Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009


TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA BAB VI - VIII

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Pengetahuan Lingkungan


Pertambangan Dan Regulasi Batubara

DISUSUN OLEH :
SATRIO PRAKOSO 1504003
ILHAM PERDANA PUTRA 1504004
AQIL PANTIO D 1504010
ILHAM PRADITYA 1504027
TEGAR HILMAWAN 1504028

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN BATUBARA

POLITEKNIK AKAMIGAS PALEMBANG

2017

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah
memberikan kemampuan, kekuatan, serta keberkahan baik waktu, tenaga, maupun
pikiran kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan
Mineral Dan Batubara Bab VI - VIII tepat pada waktunya.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan


hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa
teratasi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada ibu Lina Rianti S.T., M.T. selaku dosen Pengetahuan Lingkungan
Pertambangan Dan Regulasi Batubara atas bimbingan, pengarahan, dan
kemudahan yang telah diberikan kepada penulis dalam pengerjaan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada penulisan


makalah ini. Maka dari itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis
harapkan dari pembaca sekalian. Penulis berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.

Palembang, 2 Oktober 2017

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Barang-barang tambang yang ada di Indonesia memiliki keberagaman
jenis seperti, minyak, gas, emas, batubara, nikel, bermacam-macam mineral
lainnya dan barang tambang lainnya. Mengingat potensi Indonesia dari segi
kekeyaan barang-barang tambangnya yang lebih daripada beberapa Negara
lainnya maka dibutuhkan pengaturan atau regulasi yang ketat demi perlindungan
atas pemamfaatan barang-barang tambang yang ada di Indonesia ini.

Masyarakat menghendaki agar kepada pihak swasta lebih diberikan


kesempatan untuk melakukan pertambangan, sedangkan tugas pemerintah
ditekankan kepada usaha pengaturan, bimbingan dan pengawasan pertambangan.
Berdasarkan pemikaran tersebut maka diperlukannya adanya peraturan tentnag
Pokok Pertambangan yaitu Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 Tentang
Ketentuan-ketentuan pokok Pertambagan. Undang-undang iniliha yang
mempengaruhi dunia pertambangan Indonesia selama 40 Tahun.

Dalam perkembangannya lebih lanjut, undang-undang tersebut yang


materi muatannya bersifat sentralistik sudah tidak sesuai dengan situsasi sekarang
dan tantangan dimasa depan. Di samping itu, pembangunan pertambangan harus
menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan strategis, baik bersifat nasional
maupun internasional. Tantangn utama yang dihadapi pertamabangan mineral dan
batubara adalah pengaruh globalisasi yang mendorong demokratisasi, otonom
daerah, hak asasi manusia, lingkungan hidup, dan perkembangan teknologi dan
informasi, hak atas kekayaaan intelektual serta tuntutan peningkatan peran swasta
dan masyarakat. Untuk menghaadapi tantangan lingkunangan strategis dan
menjawab sejumlah permasalahan tersebut, maka pemerintah mengusulkan untuk
membentuk undang-undang yangbaru tentang pengolahan dan pengusahaan
pertamabangan mineral dan batubara.

Pada tahun 2005 pemerintah mengajukan Rancangan Undang-undang


Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. DPR dan pemerintah akhirnya pada
tanggal 16 desember 2008 menyepakati Rancangan Undang-undang tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara ini yang sudah dibahas selama 3,5 tahun
sejak 4 Juli 2005, dan sebulan setelahnya Rancangan Undang-undnag ini sah
berlaku dengan nomor yaitu Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana permasalahan yang ada di dalam UU NO.04 TAHUN 2009
BAB VI - VIII?
2. Bagaimana arti pentingnya UU NO.4 TAHUN 2009 BAB VI VIII bagi
industri pertambangan di Indonesia?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini ini adalah
1. Mengetahui permasalahan yang ada di dalam UU NO.04 TAHUN 2009
BAB VI - VIII.
2. Mengetahui arti pentingnya UU NO.4 TAHUN 2009 BAB VI - VIII bagi
industri pertambangan di Indonesia.
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah
1. Untuk mengetahui bagaimana permasalahan yang ada di dalam UU NO.04
TAHUN 2009 BAB VI - VIII.
2. Untuk mengetahui bagaimana arti pentingnya UU NO.4 TAHUN 2009
BAB VI - VIII bagi industri pertambangan di Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN

BAB VI

USAHA PERTAMBANGAN
Pasal 34

(1) Usaha pertambangan dikelompokkan atas:

a. pertambangan mineral; dan

b. pertambangan batubara.

