Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pohon Keilmuan Kompetensi Guru

ASPEK
PEMAHAMAN ASPEK
ASPEK KEMAHIRAN
PENGETAHUAN

ASPEK NILAI

KOMPETENSI
PEDAGOGIK
ASPEK MINAT

KOMPETENSI
KEPRIBADIAN

KOMPETENSI
ASPEK SIKAP SOSIAL

KOMPETENSI KOMPETENSI
PROFESSIONAL GURU

UU GURU & DOSEN NO 14 Tahun KURIKULUM 2013


2005 REVISI
B. Penjelasan Pohon Keilmuan
1. Akar
1.1 Undang Undang Guru & Dosen No 14 Tahun 2005

Mulyasa mengatakan dalam bukunya bahwa “Selama ini, kualitas guru di Indonesia memang

masih dianggap rendah. Indikasi yang bisa dijumpai berkaitan dengan hal tersebut diantaranya

adalah rendahnya pemahaman tentang strategi pembelajaran, kurangnya kemahiran dalam

pengelolaan kelas, pemanfaatan alat dan sumber pembelajaran, kurang disiplin, rendahnya

komitmen profesi sehingga masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara utuh,

rendahnya motivasi untuk meningkatkan kualitas diri”.

Untuk itulah perlu disusun UU Guru dan Dosen sebagai bentuk perhatian khusus yang

ditujukan bagi guru guna mendongkrak kinerja dan profesionalitas guru. Undang-undang Nomor

14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen memuat berbagai aspek yang berkenaan dengan guru,

mulai dari syarat yang harus dipenuhi untuk menunjang profesi guru meliputi kualifikasi,

kompetensi, dan sertifikasi, sampai pada berbagai kemaslahatan yang berhak diterima guru dan

kode etik yang harus dijaga. Berbagai syarat harus dimiliki oleh seorang guru professional. Hal

inilah yang pertama kali menentukan keberhasilan proses pendidikan.

Undang – undang yang mengatur tentang guru dan dosen ini diantaranya adalah:

1. UU No.2 Thn 1989 - Sistem Pendidikan Nasional

2. UU 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen

3. Peraturan Presiden No. 37 Tahun 2009 tentang Dosen

4. Peraturan pemerintah republik Indonesia Nomor 41 tahun 2009 Tentang Tunjangan

profesi guru dan dosen, tunjangan khusus guru Dan dosen, serta tunjangan kehormatan professor.

Dari sekian peraturan dan perundang-undangan yang menjadi acuan utama dalam

perundang-undangan guru dan dosen adalah UU no 14 tahun 2005, sehingga dalam bahasan

dilakukan batasan analisa pada UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Secara keseluruhan Undang Undang no 14 tahun 2005 ini dapat disimpulkan bahwa UU

Guru dan Dosen terdiri dari 84 pasal. Secara garis besar, isi dari UU ini dapat dibagi dalam

beberapa bagian:

1. Pasal - pasal yang membahas tentang penjelasan umum (7 pasal) yang terdiri dari:

(a) Ketentuan Umum,

(b) Kedudukan, Fungsi, dan Tujuan, dan

(c) Prinsip Profesionalitas.

2. Pasal - pasal yang membahas tentang guru (37 pasal) yang terdiri dari

(a) Kualifikasi, Kompetensi, dan Sertifikasi,

(b) Hak dan Kewajiban,

(c) Wajib Kerja dan Ikatan Dinas,

(d) Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan, dan Pemberhentian,

(e) Pembinaan dan Pengembangan,

(f) Penghargaan,

(g) Perlindungan,

(h) Cuti, dan

(i) Organisasi Profesi.

3. Pasal-pasal yang membahas tentang dosen (32 pasal) yang terdiri dari

(j) Kualifikasi, Kompetensi, Sertifikasi, dan Jabatan Akademik,

(k) Hak dan Kewajiban Dosen,

(l) Wajib Kerja dan Ikatan Dinas,

(m) Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan, dan Pemberhentian,

(n) Pembinaan dan Pengembangan,

(o) Penghargaan,
(p) Perlindungan, dan

(q) Cuti.

4. Pasal-pasal yang membahas tentang sanksi (3 pasal).

5. Bagian akhir yang terdiri dari Ketentuan Peralihan dan Ketentuan Penutup (5 Pasal).

Dari seluruh pasal tersebut diatas pada umumnya mengacu pada penciptaan Guru dan Dosen

Profesional dengan kesejahteraan yang lebih baik tanpa melupakan hak dan kewajibannya.

Dalam pasal 8 disebutkan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi,

sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan

pendidikan nasional. Dalam Undang-undang ini juga disebutkan bahwa kompetensi yang harus

dimiliki oleh guru mencakup empat hal, yaitu kompetensi profesional, kompetensi pedagogik,

kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial.

Sejalan dengan pasal Undang Undang ini, Oemar Hamalik mengatakan bahwa guru

professional harus memiliki persyaratan yang meliputi: memiliki bakat sebagai guru, memiliki

keahlian sebagai guru, memiliki keahlian yang baik dan terintegrasi, memiliki mental yang sehat,

berban dan sehat, memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas, guru adalah manusia berjiwa

pancasila, dan seorang warga Negara yang baik.

Pasa l9: Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasa l8 diperoleh melalui

pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat.

Pasal 10: (1) Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasa l8 meliputi kompetensi

pedagogic, kompetensi kepribadian, kompetensi social dan kompetensi professional yang

diperoleh melalui pendidikan profesi. Kemudian dalam tugas ke profesionalannya, guru

mempunyai tugas:

a. Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta

menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;


b. Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara

berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;

c. Bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama,

suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta

didik dalam pembelajaran;

d. Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta

nilai-nilai agama dan etika; dan

e. Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.

Penjelasan pasal 28 ayat 3 dikemukakan bahwa kompetensi pedagogic adalah kemampuan

mengelola pembelajaran peserta didik. Secara pedagogis, kompetensi guru dalam mengelola

pembelajaran perlu mendapat perhatian yang serius. Hal ini penting, karena pendidikan di

Indonesia dinyatakan kurang berhasil oleh sebagian masyarakat. Proses pembelajaran di sekolah

nampak sebagai proses mekanis yang kering aspek pedagogis atau yang biasa disebut sebagai

pendidikan gaya bank.

Dengan model pendidikan tersebut, peserta didik menjadi kerdil, pasif, dan tidak dapat

berkembang secara optimal karena pilihan-pilihannya cenderung dipaksakan oleh guru (berpusat

pada guru). Padahal sebagai agen pembelajaran, guru tidak hanya bertugas dalam transformasi

ilmu pengetahuan saja, tetapi ia juga harus berperan sebagai fasilitator, motivator, pemacu, dan

inspirator bagi peserta didik.

Karena sedemikian banyak kompetensi yang harus dimiliki oleh guru sehingga pemerintah

menetapkan diwajibkannya guru mengikuti proses sertifikasi dan uji kompetensi. Pasal 8

menyebutkan :”Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat

jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”.
Untuk menjamin dilaksanakannya sertifikasi maka pemerintah (pusat) dan pemerintah

daerah wajib menyediakan anggaran untuk peningkatan kualifikasi dan sertifikasi pendidik bagi

semua guru, baik guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh

pemerintah maupun oleh masyarakat (Pasal 13).

