Anda di halaman 1dari 25

KOMPETENS PEDAGONIS GURU

Kompetensi Guru merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang


harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan oleh Guru dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2007 tentang Guru,
dinyatakan bahwasanya kompetensi yang harus dimiliki oleh Guru meliputi kompetensi
pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang
diperoleh melalui pendidikan profesi. Kompetensi Guru tersebut bersifat menyeluruh dan
merupakan satu kesatuan yang satu sama lain saling berhubungan dan saling
mendukung.Kompetensi pedagogik yang dimaksud dalam tulisan ini yakni antara lain
kemampuan pemahaman tentang peserta didik secara mendalam dan penyelenggaraan
pembelajaran yang mendidik. Pemahaman tentang peserta didik meliputi pemahaman tentang
psikologi perkembangan anak. Sedangkan Pembelajaran yang mendidik meliputi kemampuan
merancang pembelajaran, mengimplementasikan pembelajaran, menilai proses dan hasil
pembelajaran, dan melakukan perbaikan secara berkelanjutan.

Menurut Peraturan Pemerintah tentang Guru, bahwasanya kompetensi pedagogik Guru


merupakan kemampuan Guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurang-
kurangnya meliputi:

1. Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan.

Guru memiliki latar belakang pendidikan keilmuan sehingga memiliki keahlian


secara akademik dan intelektual. Merujuk pada sistem pengelolaan pembelajaran yang
berbasis subjek (mata pelajaran), guru seharusnya memiliki kesesuaian antara latar
belakang keilmuan dengan subjek yang dibina. Selain itu, guru memiliki pengetahuan
dan pengalaman dalam penyelenggaraan pembelajaran di kelas. Secara otentik kedua hal
tersebut dapat dibuktikan dengan ijazah akademik dan ijazah keahlian mengajar (akta
mengajar) dari lembaga pendidikan yang diakreditasi pemerintah.

2. Pemahaman terhadap peserta didik


Guru memiliki pemahaman akan psikologi perkembangan anak, sehingga
mengetahui dengan benar pendekatan yang tepat yang dilakukan pada anak didiknya.
Guru dapat membimbing anak melewati masa-masa sulit dalam usia yang dialami anak.
Selain itu, Guru memiliki pengetahuan dan pemahaman terhadap latar belakang pribadi
anak, sehingga dapat mengidentifikasi problem-problem yang dihadapi anak serta
menentukan solusi dan pendekatan yang tepat.

3. pengembangan kurikulum/silabus

Guru memiliki kemampuan mengembangkan kurikulum pendidikan nasional


yang disesuaikan dengan kondisi spesifik lingkungan sekolah.

4. Perancangan pembelajaran

Guru memiliki merencanakan sistem pembelajaran yang memamfaatkan sumber


daya yang ada. Semua aktivitas pembelajaran dari awal sampai akhir telah dapat
direncanakan secara strategis, termasuk antisipasi masalah yang kemungkinan dapat
timbul dari skenario yang direncanakan.

5. pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis

Guru menciptakan situasi belajar bagi anak yang kreatif, aktif dan menyenangkan.
Memberikan ruang yang luas bagi anak untuk dapat mengeksplor potensi dan
kemampuannya sehingga dapat dilatih dan dikembangkan.

6. Pemanfaatan teknologi pembelajaran.

Dalam menyelenggarakan pembelajaran, guru menggunakan teknologi sebagai


media. Menyediakan bahan belajar dan mengadministrasikan dengan menggunakan
teknologi informasi. Membiasakan anak berinteraksi dengan menggunakan teknologi.

7. Evaluasi hasil belajar


Guru memiliki kemampuan untuk mengevaluasi pembelajaran yang dilakukan
meliputi perencanaan, respon anak, hasil belajar anak, metode dan pendekatan. Untuk
dapat mengevaluasi, guru harus dapat merencanakan penilaian yang tepat, melakukan
pengukuran dengan benar, dan membuat kesimpulan dan solusi secara akurat.

8. Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang


dimilikinya

Guru memiliki kemampuan untuk membimbing anak, menciptakan wadah bagi


anak untuk mengenali potensinya dan melatih untuk mengaktualisasikan potensi yang
dimiliki.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kemampuan ini adalah
dengan melaksanakan penelitian tindakan kelas. Penelitian tindakan kelas, berbasis pada
perencanaan dan solusi atas masalah yang dihadapi anak dalam belajar. Sehingga hasil belajar
anak dapat meningkat dan target perencanaan guru dapat tercapai. Pada prinsipnya, Kesemua
aspek kompetensi paedagogik di atas senantiasa dapat ditingkatkan melalui pengembangan
kajian masalah dan alternatife solusi.

Dalam Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dikemukakan
kompetensi pedagogik adalah “kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik”. Depdiknas
(2004:9) menyebut kompetensi ini dengan “kompetensi pengelolaan pembelajaran. Kompetensi
ini dapat dilihat dari kemampuan merencanakan program belajar mengajar, kemampuan
melaksanakan interaksi atau mengelola proses belajar mengajar, dan kemampuan melakukan
penilaian.
KOMPETENSI PROFESIONAL GURU

Guru dan dosen adalah pejabat profesinal, sebab mereka diberi tunjangan profesional.
Guru sebagai pendidik profesional mempunyai citra yang baik di masyarakat apabila dapat
menunjukkan kkepada masyarakat bahwa ia layak menjadi panutan atau teladan masyarakat
sekelilingnya.

Menurut Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, kompetensi
profesional adalah “kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam”. Surya
(2003:138) mengemukakan kompetensi profesional adalah berbagai kemampuan yang
diperlukan agar dapat mewujudkan dirinya sebagai guru profesional. Kompetensi profesional
meliputi kepakaran atau keahlian dalam bidangnya yaitu penguasaan bahan yang harus
diajarkannya beserta metodenya, rasa tanggung jawab akan tugasnya dan rasa kebersamaan
dengan sejawat guru lainnya. Gumelar dan Dahyat (2002:127) merujuk pada pendapat Asian
Institut for Teacher Education, mengemukakan kompetensi profesional guru mencakup
kemampuan dalam hal (1) mengerti dan dapat menerapkan landasan pendidikan baik filosofis,
psikologis, dan sebagainya, (2) mengerti dan menerapkan teori belajar sesuai dengan tingkat
perkembangan perilaku peserta didik, (3) mampu menangani mata pelajaran atau bidang studi
yang ditugaskan kepadanya, (4) mengerti dan dapat menerapkan metode mengajar yang sesuai,
(5) mampu menggunakan berbagai alat pelajaran dan media serta fasilitas belajar lain, (6)
mampu mengorganisasikan dan melaksanakan program pengajaran, (7) mampu melaksanakan
evaluasi belajar dan (8) mampu menumbuhkan motivasi peserta didik.