(2) Pertambangan mineral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a


digolongkan atas:

a. pertambangan mineral radioaktif;

b. pertambangan mineral logam;

c. pertambangan mineral bukan logam; dan

d. pertambangan batuan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu komoditas tambang ke


dalam suatu golongan pertambangan mineral sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah.

Pasal 35

Usaha pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dilaksanakan dalam


bentuk:

a. IUP;

b. IPR; dan

c. IUPK.
BAB VII

IZIN USAHA PERTAMBANGAN

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 36

(1) IUP terdiri atas dua tahap:

a. IUP Eksplorasi meliputi kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi,


dan studi kelayakan;

b. IUP Operasi Produksi meliputi kegiatan konstruksi, penambangan,


pengolahan dan pemurnian, serta pengangkutan dan penjualan.

(2) Pemegang IUP Eksplorasi dan pemegang IUP Operasi Produksi dapat
melakukan sebagian atau seluruh kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1).

Pasal 37

IUP diberikan oleh:

a. bupati/walikota apabila WIUP berada di dalam satu wilayah kabupaten/kota;


b. gubernur apabila WIUP berada pada lintas wilayah kabupaten/kota dalam 1
(satu) provinsi setelah mendapatkan rekomendasi dari bupati/walikota
setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

c. Menteri apabila WIUP berada pada lintas wilayah provinsi setelah


mendapatkan rekomendasi dari gubernur dan bupati/walikota setempat
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 38

IUP diberikan kepada:

a. badan usaha;

b. koperasi; dan

c. perseorangan.

Pasal 39

(1) IUP Eksplorasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf a wajib
memuat ketentuan sekurang-kurangnya:

a. nama perusahaan;

b. lokasi dan luas wilayah;

c. rencana umum tata ruang;

d. jaminan kesungguhan;

e. modal investasi;
f. perpanjangan waktu tahap kegiatan;

g. hak dan kewajiban pemegang IUP;

h. jangka waktu berlakunya tahap kegiatan;

i. jenis usaha yang diberikan;

j. rencana pengembangan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar


wilayah pertambangan;

k. perpajakan;

l. penyelesaian perselisihan;

m. iuran tetap dan iuran eksplorasi; dan

n. amdal.

(2) IUP Operasi Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf
b wajib memuat ketentuan sekurang-kurangnya:

a. nama perusahaan;

b. luas wilayah;

c. lokasi penambangan;

d. lokasi pengolahan dan pemurnian;

e. pengangkutan dan penjualan;

f. modal investasi;

g. jangka waktu berlakunya IUP;

h. jangka waktu tahap kegiatan;

i. penyelesaian masalah pertanahan;

j. lingkungan hidup termasuk reklamasi dan pascatambang;


k. dana jaminan reklamasi dan pascatambang;

l. perpanjangan IUP;

m. hak dan kewajiban pemegang IUP;

n. rencana pengembangan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar


wilayah pertambangan;

o. perpajakan;

p. penerimaan negara bukan pajak yang terdiri atas iuran tetap dan iuran
produksi;

q. penyelesaian perselisihan;

r. keselamatan dan kesehatan kerja;

s. konservasi mineral atau batubara;

t. pemanfaatan barang, jasa, dan teknologi dalam negeri;

u. penerapan kaidah keekonomian dan keteknikan pertambangan yang


baik;

v. pengembangan tenaga kerja Indonesia;

w. pengelolaan data mineral atau batubara; dan

x. penguasaan, pengembangan, dan penerapan teknologi pertambangan


mineral atau batubara.

Pasal 40

(1) IUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) diberikan untuk 1 (satu)
jenis mineral atau batubara.
(2) Pemegang IUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang menemukan
mineral lain di dalam WIUP yang dikelola diberikan prioritas untuk
mengusahakannya.

(3) Pemegang IUP yang bermaksud mengusahakan mineral lain sebagaimana


dimaksud pada ayat (2), wajib mengajukan permohonan IUP baru kepada
Menteri, gubernur, dan bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

(4) Pemegang IUP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat menyatakan tidak
berminat untuk mengusahakan mineral lain yang ditemukan tersebut.

(5) Pemegang IUP yang tidak berminat untuk mengusahakan mineral lain yang
ditemukan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), wajib menjaga mineral lain
tersebut agar tidak dimanfaatkan pihak lain.

(6) IUP untuk mineral lain sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5)
dapat diberikan kepada pihak lain oleh Menteri, gubernur, dan
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 41

IUP tidak dapat digunakan selain yang dimaksud dalam pemberian IUP.