Guru yang telah memenuhi syarat tersebut maka ia akan lebih mudah menjalankan

kewajiban-kewajibannya sebagaimana tertera dalam pasal 20 yaitu berkenaan dengan perencanaan

sampai evaluasi pembelajaran, meningkatkan kualifikasi dan kompetensinya seiring

perkembangan zaman, dan menjaga obyektivitasnya terhadap peserta didik.

Jika seluruh syarat dan kewajiban telah terpenuhi maka guru berhak mendapatkan berbagai

fasilitas gaji, tunjangan, dan bentuk kemaslahatan lainnya.Hal ini secara panjang lebar dimuat

dalam 11 item sebagai bentuk penghargaan pemerintah dan masyarakat terhadap guru (pasal 14-

19).Di samping itu guru juga diberi jaminan perlindungan ketika menjalankan tugasnya, serta

kesempatan membina dan mengembangkan kompetensinya dengan anggaran dari pemerintah.

1.2 Kurikulum 2013


Kurikulum 2013 sekarang sudah direvisi lagi untuk tahun 2017. Revisi K13 Tahun 2017
tidak terlalu signifikan, namun perubahan di fokuskan untuk meningkatkan hubungan atau
keterkaitan antara kompetensi inti (KI) dan kompetensi dasar (KD).
Sedangkan dalam Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) K13 revisi 2017,
yang dibuat harus muncul empat macam hal yaitu; PPK, Literasi, 4C, dan HOTS sehingga perlu
kreatifitas guru dalam meramunya.
Perbaikan atau revisi Kurikulum 2013 tahun 2017 Adalah sebagai berikut :
1. Mengintergrasikan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) didalam pembelajaran.
Karakter yang diperkuat terutama 5 karakter, yaitu: religius, nasionalis, mandiri, gotong
royong, dan integritas.
2. Mengintegrasikan literasi; keterampilan abad 21 atau diistilahkan dengan 4C (Creative,
Critical thinking, Communicative, dan Collaborative);
3. Mengintegrasikan HOTS (Higher Order Thinking Skill).
Gerakan PPK perlu mengintegrasikan, memperdalam, memperluas, dan sekaligus menyelaraskan
berbagai program dan kegiatan pendidikan karakter yang sudah dilaksanakan sampai sekarang.

Pengintegrasian dapat berupa:

 Pemaduan kegiatan kelas, luar kelas di sekolah, dan luar sekolah (masyarakat/komunitas);
 Pemaduan kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler;
 Pelibatan secara serempak warga sekolah, keluarga, dan masyarakat;

Perdalaman dan perluasan dapat berupa:

 Penambahan dan pengintensifan kegiatan-kegiatan yang berorientasi pada pengembangan


karakter siswa,
 Penambahan dan penajaman kegiatan belajar siswa, dan pengaturan ulang waktu belajar
siswa di sekolah atau luar sekolah;
 Penyelerasan dapat berupa penyesuaian tugas pokok guru, Manajemen Berbasis Sekolah,
dan fungsi Komite Sekolah dengan kebutuhan Gerakan PPK.

Pengertian Literasi dalam konteks Gerakan Literasi Sekolah adalah kemampuan mengakses,
memahami, dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktivitas antara lain
membaca, melihat, menyimak, menulis, dan/atau berbicara.

Gerakan Literasi Sekolah (GLS) merupakan sebuah upaya yang dilakukan secara menyeluruh
untuk menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang warganya literat sepanjang hayat
melalui pelibatan publik.

Literasi lebih dari sekadar membaca dan menulis, namun mencakup keterampilan berpikir
menggunakan sumber-sumber pengetahuan dalam bentuk cetak, visual, digital, dan auditori.
Literasi dapat dijabarkan menjadi:
1. Literasi Dini (Early Literacy),
2. Literasi Dasar (Basic Literacy),
3. Literasi Perpustakaan (Library Literacy),
4. Literasi Media (Media Literacy),
5. Literasi Teknologi (Technology Literacy),
6. Literasi Visual (Visual Literacy).

Keterampilan abad 21 atau diistilahkan dengan 4C (Communication, Collaboration, Critical


Thinking and Problem Solving, dan Creativity and Innovation). Inilah yang sesungguhnya ingin
kita tuju dengan K-13, bukan sekadar transfer materi. Tetapi pembentukan 4C. Beberapa pakar
menjelaskan pentingnya penguasaan 4C sebagai sarana meraih kesuksesan, khususnya di Abad 21,
abad di mana dunia berkembang dengan sangat cepat dan dinamis. Penguasaan keterampilan abad
21 sangat penting, 4 C adalah jenis softskill yang pada implementasi keseharian, jauh lebih
bermanfaat ketimbang sekadar pengusaan hardskill.

Higher Order of Thinking Skill (HOTS) adalah kemampuan berpikir kritis, logis, reflektif,
metakognitif, dan berpikir kreatif yang merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi.

Kurikulum 2013 juga menuntut materi pembelajarannya sampai metakognitif yang mensyaratkan
peserta didik mampu untuk memprediksi, mendesain, dan memperkirakan. Sejalan dengan itu
ranah dari HOTS yaitu analisis yang merupakan kemampuan berpikir dalam menspesifikasi aspek-
aspek/elemen dari sebuah konteks tertentu; evaluasi merupakan kemampuan berpikir dalam
mengambil keputusan berdasarkan fakta/informasi; dan mengkreasi merupakan kemampuan
berpikir dalam membangun gagasan/ide-ide.

Maka tidak mungkin lagi menggunakan model/metode/strategi/pendekatan yang berpusat kepada


guru, namun kita perlu mengaktifkan siswa dalam pembelajaran (Active Learning). Khusus untuk
PPK merupakan program yang rencananya akan disesuaikan dengan 5 hari belajar atau 8 jam
sehari sedangkan untuk 2 hari merupakan pendidikan keluarga.

2. Batang
2.1 Kompetensi Pedagogik

Kompetensi pedagogik meliputi pemahaman guru terhadap peserta didik, perancangan dan
pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Secara rinci setiap subkompetensi
dijabarkan menjadi indikator esensial sebagai berikut;

 Memahami peserta didik secara mendalam memiliki indikator esensial: memahami peserta
didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif; memahami peserta
didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip kepribadian; dan mengidentifikasi bekal ajar
awal peserta didik.
 Merancang pembelajaran, termasuk memahami landasan pendidikan untuk kepentingan
pembelajaran memiliki indikator esensial: memahami landasan kependidikan; menerapkan
teori belajar dan pembelajaran; menentukan strategi pembelajaran berdasarkan
karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar; serta menyusun
rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih.
 Melaksanakan pembelajaran memiliki indikator esensial: menata latar (setting)
pembelajaran; dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif.
 Merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran memiliki indikator esensial:
merancang dan melaksanakan evaluasi (assessment) proses dan hasil belajar secara
berkesinambungan dengan berbagai metode; menganalisis hasil evaluasi proses dan hasil
belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar (mastery learning); dan
memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program
pembelajaran secara umum.
 Mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensinya, memiliki
indikator esensial: memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan berbagai potensi
akademik; dan memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan berbagai potensi
nonakademik.