Transfer of knowledge yang menjadi tugas seorang dosen merupakan tugas yang tidak
mudah, terutama interaksi dalam kegiatan belajar mengajar. Dalam UU No.20 Tahun 2003
tantang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 40 ayat 2 disebutkan bahwa pendidik (termasuk
dosen) harus mampu (salah satunya, ada tiga yang lain) menciptakan suasana pendidikan yang
bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis dan dialogis.

Ini menjadi tugas yang berat, manakala KOMPETENSI merupakan kata kunci yang harus
dicapai sebagai indikator keberhasilan peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar. Bila Sinto
Gendheng guru sakti Pendekar Kapak Naga Geni Wiro Sableng hanya mengjarkan sebagian dari
ilmunya karena rasa takut kalah dengan kesaktian (baca: Kompetensi) muridnya, tentunya dosen
tidak perlu takut mentransformasikan semua ilmu yang dimiliki. Menurut Edgar Dale, Profesor
Pendidikan Ohio State Univesity, media sangat berpengaruh pada “keterterimaan” ilmu (baca:
materi) oleh peserta didik dalam mengikuti proses belajar mengajar.

Berdasar pada piramida pengalaman Dale, Media dan keterlibatan peserta didik dalam
proses pembelajaran sangat mempengaruhi penguasaan materi. Semakin aktif peserta didik
dalam proses pembelajaran, semakin baik penguasaan siswa terhadap materi.

Menurut piramida pengalaman Dale, Sinto Gendheng tidak perlu takut kalah
kesaktiannya bila hanya memberikan kitab (reading) dan menyampaikan ajaran (hearing) tanpa
melakukan praktik (doing the real thing). Bahkan bila dosen sudah menjalakan amanat undang-
undang No.20 Tahun 2003 tantang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 40 ayat 2 tidak perlu
khawatir menyampaikan semua pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki karena dengan
semua yang disampaikan peserta hanya mungkin menerima 90% materi yang disampaikan.

Memang ada baiknya mengingat kembali bahwa tiap SKS yang ditempuh peserta didik,
merupakan kegiatan belajar 50′ tatap muka, 60′ tugas terstruktur dan 60′ belajar mandiri.
Kemampuan (baca:kompetensi) maksimal mahasiswa dapat tercapai bila tidak hanya tatap muka
(maksimal 90%), tapi harus melakukan kegiatan terstruktur dan mandiri untuk mencapai 10%
sisanya, tentunya bila pendidik (baca:dosen) memberi tugas-tugas untuk dikerjakan mahasiswa
(jangan lupa memberi assessment) dan tentu saja mengembangkan materi pbm untuk dapat
digunakan belajar peserta didik secara mandiri.

Johnson sebagaimana dikutip Anwar (2004:63) mengemukakan kemampuan profesional


mencakup (1) penguasaan pelajaran yang terkini atas penguasaan bahan yang harus diajarkan,
dan konsep-konsep dasar keilmuan bahan yang diajarkan tersebut, (2) penguasaan dan
penghayatan atas landasan dan wawasan kependidikan dan keguruan, (3) penguasaan proses-
proses kependidikan, keguruan dan pembelajaran siswa.

Arikunto (1993:239) mengemukakan kompetensi profesional mengharuskan guru


memiliki pengetahuan yang luas dan dalam tentang subject matter (bidang studi) yang akan
diajarkan serta penguasaan metodologi yaitu menguasai konsep teoretik, maupun memilih
metode yang tepat dan mampu menggunakannya dalam proses belajar mengajar.

Depdiknas (2004:9) mengemukakan kompetensi profesional meliputi (1) pengembangan


profesi, pemahaman wawasan, dan penguasaan bahan kajian akademik.Pengembangan profesi
meliputi (1) mengikuti informasi perkembangan iptek yang mendukung profesi melalui berbagai
kegiatan ilmiah, (2) mengalihbahasakan buku pelajaran/karya ilmiah, (3) mengembangkan
berbagai model pembelajaran, (4) menulis makalah, (5) menulis/menyusun diktat pelajaran, (6)
menulis buku pelajaran, (7) menulis modul, (8) menulis karya ilmiah, (9) melakukan penelitian
ilmiah (action research), (10) menemukan teknologi tepat guna, (11) membuat alat
peraga/media, (12) menciptakan karya seni, (13) mengikuti pelatihan terakreditasi, (14)
mengikuti pendidikan kualifikasi, dan (15) mengikuti kegiatan pengembangan
kurikulum.Pemahaman wawasan meliputi (1) memahami visi dan misi, (2) memahami hubungan
pendidikan dengan pengajaran, (3) memahami konsep pendidikan dasar dan menengah, (4)
memahami fungsi sekolah, (5) mengidentifikasi permasalahan umum pendidikan dalam hal
proses dan hasil belajar, (6) membangun sistem yang menunjukkan keterkaitan pendidikan dan
luar sekolah.

Penguasaan bahan kajian akademik meliputi (1) memahami struktur pengetahuan, (2)
menguasai substansi materi, (3) menguasai substansi kekuasaan sesuai dengan jenis pelayanan
yang dibutuhkan siswa.Berdasarkan uraian di atas, kompetensi profesional guru tercermin dari
indikator (1) kemampuan penguasaan materi pelajaran, (2) kemampuan penelitian dan
penyusunan karya ilmiah, (3) kemampuan pengembangan profesi, dan (4) pemahaman terhadap
wawasan dan landasan pendidikan.

Ada 4 fungsi kompetensi profesional guru :

1. Mempunyai pengetahuan tentang belajar dan tingkah laku manusia


2. Mempunyai pengetahuan dan menguasai bidang studi yang di binanya
3. Mempunyai sikap yang tepat tentang diri sendiri, sekolah, teman sejawat, dan biudang
studi yang dibinanya.
4. Mempunyai keterampilan dalam teknik mengajar
KOMPETENSI KEPRIBADIAN GURU

Kompetensi kepribadian adalah kompetensi yang berkaitan dengan perilaku pribadi guru
itu sendiri yang kelak harus memiliki nilai-nilai luhur sehingga terpancar dalam perilaku sehari-
hari. Hal ini dengan sendirinya berkaitan erat dengan falsafah hidup yang mengharapkan guru
menjadi model manusia yang memiliki nilai-nilai luhur.

Di Indonesia sikap pribadi yang di jiwai oleh filsafat Pancasila yang mengagungkan
budaya bangsanya yang rela berkorban bagi kelestarian bangsa dan negaranya termasuk dalam
kompetensi kepribadian guru. Dengan demikian pemahaman terhadap kompetensi kepribadian
guru harus di maknai sebagai suatu wujud sosok manusia yang utuh.