Bagian Kedua

IUP Eksplorasi

Pasal 42
(1) IUP Eksplorasi untuk pertambangan mineral logam dapat diberikan dalam
jangka waktu paling lama 8 (delapan) tahun.

(2) IUP Eksplorasi untuk pertambangan mineral bukan logam dapat diberikan
paling lama dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun dan mineral bukan logam
jenis tertentu dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh)
tahun.

(3) IUP Eksplorasi untuk pertambangan batuan dapat diberikan dalam jangka
waktu paling lama 3 (tiga) tahun.

(4) IUP Eksplorasi untuk pertambangan batubara dapat diberikan dalam jangka
waktu paling lama 7 (tujuh) tahun.

Pasal 43

(1) Dalam hal kegiatan eksplorasi dan kegiatan studi kelayakan, pemegang IUP
Eksplorasi yang mendapatkan mineral atau batubara yang tergali wajib
melaporkan kepada pemberi IUP.

(2) Pemegang IUP Eksplorasi yang ingin menjual mineral atau batubara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mengajukan izin sementara
untuk melakukan pengangkutan dan penjualan.

Pasal 44

Izin sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) diberikan oleh
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 45

Mineral atau batubara yang tergali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 dikenai
iuran produksi.

Bagian Ketiga

IUP Operasi Produksi

Pasal 46

(1) Setiap pemegang IUP Eksplorasi dijamin untuk memperoleh IUP Operasi
Produksi sebagai kelanjutan kegiatan usaha pertambangannya.

(2) IUP Operasi Produksi dapat diberikan kepada badan usaha, koperasi, atau
perseorangan atas hasil pelelangan WIUP mineral logam atau batubara yang
telah mempunyai data hasil kajian studi kelayakan.

Pasal 47

(1) IUP Operasi Produksi untuk pertambangan mineral logam dapat diberikan
dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun dan dapat
diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 10 (sepuluh) tahun.
(2) IUP Operasi Produksi untuk pertambangan mineral bukan logam dapat
diberikan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun dan dapat
diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 5 (lima) tahun.

(3) IUP Operasi Produksi untuk pertambangan mineral bukan logam jenis
tertentu dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh)
tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 10 (sepuluh)
tahun.

(4) IUP Operasi Produksi untuk pertambangan batuan dapat diberikan dalam
jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali
masing-masing 5 (lima) tahun.

(5) IUP Operasi Produksi untuk Pertambangan batubara dapat diberikan dalam
jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun dan dapat diperpanjang 2
(dua) kali masing-masing 10 (sepuluh) tahun.

Pasal 48

IUP Operasi Produksi diberikan oleh:

a. bupati/walikota apabila lokasi penambangan, lokasi pengolahan dan


pemurnian, serta pelabuhan berada di dalam satu wilayah kabupaten/kota;

b. gubernur apabila lokasi penambangan, lokasi pengolahan dan pemurnian,


serta pelabuhan berada di dalam wilayah kabupaten/kota yang berbeda
setelah mendapatkan rekomendasi dari bupati/walikota setempat sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
c. Menteri apabila lokasi penambangan, lokasi pengolahan dan pemurnian,
serta pelabuhan berada di dalam wilayah provinsi yang berbeda setelah
mendapatkan rekomendasi dari gubernur dan bupati/walikota setempat
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 49

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian IUP Eksplorasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 42 dan IUP Operasi Produksi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 46 diatur dengan peraturan pemerintah.

Bagian Keempat

Pertambangan Mineral

Paragraf 1

Pertambangan Mineral Radioaktif

Pasal 50

WUP mineral radioaktif ditetapkan oleh Pemerintah dan pengusahaannya


dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 2

Pertambangan Mineral Logam

Pasal 51

WIUP mineral logam diberikan kepada badan usaha, koperasi, dan perseorangan
dengan cara lelang.

Pasal 52

(1) Pemegang IUP Eksplorasi mineral logam diberi WIUP dengan luas paling
sedikit 5.000 (lima ribu) hektare dan paling banyak 100.000 (seratus ribu)
hektare.

(2) Pada wilayah yang telah diberikan IUP Eksplorasi mineral logam dapat
diberikan IUP kepada pihak lain untuk mengusahakan mineral lain yang
keterdapatannya berbeda.

(3) Pemberian IUP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah
mempertimbangkan pendapat dari pemegang IUP pertama.