2.2 Kompetensi Kepribadian


Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang
mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak
mulia. Secara rinci subkompetensi tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
 Kepribadian yang mantap dan stabil memiliki indikator esensial: bertindak sesuai dengan
norma hukum; bertindak sesuai dengan norma sosial; bangga sebagai guru; dan memiliki
konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma.
 Kepribadian yang dewasa memiliki indikator esensial: menampilkan kemandirian dalam
bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja sebagai guru.
 Kepribadian yang arif memiliki indikator esensial: menampilkan tindakan yang
didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan masyarakat serta menunjukkan
keterbukaan dalam berpikir dan bertindak.
 Kepribadian yang berwibawa memiliki indikator esensial: memiliki perilaku yang
berpengaruh positif terhadap peserta didik dan memiliki perilaku yang disegani.
 Akhlak mulia dan dapat menjadi teladan memiliki indikator esensial: bertindak sesuai
dengan norma religius (iman dan taqwa, jujur, ikhlas, suka menolong), dan memiliki
perilaku yang diteladani peserta didik.
2.3 Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara
efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik,
dan masyarakat sekitar. Kompetensi ini memiliki subkompetensi dengan indikator esensial
sebagai berikut:
 Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik memiliki
indikator esensial: berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik.
 Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama pendidik dan tenaga
kependidikan.
 Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang tua/wali peserta didik
dan masyarakat sekitar.
2.4 Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam,
yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan
yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap stuktur dan metodologi keilmuannya. Setiap
subkompetensi tersebut memiliki indikator esensial sebagai berikut:
 Menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi memiliki indikator
esensial: memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah; memahami struktur,
konsep dan metode keilmuan yang menaungi atau koheren dengan materi ajar; memahami
hubungan konsep antar mata pelajaran terkait; dan menerapkan konsep-konsep keilmuan
dalam kehidupan sehari-hari.
 Menguasai struktur dan metode keilmuan memiliki indikator esensial menguasai langkah-
langkah penelitian dan kajian kritis untuk memperdalam pengetahuan/materi bidang studi.

3. Ranting
3.1 Aspek Pengetahuan (Knowledge)
Yaitu kemampuan yang berkaitan dalam bidang kognitif. Misalnya seorang guru mengetahui
teknik-teknik mengidentifikasi kebutuhan siswa dan menentukan strategi pembelajaran yang
tepat sesuai dengan kebutuhan siswa.
3.2 Aspek Pemahaman (Understanding)
Yaitu kedalaman pengetahuan yang dimiliki setiap individu. Contohnya guru bukan hanya
sekedar tahu tentang teknik mengidentifikasi siswa, tapi juga memahami langkah-langkah yang
harus dilakukan dalam proses identifikasi tersebut.
3.3 Aspek Kemahiran (Skill)
Merupakan kemampuan individu untuk melaksanakan secara praktik tentang tugas atau
pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Misalnya kemahiran guru dalam menggunakan media
dan sumber pembelajaran dalam proses belajar mengajar di dalam kelas, kemahiran guru dalam
melaksanakan evaluasi pembelajaran.
3.4 Aspek Nilai (Value)
Yaitu norma-norma yang dianggap baik oleh setiap individu. Nilai inilah yang selanjutnya akan
menuntun setiap individu dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Contohnya nilai kejujuran, nilai
kesederhanaan, nilai keterbukaan dan lain-lain.
3.5 Aspek Sikap (Attitude)
Adalah pandangan individu terhadap sesuatu. Misalnya senang atau tidak senang, suka atau tidak
suka. Sikap ini erat kaitannya dengan nilai yang dimiliki individu, artinya mengapa individu
bersikap demikian? Itu disebabkan karena nilai yang dimilikinya.
3.6 Aspek Minat (Interest)
Merupakan kecenderungan individu untuk melakukan suatu perbuatan. Minat adalah aspek yang
dapat menentukan motivasi seseorang untuk melakukan aktivitas tertentu.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kompetensi Sosial


Menurut Buchari Alma (2008:142), kompetensi sosial adalah kemampuan guru
dalam berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sekolah maupun
di luar lingkungan sekolah. Seorang guru harus berusaha mengembangkan komunikasi
dengan orang tua peserta didik sehingga terjalin komunikasi dua arah yang berkelanjutan.
Dengan adanya komunikasi dua arah, peserta didik dapat dipantau secara lebih baik dan
dapat mengembangkan karakternya secara lebih efektif pula. Suharsimi juga memberikan
argumennya mengenai kompetensi sosial. Menurut beliau, kompetensi sosial haruslah
dimiliki seorang guru, yang mana guru harus memiliki kemampuan dalam berkomunikasi
dengan siswa, sesama guru, kepala sekolah, dan masyarakat sekitarnya.
Dalam Standar Nasional Pendidikan, Pasal 28 ayat (3) butir d, dikemukakan bahwa yang
dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari
masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama
pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Hal
tersebut diuraikan lebih lanjut dalam RPP tentang guru, bahwa kompetensi sosial
merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat yang sekurang-kurangnya
memiliki kompetensi untuk :
1. Berkomunikasi secara lisan, tulisan, dan isyarat.
2. Menggunakan tekhnologi komunikasi dan informasi secara fungsional.
3. Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan,
dan orang tua/wali peserta didik.
4. Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.

Kompetensi sosial menurut Slamet yang dikutip oleh Syaiful Sagala dalam
bukunya kemampuan Profesional Guru dan tenaga Kependidikan terdiri dari sub
kompetensi yaitu:
1. Memahami dan menghargai perbedaan serta memiliki kemampuan mengelola
konflik dan benturan.
2. Melaksanakan kerja sama secara harmonis.
3. Membangun kerja team (team work) yang kompak, cerdas, dinamis dan lincah
4. Melaksanakan komunikasi secara efektif dan menyenangkan.
5. Memiliki kemampuan memahami dan menginternalisasikan perubahan lingkungan
yang berpengaruh terhadap tugasnya.
6. Memiliki kemampuan menundukkan dirinya dalam system nilai yang berlaku di
masyarakat.
7. Melaksanakan prinsip tata kelola yang baik.

Berdasarkan beberapa pengertian kompetensi sosial di atas, dapat disimpulkan


bahwa kompetensi sosial guru adalah kemampuan dan kecakapan seorang guru dalam
berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif pada pelaksanaan proses pembelajaran
serta masyarakat sekitar.

B. Ruang Lingkup Kompetensi Sosial Guru


Berkaitan dengan ruang lingkup kompetensi sosial guru, Sanusi (1991)
mengungkapkan bahwa “kompetensi sosial mencakup kemampuan untuk menyesuaikan
diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawakan tugasnya
sebagai guru”. Menurut Permendiknas No. 16 tahun 2007 terdapat 5 kompetensi sosial
yang harus dimiliki oleh guru yang diuraikan secara perinci sebagai berikut:
1. Terampil berkomunikasi dengan peserta didik dan orang tua peserta didik.
2. Bersikap simpatik.
3. Dapat bekerja sama dengan dewan pendidikan/komite sekolah.
4. Pandai bergaul dengan kawan sekerja dan mitra pendidikan.
5. Memahami dunia sekitarnya (lingkungannya).
C. Karakteristik Guru yang Memiliki Kompetensi Guru
Menurut Musaheri, ada dua karakteristik guru yang memiliki kompetensi sosial,
yaitu:
1. Berkomunikasi secara santun
Les Giblin menawarkan lima cara terampil dalam melakukan komunikasi dengan
santun, yaitu:
a. Ketahuilah apa yang ingin anda katakan
b. Katakanlah dan duduklah
c. Pandanglah pendengar
d. Bicarakan apa yang menarik minat pendengar
e. Janganlah membuat sebuah pidato.
2. Bergaul secara efektif
Bergaul secara efektif mencakup mengembangkan hubungan secara efektif dengan
siswa. Dalam bergaul dengan siswa, haruslah menggunakan prinsip saling
menghormati, mengasah, mengasuh dan mengasihi.
Ada 7 kompetensi sosial yang harus dimiliki agar guru dapat berkomunikasi dan
bergaul secara efektif, baik disekolah maupun dimasyarakat, yakni:
1. Memiliki pengetahuan tentang adat istiadat baik sosial maupun agama.
2. Memiliki pengetahuan tentang budaya dan tradisi.
3. Memiliki pengetahuan tentang inti demokrasi.
4. Memiliki pengetahuan tentang estetika.
5. Memiliki apresiasi dan kesadaran sosial.
6. Memiliki sikap yang benar terhadap pengetahuan dan pekerjaan.
7. Setia terhadap harkat dan martabat manusia.

