Anda di halaman 1dari 132

LAPORAN SUVEI LONGITUDINAL

Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010


PEMULIHAN
PENGHIDUPAN WARGA
PASCA LETUSAN 2010
Laporan Survei Longitudinal
Pitulungan kang apik iku dumunung ing diri pribadi
Bantuan terbaik adalah menolong diri sendiri
The best relief is to help ourselves
< MBAH MARIDJAN, almarhum Juru Kunci Merapi,
salah seorang korban bencana letusan Merapi, Oktober 2010 >

kerjasama:

FPRB
FORUM PRB DIY JAWA TENGAH
S UM I NO M A NT O
EDI KUSMAEDI
DESA BALERANTE, KEMALANG, KLATEN, JAWA
TENGAH. 23 September 2011. Warga bergotong-
royong membangun bak penampung air hujan.

Dua tahun setelah bencana, upaya-upaya


DUSUN BRO
DUSUN
D BRONGG
BRONGGANG,
RONGG GANG, ARGOMULYO,
ARGOOMULYO, pemulihan --sebagai realisasi Rencana Aksi
CANGKRINGAN, SLEMAN, YOGYAKARTA. Rehabilitasi & Rekonstruksi Pasca Letusan
4 November 2010. Hanya seminggu setelah Merapi-- telah berhasil membangun kembali
lletusan
t d sapuan llahar
dan h panas menyapu-rata t banyak prasarana yang hancur. Namun, hasil
desa mereka --salah satu desa yang hancur total survei ini menunjukkan upaya-upaya itu belum
oleh sapuan lahar panas akibat letusan Gunung sepenuhnya mampu memulihkan kehidupan
Merapi pada tanggal 26 Oktober 2010-- seorang warga secara menyeluruh. Beberapa masalah
bapak dan anak-anaknya datang memeriksa yang masih tersisa, misalnya, air bersih.
puing-puing rumah dan kampung mereka.
Meskipun secara resmi dinyatakan terlarang, Masalah lain yang merupakan salah satu
namun mereka tetap nekad datang hanya untuk yang paling serius adalah kepastian
sekedar memastikan dengan mata kepala sendiri rencana relokasi mereka oleh pemerintah:
akibat dari bencana mengerikan itu. Hal itu tiada apakah mereka akan tetap diizinkan tinggal
lain menggambarkan betapa besarnya harapan di kampung asal mereka ataukah akan
mereka untuk akhirnya dapat pulang ke sana jika dipindahkan?
keadaan telah pulih kembali.
DUSUN SRUNEN, GLAGAHARJO.
CANGKRINGAN, SLEMAN, YOGYAKARTA.
A pakah upaya-upaya pemulihan oleh
berbagai pihak selama ini memang benar-
benar dapat memenuhi harapan mereka?
14 Mei 2012. Murid-murid SD Negeri Srunen di
gedung darurat sekolah mereka. Hampir dua
tahun setelah bencana, bangunan sekolah asal
Buku ini melaporkan, sekaligus mengukur, mereka belum juga direhabilitasi, antara lain,
tingkat pencapaian dari upaya-upaya karena rencana relokasi oleh pemerintah masih

ARMIN HARI
pemulihan kehidupan warga di desa-desa tetap ditolak oleh warga setempat.
terdampak bencana di sekitar Merapi.
Menggabungkan data longitudinal tentang
keadaan sebelum dan sesaat setelah
bencana terjadi, lalu membandingkannya
dengan data mutakhir setelah dua tahun
bencana berlalu dan upaya pemulihannya
berlangsung, buku ini menyajikan analisis
berdasarkan tolok-ukur baku Indeks
Pemulihan Bencana (Disaster Recovery
Index, DRI).
PEMULIHAN PENGHIDUPAN WARGA
PASCA LETUSAN 2010
Laporan Survei Longitudinal

BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA (BNPB)


UNITED NATIONS DEVELOPMENT PROGRAMME - INDONESIA
DISASTER RISK REDUCTION BASED REHABILITATION AND
RECONSTRUCTION (DR4)
MERAPI RECOVERY RESPONSE (MRR)
Juni 2013
MERAPI:
Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010,
Laporan Survei Longitudinal

Penulis: Bondan Sikoki, Juli Eko Nugroho, F. Asisi S.Widanto, Naibul


Umam Eko Sakti, Istiarsi Saptuti Sri Kawuryan, Edy Purwanto, Yugyasmono,
Dati Fatimah, Ni Wayan Suriastini, Saleh Abdullah, Aris Sustiyono
Pendata: Tim FPRB DIY, Tim FPRB Jawa Tengah, Tim SurveyMETER
Fotografer: Beta Pettawaranie, Edi Kusmaedi, Sumino Manto, Saleh
Abdullah, Armin Hari, Yudhi Kusnanto DR. Syamsul Maarif, M.Si, Kepala BNPB, meninjau lokasi
Penyunting: DR. Syamsul Maarif, M.Si., Ir. Bambang Sulistianto, M.M., pasca-erupsi Merapi tahun 2010
Ir. Siswanto Budi Prasodjo, M.M., Lulu Muhammad, Rinto Andriono, <FOTO: DOK. BNPB>

Ir. Bayudono, M.Sc., Eko Teguh Paripurno, dan Roem Topatimasang

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) & Penerbitan laporan ini adalah kerjasama Badan Terima kasih kepada:
UNDP Indonesia, Disaster Risk Reduction Based Rehabilitation and Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan
Reconstruction (DR4), Merapi Recovery Response (MRR) Badan-badan Pemerintah
UNDP Indonesia, Disaster Risk Reduction Based
Juni 2013, cetakan pertama. Daerah Kabupaten Sleman,
Rehabilitation and Reconstruction (DR4)-Merapi
Kabupaten Klaten, Kabupaten
Recovery Response (MRR) dengan:
Magelang, dan Kabupaten Boyolali,
PERPUSTAKAAN NASIONAL Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) yang telah membantu kelancaran
Katalog Dalam Terbitan (KDT) Daerah Istimewa Yogyakarta dan FPRB Jawa kerja tim survei;
Tengah -- gabungan beberapa lembaga pemerintah,
1. Bencana 2. Pemulihan 3. Penghidupan Para pemimpin masyarakat,
perguruan tinggi, dan organisasi-organisasi masyarakat
4. Merapi I JUDUL pamong desa, dan seluruh warga
sipil yang terlibat dalam upaya-upaya pemulihan
dari desa-desa yang disurvei di
ISBN 978-602-8384-64-3 kehidupan warga korban bencana Merapi 2010.
kawasan Merapi, yang dengan
SurveyMeter -- satu lembaga penelitian yang tangan terbuka telah menerima,
+xxviii, 230 halaman, 22 x 28 cm berkedudukan di Yogyakarta, memusatkan perhatian memberi data, dan menjadi tuan
sampul kertas pada pendataan longitudinal keadaan kehidupan rumah yang sangat baik bagi
warga di berbagai daerah di seluruh Indonesia, semua anggota tim survei.
termasuk di kawasan Merapi.
Pemeriksa bahasa: Lubabun Niam
5DQFDQJVDPSXO NRPSXJUD: Rumah Pakem
Kalibrasi & pencetakan: INSISTPress, Yogyakarta
KATA PENGANTAR

Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi pasca Bencana Erupsi Gunung


Merapi telah diresmikan melalui Peraturan Kepala BNPB Nomor 5 tahun
2011. Penerbitan dokumen ini menandai bahwa proses pembangunan
kembali pasca bencana Gunung Merapi sudah terprogramkan dengan
melibatkan para pihak (organisasi non-pemerintah, lembaga internasional
dan swasta).
Peraturan Kepala BNPB nomor 17 tahun 2010 tentang Pedoman
Umum Penyelenggaraan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana
mengamanatkan prinsip pembangunan yang lebih baik, prinsip
pengurangan risiko bencana dan prinsip keberlanjutan dalam pelaksanaan
rehabilitasi dan rekonstruksi. Dalam rangka implementasi prinsip-prinsip
ini, dibutuhkan instrumen yang memampukan para pihak untuk mengukur
tingkat pemulihan kehidupan dan ketahanan terhadap bencana pada
masyarakat terdampak bencana.
Salah satu cara untuk mengukur tingkat pemulihan masyarakat yang
terdampak bencana adalah dengan mengumpulkan informasi secara periodik
terhadap rumah tangga dan masyarakat di daerah terdampak bencana.
Survei Longitudinal merupakan suatu metode yang dapat digunakan untuk
mengukur kondisi populasi secara periodik terhadap indikator-indikator
kesejahteraan tertentu seperti pendapatan, belanja, kepemilikan aset, akses
terhadap layanan dasar, nutrisi, kesehatan, pendidikan bahkan indikator-
indikator lain termasuk ketahanan komunitas terhadap bencana.
Implementasi Survei Longitudinal dalam pelaksanaan RENAKSI
Rehabilitasi dan Rekonstruksi pasca Bencana Gunung Merapi merupakan
komitmen Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), United
Nations Development Programme (UNDP), Forum Pengurangan Risiko
DUSUN GONDANG, UMBULHARJO,
CANGKRINGAN, SLEMAN, YOGYAKARTA,
Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah serta SurveyMeter
1 November 2010. Letusan besar kedua agar para pihak memiliki alat yang dapat mengukur dampak-dampak
setelah letusan besar pertama seminggu pemulihan pasca bencana secara obyektif. Survei Longitudinal pertama ini
sebelumnya, 26 Oktober 2010. Awan panas
piroklasik (wedhus gembel) menjulur sampai
merupakan survei baseline yang sudah dilakukan pada bulan September
6 kilometer di atas dusun kecil ini. 2012 dan menghasilkan rekomendasi-rekomendasi terhadap pelaksanaan
<FOTO: SALEH ABDULLAH, TRK INSIST>
rehabilitasi dan rekonstruksi bagi para pemangku kepentingan.

Kata Pengantar | v
Hasil Survei Longitudinal yang pertama akan menjadi baseline bagi Survei
DAFTAR SINGKATAN
Longitudinal yang kedua yang akan dilakukan tahun 2013 ini. Kedua
hasil survei ini akan diperbandingkan sebagai data time series sehingga
menghasilkan indeks yang akan mengukur tingkat pemulihan penghidupan
dan ketangguhan warga terdampak. Pengukuran tingkat pemulihan
penghidupan dan ketangguhan ini sangat tepat dilakukan sekarang
karena Daerah Istimewa Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah sedang di
ADPC Asian Disaster Preparedness Center
penghujung aktivitas rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana erupsi
ASKESKIN Asuransi Kesehatan [untuk keluarga] Miskin
Gunug Merapi.
ATL Area Terdampak Letusan
ATLH Area Terdampak Lahar Hujan
Semoga pelaksanaan Survei Longitudinal ini dapat meningkatkan efektifitas ATLL Area Terdampak Langsung Letusan
rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana Gunung Merapi dan dapat BAPPENAS Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
menjadi pembelajaran bagi pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi di BASARNAS Badan SAR Nasional
wilayah lain di Indonesia. Sebagai inisiatif baru dalam pemulihan pasca BLT Bantuan Langsung Tunai
bencana, semoga inisiatif ini dapat menyumbangkan pengetahuan baru BNPB Badan Nasional Penanggulangan Bencana
bagi program rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana yang sensitif BPBD Badan Penanggulangan Bencana Daerah
pengurangan risiko bencana di Negara ini. BPN Badan Pertanahan Nasional
BPPTK Balai Penyelidikan & Pengembangan Teknologi Kegunungapian
BPS Badan Pusat Statistik
CCTV Closed Circuit Television
Jakarta, September 2013
CSPro Census and Survey Processing System, program komputer
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana, CSR Coorporate Social Responsibility
DaLA Damage and Losses Assessment
DR. Syamsul Maarif, M.Si. DIRJEN Direktorat Jenderal
DIY Daerah Istimewa Yogyakarta
DPRD Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
DPR-RI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
DRI Disaster Recovery Index
ESDM Energi & Sumber Daya Mineral
FGD Focus Group Discussion
FPRB Forum Pengurangan Risiko Bencana
HAM Hak Asasi Manusia
HDI Human Development Index
HFA Hyogo Framework for Action
HRNA Human Recovery Needs Assessment
HUNTAP Hunian Tetap
HUNTARA Hunian Sementara
IPM Indeks Pembangunan Manusia

vi | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010


vii
IRR Indexes for Recovery and Recosntruction PUSKESMAS Pusat Kesehatan Masyarakat
ISIC   ,QWHUQDWLRQDO6WDQGDUG,QGXVWULDO&ODVVLFDWLRQ PUSTU PUSKESMAS Pembantu

JAMKESMAS Jaminan Kesehatan Masyarakat RAPERPRES Rancangan Peraturan Presiden


JAMKESDA Jaminan Kesehatan Daerah RASKIN Beras [untuk keluarga] Miskin
JAMPERSAL Jaminan Persalinan RENAKSI Rencana Aksi
RPJM Rencana Pembangunan Jangka Menengah
KABID Kepala Bidang
RR Rehabilitasi dan Rekonstruksi
KAUR Kepala Urusan
RT Rumah Tangga
KEMENDAGRI Kementerian Dalam Negeri
RTRW Rencana Tata Ruang Wilayah
KEMENKESRA Kementerian Kordinator Kesejahteraan Rakyat
KEMENPU Kementerian Pekerjaan Umum SAR Search and Rescue
KEMENSOS Kementerian Sosial SD Sekolah Dasar
KEPMEN Keputusan Menteri SISKAMLING Sistem Keamanan Keliling
KEPPRES Keputusan Presiden SL Survei Longitudinal
KESBANGLINMAS Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat SLTP Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
KK Kepala Keluarga SLTA Sekolah Lanjutan Tingkat Atas
KRB Kawasan Rawan Bahaya SOP Standard Operation Procedures
Stata Statistics and data, program statistik komputer
LPG /LTXLHGSHWUROHXPJDV
SUSENAS Survei Sosial Ekonomi Nasional
LSM Lembaga Swadaya Masyarakat
TES Tempat Evakuasi Sementara
MCK Mandi, Cuci, Kakus
TK Taman Kanak-kanak
MENDAGRI Menteri Dalam Negeri
TNGM Taman Nasional Gunung Merapi
MUSRENBANGDES Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Desa)
TSB Tim Siaga Bencana
OECD Organization for Economic Cooperation & Development
UGM Universitas Gajah Mada
PAUD Pendidikan Anak Usia Dini UKM Usaha Kecil dan Menengah
PDNA Post Disaster Needs Assessment UNDP United Nations Development Program
PEMDA Pemerintah Daerah UU Undang-undang
PERDES Peraturan Desa UUD Undang-undang Dasar
PERKA Peraturan Kepala
WARTEL Warung Telekomunikasi
PERMENDAGRI Peraturan Menteri Dalam Negeri
PERPRES Peraturan Presiden
PKH Program Keluarga Harapan
PKK Pendidikan Kesejahteraan Keluarga
PLN Perusahaan Listrik Negara
PODES Potensi Desa
POLINDES Poliklinik Desa
POSYANDU Pos Pelayanan Terpadu
PP Peraturan Pemerintah
PRB Pengurangan Risiko Bencana

viii | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 Daftar Singkatan | ix
DAFTAR ISI

1 - 15 | PENDAHULUAN
Menakar Upaya Pemulihan Pasca Bencana Merapi 2010
Bondan Sikoki & Juli Eko Nugroho

17 - 60 | RANGKUMAN
Indeks Pemulihan Bencana Kawasan Merapi
Istiarsi Saptuti Sri Kawuryan, Ni Wayan Suriastini & Edy Purwanto

63 - 95 | SEKTOR-1
Perumahan, Permukiman & Relokasi
F. Asisi S.Widanto

99 - 109 | SEKTOR-2
Prasarana Dasar
Istiarsi Saptuti Sri Kawuryan, Edy Purwanto & Naibul Umam Eko Sakti

111 - 129 | SEKTOR-3


Ekonomi Produktif & Penghidupan Warga
Bondan Sikoki, Istiarsi Saptuti Sri Kawuryan & Edy Purnomo

131 - 149 | SEKTOR-4


Pelayanan Sosial Dasar
Yugyasmono

151 - 193 | LINTAS SEKTOR


Perlakuan Khusus Kelompok Rentan,
Akses Pelayanan Publik & Pemulihan Lingkungan Hidup
Dati Fatimah & Ni Wayan Suriastini

195 - 209 | TINJAUAN AKHIR


Membangun Ketangguhan Warga Menghadapi Bencana
Saleh Abdullah & Aris Sustiyono
DUSUN SAMBIREJO, PAKEMBINANGUN,
SLEMAN, YOGAYAKARTA, 29 Oktober
2010. Tiga hari setelah letusan besar
pertama, bahkan debu tebal masih 212 - 223 | LAMPIRAN-LAMPIRAN
menggelantung di atas dusun ini, sekitar 12
2 2 4 - 2 2 5 | I NDE KS
kilometer di selatan Merapi, di perbatasan
Kawasan Rawan Bencana (KRB) I dan KRB 226 - 228 | PARA PENULIS
II, menyisakan jarak pandang sekitar 5-7
meter saja.
<FOTO: BETA PETTAWARANIE, TRK INSIST>
xi
DAFTAR TABEL, GRAFIK & BAGAN

PENDAHULUAN

TABEL 1 Jumlah Desa dan Dusun Terdampak Bencana Merapi 2010 5


TABEL 2 Jumlah Sampel Desa dan Dusun Pada Setiap Kategori Wilayah
Terdampak Bencana Merapi 2010 6
TABEL 3 Daftar Desa dan Dusun Sampel Survei 6-7
TABEL 4 Jumlah Rumah Tangga Sampel Terpilih pada Setiap Kategori
Wilayah di Setiap Kabupaten 8
TABEL 5 Cakupan Informasi Yang Dikumpulkan (Aras Rumah Tangga
& Aras Komunitas) 9-10
TABEL 6 Cakupan Informasi, Responden dan Instrumen Pendataan 10

INDEKS PEMULIHAN BENCANA

GRAFIK 1 Disaster Recovery Index (DRI) 19

TABEL 7 Indikator dan Bobot per Indikator Tiap Sektor Pembentuk


Indeks Pemulihan Bencana (DRI-2/DRI-1) 23-24
TABEL 8 Jumah Indikator per Sektor Indeks (DRI-2/DRI-1) Awal dan
Indeks (DRI-2/DRI-1) Potensial 25
BAGAN 1 Bagan Arus (Flow Chart) Penyusunan Nilai DRI 26-27
TABEL 9 Arahan Kebijakan & Peraturan Terkait Rencana Aksi
Pemulihan Pasca Bencana Merapi 2010 di DIY & Jawa
Tengah 29-30
TABEL 10 Desa-desa Lokasi Survei per Kabupaten menurut Wilayah
Terdampak Bencana Merapi 2010 33-34
TABEL 11 Status Penguasaan Bangunan Tempat Tinggal per Wilayah
Terdampak Bencana Merapi 2010 35
TABEL 12 Sumber Air Utama untuk Mandi & Cuci per Wilayah
Terdampak Bencana Merapi 2010 36
TABEL 13 Proporsi Tempat Buang Air & Limbah Rumah Tangga per
Wilayah Terdampak Bencana Merapi 2010 37
TABEL 14 Sumber Penerangan Utama Rumah Tangga Warga
per Wilayah Terdampak Bencana Merapi 2010 37-38
TABEL 15 Frekuensi Makan Warga per Hari per Wilayah Terdampak
Bencana Merapi 2010 38
TABEL 16 Proporsi Bahan Bakar Utama untuk Memasak per Wilayah
DUSUN BRONGGANG, ARGOMULYO, SLEMAN, YOGAYAKARTA, 4 November 2010.
Terdampak Bencana Merapi 2010 39
Dua relawan anggota Tim SAR Kabupaten Sleman menyusur dusun yang hancur ini
untuk mencari dan mengevakuasi sisa-sisa korban sapuan lahar panas.
<FOTO: EDI KUSMAEDI, TRK INSIST> xiii
GRAFIK 2 DRI Keseluruhan Sektor Sebelum, Sesaat Setelah Bencana & TABEL 32 Saluran Pembuangan Limbah Rumah Tangga di Kawasan Merapi,
Saat Ini (Saat Survei) menurut Wilayah Terdampak Bencana Sebelum Bencana & Sekarang 78
Merapi 2010 40 TABEL 33 Genangan Air Sekitar Rumah Warga di Kawasan Merapi,
GRAFIK 3 DRI Keseluruhan Sektor Sebelum, Sesaat Setelah Bencana & Saat Ini Sebelum Bencana & Sekarang 78
(Saat Survei) menurut Kabupaten Terdampak TABEL 34 Persepsi Bangunan Dapur Aman di Kawasan Merapi,
Bencana Merapi 2010 41 Sebelum Bencana & Sekarang 79
TABEL 17 DRI Sektor dan Keseluruhan Sektor antara Sebelum, Sesaat Setelah TABEL 35 Persepsi Lokasi Rumah Warga Berdasarkan Kategori
dan Saat Survei per Wilayah Terdampak Bencana Kawasan Rawan Bencana (KRB) Merapi 80
Merapi 2010 42
TABEL 36 Jarak & Arah Lokasi Rumah Warga dari Puncak Merapi
TABEL 18 Perubahan Nilai DRI Keseluruhan Sektor menurut Wilayah Saat Letusan 2010 dan Lahar Hujan Yang Menyusulnya 81
Terdampak Bencana Merapi 2010 44
TABEL 37 Jarak Rerata Lokasi Rumah Warga dari Bantaran Sungai-sungai
TABEL 19 DRI per Sektor antara Sebelum, Sesaat Setelah dan Saat Besar Saluran Utama Banjir Lahar Merapi 82
Survei menurut Wilayah Terdampak Bencana Merapi 2010 44-45
TABEL 38 Persepsi Warga tentang Aman Tidaknya Lokasi Rumah Mereka
TABEL 20 DRI Sektor dan Keseluruhan Sektor antara Sebelum, Sesaat dari Bencana Lahar Merapi 82
Setelah dan Saat Survei per Kabupaten Terdampak
Bencana Merapi 2010 50 TABEL 39 Jenis Ancaman Bencana Merapi Yang Menimpa Rumah-rumah
Warga Pada Peristiwa Letusan 2010 & Banjir Lahar Yang
TABEL 21 Perubahan DRI Keseluruhan Sektor dan Tingkat Pemulihannya Menyusulnya 83
per Kabupaten Terdampak Bencana Merapi 2010 52
TABEL 40 Persepsi Warga di Kawasan Merapi tentang Aset Terpenting
TABEL 22 DRI per Sektor Sebelum, Sesaat Setelah dan Saat Survei Mereka Untuk Diselamatkan Saat Bencana Terjadi 83
per Kabupaten Terdampak Bencana Merapi 2010 52-53
TABEL 41 Gangguan Akses ke/dari Permukiman Warga Terpapar Bencana
SEKTOR PERUMAHAN, PERMUKIMAN & RELOKASI Letusan Merapi 2010 84

TABEL 23 Rata-rata Luas Lantai Rumah Warga di Kawasan Terpapar TABEL 42 Daerah Tujuan Pengungsian Warga Terpapar Bencana Letusan
Bencana Merapi 2010 (m2) 69 Merapi 2010 85

TABEL 24 Kebutuhan Luas Minimum Bangunan & Lahan Rumah TABEL 43 Tempat Tinggal Sementara Pengungsian Warga Terpapar Bencana
Sederhana & Sehat (m2) 70 Letusan Merapi 2010 86

TABEL 25 Jenis dinding Rumah Warga di Kawasan Merapi, Sebelum TABEL 44 Perhitungan Kerusakan dan Kerugian Bencana Merapi 2010
Bencana & Sekarang 71 di DI Yogyakarta dan Jawa Tengah (Rp) 87

TABEL 26 Letak Sumber Air Utama dari Rumah Warga di Kawasan TABEL 45 Jumlah Rumah Warga Yang Rusak Akibat Bencana Merapi 2010
Merapi, Sebelum Bencana & Sekarang 72 di DI Yogyakarta & Jawa Tengah menurut Kabupaten 87

TABEL 27 Persentase Rumah Warga Pengguna Sumber Air Utama TABEL 46 Persentase Rumah Warga Yang Rusak Akibat Bencana Merapi 2010
untuk Keperluan MCK di Kawasan Merapi, Sebelum menurut Kategori Wilayah Terdampak 88
Bencana & Sekarang 73 TABEL 47 Rumah Warga Yang Sudah Diperbaiki di Kawasan Bencana Merapi
TABEL 28 Rumah Warga Yang Memiliki MCK Memadai di Kawasan 2010 dan Pihak Yang Memberikan Bantuan 89
Merapi, Sebelum Bencana & Sekarang 74 TABEL 48 Tingkat Keikutsertaan Warga dalam Gotong-royong Membangun
TABEL 29 Jenis Jamban di Kawasan Merapi, Sebelum Bencana Kembali Rumah Rusak di Kawasan Bencana Merapi 2010 91
& Sekarang 75 TABEL 49 Keadaan Kerelawanan Warga di Kawasan Bencana Merapi 2010 92
TABEL 30 Jenis Kloset Yang Digunakan di Kawasan Merapi, Sebelum TABEL 50 Kegiatan/Pekerjaan Yang Biasanya Dilakukan dengan Gotong-
Bencana & Sekarang 76 royong Warga di Kawasan Bencana Merapi 2010 92
TABEL 31 Pembuangan Air Limbah Rumah Tangga di Kawasan Merapi, TABEL 51 Jenis Bantuan dari Semua Pihak Yang Pernah Diterima Warga
Sebelum Bencana & Sekarang 77 di Kawasan Bencana Merapi 2010 93

xiv | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 Daftar Tabel | xv
TABEL 52 Persentase Desa Yang Menerima Bantuan Rehabilitasi dan TABEL 67 Perubahan Penghasilan Warga Kawasan Merapi Sesaat
Rekonstruksi Perumahan dari BNPB/BPBD di Kawasan Bencana Sebelum, Setelah Bencana dan Saat Ini 118
Merapi 2010 94 TABEL 68 Hubungan antara Penghasilan dengan Kehilangan Pekerjaan,
Pekerjaan Sambilan & Keterampilan Warga Kawasan Merapi 119
SEKTOR PRASARANA DASAR TABEL 69 Perubahan Penghasilan Warga Kawasan Merapi Sesaat
TABEL 53 Jenis Kerusakan Prasarana Dasar di Daerah Terdampak Bencana Sebelum, Setelah Bencana dan Saat Ini 119
Merapi 2010 101 TABEL 70 Rata-rata Luas Lahan Pertanian Warga Kawasan Merapi
TABEL 54 Tingkat Kerusakan & Tingkat Pemulihan Prasarana Dasar Sesaat Sebelum, Setelah Bencana dan Saat Ini 120
di Desa-desa Kawasan Merapi yang Mengalami Kerusakan 102 TABEL 71 Rata-rata Pemilikan Ternak Warga Kawasan Merapi
TABEL 55 Tingkat Kerusakan & Tingkat Pemulihan Prasarana Dasar Sesaat Sebelum, Setelah Bencana dan Saat Ini 120
di Desa-desa ATLL Bencana Merapi 2010 (n=3) 104 TABEL 72 Rata-rata Pemilikan Usaha Perikanan Warga Kawasan
TABEL 56 Tingkat Kerusakan & Tingkat Pemulihan Prasarana Dasar Merapi Sesaat Sebelum, Setelah Bencana dan Saat Ini 121
di Desa-desa ATL Bencana Merapi 2010 (n=21) 104 TABEL 73 Proporsi Rumah Tangga Warga Merapi yang Lahannya Tidak
TABEL 57 Tingkat Kerusakan & Tingkat Pemulihan Prasarana Dasar Bisa Dimanfaatkan Sesaat Sebelum, Setelah Bencana
di Desa-desa ATLH Bencana Merapi 2010 (n=8) 105 dan Saat Ini 121

TABEL 58 Proporsi Rata-rata Tingkat Kerusakan & Tingkat Pemulihan TABEL 74 Jenis Usaha Tani Yang Diusahakan Warga Kawasan Merapi
Prasarana Dasar Jalan di Wilayah Terdampak Bencana Setelah Bencana (Saat Ini) 122
Merapi 2010 106 TABEL 75 Rata-rata Nilai Kerugian Harta Usaha Tani per Rumah Tangga
TABEL 59 Proporsi Rata-rata Tingkat Kerusakan & Tingkat Pemulihan (Keluarga) Warga Kawasan Merapi Setelah Bencana 123
Prasarana Dasar Jembatan di Wilayah Terdampak Bencana TABEL 76 Nilai Usaha Non Tani Warga Kawasan Merapi Sesaat Sebelum,
Merapi 2010 106 Setelah Bencana dan Saat ini 123
TABEL 60 Proporsi Rata-rata Tingkat Kerusakan & Tingkat Pemulihan TABEL 77 Rata-rata Nilai Kerugian Usaha Non Tani per Rumah Tangga
Prasarana Dasar Bendungan di Wilayah Terdampak Bencana Warga Kawasan Merapi Setelah Bencana 123
Merapi 2010 107
TABEL 78 Kerusakan Lahan Pertanian Warga Kawasan Merapi Sesaat
TABEL 61 Proporsi Rata-rata Tingkat Kerusakan & Tingkat Pemulihan Sebelum, Setelah Bencana dan Saat Ini 124
Prasarana Dasar Saluran Irigasi di Wilayah Terdampak Bencana
TABEL 79 Lahan Pertanian Warga Merapi Yang Sudah Pulih Kembali
Merapi 2010 108
Setelah Bencana sampai Saat Ini 124

SEKTOR EKONOMI PRODUKTIF & PENGHIDUPAN WARGA TABEL 80 Gangguan Ekonomi dan Kerugian Rumah Tangga Warga
Kawasan Merapi Setelah Bencana sampai Saat Ini 125
TABEL 62 Persentase Warga Usia Produktif (15-60 Tahun) Yang Bekerja TABEL 81 Tindakan Warga Merapi Mengatasi Gangguan Ekonomi dan
& Kehilangan Pekerjaan di Kawasan Bencana Merapi 2010 113 Kerugian Setelah Bencana sampai Saat Ini 126
TABEL 63 Persentase Warga di Kawasan Merapi Yang Beralih Pekerjaan TABEL 82 Jenis Bantuan Kemanusiaan Yang Pernah Diterima Warga
Sesaat Sebelum, Setelah Bencana dan Saat Ini 114 Kawasan Merapi Setelah Bencana sampai Saat Ini 126
TABEL 64 Lapangan Pekerjaan Warga Kawasam Merapi Menurut Sektor TABEL 83 Sumber Bantuan Yang Pernah Diterima Langsung Warga
Sesaat Sebelum, Setelah Bencana dan Saat Ini 115-116 Kawasan Merapi Setelah Bencana sampai Saat Ini 127
TABEL 65 Persentase Warga Kawasan Merapi Yang Memiliki Pekerjaan TABEL 84 Saluran Pemberian Bantuan Yang Pernah Diterima Warga
Sampingan Sesaat Sebelum, Setelah Bencana dan Saat Ini 117 Kawasan Merapi Setelah Bencana sampai Saat Ini 127
TABEL 66 Rata-rata Penghasilan (Utama dan Sampingan) Warga Kawasan TABEL 85 Rata-rata Nilai Bantuan Yang Pernah Diterima Warga
Merapi Sesaat Sebelum, Setelah Bencana dan Saat Ini 117 Kawasan Merapi Setelah Bencana sampai Saat Ini 128

xvi | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 Daftar Tabel | xvii
SEKTOR PELAYANAN SOSIAL DASAR TABEL 102 Partisipasi Kelompok Rentan dalam Pembentukan Peraturan Desa
tentang Penanggulangan Bencana di Wilayah Terpapar Bencana
TABEL 86 Persentase Siswa Sekolah Dasar dan Sekolah Lanjutan Pertama Merapi 2010 156
di Kawasan Merapi Sebelum Bencana dan Saat ini Menurut Jenis
Kelamin 132 TABEL 103 Partisipasi Kelompok Rentan dalam Pelatihan Menghadapi
Bencana di Wilayah Terpapar Bencana Merapi 2010 157
TABEL 87 Rata-rata Jumlah Prasarana Sekolah di Setiap Desa Kawasan
Merapi Sebelum, Sesaat Setelah Bencana dan Saat Ini 133 TABEL 104 Partisipasi Warga dalam Tim Siaga Bencana Menurut Gender
di Wilayah Terpapar Bencana Merapi 2010 158
TABEL 88 Jumlah Kerusakan Prasarana Sekolah dan Hasil Pemulihannya
di Kawasan Merapi Sebelum, Sesaat Setelah Bencana dan Saat Ini 134 TABEL 105 Penyebarluasan Informasi Kebencanaan di Wilayah Terpapar
Bencana Merapi 2010 158
TABEL 89 Gangguan Akses ke Sekolah Yang Dialami Warga Kawasan Merapi
Sebelum, Sesaat Setelah Bencana dan Saat Ini 136 TABEL 106 Pengambilan Keputusan dalam Keluarga Warga di Wilayah
Terpapar Bencana Merapi 2010 159-160
TABEL 90 Keadaan Umum Kesehatan Fisik Warga Kawasan Merapi Sebelum,
Sesaat Setelah Bencana dan Saat Ini 139-140 TABEL 107 Komposisi Gender dalam Jabatan Publik Pemerintahan Desa
di Wilayah Terpapar Bencana Merapi 2010 160-161
TABEL 91 Keadaan Umum Kesehatan Mental/Psikologis Warga Kawasan
Merapi Sebelum, Sesaat Setelah Bencana dan Saat Ini 141 TABEL 108 Akses Perempuan Terhadap Sumber Modal Perbankan
di Wilayah Terpapar Bencana Merapi 2010 161
TABEL 92 Persentase Desa Yang Memiliki Sarana Pelayanan Kesehatan
Di Wilayah Terdampak Bencana Merapi 2010 142 TABEL 109 Pengambilan Keputusan Keluarga untuk Mengungsi
di Wilayah Terpapar Bencana Merapi 2010 162
TABEL 93 Persentase Sarana Pelayanan Kesehatan di Desa-desa
Terdampak Bencana Merapi 2010 143 TABEL 110 Prioritas Kelompok Rentan dalam Evakuasi Bencana
di Wilayah Terpapar Bencana Merapi 2010 163
TABEL 94 Persentase Sarana Pelayanan Kesehatan Yang Paling Sering
Diakses oleh Warga di Kawasan Bencana Merapi 144 TABEL 111 Ketersediaan Sarana Khusus di Tempat Pengungsian
di Wilayah Terpapar Bencana Merapi 2010 164
TABEL 95 Lokasi Sarana Pelayanan Kesehatan Yang Paling Sering Diakses
oleh Warga di Kawasan Bencana Merapi 144 TABEL 112 Keadaan Kesehatan Fisik Bayi di Wilayah Terpapar Bencana
Merapi 2010 165-166
TABEL 96 Program Bantuan Sosial Pemerintah Yang Pernah Diterima Warga
di Kawasan Bencana Merapi 145 TABEL 113 Jumlah Keluarga dengan Balita Bergizi Buruk di Wilayah
Terpapar Bencana Merapi 2010 166
TABEL 97 Jumlah Rata-rata Sarana Pelayanan Kesehatan di Setiap Desa
Kawasan Merapi Sebelum Bencana dan Saat Ini (Saat Survei) 146 TABEL 114 Keadaan Kesehatan Mental/Psikologis Bayi di Wilayah
Terpapar Bencana Merapi 2010 167
TABEL 98 Jumlah Kerusakan Sarana Pelayanan Kesehatan dan Hasil
Pemulihannya di Kawasan Merapi Sebelum, Sesaat Setelah TABEL 115 Keadaan Kesehatan Fisik Anak-anak & Remaja (6-15 tahun)
Bencana dan Saat Ini 147-148 di Wilayah Terpapar Bencana Merapi 2010 168
TABEL 116 Keadaan Kesehatan Mental/Psikologis Anak & Remaja
LINTAS SEKTOR (6-15 tahun) di Wilayah Terpapar Bencana Merapi 2010 169
TABEL 117 Keadaan Kesehatan Fisik Warga Lansia (>60 tahun)
TABEL 99 Partisipasi Kelompok Rentan dalam MUSRENBANGDES di Wilayah Terpapar Bencana Merapi 2010 170
di Wilayah Terpapar Bencana Merapi 2010 154
TABEL 118 Keadaan Kesehatan Mental Warga Lansia (>60 tahun)
TABEL 100 Partisipasi Kelompok Rentan dalam Diskusi Tanggap Bencana di Wilayah Terpapar Bencana Merapi 2010 171
di Wilayah Terpapar Bencana Merapi 2010 155
TABEL 119 Partisipasi Warga Lansia dalam Angkatan Kerja
TABEL 101 Partisipasi Kelompok Rentan dalam Pertemuan dan Musyawarah di Wilayah Terpapar Bencana Merapi 2010 172
Potensi Dampak Risiko Bencana di Wilayah Terpapar Bencana
Merapi 2010 155 TABEL 120 Pendapatan Warga Lansia di Wilayah Terpapar Bencana
Merapi 2010 173

xviii | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 Daftar Tabel | xix
TABEL 121 Persentase Warga Menggikuti Program Pelayanan MEMBANGUN KETANGGUHAN WARGA
Pemulihan di Wilayah Terpapar Bencana Merapi 2010 174
TABEL 122 Frekuensi Rata-rata Warga (per orang) Mengikuti Program TABEL 139 Pengarusutamaan Isu PRB dan Keterwakilan Warga dalam
Pelayanan Pemulihan di Wilayah Terpapar Bencana MUSRENBANGDES di Desa-desa Yang Terpapar Bencana
Merapi 2010 175 Merapi 2010 198

TABEL 123 Program Pemulihan Lintas Sektor Yang Terkait dengan TABEL 140 Pengetahuan Dasar Warga tentang Merapi, Tanda-tanda
Perlindungan Kelompok Rentan di Wilayah Terpapar Bencana &Ancaman Bencananya di Desa-desa Yang Terpapar Bencana
Merapi 2010 175 Merapi 2010 199-200

TABEL 124 Kegiatan Warga & Pemerintah Desa Setelah Bencana Letusan TABEL 141 Penyelenggaraan Kegiatan Pendidikan Kebencanaan Bagi Warga
Merapi 2010 176-178 di Desa-desa Yang Terpapar Bencana Merapi 2010 201

TABEL 125 Ketersediaan dan Jarak ke Kantor Pos dari Desa-desa Terpapar TABEL 142 Pengetahuan Warga tentang Sumber Informai Kebencanaan
Bencana Letusan Merapi 2010 179 di Desa-desa Yang Terpapar Bencana Merapi 2010 201-202

TABEL 126 Ketersediaan dan Jarak ke Bank (Lembaga Keuangan Resmi) dari TABEL 143 Keberadaan dan Profil Tim Siaga Bencana (TSB) di Desa-desa
Desa-desa Terpapar Bencana Letusan Merapi 2010 180 Yang Terpapar Bencana Merapi 2010 203

TABEL 127 Ketersediaan Sarana Angkutan dan Jarak ke Terminal/Halte Bus TABEL 144 Keberadaan Sistem Peringatan Dini di Desa-desa Yang
Umum dari Desa-desa Terpapar Bencana Letusan Terpapar Bencana Merapi 2010 203
Merapi 2010 180-181 TABEL 145 Pihak-pihak Penting dan Pertama Yang Dikontak oleh Warga
TABEL 128 Ketersediaan dan Jarak ke Pasar dari Desa-desa Terpapar Saat Keadaan Darurat Bencana di Desa-desa Yang Terpapar
Bencana Letusan Merapi 2010 181 Bencana Merapi 2010 204

TABEL 129 Ketersediaan dan Jarak ke Sarana Telekomunikasi Umum TABEL 146 Keberadaan Jalur dan Perangkat Dasar Evakuasi di Desa-desa
dari Desa-desa Terpapar Bencana Letusan Merapi 2010 182 Yang Terpapar Bencana Merapi 2010 205

TABEL 130 Ketersediaan dan Jarak ke Sarana Pelayanan Kesehatan TABEL 147 Keberadaan Peraturan Desa tentang Kebencanaan & Forum
dari Desa-desa Terpapar Bencana Letusan Merapi 2010 182-183 Pengurangan Risiko Bencana di Desa-desa Yang Terpapar
Bencana Merapi 2010 206
TABEL 131 Ketersediaan Sarana dan Jarak ke Sekolah dari Desa-desa
Terpapar Bencana Letusan Merapi 2010 184 TABEL 148 Pengetahuan Warga tentang Dokumen Kebencanaan
Terpenting dan Sosialiasinya di Desa-desa Yang Terpapar
TABEL 132 Kegiatan-kegiatan Lintas Sektoral Yang Pernah Diadakan Bencana Merapi 2010 207
di Desa-desa Terpapar Bencana Letusan Merapi 2010 185
TABEL 133 Rata-rata Luas Wilayah dan Lahan Pertanian di Desa-desa
Terpapar Bencana Letusan Merapi 2010 186
TABEL 134 Bahan-bahan Vulkanik Letusan Merapi 2010 dan Dampaknya
pada Desa-desa Yang Terpapar Bencana 187
TABEL 135 Dampak Bencana Merapi 2010 pada Lahan-lahan Pertanian
di Desa-desa Yang Terpapar Bencana 188
TABEL 136 Keadaan Pemanfaatan Lahan-lahan Pertanian dan Kehutanan
di Desa-desa Yang Terpapar Bencana Merapi 2010 189
TABEL 137 Keberadaan Peraturan Tata Kelola Lahan dan Kawasan Hutan
di Desa-desa Yang Terpapar Bencana Merapi 2010 190
TABEL 138 Keadaan Sumber-sumber Air dan Dampak Letusan Merapi 2010
di Desa-desa Yang Terpapar Bencana 190-191

xx | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 Daftar Tabel | xxi
setelah letusan
gambaran umum kerusakan
dan kebutuhan pemulihan

Letusan besar Gunung Merapi pada


tanggal 26 Oktober 2010 bukan hanya
menyemburkan asap tebal ke langit,
tetapi juga memuntahkan ribuan ton
lahar panas yang menyapu bersih
puluhan kampung di sekitarnya.
Setelah itu, menyusul luapan lahar
dingin yang sampai sekarang masih
menggelontor sungai-sungai besar
di empat kabupaten (Sleman, Klaten,
Magelang, dan Boyolali). Gambar ini
--diambil pada tanggal 13 November
2010, dua minggu setelah letusan--
memperlihatkan bekas aliran lahar
panas yang menyapu-rata Desa
Kepuharjo di Kecamatan Cangkringan,
Yogyakarta, yang berjarak hanya
sekitar 6 kilometer ke arah tenggara
dari puncak Merapi.
Selain korban jiwa manusia, bencana ini Sektor Pertanian: luasan lahan pertanian
juga telah menimbulkan kerusakan besar yang mengalami kerusakan mencapai lebih dari
pada lahan-lahan pertanian, prasarana 33.000 ha. Kerugiannya ditaksir mencapai Rp
umum, permukiman penduduk, dan harta 1 triliun, meliputi kerusakan tanaman pangan,
benda milik warga. hortikultura dan tanaman perkebunan.
Secara keseluruhan, tak kurang dari 300 Sektor Peternakan: sebanyak 188.765 ekor
dusun dan desa di tiga kabupaten dalam (sapi perah, kerbau, dan kambing) terbunuh.
provinsi Jawa Tengah (Boyolali, Klaten, Selain kesulitan pakan ternak, harga jual ternak-
dan Magelang) dan satu kabupaten di ternak itu pun menurun tajam, misalnya, sapi
Daerah Istimewa Yogyakarta (Sleman) dewasa yang biasanya berharga Rp 5-6 juta per
terkena dampak letusan Merapi. Dari ekor merosot sampai hanya Rp 3 juta.
keseluruhan desa tersebut, berdasarkan data
Sektor Kehutanan: 33% (2.400 ha) kawasan
Badan Nasional Penanggulangan Bencana
hutan mengalami kerusakan.
%13% GDPSDNNHUXVDNDQ\DQJVLJQLNDQ
menimpa 53.315 keluarga di 57 desa dalam Sektor Permukiman: 45.677 unit rumah
11 kecamatan di empat kabupaten tersebut. hancur atau rusak berat dan ringan, terdiri dari
Tercatat 275 orang meninggal, 576 sakit, dan 11.517 unit di Jawa Tengah dan 34.160 unit di
303.233 jiwa mengungsi. Pemerintah secara Yogyakarta.
resmi mengumumkan total nilai kerugian Sektor Prasarana: kerusakan berat dan
ditaksir mencapai Rp 3 triliun lebih. ringan menimpa sejumlah sumber dan jaringan
Beberapa sektor yang terkena dampak air bersih, irigasi, jalan, jembatan, pasar, dan
cukup besar adalah: prasarana vital lainnya.

Semua kerusakan inilah


yang membutuhkan
upaya pemulihan
yang dijabarkan dalam
Rencana Aksi Rehabilitasi
& Rekonstruksi Pasca
Letusan Merapi. Setelah
dua tahun berlalu, upaya
pemulihan tersebut
kini perlu dievaluasi
pencapaiannya.

FOTO-FOTO: EDI KUSMAEDI, TRK INSIST


PEMBANGUNAN MASJID DI HUNTAP PAGERJURANG,
DESA KEPUHARJO, KECAMATAN CANGRINGAN OLEH
BNPB
<FOTO: KUSEN ALIPAH HADI>
PENDAHULUAN
MENAKAR UPAYA PEMULIHAN
PASCA BENCANA MERAPI 2010
Bondan Sikoki
Juli Eko Nugroho

Latar Belakang
Pada awalnya adalah gagasan untuk mendukung pemerintah melakukan
kegiatan pemulihan masyarakat terdampak letusan Merapi 2010, lalu
muncul kegelisahan para pekerja kemanusiaan yang tergabung dalam
Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) Daerah Istimewa Yogyakarta
(DIY) dan Provinsi Jawa Tengah. Setelah mendukung pada masa tanggap
darurat (emergency response), para pegiat FPRB DIY dan Jawa Tengah, juga
ikut menyusun suatu rancangan upaya pemulihan menggunakan metode
Kajian Kebutuhan Pemulihan Kemanusiaan (Human Recovery Needs
Assessment, HRNA) yang disandingkan dengan metode Kajian Kerusakan
dan Kerugian (Damage and Loss Assessment, DaLA) menjadi Kajian
Kebutuhan Pemulihan Pasca Bencana (Post Disaster Needs Assessment,
PDNA). Semua kajian itu akhirnya menghasilkan Rencana Aksi
Rehabilitasi dan Rekonstruksi (RENAKSI RR) Pasca Bencana Merapi 2010.
RENAKSI RR Pasca Bencana Merapi 2010 merupakan dokumen acuan
semua pemangku kepentingan yang akan melakukan kegiatan rehabilitasi
dan rekonstruksi di wilayah seputaran Gunung Merapi, terutama
pemangku kepentingan utama, yaitu pemerintah, dalam hal ini adalah
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD) provinsi dan kabupaten, serta kementerian-
kementerian terkait. Pada tahap ini, para pekerja kemanusiaan mulai
gelisah untuk menemukan alat ukur dan metode yang dapat mengukur
secara efektif kemajuan --sekaligus juga kekurangan-- yang dirasakan oleh
masyarakat terdampak penerima manfaat dari kegiatan pemulihan pasca
letusan Merapi 2010.
Dalam rangkaian diskusi FPRB DIY dan Jawa Tengah, muncul usulan salah
DUSUN BONO, SIDOREJO, KEMALANG, satu cara mengukur tingkat pemulihan masyarakat yang terdampak bencana
KLATEN, JAWA TENGAH, 4 April 2011.
secara akurat dan efektif, yakni dengan mengumpulkan informasi secara
Seorang ibu muda memanfaatkan
sarana bak penampung air hujan (PAH) berkala (periodik) pada aras rumah tangga dan komunitas di desa-desa
bantuan program CSR satu perusahaan
nasional....
<FOTO: SUMINO MANTO, TRK LPTP> 1
terdampak bencana. Kajian longitudinal merupakan suatu metode yang masyarakat di wilayah berisiko tinggi bencana gunung Merapi.
dapat digunakan untuk mengukur keadaan populasi secara berkala terhadap
Memantau secara berkala kemajuan kinerja kegiatan-kegiatan dari
indikator-indikator kesejahteraan tertentu seperti pendapatan, belanja,
RENAKSI RR Pasca Bencana Merapi 2010 di wilayah berisiko tinggi
kepemilikan aset, akses terhadap layanan dasar, status gizi, kesehatan,
bencana gunung Merapi.
pendidikan, bahkan juga indikator-indikator lain seperti ketahanan
komunitas terhadap bencana. Kajian longitudinal dengan metode survei ini, Memantau dan mengevaluasi secara berkala perkembangan atau
mendapatkan dukungan dari SurveyMeter, suatu lembaga riset yang sudah keberhasilan kinerja kegiatan pemulihan kehidupan masyarakat di
sangat berpengalaman menerapkan kajian longitudinal tersebut. wilayah berisiko tinggi bencana gunung Merapi.

Sementara itu, RENAKSI RR Pasca Bencana Merapi telah diresmikan melalui Menyediakan data dan saran-saran secara berkala bagi pengembangan
Keputusan Kepala (PERKA) BNPB Nomor 05 Tahun 2011 tentang Penetapan kebijakan pemerintah maupun pemangku kepentingan lainnya untuk
Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah Pasca Erupsi Gunung pelaksanaan dan penyesuaian kembali (re-planning) kegiatan-kegiatan
Merapi di DIY dan Jateng. Penerbitan dokumen ini menandai bahwa proses rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana di kawasan Merapi yang
pembangunan kembali pasca bencana Merapi sudah dapat dimulai. Meskipun lebih tanggap (responsive) pada pengurangan risiko bencana.
sudah memulai lebih dahulu berbagai kegiatan pemulihan di kawasan
bencana Merapi, para pihak (lembaga-lembaga non-pemerintah, lembaga-
lembaga internasional, dan kalangan swasta) mendukung pelaksanaan Keluaran
RENAKSI RR Pasca Bencana Merapi tersebut.
Data dan saran-saran secara berkala untuk pengembangan kebijakan
Peraturan Kepala (PERKA) BNPB Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pedoman pemerintah maupun pemangku kepentingan lainnya untuk penyesuaian
Umum Penyelenggaraan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana kembali RENAKSI RR Pasca Bencana Merapi yang lebih tanggap pada
mengamanatkan prinsip pembangunan yang lebih baik, prinsip pengurangan pengurangan risiko bencana.
risiko bencana, dan prinsip keberlanjutan dalam pelaksanaan rehabilitasi dan
Angka-angka nisbi Indeks Pemulihan Bencana (Disaster Recovery Index,
rekonstruksi. Dalam rangka penerapan prinsip-prinsip tersebut, dibutuhkan
DRI) yang mengukur tingkat pemulihan yang tecapai serta lebih
piranti (instrument) yang memampukan para pihak untuk mengukur tingkat
tanggap pada pengurangan risiko bencana.
pemulihan kehidupan dan ketahanan terhadap bencana pada masyarakat
terdampak bencana. Oleh karena itu, kajian longitudinal menjadi penting Informasi tentang kemajuan pulihnya:
untuk digunakan mengukur perkembangan kemajuan masyarakat penerima * akses masyarakat korban bencana pada kebutuhan dasar; dan
manfaat dari semua upaya pemulihan (rehabilitasi dan rekonstruksi) pasca
* ketangguhan (resilience) masyarakat korban bencana secara berkala di
letusan Merapi 2010.
wilayah yang berisiko tinggi bencana Merapi sejak RENAKSI RR Pasca
Pada akhirnya, gagasan untuk melakukan kajian longitudinal tersebut Bencana Merapi dilaksanakan.
mendapat dukungan dari BNPB, United Nations Development Programme
Kerjasama strategis yang dibutuhkan guna mendukung pemenuhan
(UNDP), FPRB DIY & Jawa Tengah, dan SurveyMeter.
kebutuhan percepatan pemulihan masyarakat di wilayah terdampak
bencana Merapi pada tahun 2011-2012.

Tujuan
Secara garis besar, tujuan kajian longitudinal ini adalah: Ruang Lingkup
Mengidentifikasi dinamika perubahan, pengaruh jangka pendek dan Kajian Longitudinal Pemulihan Masyarakat Pasca Bencana Merapi
jangka panjang dari bencana letusan dan lahar hujan Merapi pada ini adalah penilaian secara berkala tentang kebutuhan pemulihan
kehidupan rumah tangga dan komunitas korban terdampak bencana. dan ketahanan masyarakat terhadap bencana dengan mengumpulkan
Memantau & mengevaluasi secara berkala perkembangan ketangguhan informasi dari responden yang sama dari waktu ke waktu pada aras

2 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 PENDAHULUAN: Menakar Upaya Pemulihan Kehidupan Warga Pasca Bencana | 3
rumah tangga dan komunitas. panas dari letusan Merapi 2010, baik karena aliran atau jatuhan
Untuk mengukur dampak bencana diperlukan informasi tentang keadaan piroklasik, efek panas dan kimia gas, tetapi tidak menimbulkan korban
populasi sebelum terjadinya bencana serta informasi tentang wilayah jiwa, kerusakan permukiman, prasarana dan vegetasi.
pembanding, yaitu wilayah yang nisbi tidak terkena dampak bencana. Area Terdampak Lahar Hujan (ATLH) adalah wilayah yang terlanda
Dalam kajian ini digunakan pertanyaan ke belakang (retrospective) tentang lahar hujan yang menimbulkan korban, kerusakan permukiman,
keadaan rumah tangga dan komunitas sesaat sebelum terjadinya letusan prasarana dan vegetasi.
Merapi 2010. Hal ini dilakukan karena keterbatasan informasi keadaan
sosial ekonomi wilayah terdampak sebelum terjadinya bencana. Informasi Penentuan kategori wilayah terdampak ini menggunakan acuan Peta
ini akan dibandingkan dengan keadaan mereka sesudah terjadinya Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi dan Area Terdampak Letusan
bencana, sehingga dapat diketahui perubahan keadaan sosial ekonomi 2010 dari BPPTK dan BNPB. Data dari BPPTK dan BNPB memperlihatkan
rumah tangga/komunitas setelah terjadinya bencana. Selanjutnya, bahwa jumlah desa dan dusun di empat kabupaten yang terdampak
perubahan sebagai dampak dari bencana Merapi akan diukur dengan bencana letusan Merapi 2010 adalah 157 desa dan 192 dusun, dengan
membandingkan antara perubahan keadaan sosial ekonomi wilayah rincian sebagai berikut:
terdampak dan wilayah yang mempunyai karakteristik sama tapi tidak
terdampak.
TABEL 1: Jumlah Desa dan Dusun Terdampak Bencana Merapi 2010
Dengan mewawancarai rumah tangga dan komunitas yang sama dari
waktu ke waktu, maka dapat diketahui proses pemulihan keadaan sosial Kabupaten ATLL ATL ATLH JUMLAH
ekonomi mereka. Selain itu, juga dapat diukur seberapa besar tingkat SLEMAN
ketahanan mereka terhadap bencana dan seberapa jauh program-program Desa 36 4 0 40
bantuan telah mencapai sasarannya. Dusun 38 9 0 47
MAGELANG
Desa 50 0 38 88
Wilayah Kajian Dusun 63 0 48 111
BOYOLALI
Wilayah kajian ini adalah wilayah yang terdampak bencana letusan
Desa 10 0 6 16
Merapi 2010 di empat kabupaten --Sleman, Magelang, Klaten, dan
Dusun 10 0 8 18
Boyolali-- di dua provinsi --Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa
KLATEN
Tengah. Perlu dicatat bahwa wilayah kajian ini adalah wilayah kegiatan
Desa 11 2 0 13
FPRB DIY dan Jawa Tengah.
Dusun 11 5 0 16
Mengingat dampak letusan Merapi tidak hanya lahar panas, awan panas, JUMLAH
serta debu vulkanik, tetapi juga lahar hujan sampai ke daerah hilir, maka Desa 107 6 44 157
semua desa dan dusun dalam wilayah kajian dikelompokkan menurut Dusun 122 14 56 192
jenis dampak bencana yang menimpanya --mengacu pada pengelompokan
wilayah terdampak bencana Merapi menurut Balai Penyelidikan dan Untuk keperluan kajian ini, tidak semua desa dan dusun tersebut akan
Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK), Kementerian Energi dijadikan sebagai sasaran pendataan, tetapi hanya seperlima (20%) saja
dan Sumber Daya Mineral (ESDM) -- yaitu: sebagai sampel, yakni 31 desa dan 38 dusun secara proporsional pada
Area Terdampak Langsung Letusan (ATLL) adalah wilayah yang setiap kategori ATL, ATLL, dan ATLH. Namun, ternyata, jumlah sampel di
terlanda oleh awan panas dari letusan Merapi 2010 yang menimbulkan wilayah ATLL sangat tidak seimbang, maka diputuskan untuk melakukan
korban jiwa, kerusakan permukiman, prasarana dan vegetasi terbakar. oversample, sehingga hasil akhirnya adalah 40 desa dan 32 dusun terpilih
sebagai sasaran pendataan, sebagai berikut:
Area Terdampak Letusan (ATL) adalah wilayah yang terlanda awan

4 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 PENDAHULUAN: Menakar Upaya Pemulihan Kehidupan Warga Pasca Bencana | 5
TABEL 2: Jumlah Sampel Desa dan Dusun 9 Dusun 2 Tijayan Manisrenggo Klaten ATL Treatment
pada Setiap Kategori Wilayah Terdampak Bencana Merapi 2010
10 Dusun 1 Krikilan Bayat Klaten TT *) Kontrol
11 Garonan Banyubiru Dukun Magelang ATL Treatment
ATLL ATL ATLH JUMLAH
12 Sanggarahan Banyubiru Dukun Magelang ATL Treatmnet
Berdasarkan sampel 20% populasi 13 Wates Banyubiru Dukun Magelang ATL Treatment
Jumlah desa terpilih 24 3 11 38 14 Sigran Dukun Dukun Magelang ATL Treatment
Jumlah dusun terpilih 21 2 8 31 15 Kembang Ngadipuro Dukun Magelang ATL Treatment
Jumlah keseluruhan 45 5 19 69 16 Macanan Bligo Ngluwar Magelang ATL Treatment
Setelah disesuaikan 17 Blongkeng 1 Blongkeng Ngluwar Magelang ATLH Treatment
Jumlah desa terpilih 24 6 10 40 18 Druju Kidul Plosogede Ngluwar Magelang ATL Treatment
Jumlah dusun terpilih 21 3 8 32 19 Somokaton Somokaton Ngluwar Magelang ATL Treatment
Jumlah keseluruhan 45 9 18 72 20 Kojor Bojong Mungkid Magelang ATLH Treatment
21 Ngrajek 2 Ngrajek Mungkid Magelang ATL Treatment
22 Pabelan 1 Pabelan Mungkid Magelang ATLH Treatment
Dengan menambahkan tiga dusun lagi di tiga desa yang berbeda sebagai
wilayah pembanding (kontrol) --yakni dusun yang tidak terdampak 23 Daleman Gondosuli Muntilan Magelang ATLH Treatment

bencana Merapi 2010, tetapi memiliki karakteristik sosial ekonomi yang 24 Randukuning Gondosuli Muntilan Magelang ATLH Treatment
nisbi sama dengan dusun-dusun atau desa-desa terdampak*)-- maka 25 Wonosari Gunungpring Muntilan Magelang ATLH Treatment
terdapat 43 dusun pada 35 desa sebagai sasaran pendataan. Daftar 26 Lemah Tawang Gondowangi Sawangan Magelang ATLH Treatment
lengkapnya adalah sebagai berikut: 27 Keron Krogowanan Sawangan Magelang ATL Treatment
28 Tegalrejo Nglumut Srumbung Magelang ATL Treatment
TABEL 3: Daftar Desa dan Dusun Sampel Survei
29 Tembeman Salam Salam Magelang ATLH Treatment
No DUSUN DESA KECAMATAN KABUPATEN WILAYAH KATEGORI 30 Jagang Lor Salam Salam Magelang ATL Treatment

1 Mbangunsari Klakah Selo Boyolali ATLH Treatment 31 Salam Salam Salam Magelang ATLH Treatment
Suroteleng 32 Wonorejo Utara Banyuwangi Bandongan Magelang TT *) Kontrol
2 Suroteleng Selo Boyolali ATL Treatment
Kulon 33 Jetis Argomulyo Cangkringan Sleman ATL Treatment
3 Dusun 1 Wonodoyo Cepogo Boyolali ATL Treatment 34 Kaliadem Kepuharjo Cangkringan Sleman ATLL Treatment
4 Kedungrejo Kedungrejo Kemusu Boyolali TT *) Kontrol
35 Glagamalang Glagaharjo Cangkringan Sleman ATL Treatment
5 Dusun 1 Balerante Kemalang Klaten ATLL Treatment Kalitengah
36 Glagaharjo Cangkringan Sleman ATLL Treatment
6 Dusun 2 Balerante Kemalang Klaten ATLL Treatment Kidul
7 Dusun 2 Panggang Kemalang Klaten ATL Treatment 37 Pangukrejo Umbulharjo Cangkringan Sleman ATLL Treatment
8 Dusun 3 Ngemplakseneng Manisrenggo Klaten ATL Treatment 38 Pelemsari Umbulharjo Cangkringan Sleman ATLL Treatment
39 Ngepringan Wukirsari Cangkringan Sleman ATL Treatment
40 Kalimanggis Sindumartani Ngemplak Sleman ATL Treatment
41 Kemput Candibinangun Pakem Sleman ATL Treatment
*) Penentuan dusun atau desa terpilih dalam wilayah pembanding ini mengacu pada data Kaliurang
42 Hargobinangun Pakem Sleman ATLL Treatment
Potensi Desa (PODES) tentang karakteristik desa dengan menggunakan variabel jumlah Timur
penduduk, luas wilayah, pendapatan, lapangan pekerjaan serta jumlah sarana pendidikan 43 Turgo Purwobinangun Pakem Sleman ATL Treatment
dan kesehatan yang sebanding dengan dusun atau desa-desa sampel terpilih di wilayah
terdampak. *) TT = Tak Terdampak

6 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 PENDAHULUAN: Menakar Upaya Pemulihan Kehidupan Warga Pasca Bencana | 7
Populasi & Sampel Cakupan Informasi, Responden & Instrumen Survei
Populasi kajian ini adalah rumah tangga dan komunitas yang tinggal di Sebagaimana diuraikan sebelumnya tentang ruang lingkup kajian ini,
wilayah yang terdampak bencana letusan Merapi 2010, yakni di desa-desa informasi yang dikumpulkan adalah data tentang keadaan penghidupan
dan dusun-dusun di ATLL, ATL dan ATLH. Secara keseluruhan, jumlah warga di wilayah terdampak bencana Merapi 2010 sejak sesaat sebelum,
rumah tangga di semua desa dan dusun tersebut, ternyata sangat besar, segera setelah bencana terjadi, dan saat ini (setelah upaya-upaya
lebih dari 10.000 keluarga. pemulihan dilaksanakan) dalam kaitannya dengan program-program
RENAKSI RR Pasca Bencana Merapi.
Mempertimbangkan jumlah anggota populasi yang sangat besar tersebut,
Data yang dikumpulkan adalah pada dua aras (level), yakni aras rumah
kajian ini menetapkan secara acak berlapis (stratified random) 30 rumah
tangga atau keluarga dan aras komunitas (dusun, desa). Dengan demikian,
tangga pada setiap dusun terpilih pada setiap kategori wilayah --termasuk
respondennya adalah: [1] para kepala rumah tangga atau pasangannya,
di wilayah pembanding (kontrol)-- yakni rumah tangga yang tinggal di
atau anggota keluarga tersebut yang mengetahui informasi yang
dusun tersebut sejak sebelum terjadinya letusan Merapi 2010. Dengan
ditanyakan; dan [2] aparat pemerintahan atau pamong desa (Kepala Desa,
demikian, seluruhnya diperoleh jumlah 1.290 rumah tangga sampel,
Kepala Dusun, atau stafnya yang mengetahui informasi yang ditanyakan).
dengan rincian sebagai berikut:
TABEL 4: Jumlah Rumah Tangga Sampel Terpilih
TABEL 5: Cakupan Informasi yang Dikumpulkan
pada Setiap Kategori Wilayah di Setiap Kabupaten (Aras Rumah Tangga & Aras Komunitas)

Sampel ATLL ATL ATLH KONTROL JUMLAH SURVEI BASELINE + Re-survey 1 Re-survey 2

ARAS RUMAH TANGGA


SLEMAN BUKU 1
* Pembentukan FPRB
Jumlah dusun terpilih 7 4 0 0 11 * Pembentukan BPBD
* Letusan Merapi
Jumlah rumah tangga terpilih 210 120 0 0 330 Peristiwa * Kegiatan tanggap darurat * RENAKSI RR * RENAKSI RR
* Program pemulihan dini (early
MAGELANG recovery)
* RENAKSI RR
Jumlah dusun terpilih 12 0 9 1 22 * Lokasi rumah tangga
* Anggota rumah tangga
Jumlah rumah tangga terpilih 360 0 270 30 660
* Karakteristik rumah tangga
* Usaha tani
BOYOLALI * Usaha non-tani
* Sama dengan * Sama dengan
Jumlah dusun terpilih 2 0 1 1 4 Pertanyaan * Harta rumah tangga
Baseline Baseline
* Dampak bencana
Jumlah rumah tangga terpilih 60 0 30 30 120 * Gangguan ekonomi
* Program bantuan sosial
KLATEN * Transfer
* Sejarah pinjaman
Jumlah dusun terpilih 3 2 0 1 6
BUKU 2
Jumlah rumah tangga terpilih 90 60 0 30 180
* Konsumsi
* Kesiapsiagaan dan tanggap
JUMLAH
bencana
* Sama dengan * Sama dengan
Pertanyaan * Pengajian risiko bencana
Dusun terpilih 24 6 10 3 43 Baseline Baseline
* Pengurangan risiko bencana
* Keadaan kesehatan
Rumah tangga terpilih 720 180 300 90 1.290
* Partisipasi masyarakat

8 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 PENDAHULUAN: Menakar Upaya Pemulihan Kehidupan Warga Pasca Bencana | 9
ARAS KOMUNITAS Penjelasan ringkas dari setiap instrumen tersebut adalah sebagai berikut:
* Pembentukan FPRB Buku Komunitas (GPS)
* Pembentukan BPBD
* Letusan Merapi Merupakan buku yang mencatat tentang lokasi GPS, meliputi
Peristiwa * Kegiatan tanggap darurat * RENAKSI RR * RENAKSI RR pengukuran maksimal 3 sungai yang melewati desa, maksimal 3 lokasi
* Program pemulihan dini (early
recovery)
lahar panas/hujan dan awan panas. Informasi tentang wilayah-wilayah
* RENAKSI RR tersebut ditanyakan kepada pihak perangkat desa untuk menjamin
ketepatan pengukuran dilihat dari sudut pandang lokasi yang diukur.
* Lembar kendali
* Karakteristik administrasi Apabila diperlukan petugas lapangan, diperbolehkan untuk memperoleh
* Informasi responden silangan informasi dari sumber lain, baik tokoh masyarakat maupun
* Prasarana & sarana
transportasi
warga biasa.
* Sama dengan * Sama dengan
Pertanyaan * Dampak bencana
Baseline Baseline Buku Komunitas (Administrasi)
* Kesiapsiagaan dan tanggap
bencana
* Pengurangan risiko bencana
Bertujuan untuk memperoleh informasi tentang pembagian struktur
* Program bantuan sosial wilayah di bawah desa. Informasi ini ditanyakan kepada kepala desa
* RENAKSI RR atau perangkat desa yang lain, diperbolehkan untuk memperoleh
sumber informasi dari satu informan untuk kelengkapan dan ketepatan
data.
Cakupan informasi yang akan dikumpulkan tersebut lalu diterjemahkan
ke dalam satu perangkat instrumen pendataan dan sasaran respondennya, Buku Komunitas (KAMADES)
sebagai berikut: Ditanyakan kepada kepala desa/perangkat desa yang lain. Pada
beberapa bagian dalam buku ini ada yang diperoleh informasinya dari
TABEL 6: Cakupan Informasi, Responden, dan Instrumen Pendataan banyak informan, terutama informan yang mengetahui tentang keadaaan
sebelum dan setelah letusan Merapi 2010 serta penanganan dan proses
JUMLAH
No BUKU SASARAN RESPONDEN rehabilitasi dan rekonstruksi sesudahnya.
SASARAN

Informasi lokasi GPS ditanyakan Buku Rumah Tangga (Buku 1)


pada sumber resmi dari
1 BUKU KOMUNITAS (GPS) perangkat desa berakitan dengan 1 Responden Buku 1 ini adalah kepala rumah tangga atau pasangannya,
posisi tersahih mengenai lokasi atau anggota rumah tangga yang berumur >18 tahun yang mengetahui
yang akan dilakukan GPS informasi tentang rumah tangga yang bersangkutan. Informasi yang
Kepala desa/perangkat desa dikumpulkan di buku ini adalah mengenai karateristik rumah tangga,
yang lain yang paling mengetahui program bantuan, informasi kesehatan melalui rawat jalan, konsumsi,
2 BUKU KOMUNITAS (AK) 1
keadaan struktur pemerintahan
wilayah desa usaha tani, usaha non-tani, harta rumah tangga, pendapatan dari harta,
tabungan, transfer baik ke dalam atau keluar rumah tangga, pinjaman,
BUKU KOMUNITAS Kepala desa dibantu oleh gangguan ekonomi, dan pengambilan keputusan rumah tangga.
3 1
(KARAKTERISTIK DESA) perangkat desa lain
Buku Rumah Tangga (Buku 2)
Kepala/pasangan kepala rumah
BUKU RUMAH TANGGA
4
(BUKU 1)
tangga/anggota keluarga 1 Buku 2 ini bertujuan memperoleh informasi dari rumah tangga,
berumur > 18 tahun tetapi lebih dikhususkan pada permasalahan kebencanaan, seperti
Kepala/pasangan kepala rumah kesiapsiagaan dan tanggap bencana, pengajian risiko bencana dan
BUKU RUMAH TANGGA
5 tangga/anggota keluarga 1 pengurangan risiko bencana, meskipun pada buku ini juga ditanyakan
(BUKU 2)
berumur > 18 tahun
aspek lain bukan kebencanaan seperti konsumsi, kesehatan, dan
partisipasi masyarakat.

