PENDAHULUAN
ASPEK
PEMAHAMAN ASPEK
ASPEK KEMAHIRAN
PENGETAHUAN
ASPEK NILAI
KOMPETENSI
PEDAGOGIK
ASPEK MINAT
KOMPETENSI
KEPRIBADIAN
KOMPETENSI
ASPEK SIKAP SOSIAL
KOMPETENSI KOMPETENSI
PROFESSIONAL GURU
Mulyasa mengatakan dalam bukunya bahwa “Selama ini, kualitas guru di Indonesia memang
masih dianggap rendah. Indikasi yang bisa dijumpai berkaitan dengan hal tersebut diantaranya
pengelolaan kelas, pemanfaatan alat dan sumber pembelajaran, kurang disiplin, rendahnya
komitmen profesi sehingga masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara utuh,
Untuk itulah perlu disusun UU Guru dan Dosen sebagai bentuk perhatian khusus yang
ditujukan bagi guru guna mendongkrak kinerja dan profesionalitas guru. Undang-undang Nomor
14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen memuat berbagai aspek yang berkenaan dengan guru,
mulai dari syarat yang harus dipenuhi untuk menunjang profesi guru meliputi kualifikasi,
kompetensi, dan sertifikasi, sampai pada berbagai kemaslahatan yang berhak diterima guru dan
kode etik yang harus dijaga. Berbagai syarat harus dimiliki oleh seorang guru professional. Hal
Undang – undang yang mengatur tentang guru dan dosen ini diantaranya adalah:
profesi guru dan dosen, tunjangan khusus guru Dan dosen, serta tunjangan kehormatan professor.
Dari sekian peraturan dan perundang-undangan yang menjadi acuan utama dalam
perundang-undangan guru dan dosen adalah UU no 14 tahun 2005, sehingga dalam bahasan
dilakukan batasan analisa pada UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Secara keseluruhan Undang Undang no 14 tahun 2005 ini dapat disimpulkan bahwa UU
Guru dan Dosen terdiri dari 84 pasal. Secara garis besar, isi dari UU ini dapat dibagi dalam
beberapa bagian:
1. Pasal - pasal yang membahas tentang penjelasan umum (7 pasal) yang terdiri dari:
2. Pasal - pasal yang membahas tentang guru (37 pasal) yang terdiri dari
(f) Penghargaan,
(g) Perlindungan,
3. Pasal-pasal yang membahas tentang dosen (32 pasal) yang terdiri dari
(o) Penghargaan,
(p) Perlindungan, dan
(q) Cuti.
5. Bagian akhir yang terdiri dari Ketentuan Peralihan dan Ketentuan Penutup (5 Pasal).
Dari seluruh pasal tersebut diatas pada umumnya mengacu pada penciptaan Guru dan Dosen
Profesional dengan kesejahteraan yang lebih baik tanpa melupakan hak dan kewajibannya.
Dalam pasal 8 disebutkan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi,
sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional. Dalam Undang-undang ini juga disebutkan bahwa kompetensi yang harus
dimiliki oleh guru mencakup empat hal, yaitu kompetensi profesional, kompetensi pedagogik,
Sejalan dengan pasal Undang Undang ini, Oemar Hamalik mengatakan bahwa guru
professional harus memiliki persyaratan yang meliputi: memiliki bakat sebagai guru, memiliki
keahlian sebagai guru, memiliki keahlian yang baik dan terintegrasi, memiliki mental yang sehat,
berban dan sehat, memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas, guru adalah manusia berjiwa
Pasa l9: Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasa l8 diperoleh melalui
Pasal 10: (1) Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasa l8 meliputi kompetensi
mempunyai tugas:
c. Bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama,
suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta
d. Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta
mengelola pembelajaran peserta didik. Secara pedagogis, kompetensi guru dalam mengelola
pembelajaran perlu mendapat perhatian yang serius. Hal ini penting, karena pendidikan di
Indonesia dinyatakan kurang berhasil oleh sebagian masyarakat. Proses pembelajaran di sekolah
nampak sebagai proses mekanis yang kering aspek pedagogis atau yang biasa disebut sebagai
Dengan model pendidikan tersebut, peserta didik menjadi kerdil, pasif, dan tidak dapat
berkembang secara optimal karena pilihan-pilihannya cenderung dipaksakan oleh guru (berpusat
pada guru). Padahal sebagai agen pembelajaran, guru tidak hanya bertugas dalam transformasi
ilmu pengetahuan saja, tetapi ia juga harus berperan sebagai fasilitator, motivator, pemacu, dan
Karena sedemikian banyak kompetensi yang harus dimiliki oleh guru sehingga pemerintah
menetapkan diwajibkannya guru mengikuti proses sertifikasi dan uji kompetensi. Pasal 8
menyebutkan :”Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat
jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”.