Selain itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh guru berkaitan dengan
kompetensi sosial dalam berkomunikasi dengan orang lain, antara lain:

1. Bekerja sama dengan teman sejawat


Jagalah hubungan baik dengan sejawat, buahnya adalah
kebahagiaan. Guru-guru harus berinteraksi dengan sejawat. Mereka harus
dapat bekerja sama dan saling menukar pengalaman. Dalam bekerjasama,
akan tumbuh semangat dan gairah kerja yang tinggi.
Dalam ayat 7 kode etik guru disebutkan bahwa “Guru memelihara
hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial”.
Ini berarti bahwa: 1) guru hendaknya menciptakan dan memelihara
hubungan sesama guru dalam lingkungan kerjanya, dan 2) guru hendaknya
menciptakan dan memelihara semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan
sosial didalam dan diluar lingkungan kerjanya.
2. Bekerjasama dengan kepala sekolah
Kepala sekolah merupakan unsur pembina guru yang paling strategis dalam
jabaran tugas di lingkungan pendidikan formal. Menurut Smith, mereka
harus mampu menciptakan sistem kerja yang harmonis, menampakkan
suatu tim kerja yang mampu mendorong guru bekerja lebih efektif.
3. Bekerja sama dengan siswa
Guru bertugas menciptakan iklim belajar yang menyenangkan
sehingga siswa dapat belajar dengan nyaman dan gembira. Kreatifitas siswa
dapat dikembangkan apabila guru tidak mendominasi proses komunikasi
belajar, tetapi guru lebih banyak mengajar, memberi inspirasi agar mereka
dapat mengembangkan kreatifitas melalui berbagai kegiatan belajar
sehingga siswa memperoleh berbagai pengalaman belajar Hal itu dapat
memberi kesegaran psikologis dalam menerima informasi. Disinilah terjadi
proses individualisasi dan proses sosialisasi dalam mendidik.
Adapun hal-hal yang menentukan keberhasilan komunikasi dalam kompetensi
sosial seorang guru adalah:
1. Audience atau sasaran komunikasi, yakni dalam berkomunikasi hendaknya
memperhatikan siapa sasarannya sehingga sang komunikator bisa
menyesuaikan gaya dan “irama” komunikasi menurut karakteristik sasaran.
Berkomunikasi dengan siswa SD tentu berbeda dengan siswa SMA
2. Behaviour atau perilaku, yakni perilaku apa yang diharapkan dari sasaran
setelah berlangsung dan selesainya komunikasi. Misalnya seorang guru
sejarah sebagai komunikator ketika sedang berlangsung dan setelah selesai
menjelaskan Peristiwa Pangeran Diponegoro, perilaku siswa apa yang
diharapkan. Apakah siswa menjadi sedih dan menangis merenungi nasib
bangsanya, atau siswa mengepalkan tangan seolah-olah akan menerjang
penjajah Belanda. Hal ini sangat berkait dengan keberhasilan komunikasi
guru sejarah tersebut.
3. Condition atau kondisi, yakni dalam kondisi yang seperti apa ketika
komunikasi sedang berlangsung. Misalnya ketika guru Matematika mau
menjelaskan rumus-rumus yang sulit harus. Seorang guru harus mengetahui
kondisi siswa tersebut, apakah sedang gembira atau sedang sedih, atau
sedang kantuk karena semalam ada acara. Dengan memahami kondisi
seperti ini maka guru dapat menentukan strategi apa yang ia gunakan agar
nantinya apa yang diajarkan bisa diterima oleh siswa.
4. Degree atau tingkatan, yakni sampai tingkatan manakah target bahan
komunikasi yang harus dikuasai oleh sasaran itu sendiri. Misalnya saja
ketika seorang guru Bahasa Inggris menjelaskan kata kerja menurut satuan
waktunya, past tense, present tense dan future tense, berapa jumlah minimal
kata kerja yang harus dihafal oleh siswa pada hari itu. Jumlah minimal kata
kerja yang dikuasai oleh siswa dapat dijadikan sebagai alat ukur
keberhasilan guru Bahasa Inggris tersebut., Apabila tercapai berarti ia
berhasil, sebaliknya apabila tidak tercapai berarti ia gagal.
D. Aspek – Aspek Kompetensi Sosial
Gullotta dkk (1990) mengemukakan beberapa aspek kompetensi sosial, yaitu:
1. Kapasitas kognitif, merupakan hal yang mendasari keterampilan sosial
dalam menjalin dan menjaga hubungan interpersonal positif. Kapasitas
kognitif meliputi harga diri yang positif, kemampuan memandang sesuatu
dari sudut pandang sosial, dan keterampilan memecahkan masalah
interpersonal.
2. Keseimbangan antara kebutuhan bersosialisasi dan kebutuhan privasi.
Kebutuhan sosialisasi merupakan kebutuhan individu untuk terlibat dalam
sebuah kelompok dan menjalin hubungan dengan orang lain. Sedangkan
kebutuhan privasi adalah keinginan untuk menjadi individu yang unik,
berbeda, dan bebas melakukan tindakan tanpa pengaruh orang lain.
3. Keterampilan sosial dengan teman sebaya, merupakan kecakapan individu
dalam menjalin hubungan dengan teman sebaya sehingga tidak mengalami
kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan kelompok dan dapat terlibat
dalam kegiatan kelompok.
E. Pentingnya Kompetensi Sosial
Dalam menjalani kehidupan, guru menjadi seorang tokoh dan panutan bagi peserta
didik dan lingkungan sekitarnya. Abduhzen mengungkapkan bahwa “ Imam Al-Ghazali
menempatkan profesi guru pada posisi tertinggi dan termulia dalam berbagai tingkat
pekerjaan masyarakat. Guru mengemban dua misi sekaligus, yaitu tugas keagamaan dan
tugas sosiopolitik.” Yang dimaksud dengan tugas keagamaan menurut Al-Ghazali adalah
tugas guru ketika ia melakukan kebaikan dengan menyampaikan ilmu pengetahuan kepada
manusia guru merupakan makhluk termulia di muka bumi. Sedangkan yang dimaksud
dengan tugas sosiopolitik adalah bahwa guru membangun, memimpin, dan menjadi teladan
yang menegakkan keteraturan, kerukunan, dan menjamin keberlangsungan masyarakat.
Sebagai individu yang berkecimpung dalam pendidikan, guru harus memiliki
kepribadian yang mencerminkan seorang pendidik. Tuntutan akan kepribadian sebagai
pendidik kadang-kadang dirasakan lebih berat dibanding profesi lainnya. Ungkapan yang
sering digunakan adalah bahwa “guru bisa digugu dan ditiru”. Digugu maksudnya bahwa
pesan-pesan yang disampaikan guru bisa dipercaya untuk dilaksanakan dan pola hidupnya
bisa ditiru atau diteladani. Untuk itu, guru haruslah mengenal nilai-nilai yang dianut dan
berkembang di masyarakat tempat melaksanakan tugas dan bertempat tinggal. Apabila ada
nilai yang bertentangan dengan nilai yang dianutnya, maka haruslah ia menyikapinya
dengan hal yang tepat sehingga tidak terjadi benturan nilai antara guru dengan masyarakat.
Apabila terjadi benturan antara keduanya maka akan berakibat pada terganggunya proses
pendidikan. Oleh karena itu, seorang guru haruslah memiliki kompetensi sosial agar
nantinya apabila terjadi perbedaan nilai dengan masyarakat, ia dapat menyelesaikannya
dengan baik sehingga tidak menghambat proses pendidikan.
F. Peran guru di masyarakat
Guru merupakan kunci penting dalam menjalin hubungan antara sekolah dengan
masyarakat. Oleh karena itu, ia harus memiliki kompetensi untuk melakukan beberapa hal
sebagai berikut:
1. Membantu sekolah dalam melaksanakan tekhnik-tekhnik hubungan sekolah
dan masyarakat.
2. Membuat dirinya lebih baik lagi dalam masyarakat karena pada dasarnya
guru adalah tokoh milik masyarakat.
3. Guru merupakan teladan bagi masyarakat sehingga ia harus melaksanakan
kode etiknya.