10 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 PENDAHULUAN: Menakar Upaya Pemulihan Kehidupan Warga Pasca Bencana | 11
Metode Analisis Prakarsa kajian longitudinal ini pada dasarnya justru dimaksudkan
untuk mendapatkan data dasar yang sangat penting tersebut. Data hasil
Data yang dikumpulkan dari wawancara dengan responden langsung
kajian ini akan sangat membantu mengatasi masalah kekurangan atau
dimasukkan (entry) di lapangan dengan laptop menggunakan program
bahkan ketiadaan informasi memadai selama ini tentang keadaan wilayah
komputer CSPro (Census and Survey Processing System), lalu langsung
terdampak bencana dan penghidupan warganya. Data hasil kajian ini
dikirimkan ke tapakmaya (website) yang dibuat khusus untuk keperluan
--yang sangat rinci sampai pada aras dusun dan rumah tangga warga--
tersebut. Pada akhir pengumpulan data, sebelum dilakukan tabulasi,
dapat digunakan sebagai basis perencanaan jangka mencegah dan jangka
dilakukan cleaning data untuk menghilangkan kesalahan-kesalahan entri
panjang, terutama oleh pemerintah, dalam rangka pengurangan risiko
dan kode-kode yang tidak seharusnya ada (outliers).
bencana dan peningkatan ketangguhan warga di kawasan Merapi dalam
Megingat datanya tersedia dalam format komputer Stata (Statiscs and menghadapi bencana letusan dari salah satu gunung berapi paling aktif di
data), maka --untuk keperluan analisis-- tabulasi dilakukan oleh staf dunia itu.
SurveyMeter yang memang sudah terlatih dan terbiasa dengan program
statistik komputer tersebut. Guna penyeragaman penyajian, tabulasi 2. Keterbatasan Kuisioner
dibuat berdasarkan kategori wilayah terdampak (ATL, ATLL, ATLH) dan Penyusunan kuisioner sebagai instrumen pendataan survei ini dilakukan
Kontrol. Kecuali untuk Disaster Recovery Index (DRI), selain berdasarkan hampir setahun, sejak bulan Juli 2011. Memerhatikan konteks umum
empat kategori wilayah tersebut, juga disajikan untuk setiap kabupaten sosial ekonomi dan budaya warga terpapar bencana di kawasan Merapi,
dan sektor. Hal ini dimaksudkan untuk dapat digunakan oleh pemerintah kuisioner survei ini sejak awal dirancang sedemikian rupa agar benar-
daerah masing-masing dalam mengevaluasi RENAKSI RR Pasca Bencana benar mudah dipahami oleh para warga di sana, tetapi tanpa mengurangi
Merapi. substansi dan makna pertanyaaan yang diajukan.
Meskipun sudah dilakukan uji coba sebanyak dua kali, sangat terasa
bahwa tetap saja sulit menghindari adanya beberapa penyederhanaan
Tantangan dalam Pelaksanaan pertanyaan. Hal ini terutama karena kuisioner survei memang terdiri dari
1. Keterbatasan Data Dasar banyak sekali pertanyaan yang bisa saja melelahkan untuk menjawab
seluruhnya secara rinci dan cermat, terutama pertanyaan-pertanyaan yang
Letusan Merapi yang bermula pada tanggal 26 Oktober sampai 7
berkaitan dengan perspektif pengurangan risiko bencana di setiap sektor.
November 2010, pada akhirnya menyadarkan banyak pihak tentang
Hasil uji coba dan pelaksanaan yang sesungguhnya memperlihatkan setiap
pentingnya kajian kebencanaan, khususnya yang berkaitan dengan proses-
responden membutuhkan waktu rerata empat (4) jam untuk menjawab
proses rehabilitasi dan rekonstruksi. Dampak terbesar terlihat pada
semua pertanyaan dalam kuisioner.
kerusakan berat prasarana dan lingkungan. Semuanya membutuhkan
penanganan yang serius dalam membuat kebijakan pemulihan yang Untuk mengatasi masalah tersebut, tidak ada jalan lain kecuali
efektif dan berkelanjutan. Salah satu prasyaratnya adalah tersedianya menegaskan kepada para enumerator untuk mengajukan pertanyaan-
data yang memadai dan akurat tentang apa yang disebut sebagai tindakan pertanyaan retrospektif --jika perlu juga probing questions-- yang bisa
pencegahan bencana dan dampak yang diakibatkannya. membantu responden mengingat kembali keadaan mereka sebelum
bencana terjadi pada bulan Oktober-November 2010. Memang tidak
Sejak awal pelaksanaannya, kajian longitudinal ini sudah dihadapkan
mudah, tetapi cara ini jauh lebih baik dibandingkan jika para responden
pada persoalan yang menjadi salah satu akar masalah dari proses
hanya dibiarkan sendiri mengisi kuisioner tanpa pendampingan dari
penanganan bencana, yaitu minimnya data dasar wilayah risiko bencana,
enumerator.
termasuk data tentang pengetahuan, pandangan, dan sikap warga
masyarakat, terutama warga korban bencana di kawasan Merapi. Padahal, Pada responden rumah tangga, umumnya memang tidak terlalu sulit bagi
data tentang wilayah risiko bencana sampai pada tingkat dusun, mutlak mereka mengingat kembali semua kejadian dan keadaan yang mereka
diperlukan. alami sebelum Oktober-November 2010. Informasi yang dibutuhkan

12 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 PENDAHULUAN: Menakar Upaya Pemulihan Kehidupan Warga Pasca Bencana | 13
dari mereka memang lebih merupakan data perseptual yang lebih penyederhanaan bahasa, terutama berbagai istilah teknis statistik
mudah diperiksa silang ketepatannya dengan responden yang lain di yang mungkin cukup sulit dipahami oleh pembaca awam. Tentu saja,
dusun yang sama. Yang cukup menyulitkan adalah responden di tingkat dengan tetap berusaha agar sedapat mungkin tidak mengurangi atau
komunitas yang umumnya adalah para aparat pemerintahan (pamong) menghilangkan substansi dan makna yang sesungguhnya.
desa atau tokoh masyarakat. Sebagai pelaksana tata kepemerintahan
Tantangan itulah yang dihadapi oleh tim penulis laporan ini. Sekali lagi,
desa, semestinya mereka dapat menjawab sebagian besar pertanyaan
karena keterbatasan kelengkapan data yang bisa dihasilkan dari survei,
dalam kuisioner dengan data tertulis atau dokumen yang ada di kantor
tim penulis cukup mengalami kesulitan dalam penyajian analisisnya,
desa. Tetapi, hampir sebagian besar mereka juga menjawab hanya atau
terutama ketika menyusun Indeks Pemulihan Bencana (Disaster Recovery
lebih berdasarkan ingatan saja. Hal ini memperkuat fakta bahwa data
Index, DRI) yang idealnya dapat mencakup semua (173) parameter dari
dasar wilayah risiko bencana memang langka tersedia selama ini bahkan
berbagai sektor sebagaimana yang tercantum dalam dokumen RENAKSI
sampai pada tingkat sumber utama (primer) di aras desa. Akibat bencana
RR Pasca Bencana Merapi. Karena keterbatasan data yang dihasilkan dari
letusan Merapi 2010 yang melanda desa mereka, bisa dimaklumi jika data
survei, maka penyusunan Indeks tersebut dalam laporan ini membatasi
dari masa sebelumnya mungkin memang ikut musnah. Tetapi, faktanya
dan mengutamakan hanya pada 22 parameter dasar yang mampu
adalah bahwa bahkan data tentang kegiatan-kegiatan pemulihan pasca
disediakan datanya dari hasil survei.
bencana pun juga langka tersedia. Sebagian besar pamong desa dan tokoh
masyarakat setempat bahkan tidak banyak mengetahui --apalagi memiliki Betapapun, survei ini adalah yang pertama kalinya dilaksanakan di
rekaman data-- tentang rincian berbagai kegiatan pemulihan --baik oleh kawasan bencana Merapi dan memang secara sangat spesifik memusatkan
pemerintah (melalui BNPB dan BPBD) maupun oleh para pihak lainnya-- perhatian pada isu-isu kebencanaan serta upaya pemulihan pasca bencana.
yang pernah (atau jika pernah ada) diselenggarakan di desa mereka. Dengan beberapa kekurangan yang sudah dapat dikenali tersebut, survei
pertama ini paling tidak telah meletakkan dasar untuk kesempurnaan
pelaksanaan survei yang sama di masa mendatang.
Penulisan Laporan
Laporan hasil kajian longitudinal ini diupayakan tersaji dalam susunan
yang padat, jelas dan mudah dibaca.
Secara garis besar, laporan ini diawali oleh tulisan tentang Indeks
Pemulihan Bencana Kawasan Merapi yang, pada dasarnya, merupakan
rangkuman umum dari seluruh tulisan lainnya dalam laporan ini. Rincian
data setiap sektor dari semua data yang dirangkum pada tulisan pertama
tersebut disajikan pada tulisan-tulisan berikutnya: perumahan dan
permukiman (Sektor 1); prasarana dasar (Sektor 2); ekonomi produktif
dan penghidupan warga (Sektor 3); pelayanan sosial dasar (Sektor 4);
serta perlakuan khusus kelompok rentan, akses pelayanan publik, dan
pemulihan lingkungan hidup (Lintas Sektor). Laporan ini diakhiri dengan
satu tinjauan akhir tentang membangun ketangguhan (resilience) warga
menghadapi bencana.
Sesuai dengan rancangan dasarnya, data hasil kajian ini adalah satu
kumpulan data yang luar biasa kompleksitasnya. Karena itu, penyajiannya
perlu diupayakan sedemikian rupa agar tetap mudah dibaca dan
dipahami oleh kalangan luas. Untuk itu, penulisan laporan ini melakukan

14 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 PENDAHULUAN: Menakar Upaya Pemulihan Kehidupan Warga Pasca Bencana | 15
RANGKUMAN
INDEKS PEMULIHAN BENCANA
KAWASAN MERAPI
Istiarsi Saptuti Sri Kawuryan
Ni Wayan Suriastini
Edy Purwanto

R encana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana Erupsi


Gunung Merapi telah diresmikan melalui Keputusan Kepala (PERKA)
BNPB Nomor 05 Tahun 2011 tentang Penetapan Rencana Aksi Rehabilitasi
dan Rekonstruksi Wilayah Pasca Erupsi Gunung Merapi di DIY dan
Jateng. Penerbitan dokumen ini menandai bahwa proses pembangunan
kembali pasca bencana Gunung Merapi sudah dapat dimulai.
Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pedoman Rehabilitasi dan Rekonstruksi
mengamanatkan prinsip pembangunan yang lebih baik, prinsip
pengurangan risiko bencana, dan prinsip keberlanjutan dalam pelaksanaan
rehabilitasi dan rekonstruksi. Dalam rangka implementasi prinsip-prinsip
tersebut, dibutuhkan instrumen yang memampukan para pihak untuk
mengukur tingkat pemulihan kehidupan dan ketahanan terhadap bencana
pada masyarakat terdampak bencana.
Salah satu cara untuk mengukur tingkat pemulihan masyarakat yang
terdampak bencana adalah dengan mengumpulkan informasi secara
berkala (periodik) terhadap rumah tangga dan masyarakat di daerah
terdampak bencana. Kajian berjangka panjang secara terus-menerus
(longitudinal study) merupakan suatu metode yang dapat digunakan untuk
mengukur keadaan warga (penduduk) secara berkala terhadap indikator-
indikator kesejahteraan tertentu seperti pendapatan, belanja, kepemilikan
aset, akses terhadap layanan dasar, gizi, kesehatan, pendidikan, dan
bahkan indikator-indikator lain termasuk ketahanan komunitas terhadap
bencana.
Laporan ini adalah hasil pelaksanaan longitudinal study dalam kerangka
Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana Gunung
Merapi. Kajian ini merupakan kesepakatan kerjasama antara Forum
DESA KENINGAR, DUKUN, MAGELANG, JAWA TENGAH, 31 Juli Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
2011. Sekitar sembilan bulan setelah bencana, setelah kembali
dari pengungsian, warga desa --termasuk kaum perempuan-- (DIY), FPRB Provinsi Jawa Tengah, Badan Nasional Penanggulangan
bergotong-royong memperbaiki jalan desa mereka.
<FOTO: SALEH ABDULLAH, TRK INSIST>
17
Bencana (BNPB), Tim Pendukung Teknis Rehabilitasi dan Rekonstruksi DRI merupakan alat yang sangat berguna untuk menyusun sekumpulan
Pasca Bencana Gunung Merapi dan Merapi Recovery Response - United indikator pemulihan kehidupan pasca bencana hingga menjadi bentuk
Nation Development Programme (UNDP). Kajian ini dimaksudkan yang paling sederhana, namun tetap mempertahankan makna atau hakikat
agar para pihak memiliki alat yang dapat mengukur dampak-dampak dari status pulihnya kehidupan pasca bencana.
pemulihan pasca bencana secara objektif. Terdapat sepuluh
Tim pelaksana kajian ini menyusun dan menggunakan Indeks Pemulihan GRAFIK 1: Disaster Recovery Index (DRI) langkah penyusunan
Kehidupan Pasca Bencana (Disaster Recovery Index, DRI) sebagai masukan indeks komposit DRI ini,
utama dalam Laporan Pemantauan dan Evaluasi Program Rencana Aksi Bertambah mulai dari membangun
Pasca Bencana Gunung Merapi 2011-2013 dari sisi penerima manfaat. kerangka teoritis hingga
Langkah-langkah penyusunan DRI ini adalah sebagai berikut: penyajian (presentasi) dan
Pemulihan diseminasinya. Langkah-
1. Pemetaan variabel-variabel pemulihan pasca bencana yang akan Bencana
digunakan dalam penyusunan indeks komposit DRI. langkah inilah yang
digunakan para ilmuwan
2. Elaborasi metode-metode penyusunan DRI dan perbandingannya dalam mengembangkan
dengan Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index, HDI). indeks pemulihan kehidupan
3. Persepakatan dukungan para pihak dalam pelaksanaan survei dasar pasca bencana internasional
(baseline survey) semua variabel yang telah ditetapkan untuk mengukur seperti Indexes for Recovery &
Keadaan pasca bencana perlu indeks yang
pulihnya kehidupan masyarakat di kawasan terdampak bencana letusan dapat mengukur tingkat pemulihan korban Reconstruction (IRR).
dan lahar hujan Gunung Merapi. dari waktu ke waktu.
Pentingnya penyusunan
4. Pelaksanaan survei pertama, kemudian dilanjutkan dengan pemilihan DRI untuk kawasan bencana
indikator pulihnya kehidupan pasca bencana berdasarkan kerangka letusan dan lahar hujan
HDI dalam konteks bencana. Gunung Merapi ini adalah agar BNPB --dalam hal ini Deputi Rehabilitasi
dan Rekonstruksi, khususnya untuk pemulihan sosial ekonomi-- memiliki
5. Analisis multivariat terhadap indikator-indikator terpilih hingga
suatu landasan data dan kerangka analisis yang memadai untuk
pembobotan dan agregasinya.
menyusun suatu tinjauan (review) menyeluruh (komprehensif) mengenai
6. Penyajian hasil analisis dalam focus group discussion (FGD) untuk pulihnya kehidupan pasca bencana di kawasan Gunung Merapi. Sebagai
memperoleh umpan-balik dari para pembuat kebijakan, akademisi, dan suatu indeks komposit yang memadukan berbagai indikator berdasarkan
NGOs, sebagai masukan dalam penyusunan akhir indeks komposit DRI data yang dihasilkan dari survei longitudinal, DRI juga diperlukan sebagai
yang diharapkan siap dan dapat pula digunakan untuk daerah-daerah alat pembanding bagi upaya-upaya pemulihan kehidupan pasca bencana
bencana lainnya di Indonesia. di tempat-tempat terdampak, baik di Daerah Istimewa Yogyakarta
(Kabupaten Sleman) maupun di Jawa Tengah (Kabupaten Boyolali,
Kabupaten Klaten, dan Kabupaten Magelang).
DRI: Apa dan Mengapa? Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana Merapi 2011-
DRI memegang peranan penting dalam: (1) Membantu perumusan 2013 berbasis DRI diharapkan dapat menjadi masukan bagi para pembuat
kebijakan-kebijakan pemulihan kehidupan pasca bencana; (2) kebijakan --di tingkat lokal maupun nasional-- untuk menentukan arah
Mengevaluasi efektivitas program rencana aksi pemulihan kehidupan kebijakan pemulihan di masa depan. Dengan demikian, kebijakan yang
pasca bencana; (3) Membantu perancangan program rehabilitasi dan dihasilkan dapat memperbaiki kualitas program pemulihan kehidupan
rekonstruksi; dan (4) Mempermudah komunikasi dengan publik tentang pasca bencana dalam rangka 'pembangunan kembali yang lebih baik'
keadaan atau perkembangan upaya pemulihan kehidupan pasca bencana. (buildback better) kehidupan masyarakat terdampak bencana sesuai amanat
Kerangka Kerja Hyogo (Hyogo Framework).

18 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 RANGKUMAN: Indeks Pemulihan Bencana Kawasan Merapi | 19
Pengertian & Peristilahan [b] Secara verbal:
adalah proporsi antara selisih nilai saat survei dari nilai sesaat
Metodologi penyusunan DRI adalah model yang digunakan menyusun
setelah bencana dengan selisih nilai sesaat setelah bencana dari
Human Development Index (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia
sebelum bencana; sehingga
(IPM). Untuk itu, ada beberapa peristilahan dasar yang perlu dijelaskan
pengertiannya masing-masing. pulihnya sektor perumahan adalah proporsi perbaikan keadaan
dinding, lantai, sanitasi, air bersih dari sesaat setelah bencana
Parameter: suatu besaran yang diukur atau diamati. sampai saat survei terhadap penurunan keadaan dinding, lantai,
Indikator: suatu parameter atau nilai yang diturunkan dari sejumlah sanitasi, air bersih sesaat setelah bencana dari sebelum bencana;
parameter, yang bertujuan untuk menyediakan informasi tentang keadaan pulihnya sektor prasarana adalah proporsi perbaikan keadaan
suatu fenomena kehidupan pasca bencana. jalan, jembatan, transportasi umum, telekomunikasi dan akses
Indeks komposit: suatu set agregasi atau pembobotan beberapa indikator ke pasar terdekat dari sesaat setelah bencana sampai saat survei
dengan cara mereduksi kumpulan indikator tersebut hingga menjadi terhadap penurunan keadaan jalan, jembatan, transportasi umum,
bentuk yang paling sederhana namun tetap mempertahankan makna atau telekomunikasi dan akses ke pasar terdekat pada sesaat setelah
hakikat dari seluruh indikator tersebut. bencana dari sebelum bencana;
Indeks komposit pulihnya kehidupan pasca bencana: suatu indeks pulihnya sektor ekonomi produktif adalah proporsi perbaikan
komposit yang dibangun oleh sejumlah indikator kemajuan pulihnya pendapatan dan pekerjaan kelompok usia produktif (15-60 tahun)
kehidupan pasca bencana. dari sesaat setelah bencana sampai saat survei terhadap penurunan
keadaan pendapatan dan pekerjaan kelompok usia produktif pada
Mengacu perhitungan nilai (score) DRI sebelum, sesaat setelah bencana,
sesaat setelah bencana dari sebelum bencana;
dan saat survei, baik menurut area terdampak maupun menurut
kabupaten (terlampir), dan untuk menyamakan pemahaman, maka pulihnya sektor sosial adalah proporsi perbaikan akses pada
dirumuskan definisi operasional 'pulih' (recover) sebagai berikut: fasilitas kesehatan, status kesehatan fisik, status kesehatan mental,
akses pada fasilitas pendidikan, status bersekolah keluarga korban
[a] Secara matematis: bencana dari sesaat setelah bencana sampai saat survei terhadap
adalah % perbaikan dari sesaat setelah bencana sampai dengan saat penurunan kondisi akses pada fasilitas kesehatan, status kesehatan
survei = {(nilai saat survei nilai sesaat setelah bencana) /abs (nilai fisik, status kesehatan mental, akses pada fasilitas pendidikan,
sesaat setelah bencana nilai sebelum bencana)} x 100%; atau: status bersekolah keluarga korban bencana pada sesaat setelah
bencana dari sebelum bencana;
DEV [VHKLQJJD pulihnya lintas sektor adalah proporsi perbaikan frekuensi
pelatihan menghadapi bencana, luas wilayah desa, luas lahan
pulihnya sektor perumahan  VHNWRUSHUXPDKDQDEVVHNWRU pertanian desa, pengelolaan/pemanfaatan hasil hutan, akses
perumahan ) x 100%; ke kantor pos/jasa pengiriman barang, akses ke bank/lembaga
pulihnya sektor prasarana  VHNWRUSUDVDUDQDDEVVHNWRU keuangan formal lainnya dari sesaat setelah bencana sampai saat
prasarana ) x 100%; survei terhadap penurunan frekuensi pelatihan menghadapi
bencana, luas wilayah desa, luas lahan pertanian desa, pengelolaan/
pulihnya sektor ekonomi produktif  VHNWRUHNRQRPLSURGXNWLI
pemanfaatan hasil hutan, akses ke kantor pos/jasa pengiriman
DEVVHNWRUHNRQRPLSURGXNWLI [
barang, akses ke bank/lembaga keuangan formal lainnya pada
pulihnya sektor sosial  VHNWRUVRVLDODEVVHNWRUVRVLDO [ sesaat setelah bencana dari sebelum bencana.
pulihnya lintas sektor  OLQWDVVHNWRUDEVOLQWDVVHNWRU [

20 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 RANGKUMAN: Indeks Pemulihan Bencana Kawasan Merapi | 21
Kerangka Analisis 3. Untuk pelaporan keadaan pulihnya kehidupan pasca bencana di suatu
wilayah.
Analisis DRI dilakukan dengan mengacu pada sebagian dari sepuluh
Analisis DRI dilakukan dengan mengkompositkan sejumlah indikator
langkah iteratif penyusunan suatu indeks komposit. Kesepuluh langkah
pada masing-masing sektor perumahan, prasarana, ekonomi produktif,
tersebut adalah: (1) membangun kerangka teoritis; (2) pemilihan variabel;
sosial, dan lintas sektor. Hasilnya adalah sebagai berikut:
(3) analisis multivariat; (4) imputasi data hilang; (5) normalisasi data;
(6) pembobotan dan agregasi; (7) analisis robustness dan sensitivitas; (8) TABEL 7: Indikator dan Bobot per Indikator
analisis korelasi; (9) dekomposisi indeks komposit; serta (10) presentasi Tiap Sektor Pembentuk Indeks Pemulihan Bencana (DRI)
dan diseminasi.
Tolok-ukur (kriteria) pemilihan indikator pulihnya kehidupan pasca Indikator Terpilih per Sektor Bobot DRI
bencana, antara lain, mengacu pada:
1. Relevansi kebijakan dan manfaat bagi pengguna (policy relevance and PERUMAHAN 25,83
utility for users) yang meliputi:
Perubahan jenis dinding rumah tinggal terluas 22,50 5,81
a. Mampu menyediakan gambaran yang representatif dari keadaan Perubahan jenis lantai tempat tinggal 27,50 7,10
pulihnya kehidupan pasca bencana;
Perubahan sarana MCK 26,25 6,78
b. Berlingkup nasional, dalam artian dapat diterapkan pada isu-isu 23,75
lingkungan regional yang signifikan secara nasional; dan Prasarana/sarana air bersih 6,13
100,00
c. Mampu menunjukkan arah kecenderungan (trend) dari waktu ke PRASARANA 18,33
waktu.
Perbaikan jalan 22,50 4,12
2. Kekuatan analitis (analytical soundness) yang, antara lain, meliputi: Perbaikan jembatan 25,00 4,58
a. Well-founded dari segi teknis maupun keilmuan; Transportasi umum 18,75 3,44
b. Mendukung jika dikaitkan dengan model-model ekonomi, peramalan Telekomunikasi 16,25 2,98
(forecasting) maupun sistem informasi. 17,50
Akses pasar terdekat 3,21
3. Dapat terukur (measurability) data yang digunakan untuk mengukur 100,00
indikator: EKONOMI PRODUKTIF 25,83
a. Tersedia atau mampu disediakan pada biaya yang rasional; Perubahan pendapatan rumah tangga 47,50 12,27
b. Cukup terdokumentasi dan diketahui kualitasnya; 52,50
Partisipasi ekonomi penduduk usia produktif (15-60 tahun) 13,56
c. Dimutakhirkan (updated) secara rutin sesuai dengan prosedur yang 100,00
dapat dipercaya. SOSIAL 15,83
Indikator-indikator pulihnya kehidupan pasca bencana dapat Perubahan akses pada sarana kesehatan 20,00 3,17
dimanfaatkan oleh para pembuat keputusan maupun pengguna lainnya: 3HUXEDKDQVWDWXVNHVHKDWDQVLN 18,75 2,97
1. Sebagai ukuran kemajuan pulihnya kehidupan pasca bencana di suatu Perubahan status keseahatan mental 21,25 3,36
daerah yang terdampak;
Perubahan akses pada sarana pendidikan 27,50 4,35
2. Untuk memadukan masalah-masalah pemulihan kehidupan pasca 12,50
bencana ke dalam berbagai sektor kebijakan; dan Perubahan status bersekolah anak usia sekolah (6-15 tahun) 1,98
100,00

22 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 RANGKUMAN: Indeks Pemulihan Bencana Kawasan Merapi | 23
TABEL 8: Jumlah Indikator per Sektor DRI Potensial dan DRI Awal
LINTAS SEKTORAL 14,18
Indikator DRI Indikator DRI
Sektor
Pelatihan menghadapi bencana (2x) 23,75 3,37 Potensial Awal

Perubahan luas wilayah desa 10,00 1,42 Perumahan 5 4


Prasarana 7 5
Perubahan luas lahan pertanian di desa 17,50 2,48
Ekonomi Produktif 5 2
Perubahan pengelolaan/pemanfaatan hasil hutan 15,00 2,13 Sosial 8 5
Akses ke kantor pos (pengiriman barang) terdekat 10,00 1,42 Lintas Sektor 6 6
TOTAL 31 22
23,75
Akses ke bank (lembaga keuangan fromal lainnya) terdekat 3,37 Sumber: Data lapangan survei longitudinal, 2012 (diolah)
100,00

22 indikator 100,00 100,00 Tabel di atas menunjukkan jumlah indikator per sektor secara potensial
DRI ada 31 indikator dan secara DRI awal ada 22 indikator. Hasil DRI
Sumber: Data Persepsi Urutan Prioritas Kepentingan Sektor dan Indikator Sektor (diolah)
yang disajikan di sini berbasis 22 indikator terpilih DRI awal menurut:
(a) keseluruhan sektor per periode, (b) masing-masing sektor per periode;
baik pada (i) strata area terdampak (ATLL, ATL, ATLH) maupun pada (ii)
strata kabupaten di bagian hasil analisis.
Tabel di atas menunjukkan urutan prioritas bobot tertinggi ke terendah Selanjutnya, setelah berhasil memilih sejumlah indikator pulihnya
dari lima sektor DRI mengikuti urutan: sektor perumahan dan sektor kehidupan pasca bencana, langkah berikutnya adalah menyusun indeks
ekonomi poduktif, diikuti sektor prasarana, sektor sosial, dan lintas sektor komposit pulihnya kehidupan pasca bencana berdasarkan indikator-
menurut otoritas pihak berwenang. Dasar penetapan prioritas atau bobot indikator terpilih. (Lebih rinci, seluruh langkah perhitungan tersebut
adalah penilaian (dengan cara membagikan 10 stik ke 5 sektor, kemudian dapat dilihat pada Bagan-1: Bagan Arus Perhitungan DRI, pada halaman
membagikan 10 stik ke tiap indikator masing-masing sektor) sesuai berikutnya, h.26-27).
urutan kepentingan menurut masing-masing pemangku kepentingan
(stakeholders). Sesudah indeks diperoleh, langkah selanjutnya adalah melakukan
analisis, mengacu pada berbagai peraturan (regulasi) yang ada tentang
Dasar penetapan indikator pada setiap sektor, selain mengacu pada penanggulangan bencana (ikhtisar seluruh regulasi tersebut dapat
tolok ukur baku (OECD, 2008) --yakni relevansi kebijakan dan manfaat dilihat pada Lampiran-1 di halaman 206-209), dokumen Rencana Aksi
bagi pengguna, kekuatan analitis, dan keterukuran-- juga mengacu pada Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana Letusan Merapi serta
ketersediaan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) dan Potensi capaian-capaian hasilnya, terlihat begitu banyak kendala peraturan resmi
Desa (PODES) di Badan Pusat Statistik (BPS), serta data yang diperoleh terkait penyelenggaraan penanggulangan bencana yang kontraproduktif
dari instrumen survei longitudinal --khususnya yang terkait dengan dengan kebutuhan pemulihan kehidupan pasca bencana bagi korban
program Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana bencana. Akibatnya lebih lanjut adalah lambannya proses pemulihan
Letusan Merapi. Data dari BPS mengidentifikasi kemajuan pemulihan kehidupan korban bencana.
kehidupan pasca bencana berbasis data yang tersedia di BPS, sedangkan
data dari survei longitudinal berbasis data lapangan (baseline) secara Salah satu bukti nyata adalah arahan Wakil Presiden bahwa penyusunan
berkala tahunan. Adapun jumlah indikator pada masing-masing sektor dokumen Rencana Aksi Rehabilitasi & Rekonstruksi Pasca Bencana
secara potensial maupun awal ditunjukkan pada tabel berikut: Letusan Gunung Merapi berada di bawah komando Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (BAPPENAS) yang akan mengundang rapat
koordinasi antar kementerian dan lembaga pemerintahan yang terkait

24 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 RANGKUMAN: Indeks Pemulihan Bencana Kawasan Merapi | 25
nilai dummy
BAGAN 1: Bagan Arus (Flow Chart) Penyusunan Nilai DRI A A1 1 Tembok 1
2 Lainnya 0
PENENTUAN BOBOT PENENTUAN BOBOT SETIAP KOMPONEN PENENTUAN & A2 1 Keramik, marmer, ubin, tegel, semen, bata 1
1 SETIAP SEKTOR
2 DALAM SETIAP SEKTOR 3 PENGHITUNGAN 2 Lainnya 0
DUMMY SETIAP A3 1 Jamban sendiri 1
SEKTOR Bobot KOMPONEN SEKTOR Bobot KOMPONEN
2 Lainnya 0
DALAM SETIAP
A Perumahan 25,83 A 1 Dinding rumah 23 A4 1 Air kemasan, isi ulang, ledeng, sumur terlindungi 1
SEKTOR
B Prasarana 18,33 2 Lantai rumah 28 2 Lainnya 0
C Ekonomi Produktif 25,83 3 Sarana MCK 26 B B1 1 Tidak ada rusak atau rusak <50% 1
D Sosial 15,83 4 Sarana air bersih 23 2 Lainnya 0
E Lintas Sektor 14,17 JUMLAH 100 B2 1 Tidak ada rusak atau rusak <50% 1
JUMLAH 100,00 B 1 Keberadaan jalan 24 2 Lainnya 0
2 Keberadaan jembatan 26 B3 1 Ada di desa atau di luar desa dalam jarak <rerata 1
3 Sarana angkutan umum 17 2 Lainnya 0
4 Sraana telekomunikasi 15 B4 1 Ada di desa atau di luar desa dalam jarak <rerata 1
5 Akses pasar terdekat 18 2 Lainnya 0
PENARIKAN KESIMPULAN JUMLAH 100
100% = pulih seperti sediakala B5 1 Ada di desa atau di luar desa dalam jarak <rerata 1
10 C 1 Pendapatan rumah tangga 50 2 Lainnya 0
>100% = lebih baik dari sediakala
<100% = belum pulih 2 Partisipasi usia produktif 50 C C1 1 Meningkat atau menurun < 20% 1
JUMLAH 100 2 Lainnya 0
PENGHITUNGAN D 1 Akses sarana kesehatan 22 C2 1 Bekerja 1
PENINGKATAN 2 6WDWXVNHVHKDWDQVLN 18 2 Lainnya 0
9 KARENA PROGRAM 3 Status Kesehatan mental 20 D D1 1 PUSKESMAS/RS di desa, di luar dalam jarak <rerata 1
(% perbaikan dari penurunan 4 Akses sarana pendidikan 28 2 Lainnya 0
akibat bencana -B/A x 100%)
5 Partisipasi usia sekolah 12 D2 1 Sama atau lebih baik 1
JUMLAH 100 2 Lainnya 0
PENGHITUNGAN E 1 Pelatihan kebencanaan 25 D3 1 Sama atau lebih baik 1
PERUBAHAN DRI:
2 Luas wilayah desa 10 2 Lainnya 0
A. Penurunan akibat bencana
8 = nilai setelah = nilai sebelum 3 Luas lahan pertanian 16 D4 1 SD/SMP/SMA di desa, di luar dalam jarak <rerata 1
bencana; B. Peningkatan karena 4 Pemanfaatan hasil hutan 16 2 Lainnya 0
program = nilai saat survei - nilai 5 Akses kantor pos 10 D5 1 Bersekolah 1
setelah bencana 6 Akses lembaga keuangan 23 2 Lainnya 0
JUMLAH 100 E E1 1 Pernah diadakan > 1 kali 1
PENGHITUNGAN NILAI 2 Lainnya 0
DRI (jumlah semua nilai E2 1 Tetap 1
7 tiap sektor yang telah
2 Lainnya 0
disesuaikan dengan bobot)
E3 1 Tetap 1
2 Lainnya 0
PENGHITUNGAN PENGHITUNGAN PENGHITUNGAN
6 5 4 E4 1 Baik 1
NILAI SETIAP TOTAL NILAI NILAI SETIAP
2 Lainnya 0
SEKTOR SESUAI SETIAP SEKTOR KOMPONEN
BOBOT SEKTOR (jumlah nilai setiap DALAM SETIAP E5 1 Ada di desa atau di luar desa dalam jarak <rerata 1
(bobot x total nilai komponen setiap SEKTOR 2 Lainnya 0
setiap sektor) sektor) (nilai dummy x bobot E6 1 Ada di desa atau di luar desa dalam jarak <rerata 1
setiap komponen) 2 Lainnya 0

26 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 RANGKUMAN: Indeks Pemulihan Bencana Kawasan Merapi | 27
penanggulangan bencana dengan melibatkan Gubernur Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY) dan Gubernur Jawa Tengah. TABEL 9: Arahan Kebijakan dan Peraturan Terkait Rencana Aksi Pemulihan
Pasca Bencana Merapi 2010 di DIY dan Jawa Tengah
Padahal, pada sisi lain, Peraturan Pemerintah (PP) 21/2008 tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana dan PP 41 dan 42/2007 Lokasi /
No SEKTOR Arahan Regulasi / Rekomendasi
Status/Isu
tentang Organisasi Perangkat Daerah menempatkan badan --termasuk
Pembangunan perumahan dan permukiman
lembaga teknis daerah-- tidak memiliki otoritas komando (Pasal 8) dan yang telah ditetapkan untuk menampung Pada lokasi
bertanggungjawab kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah. masyarakat korban bencana erupsi Gunung relokasi
Perumahan
1 Merapi
Sementara itu, Peraturan Presiden (PERPRES) 8/2008 tentang
Pembentukan BNPB berimplikasi pada kesulitan BNPB menjalankan Wilayah yang termasuk dalam kategori Area
Terdampak Langsung (ATL) tidak untuk hunian
mandat koordinasi antar lembaga teknis dan berbagi peran melakukan
tindakan teknis dengan kementerian yang ada. Misalnya, korban bencana Pemulihan ekonomi dan mata pencaharian Pada yang
masyarakat korban bencana direlokasi
alam termasuk salah satu mandat dalam perlindungan sosial, tetapi belum 2 Ekonomi produktif
jelas pembagian peran antara BNPB dan Kementerian Sosial (KEMENSOS). Diarahkan untuk ekonomi produktif (ternak,
Dana CSR
penguatan modal UKM)
Demikian pula halnya dalam pencegahan bencana banjir atau kekeringan
Pada lokasi
--sesuai UU 7/2004 tentang Sumber Daya Air-- yang selama ini berada Pembangunan prasarana publik
relokasi
dalam kewenangan Kementerian Pekerjaan Umum (KEMENPU).
Kerusakan pada prasarana dan sarana
Begitu juga dengan UU 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan transportasi darat (jalan dan jembatan) serta
3 Prasarana
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang berada dalam parasarana sumberdaya air
kewenangan Kementerian Keuangan (KEMENKEU), cenderung selalu Memanfaatkan anggaran yang terdapat pada Perbaikan jalan
program di Direktorat Jenderal (DIRJEN) Cipta kabupaten dan
mengesampingkan alokasi untuk penanggulangan bencana, sementara Karya, terutama untuk jalan evakuasi desa
dalam UU 17/2003 tentang Keuangan Negara belum ada pemastian Pembangunan prasarana dan sarana pendidikan, Pada lokasi
penggunaan uang negara untuk penanggulangan bencana seperti halnya kesehatan, peribadatan, dan sosial relokasi
untuk sektor pendidikan. Memanfaatkan dana yang tidak terserap di
Pendidikan
Kementerian Pendidikan Nasional
Selanjutnya, pada tingkat di bawah UU, Peraturan Menteri Dalam
4 Sosial Data kerusakan fasilitas kesehatan perlu
Negeri (PERMENDAGRI) tidak mewajibkan daerah membentuk Badan disinkronkan dengan BNPB dan pembagian Kesehatan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). PERMENDAGRI 27/2007 peran masing-masing
tentang Pedoman Penyiapan Sarana dan Prasarana dalam Penanggulangan Diperlukan penguatan kapasitas masyarakat,
Bencana, belum mengacu pada UU 24/2007. PP 41/2007 tentang terutama untuk kesiapsiagaan terhadap bencana
Organisasi Perangkat Daerah dan PP 38/2007 tentang Pembagian
Pengalihan status pemanfaatan ruang wilayah
Urusan Pemerintahan antara pusat dan daerah dalam penyelenggaraan pada Kawasan Rawan Bencana (KRB) yang
Upaya
penanggulangan bencana sering dianggap belum jelas. Peraturan Kepala terkena dampak langsung dan tidak langsung
pengurangan
letusan Gunung Merapi, menjadi kawasan
(PERKA) BNPB 1/2008 dan PERKA BASARNAS 01/2008 yang sama- hutan lindung dan kawasan konservasi Taman
risiko bencana
sama mengatur organisasi dan tata kerja Badan menegaskan fungsi dan Nasional Gunung Merapi (TNGM)
peran lembaganya sesuai UU di atasnya. Karena UU dan peraturan di Untuk TNGM
Wilayah yang termasuk dalam area terdampak
atasnya tidak ada koordinasi, maka akibatnya fungsi dan peran BNPB dan 5 Lintas Sektor dan hutan
tidak langsung (ATTL)
lindung
BASARNAS dalam penanggulangan bencana juga tidak ada koordinasi.
Penentuan wilayah terdampak langsung
Selanjutnya, UU 26/2007 tentang Penataan Ruang belum ada penyelarasan Pada tingkat
ditetapkan oleh pemerintah daerah kabupaten
dusun
antara tata ruang pengelolaan kawasan rawan bencana sebagai bagian setempat (Bupati).
dari upaya penyelenggaraan pencegahan bencana antara BNPB dan Penganggaran relokasi bagi wilayah terdampak
Pemerintah
KEMENPU. (khusus untuk non-perkotaan) termasuk ganti
Pusat
rugi lahan oleh pemerintah pusat

28 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 RANGKUMAN: Indeks Pemulihan Bencana Kawasan Merapi | 29
Pelaksanaan relokasi penduduk dari wilayah 5. Delineasi hunian tetap diperluas dengan memerhatikan daya dukung,
KRB III yang terkena dampak langsung letusan daya tampung dan peningkatan kapasitas masyarakat dalam mitigasi
Gunung Merapi dan telah ditetapkan sebagai bencana.
kawasan tidak layak huni
6. Sumber pendanaan relokasi dan ganti rugi lahan diselenggarakan oleh
Pemulihan layanan bidang pemerintahan, Pada lokasi
keamanan dan ketertiban relokasi pemerintah pusat.
Pembangunan dan peningkatan prasarana dan 7. Relokasi diselenggarakan dengan memerhatikan kondisi sosial,
Pada KRB
sarana kesiapsiagaan dan sistem peringatan dini ekonomi, dan budaya masyarakat.
Penggantian lahan di kawasan dengan tingkat Mengacu status hukum dari dokumen Rencana Aksi Rehabilitasi &
kerawanan tinggi (KRB III) disesuaikan dengan
peraturan yang berlaku Rekonstruksi Pasca Bencana Letusan Merapi adalah PERPRES yang
proses penyusunannya berifat darurat --sehingga lebih didasarkan pada
0HQXQGDSURVHVVHUWLNDVLSHWDNODKDQ
sampai dilaksanakannya pemberian kompensasi, hasil kajian DaLA (Damage and Losses Assessment) dan HRNA (Human
pada 3000 petak melalui Badan Pertanahan Recovery Need Assessment), bukan berdasarkan Rencana Pembangunan
Nasional (BPN) dan 500 petak melalui
pemerintah daerah (PEMDA)
Jangka Menengah (RPJM) melalui proses Musyawarah Perencanaan
Pembangunan (MUSRENBANG) pada tingkat desa dan seterusnya ke atas-
Rencana Rinci Tata Ruang Kawasan Gunung
- telah membawa akibat timbulnya banyak kendala saat pelaksanaannya.
Merapi dengan tujuan mewujudkan ruang yang
dapat memberikan kenyamanan, keamanan, dan Salah satu kendala yang sering ditemukan di lapangan selama ini adalah
terbebas dari ancaman bencana Gunung Merapi. penolakan warga yang terpapar bencana atau para korban. Fakta di
lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar relokasi warga justru
Sumber: Tim Gabungan BNPB-BAPPENAS (2011).
merupakan prakarsa mandiri dan upaya swadaya mereka sendiri --secara
berkelompok atau perseorangan-- baik pada lokasi-lokasi yang mereka
pilih sendiri maupun pada lokasi-lokasi yang telah ditentukan oleh
pemerintah setempat.
Kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana alam pada dasarnya
Faktor lain yang dipertimbangkan adalah rencana sasaran penataan ruang
adalah upaya mengembalikan keadaan dan kehidupan masyarakat dan
kawasan Gunung Merapi, sebagai berikut:
lingkungan hidup yang terkena bencana pada keadaan yang lebih baik
dari sebelumnya. a. Terwujudnya fungsi ruang yang memberikan perlindungan kepada
masyarakat dari ancaman bencana Gunung Merapi.
Kebijakan relokasi merupakan pendekatan rehabilitasi dan rekonstruksi
dengan mempertimbangkan aspek-aspek berikut: b. Terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana, terpadu,
terkoordinasi, dan menyeluruh dengan tetap menghargai budaya lokal
1. Masyarakat harus difasilitasi untuk berdialog dengan pemerintah
sebagai regulator dan pengambil keputusan. c. Terselenggaranya pengendalian pemanfaatan ruang yang memadukan
penggunaan sumber daya alam, sumber daya buatan dan sumber daya
2. Kebijakan ganti rugi lahan harus ditetapkan sebelum berdialog dengan
manusia.
masyarakat.
d. Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan
3. Masyarakat, melalui pertimbangan yang seksama berdasarkan
buatan.
keselamatan, masih diperkenankan menggarap lahan miliknya pada
KRB III. e. Peningkatan kualitas lingkungan hidup dan pengurangan risiko
bencana.
4. Lokasi hunian tetap (pada daerah relokasi) masih diperkenankan pada
KRB II dengan tetap memperhatikan daya dukung, daya tampung, dan Untuk mencapai sasaran penataan ruang tersebut, salah satu strategi
peningkatan kapasitas masyarakat dalam mitigasi bencana. yang ditetapkan dan diterapkan adalah penetapan area yang terdampak

30 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 RANGKUMAN: Indeks Pemulihan Bencana Kawasan Merapi | 31
langsung (ATL) tidak untuk hunian. Dari segi ketahahan ekonomi warga tingkat desa sampai nasional-- kurang mengakomodasi aspirasi warga
yang terpapar (korban) bencana, kebijakan ini perlu ditinjau ulang secara korban bencana, benar-benar bersifat insidental atau darurat, kurang
kritis. Perlu ada kajian lebih menyeluruh, mengingat keterkaitan pekerjaan tanggap pada keadaan nyata di lapangan dalam kaitannya dengan siklus
dan keterampilan warga terpapar bencana dengan lokasi tempat tinggal bencana Merapi yang diperkirakakan akan meletus setiap empat tahun
mereka yang ditetapkan bebas hunian --sekalipun tetap boleh melakukan sekali.
pekerjaan di lokasi bebas hunian tersebut-- memiliki implikasi pada
ketahanan ekonomi mereka. Kebijakan tersebut akan menimbulkan banyak
kendala aksesibilitas dan juga pindah pekerjaan yang setup cost-nya mahal Hasil Analisis
untuk memperoleh pendapatan seperti yang diperoleh dari pekerjaan
semula. Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa tingkat pulihnya Sebelum menguraikan hasil analisis DRI ini, akan diuraikan terlebih
ekonomi produktif di kawasan ATLL baru mencapai 57%, sementara di dahulu gambaran lokasi penelitian yang mencakup:
ATL baru pulih 47%, terhitung sejak sesaat setelah bencana sampai dengan 1. Desa dan kecamatan di setiap ATLL, ATL, dan ATLH maupun desa-desa
saat survei logitudinal pertama dilaksanakan. Secara keseluruhan dapat pembanding (kontrol), sebagai berikut:
dikatakan bahwa ketahanan ekonomi warga masyarakat korban bencana
Merapi 2010 masih rentan. TABEL 10: Desa-desa Lokasi Survei per Kabupaten
Arahan dari Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana menurut Wilayah Terdampak Bencana Merapi 2010
Letusan Merapi --yang didasarkan pada hasil DaLA dan HRNA--
Kabupaten ATLL * (ATL1 & ATL2) ATL**
cenderung ke pemulihan kehidupan warga masyarakat korban, sementara
realisasi pelaksanaannya menunjukkan lebih berorientasi pada pemulihan Kecamatan Desa Kecamatan Desa
prasarana fisik (rincian realisasi Rencana Aksi tersebut dapat dilihat Argomulyo
Cangkringan
pada Lampiran-2 di halaman 210-215). Hal ini menunjukkan perbedaan Glagaharjo
Kepuharjo Wukirsari
orientasi antara kebijakan Rencana Aksi tersebut dengan kenyataan Sleman Cangkringan Ngemplak
Umbulharjo Sindumartani
pelaksanaannya. Hal tersebut membuktikan bahwa:
Hargobinangun
Pakem
(1) Pembagian urusan pemerintahan antara pusat dan daerah dalam Purwobinangun
penyelenggaraan penanggulangan bencana sering dianggap belum Boyolali
Cepogo Wonodoyo,
jelas; berimplikasi pada tidak jelasnya pemegang komando sekaligus Selo Suroteleng

penanggungjawab program pemulihan. Seperti telah diuraikan Kemalang Panggang


sebelumnya, hal ini disebabkan oleh karena penyusunan Rencana Aksi Klaten Kemalang, Balerante Ngemplak Seneng
Manisrenggo
itu dipimpin oleh BAPPENAS yang berkoordinasi dengan kementerian Tuayan
atau lembaga terkait di tingkat pusat, sementara di tingkat pemerintahan Banyubiru
daerah (provinsi dan kabupaten) --sebagaimana diatur dalam UU 32/2004 Dukun Dukun
Ngadipura
tentang Pemerintah Daerah-- belum mengatur secara jelas mandat
pemerintah daerah dalam penanggulangan bencana. Dengan kata lain, Mungkid Ngrajeg
belum ada dasar hukum bagi pemerintah daerah untuk mengurus masalah
Bligo
penanggulangan bencana sebagai salah satu tugas pokok mereka. Magelang Ngluwar Plosogede
(2) Dalam hal kaitannya dengan keuangan negara, juga belum ada Sumokaton

pemastian penggunaan uang negara untuk penanggulangan bencana Sawangan Krogowanan


seperti, misalnya, pada sektor pendidikan. Akibatnya, alokasi anggaran
pelaksanaan Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana Srumbung Nglumut
Letusan Merapi --yang tidak melalui mekanisme MUSRENBANG dari

32 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 RANGKUMAN: Indeks Pemulihan Bencana Kawasan Merapi | 33
(a) Status bangunan tempat tinggal:
Kabupaten ATLH Kontrol
Kecamatan Desa Kecamatan Desa
TABEL 11: Status Penguasaan Bangunan Tempat Tinggal
Sleman - - - - per Wilayah Terdampak Bencana Merapi 2010

Boyolali Selo Klakah Kemusu Kedungrejo


ATLL ATL ATLH KONTROL
% Rumah Tangga
Klaten - - Bayat Krikilan
MILIK SENDIRI
Bojong
Mungkid Bandongan Banyuwangi
Pabelan Sebelum Bencana 92,78 83,33 80,33 83,33

Gondosuli, Sekarang (Saat Survei) 80,56 79,58 81,00 82,22


Muntilan - -
Gunungpring MENEMPATI
Magelang
Ngluwar Blongkeng - - Sebelum Bencana 7,22 15,00 18,00 16,67
Sekarang (Saat Survei) 19,44 14,58 17,33 17,78
Salam Salam - -
MENYEWA/KONTRAK
Sawangan Gondowangi - -
Sebelum Bencana 0,00 1,67 1,67 0,00
Sekarang (Saat Survei) 0,00 2,64 1,67 0,00
Sumber: Data Daftar Sampel Dusun Survei Longitudinal (2012)
Keterangan: * dan ** mengacu pada tolok-ukur BPPTK Kementerian ESDM BARAK/PENGUNGSIAN

Sebelum Bencana 0,00 0,00 0,00 0,00


Sekarang (Saat Survei) 0,00 2,92 0,00 0,00
Tabel di atas menunjukkan ATLL meliputi sebagian kecil dusun di LAINNYA
Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman (DIY) dan Kecamatan Sebelum Bencana 0,00 0,00 0,00 0,00
Kemalang, Kabupaten Klaten (Jawa Tengah); sedangkan ATL merata di
Sekarang (Saat Survei) 0,00 0,28 0,00 0,00
sebagian kecil dusun di Kecamatan Cangkringan, Ngemplak, dan Pakem
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)
di Kabupaten Sleman (DIY) dan sebagian kecil di Kecamatanan Cepogo,
Selo, Kabupaten Boyolali; di Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten;
serta di Kecamatan Dukun, Mungkid, Ngluwar, Sawangan, dan Srumbung,
Kabupaten Magelang (Jawa Tengah). ATLH meliputi sebagian kecil dusun Di tiga area terdampak, status bangunan tempat tinggal sebagian
di Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali; serta di Kecamatan Mungkid, besar milik sendiri dan hanya mengalami penurunan setelah bencana.
Muntilan, Ngluwar, Salam, dan Sawangan di Kabupaten Magelang Sebagian kecil sisanya yang menempati bangunan bukan milik sendiri,
(semuanya di Jawa Tengah). jumlahnya meningkat di ATLL, namun sudah tidak ada lagi yang
tinggal di pengungsian. Di ATL, jumlah yang menyewa meningkat
2. Keadaan sosial ekonomi objek kajian atau karakteristik responden sedikit dan masih ada --meskipun jumlahnya kecil-- yang tinggal di
(rumah tangga korban bencana) di area terdampak yang diuraikan barak pengungsian. Di ATLH, jumlah yang menempati bangunan
menurut: (a) status bangunan tempat tinggal; (b) sumber air utama bukan milik sendiri menurun sedikit, meskipun jumlahnya masih cukup
untuk mandi dan cuci; (c) tempat pembuangan air limbah; (d) sumber banyak, 17.33%. Semua data ini mengindikasikan bahwa sebagian besar
penerangan utama; (e) frekuensi makan per hari; dan (f) bahan bakar korban letusan atau lahar hujan Gunung Merapi sudah menempati
utama untuk memasak. bangunan rumah milik sendiri.

34 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 RANGKUMAN: Indeks Pemulihan Bencana Kawasan Merapi | 35
(b) Sumber air utama untuk mandi dan cuci: (c) Tempat buang air dan limbah:

TABEL 13: Proporsi Tempat Buang Air & Limbah Rumah Tangga
TABEL 12: Sumber Air Utama untuk Mandi & Cuci per Wilayah Terdampak Bencana Merapi 2010
per Wilayah Terdampak Bencana Merapi 2010
% Rumah Tangga ATLL ATL ATLH Kontrol
% Rumah Tangga ATLL ATL ATLH Kontrol
Sebelum Bencana (n=205) (n=777) (n=325) (n=102)
Sebelum Bencana (n=0) (n=103) (n=86) (n=25) Selokan 11,22 20,08 31,38 18,63
Sungai 2,93 16,99 29,23 8,82
Tangki keliling 0,00 3,88 0,00 0,00
Lubang tanah 29,27 17,50 6,15 11,76
Ledeng 0,00 0,97 1,16 0,00
Tangki septik 26,34 20,72 18,77 17,65
Pompa 0,00 1,94 0,00 12,00 Lainnya 30,24 24,71 14,46 43,14
Sumur terlindung 0,00 4,85 11,63 20,00 Sekarang (Saat Survei) (n=203) (n=775) (n=326) (n=103)
Sumur tak terlindung 0,00 2,91 3,49 0,00 Selokan 10,84 20,90 31,60 19,42
Mata air terlindung 0,00 17,48 9,30 0,00 Sungai 0,99 16,26 27,91 8,74
Mata air tak terlindung 0,00 11,65 2,33 0,00 Lubang tanah 27,59 16,90 6,75 11,65
Tangki septik 36,95 22,97 20,25 18,45
Air sungai 0,00 49,51 43,02 32,00
Lainnya 23,65 22,97 13,50 41,75
Lainnya 0,00 5,83 29,07 36,00
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)
Sekarang (Saat Survei) (n=3} (n=109) (n=84) (n=21)

Tangki keliling 0,00 0,00 0,00 0,00 Di ATLL dan ATLH, tempat pembuangan air limbah utama sebagian
besar rumah tangga adalah tangki septik (septic tank) dan lainnya;
Ledeng 0,00 1,83 1,19 0,00
sedangkan di ATL menurun dari lainnya ke tangki septik, kemudian
Pompa 0,00 4,59 0,00 14,29
lubang tanah (terutama di ATLL) dan selokan (di ATL & ATLH).
Sumur terlindung 33,33 10,09 14,29 28,57 Dengan kata lain, sebagian besar sanitasi limbah rumah tangga di
Sumur tak terlindung 0,00 3,67 3,57 0,00 kawasan bencana Merapi adalah tangki septik di ATLL dan ATL serta
Mata air terlindung 66,67 18,35 10,71 4,76 selokan di ATLH.
Mata air tak terlindung 0,00 11,93 1,19 0,00
(d) Sumber penerangan utama:
Air sungai 0,00 44,04 39,29 23,81
Lainnya 0,00 5,50 29,76 28,57 TABEL 14: Sumber Penerangan Utama Rumah Tangga Warga
per Wilayah Terdampak Bencana Merapi 2010
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)

% Rumah Tangga ATLL ATL ATLH Kontrol


Sebagian besar atau hampir separuh rumah tangga korban bencana
Sebelum Bencana (n=180) (n=720) (n=300) (n=90)
Merapi 2010 di ATL dan ATLH mendapatkan air untuk keperluan MCK
Bukan listrik 0,00 0,14 1,00 1,11
mereka adalah dari air sungai, baik sebelum maupun sesudah bencana
sampai sekarang. Hanya sebagian kecil yang menggunakan mata air Listrik PLN tanpa meteran 17,22 18,61 23,67 16,67

terlindung, sehingga dampak lahar hujan yang mengalir melalui sungai Listrik PLN dengan meteran 82,22 80,83 74,67 82,22
akan sangat mengganggu kegiatan mereka mandi dan mencuci. Listrik bukan PLN tanpa meteran 0,56 0,42 0,33 0,00
Listrik bukan PLN dengan meteran 0,00 0,00 1,00 0,00

36 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 RANGKUMAN: Indeks Pemulihan Bencana Kawasan Merapi | 37
Sekarang (Saat Survei) (n=180) (n=720) (n=300) (n=90) (f) Bahan bakar utama untuk memasak:
Bukan listrik 0,56 0,00 0,67 1,11
TABEL 16: Proporsi Bahan Bakar Utama Rumah Tangga untuk Memasak
Listrik PLN tanpa meteran 14,44 17,64 21,00 12,22
per Wilayah Terdampak Bencana Merapi 2010
Listrik PLN dengan meteran 83,89 81,67 78,00 86,67
Listrik bukan PLN tanpa meteran 1,11 0,56 0,33 0,00 % Rumah Tangga ATLL ATL ATLH Kontrol
Listrik bukan PLN dengan meteran 0,00 0,14 0,00 0,00
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah) Sebelum Bencana (n=180) (n=720) (n=300) (n=90)

Kayu 85,60 64,86 54,00 71,11


Sebelum dan sesudah bencana, sumber penerangan utama sebagian Arang 0,00 0,28 0,00 0,00
besar rumah tangga korban bencana Merapi 2010 adalah listrik PLN, Gas LPG 11,67 33,75 43,33 25,56
baik dengan meteran maupun tanpa meteran, walaupun memang terjadi
Listrik 0,00 0,00 0,67 0,00
sedikit penurunan pada semua area terdampak.
Minyak tanah 0,00 0,83 2,00 3,33
(e) Frekuensi makan per hari: Lainnya 2,78 0,14 0,00 0,00

TABEL 15: Frekuensi Makan Warga per Hari Sekarang (Saat Survei) (n=180) (n=720) (n=300) (n=90)
per Wilayah Terdampak Bencana Merapi 2010
Kayu 55,56 56,67 47,33 63,33
% Rumah Tangga ATLL ATL ATLH Kontrol Arang 0,00 0,14 0,00 1,11

Sebelum Bencana (n=180) (n=720) (n=300) (n=90) Gas LPG 44,44 42,50 52,0 35,56
Satu kali 0,00 0,56 0,00 0,00 Listrik 0,00 0,00 0,33 0,00
Dua kali 11,11 21,39 23,33 11,11 Minyak tanah 0,00 0,28 0,33 0,00
Tiga kali atau lebih 88,89 78,06 76,67 88,89
Lainnya 0,00 0,28 0,00 0,00
Sekarang (Saat Survei) (n=180) (n=720) (n=300) (n=90)
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)
Satu kali 0,00 0,14 0,33 0,00

Dua kali 12,22 23,19 24,33 10,00


Bahan bakar utama untuk memasak pada sebagian besar rumah
Tiga kali atau lebih 87,78 76,67 75,33 90,00 tangga korban bencana Merapi 2010 adalah kayu bakar pada semua
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah) area terdampak, meskipun terjadi penurunan terjadi setelah bencana
yang cenderung beralih ke gas LPG (liquified petroleum gas). Perubahan
yang cukup besar (signifikan) terutama terjadi pada ATLL. Hal ini
Frekuensi makan per hari sebagian besar rumah tangga korban bencana
mengindikasikan adanya pergeseran penggunaan bahan bakar memasak
Merapi 2010 juga tidak banyak mengalami perubahan. Sebagian besar
karena relokasi yang menjauhkan mereka dari sumber kayu bakar.
mereka tetap makan tiga kali atau lebih dalam sehari pada semua
area terdampak, baik sebelum dan sesudah bencana. Meskipun
perubahannya sangat kecil, memang terjadi penurunan dari makan tiga
Secara keseluruhan, hasil analisis DRI menunjukkan kemajuan pulihnya
kali sehari, sementara terjadi penambahan pada yang makan dua kali
kehidupan pasca bencana pada warga korban bencana Merapi 2010 pada
sehari. Dengan kata lain, secara keseluruhan tidak terjadi gangguan
semua area terdampak. Rinciannya per kabupaten adalah sebagai berikut:
yang berarti pada frekuensi makan warga di semua area terdampak.

38 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 RANGKUMAN: Indeks Pemulihan Bencana Kawasan Merapi | 39
GRAFIK 1: DRI Keseluruhan Sektor Sebelum, Sesaat GRAFIK 2: DRI Keseluruhan Sektor Sebelum, Sesaat
Setelah Bencana & Saat Ini (Saat Survei) Setelah Bencana & Saat Ini (Saat Survei)
menurut Wilayah Terdampak Bencana Merapi 2010 menurut Kabupaten Terdampak Bencana Merapi 2010

100 - 100 -
- -
90 - 85,50
90 - 89,13
- 85,30
- 83,44
83,95 81,76
80 - 76,09 80 - 75,68
- 76,24 74,93 74,53 81,12 75,57
- 74,93
70,89 73,28 75,90 73,28
70 - 70 - 70,20
66,05 70,37
- 67,00 - 64,22 68,68
60 - 60 -
- - 57,64
50 - 50 - 52,15
- -
40 - 40 -
- -
30 - 33,09 30 -
- -
20 - 20 -
- -
10 - 10 -
- -
0- 0-
| | | | | |
Sebelum Sesaat Sekarang Sebelum Sesaat Sekarang
Bencana Setelah (Saat Survei) Bencana Setelah (Saat Survei)
ATLL ATL ATLH KONTROL Sleman Klaten Magelang Boyolali KONTROL
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah) Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)

Grafik di atas menunjukkan bahwa pulihnya kehidupan pasca bencana


menurut wilayah kabupaten menunjukkan tingkat yang sudah membaik
Grafik di atas menunjukkan bahwa tingkat pemulihan kehidupan pasca saat ini (saat survei) dibandingkan sesaat setelah bencana untuk semua
bencana saat survei dilaksanakan sudah membaik jika dibandingkan sesaat sektor di Kabupaten Boyolali (68,68), Kabupaten Klaten (75,57) maupun
setelah bencana untuk semua sektor di ATLL (66,05), ATL (76,09) maupun di Kabupaten Magelang (75,68) dan Kabupaten Sleman (70,37); namun
ATLH (74,53), namun belum pulih seperti sediakala (sebelum bencana). belum sepenuhnya membaik seperti keadaan sebelum bencana. Pemulihan
Pemulihan kehidupan di ATLL belum membaik dibanding keadaan kehidupan di Kabupaten Boyolali paling rendah (68,68) dibanding
sebelum bencana karena bencana letusan Merapi memang paling parah keadaan sebelum bencana di tiga kabupaten lainnya, sekalipun akibat
terjadi di wilayah ini (33.09) dibanding di ATL (67,00) dan ATLH (70,89). bencana letusan Merapi paling parah (52,15) terjadi di Kabupaten Sleman.
Implikasinya adalah bahwa prioritas program RENAKSI Rehabilitasi dan Implikasinya adalah bahwa prioritas program RENAKSI Pasca Letusan
Rekonstruksi 2013 lebih diarahkan ke wilayah ATLL dibanding wilayah Merapi 2013 diprioritaskan ke Kabupaten Boyolali dibanding Kabupaten
ATL dan ATLH. Klaten, Kabupaten Magelang, dan Kabupaten Sleman.

40 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 RANGKUMAN: Indeks Pemulihan Bencana Kawasan Merapi | 41
Selanjutnya, perbandingan DRI per sektor menurut kategori waktu Sesaat setelah bencana, nilai terparah di ATLL adalah sektor perumahan,
ditunjukkan pada tabel berikut: di ATL adalah sektor ekonomi produktif, di ATLH dan daerah kontrol
adalah lintas sektor. Hal ini mengindikasikan bahwa segera setelah
TABEL 17: DRI Sektor dan Keseluruhan Sektor antara Sebelum, Sesaat Setelah, dan bencana, sektor perumahan, ekonomi produktif, dan prasarana di
Saat Survei per Wilayah Terdampak Bencana Merapi 2010 ATLL adalah yang paling parah menderita kerusakan atau paling
rawan bencana, sementara sektor sosial dan lintas sosial tidak terlalu
Sektor ATLL ATL ATLH KONTROL terpengaruh. Di ATL, sektor ekonomi produktif yang paling terpengaruh,
SEBELUM BENCANA sementara di ATLH dan wilayah kontrol adalah lintas sektor.
Perumahan 89,54 84,83 79,55 63,96 Sekarang (saat survei), nilai tertinggi (sektor yang paling cepat pulih)
Prasarana 66,33 93,10 95,63 77,33 pada tiga area terdampak (ATLH, ATL, ATLH) adalah sama, yaitu sektor
Ekonomi Produktif 92,30 88,85 82,59 85,45 perumahan, sementara di wilayah kontrol adalah lintas sektor. Nilai
Sosial 88,62 88,09 88,59 88,65 terendah (sektor yang paling lambat pulih) di ATLL dan ATL adalah
Lintas Sektor 85,67 67,88 74,19 66,56 sektor prasarana, di ATLH adalah lintas sektor, sementara di wilayah
DRI Keseluruhan 85,30 85,50 83,95 76,24
kontrol adalah sektor perumahan.

SESAAT SETELAH BENCANA Data pada tabel tersebut juga memperlihatkan tingkat kerusakan dan
tingkat kepulihan yang sangat beragam pada setiap wilayah terdampak.
Perumahan 20,53 78,57 81,18 67,66
Meskipun, ada satu kecenderungan yang sama, yakni tingkat kepulihan
Prasarana 28,00 80,34 75,88 77,33
tertinggi adalah pada sektor perumahan pada semua wilayah terdampak
Ekonomi Produktif 21,12 55,78 73,23 81,24
(di atas 80). Hal ini mengindikasikan bahwa upaya pemulihan selama ini
Sosial 57,26 59,49 68,24 82,75
memang lebih banyak tertuju pada pemulihan sektor perumahan di semua
Lintas Sektor 57,39 57,48 44,38 64,83
wilayah terdampak, sehingga implikasinya pada upaya pemulihan pada
DRI Keseluruhan 33,09 67,00 70,89 74,93 masa berikutnya adalah prioritas pada sektor yang nisbi masih sangat
SEKARANG (SAAT SURVEI) rendah atau lamban tingkat kepulihannya, yakni sektor prasarana di ATLL
(45,33) dan ATL (68,33) serta lintas sektor (51,25) di ATLH.
Perumahan 85,97 85,72 81,18 67,66

Prasarana 45,33 68,33 75,88 77,33


Secara keseluruhan tampak bahwa sebelum bencana terjadi, ATLL (nilai
keseluruhan 85,30) dan ATL (nilai keseluruhan 85,50) adalah daerah yang
Ekonomi Produktif 63,87 73,67 76,41 71,96
keadaannya nisbi lebih baik dibanding ATLH (83,95) dan wilayah kontrol
Sosial 62,61 78,91 79,90 73,31 (76,24). Namun, sesaat setelah bencana, ATLL adalah daerah yang paling
Lintas Sektor 64,33 69,81 51,25 80,67 terpuruk (nilai keseluruhan 33,09) dibanding tiga daerah lainnya, sehingga
juga merupakan daerah yang tingkat kepulihannya saat ini (saat survei)
DRI Keseluruhan 66,05 76,09 74,53 73,28
adalah paling rendah (66,05). Dengan kata lain, ATLL masih merupakan
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah) wilayah terdampak yang perlu mendapat prioritas pada upaya pemulihan,
menyusul ATLH (74,53), kemudian ATL (76,09).