Guru sebagai tenaga pendidik yang tugas utamanya mengajar, memiliki karakteristik
kepribadian yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pengembangan sumber daya
manusia. Kepribadian yang mantap dari sosok seorang guru akan memberikan teladan yang baik
terhadap anak didik maupun masyarakatnya, sehingga guru akan tampil sebagai sosok yang patut
“digugu” (ditaati nasehat/ucapan/perintahnya) dan “ditiru” (di contoh sikap dan
perilakunya).Kepribadian guru merupakan faktor terpenting bagi keberhasilan belajar anak didik.

Dalam kaitan ini, Zakiah Darajat dalam Syah (2000:225-226) menegaskan bahwa
kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia menjadi pendidik dan pembina yang baik
bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi masa depan anak
didiknya terutama bagi anak didik yang masih kecil (tingkat dasar) dan mereka yang sedang
mengalami kegoncangan jiwa (tingkat menengah).

Karakteristik kepribadian yang berkaitan dengan keberhasilan guru dalam menggeluti


profesinya adalah meliputi fleksibilitas kognitif dan keterbukaan psikologis. Fleksibilitas kognitif
atau keluwesan ranah cipta merupakan kemampuan berpikir yang diikuti dengan tindakan secara
simultan dan memadai dalam situasi tertentu. Guru yang fleksibel pada umumnya ditandai
dengan adanya keterbukaan berpikir dan beradaptasi. Selain itu, ia memiliki resistensi atau daya
tahan terhadap ketertutupan ranah cipta yang prematur dalam pengamatan dan
pengenalan.Dalam Undang-undang Guru dan Dosen dikemukakan kompetensi kepribadian
adalah “kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta
menjadi teladan peserta didik”. Surya (2003:138) menyebut kompetensi kepribadian ini sebagai
kompetensi personal, yaitu kemampuan pribadi seorang guru yang diperlukan agar dapat menjadi
guru yang baik. Kompetensi personal ini mencakup kemampuan pribadi yang berkenaan dengan
pemahaman diri, penerimaan diri, pengarahan diri, dan perwujudan diri.

Gumelar dan Dahyat (2002:127) merujuk pada pendapat Asian Institut for Teacher
Education, mengemukakan kompetensi pribadi meliputi (1) pengetahuan tentang adat istiadat
baik sosial maupun agama, (2) pengetahuan tentang budaya dan tradisi, (3) pengetahuan tentang
inti demokrasi, (4) pengetahuan tentang estetika, (5) memiliki apresiasi dan kesadaran sosial, (6)
memiliki sikap yang benar terhadap pengetahuan dan pekerjaan, (7) setia terhadap harkat dan
martabat manusia. Sedangkan kompetensi guru secara lebih khusus lagi adalah bersikap empati,
terbuka, berwibawa, bertanggung jawab dan mampu menilai diri pribadi. Johnson sebagaimana
dikutip Anwar (2004:63) mengemukakan kemampuan personal guru, mencakup (1) penampilan
sikap yang positif terhadap keseluruhan tugasnya sebagai guru, dan terhadap keseluruhan situasi
pendidikan beserta unsur-unsurnya, (2) pemahaman, penghayatan dan penampilan nilai-nilai
yang seyogyanya dianut oleh seorang guru, (3) kepribadian, nilai, sikap hidup ditampilkan dalam
upaya untuk menjadikan dirinya sebagai panutan dan teladan bagi para siswanya. Arikunto
(1993:239) mengemukakan kompetensi personal mengharuskan guru memiliki kepribadian yang
mantap sehingga menjadi sumber inspirasi bagi subyek didik, dan patut diteladani oleh
siswa.Berdasarkan uraian di atas, kompetensi kepribadian guru tercermin dari indikator (1) sikap,
dan (2) keteladanan.

Dalam Standar Nasional Pendidikan, pasal 28 ayat (3) butir b dikemukakan bahwa
kompetensi kepribadian adalah kemampuan yang mencerminkan kepribadian yang mantap,
stabil, dewasa, arif dan berwibawa, serta menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia.

1. Kepribadian yang mantap, stabil

Dalam hal ini untuk menjadi seseorang guru harus memiliki kepribadian yang
mantap, stabil. Ini penting karena banyak masalah pendidikan yang disebabkan oleh
faktor kepribadian guru yang kurang mantap dan kurang stabil. Kepribadian yang mantap
dari sosok seorang guru akan memberikan teladan yang baik terhadap anak didik maupun
masyarakatnya, sehingga guru akan tampil sebagai sosok yang patut “digugu” (ditaati
nasehat/ucapan/perintahnya) dan “ditiru” (di contoh sikap dan perilakunya). Oleh sebab
itu, sebagai seorang guru, seharusnya kita :

a. Bertindak sesuai dengan norma hokum


b. Bertindak sesuai dengan norma social
c. Bangga sebagai guru
d. Memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma

Dalam kaitan ini, Zakiah Darajat dalam Syah (2000:225-226) menegaskan bahwa
kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia menjadi pendidik dan pembina yang
baik bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi masa depan
anak didiknya terutama bagi anak didik yang masih kecil (tingkat dasar) dan mereka yang
sedang mengalami kegoncangan jiwa (tingkat menengah).

2. Kepribadian yang dewasa

Sebagai seorang guru, kita harus memiliki kepribadian yang dewasa karena
terkadang banyak masalah pendidikan yang muncul yang disebabkan oleh kurang
dewasanya seorang guru. Kondisi kepribadian yang demikian sering membuat guru
melakukan tindakan – tindakan yang tidak profesional, tidak terpuji, bahkan tindakan–
tindakan tidak senonoh yang merusak citra dan martabat guru.

Ujian berat bagi setiap guru dalam hal kepribadian ini adalah rangsangan yang
sering memancing emosinya. Kestabilan emosi sangat diperlukan, namun tidak semua
orang mampu menahan emosi terhadap rangsangan yang menyinggung perasaan.
Sehingga, sebagai seorang guru, seharusnya kita :

a. Menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik.


Artinya, kepribadian akan turut menetukan apakah para guru dapat
disebut sebagai pendidik yang baik atau sebaliknya, justru menjadi perusak
anak didiknya. Sikap dan citra negative seorang guru dan berbagai
penyebabnya seharusnya dihindari jauh-jauh agar tidak mencemarkan nama
baik guru.

b. Memiliki etos kerja sebagai guru

3. Kepribadian yang arif

Sebagai seorang guru kita harus memiliki pribadi yang disiplin dan arif. Hal ini
penting, karena masih sering kita melihat dan mendengar peserta didik yang perilakunya
tidak sesuai bahkan bertentangan dengan sikap moral yang baik. Oleh karena itu peserta
didik harus belajar disiplin, dan gurulah yang harus memulainya. Dalam menanamkan
disiplin, guru bertanggung jawab mengarahkan, berbuat baik, menjadi contoh sabar dan
penuh pengertian.

