Anda di halaman 1dari 15

Laporan Antara

4.1. ANALISIS KELAYAKAN LOKASI STOCKPILE BATUBARA


Analisis kelayakan lokasi pembangunan stockpile batubara bertujuan untuk menilai alternatif
lokasi yang layak/ sesuai untuk dibangun stockpile batubara. Metode analisis yang digunakan adalah
metode analisis deskriptif kuantitatif dengan teknik analisis skoring. Skoring dilakukan terhadap
kriteria yang berpengaruh terhadap kelayakan lokasi pembangunan stockpile batubara.
Berdasarkan kajian teori, proses penyimpanan batubara (stockpile) dapat dilakukan di:
1. Dekat tambang, biasanya masih berupa lumpy coal.
Khusus di Kota Tarakan, pembangunan stockpile tidak diarahkan di dekat tambang karena tidak
ada penambangan batubara di Kota Tarakan. Kota Tarakan hanya berfungsi sebagai jalur
transportasi pengangkut batubara ke wilayah lain.
2. Dekat pelabuhan.
Tatanan kepelabuhanan di Kota Tarakan terdiri atas:
a. Pelabuhan utama yaitu Pelabuhan Malundung di Kelurahan Lingkasujung, Kecamatan
Tarakan Timur;
b. Terminal khusus yaitu pelabuhan pengangkut minyak di Kelurahan Lingkasujung, Kecamatan
Tarakan Timur.
c. Pelabuhan perikanan Pelabuhan Tengkayu II di Kelurahan Karangrejo, Kecamatan Tarakan
Barat.
d. Pelabuhan pengumpul yaitu pelabuhan Tengkayu I di Kelurahan Sebengkok, Kecamatan
Tarakan Tengah.
Sudah dikembangkan pula Pelabuhan Penyeberangan (Fery) di Juatalaut yang menghubungkan
Kota Tarakan dengan Nunukan (Pulau Kalimantan), dan Toli-toli (Pulau Sulawesi). Adapun
pelabuhan lainnya melayani embarkasi dan debarkasi penumpang dan barang dari Tarakan ke
kabupaten/kota sekitarnya yang ada di Provinsi Kalimantan Timur, seperti ke Tanjung Redep, Sei
Nyamuk, Tanjung Selor, Malinau dan lain-lain.

IV - 1
Laporan Antara

Pelabuhan yang dapat digunakan untuk jalur transportasi adalah terminal khusus yaitu pelabuhan
pengangkut minyak di Kelurahan Lingkasujung, Kecamatan Tarakan Timur. Pelabuhan ini dapat
digunakan bersama untuk jalur pengangkutan batubara dari dan ke Kota Tarakan.
3. Ditempat pengguna batubara.
Tujuan pembangunan stockpile adalah menyimpan batubara sebagai sumber bahan bakar untuk
PLTU di Kota Tarakan. Oleh sebab itu stockpile batubara dapat didekatkan di lokasi rencana
pembangunan PLTU di Kota Tarakan yaitu di Kelurahan Juatalaut.
dari kedua alternatif lokasi pembangunan stockpile batubara kemudian diskoring/ dinilai
berdasarkan kriteria tertentu. Kriteria dan indikator penilaian kelayakan alternatif lokasi
pembangunan stockpile batubara adalah:
a. Kesesuaian lahan dengan rencana tata ruang.
Indikator yang digunakan adalah kesesuaian dengan rencana pola ruang dalam RTRW Kota
Tarakan. Skor/ nilai tertinggi diberikan pada lahan yang sesuai untuk zona industri dan
pergudangan, zona pertambangan.
b. Kesesuaian lahan dengan kebijakan atau rencana pengembangan jaringan energi.
Indikator yang digunakan adalah kesesuaian dengan rencana pengembangan jaringan energi yang
sudah disusun di Kota Tarakan. Skor/ nilai tertinggi diberikan pada lahan yang sesuai/ mendukung
perwujudan rencana pengembangan jaringan energi, misal pembangunan stockpile batubara
terintegrasi dengan pembangunan PLTU supaya meminimalisir pencemaran.
c. Daya dukung lahan.
Indikator yang digunakan adalah kondisi topografi dan rawan bencana pada alternatif lokasi yang
akan dibangun stockpile batubara. Skor/ nilai tertinggi diberikan pada lahan yang datar dan bukan
merupakan daerah rawan bencana.
d. Jarak dengan tambang batubara.
Indikator yang digunakan adalah jarak antara tambang batubara dengan alternatif lokasi
pembangunan stockpile batubara. Skor/ nilai tertinggi diberikan pada lahan yang dekat dengan
lokasi pertambangan batubara, karena dengan kedekatan lokasi mempermudah pengangkutan
batubara menuju stockpile serta mengurangi biaya transportasi.
e. Jarak dengan pelabuhan batubara.
Indikator yang digunakan adalah jarak antara alternatif lokasi pembangunan stockpile batubara
dengan pelabuhan batubara. Skor/ nilai tertinggi diberikan pada lahan yang dekat dengan
pelabuhan, karena dengan kedekatan lokasi mempermudah pengangkutan batubara menuju
stockpile.
f. Kemudahan aksesibilitas.
Indikator yang digunakan adalah tersedianya jaringan jalan yang memadai untuk dilalui kendaraan
pengangkut batubara. Skor/ nilai tertinggi diberikan pada lahan yang berada pada akses jalan
utama kota.

