Tanggung Jawab Dokter Terhadap Keselamatan Pasien Di Kamar Bedah
Tanggung Jawab Dokter Terhadap Keselamatan Pasien Di Kamar Bedah
1. PENDAHULUAN
Saat ini isu penting dan global dalam Pelayanan Kesehatan adalah Keselamatan Pasien
(Patient Safety). Isu ini praktis mulai dibicarakan kembali pada tahun 2000-an, sejak
laporan dan Institute of Medicine (IOM) yang menerbitkan laporan: to err is human,
building a safer health system. Keselamatan pasien adalah suatu disiplin baru dalam
pelayanan kesehatan yang mengutamakan pelaporan, analisis, dan pencegahan medical
error yang sering menimbulkan Kejadian Tak Diharapkan (KTD) dalam pelayanan
kesehatan.
Frekuensi dan besarnya KTD tak diketahui secara pasti sampai era 1990-an, ketika
berbagai Negara melaporkan dalam jumlah yang mengejutkan pasien cedera dan
meninggal dunia akibat medical error. Menyadari akan dampak error pelayanan
kesehatan terhadap 1 dari 10 pasien di seluruh dunia maka World Health Organization
(WHO) menyatakan bahwa perhatian terhadap Keselamatan Pasien sebagai suatu
endemis.
Organisasi kesehatan dunia WHO juga telah menegaskan pentingnya keselamatan dalam
pelayanan kepada pasien: Safety is a fundamental principle of patient care and a critical
component of quality management. (World Alliance for Patient Safety, Forward
Programme WHO, 2004), sehubungan dengan data KTD di Rumah Sakit di berbagai
negara menunjukan angka 3 16% yang tidak kecil.
KKP-RS telah menyusun Panduan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien bagi staf
RS untuk mengimplementasikan Keselamatan Pasien di Rumah Sakit. Di samping itu pula
KARS (Komisi Akreditasi Rumah Sakit) Depkes telah menyusun Standar Keselamatan
Pasien Rumah Sakit yang akan menjadi salah satu Standar Akreditasi Rumah Sakit.
Pada tahun 2011 Kementerian Kesehatan RI mengeluarkan Permenkes 1691 tahun 2011
tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit sebagai pedoman bagi penerapan
Keselamatan Pasien di rumah sakit. Dalam permenkes 1691 tahun 2011 dinyatakan
bahwa rumah sakit dan tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit wajib
melaksanakan program dengan mengacu pada kebijakan nasional Komite Nasional
Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
(1) Setiap rumah sakit wajib membentuk Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit (TKPRS)
yang ditetapkan oleh kepala rumah sakit sebagai pelaksana kegiatan keselamatan
pasien.
(2) TKPRS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada kepala
rumah sakit.
(3) Keanggotaan TKPRS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari manajemen
rumah sakit dan unsur dari profesi kesehatan di rumah sakit.
4. Bekerja sama dengan bagian pendidikan dan pelatihan rumah sakit untuk
melakukan pelatihan internal keselamatan pasien rumah sakit;
Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat
asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal
yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan
belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan
timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil
(Kemenkes RI, 2011).
Risiko adalah peristiwa atau keadaan yang mungkin terjadi yang dapat berpengaruh
negatif terhadap perusahaan. perusahaan. (ERM) Pengaruhnya dapat berdampak
terhadap kondisi :
Sumber Daya (human and capital)
Pelanggan,
Risiko adalah fungsi dari probabilitas (chance, likelihood) dari suatu kejadian yang tidak
diinginkan, dan tingkat keparahan atau besarnya dampak dari kejadian tersebut.
Risiko klinis adalah semua isu yang dapat berdampak terhadap pencapaian
pelayanan pasien yang bermutu tinggi, aman dan efektif.
Risiko non klinis/corporate risk adalah semua issu yang dapat berdampak
terhadap tercapainya tugas pokok dan kewajiban hukum dari rumah sakit
sebagai korporasi.