Mendisiplinkan peserta didik harus dilakukan dengan rasa kasih sayang dan tugas
guru dalam pembelajaran tidak terbatas pada penyampaian materi, tetapi guru harus dapat
membentuk kompetensi dan pribadi peserta didik. Sehingga, sebagai seorang guru kita
harus:

a. Menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan
masyarakat.
Artinya, sebagai seorang guru, kita juga bertindak sebagai pendidik dan murid
sebagai anak didik sehingga dapat saja dipisahkan kedudukannya, akan tetapi mereka
tidak dapat dipisahkan dalam mengembangkan diri murid dalam mencapai cita-
citanya. Disinilah kemanfaatan guru bagi orang lain atau murid benar-benar dituntut,
seperti hadits Nabi :”Khoirunnaasi anfa’uhum linnaas,” artinya adalah sebaik-baiknya
manusia adalah yang paling besar memberikan manfaat bagi orang lain. ( Al Hadits ).
b. Menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak

4. Kepribadian yang berwibawa

Berwibawa mengandung makna bahwa seorang guru harus:

a. Memiliki perilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik


Artinya, guru harus selalu berusaha memilih dan melakukan perbuatan yang
positif agar dapat mengangkat citra baik dan kewibawaannya, terutama di
depan murid-muridnya. Disamping itu guru juga harus mengimplementasikan
nilai-nilai tinggi terutama yang diambilkan dari ajaran agama, misalnya jujur
dalam perbuatan dan perkataan, tidak munafik. Sekali saja guru didapati
berbohong, apalagi langsung kepada muridnya, niscaya hal tersebut akan
menghancurkan nama baik dan kewibawaan sang guru, yang pada gilirannya
akan berakibat fatal dalam melanjutkan tugas proses belajar mengajar.
b. Memiliki perilaku yang disegani

5. Menjadi berakhlak mulia dan teladan bagi peserta didik

Guru harus berakhlakul karimah, karena guru adalah seorang penasehat bagi
peserta didik, bahkan bagi para orang tua. Dengan berakhlak mulia, dalam keadaan
bagaimanapun guru harus memiliki rasa percaya diri, istiqomah dan tidak tergoyahkan.
Kompetensi kepribadian guru yang dilandasi dengan akhlak mulia tentu saja tidak
tumbuh dengan sendirinya, tetapi memerlukan ijtihad, yakni usaha sungguh – sungguh,
kerja keras, tanpa mengenal lelah dan dengan niat ibadah tentunya. Dalam hal inni, guru
harus merapatkan kembali barisannya, meluruskan niatnya, bahkan menjadi guru bukan
semata – mata untuk kepentingan duniawi. Memperbaiki ikhtiar terutama berkaitan
dengan kompetensi pribadinya, dengan tetap bertawakkal kepada Allah. Melalui guru
yang demikianlah, kita berharap pendidikan menjadi ajang pembentukan karakter bangsa.

Untuk menjadi teladan bagi peserta didik, tentu saja pribadi dan apa yang
dilakukan oleh seorang guru akan mendapat sorotan peserta didik serta orang disekitar
lingkungannya yang menganggap atau mengakuinya sebagai guru.

a. Bertindak sesuai dengan norma religius (iman, taqwa, jujur, ikhlas, suka menolong.
b. Memiliki perilaku yang diteladani peserta didik

Gumelar dan Dahyat (2002:127) merujuk pada pendapat Asian Institut for Teacher
Education, mengemukakan kompetensi pribadi meliputi:
a. pengetahuan tentang adat istiadat baik sosial maupun agama.
b. pengetahuan tentang budaya dan tradisi.
c. pengetahuan tentang inti demokrasi,
d. pengetahuan tentang estetika,
e. memiliki apresiasi dan kesadaran sosial,
f. memiliki sikap yang benar terhadap pengetahuan dan pekerjaan,
g. setia terhadap harkat dan martabat manusia. Sedangkan kompetensi guru secara lebih
khusus lagi adalah bersikap empati, terbuka, berwibawa, bertanggung jawab dan
mampu menilai diri pribadi.

Johnson sebagaimana dikutip Anwar (2004:63) mengemukakan kemampuan personal


guru, mencakup :

a. penampilan sikap yang positif terhadap keseluruhan tugasnya sebagai guru, dan
terhadap keseluruhan situasi pendidikan beserta unsur-unsurnya,
b. pemahaman, penghayatan dan penampilan nilai-nilai yang seyogyanya dianut oleh
seorang guru,
c. kepribadian, nilai, sikap hidup ditampilkan dalam upaya untuk menjadikan dirinya
sebagai panutan dan teladan bagi para siswanya.

Esensi kompetensi kepribadian guru semuanya bermuara ke dalam intern pribadi guru.
Kompetensi pedagogik, profesional dan sosial yang dimiliki seorang guru dalam melaksanakan
pembelajaran, pada akhirnya akan lebih banyak ditentukan oleh kompetensi kepribadian yang
dimilikinya. Tampilan kepribadian guru akan lebih banyak memengaruhi minat dan antusiasme
anak dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Pribadi guru yang santun, respek terhadap siswa,
jujur, ikhlas dan dapat diteladani, mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keberhasilan
dalam pembelajaran apa pun jenis mata pelajarannya.

Oleh karena itu, dalam beberapa kasus tidak jarang seorang guru yang mempunyai
kemampuan mumpuni secara pedagogis dan profesional dalam mata pelajaran yang
diajarkannya, tetapi implementasinya dalam pembelajaran kurang optimal. Hal ini boleh jadi
disebabkan tidak terbangunnya jembatan hati antara pribadi guru yang bersangkutan sebagai
pendidik dan siswanya, baik di kelas maupun di luar kelas. Upaya pemerintah meningkatkan
kemampuan pedagogis dan professional guru banyak dilakukan, baik melalui pelatihan,
workshop, maupun pemberdayaan musyawarah guru mata pelajaran (MGMP). Akan tetapi, hal
tersebut kurang menyentuh peningkatan kompetensi kepribadian guru.

Kita patut bertanya mengapa pendidikan kita banyak menghasilkan anak didik yang
cerdas, pintar dan terampil, tapi belum banyak menghasilkan anak didik yang memiliki
kepribadian yang sesuai dengan yang diharapkan. Sehingga, bangsa kita mengalami krisis
multidimensional yang berkepanjangan yang tiada ujungnya. Jangan-jangan ini semua buah kita
sebagai pendidik yang belum menampilkan kepribadian yang patut diteladani oleh anak didik
kita.