IV - 2
Laporan Antara

g. Keserasian dan keseimbangan dengan kegiatan lain disekitarnya.


Indikator yang digunakan adalah kesesuaian kegiatan eksisting yang ada disekitarnya. Skor/ nilai
tertinggi diberikan pada kegiatan yang mendukung pembangunan stockpile batubara, misalnya
kegiatan industri atau PLTU.
Masing-masing kriteria tersebut diberi bobot sesuai dengan tingkat pengaruh kriteria tersebut
terhadap kelayakan lokasi pembangunan stockpile batubara. Bobot paling tinggi adalah pada kriteria
kesesuaian lahan dengan rencana tata ruang karena lokasi yang sesuai dengan rencana pola ruang
akan terjamin legalitasnya. Berikut ini dapat dilihat bobot dan nilai dari masing-masing kriteria dan
indikator yang digunakan dalam analisis kelayakan lokasi pembangunan stockpile batubara.
Tabel IV.1.
Kriteria dan Indikator Penilaian Kelayakan Lokasi Pembangunan Stockpile Batubara
No Kriteria Bobot Skor
1 Kesesuaian lahan dengan rencana tata ruang 20 2 = Sesuai
1 = Tidak sesuai
2 Kesesuaian lahan dengan kebijakan atau rencana 15 2 = Sesuai
pengembangan jaringan energi 1 = Tidak sesuai
3 Daya dukung lahan 15 2 = Sesuai
1 = Tidak sesuai
4 Jarak dengan tambang batubara 10 2 = Dekat
1 = Jauh
5 Jarak dengan pelabuhan batubara 10 2 = Dekat
1 = Jauh
6 Kemudahan aksesibilitas 15 2 = Berada pada akses
jalan utama transportasi
batuba
1 = Tidak berada pada
akses jalan utama
transportasi batuba
7 Keserasian dan keseimbangan dengan kegiatan 15 2 = Sesuai
lain disekitarnya 1 = Tidak sesuai
Jumlah 100
Sumber: Penyusun, 2016

Berikut dapat dilihat hasil penilaian alternatif lokasi pembangunan stockpile batubara di Kota
Tarakan.
Tabel IV.2.
Hasil Penilaian Kelayakan Lokasi Pembangunan Stockpile Batubara
Alt 1: Kel Alt 2: Kel
No Kriteria Bobot Skor Lingkasujung Juatalaut
Skor Nilai Skor Nilai
1 Kesesuaian lahan dengan 20 2 = Sesuai 2 40 2 40
rencana tata ruang 1 = Tidak sesuai
2 Kesesuaian lahan dengan 15 2 = Sesuai 1 15 2 30
kebijakan atau rencana 1 = Tidak sesuai
pengembangan jaringan
energi
3 Daya dukung lahan 15 2 = Sesuai 2 30 2 30
1 = Tidak sesuai

IV - 3
Laporan Antara

Alt 1: Kel Alt 2: Kel


No Kriteria Bobot Skor Lingkasujung Juatalaut
Skor Nilai Skor Nilai
4 Jarak dengan tambang 10 2 = Dekat 1 10 1 10
batubara 1 = Jauh
5 Jarak dengan pelabuhan 10 2 = Dekat 2 20 1 20
batubara 1 = Jauh
6 Kemudahan aksesibilitas 15 2 = Berada pada 1 15 2 30
akses jalan utama
transportasi
batubara
1 = Tidak berada
pada akses jalan
utama transportasi
batuba
7 Keserasian dan 15 2 = Sesuai 1 15 2 30
keseimbangan dengan 1 = Tidak sesuai
kegiatan lain disekitarnya
Jumlah 100 145 190
Sumber: Penyusun, 2016

Dari hasil perhitungan diatas, dapat diketahui bahwa nilai tertinggi berada pada alternatif
lokasi kedua yaitu di Kelurahan Juatalaut. Selanjutnya diidentifikasi lokasi pembangunan stockpile
batubara di dekat rencana pembangunan PLTU. Pembangunan stockpile di Kelurahan Juatalaut dinilai
lebih layak karena dekat dengan lokasi penggunaan batubara yaitu untuk bahan bakar PLTU,
sehingga lebih mudah untuk memasok bahan bakar PLTU dan meringankan biaya transportasi
menuju PLTU. Pemilihan lokasi pembangunan stockpile batubara di Kelurahan Juatalaut juga lebih
layak dari segi kemudahan akses pengangkutan batubara dari pelabuhan, karena berada di sisi utara
Kota Tarakan, langsung menuju akses pengangkutan batubara dari wilayah lain.

4.2. ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS PEMBANGUNAN STOCKPILE BATUBARA.


