IV - 1
Laporan Antara
Pelabuhan yang dapat digunakan untuk jalur transportasi adalah terminal khusus yaitu pelabuhan
pengangkut minyak di Kelurahan Lingkasujung, Kecamatan Tarakan Timur. Pelabuhan ini dapat
digunakan bersama untuk jalur pengangkutan batubara dari dan ke Kota Tarakan.
3. Ditempat pengguna batubara.
Tujuan pembangunan stockpile adalah menyimpan batubara sebagai sumber bahan bakar untuk
PLTU di Kota Tarakan. Oleh sebab itu stockpile batubara dapat didekatkan di lokasi rencana
pembangunan PLTU di Kota Tarakan yaitu di Kelurahan Juatalaut.
dari kedua alternatif lokasi pembangunan stockpile batubara kemudian diskoring/ dinilai
berdasarkan kriteria tertentu. Kriteria dan indikator penilaian kelayakan alternatif lokasi
pembangunan stockpile batubara adalah:
a. Kesesuaian lahan dengan rencana tata ruang.
Indikator yang digunakan adalah kesesuaian dengan rencana pola ruang dalam RTRW Kota
Tarakan. Skor/ nilai tertinggi diberikan pada lahan yang sesuai untuk zona industri dan
pergudangan, zona pertambangan.
b. Kesesuaian lahan dengan kebijakan atau rencana pengembangan jaringan energi.
Indikator yang digunakan adalah kesesuaian dengan rencana pengembangan jaringan energi yang
sudah disusun di Kota Tarakan. Skor/ nilai tertinggi diberikan pada lahan yang sesuai/ mendukung
perwujudan rencana pengembangan jaringan energi, misal pembangunan stockpile batubara
terintegrasi dengan pembangunan PLTU supaya meminimalisir pencemaran.
c. Daya dukung lahan.
Indikator yang digunakan adalah kondisi topografi dan rawan bencana pada alternatif lokasi yang
akan dibangun stockpile batubara. Skor/ nilai tertinggi diberikan pada lahan yang datar dan bukan
merupakan daerah rawan bencana.
d. Jarak dengan tambang batubara.
Indikator yang digunakan adalah jarak antara tambang batubara dengan alternatif lokasi
pembangunan stockpile batubara. Skor/ nilai tertinggi diberikan pada lahan yang dekat dengan
lokasi pertambangan batubara, karena dengan kedekatan lokasi mempermudah pengangkutan
batubara menuju stockpile serta mengurangi biaya transportasi.
e. Jarak dengan pelabuhan batubara.
Indikator yang digunakan adalah jarak antara alternatif lokasi pembangunan stockpile batubara
dengan pelabuhan batubara. Skor/ nilai tertinggi diberikan pada lahan yang dekat dengan
pelabuhan, karena dengan kedekatan lokasi mempermudah pengangkutan batubara menuju
stockpile.
f. Kemudahan aksesibilitas.
Indikator yang digunakan adalah tersedianya jaringan jalan yang memadai untuk dilalui kendaraan
pengangkut batubara. Skor/ nilai tertinggi diberikan pada lahan yang berada pada akses jalan
utama kota.
IV - 2
Laporan Antara
Berikut dapat dilihat hasil penilaian alternatif lokasi pembangunan stockpile batubara di Kota
Tarakan.
Tabel IV.2.