Pasal 53

Pemegang IUP Operasi Produksi mineral logam diberi WIUP dengan luas paling
banyak 25.000 (dua puluh lima ribu) hektare.
Paragraf 3

Pertambangan Mineral Bukan Logam

Pasal 54

WIUP mineral bukan logam diberikan kepada badan usaha, koperasi, dan
perseorangan dengan cara permohonan wilayah kepada pemberi izin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 37.

Pasal 55

(1) Pemegang IUP Eksplorasi mineral bukan logam diberi WIUP dengan luas
paling sedikit 500 (lima ratus) hektare dan paling banyak 25.000 (dua puluh
lima ribu) hektare.

(2) Pada wilayah yang telah diberikan IUP Eksplorasi mineral bukan logam
dapat diberikan IUP kepada pihak lain untuk mengusahakan mineral lain
yang keterdapatannya berbeda.

(3) Pemberian IUP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah
mempertimbangkan pendapat dari pemegang IUP pertama.

Pasal 56
Pemegang IUP Operasi Produksi mineral bukan logam diberi WIUP dengan luas
paling banyak 5.000 (lima ribu) hektare.

Paragraf 4

Pertambangan Batuan

Pasal 57

WIUP batuan diberikan kepada badan usaha, koperasi, dan perseorangan dengan
cara permohonan wilayah kepada pemberi izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
37.

Pasal 58

(1) Pemegang IUP Eksplorasi batuan diberi WIUP dengan luas paling sedikit 5
(lima) hektare dan paling banyak 5.000 (lima ribu) hektare.

(2) Pada wilayah yang telah diberikan IUP Eksplorasi batuan dapat diberikan
IUP kepada pihak lain untuk mengusahakan mineral lain yang
keterdapatannya berbeda.

(3) Pemberian IUP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah
mempertimbangkan pendapat dari pemegang IUP pertama.

Pasal 59
Pemegang IUP Operasi Produksi batuan diberi WIUP dengan luas paling banyak
1.000 (seribu) hektare.

Bagian Kelima

Pertambangan Batubara

Pasal 60

WIUP batubara diberikan kepada badan usaha, koperasi, dan perseorangan dengan
cara lelang.

Pasal 61

(1) Pemegang IUP Eksplorasi Batubara diberi WIUP dengan luas paling sedikit
5.000 (lima ribu) hektare dan paling banyak 50.000 (lima puluh ribu)
hektare.

(2) Pada wilayah yang telah diberikan IUP Eksplorasi batubara dapat diberikan
IUP kepada pihak lain untuk mengusahakan mineral lain yang
keterdapatannya berbeda.

(3) Pemberian IUP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah
mempertimbangkan pendapat dari pemegang IUP pertama.
Pasal 62

Pemegang IUP Operasi Produksi batubara diberi WIUP dengan luas paling banyak
15.000 (lima belas ribu) hektare.

Pasal 63

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara memperoleh WIUP sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 51, Pasal 54, Pasal 57, dan Pasal 60 diatur dengan peraturan
pemerintah.

BAB VIII

PERSYARATAN PERIZINAN USAHA PERTAMBANGAN

Pasal 64

Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban


mengumumkan rencana kegiatan usaha pertambangan di WIUP sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 serta memberikan IUP Eksplorasi dan IUP Operasi
Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 kepada masyarakat secara terbuka.

Pasal 65
(1) Badan usaha, koperasi, dan perseorangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 51, Pasal 54, Pasal 57, dan Pasal 60 yang melakukan usaha
pertambangan wajib memenuhi persyaratan administratif, persyaratan teknis,
persyaratan lingkungan, dan persyaratan finansial.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan administratif, persyaratan


teknis, persyaratan lingkungan, dan persyaratan finansial sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23


TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA
PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 2

(1) Pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara ditujukan


untuk melaksanakan kebijakan dalam mengutamakan penggunaan mineral
dan/atau batubara untuk kepentingan dalam negeri.

(2) Pertambangan mineral dan batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikelompokkan ke dalam 5 (lima) golongan komoditas tambang:

a. Mineral radioaktif meliputi radium, thorium, uranium, monasit, dan bahan


galian radioaktif lainnya;

b. Mineral logam meliputi litium, berilium, magnesium, kalium, kalsium, emas,


tembaga, perak, timbal, seng, timah, nikel, mangaan, platina, bismuth,
molibdenum, bauksit, air raksa, wolfram, titanium, barit, vanadium, kromit,
antimoni, kobalt, tantalum, cadmium, galium, indium, yitrium, magnetit, besi,
galena, alumina, niobium, zirkonium, ilmenit, khrom, erbium, ytterbium,
dysprosium, thorium, cesium, lanthanum, niobium, neodymium, hafnium,
scandium, aluminium, palladium, rhodium, osmium, ruthenium, iridium,
selenium, telluride, stronium, germanium, dan zenotin;