Analisis kelayakan teknis pembangunan stockpile batubara bertujuan untuk memberikan
arahan teknis pembangunan stockpile batubara. Metode analisis yang digunakan adalah metode
analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif, dengan teknik analisis perhitungan prediksi kebutuhan
energi, prediksi kebutuhan batubara, serta prediksi tumpukan batubara.
Pembangunan stockpile batubara diharapkan dapat mendukung kontinuitas pasokan batubara
untuk kegiatan PLTU dan kegiatan industri jangka panjang (selama 20 tahun) di Kota Tarakan. Oleh
sebab itu, kebutuhan energi dan kebutuhan pasokan batubara diprediksikan untuk 20 tahun
mendatang.
Prediksi kebutuhan energi dihitung berdasarkan pada proyeksi jumlah rumah tangga di Kota
Tarakan selama 20 tahun (hingga tahun 2036), dengan standar kebutuhan listrik domestik per rumah
tangga adalah 900 VA. Sedangkan kebutuhan listrik non domestik (termasuk untuk kegiatan industri
dan lainnya) dihitung sebesar 20% dari jumlah kebutuhan listrik domestik. Setelah kebutuhan listrik
dalam satuan intensitas listrik (kWh) diketahui maka dapat dikonversi menjadi satuan energi

IV - 4
Laporan Antara

batubara, yaitu batubara per kg setara dengan 5,9313 kWh (Sumber : PGN dan Pertamina, dalam
Buku Perencanaan Kebutuhan Energi Sektor Industri dalam Rangka Akselerasi Industrialisasi, 2012).
Perhitungan kebutuhan listrik dan kebutuhan batubara di Kota Tarakan hingga tahun 2036 dapat
dilihat pada Tabel IV.3.
Kapasitas Penyimpanan Batubara
Kapasitas penyimpanan batubara di stockpile menentukan desain suatu stockpile. Stockpile yang
berkapasitas kecil dengan batubara dengan kapasitas besar mungkin berbeda khususnya dalam
penyiapan lahan dan preparasi lahan tersebut.

Pada stockpile dengan kapasitas yang besar, dasar stockpile harus benar-benar kuat dan kokoh
menahan beban yang besar. Kalau tidak, base stockpile tersebut akan turun di bagian tengah,
dan juga akan ikut menurunkan batubara yang ada di atasnya. Dalam kondisi seperti itu akan
terjadi kehilangan batubara di stockpile.
Jumlah Produk yang Dipisahkan
Banyaknya jumlah produk yang akan dipisahkan menentukan luasan stockpile yang diperlukan.
Semakin banyak jumlah produk yang dipisahkan semakin besar areal yang diperlukan.
Fasilitas Penumpukan dan Pemuatan
Alat yang digunakan dalam sistem penumpukan dan pemuatan batubara di stockpile juga
mempengaruhi desain atau areal stockpile yang digunakan.
Penggunaan stacker-reclaimer dalam sistem penumpukan dan pemuatan, membuat desain dan
sistem penumpukan memanjang.

Stacker-reclaimer juga mempermudah dalam pemisahan batubara yang memiliki kualitas yang
berbeda dan sekaligus juga mempermudah dalam blending batubara tersebut.
Sistem Penumpukan
Dalam penumpukan batubara harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Sekeliling tumpukan batubara harus dapat diakses oleh unit maintenance seperti Wheel Loader
atau Excavator.
2. Penumpukan harus memanjang searah dengan prevailing wind (arah angin dominan)
3. Setiap penumpukan harus dipastikan di-trimming agar tidak terdapat puncak-puncak kecil diatas
tumpukan batubara
4. Slope permukaan stockpile yang menghadap ke arah angin harus dilandaikan sudutnya, bila perlu
dipadatkan.

IV - 5
Laporan Antara

Tabel IV.3.
Prediksi Kebutuhan Listrik dan Kebutuhan Batubara di Kota Tarakan Tahun 2036
Jml Pddk Jml RT Kebt Listrik (W) Kebt Listrik (kWh)
NO Kecamatan Non Non
2036 2036 Domestik Total Domestik Total
Domestik Domestik
1 Tarakan Timur 106.233 26.558 23.902.430,31 4.780.486,06 28.682.916,37 86.048.749,10 17.209.749,82 103.258.498,92
2 Tarakan Tengah 149.833 37.458 33.712.312,81 6.742.462,56 40.454.775,37 121.364.326,12 24.272.865,22 145.637.191,35
3 Tarakan Barat 167.475 41.869 37.681.886,36 7.536.377,27 45.218.263,63 135.654.790,89 27.130.958,18 162.785.749,07
4 Tarakan Utara 54.482 13.620 12.258.445,59 2.451.689,12 14.710.134,71 44.130.404,12 8.826.080,82 52.956.484,95
Jumlah 478.023 119.506 107.555.075,07 21.511.015,01 129.066.090,08 387.198.270,24 77.439.654,05 464.637.924,29