Hasil Penilaian Kelayakan Lokasi Pembangunan Stockpile Batubara
Alt 1: Kel Alt 2: Kel
No Kriteria Bobot Skor Lingkasujung Juatalaut
Skor Nilai Skor Nilai
1 Kesesuaian lahan dengan 20 2 = Sesuai 2 40 2 40
rencana tata ruang 1 = Tidak sesuai
2 Kesesuaian lahan dengan 15 2 = Sesuai 1 15 2 30
kebijakan atau rencana 1 = Tidak sesuai
pengembangan jaringan
energi
3 Daya dukung lahan 15 2 = Sesuai 2 30 2 30
1 = Tidak sesuai
IV - 3
Laporan Antara
Dari hasil perhitungan diatas, dapat diketahui bahwa nilai tertinggi berada pada alternatif
lokasi kedua yaitu di Kelurahan Juatalaut. Selanjutnya diidentifikasi lokasi pembangunan stockpile
batubara di dekat rencana pembangunan PLTU. Pembangunan stockpile di Kelurahan Juatalaut dinilai
lebih layak karena dekat dengan lokasi penggunaan batubara yaitu untuk bahan bakar PLTU,
sehingga lebih mudah untuk memasok bahan bakar PLTU dan meringankan biaya transportasi
menuju PLTU. Pemilihan lokasi pembangunan stockpile batubara di Kelurahan Juatalaut juga lebih
layak dari segi kemudahan akses pengangkutan batubara dari pelabuhan, karena berada di sisi utara
Kota Tarakan, langsung menuju akses pengangkutan batubara dari wilayah lain.
IV - 4
Laporan Antara
batubara, yaitu batubara per kg setara dengan 5,9313 kWh (Sumber : PGN dan Pertamina, dalam
Buku Perencanaan Kebutuhan Energi Sektor Industri dalam Rangka Akselerasi Industrialisasi, 2012).
Perhitungan kebutuhan listrik dan kebutuhan batubara di Kota Tarakan hingga tahun 2036 dapat
dilihat pada Tabel IV.3.
Kapasitas Penyimpanan Batubara
Kapasitas penyimpanan batubara di stockpile menentukan desain suatu stockpile. Stockpile yang
berkapasitas kecil dengan batubara dengan kapasitas besar mungkin berbeda khususnya dalam
penyiapan lahan dan preparasi lahan tersebut.
Pada stockpile dengan kapasitas yang besar, dasar stockpile harus benar-benar kuat dan kokoh
menahan beban yang besar. Kalau tidak, base stockpile tersebut akan turun di bagian tengah,
dan juga akan ikut menurunkan batubara yang ada di atasnya. Dalam kondisi seperti itu akan
terjadi kehilangan batubara di stockpile.
Jumlah Produk yang Dipisahkan
Banyaknya jumlah produk yang akan dipisahkan menentukan luasan stockpile yang diperlukan.
Semakin banyak jumlah produk yang dipisahkan semakin besar areal yang diperlukan.
Fasilitas Penumpukan dan Pemuatan
Alat yang digunakan dalam sistem penumpukan dan pemuatan batubara di stockpile juga
mempengaruhi desain atau areal stockpile yang digunakan.
Penggunaan stacker-reclaimer dalam sistem penumpukan dan pemuatan, membuat desain dan
sistem penumpukan memanjang.
Stacker-reclaimer juga mempermudah dalam pemisahan batubara yang memiliki kualitas yang
berbeda dan sekaligus juga mempermudah dalam blending batubara tersebut.
Sistem Penumpukan
Dalam penumpukan batubara harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Sekeliling tumpukan batubara harus dapat diakses oleh unit maintenance seperti Wheel Loader
atau Excavator.
2. Penumpukan harus memanjang searah dengan prevailing wind (arah angin dominan)
3. Setiap penumpukan harus dipastikan di-trimming agar tidak terdapat puncak-puncak kecil diatas
tumpukan batubara
4. Slope permukaan stockpile yang menghadap ke arah angin harus dilandaikan sudutnya, bila perlu
dipadatkan.
IV - 5
Laporan Antara
Tabel IV.3.
