Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Manusia merupakan salah satu makhluk hidup. Dikatakan sebagai makhluk
hidup karena manusia memiliki cirri-ciri diantaranya: dapat bernafas, berkembangbiak,
tumbuh, beradaptasi, memerlukan makan, dan megeluarkan sisa metabolisme tubuh
(eliminasi). Setiap kegiatan yang dilakukan tubuh dikarenakan peranan masing-masing
organ.
Membuang urine dan alvi (eliminasi) merupakan salah satu aktivitas pokok yang
harus dilakukan oleh setiap manusia. Karena apabila eliminasi tidak dilakukan setiap
manusia akan menimbulkan berbagai macam gangguan seperti retensi urine,
inkontinensia urine, enuresis, perubahan pola eliminasi urine, konstipasi, diare dan
kembung. Selain berbagai macam yang telah disebutkan diatas akan menimbulkan
dampak pada system organ lainnya seperti: system pencernaan, ekskresi, dll.

B. TUJUAN
1. Mengetahui proses pembentukan urin.
2. Mengetahui faktor yang mempengaruhi pembentukan urin.
3. Untuk mengetahui tata cara pemasangan dower kateter.
4. Mengetahui pengertian dower kateter.
5. Mengetahui indikasi dalam pemasangan kateter.
6. Mengetahui kontraindikasi pemasangan kateter.
7. Mengetahui komlikasi dari pemasangan kateter.

1
BAB II
ISI

A. PEMBAHASAN
I. ELIMINASI URIN
Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjdinya proses penyaringan
darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan
menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak
dipergunakan lagi oleh tubuh larut dlam air dan dikeluarkan berupa urin (air
kemih).Susunan Sistem Perkemihan
a. Ginjal (Ren)
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum
pada kedua sisi vertebra thorakalis ke 12 sampai vertebra lumbalis ke-3. Bentuk
ginjal seperti biji kacang. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri, karena
adanya lobus hepatis dexter yang besar.
Fungsi ginjal
a) memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun,
b) mempertahankan suasana keseimbangan cairan,
c) mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, dan
d) mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan
amoniak.
b. Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal ke vesika urinaria.
Panjangnya 25-30 cm, dengan penampang 0,5 cm. Ureter sebagian terletak pada
rongga abdomen dan sebagian lagi terletak pada rongga pelvis. Lapisan dinding
ureter terdiri dari:
1. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
2. Lapisan tengah lapisan otot polos
3. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa
Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltic yang mendorong
urin masuk ke dalam kandung kemih.
c. Vesika Urinaria (Kandung Kemih)
Vesika urinaria bekerja sebagai penampung urin. Organ ini berbentuk seperti buah
pir (kendi). letaknya di belakang simfisis pubis di dalam rongga panggul. Vesika
urinaria dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet.
Dinding kandung kemih terdiri dari:
1. Lapisan sebelah luar (peritoneum).
2. Tunika muskularis (lapisan berotot).
3. Tunika submukosa.
4. Lapisan mukosa (lapisan bagian dalam).

2
d. Uretra
Merupakan saluran sempit yang berpangkal pada vesika urinaria yang berfungsi
menyalurkan air kemih ke luar.
Pada laki-laki panjangnya kira-kira 13,7-16,2 cm, terdiri dari:
1. Urethra pars Prostatica
2. Urethra pars membranosa ( terdapat spinchter urethra externa)
3. Urethra pars spongiosa.
Urethra pada wanita panjangnya kira-kira 3,7-6,2 cm (Taylor), 3-5 cm (Lewis).
Sphincter urethra terletak di sebelah atas vagina (antara clitoris dan vagina) dan
urethra disini hanya sebagai saluran ekskresi.
Dinding urethra terdiri dari 3 lapisan:
1. Lapisan otot polos, merupakan kelanjutan otot polos dari Vesika urinaria.
Mengandung jaringan elastis dan otot polos. Sphincter urethra menjaga agar
urethra tetap tertutup.
2. Lapisan submukosa, lapisan longgar mengandung pembuluh darah dan saraf.
3. Lapisan mukosa.