Lanjutan tabel:
Kebt batubara (kg) Kebt batubara (ton)
NO Kecamatan Non
Domestik Total Domestik Non Domestik Total
Domestik
1 Tarakan Timur 14.507.569,86 2.901.513,97 17.409.083,83 14.507,57 2.901,51 17.409,08
2 Tarakan Tengah 20.461.673,85 4.092.334,77 24.554.008,62 20.461,67 4.092,33 24.554,01
3 Tarakan Barat 22.871.004,82 4.574.200,96 27.445.205,78 22.871,00 4.574,20 27.445,21
4 Tarakan Utara 7.440.258,31 1.488.051,66 8.928.309,97 7.440,26 1.488,05 8.928,31
Jumlah 65.280.506,84 13.056.101,37 78.336.608,21 65.280,51 13.056,10 78.336,61
Sumber: Penyusun, 2016

IV - 6
Laporan Antara

Menurut informasi pustaka lama, tinggi maksimum timbunan yang dianjurkan adalah kira-kira
23 m untuk tempat timbunan batubara baik yang berasal dari tambang (ROM- coal) maupun yang
bersih dari washplant (clean or saleable coal) yang tidak dikompakan dengan waktu penimbunan
berjangka pendek (live storage or short term live unconsolidated stockpile). Dengan sistem
penimbunan batubara yang dikompakan (reserve storage), tinggi timbunan batubaranya dapat
mencapai kira-kira 11 12 m, terutama untuk penimbunan batubara bersih.

Sistem Dan Rekayasa Penimbunan Batubara (Coal Stockpiling System And Engineering)
Pemilihan sistem penimbunan batubara tergantung pada faktor-faktor sebagai berikut :
a. jumlah atau tonase batubara yang akan ditimbunkan harus disesuaikan dengan lamanya
masa penimbunan/penyimpanannya
b. luas daerah tanah atau kapasitas alat untuk penimbunan/penyimpanan yang tersedia
c. topografi lokasi daerah tempat penimbunan
d. kondisi iklim, dan
e. dampak lingkungan dan keselamatan.
Berdasarkan faktor-faktor ini, ada 2 (dua) cara penimbunan batubara yaitu :
1. pada daerah tanah lapangan yang terbuka, luas dan rata (bed stockpiling yard)
2. dengan menggunakan storage bin atau bunker.
Karena jumlah produksi (tonase) batubara dari suatu tambang umumnya besar, maka cara
penimbunan batubara yang lazim digunakan adalah dengan menggunakan bed stocking
yard atau stockyard. Disini diperlukan prosedur baku operasi untuk mencapai tujuan penimbunan
batubara yang aman dalam rangka :
a. untuk mencegah swapemanasan (self-heating) dan swabakar (spontaneous combustion) supaya
jangan sampai terjadi hot coal,
b. untuk mencegah terjadinya penurunan kualitas dipandang dari segi parameter kualitas
komersialnya yaitu berupa :
kehilangan sifat pengkokasan dari batubara kokas (coking coals) sebagai
bahan baku (feedstock) untuk pembuatan kokas metalurgi, atau

penurunan nilai kalori batubara sebagai bahan bakar (solid fuel).


Untuk mencapai tujuan ini, maka prosedur operasional yang baku menganjurkan atau
merekomendasikan bahwa supaya :
a. tidak menimbun secara bersama-sama batubara yang berbeda ukuran (bongkahan, kasar
atau halus)
b. tidak menimbun secara bersama-sama batubara yang segar (fresh) dengan yang teroksidasi
atau lapuk (oxydized or weathered coal)

IV - 7
Laporan Antara

c. tidak menimbun secara bersama-sama batubara yang berbeda kecenderungannya terhadap


swabakar
d. tidak menimbun secara bersama-sama batubara yang kering dengan yang basah, atau
e. tidak menimbun secara bersama-sama batubara yang kotor (ROM-/raw- coal) dengan yang
bersih (washed/clean coal)
Beberapa faktor teori dan praktek yang harus dipertimbangkan untuk merekayasa sistem
manajemen penimbunan batubara yang baku dalam rangka menciptakan kondisi lokasi dan prosedur
operasional penimbunan batubara (coal stockyardand its operational procedure)) yang aman adalah
sebagai berikut :
1. Lokasi tempat penimbunan batubara
2. Sistem penimbunan batubara
3. Sistem pemantauan suhu timbunan dan cara penanggulangi kebakaran
4. Sistem pengelolaan pengambilan kembali dari timbunan.
Lokasi tempat penimbunan batubara
Lokasi daerah tanah lapangan tempat penimbunan batubara (coal stockyard) harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
a. harus terletak di daerah yang stabil, rata dan luas,
b. harus dilengkapi dengan sistem pengeringan air dan selokan buangan air
c. harus dilengkapi dengan jalan masuk untuk semua jenis kendaraan (muat-angkut-tumpah
= load-haul-dump), khususnya alat gali/muat berupa tyre-wheeled loader, melalui pintu-pintu
pada tanggul/dinding penahan aliran angin yang mengelilingi tempat timbunan batubara
tersebut,
d. harus dilengkapi dengan tanggul/dinding tanah di sekeliling tempat timbunan batubara
sebagai penahan aliran angin (wind shielder/breaker) setinggi sekitar 4,0 m disamping
sebagai penahan hanyutan partikel batubara halus keluar lokasi timbunan batubara, dan
e. harus dilengkapi dengan peralatan pemadaman kebakaran berupa hydrant.
Sistem penimbunan batubara
Karena swabakar dari suatu jenis batubara di tempat timbunan atau penyimpanan umumnya
disebabkan oleh dua faktor yaitu udara dan panas, maka pencegahan terjadinya swabakar hanya
dapat dilakukan apabila salah satu dari kedua faktor ini dihilangkan atau ditiadakan melalui tindakan
pemadatan dalam memperkecil terjadinya kontak antara partikel batubara dengan oksigen dari
udara. Hal ini perlu dilakukan, terutama untuk penimbunan atau penyimpanan jangka panjang
(reserve storage or long term consolidated stockpile (untuk jangka waktu penimbunan lebih dari 3
bulan) untuk mencegah terjadinya penurunan kualitas batubara disamping untuk mengurangi bahaya
swabakar yang menyebabkan kebakaran. Pemadatan timbunan batubara harus dilakukan secara
sistematis yaitu dilakukan secara lapis demi lapis dimana setiap lapis yang disebarkan merata setebal
katakanlah 0,5 sampai 1,0 m dan langsung dipadatakan dengan rubber-tired heavy mobile