c. Mineral bukan logam meliputi intan, korundum, grafit, arsen, pasir kuarsa,
fluorspar, kriolit, yodium, brom, klor, belerang, fosfat, halit, asbes, talk, mika,
magnesit, yarosit, oker, fluorit, ball clay, fire clay, zeolit, kaolin, feldspar,
bentonit, gipsum, dolomit, kalsit, rijang, pirofilit, kuarsit, zirkon, wolastonit,
tawas, batu kuarsa, perlit, garam batu, clay, dan batu gamping untuk semen;

d. Batuan meliputi pumice, tras, toseki, obsidian, marmer, perlit, tanah diatome,
tanah serap (fullers earth), slate, granit, granodiorit, andesit, gabro, peridotit,
basalt, trakhit, leusit, tanah liat, tanah urug, batu apung, opal, kalsedon, chert,
kristal kuarsa, jasper, krisoprase, kayu terkersikan, gamet, giok, agat, diorit,
topas, batu gunung quarry besar, kerikil galian dari bukit, kerikil sungai, batu
kali, kerikil sungai ayak tanpa pasir, pasir urug, pasir pasang, kerikil berpasir
alami (sirtu), bahan timbunan pilihan (tanah), urukan tanah setempat, tanah
merah (laterit), batu gamping, onik, pasir laut, dan pasir yang tidak
mengandung unsur mineral logam atau unsure mineral bukan logam dalam
jumlah yang berarti ditinjau dari segi ekonomi pertambangan; dan

e. Batubara meliputi bitumen padat, batuan aspal, batubara, dan gambut.

(3) Perubahan atas penggolongan komoditas tambang sebagaimana dimaksud


pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri

BAB II

IZIN USAHA PERTAMBANGAN

BAGIAN KETIGA

PEMBERIAN IUP

PARAGRAF 2
PERSYARATAN IUP EKSPLORASI DAN IUP OPERASI PRODUKSI

Pasal 23

Persyaratan IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi meliputi persyaratan:

a. administratif;

b. teknis;

c. lingkungan; dan

d. finansial.

Pasal 24

(1) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf a


untuk badan usaha meliputi:

a. Untuk IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi mineral logam dan batubara:

1. surat permohonan;

2. susunan direksi dan daftar pemegang saham; dan 3. surat keterangan domisili.
b. Untuk IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi mineral bukan logam dan
batuan: 1. surat permohonan; 2. profil badan usaha;

3. akte pendirian badan usaha yang bergerak di bidang usaha pertambangan yang
telah disahkan oleh pejabat yang berwenang;

4. nomor pokok wajib pajak;


5. susunan direksi dan daftar pemegang saham; dan

6. surat keterangan domisili.

(2) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf a untuk


koperasi meliputi:

a. Untuk IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi mineral logam dan batubara:

1. surat permohonan;

2. susunan pengurus; dan

3. surat keterangan domisili.

b. Untuk IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi mineral bukan logam dan
batuan:

1. surat permohonan;

2. profil koperasi;

3. akte pendirian koperasi yang bergerak di bidang usaha pertambangan yang


telah disahkan oleh pejabat yang berwenang;

4. nomor pokok wajib pajak;

5. susunan pengurus; dan

6. surat keterangan domisili.

(3) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf a untuk


orang perseorangan meliputi:

a. Untuk IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi mineral logam dan batubara:

1. surat permohonan; dan

2. surat keterangan domisili.


b. Untuk IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi mineral bukan logam dan
batuan:

1. surat permohonan;

2. kartu tanda penduduk;

3. nomor pokok wajib pajak; dan

4. surat keterangan domisili.

(4) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf a untuk


perusahaan firma dan perusahaan komanditer meliputi:

a. Untuk IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi mineral logam dan batubara:
1. surat permohonan;

2. susunan pengurus dan daftar pemegang saham; dan

3. surat keterangan domisili.

b. Untuk IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi mineral bukan logam dan
batuan:

1. surat permohonan;

2. profil perusahaan;

3. akte pendirian perusahaan yang bergerak di bidang usaha pertambangan;

4. nomor pokok wajib pajak;

5. susunan pengurus dan daftar pemegang saham; dan

6. surat keterangan domisili.