Financial risks
Other risks
Jika risiko sudah dinilai dengan tepat, maka proses ini akan membantu rumah sakit,
pemilik dan para praktisi untuk menentukan prioritas dan perbaikan dalam pengambilan
keputusan untuk mencapai keseimbangan optimal antara risiko, keuntungan dan biaya.
Memadukan semua risiko ke dalam program penilaian risiko dan risk register
Instrument:
Mapping out proses dan prosedur perawatan atau jalan keliling dan
menanyakan kepada petugas tentang identifikasi risiko pada setiap lokasi.
Penilaian risiko (Risk Assesment) merupakan proses untuk membantu organisasi menilai
tentang luasnya risiko yg dihadapi, kemampuan mengontrol frekuensi dan dampak risiko
risiko. RS harus punya Standard yang berisi Program Risk Assessment tahunan, yakni Risk
Register:
Penilaian risiko Harus dilakukan oleh seluruh staf dan semua pihak yang terlibat
termasuk Pasien dan publik dapat terlibat bila memungkinkan. Area yang dinilai:
Operasional
Finansial
Strategik
Hukum/Regulasi
Teknologi
1. Informasi yang lebih baik sekitar risiko sehingga tingkat dan sifat risiko terhadap
pasien dapat dinilai dengan tepat.
2. Pembelajaran dari area risiko yang satu, dapat disebarkan di area risiko yang
lain.
Standar:
Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana
dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya insiden.
Kriteria:
Standar:
Rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung
jawab pasien dalam asuhan pasien.
Kriteria:
Standar:
Rumah Sakit menjamin keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan dan
menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.
Kriteria:
3.1. Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat pasien
masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan pengobatan, rujukan
dan saat pasien keluar dari rumah sakit
3.4. Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan sehingga
dapat tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman dan efektif.
Standar:
Rumah sakit harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang ada,
memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara
intensif insiden, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta
keselamatan pasien.
Kriteria:
4.1. Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (desain) yang baik,
mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah sakit, kebutuhan pasien, petugas pelayanan
kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan faktor-faktor lain yang
berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien
Rumah Sakit.
4.2. Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja yang antara lain
terkait dengan: pelaporan insiden, akreditasi, manajemen risiko, utilisasi, mutu
pelayanan, keuangan.
4.3. Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif terkait dengan semua
insiden, dan secara proaktif melakukan evaluasi satu proses kasus risiko tinggi.
4.4. Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis
untuk menentukan perubahan sistem yang diperlukan, agar kinerja dan keselamatan
pasien terjamin.
Standar:
1. Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program
keselamatan pasien secara terintegrasi dalam organisasi melalui penerapan
Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit .
Kriteria:
5.1. Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.
5.2. Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program
meminimalkan insiden.
5.3. Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari rumah
sakit terintegrasi dan berpartisipasi dalam program keselamatan pasien.
5.5. Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden
termasuk penyediaan informasi yang benar dan jelas tentang Analisis Akar Masalah
Kejadian Nyaris Cedera (Near miss) dan Kejadian Sentinel pada saat program
keselamatan pasien mulai dilaksanakan.
5.7. Terdapat kolaboratoriumorasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit
dan antar pengelola pelayanan di dalam rumah sakit dengan pendekatan antar disiplin.
5.8. Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan
perbaikan kinerja rumah sakit dan perbaikan keselamatan pasien, termasuk evaluasi
berkala terhadap kecukupan sumber daya tersebut.
Standar:
1. Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk setiap
jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien secara jelas.
Kriteria:
6.1. Setiap rumah sakit harus memiliki program pendidikan, pelatihan dan orientasi
bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasien sesuai dengan tugasnya masing-
masing.
6.2. Setiap rumah sakit harus mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam
setiap kegiatan in-service training dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan
insiden.