Adapun peran guru di masyarakat dalam kaitannya dengan kompetensi sosial dapat
diuraikan sebagai berikut:

1. Guru sebagai Petugas Kemasyarakatan


Guru memegang peranan sebagai wakil masyarakat yang representatif
sehingga jabatan guru sekaligus merupakan jabatan kemasyarakatan. Guru
bertugas membina masyarakat agar mereka dapat berpartisipasi dalam
pembangunan.
2. Guru sebagai Teladan di Masyarakat
Dalam kedudukan ini, guru tidak lagi dipandang sebagai pengajar di kelas,
akan tetapi diharapkan pula tampil sebagai pendidik di masyarakat yang
seyogyanya memberikan teladan yang baik kepada masyarakat.
3. Guru Memiliki Tanggungjawab Sosial
Peranan guru di sekolah tidak lagi terbatas untuk memberikan
pembelajaran, akan tetapi harus memikul tanggungjawab yang lebih besar,
yakni bekerjasama dengan pengelola pendidikan lainnya di dalam
lingkungan masyarakat. Untuk itu, guru harus lebih banyak melibatkan diri
dalam kegiatan di luar sekolah.
G. Cara Mengembangkan Kompetensi Sosial Guru
Kemasan pengembangan kompetensi sosial untuk guru, calon guru (mahasiswa
keguruan), dan siswa tentu berbeda. Kemasan itu harus memperhatikan karakteristik
masing-masing, baik yang berkaitan dengan aspek psikologis maupun sistem yang
mendukungnya. Untuk mengembangkan kompetensi sosial seorang pendidik, kita perlu
tahu target atau dimensi-dimensi kompetensi ini. Beberapa dimensi ini, misalnya, dapat
kita saring dari konsep life skills. Dari 35 life skills atau kecerdasan hidup itu, ada 15 yang
dapat dimasukkan ke dalam dimensi kompetensi sosial, yaitu:
1. Kerja tim
2. Melihat peluang
3. Peran dalam kegiatan kelompok
4. Tanggung jawab sebagai warga
5. Kepemimpinan
6. Relawan sosial
7. Kedewasaan dalam berelasi
8. Berbagi
9. Berempati
10. Kepedulian kepada sesame
11. Toleransi
12. Solusi konflik
13. Manerima perbedaan
14. Kerjasama
15. Komunikasi

Kelima belas kecerdasan hidup ini dapat dijadikan sebagai pengembangan


kompetensi sosial bagi para pendidik dan calon pendidik. Topik-topik ini dapat
dikembangkan menjadi materi ajar yang dikaitkan dengan kasus-kasus yang aktual dan
relevan atau kontekstual dengan kehidupan masyarakat kita. Cara mengembangkan
kecerdasan sosial di lingkungan sekolah antara lain: diskusi, berani menghadapi masalah,
bermain peran, kunjungan langsung ke masyarakat dan lingkungan sosial yang beragam.
Mind Map
BAB III

Action Learning

Pembelajaran yang kreatif dan inovatif mampu


mengembangkan kemampuan pendidik menjadi lebih aktif
dan unggul – Dr. B. Lena Nuryanti, M.Pd

Pendidikan merupakan proses pengembangan daya nalar, keterampilan, dan moralitas yang
dilakukan dengan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran berlangsung secara efektif. Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
No.20 Tahun 2003 Pasal 3 tentang fungsi dan tujuan pendidikan adalah: Pendidikan
nasionalberfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berahlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.

MODEL PEMBELAJARAN
Pembelajaran kreatif dan inovatif mendasarkan diri pada paradigma konstruktivistik.
Pembelajaran kreatif dan inovatif adalah pembelajaran yang lebih bersifat student centered.
Artinya, pembelajaran yang lebih memberikan peluang kepada siswa untuk mengkonstruksi
pengetahuan secara mandiri (self directed) dan dimediasi oleh teman sebaya (peer mediated
instruction). Pembelajaran yang berlandaskan paradigma konstruktivistik membantu siswa untuk
menginternalisasi, membentuk kembali, atau mentransformasi informasi baru. Transformasi
terjadi melalui kreasi pemahaman baru (Gardner, 1991) yang merupakan hasil dari munculnya
struktur kognitif baru.

Pemahaman yang mendalam terjadi ketika hadirnya informasi baru yang mendorong munculnya
atau menaikkan struktur kognitif yang memungkinkan para siswa memikirkan kembali ide-ide
mereka sebelumnya. Dalam seting kelas konstruktivistik, para siswa bertanggung jawab terhadap
belajarannya, menjadi pemikir yang otonom, mengembangkan konsep terintegrasi,
mengembangkan pertanyaan yang menantang, dan menemukan jawabannya secara mandiri
(Santyasa, I W. 2007).

Salah satu pendekatan pembelajaran yang dianggap baik dan layak untuk diterapkan dalam proses
pembelajaran salah satunya adalah PAIKEM, singkatan dari Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif,
Efektif dan Menyenangkan. Di era kontemporer ini, PAIKEM sangat dianjurkan mengingat
semakin kompleksnya permasalahan di dunia pendidikan dan juga besarnya tuntutan yang
dibebankan kepada guru dalam mensukseskan pembelajaran di tingkat sekolah ataupun para dosen
di tingkat perguruan tinggi.