Pasal 25
Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf b untuk:

a. IUP Eksplorasi, meliputi:

1. daftar riwayat hidup dan surat pernyataan tenaga ahli pertambangan dan/atau
geologi yang berpengalaman paling sedikit 3 (tiga) tahun;

2. peta WIUP yang dilengkapi dengan batas koordinat geografis lintang dan
bujur sesuai dengan ketentuan sistem informasi geografi yang berlaku secara
nasional.

b. IUP Operasi Produksi, meliputi:

1. peta wilayah dilengkapi dengan batas koordinat geografis lintang dan bujur
sesuai dengan ketentuan system informasi geografi yang berlaku secara
nasional;

2. laporan lengkap eksplorasi;

3. laporan studi kelayakan;

4. rencana reklamasi dan pascatambang;

5. rencana kerja dan anggaran biaya;

6. rencana pembangunan sarana dan prasarana penunjang kegiatan operasi


produksi; dan

7. tersedianya tenaga ahli pertambangan dan/atau geologi yang berpengalaman


paling sedikit 3 (tiga) tahun.

Pasal 26

Persyaratan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf c meliputi:


a. untuk IUP Eksplorasi meliputi pernyataan untuk mematuhi ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup.

b. untuk IUP Operasi Produksi meliputi:

1. pernyataan kesanggupan untuk mematuhi ketentuan peraturan


perundangundangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup; dan

2. persetujuan dokumen lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan peraturan


perundang-undangan.

Pasal 27

(1) Persyaratan finansial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf d untuk:

a. IUP Eksplorasi, meliputi:

1. bukti penempatan jaminan kesungguhan pelaksanaan kegiatan eksplorasi; dan

2. bukti pembayaran harga nilai kompensasi data informasi hasil lelang WIUP
mineral logam atau batubara sesuai dengan nilai penawaran lelang atau bukti
pembayaran biaya pencadangan wilayah dan pembayaran pencetakan peta
WIUP mineral bukan logam atau batuan atas permohonan wilayah.

b. IUP Operasi Produksi, meliputi:

1. laporan keuangan tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik;

2. bukti pembayaran iuran tetap 3 (tiga) tahun terakhir; dan

3. bukti pembayaran pengganti investasi sesuai dengan nilai penawaran lelang


bagi pemenang lelang WIUP yang telah berakhir.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jaminan kesungguhan diatur dengan
Peraturan Menteri.

Bagian Kedua

Pemberian WIUP

Paragraf 2

Tata Cara Pemberian WIUP Mineral Logam dan Batubara

Pasal 10

(1) Sebelum dilakukan pelelangan WIUP mineral logam atau batubara


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3), Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya mengumumkan secara terbuka
WIUP yang akan dilelang kepada badan usaha, koperasi, atau perseorangan
dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum pelaksanaan lelang.

(2) Sebelum dilakukan pelelangan WIUP mineral logam atau batubara


sebagaimana dimaksud pada ayat (1): a. Menteri harus mendapat
rekomendasi terlebih dahulu dari gubernur dan bupati/walikota; b. gubernur
harus mendapat rekomendasi terlebih dahulu dari bupati/walikota.

(3) Gubernur atau bupati/walikota memberikan rekomendasi sebagaimana


dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja
sejak diterimanya permintaan rekomendasi.

Pasal 11

(1) Dalam pelaksanaan pelelangan WIUP mineral logam dan/atau batubara


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dibentuk panitia lelang oleh:
a. Menteri, untuk panitia pelelangan WIUP yang berada di lintas provinsi
dan/atau wilayah laut lebih dari 12 (dua belas) mil dari garis pantai;

b. gubernur, untuk panitia pelelangan WIUP yang berada di lintas kabupaten/kota


dalam 1 (satu) provinsi dan/atau wilayah laut 4 (empat) mil sampai dengan 12
(dua belas) mil dari garis pantai; dan

c. bupati/walikota, untuk panitia pelelangan WIUP yang berada dalam 1 (satu)


wilayah kabupaten/kota dan/atau wilayah laut sampai dengan 4 (empat) mil
dari garis pantai.

(2) Panitia lelang WIUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang ditetapkan
oleh:

a. Menteri, beranggotakan gasal dan paling sedikit 7 (tujuh) orang yang memiliki
kompetensi di bidang pertambangan mineral dan/atau batubara;

b. gubernur, beranggotakan gasal dan paling sedikit 5 (lima) orang yang memiliki
kompetensi di bidang pertambangan mineral dan/atau batubara; dan

c. bupati/walikota, beranggotakan gasal dan paling sedikit 5 (lima) orang yang


memiliki kompetensi di bidang pertambangan mineral dan/atau batubara. (3)
Dalam panitia lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
mengikutsertakan unsur dari Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau
pemerintah kabupaten/kota.