6.3. Setiap rumah sakit harus menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok
(teamwork) guna mendukung pendekatan interdisipliner dan kolaboratoriumoratif
dalam rangka melayani pasien.
Standar VII. Komunikasi merupakan kunci bagi staff untuk mencapai keselamatan
pasien
Standar:
Kriteria:
7.2. Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi
manajemen informasi yang ada.
Sasaran Keselamatan Pasien merupakan syarat untuk diterapkan di semua rumah sakit
yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Penyusunan sasaran ini mengacu
kepada Nine Life-Saving Patient Safety Solutions dari WHO Patient Safety (2007) yang
digunakan juga oleh Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit PERSI (KKPRS PERSI), dan
dari Joint Commission International (JCI).
Maksud dari Sasaran Keselamatan Pasien adalah mendorong perbaikan spesifik dalam
keselamatan pasien. Sasaran menyoroti bagian-bagian yang bermasalah dalam
pelayanan kesehatan dan menjelaskan bukti serta solusi dari konsensus berbasis bukti
dan keahlian atas permasalahan ini. Diakui bahwa desain sistem yang baik secara
intrinsik adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu tinggi,
sedapat mungkin sasaran secara umum difokuskan pada solusi-solusi yang menyeluruh.
Kesalahan karena keliru pasien terjadi di hampir semua aspek/tahapan diagnosis dan
pengobatan. Kesalahan identifikasi pasien bisa terjadi pada pasien yang dalam keadaan
terbius/tersedasi, mengalami disorientasi, tidak sadar; bertukar tempat
tidur/kamar/lokasi di rumah sakit, adanya kelainan sensori; atau akibat situasi lain.
Maksud sasaran ini adalah untuk melakukan dua kali pengecekan: pertama
untuk identifikasi pasien sebagai individu yang akan menerima pelayanan atau
pengobatan; dan kedua, untuk kesesuaian pelayanan atau pengobatan terhadap
individu tersebut.
Nomor kamar pasien atau lokasi tidak bisa digunakan untuk identifikasi. Kebijakan
dan/atau prosedur juga menjelaskan penggunaan dua identitas yang berbeda pada
lokasi yang berbeda di rumah sakit, seperti di pelayanan rawat jalan, unit gawat
darurat, atau kamar operasi, termasuk identifikasi pada pasien koma tanpa identitas.
Suatu proses kolaboratoriumoratif digunakan untuk mengembangkan kebijakan
dan/atau prosedur agar dapat memastikan semua kemungkinan situasi dapat
diidentifikasi.
Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang dipahami oleh
pasien, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan peningkatan keselamatan pasien.
Komunikasi dapat berbentuk elektronik, lisan, atau tertulis. Komunikasi yang mudah
terjadi kesalahan kebanyakan terjadi pada saat perintah diberikan secara lisan atau
melalui telpon. Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan yang lain adalah pelaporan
kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti melaporkan hasil laboratorium klinik cito
melalui telpon ke unit pelayanan.
Bila obat-obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan pasien, manajemen harus
berperan secara kritis untuk memastikan keselamatan pasien. Obat-obatan yang perlu
diwaspadai (high-alert medications) adalah obat yang sering menyebabkan terjadi
kesalahan/kesalahan serius (sentinel event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan
dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome) seperti obat-obat yang terlihat mirip
dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike
Sound Alike/LASA).
Obat-obatan yang sering disebutkan dalam issue keselamatan pasien adalah pemberian
elektrolit konsentrat secara tidak sengaja (misalnya, kalium klorida 2meq/ml atau yang
lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0.9%, dan magnesium sulfat
=50% atau lebih pekat-). Kesalahan ini bisa terjadi bila perawat tidak mendapatkan
orientasi dengan baik di unit pelayanan pasien, atau bila perawat kontrak tidak
diorientasikan terlebih dahulu sebelum ditugaskan, atau pada keadaan gawat darurat.
Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau mengeliminasi kejadian tsb adalah
dengan meningkatkan proses pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai termasuk
memindahkan elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien ke farmasi.
Penandaan lokasi operasi perlu melibatkan pasien dan dilakukan atas satu pada tanda
yang dapat dikenali. Tanda itu harus digunakan secara konsisten di rumah sakit dan
harus dibuat oleh operator /orang yang akan melakukan tindakan, dilaksanakan saat
pasien terjaga dan sadar jika memungkinkan, dan harus terlihat sampai saat akan
disayat. Penandaan lokasi operasi ditandai dilakukan pada semua kasus termasuk
sisi (laterality), multipel struktur (jari tangan, jari kaki, lesi), atau multipel level (tulang
belakang).
Tahap Sebelum insisi (Time out) memungkinkan semua pertanyaan atau kekeliruan
diselesaikan. Time out dilakukan di tempat, dimana tindakan akan dilakukan, tepat
sebelum tindakan dimulai, dan melibatkan seluruh tim operasi. Rumah sakit
menetapkan bagaimana proses itu didokumentasikan secara ringkas, misalnya
menggunakan ceklist.
Pokok eliminasi infeksi ini maupun infeksi-infeksi lain adalah cuci tangan (hand hygiene)
yang tepat. Pedoman hand hygiene bisa di baca di kepustakaan WHO, dan berbagai
organisasi nasional dan intemasional.
Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cedera pasien rawat inap. Dalam
konteks populasi/masyarakat yang dilayani, pelayanan yang diberikan, dan fasilitasnya,
rumah sakit perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk
mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi bisa termasuk riwayat jatuh, obat
dan telaah terhadap konsumsi alkohol, gaya jalan dan keseimbangan, serta alat bantu
berjalan yang digunakan oleh pasien. Program tersebut harus diterapkan di rumah sakit.
Mengacu kepada standar keselamatan pasien, maka rumah sakit harus merancang
proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja
melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif insiden, dan melakukan
perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.
Proses perancangan tersebut harus mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah sakit,
kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang
sehat, dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan Tujuh
Langkah Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
Tujuh langkah keselamatan pasien rumah sakit merupakan panduan yang komprehensif
untuk menuju keselamatan pasien, sehingga tujuh langkah tersebut secara menyeluruh
harus dilaksanakan oleh setiap rumah sakit. Dalam pelaksanaan, tujuh langkah tersebut
tidak harus berurutan dan tidak harus serentak. Pilih langkah-langkah yang paling
strategis dan paling mudah dilaksanakan di rumah sakit. Bila langkah-langkah ini berhasil
maka kembangkan langkah-langkah yang belum dilaksanakan. Bila tujuh langkah ini
telah dilaksanakan dengan baik rumah sakit dapat menambah penggunaan metoda-
metoda lainnya.
Uraian Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah sebagai berikut:
Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang menjabarkan apa yang harus dilakukan
staf segera setelah terjadi insiden, bagaimana langkah-langkah pengumpulan fakta harus
dilakukan dan dukungan apa yang harus diberikan kepada staf, pasien dan keluarga.
2) Tumbuhkan budaya pelaporan dan belajar dari insiden yang terjadi di rumah
sakit.
1. Bagi Unit/Tim:
3) Demonstrasikan kepada tim anda ukuran-ukuran yang dipakai di rumah sakit anda
untuk memastikan semua laporan dibuat secara terbuka dan terjadi proses
pembelajaran serta pelaksanaan tindakan/solusi yang tepat.
B. Memimpin Dan Mendukung Staf
Pimpinan melakukan ronde keselamatan pasien (patient safety walk around) secara
rutin, diikuti berbagai unsure terkait. Setiap timbang terima antar shift dilakukan
briefing untuk mengidentifikasi risiko keselamatan pasien dan debriefing untuk
meminitor risiko tersebut.