II. PROSES PEMBENTUKAN URIN


1. Proses Filtrasi ,di glomerulus
Terjadi penyerapan darah, yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali
protein. Cairan yang tersaring ditampung oleh simpai bowmen yang terdiri dari
glukosa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat dll, diteruskan ke tubulus ginjal.
cairan yang di saring disebut filtrate gromerulus.
2. Proses Reabsorbsi
Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glikosa,
sodium, klorida, fospat dan beberapa ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif
(obligator reabsorbsi) di tubulus proximal. sedangkan pada tubulus distal terjadi
kembali penyerapan sodium dan ion bikarbonat bila diperlukan tubuh. Penyerapan
terjadi secara aktif (reabsorbsi fakultatif) dan sisanya dialirkan pada papilla renalis.
3. Proses sekresi.
Sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus distal dialirkan ke
papilla renalis selanjutnya diteruskan ke luar.

III. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ELIMINASI URIN


1. Diet dan asupan
Jumlah dan tipe makanan merupakan faktor utama yang memengaruhi output
urine (jumlah urine). Protein dan natrium dapat menentukan jumlah urine yang
dibentuk.selain itu, minum kopi juga dapat meningkatkan pembentukan urine.

3
2. Respon keinginan awal untuk berkemih
Kebiasaan mengabaikan keinginan awal utnuk berkemih dapat menyebabkan urin
banyak tertahan di vesika urinaria, sehingga memengaruhi ukuran vesika urinaria
dan jumlah pengeluaran urine
3. Gaya hidup
Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi. Hal
ini terkait dengan tersedianya fasilitas toilet.
4. Stress psikologis
Meningkatkan stres dapat meningkatkan frekuensi keinginan berkemih. Hal ini
karena meningkatnya sensitivitas untuk keinginan berkemih dan jumlah urine yang
diproduksi.
5. Tingkat aktivitas
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinearia yang baik untuk fungsi
sphincter. Kemampuan tonus otot di dapatkan dengan beraktivitas. Hilangnya
tonus otot vesika urinearia dapat menyebabkan.
6. Tingkat perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga dapat memengaruhi pola berkemih.
Hal tersebut dapat ditemukan pada anak, yang lebih mengalami mengalami
kesulitan untuk mengontrol buang air kecil. Namun kemampuan dalam mengontrol
buang air kecil meningkat dengan bertambahnya usia, namun menurun kembali
ketika melalui tahap lansia.
7. Kondisi penyakit
Kondisi penyakit dapat memengaruhi produksi urine, seperti diabetes mellitus.
8. Sosiokultural
Budaya dapat memegaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urine, seperti adanya
kultur pada pada masyarakat tertentu yang melarang untuk buang air kecil di
tempat tertentu.
9. Kebiasaan seseorang
Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemh di toilet, biasanya mengalami
kesulitan untuk berkemih dengan melalui urineal/pot urine bila dalam keadaan
sakit.
10. Tonus otot
Tonus otot yang berperan penting dlam membantu proses berkemih adalah otot
kandung kemih, otot abdomen, dan pelvis. Ketiganya sangat berperan dalam
kontraksi sebagai pengontrolan pengeluaran urine
11. Pembedahan
Pembedahan berefek menurunkan filtrasi glomerulus sebagai dampak dari
pemberian obat anestesi sehingga menyebabkan penurunan jumlah produksi urine.
12. Pengobatan
Pemberian tindakan pengobatan dapat berdampak pada terjadinya peningkatan
atau penurunan proses perkemihan.

4
13. Pemeriksaan diagnostic
Pemeriksaan diagnostik ini juga dapat memengaruhi kebutuhan eliminasi urine,
khususnya prosedur-prosedur yang berhubungan dengan tindakan pemeriksaan
saluran kemih seperti intra venus pyelogram (IVP).

IV. MACAM-MACAM GANGGUAN ELIMINASI URIN


1. Retensi urine,merupakan penumpukan urine dalam kandung kemih akibat
ketidakmampuan kandung kemih untuk mengosongkan kandung kemih.
2. Inkontinensia urine, merupakan ketidakmampuan otot sphincter eksternal
sementara atau menetap untuk mengontrol ekskresi urine.
3. Enuresis, merupakan ketiksanggupan menahan kemih (mengompol) yang
diakibatkan tidak mampu mengontrol sphincter eksterna.
4. Perubahan pola eliminasi urine, merupakan keadaan sesorang yang mengalami
gangguan pada eliminasi urine karena obstruksi anatomis, kerusakan motorik
sensorik, dan infeksi saluran kemih. Perubahan eliminasi terdiri atas : Frekuensi,
Urgensi, Disuria, Poliuria, Urinaria supresi.