Setiap subjek mempunyai pribadi yang unik, masing-masing mempunyai ciri dan sifat
bawaan serta latar belakang kehidupan. Banyak masalah psikologis yangdihadapi peserta didik,
banyak pula minat, kemampuan, motivasi dan kebutuhannya. Semua memerlukan bimbingan
guru yang berkepribadian dapat bertindak sebagai pembimbing, penyuluh dan dapat menoling
peserta didik agar mampu menolong dirinya sendiri. Disinilah letak kompetensi kepribadian guru
sebagai pembimbing dan suri teladan. Guru adalah sebagai panutan yang harus digugu dan ditiru
dan sebagai contoh pula bagi kehidupan dan pribadi peserta didiknya. Dikemukakan oleh Ki
Hajar Dewantoro dalam sistem Amongnya yaitu guru harus:

Ing ngarso sungtulodo

Ing madyo mangun karso

Tut wuri hindayani

Artinya bahwa guru harus menjadi contoh dan teladan, membangkitkan motif belajar
siswa serta mendorong/memberikan motivasi dari belakang. Dalam arti Anda sebagai seorang
guru dituntut melalui sikap dan perbuatan menjadikan dirinya pola panutan dan ikutan orang-
orang yang di pimpinnya. Dalam hal ini siswa-siswa di sekolahnya, juga sebagai seorang guru
dituntut harus mampu membangkitkan semangat berswakarsa dan berkreasi pada orang-orang
yang dibimbingnya serta harus mampu mendorong orang-orang yang di asuhnya agar berani
berjalan di depan dan sanggup bertanggung jawab.

Guru bukan hanya pengajar, pelatih dan pembimbing, tetapi juga sebagai cermin tempat
subjek didik dapat berkaca. Dalam relasi interpersonal antar guru dan subjek didik tercipta situasi
didik yang memungkinkan subjek didik dapat belajar menerapkan nilai-nilai yang menjadi
contoh dan memberi contoh. Guru mampu menjadi orang yang mengerti dari siswa dengan
segala problematikanya, guru juga harus mempunyai wibawa sehingga siswa segan terhadapnya.
Hakikat guru pendidik adalah bahwa ia digugu dan ditiru.

Berdasarkan uraian diatas, fungsi kompetensi kepribadian guru adalah memberikan


bimbingan dan suri teladan, secara bersama-sama mengembangkan kreativitas dan
membangkitkan motif belajar serta dorongan untuk maju kepada anak didik.

Untuk meningkatkan kompetensi, guru dituntut untuk menatap dirinya dan memahami
konsep dirinya. Seorang guru harus mampu berkaca pada dirinya sendiri, bila ia berkaca ia akan
melihat bukan satu pribadi, tetapi ada tiga pribadi yaitu:

1. Saya dengan konsep diri saya (self concept)


2. Saya dengan ide saya (self idea)
3. Saya dengan realita diri saya (self reality)

Ruang lingkup kompetensi kepribadian guru tidak lepas dari falsafah hidup, nilai-nilai
yang berkembang di tempat seorang guru berada, tetapi ada beberapa hal yang bersifat universal
yang mesti dimiliki oleh guru dalam menjalankan fungsinya sebagai makhluk individu (pribadi)
yang menunjang terhadap keberhasilan tugas pendidikan yang di embannya.

Kemampuan pribadi menurut sanusi (1991) mencakup hal-hal sebagai berikut:

1. Penampilan sikap yang positif terhadap keseluruhan situasi pendidikan beserta unsur-
unsurnya.
2. Pemahaman, penghayatan dan penampilan nilai-nilai yang seyogianya dianut oleh
seorang guru.
3. Penampilan upaya untuk menjadikan dirinya sebagai panutan dan teladan bagi siswanya.

Kompetensi kepribadian yang perlu dimiliki guru antara lain sebagai berikut:

1. Guru sebagai manusia ciptaan Tuhan Yang Maha Esa berkewajiban untuk meningkatkan
iman dan ketaqwaannya kepada Tuhan, sejalan dengan agama dan kepercayaan yang
dianutnya. Dalam hal ini guru mesti beragama dan taat dalam menjalankan ibadahnya.
Contoh: seorang guru laki-laki yang beragama Islam pada hari jumat melaksanakan
ibadah sholat Jumat di tempat dia tinggal atau di sekolah yang ada masjidnya bersama
warga sekolah yang lainnya dan sebaliknya agar dihindari perilaku untuk menyuruh
orang lain beribadah sementara dia malah bermain catur dengan orang yang tidak pernah
beribadah.
2. Guru memiliki kelebihan dibandingkan yang lain. Oleh karena itu perlu di kembangkan
rasa percaya pada diri sendiri dan tanggung jawab bahwa ia memiliki potensi yang besar
dalam bidang keguruan dan mampu untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang di
hadapinya. Contoh: seorang guru yang telah mengikuti penataran tentang metode CBSA
berani untuk menerapkannya dalam kegiatan belajar mengajar dikelas dan mengevaluasi
serta menyosialisasikan hasilnya kepada rekan guru-guru yang lain dan mengajak untuk
mengembangkan metode yang telah di cobanya. Sebaliknya agar dihindari perilaku yang
ragu-ragu untuk mencoba apa yang telah dimiliki dan takut merasa gagal dengan apa
yang dicobanya.
3. Guru senantiasa berhadapan dengan komunitas yang berbeda dan beragam keunikan dari
peserta didik dan masyarakatnya maka guru perlu untuk mengembangkan sikap tenggang
rasa dan toleransi dalam menyikapi perbedaan yang ditemuinya dalam berinteraksi
dengan peserta didik maupun masyarakat. Contoh: dalam situasi belajar mengajar di
kelas guru mengembangkan metode diskusi dalam mata pelajaran tertentu dan
memberikan kesempatan kepada murid untuk menyampaikan pendapatnya bahkan mau
pendapat yang yang berbeda dari murid dengan alasan yang rasional dan sebaliknya agar
dihindari perilaku yang ingin menang sendiri dan menganggap dirinya paling benar serta
tidak mau menerima masukan dari siapapun termasuk dari murid-murid.
4. Guru diharapkan dapat menjadi fasilitator dalam menumbuh kembangkan budaya berfikir
kritis di masyarakat, saling menerima dalam perbedaan pendapat dan menyepakatinya
untuk mencapai tujuan bersama maka dituntut seorang untuk bersikap demokratis dalam
menyampaikan dan menerima gagasan-gagasan mengenai permasalahan yang ada di
sekitarnya sehingga guru menjadi terbuka dan tidak menutup diri dari hal-hal yang berada
diluar dirinya.
5. Guru mampu mengembangkan dirinya sesuai dengan pembaharuan, baik dalam bidang
profesinya maupun dalam spesialisnya.
KOMPETENSI SOSIAL GURU