Membangun komitmen dan fokus yang kuat dan jelas tentang Keselamatan Pasien di
rumah sakit. Pimpinan memilih dan menetapkan champion disetiap unit/bagian sebagai
motor penggerak pelaksanaan program keselamatan pasien di RS.
1) Pastikan ada anggota Direksi atau Pimpinan yang bertanggung jawab atas
Keselamatan Pasien
2) Identifikasi di tiap bagian rumah sakit, orang-orang yang dapat diandalkan untuk
menjadi penggerak dalam gerakan Keselamatan Pasien
4) Masukkan Keselamatan Pasien dalam semua program latihan staf rumah sakit anda
dan pastikan pelatihan ini diikuti dan diukur efektivitasnya.
1. Untuk Unit/Tim:
2) Jelaskan kepada tim anda relevansi dan pentingnya serta manfaat bagi mereka
dengan menjalankan gerakan Keselamatan Pasien
Mengembangkan sistem dan proses pengelolaan risiko, serta lakukan identifikas dan
asesmen hal yang potensial bermasalah.
1) Telaah kembali struktur dan proses yang ada dalam manajemen risiko klinis dan
nonklinis, serta pastikan hal tersebut mencakup dan terintegrasi dengan Keselamatan
Pasien dan staf;
1. Untuk Unit/Tim:
2) Pastikan ada penilaian risiko pada individu pasien dalam proses asesmen risiko
rumah sakit;
Memastikan staf dapat melaporkan kejadian/ insiden, serta rumah sakit mengatur
pelaporan kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
1. Untuk Unit/Tim:
Berikan semangat kepada rekan sekerja anda untuk secara aktif melaporkan setiap
insiden yang terjadi dan insiden yang telah dicegah tetapi tetap terjadi juga, karena
mengandung bahan pelajaran yang penting.
1) Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang secara jelas menjabarkan cara-cara
komunikasi terbuka selama proses asuhan tentang insiden dengan para pasien dan
keluarganya.
2) Pastikan pasien dan keluarga mereka mendapat informasi yang benar dan jelas
bilamana terjadi insiden.
3) Berikan dukungan, pelatihan dan dorongan semangat kepada staf agar selalu
terbuka kepada pasien dan keluarganya.
1. Untuk Unit/Tim:
1) Pastikan tim anda menghargai dan mendukung keterlibatan pasien dan
keluarganya bila telah terjadi insiden
3) Pastikan, segera setelah kejadian, tim menunjukkan empati kepada pasien dan
keluarganya.
Mendorong staf untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan
mengapa kejadian itu timbul.
1) Pastikan staf yang terkait telah terlatih untuk melakukan kajian insiden secara
tepat, yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi penyebab.
1. Untuk Unit/Tim:
2) Identifikasi unit atau bagian lain yang mungkin terkena dampak di masa depan dan
bagilah pengalaman tersebut secara lebih luas.
1) Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem pelaporan,
asesmen risiko, kajian insiden, dan audit serta analisis, untuk menentukan solusi
setempat.
2) Solusi tersebut dapat mencakup penjabaran ulang system (struktur dan proses),
penyesuaian pelatihan staf dan/atau kegiatan klinis, termasuk penggunaan instrumen
yang menjamin keselamatan pasien.
5) Beri umpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang diambil atas insiden
yang dilaporkan.
Untuk Unit/Tim:
1) Libatkan tim anda dalam mengembangkan berbagai cara untuk membuat asuhan
pasien menjadi lebih baik dan lebih aman.
3) Pastikan tim anda menerima umpan balik atas setiap tindak lanjut tentang insiden
yang dilaporkan.
Insiden keselamatan pasien adalah setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang
mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien,
terdiri dari:
3. Kejadian Tidak Cedera, selanjutnya disingkat KTC adalah insiden yang sudah
terpapar ke pasien, tetapi tidak timbul cedera.