Untuk menjamin dilaksanakannya sertifikasi maka pemerintah (pusat) dan pemerintah
daerah wajib menyediakan anggaran untuk peningkatan kualifikasi dan sertifikasi pendidik bagi
semua guru, baik guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
Guru yang telah memenuhi syarat tersebut maka ia akan lebih mudah menjalankan
Jika seluruh syarat dan kewajiban telah terpenuhi maka guru berhak mendapatkan berbagai
fasilitas gaji, tunjangan, dan bentuk kemaslahatan lainnya.Hal ini secara panjang lebar dimuat
dalam 11 item sebagai bentuk penghargaan pemerintah dan masyarakat terhadap guru (pasal 14-
19).Di samping itu guru juga diberi jaminan perlindungan ketika menjalankan tugasnya, serta
Pemaduan kegiatan kelas, luar kelas di sekolah, dan luar sekolah (masyarakat/komunitas);
Pemaduan kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler;
Pelibatan secara serempak warga sekolah, keluarga, dan masyarakat;
Pengertian Literasi dalam konteks Gerakan Literasi Sekolah adalah kemampuan mengakses,
memahami, dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktivitas antara lain
membaca, melihat, menyimak, menulis, dan/atau berbicara.
Gerakan Literasi Sekolah (GLS) merupakan sebuah upaya yang dilakukan secara menyeluruh
untuk menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang warganya literat sepanjang hayat
melalui pelibatan publik.
Literasi lebih dari sekadar membaca dan menulis, namun mencakup keterampilan berpikir
menggunakan sumber-sumber pengetahuan dalam bentuk cetak, visual, digital, dan auditori.
Literasi dapat dijabarkan menjadi:
1. Literasi Dini (Early Literacy),
2. Literasi Dasar (Basic Literacy),
3. Literasi Perpustakaan (Library Literacy),
4. Literasi Media (Media Literacy),
5. Literasi Teknologi (Technology Literacy),
6. Literasi Visual (Visual Literacy).
Higher Order of Thinking Skill (HOTS) adalah kemampuan berpikir kritis, logis, reflektif,
metakognitif, dan berpikir kreatif yang merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi.
Kurikulum 2013 juga menuntut materi pembelajarannya sampai metakognitif yang mensyaratkan
peserta didik mampu untuk memprediksi, mendesain, dan memperkirakan. Sejalan dengan itu
ranah dari HOTS yaitu analisis yang merupakan kemampuan berpikir dalam menspesifikasi aspek-
aspek/elemen dari sebuah konteks tertentu; evaluasi merupakan kemampuan berpikir dalam
mengambil keputusan berdasarkan fakta/informasi; dan mengkreasi merupakan kemampuan
berpikir dalam membangun gagasan/ide-ide.
2. Batang
2.1 Kompetensi Pedagogik
Kompetensi pedagogik meliputi pemahaman guru terhadap peserta didik, perancangan dan
pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Secara rinci setiap subkompetensi
dijabarkan menjadi indikator esensial sebagai berikut;
Memahami peserta didik secara mendalam memiliki indikator esensial: memahami peserta
didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif; memahami peserta
didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip kepribadian; dan mengidentifikasi bekal ajar
awal peserta didik.
Merancang pembelajaran, termasuk memahami landasan pendidikan untuk kepentingan
pembelajaran memiliki indikator esensial: memahami landasan kependidikan; menerapkan
teori belajar dan pembelajaran; menentukan strategi pembelajaran berdasarkan
karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar; serta menyusun
rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih.
Melaksanakan pembelajaran memiliki indikator esensial: menata latar (setting)
pembelajaran; dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif.
Merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran memiliki indikator esensial:
merancang dan melaksanakan evaluasi (assessment) proses dan hasil belajar secara
berkesinambungan dengan berbagai metode; menganalisis hasil evaluasi proses dan hasil
belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar (mastery learning); dan
memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program
pembelajaran secara umum.
Mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensinya, memiliki
indikator esensial: memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan berbagai potensi
akademik; dan memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan berbagai potensi
nonakademik.