Prediksi Kebutuhan Listrik dan Kebutuhan Batubara di Kota Tarakan Tahun 2036
Jml Pddk Jml RT Kebt Listrik (W) Kebt Listrik (kWh)
NO Kecamatan Non Non
2036 2036 Domestik Total Domestik Total
Domestik Domestik
1 Tarakan Timur 106.233 26.558 23.902.430,31 4.780.486,06 28.682.916,37 86.048.749,10 17.209.749,82 103.258.498,92
2 Tarakan Tengah 149.833 37.458 33.712.312,81 6.742.462,56 40.454.775,37 121.364.326,12 24.272.865,22 145.637.191,35
3 Tarakan Barat 167.475 41.869 37.681.886,36 7.536.377,27 45.218.263,63 135.654.790,89 27.130.958,18 162.785.749,07
4 Tarakan Utara 54.482 13.620 12.258.445,59 2.451.689,12 14.710.134,71 44.130.404,12 8.826.080,82 52.956.484,95
Jumlah 478.023 119.506 107.555.075,07 21.511.015,01 129.066.090,08 387.198.270,24 77.439.654,05 464.637.924,29
Lanjutan tabel:
Kebt batubara (kg) Kebt batubara (ton)
NO Kecamatan Non
Domestik Total Domestik Non Domestik Total
Domestik
1 Tarakan Timur 14.507.569,86 2.901.513,97 17.409.083,83 14.507,57 2.901,51 17.409,08
2 Tarakan Tengah 20.461.673,85 4.092.334,77 24.554.008,62 20.461,67 4.092,33 24.554,01
3 Tarakan Barat 22.871.004,82 4.574.200,96 27.445.205,78 22.871,00 4.574,20 27.445,21
4 Tarakan Utara 7.440.258,31 1.488.051,66 8.928.309,97 7.440,26 1.488,05 8.928,31
Jumlah 65.280.506,84 13.056.101,37 78.336.608,21 65.280,51 13.056,10 78.336,61
Sumber: Penyusun, 2016
IV - 6
Laporan Antara
Menurut informasi pustaka lama, tinggi maksimum timbunan yang dianjurkan adalah kira-kira
23 m untuk tempat timbunan batubara baik yang berasal dari tambang (ROM- coal) maupun yang
bersih dari washplant (clean or saleable coal) yang tidak dikompakan dengan waktu penimbunan
berjangka pendek (live storage or short term live unconsolidated stockpile). Dengan sistem
penimbunan batubara yang dikompakan (reserve storage), tinggi timbunan batubaranya dapat
mencapai kira-kira 11 12 m, terutama untuk penimbunan batubara bersih.
Sistem Dan Rekayasa Penimbunan Batubara (Coal Stockpiling System And Engineering)
Pemilihan sistem penimbunan batubara tergantung pada faktor-faktor sebagai berikut :
a. jumlah atau tonase batubara yang akan ditimbunkan harus disesuaikan dengan lamanya
masa penimbunan/penyimpanannya
b. luas daerah tanah atau kapasitas alat untuk penimbunan/penyimpanan yang tersedia
c. topografi lokasi daerah tempat penimbunan
d. kondisi iklim, dan
e. dampak lingkungan dan keselamatan.
Berdasarkan faktor-faktor ini, ada 2 (dua) cara penimbunan batubara yaitu :
1. pada daerah tanah lapangan yang terbuka, luas dan rata (bed stockpiling yard)
2. dengan menggunakan storage bin atau bunker.
Karena jumlah produksi (tonase) batubara dari suatu tambang umumnya besar, maka cara
penimbunan batubara yang lazim digunakan adalah dengan menggunakan bed stocking
yard atau stockyard. Disini diperlukan prosedur baku operasi untuk mencapai tujuan penimbunan
batubara yang aman dalam rangka :
a. untuk mencegah swapemanasan (self-heating) dan swabakar (spontaneous combustion) supaya
jangan sampai terjadi hot coal,
b. untuk mencegah terjadinya penurunan kualitas dipandang dari segi parameter kualitas
komersialnya yaitu berupa :
kehilangan sifat pengkokasan dari batubara kokas (coking coals) sebagai
bahan baku (feedstock) untuk pembuatan kokas metalurgi, atau
IV - 7
Laporan Antara
IV - 8
Laporan Antara
equipment, seperti loader dari pada dengan bulldozer yang umumnya memakai track, untuk
mencegah kehancuran partikel batubara lebih lanjut.
