gejala demam atau gangguan pernafasan. Akan
tetapi petugas tersebut harus melaporkan pajanan yang dialami segera
kepada Tim pencegahan dan pengendalian infeksi
g. Petugas kesehatan yang mengalami gejala tidak dibenarkan masuk
kerja dan harus segera mencari pertolongan medis. Sebelumya,
petugas tersebut harus memberitahukan kepada dokternya bahwa ia
mungkin telah tertular penyakit menular tertentu. Selain itu, petugas
harus melaporkan masalah ini kepada Tim Pencegahan dan
Pengendalian lnfeksi dan Tim K3 RSUD Kabupaten Aceh Besar
h. Surveilans aktif perlu dilakukan terhadap gejala demam dan
gangguan pernafasan setiap hari pada petugas kesehatan yang
terpajan. Petugas diinstruksikan untuk mewaspadai terhadap
timbulnya demam, gejala gangguan pernafasan dan/atau peradangan
terhadap konjungtiva selama 10 hari setelah terpajan pasien dengan
penyakit menular melalui udara
i. Selama musim flu, petugas kesehatan yang mengalamigejala seperti
flu dianjurkan untuk diam dirumah sampai 24 jam setelah demam
menurun, kecuali terdiagnosis penyakit lain atau uji diagnosis negatif
untuk penyakit menular yang sedang meningkat selama di rumah,
orang sakit harus menjaga kebersihan pernafasan yang baik dan etika
batuk untuk mengurangi risiko penularan virus kepada orang lain.
4. Penanganan spesimen penyakit menular
a. Petugas laboratorium harus mendapatkan pelatihan mengenai
biosafety (keamanan biologik)
b. Petugas laboratorium harus mempunyai contoh serum dasar yang
disimpan untuk kebutuhan di masa depan. Vaksin flu sebaiknya
diberikan untuk mencegah penyakit virus flu manusia, dan
c. Vaksinasi Hepatitis B diberikan untuk pencegahan terhadap Hepatitis
B Petugas yang menangani spesimen dari pasien penyakit menular
harus melaporkan jika mengalami atau timbul gejala utama penyakit
tersebut seperti sesak nafas atau demam dan harus dipantau secara
ketat.
d. Laporkan juga gejala-gejala yang mengarah kepada penyakit menular
yang sedang diperiksa spesimennya.
5. Pengumpulan bahan specimen
a. Semua bahan spesimen harus dianggap infekius dan petugas yang
mengambil, mengumpulkan atau mernbawa bahan spesimen klinis
sebaiknya mengikuti dengan penerapan kewaspadaan standar upaya
perlindungan untuk meminimalisasi pajanan.
b. Spesimen yang akan dikirim harus diletakan dalam wadah anti bocor
yang memiliki tutup berulir yaitu wadah plastik untuk spesimen
biohazard. Petugas yang membawa spesimen terlatih untuk
penanganan yang aman dan prosedur dekontaminasi jika terjadi
tumpahan.
c. Formulir permintaan yang menyertai harus diberi label dengan jelas
sesuai dengan jenis penyakit menular dan laboratorium harus
diberitahu melalui telepon bahwa bahan tersebut sedang dalam
perjalanan.
d. Spesimen harus dikirim dan diserahkan langsung kepada petugas
yang memeriksa.
e. Sistem tabung pneumatik tidak boleh digunakan untuk mengantar
spesimen.
f. Harus dibuat daftar petugas yang menangani spesimen dan pasien
yang sedang dialami terhadap kemungkinan menderita penyakit
rnenular.
6. Penanganan Paska Pajanan Penyakit Infeksius
a. Pajanan resiko rendah :
1) Terpajan dengan sedikit darah atau cairan yang terkontaminasi
darah dari penderita infeksi yang tanpa gejala dengan kandungan
virus rendah
2) Pajanan perkutaneus dengan jarum tak berlubang
3) Berbagai macam luka seperfisial atau pajanan mukokutaneus.
b. Pajanan resiko tinggi :
1) Terpajan dengan banyak darah atau cairan infeksi
2) Terpajan dengan darah atau cairan yang terkontaminasi darah
penderita infeksi dengan kandungan virus yang tinggi
3) Luka dengan menggunakan jarum berlubang
4) Luka yang dalam dan luas
5) Kepastian adanya resistensi obat anti retroviral di pasien sumber
pajanan
VHB : Virus hepatitis B, virus ini ditularkan melalui
transfusi darah, percikan cairan tubuh, jarum suntik
atau peralatan dialysis.
VHC : Virus hepatitis C, virus ini ditularkan melalui
transfusi darah, percikan cairan tubuh, jarum suntik
atau peralatan dialysis.
HIV/AIDS : Acquired immunodeficiency syndrome adalah
sekelompok kondisi medis yang menunjukkan
lemahnya kekebalan tubuh, sering berwujud infeksi
ikutan (infeksi oportunistik) dan kanker, yang
hingga saat ini belum bisa disembuhkan.
c. Penanganan petugas yang terkena pajanan :
1) Bila tertusuk jarum, segera bilas dengan air mengalir atau air
dalam jumlah yang banyak dan sabun atau antiseptik sambil
usahakan untuk meminimalkan kuman yang masuk kedalam aliran
darah.
2) Bila darah atau cairan tubuh mengenai kulit yang utuh tanpa luka
atau tusukan, cuci dengan sabun dan air mengalir atau larutan
garam dapur.
3) Bila darah atau cairan tubuh mengenai mulut, ludahkan dan
kumur-kumur dengan air beberapa kali.
4) Kalau terpercik pada mata, cucilah mata dengan air mengalir
(irigasi) atau garam fisiologis.
5) Jika darah atau cairan tubuh memercik ke hidung, hembuskan
keluar dan bersihkan dengan air.