IV - 8
Laporan Antara

equipment, seperti loader dari pada dengan bulldozer yang umumnya memakai track, untuk
mencegah kehancuran partikel batubara lebih lanjut.
Permukaan datar dan kemiringan di sisi samping timbunan batubara harus
dikompakan. Perataan permukaan seharusnya dilaksanakan untuk mempermudah pengeringan air
dan penyemprotan air. Permukaan kemiringan bagian sisi timbunan batubara sebaiknya dilapisi
dengan bahan yang tidak mudah terbakar untuk mencegah masuknya aliran udara ke dalam
timbunan batubara tersebut. Dalam hal ini, terutama untuk tempat timbunan batubara yang
dikompakan berjangka panjang (reserve storageor long term consolidated stockpile), sudut sisi miring
sampai ke puncak timbunan harus kurang dari sudut alami yang terbentuk oleh batubara yang
ditimbunkan (angle of repose) sekitar 45o. Biasanya sudut ini dibuat selandai mungkin sekitar
15o dan 30o atau rata-rata 20o dari bidang datar tanah supaya alat pengompakan bisa bekerja aman.
Menurut informasi pustaka lama, tinggi maksimum timbunan yang dianjurkan adalah kira-kira
2 3 m untuk tempat timbunan batubara baik yang berasal dari tambang (ROM- coal) maupun yang
bersih dari washplant (clean or saleable coal) yang tidak dikompakan dengan waktu penimbunan
berjangka pendek (live storage or short term live unconsolidated stockpile). Dengan sistem
penimbunan batubara yang dikompakan (reserve storage), tinggi timbunan batubaranya bisa
mencapai kira-kira 11 12 m, terutama untuk penimbunan batubara bersih.
Sistem pemantauan suhu timbunan dan cara penanggulangi kebakaran
Suhu timbunan batubara harus dipantau secara teratur untuk mengetahui apakah ada tanda-
tanda (clues) terjadinya gejala swabakar dalam timbunan batubara tersebut atau tidak. Adanya
tanda-tanda naiknya suhu timbunan menunjukkan adanya oksidasi batubara (self-heating) yang akan
menimbulkan swabakar berupa hot coal dan kalau gejala ini tidak diatasi atau dicegah, maka akan
terjadi kebakaran.
Pekerjaan pengukuran suhu timbunan batubara dapat dilakukan dengan menggunakan
thermometer yang dimasukkan ke dalam sebuah pipa besi yang diberi lobang-lobang dan berujung
runcing dengan dasar tertutup. Pipa-pipa pemantauan suhu ini sebagai titik-titik pemantauan suhu
(temperature monitoring points) dipasang tegak lurus ke dalam timbunan sedalam kira-kira 1,5 m
dari permukaan timbunan dengan jarak antar titik-titik pemantauan sekitar 5 m dengan pola persegi
(square grid) yang meliputi seluruh daerah timbunan yang diawasi tersebut. Suhu yang dicatat
berupa data pengukuran suhu diplot di peta daerah penimbunan batubara yang
bersangkutan. Pekerjaan pemantauan suhu pada tempat timbunan batubara yang berjangka
panjang (reserve storage) sebaiknya dilakukan 2 (dua) kali seminggu. Jika suhu timbunan menaik
lebih dari 5oC di atas suhu sekitarnya di permukaan (ambient temperature), pemantauan suhu
sebaiknya dilaksanakan setiap hari. Suhu kritis suatu jenis batubara tergantung pada kemampuan
dari batubara tersebut untuk beroksidasi (penyerapan oksigen = self-heating) yaitu umumnya jenis
batubara yang berkadar air-lembab (lengas), oksigen dan zat-terbang = VM yang tinggi mempunyai
kemampuan menyerap oksigen lebih tinggi, terutama dari jenis batubara berperingkat rendah
seperti sub-bituminous dan lignit). Karena itu, suhu kritis timbunan dari jenis batubara berperingkat
(kelas = rank) tinggi yaitu anthrasit dan bituminous adalah 70o 80oC, sedangkan dari jenis batubara
yang berperingkat rendah yaitu sub-bituminous dan lignit adalah 50o 55oC. Jika suhu kritis ini
dilampaui, maka batubara panas (hot coal) akan terjadi dan segera harus diatasi atau dicegah supaya

