Anda di halaman 1dari 6

FABEL TENTANG INDUK BEBEK DAN KODOK HIJAU.

Di sebuah danau, tinggal seekor induk bebek bersama lima anaknya yang baru seminggu lahir.
Mereka setiap hari belajar berenang dengan semangat dan mencari makan bersama-sama.
Sang induk bebek selalu mengutamakan anak-anaknya untuk memperoleh makanan, dan ia
yang terakhir.

Suatu hari, mereka mencari makan sampai ke tengah hutan karena makanan di dekat danau
sudah habis. Mereka berjalan berbaris dengan keriuhan suara khas anak-anak bebek. Tengah
hari, mereka menemukan makanan dan segera menghabiskannya. Sebelum pulang, sang
induk bebek sempat mengajak anak-anaknya untuk mandi di sebuah kolam yang ada di dekat
tempat mereka mendapat makanan. Dan setelah selesai, merekapun bergegas pulang karena
hari beranjak sore.

Sesampainya di rumah, sang induk tiba-tiba panik. Anaknya yang ikut pulang baru empat.
Wah, kemana anakku yang paling kecil? Apa dia tertinggal di dalam hutan?
Induk bebek merasa khawatir, karena di dalam hutan, bisa saja anaknya dimakan binatang
buas. Tanpa menunggu lama lagi, ia memerintahkan keempat anaknya istirahat di tepi danau.
Sementara ia sendiri mulai masuk ke tengah hutan dan memanggil-manggil anaknya yang
hilang.

Setelah jauh berjalan, induk bebek mendengar sayup-sayup suara kodok bernyanyi. Induk
bebek mencari-cari sumber suara itu. Pasti kodok itu ada di kolam tempat ia dan anak-
anaknya mandi tadi. Tanpa pikir panjang, induk bebek segera mendatangi sumber suara. Dan
benar saja, di tepi kolam ada seekor kodok hijau yang sedang mendiamkan anaknya yang
menangis.
Alhamdulillah. Terima kasih ya, kodok. Kau sudah menjaga anakku. Dan nyanyianmu tadi
membuatku tahu keberadaan anakku. Sang Kodok tersenyum dan menjawab dengan bijak,
Sama-sama Induk bebek. Mulai sekarang aku akan bernyanyi tiap petang untuk
mengingatkan bahwa petang sudah tiba. Juga memberitahukan, dengan adanya nyanyianku
dan teman-temanku, berarti di situ ada kolam tempat tinggalku.
Baiklah, kodok. Semoga kebaikanmu mendapat imbalan dari Allah, sahut induk bebek. Sang
kodok mengamini.
Sekarang bawa anakmu pulang, dia sudah ketakutan dari tadi,kata kodok.

Induk bebek menghampiri anaknya dan memeluknya penuh haru sehingga tangisnya terhenti.
Ayo, nak kita pulang. Ucapkan terimakasih pada kodok yang sudah menjagamu tadi.

Anak bebek menyeka air matanya dan berterimakasih pada kodok.


Hati-hati, induk bebek, hari sudah petang. Jaga jangan sampai anakmu hilang atau tertinggal
lagi, ujar kodok.

Induk bebek tersenyum, setelah mengucapkan terima kasih, ia dan anaknya berjalan
beriringan kembali ke danau tempat tinggal mereka di tepi hutan.
Sampai di danau, induk bebek dan anaknya yang tertinggal berkumpul denngan anak-anak
bebek lainnya. Mereka segera tertidur pulas karena lelah setelah berjalan jauh.

***
Pagi masih berkabut, kodok berjalan terseok-seok menuju kolam tempat induk bebek berada.
Induk bebek sendiri terkejut melihat keadaan kodok yang kelelahan.
Astagfirullah. Kodok, kamu kenapa?tanya induk bebek.

Aku tadi berjalan dari tengah hutan. Tempat tinggalku sudah kering airnya. Banyak hewan
yang malas ke danau dan mengambil air dari kolam. Apa aku boleh tinggal di sini sampai
kolam tempat tinggalku airnya penuh lagi? kata kodok dengan penuh harap.

Induk bebek tersenyum.


Tentu saja boleh. Ini adalah tempat tinggal kita bersama. Kau boleh tinggal di sini kapan saja
kau mau.

Kau baik sekali. Terima kasih sudah mengijinkanku tinggal di sini,sahut kodok.

Akhirnya, katak, induk bebek dan anak-anaknya hidup berdampingan di danau tepi hutan.
Mereka saling membantu dan saling menjaga satu sama lainnya. Bersama menjalani
kehidupan dengan rukun dan tenteram.
CERITA FABEL JERAPAH YANG SOMBONG