Tabel di atas menunjukkan bahwa pada saat sebelum bencana, nilai Selanjutnya, berdasarkan nilai keseluruhan DRI pada setiap wilayah
tertinggi DRI di tiap area terdampak dan kontrol tampak sangat beragam. terdampak pada setiap priode waktu (sebelum, sesaat setelah bencana,
Di ATLL adalah sektor ekonomi produktif, di ATL dan ATLH adalah dan saat ini), maka perubahan keadaan keseluruhan sektor antara sesaat
sektor prasarana, dan di wilayah kontrol adalah sektor sosial. Adapun setelah bencana dengan saat survei ini dilaksanakan menurut area
nilai terendah di ATLL adalah sektor prasarana, di ATL dan ATLH adalah terdampak serta tingkat pemulihan masing-masing area adalah sebagai
lintas sektor, dan di wilayah kontrol adalah sektor perumahan. berikut:

42 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 RANGKUMAN: Indeks Pemulihan Bencana Kawasan Merapi | 43
TABEL 18: Perubahan Nilai DRI & Tingkat Kepulihan Keseluruhan Sektor
EKONOMI PRODUKTIF
menurut Wilayah Terdampak Bencana Merapi 2010
Sebelum Bencana 92,30 88,85 82,59 98.89
Seluruh Sektor ATLL ATL ATLH KONTROL Sesaat Setelah Bencana 21,12 55,78 73,23 93.74
Sekarang (Saat survei) 68,87 73,67 76,41 83,05
DRI Sebelum Bencana 85,30 85,50 83,95 76,24 Tingkat Kepulihan 60,05 54,08 33,96 n.a
SOSIAL
DRI Sesaat Setelah Bencana 33,09 67,00 70,89 74,93
Sebelum Bencana 88,62 88,09 88,59 88,65
DRI Saat ini (saat survei) 66,05 76,09 74,53 73,28 Sesaat Setelah Bencana 57,26 59,49 68,24 82,75

Tingkat Kepulihan dari Bencana 62,85 48,68 27,57 113,07 Sekarang (Saat survei) 62,61 78,91 79,90 73,31
Tingkat Kepulihan 17,07 67,91 57,31 n.a
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)
LINTAS SEKTOR
n.a = not available
Sebelum Bencana 85,67 67,88 74,19 66,56
Sesaat Setelah Bencana 57,39 57,48 44,38 64,83
Tabel di atas menunjukkan sudah terjadi pemulihan sebesar 62,85%
Sekarang (Saat survei) 64,33 69,81 51,25 80,67
dari penurunan sesaat setelah bencana sampai saat survei dilaksanakan
Tingkat Kepulihan 24,56 118,53 23,06 n.a
di ATLL, sementara di ATL sebesar 48,68% dan lebih rendah lagi di
ATLH sebesar 27,57%. Implikasinya secara umum untuk semua sektor Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)
masih perlu program pemulihan di tiga area terdampak, karena tingkat n.a = not available
pemulihan kehidupan semua sektor di semua area tersebut belum
mencapai 100%. Tabel di atas menunjukkan hasi upaya pemulihan tiap sektor pada
masing-masing area terdampak, sebagai berikut:
Berikut adalah uraian tingkat pemulihan tiap sektor yang dirinci antara
sebelum, sesaat setelah, dan saat survei dilaksanakan:
1. SEKTOR PERUMAHAN
1.1. ATLL
TABEL 19: DRI per Sektor antara Sebelum, Sesaat Setelah Bencana, Hasil upaya pemulihan sektor perumahan --yakni perbaikan dinding
dan Saat Survei menurut Wilayah Terdampak Bencana Merapi 2010 dan lantai rumah, sanitasi, dan sarana air bersih-- sudah mencapai
94,83% dari sesaat setelah bencana (terhadap penurunan 69,01%
Sektor ATLL ATL ATLH KONTROL sebelum bencana) menunjukkan upaya pemulihan rumah korban
PERUMAHAN bencana selama dua tahun setelah bencana sudah fokus ke kebutuhan
Sebelum Bencana 89,54 84,83 79,55 63,96 pemulihan rumah-rumah rusak parah sehingga hampir pulih seperti
Sesaat Setelah Bencana 20,53 78,57 81,18 67,66
sediakala. Artinya upaya berbagai pihak dan realisasi RENAKSI RR
Pasca Letusan Merapi di ATLL sudah mencapai keadaan di mana
Sekarang (Saat survei) 85,97 85,72 81,18 67,66
warga telah menempati kembali rumah-rumah mereka seperti sebelum
Tingkat Kepulihan 94,83 114,32 0,00 0,00
bencana.
PRASARANA
1.2. ATL
Sebelum Bencana 66,33 93,10 95,63 77,33
Sesaat Setelah Bencana 28,00 80,34 75,88 77,33 Hasil upaya pemulihan perumahan --yakni perbaikan dinding dan
Sekarang (Saat survei) 45,33 68,33 75,88 77,33 lantai rumah, sanitasi, dan sarana air bersih-- sudah mencapai 114,31%
Tingkat Kepulihan 45,22 -94,06 0,00 n.a dari sesaat setelah bencana (terhadap penurunan sebesar 6,26% dari

44 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 RANGKUMAN: Indeks Pemulihan Bencana Kawasan Merapi | 45
sebelum bencana) menunjukkan bahwa tanpa memerlukan upaya karena tidak terjadi tingkat kerusakan prasarana yang berarti akibat
tambahan (ekstra) selama dua tahun setelah bencana, warga sudah letusan Merapi, sehingga tidak memerlukan program pemulihan.
bisa menempati rumah mereka kembali setelah dibersihkan dari abu
vulkanik, karena rumah-rumah terdampak di ATL ini memang tidak
3. SEKTOR EKONOMI PRODUKTIF
mengalami kerusakan berarti dan sudah pulih seperti sediakala, bahkan
lebih baik. Artinya, tidak memerlukan program pemulihan perumahan 3.1. ATLL
lagi. Hasil upaya pemulihan sektor ekonomi produktif --lapangan pekerjaan
1.3. ATLH dan pendapatan rumah tangga-- baru mencapai 60,05% dari sesaat
setelah bencana (terhadap penurunan sebesar 71,18% dari sebelum
Tidak ada hasil upaya pemulihan dilaksanakan karena tidak terjadi
bencana) menunjukkan selama dua tahun setelah bencana, belum ada
dampak kerusakan rumah, sehingga tidak memerlukan upaya
upaya serius pemulihan atas hilangnya pendapatan dan pekerjaan
pemulihan rumah korban bencana.
yang sangat berat. Artinya, upaya berbagai pihak dan realisasi
RENAKSI RR Pasca Letusan Merapi di ATLL ini perlu lebih disesuaikan
2. SEKTOR PRASARANA dengan kebutuhan pemulihan pendapatan dan pekerjaan korban
2.1. ATLL bencana.

Hasil upaya pemulihan prasarana --jalan, jembatan, akses ke 3.2. ATL


transportasi umum, akses ke sarana telekomunikasi, dan akses ke pasar Hasil upaya pemulihan sektor ekonomi produktif --lapangan pekerjaan
terdekat-- baru membaik 45,22% dari sesaat setelah bencana sampai dan pendapatan rumah tangga-- sudah mencapai 54,08% dari sesaat
saat survei (terhadap penurunan 38,33% dari sebelum bencana di mana setelah bencana (terhadap penurunan 33,07% dari sebelum bencana)
keadaan prasarana memang sudah tidak baik) menunjukkan belum ada menunjukkan selama dua tahun setelah bencana, belum ada upaya
upaya yang fokus pada pemulihan prasarana dasar tersebut selama serius pemulihan atas hilangnya pendapatan dan pekerjaan yang agak
dua tahun setelah bencana. Artinya, realisasi pemulihan prasarana parah. Artinya, upaya berbagai pihak dan realisasi Renaksi RR Pasca
dari RENAKSI RR Pasca Letusan Merapi perlu lebih difokuskan ke Erupsi Merapi di wilayah ATL perlu lebih diarahkan ke kebutuhan
pemulihan prasarana dasar tersebut dan akses warga terhadapnya. pemulihan pendapatan dan pekerjaan korban bencana.
2.2. ATL 3.3. ATLH
Hasil upaya pemulihan prasarana --jalan, jembatan, akses ke Hasil upaya pemulihan sektor ekonomi produktif --lapangan pekerjaan
transportasi umum, akses ke sarana telekomunikasi, dan akses ke pasar dan pendapatan rumah tangga-- sudah mencapai 33,96% dari sesaat
terdekat-- mengalami penurunan 94,12% dari sesaat setelah bencana setelah bencana (terhadap penurunan 9,36% dari sebelum bencana)
sampai saat survei (terhadap penurunan 12,76% dari sebelum bencana menunjukkan selama dua tahun setelah bencana, upaya belum fokus
di mana keadaan prasarana justru sangat baik) menunjukkan tidak pada pemulihan hilangnya pendapatan dan pekerjaan warga,
ada upaya yang fokus pada pemulihan prasarana tersebut setelah sekalipun tidak separah di ATLL. Artinya, upaya berbagai pihak dan
bencana, sehingga justru terjadi tingkat kerusakan prasarana yang realisasi RENAKSI RR Pasca Letusan Merapi di ATLH perlu lebih
lebih parah dibanding sesaat setelah bencana. Artinya, realisasi difokuskan ke kebutuhan pemulihan pendapatan dan pekerjaan korban
pemulihan prasarana dari RENAKSI RR Pasca Letusan Merapi perlu bencana.
lebih difokuskan ke pemulihan prasarana dasar tersebut dan akses
warga terhadapnya.
4. SEKTOR SOSIAL
2.3. ATLH
4.1. ATLL
Tidak terjadi pemulihan prasarana (0%) dari sesaat setelah bencana
Hasil upaya pemulihan sektor sosial --akses korban bencana pada
sampai saat survei (terhadap penurunan 19,75% dari sebelum bencana),

46 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 RANGKUMAN: Indeks Pemulihan Bencana Kawasan Merapi | 47
sarana pelayanan kesehatan dan pendidikan, perbaikan kesehatan fisik bahwa selama dua tahun setelah letusan, pemulihan lintas sektor ini
dan kesehatan mental, serta status bersekolah atau tingkat partisipasi baru mencapai sedikit kemajuan saja. Artinya, upaya berbagai pihak
anak-anak usia sekolah-- baru membaik 17,07% dari sesaat setelah dan realisasi Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Letusan
bencana sampai saat survei (terhadap penurunan 31,36% dari sebelum Merapi masih belum sepenuhnya menjawab kebutuhan warga untuk
bencana) menunjukkan setelah dua tahun belum banyak perhatian menerima berbagai pelatihan menghadapi bencana, pemulihan luas
ditujukan ke akses korban bencana pada sarana pelayanan kesehatan lahan pertanian desa, pengelolaan dan pemanfaatan hasil hutan, akses
dan pendidikan, pemulihan kesehatan fisik dan kesehatan mental, ke kantor pos, dan akses ke bank atau lembaga keuangan.
dan status bersekolah anak-anak usia sekolah. Artinya, sampai tahun 5.2. ATL
2012, upaya berbagai pihak dan realisasi anggaran pemulihan dari
RENAKSI RR Pasca Letusan Merapi ke sektor sosial ini belum menjadi Hasil upaya pemulihan lintas sektor --pelatihan kebencanaan,
program prioritas, sekalipun tingkat keparahan sektor ini akibat pemulihan luas lahan pertanian desa, pengelolaan dan pemanfaatan
bencana nisbi tidak terlalu tinggi. hasil hutan, akses ke kantor pos atau pengiriman barang, dan
akses ke lembaga keuangan-- sudah membaik 118,56% dari sesaat
4.2. ATL setelah bencana (terhadap penurunan 10,4% dari sebelum bencana)
Hasil upaya pemulihan sektor sosial --akses korban bencana pada menunjukkan bahwa selama dua tahun setelah letusan, pemulihan
sarana pelayanan kesehatan dan pendidikan, perbaikan kesehatan lintas sektor ini sudah berangsur pulih. Artinya, upaya berbagai pihak
fisik dan kesehatan mental, serta status bersekolah atau tingkat dan realisasi Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Letusan
partisipasi anak-anak usia sekolah-- baru membaik 67,91% dari sesaat Merapi sudah memadai, karena memang tidak terjadi gangguan yang
setelah bencana sampai saat survei (terhadap penurunan 28,60% dari serius pada akses warga pada berbagai pelatihan menghadapi bencana,
sebelum bencana) menunjukkan belum adanya upaya serius mengatasi pemulihan luas lahan pertanian desa, pengelolaan dan pemanfaatan
gangguan akses korban bencana ke sarana pelayanan sosial dasar ini, hasil hutan, akses ke kantor pos, dan akses ke bank atau lembaga
sehingga perlu prioritas program aksi ke sektor ini. keuangan.
4.3. ATLH 5.3. ATLH
Hasil upaya pemulihan sektor sosial --akses korban bencana pada Hasil upaya pemulihan lintas sektor --pelatihan kebencanaan,
sarana pelayanan kesehatan dan pendidikan, perbaikan kesehatan pemulihan luas lahan pertanian desa, pengelolaan dan pemanfaatan
fisik dan kesehatan mental, serta status bersekolah atau tingkat hasil hutan, akses ke kantor pos atau pengiriman barang, dan akses ke
partisipasi anak-anak usia sekolah-- baru membaik 57,31% dari sesaat lembaga keuangan-- sudah pulih 23,05% dari sesaat setelah bencana
setelah bencana sampai saat survei (terhadap penurunan 20,35% dari (terhadap penurunan 29,81% dari sebelum bencana) menunjukkan
sebelum bencana) menunjukkan belum adanya upaya serius mengatasi bahwa selama dua tahun setelah letusan, pemulihan lintas sektor ini
gangguan akses korban bencana ke sarana pelayanan sosial dasar ini, belum juga pulih. Artinya, upaya berbagai pihak dan realisasi Rencana
sehingga perlu prioritas program aksi ke sektor ini. Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Letusan Merapi masih belum
serius untuk mengatasi gangguan akses warga pada berbagai pelatihan
menghadapi bencana, pemulihan luas lahan pertanian desa, pengelolaan
5. LINTAS SEKTOR
dan pemanfaatan hasil hutan, akses ke kantor pos, dan akses ke bank
5.1. ATLL atau lembaga keuangan.
Hasil upaya pemulihan lintas sektor --pelatihan kebencanaan,
pemulihan luas lahan pertanian desa, pengelolaan dan pemanfaatan Adapun perkembangan DRI per sektor dan keseluruhan sektor antara
hasil hutan, akses ke kantor pos atau pengiriman barang, dan akses ke sebelum, sesaat setelah, dan saat survei menurut kabupaten, adalah
lembaga keuangan-- baru membaik 24,54% dari sesaat setelah bencana
(terhadap penurunan 28,28% dari sebelum bencana) menunjukkan

48 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 RANGKUMAN: Indeks Pemulihan Bencana Kawasan Merapi | 49
TABEL 20: DRI Sektor dan Keseluruhan Sektor antara Sebelum, sektor (90,00) di Kabupaten Sleman. Nilai tertinggi peringkat kedua dan
Sesaat Setelah dan Saat Survei per Kabupaten Terdampak Bencana Merapi 2010 ketiga mulai bervariasi pada setiap kabupaten, sementara nilai terendah
adalah lintas sektor di Kabupaten Magelang (50,99) dan Kabupaten Klaten
(62,25), lalu sektor perumahan (77,33) di Kabupaten Boyolali. Hal ini
Sektor BOYOLALI KLATEN MAGELANG SLEMAN KONTROL
mengindikasikan --menurut persepsi warga masyarakat setempat-- bahwa
dalam keadaan tidak ada bencana, sektor ekonomi produktif merupakan
SEBELUM BENCANA sektor yang umumnya dianggap baik keadaannya, kemudian sektor
Perumahan 75,69 82,05 77,50 93,69 64,06
prasarana, perumahan, dan sosial.
Sesaat setelah bencana, nilai DRI hampir semua sektor di semua kabupaten
Prasarana 83,67 94,75 79,50 82,17 77,33
mengalami penurunan. Penurunan paling tajam --yang paling terpengaruh
Ekonomi Produktif 97,22 85,13 89,82 89,09 85,45
oleh bencana letusan Merapi 2010-- adalah sektor ekonomi produktif di
Sosial 78,82 88,30 91,57 89,03 88,65 Kabupaten Magelang (menurun sampai 31,44%) dan Kabupaten Sleman
Lintas Sektor 77,33 50,99 62,25 90,00 64,00 (menurun sampai 40,08%), lintas sektor di Kabupaten Klaten (menurun
sampai 45,36%), dan sektor perumahan di Kabupaten Sleman (menurun
DRI Keseluruhan 83,44 81,76 81,12 89,13 75,90
sampai 47,60%). Hal ini mengindikasikan dampak bencana letusan dan
SESAAT SETELAH BENCANA lahar hujan Merapi 2010 tidak merata di tiap kabupaten, cenderung lebih
bersifat fisik (dan non-fisik) di Kabupaten Klaten dan Magelang serta
Perumahan 76,04 82,27 68,23 47,60 67,66
bersifat fisik di Kabupaten Boyolali dan Sleman.
Prasarana 53,33 85,44 73,50 61,89 77,33
Saat survei ini dilaksanakan, nilai ratarata DRI semua sektor pada
Ekonomi Produktif 67,87 66,65 31,44 40,08 81,24 semua kabupaten sudah mulai membaik, tetapi belum pulih seperti
Sosial 61,16 60,92 67,39 58,79 82,75 keadaan sediakala. Keadaan sektor perumahan di Kabupaten Sleman dan
Lintas Sektor 53,56 45,36 54,67 62,40 64,83 Kabupaten Klaten adalah yang paling tinggi (masing-masing 89,78 dan
84,22%), disusul oleh sektor ekonomi produktif (83,43%) di Kabupaten
DRI Keseluruhan 64,22 70,20 57,64 52,15 74,93
Boyolali. Yang paling rendah --dan menarik karena justru menjadi lebih
SEKARANG (SAAT SURVEI)
rendah lagi dibanding sesaat setelah bencana-- adalah sektor prasarana
(45,33%, lebih rendah dibanding sesaat setelah bencana yang masih
Perumahan 76,04 84,22 80,15 89,78 67,66 mencatat nilai 53,33%) dan lintas sektor (44,67%, juga lebih rendah
Prasarana 45,33 75,69 79,50 57,00 77,33 dibanding sesaat setelah bencana yang masih 53,56%) di Kabupaten
Ekonomi Produktif 83,43 74,20 76,38 65,74 71,96 Boyolali. Lintas sektor di semua kabupaten adalah yang terendah
Sosial 81,13 80,94 77,72 70,47 73,31 dibanding sektor-sektor lainnya di setiap kabupaten yang bersangkutan.
Lintas Sektor 44,67 56,94 58,25 60,61 80,67 Walhasil, secara umum, keadaaan perkembangan atau pergerakan nilai
DRI Keseluruhan 68,68 75,68 75,57 70,37 73,28 DRI setiap kabupaten dari sebelum, sesaat setelah bencana, dan saat ini
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah) (saat survei) menunjukkan kecenderungan mulai membaik kembali setelah
semuanya mengalami penurunan cukup tajam sesaat setelah bencana
(lihat juga kembali Grafik-2, pada halaman 41). Seperti tampak pada Tabel
sebagai berikut: 20 tadi dan Grafik-2, Kabupaten Boyolali adalah daerah terdampak yang
paling rendah bilai DRI-nya saat ini (66,68%), sementara yang tertinggi
Tabel di atas menunjukkan bahwa sektor ekonomi produktif adalah sektor
adalah Kabupaten Klaten (75,68%) dan Kabupaten Magelang (75,57%).
dengan nilai DRI tertinggi (97,22) di Kabupaten Boyolali, disusul oleh
Secara keseluruhan, tingkat kepulihan setiap kabupaten adalah sebagai
sektor prasarana (94,75) di Kabupaten Klaten, sektor perumahan ((93,69) di
berikut:
Kabupaten Sleman, sektor sosial (91,57) di Kabupaten Magelang, dan lintas

50 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 RANGKUMAN: Indeks Pemulihan Bencana Kawasan Merapi | 51
TABEL 21: Perubahan DRI Keseluruhan Sektor dan Tingkat Pemulihannya
EKONOMI PRODUKTIF
per Kabupaten Terdampak Bencana Merapi 2010
Sebelum Bencana 97,22 85,13 89,82 89,09 85,45
Sesaat Setelah Bencana 67,87 66,65 31,44 40,08 81,24
Semua Sektor BOYOLALI KLATEN MAGELANG SLEMAN KONTROL
Sekarang (Saat Survei) 83,43 74,20 76,38 65,74 71,96
DRI Sebelum Pulih dari bencana 53,00 40,88 77,00 52,36 -2,20
83,44 81,76 81,12 89,13 75,90
Bencana
SOSIAL
DRI Sesaat Setelah
64,22 70,20 57,64 52,15 74,93 Sebelum Bencana 80,35 89,32 92,91 90,04 89,58
Bencana
DRI Sekarang (Saat Sesaat Setelah Bencana 61,16 60,92 67,39 58,79 82,75
68,68 75,68 75,57 70,37 73,28
Survei)
Sekarang (Saat Survei) 81,13 80,94 77,72 70,47 73,31
Pulih dari bencana 23,18 47,40 76,58 49,27 n.a Pulih dari bencana 113,08 73,06 42,73 38,62 n.a
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah) LINTAS SEKTOR
n.a = not available Sebelum Bencana 77,33 50,99 62,25 90,00 64,00
Sesaat Setelah Bencana 53,56 45,36 54,67 62,40 64,83
Tabel di atas menunjukkan sudah terjadi pemulihan dari penurunan sesaat Sekarang (Saat Survei) 44,67 56,94 58,25 60,61 80,67
setelah bencana sampai saat survei dilaksanakan pada semua kabupaten. Pulih dari bencana -37,40 205,68 47,23 -6,49 n.a
Kabupaten Magelang mencapai tingkat pemulihan tertinggi sebesar
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)
76,58%, menyusul Kabupaten Sleman sebesar 49,27%, Kabupaten Klaten n.a = not available
sebesar 47,40%, dan Kabupaten Boyolali sebesar 23,18%. Implikasinya
adalah bahwa semua sektor di semua kabupaten pada dasarnya
masih perlu program pemulihan, karena tingkat kepulihan kehidupan
Tabel di atas menunjukan hasil upaya pemulihan tiap sektor di masing-
keseluruhan sektor di empat kabupaten tersebut belum mencapai 100%.
masing kabupaten, sebagai berikut:
Adapun perkembangan DRI per sektor antara sebelum, sesaat setelah, dan
saat survei menurut kabupaten, adalah sebagai berikut: 1. SEKTOR PERUMAHAN

TABEL 22: DRI per Sektor Sebelum, Sesaat Setelah, dan Saat Survei 1.1. Kabupaten Boyolali
per Kabupaten Terdampak Bencana Merapi 2010 Tidak ada hasil upaya pemulihan (0%) pada sektor perumahan --yakni
perbaikan dinding dan lantai rumah, sanitasi, dan sarana air bersih--
Sektor BOYOLALI KLATEN MAGELANG SLEMAN KONTROL
dari sesaat setelah bencana sampai saat survei. Hal ini karena memang
sektor perumahan di Kabupaten Boyolali tidak mengalami kerusakan
PERUMAHAN berarti, bahkan terjadi kenaikan, meskipun sangat kecil (dari 75,69
Sebelum Bencana 75,69 82,05 77,50 93,69 64,06 menjadi 76,04%) segera setelah bencana sampai saat ini. Artinya tanpa
Sesaat Setelah Bencana 76,04 82,27 68,23 47,60 67,66 ada program pemulihan khusus sektor perumahan, para warga korban
Sekarang (Saat Survei) 76,04 84,22 80,15 89,78 67,66 bencana berprakarsa dan secara swadaya segera membersihkan
Pulih dari bencana 0,00 89,86 128,66 91,51 n.a rumah-rumah mereka dari debu vulkanik dan menempatinya kembali.
PRASARANA 1.2. Kabupaten Klaten
Sebelum Bencana 83,67 94,75 79,50 82,17 77,33
Hasil upaya pemulihan sektor perumahan --perbaikan dinding dan
Sesaat Setelah Bencana 53,33 85,44 73,50 61,89 77,33 lantai rumah, sanitasi, dan sarana air bersih-- sudah mencapai 89,86%
Sekarang (Saat Survei) 45,33 75,69 79,50 57,00 77,33 dari sesaat setelah bencana sampai saat survei (terhadap peningkatan
Pulih dari bencana -26,37 -104,73 100,00 -24,11 0,00

52 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 RANGKUMAN: Indeks Pemulihan Bencana Kawasan Merapi | 53
0,22% dari sebelum bencana) menunjukkan upaya pemulihan rumah RENAKSI RR Pasca Letusan Merapi perlu lebih difokuskan.
korban bencana selama dua tahun setelah bencana sudah melampaui
2.2. Kabupaten Klaten
keadaan sebelum bencana, karena memang tidak terjadi kerusakan
berarti. Sama halnya dengan di Kabupaten Boyolali, hanya dengan Hasil upaya pemulihan prasarana --perbaikan jalan, jembatan, akses
sedikit sentuhan program saja, para warga korban bencana segera ke transportasi umum, akses ke telekomunikasi dan akses ke pasar
membersihkan rumah-rumah mereka dari debu vulkanik dan terdekat-- sudah menurun 104,73% dari sesaat setelah bencana sampai
menempatinya kembali. saat survei (terhadap penurunan 9,31% dari sebelum bencana di mana
keadaan prasarana dasar nisbi lebih baik dari tiga kabupaten lainnya)
1.3. Kabupaten Magelang
menunjukkan upaya pemulihan prasarana dasar tersebut selama
Hasil upaya pemulihan sektor perumahan --perbaikan dinding dan dua tahun setelah bencana belum diprioritaskan sehingga tingkat
lantai rumah, sanitasi, dan sarana air bersih-- sudah mencapai 128,66% kerusakannya semakin meningkat dari sesaat setelah bencana.
dari sesaat setelah bencana sampai saat survei (terhadap penurunan
2.3. Kabupaten Magelang
9,27% dari sebelum bencana) menunjukkan upaya pemulihan rumah
korban bencana selama dua tahun setelah bencana sudah melampaui Hasil upaya pemulihan prasarana --perbaikan jalan, jembatan, akses
keadaan sebelum bencana, karena memang tidak terjadi kerusakan ke transportasi umum, akses ke telekomunikasi dan akses ke pasar
berarti. Artinya, tanpa ada program khusus pemulihan sektor terdekat-- sudah mencapai 100% dari sesaat setelah bencana sampai saat
perumahan, para warga korban bencana sudah dapat menempati rumah survei (terhadap penurunan 6% dari sebelum bencana di mana keadaan
mereka kembali. prasarana tersebut memang sudah kurang baik) menunjukkan tidak
perlu upaya ekstra untuk pemulihannya, karena tingkat kerusakannya
1.4. Kabupaten Sleman
akibat bencana memang nisbi ringan, sehingga sudah pulih seperti
Hasil upaya pemulihan sektor perumahan --perbaikan dinding dan sediakala.
lantai rumah, sanitasi, dan sarana air bersih-- sudah mencapai 91,51%
2.4. Kabupaten Sleman
dari sesaat setelah bencana sampai saat survei (terhadap penurunan
46,09% dari sebelum bencana) menunjukkan upaya pemulihan rumah Hasil upaya pemulihan prasarana lebih memburuk 24,10% dari sesaat
korban bencana selama dua tahun setelah bencana sudah berhasil setelah bencana sampai saat survei (terhadap penurunan 20,28% dari
mendekati keadaan hampir sama dengan sebelum bencana. Artinya, sebelum bencana di mana keadaan prasarana tersebut umumnya
upaya berbagai pihak dan realisasi RENAKSI RR Pasca Letusan Merapi memang sudah kurang baik) menunjukkan belum ada upaya yang
untuk sektor perumahan sudah menunjukkan tercapainya pemulihan fokus pada pemulihan prasarana selama dua tahun setelah bencana.
walaupun belum sepenuhnya seperti keadaan sediakala sebelum Artinya, realisasi pemulihan prasarana dari RENAKSI RR Pasca Letusan
bencana. Merapi perlu lebih difokuskan.

2. SEKTOR PRASARANA 3. SEKTOR EKONOMI PRODUKTIF

2.1. Kabupaten Boyolali 3.1. Kabupaten Boyolali

Hasil upaya pemulihan sektor prasarana --perbaikan jalan, jembatan, Hasil upaya pemulihan sektor ekonomi produktif --pendapatan
akses ke transportasi umum, akses ke telekomunikasi dan akses ke pasar dan pekerjaan warga-- mencapai 53,00% dari sesaat setelah bencana
terdekat-- semakin menurun 26,37% dari sesaat setelah bencana sampai sampai saat survei (terhadap penurunan 29,35% dari sebelum bencana)
saat survei (terhadap penurunan 30,33% dari sebelum bencana di mana menunjukkan selama dua tahun setelah bencana belum ada upaya
kondisi prasarana dasar nisbi kurang baik) menunjukkan belum ada serius pemulihan atas hilangnya pendapatan dan pekerjaan warga
upaya serius pada pemulihan prasarana dasar tersebut selama dua terdampak bencana. Artinya, upaya berbagai pihak dan realisasi
tahun setelah bencana. Artinya, realisasi pemulihan prasarana dari RENAKSI RR Pasca Letusan Merapi perlu lebih diprioritaskan ke

54 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 RANGKUMAN: Indeks Pemulihan Bencana Kawasan Merapi | 55
kebutuhan pemulihan pendapatan dan pekerjaan warga korban penurunan 17,66% dari sebelum bencana) menunjukkan sudah adanya
bencana. upaya serius mengatasi gangguan akses warga korban ke sarana
3.2. Kabupaten Klaten pelayanan kesehatan dan pendidikan, sehingga tinggal melanjutkan
saja program aksi di sektor ini. Artinya, realisasi pemulihan sektor
Hasil upaya pemulihan sektor ekonomi produktif --pendapatan
sosial dari RENKASI RR Pasca Letusan Merapi sudah membuahkan
dan pekerjaan warga-- mencapai 40,88% dari sesaat setelah bencana
hasil optimal, bahkan lebih baik dari sebelum bencana.
sampai saat survei (terhadap penurunan 18,48% dari sebelum
bencana) menunjukkan selama dua tahun setelah bencana telah ada 4.2. Kabupaten Klaten
upaya pemulihan atas hilangnya pendapatan dan pekerjaan korban Hasil upaya pemulihan sektor sosial --pendapatan dan pekerjaan
bencana sekalipun belum optimal. Artinya, upaya berbagai pihak warga-- sudah membaik 73,06% dari sesaat setelah bencana sampai
dan realisasi RENAKASI RR Pasca Letusan Merapi perlu ditingkatkan saat survei (terhadap penurunan 27,38% dari sebelum bencana)
untuk mempercepat pulihnya pendapatan dan pekerjaan warga korban menunjukkan sudah adanya upaya serius mengatasi gangguan
bencana. akses warga korban bencana ke sarana pelayanan kesehatan dan
3.3. Kabupaten Magelang pendidikan, sehingga perlu ditingkatkan program aksi ke sektor ini.
Artinya, realisasi pemulihan sektor sosial dari RENAKSI RR Pasca
Hasil upaya pemulihan sektor ekonomi produktif --pendapatan
Letusan Merapi sudah membuahkan hasil sekalipun belum optimal,
dan pekerjaan warga-- sudah mencapai 77,00% dari sesaat setelah
masih perlu upaya lebih fokus ke inti persoalan.
bencana sampai saat survei (terhadap penurunan sebesar 58,38% dari
sebelum bencana) menunjukkan selama dua tahun setelah bencana 4.3. Kabupaten Magelang
belum ada upaya serius pemulihan atas hilangnya pendapatan dan Hasil upaya pemulihan sektor sosial --pendapatan dan pekerjaan
pekerjaan yang sangat berat. Artinya, upaya berbagai pihak dan warga-- baru membaik 42,73% dari sesaat setelah bencana sampai
realisasi RENAKSI RR Pasca Letusan Merapi perlu lebih diprioritaskan saat survei (terhadap penurunan 24,18% dari sebelum bencana)
ke kebutuhan pemulihan pendapatan dan pekerjaan warga korban menunjukkan belum adanya upaya serius mengatasi gangguan akses
bencana. korban bencana ke sarana pelayanan kesehatan dan pendidikan,
3.4. Kabupaten Sleman sehingga perlu prioritas program aksi ke sektor ini. Artinya, realisasi
pemulihan sektor sosial dari RENAKSI RR Pasca Letusan Merapi belum
Hasil upaya pemulihan sektor ekonomi produktif baru mencapai 52,36%
cukup efektif, masih perlu upaya lebih fokus ke inti persoalan.
dari sesaat setelah bencana sampai saat survei (terhadap penurunan
49,00% dari sebelum bencana) menunjukkan selama dua tahun 4.4. Kabupaten Sleman
setelah bencana belum ada upaya serius pemulihan atas hilangnya Hasil upaya pemulihan sektor sosial --pendapatan dan pekerjaan
pendapatan dan pekerjaan yang sangat berat. Artinya, upaya berbagai warga-- baru membaik 38,62% dari sesaat setelah bencana sampai
pihak dan realisasi RENAKSI RR Pasca Letusan Merapi perlu lebih saat survei (terhadap penurunan 30,24% dari sebelum bencana)
diprioritaskan ke kebutuhan pemulihan pendapatan dan pekerjaan menunjukkan belum adanya upaya serius mengatasi gangguan akses
korban bencana. korban bencana ke sarana pelayanan kesehatan dan pendidikan,
sehingga perlu prioritas program aksi ke sektor ini. Artinya, realisasi
4. SEKTOR SOSIAL pemulihan sektor sosial RENAKSI RR Pasca Letusan Merapi belum
cukup efektif, masih perlu upaya lebih fokus ke inti persoalan.
4.1. Kabupaten Boyolali
Hasil upaya pemulihan sektor sosial --akses ke pelayanan kesehatan 5. LINTAS SEKTOR
dan pendidikan, perbaikan kesehatan fisik dan kesehatan mental, serta
5.1. Kabupaten Boyolali
status bersekolah anak-anak usia sekolah-- sudah membaik lebih dari
113,08 % dari sesaat setelah bencana sampai saat survei (terhadap Hasil upaya pemulihan lintas sektor --pelatihan kebencanaan,

56 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 RANGKUMAN: Indeks Pemulihan Bencana Kawasan Merapi | 57
pemulihan luas lahan pertanian desa, pengelolaan dan pemanfaatan perlu prioritas program aksi ke sektor ini. Artinya, realisasi pemulihan
hasil hutan, akses ke kantor pos atau pengiriman barang, dan akses lintas sektor dari RENAKSI RR Pasca Letusan Merapi, masih belum
ke lembaga keuangan-- menurun 37,40% dari sesaat setelah bencana fokus ke kebutuhan pemulihan.
sampai saat survei (terhadap penurunan 23,77% dari sebelum bencana)
menunjukkan belum adanya upaya serius mengatasi gangguan akses
warga ke berbagai sarana lintas sektoral, sehingga perlu prioritas
program aksi ke sektor ini. Artinya, realisasi pemulihan lintas sektor
dari RENAKSI RR Pasca Letusan Merapi, masih belum fokus ke PUSTAKA
kebutuhan pemulihan yang dibutuhkan warga. Anonymous (2007), Users Guide Stata. Lakeway Drive College Station, Texas:
5.2. Kabupaten Klaten StataCorp.
Chris Christie & Richard E. Constable (2012), New Jersey Community Development
Hasil upaya pemulihan lintas sektor --pelatihan kebencanaan, Block Grant Disaster Recovery Program. NJ CDBG-DR Program Department
pemulihan luas lahan pertanian desa, pengelolaan dan pemanfaatan of Community Affairs.
hasil hutan, akses ke kantor pos atau pengiriman barang, dan akses DANIDA ESP (t.t.), Penyusunan Indeks Kualitas Lingkungan Indonesia: Metode
ke lembaga keuangan-- sudah mencapai 205,68% dari sesaat setelah Dan Kerangka Analisis; Output Number 3.2. Economic Instrument in
Environmental Management. DANIDA Environmental Support Programme.
bencana sampai saat survei (terhadap penurunan 5,63% dari sebelum
DFID (1998), Assistance for basic infrastructure provision is most effective
bencana) menunjukkan upaya mengatasi gangguan akses korban
when it is part of a broader plan for improving the effectiveness and
bencana ke berbagai sarana lintas sektoral sudah melampaui keadaan coherence of government. London: DFID.
sebelum bencana, karena memang tidak terjadi kerusakan berarti. DFID (t.t), Sustainable Livelihoods Guidance Sheets: Vulnerability Context.
Artinya, realisasi pemulihan lintas sektor dari RENAKSI RR Pasca London: DFID.
Letusan Merapi sudah cukup berhasil. Direktorat Jenderal Penataan Ruang (2011), Peta Wilayah Perencanaan
5.3. Kabupaten Magelang - Rencana Rinci Tata Ruang Kawasan Gunung Merapi. Jakarta:
Kementerian Pekerjaan Umum.
Hasil upaya pemulihan lintas sektor --pelatihan kebencanaan, Eko Teguh Paripurno (2012), Matriks Sandingan Perundang-Undangan Dalam
pemulihan luas lahan pertanian desa, pengelolaan dan pemanfaatan Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. Paparan capaian RENAKSI
hasil hutan, akses ke kantor pos atau pengiriman barang, dan akses ke BPBD DIY dan BPBD Jateng. 21-22 November.
lembaga keuangan-- sudah membaik 47,23% dari sesaat setelah bencana Gardoni, P. & C. Murphy (2008), Recovery From Natural And Man-Made
sampai saat survei (terhadap penurunan 7,6% dari sebelum bencana) Disasters As Capabilities Restoration And Enhancement, Journal of
menunjukkan sudah adanya upaya mengatasi gangguan akses korban Sustainable Development Plan, Vol. 3, No. 4 (2008) 317-333.
bencana ke berbagai sarana lintas sektoral, karena pada dasarnya International Strategy for Disaster Reduction (2005), Hyogo Framework for Action
2005-2015: Building the Resilience of Communities to Disaster. Extract
memang tidak terjadi kerusakan berarti. Artinya, realisasi pemulihan
IURPWKHQDOUHSRUWRIWKH:RUOG&RQIHUHQFHRQ'LVDVWHU5HGXFWLRQ$
lintas sektor dari RENAKSI RR Pasca Letusan Merapi hanya perlu CONF.206/6)
ditingkatkan intensitasnya. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2010), Indeks Pembangunan Kesehatan
5.4. Kabupaten Sleman Masyarakat. Jakarta: KEMENKES RI.
-------------- (2011), Peta Wilayah Perencanaan - Rencana Rinci Tata Ruang Kawasan
Hasil upaya pemulihan lintas sektor --pelatihan kebencanaan, Gunung Merapi. Jakarta: Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Kementerian
pemulihan luas lahan pertanian desa, pengelolaan dan pemanfaatan Pekerjaan Umum Republik Indonesia.
hasil hutan, akses ke kantor pos atau pengiriman barang, dan akses ke Kementerian Pekerjaan Umum Republik Indonesia (t.t), Kebijakan Tata Ruang
lembaga keuangan-- lebih memburuk 6,49% dari sesaat setelah bencana pada Kawasan Rawan Bencana. Jakarta: Direktorat Jenderal Penataan
sampai saat survei (terhadap penurunan 27,6% dari sebelum bencana) Ruang & Badan Geologi Kementerian ESDM.
menunjukkan belum adanya upaya serius mengatasi gangguan akses NIRA Report (2011), Indexes for Recovery and Reconstruction following the Great
East Japan Earthquake September 2011; Tokyo: National Institute for Research
korban bencana ke berbagai sarana lintas sektoral tersebut, sehingga
Advancement (NIRA)(URL:http://www.nira.or.jp/english)

58 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 RANGKUMAN: Indeks Pemulihan Bencana Kawasan Merapi | 59
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi (2011), Peta
Kawasan Rawan Bencana dan Area Terdampak Erupsi Gunung Merapi.
Jakarta: PVMBG.
Siswanto Budi Prasodjo (2011), Mengukur Tingkat Pemulihan Komunitas
Pasca Bencana Gunung Merapi. Paparan BNPB pada Lokakarya Rencana
Implementasi Longitudinal Study dalam Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca
Bencana Erupsi Gunung Merapi, Kerjasama Badan Nasional Penanggulangan
Bencana & United Nations Development Programme.
Solihin, Dadang (2012), Overview dan Pencapaian Implementasi Good Governance
di Indonesia dari Sudut Pandang Pemerintah. Jurnal Analisis Sosial, Vol.17
No.1, September.
Straus, J., et.al. (2004). Indonesian Living Standards Before and After the Financial
Crisis: Evidence from the Indonesia Family Life Survey. Singapore: Institute of
Southeast Asian Studies.
Syaifullah (2010), Pengenalan Metode AHP (Analytical Hierarchy Process).
Wordpress.com.
Tim Gabungan BAPPENAS-BNPB (2011), Dokumen Rencana Aksi Rehabilitasi dan
Rekonstruksi Pasca Bencana Erupsi Gunung Merapi Provinsi DI Yogyakarta
dan Provinsi Jawa Tengah 2011-2013.
UNCHS Habitat (2001), Guidelines for Operational Programme Formulation in Post
Disaster Situations: A Resource Guide. The United Nations Centre for Human
Settlements (UNCHS) Habitat, Risk and Disaster Management Unit.
Widyaningrum, Nurul (2012), Meninjau Kembali Partisipasi dalam Konteks Good
Governance. Jurnal Analisis Sosial, Vol.17 No.1, September.

TAPAKMAYA
http://www.solopos.com/2011/08/03/relokasi-korban-erupsi-merapi-diserahkan-
pemerintah-pusat-109619
http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/
news/2013/01/17/141946/Kesempatan-Relokasi-Korban-Merapi
http://www.solopos.com/2013/01/16/recovery-jalur-evakuasi-merapi-pemk-
ab-boyolali-gelontor-rp79-m-369252
http://www.bisnis-jateng.com/index.php/2011/04/warga-korban-merapi-
tolak-relokasi/
http://www.oneworld.org/odi/keysheets/)
http://www.kr.co.id: 21/09/2011

DESA MRIYAN, MUSUK, BOYOLALI, JAWA TENGAH, 28


November 2011. Seorang ibu tua melintasi jalan desanya
yang masih menyisakan endapan debu letusan Merapi.
60 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 Saya akan tetap tinggal di sini, tegasnya.
<FOTO: BETA PETTAWARANIE, TRK INSIST>
SEKTOR 1
PERUMAHAN, PERMUKIMAN
& RELOKASI
F. Asisi S.Widanto

B encana letusan Merapi 2010 dan lahar hujan menyebabkan belasan ribu
orang meninggalkan tempat tinggalnya dan hidup di pengungsian
untuk sementara sampai keadaan aman, atau sampai ada perbaikan
rumah-rumah mereka yang rusak. Menurut Undang-undang (UU)
Penanggulangan Bencana Nomor 24 Tahun 2007, pasal 58 ayat 1c, salah
satu bentuk upaya rehabilitasi pasca bencana adalah pemberian bantuan
perbaikan rumah masyarakat. Pemberian bantuan perbaikan perumahan
pasca letusan dan lahar hujan Merapi diberikan, antara lain, melalui
Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi oleh pemerintah dan melalui
program-program bantuan pemulihan pasca bencana dari pihak-pihak
non-pemerintah.
Bagian ini akan menggambarkan keadaan perumahan warga di wilayah
yang disurvei pada waktu sebelum dan sesudah bencana. Hal-hal yang
diuraikan di sini, antara lain, tentang penguasaan tempat tinggal, luas
lantai tempat tinggal, sarana MCK dan prasarana lainnya serta upaya-
upaya rehabilitasinya.

Tentang Rumah
Dalam UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman,
disebutkan bahwa rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai
tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan
harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya. 1
DUSUN TURGO, PURWOBINANGUN, SLEMAN , YOGYAKARTA, 27 Janari 2013.
Salah satu daerah pemukiman terdekat ke Gunung Merapi, terlindungi oleh 1
UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, Bab I Pasal 1 ayat 7.
satu bukit kecil membelakangi lereng selatan-barat Merapi yang tampak di latar
belakang. Setelah tiga tahun, rumah-rumah warga praktis sudah terbangun
kembali. Masalahnya: apakah mereka tetap aman dan diizinkan bermukim di sana?
<FOTO: BETA PETTAWARANIE, TRK INSIST>
63
Dengan demikian, fungsi dan makna rumah dari aspek sosial, ekonomi, permanen (separuh tembok) 7.866 unit, dan tidak permanen (tanpa
dan budaya mendapat pengakuan dari negara. Pengakuan ini merupakan bahan dan konstruksi tembok) adalah 9.652 unit. Jumlah ini cukup besar.
pemenuhan hak rakyat atas perumahan, yakni hak untuk mendapatkan Karena itu, jika terjadi bencana seperti letusan Merapi 2010, risiko jumlah
tempat tinggal yang layak. Pengakuan ini memiliki dasar konstitusional. kerugian yang terancam ditanggung oleh warga sangatlah besar.
Dalam Undang-undang Dasar (UUD) 1945, Pasal 28H ayat (1), dinyatakan Dalam survei ini, beberapa parameter tentang keadaan rumah
bahwa ...setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat menggunakan tolok-ukur yang digunakan oleh BPS dalam
tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak mengidentifikasi kemiskinan terkait dengan [pe]rumah[an], yakni: (1) luas
memperoleh pelayanan kesehatan. Sementara itu, dalam UU Nomor 39 lantai bangunan; (2) jenis lantai tempat tinggal; (3) jenis dinding tempat
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM), Pasal 40, juga dinyatakan tinggal; (4) ada-tidaknya fasilitas buang air besar; (5) sumber penerangan
bahwa ...setiap orang berhak untuk bertempat tinggal serta berkehidupan rumah tangga; dan (6) sumber air minum. 2 Parameter ini digunakan untuk
yang layak. Pasal 5 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan keadaan normal (tidak ada bencana).
dan Permukiman menyatakan bahwa ...setiap warganegara mempunyai
hak untuk menempati dan/atau menikmati dan/atau memiliki rumah Untuk keadaan pasca bencana, BNPB telah menerbitkan pedoman tatacara
yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur. pemberian bantuan pemenuhan kebutuhan dasar, termasuk perumahan.
Lebih mutakhir, Indonesia telah meratifikasi Kovenan Internasional Menurut Peraturan Kepala (PERKA) BNPB Nomor 7 Tahun 2008 tentang
tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya melalui UU Nomor 11 Pedoman Tatacara Pemberian Bantuan Pemenuhan Kebutuhan Dasar,
Tahun 2003, di mana Pasal 11 ayat (1) mengakui ...hak setiap orang bantuan penampungan/hunian sementara diberikan dalam bentuk tenda-
atas standar kehidupan yang layak baginya dan keluarganya, termasuk tenda, barak, atau gedung fasilitas umum/sosial seperti tempat ibadah,
pangan, sandang dan perumahan, dan atas perbaikan kondisi hidup terus- gedung olah raga, balai desa, dan sebagainya, yang memungkinkan untuk
menerus. digunakan sebagai tempat tinggal sementara. Yang terpenting adalah
bahwa tempat-tempat tersebut memenuhi standar minimal:
Bagi warga Merapi, rumah merupakan bangunan yang menjadi tempat
tinggal mereka yang melindungi mereka dari panas, hujan, dan dinginnya (a) Berukuran 3 (tiga) meter persegi per orang;
lereng gunung. Selain merupakan salah satu aset terpenting, rumah (b) Memiliki persyaratan keamanan dan kesehatan;
bagi warga Merapi juga memiliki fungsi dan makna sosial dan budaya,
(c) Memiliki aksesibititas terhadap fasilitas umum;
faktor pengikat yang semakin erat dengan lokasi tempat tinggal mereka.
Rumah, bagi sebagian besar warga lereng Merapi adalah tempat bagi (d) Menjamin privasi antar jenis kelamin dan berbagai kelompok usia.
warganya menjalani siklus kehidupan, mulai dari kelahiran, masa akil Dengan demikian pembangunan hunian sementara maupun hunian tetap
balik, perkawinan hingga kematian. Semua ritual perjalanan hidup bagi para korban bencana, seharusnya juga memerhatikan ukuran baku
dilakukan di rumah. Dalam konteks permukiman, jaringan antar rumah tersebut.
telah menemukan hubungan-hubungan dan kedekatan-kedekatan antar
tetangga yang telah terbiasa saling membantu dan bekerjasama dalam
keadaan apapun.
Di dalam rumah mereka, warga Merapi melakukan berbagai kegiatan
produksi maupun reproduksi. Karena itu, rumah dibuat dan dikelola agar
nyaman dan aman bagi para penghuninya untuk melakukan kegiatan-
kegiatan tersebut. Persoalan nyaman dan aman inilah yang mendorong
2
Kriteria kemiskinan dari segi rumah dan sarananya, menurut BPS adalah: [1] Luas lantai
bangunan kurang dari 8 m2 per orang; [2] Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/
warga di kawasan Merapi untuk membangun dan mengembangkan bambu/kayu murahan; [3] Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/rumbia/kayu
rumah mereka selama ini. Impian sebagian besar warga Merapi adalah berkualitas murah/tembok tanpa diplester; [4] Tidak memiliki fasilitas buang air besar/
membangun rumah tembok atau permanen. Pada tahun 2008, jumlah bersama-sama dengan rumah tangga lain; [5] Sumber penerangan rumah tangga tidak
menggunakan listrik; [6] Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/
rumah permanen di daerah ancaman Merapi adalah 40.054 unit, semi sungai/air hujan.

64 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 SEKTOR 1: Perumahan, Permukiman & Relokasi | 65
Karakter Tempat Tinggal Warga Merapi Berdasarkan amanah HFA tersebut, dapat dikatakan bahwa salah satu
indikator ketangguhan masyarakat adalah soal rumah yang lebih aman
Dalam HFA (Hyogo Framework for Action), isu perumahan dan permukiman untuk bertahan terhadap ancaman bencana. 3
termasuk di dalam prioritas aksi keempat, yakni meredam faktor-faktor
Ancaman bencana Gunung Merapi adalah ancaman primer --yakni awan
risiko yang mendasari, terutama dalam kegiatan pokok (aktivitas kunci)
panas, udara panas, dan lontaran material berupa abu sampai ukuran
ketiga.
besar-- dan ancaman sekunder --yakni lahar hujan. Karena itu, seharusnya
pembangunan perumahan dan permukiman memperhitungkan ancaman-
ancaman itu semua. Terlebih lagi, siklus atau rentang waktu (interval)
HFA Prioritas Aksi Keempat Aktivitas Kunci Ketiga letusan Merapi nisbi singkat dan sudah dapat dipradugakan, yakni antara
tiga sampai enam tahun, sehingga upaya-upaya pengurangan risiko
Perencanaan Penggunaan Lahan dan Tindakan-tindakan Teknis bencana dapat diterapkan di sektor perumahan dengan memerhatikan
Lainnya: gejala-gejala letusan. Misalnya, pertimbangan jarak antara permukiman
(n) Memasukkan penjajakan risiko bencana ke dalam perencanaan dengan puncak Merapi atau daerah-daerah rawan bencana.
perkotaan dan pengelolaan permukiman yang rentan terhadap
bencana, terutama wilayah-wilayah padat penduduk dan Selain itu, juga teknis pembangunan rumah. Atap genteng lebih
permukiman yang dengan cepat menjadi wilayah urban. Masalah- menguntungkan ketimbang dengan atap seng atau plastik, karena struktur
masalah tentang perumahan informal atau non-permanen dan atap genteng lebih kuat dan lebih dingin apabila harus menerima hujan
lokasi rumah di wilayah dengan risiko tinggi harus ditanggapi abu atau pasir panas Merapi. Pintu rumah sebaiknya membelakangi
sebagai prioritas, termasuk dalam kerangka kerja pengentasan Merapi, agar --ketika harus melakukan evakuasi-- para penghuni tidak
kemiskinan wilayah urban dan program-program perbaikan langsung terpapar oleh hembusan awan panas karena masih ada bangunan
kawasan kumuh.
rumah sebagai pelindung. Daun pintu dan jendela membuka ke arah
(p) Mengembangkan, memperbaiki, dan mendorong penggunaan luar, bukan ke arah dalam rumah, agar mengurangi risiko masuknya
pedoman dan alat-alat monitoring dalam peredaman risiko hembusan awan panas ke dalam rumah. Tentu saja bahan dinding
bencana dalam konteks kebijakan dan perencanaan penggunaan
dan pintu-jendela juga penting untuk dipertimbangkan. Selain itu,
lahan.
untuk mengantisipasi ancaman lahar hujan, pembangunan perumahan
(q) Memasukkan penjajakan risiko bencana ke dalam perencanaan seharusnya memperhitungkan jarak dengan sungai-sungai yang menjadi
dan pengelolaan pembangunan pedesaan, terutama berkaitan
jalur lahar hujan.
dengan wilayah-wilayah pegunungan dan dataran banjir di
ZLOD\DKSDQWDLWHUPDVXNPHODOXLLGHQWLNDVL]RQD]RQDODKDQ Berikut ini adalah keadaan perumahan di kawasan terpapar bencana
yang tersedia dan aman bagi permukiman manusia. Merapi 2010, dilihat dari beberapa aspek:
(r) Mendorong revisi atau mengembangkan aturan pendirian 1. Status Penguasaan Rumah
bangunan, standar-standar serta praktik-praktik rehabilitasi
dan rekonstruksi yang baru pada tingkat nasional atau lokal 2. Luas Lantai Tempat Tinggal
sebagaimana mestinya, dengan tujuan untuk membuatnya lebih
3. Jenis Dinding
bisa diterapkan dalam konteks lokal, terutama dalam permukiman
manusia yang informal dan marginal, dan memperkuat kapasitas
untuk melaksanakan, memonitor dan menegakkan aturan-aturan
tersebut melalui suatu pendekatan yang berbasis konsensus dalam 3
ADPC 2006, Critical Guidelines: Community-based Disaster Risk Management (Bangkok:
rangka mengembangkan struktur yang tahan terhadap bencana. ADPC; www.adpc.net) h.25. Sementara itu, dalam PERKA BNPB Nomor 1 Tahun 2012 tentang
Pedoman Umum Desa/Kelurahan Tangguh, soal perumahan masuk ke dalam komponen
NHHQDPWHQWDQJSHQ\HOHQJJDUDDQ3HQDQJJXODQJDQ%HQFDQDNHJLDWDQNHJLDWDQPLWLJDVLVLN
VWUXNWXUDOGDQQRQVLNVLVWHPSHULQJDWDQGLQLNHVLDSVLDJDDQXQWXNWDQJJJDSGDUXUDWGDQ
segala upaya pengurangan risiko melalui intervensi pembangunan dan program pemulihan,
EDLN\DQJEHUVLIDWVWUXNWXUDOVLNPDXSXQQRQVWUXNWXUDO

66 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 SEKTOR 1: Perumahan, Permukiman & Relokasi | 67
4. MCK yang Memadai ATL menjadi 80,56% dan 79,58%. Di wilayah ATLL, sebagian dari mereka
sekarang menjadi berstatus menempati. Di wilayah ATL, sebagian
5. Letak Sumber Utama Air Minum Rumah Tangga
mereka menjadi berstatus menempati saja, sebagian lagi menyewa,
6. Fasilitas Jamban/Kakus sementara itu sebanyak 2,92% tinggal di barak pengungsian dan sebagian
7. Jenis Kloset yang digunakan kecil (0,28) berstatus lainnya.
8. Pembuangan Air Limbah Rumah Tangga Secara umum, sebagian besar warga masih menempati rumah tinggal
mereka sendiri. Sebagian kecil dari mereka sekarang ini menempati
8. Ada Tidaknya Genangan Air di Sekitar Tempat Tinggal
lokasi yang bukan milik mereka sendiri (19.44%). Jumlah ini mengalami
10. Keamanan Dapur peningkatan lebih dari dua kali lipat dari sebelum bencana yang semula
hanya 7.22% saja di wilayah ATLL. Di wilayah ATLH, perubahan yang
terjadi adalah persentase rumah tangga yang semula berstatus memiliki
Status Penguasaan Rumah
mengalami peningkatan 0,67%, sementara persentase yang semula
Umumnya tingkat kepemilikan warga di seputaran Merapi sangat tinggi. berstatus menempati mengalami penurunan 0,67%. Apakah ini berarti
Hampir seluruh rumah tangga (keluarga pati) menjadi pemilik atas bahwa, setelah bencana, keluarga yang semula menempati (menumpang)
bangunan yang sekarang ini mereka tempati, yakni lebih dari 80% rumah pada rumah milik orang lain akhirnya (mampu) memiliki rumah sendiri?
tangga di semua kategori wilayah cacah.
Namun, pasca bencana letusan 2010 dan lahar hujan yang menyusulnya,
Luas Lantai Tempat Tinggal
terjadi perubahan dari status penguasaan tersebut. Di wilayah ATLL,
sebelum erupsi 2010 dan lahar hujan, 92,78% dari responden adalah Luas lantai rerata rumah hunian warga sebelum letusan 2010 dan
pemilik tempat tinggal mereka, di ATL 83,33%, di ATLH 80,33%, dan di lahar hujan yang menyusulnya adalah 101,12 m2. Karena setiap rumah
wilayah pembanding (kontrol) adalah 83,33%. Sebagian kecil dari rumah umumnya dihuni oleh rata-rata tiga orang, maka luasan lantai setiap
tangga menyatakan bahwa mereka hanya menempati tempat tinggal rumah untuk setiap orang adalah lebih dari 30 m2 per orang. Luas lantai
mereka waktu itu, dengan rincian di wilayah ATLL 7,22% menyatakan yang dimiliki warga pada umumnya memang cukup luas, mengingat
hanya menempati, di wilayah ATL 15,00%, di wilayah ATLH 18,00% dan rumah-rumah mereka juga memiliki fungsi-fungsi sosial budaya, misalnya
di wilayah pembanding 16,67%. Sementara itu, persentase lebih kecil lagi selalu terdapat ruang yang cukup besar untuk acara-acara komunal
adalah status sewa yang hanya ada di wilayah ATL dan ATLH, masing- dengan para tetangga.
masing sebesar 16,67%. (Selengkapnya, lihat kembali Tabel 11 pada
halaman 31). TABEL 23: Rata-rata Luas Lantai Rumah Warga
Rendahnya persentase status sewa ketimbang status menempati, pada di Kawasan Terpapar Bencana Merapi 2010 (m2)
tempat tinggal yang bukan milik sendiri, tampaknya berhubungan dengan
Luas lantai rumah rata-rata
keadaan di daerah pedesaan yang menjadi karakter umum wilayah survei, ATLL ATL ATLH KONTROL
sebelum & sesudah bencana
bahwa hubungan kekerabatan menjadi nilai yang penting sehingga antar
Luas kurang dari rata-rata
warga bisa mempersilakan orang lain untuk menempati rumah-rumah
mereka. Sebelum Bencana = 101,12 m2 51,57 64,72 66.00 70.00

Sebagaimana terbaca pada Tabel 11 tersebut, terjadi perubahan angka atau Saat Survei= 91,30 m2 82,22 66,81 67,00 70,00
persentase status penguasaan bangunan tempat tinggal pasca bencana. Di Luas lebih atau sama dengan rata-rata
wilayah ATLL, sebagian rumah tangga terpaksa tinggal di bangunan yang
Sebelum Bencana= 101,12 m2 48,33 35,28 34,00 30,00
bukan milik mereka. Hal ini dapat dilihat dari menurunnya persentase
Saat Survei = 91,30 m2 17,78 33,19 33,00 30,00
rumah tangga dengan status milik sendiri baik di wilayah ATLL maupun
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)

68 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 SEKTOR 1: Perumahan, Permukiman & Relokasi | 69
Sementara itu, menurut Kementerian Pekerjaan Umum, untuk memenuhi Meski demikian, ada juga bantuan dari non-pemerintah yang memiliki
standar rumah sederhana dan sehat, maka kebutuhan ruang per orang ukuran berbeda, misalnya 4,8 x 3,8 m (dari ACT),5 8 x 8 m (UGM/Bazis),6
sekurang-kurangnya adalah 9 m2 dengan penghitungan ketinggian rata- dan 4 x 6 m (UGM/GPAnsor).7
rata langit-langit adalah 2,8 m. Kebutuhan ruang per orang tersebut
berdasarkan kegiatan dasar penghuninya yang meliputi tidur, makan,
duduk, mencuci, memasak, bekerja, dan ruang gerak lainnya. 4 Dinding Bangunan Tempat Tinggal
Seperti halnya di tempat-tempat lain, warga di wilayah cacah juga
TABEL 24: Kebutuhan Luas Minimum Bangunan & Lahan cenderung membangun atau mengembangkan bangunan tempat tinggal
Rumah Sederhana & Sehat (m2) mereka dengan menggunakan dinding tembok. Sebelum bencana, sebagian
besar dinding rumah mereka adalah dinding tembok. Di wilayah ATLL
Luas (m2) untuk 3 jiwa Luas (m2) untuk 4 jiwa sebanyak 89,44% rumah warga berdinding tembok, di ATL 89,31%, di
Standar per jiwa ATLH 62,22%, dan di wilayah pembanding 86,98%. Sementara itu sebagian
(m2) Unit Lahan (L) Unit Lahan (L) yang lain menggunakan anyaman bambu (gedheg) dan kayu.
Rumah Minimal Efektif Ideal Rumah Minimal Efektif Ideal

Ambang-batas = 7,2 21,6 60,0 72-90,0 200,0 28,8 60,0 72-90,0 200,0 TABEL 25: Jenis Dinding Rumah Warga di Kawasan Merapi,
Sebelum Bencana & Sekarang
Indonesia = 9,0 27,0 60,0 72-90,0 200,0 36,0 60,0 72-90,0 200,0

Internasional = 12, 0 36,0 60,0 -- -- 48,0 60,0 -- -- Jenis Dinding Rumah ATLL ATL ATLH KONTROL

Sumber: Departemen Pekerjaan Umum (t.t.) TEMBOK


Sebelum Bencana 80,44 89,31 62.22 86.98
Sekarang (Saat Survei) 62,78 85,97 89,00 64,44
Rata-rata jumlah anggota rumah tangga di semua kategori wilayah cacah
KAYU
adalah 3-4 orang, sementara itu luas rata-rata lantai rumah sebelum
Sebelum Bencana 1,11 3,61 3,67 33,33
bencana adalah 101,12 m2. Dengan demikian, luasan rumah-rumah
warga di seluruh kategori wilayah cacah adalah di atas standar per jiwa Sekarang (Saat Survei) 2,78 3,61 3,33 32,22

untuk setiap meter perseginya. Pasca letusan dan lahar hujan, terjadi BAMBU

penurunan rata-rata luas lantai tempat tinggal dari 101,12 m2 menjadi Sebelum Bencana 9,44 6,81 8,33 4,44
91,30 m2 setelah bencana dan upaya pemulihan (yakni pada saat studi ini Sekarang (Saat Survei) 30,56 10,00 7,00 3,33
dilakukan). Penurunan tersebut karena sebagian warga terpaksa harus SENG
mengungsi dari hunian tempat tinggal mereka dan menempati hunian- Sebelum Bencana n.a 0,14 n.a n.a
hunian sementara. Sekarang (Saat Survei) 1,11 0,14 0,00 0,00
LAINNYA
Luas lantai semakin berkurang, baik yang semula kurang dari rata-rata
maupun yang semula lebih dari dan sama dengan rata-rata. Berkurangnya Sebelum Bencana n.a 0,14 0,67 n.a

ini boleh jadi karena terjadinya kerusakan-kerusakan akibat bencana, Sekarang (Saat Survei) 2,78 0,28 0,67 0,00
sehingga warga harus tinggal di tempat pengungsian sementara Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah) n.a = not available
(HUNTARA) yang luasan lantainya sangat terbatas. Ukuran HUNTARA
standar pemerintah adalah 6 x 6 m (DIY) atau 8 x 8 m (Jawa Tengah).
5
http://health.kompas.com/read/2010/12/18/05590327/www.kompas.com
6
http://www.pikiran-rakyat.com/node/147323
4
Departemen Pekerjaan Umum (t.t), Pedoman Rumah Sederhana & Sehat. 7
http://www.ugm.ac.id/index.php?page=rilis&artikel=3695

70 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 SEKTOR 1: Perumahan, Permukiman & Relokasi | 71
Secara umum boleh dikatakan bahwa dinding tembok lebih aman TABEL 27: Persentase Rumah Warga Pengguna Sumber Air Utama
dihadapkan pada ancaman-ancaman letusan maupun lahar hujan untuk Keperluan MCK di Kawasan Merapi,
ketimbang jenis dinding yang lain. Dinding tembok lebih tahan suhu Sebelum Bencana & Sekarang
tinggi dari awan panas dan lebih kokoh menahan terjangan lahar hujan.
Namun, pasca bencana, terjadi penurunan jumlah rumah dengan dinding Sumber Air Utama (untuk
ATLL ATL ATLH KONTROL
MCK, bukan untuk minum)
tembok di seluruh wilayah penelitian, termasuk di wilayah pembanding.
Sebaliknya, jumlah rumah dengan dinding jenis kayu, bambu, dan
TANGKI KELILING
seng bertambah di wilayah ATLL dan ATL. Hal ini bisa terjadi karena
Sebelum Bencana 0,56 1,53 n.a n.a
sementara ini mereka tinggal di rumah-rumah sementara berbahan bukan
Sekarang (Saat Survei) 10,00 2,78 n.a n.a
tembok sebelum akhirnya mereka membangun kembali dinding rumah
LEDENG
mereka dengan bahan tembok.
Sebelum Bencana 2,78 2,50 12,33 3,33
Sekarang (Saat Survei) 3,89 1,94 12,33 10,00
Letak Sumber Utama Air Minum Rumah Tangga POMPA
Air minum diakses oleh RT dari berbagai sumber, antara lain berupa Sebelum Bencana 1,11 7,64 0,67 6,67
air dalam kemasan, air isi ulang, mobil tangki keliling, ledeng, pompa, Sekarang (Saat Survei) 15,56 12,36 1,67 7,78
sumur terlindung, sumur tak terlindung, mata air terlindung, mata air tak SUMUR TERLINDUNG
terlindung, dan air hujan. Letak sumber utama air minum rumah tangga Sebelum Bencana n.a 30,42 35,00 41,11
tersebut sebagian di dalam rumah dan sebagian lain di luar rumah. Sekarang (Saat Survei) 1,11 27,64 33,67 38,69
SUMUR TAK TERLINDUNG
TABEL 26: Letak Sumber Air Utama dari Rumah Warga di Kawasan Merapi, Sebelum Bencana 1,11 4,86 6,67 4,44
Sebelum Bencana & Sekarang Sekarang (Saat Survei) 1,11 4,86 7,00 3,33
MATA AIR TERLINDUNG
Letak Sumber Air Utama ATLL ATL ATLH KONTROL Sebelum Bencana 91,67 39,72 22,33 15,56

DI DALAM RUMAH Sekarang (Saat Survei) 64,44 38,06 24,00 14,44


MATA AIR TAK TERLINDUNG
Sebelum Bencana 56,67 60,14 54.00 37.78
Sebelum Bencana n.a 3,89 1,67 n.a
Sekarang (Saat Survei) 50,00 64,72 56,33 45,56
Sekarang (Saat Survei) 0 4,17 1,33 n.a
DI LUAR RUMAH
AIR SUNGAI
Sebelum Bencana 43,33 39,86 46,00 62,22
Sebelum Bencana 0,56 7,08 13,00 8.89
Sekarang (Saat Survei) 50,00 35,28 43,67 54,44
Sekarang (Saat Survei) 1,11 6,67 11,67 5,56
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)
AIR HUJAN
Sebelum Bencana n.a 0,69 n.a n.a
Sementara itu, sumber air utama untuk keperluan MCK diakses dari mobil Sekarang (Saat Survei) 0,00 0,14 0,00 0,00
tangki keliling, ledeng, pompa, sumur, mata air, sungai, dan air hujan. LAINNYA
Pemanfaatan mata air untuk sumber air utama keperluan MCK masih Sebelum Bencana 2,22 1,67 8,33 20,00
menjadi prioritas bagi sebagian besar rumah tangga warga di wilayah Sekarang (Saat Survei) 2,78 1,39 8,33 20,00
cacah, terutama di wilayah ATLL. Sebanyak 91,67% rumah warga di ATLL
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah) n.a = not available
menggunakan mata air terlindung.