4. Kondisi Potensial Cedera, selanjutnya disingkat KPC adalah kondisi yang sangat
berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden.
5. Kejadian sentinel adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera
yang serius.
Laporan Insiden keselamatan pasien Internal adalah pelaporan secara tertulis setiap
kondisi potensial cedera dan insiden yang menimpa pasien, keluarga pengunjung,
maupun karyawan yang terjadi di rumah sakit. Laporan insiden keselamatan pasien
eksternal KKP-RS. Pelaporan secara anonim dan tertulis ke KKP-RS setiap Kondisi
Potensial cedera dan Insiden Keselamatan Pasien yang terjadi pada pasien, dan telah
dilakukan analisa penyebab, rekomendasi dan solusinya.
Pelaporan insiden bertujuan untuk menurunkan insiden dan mengoreksi sistem dalam
rangka meningkatkan keselamatan pasien dan tidak untuk menyalahkan orang (non
blaming). Setiap insiden harus dilaporkan secara internal kepada TKPRS dalam waktu
paling lambat 224 jam sesuai format laporan.
TKPRS melakukan analisis dan memberikan rekomendasi serta solusi atas insiden yang
dilaporkan dan melaporkan hasil kegiatannya kepada kepala rumah sakit. Rumah sakit
harus melaporkan insiden, analisis, rekomendasi dan solusi Kejadian Tidak Diharapkan
(KTD) secara tertulis kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit sesuai
format laporan:
Bagi Rumah Sakit yang telah mempunyai kode rumah sakit untuk melanjutkan ke
form laporan Insiden keselamatan pasien KKP-RS
Bagi Rumah sakit yang belum mempunyai kode rumah sakit diharapkan mengisi
Form data isian RS untuk mendapatkan kode rumah sakit yang dapat digunakan untuk
melanjutkan ke form Laporan Insiden, KKP-RS.
SekretariaT KKPRS PERSI d/a Kantor PERSI : Jl. Boulevard Artha Gading Blok A-7 A No. 28,
Kelapa Gading Jakarta Utara 14240 Telp : (021) 45845303/304 Jakarta.
Sistem pelaporan insiden kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit
harus dijamin keamanannya, bersifat rahasia, anonym (tanpa identitas), tidak mudah
diakses oleh yang tidak berhak. Pelaporan insiden kepada Komite Nasional Keselamatan
Pasien Rumah Sakit mencakup KTD, KNC, dan KTC, dilakukan setelah analisis dan
mendapatkan rekomendasi dan solusi dari TKPRS.
2. Pelaporan Insiden harus aman. Staf tidak boleh dihukum karena melapor
1. Bersifat tidak menghukum: Pelapor bebas dari rasa takut dan pembalasan
dendam atau hukuman sebagai akibat laporannya
3. Independen: sistem pelaporan yang independen bagi pelapor dan organisasi dari
hukuman.
4. Expert analysis: laporan di evaluasi oleh ahli yang menguasai masalah klinis dan
telah terlatih untuk mengenal penyebab system yang utama.
Pengkajian pada keselamatan pasien secara garis besar dibagi kepada struktur,
lingkungan, peralatan dan teknologi, proses, orang dan budaya.
1. Struktur
Kebijakan dan prosedur organisasi: Cek telah terdapat kebijakan dan prosedur tetap
yang telah dibuat dengan mempertimbangkan keselamatan pasien.
Fasilitas: Apakah fasilitas dibangun untuk meningkatkan keamanan ?