Pasal 12

Tugas dan wewenang panitia lelang WIUP mineral logam dan/atau batubara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 meliputi:

a. menyiapkan lelang WIUP;

b. menyiapkan dokumen lelang WIUP;


c. menyusun jadwal lelang WIUP;

d. mengumumkan waktu pelaksanaan lelang WIUP;

e. melaksanakan pengumuman ulang paling banyak 2 (dua) kali, apabila peserta


lelang WIUP hanya 1 (satu);

f. menilai kualifikasi peserta lelang WIUP;

g. melakukan evaluasi terhadap penawaran yang masuk;

h. melaksanakan lelang WIUP; dan

i. membuat berita acara hasil pelaksanaan lelang dan mengusulkan pemenang


lelang WIUP.

Pasal 13

(1) Untuk mengikuti lelang, peserta lelang WIUP sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 ayat (1) harus memenuhi persyaratan:

a. administratif;

b. teknis; dan

c. finansial.

(2) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a untuk:

a. badan usaha, paling sedikit meliputi:

1. mengisi formulir yang sudah disiapkan panitia lelang;

2. profil badan usaha;


3. akte pendirian badan usaha yang bergerak di bidang usaha pertambangan yang
telah disahkan oleh pejabat yang berwenang; dan

4. nomor pokok wajib pajak.

b. koperasi, paling sedikit meliputi:

1. mengisi formulir yang sudah disiapkan panitia lelang;

2. profil koperasi;

3. akte pendirian koperasi yang bergerak di bidang usaha pertambangan yang


telah disahkan oleh pejabat yang berwenang; dan

4. nomor pokok wajib pajak.

c. orang perseorangan paling sedikit meliputi:

1. mengisi formulir yang sudah disiapkan panitia lelang;

2. kartu tanda penduduk; dan

3. nomor pokok wajib pajak.

d. perusahaan firma dan perusahaan komanditer paling sedikit meliputi:

1. mengisi formulir yang sudah disiapkan panitia lelang;

2. profil perusahaan;

3. akte pendirian perusahaan yang bergerak di bidang usaha pertambangan; dan

4. nomor pokok wajib pajak.

(3) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit
meliputi:

a. pengalaman badan usaha, koperasi, atau perseorangan di bidang pertambangan


mineral atau batubara paling sedikit 3 (tiga) tahun, atau bagi perusahaan baru
harus mendapat dukungan dari perusahaan induk, mitra kerja, atau afiliasinya
yang bergerak di bidang pertambangan;

b. mempunyai paling sedikit 1 (satu) orang tenaga ahli dalam bidang


pertambangan dan/atau geologi yang berpengalaman paling sedikit 3 (tiga)
tahun; dan

c. rencana kerja dan anggaran biaya untuk kegiatan 4 (empat) tahun eksplorasi.

(4) Persyaratan finansial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:

a. laporan keuangan tahun terakhir yang sudah diaudit akuntan publik;

b. menempatkan jaminan kesungguhan lelang dalam bentuk uang tunai di bank


pemerintah sebesar 10% (sepuluh persen) dari nilai kompensasi data
informasi atau dari total biaya pengganti investasi untuk lelang WIUP yang
telah berakhir; dan

c. pernyataan bersedia membayar nilai lelang WIUP dalam jangka waktu paling
lambat 5 (lima) hari kerja, setelah pengumuman pemenang lelang.

Pasal 14

(1) Prosedur lelang meliputi tahap:

a. pengumuman prakualifikasi;

b. pengambilan dokumen prakualifikasi;

c. pemasukan dokumen prakualifikasi;

d. evaluasi prakualifikasi;

e. klarifikasi dan konfirmasi terhadap dokumen prakualifikasi;

f. penetapan hasil prakualifikasi;


g. pengumuman hasil prakualifikasi;

h. undangan kepada peserta yang lulus prakualifikasi;

i. pengambilan dokumen lelang;

j. penjelasan lelang;

k. pemasukan penawaran harga;

l. pembukaan sampul;

m. penetapan peringkat;

n. penetapan/pengumuman pemenang lelang yang dilakukan berdasarkan


penawaran harga dan pertimbangan teknis; dan

o. memberi kesempatan adanya sanggahan atas keputusan lelang.