Konsep PAIKEM
Pendekatan PAIKEM adalah sebuah strategi dan terobosan pembelajaran yang
memungkinkan peserta didik untuk mengerjakan kegiatan yang beragam dalam rangka
mengembangkan ketrampilan dan pemahamannya, dengan penekanan peserta didik belajar sambil
bekerja, sementara guru menggunakan berbagai sumber dan alat bantu belajar (termasuk
pemanfaatan lingkungan), supaya pembelajaran lebih menarik, menyenangkan dan efektif.
Pendekatan PAIKEM sebagai sebuah strategi pembelajaran, memiliki 5 (lima) kriteria
yang dapat dipaparkan sebagai berikut:
1. Pembelajaran Aktif
Belajar aktif adalah salah satu cara untuk mengikat informasi yang baru kemudian
menyimpannya dalam otak. Mengapa demikian? Karena salah satu faktor yang menyebabkan
informasi cepat dilupakan adalah faktor kelemahan otak manusia itu sendiri.
Pembelajaran Aktif adalah bahwa dalam pembelajaran peserta didik aktif secara fisik dan
mental dalam hal mengemukakan penalaran (alasan), menemukan kaitan yang satu dengan yang
lain, mengkomunikasikan ide/gagasan,mengemukakan bentuk representasi yang tepat, dan
menggunakan semua itu untuk memecahkan masalah.
Hal yang paling utama yang menjadi keaktifan siswa di dalam kelas adalah munculnya rasa
ingin tahu, ketertarikan dan minat siswa terhadap hal yang sedang dipelajari. Untuk itu, melalui
berbagi teknik dan metode, guru harus berusaha sebisa mungkin untuk menciptakan suasana
sedemikian rupa guna memicu rasa kepenasaran siswa aktif bertanya, mempertanyakan
mengemukakan gagasan.
Peran aktif siswa dalam pembelajaran sangatlah penting. Karena pada hakikatnya,
pembelajaran merupakan suatu proses aktif dari pembelajar (siswa) dalam membangun pemikiran
dan pengetahuannya. Peran aktif siswa dalam pembelajaran ini akan menjadi dasar pembentukan
generasi kreatif, yang berkemampuan untuk menghasilkan sesuatu yang tidak hanya bermanfaat
bagi dirinya sendiri, tetapi juga bagi orang lain.
2. Pembelajaran Inovatif
Pembelajaran inovatif dapat dilakukan dengan cara mengadaptasi model-model
pembelajaran menyenangkan yang bisa membuat siswa terbebas dari kejenuhan-kejenuhan
pembelajaran. Melalui model pembelajaran inovatif, peserta didik harus terbebas dari perasaan
bosan, malas, ketakutan akan kegagalan atau perasaan tertekan dikarenakan tenggang waktu tugas
dll.
Banyak sekali inovasi-inovasi dalam pembelajaran yang dapat diterapkan. Misalnya saat
ini tengah ramai pembelajaran dengan computer atau lebih dikenal dengan Pembelajaran Berbasis
Komputer (PBK) bermodel Drill, tutorial atau simulasi. Materi pelajaran yang tadinya
disampaikan secara lisan oleh guru, dapat dibaca sendiri oleh siswa melalui layar komputer
maupun ketika diproyeksikan secara visual di depan kelas.
3. Pembelajaran Kreatif
Pembelajaran kreatif menekankan pada pengembangan kreatifitas, baik pengembangan
kemampuan imajinasi dan daya cipta (mengarang, membuat kerajinan tangan, mempraktekkan
kesenian dll) maupun pengembangan kemampuan berpikir kreatif. Pembelajaran di SD/MI pada
umumnya masih mengupayakan pengembangan kemampuan berpikir rasional logis. Dalam hal
ini, guru sebagai fasilitator dituntut untuk senantiasa kreatif dalam merancang pembelajaran, serta
memiliki beragam strategi pembelajaran yang digunakan agar pembelajaran tersebut memenuhi
beragam tingkat kemampuan siswa di kelas. Pengetahuan siswa yang diperoleh dalam hal ini
berdasarkan pengalamannya sendiri, bukan ditransfer pengetahuan dari guru.
4. Pembelajaran Efektif
Efektif artinya adalah berhasil mencapai tujuan sebagaimana yang diharapkan. Dengan
kata lain, dalam pembelajaran telah terpenuhi apa yang menjadi tujuan dan harapan yang hendak
dicapai.
Aspek efektifitas pembelajaran merupakan kriteria penting dalam setiap pembelajaran.
Suatu pembelajaran disebut efektif manakala pembelajaran tersebut telah mencapai tujuan
pembelajaran. Tujuan yang diinginkan dalam pembelajaran itu mencakup pembentukan
kemampuan, sikap, keterampilan, pengembangan kepribadian, serta kemampuan penguasaan
IPTEKS (Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Seni).
Dalam konteks pembelajaran di SD/MI, suatu pembelajaran dapat dinilai efektif bila
pembelajaran itu telah mencapai tujuan khusus yang telah ditetapkan dalam kurikulum, yang pada
dasarnya tujuan khusus tersebut telah mengacu kepada Tujuan Umum Pendidikan Nasional yang
tertulis dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS pasal 3:
”Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan, dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, beriman, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab.”
5. Pembelajaran Menyenangkan
Pembelajaran menyenangkan merupakan pembelajaran yang didesain sedemikian rupa
sehingga memberikan susana penuh keceriaan, menyenangkan, dan yang paling utama, tidak
membosankan peserta didik. Suasana seperti itu akan membuat peserta didik bisa lebih terfokus
dalam proses pembelajaran, sehingga dapat meningkatkan perhatian terhadap materi yang
disampaikan oleh guru.
Salah satu upaya menciptakan pembelajaran yang menyenangkan adalah dengan
menggunakan permainan edukatif (belajar sambil bermain). Melalui keterlibatan dalam
permainan, mereka dapat mengembangkan dirinya serta mulai memahami status dan perannya
dalam kelompok teman sebayanya, yang akan sanngat bermanfaat untuk memahami dan
menunaikan status dan perannya dalam masyarakat kelak setelah beranjak dewasa. Terdapat satu
prinsip utama dalam pemilihan permainan edukatif ini dalam pembelajaran, yakni harus terdapat
keselarasan dan keseimbangan antara aspek menyenangkan dengan aspek pencapaian tujuan
pembelajaran.
Pembelajaran menyenangkan juga dapat dilakukan secara terpadu. Misalnya guru
mengkombinasikan antara mata pelajaran pendidikan jasmani dan matematika, sehingga peserta
didik dapat memperoleh lebih dari satu pengetahuan secara sekaligus.
BAB IV

MOTIVASI dan PERMAINAN

1. Lakukan yang guru katakan :

Lakukan yang guru katakan adalah Ice breaking yang juga sangat mudah untuk diterapkan. Guru
akan mengatakan beberapa aba-aba, “pegang dagu” , “pegang hidung”, “pegang pipi” , “pegang
dahi”, dll, dan siswa diharuskan untuk mengikuti aba-aba yang dikatakan guru. Untuk menjebak
siswa, guru memegang bagian yang tidak sesuai dengan aba-aba. Sehingga jalannya Ice breaking
ini akan berjalan lebih menarik. Ice breaking untuk belajar yang satu ini dapat juga digunakan
untuk melatih konsentrasi siswa.

Para siswa akan terhibur dan guru dapat mengajar tidak dalam suasana tegang serta suasana belajar
mengajar menjadi cair dan nyaman.

2. “dor” :

Manfaat :

 Meningkatkan konsentrasi peserta


 Membuat peserta focus
 Menjadikan belajar lebih seru

Cara Bermain :

 Peserta mulai berhitug dari satu sampai tujuh tapi pada hitungan tujuh peserta mengatakan
“door”
 Artinya angka tujuh digantikan oleh kata “door”
 begitu seterusnya hingga kembai keangka satu atau bisa juga lanjut dan berlaku dalam
kelipatan angka tujuh.
 Pemateri boleh menunjuk peserta secara acak untuk meningkatkan konsentrasi peseta
 Peserta harus menjawab dengan cepat jika salah akan mendapatkan tugas menghibur teman
yang lainnya.

3. Sebanyak mungkin :

Tujuan
 Mengetahui lebih detail kegemaran atau hobi orang lain.
 Melatih kecerdasan interpersonal.
 Membuat suasana lebih akrab.

Prosedur permainan:

1. Guru menjelaskan tujuan materi sehingga tahu apa manfaat permainan ini bagi para
siswa.
2. Siswa diberi satu lembar kertas format perkenalan sesuai kebutuhan dengan tiga
pertanyaan, yaitu nama, hobi, dan kegemaran. Guru mengajak siswa untuk lebih
mengenal siswa lain dengan lebih dalam. Seluruh siswa menuliskan hasilnya pada
kertas yang sudah disediakan. Menulis nama dengan tinta merah, menulis alamat
dengan tinta biru, dan menuliskan hobi atau kegemaran dengan tinta hitam.
3. Keberanian siswa untuk bertanya berpengaruh terhadap waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan perkenalan. Setelah waktu tertentu guru menanyakan hasilnya kepada
seluruh siswa, Siswa mana yang paling banyak berkenalan dan siswa yang mana
mendapat paling sedikit.
4. Guru menguji siswa yang mendapat perkenalan terbanyak dengan meminta hobi atau
kegemaran dari siswa terakhir yang disebutkan tanpa melihat kertas perkenalan.
Berilah hadiah kepada peserta yang mendapat kenalan paling banyak.

Pembahasan:

Permainan ini dapat dilakukan baik terhadap siswa kelas baru ataupun kelas lama yang sudah
saling kenal. Permainan pada siswa kelas baru akan lebih menarik karena tidak saling kenal.
Suasana akrab akan segera muncul dalam proses perkenalannya. Khusus pada siswa lama,
perkenalan lebih detail baru saja diketahui. Siswa jadi lebih mengetahui kegemaran siswa masing-
masing.

Refleksi

Permainan berakhir dengan kegembiraan. Siswa diminta memberikan komentar atas kegiatan
yang baru dimainkan. Guru menghubungkan manfaat permainan tadi dengan kehidupan nyata.

Variasi
Guru dapat memulai permainan ini dengan variasi media yang berbeda. Untuk kelompok siswa
berusia muda yang sulit menuliskan pendapat orang lain, dapat menggunakan balon sebagai media.
Pilihlah balon yang berkuli tebalagar tidak mudah pecah. Peserta yang paling banyak mendapat
tulisan nama di balon dipilih sebagai pemenang.

Kelompok/individu : individu

Waktu : 30-60 menit

Lokasi : di ruangan/halaman

Jumlah siswa : 20-40 anak

Usia : 10-18 tahun


BAB V

JURNAL

Judul (Penulis dan Tahun): Pengaruh Kompetensi Sosial Guru PAI terhadap Prestasi Belajar
Siswa pada Mata Pelajaran Akidah Akhlak Kelas VII di Madrasah Tsanawiyah Negeri Model
Makassar (Ulva Muthmainnah Rasyid dan Hairiyah 2017)

Abstrak:

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adalah pengaruh kompetensi sosial guru PAI terhadap
prestasi belajar siswa pada mata pelajaran akidah akhlak kelas VII di MTsN Model Makassar dan
bagaimanakah pengaruh tersebut. Populasi penelitian adalah 117 siswa kelas VII MTsN Model
Makassar. Pada penelitian ini menggunakan tiga metode pengumpulan data yaitu angket,
observasi, dan dokumentasi. Analisis statistik yang digunakan pada penelitian ini adalah tekhnik
uji statistik inferensial dengan menggunakan bantuan SPSS 21 dan menggunakan tambahan
bantuan program Microsoft Excel. Dalam penelitian ini menggunakan taraf signifi kan 5%. Hasil
uji statistik deskriptiv statistic menggunakan tekhnik inferensial untuk menguji hipotesis “ada
pengaruh kompetensi sosial guru PAI terhadap prestasi belajar siswa pada mata pelajaran akidah
akhlak kelas VII di MTsN Model Makassar” ini menunjukkan bahwa r hitung > r tabel (0.208 >
0,180) pada taraf signifi kansi 5% maka Ha diterima dan Ho ditolak. Persamaan regresinya yaitu
Y= 53,616 + 0,334 X. Dari persamaan tersebut dapat disimpulkan bahwa dari setiap penambahan
1 unit variabel bebas (kompetensi sosial guru PAI) akan meningkatkan nilai variabel terikat
(prestasi belajar siswa) sebesar 0,334. Nilai koefi sien determinasi (koefi sien yang menjelaskan
besarnya persentase (%) pengaruh variabel X terhadap variabel Y) sebesar 0,043 artinya pengaruh
variabel X terhadap variabel Y sebesar 4,3% sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variabel yang
lain. Dengan kata lain ada pengaruh kompetensi sosial guru PAI terhadap prestasi belajar siswa
pada mata pelajaran akidah akhlak kelas VII di MTsN Model Makassar sebesar 4,3 %.

Pendahuluan:

Pendidikan sebagai suatu sistem yang mempunyai banyak komponen yang saling berinteraksi,
berkolaborasi, dan berinterdependensi untuk mencapai tujuan pendidikan. Dari pengertian
tersebut, jelas bahwa pendidikan yang dimaksud tidak hanya mencakup pendidikan umum saja
yang hanya menekankan pada IQ (Intelligence Quotient) siswa, akan tetapi pendidikan juga harus
mampu meningkatkan EQ (Emotional Quotient) dan SQ (Spritual Quotient) siswa yaitu melalui
pendidikan agama.1 Madrasah Tsanawiyah Negeri Model Makassar adalah madrasah
percontohan. Predikat ini menuntut agar skill para pengelola dan pendidik lebih diprioritaskan
dalam menyelenggarakan pendidikan. Kepala madrasah selaku pelayan pertama telah
berpartisipasi aktif dengan menggelar berbagai kegiatan pelatihan pengembangan keterampilan
dan bakat kompetensi para gurunya, menganjurkan sertifi kasi, mendelegasikan para guru untuk
mengikuti MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) dan lain sebagainya, demi menemukan
formula pengajaran dan pembinaan yang tetap terjaga mutu dan keunggulannya Realitas yang
terjadi di lapangan, ditemukan bahwa sebahagian besar siswa MTsN Model telah mencapai tingkat
perolehan prestasi yang membanggakan, walau sebahagian kecil siswa masih ada saja yang
memiliki nilai yang belum memuaskan. Demikian juga dengan tingkat kesantunan perilaku siswa
secara global, yang juga telah mencapai predikat sangat baik, meski masih ada saja beberapa siswa
yang kadang kurang dalam kesantunan yang diharapkan.3 Disinilah dituntut sedapat mungkin guru
memberikan pengaruh kepada siswa dengan kompetensi yang dimiliki. Diantara kompetensi
tersebut ialah kompetensi sosial dengan melakukan pendekatan terhadap siswa dan keluarga siswa.
Di dalam kegiatan sekolah, hal yang paling pokok adalah kegiatan belajar mengajar. Tercapai atau
tidaknya suatu tujuan pembelajaran, tergantung bagaimana proses belajar yang dialami oleh
peserta didik.4 Guru dituntut bukan hanya sekedar menyampaikan mata pelajaran sebagai
kewajiban melainkan memberikan pengaruh terhadap perilaku siswa sehingga memberikan
dampak yang positif, nilai yang baik dan perilaku yang baik. Guru sebagai teladan bagi siswa-
siswanya harus memiliki sikap dan kepribadian utuh yang dapat dijadikan tokoh panutan idola
dalam seluruh segi kehidupannya. Karenanya guru harus selalu berusaha memilih dan melakukan
perbuatan yang positif agar dapat mengangkat citra baik dan kewibawaannya, terutama di depan
siswa-siswanya.