72 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 SEKTOR 1: Perumahan, Permukiman & Relokasi | 73
Sementara itu, untuk wilayah ATL, pemanfaatan jenis-jenis sumber air dan di ATLH 1,67%. Hal ini diperkirakan bahwa kampanye sanitasi
utama nisbi merata, karena rupanya ragam jenis sumber air utama lebih yang dilakukan di daerah ATL(L/H) menyebar juga sampai ke daerah
banyak. Banyak masyarakat yang menggunakan sumur terlindung, mata pembanding.
air terlindung, pompa, sungai. Untuk wilayah ATLL dan ATL, karena Salah satu sarana MCK rumah tangga yang penting adalah jamban.
tempatnya sebagian adalah dataran tinggi, maka untuk saat-saat tertentu Sebagian besar rumah warga di semua kategori wilayah cacah memiliki
memerlukan pasokan air dari luar (dropping). Untuk wilayah ATLH, jamban sendiri. Sebelum bencana, di wilayah ATLL ada 83,33% rumah
pemanfaatan sungai untuk sumber air utama cukup tinggi, selain ledeng, warga memiliki jamban sendiri, di ATL sebanyak 69,31%, di ATLH 54,67%,
sumur terlindung, mata air terlindung, dan sumber-sumber lainnya. dan di wilayah pembanding 54,44%.
Perbedaan tiga wilayah ini dalam pemanfaatan sumber air utama dapat
dimengerti karena sumber-sumber air seringkali tergantung pada keadaan Namun, meskipun sebagian besar rumah warga di semua kategori wilayah
lingkungan sekitar permukiman. memiliki jamban sendiri, tetap masih ada rumah di seluruh kategori
wilayah yang justru tidak memiliki jamban. Persentase rumah warga
Namun pasca bencana, di wilayah ATLL terjadi penurunan yang cukup yang tidak memiliki jamban di wilayah ATLL adalah yang paling rendah
signifikan rumah tangga pemanfaat mata air terlindung menjadi hanya dibandingkan dengan wilayah lain, dan di wilayah pembanding adalah
64,44%. Hal ini terjadi kemungkinan karena jumlah mata air terlindungi yang paling tinggi.
di sana berkurang karena rusak dan/atau para penggunanya telah
mengungsi di mana mereka menggunakan sumber air utama yang lain. TABEL 29: Jenis Jamban di Kawasan Merapi,
Sebelum Bencana & Sekarang

MCK yang Memadai Jenis Jamban ATLL ATL ATLH KONTROL


Salah satu kelengkapan rumah adalah fasilitas MCK. Adanya letusan
JAMBAN SENDIRI
Merapi 2010 dan lahar hujan ternyata memberikan perubahan positif yang
Sebelum Bencana 83,33 69,31 54,67 54,44
cukup signifikan terhadap persentase MCK yang memadai.
Sekarang (Saat Survei) 88,89 72,92 56,33 61,11
Hampir semua rumah tangga di wilayah ATLL memiliki MCK yang JAMBAN BERSAMA
memadai, yakni 92,8%; sementara itu di wilayah ATL sebesar 74,31%, di Sebelum Bencana 12,22 8,75 11,33 6,67
ATLH 60%, dan di wilayah pembanding 55,56%.
Sekarang (Saat Survei) 8,89 7,92 11,67 5,56
JAMBAN UMUM
TABEL 28: Rumah Warga yang Memiliki MCK Memadai di Kawasan Merapi,
Sebelum Bencana 0,56 4,17 5,33 6,67
Sebelum Bencana & Sekarang
Sekarang (Saat Survei) 1,11 3,47 6,33 6,67
Rumah yang Memiliki MCK TIDAK PUNYA JAMBAN
ATLL ATL ATLH KONTROL
Memadai
Sebelum Bencana 3,89 17,78 28,67 32,22
Sebelum Bencana 92,80 74,31 60.00 55.56
Sekarang (Saat Survei) 1,11 15,69 25,67 26,67
Sekarang (Saat Survei) 97,22 77,46 61,67 62,22
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)

Pasca bencana, terjadi perkembangan yang positif dengan adanya


Angka persentase kepemilikan MCK yang memadai ini mengalami
peningkatan kepemilikan atau akses terhadap jamban.
kenaikan setelah terjadinya bencana di seluruh wilayah cacah, baik di
wilayah ATLL, ATL, ATLH maupun di wilayah pembanding. Kenaikan Untuk jenis jamban sendiri, terjadi peningkatan jumlah persentase
persentase yang paling tinggi justru terjadi di wilayah pembanding, kepemilikan dari sebelum bencana hujan sampai dengan sekarang. Di
yakni sebesar 6,66%, lebih tinggi ketimbang di ATLL 4,42%, ATL 3,05%, ATLL terjadi peningkatan 5,56%, di ATL mengalami peningkatan 3,61%,

74 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 SEKTOR 1: Perumahan, Permukiman & Relokasi | 75
di ATLH meningkat 1,66%, dan di wilayah pembanding mengalami Pembuangan Air Limbah Rumah Tangga
peningkatan 6.67% (yang adalah peningkatan tertinggi dibandingkan
Pembuangan air limbah rumah tangga seharusnya memenuhi beberapa
dengan kategori wilayah yang lain). Naiknya persentase jamban sendiri
tolok-ukur dasar, karena air limbah rumah tangga dapat merugikan
tersebut dibarengi dengan menurunnya angka persentase jamban bersama.
kesehatan manusia. Air limbah ini, selain tidak bersih, juga mengandung
Sementara itu, jumlah persentase rumah tangga yang tidak memiliki
zat-zat yang membahayakan kesehatan. Air limbah rumah tangga (domestic
jamban juga mengalami penurunan.
waste water) umumnya terdiri dari ekskreta (tinja dan urine), air bekas
Pada umumnya, jamban di wilayah cacah menggunakan kloset jenis leher cucian, air bekas dari dapur, air bekas kamar mandi.
angsa yang merupakan jenis lebih sehat dibandingkan dengan jenis-jenis
yang lain. Artinya, kesadaran masyarakat terkait dengan sanitasi ini sudah TABEL 31: Pembuangan Air Limbah Rumah Tangga di Kawasan Merapi,
bagus. Persentase tertinggi untuk penggunaan kloset leher angsa adalah di Sebelum Bencana & Sekarang
daerah ATLH dan wilayah pembanding. Besar kemungkinan hal ini terkait
dengan kemudahan akses terhadap air. Tempat Pembuangan Air
ATLL ATL ATLH KONTROL
Limbah Rumah Tangga
SELOKAN
TABEL 30: Jenis Kloset yang Digunakan di Kawasan Merapi, Sebelum Bencana 11,22 20,08 31,38 18,63
Sebelum Bencana & Sekarang Sekarang (Saat Survei) 10,84 20,90 31,60 19,42
SUNGAI
Jenis Jamban ATLL ATL ATLH KONTROL
Sebelum Bencana 2,93 16,99 29,23 8,82
LEHER ANGSA Sekara Sekarang (Saat Survei) 0,99 16,26 27,91 8,74
Sebelum Bencana 87,86 85,81 97,66 96,72 LUBANG TANAH
Sekarang (Saat Survei) 88,89 88,47 97,76 93,94 Sebelum Bencana 29,27 17,50 6,15 11,76
PLENGSENGAN Sekarang (Saat Survei) 27,59 16,90 6,75 11,65
Sebelum Bencana 9,83 10,14 0,93 1,64 SEPTIC TANK
Sekarang (Saat Survei) 7,87 8,57 0,90 3,03 Sebelum Bencana 26,34 20,72 18,77 17,65
CEMPLUNG (CEBLUK) Sekarang (Saat Survei) 36,95 22,97 20,25 18,45
Sebelum Bencana 2,31 3,55 1,40 1,64 LAINNYA
Sekarang (Saat Survei) 2,25 2,47 1,35 3,03 Sebelum Bencana 30,24 24,71 14,46 43,14
TIDAK ADA Sekarang (Saat Survei) 23,65 22,97 13,50 41,75
Sebelum Bencana n.a 0,51 n.a n.a
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)
Sekarang (Saat Survei) 0,00 0,49 0,00 0,00

Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah) n.a = not available
Survei ini menunjukkan bahwa pembuangan limbah rumah tangga
beragam dan berimbang antara satu tempat pembuangan dengan tempat
pembuangan yang lain. Untuk wilayah ATLH, sebagian besar masyarakat
Peningkatan penggunaan kloset jenis plengsengan dan cemplung menjadi membuang air limbah rumah tangga mereka ke selokan atau ke sungai,
leher angsa tampak pada kategori wilayah ATLL dan ATL, masing-masing karena wilayah ATLH sebagian besar memang berada di dekat aliran
mengalami kenaikan dari 87,86% dan 85,81% menjadi 89,89% dan 88,47%. sungai. Apa yang menarik adalah terjadinya pembuangan air limbah
Di wilayah pembanding, justru terjadi penurunan persentase pengguna rumah tangga ke tangki septik mengalami peningkatan setelah bencana,
jenis leher angsa, dari 96,72% menjadi 93,94%. yakni sebesar 10,61% di ATLL, 2,25% di ATL, 1,48% di ATLH, dan 0,8% di
wilayah pembanding.

76 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 SEKTOR 1: Perumahan, Permukiman & Relokasi | 77
TABEL 32: Saluran Pembuangan Limbah Rumah Tangga di Kawasan Merapi, Keamanan Dapur
Sebelum Bencana & Sekarang
Keamanan bangunan dapur rupanya menjadi prioritas bagi para warga di
seluruh wilayah cacah. Semua warga menyatakan bahwa dapur mereka
Jenis Saluran Pembuangan ATLL ATL ATLH KONTROL
merupakan bagian bangunan yang aman. Hal ini mengindikasikan bahwa
SALURAN TERTUTUP dapur merupakan bagian yang penting bagi mereka, mengingat di wilayah
pedesaan, sebagian kegiatan rumah tangga juga dilakukan di dalam dapur.
Sebelum Bencana 49,46 53,77 52,94 42,27
Dapur juga merupakan ruang sosialisasi bagi semua anggota keluarga.
Sekarang (Saat Survei) 55,14 55,62 56,03 47,96
SALURAN TERBUKA
Sebelum Bencana 36,41 32,21 33,01 18,56 TABEL 34: Persepsi Bangunan Dapur Aman di Kawasan Merapi,
Sekarang (Saat Survei) 27,57 30,85 31,27 16,33 Sebelum Bencana & Sekarang
TANPA SALURAN
Persepsi Bangunan Dapur
Sebelum Bencana 14,13 14,02 14,05 39,18 ATLL ATL ATLH KONTROL
Aman
Sekarang (Saat Survei) 17,30 13,53 12,70 35,71 AMAN
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah) Sebelum Bencana 100,00 95,42 91,33 94,44
Sekarang (Saat Survei) 93,89 94,86 92,57 93,33
Rumah tangga di semua wilayah cacah masih banyak yang tidak TIDAK AMAN
dilengkapi dengan saluran pembuangan air limbah rumah tangga. Hal ini Sebelum Bencana n.a 2,50 3,67 1,11
terjadi baik sebelum maupun setelah bencana. Persentase tertinggi ada di Sekarang (Saat Survei) 1,67 2,64 4,67 5,56
wilayah pembanding, yakni 39,18% sebelum bencana dan 35,71% setelah TB
bencana. Sebelum Bencana n.a 2,08 5,00 4,44
Dengan tidak adanya saluran pembuangan air limbah, dapat menyebabkan Sekarang (Saat Survei) 1,67 2,64 4,67 5,56
air tidak mengalir dengan lancar dan timbul genangan-genangan air yang Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah) n.a = not available
menimbulkan bau menyengat. Hal ini diperkuat dengan pengamatan di
lapangan di mana ditemukan genangan-genangan air limbah tersebut di
sekitar rumah-rumah warga.
Di wilayah ATLL, semua rumah tangga (100%) menyatakan bahwa
TABEL 33: Genangan Air Sekitar Rumah Warga di Kawasan Merapi,
bangunan dapur mereka aman pada waktu sebelum bencana dan hanya
Sebelum Bencana & Sekarang
mengalami penurunan sedikit pada saat penelitian ini dilakukan (93,89%).
Genangan Air Sekitar Rumah Sementara itu, di ATL 95,42% menyatakan aman, di ATLH 91,33%, dan di
ATLL ATL ATLH KONTROL
Warga wilayah pembanding 95,04%. Setelah bencana, persentase ini mengalami
TERLIHAT sedikit penurunan dibandingkan dengan keadaan sebelumnya.

Sebelum 8,89 6,81 5,00 2,22 Kejadian letusan Merapi 2010 dan lahar hujan yang menyusulnya, ternyata
Sekarang (Saat Survei) 7,22 6,67 5,33 1,11 telah menjadi momentum bagi warga yang terpapar bencana untuk
TIDAK TERLIHAT
memikirkan kembali soal keamanan rumah mereka, khususnya dapur.
Boleh jadi juga, mutu bangunan di bagian dapur, bagi mereka yang baru
Sebelum 91,11 93,19 95,00 97,78
membangun kembali rumahnya, ternyata tidak dapat dibangun seaman
Sekarang (Saat Survei) 92,78 93,33 94,67 98,89
seperti sebelum bencana.
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)

78 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 SEKTOR 1: Perumahan, Permukiman & Relokasi | 79
Rumah dalam Konteks (Bencana) Merapi Gunung Merapi merupakan gunung yang wilayah sekitarnya memiliki
tingkat hunian yang cukup tinggi, ditandai dengan banyaknya
Dalam konteks kebencanaan, keterpaparan merupakan salah satu unsur permukiman di lereng-lerengnya yang merupakan daerah rawan bahaya
dalam menghitung tingkat risiko. Karena itu, dalam konteks bencana letusan. Di wilayah ATLL, 48,89% rumah warga ternyata bertempat tinggal
letusan dan lahar hujan Gunung Merapi, studi ini melihat rumah dalam di lokasi yang berjarak kurang dari 5 kilometer dari puncak gunung. Lebih
hubungannnya dengan: (1) KRB; (2) jarak dengan puncak; (3) arah dari jauh lagi, di kategori wilayah yang sama, masih ada 48,89% rumah tangga
puncak; dan (4) jarak dengan sungai. yang tinggal di rentang jarak 6-10 km dari puncak Merapi.
Gunung Merapi merupakan salah satu gunung berapi yang paling aktif di
dunia saat ini. Dalam rentang waktu tertentu, gunung berapi termuda di TABEL 36: Jarak & Arah Lokasi Rumah Warga dari Puncak Merapi
selatan Pulau Jawa ini meletus dengan berbagai tingkatan dan intensitas. Saat Letusan 2010 dan Lahar Hujan yang Menyusulnya
Sebagai satuan kawasan yang memiliki tingkat kerawanan terjadinya
Jarak Rumah Warga dari
bencana, maka daerah di sekitar Merapi juga sudah dipetakan kawasan- ATLL ATL ATLH KONTROL
Puncak Merapi
kawasan yang rawan terhadap bencana gunung tersebut.
0-5 kilometer 48,89 8,19 9,33 0,00
Berdasarkan Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi, ada tiga 6-10 kilometer 48,89 14,44 1,33 0,00
kawasan berdasarkan tingkat kerawanannya: KRB I (tingkat terendah),
11-15 kilometer 2,22 28,33 6,67 0,00
KRB II (tingkat sedang), dan KRB III (tingkat tertinggi, paling rawan).
16-20 kilometer 0,00 28,47 29,33 0,00

TABEL 35: Persepsi Lokasi Rumah Warga 21-25 kilometer 0,00 6,39 26,00 1,11
Berdasarkan Kategori Kawasan Rawan Bencana (KRB) Merapi 26-39 kilometer 0,00 4,17 8,00 0,00
> 39 kilometer 0,00 10,00 19,33 98,89
Kategori Kawasan Rawan
ATLL ATL ATLH KONTROL
Bencana Merapi Arah Lokasi Rumah Warga dari
KRB I (kerawanan rendah) 11,11 20,00 27,00 37,78 Puncak Merapi

KRB II (kerawanan sedang) 23,33 32,78 23,67 0,00 Utara 0,00 1,39 1,67 8,89

KRB III (kerawanan tinggi) 51,11 18,89 14,00 0,00 Timur Laut 1,11 1,94 0,67 12,22
Tidak Tahu 14,44 28,33 35,33 62,22 Timur 1,67 6,81 1,33 12,22

Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah) Tenggara 0,00 1,67 0,33 27,78
Selatan 96,67 61,94 36,00 4,44

Tabel di atas menunjukkan bahwa lebih dari separuh rumah tangga Barat Daya 0,00 9,58 29,67 5,56
warga (51,11%) di wilayah ATLL memang tinggal di wilayah KRB III Barat 0,56 14,58 29,67 25,56
yang merupakan kawasan seputar Merapi yang memiliki tingkat ancaman Barat Laut 0,00 2,08 0,67 3,33
tertinggi. Wilayah KRB III ini sebelumnya disebut sebagai Daerah
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)
Terlarang dalam Peta Bahaya Gunung Api. Sebagian lain yang juga
tinggal di KRB III adalah para warga di kategori wilayah ATL (18,89%) Sebagian besar rumah tangga yang terdampak langsung letusan tinggal
dan ATLH (14,00%). Dalam KRB II dan KRB I, juga banyak terdapat warga di sebelah selatan Gunung Merapi, yakni 96,67%. Sebagian kecil lainnya
yang tinggal. Sebenarnya sebagian besar warga yang terdampak letusan tinggal di arah timur laut, timur, dan barat. Sejak semula, pemerintah
atau lahar hujan (ATLL, ATL dan ATLH) mengetahui bahwa lokasi tempat --melalui BPPTK-- telah memperkirakan bahwa arah letusan 2010 akan
tinggal mereka berada di kawasan rawan bencana. Dengan demikian dominan ke sektor selatan dan tenggara --yakni wilayah Kabupaten
mereka telah mengetahui risiko yang dapat terjadi pada tempat tinggal Sleman dan Klaten-- ketimbang ke sektor lain. Pasca letusan 2010,
mereka. pemerintah memperkirakan bahwa arah letusan yang akan datang masih

80 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 SEKTOR 1: Perumahan, Permukiman & Relokasi | 81
akan lebih banyak ke sektor selatan dan timur. Karena itu, arah lokasi Terbukti, pada kejadian letusan 2010 dan lahar hujan yang menyertainya,
tempat tinggal terhadap puncak Gunung Merapi menjadi penting untuk daerah-daerah yang rawan tersebut terkena ancaman-ancaman primer
bahan pertimbangan pemerintah dan warga masyarakat sendiri. maupun sekunder. Wilayah yang paling banyak terkena adalah ATLL,
Sementara itu, jarak rata-rata rumah warga yang tinggal di kawasan disusul ATL, ATLH, dan terakhir wilayah pembanding yang juga terkena
terdampak lahar hujan dengan sungai-sungai besar --sebagai saluran hujan kerikil, hujan pasir, dan hujan abu.
utama luberan atau banjir lahar Merapi-- adalah 324,5 meter. Jarak ini
TABEL 39: Jenis Ancaman Bencana Merapi yang Menimpa Rumah-rumah Warga
berada di dalam radius kawasan penyangga (buffer zone) yang disarankan
pada Peristiwa Letusan 2010 & Banjir Lahar yang Menyusulnya
oleh pemerintah, yakni pada bentangan antara 300-500 meter dari bantaran
sungai-sungai besar seperti Kali Opak, Kali Kuning, Kali Gendol, dan Kali Jenis Ancaman ATLL ATL ATLH KONTROL
Putih.
Awan Panas 94,44 8,89 0.33 0,00
TABEL 37: Jarak Rerata Lokasi Rumah Warga dari Bantaran Sungai-sungai Besar Lahar Panas 30,00 8,33 0,00 0,00
Saluran Utama Banjir Lahar Merapi Lahar Hujan 15,00 19,03 20,33 0,00

Jarak Rerata Rumah Warga dari Hujan Kerikil 80,00 76,94 69,33 3,33
ATLL ATL ATLH KONTROL
Bantaran Sungai Besar Hujan Pasir 92,78 90,00 96,33 22,22
Jarak rata-rata (meter) 1.039,62 1.988,16 324,59 24.073,89 Hujan Abu 100,00 100,00 100,00 85,56
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah) Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)

Tabel tersebut memperlihatkan bahwa rumah warga di wilayah ATLH


adalah yang paling dekat dengan bantaran sungai-sungai besar saluran
lahar Merapi, yakni 324,6 meter, sehingga sebenarnya berada dalam
kawasan penyangga yang disarankan oleh pemerintah untuk bebas dari Penyelematan Rumah sebagai Aset &
hunian penduduk. Di tiga kategori kawasan lainnya (ATLL, ATL, dan Gangguan Akses ke/dari Rumah
wilayah pembanding), rumah-rumah warga rerata berada lebih dari 1
kolmeter dari bantaran sungai-sungai besar, sudah berada di luar kawasan Dalam upaya penanggulangan bencana, aset merupakan hal pokok yang
penyangga. menjadi perhatian. Pengurangan risiko bencana pada dasarnya adalah
pengurangan risiko terhadap aset. Studi ini juga ingin mengetahui
Berdasarkan jarak lokasi rumah mereka dengan bantaran sungai-sungai
bagaimana persepsi warga terpapar bencana Merapi tentang prioritas
besar tersebut, sebagian besar rumah warga di wilayah ATLL (51,67%),
penyelamatan asset mereka.
ATL (51,11%), dan ATLH (52,67%) menyadari bahwa lokasi tempat tinggal
mereka memang tidak aman terhadap bencana. Sebaliknya, di wilayah TABEL 40: Persepsi Warga di Kawasan Merapi tentang Aset Terpenting Mereka
pembanding, hanya sebagian kecil (16,67%) warga yang berpendapat untuk Diselamatkan Saat Bencana Terjadi
bahwa lokasi tempat tinggal mereka juga termasuk tidak aman.
Jenis Aset ATLL ATL ATLH KONTROL
TABEL 38: Persepsi Warga tentang Aman Tidaknya Lokasi Rumah Mereka
Anggota keluarga 55,83 60,94 60.81 60,35
dari Bencana Lahar Merapi
Aset ekonomi 35,69 35,83 36,83 33,58
Persepsi Warga ATLL ATL ATLH KONTROL Rumah dan prasarana 8,13 2,22 1,71 2,24
Ya (Aman) 48,33 48,99 47.33 83,33 Aset sosial budaya 0,35 0,55 0,43 0,75
Tidak Aman 51,67 51,11 52,67 16,67 Lingkungan hidup sekitar 0,00 0,46 0,00 0,31

Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah) Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)

82 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 SEKTOR 1: Perumahan, Permukiman & Relokasi | 83
Saat menjelang terjadinya letusan dan lahar dingin, para warga Meninggalkan Tempat Tinggal Menuju Pengungsian
menempatkan rumah dan prasarana sebagai prioritas ketiga untuk
diselamatkan. Aset lain yang lebih penting adalah nyawa dan aset Pada saat letusan Merapi 2010 dan lahar hujan yang menyusulnya,
ekonomi. Termasuk di dalam aset ekonomi ini adalah ternak dan barang- seluruh anggota keluarga warga di wilayah ATLL mengungsi. Sebanyak
barang lainnya. Namun demikian, karena rumah memiliki dimensi 41,67% melakukan pengungsian di luar kecamatan, 19,01% melakukan
sosial ekonomi dan budaya, maka tetap diperlukan upaya-upaya untuk pengungsian di dalam wilayah desa, 27,86% melakukan pengungsian
pengurangan risikonya. Rumah tidak dapat dipindah-pindahkan. Yang ke luar desa. Pola yang sama juga terjadi di wilayah ATL. Dengan
dapat dilakukan adalah memperkuat rumah sehingga mampu menghadapi demikian, kecamatan-kecamatan tertentu menjadi kecamatan penyangga
ancaman-ancaman. Tentu saja rumah tidak dapat diharapkan mampu atau penampung pengungsi. Di wilayah ATLH, sebagian besar warga
menghadapi gelontoran lahar panas maupun lahar dingin, namun masih melakukan pengungsian masih di dalam wilayah kecamatan yang sama.
dapat diandalkan --jika struktur dan bahannya cukup kuat dan baik-- Adanya kecamatan atau desa penyangga penting untuk diperhitungkan
untuk berlindung dari hujan abu, hujan kerikil, dan hujan pasir. dalam perencanaan evakuasi dalam setiap rencana darurat (contingency
plan) menghadapi bencana.

TABEL 42: Daerah Tujuan Pengungsian Warga Terpapar Bencana


Gangguan Akses ke/dari Permukiman Letusan Merapi 2010
Letusan Merapi 2010 dan lahar hujan yang menyusulnya telah
menyebabkan terganggunya akses dari dan ke wilayah terdampak. Di Daerah Tujuan ATLL ATL ATLH KONTROL
wilayah ATLL, 95,56% warga merasakan terputusnya akses dari dan
Dalam desa sendiri 19,01 10,84 10,98 0,00
ke wilayah permukiman mereka, terutama disebabkan oleh timbunan
material letusan dan pohon-pohon yang roboh. Di wilayah ATL, 51,25% Luar Desa 27,86 10,15 13,72 0,00
warga menyatakan bahwa keterjangkauan (aksesibilitas) dari/ke wilayah
Luar Kecamatan 41,67 46,31 9,45 0,00
permukiman mereka sempat terputus karena timbunan material dan
pepohonan tumbang. Luar Kabupaten 8,07 14,57 7,62 0,00

Provinsi Lain 3,39 5,72 53,05 0,00


TABEL 41: Gangguan Akses ke/dari Permukiman Warga Terpapar Bencana Letusan
Tidak ada yang mengungsi 0,00 5,72 53,05 100,00
Merapi 2010
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)
Gangguan Akses &
ATLL ATL ATLH KONTROL
Penyebabnya
Di mana para pengungsi tinggal untuk sementara?
Sempat Terputus 95,56 51,25 68.00 0,00
Di wilayah ATLL, warga pengungsi umumnya (38,10%) terpusat di
PENYEBAB: gedung-gedung umum --perkantoran atau sekolah-sekolah-- dan barak-
barak khusus pengungsian yang sudah disiapkan oleh pemerintah
Jalan tertimbun 42,21 37,30 23,14 0,00
(34,52%). Di wilayah ATL, pengungsian warga umumnya adalah di
Jalan terhalang pohon tumbang 47,75 51,23 38,84 0,00 rumah-rumah keluarga atau kerabat (36,69%) dan gedung-gedung
Tanah longsor 5,88 4,51 2,89 0,00 perkantoran atau sekolah setempat (36,69%). Hanya sebagian kecil di
barak pengungsian (11,61%). Berbeda halnya di wilayah ATLH di mana
Lain-lain 4,15 6,97 35,12 0,00
sebagian terbesar (61,62%) mengungsi di rumah keluarga, baik di desa
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah) yang sama maupun di luar desa, dan sedikit sekali yang tinggal di barak
pengungsian (4,11%).

84 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 SEKTOR 1: Perumahan, Permukiman & Relokasi | 85
TABEL 43: Tempat Tinggal Sementara Pengungsian Warga Terpapar Bencana TABEL 44: Perhitungan Kerusakan dan Kerugian Bencana Merapi 2010
Letusan Merapi 2010 di DI Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah (Rp)

Provinsi Provinsi
Tempat Pengungsian ATLL ATL ATLH KONTROL Sektor
DI Yogyakarta Jawa Tengah

Permukiman 580.820.540.000 45.830.600/000


Ada tempat 100,00 87,00 57,94 0,00
Prasarana 215.292.790.000 491.179.310.000
TEMPAT PENGUNGSIAN
Ekonomi Produktif 803.551.990.000 888.959.180.000
Rumah keluarga 7,44 36,69 61,64 0,00
Sosial 51.243.610.000 61.228.590.000
Rumah teman/tetangga 3,27 4,11 1,37 0,00
Lintas Sektor 479.539.000.000 75.000.000.000
Rumah lainnya 10,12 6,52 5,48 0,00
JUMLAH 2.141.437.930.000 1.487.272.680.000
Tempat ibadah 5,06 2,41 5,48 0,00
Kantor/sekolah 38,10 36,69 19,18 0,00 Sumber: BNPB (2010)

Tenda penampungan 0,89 0,57 0,00 0,00

Barak pengungsian 34,52 11,61 4,11 0,00


Kerugian di sektor permukiman mencakup kerusakan rumah warga
Tenda di luar penampungan 0,00 0,28 1,37 0,00 sejumlah 2.613 unit. Di wilayah DIY, rumah warga yang rusak berat
Ruang terbuka 0,30 0,42 1,37 0,00
adalah 368 unit dengan nilai kerugian sebesar Rp 555.820.554.000.

Kos/kontrak 0,30 0,71 0,00 0,00

Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah) TABEL 45: Jumlah Rumah Warga yang Rusak Akibat Bencana Merapi 2010
di DI Yogyakarta & Povinsi Jawa Tengah menurut Kabupaten
Dari seluruh pengungsi, hanya sedikit yang melakukan pengungsian di
barak pengungsian. Di ATLL hanya 34,52%, di ATL hanya 11,61%, dan Kabupaten Rusak Berat Rusak Sedang Rusak Ringan
di ATLH hanya 4,11%. Mengingat luasan area terdampak dan jumlah AKIBAT LETUSAN
pengungsi yang luar biasa besar, barak pengungsian memang tidak dapat
Sleman 2.613 156 632
menampung keseluruhan pengungsi. Selain itu, selera warga untuk tinggal
sementara tidak dapat dipaksakan. Magelang 368 745 2.121
Klaten 117 54 12
Boyolali 21 90 221
AKIBAT LAHAR HUJAN

Rehabilitasi & Rekonstruksi Sleman 0 0 0


Magelang 664 0 0
Bencana letusan Merapi 2010 dan lahar hujan yang menyusulnya telah Klaten 0 0 0
mengakibatkan kerusakan dan kerugian sebesar Rp 3,6 triliun dengan Boyolali 0 0 0
rincian: DI Yogyakarta sebesar Rp 2,1 triliun dan Provinsi Jawa Tengah
JUMLAH 3.783 995 2.986
sebesar Rp 1,5 triliun, termasuk kerusakan dan kerugian di bidang
permukiman sebesar Rp 580,8 miliar di DIY dan Rp 1,5 miliar di Provinsi Sumber: BNPB (2010)
Jawa Tengah.

86 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 SEKTOR 1: Perumahan, Permukiman & Relokasi | 87
Sementara itu, berdasarkan data kerusakan akibat letusan, jumlah rumah yang terkena dampak langsung letusan Gunung Merapi dan telah
rusak yang diusulkan untuk direlokasi adalah sebanyak 2.856 unit, baik di ditetapkan sebagai kawasan tidak layak huni;
wilayah DIY maupun Jawa Tengah. Secara khusus, studi ini menunjukkan
(e) Pembangunan perumahan dan permukiman pada lokasi relokasi
bahwa bencana letusan dan lahar hujan telah menyebabkan sebagian
yang telah ditetapkan untuk menampung masyarakat korban bencana
rumah di wilayah cacah mengalami kerusakan. Di wilayah ATLL, 76,11%
letusan Gunung Merapi;
rumah mengalami kerusakan berat atau hancur, sementara 21,11%
mengalami kerusakan ringan. Di wilayah ATL, 8,47% mengalami rusak (f) Pembangunan prasarana publik pada lokasi relokasi.
berat dan 32,78% mengalami rusak ringan.
Namun demikian, dalam praktiknya ada banyak tantangan dalam
pelaksanaan di lapangan. Misalnya, dalam wilayah KRB III tidak
TABEL 46: Persentase Rumah Warga yang Rusak Akibat Bencana Merapi 2010
disarankan untuk digunakan sebagai kawasan hunian tetap dan pada
menurut Kategori Wilayah Terdampak
keadaan terjadi peningkatan status bahaya Merapi, warga di KRB III
diprioritaskan untuk mengungsi. Namun sampai saat laporan ini disusun,
Tingkat Kerusakan ATLL ATL ATLH KONTROL
masih ada ratusan keluarga yang memilih tetap tinggal di kawasan
Rusak Berat/Hancur 75,11 8,47 0,33 0,00 terlarang tersebut. BNPB sendiri mencatat sampai 31 Desember 2012, di
Rusak Ringan 21,11 32,78 6,33 4,44 wilayah DIY --khususnya di Kabupaten Sleman-- masih ada 656 kepala
Tidak Rusak 2,78 58,75 93,33 95,56 keluarga yang menolak relokasi. Sedangkan di wilayah Jawa Tengah,
masih tercatat 238 keluarga di Kabupaten Magelang dan 165 keluarga di
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)
Kabupaten Klaten yang menolak rencana relokasi mereka.8

Kebijakan & Program Perumahan dan Permukiman Usulan Rencana Relokasi


Di dalam dokumen rencana rehabilitasi dan rekonstruksi dikatakan bahwa Lokasi hunian tetap di DI Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah
pokok-pokok kebijakan yang terkait dengan perumahan dan permukiman direkomendasikan untuk memenuhi kriteria sebagai berikut:
meliputi: 1. Kriteria Utama:
(a) Penetapan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Erupsi Gunung Merapi a. Aman dari kerawanan bencana gunung api (berdasarkan Peta
yang ditetapkan menurut tingkat kerawanan tinggi (KRB III), sedang Kawasan Rawan Bencana yang dikeluarkan oleh Kementerian
(KRB II), dan rendah (KRB I), meliputi wilayah-wilayah yang terkena ESDM).
dampak langsung letusan Gunung Merapi pada bulan Oktober dan b. Lahan mempunyai kemiringan maksimum 30%.
November 2010 maupun yang berpotensi terkena dampak letusan c. Berada di kawasan budidaya di luar permukiman dan tanah
Gunung Merapi; garapan aktif (sawah, perkebunan, dan lain-lain) yang
ditetapkan di dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
(b) Penyesuaian Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang termasuk Kabupaten terdampak.
dalam Kawasan Rawan Bencana Letusan Gunung Merapi; d. Berada di kecamatan yang sama (pertimbangan karakteristik
(c) Pengalihan status pemanfaatan ruang wilayah pada Kawasan Rawan sosial ekonomi).
Bencana --yang terkena dampak langsung dan tidak langsung letusan
Gunung Merapi-- menjadi kawasan hutan lindung dan kawasan
konservasi Taman Nasional Gunung Merapi dalam upaya pengurangan
risiko bencana;
8
http://www.aktual.co/nusantara/090702bnpb-warga-lereng-merapi-menolak-relokasi-harus-
(d) Relokasi penduduk dari wilayah Kawasan Rawan Bencana (KRB) III ikuti-konsep-living-in-harmony

88 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 SEKTOR 1: Perumahan, Permukiman & Relokasi | 89
Untuk rumah-rumah yang tidak atau belum diperbaiki, kemungkinan
2. Kriteria Penunjang: karena memang belum tersentuh program rekonstruksi perumahan.
a. Tersedianya air baku.
b. Tersedianya jaringan prasarana. TABEL 47: Rumah Warga yang Sudah Diperbaiki di Kawasan Bencana Merapi 2010
c. Kemudahan pembebasan lahan. dan Pihak yang Memberikan Dukungan Bantuan
d. Tersedianya luasan lahan minimal untuk perumahan.
Rumah yang Diperbaiki &
ATLL ATL ATLH KONTROL
Berdasarkan kebijakan penataan ruang terhadap kawasan Pihak yang Mendukung
rawan bencana, maka kebijakan relokasi merupakan pendekatan
Rumah yang diperbaiki 54,29 75,42 75,00 50,00
rehabilitasi dan rekonstruksi dengan mempertimbangkan aspek
sebagai berikut: PIHAK YANG MEMBANTU:
1. Masyarakat harus difasilitasi untuk berdialog dengan Sendiri (swadaya) 19,01 11,50 23,38 14,40
pemerintah sebagai regulator dan pengambil keputusan. Warga setempat 27,86 10,76 29,02 16,55
2. Kebijakan ganti rugi lahan harus ditetapkan sebelum berdialog Pemerintah 41,67 49,13 20,13 44,62
dengan masyarakat.
LSM lokal 8,07 15,46 16,23 13,78
3. Masyarakat, melalui pertimbangan yang seksama berdasarkan LSM internasional 3,39 13,16 11,04 10,65
keselamatan, masih diperkenankan menggarap lahan miliknya
Lembaga internasional lainnya 0,00 0,00 0,00 0,00
pada KRB III.
Lainnya 0,00 0,00 0,00 0,00
4. Lokasi hunian tetap (pada daerah relokasi) masih diperkenankan
pada KRB II dengan tetap memerhatikan daya dukung, daya Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)
tampung, dan peningkatan kapasitas masyarakat dalam mitigasi
bencana.
Peran masyarakat dalam upaya perbaikan perumahan mendapat
5. Delineasi hunian tetap diperluas dengan memerhatikan daya
dukungan dengan adanya modal sosial berupa gotong royong. Di seluruh
dukung, daya tampung dan peningkatan kapasitas masyarakat
dalam mitigasi bencana. wilayah terdampak, kebiasaan gotong royong masih dilakukan dengan
tingkat keikutsertaan warga yang cukup tinggi. Sebagian besar warga
6. Sumber pendanaan relokasi dan ganti rugi lahan
di seluruh wilayah terdampak mengatakan bahwa mereka sangat sering
diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat.
ataupun sering mengikuti kegiatan gotong royong.
7. Relokasi diselenggarakan dengan memerhatikan kondisi sosial,
ekonomi dan budaya masyarakat.
TABEL 48: Tingkat Keikutsertaan Warga dalam Gotong royong Membangun
Kembali Rumah Rusak di Kawasan Bencana Merapi 2010

Tingkat Keikutsertaan ATLL ATL ATLH KONTROL


Sampai dengan pelaksanaan studi ini, lebih dari separuh rumah yang
rusak berat/hancur di wilayah ATLL telah atau sudah diperbaiki (54,29%), Sangat sering 17,22 12,38 14,67 16,57
di wilayah ATL sebanyak 75,42%, di wilayah ATLH sebanyak 75%, dan di Sering 68,89 77,75 72,33 67,78
wilayah pembanding sebanyak 50%. Upaya perbaikan rumah ini sebagian Jarang 12,78 7,51 11,67 8,89
terbesar dilakukan dengan dukungan dari pemerintah (41,67%), sebagian
Sangat jarang 0,00 0,56 0,33 2,22
yang lain dilakukan bersama-sama dengan masyarakat setempat (27,86%),
Tidak pernah 1,11 1,81 1,00 4,44
dan dilakukan sendiri (19,01%). Sementara itu dukungan dari LSM, baik
lokal maupun internasional, masing-masing sebanyak 8,07% dan 3,39%. Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)

90 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 SEKTOR 1: Perumahan, Permukiman & Relokasi | 91
Selain itu, tingkat kerelawanan warga dalam tindakan kemanusiaan juga Pemberian Bantuan Hunian
cukup tinggi, baik sebelum maupun pada saat bencana terjadi. Memang
terjadi penurunan kerelawanan dalam tindakan kemanusiaan tersebut, Menurut PERKA BNPB Nomor 7 Tahun 2008, hunian merupakan salah
namun tampaknya tidak cukup signifikan. satu bantuan yang harus diberikan untuk pemenuhan kebutuhan dasar.

TABEL 49: Keadaan Kerelawanan Warga di Kawasan Bencana Merapi 2010 TABEL 51: Jenis Bantuan dari Semua Pihak yang Pernah Diterima Warga
di Kawasan Bencana Merapi 2010
Keadaan Kerelewanan ATLL ATL ATLH KONTROL
Jenis Bantuan ATLL ATL ATLH KONTROL
DIBANDING SEBELUM
BENCANA LETUSAN 2010
Meningkat 35,56 31,25 32,33 31,11 Sandang 34,21 38,62 23,84 0,00

Sama saja 46,11 63,06 62,33 64,44 Bahan pangan 35,41 45,79 35,34 0,00
Menurun 18,33 5,69 5,33 4,44 Bahan perumahan 27,78 8,04 6,94 0,00
DIBANDING SAAT
BENCANA LETUSAN 2010 Lainnya 0,40 0,75 2,08 0,00

Meningkat 42,22 32,64 28,67 23,33 Tidak pernah ada bantuan 0,20 6,69 30,79 100,00
Sama saka 35,67 58,89 66,67 76,67
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)
Menurun 21,11 8,47 4,67 0,00

Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)


Seperti terbaca pada tabel di atas, ada satu desa di wilayah ATLL yang
belum menerima bantuan sama sekali (20%). Seluruh desa di wilayah
pembanding tidak pernah menerima bantuan sama sekali. Khusus untuk
Adanya modal sosial berupa gotong royong ini cukup berharga dalam jenis bantuan bahan bangunan atau perumahan, pernah diterima oleh
upaya-upaya pembangunan kembali perumahan warga korban bencana. 12,13% atau sekitar 285 dari total 1.290 keluarga. Terbanyak di ATLL,
yakni 148 keluarga, karena tingkat kerusakan perumahan warga di
wilayah ATLL memang paling banyak dan paling menonjol.
TABEL 50: Kegiatan/Pekerjaan yang Biasanya Dilakukan dengan Gotong royong
Pada umumnya, bantuan-bantuan tersebut diterima warga masyarakat
Warga di Kawasan Bencana Merapi 2010
dengan mudah. Di wilayah ATLL, 94,97% warga mengatakan bahwa
bantuan mudah diterima, di wilayah ATL 96,67%, dan di wilayah ATLH
Kegiatan/Pekerjaan ATLL ATL ATLH KONTROL
95,21%. Lebih dari itu, 93,30% warga di ATLL, 86,69% di wilayah ATL,
Pembangunan prasarana dan
21,61 18,82 17,53 16,25 dan 88,02% di ATLH mengatakan bahwa bantuan tersebut memang
sarana umum
dibutuhkan oleh warga.
Pembangunan rumah warga 14,51 14,79 17,60 16,25
Pernikahan warga desa 14,67 15,43 15,39 16,25 Program Rehabilitasi dan Rekonstruksi telah tersalurkan ke 66,67% desa
di wilayah ATLL dan terdapat 33,33% desa yang mendapatkan bantuan
Pemakaman warga desa 14,51 17,33 17,53 17,75
perumahan. Sementara itu, di ATL ada 19,05% desa mendapatkan bantuan
Pembersihan lingkungan 24,45 21,83 20,40 21,00
program rehabilitasi dan rekonstruksi, 4,76% di antaranya adalah dalam
Peringatan hari besar nasional
dan agama
9,94 11,34 11,49 12,25 bentuk bantuan bahan bangunan atau perumahan. Di ATLH, terdapat
12,50% desa mendapatkan bantuan perumahan.
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)

92 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 SEKTOR 1: Perumahan, Permukiman & Relokasi | 93
TABEL 52: Persentase Desa yang Menerima Bantuan Rehabilitasi dan Rekonstruksi
Perumahan dari BNPB/BPBD di Kawasan Bencana Merapi 2010

Jenis Bantuan ATLL ATL ATLH KONTROL

Ada program RR dari BNPB/


66,67 19,05 0,00 0,00
BPBD
Ada bantuan rehabilitasi &
33,33 4,76 12,50 0,00
rekonstruksi rumah warga

Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)

Saran-saran
1. Pembangunan perumahan pasca bencana harus memperhitungkan
aspek-aspek ketangguhan dengan menyadari bahwa lokasi tempat
tinggal ada di daerah rawan bencana gunung api dan lahar hujan.
2. Perlunya penguatan bangunan rumah warga yang ada di wilayah rawan
bahaya gunung berapi, sehingga aset-aset penting warga yang berada di
dalam rumah dapat lebih terlindungi.
3. Pentingnya peningkatan kapasitas bagi warga untuk upaya-upaya
kesiapsiagaan, mengingat ada sebagian besar warga yang bertempat Usaha swadaya warga
bergotong royong
tinggal di wilayah yang rawan bencana.
mengumpulkan dan
4. Perlunya meningkatkan sumberdaya masyarakat, terutama mengangkut bahan-bahan
pengembangan kebiasaan gotong royong, untuk mendukung upaya bangunan untuk membangun
kesiapsiagaan dan pemulihan pasca bencana. kembali rumah-rumah mereka
yang rusak akibat bencana
Merapi 2010 di dua desa yang
termasuk paling parah terpapar
bencana tersebut.

GAMBAR ATAS: Di Dusun


Keningar, Kecamatan Dukun,
Magelang, Jawa Tengah, di sisi
barat laut Gunung Merapi.
<FOTO: SALEH ABDULLAH, TRK INSIST>

GAMBAR BAWAH: Di Desa


Balerante, Kecamatan
Kemalang, Klaten, Jawa Tengah,
di sisi tenggara Gunung Merapi.
<FOTO: SUMINO MANTO, TRK LPTP>

94 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 SEKTOR 1: Perumahan, Permukiman & Relokasi | 95
PEMULIHAN TERCEPAT
Memanfaatkan bahan-bahan bekas yang ada, hanya dalam waktu
4 hari, pembangunan kembali rumah Mbah Ngatemin --seorang
kakek tunanetra warga Dusun Keningar, Dukun, Magelang, Jawa
Tengah (GAMBAR KIRI BAWAH PADA HALAMAN SEBELAH)-- berhasil
dirampungkan. Segera setelah kembali dari pengungsian, pada bulan
April 2011, puluhan lelaki dewasa warga dusun itu bergiliran setiap
hari membongkar dan membangun kembali rumah Mbah Ngatemin.
Hasilnya adalah satu rumah baru yang sangat layak (GAMBAR
ATAS DAN KANAN BAWAH PADA HALAMAN SEBELAH), jauh lebih
baik dari rumah lama yang rusak akibat letusan Merapi pada bulan
Oktober 2010 (GAMBAR ATAS).

<FOTO-FOTO: EDI KUSMAEDI, TRK INSIST>

96 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 SEKTOR 1: Perumahan, Permukiman & Relokasi | 97
SEKTOR 2
PRASARANA DASAR
Istiarsi Saptuti Sri Kawuryan
Edy Purwanto
Naibul Umam Eko Sakti

B erdasarkan hasil Penilaian Kerusakan dan Kerugian per tanggal 31


Desember 2010, bencana letusan Merapi 2010 telah menimbulkan
kerusakan dan kerugian di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Provinsi
Jawa Tengah sebesar Rp 3,6 triliun. Khusus untuk sektor prasarana dasar,
kerugiannya mencapai Rp 707,4 miliar atau 19,49% dari total kerugian.
Kerusakan terutama terjadi pada prasarana transportasi darat (jalan dan
jembatan) dan sumberdaya air (bendungan dan saluran irigasi). Untuk
pemulihan sektor prasarana dasar ini dibutuhkan dana sebesar Rp 417,6
miliar, masing-masing Rp 102,3 miliar untuk Daerah Istimewa Yogyakarta
dan Rp 315,3 miliar untuk Provinsi Jawa Tengah.
Rata-rata kerugian dan kerusakan atau penurunan sektor prasarana di
empat kabupaten terdampak mencapai 13,18%, tertinggi di Kabupaten
Boyolali (30,34%) dan terendah di Kabupaten Magelang (6%). Dengan
kata lain, bencana letusan Merapi 2010 tidak menghancurkan seluruh
prasarana dasar di empat kabupaten tersebut, hanya sekitar seperlimanya
saja. Namun, pada saat survei ini dilaksanakan, pemulihan sektor
prasarana dasar tersebut di empat kabupaten baru mencapai 25,27%. Hal
ini menunjukkan bahwa sekalipun upaya pemulihan prasarana sudah
banyak dilakukan, namun warga korban bencana umumnya menilai upaya
pemulihan tersebut belum berhasil.
Pelaksanaan program atau bantuan untuk pemulihan prasarana
transportasi darat (jalan dan jembatan), paling banyak dilakukan di ATLL
(66,67%). Bandingkan dengan wilayah ATL (47,62%) dan ATLH (12,50%).
Pelaksanaan program bantuan untuk pemulihan prasarana air dan sanitasi
terbanyak di lakukan di ATLL (33,33%), lebih besar dibandingkan dengan
di ATL (28,57%), sementara di ATLH nihil (0,00%). Adapun pelaksanaan
program atau bantuan pemulihan prasarana sumberdaya air berupa
DESA SINDUMARTANI, KALASAN, SLEMAN, YOGYAKARTA, 29 Januari 2012. bendungan paling besar diterima di ATLH (25,00%), kemudian di ATL
Tampakan dari udara (aerial view) saluran pengairan sekunder dan jalan desa (14,29%) dan ATLL nihil (0,00%).
sepanjang saluran tersebut di salah satu dusun yang telah diperbaiki dan
berfungsi kembali setelah sempat rusak dan tertutup endapan debu letusan Berikut adalah gambaran umum pelaksanaan program bantuan pemulihan
Merapi 2010. Selain jalan dan jembatan, saluran pengairan adalah prasarana
sektor prasarana di empat kabupaten terdampak.
dasar yang paling penting dipulihkan di satu daerah bencana.
<FOTO: BETA PETTAWARANIE, TRK INSIST>

99
Kabupaten Sleman mencapai 100%. Dengan kata lain, secara umum keadaan prarasana dasar
di kabupaten ini sudah pulih seperti sediakala.
Program pemulihan prasarana dasar di kabupaten ini meliputi rehabilitasi
jalan provinsi (2 ruas), rehabilitasi jembatan provinsi (3 unit), rehabilitasi
jalan kabupaten (6 ruas), rehabilitasi jaringan irigasi, perbaikan sungai (6 Kabupaten Boyolali
lokasi), pengadaan pipa transmisi diameter 100-150 mm, dan pengadaan
pipa tersier diameter 50-75 mm. Ada sembilan paket pekerjaan konstruksi dalam upaya pemulihan
prasarana dasar di kabupaten ini. Kemajuan penyelesaiannya adalah rata-
Hasil upaya pemulihan prasarana dasar tersebut baru membaik 24,11% rata 62,84%. Secara lebih rinci, satu pekerjaan sudah selesai, sementara
(dari sesaat setelah bencana --yang merosot 20,28% dari sebelum bencana-- perbaikan jembatan (7 lokasi) dan perbaikan jalan (1 lokasi) rata-rata
sampai saat survei dilaksanakan) menunjukkan bahwa selama dua tahun sudah selesai kurang dari 50%. Perbaikan Jembatan Taring Jalur Evakuasi
setelah letusan Merapi 2010, prasarana dasar di wilayah terdampak justru Kecamatan Cepogo baru mencapai 17,12%.
belum membaik. Artinya realisasi pemulihan prasarana dari Rencana Aksi
Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Letusan Merapi di Kabupaten Sleman Secara keseluruhan, upaya pemulihan prasarana dasar di kabupaten ini
belum membuahkan hasil sehingga perlu dikaji secara lebih komprehensif baru mencapai 26,37% (dari sesaat setelah bencana --yang menurun 30,34%
penyebabnya. dari sebelum bencana-- sampai saat survei dilaksanakan) menunjukkan
tingkat kerusakan prasarana yang terjadi memang cukup berat, sehingga
belum sepenuhya pulih seperti sediakala.
Kabupaten Magelang
Dari 20 pekerjaan konstruksi pemulihan prasarana dasar di kabupaten Hasil Pemantauan Menurut Kategori Area Terdampak
ini, hasilnya sampai saat survei ini dilaksanakan adalah: 12 pekerjaan
sudah mencapai 100%, 7 pekerjaan antara 50-100%, dan 1 pekerjaan masih Pemantauan upaya pemulihan prasarana dasar menurut kategori area
kurang dari 50%. Sehingga, rata-rata penyelesaiannya adalah 93,75%. terdampak adalah meliputi proporsi desa yang menyatakan adanya
Semuanya adalah pekerjaan perbaikan jalan dan jembatan, terdiri dari 15 kerusakan jalan, jembatan, bendungan, dan saluran irigasi. Selain
pekerjaan perbaikan jalan dan 5 pekerjaan perbaikan jembatan. keadaan atau tingkat kerusakan (berat, sedang, ringan), pemantauan ini
juga mengamati keadaan pemulihannya, yakni prasarana yang sudah
Hasil upaya pemulihan prasarana ini, secara umum, dapat dikatakan diperbaiki pada setiap kategori area terdampak.
sudah mencapai 100% (dari sesaat setelah bencana --yang menurun hanya
6% dari sebelum bencana-- sampai saat survei dilaksanakan) menunjukkan TABEL 53: Jenis Kerusakan Prasarana Dasar
tingkat kerusakan prasarana di kabupaten ini memang nisbi ringan, di Daerah Terdampak Bencana Merapi 2010
sehingga lebih mudah dan dengan cepat pula dapat dipulihkan seperti
sediakala. ATLL ATL ATLH KONTROL JUMLAH
Jenis
Prasarana % % % % %
n n n n n
Kabupaten Klaten kerusakan kerusakan kerusakan kerusakan kerusakan
Jalan 3 100,00 21 52,38 8 25,00 3 0,00 35 45,71
Upaya pemulihan prasarana dasar di kabupaten ini mencakup sembilan
paket pekerjaan konstruksi. Secara keseluruhan, kemajuan penyelesaian Jembatan 3 66,67 21 61,90 8 50,00 3 0,00 35 54,29
pekerjaannya mencapai rata-rata 17,62%. Kemajuan penyelesaian
Bendungan 3 100,00 20 50,00 8 37,50 3 0,00 34 47,06
pekerjaan yang sangat rendah ini terutama karena keterlambatan
pengadaan bahan dan peralatan, sehingga pekerjaan praktis baru dimulai Saluran irigasi 1 100,00 19 57,89 8 37,59 3 0,00 31 48,39
awal September 2012. Tetapi, karena tingkat kerusakan prasarana di Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)
kabupaten ini nisbi kecil, hanya sekitar 6% (sama seperti Magelang), Keterangan: Di ATLL, satu desa tidak memiliki saluran irigasi; di ATL, tiga desa tidak memiliki
maka hasil upaya pemulihan prasarana tersebut pada dasarnya sudah saluran irigasi dan satu desa tidak memiliki bendungan.

100 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 SEKTOR 2: Prasarana Dasar | 101
Tabel di atas menunjukkan dari semua desa yang disurvei ada 45,71% Tabel di atas menunjukkan dari 45,71% desa yang menyatakan mengalami
desa menyatakan adanya kerusakan jalan, 54,29% desa menyatakan kerusakan prasarana jalan, 8,77% menyatakan tingkat kerusakannya
adanya kerusakan jembatan, 47,06% desa menyatakan adanya kerusakan ringan, 14,03% menyatakan tingkat kerusakannnya berat, dan 10,17%
bendungan dan 48,39% desa menyatakan adanya kerusakan saluran menyatakan kerusakannya sudah diperbaiki. Hal ini menunjukkan bahwa
irigasi. gangguan aksesibilitas dan komunikasi antar wilayah terkait kerusakan
Dari 45,71% desa yang menyatakan adanya kerusakan jalan, tertinggi di jalan masih nisbi tinggi. Demikian pula halnya dengan tingkat kerusakan
ATLL (100%), diikuti ATL (52,38%) dan ATLH (25%). Dari 54,29% desa prasarana jembatan. Dari 54,29% desa yang menyatakan mengalami
yang menyatakan adanya kerusakan jembatan; tertinggi di ATLL (66,67%), kerusakan jembatan, 6,80% menyatakan tingkat kerusakannya ringan,
di ATL (61,90%), di ATLH (50%). Hal tersebut mengindikasikan bahwa 30,54% menyatakan tingkat kerusakannya berat, dan 15,46% menyatakan
gangguan aksesibilitas --yang potensial mengganggu aktivitas bekerja, sudah diperbaiki. Bersamaan dengan tingkat kerusakan prasarana jalan
sekolah, dan layanan kesehatan-- yang tertinggi adalah di ATLL dibanding tadi, maka tingkat kerusakan prasarana jembatan ini --yang juga nisbi
wilayah ATL dan ATLH. Karena itu, upaya pemulihan aksesibilitas di masih tinggi-- adalah potensial menghambat upaya pemulihan kegiatan
ATLL harusnya lebih tinggi dibanding ATL dan ATLH. sosial, ekonomi, dan pemerintahan di desa-desa korban bencana letusan
Merapi 2010.
Sama halnya dengan kerusakan prasarana bendungan dan saluran irigasi.
Dari 47,06% desa yang menyatakan adanya kerusakan bendungan, Tabel tadi juga memperlihatkan bahwa dari 47,06% desa yang menyatakan
kerusakan tertinggi juga terjadi di ATLL (100%), diikuti ATL (50%), dan adanya kerusakan prasarana bendungan, 7,63% menyatakan tingkat
terendah di ATLH (37,5%). Dari 48,39% desa yang menyatakan adanya kerusakannya ringan, 26,23% menyatakan tingkat kerusakannya ringan,
kerusakan irigasi, juga tertinggi di ATLL (100%), di ATL (57,89%), dan dan 4,03% menyatakan sudah diperbaiki. Selanjutnya, dari 48,39% desa
terendah di ATLH (37,5%). Dengan kata lain, terjadi gangguan serius yang menyatakan adanya kerusakan prasarana saluran irigasi, 10,66%
dalam usaha pertanian yang sumber pengairannya dari bendungan dan menyatakan tingkat kerusakannya ringan, 18,60% menyatakan tingkat
saluran irigasi rusak akibat letusan Merapi 2010 di ATLL dibanding di kerusakannya berat, dan 8,49% menyatakan kerusakannya sudah
ATL dan ATLH. Sehingga, upaya pemulihan kehidupan terkait usaha diperbaiki. Dengan kata lain, tingkat kerusakan prasarana bendungan
pertanian di ATLL juga semestinya lebih tinggi daripada di ATL dan saluran irigasi pada desa-desa terdampak bencana letusan Merapi 2010
ATLH. sebenarnya masih nisbi tinggi, sehingga potensial masih menghambat
pemulihan kehidupan sektor pertanian yang merupakan lapangan
penghidupan utama penduduk setempat.
Secara keseluruhan terlihat bahwa tingkat kerusakan berat pada semua
TABEL 54: Tingkat Kerusakan & Tingkat Pemulihan Prasarana Dasar prasarana dasar tersebut memang lebih tinggi dibanding dengan tingkat
di Desa-desa Kawasan Merapi yang Mengalami Kerusakan kerusakan ringan yang dialaminya, sementara upaya pemulihannya
% kerusakan % kerusakan % sudah (sudah diperbaiki) juga justru lebih rendah lagi. Upaya pemulihan
Jenis Prasarana
ringan berat diperbaiki tertinggi adalah prasarana jembatan (15,46%), sedangkan yang terendah
adalah tingkat pemulihan prasarana bendungan (4,03%). Hal tersebut
Jalan 8,77 14,03 10,17
mengindikasikan bahwa kerusakan berat dan ringan empat jenis prasarana
Jembatan 6,80 30,54 15,46 dasar di semua area terdampak baru sebagian kecil yang sudah diperbaiki,
Bendungan 7,63 26,23 4,03
maka upaya pemulihan prasarana yang nisbi lambat ini berdampak pada
tingginya gangguan pemulihan aksesibilitas penduduk yang terkait
Saluran irigasi 10,66 18,60 8,49
langsung dengan pemulihan sosial ekonomi mereka. Padahal, jelas sekali,
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah) upaya pemulihan aksesibilitas penduduk pada sumber penghidupan
--yang tergantung pada perbaikan empat jenis prasarana dasar tersebut--
merupakan faktor utama penentu membaiknya ketahanan ekonomi

102 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 SEKTOR 2: Prasarana Dasar | 103
penduduk terpapar bencana letusan Merapi 2010. Tabel di atas menunjukkan sebagian besar desa di ATL yang menyatakan
mengalami kerusakan prasarana dasar, kerusakan tertinggi adalah pada
Secara lebih rinci, tingkat kerusakan dan tingkat pemulihan empat jenis
prasarana jembatan (26,14%) dan bendungan (21,33%); sementara tingkat
prasarana dasar tersebut pada masing-masing kategori wilayah terdampak
pemulihan tertinggi adalah pada prasarana jembatan (17.43%) dan saluran
terlihat sebagai berikut:
irigasi (9,14%). Dengan kata lain, meskipun lebih ringan dibanding dengan
desa-desa di ATLL, aksesibilitas ke dan dari desa-desa ATL ini pun secara
TABEL 55: Tingkat Kerusakan & Tingkat Pemulihan Prasarana Dasar
keseluruhan belum sepenuhnya pulih, sementara potensi gangguan pada
di Desa-desa ATLL Bencana Merapi 2010 (n=3)
usaha pertanian warga setempat juga nisbi belum sepenuhnya teratasi.
% desa yang
% kerusakan % kerusakan % sudah
Jenis Prasarana mengalami
ringan berat diperbaiki
kerusakan
TABEL 57: Tingkat Kerusakan & Tingkat Pemulihan Prasarana Dasar
Jalan 100,00 8,33 56,67 53,33
di Desa-desa ATLH Bencana Merapi 2010 (n=8)
Jembatan 66,67 13,33 53,33 45,57
% desa yang
% kerusakan % kerusakan % sudah
Bendungan 100,00 6,66 66,67 16,67 Jenis Prasarana mengalami
ringan berat diperbaiki
kerusakan
Saluran irigasi 100,00 16,67 16,67 16,67
Jalan 25,00 6,25 7,50 8,75
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)
Jembatan 50,00 2,50 45,00 4,40

Tabel di atas menunjukkan hampir semua desa di ATLL yang menyatakan Bendungan 37,50 3,75 33,75 5,00
mengalami kerusakan prasarana dasar, kerusakan tertinggi adalah pada Saluran irigasi 37,50 7,50 25,00 6,88
prasarana bendungan (66,67%), jalan (56,67%) dan jembatan (53,33%);
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)
sementara tingkat pemulihan tertinggi adalah pada prasarana jalan
(53,33%) dan jembatan (45,57%). Tingkat perbaikan prasarana bendungan
dan saluran irigasi nisbi masih rendah (masing-masing 16,67%). Dengan
kata lain, aksesibilitas ke dan dari desa-desa dalam kawasan ATLL secara Tabel di atas menunjukkan sebagian kecil atau hampir separuh desa
keseluruhan baru pulih separuhnya, sementara potensi gangguan pada di ATLH yang menyatakan mengalami kerusakan prasarana dasar,
usaha pertanian warga setempat masih nisbi tinggi. kerusakan tertinggi adalah pada prasarana jembatan (45,00%) dan
bendungan (33,775%), sementara tingkat pemulihan pada semua jenis
prasarana dasar tersebut masih sangat rendah, semuanya di bawah 10%.
TABEL 56: Tingkat Kerusakan & Tingkat Pemulihan Prasarana Dasar
Dengan kata lain, meskipun jauh lebih ringan dibanding di ATL dan
di Desa-desa ATL Bencana Merapi 2010 (n=21)
ATLL, aksesibilitas ke dan dari desa-desa ATL ini pun secara keseluruhan
% desa yang belum sepenuhnya pulih, sementara potensi gangguan pada usaha
% kerusakan % kerusakan % sudah
Jenis Prasarana mengalami pertanian warga setempat juga nisbi belum sepenuhnya teratasi.
ringan berat diperbaiki
kerusakan
Uraian data yang lebih rinci memperlihatkan bahwa keadaan prasarana
Jalan 52,38 11,05 12,43 6,00
dasar di semua kategori wilayah terdampak, pada dasarnya, memang
Jembatan 61,90 8,47 26,14 17,43 belum sepenuhnya pulih seperti sediakala. Hal ini terutama akan tampak
Bendungan 50,00 10,33 21,33 2,43 lebih jelas jika membandingkan antara tingkat kerusakan rata-rata setiap
jenis prasarana dengan hasil upaya perbaikan (tingkat pemulihan) rata-
Saluran irigasi 57,89 12,52 19,09 9,14
rata dari setiap jenis prasarana dasar tersebut pada semua kategori
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah) wilayah terdampak.

104 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 SEKTOR 2: Prasarana Dasar | 105
TABEL 58: Proporsi Rata-rata Tingkat Kerusakan & Tingkat Pemulihan Prasarana Hampir sama keadaannya dengan prasarana jalan, tabel di atas
Dasar Jalan di Wilayah Terdampak Bencana Letusan Merapi 2010 menunjukkan sebagian besar jembatan yang rusak ringan maupun berat di
semua kategori wilayah terdampak adalah di bawah rata-rata, kecuali di
Kategori Proporsi ATLL ATL ATLH KONTROL JUMLAH
Kerusakan & (< atau > ATLL yang memang menonjol adalah di atas rata-rata, sementara tingkat
Pemulihan rata-rata)
n % n % n % n % n %
perbaikannya juga umumnya masih di bawah rata-rata, kecuali di ATLL
di mana perbaikan jembatan rusak berat sudah mencapai di atas rata-rata.
< rerata 2 66,67 13 61,90 6 75,00 3 100,00 24 68,57
Dengan kata lain, walaupun tingkat kerusakan prasarana jembatan di
Rusak ringan > rerata 1 33,33 8 38,10 2 25,00 0 0,00 11 31,43
semua kategori wilayah terdampak pada dasarnya nisbi ringan, namun
jumlah 3 100,00 21 100,00 8 100,50 3 100,00 35 100,00
hasil upaya pemulihannya juga nisbi masih rendah.
< rerata 0 0,00 15 71,43 7 87,50 3 100,00 25 71,43
Rusak berat > rerata 3 100,00 6 28,57 1 12,50 0 0,00 10 28,57
jumlah 3 100,00 21 100,00 8 100,00 3 100,00 35 100,00 TABEL 60: Proporsi Rata-rata Tingkat Kerusakan & Tingkat Pemulihan Prasarana
< rerata 0 0,00 18 85,71 7 87,50 3 100,00 28 80,00 Dasar Bendungan di Wilayah Terdampak Bencana Letusan Merapi 2010
Sudah
> rerata 3 100,00 3 14,29 1 12,50 0 0,00 7 20,00
diperbaiki Kategori Proporsi
jumlah 3 100,00 21 100,00 8 100,00 3 100,00 35 100,00 ATLL ATL ATLH KONTROL JUMLAH
Kerusakan & (< atau >
Pemulihan rata-rata)
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah) n % n % n % n % n %
< rerata 2 66,67 16 76,19 7 87,50 3 100,00 28 80,00
Tabel di atas menunjukkan sebagian besar prasarana jalan yang rusak Rusak ringan > rerata 1 33,33 5 23,81 1 12,50 0 0,00 7 20,00
ringan maupun berat di semua kategori wilayah terdampak adalah di jumlah 3 100,00 21 100,00 8 100,50 3 100,00 35 100,00
bawah rata-rata, sementara tingkat perbaikannya yang tertinggi juga < rerata 1 33,33 16 76,19 5 62,50 3 100,00 25 71,43
masih berada di bawah rata-rata, kecuali di ATLL yang sudah mencapai Rusak berat > rerata 2 66,67 5 23,81 3 37,50 0 0,00 10 28,57
100%. Dengan kata lain, walaupun tingkat kerusakan prasarana jalan di jumlah 3 100,00 21 100,00 8 100,00 3 100,00 35 100,00
semua kategori wilayah terdampak pada dasarnya nisbi ringan, namun
< rerata 2 66,67 20 95,24 7 87,50 3 100,00 32 91,43
hasil upaya pemulihannya juga nisbi masih rendah. Sudah
> rerata 1 33,33 1 4,76 1 12,50 0 0,00 3 8,57
diperbaiki
TABEL 59: Proporsi Rata-rata Tingkat Kerusakan & Tingkat Pemulihan Prasarana jumlah 3 100,00 21 100,00 8 100,00 3 100,00 35 100,00
Dasar Jembatan di Wilayah Terdampak Bencana Letusan Merapi 2010 Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)

Kategori Proporsi ATLL ATL ATLH KONTROL JUMLAH


Kerusakan & (< atau >
Pemulihan rata-rata)
n % n % n % n % n %
Tabel di atas menunjukkan keadaan tingkat kerusakan dan tingkat
< rerata 2 66,67 14 66,67 7 87,50 3 100,00 26 74,29
pemulihan prasarana bendungan ini yang hampir sama dengan tingkat
Rusak ringan > rerata 1 33,33 7 33,33 1 12,50 0 0,00 9 25,71
kerusakan dan tingkat pemulihan prasarana dasar jalan dan jembatan
jumlah 3 100,00 21 100,00 8 100,50 3 100,00 35 100,00
di semua kategori wilayah terdampak, kecuali di ATLL yang sebagian
< rerata 1 33,33 15 71,43 4 50,00 3 100,00 23 65,71
besar dari bendungan rusak berat berada di atas rata-rata. Sebagian
Rusak berat > rerata 2 66,67 6 28,57 4 50,00 0 0,00 12 34,29
besar bendungan yang mengalami tingkat kerusakan ringan maupun
jumlah 3 100,00 21 100,00 8 100,00 3 100,00 35 100,00
berat di semua wilayah adalah di bawah rata-rata, sementara tingkat
< rerata 1 33,33 16 76,19 7 87,50 3 100,00 27 77,14
pemulihannya juga masih di bawah rata-rata. Dengan kata lain, walaupun
Sudah
> rerata 2 66,67 5 23,81 1 12,50 0 0,00 8 22,86 tingkat kerusakan prasarana bendungan di semua kategori wilayah
diperbaiki
jumlah 3 100,00 21 100,00 8 100,00 3 100,00 35 100,00 terdampak pada dasarnya nisbi ringan, namun hasil upaya pemulihannya
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah) juga nisbi masih rendah.

106 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 SEKTOR 2: Prasarana Dasar | 107
TABEL 61: Proporsi Rata-rata Tingkat Kerusakan & Tingkat Pemulihan Prasarana daerah yang paling parah menderita kerusakan prasarana dasar dibanding
Dasar Saluran Irigasi di Wilayah Terdampak Bencana Letusan Merapi 2010 tiga kabupaten lainnya (Klaten, Magelang, dan Boyolali). Dikaitkan
dengan data berdasarkan kategori wilayah terdampak, tingkat pemulihan
Kategori Proporsi ATLL ATL ATLH KONTROL JUMLAH
Kerusakan & (< atau >
terendah adalah juga pada wilayah yang menderita dampak kerusakan
Pemulihan rata-rata) terberat, yakni wilayah ATLL. Dengan kata lain, upaya pemulihan ke
n % n % n % n % n %
depan memerlukan prioritas perhatian pada wilayah ATLL di semua
< rerata 2 66,67 15 71,43 7 87,50 3 100,00 27 77,14
kabupaten dengan tekanan khusus pada wilayah ATLL di Kabupaten
Rusak ringan > rerata 1 33,33 6 28,57 1 12,50 0 0,00 8 22,86
Sleman.
jumlah 3 100,00 21 100,00 8 100,50 3 100,00 35 100,00
< rerata 2 66,67 15 71,43 6 75,00 3 100,00 26 74,29 Dalam hal jenis prasarananya, perhatian penting perlu diberikan pada
Rusak berat > rerata 1 33,33 6 28,57 2 25,00 0 0,00 9 25,71 pemulihan prasarana dasar bendungan dan saluran irigasi yang tingkat
jumlah 3 100,00 21 100,00 8 100,00 3 100,00 35 100,00 pemulihannya nisbi masih jauh lebih rendah dibanding prasarana jalan
< rerata 2 66,67 15 71,43 7 87,50 3 100,00 27 77,14 dan jembatan. Meskipun prasarana jalan dan jembatan juga belum
Sudah sepenuhnya pulih seperti sediakala, namun nisbi sudah cukup memadai
> rerata 1 33,33 6 28,57 1 12,50 0 0,00 8 22,86
diperbaiki
jumlah 3 100,00 21 100,00 8 100,00 3 100,00 35 100,00 saat ini dalam memulihkan kembali aksesibilitas desa-desa yang
terdampak bencana. Dalam kenyataannya, tak ada lagi desa-desa tersebut
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)
yang benar-benar terisolir penuh akibat keadaan jalan dan jembatan
yang rusak. Jika prasarana bendungan dan saluran irigasi tidak segera
Tabel di atas menunjukkan keadaan tingkat kerusakan dan tingkat dipulihkan secepatnya seperti sediakala, akan sangat memengaruhi
pemulihan prasarana saluran irigasi ini yang pada dasarnya hampir sama kelancaran kegiatan produksi pertanian di desa-desa terdampak bencana
dengan tingkat kerusakan dan tingkat pemulihan tiga jenis prasarana yang justru merupakan sumber utama penghidupan sebagian besar warga
dasar sebelumnya. Sebagian besar saluran irigasi yang mengalami tingkat setempat.
kerusakan ringan maupun berat di semua wilayah adalah di bawah rata-
rata, sementara tingkat pemulihannya juga masih di bawah rata-rata.
Dengan kata lain, walaupun tingkat kerusakan prasarana saluran irigasi
PUSTAKA
ini di semua kategori wilayah terdampak pada dasarnya nisbi ringan,
namun hasil upaya pemulihannya juga nisbi masih rendah. Affeltrnger, B., Alcedo., Amman,W.J., Arnold, M. (2006), Living with Risk: A
Global Review of Disaster Reduction Initiatives; edisi Indoensia. Jakarta: MPBI
(Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia).
Anonymous (2007), Users Guide STATA. Lakeway Drive College Station, Texas:
StataCorp.
Simpulan Umum & Saran International Strategy for Disaster Reduction (2004), Living with Risk: A Hundred
Positive Examples of How People are Making The World Safer. Geneva: United
Walhasil, secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa upaya pemulihan
Nation Publication.
sektor prasarana dasar di semua kategori wilayah terdampak bencana
Tearfund (2006), Mainstreaming Disaster Risk Reduction, A Tool for Development
letusan Merapi 2010, pada dasarnya, belum sepenuhnya mampu Organisation. Middlesex: Tearfund.
dipulihkan seperti sediakala. Walaupun dalam kenyataannya kehidupan Tim Gabungan BAPPENAS-BNPB (2011), Dokumen Rencana Aksi Rehabilitasi dan
sehari-hari warga setempat tampak mulai pulih, namun keadaan Rekonstruksi Pasca Bencana Erupsi Gunung Merapi Provinsi DI Yogyakarta
prasarana dasar yang belum sepenuhnya pulih tersebut sedikit banyak dan Provinsi Jawa Tengah 2011-2013.
masih menimbulkan berbagai hambatan aksesibilitas. Undang-undang Nomer 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
Undang-undang Nomer 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Berdasarkan kategori kabupaten, maka tingkat pemulihan yang masih
nisbi rendah adalah pada Kabupaten Sleman yang memang merupakan

108 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 SEKTOR 2: Prasarana Dasar | 109
SEKTOR 3
EKONOMI PRODUKTIF &
PENGHIDUPAN WARGA
Bondan Sikoki
Istiarsi Saptuti Sri Kawuryan
Edy Purwanto

P eraturan Kepala BNPB Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pedoman


Rehabilitasi dan Rekonstruksi mengamanatkan prinsip pembangunan
yang lebih baik, prinsip pengurangan risiko bencana, dan prinsip
keberlanjutan dalam pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi.
Sektor ekonomi merupakan salah satu sektor terpenting yang perlu
diperhatikan dalam pemulihan kehidupan dan ketahanan terhadap
bencana pada masyarakat terdampak bencana. Letusan gunung Merapi
tahun 2010 merupakan salah satu letusan yang terdahsyat dan membawa
kerugian yang tidak ternilai, terutama pada sektor ekonomi. Seberapa jauh
keadaan ekonomi dari masyarakat terdampak telah mengalami pemulihan
akan dibahas dalam bagian ini.