3. Ranting
3.1 Aspek Pengetahuan (Knowledge)
Yaitu kemampuan yang berkaitan dalam bidang kognitif. Misalnya seorang guru mengetahui
teknik-teknik mengidentifikasi kebutuhan siswa dan menentukan strategi pembelajaran yang
tepat sesuai dengan kebutuhan siswa.
3.2 Aspek Pemahaman (Understanding)
Yaitu kedalaman pengetahuan yang dimiliki setiap individu. Contohnya guru bukan hanya
sekedar tahu tentang teknik mengidentifikasi siswa, tapi juga memahami langkah-langkah yang
harus dilakukan dalam proses identifikasi tersebut.
3.3 Aspek Kemahiran (Skill)
Merupakan kemampuan individu untuk melaksanakan secara praktik tentang tugas atau
pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Misalnya kemahiran guru dalam menggunakan media
dan sumber pembelajaran dalam proses belajar mengajar di dalam kelas, kemahiran guru dalam
melaksanakan evaluasi pembelajaran.
3.4 Aspek Nilai (Value)
Yaitu norma-norma yang dianggap baik oleh setiap individu. Nilai inilah yang selanjutnya akan
menuntun setiap individu dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Contohnya nilai kejujuran, nilai
kesederhanaan, nilai keterbukaan dan lain-lain.
3.5 Aspek Sikap (Attitude)
Adalah pandangan individu terhadap sesuatu. Misalnya senang atau tidak senang, suka atau tidak
suka. Sikap ini erat kaitannya dengan nilai yang dimiliki individu, artinya mengapa individu
bersikap demikian? Itu disebabkan karena nilai yang dimilikinya.
3.6 Aspek Minat (Interest)
Merupakan kecenderungan individu untuk melakukan suatu perbuatan. Minat adalah aspek yang
dapat menentukan motivasi seseorang untuk melakukan aktivitas tertentu.
BAB II
PEMBAHASAN
Kompetensi sosial menurut Slamet yang dikutip oleh Syaiful Sagala dalam
bukunya kemampuan Profesional Guru dan tenaga Kependidikan terdiri dari sub
kompetensi yaitu:
1. Memahami dan menghargai perbedaan serta memiliki kemampuan mengelola
konflik dan benturan.
2. Melaksanakan kerja sama secara harmonis.
3. Membangun kerja team (team work) yang kompak, cerdas, dinamis dan lincah
4. Melaksanakan komunikasi secara efektif dan menyenangkan.
5. Memiliki kemampuan memahami dan menginternalisasikan perubahan lingkungan
yang berpengaruh terhadap tugasnya.
6. Memiliki kemampuan menundukkan dirinya dalam system nilai yang berlaku di
masyarakat.
7. Melaksanakan prinsip tata kelola yang baik.
Selain itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh guru berkaitan dengan
kompetensi sosial dalam berkomunikasi dengan orang lain, antara lain:
Adapun peran guru di masyarakat dalam kaitannya dengan kompetensi sosial dapat
diuraikan sebagai berikut:
Action Learning
Pendidikan merupakan proses pengembangan daya nalar, keterampilan, dan moralitas yang
dilakukan dengan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran berlangsung secara efektif. Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
No.20 Tahun 2003 Pasal 3 tentang fungsi dan tujuan pendidikan adalah: Pendidikan
nasionalberfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berahlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
MODEL PEMBELAJARAN
Pembelajaran kreatif dan inovatif mendasarkan diri pada paradigma konstruktivistik.
Pembelajaran kreatif dan inovatif adalah pembelajaran yang lebih bersifat student centered.
Artinya, pembelajaran yang lebih memberikan peluang kepada siswa untuk mengkonstruksi
pengetahuan secara mandiri (self directed) dan dimediasi oleh teman sebaya (peer mediated
instruction). Pembelajaran yang berlandaskan paradigma konstruktivistik membantu siswa untuk
menginternalisasi, membentuk kembali, atau mentransformasi informasi baru. Transformasi
terjadi melalui kreasi pemahaman baru (Gardner, 1991) yang merupakan hasil dari munculnya
struktur kognitif baru.
Pemahaman yang mendalam terjadi ketika hadirnya informasi baru yang mendorong munculnya
atau menaikkan struktur kognitif yang memungkinkan para siswa memikirkan kembali ide-ide
mereka sebelumnya. Dalam seting kelas konstruktivistik, para siswa bertanggung jawab terhadap
belajarannya, menjadi pemikir yang otonom, mengembangkan konsep terintegrasi,
mengembangkan pertanyaan yang menantang, dan menemukan jawabannya secara mandiri
(Santyasa, I W. 2007).