Kajian Pustaka:

1. Kompentensi Sosial Guru


Kompetensi sosial adalah kemampuan guru dalam berkomunikasi dan berinteraksi secara
efektif dengan lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah (Wibowo dan
Hamrin, 2012:124)
2. Prestasi Belajar Siswa
Gagne (1985:40) menyatakan bahwa prestasi belajar dibedakan menjadi lima aspek, yaitu:
kemampuan intelektual, strategi kognitif, informasi verbal, sikap dan keterampilan.

Metode:

Penelitian ini menggunakan metode penelitian Kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah penelitian
yang berdasarkan pada fi lsafat positivisme, digunakan untuk meneliti populasi atau sampel
tertentu, tekhnik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data
menggunakan instrument penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistic dengan tujuan untuk
menguji hipotesis yang telah ditetapkan.11 Penelitian yang digunakan adalah penelitian regresi.
Penelitian regresi mengacu pada studi yang bertujuan mengungkapkan pengaruh antar variabel
melalui penggunaan statistik regresi linear.12Suharsimi Arikunto juga mengemukakan penelitian
regresi adalah penelitian yang dilakukan oleh peneliti untuk mengetahui pengaruh antara dua
variabel atau lebih tanpa melakukan perubahan, tambahan atau manipulasi terhadap data yang
memang sudah ada.

Pembahasan:

Kompetensi Sosial Guru PAI di MTsN Model Makassar

Berdasarkan hasil angket yang diberikan kepada 117 responden di MTsN Model Makassar untuk
mengetahui kompetensi sosial guru PAI di MTsN Model Makassar maka diperoleh data penelitian,
analisis data hasil penelitiannya akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dengan
menggunakan Win. SPSS 21. Dari data yang telah dikemukakan di atas tentang kompetensi sosial
guru PAI di MTsN Model Makassar melalui hasil angket yang menyatakan sebagian besar siswa
berpendapat bahwa guru PAI berada pada kualifi kasi nilai rata-rata sangat baik dengan rentang
nilai 86- 100 dengan jumlah 102 orang peserta didik (87,18%) yang memberikan penilaian, pada
kategori baik dengan rentang nilai 71-85 dengan jumlah 15 orang peserta didik (12,82%) yang
memberikan penilaian. Jadi dapat disimpulkan bahwa kompetensi sosial guru kelas VII sudah
sangat baik.

Prestasi Belajar Siswa di MTsN Model Makassar

Dari data yang telah dikemukakan di atas maka dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar siswa
pada mata pelajaran akidah akhlak kelas VII di MTsN Model Makassar berada pada kualifikasi
nilai kategori sangat baik dengan rentang nilai 86-100 dengan jumlah 70 (59,83%) orang peserta
didik, sedangkan pada kategori baik dengan rentang nilai 71-85 dengan jumlah 47 (40,17%) orang
peserta didik.

Pengaruh kompetensi sosial guru PAI terhadap prestasi belajar siswa pada mata pelajaran
akidah akhlak kelas VII di MTsN Model Makassar

Pada tabel terlihat bahwa dalam statistik deskriptif pada kompetensi sosial guru dan prestasi belajar
peserta didik terdapat perbedaan rata-rata diantara keduanya tersebut, dimana nilai rata-rata
kompetensi sosial guru lebih tinggi dibanding dengan prestasi belajar peserta didik dengan selisih
2 (89-87), pada tingkat nilai standar deviasi nilai prestasi belajar peserta didik lebih tinggi dengan
selisih 3,60 (6,44- 2,83), pada tingkat minimum nilai kompetensi sosial guru lebih tinggi dibanding
dengan prestasi belajar peserta didik dengan selisih 6 (82-76), dan pada tingkat maximum nilai
prestasi belajar peserta didik lebih tinggi dengan selisih 7 (100-93).

Daftar Pustaka:

Fiska Ilyasir “Pengaruh Pertemanan Sebaya Terhadap Prestasi Belajar PAI Siswa Kelas XI SMA
Negeri 1 Sewon Bantul Tahun Pelajaran 2013/2014” dalam Literalisasi : Jurnal Ilmu Pendidikan,
Vol. 6, No. 1 Juni 2015.

Khanif Maksum “Penerapan Metode Scramble Untuk Meningatkan Prestasi Belajar SKI Kelas V
MI Al-Iman Sorogenen” dalam Literalisasi : Jurnal Ilmu Pendidikan, Vol. 6, No. 1 Juni 2015.

Muhaimin. 2015. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Raja Grafi ndo
Persada.

Salim, A. 2002. Perubahan Sosial. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Sugiono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung, Alfabeta.

Sugiyono. 2010. Statistik Untuk Pendidikan. Bandung, Alfabeta.

Suharsimi Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta, PT. Rineka
Cipta.

Sulaiman. 2004. Analisa regresi menggunakan SPSS. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Syaiful Sagala. 2013. Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan. Bandung:
Alfabeta.

Zakiah Daradjat. 1984. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Angkasa.


DAFTAR PUSTAKA

Agus Wibowo dan Hamrin, Menjadi Guru Berkarakter : Strategi Membangun Kompetensi dan
Karakter Guru, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2012), halaman 124.
Kang Anjum, Kompetensi Sosial Guru, https://ahmadmuhli.wordpress.com/
2012/03/01/kompetensi-sosial-guru/, diakses pada tanggal 29 Oktober 2012 pukul 22.08.
E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 2007),
halaman 173.
Ibid.
Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan, (Bandung: Alfabeta,
2009) hal. 38
Kang Anjum, Kompetensi Sosial Guru, https://ahmadmuhli.wordpress.com/
2012/03/01/kompetensi-sosial-guru/, diakses pada tanggal 29 Oktober 2012 pukul 22.08.
Ibid.
E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru..., hal.176
Sudarwan Danim, Pengembangan Ptofesi Guru: Dari Pra-Jabatan, Induksi, ke Profesional
Madani, (Jakarta: Kencana, 2011), hal. 229
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996), hal. 16
Piet A. Sahertian, Profil Pendidik Profesional, (Yogyakarta: Andi Offset, 1994), hal. 62-63
Piet A. Sahertian, Profil Pendidik Profesional..., hal. 63
Ekal Ghifari, Kompetensi Sosial, http://www.scribd.com/doc/47441892/BAB-2-kompetensi-
sosial, diakses pada tanggal 29 Oktober 2012 pukul 19.16.
E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung:PT Remaja
Rosdakarya, 2007), halaman 174.
Ibid.,
Ibid, halaman 175..
Kompetensi Sosial Guru dalam www.gamadidaktika.com

Anda mungkin juga menyukai