(2) Penjelasan lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf j wajib
dilakukan oleh panitia lelang WIUP kepada peserta pelelangan WIUP yang
lulus prakualifikasi untuk menjelaskan data teknis berupa:

a. lokasi;

b. koordinat;

c. jenis mineral, termasuk mineral ikutannya, dan batubara;

d. ringkasan hasil penelitian dan penyelidikan;

e. ringkasan hasil eksplorasi pendahuluan apabila ada; dan

f. status lahan.

Pasal 15
(1) Panitia lelang sesuai dengan kewenangannya yang diberikan oleh Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota dapat memberikan kesempatan kepada peserta
pelelangan WIUP yang lulus prakualifikasi untuk melakukan kunjungan
lapangan dalam jangka waktu yang disesuaikan dengan jarak lokasi yang
akan dilelang setelah mendapatkan penjelasan lelang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 ayat (1) huruf j.

(2) Dalam hal peserta pelelangan WIUP yang akan melakukan kunjungan
lapangan mengikutsertakan warga negara asing wajib memenuhi persyaratan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Biaya yang diperlukan untuk melakukan kunjungan lapangan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibebankan kepada peserta pelelangan
WIUP.

Pasal 16

(1) Jangka waktu prosedur pelelangan ditetapkan dalam jangka waktu paling
lama 35 (tiga puluh lima) hari kerja sejak pemasukan penawaran harga
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf k.

(2) Hasil pelaksanaan lelang WIUP dilaporkan oleh panitia lelang kepada
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya untuk
ditetapkan pemenang lelang WIUP.

Pasal 17

(1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya


berdasarkan usulan panitia lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat
(2) menetapkan pemenang lelang WIUP mineral logam dan/atau batubara.
(2) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya
memberitahukan secara tertulis penetapan pemenang lelang WIUP mineral
logam dan/atau batubara kepada pemenang lelang.

Pasal 18

(1) Apabila peserta lelang yang memasukan penawaran harga sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf k hanya terdapat 1 (satu) peserta
lelang, dilakukan pelelangan ulang.

(2) Dalam hal peserta lelang ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap
hanya 1 (satu) peserta, ditetapkan sebagai pemenang dengan ketentuan harga
penawaran harus sama atau lebih tinggi dari harga dasar lelang yang telah
ditetapkan.

Pasal 19

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara lelang WIUP diatur dengan Peraturan
Menteri.

Paragraf 3

Tata Cara PemberianWIUP Mineral Bukan Logam dan Batuan

Pasal 20

(1) Untuk mendapatkan WIUP mineral bukan logam atau batuan, badan usaha,
koperasi, atau perseorangan mengajukan permohonan wilayah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) kepada:
a. Menteri, untuk permohonan WIUP yang berada lintas wilayah provinsi
dan/atau wilayah laut lebih dari 12 (dua belas) mil dari garis pantai;

b. gubernur, untuk permohonan WIUP yang berada lintas wilayah kabupaten/kota


dalam 1 (satu) provinsi dan/atau wilayah laut 4 (empat) mil sampai dengan 12
(dua belas) mil; dan

c. bupati/walikota, untuk permohonan WIUP yang berada di dalam 1 (satu)


wilayah kabupaten/kota dan/atau wilayah laut sampai dengan 4 (empat) mil.

(2) Sebelum memberikan WIUP mineral bukan logam atau batuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1):

a. Menteri harus mendapat rekomendasi terlebih dahulu dari gubernur dan


bupati/walikota;

b. gubernur harus mendapat rekomendasi terlebih dahulu dari bupati/walikota.

(3) Gubernur atau bupati/walikota memberikan rekomendasi sebagaimana


dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja
sejak diterimanya permintaan rekomendasi.

Pasal 21

(1) Permohonan WIUP mineral bukan logam dan/atau batuan yang terlebih
dahulu telah memenuhi persyaratan koordinat geografis lintang dan bujur
sesuai dengan ketentuan system informasi geografi yang berlaku secara
nasional dan membayar biaya pencadangan wilayah dan pencetakan peta,
memperoleh prioritas pertama untuk mendapatkan WIUP.

(2) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dalam


jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah diterima
permohonan wajib memberikan keputusan menerima atau menolak atas
permohonan WIUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Keputusan menerima sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan
kepada pemohon WIUP disertai dengan penyerahan peta WIUP berikut batas
dan koordinat WIUP.

(4) Keputusan menolak sebagaimana dimaksud pada ayat (2 harus disampaikan


secara tertulis kepada pemohon WIUP disertai dengan alasan penolakan.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

Anda mungkin juga menyukai