Realisasi Kebijakan Pemulihan


Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Erupsi Merapi untuk
sektor ekonomi produktif berisi pokok-pokok penting, sebagai berikut:

A. Arahan Regulasi
Pemulihan ekonomi dan mata pencaharian masyarakat korban bencana
DESA KEMIREN, SUMBUNG, MAGELANG, JAWA yang direlokasi diarahkan untuk ekonomi produktif --ternak dan
TENGAH, 5 Januari 2013. Seorang petani remaja penguatan modal usaha kecil dan menengah (UKM).
membersihkan sawahnya sambil memandang ke
puncak Merapi yang sedang mengepulkan asap. Kegiatan perekonomian masyarakat praktis terhenti karena kehilangan
Sempat terbengkalai selama dua musim tanam
mata pencaharian akibat terhentinya proses produksi maupun potensi
segera setelah letusan tahun 2010, sawah-sawah di
salah satu desa terdekat dengan Merapi ini mulai
pulih dan berproduksi kembali sejak akhir 2011....
<FOTO: BETA PETTAWARANIE, TRK INSIST> 111
pendapatan. Terbukti bahwa penurunan sektor ekonomi produktif TABEL 62: Persentase Warga Usia Produktif (15-60 Tahun) yang Bekerja
(sesaat setelah bencana dibanding sebelumnya) mencapai 71% di ATLL, & Kehilangan Pekerjaan di Kawasan Bencana Merapi 2010
33,7% di ATL, dan hampir 12% di ATLH. Kebutuhan pemulihan pada
sektor ekonomi produktif ini diperkirakan mencapai Rp 223,01 miliar Status Pekerjaan ATLL ATL ATLH KONTROL
untuk mendukung pemulihan sub sektor pertanian, perikanan, UKM dan BEKERJA:
koperasi, pariwisata dan perdagangan.
Sebelum bencana 85,16 78,81 72,51 73,11
Rata-rata penurunan sektor ekonomi produktif yang terjadi di empat
kabupaten terdampak mencapai 32,67%, tertinggi di Magelang (58,68%) Sesaat setelah bencana 20,05 48,73 56,4` 51,42
dan terendah di Klaten (20,17%). Namun, upaya pemulihan yang sudah Sekarang (saat survei) 59,11 60,96 59,26 52,36
dilaksanakan, sampai pada saat survei ini dilaksanakan, rata-rata baru
KEHILANGAN PEKERJAAN:
mencapai 45,88%. Hal ini menunjukkan bahwa upaya-upaya tersebut
belum sepenuhnya mampu memulihkan kembali ekonomi warga korban Sesaat setelah bencana 66,93 36,94 27,92 30,19
bencana. Saah satu faktor penyebab utamanya adalah jenis pekerjaan baru Sekarang (saat survei) 32,55 28,54 26,50 30,19
yang memerlukan waktu belajar untuk menguasai keterampilan yang
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)
tidak sama dengan keterampilan yang mereka miliki sebelum bencana.
Secara garis-besar, kegiatan-kegiatan pemulihan sektor ekonomi produktif
ini di empat kabupaten --sebagaimana tercantum dalam Rencana Aksi Tabel di atas memberikan gambaran hal yang sama, hanya di sini dilihat
Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Letusan Merapi-- dapat dilihat berapa banyak mereka yang kehilangan pekerjaan, yaitu mereka yang
rinciannya pada Tabel-19 pada bagian Rangkuman (h.44-45). bekerja sebelum bencana, tetapi sesaat setelah bencana atau sekarang (saat
survei) tidak bekerja lagi. Mereka yang menyatakan kehilangan pekerjaan
sesaat setelah bencana, yang tertinggi adalah 66,93% di ATLL, sedangkan
di ATL dan di ATLH adalah masing-masing 36,94% dan 27,92%. Akan
B. Hasil Pemantauan
tetapi, pada saat survei dilaksanakan, telah terjadi perbaikan karena
Untuk melihat seberapa jauh tingkat pemulihan sektor ekonomi mereka yang kehilangan pekerjaan menurun menjadi 32,55% di ATLL
produktif di kawasan terpapar bencana Merapi 2010, survei ini bertujuan serta 28,54% di ATL dan 26,50% di ATLH. Hal ini juga sesuai dengan
menemukan dan membandingkan keadaan ekonomi rumah tangga angka persentase rata-rata yang telah bekerja saat ini, yakni sekitar 60% di
sebelum dan sesaat setelah bencana dengan keadaannya sekarang. Pusat hampir semua wilayah.
perhatian adalah pada keadaan pekerjaan, pendapatan, usaha tani dan
Bagaimana upaya warga setempat memperbaiki keadaan ekonomi rumah
bukan tani, serta besarnya bantuan-bantuan yang diterima oleh warga
tangga mereka sebagai tanggapan terhadap dampak bencana letusan
korban bencana pada aras rumah tangga.
Merapi 2010?
Mengingat keadaan lingkungan di mana mereka tinggal sebelum
1. Pekerjaan terjadinya letusan Merapi banyak mengalami perubahan --seperti
Hampir di semua wilayah cacah, persentase warga yang berstatus bekerja lahan-lahan pertanian yang tertimbun lahar atau pasir, atau saluran
sesaat setelah bencana mengalami penurunan yang drastis, terutama di irigasi yang tidak bisa digunakan-- banyak warga belum sepenuhnya
wilayah ATLL yang mencapai 85,2% dan hanya sekitar 20% yang masih dapat melakukan kegiatan ekonomi sama seperti yang mereka lakukan
berstatus bekerja sesaat setelah bencana. Demikian pula halnya di wilayah sebelum letusan. Sementara itu, sebagai akibat bencana, malah muncul
lain, meskipun persentase penurunannya tidak sebesar di wilayah ATLL, beberapa kesempatan kerja baru --misalnya, dalam konstruksi bangunan,
yaitu sekitar 30% di ATL dan 16% di ATLH. penambangan pasir, pariwisata, perdagangan-- sehingga sebagian warga
akhirnya menyambut peluang baru tersebut, memutuskan alih profesi

112 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 SEKTOR 3: Ekonomi Produktif & Penghidupan Warga | 113
atau berganti pekerjaan. Untuk itu, perlu melihat perubahan lapangan TABEL 64: Lapangan Pekerjaan Warga Kawasan Merapi Menurut Sektor
pekerjaan warga sesaat setelah bencana dan saat ini (saat survei dilakukan) Sesaat Sebelum, Setelah Bencana, dan Saat Ini
dibandingkan sebelum bencana. Dengan menggunakan klasifikasi baku
lapangan pekerjaan (International Standard Industrial Classification, ISIC) Sektor Lapangan Pekerjaan ATLL ATL ATLH KONTROL
mereka yang lapangan pekerjaannya tidak sama sesaat setelah bencana PERTANIAN, PERKEBUNAN, KEHUTANAN, PERBURUAN
atau saat sekarang dengan sebelum bencana, dianggap telah mengalami Sebelum bencana 43,12 42,55 37,72 37,42
perubahan pekerjaan. Untuk melihat keadaan sesaat setelah bencana dan Sesaat setelah bencana 22,08 46,89 37,37 34,86
sekarang (saat survei), maka hal yang sama dilakukan untuk lapangan Saat ini (saat survei) 40,53 43,42 40,14 34,23
pekerjaan sesaat setelah bencana dengan lapangan pekerjaan sekarang.
PERIKANAN
Tabel berikut menunjukkan bahwa hampir 80% warga di wilayah ATLL
Sebelum bencana 0,00 0,47 0,39 0,65
telah beralih lapangan pekerjaan sesaat setelah bencana. Keadaan yang
Sesaat setelah bencana 0,00 0,38 0,25 0,00
sama juga ditemui di wilayah ATL dan ATLH, hanya persentasenya lebih
Saat ini (saat survei) 0,00 0,30 0,00 0,90
rendah, sekitar 59% dan 56%. Bahkan, pengamatan langsung di lapangan
PERTAMBANGAN & PENGGALIAN
menunjukkan bahwa sampai sekarang (saat survei) pun masih terjadi alih
Sebelum bencana 25,38 7,13 5,89 0,00
lapangan kerja di kalangan warga setempat, terutama di wilayah ATLL.
Sesaat setelah bencana 1,30 5,83 7,32 0,00
Keadaannya sudah lebih mantap (stabil) di wilayah ATL dan ATLH.
Saat ini (saat survei) 15,42 8,40 7,21 0,00
INDUSTRI PENGOLAHAN
TABEL 63: Persentase Warga di Kawasan Merapi yang Beralih Pekerjaan
Sebelum bencana 0,92 6,35 11,79 13,55
Sesaat Sebelum, Setelah Bencana, dan Saat Ini
Sesaat setelah bencana 0,00 5,83 11,11 11,01
Saat ini (saat survei) 0,44 5,36 11,54 8,11
Alih Pekerjaan ATLL ATL ATLH KONTROL
PERDAGANGAN, RUMAH MAKAN, PENGINAPAN
Sebelum dibanding sesaat Sebelum bencana 8,26 17,95 19,45 19,35
79,69 58,93 55,56 54,25
setelah bencana
Sesaat setelah bencana 24,68 16,73 20,71 23,85
Sesaat setelah bencana
59,90 52,75 51,14 52,36 Saat ini (saat survei) 12,78 16,60 21,15 21,62
dibanding saat ini
Sebelum bencana dibanding ANGKUTAN, PERGUDANGAN, KOMUNIKASI
67,71 57,32 56,41 58,02
saat ini Sebelum bencana 1.53 1.49 2,55 0,00
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah) Sesaat setelah bencana 3,90 1,39 2,78 0,00
Saat ini (saat survei) 1,32 1,32 1,92 0,00
LEMBAGA KEUANGAN, REAL ESTATE, PERSEWAAN, JASA PERUSAHAAN
Ke sektor-sektor mana saja mereka beralih lapangan pekerjaan? Sebelum bencana 1,53 1,65 1,57 1,94
Sesaat setelah bencana 0,00 1,65 0,76 0,92
Beberapa tabel berikut menyajikan lapangan pekerjaan warga setempat
Saat ini (saat survei) 2,64 1,72 1,68 2,70
sebelum, sesaat setelah bencana, dan sekarang (saat survei). Sebelum
LISTRIK, GAS, AIR MINUM
bencana letusan Merapi 2010, sektor pertanian, pertambangan, dan jasa
Sebelum bencana 0,00 0,39 0,20 1,29
kemasyarakatan merupakan sektor terbesar lapangan pekerjaan warga
Sesaat setelah bencana 0,00 0,38 0,00 1,83
di semua kategori wilayah bencana, kemudian disusul oleh sektor-sektor
Saat ini (saat survei) 0,00 0,30 0,24 1,80
perdagangan, rumah makan, dan penginapan, terutama di wilayah ATL
KONSTRUKSI BANGUNAN
dan ATLH. Membandingkan data pada beberapa tabel tersebut akan
Sebelum bencana 3,36 5,88 3,14 10,97
memperlihatkan bahwa peralihan lapangan kerja di wilayah terdampak
Sesaat setelah bencana 5,19 4,31 2,27 11,93
bencana memang cukup dinamis, terutama sesaat setelah bencana dan,
Saat ini (saat survei) 4,85 6,17 3,61 13,51
sampai tingkat tertentu, juga masih berlangsung sampai sekarang.

114 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 SEKTOR 3: Ekonomi Produktif & Penghidupan Warga | 115
JASA KEMASYARAKATAN TABEL 65: Persentase Warga Kawasan Merapi yang Memiliki Pekerjaan Sampingan
Sebelum bencana 15,90 16,07 17,09 14,84 Sesaat Sebelum, Setelah Bencana, dan Saat Ini
Sesaat setelah bencana 42,86 16,60 17,42 15,60
Saat ini (saat survei) 22,03 16,40 12,50 17,12 Pekerjaan Sampingan ATLL ATL ATLH KONTROL
LAINNYA
Sebelum bencana 89,69 81,81 75,25 79,70
Sebelum bencana 0,00 0,00 0,20 0,00
Sesaat setelah bencana 20,01 49,95 57,54 55,76
Sesaat setelah bencana 0,00 0,00 0,00 0,00
Saat ini (saat survei) 0,00 0,00 0,00 0,00 Saat ini (saat survei) 60,91 63,32 60,34 54,72

Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah) Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)

Sebagaimana terbaca pada tabel di atas, sektor pertanian, perkebunan, Selain pekerjaan utama, hampir semua warga di semua wilayah memiliki
kehutanan, dan perburuan --merupakan lapangan kerja tradisional pekerjaan sampingan untuk menambah penghasilan keluarga mereka.
sebagian besar warga di semua kategori wilayah terdampak bencana-- Segera setelah bencana, sebagian besar mereka juga kehilangan lapangan
mengalami penurunan yang signifikan di wilayah ATLL, tetapi kecil sekali kerja sampingan tersebut. Tabel di atas sekali lagi memperlihatkan bahwa
di wilayah ATL dan ATLH. Hal ini dapat dimaklumi karena wilayah warga di wilayah ATLL yang paling besar menderita kehilangan lapangan
ATLL memang yang merupakan wilayah yang paling parah terpapar pekerjaan sampingan mereka. Saat ini, keadaan tampaknya sudah mulai
bencana segera setelah letusan terjadi. Namun, sekarang (saat survei), membaik di mana kurang lebih dua pertiga warga di semua wilayah
keadaannya mulai pulih kembali, dalam arti hampir semua warga di ATLL melaporkan memiliki kembali pekerjaan sampingan untuk membantu
yang pernah beralih pekerjaan kini mulai kembali ke sektor pertanian, pemulihan tingkat ekonomi mereka, meskipun belum pulih seperti
perkebunan, kehutanan, dan perburuan. Demikian pula halnya pada sebelum bencana.
sektor pertambangan dan penggalian terjadi kecenderungan yang sama.
Yang menarik adalah justru lebih banyaknya proporsi warga di ATL dan
2. Pendapatan
ATLH yang kini beralih ke sektor produksi primer (pertanian, perkebunan,
kehutanan) dibanding sebelum bencana. Letusan Merapi 2010 telah membawa dampak signifikan terhadap
lapangan pekerjaan para warga di desa-desa yang terpapar bencana
Perubahan mencolok juga terjadi di sektor perdagangan, rumah makan,
tersebut. Sebagian besar mereka sempat mengalami kehilangan pekerjaan.
dan penginapan. Sektor ini tampaknya merupakan penampung terbesar
Namun, mereka berusaha mengatasinya dengan berganti lapangan
warga yang beralih dari sektor pertanian segera setelah bencana terjadi,
pekerjaan serta mencari tambahan pendapatan dari pekerjaan sampingan.
terutama di ATLL. Meskipun kini terjadi penurunan kembali, namun
Tabel berikut akan menyajikan rata-rata pendapatan baik dari pekerjaan
jumlah warga yang masih bertahan di sektor ini masih tetap lebih besar
utama maupun pekerjaan sampingan mereka tersebut sebelum, sesaat
dibanding sebelum bencana, sehingga boleh jadi sektor ini memang
setelah bencana, dan sekarang (saat survei).
menawarkan imbalan pendapatan yang memadai atau mungkin justru
lebih baik dibanding sektor lain, termasuk sektor pertanian, perkebunan, TABEL 66: Rata-rata Penghasilan (Utama dan Sampingan) Warga
kehutanan, dan perburuan yang semula merupakan lapangan kerja utama Kawasan Merapi Sesaat Sebelum, Setelah Bencana, dan Saat Ini
sebagian besar warga.
Rata-rata Penghasilan
Demikian pula halnya di sektor jasa kemasyarakatan, juga terutama di ATLL ATL ATLH KONTROL
(Rp/bulan)
wilayah ATLL. Lonjakan jumlah warga yang beralih ke sektor produksi Sebelum bencana 699.488 660.112 523.807 450.645
tersier ini malah lebih besar dibanding di sektor produksi sekunder
Sesaat setelah bencana 158.848 359.268 518.224 294.583
(perdagangan, rumah makan, dan penginapan). Adapun di wilayah ATL
Saat ini (saat survei) 354.870 479.349 383.718 359.157
dan ATLH, sektor ini tidak mengalami perubahan berarti.
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)

116 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 SEKTOR 3: Ekonomi Produktif & Penghidupan Warga | 117
Terlihat bahwa pada saat sebelum bencana, warga di ATLL berpenghasilan kembali) berhubungan erat dengan penurunan penghasilan. Selanjutnya
lebih tinggi terutama dibandingkan dengan warga di ATLH. Keadaannya hasil regresi juga menunjukkan banyaknya pekerjaan sampingan yang
berbalik seratus delapan puluh derajat sesaat setelah bencana. Rata-rata dimiliki sangat berhubungan dengan peningkatan penghasilan baik
penghasilan warga di ATLL menurun menjadi kurang lebih seperempat sesaat setelah bencana maupun sekarang. Pergantian pekerjaan memang
dari pendapatan mereka sebelum bencana. Di ATL, penurunan yang berhubungan dengan peningkatan penghasilan, akan tetapi nisbi lebih
terjadi hanya separuhnya, sedangkan di ATLH tidak banyak mengalami rendah dibandingkan dengan pekerjaan sampingan. Demikian juga
penurunan. banyaknya keterampilan yang dimiliki berhubungan dengan peningkatan
Bagaimana keadaan pendapatan mereka sekarang, apakah sudah pulih ke penghasilan, akan tetapi juga lebih rendah dibandingkan dengan jumlah
tingkat sebelum bencana? pekerjaan sampingan. Jadi banyaknya pekerjaan sampingan yang paling
berperan dalam peningkatan pendapatan warga.
TABEL 67: Perubahan Penghasilan Warga Kawasan Merapi
Sesaat Sebelum Bencana, Setelah Bencana, dan Saat Ini TABEL 68: Hubungan antara Penghasilan dengan Kehilangan Pekerjaan,
Pekerjaan Sambilan & Keterampilan Warga Kawasan Bencana Merapi
Perubahan Penghasilan
ATLL ATL ATLH KONTROL
(Rp/bulan) Sesaat Setelah Sekarang (saat survei)
Sesaat setekah bencana Penghasilan dengan: Bencana
-540.646 -300.843 -5.583 156.061
dibanding sebelum bencana (.RHVLHQ5HJUHVL .RHVLHQ5HJUHVL
Saat ini (saat survei) dibanding
196.028 120.080 -134.505 -64.547 Kehilangan pekerjaan -219529,9 -115716,3
sesaat setelah bencana
Saat ini (saat survei) dibanding Pekerjaan sambilan/sampingan 565357,6 587398,6
-344.617 -180.763 -140.089 91.487
sebelum bencana Keterampilan warga 90101,1 76259,5
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)

Tabel di atas memperlihatkan bahwa ada peningkatan pendapatan


warga di ATLL dan ATL saat ini dibanding sesaat setelah bencana, tetapi 3. Usaha Tani
masih belum pulih sepenuhnya seperti sebelum bencana. Penurunan Usaha tani yang diuraikan di sini adalah perubahan antara sebelum, sesaat
pendapatan warga di ATLL dan ATL nisbi lebih kecil saat ini dibanding setelah bencana, dan sekarang (saat survei dilaksanakan) tentang proporsi
sebelum bencana. Yang perlu mendapat perhatian juga adalah penurunan kepemilikan usaha lahan pertanian, rerata kepemilikan harta usaha tani,
pendapatan sekarang dibanding sebelum bencana yang lebih tinggi proporsi lahan pertanian yang tidak bisa diusahakan lagi, jenis pertanian
daripada penurunan pendapatan sesaat setelah bencana. Kelihatannya yang diusahakan, dan kerugian harta pertanian pada aras rumah tangga
pemulihan ekonomi di ATLL jauh lebih pesat daripada pemulihan menurut area terdampak bencana, sebagai berikut:
ekonomi di wilayah ATLH. Hal ini perlu mendapatkan perhatian dalam
penyususnan Rencana Aksi Pemulihan ke depan.
TABEL 69: Perubahan Penghasilan Warga Kawasan Merapi
Penurunan penghasilan erat hubungannya dengan masalah kehilangan Sesaat Sebelum Bencana, Setelah Bencana, dan Saat Ini
pekerjaan yang dialami warga, baik pada waktu sesaat setelah letusan
Kepemilikan Usaha Lahan
maupun sekarang. Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, warga Pertanian (%)
ATLL ATL ATLH KONTROL
berusaha meningkatkan pendapatan mereka dengan berganti pekerjaan
Sebelum bencana 86,11 72,36 59,67 45,56
peralihan atau mendapatkan pekerjaan sampingan. Analisis regresi antara
Sesaat setelah bencana 25,00 60,69 56,33 44,44
penghasilan dengan kehilangan pekerjaan, perubahan lapangan pekerjaan,
Saat ini (saat survei) 77,22 65,83 54,00 42,22
pekerjaan sampingan serta keterampilan yang dimiliki warga memang
menunjukkan bahwa kehilangan pekerjaan (meskipun telah bekerja Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)

118 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 SEKTOR 3: Ekonomi Produktif & Penghidupan Warga | 119
Tabel di atas menunjukkan kepemilikan usaha lahan pertanian korban Tabel di atas menunjukkan rata-rata kepemilikan ternak warga di ATLL
bencana --mencakup lahan milik sendiri, menyewa, bagi hasil atau mengalami penurunan (52,38% dibanding di wilayah pembanding)
tanah bengkok-- menunjukkan penurunan tertinggi di ATLL (52,06% antara sebelum dan sesaat setelah bencana, namun sudah meningkat
dibanding dengan di wilayah pembanding atau kontrol) antara sebelum (94,88%) dari sesaat setelah bencana dengan sekarang. Di ATL mengalami
dan setelah bencana, namun sudah meningkat (80%) saat ini. Sedangkan penurunan juga (81,81% dibanding di wilayah pembanding) antara
di ATL menunjukkan penurunan (38,58% dibanding dengan di wilayah sebelum dan sesaat setelah bencana, namun sudah meningkat (51%) dari
pembanding) antara sebelum dan setelah bencana, namun sudah sesaat setelah bencana dengan sekarang. Di ATLH mengalami penurunan
meningkat (43,43%) dari saat penurunan dengan sekarang. Di ATLH lebih kecil (7% dibanding di wilayah pembanding) antara sebelum dan
menunjukkan penurunan (15,73% dibanding di wilayah pembanding) sesaat setelah bencana, namun sudah meningkat (66,7%) dari sesaat setelah
antara sebelum dan setelah bencana, namun sudah meningkat (0,9%) dari bencana dengan sekarang.
saat penurunan dengan sekarang.
TABEL 72: Rata-rata Pemilikan Hasil Usaha Perikanan Warga
TABEL 70: Rata-rata Luas Lahan Pertanian Warga Kawasan Merapi Kawasan Merapi Sesaat Sebelum, Setelah Bencana, dan Saat Ini
Sesaat Sebelum, Setelah Bencana, dan Saat Ini Rata-rata pemilikan usaha
perikanan
ATLL ATL ATLH KONTROL
Rata-rata luas lahan ATLL ATL ATLH KONTROL Sebelum bencana 2.793 535.005 211.750 49.762
Sebelum bencana 2.830 1.340 874 906 Sesaat setelah bencana 0 101.009 128.900 8.388
Sesaat setelah bencana 2.572 1.341 799 907 Saat ini (saat survei) 6.250 211.868 79.622 10.112
Saat ini (saat survei) 2.490 1.320 802 821 Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)
Tabel di atas menunjukkan rata-rata harta hasil perikanan warga di ATLL
Tabel di atas menunjukkan rata-rata luas lahan pertanian warga di mengalami penurunan (82,1% dibanding di wilayah pembanding) antara
ATLL dan ATL menunjukkan tidak ada penurunan (0,00% dibanding sebelum dan sesaat setelah bencana, namun sudah meningkat (54%)
di wilayah pembanding) antara sebelum dan setelah bencana, sehingga dari sesaat setelah bencana dengan sekarang. Di ATL juga mengalami
peningkatannya juga hanya sedikit (9,5%) dari sesaat setelah bencana penurunan (80,91% dibanding di wilayah pembanding) antara sebelum
dengan saat sekarang. Sedangkan di ATLH menunjukkan sedikit dan sesaat setelah bencana, namun sudah meningkat (117%) dari sesaat
penurunan (2,38% dibanding di wilayah pembanding) antara sebelum dan setelah bencana dengan sekarang. Di ATLH mengalami penurunan jauh
setelah bencana, dan sudah meningkat (82%) dari sesaat setelah bencana lebih kecil (25,6% dibanding di wilayah pembanding) antara sebelum dan
dengan saat sekarang. sesaat setelah bencana, namun sudah meningkat (42,3%) dari sesaat setelah
bencana dengan sekarang.
TABEL 71: Rata-rata Pemilikan Ternak (Sapi, Kambing, Unggas) Warga TABEL 73: Proporsi Rumah Tangga Warga Kawasan Merapi yang Lahannya Tidak
Kawasan Merapi Sesaat Sebelum, Setelah Bencana, dan Saat Ini Bisa Dimanfaatkan Sesaat Sebelum, Setelah Bencana, dan Saat Ini

Rata-rata pemilikan ternak ATLL ATL ATLH KONTROL Lahan yang tak bisa
ATLL ATL ATLH KONTROL
dimanfaatkan (%)
Sebelum bencana 15,4 10,5 8,6 7,2
Sebelum bencana 0,60 0,59 0,62 0,00
Sesaat setelah bencana 0,79 5,3 6,2 4,7
Sesaat setelah bencana 59,75 13,56 5,10 0,00
Saat ini (saat survei) 6,1 5,6 5,4 5,9
Saat ini (saat survei) 10,63 6,79 8,92 0,00
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)

120 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 SEKTOR 3: Ekonomi Produktif & Penghidupan Warga | 121
Tabel di atas menunjukkan proporsi rumah tangga warga di ATLL yang TABEL 75: Rata-rata Nilai Kerugian Harta Usaha Tani
lahannya tidak bisa diusahakan lagi mengalami peningkatan (98,98% per Rumah Tangga (Keluarga) Warga Kawasan Merapi Setelah Bencana
dibanding di wilayah pembanding) antara sebelum dan sesaat setelah ATLL ATL ATLH KONTROL
bencana, namun sudah menurun (82,2%) dari sesaat setelah bencana
Rata-rata Kerugian (Rp) 43.326.879 8.726.882 9.013.666 18.250.000
dengan sekarang. Di ATL mengalami peningkatan juga (95,65% dibanding
dengan di wilayah pembanding) antara sebelum dan sesaat setelah Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)
bencana, namun sudah menurun (49,93%) dari sesaat setelah bencana
dengan sekarang. Di ATLH mengalami peningkatan sedikit lebih kecil
(87,84% dibanding dengan di wilayah pembanding) antara sebelum dan 4. Usaha Non-Tani
sesaat setelah bencana, namun sudah meningkat lagi (60,8%) dari sesaat Usaha non-tani yang diuraikan di sini adalah mengenai perubahan antara
setelah bencana dengan sekarang. sebelum, sesaat setelah bencana letusan Merapi 2010, dan sekarang (saat
survei), tentang rata-rata nilai usaha non-tani serta rata-rata kerugiannya,
TABEL 74: Jenis Usaha Tani yang Diusahakan Warga Kawasan Merapi sebagai berikut:
Setelah Bencana (Saat Ini)
TABEL 76: Nilai Usaha Non-Tani Warga Kawasan Merapi
Jenis Usaha Tani yang Sesaat Sebelum, Setelah Bencana, dan Saat Ini
Diusahakan (%)
ATLL ATL ATLH KONTROL

Tanaman padi 0,10 22,75 25,27 13,29 Rata-rata Nila Usaha Non-Tani
Warga (Rp)
ATLL ATL ATLH KONTROL
Tanaman holtikultura 17,93 21,17 28,25 28,80
Sebelum bencana 6.767.303 5.290..145 3.305.533 1.692.422
Tanaman keras 19,96 8,76 4,05 3,48
Sesaat setelah bencana 2.389.569 4.765.025 3.898.280 1.627.439
Buah-buahan 10,64 9,15 6,56 0,00
Saat ini (saat survei) 8.074.033 3.873.483 3.967.388 1.577.544
Ternak sapi 35,03 10,44 6,85 15.51
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)
Ternak kambing 2,43 7,82 9,55 14,24
Ternak unggas 12,97 8,99 12,83 21,20
Tabel di atas menunjukkan rata-rata nilai usaha non-tani rumah tangga
Perikanan 0,41 6,27 5,98 0,95 warga di ATLL mengalami penurunan (85% dibanding dengan di wilayah
Lainnya 10,54 4,65 0,68 2,53 pembanding) antara sebelum dan sesaat setelah bencana, namun sudah
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah) meningkat (88,3%) dari sesaat setelah bencana dengan sekarang. Di
ATL juga mengalami penurunan (12,8% dibanding dengan di wilayah
pembanding) antara sebelum dan sesaat setelah bencana, namun sudah
Tabel di atas menunjukkan komposisi jenis pertanian yang diusahakan
meningkat (27,15%) dari sesaat setelah bencana dengan sekarang. Di
rumah tangga warga di ATLL yang tertinggi adalah ternak sapi (25,03%),
ATLH justru mengalami peningkatan (40,77% dibanding dengan di
kemudian tanaman keras (19,95%), dan tanaman hortikultura (17,93%).
wilayah pembanding) antara sebelum dan sesaat setelah bencana, namun
Pertanian padi dan perikanan adalah yang paling sedikit, karena
menurun kembali (5,4%) dari sesaat setelah bencana dengan sekarang.
kerusakan lahan pertanian akibat timbunan debu dan lahar letusan
Merapi. Berbeda dengan di ATL dan ATLH di mana kerusakan lahan
TABEL 77: Rata-rata Nilai Kerugian Usaha Non-Tani
pertanian sawah dan kolam ikan memang tidak separah dengan di ATLL.
per Rumah Tangga (Keluarga) Warga Kawasan Merapi Setelah Bencana
Apalagi jika dibandingkan dengan wilayah pembanding (kontrol) di mana
dampak kerusakan lahan pertanian akibat letusan Merapi memang nyaris ATLL ATL ATLH KONTROL
tidak terlalu signifikan. Sehingga, sebenarnya sudah dapat diperkirakan Rata-rata Kerugian (Rp) 7.206.817 2.007.278 492.199 1.580.000
bahwa tingkat kerugian warga di ATLL memang nisbi lebih besar
dibanding di ATL dan ATLH, apalagi di wilayah pembanding. Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)

122 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 SEKTOR 3: Ekonomi Produktif & Penghidupan Warga | 123
Seperti juga halnya dengan usaha tani di mana warga di ATLL adalah Tabel di atas menunjukkan proporsi pulihnya sawah dan lahan produktif
yang menderita kerugian terbesar dibanding daerah lainnya (lihat kembali dari kerusakan parah sesaat setelah bencana baru mencapai 66,67% di
Tabel 77), tabel di atas menunjukkan urutan rata-rata kerugian usaha non- ATLL, 61,9% di ATL, dan 87,5% di ATLH. Hal ini menguatkan data
pertanian setelah bencana Merapi 2010 yang tertinggi adalah di ATLL, sebelumnya tentang sumber penghasilan dari usaha pertanian belum pulih
kemudian di ATLH dan di ATL. sepenuhnya (lihat kembali Tabel 72 sampai Tabel 76), sehingga memaksa
sebagian warga, terutama di ATLL, beralih pekerjaan di luar sektor
pertanian ke sektor lain, terutama sektor jasa angkutan, jasa konstruksi,
5. Dampak pada Tingkat Komunitas pertambangan dan lembaga keuangan (lihat kembali Tabel 65-66).
Di antara sekian banyak dampak bencana letusan Merapi 2010, dampak Meskipun belum mampu memulihkan tingkat pendapatan mereka seperti
pada kerusakan sumber-sumber utama penghidupan adalah yang paling sebelum bencana, namun berbagai lapangan kerja baru di sektor non-
penting diperhitungkan. Sebagian besar warga di daerah bencana Merapi pertanian tersebut masih menjadi tumpuan penopang kebutuhan hidup
adalah petani, sehingga dampak kerusakan lahan pertanian mereka sehari-hari sebagian warga korban bencana letusan Merapi 2010 sampai
merupakan faktor yang paling menentukan. saat ini di empat kabupaten terdampak.

TABEL 78: Kerusakan Lahan Pertanian Warga Kawasan Merapi


Sesaat Sebelum, Setelah Bencana, dan Saat Ini 6. Gangguan Ekonomi Lainnya
Kerusakan Lahan Pertanian (%) ATLL ATL ATLH KONTROL Gangguan ekonomi lainnya yang diuraikan di sini adalah keadaan
Sawah 33,33 66.67 62,50 0,00
saat survei dilaksanakan (sekarang) tentang proporsi rumah tangga
yang mengalami gangguan ekonomi lainnya, rata-rata kerugian, dan
Lahan produktif lainnya 100,00 80,90 87,50 0,00
proporsi tindakan yang dilakukan rumah tangga warga untuk mengatasi
Salah satu atau keduanya 100,00 85,71 87,50 0,00
kehilangan pendapatan, sebagai berikut:
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)
TABEL 80: Gangguan Ekonomi dan Kerugian Rumah Tangga Warga Kawasan
Tabel di atas menunjukkan proporsi kerusakan sawah dan lahan produktif Merapi Setelah Bencana sampai Saat Ini
milik warga sangat parah (berkisar 80-100%) di semua kategori wilayah
Gangguan Ekonomi (%) &
terdampak bencana, terutama jika dibandingkan dengan di wilayah Rata-rata Kerugian (Rp)
ATLL ATL ATLH KONTROL
pembanding (kontrol). Hal ini mengindikasikan kehilangan sumber
Gangguan ekonomi 82,78 62.08 53,67 34,44
pendapatan dari usaha pertanian adalah sumber gangguan ekonomi utama
Rata-rata kerugian 23.731.072 6.039.167 4.106.880 591.928
di semua wilayah terdampak bencana, ditandai dengan beralihnya lebih
30% warga ke pekerjaan non-pertanian yang memerlukan set up cost Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)
mahal, sehingga penghasilan warga yang terdampak bencana itu pun
belum bisa optimal kembali saat ini atau pulih seperti sediakala.
Tabel di atas sekali lagi menunjukkan bahwa rumah tangga warga di ATLL
TABEL 79: Lahan Pertanian Warga Kawasan Merapi yang Sudah Pulih Kembali adalah yang paling tinggi menderita gangguan ekonomi dengan rata-rata
Setelah Bencana sampai Saat Ini tingkat kerugian yang tertinggi pula. Gangguan ekonomi dan kerugian
yang dialami tersebut adalah akibat berbagai faktor seperti kematian
Kerusakan Lahan Pertanian (%) ATLL ATL ATLH KONTROL anggota keluarga, penyakit berat yang memerlukan pengobatan berkala,
Sawah 66,67 42.86 87,50 100,00 kehilangan pekerjaan, kegagalan usaha, dan gagal panen. Terutama dalam
Lahan produktif lainnya 33,33 61,90 87,50 100,00 hal nilai kerugian yang diderita, warga di ATLL mengalami kerugian yang
Salah satu atau keduanya 66,67 61,90 87,50 100,00 sangat jauh lebih besar dibanding warga di ATL dan ATLH, apalagi yang
di wilayah pembanding (kontrol).
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)

124 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 SEKTOR 3: Ekonomi Produktif & Penghidupan Warga | 125
Lantas, apakah yang mereka lakukan untuk mengatasi gangguan ekonomi Tabel di atas menunjukkan bantuan bahan pangan bersubsidi (beras
dan kerugian tersebut? miskin, RASKIN) adalah jenis bantuan kemanusian terbesar yang
pernah diterima warga korban bencana Merapi 2010 di semua kategori
TABEL 81: Tindakan Warga Kawasan Merapi Mengatasi Gangguan Ekonomi dan wilayah terdampak bencana. Kemudian menyusul bantuan biaya
Kerugian Setelah Bencana sampai Saat Ini pengobatan (Asuransi Kesehatan Warga Miskin, ASKESIN, atau Jaminan
Kesehatan Masyarakat, JAMKESMAS), Jaminan Persalinan (JAMPERSAL)
Tindakan yang dilakukan ATLL ATL ATLH KONTROL
serta bantuan uang tunai (Bantuan Langsung Tunai, BLT). Hal ini
Menjual aset 9,13 12,58 10,90 15,38 mengindikasikan sebagian besar rumah tangga korban bencana Merapi
Menggunakan tabungan 12,70 14,29 16,59 12,82 2010 telah menambah jumlah keluarga miskin di wilayah berpenghasilan
rendah.
Meminjam 16,27 27,02 27,01 30,77
Tidak melakukan apapun 43,65 32,92 31,75 41,03
TABEL 83: Sumber Bantuan yang Pernah Diterima Langsung Warga Kawasan
Lainnya 18,25 13,20 13,70 0,00
Merapi Setelah Bencana sampai Saat Ini
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)
Sumber bantuan yang pernah
diterima langsung dari:
ATLL ATL ATLH KONTROL
Tabel di atas menunjukkan ternyata bagian terbesar warga yang
terdampak bencana di semua wilayah justru tidak melakukan tindakan Pemerintah 98,33 90,56 85,67 86,67
apapun untuk mengatasi gangguan ekonomi dan kerugian yang mereka Pihak non-pemerintah 84,44 58,06 52,33 1,11
alami. Hal ini mengindikasikan tingginya risiko keterpurukan ekonomi Keluarga/kerabat 56,67 53,06 47,67 46,67
yang mereka alami, sehingga tidak terlalu banyak yang berani menempuh Tetannga/teman 31,11 24,86 19,00 25,56
risiko melakukan pemulihan dengan cara meminjam, menggunakan
tabungan, dan menjual aset. Dengan kata lain, sebagian besar mereka lebih Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)

mengandalkan bantuan dari pihak lain.

8. Sumber & Penyaluran Bantuan


7. Bantuan Kemanusiaan Tabel di atas menunjukkan urutan warga korban letusan Merapi 2010 di
Bantuan kemanusiaan yang diuraikan di sini adalah proporsi jenis bantuan semua kategori wilayah terdampak pernah menerima langsung bantuan
yang pernah diterima warga korban bencana, sebagai berikut: terbesar dari pemerintah, tetapi bantuan langsung yang diterima dari
sumber-sumber lain, terutama berbagai pihak non-pemerintah dan
TABEL 82: Jenis Bantuan Kemanusiaan yang Pernah Diterima Warga Kawasan keluarga atau kerabat juga cukup besar atau sangat signifikan.
Merapi Setelah Bencana sampai Saat Ini
TABEL 84: Saluran Pemberian Bantuan yang Pernah Diterima Warga Kawasan
Jenis bantuan yang pernah
diterima warga
ATLL ATL ATLH KONTROL Merapi Setelah Bencana sampai Saat Ini
ASKESKIN/JAMKESMAS 69,44 48,57 43,33 62,22
Saluran bantuan melalui: ATLL ATL ATLH KONTROL
JAMPERSAL 6,11 6,67 8,67 13,33
RASKIN 93,89 78,19 82,67 92,22 Pemerintah 2,22 15,69 16,33 35,56

PKH 2,78 1,67 1,67 1,11 Pihak non-pemerintah 4,44 16,39 20,67 17,78

BLT 28,22 27,08 32,33 52,22 Keluarga/kerabat 40,00 36,67 31,33 36,67

PNPM 11,67 6,81 8,00 5,56 Tetangga/teman 24,44 25,42 25,00 38,89

Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah) Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)

126 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 SEKTOR 3: Ekonomi Produktif & Penghidupan Warga | 127
Tabel di atas menunjukkan bahwa sumber-sumber pemberi bantuan Kepulihan sektor ini memang sangat ditentukan oleh kepulihan sektor
ternyata lebih memilih menyalurkan bantuan mereka kepada warga yang lain yang menjadi prasyaratnya, yakni sektor permukiman --terutama
terdampak bencana melalui jalur keluarga atau kerabat serta tetangga atau kepulihan sarana perumahan dan kepastian relokasi-- serta prasarana
teman. Kecenderungan ini terjadi di semua kategori wilayah terdampak, dasar. Sebagaimana diuraikan pada bab-bab sebelumnya, tingkat
kecuali di wilayah pembanding (kontrol) yang masih cukup besar kepulihan dua sektor utama tersebut memang belum optimal, sehingga
memercayai pemerintah sebagai saluran utama bantuan mereka. dapat dimaklumi jika sektor ekonomi produktif dan penghidupan warga
ini juga belum sepenuhnya pulih secara optimal. Karena itu, sangat
TABEL 85: Rata-rata Nilai Bantuan yang Pernah Diterima Warga Kawasan Merapi disarankan agar upaya pemulihan sektor permukiman dan prasarana
Setelah Bencana sampai Saat Ini dasar tersebut mendapat perhatian yang lebih serius dan komprehensif
dalam Rencana Aksi Pemulihan Dampak Bencana Merapi 2010 di semua
Rata-rata nilai bantuan (Rp)
yang pernah diterima dari:
ATLL ATL ATLH KONTROL kabupaten terdampak, terutama di ATLL.
Pemerintah 4.209.980 846.912 420.679 400.221
Pihak non-pemerintah 6.553.208 262.796 177.523 1.111
PUSTAKA
Keluarga/kerabat 621.992 628.074 512.515 969.806
Tetangga/teman 290.528 73.409 22.203 143.778 Anonymous (2007), Users Guide STATA. Lakeway Drive College Station, Texas:
StataCorp.
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2008), Peraturan Kepala Badan Nasional
Penanggulangan Bencana Nomor 11 Tahun 2008 tentang Pedoman Rehabilitasi
dan Rekonstruksi Pasca Bencana. Jakarta: BNPB.
Tabel di atas menunjukkan rata-rata nilai bantuan terbesar (uang, bahan
Benson, Charlotte, Jhon Twig & Tiziana Rossetto (2007), Perangkat untuk
pangan, dan barang) adalah yang disalurkan lewat pihak non-pemerintah, Mengarusutamakan Pengurangan Resiko Bencana: Catatan Panduan bagi
terutama di ATLL sebagai wilayah yang paling parah terdampak oleh Lembaga lembaga yang bergerak dalam Bidang Pembangunan. Geneva:
bencana. Meskipun demikian, nilai bantuan terbesar dari pemerintah International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies, the
juga diterima warga di ATLL dibanding kategori wilayah terdampak ProVention Consortium.
lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa baik pihak pemerintah maupun International Strategy for Disaster Reduction (2005), Hyogo Framework for Action
2005-2015: Building the Resilience of Communities to Disaster. Extract
non-pemerintah memang lebih memusatkan perhatian bantuan mereka
IURPWKHQDOUHSRUWRIWKH:RUOG&RQIHUHQFHRQ'LVDVWHU5HGXFWLRQ$
kepada warga di wilayah yang paling parah menderita dampak bencana. CONF.206/6)
Kecenderungan ini adalah hal yang memang wajar dan sudah semestinya, Straus, J., et.al. (2004). Indonesian Living Standards Before and After the Financial
karena bantuan utama dan terbesar pada korban bencana di manapun Crisis: Evidence from the Indonesia Family Life Survey. Singapore: Institute of
selama ini memang selalu berasal dan melalui dua pihak tersebut Southeast Asian Studies.
(lembaga-lembaga pemerintah dan organisasi-organisasi non-pemerintah Tim Gabungan BAPPENAS-BNPB (2011), Dokumen Rencana Aksi Rehabilitasi dan
yang bergerak di bidang bantuan kemanusiaan). Hal ini dipertegas oleh Rekonstruksi Pasca Bencana Erupsi Gunung Merapi Provinsi DI Yogyakarta
data pada tabel yang menunjukkan nilai bantuan terbesar di wilayah dan Provinsi Jawa Tengah 2011-2013.
pembanding (kontrol) adalah dari atau yang melalui keluarga dan kerabat.

Simpulan Umum & Saran


Secara umum terlihat bahwa upaya pemulihan di sektor ekonomi
produktif dan penghidupan warga korban bencana Merapi 2010 juga
belum sepenuhnya mencapai taraf kepulihan seperti sebelum bencana.

128 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 SEKTOR 3: Ekonomi Produktif & Penghidupan Warga | 129
SEKTOR 4
PELAYANAN SOSIAL DASAR
Yugyasmono

B agian ini akan membahas sektor sosial dengan fokus pada sub sektor
pendidikan dan kesehatan. Di sektor ini, letusan Merapi 2010 selain
telah menyebabkan kerusakan atau kerugian prasarana dan sarana
persekolahan serta pusat-pusat kesehatan masyarakat, juga mengakibatkan
terganggunya berbagai kegiatan dan akses sosial masyarakat. Pelayanan
pendidikan anak-anak dan pelayanan kesehatan warga menjadi tersendat
dan terganggu.

Sektor Pendidikan
Letusan dahsyat Gunung Merapi pada bulan Oktober 2010 dan lahar
hujan yang menyertainya telah mengakibatkan kerugian dalam jumlah
besar di sektor pendidikan. Selain kerusakan prasarana dan sarana
persekolahan, penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar juga terganggu.
Survei longitudinal ini secara khusus juga menyorot kerugian dan dampak
bencana tersebut pada sektor pendidikan, dalam hal ini adalah kerusakan
prasarana dan sarana, gangguan pada akses, serta gangguan pada kegiatan
pelayanan pendidikan, khususnya pendidikan dasar.
Secara umum, jumlah siswa sebelum bencana terjadi dan saat ini tidak
banyak mengalami perubahan berarti. Hanya di kawasan ATLH yang
mengalami peningkatan jumlah peserta didik yang nisbi lebih besar
DUSUN SRUNEN, GLAGAHARJO, SLEMAN, YOGYAKARTA, 10 Mei 2012. Tiga murid
SD Negeri Srunen membaca buku pelajaran sekolah mereka. Meski bangunan dibanding area lainnya, yakni dari 94,12% menjadi 94,96%.
sekolah mereka masih darurat, namun kegiatan belajar-mengajar di sekolah ini
sudah pulih dan berlangsung seperti biasa.
<FOTO: ARMIN HARI, TRK INSIST> 131
TABEL 86: Persentase Siswa Sekolah Dasar dan Sekolah Lanjutan Pertama TABEL 87: Rata-rata Jumlah Prasarana Sekolah di Setiap Desa
di Kawasan Merapi Sebelum Bencana dan Saat ini Menurut Jenis Kelamin Kawasan Merapi Sebelum, Sesaat Setelah Bencana, dan Saat Ini

Jumlah Siswa (%) ATLL ATL ATLH KONTROL Jumlah Sekolah ATLL ATL ATLH KONTROL

PEREMPUAN TAMAN KANAK-KANAK (PAUD)

Sebelum bencana 92,31 97,74 96,55 96,43 Sebelum bencana 3,7 3,9 5,4 2,3

Sekarang (saat survei) 88,46 96,99 98,28 96,43 Sesaat setelah bencana 1,0 3,1 4,3 2,3

LAKI-LAKI Sekarang (saat survei) 3,7 3,6 5,4 2,7

Sebelum bencana 95,12 100,00 91,80 96,55 SEKOLAH DASAR (SD)


Sebelum bencana 2,3 3,4 4.0 2,3
Sekarang (saat survei) 97,56 99,35 91,80 96,55
Sesaat setelah bencana 1,6 2,7 3,4 2,3
JUMLAH
Sekarang (saat survei) 1,7 3,4 4,0 2,0
Sebelum bencana 94,03 98,95 94,13 96,49
SEKOLAH LANJUTAN TINGKAT PERTAMA (SLTP)
Sekarang (saat survei) 94,03 98,25 94,96 96,49
Sebelum bencana 0,7 0,6 1,5 0,0
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah) Sesaat setelah bencana 0,7 0,4 1,2 0,0
Sekarang (saat survei) 0,7 0,6 1,5 0,0
SEKOLAH LANJUTAN TINGKAT ATAS (SLTA)
Yang cukup mencolok dari data di atas adalah terjadi penurunan proporsi
Sebelum bencana 0,3 0,3 0,9 0,0
siswa perempuan dan penambahan proporsi siswa laki-laki di ATLL,
sementara terjadi sebaliknya di ATLH. Sementara itu, proporsi siswa Sesaat setelah bencana 0,0 0,2 0,8 0,0
perempuan dan laki-laki di ATL sama-sama menurun, dan sama sekali Sekarang (saat survei) 0,0 0,3 0,9 0,0
tidak ada perubahan di wilayah pembanding (kontrol). Kemungkinan Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)
besar hal ini adalah akibat terjadinya ekstrapolasi di antara kawasan yang
berbeda tersebut. Salah satu dari kemungkinan tersebut adalah bahwa
Tabel di atas memperlihatkan ketersediaan prasarana pendidikan di ATLL
siswa perempuan yang berkurang di ATLL dan ATL berpindah sekolah ke
adalah paling sedikit. Di tiap desa dalam wilayah ATLL, rata-rata terdapat
kawasan ATLH segera setelah bencana, karena kerusakan prasarana paling
3,7 unit prasarana TK atau PAUD dan 2,3 unit prasarana SD. Untuk SLTP
parah --termasuk prasarana persekolahan-- memang terjadi di ATLL dan
dan SLTA, jumlah rata-rata yang ada di tiap desa masing-masing adalah
ATL dibanding di ATLH.
0,7 unit SLTP dan 0,3 unit SLTA. Dari data tersebut dapat diasumsikan
bahwa dari 3 desa di wilayah ATLL, hanya terdapat 2 unit SLTP dan
1. Pemulihan Prasarana & Sarana hanya 1 unit SLTA.

Prasarana persekolahan beragam di setiap desa di semua kategori Bencana Merapi 2010 telah membawa kerusakan dan ketidakberfungsian
wilayah terdampak bencana. Tidak semua jenjang pendidikan tersedia prasarana sekolah. Wilayah ATLL merupakah wilayah paling banyak
prasarananya di setiap desa. Dibandingkan desa-desa di wilayah lain, kerusakankecuali prasarana pendidikan tingkat SLTP. Hal ini dapat
jumlah rata-rata prasarana persekolahan di ATLH lebih banyak, yakni dilihat dari rata-rata prasarana pendidikan yang masih dapat berfungsi
5,4 unit per desa pada jenjang Taman Kanak-kanak (TK) atau Pendidikan pada saat setelah bencana. Pada jenjang TK atau PAUD, dari rata-rata 3,7
Anak Usia Dini (PAUD), rata-rata 4 unit per desa pada jenjang Sekolah unit di tiap desa, yang masih dapat difungsikan hanya 27% saja atau 1 unit
Dasar (SD), 1,5 unit per desa pada jenjang Sekolah Lanjutan Tingkat di setiap desa. Prasarana SD juga mengalami penurunan sebesar 30% di
Pertama (SLTP), dan rata-rata 0,9 unit per desa pada jenjang Sekolah mana dari rata-rata 2,3 unit hanya 1,6 unit yang dapat berfungsi. Adapun
Lanjutan Tingkat Atas (SLTA). seluruh prasarana SLTA yang ada di wilayah ATLL ini, tak satu pun atau

132 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 SEKTOR 4: Pelayanan Sosial Dasar | 133
semuanya (100%) tidak dapat berfungsi lagi segera setelah bencana terjadi. Di semua kategori wilayah terdampak, kerusakan prasarana pendidikan
Dibanding dengan wilayah ATLL, ketidakfungsian prasarana pendidikan terbanyak terjadi pada jenjang TK/PAUD. Terbanyak di ATL, sehingga
di wilayah ATL dan ATLH nisbi lebih sedikit, yakni antara 20-30% di ATL tingkat pemulihannya juga paling rendah. Meskipun demikian, persentase
dan 10-20% di ATLH. perbaikan prasarana TK/PAUD di semua wilayah adalah yang tertinggi
Setelah dua tahun terjadinya bencana, dapat diketahui jumlah prasarana dibanding jenjang sekolah lainnya. Bahkan ada dua prasarana SD dan satu
pendidikan sebelum dan saat ini. Perbandingan jumlah pada dua masa SLTA di ATLL yang belum dipulihkan sama sekali. Pertanyaannya adalah
berbeda itu sekaligus memperlihatkan bagaimana upaya dan hasil mengapa pemulihan prasarana TK/PAUD yang lebih diprioritaskan?
penerapan Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana Boleh jadi hal tersebut sejalan dengan kebijakan pemerintah mengenai
Merapi 2010 di sektor pendidikan. Upaya rehabilitasi dan rekonstruksi sterilisasi wilayah ATLL sebagai permukiman warga. Sejurus dengan
(RR) tersebut meliputi dua hal, yakni pembangunan prasarana dan sekolah kebijakan tersebut, maka bisa dipastikan bahwa perbaikan dan
serta pemulihan kegiatan belajar-mengajar. pembangunan kembali prasarana TK/PAUD itu tidaklah bersumber dari
anggaran pemerintah. Dalam kenyataannya selama ini, prasarana TK/
TABEL 88: Kerusakan Prasarana Sekolah dan Hasil Pemulihannya PAUD umumnya memang dikelola oleh suatu lembaga atau yayasan yang
di Kawasan Merapi Sebelum, Sesaat Setelah Bencana, dan Saat Ini didirikan oleh kelompok warga secara swadaya di tingkat pedusunan.
Sehingga, perbaikan dan pembangunannya kembali banyak dimungkinkan
Jumlah Sekolah per Jenjang ATLL ATL ATLH berasal dari swadaya kelompok itu sendiri dan tanpa bantuan ataupun
TAMAN KANAK-KANAK (PAUD) peran pemerintah. Berbeda dengan semua prasarana SD dan SMA di
Sebelum bencana 11 82 43
wilayah bencana yang merupakan sekolah negeri.
Sesaat setelah bencana (Rusak) 8 16 9 Berbanding lurus dengan hal tersebut di atas, di wilayah ATL justru
Sekarang, saat survei (Hasil Pemulihan) 11 75 43 ditemukan hal yang menarik di mana jumlah bangunan SMA lebih banyak
dibanding sebelum bencana terjadi. Dari 6 unit yang ada sebelumnya, kini
Persentase hasil pemulihan (RR) 100,00 56.00 100,00
bertambah satu menjadi 7 unit. Boleh jadi ini merupakan hasil kebijakan
SEKOLAH DASAR (SD)
pemindahan lokasi sekolah dari wilayah ATLL ke lokasi yang nisbi lebih
Sebelum bencana 7 72 32
aman, yakni di wilayah ATL.
Sesaat setelah bencana (Rusak) 2 15 5
Keadaan berbeda terjadi di wilayah ATLH. Di wilayah ini, kerusakan
Sekarang, saat survei (Hasil Pemulihan) 5 71 32
prasarana pendidikan berkisar 14-20% dari jumlah prasarana yang ada
Persentase hasil pemulihan (RR) 0,00 93,00 100,00
pada masing-masing jenjang. Tidak diketemukan adanya sekolah yang
SEKOLAH LANJUTAN TINGKAT PERTAMA (SLTP) hilang akibat terjangan lahar hujan. Sebagian besar sekolah mengalami
Sebelum bencana 2 12 12 kerusakan ringan dalam konstruksi struktur dasarnya saja. Semua
Sesaat setelah bencana (Rusak) 0 4 2 kerusakan telah dipulihkan. Artinya, 100% telah diperbaiki atau dibangun
Sekarang (saat survei) 2 12 12 kembali dan kini telah berfungsi.
Persentase hasil pemulihan (RR) 0,00 100,00 100,00
SEKOLAH LANJUTAN TINGKAT ATAS (SLTA)
2. Gangguan Akses Pelayanan
Sebelum bencana 1 6 7
Selain dampak kerusakan prasarana sekolah, bencana Merapi 2010 juga
Sesaat setelah bencana 1 1 1
menyebabkan terganggunya atau terhentinya penyelenggaraan kegiatan
Sekarang (saat survei) 0 7 7 belajar-mengajar di sekolah. Tabel berikut menunjukkan persentase warga
0,00 100,00 100,00 yang masih atau sedang bersekolah yang tidak bisa mengakses pelayanan
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah) pendidikan sebagai dampak dari letusan Merapi 2010.

134 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 SEKTOR 4: Pelayanan Sosial Dasar | 135
TABEL 89: Gangguan Akses ke Sekolah yang Dialami Warga layanan pendidikan, baik sekolah formal maupun sekolah darurat yang
Kawasan Merapi Sebelum, Sesaat Setelah Bencana, dan Saat Ini diselenggarakan oleh pemerintah maupun lembaga non-pemerintah.
Sekolah-sekolah di sekitar titik pengungsian juga telah diperintahkan
Gangguan Akses Sekolah ATLL ATL ATLH KONTROL untuk menerima para siswa yang saat itu sedang mengungsi.
Mengalami gangguan (%) 90,3 92,4 40,6 17,8 Selain itu, hal yang patut menjadi catatan menarik di sini adalah 8,7%
Rata-rata hari terganggu (hari) 42 22 14 8 warga yang diwawancarai berpendapat bahwa sekolah menjadi salah satu
Maksimum hari terganggu (hari) 240 330 60 30 tempat titik kumpul mereka. Dari 92,9% rumah tangga warga di ATLL,
ATL, dan ATLH, 36% mengungkapkan bahwa selama mengungsi mereka
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah) memilih dan tinggal sementara di gedung kantor atau sekolah terdekat
yang tidak mengalami kerusakan. Hal ini berarti bahwa fungsi gedung
Anak-anak warga di ATL dan ATLL adalah yang paling banyak sekolah sebagai titik kumpul dan tempat pengungsian perlu dijadikan
mengalami gangguan akses bersekolah akibat letusan Merapi 2010. wacana dan pertimbangan dalam perencanaan kedaruratan. Pelibatan
Sebagian besar mereka malah sempat berhenti sekolah. Jika dirata-rata, pihak sekolah dan Dinas Pendidikan menjadi penting dan wajib, sehingga
anak-anak di ATLL mengalami gangguan bersekolah selama 42 hari, ATL rancangan langkah yang diambil dan disepakati tidaklah mengganggu
selama 22 hari, dan ATLH selama 14 hari. Sedangkan waktu paling lama proses penyelenggaraan pelayanan pendidikan sekolah tersebut, selain
peserta didik terhenti mendapatkan pelayanan pendidikan terjadi di memastikan hak anak untuk tetap mendapatkan pelayanan pendidikan
wilayah ATL juga, yakni 330 hari. dalam keadaan darurat bencana sekalipun.
Selain mereka bertempat tinggal dan bersekolah di kawasan rawan
bencana, terdapat tiga hal utama yang menyebabkan terganggunya
3. Tata Kelola, Harapan, dan Manfaat
pelayanan pendidikan atau kegiatan belajar-mengajar, yakni: (1) mengikuti
orangtua yang memang harus mengungsi; (2) terpaksa diliburkan oleh Warga di daerah bencana menaruh harapan atas terselesaikannya
pihak sekolah; dan (3) bangunan sekolah yang rusak dan tidak layak lagi rehabilitasi dan rekonstruksi gedung-gedung sekolah yang rusak
dipergunakan untuk kegiatan belajar-mengajar. Di ATLH, selain rusaknya atau hancur akibat letusan Merapi 2010. Sebanyak 33,33% warga yang
gedung sekolah dan mengikuti orangtua yang mengungsi, umumnya diwawancarai menyatakan agar pembangunan kembali gedung-gedung
disebabkan oleh: (1) terputusnya akses jalan menuju sekolah; dan (2) lokasi sekolah anak-anak mereka sesegera mungkin diselesaikan sebagai salah
sekolah yang berada dalam zona ancaman lahar hujan. Untuk penyebab satu prioritas upaya pemulihan. Namun, aparat pemerintahan desa
terakhir ini, keputusan meliburkan sekolah sementara waktu memang setempat ternyata hanya mengetahui bahwa gedung-gedung sekolah
merupakan suatu keniscayaan. yang rusak di desa mereka sudah diperbaiki dan dapat dipergunakan
lagi. Mereka tidak banyak mengetahui tentang pelaksanaan Rencana Aksi
Data tersebut sekaligus memperlihatkan bahwa memang belum ada
Rehabilitasi dan Rekonstruksi serta program-program bantuan pemulihan
perencanaan kedaruratan atau sistem kesiapsiagaan di sektor pendidikan
prasarana pendidikan di desa mereka. Survei ini bahkan menemukan
untuk menghadapi risiko bencana. Padahal, jenis bencana letusan dan
bahwa semua aparat pemerintahan desa di ATLL dan ATLH menyatakan
banjir lahar hujan Merapi 2010 merupakan slow-on-set disaster di mana
tidak ada program atau bantuan pemulihan sektor pendidikan di desa
waktu kejadian dan besar dampaknya pun sebenarnya sudah dapat
mereka. Di ATL, hanya 14,29% yang menyatakan mengetahui adanya
diperhitungkan dan diperkirakan sejak awal. Dengan kata lain, seharusnya
rencana dan pelaksanaan pemulihan prasarana pendidikan di desa
ada langkah atau strategi bersengaja dan terencana --misalnya, dalam
mereka, sementara selebihnya (85,71%) menyatakan tidak ada atau tidak
bentuk rencana kedaruratan, contingency plan-- untuk mengurangi
mengetahui, sama seperti rekan-rekan mereka di ATLL dan ATLH.
gangguan dan dampak kerugian, setidaknya dalam rangka menjamin
hak anak mendapatkan pelayanan pendidikan dasar jika bencana Merapi Temuan ini menarik, karena dalam kenyataannya ada banyak program
terjadi. Meskipun memang harus diakui bahwa memasuki minggu yang telah atau sedang dilaksanakan oleh dinas-dinas terkait sektor
kedua di pengungsian, anak-anak sudah dapat kembali mendapatkan pendidikan di wilayah mereka. Temuan ini membuktikan bahwa prinsip

136 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 SEKTOR 4: Pelayanan Sosial Dasar | 137
dan pendekatan good governance dalam tata kelola rehabilitasi dan Namun di sisi lain, dampak kesehatan fisik yang lebih besar dirasakan
rekonstruksi pasca bencana --sebagaimana tertuang dalam dokumen oleh kelompok warga lanjut usia (lansia). Hal ini terlihat dari persentase
Rencana Aksi Merapi 2011-2013-- tidak diterapkan dengan baik. Temuan lansia yang mengalami keadaan kesehatan lebih buruk, yakni sebesar
ini telah memberikan gambaran tentang adanya kelemahan atau bahkan 25,9% di ATLL, 38,7% di ATL, 34,8% di ATLH, dan 36,4% di wilayah
tidak adanya koordinasi dan komunikasi para pemangku kepentingan pembanding (kontrol). Dampak terkecil dirasakan oleh kelompok bayi dan
sektor pendidikan dengan pemerintahan desa setempat. anak-anak yang mengalami keadaan fisik lebih buruk, yakni sebesar 0,6%
Dari hanya sedikit aparat pemerintahan desa di ATL yang mengetahui ATLL, 7,5% ATL, 3,2% ATLH, dan 4,4% di wilayah pembanding.
tentang program bantuan pemerintah dalam sektor pendidikan tersebut, Perubahan kesehatan fisik ke arah lebih baik paling tinggi terjadi di
teridentifikasi tiga manfaat yang dapat dirasakan langsung oleh warga ATLL. Secara keseluruhan, persentase warga di ATLL yang menyatakan
setempat: (1) anak-anak dapat sekolah lagi; (2) membantu proses belajar- keadaan kesehatannya lebih baik adalah 41,8%. Jumlah ini lebih tinggi
mengajar; dan (3) memperlancar penyelenggaraan pelayanan pendidikan. dibandingkan wilayah lainnya, yakni 30,8% di ATL, 23,4% di ATLH, dan
8,8% di wilayah pembanding. Hal yang sama juga terjadi pada kelompok
bayi dan anak-anak, dewasa maupun lansia.