Kompetensi sosial dalam kegiatan belajar ini berkaitan erat dengan kemampuan guru
dalam bekomunikasi dengan masyarakat di sekitar sekolah dan masyarakat tempat guru tinggal
sehingga peranan dan cara guru berkomunikasi di masyarakat diharapkan memiliki karakteristik
tersendiri yang sedikit banyak berbeda dengan orang lain yang bukan guru. Misi yang diemban
guru adalah misi kemanusiaan. Mengajar dan mendidik adalah tugas memanusiakan manusia.
Guru harus mempunyai kompetensi sosial karena guru adalah Penceramah Jaman (Langeveld,
1955), lebih tajam lagi ditulis oleh Ir. Soekarno dalam tulisan ” Guru dalam masa pembangunan”
menyebutkan pentingnya guru dalam masa pembangunan adalah menjadi masyarakat. Oleh
karena itu, tugas guru adalah tugas pelayanan manusia.

Guru dimata masyarakat pada umumnya dan para peserta didik merupakan panutan dan
anutan yang perlu dicontoh dan merupakan suri teladan dalam kehidupan sehari-hari. Guru
merupakan tokoh dan tipe makhluk yang diberi tugas dan beban membina dan membimbing
masyarakat ke arah norma yang berlaku. Guru perlu memiliki kompetensi sosial untuk
berhubungan dengan masyarakat dalam rangka menyelenggarakan proses belajar mengajar yang
efektif karena dengan dimilikinya kompetensi sosial tersebut, otomatis hubungan sekolah dengan
masyarakat akan berjalan dengan lancar sehingga jika ada keperluan dengan orangtua peserta
didik atau masyarakat tentang masalah peserta didik yang perlu diselesaikan tidak akan sulit
menghubunginya.

Dari uraian diatas dapat dikemukakan bahwa kompetensi sosial guru merupakan
kemampuan guru untuk memahami dirinya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
masyarakat dan mampu mengembangkan tugas sebagai anggota masyarakat dan warga negara.
Lebih dalam lagi kemampuan sosial ini mencakup kemampuan untuk menyesuaikan diri kepada
tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawakan tugasnya sebagai guru.

Guru yang efektif adalah guru yang mampu membawa siswanya dengan berhasil
mencapai tujuan pengajaran. Mengajar di depan kelas merupakan perwujudan interaksi dalam
proses komunikasi. Menurut Undang-undang Guru dan Dosen kompetensi sosial adalah
“kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan
peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar”. Surya
(2003:138) mengemukakan kompetensi sosial adalah kemampuan yang diperlukan oleh
seseorang agar berhasil dalam berhubungan dengan orang lain.

Dalam kompetensi sosial ini termasuk keterampilan dalam interaksi sosial dan
melaksanakan tanggung jawab sosial.Gumelar dan Dahyat (2002:127) merujuk pada pendapat
Asian Institut for Teacher Education, menjelaskan kompetensi sosial guru adalah salah satu daya
atau kemampuan guru untuk mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang
baik serta kemampuan untuk mendidik, membimbing masyarakat dalam menghadapi kehidupan
di masa yang akan datang. Untuk dapat melaksanakan peran sosial kemasyarakatan, guru harus
memiliki kompetensi (1) aspek normatif kependidikan, yaitu untuk menjadi guru yang baik tidak
cukup digantungkan kepada bakat, kecerdasan, dan kecakapan saja, tetapi juga harus beritikad
baik sehingga hal ini bertautan dengan norma yang dijadikan landasan dalam melaksanakan
tugasnya, (2) pertimbangan sebelum memilih jabatan guru, dan (3) mempunyai program yang
menjurus untuk meningkatkan kemajuan masyarakat dan kemajuan pendidikan. Johnson
sebagaimana dikutip Anwar (2004:63) mengemukakan kemampuan sosial mencakup
kemampuan untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu
membawakan tugasnya sebagai guru.

Arikunto (1993:239) mengemukakan kompetensi sosial mengharuskan guru memiliki


kemampuan komunikasi sosial baik dengan peserta didik, sesama guru, kepala sekolah, pegawai
tata usaha, bahkan dengan anggota masyarakat.Berdasarkan uraian di atas, kompetensi sosial
guru tercermin melalui indikator (1) interaksi guru dengan siswa, (2) interaksi guru dengan
kepala sekolah, (3) interaksi guru dengan rekan kerja, (4) interaksi guru dengan orang tua siswa,
dan (5) interaksi guru dengan masyarakat.

Guru ada dan hidup di masyarakat. Masyarakat dalam proses pembangunan sekarang ini
menganggap guru sebagai anggota masyarakat yang memiliki kemampuan, keterampilan yang
cukup luas, yang mau ikut serta secara aktif dalam proses pembangunan.
Posisi Anda sebagai seorang/calon guru perlu menyadari bahwa guru tidak mungkin lepas dari
kondisi sosial di masyarakat yang sifatnya kompleks. Untuk itu peran dan fungsi guru yang perlu
Anda pelajari adalah sebagai berikut:

1. Motivator dan Inovator dalam Pembangunan Pendidikan

Sebagai ilustrasi guru yang berada di desa berperan sebagai agen perubahan di
masyarakat berusaha aktif dalam mencerdaskan kehidupan masyarakat desa dengan
senantiasa memberikan motivasi kepada masyarakat untuk ikut serta menyukseskan program
wajib belajar dan mendorong mereka untuk tetap menyekolahkan anaknya ke jenjang yang
lebih tinggi.

2. Perintis dan Pelopor Pendidikan

Sebagai contoh kepeloporan yang dilakukan guru dalam kegiatan penggalangan dana
dari masyarakat yang mampu untuk memberikan beasiswa bagi siswa berprestasi yang
kurang mampu disekolahnya, keaktivan guru sebagai tutor di balai desa dalam menunjang
program kejar paket A dan paket B.

3. Penelitian dan Pengkajian Ilmu Pengetahuan

Sebagai seorang guru yang memiliki kemampuan dalam ilmu pengetahuan dituntut
untuk senantiasa berusaha melakukan berbagai penemuan khususnya berkaitan dengan
permasalahan pendidikan yang ada di masyarakat sehingga diharapkan dengan penemuannya
dapat dilakukan pencarian solusinya baik secara individu maupun kelembagaan. Hasil dari
penelitian guru dapat dipublikasikan secara luas kepada masyarakat pendidikan.

