Anda di halaman 1dari 3

JERAPAH YANG SOMBONG

Di suatu padang rumput ada seekor jerapah yang baru beranjak


dewasa. Namanya Edo. Dia sangat tinggi, jangkung, bahkan di antara
teman-temannya, Edo lah yang paling tinggi. Karena lehernya yang paling
panjang itu membuatnya menjadi anak yang sombong. Sering dia
mengajak teman-teman jerapahnya untuk lomba makan daun-daun di
pohon yang dahannya sangat tinggi. Dan sudah dapat ditebak, Edo lah si
pemenang perlombaan itu. Berkali-kali dia memenangkan perlombaan
makan daun dari puncak pohon, membuat Edo semakin besar kepala saja.
Dia merasa anak yang paling hebat di kawasan padang rumput itu. Sampai
sampai dia tidak menghormati para sesepuh jerapahnya. Dia sering
mengejek para jerapah-jerapah tua itu dengan sebutan leher bengkok,
karena memang mereka sudah beranjak tua. Sedangkan si Edo masih
muda, secara fisik dia masih kuat, leher masih tegak, jenjang dan tinggi.
Pernah satu hari Edo dimintai tolong oleh seorang sesepuh
jerapahnya; Nak, tolong ambilkan nenek daun yang segar di ranting ujung
pohon itu yaa.. nenek ingiiiiiiiiiin sekali makan daun-daun yang masih
muda, hijau, lunak dan segar itu, tapi nenek tidak bisa menjangkau sampai
ke ujung pohon itu, Tolong ya, nak Edo.. Lalu dengan sombongnya Edo
menjawab nenek jerapah itu, Aduh, nenek jerapah bagaimana sih, sudah
tua jangan bawel deh, udah lah makan daun yang bisa nenek jerapah
jangkau sendiri saja lah!!! Salah sendiri nggak bisa ambil daun di pucuk
pohon!!. Lalu nenek jerapah itu pun pergi dengan kecewa, melihat
kelakuan Edo, si jerapah jangkung yang sombong.
Tidak hanya nenek jerapah itu saja yang ditolak permintaan
tolongnya. Pernah juga ada seekor anak burung yang terjatuh, saat si
burung kecil itu sedang belajar terbang. Burung kecil itu tersangkut di
dahan pohon paling ujung. Edo pun dengan sombong menolak permintaan
teman-temannya untuk menolong si burung kecil itu. Jawaban Edo pada
saat itu, Ahhh.. dasar anak burung bodoh, punya sayap kok nggak bisa
terbang, malah jatuh. Siapa suruh terbang kalau ngga bisa terbang. Lalu
Edo meninggalkan begitu saja, dan akhirnya teman-teman Edo yang
berusaha menolong burung kecil itu.
Sampai pada suatu hari, si Edo saat berjalan- jalan sendiri di padang
rumput, dia sedang asik melenggang bak anak yang sombong. Lehernya
tegak lurus ke atas, dengan kepala terangkat. Lalu berhenti di suatu
gundukan. Edo tidak sadar, bahwa yang dia injak gundukan itu adalah
seekor kura-kura. Seekor kakek kura-kura yang sudah berumur setengah
abad. Lalu, si kakek kura-kura berusaha keras mengangkat tubuhnya dan
berjalan maju selangkah, bermaksud agar Edo merasa jika di bawah
kakinya berdiri menginjak seekor kura-kura. Lalu Edo sedikit tersandung.
Aduhhh!!. Edo malah tidak bereaksi untuk minta maaf bahwa dia telah
menginjak tempurung kakek kura-kura itu. Sebaliknya, dia malah marah-
marah. Dasar kura-kura peyot, aku jadi mau terjatuh nih. Tidak puas
dengan cukup berkata-kata, Edo pun langsung menendang tempurung
kakek kura-kura, yang akhirnya kakek kura-kura terlempar beberapa
jengkal.
Lalu kakek kura-kura hanya ringan menasihati Edo, Anak muda,
janganlah kamu sombong. Kamu masih muda, tubuhmu masih kuat,
sebaiknya sayangilah sesama makhluk hidup ciptaanNya. Suatu hari nanti,
kamu juga akan menjadi tua,

pasti akan banyak yang lebih hebat dan kuat darimu. Lalu Edo cuek
begitu saja sambil tidak memperdulikan nasihat kakek kura-kura. Tidak
lama kemudian, awan mendung datang. Mendung yang begitu tebal, langit
yang sebelumnya biru cerah menjadi abu-abu kelabu. Di padang rumput itu
masih tertinggal Edo dan si kakek kura-kura yang berjalan sangat lambat
menuju ke tepi di bawah pepohonan. Seakan masih ingin memperlihatkan
kesombongan dan kekuatannya, Edo malah tidak bergegas pergi
meninggalkan padang rumput yang hendak diguyur hujan. Dia hanya ingin
menunjukkan kehebatannya ke kakek kura-kura, bahwa dia tinggi gagah di
tengah padang rumput yang luas, dengan melenggang santai dan
sombong, sambil dirinya membandingkan si kura-kura yang pendek dan
lambat berjalan.
Lalu hujan sangat deras seketika itu datang mengguyur. Dan tiba-tiba
petir yang sangat hebat menyambar, DUARRRRRRRRRRR. Akhirnya,
Edo si jerapah jangkung itu ambruk, terjatuh ke tanah. Saat itu, kepala
kakek kura-kura aman di dalam tempurungnya, tidak kehujanan dan juga
terhindar dari petir yang dahsyat menyambar padang rumput. Tidak diam
begitu saja, si kakek kura-kura dengan langkah pelan tapi pasti, dia
mendekati ke Edo, dan memberikan perhatiannya. Kamu tidak apa-apa,
anak muda? Bangunlah, kenapa malah terdiam bengong tetap bersungkur
di tanah?. Lalu Edo menjawab, kakek kura-kura,aku takutttt..
huwaaaaaaaaaaaa sambil merengek bak anak kecil yang lemah.
Maafkan aku ya, kakek kura-kura, sudah menginjak tubuhmu dengan
sombongnya. Walaupun kakek kura-kura sudah tua, tapi tetap kuat,
tempurungmu mampu menopang berat badanku ini. Maafkan aku kakek
kura-kura, karena sudah menendangmu, sampai terlempar beberapa
langkah. Aku berjanji tidak akan menjadi anak yang sombong lagi,
menolong sesama makhluk ciptaanNya.
Dan sejak saat itu, si Edo tidak lagi menjadi jerapah yang sombong,
namun berubah menjadi si jerapah yang baik hati dan suka menolong
teman-temannya.

Unsur Intrinsik :
Tema : Penyesalan
Alur : Maju
Penokohan
a) Tokoh utama = Jerapah : Sombong , angkuh , pemarah
Kura kura : baik hati , pemaaf , penolong
b) Tokoh bawahan = Burung kecil : lemah
Nenek jerapah : Penyayang , lemah lembut
Sudut pandang : orang ketiga
Latar = Waktu : Pagi hari
Tempat : Padang rumput
Suasana : Menegangkan , menyenangkan.
Amanat : Dalam kehidupan sehari hari, kita tidak boleh sombong karena hal
itu akan merugikan orang lain dan diri sendiri.

Anda mungkin juga menyukai