Permukaan datar dan kemiringan di sisi samping timbunan batubara harus
dikompakan. Perataan permukaan seharusnya dilaksanakan untuk mempermudah pengeringan air
dan penyemprotan air. Permukaan kemiringan bagian sisi timbunan batubara sebaiknya dilapisi
dengan bahan yang tidak mudah terbakar untuk mencegah masuknya aliran udara ke dalam
timbunan batubara tersebut. Dalam hal ini, terutama untuk tempat timbunan batubara yang
dikompakan berjangka panjang (reserve storageor long term consolidated stockpile), sudut sisi miring
sampai ke puncak timbunan harus kurang dari sudut alami yang terbentuk oleh batubara yang
ditimbunkan (angle of repose) sekitar 45o. Biasanya sudut ini dibuat selandai mungkin sekitar
15o dan 30o atau rata-rata 20o dari bidang datar tanah supaya alat pengompakan bisa bekerja aman.
Menurut informasi pustaka lama, tinggi maksimum timbunan yang dianjurkan adalah kira-kira
2 3 m untuk tempat timbunan batubara baik yang berasal dari tambang (ROM- coal) maupun yang
bersih dari washplant (clean or saleable coal) yang tidak dikompakan dengan waktu penimbunan
berjangka pendek (live storage or short term live unconsolidated stockpile). Dengan sistem
penimbunan batubara yang dikompakan (reserve storage), tinggi timbunan batubaranya bisa
mencapai kira-kira 11 12 m, terutama untuk penimbunan batubara bersih.
Sistem pemantauan suhu timbunan dan cara penanggulangi kebakaran
Suhu timbunan batubara harus dipantau secara teratur untuk mengetahui apakah ada tanda-
tanda (clues) terjadinya gejala swabakar dalam timbunan batubara tersebut atau tidak. Adanya
tanda-tanda naiknya suhu timbunan menunjukkan adanya oksidasi batubara (self-heating) yang akan
menimbulkan swabakar berupa hot coal dan kalau gejala ini tidak diatasi atau dicegah, maka akan
terjadi kebakaran.
Pekerjaan pengukuran suhu timbunan batubara dapat dilakukan dengan menggunakan
thermometer yang dimasukkan ke dalam sebuah pipa besi yang diberi lobang-lobang dan berujung
runcing dengan dasar tertutup. Pipa-pipa pemantauan suhu ini sebagai titik-titik pemantauan suhu
(temperature monitoring points) dipasang tegak lurus ke dalam timbunan sedalam kira-kira 1,5 m
dari permukaan timbunan dengan jarak antar titik-titik pemantauan sekitar 5 m dengan pola persegi
(square grid) yang meliputi seluruh daerah timbunan yang diawasi tersebut. Suhu yang dicatat
berupa data pengukuran suhu diplot di peta daerah penimbunan batubara yang
bersangkutan. Pekerjaan pemantauan suhu pada tempat timbunan batubara yang berjangka
panjang (reserve storage) sebaiknya dilakukan 2 (dua) kali seminggu. Jika suhu timbunan menaik
lebih dari 5oC di atas suhu sekitarnya di permukaan (ambient temperature), pemantauan suhu
sebaiknya dilaksanakan setiap hari. Suhu kritis suatu jenis batubara tergantung pada kemampuan
dari batubara tersebut untuk beroksidasi (penyerapan oksigen = self-heating) yaitu umumnya jenis
batubara yang berkadar air-lembab (lengas), oksigen dan zat-terbang = VM yang tinggi mempunyai
kemampuan menyerap oksigen lebih tinggi, terutama dari jenis batubara berperingkat rendah
seperti sub-bituminous dan lignit). Karena itu, suhu kritis timbunan dari jenis batubara berperingkat
(kelas = rank) tinggi yaitu anthrasit dan bituminous adalah 70o 80oC, sedangkan dari jenis batubara
yang berperingkat rendah yaitu sub-bituminous dan lignit adalah 50o 55oC. Jika suhu kritis ini
dilampaui, maka batubara panas (hot coal) akan terjadi dan segera harus diatasi atau dicegah supaya
IV - 9
Laporan Antara
tidak terjadi kebakaran dengan cara membongkar/menggalinya serta disebarkan supaya dingin atau
dipadamkan dengan semprotan air.