4. Pengabdian

Menyadari akan tuntutan yang demikian besar terhadap tanggung jawab guru di
masyarakat, maka anda sebagai salah satu ujung tombak dunia pendidikan perlu melibatkan
diri dalam kegiatan di masyarakat yang relevan dengan dunia pendidikan terutama dalam
mencerdaskan kehidupan bangsa. Misalnya anda dapat melakukan pengabdian di masyarakat
dengan memberikan penerangan mengenai wajib belajar kepada masyarakat dalam kegitan
kelurahan, memberikan diklat mengenai berbagai keeterampilan praktis yang dapat
meningkatkan kewirausahaan dikalangan pemuda putus sekolah menjadi narasumber dalam
kegiatan latihan kepemimpinan di karang taruna dan lain-lain.

Achmad Sanusi (1991) mengungkapkan kompetensi sosial mencakup kemampuan untuk


menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawakan
tugasnya senagai guru.

Menurut D. T Amijaya (1984) kompetensi kemasyarakatan atau kompetensi sosial


seorang guru, sudah barang tentu berkaitan dengan kompetensi profesionalnya. Ia terwujud
dalam bentuk partisipasi sosial seorang guru dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat di mana
ia berada, baik secara formal maupun informal.

Jenis-jenis kompetensi sosial yang harus dimiliki guru menurut Cece Wijaya (1994)
adalah sebagai berikut:

1. Terampil Berkomunikasi dengan Peserta Didik dan Orang Tua Peserta Didik

Keterampilan berkomunikasi dengan orang tua peserta didik, baik melalui bahasa
lisan maupun tertulis, sangat diperlukan oleh guru. Penggunaan bahasa lisan dan tertulis yang
baik dan benar diperlukan agar orang tua peserta didik dapat memahami bahan yang
disampaikan oleh guru, dan lebih dari itu agar guru dapat menjadi teladan bagi siswa dan
masyarakat dalam menggunakan bahasa secara baik dan benar. Guru dalam hal ini
menciptakan suasana kehidupan sekolah sehingga terjalin pertukaran informasi timbal balik
untuk kepentingan peserta didik dan senantiasa menerima dengan lapang dada setiap kritik
membangun yang disampaikan orang tua terhadap sekolahnya.

Sebagai ilustrasi pada waktu rapat dengan orang tua peserta didik, guru
menyampaikan sambutan dengan tata bahasa yang baik dan tidak bertele-tele dalam
menyampaikan program sekolah serta berusaha untuk menampung permasalahan yang
dihadapi orang tua, tentang perkembangan pendidikan anak-anaknya dengan penuh
perhatian. Dalam menyampaikan informasi tentang pendidikan di sekolah, pihak sekolah
menerbitkan buletin yang berisi kegiatan pendidikan dan artikel mengenai dunia pendidikan
dari para guru yang di kemas dalam bahasa yang mudah di pahami dan menarik perhatian
pembacanya.

2. Bersikap Simpatik

Mengingat peserta didik dan orang tuanya berasal dari latar belakang pendidikan dan
sosial ekonomi keluarga yang berbeda, guru dituntut untuk mampu menghadapinya secara
individual dan ramah. Ia diharapkan dapat menghayati perasaan peserta didik dan orang tua
yang dihadapinya sehingga dapat berhubungan dengan mereka secra luwes. Mereka selalu
siap memberikan bantuan kepada guru secara individual dengan kondisi sosial psikologis
guru dan sesuai dengan latar belakang sosial ekonomi dan pendidikannya.

Sebagai ilustrasi, anda dapat merasakan bagaimana senyuman ibu guru saat kali
pertama Anda ditanya tentang nama, alamat dan orang tua Anda ketika di SD dahulu, dan
sejumlah pengalaman lain yang Anda rasakan tentang perilaku simpatik guru-guru Anda
sehingga merasa dekat dengan mereka dan tidak ada perasaan takut apalagi membencinya.

3. Dapat Bekerja Sama dengan Dewan Pendidikan/Komite Sekolah

Guru harus dapat menampilkan dirinya sedemikian rupa, sehingga kehadirannya


diterima di masyarakat. Dengan cara demikian, dia akan mampu bekerja sama dengan Dewan
Pendidikan/Komite Sekolah baik di dalam maupun di luar kelas. Untuk itu guru perlu
memahami kaidah-kaidah psikologis yang melandasi perilaku manusia, terutama yang
berkaitan dengan hubungan antar manusia. Sebagai ilustrasi, guru yang ada di sekolah harus
mengetahui karakteristik lingkungan sosial budaya masyarakat ditempat guru bekerja dan di
tempat tinggalnya sehingga adaptasi yang di lakukan akan lebih diterima oleh masyarakat.
Apalagi berkaitan dengan program sekolah yang secara tidak langsung memerlukan
dukungan dari pihak orang tua, dalam hal ini lembaga Dewan Pendidikan/Komite Sekolah
yang merupakan wakil dari orang tua peserta didik dan masyarakat (stakeholder)

Contoh guru yang ditinggal di daerah religius (pesantren), untuk dapat berkomunikasi
dengan baik dia harus mengikuti berbagai bentuk pertemuan majlis taklim agar dapat
berhubungan dengan tokoh-tokoh masyarakat yang dianggap karismatik dan memiliki fatwa
di dalam kehidupan masyarakat agar mereka dapat dijadikan sebagai penasehat dalam
lembaga Dewan Pendidikan/Komite Sekolah. Dari hasil hubungan yang harmonis tersebut
diharapkan tercipta suatu anggapan bahwa kemajuan bersama antara pihak sekolah dan
masyarakat.

4. Pandai Bergaul dengan Kawan Sekerja dan Mitra Pendidikan

Guru di harapkan dapat menjadi tempat mengadu oleh sesama kawan sekerja dan
orang tua peserta didik, dapat diajak berbicara mengenai berbagai kesulitan yang di hadapi
guru lain atau orang tua berkenaan dengan anaknya, baik di bidang akademis ataupun sosial.
Sebagai ilustrasi kehidupandi sekolah merupakan gambaran kehidupan di masyarakat yang
penuh dinamika. Oleh karena itu, guru-guru dan murid-murid yang ada di dalamnya memiliki
sifat yang berbeda, ada yang pendiam, pemalu, pemarah, penakut, agresif dan sebagainya.
Untuk itu terutama guru-guru harus mampu menjalin hubungan yang harmonis di antara
mereka sendiri dan tidak segan untuk saling berbagai pengalaman sehingga merupakan satu
kesatuan yang utuh dalam membina pendidikan di sekolah.