Salah satu pendekatan pembelajaran yang dianggap baik dan layak untuk diterapkan dalam proses
pembelajaran salah satunya adalah PAIKEM, singkatan dari Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif,
Efektif dan Menyenangkan. Di era kontemporer ini, PAIKEM sangat dianjurkan mengingat
semakin kompleksnya permasalahan di dunia pendidikan dan juga besarnya tuntutan yang
dibebankan kepada guru dalam mensukseskan pembelajaran di tingkat sekolah ataupun para dosen
di tingkat perguruan tinggi.
Konsep PAIKEM
Pendekatan PAIKEM adalah sebuah strategi dan terobosan pembelajaran yang
memungkinkan peserta didik untuk mengerjakan kegiatan yang beragam dalam rangka
mengembangkan ketrampilan dan pemahamannya, dengan penekanan peserta didik belajar sambil
bekerja, sementara guru menggunakan berbagai sumber dan alat bantu belajar (termasuk
pemanfaatan lingkungan), supaya pembelajaran lebih menarik, menyenangkan dan efektif.
Pendekatan PAIKEM sebagai sebuah strategi pembelajaran, memiliki 5 (lima) kriteria
yang dapat dipaparkan sebagai berikut:
1. Pembelajaran Aktif
Belajar aktif adalah salah satu cara untuk mengikat informasi yang baru kemudian
menyimpannya dalam otak. Mengapa demikian? Karena salah satu faktor yang menyebabkan
informasi cepat dilupakan adalah faktor kelemahan otak manusia itu sendiri.
Pembelajaran Aktif adalah bahwa dalam pembelajaran peserta didik aktif secara fisik dan
mental dalam hal mengemukakan penalaran (alasan), menemukan kaitan yang satu dengan yang
lain, mengkomunikasikan ide/gagasan,mengemukakan bentuk representasi yang tepat, dan
menggunakan semua itu untuk memecahkan masalah.
Hal yang paling utama yang menjadi keaktifan siswa di dalam kelas adalah munculnya rasa
ingin tahu, ketertarikan dan minat siswa terhadap hal yang sedang dipelajari. Untuk itu, melalui
berbagi teknik dan metode, guru harus berusaha sebisa mungkin untuk menciptakan suasana
sedemikian rupa guna memicu rasa kepenasaran siswa aktif bertanya, mempertanyakan
mengemukakan gagasan.
Peran aktif siswa dalam pembelajaran sangatlah penting. Karena pada hakikatnya,
pembelajaran merupakan suatu proses aktif dari pembelajar (siswa) dalam membangun pemikiran
dan pengetahuannya. Peran aktif siswa dalam pembelajaran ini akan menjadi dasar pembentukan
generasi kreatif, yang berkemampuan untuk menghasilkan sesuatu yang tidak hanya bermanfaat
bagi dirinya sendiri, tetapi juga bagi orang lain.
2. Pembelajaran Inovatif
Pembelajaran inovatif dapat dilakukan dengan cara mengadaptasi model-model
pembelajaran menyenangkan yang bisa membuat siswa terbebas dari kejenuhan-kejenuhan
pembelajaran. Melalui model pembelajaran inovatif, peserta didik harus terbebas dari perasaan
bosan, malas, ketakutan akan kegagalan atau perasaan tertekan dikarenakan tenggang waktu tugas
dll.
Banyak sekali inovasi-inovasi dalam pembelajaran yang dapat diterapkan. Misalnya saat
ini tengah ramai pembelajaran dengan computer atau lebih dikenal dengan Pembelajaran Berbasis
Komputer (PBK) bermodel Drill, tutorial atau simulasi. Materi pelajaran yang tadinya
disampaikan secara lisan oleh guru, dapat dibaca sendiri oleh siswa melalui layar komputer
maupun ketika diproyeksikan secara visual di depan kelas.
3. Pembelajaran Kreatif
Pembelajaran kreatif menekankan pada pengembangan kreatifitas, baik pengembangan
kemampuan imajinasi dan daya cipta (mengarang, membuat kerajinan tangan, mempraktekkan
kesenian dll) maupun pengembangan kemampuan berpikir kreatif. Pembelajaran di SD/MI pada
umumnya masih mengupayakan pengembangan kemampuan berpikir rasional logis. Dalam hal
ini, guru sebagai fasilitator dituntut untuk senantiasa kreatif dalam merancang pembelajaran, serta
memiliki beragam strategi pembelajaran yang digunakan agar pembelajaran tersebut memenuhi
beragam tingkat kemampuan siswa di kelas. Pengetahuan siswa yang diperoleh dalam hal ini
berdasarkan pengalamannya sendiri, bukan ditransfer pengetahuan dari guru.