V. TINDAKAN MENGATASI MASALAH ELIMINASI URIN


1. Pengumpulan Urine untuk Bahan Pemeriksaan
2. Menolong Buang Air Kecil dengan Menggunakan Urineal
3. Melakukan kateterisasi

B. PROSEDUR PEMASANGAN KATETER


I. PENGERTIAN DOWER KATETER
Dower kateter merupakan salah satu
tipe kateter yang berupa selang yang
dimasukkan kedalam uretra melalui genitalia.
Dower kateter termasuk kedanglam kateter
indwelling (foley kateter) atau kateter menetap,
yang mana kateter ini tetap di tempat untuk
priode waktu yang lebih lama sampai klien
mampu berkemih dengan tuntas dan spontan
atau selama pengukuran akurat perjam di
butuhkan.

5
II. INDIKASI
Dengan memasukkan kateter Foley, Anda akan mendapatkan akses ke kandung kemih
dan isinya. Sehingga memungkinkan Anda untuk menguras isi kandung kemih, tekanan
udara kandung kemih, mendapatkan spesimen, dan memperkenalkan bagian ke dalam
saluran GU. Ini akan memungkinkan Anda untuk mengobati retensi urin, dan outlet
obstruksi kandung kemih.
Output urin juga merupakan indikator yang sensitif status volume dan perfusi ginjal
(dan dengan demikian perfusi jaringan juga).
Dalam gawat darurat, kateter dapat digunakan untuk membantu dalam diagnosis
perdarahan GU.
Dalam beberapa kasus, seperti dalam struktur uretra atau hipertrofi prostat, penyisipan
dan konsultasi awal sulit dengan urologi sangat penting.
Serta dalam beberapa kasus, kateter ini digunakan pada pasien yang mengalami
inkontinensia dan disorientasi berat.

III. KONTRAINDIKASI
Kontraindikasi yang terjadi, adanya trauma uretra.cedera uretra dapat terjadi pada
pasien dengan cedera multisistem dan factures panggul, serta dampak
mengangkang. Jika ini diduga, kita harus melakukan dan dubur kelamin ujian pertama.
Jika satu menemukan darah di meatus dari uretra, hematoma skrotum, patah tulang
panggul, atau prostat naik tinggi, maka kecurigaan tinggi uretra air mata hadir. Satu
kemudian harus melakukan urethrography retrograde (suntik 20 cc kontras ke dalam
urethra). Kateter tidak dapat digunakan pada pasien yang terinfeksi saluran kemih, dan
eksimosis daerah uretra.
Hematoria (keluarnya darah dari uretra)

IV. KOMPLIKASI PEMASANGAN KATETER


1. Bila pemasangan dilakukan tidak hati-hati bisa menyebabkan luka dan perdarahan
uretra yang berakhir dengan striktur uretra seumur hidup
2. Balon yang dikembangkan sebelum memasuki buli-buli juga dapat menimbulkan luka
pada uretra. Karenanya, balon dikembangkan bila yakin balon akan mengembnag
dalam buli-buli dengan mendorong kateter sampai ke pangkalnya
3. Infeksi uretra dan buli-buli
4. Nekrosis uretra bila ukuran kateter terlalu besar atau fiksasi yang keliru
5. Merupakan inti pembentukan batu buli-buli
6. Pada penderita tidak sadar, kateter dengan balon terkembang bisa dicabut yang
berkibat perdarahan dan melukai uretra
7. Kateter tidak bisa dicabut karena saluran pengembang balon tersumbat

6
V. TUJUAN
a. Menghilangkan distensi kandung kemih
b. Mendapatkan spesimen urine
c. Mengkaji jumlah residu urine, jika kandung kemih tidak mampu sepenuhnya
dikosongkan

VI. PERSIAPAN PASIEN


1) Mengucapkan salam terapeutik
2) Memperkenalkan diri
3) Menjelaskan pada klien dan keluarga tentang prosedur dan tujuan tindakan yang
akan dilaksanakan.
4) Penjelasan yang disampaikan dimengerti klien/keluarganya
5) Selama komunikasi digunakan bahasa yang jelas, sistematis serta tidak mengancam.
6) Klien/keluarga diberi kesempatan bertanya untuk klarifikasi
7) Privacy klien selama komunikasi dihargai.
8) Memperlihatkan kesabaran , penuh empati, sopan, dan perhatian serta respek
selama berkomunikasi dan melakukan tindakan
9) Membuat kontrak (waktu, tempat dan tindakan yang akan dilakukan)