Sektor Kesehatan
Sama seperti dampak yang diakibatkannya pada sektor pendidikan,
letusan Merapi 2010 telah mengakibatkan kerugian dalam jumlah TABEL 90: Keadaan Umum Kesehatan Fisik Warga Kawasan Merapi
yang besar di sektor kesehatan, yakni kerusakan prasarana dan sarana Sebelum, Sesaat Setelah Bencana, dan Saat Ini
pelayanan kesehatan serta terganggunya kesehatan mental dan fisik warga
korban bencana. Selain dua hal tersebut, secara khusus, survei ini juga
Keadaan Kesehatan Warga ATLL ATL ATLH KONTROL
menyorot tingkat gangguan akses terhadap pelayanan kesehatan warga
serta hasil program rehabilitasi dan rekonstruksi sektor kesehatan di
BAYI & ANAK-ANAK
wilayah terdampak bencana Merapi 2010.
.HVHKDWDQVLNVDDWLQL VDDWVXUYHL GLEDQGLQJNDQGHQJDQVDDWVHEHOXPEHQFDQD
Lebih buruk 5,6 7,5 3,2 4,4
1. Keadaan Kesehatan Warga Sama saja 51,9 68,8 60,2 60,9
Lebih baik 42,6 23,8 36,6 34,8
Secara umum, survei ini telah mendapatkan gambaran keadaan kesehatan
.HVHKDWDQVLNVDDWLQL VDDWVXUYHL GLEDQGLQJNDQGHQJDQVDDWVHJHUDVHWHODKEHQFDQD
fisik dan mental warga korban bencana di wilayah Merapi, yakni dengan
Lebih buruk 9,3 2,5 3,2 4,4
membandingkan keadaan kesehatan mereka saat ini (saat survei) dengan
Sama saja 44,4 66,3 64,5 60,8
saat sebelum dan segera setelah bencana.
Lebih baik 46,3 31,3 32,3 34,8
Kesehatan Fisik. Pada empat wilayah survei, sebagian besar warga DEWASA
yang diwawancarai menyatakatan tidak mengalami penurunan keadaan .HVHKDWDQVLNVDDWLQL VDDWVXUYHL GLEDQGLQJNDQGHQJDQVDDWVHEHOXPEHQFDQD
kesehatan fisik mereka saat ini (saat survei) dibandingkan dengan Lebih buruk 19,0 16,0 13,2 18,9
saat sebelum dan segera setelah bencana Merapi 2010 terjadi. Hal ini Sama saja 56,4 63,7 68,7 78,5
menunjukkan bahwa bencana letusan Merapi 2010 secara keseluruhan Lebih baik 24,6 20,3 18,2 2,6
tidak berdampak besar pada kesehatan fisik warga setempat. .HVHKDWDQVLNVDDWLQL VDDWVXUYHL GLEDQGLQJNDQGHQJDQVDDWVHJHUDVHWHODKEHQFDQD
Secara lebih rinci, terlihat dari persentase warga yang menyatakan Lebih buruk 10,1 10,7 10,2 15,3
keadaan kesehatan mereka lebih buruk hanya sebesar 17,3% di ATLL, Sama saja 47,1 59,1 67,9 80,1
16,8% di ATL, dan 14,5% di ATLH. Lebih baik 42,8 30,3 21,9 4,6

138 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 SEKTOR 4: Pelayanan Sosial Dasar | 139
TABEL 91: Keadaan Umum Kesehatan Mental/Psikologis Warga
LANSIA
Kawasan Merapi Sebelum, Sesaat Setelah Bencana, dan Saat Ini
.HVHKDWDQVLNVDDWLQL VDDWVXUYHL GLEDQGLQJNDQGHQJDQVDDWVHEHOXPEHQFDQD
Lebih buruk 25,9 38,7 34,8 36,4 Keadaan Kesehatan Warga ATLL ATL ATLH KONTROL
Sama saja 39,5 48,1 53,6 59,1
Lebih baik 34,6 13,2 11,6 4,5 BAYI & ANAK-ANAK
Kesehatan mental saat ini (saat survei) dibandingkan dengan saat sebelum bencana
.HVHKDWDQVLNVDDWLQL VDDWVXUYHL GLEDQGLQJNDQGHQJDQVDDWVHJHUDVHWHODKEHQFDQD
Lebih buruk 13,0 8,8 1,1 0,0
Lebih buruk 24,7 26,7 25,3 38,6
Sama saja 57,4 68,1 75,0 82,6
Sama saja 42,0 48,7 58,0 56,8
Lebih baik 33,3 24,6 16,7 4,6 Lebih baik 29,6 23,1 23,9 17,4

KESELURUHAN (SEMUA KELOMPOK USIA) Kesehatan mental saat ini (saat survei) dibandingkan dengan saat segera setelah bencana
Lebih buruk 3,7 3,8 1,1 0,0
.HVHKDWDQVLNVDDWLQL VDDWVXUYHL GLEDQGLQJNDQGHQJDQVDDWVHEHOXPEHQFDQD
Sama saja 66,7 64,1 72,8 87,0
Lebih buruk 17,2 16,8 14,5 16,5
Lebih baik 29,6 32,1 26,1 13,0
Sama saja 54,4 62,4 64,6 76,2
DEWASA
Lebih baik 28,4 20,7 20,9 7,3
Kesehatan mental saat ini (saat survei) dibandingkan dengan saat sebelum bencana
.HVHKDWDQVLNVDDWLQL VDDWVXUYHL GLEDQGLQJNDQGHQJDQVDDWVHJHUDVHWHODKEHQFDQD
Lebih buruk 29,7 11,9 10,9 7,7
Lebih buruk 11,0 11,0 10,7 14,7
Sama saja 45,4 68,2 70,9 87,2
Sama saja 47,6 58,1 65,9 76,5
Lebih baik 24,8 19,9 18,2 5,1
Lebih baik 41,8 30,8 23,4 8,8
Kesehatan mental saat ini (saat survei) dibandingkan dengan saat segera setelah bencana
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah) Lebih buruk 15,3 6,8 9,3 5,1
Sama saja 44,1 61,6 66,2 87,8
Lebih baik 40,6 31,6 24,5 7,2
Kesehatan mental (psikologis). Dampak penurunan keadaan kesehatan LANSIA
mental atau psikologis paling besar terjadi di ATLL. Sebanyak 26% warga Kesehatan mental saat ini (saat survei) dibandingkan dengan saat sebelum bencana
yang diwawancarai menyatakan keadaan kesehatan mental/psikologis Lebih buruk 23,5 19,5 11,6 22,7
Sama saja 53,1 71,2 72,5 70,5
mereka lebih buruk saat ini dibanding sebelum dan segera setelah bencana
Lebih baik 23,5 9,3 15,9 6,8
terjadi. Hanya 11,8% warga di ATL, 9,7% di ATLH, dan 7,9% di wilayah
Kesehatan mental saat ini (saat survei) dibandingkan dengan saat segera setelah bencana
pembanding (kontrol) yang menyatakan hal yang sama.
Lebih buruk 23,5 14,7 6,5 22,7
Dampak kesehatan mental/psikologis yang lebih besar dirasakan oleh Sama saja 33,3 63,4 71,7 70,5
kelompok warga dewasa. Sebanyak 29,7% dari mereka menyatakan hal Lebih baik 43,2 21,9 21,7 6,8
tersebut. Hanya 13% warga dari kelompok bayi dan anak-anak serta 23,5% KESELURUHAN (SEMUA KELOMPOK USIA)
dari kelompok warga lansia yang menyatakan hal yang sama. Kesehatan mental saat ini (saat survei) dibandingkan dengan saat sebelum bencana

Meski dampak psikologis paling besar dirasakan oleh warga di ATLL, Lebih buruk 26,0 11,8 9,7 7,9
Sama saja 49,6 68,4 70,4 83,2
namun perubahan ke arah lebih baik juga terlihat paling besar di wilayah
Lebih baik 24,4 19,8 19,9 8,8
ini. Hal ini terlihat dari 39,1% warga di ATLL menyatakan keadaan
Kesehatan mental saat ini (saat survei) dibandingkan dengan saat segera setelah bencana
kesehatan mental/psikologis mereka lebih baik saat ini dibanding saat
Lebih buruk 14,4 7,0 7,3 6,5
setelah bencana. Hanya 31,1% warga di ATL, 2,2% di ATLH, dan 9,7% di
Sama saja 46,4 61,7 67,4 83,8
wilayah pembanding yang menyatakan serupa. Hal ini terjadi pada semua
Lebih baik 39,1 31,1 25,2 9,7
kelompok, baik lansia, dewasa, bayi, dan anak-anak.
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)

140 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 SEKTOR 4: Pelayanan Sosial Dasar | 141
2. Sarana & Akses Pelayanan buruk dan sulitnya mengakses sarana pelayanan kesehatan, jelas akan
Sarana Pelayanan. Ketersediaan sarana pelayanan kesehatan di setiap menjadi faktor yang semakin memperbesar tingkat atau derajat kerentanan
desa di semua wilayah terdampak bencana Merapi 2010, umumnya sudah masyarakat.
cukup merata, baik yang dikelola oleh pemerintah maupun oleh pihak
TABEL 93: Persentase Sarana Pelayanan Kesehatan
non-pemerintah. Namun, belum semua desa memiliki sarana pelayanan
di Desa-desa Terdampak Bencana Merapi 2010
kesehatan yang dikelola oleh pemerintah, yakni Pusat Kesehatan
Masyarakat (PUSKESMAS) atau PUSKEMAS Pembantu (PUSTU), hanya Sarana Pelayanan Kesehatan ATLL ATL ATLH KONTROL
66,7% yang sudah memiliki PUSKESMAS/PUSTU dan hanya 33,3% yang
menyatakan ada tenaga dokter praktik yang siap di sana. PUSKESMAS/PUSTU 14,3 5,4 5,4 4,6
Poliklinik/Klinik Swasta, Balai
21,4 2,7 4,1 4,6
Pengobatan, BKIA
TABEL 92: Persentase Desa yang Memiliki Sarana Pelayanan Kesehatan Dokter praktik (umum,
di Wilayah Terdampak Bencana Merapi 2010 spesialis, dokter gigi, dokter 7,1 2,7 8,1 0,0
keluarga)
Sarana Pelayanan Kesehatan ATLL ATL ATLH KONTROL Bidan Desa, Bidan Praktik,
21,4 16,3 24,3 18,2
Perawat, Mantri
PUSKESMAS/PUSTU 66,7 57,1 50,0 33,3 Praktik Tradisional (Dukun,
Orang Pintar, Kyai, Shinse,
Poliklinik/Klinik Swasta, Balai 35,7 72,9 56,7 72,7
100,0 28,6 37,5 33,3 Akupuntur, Tusuk Jari, dan
Pengobatan, BKIA
sejenisnya).
Dokter praktik (umum,
spesialis, dokter gigi, dokter 33,4 28,6 25,0 0,0 Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)
keluarga)
Bidan Desa, Bidan Praktik,
100,0 100,0 100,0 100,0 Dari tabel di atas terlihat bahwa praktik pengobatan tradisional
Perawat, Mantri
Praktik Tradisional (Dukun, merupakan fasilitas layanan kesehatan yang paling banyak digunakan
Orang Pintar, Kyai, Shinse, oleh warga di semua wilayah (35,7% di ATL, 72,9% di ATL, 56,7% di
100,0 71,4 62,5 100,0
Akupuntur, Tusuk Jari, dan
sejenisnya). ATLH, dan 72,7% di wilayah pembanding). Layanan kesehatan terbanyak
setelah praktik tradisional adalah praktek paramedis swasta --bidan
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)
desa, bidan praktek, perawat dan mantri-- yaitu 21,4% di ATLL, 16,3%
di ATL, 24,3% di ATLH, dan 18,2% di wilayah pembanding. Keberadaan
Khusus tentang sarana PUSKESMAS/PUSTU, seperti halnya di ATLL, tenaga paramedis tersebut bisa menjadi potensi (kapasitas) yang dimiliki
tidak semua desa di ATL dan ATLH --juga di wilayah pembanding-- komunitas desa. Mereka dapat berperan dalam upaya membangun
memiliki atau tersedia sarana pelayanan kesehatan oleh pemerintah ini. ketangguhan masyarakat dalam ranah kesehatan, termasuk pada saat
Padahal, sarana PUSKESMAS/PUSTU merupakan sarana pelayanan menghadapi bencana.
kesehatan oleh negara yang berfungsi sebagai pusat pelayanan kesehatan
Aksesibilitas. Sarana pelayanan kesehatan yang paling sering diakses atau
strata-I, yakni mencakup pelayanan kesehatan perseorangan dan warga
digunakan adalah PUSKESMAS, yakni 47,8% di ATLL, 49,1% di ATL, dan
secara keseluruhan.
51,7% di ATLH. Hal ini menunjukkan bahwa sudah tumbuh kesadaran
Singkatnya, keberadaan sarana PUSKESMAS/PUSTU di tingkat desa untuk menggunakan sarana kesehatan yang disediakan oleh pemerintah.
adalah wujud penjaminan hak dasar warga negara akan pelayanan
Sarana kesehatan berikutnya yang paling sering diakses adalah dokter
kesehatan oleh negara. Keberadaan sarana PUSKESMAS --yang diperkuat
praktik swasta dan bidan desa. Hal ini memperkuat keyakinan bahwa
dengan sarana PUSTU dan PUSKESMAS Keliling-- di setiap pelosok negeri
masyarakat sudah sadar akan penggunaan sarana kesehatan yang
adalah salah satu persyaratan yang dibutuhkan untuk meningkatkan
berkualitas. Tingginya kunjungan ke bidan desa sangat berhubungan
ketangguhan warga menghadapi bencana. Mutu kesehatan warga yang

142 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 SEKTOR 4: Pelayanan Sosial Dasar | 143
dengan ketersediaan pelayanan bidan desa yang ada di setiap desa. Akses Program Kesehatan. Upaya pemerintah menjamin dan mewujudkan
pelayanan kesehatan dilaksanakan melalui berbagai program bantuan
TABEL 94: Persentase Sarana Pelayanan Kesehatan sosial langsung kepada masyarakat. Survei ini mencoba memotret enam
yang Paling Sering Diakses oleh Warga di Kawasan Bencana Merapi program bantuan tersebut, yaitu: [1] Asuransi Kesehatan untuk Warga
Miskin (ASKESKIN), Kartu Sehat, Jaminan Kesehatan Masyarakat
Sarana Pelayanan Kesehatan ATLL ATL ATLH KONTROL (JAMKESMAS) dan Jaminan Kesehatan Derah (JAMKESDA); [2] Jaminan
Persalinan (JAMPERSAL); [3] Beras Miskin (RASKIN); [4] Program
PUSTU 11,1 7,5 9,0 5,6
Keluarga Harapan (PKH); [5] Bantuan Langsung Tunai (BLT); dan [6]
PUSKESMAS 47,8 49,1 51,7 52,2 Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM).
Bidan Desa 16,1 13,0 8,3 3,3
Dari semua program bantuan sosial pemerintah tersebut, program
Bidan Swasta 3,9 6,2 4,3 8,9
RASKIN merupakan program yang jumlah penerima manfaatnya paling
Mantri (Paramedis) 3,3 2,3 9,0 11,1
besar, baik sebelum bencana (93,9% di ATLL, 78,2% di ATL, 82,7% di
Dokter praktik (swasta) 10,6 16,4 11,3 13,3
ATLH, dan 92,2% di wilayah pembanding) maupun saat survei ini
Klinik swasta 0,6 0,6 0,3 0,0
RS Swasta 6,1 2,5 1,0 1,1
dilaksanakan (90,6% di ATLL, 74,2% di ATL, 80,3% di ATLH, dan 92,2% di
RS Pemerintah 0,0 1,9 4,7 3,3
wilayah pembanding). Program kedua yang penerima manfaatnya paling
Lainnya 0,6 0,4 0,3 1,1 tinggi adalah ASKESKIN/Kartu Sehat/JAMKESMAS/JAMKESDA. Hal ini
menunjukkan bahwa kedua program tersebut masih merupakan program
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)
yang sangat diharapkan oleh mayoritas masyarakat.

TABEL 96: Program Bantuan Sosial Pemerintah yang Pernah Diterima Warga
di Kawasan Bencana Merapi
Jarak tempuh ke sarana kesehatan. Tabel 10 menyajikan tentang lokasi
fasilitas kesehatan yang paling sering digunakan masyarakat. Dari tabel Program Bantuan Sosial ATLL ATL ATLH KONTROL
tersebut terlihat bahwa masyarakat di ATLL lebih sering menggunakan ASKESKIN/Kartu Sehat/JAMKESMAS/JAMKESDA
fasilitas kesehatan yang ada di dalam desa (53,3%). Hal ini menunjukkan Pernah menerima 69,4 48,5 43,3 62,2
bahwa di masyarakat di wilayah ini lebih mudah mendapatkan layanan Masih menerima (saat survei) 62,2 34,4 33,3 52,2
kesehatan di dalam desanya masing-masing. Hal ini didukung dengan JAMPERSAL
jumlah fasilitas kesehatan yang lebih banyak sebagaimana disebutkan Pernah menerima 6,1 6,7 8,7 13,3
dalam tabel sebelumnya. Masih menerima (saat survei) 3,9 4,3 3,3 6,7
RASKIN
Pernah menerima 93,9 78,2 82,7 92,2
TABEL 95: Lokasi Sarana Pelayanan Kesehatan Masih menerima (saat survei) 90,6 74,2 80,3 92,2
yang Paling Sering Diakses oleh Warga di Kawasan Bencana Merapi PKH
Pernah menerima 2,8 1,7 1,7 1,1
Lokasi Sarana Pelayanan
Kesehatan
ATLL ATL ATLH KONTROL Masih menerima (saat survei) 1,7 1,0 1,0 1,1
BLT (PKPS BBM-SLT)
Di dalam desa 53,3 42,8 30,7 43,3
Pernah menerima 28,3 27,1 32,3 52,2
Di luar desa, dalam kecamatan Masih menerima (saat survei) 1,1 0,6 0,3 0,0
31,1 46,1 49,7 45,6
yang sama
PNPM
Di luar kecamatan 15,6 11,2 19,7 11,1
Pernah menerima 11.7 6,8 8,0 5,6
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah) Masih menerima (saat survei) 9,4 4,3 5,0 2,2

Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)

144 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 SEKTOR 4: Pelayanan Sosial Dasar | 145
3. Dampak Bencana pada Sarana Kesehatan 4. Upaya Pemulihan Sarana Pelayanan Kesehatan
Letusan Merapi 2010 juga telah membawa dampak pada jumlah sarana Upaya rehabilitasi dan rekonstruksi sektor kesehatan telah dilakukan
pelayanan kesehatan di semua wilayah survei. Sebelum bencana, jumlah dengan memfungsikan sarana pelayanan kesehatan, kemudahan
PUSKESMAS di desa-desa di ATLL adalah rata-rata 0,7 unit. Setelah pelayanan, dan program pemulihan kesehatan masyarakat. Meski
bencana, berkurang menjadi rata-rata 0,4 unit saja. Jumlah poliklinik demikian, dari 35 desa di wilayah survei ini diketahui bahwa program
berkurang dari rata-rata 1 unit menjadi 0,7 unit per desa. Jumlah dokter rehabilitasi dan rekonstruksi dari BNPB atau BPBD maupun pemangku
praktik berkurang dari rata-rata 0,3 menjadi nihil sama sekali (0). kepentingan lain di sektor ini, belum selesai di semua area. Hal ini
terutama tampak dari beberapa kerusakan sarana pelayanan kesehatan
Dampak terbesar kedua dialami desa-desa di ATL. Jumlah PUSKESMAS
yang belum diperbaiki atau dibangun kembali (0%) seperti sarana
berkurang dari rata-rata 0,6 menjadi 0,4 unit, dan jumlah dokter praktik
poliklinik dan dokter praktik di ATLL, bidan desa di ATL, serta
berkurang dari rata-rata 0,3 menjadi 0,2.
PUSKESMAS dan dokter praktik di ATLH.
Layanan bidan desa dan praktik pengobatan tradisional juga mengalami
Meskipun demikian, upaya pemulihan yang pernah dilaksanakan juga
gangguan. Hal ini terjadi di ATL dan ALTH, namun tidak terjadi di ATLL.
telah membuahkan hasil. Hal ini tampak pada telah selesainya rehabilitasi
dan rekonstruksi beberapa sarana PUSKESMAS dan PUSTU di ATLL,
TABEL 97: Jumlah Rata-rata Sarana Pelayanan Kesehatan di Setiap Desa poliklinik dan dokter praktik di ATL, dan poliklinik di ATLH. Hasil lain
Kawasan Merapi Sebelum Bencana dan Saat Ini (Saat Survei) yang cukup menggembirakan terlihat pada rehabilitasi dan rekonstruksi
sarana bidan desa di ATLH (71%) serta praktik pengobatan tradisional
Sarana Pelayanan Kesehatan
(unit per desa)
ATLL ATL ATLH KONTROL juga di ATLH (70%).

PUSKESMAS/PUSTU
TABEL 98: Jumlah Kerusakan Sarana Pelayanan Kesehatan dan Hasil Pemulihannya
Sebelum bencana 0,7 0,6 0,5 0,3
di Kawasan Merapi Sebelum, Sesaat Setelah Bencana, dan Saat Ini
Sesaat setelah bencana 0,4 0,4 0,4 0,3
Saat ini (saat survei) 0,7 0,5 0,4 0,7
Sarana Pelayanan Kesehatan ATLL ATL ATLH
POLIKLINIK, KLINIK SWASTA, BALAI PENGOBATAN/BKIA
Sebelum bencana 1,0 0,3 0,4 0,3 PUSKESMAS/PUSTU

Sesaat setelah bencana 0,7 0,2 0,3 0,3 Sebelum bencana 2 12 4


Saat ini (saat survei) 0,7 0,3 0,4 0,3 Sesaat setelah bencana (Rusak) 1 4 1
DOKTER PRAKTIK (UMUM, SPESIALIS, DOKTER GIGI, DOKTER KELUARGA) Sekarang, saat survei (Hasil Pemulihan) 2 11 3
Sebelum bencana 0,3 0,3 0,8 0,0 Persentase hasil pemulihan (RR) 100,00 75, 00 0,00
Sesaat setelah bencana 0,0 0,2 0,8 0,0
RUMAH SAKIT SWASTA
Saat ini (saat survei) 0,0 0,3 0,1 0,0
Sebelum bencana 0 0 1
BIDAN DESA, BIDAN PRAKTIK, PERAWAT, MANTRI
Sesaat setelah bencana (Rusak) 0 0 0
Sebelum bencana 1,0 1,7 2,3 1,3
Sekarang, saat survei (Hasil Pemulihan) 0 0 1
Sesaat setelah bencana 1,0 1,4 1,4 1,3
Saat ini (saat survei) 1,0 1,3 2,0 1,0 Persentase hasil pemulihan (RR) 0,00 0,00 0,00

PRAKTIK PENGOBATAN TRADISIONAL POLIKLINIK, KLINIK SWASTA. BALAI PENGOBATAN/BKIA


Sebelum bencana 1,7 7,7 5,3 5,3 Sebelum bencana 3 6 3
Sesaat setelah bencana 1,7 2,9 4,0 5,3 Sesaat setelah bencana (Rusak) 1 2 1
Saat ini (saat survei) 1,7 7,3 4,9 5,3 Sekarang (saat survei) 2 6 3
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah) Persentase hasil pemulihan (RR) 0,00 100,00 100,00

146 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 SEKTOR 4: Pelayanan Sosial Dasar | 147
DOKTER PRAKTIK (UMUM, SPESIALIS, DOKTER GIGI, DOKTER KELUARGA) lain, baik dalam kecamatan sendiri maupun yang berada di kecamatan
Sebelum bencana 1 6 6 lain.
Sesaat setelah bencana 1 1 5
Sekarang (saat survei) 0 6 1
Persentase hasil pemulihan (RR) 0,00 100,00 0,00
BIDAN DESA, BIDAN PRAKTIK, PERAWAT, MANTRI
Simpulan Umum & Saran
Sebelum bencana 3 36 18 Secara keseluruhan, upaya pemulihan sektor pelayanan sosial dasar,
Sesaat setelah bencana 0 8 7 khususnya sektor pendidikan dan kesehatan, di semua wilayah terpapar
Sekarang (saat survei) 3 28 16 bencana letusan Merapi 2010 dapat dikatakan cukup baik. Upaya
Persentase hasil pemulihan (RR) 0,00 0,00 71,00 pemulihan yang dilaksanakan sudah merampungkan perbaikan atau
PRAKTIK PENGOBATAN TRADISIONAL pembangunan kembali prasarana dan sarana pelayanan pendidikan dan
Sebelum bencana 5 161 42 kesehatan yang sangat dibutuhkan warga korban bencana. Meskipun,
Sesaat setelah bencana 0 101 10 belum sepenuhnya merata di semua desa.
Sekarang (saat survei) 5 154 39
Khusus untuk sektor pendidikan, perhatian masih perlu diberikan pada
Persentase hasil pemulihan (RR) 0,00 93,00 70,00
pemulihan prasarana persekolahan, khususnya SD dan SLTA di beberapa
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah) desa yang selama ini terkesan tertunda-tunda, antara lain, karena
masih adanya perbedaan pendapat antara warga dan pemerintah tentang
rencana relokasi tetap permukiman mereka. Dalam hal ini, sangat penting
5. Manfaat dan Harapan Warga menekankan prinsip-prinsip keterbukaan dan good governance, sehingga
Para warga yang diwawancarai di wilayah survei menyatakan bahwa warga merasa tidak hanya diperlakukan sebagai objek penerima bantuan,
perbaikan atau pembangunan kembali sarana pelayanan kesehatan di tetapi juga sebagai pelaku aktif yang terlibat sejak tahap perencanaan
desa-desa mereka sangat dirasakan langsung manfaatnya. Manfaat yang sampai pelaksanaan dan evaluasinya.
mereka sebutkan, antara lain: [1] mempermudah warga mengakses
Untuk sektor kesehatan, paling tidak ada lima catatan dan saran penting
pelayanan kesehatan di desanya; [2] sarana Poliklinik Desa (POLINDES)
untuk diperhatikan dalam upaya pemulihan selanjutnya di masa
sudah bisa digunakan kembali; [3] biaya kesehatan pasca bencana menjadi
mendatang, yakni: [1] jaminan ketersediaan sarana pelayanan kesehatan;
lebih murah; dan [4] adanya peningkatan pelayanan kesehatan untuk
[2] jaminan ketersediaan obat-obatan; [3] jaminan ketersediaan peralatan
warga.
kesehatan yang memadai; [4] mutu pelayanan kesehatan yang lebih baik;
Paling tidak, ada dua hal yang selalu dinyatakan oleh warga sebagai dan [5] pengadaan pelayanan rawat inap.
harapan mereka. Pertama, adanya prasarana dan sarana pelayanan
kesehatan yang lebih baik yang memungkinkan semakin optimalnya PUSTAKA
pelayanan kesehatan kepada semua warga. Selain kelaikan sarana gedung, Inter Agency Network for Education in Emergencies (2010), Minimum Standards for
ketersediaan peralatan kesehatan dan obat-obatan dirasakan masih Education: Preparedness, Response, Recover. INEE.
cukup terbatas dan tidak cukup lengkap untuk mendukung pelayanan Konsorsium Pendidikan Bencana (2011), Kerangka Kerja Sekolah Siaga Bencana. Jakarta:
kesehatan kepada warga. Kedua, perlunya dibangun semakin banyak KPB.
PUSTU, setidaknya 1 unit di setiap desa. Kebutuhan ini sangat beralasan, Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Keputusan Nomor 128/Menkes/SK/III/2004
tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat.
mengingat belum semua desa memiliki atau tersedia sarana pelayanan
-----------, Keputusan Nomor 279/Menkes/IV/2006 tentang Pedoman
PUSKESMAS atau PUSTU (rata-rata 0,3-0,7 atau kurang dari 1 unit per Penyelenggaraan Upaya Keperawatan Kesehatan Masyarakat di PUSKESMAS.
desa). Dengan kata lain, pada beberapa desa, warga setempat masih harus Undang-undang Nomor 26 Tahun 2009 tentang Kesehatan
memperoleh pelayanan kesehatan dari PUSKESMAS atau PUSTU di desa Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

148 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 SEKTOR 4: Pelayanan Sosial Dasar | 149
LINTAS SEKTOR
PERLAKUAN KHUSUS KELOMPOK RENTAN,
AKSES PELAYANAN PUBLIK &
PEMULIHAN LINGKUNGAN HIDUP
Dati Fatimah
Ni Wayan Suriastini

P enanggulangan dan pengurangan risiko bencana juga akan terkait


dengan isu-isu lintas sektoral tentang perhatian khusus pada
kelompok rentan, akses pelayanan publik, dan pemulihan lingkungan
hidup. Dalam pendekatan dan konsep penanggulangan bencana,
pengakuan akan pengaruh dan keterkaitan isu-isu lintas sektoral
ditegaskan dalam dokumen Kerangka Kerja Hyogo (Hyogo Framework
for Action, HFA). Dokumen ini, misalnya, menyebut pentingnya
mengarusutamakan (mainstreaming) isu-isu gender dan kelompok rentan
dalam seluruh rangkaian upaya penanggulangan dan pengurangan risiko
bencana. Disebutkan bahwa perspektif gender dan kelompok rentan
harus diintegrasikan dalam seluruh kebijakan manajemen risiko bencana,
perencanaan dan proses pengambilan keputusan, termasuk yang terkait
dengan pengkajian risiko, sistem peringatan dini, manajemen informasi,
serta pendidikan dan pelatihan.
Perhatian akan integrasi kelompok rentan dalam seluruh rangkaian
penanggulangan bencana, juga sejalan dengan World Disaster Report 2007
yang menegaskan bahwa kerentanan bencana menjadi penjelas mengapa
lebih banyak anak-anak, warga lanjut usia (lansia), dan perempuan
selalu berada dalam daftar teratas kelompok yang terdampak bencana.
Kurangnya perhatian pada kelompok rentan seringkali telah ada sebelum
bencana, tetapi menjadi menguat dalam keadaan bencana atau krisis.
Hal ini dapat terjadi karena terdapat kesenjangan akses dan kontrol
sumberdaya untuk pemulihan pasca bencana yang menjadikan kelompok
rentan semakin kesulitan memulihkan kehidupan mereka, sehingga lebih
DESA ARGOMULYO, CANGKRINGAN, SLEMAN, YOGYAKARTA, mungkin terpapar pada dampak bencana yang jauh lebih parah.
12 November 2010. Dua orang ibu tua asal Kepuharjo di tempat
pengungsian mereka. Tak ada sarana khusus untuk keperluan
mereka sebagai warga lanjut usia.
151
<FOTO: EDI KUSMAEDI, TRK INSIST>
Di Indonesia, isu kelompok rentan dalam penanganan bencana selama ini dari upaya-upaya pemulihan yang pernah dilaksanakan.
banyak dilihat dalam keterkaitannya dengan pentingnya perhatian akan Dalam analisis tentang akses pelayanan publik, bagian ini akan merinci
keadaan mereka pada masa darurat. Dalam UU Nomor 24 Tahun 2007 korelasinya dengan ketersediaan prasarana --yang sudah diuraikan
tentang Penanggulangan Bencana, khususnya dalam Pasal 26, disebutkan pada bagian sebelumnya-- dengan tujuan pemenuhan hak warga secara
tentang perlakuan khusus dan prioritas bagi kelompok rentan yang keseluruhan, terutama pemenuhan kebutuhan khusus kelompok-kelompok
berhak mendapatkan perlindungan sosial dan rasa aman. Ini menegaskan rentan. Aksesibilitas fisik dan non-fisik (seperti informasi dan keterlibatan
perlunya cara-cara penanganan khusus dan tepat untuk mengakomodasi warga) sangat berkaitan dengan isu pemenuhan hak warga mendapatkan
kebutuhan kelompok rentan karena fakta adanya perbedaan keadaan fisik pelayanan publik dan pemenuhan kebutuhan dasar mereka.
mereka, selain perbedaan jenis kelamin dan usia.
Terakhir, bagian ini juga akan menganalisis upaya-upaya pemulihan
Recana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana Merapi lingkungan hidup yang terkait dengan upaya penanganan bencana. Dalam
2010 juga menekankan pentingnya perhatian akan kelompok rentan, banyak hal, masalah-masalah lingkungan hidup ini sangat erat berkaitan
mencakup rehabilitasi dan perlindungan sosial anak, pembangunan panti dengan isu-isu kesehatan dan ketangguhan warga korban bencana untuk
asuhan, dan penyuluhan untuk pengarusutamaan gender, termasuk di memulihkan penghidupan mereka dalam jangka panjang.
dalamnya adalah mitigasi dengan memperhatikan akses bagi pelayanan
kebutuhan dasar mereka yang khas. Penekanan ini merupakan kemajuan
karena menggambarkan transisi dan pengakuan akan isu-isu khusus
kelompok rentan yang perlu diperhatikan dalam penanggulangan A. Perlakuan Khusus Kelompok Rentan
bencana. Walaupun demikian, satu catatan penting yang masih tersisa
dari kebijakan ini adalah belum munculnya pengakuan akan kapasitas Kelompok-kelompok rentan yang didefinisikan dalam survei ini mencakup
dan keterlibatan kelompok rentan dalam manajemen risiko bencana di warga bayi dan anak-anak, lansia, perempuan hamil dan kelompok difabel
berbagai aras. (penyandang disabilitas). Sebagai catatan, karena ketersediaan data yang
ada, belum memungkinkan untuk memasukkan beberapa kelompok rentan
Bagian ini akan menyajikan analisis isu-isu yang berkaitan dengan
yang lain seperti kelompok transgender di dalam analisis. Begitu pula
kelompok rentan, akses pelayanan publik, dan pemulihan lingkungan
untuk kelompok penyandang disabilitas, sebagian informasi dan data
hidup dalam keseluruhan upaya rehabilitasi dan rekonstruksi pasca
yang digali sudah menyajikan gambaran keadaan kelompok penyandang
bencana Merapi 2010. Sebagai bagian yang menggali isu-isu lintas sektor,
disabilitas ini walaupun informasinya masih terbatas.
bagian ini sebetulnya menjadi bagian tak terpisahkan dari analisis yang
sudah disajikan pada bagian-bagian sebelumnya tentang isu-isu sektoral,
sehingga analisis pada bagian ini diharapkan akan melengkapi analisis 1. Keterlibatan dalam Proses Pengambilan Keputusan
yang sudah disajikan sebelumnya. Sebagai analisis terhadap isu-isu
Salah satu mekanisme terpenting dalam proses pembuatan kebijakan
lintas sektoral, sebagian data yang sudah disajikan pada analisis sektoral
publik saat ini adalah Musyawarah Perencanaan Pembangunan
sebelumnya, sangat mungkin ditampilkan lagi di bagian ini, namun
(MUSRENBANG) yang dilaksanakan secara bertahap mulai dari
dengan pendekatan dan cara analisis yang berbeda. Sebagai contoh,
aras terbawah (dusun, desa) sampai ke aras tertinggi (nasional).
dalam analisis isu gender di bidang pendidikan, data keadaan pendidikan
MUSRENBANG --yang diselenggarakan setiap tahun-- dimaksudkan
warga dan perubahannya akan ditampilkan kembali, tetapi fokus
sebagai wadah bagi seluruh warga untuk terlibat dalam proses-proses
analisisnya lebih ditujukan secara lebih rinci pada perbedaan keadaannya
pembuatan kebijakan publik tentang kebutuhan pembangunan daerah
antar jenis kelamin, kelompok umur dan juga kelompok berkebutuhan
mereka.
khusus. Lebih jauh, bagian ini juga akan menguraikan sejauh mana
perubahan-perubahan yang terjadi memiliki hubungan (korelasi) dengan Survei ini menemukan bahwa di semua desa yang disurvei, sebanyak
konstruksi sosial tentang kelompok-kelompok rentan tersebut, siapa yang 23% warga di ATLL dan ATL menyatakan berpartisipasi dalam
menanggung dampak lebih berat, dan siapa yang mendapatkan manfaat MUSRENBANG di desa mereka masing-masing. Keadaan ini jauh

152 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 LINTAS SEKTOR: Perlakuan Khusus, Akses Pelayanan Publik & Pemulihan Lingkungan Hidup | 153
lebih tinggi dibandingkan dengan di ATLH dan wilayah pembanding mencapai 33%, sedangkan partisipasi kaum lansia hanya sepertiganya,
yang hanya berkisar 5-7%. Sebanyak 60% warga di ATLL menyatakan bahkan kaum difabel sama sekali tidak berpartisipasi. Di ATL, ATLH, dan
MUSRENBANG membahas keperluan akan pengurangan risiko bencana, wilayah pembanding, partisipasi kelompok rentan ini jauh lebih rendah
jauh lebih tinggi dibanding di daerah lain, bahkan hanya 13% warga lagi, bahkan di bawah 1%.
di wilayah pembanding yang menyatakan hal yang sama. Partisipasi
perempuan dalam MUSRENBANG juga tertinggi (sekitar 14%) di ATLL, TABEL 100: Partisipasi Kelompok Rentan dalam Diskusi Tanggap Bencana
sementara yang terendah (6%) adalah di ATLH. Meskipun demikian, di Wilayah Terpapar Bencana Merapi 2010
secara keseluruhan, sebenarnya masih sangat rendah di semua daerah,
karena semuanya masih di bawah 15%. Partisipasi dalam
Diskusi Tanggap Bencana
ATLL ATL ATLH KONTROL
Partisipasi kelompok rentan lainnya, kaum difabel dan kelompok lansia,
jauh lebih rendah lagi di semua daerah, kurang dari 2%. Keterbatasan Ada diskusi tanggap bencana di
58,89 29,31 30,00 32,33
desa
fisik kaum difabel dan lansia ini merupakan penyebab utama. Karena itu,
Yang hadir dalam diskusi:
masih dibutuhkan adanya suatu strategi khusus pula yang memungkinkan
tersedianya keramahan lingkungan fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan Perempuan 33,33 11,58 11,67 14,42
bagi mereka --sebagaimana tercantum dalam Rencana Aksi Madrid 2002 Penyandang Disabilitas (Difabel) 0,00 0,56 0,33 0,78
tentang Kelanjutusiaan-- agar dapat lebih terlibat dalam proses-proses
Lansia 11,67 3,61 4,67 5,19
MUSRENBANG.
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)

TABEL 99: Partisipasi Kelompok Rentan dalam MUSRENBANG


di Wilayah Terpapar Bencana Merapi 2010 Sama halnya dengan penyelenggaraan pertemuan atau musyawarah
mengenai potensi dampak risiko bencana. Selain masih sangat jarang
Partisipasi dalam MUSRENBANG ATLL ATL ATLH KONTROL dilaksanakan, partisipasi kelompok rentan di dalamnya juga masih
sangat rendah. Bahkan, persentasenya di ATLL lebih rendah (hanya 7%)
Ada MUSRENBANG membahas dibanding dengan partisipasi mereka dalam MUSRENBANG (lihat lagi
60,98 52,35 27,78 13,33
pengurangan risiko bencana
Tabel 99).
Anggota keluarga warga yang
22,78 23,61 18,00 16,67
berpartisipasi:
Perempuan 13,89 8,33 6,00 8,99
Penyandang Disabilitas (Difabel) 0,56 0,14 0,00 0,23
TABEL 101: Partisipasi Kelompok Rentan dalam Pertemuan dan Musyawarah
Lansia 1,67 1,25 1,33 1,47
Potensi Dampak Risiko Bencana di Wilayah Terpapar Bencana Merapi 2010
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)
Partisipasi dalam
Pertemuan & Musyawarah
ATLL ATL ATLH KONTROL

Masih belum semua desa melakukan diskusi warga tentang kesiapan Ada pertemuan/musyawarah
63,89 34,31 29,67 35,81
diselenggarakan di desa
mereka terhadap bencana. Di ATLL, hanya 59% desa yang sudah
Yang hadir dalam pertemuan/musyawarah:
melakukannya, sementara di daerah lain keadaaanya hampir sama. Ini
Perempuan 31,11 11,94 8,33 13,57
mengisyaratkan bahwa perencanaan dalam bentuk dikusi antar warga
Penyandang Disabilitas (Difabel) 0,56 0,42 0,33 0,62
masih jarang dilaksanakan. Partisipasi kelompok rentan dalam diskusi-
Lansia 6,67 3,19 4,67 4,11
diskusi antar warga tentang tanggap bencana yang pernah dilaksanakan
tersebut, juga masih rendah. Di ATLL, partisipasi perempuan baru Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)

154 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 LINTAS SEKTOR: Perlakuan Khusus, Akses Pelayanan Publik & Pemulihan Lingkungan Hidup | 155
Baru 31-37% desa-desa di wilayah terdampak bencana Merapi 2010 di ATLL justru berkurang sampai separuhnya, sementara di ATL justru
yang memiliki peraturan tentang penanggulangan bencana. Di ATLL bertambah dua kali lipat. Dibandingkan dengan saat pertemuan atau
dan ATLH, setiap pertemuan yang diadakan untuk membahas tentang musyawarah, partisipasi perempuan dalam kegiatan pelatihan ini lebih
penanggulangan bencana, selalu dihadiri oleh kaum perempuan, tetapi rendah. Di ATLL, hanya 27% sebelum bencana terjadi dan hanya 5%
tidak ada yang mewakili kaum difabel dan kelompok lansia. Di ATL dan setelah bencana. Sama halnya dengan partisipasi kaum difabel dan
wilayah pembanding, perempuan yang hadir dalam pertemuan paling kelompok lansia. Pola atau kecenderungan yang sama juga ditemui di
banyak dua pertiga dari jumlah pertemuan yang diadakan, tetapi selalu ATL, ATLH, dan wilayah pembanding.
ada perwakilan kaum difabel dan kelompok lansia, meskipun juga tingkat
keterwakilannya masih rendah (masing-masing 6-10% dan 3-5%). TABEL 103: Partisipasi Kelompok Rentan dalam Pelatihan Menghadapi Bencana di
Wilayah Terpapar Bencana Merapi 2010
TABEL 102: Partisipasi Kelompok Rentan dalam Pembentukan Peraturan Desa
tentang Penanggulangan Bencana di Wilayah Terpapar Bencana Merapi 2010 Partisipasi dalam
Pembentukan Peraturan Desa
ATLL ATL ATLH KONTROL

Partisipasi dalam
Pembentukan Peraturan Desa
ATLL ATL ATLH KONTROL Ada pelatihan menghadapi bencana diselenggarakan di desa:
Sebelum bencana 64,44 14,17 11,00 19,92
Ada peraturan desa tentang
33,33 33,33 37,50 31,43 Setelah bencana sampai sekarang 34,44 27,78 10,67 23,02
penanggulangan bencana
Yang berpartisipasi: Yang berpartisipasi dalam pelatihan sebelum bencana:
Perempuan 33,33 14,29 37,50 20,00 Perempuan 27,22 4,58 4,33 7,75
Penyandang Disabilitas (Difabel) 0,00 4,76 0,00 2,86 Penyandang Disabilitas (Difabel) 3,33 0,28 0,00 0,85
Lansia 0,00 9,52 0,00 5,71 Lansia 14,44 2,36 3,00 4,34

Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah) Yang berpartisipasi dalam pelatihan setelah bencana sampai sekarang:
Perempuan 5,00 9,58 2,00 6,67
Penyandang Disabilitas (Difabel) 0,00 0,83 0,00 0,54
Lansia 0,56 5,56 0,33 3,33
2. Pendidikan & Penyebarluasan Infromasi Kebencanaan
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)
Pendidikan dan pelatihan kebencanaan sangat penting dalam
mempersiapkan warga menghadapi bencana. Pendidikan dan pelatihan
kebencanaan ini adalah bagian yang tak bisa dipisahkan dari keseluruhan Tim Siaga Bencana ditemukan ada di semua desa di ATLL, tetapi hanya
upaya penanggulangan bencana secara terpadu. Karena itu, keterlibatan 86-88% di desa-desa di ATL dan ATLH, sementara di wilayah pembanding
kelompok rentan di dalamnya perlu mendapat perhatian khusus, karena hanya mencapai 67% desa. Informasi ini diberikan secara rinci oleh staf
merekalah sesungguhnya yang paling rawan menghadapi risiko setiap pemerintahan desa-desa tersebut, termasuk jumlah anggotanya masing-
bencana. masing. Anggota Tim Siaga Bencana di setiap desa atau kategori wilayah
Survei ini menemukan bahwa kegiatan pelatihan menghadapi bencana terdampak bencana cukup beragam. Tim Siaga Bencana di desa-desa di
lebih banyak dilaksanakan di ATLL dibandingkan dengan di ATL, ATLH, ATLL mencatat jumlah terbanyak, mencapai 60 orang, disusul oleh desa-
dan wilayah pembanding. Sebanyak 64% warga yang diwawancarai desa di ATLH sebanyak 42 orang. Jumlah anggota Tim Siaga Bencana di
di ATLL mengatakan pernah ada pelatihan kebencanaan di desa desa-desa ATL dan wilayah pembanding lebih sedikit, hanya berkisar
mereka sebelum terjadinya letusan Merapi 2010. Hanya berkisar 11- 28-30 orang. Jumlah perempuan anggota Tim Siaga Bencana tertinggi
14% menyatakan hal yang sama di ATL dan ATLH, dan 20% di wilayah di semua desa hanya sekitar 24-28%, terendah di desa-desa ATLH yang
pembanding. Setelah bencana terjadi, penyelenggaraan pelatihan serupa mencapai hanya 14%.

156 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 LINTAS SEKTOR: Perlakuan Khusus, Akses Pelayanan Publik & Pemulihan Lingkungan Hidup | 157
TABEL 104: Partisipasi Warga dalam Tim Siaga Bencana Menurut Gender 3. Peran Perempuan di Ranah Produktif & Domestik
di Wilayah Terpapar Bencana Merapi 2010
Stereotip tentang peran kaum perempuan juga masih cukup kuat
Partisipasi dalam ditemukan di desa-desa yang disurvei. Di desa-desa ATLL, ATL, dan
ATLL ATL ATLH KONTROL
Tim Siaga Bencana ATLH, 19-24% warga yang diwawancarai menyatakan bahwa hal-hal
Ada Tim Siaga Bencana di desa 100,00 85,71 87,50 66,67
penting dalam keluarga masih diputuskan oleh kepala rumah tangga
yang umumnya adalah lelaki. Terdapat 39-55% warga yang menyatakan
Anggota Tim:
keputusan keluarga diambil bersama oleh lelaki (suami) dan perempuan
Jumlah (dari total warga) 60,33 27,82 42,29 30,50
(istri). Di desa-desa wilayah pembanding, keadaannya kurang lebih sama
Laki-laki 43,67 20,47 36,14 26,83
di mana lelaki --sebagai kepala keluarga-- menentukan sebanyak 34-37%
Perempuan 16,67 6,76 5,86 7,62
keputusan-keputusan yang terkait dengan pendidikan dan kesehatan
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah) keluarga, sementara 38-39% menyatakan dilakukan sebagai keputusan
bersama. Dalam hal keputusan tentang waktu yang dipergunakan untuk
kegiatan-kegiatan kemasyarakatan dan untuk bekerja, keadaannya lebih
Penyebarluasan (diseminasi) informasi mengenai pengurangan risiko memprihatinkan. Dalam hal ini, peran lelaki (suami) lebih dominan, hanya
bencana tidak hanya dilakukan lewat media pertemuan masyarakat atau sekitar 21-25% diambil sebagai keputusan pasangan suami-istri di desa-
kegiatan-kegiatan komunal, tetapi juga dapat dilakukan lewat kegiatan- desa di semua kategori wilayah terdampak bencana, kecuali di wilayah
kegiatan khusus untuk kelompok rentan (perempuan, anak-anak, pembanding yang sedikit lebih besar, mencapai 3744%.
lansia, dan kaum difabel), misalnya, melalui kegiatan-kegiatan berkala
tetap Kelompok Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (PKK). Diseminasi
informasi kebencanaan ke sekolah-sekolah merupakan media sosialisasi TABEL 106: Pengambilan Keputusan dalam Keluarga Warga
yang paling banyak dilakukan oleh staf pemerintahan desa. Namun, di Wilayah Terpapar Bencana Merapi 2010
intensitasnya lebih rendah di ATL dan ATLH, hanya sekitar 50%, tidak
sebanyak yang dilaporkan dilakukan di ATLL, sedangkan di wilayah Pengambil Keputusan dalam Hal: ATLL ATL ATLH KONTROL
pembanding hanya mencapai 33%. Diseminasi lewat kegiatan PKK hanya
36% di ATLL, 25% di ATL, 14% di ATLH, bahkan hanya 10% di wilayah PENDIDIKAN
pembanding. Kepala keluarga (suami, bapak) 18,89 18,47 21,00 36,67
Pasangan kepala keluarga (istri, ibu) 5,00 3,61 3,33 3,33
Kepala keluarga & pasangannya 55,00 46,39 51,00 38,89
Bersama seluruh anggota keluarga 14,44 22,50 16,33 10,00
TABEL 105: Penyebarluasan Informasi Kebencanaan
Anggota lain keluarga (kakek-nenek,dll) 1,11 25,97 13,67 10,00
di Wilayah Terpapar Bencana Merapi 2010
Bukan anggota keluarga pati (kerabat) 1,67 1,25 2,33 2,22

Sasaran Penyebarluasan Informasi ATLL ATL ATLH KONTROL Anggota keluarga masing-masing *) 3,89 5,28 3,67 4,44
KESEHATAN
Sekolah-sekolah 100,00 47,62 50,00 33,33 Kepala keluarga (suami, bapak) 24,4 19,17 19,33 34,44
Pasangan kepala keluarga (istri, ibu) 6,11 6,11 5,67 5,56
Pertemuan Warga 60,56 27,78 37,33 13,33
Kepala keluarga & pasangannya 52,78 49,58 55,33 37,78
Kelompok Pemuda 43,33 27,50 21,00 7,78 Bersama seluruh anggota keluarga 8,89 17,78 13,36 13,33
Kegiatan Keagamaan 51,11 37,22 28,67 16,67 Anggota lain keluarga (kakek-nenek,dll) 0,56 1,25 1,33 2,22
Kelompok PKK 36,11 25,97 13,67 10,00 Bukan anggota keluarga pati (kerabat) 2,22 1,39 1,00 4,44
Anggota keluarga masing-masing *) 5,00 4,72 3,67 2,22
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)

158 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 LINTAS SEKTOR: Perlakuan Khusus, Akses Pelayanan Publik & Pemulihan Lingkungan Hidup | 159
WAKTU YANG DIGUNAKAN UNTUK KEGIATAN KEMASYARAKATAN KEPALA SEKSI (KASI) PEMERINTAHAN
Kepala keluarga (suami, bapak) 26,67 25,83 21,00 36,67 Laki-laki 100,00 100,00 100,00 100,00
Pasangan kepala keluarga (istri, ibu) 3,33 2,50 1,33 0,00 Perempuan 0,00 0,00 0,00 0,00
Kepala keluarga & pasangannya 38,89 41,53 41,33 28,89 KEPALA SEKSI (KASI) KESEJAHTERAAN RAKYAT
Bersama seluruh anggota keluarga 7,22 9,44 11,67 4,44 Laki-laki 100,00 100,00 85,71 100,00
Anggota lain keluarga (kakek-nenek,dll) 0,00 0,56 0,67 1,11 Perempuan 0,00 0,00 14,29 0,00
Bukan anggota keluarga pati (kerabat) 0,56 0,00 0,33 0,00 KEPALA URUSAN (KAUR) PEMBANGUNAN
Anggota keluarga masing-masing *) 23,3 20,14 23,67 28,89 Laki-laki 100,00 100,00 100,00 100,00
SUAMI/ISTRI UNTUK BEKERJA Perempuan 0,00 0,00 0,00 0,00
Kepala keluarga (suami, bapak) 25,00 25,28 29,00 44,44 KEPALA URUSAN (KAUR) KEUANGAN
Pasangan kepala keluarga (istri, ibu) 1,11 1,81 0,67 1,11 Laki-laki 100,00 68,75 50,00 100,00
Kepala keluarga & pasangannya 52,22 54,86 48,67 33,33 Perempuan 0,00 31,25 50,00 0,00
Bersama seluruh anggota keluarga 5,56 7,50 9,67 2,22 KEPALA URUSAN (KAUR) UMUM
Anggota lain keluarga (kakek-nenek,dll) 0,00 0,69 0,33 3,33 Laki-laki 100,00 84,21 75,00 0,00
Bukan anggota keluarga pati (kerabat) 0,56 0,42 1,33 2,22
Perempuan 0,00 15,79 25,00 100,00
Anggota keluarga masing-masing *) 15,56 9,44 10,33 13,33
KETUA PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN KELUARGA (PKK)
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah) Laki-laki 0,00 0,00 0,00 0,00
*) Dalam kasus jika dalam satu rumah terdapat beberapa keluarga pati Perempuan 100,00 100,00 100,00 100,00

Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)

Peran perempuan di ranah produktif atau publik juga masih terbatas,


umumnya hanya terlibat dalam hal-hal yang berkaitan dengan Salah satu yang diidentifikasi sebagai masalah yang paling sering
kegiatan keperempuanan, misalnya, dalam Kelompok PKK. Dalam hal dihadapi oleh kaum perempuan untuk berpartisipasi di ranah produktif
penyelenggaraan pemerintahan desa, perempuan umumnya lebih sering adalah akses modal dari lembaga perbankan yang masih terbatas. Hal
ditempatkan pada jabatan-jabatan stereotip pula, misalnya, sebagai Kepala yang sama terlihat juga di desa-desa terpapar bencana Merapi 2010. Secara
Urusan (KAUR) Keuangan. Di desa-desa ATL dan ATLH, perempuan keseluruhan, rata-rata hanya sekitar 31-39% kaum perempuan dinyatakan
yang terlibat langsung dalam penyelenggaraan pemerintahan desa hanya bisa meminjam uang dari lembaga jasa keuangan tanpa persyaratan harus
mencapai 1650%. Di ATLL dan wilayah pembanding, malah tak terlihat ada persetujuan suami terlebih dahulu, sementara yang bisa meminjam
sama sekali. hanya jika ada persetujuan suami meningkat 18-25%.

TABEL 107: Komposisi Gender dalam Jabatan Publik Pemerintahan Desa


di Wilayah Terpapar Bencana Merapi 2010 TABEL 108: Akses Perempuan terhadap Sumber Modal Perbankan
di Wilayah Terpapar Bencana Merapi 2010
Jabatan Publik
dalam Pemerintahan Desa
ATLL ATL ATLH KONTROL
Akses Perempuan untuk Meminjam
Modal Usaha dari Bank
ATLL ATL ATLH KONTROL
KEPALA DESA
Laki-laki 100,00 80,95 100,00 100,00 Boleh meminjam tanpa syarat harus ada
32,22 39,31 32,67 31,11
Perempuan 0,00 19,05 0,00 0,00 persetujuan suami

SEKRETARIS DESA Boleh meminjam dengan syarat harus


57,22 51,53 54,33 48,89
ada persetujuan suami
Laki-laki 100,00 100,00 100,00 100,00
Perempuan 0,00 0,00 0,00 0,00 Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)

160 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 LINTAS SEKTOR: Perlakuan Khusus, Akses Pelayanan Publik & Pemulihan Lingkungan Hidup | 161
4. Kelompok Rentan dalam Masa Darurat 4.2. Prioritas Penanganan bagi Kelompok Rentan
4.1. Pengambilan Keputusan Mengungsi Khususnya pada saat evakuasi, di sebagian wilayah yang disurvei, telah
dilakukan upaya-upaya untuk mendahulukan kelompok rentan dalam
Salah satu langkah terpenting dalam keadaan darurat bencana adalah
proses evakuasi. Di ATLL, hampir semua warga (93,89%) menyatakan hal
tindakan penyelamatan diri, termasuk di antaranya adalah keputusan
itu dan separuh warga (55,14%) di ATL menyatakan hal yang sama. Di
yang sangat crucial untuk mengungsi ke tempat yang lebih aman. Survei
ATLH, angkanya lebih kecil, kurang dari separuh warga (hanya 43,00%).
ini menemukan bahwa di tingkat rumah tangga, keputusan untuk
mengungsi lebih banyak di tentukan bersama oleh lelaki (suami, ayah)
dan perempuan (istri, ibu). Ini terjadi di semua kategori wilayah terpapar TABEL 110: Prioritas Kelompok Rentan dalam Evakuasi Bencana
bencana, walaupun di wilayah pembanding angkanya berbanding tipis di Wilayah Terpapar Bencana Merapi 2010
dengan keputusan yang ditentukan sepihak oleh suami atau kepala rumah Prioritas Kelompok Rentan dalam
tangga (38,89 dibandingkan 36,67%). Evauasi Bencana
ATLL ATL ATLH KONTROL

Adalah menarik bahwa proses pengambilan keputusan mengungsi Ada prioritas bagi kelompok rentan 93,89 55,14 43,00 53,95
tersebut bukan hanya melibatkan pasangan suami-istri (ayah-ibu), namun Yang diberi prioritas utama:
juga melibatkan anggota keluarga yang lain, termasuk anak-anak. Di Lanjut usia 98,33 88,47 92,00 89,38
semua desa yang disurvei, keputusan bersama seluruh anggota keluarga
Anak-anak 76,11 70,97 72,00 71,40
ini ternyata cukup tinggi, yaitu sebanyak 22,50%. Ini bisa menjadi indikasi
Perempuan 12,78 25,83 27,00 23,49
bahwa proses konsultasi yang melibatkan anggota rumah tangga yang lain
Penderita penyakit serius 8,33 15,14 12,33 13,49
sudah mulai terbangun. Namun, di tiga wilayah yang lain, pengambilan
keputusan bersama seluruh anggota keluarga ini belum terlampau banyak. Ibu hamil 51,11 32,92 16,67 30,54
Orang cacat 5,56 9,17 8,67 8,37

Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)


TABEL 109: Pengambilan Keputusan Keluarga untuk Mengungsi
di Wilayah Terpapar Bencana Merapi 2010
Kelompok-kelompok yang dikategorikan sebagai kelompok rentan dan
sudah mendapatkan prioritas perlakuan khusus, juga beragam di tiga
Pengambil Keputusan Mengungsi atau kategori wilayah terdampak. Kelompok lansia dan anak-anak dinyatakan
Tidak Mengungsi
ATLL ATL ATLH KONTROL
sebagai kelompok prioritas utama, tetapi para penderita penyakit serius,
penyandang disabilitas, dan perempuan, belum mendapatkan prioritas
Kepala keluarga (suami, bapak) 18,89 18,47 21,00 36,67
yang memadai. Untuk para penyandang disabilitas, misalnya, prioritasnya
Pasangan kepala keluarga (istri, ibu) 5,00 3,61 3,33 3,33 masih sangat rendah, hanya 5,56% di ATLL, 9,17% di ATL, dan 8,67% di
ATLH. Begitu juga dengan mereka yang menderita penyakit serius, hanya
Kepala keluarga & pasangannya 55,00 46,39 51,00 38,89
8,33% di ATLL, 15,14% di ATL, dan 12,33% di ATLH. Sedikit berbeda
Bersama seluruh anggota keluarga 14,44 22,50 16,33 10,00 adalah perlakuan untuk ibu hamil yang memperoleh prioritas jauh lebih
Anggota lain keluarga (kakek-nenek,dll) 1,11 2,50 2,33 4,44 tinggi, terutama di ATLL yang mencapai 51,11%, tetapi lebih rendah di
ATL dan ATLH, masing-masing hanya 32,92% dan 16,67%.
Bukan anggota keluarga pati (kerabat) 1,67 1,25 2,33 2,22

Anggota keluarga masing-masing *) 3,89 5,28 3,67 4,44 4.3. Ketersediaan Sarana Khusus di Tempat Pengungsian
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah) Aspek penting lain dari pengakuan akan pentingnya prioritas bagi
*) Dalam kasus jika dalam satu rumah terdapat beberapa keluarga pati kelompok rentan juga bisa dilihat dari ketersediaan prasarana dan sarana

162 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 LINTAS SEKTOR: Perlakuan Khusus, Akses Pelayanan Publik & Pemulihan Lingkungan Hidup | 163
pendukung di tempat pengungsian untuk memenuhi kebutuhan khusus sekali sarana khusus untuk kaum lansia, penderita disabilitas, dan juga
mereka. anak-anak.

TABEL 111: Ketersediaan Sarana Khusus di Tempat Pengungsian


di Wilayah Terpapar Bencana Merapi 2010 4.4. Dampak Bencana terhadap Kelompok Rentan
Juga penting dalam penanganan bencana adalah perhatian untuk
Sarana Khusus di Tempat Pengungsian ATLL ATL ATLH KONTROL
mempertimbangkan dampak bencana yang dihadapi oleh kelompok
MCK laki-laki dan perempuan terpisah 28,33 18,89 7,33 16,20 rentan. Dampak ini seringkali menjadi lebih berat dan bahkan berlipat bagi
MCK dianggap aman untuk perempuan 89,83 93,72 94,34 92,65
kelompok rentan karena berbagai aspek kesenjangan dan keterpinggiran
mereka selama ini dalam berbagai proses pengambilan keputusan.
Ada tempat khusus untuk lansia 25,97 18,34 6,56 19,62
Berikut akan disajikan hasil survei yang menguraikan dampak bencana
Ada tempat khusus ibu hamil/menyusui 32,58 23,87 6,56 24,65
yang dihadapi oleh kelompok rentan, khususnya di sektor pendidikan,
Ada tempat khusus untuk anak-anak 29,78 20,85 9,84 22,29 kesehatan, dan ekonomi (lapangan kerja dan pendapatan) keluarga.
Ada pelayanan kesehatan ibu hamil 92,13 73,62 44,26 75,98
Dampak bencana bagi anak-anak bisa terjadi baik karena aspek fisik dan
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah) biologisnya (secara alamiah, anak-anak masih dalam tahap bertumbuh dan
secara fisik belum sekuat orang dewasa), maupun karena aspek non-fisik
Tabel di atas memperlihatkan sebagian besar sarana MCK di tempat (seperti terbatasnya keterlibatan mereka dalam pengambilan keputusan).
pengungsian belum dipisahkan antara MCK untuk laki-laki dan untuk Hal yang sama juga bisa ditemui pada kelompok usia remaja, karena
perempuan. Hanya 28,33% sarana MCK di ATLL yang sudah dipisahkan, dianggap belum cukup dewasa dan belum bisa mewakili dirinya sendiri
hanya 18,89% di ATL, dan hanya 7,33% di ATLH. Sedikitnya jumlah MCK dalam berbagai proses pengambilan keputusan.
yang terpisah ini berbanding terbalik dengan pandangan tentang seberapa
4.4.1. Pada Bayi (0-5 tahun)
aman MCK yang ada bagi perempuan. Sarana MCK yang tidak terpisah
sering dihubungkan dengan meningkatnya risiko pelecehan seksual yang Tabel berikut memperlihatkan dampak bencana pada kesehatan fisik bayi
kerap dihadapi oleh perempuan. Hasil survei ini menunjukkan bahwa usia 0-5 tahun. Di ATLL, misalnya, lebih sedikit (29.17%) bayi dan balita
sebagian besar atau hampir semua warga di semua kategori wilayah yang kondisinya sekarang lebih baik dibanding sesaat setelah bencana.
terdampak bencana menyatakan bahwa MCK di tempat pengungsian Sebaliknya, 37,50% orangtua mengaku keadaan bayi-bayi mereka sekarang
mereka sudah aman bagi perempuan. Di ATLL, 89,83% warga menyatakan lebih baik dari sebelum bencana. Di ATLH, hanya 34,04% orangtua
demikian, 93,72% di ATL, dan 94,34% di ATLH. Temuan yang cukup mengakui hal yang sama, 42,55% justru mengaku bahwa keadaannya
kontroversial ini perlu penggalian lebih lanjut, khususnya terkait dengan sekarang lebih baik dari dibanding sebelum bencana.
korelasi antara MCK dengan isu kekerasan dan pelecehan seksual bagi
kaum perempuan. Dalam berbagai konteks, isu ini seringkali tidak
serta merta bisa diuraikan hanya dengan satu pertanyaan tunggal. Isu TABEL 112: Keadaan Kesehatan Fisik Bayi
keamanan dan pelecehan seksual bagi perempuan, seringkali perlu digali di Wilayah Terpapar Bencana Merapi 2010
dengan berbagai pendekatan, karena umumnya masih dianggap sebagai
Keadaan Kesehatan Fisik ATLL ATL ATLH KONTROL
masalah pribadi dan rahasia.
BAYI PEREMPUAN
Temuan lain adalah kebutuhan akan sarana khusus untuk kelompok
Keadaan sekarang (saat survei) dibanding sebelum bencana:
rentan lainnya. Di semua tempat pengungsian di semua kategori wilayah
Lebih buruk 4,17 4,17 2,17 7,14
terpapar bencana, hanyalah ditemukan ketersediaan layanan kesehatan
khusus bagi ibu hamil, sebanyak 92,13% di ATLL, 73,62% di ATL, dan Sama saja 58,33 70,83 67,39 64,29

hanya 44,26% di ATLH. Tidak cukup tersedia atau bahkan tak ada sama Lebih baik 37,50 25,00 30,43 28,57

164 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 LINTAS SEKTOR: Perlakuan Khusus, Akses Pelayanan Publik & Pemulihan Lingkungan Hidup | 165
TABEL 114: Keadaan Kesehatan Mental/Psikologis Bayi
Keadaan sekarang (saat survei) dibanding sesaat setelah bencana:
di Wilayah Terpapar Bencana Merapi 2010
Lebih buruk 12,50 2,78 2,17 7,14
Sama saja 58,33 63,89 67,39 64,29
Lebih baik 29,17 33,33 30,43 28,57
Keadaan Kesehatan Mental ATLL ATL ATLH KONTROL
BAYI LAKI-LAKI
BAYI PEREMPUAN
Keadaan sekarang (saat survei) dibanding sebelum bencana:
Keadaan sekarang (saat survei) dibanding sebelum bencana:
Lebih buruk 6,67 10,23 4,26 0,00
Lebih buruk 12,50 6,94 2,22 0,00
Sama saja 46,67 67,05 53,19 55,56
Lebih baik 46,67 22,73 42,55 44,44 Sama saja 54,17 69,44 84,44 92,86

Keadaan sekarang (saat survei) dibanding sesaat setelah bencana: Lebih baik 33,33 23,61 13,33 7,14
Lebih buruk 6,67 2,27 4,26 0,00 Keadaan sekarang (saat survei) dibanding sesaat setelah bencana:
Sama saja 33,33 68,18 61,70 55,56 Lebih buruk 8,33 5,63 0,00 0,00
Lebih baik 60,00 29,55 34,04 44,44 Sama saja 62,50 65,20 80,00 100,00

Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah) Lebih baik 29,17 28,17 20,00 0,00
BAYI LAKI-LAKI
Jumlah keluarga dengan balita bergizi buruk juga masih ditemukan di tiga Keadaan sekarang (saat survei) dibanding sebelum bencana:
wilayah survei, kecuali di wilayah pembanding. Memang angkanya sangat Lebih buruk 13,33 10,23 0,00 0,00
kecil, hanya 0,56% di ATLL yang memiliki balita dengan gizi buruk. Sama saja 60,00 67,05 65,96 66,67
Keadaan yang paling rendah adalah di ATL, hanya 0,14%. Lebih baik 26,67 22,73 34,04 33,33
Keadaan sekarang (saat survei) dibanding sesaat setelah bencana:
TABEL 113: Jumlah Keluarga dengan Balita Bergizi Buruk
Lebih buruk 0,00 2,27 2,13 0,00
di Wilayah Terpapar Bencana Merapi 2010
Sama saja 70,00 62,50 65,96 66,67
Keluarga dengan Bayi Bergizi Buruk ATLL ATL ATLH KONTROL Lebih baik 30,00 35,23 31,91 33,33
Ya (ada) 0,56 0,14 0,33 0,00 Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)
Tidak (tidak ada) 39,44 37,10 42,33 33,33
Tidak ada balita 60,00 62,75 57,33 66,67

Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)


4.4.2. Pada Anak-anak & Remaja (6-15 tahun)
Dalam keadaan bencana, aspek kesehatan mental atau psikologis juga Perbaikan kesehatan fisik pada kelompok anak dan remaja (usia 6-15
penting bagi bayi, terutama karena trauma dan keterbatasan ekspresi tahun) juga ditemukan di semua wilayah survei, baik pada anak
trauma mereka seringkali menjadi masalah yang tidak sederhana. Data perempuan maupun laki-laki. Di ATLL, lebih banyak anak perempuan
dari empat wilayah survei menunjukkan keadaan kesehatan mental/ (37,84%) yang keadaan kesehatannya sekarang membaik dibanding sesaat
psikologis para bayi sudah membaik, terkecuali bayi perempuan di setelah bencana, sedikit lebih baik dibanding 35,14% yang mengaku
ATLL serta bayi laki-laki di ATLH. Di ATLL, lebih sedikit (29,17%) bayi keadaan kesehatan fisik para remaja tersebut sekarang membaik dibanding
perempuan yang keadaan kesehatan mentalnya sudah membaik dibanding sebelum bencana. Begitu juga pada anak-anak laki-laki, di mana lebih
sesaat setelah bencana, justru lebih banyak (33,33%) yang keadaannya banyak (45,61%) yang mengaku keadaan kesehatan fisik mereka membaik
sekarang lebih baik dibanding sebelum bencana. Begitu juga bayi laki- dibanding sesaat setelah bencana, jauh lebih baik dibandingkan hanya
laki di ATLH, lebih sedikit (31,91%) yang keadaannya sekarang membaik 26,32% yang mengaku keadaannya membaik dibandingkan sebelum
dibanding sesaat setelah bencana, lebih banyak (34,04%) yang keadaannya bencana. Yang agak mengkhawatirkan dan perlu mendapatkan perhatian
sekarang membaik dibanding sebelum bencana. adalah keadaan kesehatan fisik anak-anak perempuan di ATLH di mana

166 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 LINTAS SEKTOR: Perlakuan Khusus, Akses Pelayanan Publik & Pemulihan Lingkungan Hidup | 167
lebih sedikit (25,93%) yang mengaku keadaannya sekarang membaik TABEL 116: Keadaan Kesehatan Mental/Psikologis Anak & Remaja (6-15 tahun)
dibanding sesaat setelah bencana, sementara hanya 33,33% yang mengaku di Wilayah Terpapar Bencana Merapi 2010
keadaannya sekarang membaik dibandingkan sebelum bencana.
Keadaan Kesehatan Mental ATLL ATL ATLH KONTROL
TABEL 115: Keadaan Kesehatan Fisik Anak-anak & Remaja (6-15 tahun)
di Wilayah Terpapar Bencana Merapi 2010 ANAK & REMAJA PEREMPUAN

Keadaan sekarang (saat survei) dibanding sebelum bencana:


Keadaan Kesehatan Fisik ATLL ATL ATLH KONTROL Lebih buruk 16,22 6,19 7,4` 2,86
Sama saja 67,57 65,46 66,67 77,14
ANAK-ANAK & REMAJA PEREMPUAN Lebih baik 16,22 28,35 25,93 20,00
Keadaan sekarang (saat survei) dibanding sebelum bencana: Keadaan sekarang (saat survei) dibanding sesaat setelah bencana:
Lebih buruk 5,41 5,67 4,94 5,71 Lebih buruk 8,11 2,58 3,70 2,68
Sama saja 59,46 66,49 61,73 85,71 Sama saja 64,86 60,31 66,67 74,29
Lebih baik 35,14 27,84 33,33 8,57 Lebih baik 27,03 37,11 29,63 22,86
Keadaan sekarang (saat survei) dibanding sesaat setelah bencana: ANAK & REMAJA LAKI-LAKI
Lebih buruk 2,70 3,61 4,94 5,71
Keadaan sekarang (saat survei) dibanding sebelum bencana:
Sama saja 59,46 58,76 69,14 82,86
Lebih buruk 24,56 5,83 7,95 2,38
Lebih baik 37,84 37,63 25,93 11,43
Sama saja 52,63 68,61 62,50 83,33
ANAK-ANAK & REMAJA LAKI-LAKI
Lebih baik 22,81 25,56 29,55 14,29
Keadaan sekarang (saat survei) dibanding sebelum bencana:
Keadaan sekarang (saat survei) dibanding sesaat setelah bencana:
Lebih buruk 12,28 6,28 13,64 0,00
Lebih buruk 10,53 3,14 3,41 2,38
Sama saja 61,40 67,26 57,95 83,33
Sama saja 49,12 60,99 65,91 88,71
Lebih baik 26,32 26,46 28,41 16,,67
Lebih baik 40,35 35,87 30,68 11,90
Keadaan sekarang (saat survei) dibanding sesaat setelah bencana:
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)
Lebih buruk 3,51 3,14 4,55 0,00
Sama saja 50,88 59,19 61,36 83,33
Lebih baik 45,61 37,67 34,09 16,67 4.4.3. Pada Warga Lanjut Usia (>60 tahun)
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah) Kelompok rentan lainnya adalah warga lanjut usia (berumur lebih dari 60
tahun). Seperti juga kelompok umur rentan lainnya, keadaan kesehatan
fisik warga lansia telah mengalami perbaikan, terkecuali pada warga
Pada kelompok anak-anak dan remaja 6-15 tahun, keadaan kesehatan lansia laki-laki di ATLL yang lebih sedikit (28,57%) mengaku keadaan
mental/psikologis mereka juga sudah mengalami banyak perbaikan, kesehatan fisiknya sekarang lebih baik dibanding setelah bencana,
terkecuali pada anak dan remaja laki-laki di wilayah pembanding yang bahkan lebih banyak (37,14%) yang mengaku keadaannya sekarang lebih
lebih sedikit (11,90%) mengaku keadaannya sekarang membaik dibanding baik dibandingkan sebelum bencana. Sama halnya dengan warga lansia
sesaat setelah bencana, justru lebih banyak (14,29%) yang mengaku perempuan di ATL, di mana lebih banyak perempuan (24,56%) yang
keadaaanya sekarang lebih baik dibanding sebelum bencana. mengaku bahwa keadaannya sekarang sudah membaik dibanding sesaat

168 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 LINTAS SEKTOR: Perlakuan Khusus, Akses Pelayanan Publik & Pemulihan Lingkungan Hidup | 169
setelah bencana, hanya 12,87% yang mengaku keadaannya sekarang lebih TABEL 118: Keadaan Kesehatan Mental Warga Lansia (>60 tahun)
baik dibanding sebelum bencana. di Wilayah Terpapar Bencana Merapi 2010

TABEL 117: Keadaan Kesehatan Fisik Warga Lansia (>60 tahun) Keadaan Kesehatan Mental ATLL ATL ATLH KONTROL
di Wilayah Terpapar Bencana Merapi 2010

WARGA LANSIA PEREMPUAN


Keadaan Kesehatan Fisik ATLL ATL ATLH KONTROL
Keadaan sekarang (saat survei) dibanding sebelum bencana:

WARGA LANSIA PEREMPUAN Lebih buruk 30,43 19,30 11,43` 22,22


Sama saja 47,83 67,93 74,29 74,07
Keadaan sekarang (saat survei) dibanding sebelum bencana:
Lebih baik 21,74 8,77 14,29 3,70
Lebih buruk 32,61 35,67 34,29` 29,63
Keadaan sekarang (saat survei) dibanding sesaat setelah bencana:
Sama saja 34,78 51,46 54,29 66,67
Lebih buruk 28,26 15,20 5,71 22,22
Lebih baik 32,61 12,87 11,43 3,70
Sama saja 32,61 63,16 74,29 74,07
Keadaan sekarang (saat survei) dibanding sesaat setelah bencana:
Lebih baik 39,13 21,64 20,00 3,70
Lebih buruk 21,74 25,73 22,86 33,33
WARGA LANSIA LAKI-LAKI
Sama saja 41,30 49,71 61,43 62,96
Lebih baik 36,96 24,56 15,71 3,70 Keadaan sekarang (saat survei) dibanding sebelum bencana:

WARGA LANSIA LAKI-LAKI Lebih buruk 14,29 19,75 11,76 23,53


Sama saja 60,00 70,37 70,59 64,71
Keadaan sekarang (saat survei) dibanding sebelum bencana:
Lebih baik 25,71 9,88 17,65 11,76
Lebih buruk 17,14 41,98 35,29 47,06
Keadaan sekarang (saat survei) dibanding sesaat setelah bencana:
Sama saja 45,71 44,44 52,94 47,06
Lebih buruk 17,14 14,20 7,35 23,53
Lebih baik 37,14 13,58 11,76 5,88
Sama saja 34,29 63,58 69,12 84,71
Keadaan sekarang (saat survei) dibanding sesaat setelah bencana:
Lebih baik 48,57 22,22 23,53 11,76
Lebih buruk 28,57 27,78 27,94 47,06
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)
Sama saja 42,86 47,53 54,41 47,06
Lebih baik 28,57 24,69 17,65 5,88

Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah) Aspek lain yang perlu diperhatikan pada warga lansia adalah partisipasi
mereka dalam angkatan kerja. Meskipun sudan lanjut usia, warga lansia
Keadaan kesehatan mental/psikologis warga lansia ini juga sudah di daerah bencana Merapi pada umumnya adalah petani yang masih
menunjukkan perbaikan yang berarti. Di ATLL, lebih banyak warga lansia tetap bekerja. Survei ini menemukan bahwa bencana letusan Merapi 2010
perempuan (39,13%) mengaku keadaan kesehatan mental mereka sekarang telah menurunkan partisipasi warga lansia di daerah ini dalam angkatan
lebih baik dibanding sesaat setelah bencana, hanya 21,74% yang mengaku kerja. Di ATLL, partisipasi warga lansia perempuan dalam angkatan
keadaannya sekarang lebih baik dibanding sebelum bencana. Begitu juga kerja turun dari 68,57% (sebelum bencana) menjadi hanya 6,52% sesaat
warga lansia laki-laki, lebih banyak (48,57%) yang mengaku keadaannya setelah bencana. Keadaannya sudah membaik saat ini, sebanyak 63,04%
sekarang membaik dibanding sesaat setelah bencana, hanya 25,71% yang telah kembali bekerja, walaupun belum sepenuhnya pulih kembali
mengaku keadaannya sekarang lebih baik dibanding sebelum bencana. seperti sebelum bencana. Adapun warga lansia laki-laki, juga terjadi

170 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 LINTAS SEKTOR: Perlakuan Khusus, Akses Pelayanan Publik & Pemulihan Lingkungan Hidup | 171
penurunan drastis dari 91,43% (sebelum bencana) menjadi hanya 22,86% kembali sebesar 80,88%, lebih tinggi 19,95% dibandingkan pendapatan
sesaat setelah bencana. Sekarang. keadaannya mulai membaik, mencapai sebelum bencana.
74,29% yang kembali bekerja, meskipun angka ini juga masih lebih rendah Di ATLH, bencana telah mengakibatkan penurunan pendapatan yang
dibandingkan sebelum bencana. dampaknya dirasakan lebih drastis oleh perempuan. Sebelum bencana,
pendapatan mereka adalah rerata Rp 442.500 per bulan, sekarang hanya
TABEL 119: Partisipasi Warga Lansia dalam Angkatan Kerja Rp 240.000 per bulan (tidak terdapat data pendapatan sesaat setelah
di Wilayah Terpapar Bencana Merapi 2010 bencana). Pada warga laki-laki, pendapatan sebelum bencana adalah rerata
Rp 854.150 per bulan, kini menurun menjadi Rp 625.126 per bulan yang
Partisipasi dalam Angkatan Kerja ATLL ATL ATLH KONTROL bertahan tetap hingga sekarang.
WARGA LANSIA PEREMPUAN
Sebelum bencana 68,57 66,67 44,29 74,07 TABEL 120: Pendapatan Warga Lansia
di Wilayah Terpapar Bencana Merapi 2010
Segera setelah bencana 6,52 50,29 35,71 66,67
Sekarang (saat survei) 63,04 58,48 34,29 62,96
Penapatan Warga Lansia (Rp) ATLL ATL ATLH KONTROL
WARGA LANSIA LAKI-LAKI
WARGA LANSIA PEREMPUAN
Sebelum bencana 91,43 84,57 85,29 88,24
Segera setelah bencana 22,86 66,67 83,82 82,35 Sebelum bencana 713.680 536.131 442.500 320.142

Sekarang (saat survei) 74,29 76,54 82,35 82,35 Segera setelah bencana n.a 654.000 n.a 252.464
Sekarang (saat survei) 900.000 335.870 240.000 291.500
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)
WARGA LANSIA LAKI-LAKI
Sebelum bencana 773.512 1.262.593 854.150 566.846
Dalam hal pendapatan mereka, tampak adanya fluktuasi. Memang
Segera setelah bencana 2.505.000 837.470 625.126 497.958
terdapat keadaan di mana pendapatan perempuan sudah jauh lebih
Sekarang (saat survei) 976.428 1.514.667 625.126 634.790
rendah di bawah pendapatan warga laki-laki, bahkan sebelum bencana
terjadi. Walaupun demikian, tidak terdapat keterangan apakah mereka Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)
melakukan pekerjaan yang sama atau tidak saat ini (untuk memeriksa n.a = not available
apakah ada diskriminasi berbasis gender dalam pengupahan). Letusan
Merapi 2010 justru menjadi berkah baik bagi warga perempuan maupun
lelaki. Bagi perempuan di ATLL, pendapatan sekarang ini menunjukkan
peningkatan (naik sebesar 26,23%) dibanding sebelum bencana banjir 5. Pelayanan Pasca Bencana
lahar, dengan catatan tidak tersedia data untuk pendapatan setelah banjir
Kelompok rentan tidak hanya mengalami kerawanan lebih tinggi pada
lahar. Namun, pendapatan laki-laki sesaat setelah bencana justru naik
saat bencana, tetapi juga setelah bencana. Bukan hanya kehilangan secara
sangat tajam sebesar 224%, walaupun kemudian turun lagi sebesar 61,04%.
fisik --seperti terluka badan, rumah rusak atau hancur, tanaman rusak,
Secara keseluruhan, pendapatan laki-laki saat ini memang masih lebih
dan ternak mati-- tetapi juga mengalami guncangan psikologis dan
baik dibandingkan sebelum banjir lahar.
trauma karena mendengar letusan, menyaksikan langsung terjangan lahar,
Di ATL, sesaat setelah bencana, warga perempuan mengalami kenaikan lari menyelamatkan diri dari awan panas, berjalan menuju ke tempat
pendapatan sebesar 22,01%, namun kemudian turun lagi sebesar 44,77%, pengungsian dan berada di tempat pengungsian. Karena itu, bantuan
bahkan terus menurun saat ini sampai 37,5% dibandingkan pendapatan kemanusiaan kepada mereka juga harus mencakup pemulihan keadaan
sebelum bencana. Laki-laki justru mengalami penurunan pendapatan kejiwaan. Salah satunya adalah pelayanan pemulihan (trauma healing) atau
sebesar 33,67% sesaat setelah bencana, tetapi sekarang bergerak naik bimbingan (counselling) pasca bencana.

172 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 LINTAS SEKTOR: Perlakuan Khusus, Akses Pelayanan Publik & Pemulihan Lingkungan Hidup | 173
Survei ini menemukan tidak ada perbedaan yang mencolok dalam TABEL 122: Frekuensi Rata-rata Warga (per orang) Mengikuti Program Pelayanan
partisipasi warga kelompok rentan, baik perempuan maupun laki-laki, Pemulihan di Wilayah Terpapar Bencana Merapi 2010
dalam mengikuti atau menerima pelayanan pemulihan tersebut. Bahkan, Kelompok Warga
di ATLL, partisipasi perempuan dalam program lebih tinggi dibandingkan (menurut gender dan usia)
ATLL ATL ATLH
dengan kaum laki-laki pada semua kelompok usia yang ada. Namun, WARGA PEREMPUAN
dari segi umur memang ada perbedaan yang cukup signifikan. Mereka
0-5 tahun (bayi) 5,38 2,50 5,00
yang berada dalam kelompok umur 6-15 tahun, baik perempuan maupun
6-15 tahun (anak-anak & remaja) 5,42 3,89 1,50
laki-laki, dilaporkan paling banyak mengikuti program, mencapai rata-
rata 54%. Meskipun jauh lebih kecil, kelompok anak-anak dan remaja ini 16-59 tahun (dewasa) 4,61 3,34 2,89

adalah yang juga paling banyak mengikuti program di ATL dan ATLH. >60 tahun (lansia) 8,08 7,80 2,00
Sebaliknya, warga lansia, baik laki-laki maupun perempuan, adalah WARGA LAKI-LAKI
kelompok yang paling sedikit mengikuti program, hanya rerata sekitar 0-5 tahun (bayi) 3,00 4,20 2,00
23% di ATLL, bahkan jauh lebih kecil lagi di ATL dan ATLH, semuanya di 6-15 tahun (anak-anak & remaja) 5,56 3,13 3,33
bawah 4%. 16-59 tahun (dewasa) 3,85 4,04 4,36
>60 tahun (lansia) 3,67 2,50 2,00
TABEL 121: Persentase Warga Mengikuti Program Pelayanan Pemulihan
di Wilayah Terpapar Bencana Merapi 2010 Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)

Kelompok Warga
ATLL ATL ATLH Program pelayanan pemulihan lainnya, khususnya untuk kelompok
(menurut gender dan usia)
rentan, masih sangat terbatas. Pasca bencana, tidak ada program yang
WARGA PEREMPUAN terkait dengan pelayanan sosial seperti rehabilitasi dan perlindungan
sosial anak, atau pembangunan panti asuhan di semua wilayah
0-5 tahun (bayi) 33,33 8,33 2,17
terdampak, termasuk di wilayah pembanding (kontrol). Di ATL,
6-15 tahun (anak-anak & remaja) 52,35 13,92 2,47 dilaporkan ada program yang dilaksanakan oleh satu lembaga sosial di
beberapa (4,76%) desa. Tetapi, program yang sepenuhnya diarahkan untuk
16-59 tahun (dewasa) 34,22 7,95 2,71
kegiatan penyuluhan dan pengarusutamaan gender tersebut --dengan
>60 tahun (lansia) 28,25 3,51 1,43 anggaran biaya Rp 300 juta-- hanya mampu dimanfaatkan oleh sekitar 20%
WARGA LAKI-LAKI keluarga warga setempat saja.

0-5 tahun (bayi) 23,33 11,24 2,13 TABEL 123: Program Pemulihan Lintas Sektor yang Terkait dengan Perlindungan
6-15 tahun (anak-anak & remaja) 56,14 14,35 6,82 Kelompok Rentan di Wilayah Terpapar Bencana Merapi 2010

16-59 tahun (dewasa) 28,88 6,28 3,19 Program ATLL ATL ATLH KONTROL
>60 tahun (lansia) 17,14 3,70 2,94
Ada program (% desa): 0,00 4,76 0,00 0,00
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah) Rehabilitasi & perlindungan sosial anak 0,00 0,00 0,00 0,00
Pembangunan panti asuhan 0,00 0,00 0,00 0,00
Penyuluhan & Pengarusutamaan gender 0,00 4,76 0,00 0,00
Namun, dalam hal jumlah kegiatan yang diikuti, terutama di ATLL, warga Keluarga penerima manfaat (% dari total
0,00 20,00 0,00 0,00
lansia justru lebih sering mengikuti program, rerata 7 kali per orang, keluarga di desa yang bersangkutan)
dibanding dengan kelompok anak-anak dan remaja yang rerata hanya 5 Nilai bantuan (Rp juta) 0,00 300 0,00 0,00
kali per orang.
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)

174 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 LINTAS SEKTOR: Perlakuan Khusus, Akses Pelayanan Publik & Pemulihan Lingkungan Hidup | 175
B. Akses Pelayanan Publik KEGIATAN KOPERASI

Bagian ini akan membahas keadaan kepemerintahan lokal di wilayah Warga yang mengikuti (%) 35,56 21,11 11,67 21,24
survei, khususnya yang berkaitan dengan akses dan pelayanan publik, Warga tidak mengikuti lagi (%) *) 68,28 47,78 15,00 43,81
juga perubahan dan dampak bencana letusan Merapi 2010 terhadap Lama bulan tidak mengikuti (rata-rata) 8,602862 3,944581 1,416667 5,230322
layanan publik yang diberikan oleh pemerintah setempat. KERJA BAKTI
Warga yang mengikuti (%) 95,56 94,17 92,33 93,64
1. Kegiatan Warga Sebelum dan Sesudah Bencana Warga tidak mengikuti lagi (%) *) 68,54 37,90 15,20 34,35
Lama bulan tidak mengikuti (rata-rata) 5,577322 1,907442 0,9488889 2,826993
Sebelum letusan Merapi 2010, bentuk-bentuk kegiatan yang melibatkan
banyak warga di desa-desa yang terpapar bencana, antara lain, adalah KEGIATAN PNPM
pertemuan masyarakat, kerja bakti, kegiatan keagamaan, ronda kampung Warga yang mengikuti (%) 24,44 21,94 16,00 20,93
(atau yang lebih dikenal luas sebagai Sistem Keamanan Lingkungan, Warga tidak mengikuti lagi (%) *) 54,41 25,27 12,62 24,92
SISKAMLING), arisan, pelayanan kesehatan ibu dan anak di Pos Lama bulan tidak mengikuti (rata-rata) 7,972072 3,5189453 1,225 4,648187
Pelayanan Terpadu (POSYANDU), dan kegiatan kaum perempuan melalui KEGIATAN KELOMPOK PEMUDA
kelompok-kelompok Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (PKK --dalam
Warga yang mengikuti (%) 49,44 36,81 36,00 39,46
hal ini ada perkecualian di ATLH). Semua bentuk kegiatan tersebut
Warga tidak mengikuti lagi (%) *) 77,98 44,73 20,80 41,48
diikuti oleh sebagian besar warga (rata-rata lebih dari 50%). Bahkan, pada
Lama bulan tidak mengikuti (rata-rata) 9,915522 3,211273 2,845745 5,103047
beberapa kegiatan, biasanya selalu diikuti oleh hampir semua warga,
seperti kegiatan kerja bakti dan kegiatan keagamaan. Sementara itu, ada KEGIATAN KEAGAMAAN
beberapa bentuk kegiatan yang nisbi tidak banyak diikuti oleh sebagian Warga yang mengikuti (%) 98,33 92,22 91,33 91,94
besar warga, sesuai dengan pengakuan warga sendiri yang menyatakan Warga tidak mengikuti lagi (%) *) 64,25 55,74 36,58 49,02
rata-rata kurang dari separuh warga saja yang selalu mengikutinya. Lama bulan tidak mengikuti (rata-rata) 6,305942 2,433417 1,356422 2,953178
Beberapa kegiatan tersebut adalah koperasi dan simpan-pinjam desa, KEGIATAN SIMPAN-PINJAM DESA
kegiatan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), kegiatan
Warga yang mengikuti (%) 21,11 20,42 8,67 17,91
kelompok pemuda, dan kegiatan kesenian.
Warga tidak mengikuti lagi (%) *) 66,67 39,83 7,14 34,88
Tingkat keterlibatan dan ketidakterlibatan warga dalam berbagai kegiatan Lama bulan tidak mengikuti (rata-rata) 8,779675 3,928763 4,681818 5,38417
tersebut memang beragam antar desa di setiap wilayah terpapar bencana, KEGIATAN RONDA KAMPUNG (SISKAMLING)
namun karakteristik dasarnya nisbi sama, yakni kesamaan umum dalam
Warga yang mengikuti (%) 66,11 54,72 49,00 54,96
bentuk atau jenis kegiatan yang melibatkan banyak atau sebagian besar
Warga tidak mengikuti lagi (%) *) 72,37 38,23 13,93 36,24
warga dan yang tidak terlalu banyak diikuti oleh warga.
Lama bulan tidak mengikuti (rata-rata) 10,62212 5,046552 1,911905 6,587732
TABEL 124: Kegiatan Warga & Pemerintah Desa KEGIATAN KELOMPOK PKK
Setelah Bencana Letusan Merapi 2010 Warga yang mengikuti (%) 67,78 42,22 29,67 41,16
Warga tidak mengikuti lagi (%) *) 83,24 56,96 24,05 50,87
Bentuk Kegiatan ATLL ATL ATLH KONTROL
Lama bulan tidak mengikuti (rata-rata) 8,492593 3,172846 1,45614 4,366428
PERTEMUAN-PERTEMUAN WARGA KEGIATAN POSYANDU
Warga yang mengikuti (%) 86,67 68,89 65,67 70,85 Warga yang mengikuti (%) 55,56 42,36 43,00 44,19
Warga tidak mengikuti lagi (%) *) 82,68 56,71 29,24 50,41 Warga tidak mengikuti lagi (%) *) 68,93 53,67 27,74 46,17
Lama bulan tidak mengikuti (rata-rata) 5,884122 2,676421 2,171811 3,373955 Lama bulan tidak mengikuti (rata-rata) 5,681831 2,266754 1,820988 2,916325

176 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 LINTAS SEKTOR: Perlakuan Khusus, Akses Pelayanan Publik & Pemulihan Lingkungan Hidup | 177
KEGIATAN ARISAN
2. Aksesibilitas terhadap Sarana dan Layanan Umum

Warga yang mengikuti (%) 88,33 66,11 44,33 63,18 Betapa pun, letusan Merapi 2010 telah memengaruhi aksesibilitas
Warga tidak mengikuti lagi (%) *) 87,06 59,84 25,10 52,56 warga terhadap berbagai sarana dan layanan umum seperti kantor
Lama bulan tidak mengikuti (rata-rata) 8,384685 2,897563 1,531746 4,114622 pos, perbankan, layanan kesehatan, layanan pendidikan, pasar, sarana
komunikasi, dan pusat pemerintahan. Gangguan aksesibilitas ini
KEGIATAN OLAHRAGA
ditentukan oleh beberapa faktor seperti ketersediaannya dan jarak untuk
Warga yang mengikuti (%) 29,44 19,44 11,67 18,91
mengaksesnya, baik yang ada di desa maupun di luar desa warga.
Warga tidak mengikuti lagi (%) *) 66,67 48,12 30,61 45,75
Lama bulan tidak mengikuti (rata-rata) 8,992424 5,886044 4,341667 6,538194 2.1. Akses ke Kantor Pos
KEGIATAN KESENIAN Akses ke sarana kantor pos atau kantor pengiriman barang terdekat,
Warga yang mengikuti (%) 29,44 13,61 13,67 14,96 tidak mengalami perubahan di ATLL, ATL, dan ATLH, juga di wilayah
Warga tidak mengikuti lagi (%) *) 73,13 38,92 17,00 42,30 pembanding. Di ATL malah terjadi peningkatan dari 9,52 menjadi 19,05%.
Lama bulan tidak mengikuti (rata-rata) 8,627551 6,069648 3,308824 6,905091 Pada semua desa di mana sarana kantor pos tidak terletak dalam wilayah
desa yang bersangkutan, praktis juga tidak dilaporkan adanya perubahan
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)
aksesibilitas terhadap sarana ini dibanding sebelum bencana terjadi.
*) Persentase warga yang mengaku tidak mengikuti lagi kegiatan tersebut sejak November
2010, karena terganggu oleh letusan Merapi sejak Oktober 2010 dan banjir lahar yang
menyertainya selama beberapa bulan berikutnya. TABEL 125: Ketersediaan dan Jarak ke Kantor Pos dari Desa-desa Terpapar
Bencana Letusan Merapi 2010

Ketersediaan dan Jarak ke Sarana ATLL ATL ATLH KONTROL


Peristiwa letusan Merapi 2010 --dan banjir lahar yang menyertainya
kemudian selama beberapa bulan-- telah memberi pengaruh yang besar KETERSEDIAAN (ada dalam wilayah desa) (%)
pada berbagai kegiatan komunal tersebut. Di ATLL, semua kegiatan
Sebelum bencana 0,00 9,52 0,00 0,00
kemasyarakatan tersebut mengalami gangguan cukup serius di mana
sebagian besar warga mengakuinya. Rentang waktu ketergangguan ini Sekarang (saat survei) 0,00 19,05 0,00 0,00
beragam, mulai dari rerata 5,57 bulan (pada kegiatan kerja bakti) hingga JARAK RATA-RATA DARI DESA (jika tak tersedia dalam wilayah desa) (km)
10,62 bulan (pada kegiatan ronda kampung).
Sebelum bencana 6,7 4,0 3,4 7,3
Di ATL, sebagian kegiatan-kegiatan tersebut mengalami gangguan serius,
Sekarang (saat survei) 6,7 4,1 3,4 7,3
sebagaimana diakui oleh lebih dari separuh (50%) warga. Kegiatan
yang terutama terganggu adalah pertemuan-pertemuan warga, kegiatan Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)
keagamaan, kegiatan PKK, POSYANDU, dan arisan.

Di ATLH, tingkat ketergangguannya lebih rendah, sebagaimana diakui


oleh lebih dari separuh (50%) warga yang menyatakan tidak terganggunya
sebagian besar dari kegiatan-kegiatan tersebut oleh luapan banjir 2.2. Akses ke Bank (Lembaga Keuangan Resmi)
lahar yang menimpa desa-desa mereka selama beberapa waktu setelah Keadaan yang sama juga ditemukan pada aksesibilitas warga ke lembaga-
letusan Merapi pada bulan Oktober dan November 2010. Rentang waktu lembaga perbankan atau lembaga keuangan resmi. Praktis, tidak
ketergangguannya juga lebih pendek, berkisar antara rerata 1 hingga 3 ada perubahan di semua wilayah terdampak bencana, kecuali hanya
bulan saja. perubahan kecil di ATL yang meningkat dari 23,81 menjadi 28,57%.

178 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 LINTAS SEKTOR: Perlakuan Khusus, Akses Pelayanan Publik & Pemulihan Lingkungan Hidup | 179
TABEL 126: Ketersediaan dan Jarak ke Bank (Lembaga Keuangan Resmi) dari Desa- KETERSEDIAAN SARANA ANGKUTAN UMUM (ada dalam wilayah desa) (%)
desa Terpapar Bencana Letusan Merapi 2010 Sebelum bencana 66,67 57,14 87,50 0,00
Sekarang (saat survei) 66,67 52,38 75,00 0,00
Ketersediaan dan Jarak ke Sarana ATLL ATL ATLH KONTROL JARAK RATA-RATA DARI DESA (jika tak tersedia dalam wilayah desa) (km)
Sebelum bencana 8,0 3,5 10,0 3,7
KETERSEDIAAN (ada dalam wilayah desa) (%)
Sekarang (saat survei) 8,0 4,2 5,5 3,7
Sebelum bencana 0,00 23,81 37,50 33,33
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)
Sekarang (saat survei) 0,00 28,57 37,50 33,33
JARAK RATA-RATA DARI DESA (jika tak tersedia dalam wilayah desa) (km)
Sebelum bencana 6,7 3,3 4,0 9,5 2.4. Akses ke Pasar
Sekarang (saat survei) 6,7 3,3 4,0 9,5
Sebagian besar desa yang disurvei tidak atau belum memiliki sarana pasar,
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah) kecuali beberapa desa saja di ATL. Apa yang menarik adalah justru terjadi
kenaikan jumlah (ketersediaan) pasar di wilayah ini setelah bencana,
dari 42,86 menjadi 47,62%. Jarak terjauh ke pasar terdekat yang berada di
2.3. Akses ke Sarana Transportasi Umum luar wilayah desa dialami oleh warga di ATLL, meskipun jaraknya justru
semakin dekat (dari rerata 9,3 km menjadi rerata 7,3 km). Jarak terdekat ke
Sebagian dari wilayah terpapar bencana letusan Merapi 2010 sudah pasar adalah desa-desa di ATL dan ATLH (rerata dari 2,4 sampai 2,6 km),
memiliki sarana transportasi umum seperti terminal, halte bus, dan sementara tidak ada perubahan jarak di wilayah pembanding (3,3 km).
angkutan umum yang tidak terlampau buruk. Bahkan, di ATLH, 87,50%
warga membenarkan bahwa desa-desa mereka selama ini sudah memiliki
TABEL 128: Ketersediaan dan Jarak ke Pasar
sarana transportasi umum yang cukup memadai. Namun, justru di ATLH
dari Desa-desa Terpapar Bencana Letusan Merapi 2010
inilah terjadi penuruan akses cukup tajam menjadi hanya 75,00% setelah
bencana. Penurunan juga terjadi di ATL, dari 57,14 menjadi 52,38%. Ketersediaan dan Jarak ke Sarana ATLL ATL ATLH KONTROL
Di ATLL, aksesibilitasnya lebih rendah (hanya 66,56%), namun tidak
KETERSEDIAAN (ada dalam wilayah desa) (%)
mengalami penurunan setelah bencana. Tak ada perubahan sama sekali di
Sebelum bencana 0,00 42,86 0,00 0,00
wilayah pembanding, baik dalam ketersediaan sarana maupun jaraknya
Sekarang (saat survei) 0,00 47,62 12,50 0,00
dari desa, rerata 7,3 km (terminal) dan 3,7 km (sarana angkutan umum).
JARAK RATA-RATA DARI DESA (jika tak tersedia dalam wilayah desa) (km)
Sebelum bencana 9,3 2,8 2,4 3,3
TABEL 127: Ketersediaan Sarana Angkutan dan Jarak ke Terminal/Halte Bus Umum Sekarang (saat survei) 7,3 2,6 2,6 3,3
dari Desa-desa Terpapar Bencana Letusan Merapi 2010
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)

Ketersediaan dan Jarak ke Sarana ATLL ATL ATLH KONTROL

2.5. Akses ke Sarana Telekomunikasi Umum


KETERSEDIAAN TERMINAL/HALTE BUS (ada dalam wilayah desa) (%)
Sebelum bencana 33,33 9,52 12,50 0,00 Sebelum bencana, sarana komunikasi seperti telepon umum dan warung
Sekarang (saat survei) 0,00 14,29 12,50 0,00 telekomunikasi (WARTEL) tersedia di sebagian besar desa-desa di ATLL,
JARAK RATA-RATA DARI DESA (jika tak tersedia dalam wilayah desa) (km) ATL, dan ATLH. Hanya di desa-desa dalam wilayah pembanding belum
Sebelum bencana 10,5 5,8 3,8 7,3 tersedia sama sekali. Namun, setelah bencana, semua sarana tersebut tidak
Sekarang (saat survei) 10,0 5,3 3,7 7,3 tersedia lagi di ATLL dan sangat berkurang di ATL (dari 38,10% menjadi

180 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 LINTAS SEKTOR: Perlakuan Khusus, Akses Pelayanan Publik & Pemulihan Lingkungan Hidup | 181
19,05%) dan di ATLH (dari 62,50% menjadi 37,50%). Setelah bencana, jarak JARAK RATA-RATA DARI DESA (jika tak tersedia dalam wilayah desa) (km)
terjauh (rerata 10,5 km) ke sarana telekomunikasi yang masih tersedia
Sebelum bencana 10,0 7,8 10,0 16,6
adalah di ATLL. Namun, data ini perlu disandingkan dengan akses dan
Sekarang (saat survei) 10,0 4,76 12,50 16,6
cakupan layanan telepon seluler (mobile phone) yang sekarang menjangkau
KETERSEDIAAN PUSKESMAS/PUSTU/POLINDES (ada dalam wilayah desa) (%)
semua wilayah terdampak bencana. Karena itu, perubahan akses
Sebelum bencana 66,67 52,38 75,00 33,33
ketersediaan dan jarak ke sarana telepon umum tampaknya hampir tidak
Sekarang (saat survei) 66,67 52,63 75,00 33,33
memengaruhi sama sekali kelancaran kegiatan telekomunikasi para warga
JARAK RATA-RATA DARI DESA (jika tak tersedia dalam wilayah desa) (km)
korban bencana.
Sebelum bencana 8,0 3,8 6,5 5,5
Sekarang (saat survei) 8,0 3,8 6,5 5,5
TABEL 129: Ketersediaan dan Jarak ke Sarana Telekomunikasi Umum
dari Desa-desa Terpapar Bencana Letusan Merapi 2010 Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)

Ketersediaan dan Jarak ke Sarana ATLL ATL ATLH KONTROL


KETERSEDIAAN (ada dalam wilayah desa) (%) 2.7. Akses ke Sekolah
Sebelum bencana 33,33 38,10 62,50 0,00 Kecuali hanya beberapa desa saja di ATLL, semua desa di semua wilayah
Sekarang (saat survei) 0,00 19,05 37,50 0,00 terdampak bencana sudah memiliki sarana sekolah, khususnya Sekolah
JARAK RATA-RATA DARI DESA (jika tak tersedia dalam wilayah desa) (km) Dasar (SD). Saat bencana terjadi, sekolah-sekolah di beberapa desa
Sebelum bencana 10,5 5,8 2,8 5,3 memang mengalami kerusakan, bahkan ada yang hancur sama sekali,
Sekarang (saat survei) 10,0 5,4 6,1 5,3 terutama di ATLL. Namun, hampir semua sekolah-sekolah tersebut
telah diperbaiki atau dibangun kembali, sehingga sekarang tidak terjadi
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)
perbedaan aksesibilitas yang mencolok. Hanya beberapa sekolah di
beberapa desa ATLL yang sampai sekarang belum diperbaiki atau
dibangun kembali, sehingga mengurangi aksesibilitas warga sampai
33,33%.
2.6. Akses ke Sarana Pelayanan Kesehatan
Untuk SLTP, tersedia di hampir semua desa di semua wilayah. Sama
Sebelum bencana, hanya di beberapa desa di ATL dan ATLH terdapat
seperti SD, praktis tidak ada perubahan berarti pada aksesibilitas anak-
sarana rumah sakit dalam wilayah desa yang bersangkutan. Tetapi, di
anak warga korban bencana pada sarana persekolahan tingkat menengah
hampir semua desa di semua wilayah terdapat sarana PUSKESMAS atau
pertama ini di semua desa dan semua wilayah.
PUSTU dan sarana lainnya seperti POLINDES. Setelah bencana, tidak
banyak perubahan berarti pada ketersediaan sarana kesehatan ini. Dari Pada tingkat SLTA, beberapa SMA di beberapa desa di ATLL hancur
segi jarak, sarana kesehatan terdekat (rerata 3,8 km) adalah di ATL. akibat bencana dan belum diperbaiki atau dibangun kembali sampai saat
ini (saat survei), sehingga mengurangi aksesibilitas anak-anak warga
di sana sampai nihil (0,00%). Hal ini juga mengakibatkan penambahan
TABEL 130: Ketersediaan dan Jarak ke Sarana
jarak tempuh ke SMA terdekat di luar desa, meskipun penambahannya
dari Desa-desa Terpapar Bencana Letusan Merapi 2010
tidak terlalu besar (dari rerata 4,3 km menjadi rerata 4,5 km). Penurunan
aksesibilitas ke SLTA juga terjadi di beberapa desa di ATL, tetapi tidak
Ketersediaan dan Jarak ke Sarana ATLL ATL ATLH KONTROL
terlalu besar seperti di ATLL tadi (dari 42,86 menjadi 23,81%) dengan
KETERSEDIAAN RUMAH SAKIT (ada dalam wilayah desa) (%) perubahan jarak yang kecil sekali, malah semakin mendekat (dari rerata
Sebelum bencana 0,00 4,76 12,50 0,00 4,1 menjadi 4,0 km). Yang menarik adalah temuan bahwa di semua desa
Sekarang (saat survei) 0,00 4,76 12,50 0,00 dalam wilayah pembanding, sama sekali tidak tersedia sarana SLTP dan
SLTA, baik sebelum bencana maupun saat ini.

182 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 LINTAS SEKTOR: Perlakuan Khusus, Akses Pelayanan Publik & Pemulihan Lingkungan Hidup | 183
TABEL 131: Ketersediaan Sarana dan Jarak ke Sekolah TABEL 132: Kegiatan-kegiatan Lintas Sektoral yang Pernah Diadakan
dari Desa-desa Terpapar Bencana Letusan Merapi 2010 di Desa-desa Terpapar Bencana Letusan Merapi 2010

Ketersediaan dan Jarak ke Sarana ATLL ATL ATLH KONTROL Ketersediaan dan Jarak ke Sarana ATLL ATL ATLH KONTROL
KETERSEDIAAN SD (ada dalam wilayah desa) (%) KEPEMERINTAHAN
Sebelum bencana 100,00 100,00 100,00 100,00 Pernah ada (%) 0,00 9,52 0,00 0,00
Sekarang (saat survei) 66,67 100,00 100,00 100,00 Bentuk Kegiatan:
JARAK RATA-RATA DARI DESA (jika tak tersedia dalam wilayah desa) (km) Pembangunan gedung pemerintah 0,00 90,48 0,00 0,00

Sebelum bencana 0.00 0.00 0.00 0.00 Perbaikan gedung pemerintah 0,00 4.76 0,00 0,00

Sekarang (saat survei) 0.00 0.00 0.00 0.00 Jumlah warga penerima manfaat (KK) 0 0 0 0

KETERSEDIAAN SLTP (ada dalam wilayah desa) (%) Nilai kegiatan (Rp juta) 0,00 150,0 0,00 0,00

Sebelum bencana 66,67 42,86 62,50 0,00 PENGAMANAN & KETERTIBAN DESA

Sekarang (saat survei) 66,67 42,86 62,50 0,00 Pernah ada (%) 0,00 0,00 0,00 0,00

JARAK RATA-RATA DARI DESA (jika tak tersedia dalam wilayah desa) (km) PEMULIHAN LINGKUNGAN HIDUP

Sebelum bencana 6,0 3,0 1,6 4,7 Pernah ada (%) 0,00 0,00 0,00 0,00

Sekarang (saat survei) 6,0 2,9 1,6 4,7 PELAYANAN JASA KEUNGAN (PERBANKAN)

KETERSEDIAAN SLTA (ada dalam wilayah desa) (%) Pernah ada (%) 0,00 4,76 0,00 0,00

Sebelum bencana 33,33 42,86 62,50 0,00 Bentuk Kegiatan:

Sekarang (saat survei) 0,00 23,81 62,50 0,00 Pemberian kemudahan akses meminjam 0,00 4,76 0,00 0,00

JARAK RATA-RATA DARI DESA (jika tak tersedia dalam wilayah desa) (km) Pemberian keringanan bunga pinjaman 0,00 4,76 0,00 0,00

Sebelum bencana 4,3 4,1 4,8 6,3 Jumlah warga penerima manfaat (KK) 0 2 0,00 0,00

Sekarang (saat survei) 4,5 4,0 4,8 6,3 Nilai kegiatan (Rp juta) 0,00 170,0 0,00 0,00
PEERLINDUNGAN KELOMPOK RENTAN
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)
Pernah ada (%) 0,00 4,76 0,00 0,00
Bentuk Kegiatan:
Penyantunan warga lansia 0,00 4,76 0,00 0,00
Jumlah warga penerima manfaat (KK) 0 3 0,00 0,00
3. Program Lintas Sektoral di Desa
Nilai kegiatan (Rp juta) 0,00 400,0 0,00 0,00
Menurut warga di desa-desa terpapar bencana Merapi 2010, program Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)
lintas sektor tidak banyak dilakukan oleh pemerintah setempat.
Hanya sedikit sekali (9,52%) warga yang menyatakan adanya program
lintas sektor di desa mereka, yakni di ATL. Program tersebut adalah
pembangunan kantor dan rumah dinas. Juga masih di ATL, beberapa
warga saja (4,76%) menyatakan pernah ada program pelayanan jasa C. Pemulihan Lingkungan Hidup
keuangan dan program khusus perlindungan kelompok rentan di desa
mereka. Isu penting lintas sektoral berikutnya adalah pemulihan ligkungan
hidup di daerah terpapar bencana. Setelah letusan Merapi 2010, hanya
Bentuk-bentuk kegiatan lain yang bersifat lintas sektor --seperti kegiatan
beberapa desa di ATLH dan ATL yang melaporkan terjadi penurunan
pengamanan desa dan pemulihan lingkungan hidup-- sama sekali tidak
luas wilayah desa mereka, misalnya, di satu desa di ATLH mengalami
ada warga yang menyatakan pernah ada dan dilaksanakan di desa-desa
penurunan luas wilayah dari 354 hektare menjadi 343 hektare. Penurunan
mereka.
tersebut terjadi terutama dalam luas lahan pertanian produktif, dari

184 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 LINTAS SEKTOR: Perlakuan Khusus, Akses Pelayanan Publik & Pemulihan Lingkungan Hidup | 185
187 hektare menjadi 175 hektare. Di ATLH, hal ini merupakan akibat rata sekitar 5 cm dibandingkan dengan di ATL yang mencapai rata-rata 20
langsung dari luapan banjir lahar hujan selama beberapa bulan setelah cm, apalagi di ATLL yang mencapai rata-rata 105 cm.
letusan. Demikian pula halnya di beberapa desa di ATL. Adapun desa-
desa di ATLL, tidak mengalami perubahan luas wilayah, namun tetap juga TABEL 134: Bahan-bahan Vulkanik Letusan Merapi 2010
mengalami perubahan luas lahan produktif yang cukup besar, dari 292 dan Dampaknya pada Desa-desa yang Terpapar Bencana
hektare menjadi 151 hektare. Sebagai pembanding, desa-desa di wilayah Bahan-bahan Vulkanik Merapi
pembanding (kontrol) tidak mengalami perubahan apapun dalam luas & Dampaknya
ATLL ATL ATLH KONTROL
wilayah maupun dalam luas lahan pertaniannya. Terkena awan panas (%) 94,44 8,89 0,33 0,00
Terkena lahar panas (%) 30,00 8,33 0,00 0,00
TABEL 133: Rata-rata Luas Wilayah dan Lahan Pertanian
Terkena lahar hujan (%) 15,00 19,03 20,33 0,00
di Desa-desa Terpapar Bencana Letusan Merapi 2010
Terkena hujan kerikil (%) 80,00 76,94 69,33 3,33
Terkena hujan pasir (%) 92,78 90,00 96,33 22,22
Rata-rata Luas Wilayah dan Lahan ATLL ATL ATLH KONTROL
Terkena hujan abu (%) 100,00 100,00 100,00 85,56
SEBELUM BENCANA Frekuensi rata-rata hujan bahan vulkanik
4,08 4,45 5,27 3,86
yang menimpa kawasan permukiman (kali)
Luas wilayah desa (ha) 853,10 881,07 353,78 236,90
Lama rata-rata hujan bahan vulkanik
Luas lahan pertanian (ha) 310,56 243,68 271,91 151,03 8,87 8,46 10,39 6,09
menimpa kawasan permukiman (hari)
Luas lahan pertanian produktif (ha) 292,54 224,00 187,18 135,66 Ketebalan rata-rata endapan bahan
SETELAH BENCANA vulkanik yang menutupi kawasan 104,53 20,11 5,30 0,67
permukiman dan lahan pertanian (cm)
Luas wilayah desa (ha) 853,10 878,88 343,34 236,87
Jenis bahan vulkanik Merapi yang menyebabkan kerusakan paling parah:
Luas lahan pertanian (ha) 310,56 235,29 219,87 151,36
Awan panas (%) 79,33 5,92 0,00 0,00
Luas lahan pertanian produktif (ha) 151,36 211,22 175,44 142,93
Lahar panas (%) 17,32 6,90 0,00 0,00
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah) Lahar hujan (%) 0,00 7,32 40,71 0,00
Hujan kerikil (%) 0,00 3,38 1,43 0,00
Hujan pasir (%) 0,00 6,76 7,50 7,32
Dampak letusan Merapi pada lingkungan hidup di desa-desa yang
Hujan abu (%) 3,35 69,44 50,36 73,17
terpapar bencana tersebut terutama disebabkan oleh hujan bahan-bahan
Lainnya (%) 0,00 0,28 0,00 19,51
gunung berapi (volcanic materials) seperti debu, pasir, dan kerikil. Curahan
bahan-bahan gunung berapi ini dilaporkan paling banyak dialami oleh Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)
warga di desa-desa di ATLL dalam muatan (volume) dan intensitas yang
sangat tinggi, sehingga ketebalan endapannya yang menutupi kawasan
permukiman dan lahan pertanian mereka mencapai rata-rata 105 cm. Di Di desa-desa ATLL dan ATL, sawah yang rusak akibat tumpahan bahan-
desa-desa ATL, yang dilaporkan paling banyak menyebabkan kerusakan bahan vulkanik Merapi tersebut mencapai 49-50%, sehingga produktivitas
adalah awan panas. Sebagian besar (79%) warga melaporkan hal ini. hasil pertanian di daerah ini terganggu sampai 85-100%. Pada saat survei,
Adapun di desa-desa ATLH, luapan banjir lahar hujan merupakan produktivitasnya belum sepenuhnya pulih seperti sediakala. Secara
penyebab utama, dilaporkan oleh hampir separuh (41%) warga setempat. keseluruhan, tingkat kepulihan produktivitas lahan pertanian di daerah
Walaupun warga di ATLH melaporkan frekuensi hujan bahan gunung ini baru mencapai kisaran 53-67%. Sejumlah faktor utama penyebabnya
berapi dengan frekuensi terbanyak, yaitu selama 10 hari, namun adalah masih banyaknya lahan sawah yang masih terkubur lahar, pasir,
muatannya masih lebih sedikit dibandingkan dengan yang terjadi di ATLL atau abu serta saluran irigasi yang rusak belum diperbaiki. Bukan hanya
atau ATL. Hal ini dapat dilihat dari ketebalan endapan bahan-bahan sawah yang mengalami kerusakan, tapi juga ladang dan pekarangan. Pola
gunung berapi tersebut di desa-desa ATLH yang lebih tipis, hanya rata- kerusakannya sama seperti lahan sawah. Kerusakan paling parah terjadi

186 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 LINTAS SEKTOR: Perlakuan Khusus, Akses Pelayanan Publik & Pemulihan Lingkungan Hidup | 187
di ATLL, baik dalam hal cakupan (skala) luas lahan yang terdampak Semua keadaan itulah yang menyebabkan aparat pemerintahan desa-desa
maupun dalam tingkat (derajat atau intensitas) kerusakannya. terpapar bencana menyimpulkan bahwa sebagian lahan-lahan pertanian
di desa-desa mereka belum sepenuhnya dapat dimanfaatkan atau diolah
kembali seperti sediakala. Secara keseluruhan, sekitar 33% lahan pertanian
di ATLL, 24% di ATL, dan 62% di ATLH yang sampai sekarang (saat
TABEL 135: Dampak Bencana Merapi 2010 pada Lahan-lahan Pertanian
survei) masih dinilai kurang layak atau kurang baik untuk diolah kembali.
di Desa-desa yang Terpapar Bencana
Keadaan yang sama juga berlaku pada sebagian lahan perkebunan dan
hutan produksi rakyat.
Dampak ATLL ATL ATLH KONTROL
TABEL 136: Keadaan Pemanfaatan Lahan-lahan Pertanian dan Kehutanan
PADA LAHAN SAWAH di Desa-desa yang Terpapar Bencana Merapi 2010
Tingkat kerusakan (%) 33,33 66,67 62,50 0,00
Keadaan ATLL ATL ATLH KONTROL
Proporsi luas yang rusak (%) 50,00 48,79 26,60 0,00
SAWAH & LAHAN PRODUKTIF LAINNYA
Produktivitas terganggu (%) 100,00 85,00 100,00 0,00
Sebelum Bencana
Rata-rata lama waktu terganggu (bulan) 4,67 3,47 3,13 0,00
Baik (%) 66,67 61,90 87,50 33,33
Produktivitas yang telah pulih (%) 66,67 52,94 87,50 0,00
Cukup baik (%) 33,33 33,33 12,50 66,67
* Lahan belum bisa ditanami karena masih
tertimbun endapan tebal lahar dingin Kurang baik (%) 0,00 0,00 0,00 0,00
* Saluran irigasi belum diperbaiki, masih banyak Tidak baik (%) 0,00 4,76 0,00 0,00
yang tertimbun pasir tebal
* Belum dapat mengerahkan iuran warga, masih Sesudah bencana (saat ini, saat survei)
Penyebab belum pulih:
sibuk membangun kembali rumah Baik (%) 0,00 47,62 37,50 33,33
* Bendungan belum diperbaiki
* Rencana untuk memperbaiki masih dibayangi Cukup baik (%) 66,67 28,57 0,00 66,67
ancaman bahaya sekunder (luapan banjir lahar Kurang baik (%) 0,00 23,81 62,50 0,00
dingin, terutama pada musim hujan)
Tidak baik (%) 33,33 0,00 0,00 0,00
LAHAN PRODUKTIF LAINNYA (LADANG, TEGALAN, PEKARANGAN)
KAWASAN HUTAN (WANATANI)
Tingkat kerusakan (%) 100,00 80,95 87,50 0,00
Sebelum Bencana
Proporsi luas yang rusak (%) 60,00 46,88 22,57 0,00
Baik (%) 33,33 14,29 12,50 66,67
Produktivitas terganggu (%) 100,00 100,00 87,50 0,00
Cukup baik (%) 66,67 14,29 12,50 0,00
Rata-rata lama waktu terganggu (bulan) 3,67 4,55 3,29 0,00 Kurang baik (%) 0,00 4,76 0,00 0,00
Produktivitas yang telah pulih (%) 33,33 65,00 100,00 7,32 Tidak baik (%) 0,00 0,00 0,00 0,00
* Lahan masih tertimbun endapan tebal bahan
Tidak berlaku (%) 0,00 66,67 75,00 33,33
vulkanik Merapi
* Kekurangan air karena bendungan rusak Sesudah bencana (saat ini, saat survei)
belum diperbaiki, masih tertimbun endapan
pasir tebal Baik (%) 0,00 4,76 0,00 66,67
Penyebab belum pulih:
* Batang pohon-pohon salak banyak yang rusak Cukup baik (%) 66,67 14,29 0,00 0,00
* Masih menunggu semaian pembibitan baru
* Warga belum bisa digerakkan kerja bakti Kurang baik (%) 0,00 9,52 25,00 0,00
karena masih sibuk membangun kembali Tidak baik (%) 33,33 4,76 0,00 0,00
rumah-rumah meraka yang rusak/hancur
Tidak berlaku (%) 0,00 66,67 75,00 33,33
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)

188 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 LINTAS SEKTOR: Perlakuan Khusus, Akses Pelayanan Publik & Pemulihan Lingkungan Hidup | 189
Staf pemerintahan desa-desa terpapar bencana Merapi 2010 juga Sumber air utama yang digunakan sekarang:
mengungkapkan baru sedikit desa yang memiliki peraturan tertulis Air sumur (%) 0,00 4,76 0,00 0,00
terkait degan tata kelola lahan dan hutan. Di ATLL, ATL, dan ATLH, Air ledeng (%) 0,00 4.76 0,00 0,00
baru berkisar 25-33% saja. Bahkan, di wilayah pembanding belum ada Air sungai (%) 100,00 100,00 100,00 100,00
satu desa pun yang memiliki peraturan tersebut. Di wilayah pembanding Mata air alam (%) 66,67 9,52 0,00 0,00
ini, peraturan tidak tertulis (konvensi adat dan kebiasaan lokal) lebih
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)
dominan, sekitar 47-75%.

TABEL 137: Keberadaan Peraturan Tata Kelola Lahan dan Kawasan Hutan
di Desa-desa yang Terpapar Bencana Merapi 2010

Peraturan ATLL ATL ATLH KONTROL


D. Simpulan Umum & Saran
Desa punya peraturan tertulis (%) 33,33 28,57 25,00 0,00
1. Kelompok rentan yang perlu ditangani akibat bencana Merapi 2010
Desa punya peraturan tidak tertulis (%) 66,67 47,63 75,00 33,33
sangat besar, mencapai 21-24% dari jumlah seluruh warga yang terpapar
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah) bencana, terdiri dari balita 8-9%, lansia 11-13%, Ibu hamil 1%, difabel
1%.
2. Masih rendahnya partisipasi kelompok rentan dalam proses-proses
Letusan Merapi 2010 tidak hanya membawa dampak pada lahan, tetapi pengambilan keputusan dalam rangka upaya pemulihan kawasan
juga pada sumber-sumber air. Di ATLL, sebanyak 67% warga mengatakan bencana Merapi 2010. Hal ini terutama terjadi pada kelompok warga
menggunakan sumber air yang berbeda setelah bencana, karena sumber- lansia, khususnya di desa-desa ATLL. Partisipasi perempuan jauh
sumber air sebelumnya tidak berfungsi lagi. Di ATL juga demikian, lebih tinggi, meskipun secara keseluruhan --jika dibandingkan dengan
meskipun jumlahnya jauh lebih kecil (hanya sekitar 5%). Sumber air partisipasi kaum lelaki-- pada dasarnya juga masih rendah.
yang dipergunakan oleh warga di daerah ATLL adalah mata air alam
3. Prioritas penanganan bagi kelompok rentan dalam masa darurat masih
dan air sungai. Di ATL, selain mata air alam dan air sungai, warga juga
perlu ditingkatkan, meskipun sebenarnya sudah dicantumkan secara
menggunakan air sumur dan air ledeng.
tersurat dalam dokumen-dokumen kebijakan pemulihan pasca bencana
Merapi 2010. Langkah-langkah penting seperti penyediaan sarana
TABEL 138: Keadaan Sumber-sumber Air dan Dampak Letusan Merapi 2010
yang memadai dan aman selama masa darurat, termasuk pemenuhan
di Desa-desa yang Terpapar Bencana
kebutuhan khusus mereka, perlu menjadi prioritas dalam manajemen
kedaruratan.
Keadaan Sumber-sumber Air & Dampak
Letusan Merapi
ATLL ATL ATLH KONTROL
4. Di sektor kesehatan, beberapa kemajuan telah dicapai, baik pada aspek
Sumber yang digunakan sekarang berbeda
kesehatan fisik maupun mental/psikologis para warga korban bencana
33,33 85,71 100,00 100,00
dengan sebelum bencana (%) Merapi 2010. Namun demikian, belum semuanya pulih, terutama
Alasan beralih sumber: keadaan kesehatan fisik kelompok bayi yang beberapa di antaranya
menderita gizi buruk, terutama di beberapa desa di ATLL dan ATLH.
Sumber lama tidak berfungsi lagi 66,67 4,76 0,00 0,00
Perhatian terhadap kondisi kesehatan fisik bayi dan anak-anak perlu
Sumber lama airnya tidak jenih lagi 33,33 4,76 0,00 0,00
menjadi prioritas, karena implikasi dari keterpurukan keadaan
Pipa-pipa penyalurnya rusak/hilang 100,00 100,00 100,00 100,00 kesehatan mereka akan membawa dampak besar dalam jangka panjang.
Biaya perbaikannya cukup mahal 0,00 4,76 0,00 0,00 Prioritas perhatian yang sama juga perlu diberikan pada kelompok
Sudah ada sarana air baru dari bantuan 100,00 100,00 100,00 100,00 warga lansia.

190 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 LINTAS SEKTOR: Perlakuan Khusus, Akses Pelayanan Publik & Pemulihan Lingkungan Hidup | 191
5. Letusan Merapi 2010 telah mengakibatkan gangguan yang serius bagi
keberlangsungan kegiatan-kegiatan kemasyarakatan, pemerintahan
lokal (desa) dan aksesibilitas warga terhadap sarana-sarana pelayanan
umum. Meskipun sudah dicapai banyak kemajuan dalam pemulihan
akses warga terhadap sarana-sarana dasar pelayanan publik, namun
perhatian khusus perlu diberikan pada beberapa kasus khas, seperti
perbaikan atau pembangunan kembali gedung-gedung sekolah yang
masih belum tuntas di beberapa desa.
6. Banyak dari kegiatan lintas sektoral dalam upaya pemulihan pasca
bencana Merapi 2010 selama ini, ternyata tidak diketahui sama sekali
oleh warga setempat, bahkan juga oleh aparat pemerintahan desa.
Terkesan kuat bahwa mereka selama ini lebih sering diperlakukan
hanya sebagai objek pasif penerima bantuan. Padahal, proses-proses
pemberian bantuan dan upaya pemulihan pasca bencana sesungguhnya
merupakan suatu peluang sangat baik untuk mendorong tumbuhnya
partisipasi aktif dan prakarsa warga serta aparat pemerintahan lokal
untuk bangkit memulihkan diri mereka sendiri. Sangat disarankan agar
warga dan aparat pemerintahan lokal, terutama pada tingkat desa, lebih
dilibatkan sebagai pelaku aktif sejak tahap perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan dan evaluasi program-program pemulihan pasca bencana
Merapi di masa mendatang.
7. Dampak letusan Merapi 2010 pada lingkungan hidup sangat besar.
Terjadi penurunan luas lahan pertanian dan tingkat produktivitasnya.
Perhatian serius dibutuhkan untuk segera merampungkan perbaikan
dan pemulihan prasarana dan sarana dasar usaha tani di desa-desa
terpapar bencana, terutama perbaikan dan pembangunan kembali
bendungan dan saluran irigasi yang masih banyak terbengkalai.
Pada tingkat terakhir, pulihnya luasan lahan pertanian dan tingkat
produktivitasnya akan paling menentukan keberhasilan semua upaya
pemulihan lainnya, karena hal ini menyangkut langsung kebutuhan
dasar produksi pangan dan energi, penyediaan lapangan kerja serta
BETA PETTAWARANIE EDI KUSMAEDI
perbaikan pendapatan warga.
8. Perhatian khusus juga perlu diberikan pada pemulihan ekosistem
HANYA SATU & TERBUKA UNTUK SEMUA
lingkungan hidup di desa-desa terpapar bencana, terutama pemulihan
sumber-sumber air dan kawasan hutan. Sarana MCK darurat di dua tempat pengungsian di wilayah Sleman,
Yogyakarta: di Prambanan (KIRI) dan di Argomulyo, Cangkringan (KANAN).
Selain tidak mencukupi dari segi jumlahnya --dibanding dengan puluhan
pengungsi di tempat tersebut-- sarana ini juga jelas sangat tidak memenuhi
syarat kesehatan dan keindahan, terlebih lagi syarat kenyamanan dan
keamanan, terutama bagi kaum perempuan.

192 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 LINTAS SEKTOR: Perlakuan Khusus, Akses Pelayanan Publik & Pemulihan Lingkungan Hidup | 193
TINJAUAN AKHIR
MEMBANGUN KETANGGUHAN WARGA
MENGHADAPI BENCANA
Saleh Abdullah
Aris Sustiyono

D alam menghadapi ancaman bencana, hal pertama yang harus


diperhatikan adalah bahwa ketangguhan suatu komunitas
menghadapi bencana itu adalah sesuatu yang ideal, karena pada
kenyataannya tidak ada masyarakat yang benar-benar terbebas sama sekali
dari risiko bencana, sekecil apapun. Apalagi bagi masyarakat yang tinggal
di seputar wilayah gunung berapi teraktif di dunia, Merapi, dengan
ancaman permanen (permanent hazard) yang terulang secara berkala
(cyclical) pada rentang waktu tertentu. Apa yang mereka bisa lakukan
adalah bagaimana mengurangi risiko ancaman bencana itu semampu
mungkin.
Pengurangan Risiko Bencana (PRB) adalah suatu konsep yang nisbi baru.
Konsep ini masih terus dikembangkan dan berkembang. Konteks sosial
budaya dan cara berpikir (mindset) adalah dua dari sekian banyak hal
yang menjadi pertimbangan penting dalam konsep PRB yang dinamis.
Dalam pandangan budaya dan cara berpikir masyarakat di luar kawasan
Merapi, misalnya, ada yang beranggapan agar orang lebih baik sedapat
mungkin menghindari ancaman bahaya dan bencana. Tetapi, bagi warga
masyarakat yang hidup di sekitar Merapi, mereka justru mengembangkan
cara berpikir bagaimana hidup berdampingan dengan Merapi. Karena,
DUSUN KENINGAR, DUSUN, MAGELANG, JAWA TENGAH,
dari Merapi, mereka bukan hanya mendapat berkah dan rezeki, tetapi juga
25 November 2010. Dua orang ibu muda mengangkut
bambu untuk membangun kembali rumah mereka setelah pengetahuan dan kearifan tradisional. Kendati, pada sisi lain, Merapi juga
sekitar sebulan mengungsi di satu barak pengungsian memberikan kematian dan kehancuran dalam hitungan ringkas.
dekat Kota Magelang.
<FOTO: SALEH ABDULLAH, TRK INSIST>
195
Selain konteks budaya tersebut, PRB juga akan sangat ditentukan oleh dan pengetahuan yang cukup agar --saat terjadi lagi letusan-- mereka
daya dukung kebijakan negara yang bekerja secara strategis dan sistematis telah paham langkah-langkah apa saja yang perlu mereka lakukan. Pada
dalam melakukan antisipasi (identifikasi dan analisis) dan tindakan- peristiwa letusan Merapi 2010 lalu, luncuran awan panas dapat mencapai
tindakan efektif. Peran negara sangat vital bagi lahirnya kebijakan- 18 km dari puncak gunung, sesuatu yang tidak diduga sebelumnya. Begitu
kebijakan dalam rangka mengurangi kerentanan (vulnerability) di semua pula ancaman sekundernya, yakni banjir lahar hujan yang mencapai
sektor penghidupan (livelihood) masyarakat warganya. Tidak semata-mata radius 30 km dan berlangsung selama beberapa bulan setelah letusan
pada hanya ketika bencana terjadi, tetapi yang lebih penting dan strategis besar pertama dan kedua pada akhir Oktober dan awal November 2010.
justru adalah pada saat tidak ada bencana. PRB pada dasarnya bertujuan Banjir lahar itu --yang berlangsung sepanjang musim hujan hingga awal
mengurangi kerentanan-kerentanan sosial ekonomi terhadap bencana tahun 2011-- mengalir hingga ke tengah Kota Yogyakarta, mengikuti aliran
dan menangani bahaya-bahaya lingkungan maupun bahaya lain yang Kali Code yang membelah pusat kota, di mana puluhan rumah terkena
menimbulkan kerentanan. 1 dampaknya.
Secara filosofis dan afirmatif, negara juga berkewajiban mendasari strategi Survei longitudinal ini dilakukan sebagai piranti pengamatan dan
dan program PRB pada satu landasan umum yang sudah disepakati secara pemantauan untuk melihat sejauh mana kesiapsiagaan di tingkat
internasional: bahwa dalam keadaan darurat bagaimanapun, negara masyarakat sudah dilakukan, khususnya kesiapsiagaan mereka yang
berkewajiban memberikan perlindungan Hak untuk Hidup (Rights to berada dan hidup di sekitar Merapi.
Life) bagi warganya. Pandangan dasar yang berhadapan dengan budaya Sebagaimana tercantum dalam UU Nomor 24 Tahun 2007, Bab I Ketentuan
kekuasaan di Indonesia yang kental dengan dinamika ini, pada gilirannya Umum, angka 7, kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang
memengaruhi proses-proses lahirnya suatu kebijakan, termasuk kebijakan- dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta
kebijakan terkait PRB. melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Upaya kesiapasiagaan
Demikian pula halnya dengan ketangguhan (resilience), suatu konsep yang dimaksud, antara lain, adalah: [1] Penyusunan dan uji coba rencana
yang padanan katanya saja sangat beragam dalam bahasa Indonesia. penanggulangan kedaruratan bencana; [2] Pengorganisasian, pemasangan,
Hal itu menjelaskan tentang begitu banyak konsep, juga teori yang dan pengujian sistem peringatan dini; [3] Penyediaan dan penyiapan
terkandung di dalamnya, yang belum begitu rampung disepakati. Kata itu barang pasokan pemenuhan kebutuhan dasar; [4] Pengorganisasian,
sering diterjemahkan sebagai daya pulih, daya lenting, daya bangkit, penyuluhan, pelatihan, dan gladi tentang mekanisme tanggap darurat;
ketahanan, ketangguhan, dan entah apa lagi. Perkembangan teori-teori [5] Penyiapan lokasi evakuasi; [6] Penyusunan data akurat, informasi,
mutakhir melihat bahwa resilience harus dilihat bukan hanya pada aspek dan pemutakhiran prosedur tetap tanggap darurat bencana; serta
kesiapan atau kapasitas masyarakat dalam berhadapan dengan ancaman [7] Penyediaan dan penyiapan bahan, barang, dan peralatan untuk
bencana, tetapi juga pada hal-hal yang memengaruhi kerentanan, dalam pemenuhan pemulihan prasarana dan sarana.
skala lebih luas, dan akhirnya memengaruhi tingkat resilience mereka. Dari hasil survei yang dilakukan pada bulan September 2012, tampaknya
Bagian ini akan membahas temuan-temuan survei pada aspek-aspek ada hal-hal yang cukup penting untuk dipaparkan lebih dalam
praktis kesiapsiagaan masyarakat dalam mengurangi risiko bencana berdasarkan data yang diperoleh, khususnya yang menyangkut unsur
Merapi. (variabel) pengurangan risiko bencana. Data tersebut diperoleh baik dari
Kendati, di balik temuan-temuan praktis tersebut, pada aras analisis, perangkat pemerintahan desa maupun dari warga masyarakat sendiri
sangat bisa jadi ada soal-soal yang tidak praktis. Memerhatikan secara acak (random sampling). Tercatat 1.290 warga korban bencana
rentang waktu terjadinya letusan yang cukup sering, sudah seharusnya diwawancarai di 35 desa yang terbagi dalam tiga kategori wilayah
masyarakat yang berada di sekitar lereng Merapi mendapatkan informasi terdampak (affected area): Area Terdampak Letusan Langsung (ATLL), Area
Terdampak Langsung (ATL), dan Area Terdampak Lahar Hujan (ATLH).
Sebagaimana laiknya suatu survei, lalu ditambahkan beberapa desa lain
1
John Twigg, dalam Karakterisitik Masyarakat Yang Tahan Bencana, draft untuk di luar tiga wilayah terdampak tersebut sebagai pembanding (control
Kelompok Koordinasi Antar Lembaga Pengurangan Risiko Bencana. Jakarta: DFID, 2007. variable).