4. Pembelajaran Efektif
Efektif artinya adalah berhasil mencapai tujuan sebagaimana yang diharapkan. Dengan
kata lain, dalam pembelajaran telah terpenuhi apa yang menjadi tujuan dan harapan yang hendak
dicapai.
Aspek efektifitas pembelajaran merupakan kriteria penting dalam setiap pembelajaran.
Suatu pembelajaran disebut efektif manakala pembelajaran tersebut telah mencapai tujuan
pembelajaran. Tujuan yang diinginkan dalam pembelajaran itu mencakup pembentukan
kemampuan, sikap, keterampilan, pengembangan kepribadian, serta kemampuan penguasaan
IPTEKS (Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Seni).
Dalam konteks pembelajaran di SD/MI, suatu pembelajaran dapat dinilai efektif bila
pembelajaran itu telah mencapai tujuan khusus yang telah ditetapkan dalam kurikulum, yang pada
dasarnya tujuan khusus tersebut telah mengacu kepada Tujuan Umum Pendidikan Nasional yang
tertulis dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS pasal 3:
”Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan, dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, beriman, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab.”
5. Pembelajaran Menyenangkan
Pembelajaran menyenangkan merupakan pembelajaran yang didesain sedemikian rupa
sehingga memberikan susana penuh keceriaan, menyenangkan, dan yang paling utama, tidak
membosankan peserta didik. Suasana seperti itu akan membuat peserta didik bisa lebih terfokus
dalam proses pembelajaran, sehingga dapat meningkatkan perhatian terhadap materi yang
disampaikan oleh guru.
Salah satu upaya menciptakan pembelajaran yang menyenangkan adalah dengan
menggunakan permainan edukatif (belajar sambil bermain). Melalui keterlibatan dalam
permainan, mereka dapat mengembangkan dirinya serta mulai memahami status dan perannya
dalam kelompok teman sebayanya, yang akan sanngat bermanfaat untuk memahami dan
menunaikan status dan perannya dalam masyarakat kelak setelah beranjak dewasa. Terdapat satu
prinsip utama dalam pemilihan permainan edukatif ini dalam pembelajaran, yakni harus terdapat
keselarasan dan keseimbangan antara aspek menyenangkan dengan aspek pencapaian tujuan
pembelajaran.
Pembelajaran menyenangkan juga dapat dilakukan secara terpadu. Misalnya guru
mengkombinasikan antara mata pelajaran pendidikan jasmani dan matematika, sehingga peserta
didik dapat memperoleh lebih dari satu pengetahuan secara sekaligus.
BAB IV
Lakukan yang guru katakan adalah Ice breaking yang juga sangat mudah untuk diterapkan. Guru
akan mengatakan beberapa aba-aba, “pegang dagu” , “pegang hidung”, “pegang pipi” , “pegang
dahi”, dll, dan siswa diharuskan untuk mengikuti aba-aba yang dikatakan guru. Untuk menjebak
siswa, guru memegang bagian yang tidak sesuai dengan aba-aba. Sehingga jalannya Ice breaking
ini akan berjalan lebih menarik. Ice breaking untuk belajar yang satu ini dapat juga digunakan
untuk melatih konsentrasi siswa.
Para siswa akan terhibur dan guru dapat mengajar tidak dalam suasana tegang serta suasana belajar
mengajar menjadi cair dan nyaman.
2. “dor” :
Manfaat :
Cara Bermain :
Peserta mulai berhitug dari satu sampai tujuh tapi pada hitungan tujuh peserta mengatakan
“door”
Artinya angka tujuh digantikan oleh kata “door”
begitu seterusnya hingga kembai keangka satu atau bisa juga lanjut dan berlaku dalam
kelipatan angka tujuh.
Pemateri boleh menunjuk peserta secara acak untuk meningkatkan konsentrasi peseta
Peserta harus menjawab dengan cepat jika salah akan mendapatkan tugas menghibur teman
yang lainnya.
3. Sebanyak mungkin :
Tujuan
Mengetahui lebih detail kegemaran atau hobi orang lain.
Melatih kecerdasan interpersonal.
Membuat suasana lebih akrab.
Prosedur permainan:
1. Guru menjelaskan tujuan materi sehingga tahu apa manfaat permainan ini bagi para
siswa.
2. Siswa diberi satu lembar kertas format perkenalan sesuai kebutuhan dengan tiga
pertanyaan, yaitu nama, hobi, dan kegemaran. Guru mengajak siswa untuk lebih
mengenal siswa lain dengan lebih dalam. Seluruh siswa menuliskan hasilnya pada
kertas yang sudah disediakan. Menulis nama dengan tinta merah, menulis alamat
dengan tinta biru, dan menuliskan hobi atau kegemaran dengan tinta hitam.
3. Keberanian siswa untuk bertanya berpengaruh terhadap waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan perkenalan. Setelah waktu tertentu guru menanyakan hasilnya kepada
seluruh siswa, Siswa mana yang paling banyak berkenalan dan siswa yang mana
mendapat paling sedikit.
4. Guru menguji siswa yang mendapat perkenalan terbanyak dengan meminta hobi atau
kegemaran dari siswa terakhir yang disebutkan tanpa melihat kertas perkenalan.
Berilah hadiah kepada peserta yang mendapat kenalan paling banyak.
Pembahasan:
Permainan ini dapat dilakukan baik terhadap siswa kelas baru ataupun kelas lama yang sudah
saling kenal. Permainan pada siswa kelas baru akan lebih menarik karena tidak saling kenal.
Suasana akrab akan segera muncul dalam proses perkenalannya. Khusus pada siswa lama,
perkenalan lebih detail baru saja diketahui. Siswa jadi lebih mengetahui kegemaran siswa masing-
masing.
Refleksi
Permainan berakhir dengan kegembiraan. Siswa diminta memberikan komentar atas kegiatan
yang baru dimainkan. Guru menghubungkan manfaat permainan tadi dengan kehidupan nyata.
Variasi
Guru dapat memulai permainan ini dengan variasi media yang berbeda. Untuk kelompok siswa
berusia muda yang sulit menuliskan pendapat orang lain, dapat menggunakan balon sebagai media.
Pilihlah balon yang berkuli tebalagar tidak mudah pecah. Peserta yang paling banyak mendapat
tulisan nama di balon dipilih sebagai pemenang.
Kelompok/individu : individu
Lokasi : di ruangan/halaman
JURNAL
Judul (Penulis dan Tahun): Pengaruh Kompetensi Sosial Guru PAI terhadap Prestasi Belajar
Siswa pada Mata Pelajaran Akidah Akhlak Kelas VII di Madrasah Tsanawiyah Negeri Model
Makassar (Ulva Muthmainnah Rasyid dan Hairiyah 2017)
Abstrak:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adalah pengaruh kompetensi sosial guru PAI terhadap
prestasi belajar siswa pada mata pelajaran akidah akhlak kelas VII di MTsN Model Makassar dan
bagaimanakah pengaruh tersebut. Populasi penelitian adalah 117 siswa kelas VII MTsN Model
Makassar. Pada penelitian ini menggunakan tiga metode pengumpulan data yaitu angket,
observasi, dan dokumentasi. Analisis statistik yang digunakan pada penelitian ini adalah tekhnik
uji statistik inferensial dengan menggunakan bantuan SPSS 21 dan menggunakan tambahan
bantuan program Microsoft Excel. Dalam penelitian ini menggunakan taraf signifi kan 5%. Hasil
uji statistik deskriptiv statistic menggunakan tekhnik inferensial untuk menguji hipotesis “ada
pengaruh kompetensi sosial guru PAI terhadap prestasi belajar siswa pada mata pelajaran akidah
akhlak kelas VII di MTsN Model Makassar” ini menunjukkan bahwa r hitung > r tabel (0.208 >
0,180) pada taraf signifi kansi 5% maka Ha diterima dan Ho ditolak. Persamaan regresinya yaitu
Y= 53,616 + 0,334 X. Dari persamaan tersebut dapat disimpulkan bahwa dari setiap penambahan
1 unit variabel bebas (kompetensi sosial guru PAI) akan meningkatkan nilai variabel terikat
(prestasi belajar siswa) sebesar 0,334. Nilai koefi sien determinasi (koefi sien yang menjelaskan
besarnya persentase (%) pengaruh variabel X terhadap variabel Y) sebesar 0,043 artinya pengaruh
variabel X terhadap variabel Y sebesar 4,3% sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variabel yang
lain. Dengan kata lain ada pengaruh kompetensi sosial guru PAI terhadap prestasi belajar siswa
pada mata pelajaran akidah akhlak kelas VII di MTsN Model Makassar sebesar 4,3 %.
Pendahuluan:
Pendidikan sebagai suatu sistem yang mempunyai banyak komponen yang saling berinteraksi,
berkolaborasi, dan berinterdependensi untuk mencapai tujuan pendidikan. Dari pengertian
tersebut, jelas bahwa pendidikan yang dimaksud tidak hanya mencakup pendidikan umum saja
yang hanya menekankan pada IQ (Intelligence Quotient) siswa, akan tetapi pendidikan juga harus
mampu meningkatkan EQ (Emotional Quotient) dan SQ (Spritual Quotient) siswa yaitu melalui
pendidikan agama.1 Madrasah Tsanawiyah Negeri Model Makassar adalah madrasah
percontohan. Predikat ini menuntut agar skill para pengelola dan pendidik lebih diprioritaskan
dalam menyelenggarakan pendidikan. Kepala madrasah selaku pelayan pertama telah
berpartisipasi aktif dengan menggelar berbagai kegiatan pelatihan pengembangan keterampilan
dan bakat kompetensi para gurunya, menganjurkan sertifi kasi, mendelegasikan para guru untuk
mengikuti MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) dan lain sebagainya, demi menemukan
formula pengajaran dan pembinaan yang tetap terjaga mutu dan keunggulannya Realitas yang
terjadi di lapangan, ditemukan bahwa sebahagian besar siswa MTsN Model telah mencapai tingkat
perolehan prestasi yang membanggakan, walau sebahagian kecil siswa masih ada saja yang
memiliki nilai yang belum memuaskan. Demikian juga dengan tingkat kesantunan perilaku siswa
secara global, yang juga telah mencapai predikat sangat baik, meski masih ada saja beberapa siswa
yang kadang kurang dalam kesantunan yang diharapkan.3 Disinilah dituntut sedapat mungkin guru
memberikan pengaruh kepada siswa dengan kompetensi yang dimiliki. Diantara kompetensi
tersebut ialah kompetensi sosial dengan melakukan pendekatan terhadap siswa dan keluarga siswa.
Di dalam kegiatan sekolah, hal yang paling pokok adalah kegiatan belajar mengajar. Tercapai atau
tidaknya suatu tujuan pembelajaran, tergantung bagaimana proses belajar yang dialami oleh
peserta didik.4 Guru dituntut bukan hanya sekedar menyampaikan mata pelajaran sebagai
kewajiban melainkan memberikan pengaruh terhadap perilaku siswa sehingga memberikan
dampak yang positif, nilai yang baik dan perilaku yang baik. Guru sebagai teladan bagi siswa-
siswanya harus memiliki sikap dan kepribadian utuh yang dapat dijadikan tokoh panutan idola
dalam seluruh segi kehidupannya. Karenanya guru harus selalu berusaha memilih dan melakukan
perbuatan yang positif agar dapat mengangkat citra baik dan kewibawaannya, terutama di depan
siswa-siswanya.
Kajian Pustaka:
Metode:
Penelitian ini menggunakan metode penelitian Kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah penelitian
yang berdasarkan pada fi lsafat positivisme, digunakan untuk meneliti populasi atau sampel
tertentu, tekhnik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data
menggunakan instrument penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistic dengan tujuan untuk
menguji hipotesis yang telah ditetapkan.11 Penelitian yang digunakan adalah penelitian regresi.
Penelitian regresi mengacu pada studi yang bertujuan mengungkapkan pengaruh antar variabel
melalui penggunaan statistik regresi linear.12Suharsimi Arikunto juga mengemukakan penelitian
regresi adalah penelitian yang dilakukan oleh peneliti untuk mengetahui pengaruh antara dua
variabel atau lebih tanpa melakukan perubahan, tambahan atau manipulasi terhadap data yang
memang sudah ada.
Pembahasan:
Berdasarkan hasil angket yang diberikan kepada 117 responden di MTsN Model Makassar untuk
mengetahui kompetensi sosial guru PAI di MTsN Model Makassar maka diperoleh data penelitian,
analisis data hasil penelitiannya akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dengan
menggunakan Win. SPSS 21. Dari data yang telah dikemukakan di atas tentang kompetensi sosial
guru PAI di MTsN Model Makassar melalui hasil angket yang menyatakan sebagian besar siswa
berpendapat bahwa guru PAI berada pada kualifi kasi nilai rata-rata sangat baik dengan rentang
nilai 86- 100 dengan jumlah 102 orang peserta didik (87,18%) yang memberikan penilaian, pada
kategori baik dengan rentang nilai 71-85 dengan jumlah 15 orang peserta didik (12,82%) yang
memberikan penilaian. Jadi dapat disimpulkan bahwa kompetensi sosial guru kelas VII sudah
sangat baik.
Dari data yang telah dikemukakan di atas maka dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar siswa
pada mata pelajaran akidah akhlak kelas VII di MTsN Model Makassar berada pada kualifikasi
nilai kategori sangat baik dengan rentang nilai 86-100 dengan jumlah 70 (59,83%) orang peserta
didik, sedangkan pada kategori baik dengan rentang nilai 71-85 dengan jumlah 47 (40,17%) orang
peserta didik.
Pengaruh kompetensi sosial guru PAI terhadap prestasi belajar siswa pada mata pelajaran
akidah akhlak kelas VII di MTsN Model Makassar
Pada tabel terlihat bahwa dalam statistik deskriptif pada kompetensi sosial guru dan prestasi belajar
peserta didik terdapat perbedaan rata-rata diantara keduanya tersebut, dimana nilai rata-rata
kompetensi sosial guru lebih tinggi dibanding dengan prestasi belajar peserta didik dengan selisih
2 (89-87), pada tingkat nilai standar deviasi nilai prestasi belajar peserta didik lebih tinggi dengan
selisih 3,60 (6,44- 2,83), pada tingkat minimum nilai kompetensi sosial guru lebih tinggi dibanding
dengan prestasi belajar peserta didik dengan selisih 6 (82-76), dan pada tingkat maximum nilai
prestasi belajar peserta didik lebih tinggi dengan selisih 7 (100-93).
Daftar Pustaka:
Fiska Ilyasir “Pengaruh Pertemanan Sebaya Terhadap Prestasi Belajar PAI Siswa Kelas XI SMA
Negeri 1 Sewon Bantul Tahun Pelajaran 2013/2014” dalam Literalisasi : Jurnal Ilmu Pendidikan,
Vol. 6, No. 1 Juni 2015.
Khanif Maksum “Penerapan Metode Scramble Untuk Meningatkan Prestasi Belajar SKI Kelas V
MI Al-Iman Sorogenen” dalam Literalisasi : Jurnal Ilmu Pendidikan, Vol. 6, No. 1 Juni 2015.
Muhaimin. 2015. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Raja Grafi ndo
Persada.
Sugiono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung, Alfabeta.
Suharsimi Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta, PT. Rineka
Cipta.
Sulaiman. 2004. Analisa regresi menggunakan SPSS. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Syaiful Sagala. 2013. Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan. Bandung:
Alfabeta.
Agus Wibowo dan Hamrin, Menjadi Guru Berkarakter : Strategi Membangun Kompetensi dan
Karakter Guru, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2012), halaman 124.
Kang Anjum, Kompetensi Sosial Guru, https://ahmadmuhli.wordpress.com/
2012/03/01/kompetensi-sosial-guru/, diakses pada tanggal 29 Oktober 2012 pukul 22.08.
E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 2007),
halaman 173.
Ibid.
Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan, (Bandung: Alfabeta,
2009) hal. 38
Kang Anjum, Kompetensi Sosial Guru, https://ahmadmuhli.wordpress.com/
2012/03/01/kompetensi-sosial-guru/, diakses pada tanggal 29 Oktober 2012 pukul 22.08.
Ibid.
E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru..., hal.176
Sudarwan Danim, Pengembangan Ptofesi Guru: Dari Pra-Jabatan, Induksi, ke Profesional
Madani, (Jakarta: Kencana, 2011), hal. 229
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996), hal. 16
Piet A. Sahertian, Profil Pendidik Profesional, (Yogyakarta: Andi Offset, 1994), hal. 62-63
Piet A. Sahertian, Profil Pendidik Profesional..., hal. 63
Ekal Ghifari, Kompetensi Sosial, http://www.scribd.com/doc/47441892/BAB-2-kompetensi-
sosial, diakses pada tanggal 29 Oktober 2012 pukul 19.16.
E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung:PT Remaja
Rosdakarya, 2007), halaman 174.
Ibid.,
Ibid, halaman 175..
Kompetensi Sosial Guru dalam www.gamadidaktika.com