IV - 9
Laporan Antara

tidak terjadi kebakaran dengan cara membongkar/menggalinya serta disebarkan supaya dingin atau
dipadamkan dengan semprotan air.
Ada 2 (dua) cara untuk mendeteksi gejala awal terjadinya self-heating batubara yang akhirnya
dapat menyebabkan terjadinya swabakar berupa hot coal yaitu sebagai berikut :
a. Fisika : perkembangan self-heating batubara selalu diikuti dengan munculnya tanda-tanda
: keluarnya keringat (pengembunan uap air), kabut (haze), bau (odour), panas (heat), dan asap.
b. Kimia : karena gas swabakar pada hot coal spot adalah CO2, CO, dan H2O, maka emisi CO dapat
dipakai sebagai tanda adanya gejala terjadinya swabakar.
Berbagai pilihan metode dan prosedur yang dapat diterapkan untuk mengendalikan atau
memadamkan hot coal akibat swabakar adalah sebagai berikut :
1. inertisasi (inertization)
2. penggalian hot coal (excavating the hot spot or fire)
3. penyekatan (sealing off) dengan stoppings (dam semen, pasangan bata atau sandbags)
4. perendaman (flooding or inundation)
5. pengeimbangan tekanan yang dilokalisir sehingga tidak terjadi kebocoran udara (localized
pressure balancing), dan
6. pelapisan (coating) permukaan timbunan batubara dengan bahan bitumen atau ter, atau
7. penyuntikan atau penambalan kebocoran udara pada lapisan batuan di sekitar dinding lubang
bukaan tambang dengan menggunakan resin, gypsum atau beton (sealants)
Sistem pengelolaan pengambilan kembali dari timbunan
Karena luasnya daerah tempat penimbunan batubara, maka pada prinsipnya ada 2 (dua)
bagian daerah kegiatan yaitu daerah tempat penimbunan sementara (live storage) untuk batubara
yang dapat dijual (saleable coals) sesuai dengan syarat mutu baku pasaran batubara baik yang dari
tambang atau yang dari terminal batubara ekspor dan daerah tempat penimbunan batubara yang
sebenarnya untuk jangka panjang (reserve storage) dimana proses penaburan (spreading) batubara
yang ditimbunkan secara lapis demi lapis melalui stacker boom yang dapat dilanjutkan dengan
pemadatan per lapis dengan menggunakan tyre-wheeled loader. Dengan kata lain, sistem
pengaturannya adalah bahwa batubara dari live storagesesuai dengan urutan kedatangan atau
penerimaan dan asal pengiriman batubara ditangani lagi secara sistematis yaitu first in first
out untuk ditimbunkan ke tempat timbunannya sebenarnya (reserve storage) sebelum
didistribusikan juga secara sistematis untuk siap dikosumsi atau dipakai oleh unit PLTU Batubara
secara sistematis. Biasanya posisi kedua daerah kegiatan ini saling berdampingi mengikuti arah
memanjang timbunan batubara dimana peralatan yang umum digunakan pada lokasi timbunan
batubara (coal stockpile) yang luas, terbuka dan rata ini terdiri dari : seperti alat gusur/gali berupa
bulldozer, alat muat berupa tyre-wheeled loader yang merangkap sebagai alat pemadatan partikel
batubara yang ditimbunkan secara lapis demi lapis, alat penimbun (tripper stacker) dan alat
pengambil batubara kembali (reclaimer).

IV - 10
Laporan Antara

4.3. ANALISIS EKONOMI


Analisis ekonomi pembangunan stockpile batubara bertujuan untuk menyusun model rantai
nilai dari skenario pasokan batubara untuk PLTU dan penggunaan lainnya. Metode analisis yang
digunakan adalah metode analisis deskriptif kualitatif.
Jika batubara sudah selesai diolah maka akan dipasarkan ke konsumen/ pengguna. Antara
perusahaan pertambangan dengan konsumen terjalin ikatan jual beli kontrak jangka panjang
ataupun penjualan spot/ penjualan sesaat. Pasar kontrak jangka panjang yaitu pasar yang penjualan
produknya dengan kontrak jangka panjang misalnya lebih dari satu tahun. Sedangkan penjualan spot
yaitu penjualan sesaat atau satu/ dua kali pengiriman/ order saja.
Pengangkutan atau pengiriman batubara ke pasar/ konsumen biasanya menggunakan alat
angkut berupa kereta api, kapal tongkang atau kendaraan berat/ truk. Biaya pengiriman batubara
dapat lebih tinggi daripada biaya penambangannya, oleh sebab itu dipilih alat angkut yang murah
seperti menggunakan tongkang di sungai, namun alat angkut ini hanya dapat mencapai wilayah
jangkauan terbatas. Jika batubara akan digunakan di dekat tambang, batubara dapat dipindahkan
menggunakan truk dan conveyor. Batubara juga dapat dihancurkan, dicampur dengan air, dan
dikirim melalui pipa dalam bentuk bubur. Seringkali pembangkit listrik berbahan bakar batubara
dibangun dekat tambang batubara agar biaya transportasi lebih rendah.
Value Chain adalah model yang digunakan untuk membantu menganalisa aktifitas-aktifitas
spesikfik bisnis yang terjadi, yang dapat menciptakan nilai dan keuntungan kompetitif
bagi Perusahaan. Analisa yag dilakukan berdasarkan efisiensi dan efektifitas. Tiap langkah
yang diambil pada suatu segmen, akan berdampak kepada seluruh proses. Jadi dapat dikatakan
semua segmen saling bergantungan. Value Chain untuk pekerjaan ini, seperti yang ditampilkan
pada gambar dibawah ini.