196 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 TINJAUAN AKHIR: Membangun Ketangguhan Warga Menghadapi Bencana | 197
Pelibatan Warga Dalam keadaan bencana besar seperti letusan Merapi 2010, memang
mungkin memaklumi mengapa pelibatan peranserta warga dalam proses-
Dalam kerangka pikir dan konsep membangun ketangguhan warga
proses pertemuan adalah tidak mudah. Segera setelah peristiwa bencana
menghadapi bencana, hasil survei ini yang sangat penad (relevan)
terjadi, para warga biasanya lebih memusatkan seluruh perhatian, tenaga,
untuk dicermati adalah temuan-temuan tentang pengarusutamaan
dan waktu mereka melakukan kegiatan-kegiatan tanggap darurat untuk
(mainstreaming) agenda atau isu-isu penanggulangan risiko bencana dalam
menata kembali kehidupan yang luluh lantak. Dalam keadaan sangat luar
keseluruhan upaya pemulihan pasca bencana Merapi 2010. Adalah sangat
biasa tersebut, maka dapat dipahami jika para elite desa --para pamong
penting untuk melihat bukan hanya sejauh mana agenda-agenda PRB
dan tokoh masyarakat-- adalah pihak pertama dan terakhir yang merasa
masuk dalam perencanaan, tetapi jauh lebih penting adalah sejauh mana
harus mengambil tanggungjawab penuh proses-proses pemulihan di desa
pelibatan warga di dalamnya serta implikasinya pada alokasi anggaran
mereka.
dan praktik penerapan rencana-rencana tersebut senyatanya di lapangan.
Kemungkinan tafsir tersebut memang masih tetap terbuka untuk diuji
Temuan-temuan survei ini menunjukkan bahwa pengarusutamaan isu-isu
lanjut dan bisa diperiksa pada temuan-temuan lain dari survei ini.
PRB dalam proses-proses pertemuan warga, terutama dalam Musyawarah
Namun, satu hal sebenarnya sudah sangat jelas, yakni pengetahuan
Perencanaan Pembangunan Desa (MUSRENBANGDES), sebenarnya
tentang sifat cyclical letusan Merapi yang terjadi secara berkala dalam
sudah dilakukan di semua wilayah terdampak, bahkan dengan angka
satu rentang waktu tertentu. Pengetahuan ini mestinya sudah cukup
persentase yang cukup tinggi, rata-rata di atas 60%. Masalahnya adalah
untuk menyimpulkan bahwa proses-proses perencanaan pengurangan
peserta pertemuan-pertemuan MUSRENBANGDES tersebut umumnya
risiko bencana sudah dapat dilakukan jauh sebelum letusan Merapi
masih didominasi oleh para elite desa. Selain itu, keterwakilan kelompok-
terjadi lagi. Dengan kata lain, tidak ada alasan kuat untuk menyatakan
kelompok rentan (perempuan, warga lanjut usia, dan para penyandang
bahwa rendahnya tingkat partisipasi warga --termasuk dan terutama
cacat fisik atau kaum difabel) masih sangat rendah. Padahal, mereka
kelompok-kelompok rentan-- dalam pertemuan-pertemuan penting seperti
adalah kelompok warga yang seharusnya mendapatkan prioritas dan
MUSRENBANGDES adalah karena para warga terlalu sibuk dengan kerja-
perlakuan khusus (affirmative action) dalam setiap upaya penanggulangan
kerja tanggap darurat saat bencana sudah terjadi.
bencana dan pemulihan pasca bencana.
Setidaknya, temuan-temuan survei ini menunjukkan bahwa pengetahuan
dasar tersebut --dan beberapa pengetahuan dasar lainnya tentang Merapi--
TABEL 139: Pengarusutamaan Isu PRB dan Keterwakilan Warga dalam
dimiliki oleh sebagian besar warga desa-desa di wilayah terdampak.
MUSRENBANGDES di Desa-desa yang Terpapar Bencana Merapi 2010

Isu PRB
dan Peserta MUSRENBANGDES
ATLL ATL ATLH KONTROL TABEL 140: Pengetahuan Dasar Warga tentang Merapi, Tanda-tanda
& Ancaman Bencananya di Desa-desa Yang Terpapar Bencana Merapi 2010
Masuknya isu-isu PRB dalam agenda
MUSRENBANG di desa-desa terdampak 100,00 80,95 62,50 66,67
bencana (%) Pengetahuan Dasar Warga ATLL ATL ATLH KONTROL
TINGKAT PARTISIPASI WARGA DALAM MUSRENBANGDES:
Tentang siklus berkala 3-7 tahun letusan
Pamong (perangkat) desa (%) 27,86 32,47 31,25 25,42 100,00 85,71 75,00 66,67
Merapi (%)
Tokoh masyarakat (%) 26,43 30,08 28,75 23,73 Tentang tempat-tempat pengungsian
100,00 66,67 75,00 0,00
Kelompok pemuda & remaja (%) 22,14 20,12 24,38 20,34 terdekat segera setelah letusan (%)
Kelompok perempuan (%) 17,86 11,95 11,25 22,03 Tentang jalur-jalur evakuasi di dalam dan
91,67 65,56 52,67 13,33
ke luar desa (%)
Warga lansia (%) 2,14 1,79 2,50 5,08
Tentang sistem peringatan dini di desa (%) 85,56 51,39 50,33 14,44
Kaum difabel (%) 0,71 0,20 0,00 1,69
Tentang daerah aman dampak letusan dan
48,33 48,89 47,33 83,33
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah) lahar hujan dalam kawasan Merapi (%)

198 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 TINJAUAN AKHIR: Membangun Ketangguhan Warga Menghadapi Bencana | 199
Tentang tanda-tanda awal akan terjadinya letusan Merapi: TABEL 141: Penyelenggaraan Kegiatan Pendidikan Kebencanaan bagi Warga
Turunnya kawanan binatang liar dari 21,18 15,02 11,95 6,04
di Desa-desa yang Terpapar Bencana Merapi 2010
puncak (%)
Penyelenggara Pendidikan Kebencanaan
Suara gemuruh dari arah puncak (%) 20,77 17,25 20,35 17,93
di Tingkat Desa
ATLL ATL ATLH KONTROL
Peningkatan suhu udara (%) 19,96 21,32 20,29 18,60
Terlihatnya pijar lava di puncak (%) 8,35 8,66 8,57 8,14 Sebelum bencana 64,44 14,17 11,00 6,67
Rentetan gempa vulkanik (%) 7,33 10,81 12,51 10,47 Pemerintah provinsi 2,30 2,86 0,00 0,00
Bau belerang yang menyengat (%) 7,13 4,15 3,61 0,00 Pemerintah kabupaten 9,20 12,57 18,18 5,86
Semburan asap tebal di puncak (%) 5,09 9,11 8,23 13,95 Pemerintah desa 28,16 31,34 23,64 23,53
Guguran bahan vulkanik (%) 4,68 4,05 3,16 4,07 BPPD/BNPB 10,92 6,29 3,64 11,76
Hujan abu (%) 4,07 7,66 11,27 14,53 Tim Siaga Bencana Desa 20,69 14,86 30,91 11,76
Ular-ular keluar dari lubangnya (%) 0,81 0,80 1,35 0,00 Forum PRB 1,15 2,29 0,00 5,88
Lainnya 0,61 1,10 1,80 3,49 KESBANGLINMAS 2,30 4,57 1,82 11,76
PMI 6,32 9,14 0,00 17,76
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)
LSM 5,75 6,29 7,27 17,65
Sesudah bencana (%) 34,44 27,78 10,67 3,33
Pemerintah provinsi 2,74 2,06 0,00 0,00
Pemerintah kabupaten 9,59 10,31 1,89 10,00
Pemerintah desa 17,81 33,33 43,40 20,00
Tingkat Kesiagaan BPPD/BNPB 8,22 7,56 16,98 10,00

Fakta adanya sejumlah pengetahuan dasar yang dimiliki oleh warga Tim Siaga Bencana Desa 27,40 12,03 11,32 10,00

tentang Merapi dan karakteristik kebencanaannya, jelas merupakan modal Forum PRB 0,00 6,53 3,77 10,00

penting untuk membangun ketangguhan masyarakat di kawasan bencana KESBANGLINMAS 1,37 2,06 0,00 10,00

tersebut. Tentu saja, pengetahuan dasar tersebut masih perlu lebih PMI 4,11 9,62 1,89 10,00

ditingkatkan dan diperkaya. Dalam hal inilah pendidikan kebencanaan LSM 10,96 3,44 5,66 20,00

menjadi sangat strategis. Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)

Ikhtiar-ikhtiar pendidikan kebencanaan bagi warga di kawasan bencana


Merapi pernah diselenggarakan di hampir semua desa yang disurvei, Betapapun, data ini menunjukkan bahwa pemerintah desa masih tetap
baik sebelum maupun sesudah bencana. Temuan menarik dari survei merupakan sumber informasi utama bagi para warganya, termasuk dalam
ini adalah bahwa kegiatan-kegiatan pendidikan tersebut justru semakin hal kebencanaan. Para warga yang diwawancarai di semua desa juga
berkurang setelah bencana dibandingkan sebelum bencana. Bahkan, menegaskan hal tersebut.
Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) --yang merupakan gabungan
berbagai lembaga pemerintah, perguruan tinggi, dan organisasi-organisasi TABEL 142: Pengetahuan Warga tentang Sumber Informai Kebencanaan
masyarakat sipil atau lembaga swadaya masyarakat (LSM)-- adalah di Desa-desa yang Terpapar Bencana Merapi 2010
salah satu yang paling sedikit menyelenggarakan kegiatan pendidikan
kebencanaan tersebut. Sumber Informasi Kebencanaan yang
Paling Sering Dirujuk oleh Warga
ATLL ATL ATLH KONTROL

Meskipun banyak pihak pernah berprakarsa dan terlibat, namun INFORMASI UMUM KEBENCANAAN:
pemerintah desa dan Tim Siaga Bencana di setiap desa masih tetap BPPTK Yogayakarta 20,10 6,32 3,21 0,00
merupakan pelaku utama yang paling sering menyelenggarakan kegiatan- Petugas Pos Pemandu Merapi 21,65 21,90 27,27 0,00
kegiatan pendidikan kebencanaan untuk warganya. Menara/Gardu Pandang Merapi 3,09 3,16 2,67 0,00

200 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 TINJAUAN AKHIR: Membangun Ketangguhan Warga Menghadapi Bencana | 201
7$%(/.HEHUDGDDQGDQ3URO7LP6LDJD%HQFDQD 76%
Pemerintah provinsi 0,52 0,00 0,53 0,00
Pemerintah kabupaten 2,58 3,16 1,60 6,67
di Desa-desa yang Terpapar Bencana Merapi 2010
Pemerintah kecamatan 0,52 3,16 2,14 13,33
Pemerintah desa 36,60 47,86 45,99 26,67 Keberadaan TSB ATLL ATL ATLH KONTROL
INFORMASI KHSUSUS TENTANG ANCAMAN BENCANA MERAPI:
Sudah ada (terbentuk) 100,00 85,71 87,50 66,67
Tim Siaga Bencana Desa 16,94 12,51 12,47 0,00
Dibentuk berdasarkan SK Kepala Desa 66,67 44,44 71,43 50,00
Pemerintah desa 34,27 33,80 40,46 6,12
Dibentuk tanpa SK Kepala Desa 33,33 55,56 28,57 50,00
Pemerintah kabupaten/provinsi 3,63 2,78 1,53 0,00
Diketuai oleh perangkat (pamong) desa 66,67 55,56 71,43 50,00
Media massa 19,76 36,26 33,59 68,37
Diketuai bukan oleh pamong desa 33,33 33,33 0,00 50,00
BPPTK Yogyakarta 20,16 3,32 2,80 0,00
Punya panduan (SOP) TSB 100,00 61,11 71,43 50,00
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah) Pernah menerima pelatihan khusus 66,67 66,67 57,14 100,00

Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)


Forum-forum PRB di tingkat desa, juga bisa menjadi ajang efektif bagi
pertukaran pengetahuan, baik antar warga maupun antara warga dengan
pihak-pihak lain --seperti relawan, LSM, atau lainnya-- secara lebih Sebagian besar desa yang disurvei di kawasan Merapi juga sudah memiliki
terorganisir. 2 Dalam hal ini, menarik melihat tingkat pelembagaan para sistem peringatan dini (early warning system) dan berfungsi dengan baik.
relawan, khususnya kaum muda, di tingkat desa dalam bentuk Tim Siaga Bahkan semua desa di ATLL dinyatakan sudah memiliki sistem tengara
Bencana (TSB) yang cukup tinggi di semua wilayah yang disurvei, dengan awal tersebut. Ketika terjadi letusan tahun 2010 lalu, 87,88% warga
kisaran antara 85 hingga 100%. menyatakan sistem tersebut berfungsi baik. Sistem tersebut juga mudah
Mungkin karena sifatnya yang sukarela, hanya sebagian saja dari semua didengar dan dipahami warga. Sebagian besar warga di semua desa yang
TSB yang dibentuk itu berdasarkan Surat Keputusan (SK) Kepala Desa. memiliki sistem tersebut mengaku mematuhi tanda-tanda dari sistem
Menariknya, justru TSB yang diketuai oleh perangkat desalah yang peringatan dini di desa mereka, segera melakukan pegungsian ke tempat-
mempunyai legitimasi pembentukan berdasarkan SK Kepala Desa. Di tempat yang telah disepakati. Sayangnya, sekali lagi, tingkat keterlibatan
ATLL, misalnya, 66,67% TSB yang dibentuk berdasarkan SK Kepala Desa, warga dalam penyusunan mekanisme kerja sistem peringatan dini tersebut
seluruhnya diketuai oleh perangkat (pamong) desa, sementara 33,33% sangat rendah di semua desa, rerata di bawah 20%.
TSB yang tidak diketuai oleh perangkat desa tidak memiliki SK resmi dari
Kepala Desa. Sekilas, persoalan ini tampak sederhana saja. Tetapi, pada
TABEL 144: Keberadaan Sistem Peringatan Dini
aras analisis, bisa menceritakan banyak hal.
di Desa-desa yang Terpapar Bencana Merapi 2010
Untuk meningkatkan kapasitas penanggulangan bencana, TSB menerima
pelatihan-pelatihan yang dianggap relevan, baik sebelum kejadian letusan Keberadaan Sistem Peringatan Dini ATLL ATL ATLH KONTROL
Merapi 2010 maupun setelahnya. Sebanyak 66,67% TSB menyatakan
Sudah ada (terpasang) dan berfungsi
pernah menerima latihan. Tim-tim siaga bencana tersebut selanjutnya dengan baik
100,00 90,00 75,00 100,00
aktif terlibat dalam memperkuat kapasitas warga desa-desa mereka dalam
Warga mengetahui keberadaannya 100,00 98,24 100,00 66,67
menghadapi bencana.
Warga mematuhi peringatannya 100,00 95,00 75,00 100,00
Warga terlibat menyusun mekanisme
11,69 17,57 20,53 23,08
2
Ini merupakan salah satu prinsip utama penguatan ketangguhan secara melembaga, kerjanya
(strengthen institutional resilience) dari delapan prinsip gerakan Kemitraan Global untuk
Pengembangan Ketangguhan (Global Partners for Resilience), dalam A New Vision for Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)
Community Resilience, 2012.

202 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 TINJAUAN AKHIR: Membangun Ketangguhan Warga Menghadapi Bencana | 203
Sebagian besar warga di desa-desa yang disurvei juga sudah mengetahui TABEL 146: Keberadaan Jalur dan Perangkat Dasar Evakuasi
pihak-pihak penting yang harus mereka kontak atau hubungi saat darurat di Desa-desa yang Terpapar Bencana Merapi 2010
atau ada peringatan dini akan kemungkinan terjadinya bencana. Mereka
Keberadaan Jalur & Perangkat Dasar
umumnya (87,14%) memiliki nomor-nomor telepon berbagai pihak Evakuasi di Desa
ATLL ATL ATLH KONTROL
penting tersebut. Tetapi, terdapat perbedaan cukup mencolok dalam
Sudah ada jalur evakuasi 100,00 90,48 87,50 66,67
pandangan warga tentang pihak yang paling penting dan pertama harus
Keadaannya baik 66,67 63,16 71,43 100,00
mereka kontak. Di ATLL, sebagian besar warga lebih memilih mengontak
Kelayakan/kemudahan dilalui 98,79 98,31 96,84 100,00
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) kabupaten, sementara
Kendaraan angkut evakuasi:
di ATL dan ATLH --juga desa-desa di wilayah pembanding-- lebih
Kendaraan roda dua (sepeda motor) 35,57 35,47 36,92 37,50
memilih mengontak aparat pemerintah kecamatan dan desa. Temuan
Kendaraan roda empat (mobil) 37,64 35,71 31,28 34.38
ini menarik jika dikaitkan dengan data sebelumnya tentang rendahnya
Jalan kaki 26,79 28,83 31,79 28,13
tingkat keterlibatan warga dalam penyusunan sistem peringatan dini dan
Pelatihan/simulasi evakuasi:
penyusunan rencana-rencana PRB dalam MUSRENBANGDES.
Pernah diselenggarakan dan diikuti
65,56 36,39 19,33 3,33
warga
Pilihan prioritas evakuasi:
TABEL 145: Pihak-pihak Penting dan Pertama yang Dikontak oleh Warga Saat
Warga lansia 36,20 35,47 39,32 35,59
Keadaan Darurat Bencana di Desa-desa yang Terpapar Bencana Merapi 2010
Anak-anak 28,02 28,45 30,77 32,20
Perempuan 4,70 10,36 11,54 7,34
Pihak yang Dikontak Warga ATLL ATL ATLH KONTROL Ibu hamil 18,81 13,20 7,12 8,47
Penderita penyakit berat 3,07 6,07 5,27 7,34
Punya nomor kontak penting saat darurat 15,56 7,22 6,33 3,33 3HQ\DQGDQJFDFDWVLN GLIDEHO 2.04 3,67 3,70 3,39

Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)


PILIHAN YANG DIKONTAK PERTAMA KALI:

Aparat pemerintahan desa/kecamatan 0,00 60,00 75,00 33,33


Kepala Dusun (Rukun Warga) 33,33 10,00 12,50 66,67 Secara keseluruhan, dapat dikatakan bahwa tingkat kesiagaan warga
BPBD kabupaten 66,67 25,00 0,00 0,00 menghadapi bencana di desa-desa yang disurvei sebenarnya cukup
Komandan Posko Bencana di desa 0,00 5,00 0,00 0,00 memadai. Hampir semua prasyarat dasar --pengetahuan, organisasi,
dan perangkat kerja-- sudah tersedia. Terlepas dari taraf kelayakan,
Lainnya 0,00 0,00 12,50 0,00
kemampuan, dan mutu dari semua prasyarat tersebut --yang umumnya
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah) memang belum optimal-- namun basis suatu sistem telah terbentuk untuk
lebih memungkinkan mereka merancang dan menerapkan tindakan-
tindakan pengurangan risiko bencana. Karena itu, untuk mengoptimalkan
Untuk keperluan evakuasi, banyak warga menyatakan bahwa desa mereka
semua prasyarat dasar tersebut, faktor berikutnya --yakni aturan dan
telah memiliki jalur dan alat angkut evakuasi yang cukup baik dan
kebijakan-- memegang peran penting dan menentukan.
layak. Selain itu, sebagian besar mereka, terutama di desa-desa di ATLL
(65,56%) juga menyatakan pernah mendapatkan pelatihan-pelatihan atau
simulasi evakuasi. Mungkin karena merasa tidak terlalu perlu mengungsi,
Aturan & Kebijakan
pelatihan atau simulasi evakuasi di desa-desa ATL, ATLH --dan juga di
desa-desa pembanding-- sangat sedikit pernah dilakukan dan diikuti oleh Para pemikir atau pakar penanggulangan bencana, terutama mereka yang
warga setempat. secara khusus mendalami persoalan ketangguhan (resilience), mempunyai
pandangan yang sama bahwa faktor kebijakan (policy) merupakan salah

204 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 TINJAUAN AKHIR: Membangun Ketangguhan Warga Menghadapi Bencana | 205
satu kunci terpenting. 3 Masih lemahnya perangkat sistem kelembagaan inilah yang dapat
menjelaskan mengapa masih banyak warga di desa-desa yang disurvei
Dalam kasus desa-desa di kawasan bencana Merapi, survei ini
belum atau tidak mengetahui berbagai aturan dan kebijakan penting
menemukan bahwa faktor aturan dan kebijakan juga nisbi masih lemah.
pemerintah desa mereka tentang kebencanaan. Salah satu dokumen
Di semua desa yang disurvei, keberadaan Peraturan Desa (PERDES)
kebijakan terpenting yang harus diketahui oleh semua warga adalah
tentang penanggulangan bencana, termasuk perspektif dan isu-isu
Rencana Darurat (contingency plan) desa mereka. Survei ini menemukan
pengurangan risiko bencana serta pembangunan ketangguhan warga,
bahwa masih cukup banyak warga yang belum mengetahui keberadaan
masih terbilang sedikit. Di desa-desa ATLL dan ATL, hanya 33,33% yang
dan isi dari dokumen penting desa mereka tersebut. Di ATLL, lebih dari
menyatakan sudah memiliki PERDES khusus tersebut, sementara di desa-
separuh (66,67%) menyatakan mengetahuinya, di ATL malah kurang dari
desa ATLH juga hanya 37,50%. Sementara itu, masih sangat sedikit Forum
separuh (47,62%), di ATLH lebih sedikit lagi (37,50%), bahkan sama sekali
Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) yang terbentuk di tingkat desa. Di
tidak ada (0%) yang tahu di desa-desa dalam wilayah pembanding.
semua kategori wilayah yang disurvei, termasuk di desa-desa di wilayah
pembanding-- keberadaan FPRB masih rerata di bawah 15%. Padahal, Dokumen penting lainnya yang tidak banyak diketahui warga adalah
forum berbasis komunitas seperti itu --selain alasan-alasan kultural yang PERDES tentang Pengelolaan Lahan Desa sebagai bagian dari kawasan
sangat kuat mendasarinya-- bisa menjadi wahana yang efektif untuk bencana Merapi. Sebagai dokumen informasi dan perencanaan tata ruang
membangun suatu sistem ketangguhan warga setempat menghadapi (spatial information and plan), dokumen ini sangat penting diketahui
bencana secara sistematis dan melembaga (systemic and institutionalized). oleh warga, karena merupakan salah satu dokumen paling dasar dalam
keseluruhan upaya penanggulangan dan pengurangan risiko bencana.
Dalam UU Nomor 24/2007 tentang Kebencanaan, khususnya Pasal 23,
TABEL 147: Keberadaan Peraturan Desa tentang Kebencanaan & Forum semua rencana penanggulangan dan pengurangan risiko bencana wajib
Pengurangan Risiko Bencana di Desa-desa yang Terpapar Bencana Merapi 2010 didasarkan pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) suatu daerah atau
kawasan.
Keberadaan Peraturan Desa ATLL ATL ATLH KONTROL
Temuan ini sejalan dengan temuan lainnya bahwa sosialisai isu-isu PRB
--termasuk dan terutama dokumen-dokumen dasar terpenting yang
Sudah ada PERDES Kebencanaan 33,33 33,33 37,50 66,67
mendasarinya-- kepada semua warga memang masih nisbi kurang di
Sudah ada PERDES khusus pengelolaan semua desa yang disurvei.
kawasan desa sebagai bagian dari kawasan 0,00 14,29 0,00 0,00
bencana Merapi
TABEL 148: Pengetahuan Warga tentang Dokumen Kebencanaan Terpenting dan
Unsur-unsur PRB sudah dibahas dalam
MUSRENBANGDES dan dimasukkan 100,00 80,95 62,50 66,67 Sosialiasinya di Desa-desa Yang Terpapar Bencana Merapi 2010
dalam dokumen RPJM Desa

Sudah terbentuk FBRB Desa 27,78 9,86 12,67 0,00 Keberadaan Dokumen Penting &
Pengetahuan Warga
ATLL ATL ATLH KONTROL
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)
Keberadaan Rencana Darurat Desa dan
66,67 47,62 37,50 0,00
pengetahuan warga tentangnya

3
Beberapa pakar memasukan aspek kebijakan, dengan seluruh legitimasi yang ada Pengetahuan warga tentang PERDES
padanya, sebagai aspek terpenting penopang pengurangan risiko bencana bagi pengelolaan kawasan desa sebagai bagian 47,78 21,81 16,00 7,78
terwujudnya masyarakat tangguh (resilient community). Selain John Twigg, adalah dari kawasan bencana Merapi
Mark Pelling (2011), misalnya, dalam Adaptation to Climate Change; From Resilience
Sosialisasi dokumen-dokumen PRB desa
to Transformation; Cutter dkk, A place-based model for understanding community 58,33 36,25 28,67 3,33
kepada seluruh warga desa
resilience to natural disasters, Global Environmental Change, Vol.8, 2008; Mercer, Policy
arena: Disaster risk reduction or climate change adaptation: Are we reinventing the
Sumber: Data Dasar Survei Longitudinal (2012) (diolah)
wheel?, Journal of International Development, Vol.22.

206 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 TINJAUAN AKHIR: Membangun Ketangguhan Warga Menghadapi Bencana | 207
Simpulan Umum & Saran kerusakan atau kehancuran yang bersifat fatal. Warga seputar Merapi
punya caranya sendiri untuk memahami fenomena Merapi. Berdasarkan
Dengan segenap kelemahan dan kekurangannya yang masih tersisa, survei pengalaman sekian kali menghadapi dampak letusan Merapi dalam
ini menemukan bahwa ikhtiar membangun suatu sistem ketangguhan rentang waktu yang semakin dapat dipradugakan pula, survei ini juga
menghadapi bencana di kawasan Merapi sudah mulai diletakkan dasarnya menunjukkan dengan nyata kemauan mereka untuk terus belajar dan
atau, paling tidak, sudah tersedia lahannya. Antara lain, justru karena bersiap diri menghadapi bencana. Pemerintah, sebagai pembuat kebijakan,
pengalaman warganya sendiri menghadapi bencana Merapi yang bukan semestinya pula dapat belajar dari pengalaman warga seputar Merapi
hanya sudah pernah terjadi beberapa kali di masa lalu, tetapi juga --sudah tersebut dan memanfaatkannya untuk membantu mereka membangun
dapat dipradugakan-- masih akan tetap terjadi entah berapa kali lagi di suatu sistem ketangguhan yang benar-benar handal.
masa depan.
Karena itu, temuan-temuan penting dari survei ini dapat dijadikan sebagai
masukan berharga untuk memperbaiki semua kelemahan dan kekurangan
yang masih ada. Ada tiga hal mendasar yang perlu dibenahi: [1] pelibatan
warga dalam semua proses perencanaan, pelaksanaan, pemantauan,
dan evaluasi tindakan-tindakan pemulihan dan PRB; [2] peningkatan
kualitas semua perangkat dasar kesiagaan yang sudah ada, terutama pada
aras desa; dan [3] penyempurnaan berbagai aturan dan kebijakan yang
memungkinkan semua prasyarat dan perangkat dasar sistem ketangguhan
berbasis warga benar-benar dapat diterapkan.
Seperti yang telah dikemukakan di awal, upaya-upaya PRB sebaik apapun
tidak akan bisa seratus persen menyelamatkan warga dari ancaman
bencana, apalagi untuk warga yang tinggal di sekitar Merapi. Tetapi
kesiapsiagaan yang dipersiapkan lebih dini akan dapat mengurangi risiko

DUSUN KLIDON, NGEMPLAK, SLEMAN,


YOGYAKARTA, 26 Juni 2006. Hanya sebulan
setelah gempa bumi besar menghantam wilayah
Bantul dan Klaten, satu keluarga (ayah, ibu, dan
anak) dengan sengaja berhenti dan duduk di
tepi jalan kampung hanya untuk menyaksikan
kepulan asap Merapi yang tak pernah berhenti
sejak semburan besar dua minggu sebelumnya,
9 Juni 2006. Letusan Merapi bisa bermakna
sangat beragam bagi warga sekitarnya, termasuk
sebagai tontonan yang memukau.

<FOTO: BETA PETTAWARANIE, TRK INSIST>

208 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010


LAMPIRAN

1 | Ikhtisar Peraturan Perundang-undangan


dalam Penyelenggaraan Penanggulangan
Bencana

2 | Gambaran Umum Realisasi Rencana Aksi


Rehabilitasi & Rekonstruksi Pasca Bencana
Merapi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
dan Jawa Tengah

3 | Tanggapan Umum Warga Korban Bencana


Merapi terhadap Rencana Relokasi oleh
Pemerintah
Lampiran 1 7 BNPB ditempatkan sebagai lembaga teknis * PERPRES 47/2008 tentang * BNPB
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM PENYELENGGARAAN non departemen dengan Kepala BNPB Pembentukan dan * KEMENDAGRI
PENANGGULANGAN BENCANA setingkat Menteri. Ini berimplikasi pada Organisasi Kementerian
kesulitan BNPB menjalankan mandat Negara
No Hasil Kajian Dokumen Hukum Lembaga koordinasi antar lembaga teknis dan * Peraturan Presiden
Terkait berbagi peran melakukan tindakan teknis (PERPRES) 8/2008 tentang
1 Karena UU Pemerintah Daerah hadir * Undang-undang (UU) * BNPB dengan kementerian yang ada. Pembentukan BNPB
sebelum UU Penanggulangan Bencana, 24/2007 tentang * Kementerian
maka undang-undang tersebut belum Penanggulangan Bencana Dalam Negeri
mengatur secara jelas mandat pemerintah * UU 32/2004 tentang (KEMENDAGRI)
daerah dalam penanggulangan bencana. Pemerintahan Daerah
Akibatnya, penanggulangan bencana
belum menjadi mandat pokok 8 Bila dibandingkan dengan PERPRES 8/2008 * PERPRES 59/2009 tentang * BNPB
pemerintah daerah. yang menempatkan unsur pengarah BNPB Anggota Unsur Pengarah
lebih rendah dari BPLS (PERPRES 4/2007, Penanggulangan Bencana
2 Implikasi dari hal tersebut di * UU 24/2007 tentang * BNPB revisi PERPRES 40/2009). Pada unsur dari Instansi Pemerintah
atas, pendanaan untuk kegiatan Penanggulangan Bencana * KEMENDAGRI pengarah dari masyarakat profesional, ada * PERPRES 24/2009 tentang
penanggulangan bencana menjadi anak * UU 33/2004 tentang semacam down grade, mengingat unsur Anggota Unsur Pengarah
tiri di dalam perimbangan keuangan pusat Perimbangan Keuangan pengarah harus melewati uji kelayakan (W Penanggulangan Bencana
dan daerah. antara Pemerintah Pusat and proper test) di DPR-RI. Adapun wakil dari Masyarakat Profesional
dan Pemerintah Daerah pemerintah, unsur pengarah BNPB hanya
diisi oleh eselon satu.
3 Korban bencana alam termasuk salah satu * UU 11/2009 tentang * BNPB
mandat dalam perlindungan sosial. Dalam Kesejahteraan Sosial * KEMENSOS
pelaksanaannya, memungkinkan tumpang 9 PERMENDAGRI memberikan pilihan * PERMENDAGRI 46/2008 * BNPB
* UU 24/2007 tentang pembentukan Badan Penanggulangan tentang Pedoman Organisasi * KEMENDAGRI
tindih. Perlu penegasan pembagian peran Penanggulangan Bencana
antara BNPB dan Kementerian Sosial Bencana Daerah (BPBD) dengan tingkat dan Tata Kerja BPBD
(KEMENSOS) A atau B seperti lazimnya lembaga teknis * Peraturan Kepala (PERKA)
daerah, serta tidak mewajibkan daerah BNPB 3/2008 tentang
4 Sebagai Peraturan Pemerintah (PP) yang * PP 21/2008 tentang * BNPB membentuk BPBD. PERMENDAGRI yang Pedoman Pembentukan
lebih dulu hadir, PP 42/2007 menempatkan Penyelenggaraan kadaluwarsa kadang masih digunakan BPBD.
* KEMENDAGRI
lembaga teknis daerah tidak mempunyai Penanggulangan Bencana oleh aparat daerah di luar BPBD.
* PERMENDAGRI 33/2006
otoritas komando (Pasal 8) dan * PP 41/2007 tentang tentang Pedoman Umum
bertanggungjawab kepada Kepala Daerah Organisasi Perangkat Mitigasi Bencana
melalui Sekretaris Daerah, termasuk Daerah * Keputusan Menteri Dalam
dalam urusan bencana (Pasal 22 ayat 5)
Negeri (KEPMENDAGRI)
Bencana merupakan unsur baru yang
131/2003 tentang Pedoman
belum ada dalam organisasi perangkat
Penanggulangan Bencana
daerah. Pembaruan peraturan juga belum
dan Penanganan Pengungsi
dilakukan.
di Daerah
5 Pembagian urusan pemerintahan antara * PP 41/2007 tentang * BNPB
pusat dan daerah dalam penyelenggaraan Organisasi Perangkat * KEMENDAGRI
penanggulangan bencana sering dianggap Daerah
10 Berbeda pemaknaan istilah, tujuan, dan * PERKA BNPB 17/2009 * BNPB
belum jelas. Perlu keputusan bersama * PP 38/2007 tentang kegiatan sesuai dengan mandat sektor tentang Pedoman * KEMENDAGRI
antara BNPB dan Menteri Dalam Negeri Pembagian Urusan masing-masing. PERMENDAGRI 27/2007 Standarisasi Peralatan
(MENDAGRI) untuk memastikan hal ini. Pemerintahan belum mengacu pada UU 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana.
Penanggulangan Bencana. * PERMENDAGRI 27/2007
6 Pendanaan PB di daerah tidak masuk * PP 22/2008 tentang * BNPB Pedoman Penyiapan Sarana
dalam prioritas utama. Perlu keputusan Pendanaan Penanggulangan * KEMENDAGRI dan Prasarana dalam
bersama antara BNPB dan MENDAGRI Bencana Penanggulangan Bencana
untuk memastikan hal ini. * PP 38/2007 tentang
Pembagian Urusan
Pemerintahan

212 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 LAMPIRAN 1: Peraturan Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana | 213
11 Indonesia sebagai kawasan rawan bencana * UU 26/2007 tentang * BNPB 17 Pemaknaan istilah yang berhubungan * UU 27/2007 tentang * BNPB
sudah menjadi pertimbangan UU ini. Penataan Ruang * Kementerian dengan bencana, terutama mitigasi Wilayah Pesisir dan Pulau- * Kementerian
Mitigasi bencana juga sudah menjadi * UU 24/2007 tentang Pekerjaan Umum bencana (Pasal 56) berbeda dengan pulau Kecil Perikanan &
pertimbangan tindakan. Namun, secara Penanggulangan Bencana (KEMENPU) yang tercantum pada UU 24/2007. Ini * UU 24/2007 tentang Kelautan (KEMEN
umum belum ada penyelarasan tata ruang berimplikasi pada kemungkinan tindakan Penanggulangan Bencana PK)
pengelolaan kawasan rawan bencana yang tumpang tindih.
sebagai bagian dari upaya penyelenggaraan
pencegahan bencana. 18 Masih perlu penjelasan yang mudah * PERKA BNPB 2/2012 tentang * BNPB
dipahami mengenai hubungan antara Pedoman Pengkajian Risiko * Kementerian
12 Belum diselarasakan standar bangunan * UU 24/2007 tentang * BNPB peta-peta hasil Badan Geologi Kementerian Bencana ESDM
gedung dengan kecenderungan intensitas Penanggulangan Bencana * KEMENPU Energi & Sumber Daya Mineral (ESDM) * Keputusan Menteri
ancaman yang berhubungan dengan * UU 28/2002 tentang dengan Peta Risiko Bencana, serta (KEPMEN) ESDM 15/2011
kehadirannya di dalam zona rawan Bangunan Gedung posisi keduanya dalam penyelenggaraan tentang Pedoman Mitigasi
ancaman yang berpengaruh langsung penanggulangan bencana. Bencana Gunung Api,
terhadap kerusakan gedung (gempa) atau Gerakan Tanah, Gempa
pemanfaatan gedung untuk pengurangan Bumi, dan Tsunami.
risiko bencana (tsunami).
19 PERPRES tentang Badan SAR Nasional * PERPRES 8/2008 tentang * BNPB
13 Belum diselaraskan pengelolaan * UU 24/2007 tentang * BNPB (BASARNAS) walau mandatnya untuk Pembentukan BNPB * BASARNAS
sumberdaya air dari sisi negatif (ancaman), Penanggulangan Bencana pencarian dan pertolongan, namun tidak * PERPRES 99/2007 tentang
* KEMENPU
baik dari sisi kelebihan air (banjir) maupun * UU 7/2004 tentang Sumber mengacu pada UU 24/2007 dan tidak ada BASARNAS.
kekurangan air (kekeringan) sebagai bagian satu pun kata bencana di dalam PERPRES
Daya Air tersebut. Perlu diatur peran antara BNPB
dari upaya penyelenggaraan pencegahan
dan BASARNAS dalam keadaan darurat.
bencana.

20 Masing-masing PERKA ini menegaskan * PERKA BNPB 1/2008 tentang * BNPB


fungsi dan peran lembaganya sesuai UU Organisasi dan Tata Kerja * BASARNAS
14 Belum ada pemastian penggunaan uang * UU 24/2007 tentang * BNPB di atasnya. Karena UU dan peraturan di BNPB
negara untuk penanggulangan bencana Penanggulangan Bencana * Kementerian atasnya tidak ada koordinasi, maka fungsi * PERKA BASARNAS PER.
seperti dalam sektor pendidikan. * UU 17/2003 tentang Keuangan dan peran masing-masing yang muncul KBSN-01/2008 tentang
Keuangan Negara (KEMENKEU) juga tidak menunjukkan hal tersebut. Organisasi dan Tata Kerja
BASARNAS.

Sumber: Eko Teguh Paripurno (2012).

15 Keuangan daerah yang selalu terbatas * UU 24/2007 tentang * BNPB


akan cenderung mengesampingkan Penanggulangan Bencana * KEMENKEU
kebutuhan akan penanggulangan bencana. * UU 33/2004 tentang
Karena itu, perimbangan keuangan pusat Perimbangan Keuangan
dan daerah perlu ditetapkan dengan antara Pemerintah Pusat
mempertimbangkan tingkat risiko masing- dan Pemerintahan Daerah
masing daerah

16 Kemiskinan merupakan akar masalah * PP 44/2012 tentang Dana * BNPB


kerentanan bencana. Penanggulangan Darurat * Kementerian
kemiskinan berorientasi pada pengurangan * PERPRES 13/2009 tentang Kordinator
risiko. Padahal, masyarakat miskin Koordinasi Penanggulangan Kesejahteraan
merupakan masyarakat rentan. Berkenaan Kemiskinan. Rakyat
dengan hal tersebut, penanganan
(KEMENKESRA)
kemiskian di kawasan rawan bencana perlu
dilakukan koordinasi dengan baik.

214 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 LAMPIRAN 1: Peraturan Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana | 215
Lampiran 2 * Memasang Early Warning System
GAMBARAN UMUM REALISASI RENCANA AKSI REHABILITASI & REKONSTRUKSI (EWS)
(RENAKSI RR) PASCA BENCANA MERAPI 2010 di DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA * Penyediaan kebutuhan dasar
pengungsi (kebutuhan air bersih
(DIY) dan JAWA TENGAH (JATENG)
dan lain-lain yang sifatnya
No SEKTOR Realisasi Program Rencana Realisasi Program Rencana Aksi sementara)
Aksi di DI Yogyakarta di Jawa Tengah * Jarak shelter permanen dengan
desa asal 13 km
1 PERUMAHAN
* Shelter permanen Kebondalem
Dokumen Renaksi RR DIY 1.Perumahan Lor (5500 m2) Kec. Prambanan
dan Jateng 2 Prasarana Lingkungan untuk menampung asal Desa
3 Pendampingan Balerante
4 HRNA sektor perumahan * Shelter permanen Menden
(3012 m2) Kec. Kebonarum untuk
5 Dukungan Pemulihan Perumahan dan Permukiman Rekompak
menampung asal Desa Sidorejo
(BNPB)
6 Pembebasan Tanah Kas Desa * Shelter permanen Demak Ijo
(2800 m2) Kec.Karangnongko
Paparan BPBD DIY & KABUPATEN SLEMAN KABUPATEN MAGELANG
Jateng 21-22 Nov. 2012 untuk menampung asal Desa
* Penyediaan tanah: 1.907 * Target relokasi: 746 KK Tegalmulyo
kaveling * Jumlah relokasi: 427 KK (230 MK, * Lahan yang digunakan adalah
* Rencana awal: 3.023 unit 103 MP, 94 negosiasi calon lokasi) tanah kas desa
hunian tetap (HUNTAP) * HUNTAP di Desa Ngawen
* Lolos kriteria: 2.721 unit. Kec. Muntilan = 1,2 ha untuk Rp.146,23 miliar Rp.76,79 miliar
* Jumlah relokasi: 2.129 unit 72 KK (HUNTARA Macasan).
2 EKONOMI PRODUKTIF
* (JRF/PSF: 1.378 unit; BNPB: 657 .HPDMXDQVLN 
unit; lainnya: 94 unit) * Relokasi Dusun Mawe Dokumen Renaksi RR DIY * Kegiatan perekonomian masyarakat praktis terhenti karena
* Belum relokasi: 592 unit Desa Sukorini seluas1.2 Ha : dan Jateng kehilangan mata pencaharian akibat terhentinya proses produksi
(27,81%) direncanakan untuk 80 KK dari maupun potens pendapatan yang seharusnya diperoleh masyarakat
* HUNTAP selesai: 1.365 unit Desa Jumoyo dan Sirahan. * Kebutuhan pemulihan pada sektor Ekonomi Produktif diperkirakan
(50,17%); status 5/11/2012 * Tanah yang sudah di bayar: mencapai Rp. 223,01 miliar yang diperuntukkan untuk mendukung
pemulihan sub sektor pertanian, perikanan, UKM dan koperasi,
* Estimasi selesai s/d akhir (a) MK: Jomboran Ngawen,
Desember 2012: 2.034 unit pariwisata dan perdagangan.
Semawe Sukorini, Taman Agung
Kec. Muntilan, dan Gambiran Kulon * Kebutuhan pendanaan pemulihan sektor ekonomi produktif di
Kec. Salam seluas 25.877 m2 Provinsi Jawa Tengah sebesar Rp.76,79 miliar sementara Provinsi DI
Yogyakarta sebesar Rp.146,23 miliar
(b) MP: Plosogede (4 KK) dan
Gondosuli (4 KK) Kec.Ngluar;
(c)Tanah Kas Desa dalam proses
pelepasan): Seloboro dan Jumoyo Paparan BPBD DIY & 1. Pertanian & Perkebunan
Kec. Salam Jateng, 21-22 Nov. 2012 KABUPATEN SLEMAN KABUPATEN MAGELANG
KABUPATEN KLATEN * Rehab jaringan irigasi tingkat * Bantuan pembelian pupuk dan
petani (3 lokasi) selesai pada benih tanaman salak (237 ha):
* Perkembangan 8 September akhir Des. 2012 penangkar menyediakan jumlah
2012,165 KK menyatakan menolak bibit, sesuai musim tanam bulan
* Pembuatan kebon bibit rakyat,
relokasi di Dusun Tegalweru, hanya selesai Des. 2012 September-Desember. Kemajuan
mau relokasi di Bendorejo, Desa VLNGDQNHXDQJDQ
Balerante, Kec.Kemalang. * Rehabilitasi terasering lahan
pertanian * Pupuk organik dan benih
* Membuatkan jalur evakuasi tanaman kelapa, sudah selesai.
* Pemeliharaan & pengayaan
* Membangun dan memperbaiki tanaman kawasan
Tempat Evakuasi Sementara (TES)

216 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 LAMPIRAN 2: Realisasi Rencana Aksi Pemulihan Pasca Bencana Merapi 2010 | 217
KABUPATEN KLATEN KABUPATEN BOYOLALI
* Rehabilitasi tanaman jabon, * Penyediaan sapi potong sebanyak
sengon, duren, Acasia decurens, 260 ekor dan sapi perah sebanyak
mindi, MPTS, sayuran, padi, jagung, 50 ekor sudah terlaksana,
kacang tanah baru terlaksana 100%.
* penyediaan kambing etawa jantan
* Penyedian pompa air padi, sebanyak 37 ekor, dan kambing
pompa air jagung, hand sprayer etawa betina sebanyak 300 ekor
padi, hand sprayer jagung masih
terlaksana 100% 3. Usaha Kecil & Menengah
KABUPATEN SLEMAN KABUPATEN KLATEN
KABUPATEN BOYOLALI * Pemberdayaan UKM melalui
* Rehab pasar (11 lokasi)
* Bantuan bibit jabon, suren, pelatihan dan fasilitasi bantuan
* Belanja modal usaha bagi
sengon, acacia decurens, mindi, investasi mesin/ peralatan produksi
pedagang pasar (Pemulihan
matoa, kesemek, kemiri sunan, (21 paket) : di 13 pelatihan di ds.
ekonomi Pasar Tradisional)
padi, jagung, kobis, cabai, sawi, Kemalang dan 8 pelatihan di ds.
* Sosialisasi dan Penataan Manisrenggo sudah selesai.
terong, tomat, buncis, wortel, Pedagang
labu siam, timun, bawang merah,
* Pameran/Gelar Potensi Produk
bawang daun KABUPATEN BOYOLALI
Makanan Olahan dan Souvenir
* Penyediaan pupuk: ZA, urea, NPK, * Bantuan modal untuk 33 koperasi
* Pelatihan usaha dan
organik, PPC, fungisida, Insektisida, di Kec.Selo (13), Kec.Cepogo (10),
manajemen pemasaran
sudah selesai dan Kec.Musuk (10). Sudah 11
* Pelatihan keterampilan koperasi memenuhi syarat Akta
* Kelompok penerima bantuan teknologi pengolahan hasil
bibit pertanian (SK Bupati Boyolali) Pendirian, proposal dan sudah
pertanian membuka rekening (kemajuan:
untuk 78 kelompok tersebar di Kec
* Pelatihan keterampilan Industri 30%)
Selo (30), Kec.Cepogo (17), dan
kecil mebel kayu
Kec. Musuk (31)
* Temu usaha industri kecil
* bantuan bibit cengkeh, nilam, makanan dengan Toko Oleh-
pupuk organik, sudah selesai oleh/Swalayan
* Pendampingan manajemen
2. Peternakan usaha kelompok industri
* Pelatihan keterampilan
KABUPATEN SLEMAN KABUPATEN MAGELANG
teknologi pengolahan ikan air
* Pembangunan kandang ternak * Pengadaan kambing pejantan (80 tawar
sapi dan kelengkapannya (14 ekor) dan betina (1200 ekor) sudah
lokasi) terlaksana 80%, sedangkan dan Rp.102,35 Miliar Rp 315,32 Miliar
* Pengadaan sapi perah (600 bantuan obat-obatan (40 paket)
ekor), selesai akhir Des.2012 belum dilaksanakan. 3 PRASARANA
Dokumen Renaksi RR DIY * Kerusakan pada sarana dan prasarana transportasi darat (jalan dan
KABUPATEN KLATEN dan Jateng jembatan) dan prasarama sumber daya air
* Pemberian bantuan sapi potong * Untuk pemulihan sektor iprasarana dibutuhkan dana sebesar
GDQVDSLSHUDK NHPDMXDQVLN Rp.417,67 Miliar, dengan rincian Provinsi Jawa Tengah sebesar Rp
100%) 315,32 Miliar dan Provinsi DI Yogyakarta Rp.102,35 Miliar
* Bantuan peralatan kandang
NDPELQJGDQVDSL NHPDMXDQVLN
100%)
* Bantuan bibit HPT dan pakan
NRQVHQWUDW NHPDMXDQVLN

218 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 LAMPIRAN 2: Realisasi Rencana Aksi Pemulihan Pasca Bencana Merapi 2010 | 219
Paparan BPBD DIY & KABUPATEN SLEMAN KABUPATEN MAGELANG * kebutuhan pemulihan sebagian besar diperuntukkan bagi insentif
Jateng 21-22 nov.12 pembebasan lahan milik masyarakat; yang berada di kawasan
* Rehab jalan provinsi (2 ruas) .HPDMXDQVLNSHNHUMDDQ terdampak langsung erupsi; yang akan dikonversi menjadi kawasan
* Rehab jembatan provinsi (3) konstruksi: 12 pekerjaan sudah Taman Nasional Gunung Merapi dan hutan lindung.
* Rehab jalan kabupaten (6 ruas) mencapai 100%, 7 pekerjaan antara * kebutuhan pendanaan untuk pembebasan lahan seluas 10 ha di
50-100%, dan 1 pekerjaan < 50%, Provinsi Jawa Tengah sebesar Rp.1,77 miliar, sementara kebutuhan
* Rehab jaringan irgasi, perbaikan
sehingga rata-rata: 93,75% pembebasan lahan seluas 1.300 ha di DI Yogyakarta sebesar
sungai (6 lokasi)
* Rehab Jalan dan 5 perbaikan Rp.257,51 miliar
* Pengadaan pipa transmisi
jembatan * diupayakan peningkatan pengurangan risiko bencana berbasis
diameter 100 - 150 mm
masyarakat
* Pengadaan pipa tersier
diameter 50 - 75 mm
KABUPATEN KLATEN
5DWDUDWDNHPDMXDQVLNSDNHW
pekerjaan konstruksi = 17,62%,
karena keterlambatan pengadaan
dan pekerjaan dimulai awal
September 2012.
KABUPATEN SLEMAN KABUPATEN MAGELANG
KABUPATEN BOYOLALI
* Pembangunan prasarana 3URJUHVVLNGDULSHNHUMDDQ
5DWDUDWDSURJUHVVLNSDNHW lingkungan kompleks konstruksi masih rendah (<50%),
pekerjaan konstruksi = 62,84%; 1 perkantoran karena pengadaan jasa konstruksi
pekerjaan sudah selesai, rata-rata * Relokasi barak pengungsian (11 VHOHVDL6HSWHPEHUGDQVLN
pekerjaan >50 % lokasi) selesai bulan Desember 2012.
* Perbaikan Jembatan Taring Jalur * Revitalisasi Posko Utama (1 * Pembangunan TPA: sifatnya hanya
Evakuasi Kec.Cepogo baru 17,12% lokasi) penambahan fasilitas umum dan
* Perbaikan jembatan (7 lokasi), * Pengadaan alat CCTV, fasilitas sosial TPS/TPA.
perbaikan jalan (1 ruas) radio komunikasi, dan * Rehab/Rekon sarana pendukung
perlengkapan kesiapsiagaan pengungsi di TPA di 16 lokasi
Rp.102,35 miliar Rp 315,32 miliar bencana
* Festival Anak Merapi
4 LINTAS SEKTOR * Penyusunan panduan dokumen
PRB
Dokumen Renaksi RR DIY 1.Ketertiban dan Keamanan (TNI/POLRI)
dan Jateng * Penyusunan peta kontijensi
2 Lingkungan Hidup:
Merapi tingkat kabupaten
3 Kehutanan*)
* Penyusunan SOP
4 Keuangan dan Perbankan Penanggulangan Bencana dari
5 Pemerintahan tingkat dusun sampai tingkat
6 Pengurangan risiko bencana kabupaten
7 Tim Pendukung Teknis * Pelatihan PRB Masyarakat
* Perbaikan sistem on-line desa
* Pengadaan dan rehabilitasi
repeater radio komunikasi
* sarana dan prasarana pemerintahan yang rusak
* Pembangunan prasarana
* penguatan kapasitas penanggulangan bencana daerah
lingkungan komplek perkantoran
* kerusakan vegetasi (di tingkat semai dan pancang), migrasi satwa Kec.Cangkringan
(burung)
* monyet ekor panjang, babi hutan, macan, dll) serta kerusakan Rp.257,51 miliar Rp.1,77 miliar
ekosistem
Sumber: Paparan Kemajuan/Capaian Renaksi BPBD DIY dan BPBD Jateng, 21-22 November 2012

220 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 LAMPIRAN 2: Realisasi Rencana Aksi Pemulihan Pasca Bencana Merapi 2010 | 221
Lampiran 3 5 Klaten: * Beberapa kali sosialisasi ternyata tak mampu menggoyahkan keinginan
GAMBARAN UMUM TANGAPAN WARGA KORBAN BENCANA MERAPI Desa Balerante, Kec. warga yang sudah memiliki tekad bulat untuk menempati rumah di Desa
terhadap RENCANA RELOKASI OLEH PEMERINTAH Kemalang, (ATLL) Balerante. Secara resmi, sikap penolakan warga juga sudah disampaikan
dengan membuat surat pernyataan. Badan Penanggulangan Bencana
'DHUDK %3%' .ODWHQWHODKPHODNXNDQYHULNDVLWHUKDGDSVXUDW
No Kabupaten Tanggapan Warga atas Kebijakan Relokasi Pasca Bencana pernyataan, hasilnya juga sudah dikirim ke pemerintah pusat. Dengan
adanya sikap penolakan relokasi yang disampaikan warga, maka Pemerintah
Merapi 2010
Kabupaten Klaten tidak ingin terlalu ikut campur dalam melakukan
relokasi. Apakah nanti warga mau pindah atau tidak itu tergantung
1 Sleman: * Menolak rencana relokasi warga lereng Merap karena selama ini kebijakan dari pemerintah pusat, tegas Kepala KESBANGPOLINMAS
kami tidak pernah diajak bicara oleh pemerintah, namun tiba-tiba kami Klaten. Masih terdapat 10 kepala keluarga yang menempati shelter di
* Desa Glagaharjo
dikejutkan dengan rencana relokasi ini. Bumi Perkemahan Kepurun, Kecamatan Manisrenggo. Kendati demikian,
(ATL), Kec.
sebagian warga yang masih tinggal di shelter berencana membuat rumah
Cangkringan * Jika pengambilan kebijakan relokasi tersebut sepihak, maka sama
permanen di kampung asalnya di Desa Balerante, Kecamatan Kemalang;
* Desa Kepuharjo dengan menempatkan warga sebagai objek saja tanpa ada sedikitpun
namun warga korban erupsi Merapi akan menurut keinginan pemerintah
(ATLL), Kecamatan aspirasi dari warga; sama sekali tidak pernah diajak bicara dan mereka juga
jika sewaktu-waktu terjadi bencana serupa, papar Kepala Desa Balerante.
Cangkringan tidak mau tahu apa sebenarnya yang kami inginkan, maka dengan tegas
kami tidak akan menerima kebijakan relokasi itu, * Rencana relokasi terhadap korban letusan Gunung Merapi di Desa
Balerante, belum menemukan titik temu. Pasalnya, dari tiga lokasi yang
* Penolakan lahan milik warga yang akan dijadikan sebagai hutan lindung
dipilih warga Balerante masih terganjal peraturan.
juga dilakukan warga Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul dan Srunen di
Desa Glagaharjo karena hanya menjadi petani dan peternak. Dalam penggunaan tanah kas desa itu terdapat beberapa tahapan yang
perlu dilalui. Jika menaati peraturan yang ada, tentu tidak akan cukup
* Kami meminta anggota DPRD Sleman untuk memperhatikan nasib
waktu dalam memproses relokasi. Namun jika tidak melaksanakan
warga dan dilibatkan dalam kebijakan terkait sehingga bisa menghasilkan
pemerintah dihadapkan pada batas waktu untuk segera merelokasi, ujar
kebijakan yang tepat.
Asisten I Bidang Pemerintahan Kabupaten Klaten.
* Warga Kaliadem di Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, memang
* Untuk relokasi sendiri diberi deadline akhir Agustus harus sudah ada
wajar jika minta relokasi, karena mereka terkena dampak letusan Merapi
keputusan tempatnya mana. Sehingga dapat dilakukan jika boleh memilih
secara langsung dan lahan mereka hancur total. Kondisinya berbeda
warga sudah menentukan di Dusun Gondangrejo untuk tempat yang baru
dengan dusun kami yang tidak terkena dampak langsung, seharusnya ada
pembangunan rumah untuk korban erupsi Gunung Merapi.
dialog dulu dengan warga yang tinggal di lereng Merapi.
* Dana yang disiapkan untuk program relokasi sebesar Rp 3,1 miliar masih
tersimpan di BPBD Klaten, jadi peluang untuk mengikuti relokasi ke daerah
2 Sleman: * Warga desa berencana melakukan relokasi secara mandiri. Mereka telah yang aman masih terbuka, kata KABID Rehabiliasi dan Rekonstruksi (RR)
Dusun Pelemsari, membeli tanah seluas 10.844 m2 di Karang Kendal, Dusun Balong, Desa Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Klaten
Desa Umbulharjo Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, untuk tempat tinggal yang baru
* Dalam program rehabilitasi dan rekonstruksi pasca erupsi Merapi yang
(ATLL), Kecamatan dilandasi pada beberapa hal: keamanan, keberlangsungan roda ekonomi
dicanangkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), memang
Cangkringan warga, keberlanjutan sosial budaya, dan terjaminnya pendidikan anak.
telah disiapkan dana untuk relokasi bagi 165 KK yang tinggal di kawasan
* Setelah mengetahui kondisi tempat tinggal warga sudah tidak mungkin rawan bencana.
untuk dihuni kembali; tanah relokasi ini rencananya dibagi untuk 81 Kepala
* Saat ini, BPBD masih menunggu Rancangan Peraturan Presiden
Keluarga (KK). Pendanaan untuk pengadaan lahan dan relokasi ini di
(RAPERPRES) tentang Kawasan Gunung Merapi yang akan menjadi dasar
antaranya berasal dari pengelolaan wisata yang selama ini dilakukan oleh
pemanfaatan lahan dan tata ruang di kawasan lereng Merapi. Di dalamnya
masyarakat. Terlebih warga menyadari kondisi pasca letusan tersebut sudah
akan diatur tentang lokasi yang boleh dijadikan permukiman dan mana
sesuai dengan kebijakan pemerintah,
yang harus dikosongkan.

3 Magelang: * Warga yang menolak relokasi sebanyak 106 keluarga, sebagian warga
Dusun Gempol, yang menolak relokasi telah membangun rumah yang rusak akibat Sumber:
Desa Jumoyo, diterjang banjir lahar; warga Gempol kebanyakan bekerja di perusahaan http://www.solopos.com/2011/08/03/relokasi-korban-erupsi-merapi-diserahkan-pemerintah-pusat-109619
Salam, (ATLH) pemecah batu maupun pembuatan adonan cor; kebanyakan telah http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2013/01/17/141946/Kesempatan-Relokasi-Korban-Merapi
meninggalkan hunian sementara http://www.solopos.com/2013/01/16/recovery-jalur-evakuasi-merapi-pemkab-boyolali-gelontor-rp79-m-369252
http://www.bisnis-jateng.com/index.php/2011/04/warga-korban-merapi-tolak-relokasi/
4 Boyolali: Pemulihan jalur evakuasi di lereng Gunung Merapi tahun ini menyasar pada
www.kr.co.id, tanggal 21/09/2011
Kec. Selo & Cepogo 10 titik jalan yang biasa digunakan sebagai jalur evakuasi. Dari rencana 10
(ATL & ATLH) titik ini, tersebar di dua kecamatan, yakni Kecamatan Selo dan Cepogo.

222 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 LAMPIRAN 3: Tanggapan Warga Korban Bencana Merapi 2010 | 223
INDEKS kesiapsiagaan 11, 94, 136, 196-7, 208 penghidupan 9, 13-4, 103, 109, 124, 128-9,
Klaten xvii-viii, 19, 34, 41, 50-3, 55-8, 81, 153, 196
89, 95, 100, 109, 112, 208 pengungsian
air bersih 21, 23, 26, 45, 53, 54, 217 indeks
kuisioner 13-4 jalur evakuasi iv, 29, 60, 67, 104,
anak-anak 48, 56, 131, 136-40, 151, pemulihan bencana 14-5, 17-60
163, 197, 204
153, 158, 162-3, 165, 167-8, 174, pembangunan manusia 18, 20 lahan tempat 70, 86, 137, 150, 163-4, 173,
183, 191, 205 indikator 2, 17-20, 22-5, 67 pertanian xviii, 21, 48-9, 58, 113, 193
ancaman 31, 64, 67, 72, 89, 84, 136, 119-20, 122, 124, 185-7, 189, 192 perencanaan
jalan xviii, xxi, 21, 46, 54-5, 61, 64, 98,
195-7, 208 kerusakan 122, 124 perempuan 16, 132, 151, 153-4, 156-67,
99-109, 135-6, 207-8
primer 67, 83 lahar 156-74, 176, 191, 193, 198
Jawa Tengah xviii, 1-2, 4, 16, 19, 28, 34,
sekunder 67 hujan 2, 4-5, 18-9, 35-6, 51, 63, 67-70, peringatan dini 30, 67, 151, 197, 199, 203-4
60-1, 70, 86-9, 95-6, 99, 116, 195
72-4, 79-80, 82-3, 94, 131, 135-6, piroklasik 5
bahaya 77, 80-1, 89, 94, 195-6 jembatan 21, 46, 54-5, 61, 64, 98, 99-109,
186, 197
permanent hazard 195 135-6, 207-8
panas vi, xvii, 4, 11, 84 rawan bencana
banjir 28, 66, 82, 136, 172, 178, 186, 194 kawasan 5, 28, 59, 67, 80, 88-9, 136, 214
Kali lapangan kerja 114, 116-7, 165, 192
bantuan kemanusiaan 126, 128, 173 rehabilitasi
Opak 82 lembaga internasional 2, 91
Bantul 208 dan rekonstruksi xix, 1-3, 12, 17-9, 24-5,
Gendol 82 lingkungan hidup 14, 30-1, 64, 151-3,
baseline 9-10, 18, 24 30-2, 40, 49, 59, 63, 86, 93, 98, 100,
Kuning 82 184-7, 192
bayi, balita 139-40, 153, 165-7, 175, 191 111-2, 129, 134, 137=8, 147, 152, 175
Putih 82 lintas sektor 20-1, 23-4, 42-3, 48-51, 57-9,
bendungan 99, 101-5, 107, 188, 192 relawan, kerelawanan vi, 92, 202
keamanan 65, 68, 79, 164, 178, 193 151-192
berkelanjutan 12 relokasi 30-1, 39, 60, 88-90, 111, 129, 149,
kebijakan publik 153, 225 livelihood 59, 196
Boyolali xvii-viii, 4-8, 19, 34, 41, 50-7, 206, 222-3
kebutuhan xvii, 1, 3, 25, 45, 47, 49, 56,
60-1, 99, 191, 109, 218-23 Magelang xvii-viii, 4, 19, 34, 41, 50-2, resilience 3, 14, 109, 129, 196, 202, 205-6
58-9, 65, 70, 93, 112, 125, 148,
54-8, 89, 95-6, 99, 100, 109-10, 112, risiko 1-3, 11-4, 17, 31, 65-7, 80, 83-4, 88,
community-based 67 152-3, 164, 191-2, 197
194 111, 126, 136, 151-2, 154-8, 164, 195-
cyclical 195 kekeringan 28, 214
mata pencaharian 29, 111, 127 200, 205-8, 214
kelompok rentan
desa, pedesaan MCK 36, 63, 68, 72, 74-5, 164, 193 rumah tangga 1-2, 4, 8-9,11, 13, 17, 34, 36-
anak-anak 151, 153, 158, 162-3, 165,
aparat, pamong 9, 11, 14, 137, 189, mitigasi 31, 59, 67, 90, 132, 213-5 9, 47, 67-70, 72, 74-80, 112=3, 119,
167-8, 174, 183, 191
192, 198-9, 202, 204 perempuan 151, 153-4, 156-67, 156-74, 122=3, 125, 127, 137, 159, 162
pangan xviii, 64, 128, 192
pemerintahan 14, 137-8, 157-8, 160-7, 176, 191, 193 parameter 15, 20, 65 saluran irigasi 101-5, 108-9, 113, 187, 192
189, 192, 197, 200, 204 lansia 139-40, 151, 153-8, 163, 165, partisipasi 11, 48, 153-5, 157, 161, 171, sanitasi 21, 37, 45, 53-4, 75-6, 99
difabel 153-8, 191, 198, 204-5 167-71, 174, 191 174, 191-2, 199 Sleman vi, xvii-viii, 19, 34, 41, 50-2, 54-8,
disabilitas 153, 163, 165 remaja 165, 167-8, 174 pelayanan 81, 89, 98, 100, 108-9, 130, 150, 193,
dusun vii, 1, 5-9, 12-4, 34, 95-6, 99, 131, keluarga xviii, 8-9, 21, 63-4, 68-9, 79, 85, umum 192 208
135, 153, 194, 208 89, 93, 125, 127-9, 145, 158, 162, sosial dasar 14, 48, 131-149 swadaya 31, 53, 95, 135, 200
ekonomi 4, 6, 11, 13, 14-25, 31-2, 42-3, 165-6, 175-6, 208 pelecehan 164
47, 50-1, 55-6, 64, 84, 90, 111, 154, kerugian xviii, 1, 65, 86-7, 99, 111, 119, pemantauan 18, 101, 112, 192, 197, 208 tanggap darurat 1, 9, 197, 199
165, 196 122-6, 131, 136, 138 pemerintah tata ruang 28, 30, 59, 88-9, 207, 223, 214
produktif 111-29 kesehatan daerah 12, 28, 32, 212 ternak xviii, 29, 84, 111, 121-2, 173, 218,
enumerator 13 asuransi 126, 145 pusat 28, 31, 90, 212, 223 222
evaluasi xix, 2-3, 12, 18, 149, 192, 208 VLN pemukiman xviii, 5, 63-94, 223 Tim Siaga Bencana 157-8, 200, 202
jaminan 127, 145, 149 pencegahan 12, 28, 214
gempa bumi 208 mental/psikologis 21, 48, 138, 148, 166, Yogyakarta xvii-viii, 1, 4, 19, 28, 80-2, 86,
pendapatan 2,6, 11, 17, 21, 32, 47, 55-7,
gender 151-3, 158, 172, 175 191 89, 99, 129-30, 150, 193, 197, 208,
112, 116-9, 124-5, 165, 17203, 192
gizi 2, 17, 166, 191 pelayanan 48, 57, 64, 131, 138, 142-3, pendidikan
145-9, 176, 182 kebencanaan 200
hak dasar 142
prasarana/sarana 143-4. 146, 182 pelayanan 131, 135-9, 149
hutan, kehuatanan xviii, 21, 48-9, 58, 86,
116, 189-90, 192 prasarana/sarana 6, 23, 133-5, 137

224 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 INDEKS | 225
PARA PENULIS
(menurut abjad)
F. ASISI S.WIDANTO. Salah seorang penggiat Pujiono Centre yang bergerak dalam
bidang pengkajian pengurangan risiko bencana dan iklim. Pengalaman dalam upaya
ARIS SUSTIYONO. Direktur Yayasan Lestari Indonesia sejak tahun 2007 dan aktif pemulihan awal dan rehabilitasi-rekonstruksi pasca bencana semenjak 2001 menjadi
sebagai Dewan Pengurus Forum Penanggulangan Risiko Bencana (FPRB) Daerah Istimewa alasan bagi lulusan Antropologi UGM ini untuk untuk bergabung dalam kegiatan studi
Yogyakarta (DIY) 2013-2016. Bekal kemampuan dan kapasitas sebagai pekerja sosial longitudinal ini. Pengalaman tersebut diperoleh ketika bergabung dengan berbagai organisasi
kemanusiaan dimulai sejak tahun 2003. Aktif dalam isu-isu penanggulangan bencana, NHPDQXVLDDQGDQSHPEDQJXQDQSDGDPDVDNRQLN7LPRU7LPXU  NRQLN0DOXNX
khususnya sejak bencana gempa bumi DIY dan Jawa Tengah 2006. Pengalaman dalam  NRQLN$FHKGDQSDVFDWVXQDPL$FHK  SDVFDJHPSD',<-DZD
kegiatan tanggap bencana lainnya adalah pada banjir Bengawan Solo di Surakarta, Blora, Tengah (20062009), dan pasca letusan Merapi (20102012).
Lamongan dan Tuban pada tahun 2007-2008, banjir Sungai Yuwana Pati 2008, banjir
Situbondo 2008, gempa bumi Jawa Barat 2009, dan letusan Merapi 2010. ISTIARSI SAPTUTI SRI KAWURYAN. Dosen dan peneliti Universitas Kristen Satya
Wacana, Salatiga. Lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Satya Wacana (1984) dan
BONDAN SIKOKI. Pendiri dan Direktur pertama SurveyMeter, lembaga penelitian Program Magister Fakultas Pasca Sarjana Teknik Sipil dan Perencanaan, Jurusan Planologi,
independen yang banyak melakukan survei panel rumah tangga dan komunitas berskala Institut Teknologi Bandung (1991). Menekuni bidang advokasi kebijakan perencanaan
besar, antara lain, Indonesian Family Life Survey (IFLS) atau SAKERTI (Survei Aspek pembangunan ekonomi dari dimensi tata ruang, prasarana, dan lingkungan, dan beragam
Kehidupan Rumah Tangga Indonesia) yang banyak digunakan oleh para akademisi dan para masalah kesejahteraan masyarakat berpenghasilan rendah selama lebih dari dua dasawarsa.
SHPEXDWNHELMDNDQ3HUQDKEHNHUMDGL/HPEDJD'HPRJUD8QLYHUVLWDV,QGRQHVLD /'8,  Sebagai ekonom dan planolog, berkomitmen mengembangkan instrumen pengukur dampak
pada tahun 1976 dan mengajar di Fakultas Ekonomi UI sampai tahun 1982. Mengikuti suami kebijakan, khususnya menyangkut kesejahteraan masyarakat berpenghasilan rendah,
pindah ke Nigeria, Afrika, mengajar di Faculty of Geography pada University of Science and termasuk korban bencana letusan Merapi 2010.
Technology Minna sampai tahun 1989. Kemudian sebagai Asistant Director of Research and
Training pada Consultancy Research and Development Centre University of Port Harcourt, JULI EKO NUGROHO. Koordinator Penanggungjawab Pelaksanaan Survei Longitudinal
AS, sekaligus sebagai konsultan RAND Coorporation sejak 1997. Menyelesaikan pendidikan Pasca Bencana Merapi 2010. Salah seorang aktivis yang aktif dalam pembentukan Forum
di Fakultas Ekonomi UI dan program master Sosiologi, Population Studies, di University of Penanggulangan Risiko Bencana (FPRB) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan betugas
Michigan, AS, 1979. sebagai pengurus Kelompok Kerja Advokasi Kebijakan dan Regulasi sampai 2012. Pernah
menjabat sebagai anggota Dewan Pengurus Forum Lembaga Swadaya Masyarakat (Forum
DATI FATIMAH. Pendiri dan Direktur Eksekutif Aksara, organisasi non pemerintah di LSM) DIY tahun 2006-2009. Pernah menjadi relawan pasca bencana tsunami di Aceh tahun
Yogyakarta yang memusatkan perhatian pada isu-isu kesetaraan gender dalam pengurangan 2005-2006. Pendidikan formal di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) tahun
risiko bencana dan kepemerintahan lokal. Aktif sebagai konsultan pada beberapa organisasi 1987-1994.
pembangunan internasional (seperti Karina, Caritas Germany, OXFAM, CAFOD, GiZ, dan
UNDP) dan kembaga pemerintah (Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan NAIBUL UMAM EKO SAPUTRO. Sosiolog, pernah melakukan penelitian pendataan
Perlindungan Anak, BAPPEDA DIY, Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat pengungsi Merapi 2010 oleh Badan Penanggulangan Bencana Naional (BNPB), Survei Human
DIY). Sering menulis di media tentang tema-tema gender dalam penganggaran daerah Recovery Needs Assessment (HRNA) Pasca Banjir Lahar Hujan Merapi 2011 oleh United
dan korupsi sejak tahun 1999. Beberapa bukunya telah diterbitkan, antara lain, Perempuan Nations Development Programme (UNDP), dan Survey Kebutuhan Minyak-tanah Jawa
dan Kerelawanan Dalam Bencana (Piramedia, 2008) dan Menolak Pasrah: Gender, Keagenan dan 7HQJDKROHK6XFRQGR
Kelompk Rentan dalam Bencana (Oxfam-Sasakawa Peace Foundation, 2012). Menyelesaikan NI WAYAN SURIASTINI. Peneliti senior dan Direktur Eksekutif SurveyMeter. Sarjana
studi di Fakultas Ekonomi UGM pada tahun 1999, kemudian pendidikan master di Jurusan statistika Institut Pertanian Bogor (IPB), lulusan program master kebijakan publik dari
Ilmu Politik UGM pada tahun 2012. Pernah mengambil semester musim semi di Department Sekolah Pasca Sarjana RAND tahun 2003 dan meraih doktor dalam kajian kependudukan
of Political Science, University of Oslo pada tahun 2009. Pada Agustus-September 2012, di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Menjadi salah seorang yang paling berperan dalam
sebagai fellow di Residency Program - the Rockefeller Foundation di Italia. perancangan dan kerja lapangan Survei Kehidupan Keluarga Indonesia (IFLS) dan pernah
EDY PURWANTO. Staf senior SurveyMeter sejak awal berdirinya lembaga ini.
terlibat merancang, mengarahkan, dan menganalisis hasil-hasil kajian survei nasional
Ketrampilan dan kemampuan dalam mengolah data mikro menggunakan program seperti SUSENAS dengan Biro Pusat Statistik dan beberapa program kerjasama pemerintah
STATA, mendorongnya untuk bergabung dan mengambil peran dalam analisis data Survei Indonesia dengan Bank Dunia.
Longitudinal Merapi. Kemampuan analisis ini diperoleh melalui perjalanan panjang dalam SALEH ABDULLAH. Wakil Ketua Dewan Pengurus Indonesian Society for Social
survei skala nasional Indonesia Family Life Survey (IFLS) mulai tahun 1997 sampai sekarang. Transformation (INSIST) 2010-2014; Anggota Tim Pengarah Tim Relawan Kemanusiaan
Kemampuan ekonometrika yang diperoleh selama menyelesaikan studi di Magister Sains & (TRK) INSIST; dan Kordinator Riset Program Pengurangan Risiko Bencana 2009-2010 serta
Doktor Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada (2012). Partnership for Resilience (PfR) 2010-2011 di kawasan rawan bencana Kerinci (Jambi), Ende
(Flores), Sinjai (Sulawesi Selatan), dan Kepulaun Kei (Maluku Tenggara).

226 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010 Para Penulis | 227
YUGYASMONO. Penggiat di Perkumpulan Lingkar Yogyakarta, lembaga yang
bergiat di bidang pengurangan risiko bencana dan pembangunan berkelanjutan, lulusan
Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya, Yogyakarta. Bergabung dalam kegiatan Studi
Longitudinal Pasca Letusan Merapi 2010 berdasarkan pengalaman dari berbagai penelitian
kebencanaan sebelumnya, antara lain, pada pasca gempa DIY dan Jawa Tengah (2006-2009),
dan beberapa penelitian lain tentang penelitian tentang krisis sosial, jurnalisme dan pra-
SURGXNVLOPGRNXPHQWHU

DUSUN KLIDON, NGEMPLAK,


SLEMAN, YOGYAKARTA, 24 Juni 2006.
Merapi, pada suatu pagi....

<FOTO: BETA PETTAWARANIE, TRK INSIST>

228 | MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010


Penerbitan laporan ini adalah kerjasama Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan
UNDP Indonesia, Disaster Risk Reduction Based
Rehabilitation and Reconstruction (DR4)-Merapi
Recovery Response (MRR) dengan:
Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB)
Daerah Istimewa Yogyakarta dan FPRB Jawa
Tengah -- gabungan beberapa lembaga pemerintah,
perguruan tinggi, dan organisasi-organisasi masyarakat
sipil yang terlibat dalam upaya-upaya pemulihan
kehidupan warga korban bencana Merapi 2010.
SurveyMeter -- satu lembaga penelitian yang
berkedudukan di Yogyakarta, memusatkan perhatian
pada pendataan longitudinal keadaan kehidupan warga
di berbagai daerah di seluruh Indonesia, termasuk di
kawasan Merapi.

Anda mungkin juga menyukai