VII. PERSIAPAN ALAT


1) Bak instrumen berisi :
a) foley kateter sesuai ukuran 1 buah
b) Urine bag steril 1 buah
c) Pinset anatomi 2 buah
d) Duk steril
e) Kassa steril yang diberi jelly
2) Sarung tangan steril
3) Kapas sublimat dalam kom tertutup
4) Perlak dan pengalasnya 1 buah
5) sampiran
6) Cairan aquades atau Nacl
7) Plester
8) Gunting verband
9) Bengkok 1 buah
10)Korentang pada tempatnya

VIII. PROSEDUR

a. Pasien diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan, kemudian alat-alat
didekatkan ke pasien
b. Pasang sampiran
c. Cuci tangan

7
d. Pasang pengalas/perlak dibawah bokong klien
e. Pakaian bagian bawah klien dikeataskan/dilepas, dengan posisi klien lithotomi (kaki
ditekuk dan Kaki sedikit dibuka). Bengkok diletakkan didekat bokong klien
f. Buka bak instrumen, pakai sarung tangan steril, pasang duk steril, lalu bersihkan alat
genitalia dengan kapas sublimat dengan menggunakan pinset.
g. Bersihkan genitalia dengan cara : dengan tangan nondominan perawat membuka
vulva kemudian tangan kanan memegang pinset dan mengambil satu buah kapas
sublimat. Selanjutnya bersihkan labia mayora dari atas kebawah dimulai dari sebelah
kiri lalu kanan, kapas dibuang dalam nierbekken, kemudian bersihkan labia minora,
klitoris, dan anus. Letakkan pinset pada nierbekken
h. Ambil kateter kemudian olesi dengan jelly. Masukkan
kateter kedalam uretra kira-kira 10 cm secara perlahan-
lahan dengan menggunakan pinset sampai urine keluar.
Masukkan Cairan Nacl/aquades 20-30 cc atau sesuai
ukuran yang tertulis. Tarik sedikit kateter. Apabila pada
saat ditarik kateter terasa tertahan berarti kateter sudah
masuk pada kandung kemih
i. Lepaskan duk, sambungkan kateter dengan urine bag. Lalu ikat disisi tempat tidur
j. Fiksasi kateter pada bagian sisi dalam paha klien
k. Pasien dirapihkan kembali
l. Alat dirapihkan kembali
m. Mencuci tangan
n. Melaksanakan dokumentasi :
1) Catat tindakan yang dilakukan dan hasil serta respon klien pada lembar catatan
klien
2) Catat tanggal dan jam melakukan tindakan dan nama perawat yang melakukan
dan tanda tangan/paraf pada lembar catatan klien

IX. PERAWATAN KATETER MENETAP


Kateter merupakan benda asing pada uretra dan buli-buli, bila tidak dirawat dengan
baik akan menimbulkan komplikasi serius. Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk
merawat kateter menetap :
1. Banyak minum, urin cukup sehingga tidak terjadi kotoran yang bisa mengendap
dalam kateter
2. Mengosongkan urine bag secara teratur
3. Tidak mengangkat urine bag lebih tinggi dari tubuh penderita agar urin tidak
mengalir kembali ke buli-buli
4. Membersihkan darah, nanah, sekret periuretra dan mengolesi kateter dengan
antiseptik secara berkala
5. Ganti kateter paling tidak 2 minggu sekali

8
BAB III

KESIMPULAN
Berkemih merupakan proses pengosongan vesika urinaria (kandung kemih).
Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi urine adalah diet, asupan, respon keinginan
awal untuk berkemih kebiasaan seseorang dan stress psikologi. Gangguan kebutuhan
eliminasi urine adalah retensi urine, inkontinensia urine dan enuresis. Dan tindakan
untuk mengatasi masalah tersebut adalah pengumpulan urine untuk bahan pemeriksaan,
buang air kecil dengan urineal dan melakukan katerisasi.

9
DAFTAR PUSTAKA

http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://www.med.uottawa.
ca/procedures/ucath/

http://www.fkunissula.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=7:katerisasi
&catid=1:latest-news

http://nursingbegin.com/prosedur-kateterisasi-urine-pada-wanita/

http://www.scribd.com/doc/44565097/kateter

Potter, Perry. 2006. Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik, Edisi 4. Jakarta: EGC

Hidayat, A. Aziz Alimun. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan, Jakarta: Salemba Medika

10

Anda mungkin juga menyukai