Manajemen stockpile
Inbound Pengelolaan batubara
Logistics

Pengolahan batubara menjadi energi listrik


Operations

Outbond
Distribusi listrik kepada pelanggan
logistic

Pelayanan optimal terhadap pelanggan


Menjaga mutu batubara di stockpile
Services
Menjaga kualitas pelayanan

IV - 11
Laporan Antara

4.4. ANALISIS RESIKO PEMBANGUNAN STOCKPILE BATUBARA


Pembangunan Stockpile Batubaradi Kota Tarakan dapat memberikan dampak langsung
terhadap lingkungan di sekitarnya dan untuk tindakan pencegahan dan penanganan sangat
diperlukan. Berbagai dampak dari pembangunan stockpile batubara bagi lingkungan sekitar beserta
tindakan penanganannya ditampilkan dibawah ini.

4.4.1. Debu
Pembangkit listrik tenaga uap yang direncanakan akan menggunakan bahan bakar berupa
batubara dan solar, tetapi utamanya adalah batubara. Solar hanya digunakan ketika daya yang
dibangkitkan pembangkit rendah dan saat First Firing setelah shutdown.
Bahan bakar yang digunakan merupakan bahan bakar fosil yang akan menghasilkan polusi
udara berupa partikel-partikel kecil Fly Ash yang tentunya harus dibuang ke udara. Selain itu,
pembakaran batubara akan menghasilkan Bottom Ash.
Untuk mengantisipasi pencemaran lingkungan dan mengganggu permukiman, digunakan
Electrostatic Precipitator (ESP). ESP akan menangkap Fly Ash yang ditarik Induced Draft Fan untuk
dibuang ke Chimney. ESP yang direncanakan memiliki efisiensi 99,4% yang berarti sangat efisien dan
berpengaruh sedikit kepada lingkungan.
Bottom Ash yang dihasilkan dari pembakaran batubara akan dijual pada pabrik semen sebagai
campuran semen. Dengan penjualan ini, diperoleh 2 keuntungan sekaligus, yaitu penanganan limbah
Bottom Ash dan tambahan pemasukan hasil penjualan Bottom Ash.
Meskipun telah dipasang ESP, tetap akan diadakan studi dampak lingkungan selama
pembangkit beroperasi, sehingga apabila terdapat permasalahan, akan ditemukan solusinya dalam
keberjalanannya.

4.4.2. Kontaminasi
Kontaminasi merupakan sesuatu yang hal sangat tidak diinginkan dalam suatu proses produksi
batubara selain dapat mempenagaruhi kualitas batubara maupun performance daripada miner /
penambang tersebut. Kontaminasi dapat terjadi mulai dari tambang, proses rehandling, di stockpile
maupun di vessel. Hal ini dapat mengakibatkan claim atau complain dari suatu buyer.
Kontaminasi di daerah tambang, kontaminasi yang umum terbawa pada saat expose batubara
antara lain overburden yang berupa clay, tanah atau batuan lainnya. Hal ini berakibat akan
meningkatnya kandungan abu ( ash content ) Kontaminasi proses rehandling, terjadi saat proses
pengangkutan batubara. Kontaminasi ini biasa berupa :
Terdapatnya sparepart kendaraat berat / potongan logam
Kawat, besi, kayu, plastik, kaleng minuman, karet ban, dll
Kontaminasi di daerah stockpile. Stockpile yang kurang bagus dapat menyebabkan suatu
kontaminasi terhadap batubara itu sendiri terutama dari basement / dasar dari stockpile

IV - 12
Laporan Antara

akibat manuver-manuver dari suatu dozer / traktor sehingga akan terangkat dasar stockpile
yang berupa tanah, lempung atau batu splite.
Hal-hal yang perlu diperhatikan guna menghindari kontaminasi dari stockpile antara lain :
Supervisi yang ketat semua aktivitas area stockpile
Pelaksanaan housekeeping
Perawatan rutin peralatanyang digunakan, meliputi perawatan terhadap alat-alat plant
maupun terhadap alat berat yang digunakan di area stockpile.
Metal detector, berfungsi untuk mencegah kontaminasi metal masuk ke stockpile maupun
maupun batubara yang akan dikeluarkan dari stockpile.