Di suatu padang rumput ada seekor jerapah yang baru beranjak dewasa.
Namanya Edo. Dia sangat tinggi, jangkung, bahkan di antara teman-temannya, Edo
lah yang paling tinggi. Karena lehernya yang paling panjang itu membuatnya menjadi
anak yang sombong. Sering dia mengajak teman-teman jerapahnya untuk lomba
makan daun-daun di pohon yang dahannya sangat tinggi. Dan sudah dapat ditebak,
Edo lah si pemenang perlombaan itu. Berkali-kali dia memenangkan perlombaan
makan daun dari puncak pohon, membuat Edo semakin besar kepala saja. Dia merasa
anak yang paling hebat di kawasan padang rumput itu. Sampai sampai dia tidak
menghormati para sesepuh jerapahnya. Dia sering mengejek para jerapah-jerapah tua
itu dengan sebutan leher bengkok, karena memang mereka sudah beranjak tua.
Sedangkan si Edo masih muda, secara fisik dia masih kuat, leher masih tegak, jenjang
dan tinggi.
Pernah satu hari Edo dimintai tolong oleh seorang sesepuh jerapahnya; Nak,
tolong ambilkan nenek daun yang segar di ranting ujung pohon itu yaa.. nenek
ingiiiiiiiiiin sekali makan daun-daun yang masih muda, hijau, lunak dan segar itu, tapi
nenek tidak bisa menjangkau sampai ke ujung pohon itu, Tolong ya, nak Edo.. Lalu
dengan sombongnya Edo menjawab nenek jerapah itu, Aduh, nenek jerapah
bagaimana sih, sudah tua jangan bawel deh, udah lah makan daun yang bisa nenek
jerapah jangkau sendiri saja lah!!! Salah sendiri nggak bisa ambil daun di pucuk
pohon!!. Lalu nenek jerapah itu pun pergi dengan kecewa, melihat kelakuan Edo, si
jerapah jangkung yang sombong.
Tidak hanya nenek jerapah itu saja yang ditolak permintaan tolongnya. Pernah
juga ada seekor anak burung yang terjatuh, saat si burung kecil itu sedang belajar
terbang. Burung kecil itu tersangkut di dahan pohon paling ujung. Edo pun dengan
sombong menolak permintaan teman-temannya untuk menolong si burung kecil itu.
Jawaban Edo pada saat itu, Ahhh.. dasar anak burung bodoh, punya sayap kok
nggak bisa terbang, malah jatuh. Siapa suruh terbang kalau ngga bisa terbang. Lalu
Edo meninggalkan begitu saja, dan akhirnya teman-teman Edo yang berusaha
menolong burung kecil itu.
Sampai pada suatu hari, si Edo saat berjalan- jalan sendiri di padang rumput,
dia sedang asik melenggang bak anak yang sombong. Lehernya tegak lurus ke atas,
dengan kepala terangkat. Lalu berhenti di suatu gundukan. Edo tidak sadar, bahwa
yang dia injak gundukan itu adalah seekor kura-kura. Seekor kakek kura-kura yang
sudah berumur setengah abad. Lalu, si kakek kura-kura berusaha keras mengangkat
tubuhnya dan berjalan maju selangkah, bermaksud agar Edo merasa jika di bawah
kakinya berdiri menginjak seekor kura-kura. Lalu Edo sedikit tersandung.
Aduhhh!!. Edo malah tidak bereaksi untuk minta maaf bahwa dia telah menginjak
tempurung kakek kura-kura itu. Sebaliknya, dia malah marah-marah. Dasar kura-
kura peyot, aku jadi mau terjatuh nih. Tidak puas dengan cukup berkata-kata, Edo
pun langsung menendang tempurung kakek kura-kura, yang akhirnya kakek kura-
kura terlempar beberapa jengkal.
Lalu kakek kura-kura hanya ringan menasihati Edo, Anak muda, janganlah
kamu sombong. Kamu masih muda, tubuhmu masih kuat, sebaiknya sayangilah
sesama makhluk hidup ciptaanNya. Suatu hari nanti, kamu juga akan menjadi tua,

pasti akan banyak yang lebih hebat dan kuat darimu. Lalu Edo cuek begitu saja
sambil tidak memperdulikan nasihat kakek kura-kura. Tidak lama kemudian, awan
mendung datang. Mendung yang begitu tebal, langit yang sebelumnya biru cerah
menjadi abu-abu kelabu. Di padang rumput itu masih tertinggal Edo dan si kakek
kura-kura yang berjalan sangat lambat menuju ke tepi di bawah pepohonan. Seakan
masih ingin memperlihatkan kesombongan dan kekuatannya, Edo malah tidak
bergegas pergi meninggalkan padang rumput yang hendak diguyur hujan. Dia hanya
ingin menunjukkan kehebatannya ke kakek kura-kura, bahwa dia tinggi gagah di
tengah padang rumput yang luas, dengan melenggang santai dan sombong, sambil
dirinya membandingkan si kura-kura yang pendek dan lambat berjalan.
Lalu hujan sangat deras seketika itu datang mengguyur. Dan tiba-tiba petir
yang sangat hebat menyambar, DUARRRRRRRRRRR. Akhirnya, Edo si jerapah
jangkung itu ambruk, terjatuh ke tanah. Saat itu, kepala kakek kura-kura aman di
dalam tempurungnya, tidak kehujanan dan juga terhindar dari petir yang dahsyat
menyambar padang rumput. Tidak diam begitu saja, si kakek kura-kura dengan
langkah pelan tapi pasti, dia mendekati ke Edo, dan memberikan perhatiannya.
Kamu tidak apa-apa, anak muda? Bangunlah, kenapa malah terdiam bengong tetap
bersungkur di tanah?. Lalu Edo menjawab, kakek kura-kura,aku takutttt..
huwaaaaaaaaaaaa sambil merengek bak anak kecil yang lemah. Maafkan aku ya,
kakek kura-kura, sudah menginjak tubuhmu dengan sombongnya. Walaupun kakek
kura-kura sudah tua, tapi tetap kuat, tempurungmu mampu menopang berat badanku
ini. Maafkan aku kakek kura-kura, karena sudah menendangmu, sampai terlempar
beberapa langkah. Aku berjanji tidak akan menjadi anak yang sombong lagi,
menolong sesama makhluk ciptaanNya.
Dan sejak saat itu, si Edo tidak lagi menjadi jerapah yang sombong, namun
berubah menjadi si jerapah yang baik hati dan suka menolong teman-temannya.

Anda mungkin juga menyukai