Persediaan: Apakah hal-hal yang dibutuhkan sudah tersedia seperti persediaan di
ruang emergency, ruang ICU
2. Lingkungan
Pencahayaan dan permukaan: berkontribusi terhadap pasien jatuh atau cedera
Temperature: pengkondisian temperature dibutuhkan dibeberapa ruangan seperti
ruang operasi, hal ini diperlukan misalnya pada saat operasi bedah tulang suhu ruangan
akan berpengaruh terhadap cepatnya pengerasan dari semen
Kebisingan: lingkungan yang bising dapat menjadi distraksi saat perawat sedang
memberikan pengobatan dan tidak terdengarnya sinyal alarm dari perubahan kondisi
pasien
Ergonomic dan fungsional: ergonomic berpengaruh terhadap penampilan seperti
teknik memindahkan pasien, jika terjadi kesalahan dapat menimbulkan pasien jatuh
atau cedera. Selain itu penempatan material di ruangan apakah sudah disesuaikan
dengan fungsinya seperti pengaturan tempat tidur, jenis, penempatan alat sudah
mencerminkan keselamatan pasien.
3. Peralatan dan teknologi
Fungsional: perawat harus mengidentifikasi penggunaan alat dan desain dari alat.
Perkembangan kecanggihan alat sangat cepat sehingga diperlukan pelatihan untuk
mengoperasikan alat secara tepat dan benar.
Keamanan: Alat-alat yang digunakan juga harus didesain penggunaannya dapat
meningkatkan keselamatan pasien.
4. Proses
Desain kerja: Desain proses yang tidak dilandasi riset yang adekuat dan kurangnya
penjelasan dapat berdampak terhadap tidak konsisten perlakuan pada setiap orang hal
ini akan berdampak terhadap kesalahan. Untuk mencegah hal tersebut harus dilakukan
research based practice yang diimplementasikan.
Karakteristik risiko tinggi: melakukan tindakan keperawatan yang terus-menerus saat
praktek akan menimbulkan kelemahan, dan penurunan daya ingat hal ini dapat menjadi
risiko tinggi terjadinya kesalahan atau lupa oleh karena itu perlu dibuat suatu system
pengingat untuk mengurangi kesalahan
Waktu: waktu sangat berdampak pada keselamatan pasien hal ini lebih mudah
tergambar ada pasien yang memerlukan resusitasi, yang dilanjutkan oleh beberapa
tindakan seperti pemberian obat dan cairan, intubasi dan defibrilasi dan pada pasien-
pasien emergency oleh karena itu pada saat-saat tertentu waktu dapat menentukan
apakah pasien selamat atau tidak.
Perubahan jadual dinas perawat juga berdampak terhadap keselamatan pasien karena
perawat sering tidak siap untuk melakukan aktivitas secara baik dan menyeluruh.
Waktu juga sangat berpengaruh pada saat pasien harus dilakukan tindakan diagnostic
atau ketepatan pengaturan pemberian obat seperti pada pemberian antibiotic atau
tromblolitik, keterlambatan akan mempengaruhi terhadapap diagnosis dan pengobatan.
Efisiensi: keterlambatan diagnosis atau pengobatan akan memperpanjang waktu
perawatan tentunya akan meningkatkan pembiayaan yang harus di tanggung oleh
pasien.
5. Orang
Sikap dan motivasi: sikap dan motivasi sangat berdampak kepada kinerja seseorang.
Sikap dan motivasi yang negative akan menimbulkan kesalahan-kesalahan.
Kesehatan fisik: kelelahan, sakit dan kurang tidur akan berdampak kepada kinerja
dengan menurunnya kewaspadaan dan waktu bereaksi seseorang.
Kesehatan mental dan emosional: hal ini berpengaruh terhadap perhatian akan
kebutuhan dan masalah pasien. tanpa perhatian yang penuh akan terjadi kesalahan
kesalahan dalam bertindak.
Faktor interaksi manusia dengan teknologi dan lingkungan: perawat memerlukan
pendidikan atau pelatihan saat dihadapkan kepada penggunaan alat-alat kesehatan
dengan teknologi baru dan perawatan penyakit-penyakit yang sebelumnya belum tren
seperti perawatan flu babi (swine flu).