4.4.3. Limbah Padat dan Cair


Selama pengelolaan stockpile batubara limbah padat dan limbah cair merupakan resiko yang
tidak bisa dihindari. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penangananan stockpile adalah
perawatan basement stockpile, pemukaan stockpile diusahakan bisa mengalirkan air ke arah sistem
drainage yang tersedia. Dalam hal ini bentuk yang ideal permukaan stockpile adalah sedikit cembung
lebih tepatnya seperti punggung kura-kura dan sistem Drainage, semua air dari stockpile dialirkan ke
arah sistem treatment limbah cair / padat serta memiliki sistem treament limbah yang memadai.

4.4.4. Kebakaran Batu Bara pada Stockpile


Batu bara yang disimpan dalam waktu yang cukup lama dimungkinkan dapat terbakar dan
untuk menanggulanginya adalah dengan cara:
Melakukan spreading atau penyebaran untuk mendinginkan suhu batubara.
Bila kondisi cukup parah, maka bagian batubara yang terbakar dapat dibuang.
Memadatkan batubara yang mengalami self heating atau sponcom.
Batubara yang mengalami sponcom tidak diperbolehkan langsung di-loading ke tongkang
sebelum didinginkan terlebih dahulu.
Untuk penyimpanan yang lebih lama bagian atas stockpile harus dipadatkan guna
mengurangi resapan udara dan air ke dalam stokpile.
Membatasi tinggi stockpile, umumnya sampai maksimum 8 m agar suhu tumpukan tidak
terlalu panas;
Mengkompakkan batubara selama penumpukan, menggunakan buldozer atau sejenisnya
agar tidak ada rongga yang dapat dilewati hembusan angin (udara);
Menggunakan alat (stacker) yang dapat mencegah tendensi bongkahan batubara turun
(menggelinding) pada bagian luar tumpukan sehingga membentuk lapisan (layer) yang
permeabel terhadap aliran udara;

IV - 13
Laporan Antara

Menutup (sealing) bagian luar tumpukan misalnya dengan ter, bitumen atau bahan kimia
agar aliran udara tidak dapat masukan ke dalam tumpukan batubara;
Memasang alat semacam pemacah angin pada sisi tumpukan batubara terkena hembusan
angin;
Melakukan monitoring suhu tumpukan menggunakan thermokopel untuk peringatan dini
(early warning).

4.4.5. Dampak Negatif Pembangunan PLTU terhadap Lingkungan


Terkait dengan rencana pembangunan stockpile batu bara di Kota Tarakan dalam rangka
menunjang aktivitas dari PLTU yang juga direncanakan akan dibangun, maka perlu juga
mempertimbangkan dampak negatif dari pembangunan PLTU dari pra konstruksi hingga pasca
operasi, seperti yang dijelaskan dibawah ini.
1. Tahap pra konstruksi : pembukaan lahan, pencemaran akibat pembakaran lahan,
kecemburuan sosial antara pemilik lahan dengan masyarakat sekitar.
2. Tahap konstruksi : kerusakan jalan akibat angkutan berat yang membawa alat dan bahan
untuk membangun PLTU, timbulnya permasalahan sosial di sekitar lokasi pembangunan
PLTU, pencemaran udara oleh semen yang digunakan untuk pembangunan bangunan PLTU.
3. Tahap operasi :
a. Dampak Kerusakan Akibat Pencemaran Lingkungan : Dalam dampak terhadap lingkungan
secara makro dapat dikelompokkan ke dalam dampak terhadap lingkungan Abiotik (A),
Biotik (B), dan Cultur (C). ketiga jenis lingkungan tersebut saling interaksi dan
interdependensi satu dengan yang lain. Adanya interaksi menyebabkan terjadinya
dampak secara langsung yang dirasakan, sedangkan terjadinya dampak secara langsung
yang dirasakan, sedangkan adanya interdependensi menyebabkan dampak secara tidak
langsung.
b. Dampak Terhadap Kesehatan : Dampak terhadap kesehatan terjadi akibat perubahan
kualitas lingkungan. Meningkatkan kasus diare, ISPA, penyakit kulit, penurunan IQ akibat
Pb atau logam berat lain, merupakan contoh penyakit yang terjadi akibat pencemaran
lingkungan. Pada umumnya mekanisme terjadi melalui oral (mulut), pernafasan atau
iritasi melalui kulit. Kerugian terhadap kesehatan merupakan kerugian besar akibat
kerusakan lingkungan.
c. Dampak Terhadap Perairan : Perairan pada suatu wilayah terdiri dari materi dan energi
untuk mendukung kehidupan, yang popular dengan daya dukung lingkungan. Polutan
merupakan materi dan energi asing yang memasuki badan air, sehingga menurunkan daya
dukung lingkungan. Kondisi tercemar terjadi bila perubahan tersebut menyebabkan
badan air berubah dari peruntukannya. Bahan organik merupakan bahan yang dominan
sebagai polutan.
4. Pasca operasi : lahan yang tidak bisa dipergunakan lagi, kasus penyakit pada masyarakat yang
tinggi, perairan yang telah tercemar, meningkatnya angka pengangguran karena ketiadaan
lahan pekerjaan.

IV - 14
Laporan Antara

IV - 15

Anda mungkin juga menyukai