6) Jadi jangan dihisap dengan mulut.
7) Desinfeksi luka dan daerah sekitar luka dendan salah satu
antiseptik :
a) Betadine ( povidone iodine 2,5 % ) selama 5 menit.
b) Alkohol 70 % selama 3 menit.
8) Apabila terjadi kecelakaan tersebut, harus didokumentasikan dan
secepatnya dilaporkan dulu kepada atasan langsung, lalu petugas
tersebut didampingi dan dibawa berobat ke IGD, kemudian
lengkapi formulir pelaporan insiden pajanan penyakit infeksius
dan serahkan kepada Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
(PPIRS) dan panitia K3RS.
9) Dokter IGD melakukan telaah tentang jenis dan bahan pajanan,
status infeksi sumber pajanan, kerentanan orang yang terpajan,
menganjurkan pelaksanaan Penanganan Paska Pajanan bila
diperlukan, serta membuat surat pengantar pemeriksaan
laboratorium pada kunjungan pertama dan menganjurkan
konseling dengan konselor VCT bila resiko HIV/AIDS
mengancam.
10) Untuk pemantauan selanjutnya, Tim PPIRS bekerjasama
dengan K3 RS dan atasan langsung dari petugas yang terpajan
melakukan koordinasi konsultasi dengan dokter yang berwenang
di bidangnya.
d. Tentukan risiko yang berhubungan dengan pajanan dengan :
Jenis cairan (misal darah, cairan dengan darah yang terlihat, cairan
atau jaringan berpotensi infeksius yang lain dan virus yang
terkonsentrasi).
1) Jenis pajanan (misal cedera percutaneous, pajanan selaput lendir
atau kulit yang tidak utuh dan gigitan yang mengakibatkan
pajanan darah).
e. Mengevaluasi sumber pajanan :
1) Nilai resiko infeksi menggunakan informasi yang tersedia.
2) Tes sumber pajanan bila diketahui untuk HBsAg, anti-HCV dan
antibodi HIV (pertimbangkan penggunaan tes yang cepat).
3) Untuk sumber yang tidak diketahui, lakukan nilai resiko pajanan
terhadap infeksi VHB, VHC atau HIV.
4) Jangan menguji jarum suntik atau spuit yang di buang untuk
kontaminasi virus
f. Mengevaluasi orang yang terpapar :
Nilai status kekebalan untuk infeksi VHB (yaitu berdasarkan sejarah
dari vaksinasi hepatitis B dan tanggapan vaksin), Anti HCV dan ALT
untuk VHC, Antibodi HIV
g. Berikan Profilaksis Paska Pajanan untuk pajanan yang mempunyai
risiko penularan infeksi :
1) VHB : Profilaksis Paska Pajanan tergantung pada status vaksinasi
:
a) Tidak divaksinasi : HBIG (Hepatitis B ImmunoGlobulin) +
vaksinasi HB
b) Sebelumnya divaksinasi, diketahui sebagai responder : tidak
ada pengobatan
c) Sebelumnya divaksinasi, diketahui bukan responder : HBIG+
vaksinasi HB
d) Tanggapan antibodi tidak diketahui : tes dan lakukan HBIG+
vaksinasi HB jika hasilnya respon antibodi tidak cukup
2) VHC : Profilaksis Paska Pajanan tidak direkomendasikan.
3) HIV : berikan Profilaksis Paska Pajanan secepat mungkin, lebih
disukai pada beberapa jam setelah pajanan. Tawarkan tes
kehamilan kepada semua wanita pada umur mampu melahirkan
yang tidak diketahui hamil :
a) Cari konsultasi ahli jika diduga ada resistensi virus
b) berikan Profilaksis Paska Pajanan selama empat minggu jika
ditoleransi
h. Melaksanakan pengujian lanjutan dan menyediakan konseling :
1) Pandu orang yang terpajan untuk mencari evaluasi medis untuk
setiap penyakit akut yang terjadi selama tindak lanjut
2) Untuk HIV laporkan ke dokter poli VCT, konselor atau perawat
poli VCT
i. Pajanan VHB :
1) Laksanakan tes lanjutan anti - HBs bagi orang yang menerima
vaksin hepatitis B :
2) Test untuk anti - HBs satu sampai dua bulan setelah dosis vaksin
terakhir
3) Respon anti - HBs terhadap vaksin tidak bisa dipastikan jika HBIG
telah diterima dalam tiga sampai empat bulan sebelumnya
j. Pajanan VHC :
1) Laksanakan tes awal dan lanjutan untuk anti-HCV dan alanine
aminotransferase ( ALT) empat sampai enam bulan setelah
pajanan.
2) Laksanakan VHC RNA pada empat sampai enam minggu jika
diagnosis dini tentang infeksi VHC diperlukan
3) Konfirmasikan berulang kali reaktif anti - VHC enzim
immunoassays (EIAs) dengan test tambahan, jika diperlukan.
k. Pajanan HIV :
1) Laksanakan tes antibodi HIV untuk sedikitnya enam bulan setelah
pajanan (contohnya pada baseline, empat minggu, tiga bulan, dan
enam bulan).
2) Laksanakan tes antibodi HIV jika penyakit yang timbul sesuai
dengan suatu sindrom retroviral yang akut.
3) Pandu orang yang terpajan untuk menggunakan kewaspadaan
untuk mencegah penularan sekunder selama periode pemantauan.
4) Evaluasi orang yang terpajan yang mendapatkan Profilaksis Paska
Pajanan dalam waktu 72 jam setelah pajanan dan pantau toksisitas
obat untuk sedikitnya dua minggu.

Unit Terkait Seluruh unit terkait di semua ruangan RSUD Kabupaten aceh Besar

Anda mungkin juga menyukai