Faktor kognitif, komunikasi dan interpretasi: kognitif sangat berpengaruh terhadap
pemahaman kenapa terjadinya kesalahan (error). Kognitif seseorang sangat
berpengaruh terhadap bagaimana cara membuat keputusan, pemecahan masalah baru
mengkomunikasikan hal-hal yang baru.
6. Budaya
Faktor budaya sangat bepengaruh besar terhadap pemahaman kesalahan dan
keselamatan pasien.
Pilosofi tentang keamanan: keselamatan pasien tergantung kepada pilosofi dan nilai
yang dibuat oleh para pimpinanan pelayanan kesehatan
Jalur komunikasi: jalur komunikasi perlu dibuat sehingga ketika terjadi kesalahan dapat
segera terlaporkan kepada pimpinan (siapa yang berhak melapor dan siapa yang
menerima laporan).
Budaya melaporkan, terkadang untuk melaporkan suatu kesalahan mendapat
hambatan karena terbentuknya budaya blaming. Budaya menyalahkan (Blaming)
merupakan phenomena yang universal. Budaya tersebut harus dikikis dengan membuat
protap jalur komunikasi yang jelas.
Staff-kelebihan beban kerja, jam dan kebijakan personal. Faktor lainnya yang penting
adalah system kepemimpinan dan budaya dalam merencanakan staf, membuat
kebijakan dan mengantur personal termasuk jam kerja, beban kerja, manajemen
kelelahan, stress dan sakit
1. Pasien masuk rumah sakit melakukan pendaftaran/ admisi pada instalasi rawat
jalan (poliklinik) atau pada instalasi gawat darurat apabila pasien dalam kondisi
gawat darurat yang membutuhkan pertolongan medis segera/ cito.
2. Pasien yang mendaftar pada instalasi rawat jalan akan diberikan pelayanan
medis pada klinik-klinik tertentu sesuai dengan penyakit/ kondisi pasien.
Pasien dengan kondisi harus didiagnosa lebih mendetail akan dirujuk ke instalasi
radiologi dan atau laboratorium. Setelah mendapatkan hasil foto radiologi dan
atau laboratorium, pasien mendaftar kembali ke instalasi rawat jalan sebagai
pasien lama.
Selanjutnya apabila harus dirawat inap akan dikirim ke ruang rawat inap.
Selanjutnya akan didiagnosa lebih mendetail ke instalasi radiologi dan atau
laboratorium. Kemudian jika pasien harus ditindak bedah, maka pasien akan
dijadwalkan ke ruang bedah. Pasca bedah, untuk pasien yang kondisinya belum
stabil akan dikirim ke ruang Perawatan Intensif, pasien yang kondisinya stabil
akan dikirim ke ruang rawat inap. Selanjutnya pasien meninggal akan dikirim ke
instalasi pemulasaraan jenazah. Setelah pasien sehat dapat pulang
1. Pasien melalui instalasi gawat darurat akan diberikan pelayanan medis sesuai
dengan kondisi kegawat daruratan pasien.
RS mempunyai program orientasi yang memuat topik keselamatan pasien bagi staf yang
baru masuk/pindahan/mahasiswa. Staf yang bertugas di unit khusus (ICU, ICCU, IGD, HD,
NICU, PICU, OK) harusmendapat pelatihan keselamatan pasien.
11. Penutup
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 2008, Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety), 2
edn, Bakti Husada, Jakarta.
_____. 2008, Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP) (Patient Safety
Incident Report), 2 edn, Bakti Husada, Jakarta.
IOM, 2000. To Err Is Human: Building a Safer Health System
http://www.nap.edu/catalog/9728.html
Millar, J, et al 2004, Selecting Indicators for Patient Safety at the Health Systems Level in
OECD Countries. DELSA/ELSA/WD/HTP, Paris, OECD Health Technical Paper.
https://ansharbonassilfa.wordpress.com/2013/09/03/identifikasi-resiko-keselamatan-
pasien-patient-safety-di-rumah-sakit/