Sebagai contoh seorang guru yang sedang mengalami musibah akan merasa ringan
dan terbantu karena rekan guru yang lain memperhatikan dan membantunya dalam mengatasi
persoalan yang dihadapi.

5. Memahami Dunia Sekitarnya (Lingkungannya)

Sekolah ada dan hidup dalam suatu masyarakat. Masyarakat yang ada di sekitar
sekolah selalu mempengaruhi perkembangan pendidikan di sekolah, karena itu guru wajib
mengenal dan menghayati dunia sekitar sekolah, minimal masyarakat kelurahan/desa dan
kecamatan dimana sekolah dan guru berada. Dunia lingkungan sekolah mungkin dunia
industri, dunia pertanian, dunia perkebunan, dunia perikanan dan lain-lain tentunya dunia
lingkungan di sekitar sekolah tersebut memiliki adat istiadat, kepercayaan, tata cara, sikap
dan tingkah laku masyarakatnya yang bereda. Guru menyebarkan dan turut merumuskan
program-programpendidikan kepada dan dengan masyarakat sekitarnya sehingga sekolah
tersebut berfungsi sebagai pusat pembinaan dan pengembangan kebudayaan di tempat itu.
Guru berperan agar dirinya dan sekolahnya dapat berfungsi sebagai unsur pembaruan bagi
kehidupan dan kemajuan daerahnya. Untuk lebih memahami dunia sekitarnya, guru turut
bersama-sama masyarakat sekitarnya dalam berbagai aktivitas dan mengusahakan terciptanya
kerja sama yang sebaik-baiknya antara sekolah, orang tua dan masyarakat bagi
kesempurnaan usaha pendidikan atas dasar kesadaran bahwa pendidikan merupakan
tanggung jawab bersama antar pemerintah, orang tua peserta didik dan masyarakat.

Dari butir-butir di atas, Anda tentu dapat menyimpulkan bahwa kompetensi sosial guru
berkaitan dengan bagaimana seorang guru mampu menyesuaikan dirinya kepada tuntutan kerja
dan lingkungan sekitarnya pada waktu membawakan tugasnya sebagai guru.

Keberhasilan pembelajaran kepada peserta didik sangat ditentukan oleh guru, karena guru
adalah pemimpin pembelajaran, fasilitator, dan sekaligus merupakan pusat inisiatif
pembelajaran. Itulah sebabnya, guru harus senantiasa mengembangkan kemampuan dirinya.
Guru perlu memiliki standar profesi dengan menguasai materi serta strategi pembelajaran dan
dapat mendorong siswanya untuk belajar bersungguh-sungguh. Selain standar profesi, guru perlu
memiliki standar sebagai berikut:

1. Standar intelektual: guru harus memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai
agar dapat melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan baik dan profesional.
2. Standar fisik: guru harus sehat jasmani, berbadan sehat, dan tidak memiliki penyakit
menular yang membahayakan diri, peserta didik dan lingkungannya.
3. Standar psikis: guru harus sehat rohani, artinya tidak mengalami gangguan jiwa ataupun
kelainan yang dapat mengganggu pelaksanaan tugas profesionalnya.
4. Standar mental: guru harus memiliki mental yang sehat, mencintai, mengabdi, dan
memiliki dedikasi yang tinggi pada tugas dan jabatannya.
5. Standar moral: guru harus memiliki budi pekerti luhur dan sikap moral yang tinggi.
6. Standar sosial: guru harus memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dan bergaul
dengan masyarakat lingkungannya.
7. Standar spiritual: guru harus beriman kepada Allah yang diwujudkan dalam ibadah dalam
kehidupan sehari-hari.
Untuk dapat memperoleh hasil yang baik dalam suatu rangkaian kegiatan pendidikan dan
pembelajaran, seorang guru dituntut untuk memiliki kualifikasi tertentu yang disebut juga
kompetensi. Yang dimaksud dengan kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan
dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan (Undang Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen). Berarti kompetensi mengacu pada kemampuan melaksanakan
sesuatu yang diperoleh melalui pendidikan; kompetensi guru menunjuk kepada performance dan
perbuatan yang rasional untuk memenuhi spesifikasi tertentu di dalam pelaksanaan tugas-tugas
pendidikan.

Kompetensi bagi guru untuk tujuan pendidikan secara umum berkaitan dengan empat
aspek, yaitu kompetensi: a) paedagogik, b) profesional, c) kepribadian, d) sosial. Kompetensi ini
bukanlah suatu titik akhir dari suatu upaya melainkan suatu proses yang berkembang dan belajar
sepanjang hayat (lifelong learning process).

Kompetensi paedagogik dan profesional meliputi penguasaan ilmu pengetahuan dan


teknologi pendidikan, serta kemahiran untuk melaksanakannya dalam proses belajar mengajar.
Kompetensi ini dapat ditumbuhkan dan ditingkatkan melalui proses pendidikan akademik dan
profesi suatu lembaga pendidikan. Namun, kompetensi kepribadian dan sosial, yang meliputi
etika, moral, pengabdian, kemampuan sosial, dan spiritual merupakan kristalisasi pengalaman
dan pergaulan seorang guru, yang terbentuk dalam lingkungan keluarga, masyarakat dan sekolah
tempat melaksanakan tugas.

Pengembangan kompetensi kepribadian (personal) dan sosial ini sulit dilakukan oleh
lembaga resmi karena kualitas kompetensi ini ditempa serta dipengaruhi oleh kondisi dan situasi
masyarakat luas, lingkungan dan pergaulan hidup termasuk pengalaman dalam tugas. Padahal,
berbagai lingkungan tersebut seringkali merupakan “tempat yang bermasalah dan berpenyakit
masyarakat”, seperti hedonis, KKN, materialistis, pragmatis, jalan pintas, kecurangan, dan
persaingan yang tidak sehat. Dalam lingkungan yang demikian, nilai-nilai yang telah diperoleh di
lembaga pendidikan, dan telah membentuk karakter peserta didik “yang baik” bisa luntur setelah
berinteraksi dengan masyarakat. Siaran televisi misalnya, sangat kuat pengaruhnya pada budaya
dan gaya hidup anak-anak, remaja dan pemuda. Contoh konkritnya, program “Smack Down”
yang telah memakan banyak korban, bahkan korbannya adalah anak-anak yang masih duduk di
bangku sekolah sekolah dasar.

Dengan demikian guru tidak hanya dituntut untuk menguasai bidang ilmu, bahan ajar,
metode pembelajaran, memotivasi peserta didik, memiliki keterampilan yang tinggi dan
wawasan yang luas terhadap dunia pendidikan, tetapi juga harus memiliki pemahaman yang
mendalam tentang hakikat manusia, dan masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai