Bab I Pendahuluan
Bab I Pendahuluan
PENDAHULUAN
1
memang sudah pantas atau mampu untuk dikawini atau tidak. Terkadang dokter
membutuhkan suatu pemeriksaan penunjang yang ada sangkut pautnya dengan
barang bukti medik yang ditemukan (Kusuma, 2012).
Ada banyak metode pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan oleh
dokter dalam membuktikan suatu kasus persetubuhan, seperti pemeriksaan
spermatozoa, air mani, pemeriksaan penyakit kelamin, pemeriksaan kehamilan,
dan pemeriksaan bahan lain yang dapat dipakai sebagai petunjuk. Berdasarkan
uraian latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk mengajukan judul referat
Pemeriksaan Laboratorium pada Kasus Persetubuhan
1.2 Permasalahan
Berdasarkan uraian di atas maka didapatkan permasalahan : Bagaimana cara
pemeriksaan laboratorium untuk membuktikan kasus persetubuhan?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Mengetahui dan memahami cara pemeriksaan laboratorium untuk
membuktikan kasus persetubuhan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Memahami dan mengetahui tanda-tanda persetubuhan.
2. Memahami dan mengetahui cara pemeriksaan adanya spermatozoa.
3. Memahami dan mengetahui cara pemeriksaan air mani (semen)
1.4 Manfaat
Melalui penulisan referat ini diharapkan dapat memberikan manfaat
kepada:
a. Dokter muda: memberikan pengetahuan tentang cara pemeriksaan
laboratorium pada kasus persetubuhan.
b. Dokter umum: memberikan pengetahuan tentang cara pemeriksaan
laboratorium pada kasus persetubuhan sehingga diharapkan dapat
menerapkan dalam praktek sehari-hari.
c. Poliai: memberikan wawasan tentang cara pembuktian kasus persetubuhan
dari segi medis.
d. Masyarakat:
2
- Meningkatkan wawasan tentang persetubuhan, sehingga dapat
meningkatkan kewaspadaan kasus persetubuhan yang melanggar hukum.
- Memberikan wawasan kepada korban kasus persetubuhan yang melanggar
hukum bahwa hal tersebut dapat dibuktikan melalui pemeriksaa
laboratorium.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kejahatan merupakan perilaku
yang bertentangan dengan nilai dan norma yang berlaku yang telah disahkan oleh
hukum tertulis. Seksual adalah (1) Berkenaan dengan seks (jenis kelamin). (2)
Berkenaan perkara persetubuhan antara laki-laki dan perempuan. Jadi kejahatan
seksual adalah perilaku yang bertentangan dengan hukum-hukum yang mengatur
mengenai seksualitas.
Definisi lain dari kejahatan seksual adalah semua tindakan seksual,
percobaan tindakan seksual, komentar yang tidak diinginkan, perdagangan seks,
dengan menggunakan paksaan, ancaman, paksaan fisik oleh siapapun saja tanpa
memandang hubungan dengan korban, dalam situasi apa saja, tidak terbatas pada
rumah dan pekerjaan.
Kejahatan seksual dapat dikelompokkan sebagai berikut:
Kejahatan Seksual
Selingkuh Perbuatan
Cabul
Senggama dengan
wanita tidak berdaya
Senggama dengan
wanita di bawah
umur
Incest
Perkosaan
4
senggama legal (tidak melanggar hukum) adalah dilakukan dengan prinsip-prinsip
sebagai berikut:
Ada izin dari wanita yang disetubuhi
Wanita tersebut sudah cukup umur, sehat akalnya, tidak sedang dalam keadaan
terikat perkawinan dengan lelaki lain dan bukan anggota keluarga dekat.
Kejahatan seksual kategori senggama dalam hukum dapat didefinisikan
sebagai berikut:
a. Selingkuh
Dalam kamus besar bahasa indonesia, selingkuh adalah (1) tidak berterus
terang. (2) tidak jujur atau serong. (3) suka menyembunyikan sesuatu. (4)
korup atau menggelapkan uang. (5) memudah-mudahkan perceraian. Syarat
disebut selingkuh adalah baik wanita atau pria tersebut sudah terikat dalam
hubungan pernikahan, tetapi melakukan senggama dengan orang lain yang
bukan merupakan pasangan suami atau istrinya.
Pada KUHPidana pasal 284 ayat (1) menentukan bahwa perzinahan
dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan bulan:
1) a. Seorang laki-laki yang telah kawin yang melakukan perzinahan, sedang
diketahuinya bahwa pasal 27 Burgerlijk Wetboek berlaku baginya;
b. Seorang wanita yang telah kawin yang melakukan perzinahan.
2) a. seorang laki-laki yang turut serta melakukan perbuatan tersebut, sedang
diketahuinya bahwa orang yang turut bersalah telah kawin;
b. Seorang wanita yang belum kawin yang turut serta melakukan perbuatan
tersebut, sedang diketahuinya bahwa orang turut bersalah telah kawin
dan pasal 27 Burgerlijk Wetboek berlaku baginya.
b. Senggama dengan wanita tidak berdaya
Wanita tidak berdaya yang dimaksudkan di sini adalah adalah wanita yang
pingsan, memiliki kecacatan mental, atau gangguan jiwa, atau dibuat tidak
berdaya dengan cara dibius. Pada KUHP pasal 286, tertulis bahwa barang
siapa bersetubuh dengan wanita di luar perkawinan, padahal diketahui bahwa
wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, diancam dengan pidana
penjara paling lama 9 tahun.
5
c. Senggama dengan wanita di bawah umur
Terdapat tiga batasan umur mengenai senggama dengan wanita di bawah
umur, yaitu:
Kurang dari usia 12 tahun: apapun alasannya dalam melakukan senggama,
merupakan tindakan pidana.
Usia 12-15 tahun: boleh melakukan senggama asal kedua orang tua
menyetujuinya.
Lebih dari usia 15 tahun: orang tua sudah tidak memiliki kewenangan,
anak sudah dianggap mampu memberikan consent.
Batasan umur tersebut berdasarkan atas KUHP pasal 287 ayat 1, yang
berbunyi barang siapa bersetubuh dengan wanita di luar perkawinan, padahal
diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum 15
tahun, atau kalau umurnya tidak jelas, bahwa belum waktunya untuk dikawin,
diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Wanita yang belum genap 15 tahun, secara hukum belum diperbolehkan
memberikan ijin (consent) sendiri, jadi wanita tersebut masih dianggap di
bawah asuhan dari orang tuanya. Hal ini disebabkan karena wanita tersebut
dinilai belum mampu memahami segala risiko yang timbul dari perbuatan
senggama.
Pada KUHP pasal 287 ayat 2, dijelaskan lebih lanjut apabila wanita
tersebut berumur kurang dari 12 tahun, tidak perlu menunggu adanya aduan
agar bisa dikatakan tindak pidana, sedangkan apabila berumur lebih dari 12
tahun diperlukan adanya aduan untuk dapat memprosesnya.
d. Incest
Incest merupakan senggama yang dilakukan oleh pasangan yang memiliki
ikatan keluarga atau kekerabatan yang dekat, biasanya antara ayah dengan
anak perempuannya, ibu dengan anak laki-lakinya, atau antar sesama saudara
kandung atau saudara tiri.
Dalam pasal 294 ayat (1) KUHPidana, menurut terjemahan Tim
Penerjemah Badan Pembinaan Hukum Nasional, ditentukan bahwa
barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak tirinya, anak
6
angkatnya, anak di bawah pengawasannya yang belum dewasa, atau dengan
orang yang belum dewasa yang pemeliharannya, pendidikan atau penjagannya
diserahkan kepadanya ataupun dengan bujangnya atau bawahannya yang
belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
e. Perkosaan
Dalam pasal 285 KUHP, ditentukan bahwa barangsiapa dengan kekerasan
atau ancama kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar
perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara
paling lama dua belas tahun.
Kejahatan seksual yang dimasukkan ke dalam kategori non senggama
adalah perbuatan cabul, dimana cabul adalah sesuatu yang melanggar
kesusilaan yang dilakukan dengan perbuatan-perbuatan. Perbuatan cabul
merupakan salah satu bentuk kejahatan terhadapa kesusilaan yang diatur dalam
bab XIV Buku ke dua KUHP tentang kejahatan kesusilaan. Pengertian
perbuatan cabul adalah segala perbuatan yang melanggar kesusilaan atau
perbuatan keji, yang semuanya itu dalam lingkungan nafsu birahi kelamin
misalnya mencium, meraba-raba anggota kemaluan, meraba-raba buah dada.
Pencabulan diatur dalam Pasal 289 sampai Pasal 294 KUHPidana. Menurut
Pasal 289, barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa
orang lain untuk melakukan tindakan-tindakan melanggar kesusilaan atau
membiarkan orang lain untuk melakukan tindakan-tindakan melanggar
kesusilaan, karma salahnya telah melakukan perbuatan merusak kesusilaan,
dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 tahun.
Pemerkosaan adalah jenis kekerasan seksual biasanya melibatkan
hubungan seksual, yang diprakarsai oleh satu orang atau lebih terhadap orang
lain tanpa persetujuan yang bersangkutan. Seseorang yang melakukan
perbuatan pemerkosaan dikenal sebagai pemerkosa. Tindakan itu dapat
dilakukan dengan kekuatan fisik, pemaksaan, penyalahgunaan wewenang atau
dengan orang yang tidak mampu persetujuan yang valid. Korban perkosaan
dapat mengalami trauma akibat serangan itu dan mungkin mengalami
kesulitan berfungsi serta mereka telah digunakan untuk sebelum serangan,
7
dengan gangguan konsentrasi, pola tidur dan kebiasaan makan (Bureau of
Justice, 2014).
2.1.2 Epidemiologi
Sepanjang tahun 1998 hingga 2011 ini, Komisi Nasional Anti Kekerasan
terhadap Perempuan mencatat terdapat 400.939 kekerasan terhadap perempuan
yang dilaporkan. Dari jumlah itu, 93.960 kasus di antaranya merupakan kekerasan
seksual, dengan perkosaan menempati jumlahterbanyak, 4.845 kasus. Komnas
Perempuan mencatat, dari 93.960 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan,
hanya 8.784 kasus yang datanya terpilah. Sisanya adalah gabungan dari kasus
perkosaan, pelecehan seksual, dan eksploitasi seksual. Sementaradari 8.784 kasus
kekerasan seksual yang datanya telah terpilah, perkosaan menempati urutan
pertama (4.845), berikutnya perdagangan perempuan untuk tujuan seksual
(1.359), pelecehan seksual (1.049), dan penyiksaan seksual (672). Sisanya antara
lain berupa eksploitasiseksual, perbudakan seksual, hingga pemaksaan
perkawinan.
Menurut Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas
Perempuan) sejak tahun 1998 hingga 2010 hampir sepertiga kasus kekerasan
terhadap perempuan adalah kasus kekerasan seksual, atau tercatat 91.311 kasus
kekerasan seksual dari 295.836 total kasus kekerasan terhadap perempuan. Selama
2010 tercatat 1.751 korban kekerasan seksual. Pasien-pasien yang 8orens ke
bagian gawat darurat sesudah kekerasan seksual memberikan tantangan khusus
bagi dokter yang menanganinya. Pasien mungkin malu atau tidak ingin mengingat
kembali riwayat peristiwa yang dialami, ketepatan waktu dalam mengumpulkan
data riwayat peristiwa sangat penting untuk penanganan tepat waktu dan
dokumentasi 8orensic.
Perkosaan merupakan suatu peristiwa yang sulit dibuktikan walaupun pada
kasus tersebut telah dilakukan pemeriksaan dan pengumpulan barang bukti yang
lengkap. Pasal 285 tentang pemerkosaan berbunyi : Barang siapa dengan
kekerasan atau dengan ancaman kekerasan memaksa orang perempuan di luar
perkawinan bersetubuh dengan dia karena salahnya perkosaan, dihukum dengan
8
hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun. Jadi harus dibuktikan terlebih
dahulu adanya suatu persetubuhan. Bila persetubuhan tidak 9ore dibuktikan, maka
janggal bila dikatakan suatu perkosaan. Suatu pembuktian yang jelas bahwa telah
terjadi suatu persetubuhan secara medis adalah mendapatkan sperma laki-laki di
liang senggama wanita yang dimaksud. Beberapa hal yang perlu diketahui adalah
bahwa: (a) sperma hidup dapat bertahan selama 3x24 jam dalam rongga rahim; (b)
sperma mati dapat bertahan selama 7x24 jam dalam rongga rahim. Dapat
dibayangkan adanya kesulitan bila terjadi suatu overspel, maksudnya antara
persetubuhan yang diduga dan waktu pemeriksaan terdapat lagi persetubuhan
dengan suaminya sendiri, sehingga sperma yang ditemukan tidak diketahui milik
siapa. Dalam kasus-kasus seperti ini, ilmu 9orensic dapat digunakan untuk
mengungkap pelaku kejahatan seksual (Amelia Kalangit et al 2010).
9
Decline in rape rate since 1993 60 %
Percent of rapes that are never reported to authorities 60 %
Percent of college rapes that are never reported to authorities 95 %
Percent of rapes where both victim and perpetrator had been 47 %
drinking
College Rape Statistics Percent
The following is from a study of 6,000 college students on 32 college
campuses nationwide in 1987
Percent of women who reported being raped 15 %
Percent of women who reported an attempted rape 12 %
The following is from a CDC study of 5,000 women on 138 college campuses in
1995
Percent who reported being raped 20 %
Rape Perpetrator Statistics Percent
Percent of victims raped by a friend or acquaintance 38 %
Percent raped by "an intimate" 28 %
Percent raped by a stranger 26 %
Percent raped by a relative 7%
Rape Location Statistics Percent
Perpetrators home 30.9 %
Victims home 26.6 %
Perpetrator and victims shared home 10.1 %
At a party 7.2 %
In a vehicle 7.2 %
Outdoors 3.6 %
In a bar 2.2 %
Countries With Highest Rape Rates Rate /
100,000
Lesotho 91.6
Trinidad and Tobago 58.4
Sweden 53.2
Korea 33.7
New Zealand 30.9
United States 28.6
Belgium 26.3
Zimbabwe 25.6
United Kingdom 23.2
Countries With Lowest Rape Rates Rate /
100,000
Egypt 0.1
Azerbaijan 0.3
Armenia 0.6
Syrian Arab Republic 0.7
Turkey 1.4
10
Sierra Leone 1.4
Canada 1.5
Ukraine 1.9
Kenya 1.9
Belarus 2.5
11
Adanya robekan pada selaput dara hanya menunjukkan adanya benda
padat/kenyal yang masuk (bukan merupakan tanda pasti persetubuhan). Jika
zakar masuk seluruhnya & keadaan selaput dara masih cukup baik, pada
pemeriksaan diharapkan adanya robekan pada selaput dara. Jika elastis,
tentu tidak akan ada robekan.
Adanya pancaran air mani (ejakulasi) di dalam vagina merupakan
tanda pasti adanya persetubuhan. Pada orang mandul, jumlah spermanya
sedikit sekali (aspermia), sehingga pemeriksaan ditujukan adanya zat-zat
tertentu dalam air mani seperti asam fosfatase, spermin dan kholin. Namun
nilai persetubuhan lebih rendah karena tidak mempunyai nilai deskriptif
yang mutlak atau tidak khas.
1. Sperma masih dapat ditemukan dalam keadaan bergerak dalam vagina 4-
5 jam setelah persetubuhan.
2. Pada orang yang masih hidup, sperma masih dapat ditemukan (tidak
bergerak) sampai sekitar 24-36 jam setelah persetubuhan, sedangkan
pada orang mati sperma masih dapat ditemukan dalam vagina paling
lama 7-8 hari setelah persetubuhan.
3. Pada laki-laki yang sehat, air mani yang keluar setiap ejakulasi sebanyak
2-5 ml, yang mengandung sekitar 60 juta sperma setiap mililiter dan 90%
bergerak (motile)
4. Untuk mencari bercak air mani yang mungkin tercecer di TKP, misalnya
pada sprei atau kain maka barang-barang tersebut disinari dengan cahaya
ultraviolet dan akan terlihat berfluoresensi putih, kemudian dikirim ke
laboratorium.
5. Jika pelaku kekerasan segera tertangkap setelah kejadian, kepala zakar
harus diperiksa, yaitu untuk mencari sel epitel vagina yang melekat pada
zakar. Ini dikerjakan dengan menempelkan gelas objek pada gland penis
(tepatnya sekeliling korona glandis) dan segera dikirim untuk
mikroskopis.
6. Robekan baru pada selaput dara dapat diketahui jika pada daerah robekan
tersebut masih terlihat darah atau hiperemi/kemerahan. Letak robekan
12
selaput dara pada persetubuhan umumnya di bagian belakang (comisura
posterior), letak robekan dinyatakan sesuai menurut angka pada jam.
Robekan lama diketahui jika robekan tersebut sampai ke dasar (insertio)
dari selaput dara.
7. VeR yang baik harus mencakup keempat hal tersebut di atas (fungsi
penyelidikan), dengan disertai perkiraan waktu terjadinya persetubuhan.
hal ini dapat diketahui dari keadaan sperma serta dari keadaan normal
luka (penyembuhan luka) pada selaput dara, yang pada keadaan normal
akan sembuh dalam 7-10 hari.
2. Menentukan adanya tanda-tanda kekerasan
Kekerasan tidak selamanya meninggalkan bekas/luka, tergantung dari
penampang benda, daerah yang terkena kekerasan, serta kekuatan dari
kekerasan itu sendiri. Tindakan membius juga termasuk kekerasan, maka
perlu dicari juga adanya racun dan gejala akibat obat bius/racun pada
korban.
Adanya luka berarti adanya kekerasan, namun tidak ada luka bukan berarti
tidak ada kekerasan. Faktor waktu sangat berperan. Dengan berlalunya
waktu, luka dapat sembuh atau tidak ditemukan, racun/obat bius telah
dikeluarkan dari tubuh. faktor waktu penting dalam menemukan sperma.
3. Memperkirakan umur
Tidak ada satu metode tepat untuk menentukan umur, meskipun
pemeriksaannya memerlukan berbagai sarana seperti alat rontgen untuk
memeriksa pertumbuhan tulang dan gigi. Perkiraan umur digunakan untuk
menentukan apakah seseorang tersebut sudah dewasa (> 21 tahun)
khususnya pada homoseksual/lesbian serta pada kasus pelaku kekerasan.
Sedangkan pada kasus korban perkosaan perkiraan umur tidak diperlukan.
4. Menentukan pantas tidaknya korban buat dikawin
Secara biologis jika persetubuhan bertujuan untuk mendapatkan keturunan,
pengertian pantas/tidaknya buat kawin tergantung dari: apakah korban telah
siap dibuahi yang artinya telah menstruasi, namun untuk bukti hal ini
korban perlu diisolir untuk waktu cukup lama. Bila dilihat Undang-Undang
13
Perkawinan, yaitu pada Bab II pada pasal 7 ayat 1 berbunyi : perkawinan
hanya diizinkan jika pria sudah mencapai 19 tahun dan wanita sudah
mencapai 16 tahun. Namun terbentur lagi pada masalah penentuan umur
yang sulit diketahui kepastiannya.
14
alat kelaminnya. Benda tersebut disita untuk kemudian diperiksa di
laboratorium.
- Benda-benda lain yang dibuang atau tertinggal di tempat kejadian seperti
puntong rokok, kotak rokok, korek api, rambut kepala, sidik jari dan lain-lain
harus diperiksa, karena benda-benda tersebut bisa memperkuat bukti.
15
5. Mencari adanya spermatozoa
6. Mencari akibat dari persetubuhan
Pemeriksan medis untuk korban persetubuhan pada umumnya dilakukan secara
berurutan yaitu sebagai berikut :
- Anamnesa
- Pemeriksaan fisik
- Laboratorium
Anamnesa
Anamnesa merupakan yang tidak dilihat dan tidak ditemukan oleh dokter,
jadi bukan hasil pemeriksaan obyektif. Oleh karena itu, anamnesa tidak
dimasukkan dalam visum et repertum. Anamnesa dibuat terpisah dan dilampirkan
pada visum et repertum di bawah kalimat keterangan yang diperoleh dari
korban. Pada anamnesa untuk korban perkosaan ditujukan untuk :
1. Mencari keterangan tentang diri korban :
a. Nama, umur, alamat, dan pekerjaan korban
b. Status perkawinan korban
c. Persetubuhan yang pernah dialami korban sebelum terjadi peristiwa
perkosaan ini
d. Tanggal menstruasi terakhir
e. Kehamilan, riwayat persalinan atau keguguran
f. Penyakit dan operasi yang pernah dialami korban
g. Kebiasaan korban terhadap alcohol atau obat-obatan
2. Mencari keterangan tentang peristiwa perkosaan :
a. Tanggal, jam, dan tempat terjadinya
b. Keadaan korban saat sebelum kejadian
c. Posisi korban pada waktu kejadian
d. Persetubuhan yang dilakukan si pelaku terhadap korban
e. Cara perlawanan korban
f. Hal-hal yang diperbuat korban setelah mengalami perkosaan
16
g. Pelaporan peristiwa perkosaan kepada polisi oleh siapa, kapan, dimana,
serta hubungan si pelapor dengan korban
Pemeriksaan Fisik
Dalam pemeriksaan ini dokter diharapkan untuk melaksanakan
pemeriksaan secara teliti guna mendapatkan data-data seobyektif mungkin
sehingga mendapatkan suatu kesimpulan yang akurat. Sehingga diharapkan
adanya kerja sama yang baik antara dokter dan penyidik.
Pemeriksaan fisik pada korban berbagai kejahatan seksual kurang lebih
sama. Dalam pemeriksaan fisik meliputi pencarian adanya tanda kekerasan dan
tanda persetubuhan/pergumulan. Tanda-tanda atau kelaianan yang ada pada tubuh
korban perlu dicatat serapi-rapinya, apa yang tidak dicatat dlam status klinik
berarti tidak pernah diperiksa atau dikerjakan. Pemeriksaan fisik korban terdiri
dari :
1. Pemeriksaan baju korban
Pada pemeriksaan baju korban diperhatikan apakah :
- Ada yang hilang
- Ada robekan-robekan
- Ada kancing yang hilang
- Ada bekas-bekas tanah, pasir, lumpur, bahan lain
- Ada noda darah
- Ada noda sperma
2. Pemeriksaan tubuh korban dibagi atas :
a. Pemeriksaan tubuh korban secara umum
Setiap korban perkosan mutlak diperlukan pemeriksaan yang teliti
guna menemukan beberapa hal yang menjadi unsur tindak pidana tersebut
yaitu unsur-unsur persetubuhan dan kekerasan.
Berdasarkan bukti-bukti medic yang ditemukan akan dapat
disimpulkan kebenaran terjadinya senggama. Hanya saja, apakah senggama
dilakukan dengan paksaan atau tidak. Sangat mustahil dokter dapat
menyimpulkannya sebab bukti medik antara senggama dengan paksa dan
17
tidak dengan paksa tidak ada bedanya. Bukti-bukti medik juga dapat
digunakan untuk menyimpulkan adanya kekerasan. Yang tidak dapat
dibuktikan adalah ancaman kekerasan sebab pada ancaman kekerasan tidak
ditemukan bukti-bukti medik.
Bagaimana keadaan tingkah laku korban misalnya gelisah, depresi,
hysteri, sedih dan apakah ada tanda bekas minum alcohol, obat bius, dan
obat tidur.
Tanda-tanda kekerasan
Sebenarnya yang dimaksud dengan kekerasan adalah tindakan pelaku yang
bersifat fisik dan dilakukan dalam rangka memaksa korban agar dapt disetubuhi.
Kekerasan tersebut dimaksud untuk menimbulkan ketakutan atau untuk
melemahkan daya lawan korban.
Pada pemeriksaan dicari tanda-tanda bekas kekerasan pada tubuh korban
berupa goresan, garukan, gigitan, serta luka lecet maupun luka memar dan ini
dicari pada :
- Daerah sekitar mulut sewaktu korban dibungkam
- Daerah sekitar leher sewaktu korban dicekik
- Pergelangan tangan, lengan, sewaktu korban disergap
- Payudara sewaktu digigit atau diremas-remas
- Sebelah dalam paha sewaktu korban dipaksa membuka kedua tungkainya
- Punggung sewaktu korban dipaksa tidur di tanah
Diperiksa juga tekanan darah, jantung, paru, abdomen, reflek-reflek serta
pupil mata. Pemeriksaan rectum dan kavum oris juga perlu untuk mengetahui
apakah korban setelah diperkosa masih dilanjutkan dengan perbuatan seperti
coitus peranum atau fatalis untuk benar-benar memuaskan hasrat seksnya
mengingat korban sudah tidak berdaya sama sekali.
Dalam hal pembuktian adanya kekerasan bahwa tidak selamanya kekerasan
ini menimbulkan bekas yang berbentuk luka. Dengan demikian tidak
ditemukannya luka tidak berarti bahwa pada korban tidak terjadi kekerasan.
18
Tindakan pembiusan dikategorikan sebagai kekerasan maka dengan
sendirinya diperlukan pemeriksaan untuk menentukan ada tidaknya obat-obat atau
racun yang kiranya membuat korban pingsan. Sehingga dalam setiap tindakan
kejahatan seksual pemeriksaan toksikologi menjadi prosedur rutin dikerjakan.
19
Tabel 2.2 Macam-Macam Bentuk Hymen
Bentuk Hymen Keterangan Bentuk Hymen Keterangan
Hymen Hymen
anular cribriform yang
dimana jarang,
lubang dikarakteristikkan
hymen oleh beberapa
berbentuk lubang kecil.
cincin. Ketika
hymen mulai
robek (akibat
hubungan
seksual atau
aktivitas
lain), maka
lubang
tersebut tidak
berbentuk
cincin lagi.
Hymen Hymen
crescentic denticular yang
atau lunar jarang, berbentuk
berbentuk seperti satu set
bulan sabit. gigi yang
mengelilingi
lubang vagina.
Hymen Hymen fimbria
seorang yang jarang,
wanita yang berbentuk
pernah ireguler,
melakukan mengelilingi
hubungan lubang vagina.
20
seksual atau
masturbasi
beberapa kali
Hymen Hymen labialis
seorang yang terlihat
wanita yang seperti bibir
hanya pernah vulva.
melakukan
aktivitas
seksual
sedikit atau
pernah
kemasukan
benda.
Vulva dari Hymen
seorang mikroperforatus
wanita yang dengan lubang
pernah sempit pada
melahirkan. hymen sehingga
Hymen memerlukan
secara operasi
lengkap
hilang atau
hampir hilang
seluruhnya.
Satu dari Hymen
2000 anak bifenestratus
perempuan atau bersepta
dilahirkan yang jarang
dengan sekali oleh karena
hymen ada jembatan
imperforate. yang
21
menyeberangi
lubang vagina.
Hymen yang
jarang,
hymen
subsepta,
mirip dengan
hymen
bersepta,
hanya septa
tidak
menyeberangi
seluruh
lubang
vagina.
22
Gambar 2.3 Hymen yang mengalami sedikit perubahan ( robek sedikit)
karena kecelakaan, terkena benda keras, jatuh, masturbasi, dll
23
Gambar 2.5. Hymen Yang Sudah Pernah Melahirkan
Tanda-tanda persetubuhan
Persetubuhan merupakan peristiwa dimana terjadi penetrasi penis ke
dalam vagina. Penetrasi tersebut dapat lengkap atau tak lengkap dengan atau tanpa
disertai ejakulasi.
Tanda-tanda langsung :
- Robeknya selaput dara akibat penetrasi penis
- Lecet atau memar akibat gesekan-gesekan penis
- Adanya sperma akibat ejakulasi
Tanda-tanda tidak langsung :
- Terjadinya kehamilan
- Terjadinya penularan penyakit kelamin
Dalam pembuktikan adanya persetubuhan dipengaruhi oleh faktor :
- Besar penis dan derajat penetrasi
- Bentuk dan derajat elastisitas selaput dara
- Ada tidaknya ejakulasi dan keadaan ejakulasi itu sendiri
- Posisi persetubuhan
- Keaslian barang bukti serta pada waktu pemeriksaan
Adanya robekan pada hymen hanya menandakan adanya sesuatu benda
yang masuk ke dalam vagina. Dan sebaliknya tidak terdapat robekan hymen tidak
dipastikan tidak terjadi penetrasi.
24
Mengenai ejakulasi dapat dibuktikan secara medik dengan ditemukannya
sperma pada liang vagina, sekitar alat kelamin atau pada pakaian korban. Adanya
sperma di liang vagina merupakan tanda pasti adanya persetubuhan. Pemeriksaan
sperma tersebut sangat penting karena bukan hanya mengungkapkan adanya
persetubuhan tetapi juga identitas pelakunya melalui pemeriksaan DNA dan
golongan darah pelakunya.
Dan apabila ejakulat tersebut tidak mengandung spermatozoa maka
adanya pembuktian persetubuhan dapat dikatakan dengan melakukan pemeriksaan
terhadap ejakulat tersebut. Komponen yang terdapat dalam ejakulat antara lain
enzim asam fosfatase, kholin, spermin. Bila persetubuhan tidak sampai berakhir
dengan ejakulasi maka pembuktiannya tidak dapat dilakukan secara pasti, hanya
disini perlu disebutkan tidak ditemukan tanda-tanda persetubuhan yang mencakup
dua kemungkinan. Pertama memang tidak ada persetubuhan dan persetubuhan ada
tetapi tanda-tandanya tidak dapat ditemukan.
Adanya sperma merupakan tanda pasti persetubuhan maka perlu saat
terjadinya persetubuhan harus ditentukan karena menyangkut alibi pelaku, sperma
di liang vagina masih bergerak dalam 4-5 jam post senggama masih dapat
ditemukan bergerak sampai 36 jam. Pada jenazah masih dapt ditemukan sampai 1
minggu.
Pada pemeriksaan pubis dilihat apakah ada perlekatan rambut atau adanya
benda-benda asing. Bila rambut saling melekat sebaiknya digunting dan dikirim
ke laboratorium.
Adanya kehamilan dan penyakit kelamin merupakan bukti tak langsung
tentang adanya persetubuhan. Hanya saja untuk menghubungkan apakah
kehamilan itu sebgai akibat dari perbuatan yang dilakuakn pelaku, perlu dilakukan
pemeriksaan DNA.
25
- Pemeriksaan adanya kehamilan
- Pemeriksaan bahan lain dalam tubuh korban yang bisa dipakai sebagai
petunjuk
26
Bahan pemeriksaan : cairan vagina.
Metode : Sediaan basah, tanpa pewarnaan: Setetes cairan vagina diletakkan
di atas kaca benda dan diperiksa dengan pembesaran 500x dengan
kondensor diturunkan. Perhatikan apakah spermatozoa bergerak. Dapat
diambil sebagai patokan bahwa spermatozoa masih bergerak kira-kira 4 jam
postkoital.
Hasil yang diharapkan : spermatozoa yang bergerak.
Metode lain: sediaan kering dengan pewrnaan gram, giemza, atau methylene
blue, atau dengan pengecatan Malachite-green.
b. Pengecatan Malachite-green
- Cara pemeriksaan dengan pengecatan Malachite-green adalah:
Taruh sediaan hapusan dari cairan vagina ke objek glass
Keringkan di udara
Fiksasi dengan api
Warnai dengan malachite green 1% dalam air
Tunggu 10-15 menit
Cuci dengan air
Warnai dengan eosin-yellowish 1% dalam air
Tunggu 1 menit
Cuci dengan air
Keringkan di udara
Lihat di mikroskop
- Hasil yang diharapkan pada pengecatan Malachite-green: basis kepala
sperma berwarna ungu, bagian hidung merah muda dan pada pengecatan
gram akan terlihat sperma yang terdiri atas kepala berwarna kemerahan,
leher dan ekor yang berwarna kebiruan. Dikatakan positif, apabila
ditemukan sperma paling sedikit satu sperma utuh.
- Bahan pemeriksaan pakaian
Pemeriksaan pendahuluan: noda sperma pada pakaian terlihat
sebagai noda yang berwarna putih kelabu, kadang-kadang mengkilat
seperti perak dan pada perabaan kaku.
Pemeriksaan dengan sinar ultraviolet: noda sperma akan menunjukkan
adanya fluoresensi, yaitu warna putih kebiruan. Pemeriksaan ini tidak
spesifik, sebab nanah dan fluor albus juga memberikan warna
fluoresensi yang sama.
27
Metode: pakaian yang mengandung bercak diambil sedikit pada bagian
tengahnya (konsentrasi sperma terutama di bagian tengah)
Bahan pewarnaan Baeechi: acid fuchsin 1% (1ml), Methylen blue 1%
(1ml), HCl 1% (40ml).
Cara kerja:
o Ambil pakaian pada bagian tengahnya (ukuran 2x2 cm)
o Warnai dengan Baeechi selama 2-3 menit
o Cuci dengan HCl 1% selama 5 detik.
o Dehidrasi dengan alkohol 70%, 85% dan absolut, bersihkan dengan
xilol dan keringkan, letakkan pada kertas saring.
o Ambil dengan jarum, pakaian yang mengandung bercak diambil
benangnya 1-2 helai, kemudian diuraikan sampai menjadi serabut-
serabut pada gelas objek.
o Teteskan Canada balsem, tutup dengan penutup, lihat dibawah
mikroskop dengan pembesaran 500 kali.
o Hasil: kepala sperma merah, ekor biru mudah, kepala sperma
menempel pada serabut benang.
c. Pemeriksaan adanya air mani (semen)
Kadang kesulitan dalam mencari spermatozoa, misalnya bila pelakunya
menderita azoospermia, telak koitus berulang-ulang. Dalam keadaan seperti ini
perlu dipakai cara pemeriksaan yang lain yaitu berdasarkan atas pemeriksaan
yang lain berdasarkan atas komposisi cairan semen, berupa asam fosfatase
yang berasal dari fosfat dan kristal kaolin yang berasal dari vesica seminalis.
Penentuan asam fosfatase
Bahan pemeriksaan : Cairan Vagina
Metode : Cairan vagina ditaruh pada kertas saring (Whatman) yang sudah
dibasahi dengan aquadest, diamkan sampai kering, semprot dengan
reagensia, perhatikan warna un gu yang timbul dan catat dalam beberapa
detik warna ungu muncul
Hasil yang diharapkan : warna ungu timbul dalam waktu kurang dari 30
detik, berarti asam fosfatase berasal dari prostat dan termasuk dalam
indikasi besar , warna ungu timbul kurang dari 65 detik, indikasi sedang.
Warna ini timbul karena dalam reagensia mengandung alpha naphthyl
fosfat yang bereaksi dengan asam fosfatase.
Penentuan : Kristal kholin
28
Bahan pemeriksaan : cairan vagina
Metode Florence Test: Cairan vaginal ditetesi larutan yodium (larutan
Florence), maka terbentuk kristal. Kristal yang terbentuk dilihat di
mikroskop.
Hasil yang diharapkan : kristal-kristal kholin peryodida tampak berbentuk
jarum-jarum yang berwarna coklat.
29
- Pemeriksaan secara visual, taktil dan penciuman tidak sulit untuk
dikerjakan.
-
e. Pemeriksaan penyakit kelamin
Dilakukan dengan pemeriksaan smear dari cairan vulva vagina, dan cervix
yang kemudian dicat dengan pewarnaan Gram. Maka dicari adanya kuman
Nasseria Gonorhea (G.O) dengan membuat sediaan kemudian dilakukan
pemeriksaan melalui dark field microscope kita cari adanya kuman Treponema
Pallidum.
Bahan pemeriksaan : secret urethra dan secret cervix uteri
Metode : pewarnaan Gram
Hasil yang diharapkan : Kuman N. Gonorrheae
f. Pemeriksaan kehamilan
Untuk mengetahui adanya kehamilan dilakukan dengan memeriksa adanya
HCG dalam urine. Setelah persetubuhan membutuhkan waktu yang lama agar
kadar HCG dapat memberi hasil reaksi yang positif.
Tujuannya adalah mengetahui apakah korban hamil sebelum/sesudah terjadi
perkosaan.
Bahan pemeriksaan : Urine
Metode :
- Hemagglutination inhibition test (Pregnoticon)
- Agglutination inhibition test (Grav-index).
Hasil yang diharapkan : Terjadi agglutinasi pada kehamilan.
g. Pemeriksaan bahan lain dari dari tubuh korban yang dpat dipakai sebagai
petunjuk
Pemeriksaan Toksikologi
Tujuan pemeriksaan toksikologi untuk mengetahui apakah korban sebelum
terjadi perkosaan telah diberi obat-obatan yang dapat menurunkan kesadaran.
Pada pemeriksaan ini diperlukan darah dan urine dari korban.
Bahan pemeriksaan : darah dan urine
Metode :
- TLC
- Mikrodiffusi, dsbnya.
30
Hasil yang diharapkan : adanya obat yang dapat menurunkan atau
menghilangkan kesadaran
Pemeriksaan substansi golongan darah dari cairan semen
Penentuan golongan darah A,B,O dari cairan semen dengan menggunakan
teknik absorbsi inhibisi atau absorbsi eliminasi. Untuk menentukan golongan
darah pemerkosa dari cairan semen yang ditemukan di vagina kadang-kadang
tidak sulit asal korban mempunyai golongan darah yang berbeda dengan
pemerkosa tersebut.
Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk menyingkirkan seorang pria
tertentu atau menunjang bukti lain yang melibatkan seorang pria.
Bahan pemeriksaan : Cairan vaginal yang berisi air mani dan darah.
Metode :
o Serologi (ABO grouping test)
o Hasil yang diharapkan : golongan darah dari air mani berbeda dengan
golongan darah korban.
o Pemeriksaan ini hanya dapat dikerjakan bila tersangka pelaku kejahatan
termasuk golongan secretor.
Pemeriksaan Laboratorium Pelaku Perkosaan
- Pemeriksaan sel epitel vagina
Tujuan: menentukan adanya sel epitel vagina pada penis
Bahan pemeriksaan: cairan yang masih melekat di sekitar korona gland
Metode: dengan gelas objek ditempelkan mengelilingi korona glands,
kemudian gelas objek tersebut diletakkan di atas cairan lugol
Hasil yang diharapkan: epitel dinding vagina yang berbentuk hexagonal
tampak berwarna coklat atau coklat kekuningan.
- Pemeriksaan penyakit kelamin
Tujuan: menentukan adanya kuman N. Gonorrheae (GO)
Bahan pemeriksaan: sekret uretra
Metode: sediaan langsung menggunakan pewarnaan gram
Hasil yang diharapkan: ditemukan kuman N. Ginirrheae
Pemeriksaan DNA
Pertama kali diperkenalkan oleh Jeffrey pada tahun 1985. Beliau
menemukan bahwa pita DNA dari setiap individu dapat dilacak secara simultan
pada banyak lokus sekaligus dengan pelacak DNA (DNA probe) yang
diciptakannya. Pola DNA ini dapat divisualisasikan berupa urutan pita-pita yang
31
berbaris membentuk susunan yang mirip dengan gambaran barcode pada barang
di supermarket. Uniknya ternyata pita-pita DNA ini bersifat spesifik individu,
sehingga tak ada orang yang memiliki pita yang sama persis dengan orang lain.
Pada kasus perkosaan ditemukannya pita-pita DNA dari benda bukti atau karban
yang ternyata identik dengan pita-pita DNA tersangka menunjukkan bahwa
tersangkalah yang menjadi donor sperma. Adanya kemungkinan percampuran
antara sperma pelaku dan cairan vagina tidak menjadi masalah, karena pada
proses kedua jenis DNA ini dapat dipisahkan satu sama lain. Satu-satunya
kesalahan yang mungkin terjadi adalah kalau pelakunya memiliki saudara kembar
identik. Perkembangan lebih lanjut pada bidang forensik adalah ditemukannya
pelacak DNA yang hanya melacak satu lokus saja (single locus probe). Berbeda
dengan tehnik Jeffreys yang menghasilkan banyak pita, disini pita yang muncul
hanya dua. Penggunaan metode ini pada kasus perkosaan sangat menguntungkan
karena ia dapat digunakan untuk membuat perkiraan jumlah pelaku pada kasus
perkosaan dengan pelaku lebih dari satu.
Ditemukannya metode penggandaan DNA secara enzimatik (Polymerase
Chain Reaction atau PCR) membuka lebih banyak kemungkinan pemeriksaan
DNA. Dengan metode ini bahan sampel yang amat minim jumlahnya tidak lagi
menjadi masalah karena DNAnya dapat diperbanyak jutaan sampai milyaran kali
lipat di dalam mesin yang dinamakan mesin PCR atau thermocycler. Dengan
metode ini waktu pemeriksaan juga banyak dipersingkat, lebih sensitif serta lebih
spesifik pula. Pada metode ini analisis DNA dapat dilakukan dengan sistem
dotblot yang berbentuk bulatan berwarna biru, sistim elektroforesis yang
berbentuk pita DNA atau dengan pelacakan urutan basa dengan metode
sekuensing.
32
2.4 Contoh Visum et Repertum Korban Persetubuhan
PROJUSTITIA
VISUM ET REPERTUM
NO: KF 24/VR/VIII/2006
Nama : Maryati
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : Lima belas tahun
Kewarganegaraan : Indonesia
Pekerjaan : Pelajar
Alamat :Jalan Uluwatu tiga puluh empat Jimbaran Kuta
33
Selaput dara : Terdapat robekan lama pada selaput dara hingga ke dasar
sesuai dengan arah jarum jam tiga dan jam sembilan
KESIMPULAN
Robekan lama selaput dara menandakan memang telah terjadi persetubuhan yang sudah
lama terjadi. Dari hasil pemeriksaan fisik, tes kehamilan dan USG memang benar yang
bersangkutan hamil yang merupakan akibat dari persetubuhan yang terjadi kurang lebih
dua puluh lima sampai dua puluh enam minggu yang lalu...................................................
Demikian Visum et Repertum ini saya buat dengan sebenar-benarnya dengan mengingat
sumpah jabatan berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.........................
34
BAB III
PEMBAHASAN
35
3.2 Pemeriksaan Cairan Mani dengan Test Zink
a. Tujuan : Menetukan bercak cairan mani
b. Bahan :
- Pakaian yang diduga terkena bercak mani
- Reagen Zink
c. Alat :
- Kertas saring Whatman no. 2Cara pemeriksaan
d. Cara pemeriksaan
- Tempelkan pakaian yang diduga terkena cairan mani dengan saring
Whatman no.2
- Basahi dengan aquadest
- Tunggu hingga kering dengan suhu ruangan kira-kira 10 menit
- Tetesi dengan reagen PAN pada bercak
- Catat warna yang terbentuk
e. Hasil
Positif: warna merah muda
Negatif: warna kuning
36
Gambar 3.3 Cairan mani tanpa aquabidest
37
Pencatatan waktu timbulnya warna merah muda
Waktu Sampel
BAB IV
38
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
39
Atmadja S, Djaja. Pemeriksaan Forensik pada Kasus Perkosaan dan Delik
Aduan Lainnya. Diunduh dari http://reproduksiumj.blogspot.com
2009.
Atmadja, D.S. Pemeriksaan Forensik pada Kasus Perkosaan dan Delik Aduan
Lainnya. Diunduh dari http://reproduksiumj.com, 2009.
Kusuma, Erfan. 2012. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal.
Universitas Airlangga : Surabaya
Mansjoer, Arief [et al.]. Ilmu Kedokteran Forensik - Visum et Repertum. Kapita
Selekta Kedokteran. Ed 3, Vol 2, cetakan ke-8. Media Aesculapius FKUI.
2009:171-81.
40
Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
1994:11-25.
41