Ada 2 (dua) cara untuk mendeteksi gejala awal terjadinya self-heating batubara yang akhirnya
dapat menyebabkan terjadinya swabakar berupa hot coal yaitu sebagai berikut :
a. Fisika : perkembangan self-heating batubara selalu diikuti dengan munculnya tanda-tanda
: keluarnya keringat (pengembunan uap air), kabut (haze), bau (odour), panas (heat), dan asap.
b. Kimia : karena gas swabakar pada hot coal spot adalah CO2, CO, dan H2O, maka emisi CO dapat
dipakai sebagai tanda adanya gejala terjadinya swabakar.
Berbagai pilihan metode dan prosedur yang dapat diterapkan untuk mengendalikan atau
memadamkan hot coal akibat swabakar adalah sebagai berikut :
1. inertisasi (inertization)
2. penggalian hot coal (excavating the hot spot or fire)
3. penyekatan (sealing off) dengan stoppings (dam semen, pasangan bata atau sandbags)
4. perendaman (flooding or inundation)
5. pengeimbangan tekanan yang dilokalisir sehingga tidak terjadi kebocoran udara (localized
pressure balancing), dan
6. pelapisan (coating) permukaan timbunan batubara dengan bahan bitumen atau ter, atau
7. penyuntikan atau penambalan kebocoran udara pada lapisan batuan di sekitar dinding lubang
bukaan tambang dengan menggunakan resin, gypsum atau beton (sealants)
Sistem pengelolaan pengambilan kembali dari timbunan
Karena luasnya daerah tempat penimbunan batubara, maka pada prinsipnya ada 2 (dua)
bagian daerah kegiatan yaitu daerah tempat penimbunan sementara (live storage) untuk batubara
yang dapat dijual (saleable coals) sesuai dengan syarat mutu baku pasaran batubara baik yang dari
tambang atau yang dari terminal batubara ekspor dan daerah tempat penimbunan batubara yang
sebenarnya untuk jangka panjang (reserve storage) dimana proses penaburan (spreading) batubara
yang ditimbunkan secara lapis demi lapis melalui stacker boom yang dapat dilanjutkan dengan
pemadatan per lapis dengan menggunakan tyre-wheeled loader. Dengan kata lain, sistem
pengaturannya adalah bahwa batubara dari live storagesesuai dengan urutan kedatangan atau
penerimaan dan asal pengiriman batubara ditangani lagi secara sistematis yaitu first in first
out untuk ditimbunkan ke tempat timbunannya sebenarnya (reserve storage) sebelum
didistribusikan juga secara sistematis untuk siap dikosumsi atau dipakai oleh unit PLTU Batubara
secara sistematis. Biasanya posisi kedua daerah kegiatan ini saling berdampingi mengikuti arah
memanjang timbunan batubara dimana peralatan yang umum digunakan pada lokasi timbunan
batubara (coal stockpile) yang luas, terbuka dan rata ini terdiri dari : seperti alat gusur/gali berupa
bulldozer, alat muat berupa tyre-wheeled loader yang merangkap sebagai alat pemadatan partikel
batubara yang ditimbunkan secara lapis demi lapis, alat penimbun (tripper stacker) dan alat
pengambil batubara kembali (reclaimer).
IV - 10
Laporan Antara
Manajemen stockpile
Inbound Pengelolaan batubara
Logistics
Outbond
Distribusi listrik kepada pelanggan
logistic
IV - 11
Laporan Antara
4.4.1. Debu
Pembangkit listrik tenaga uap yang direncanakan akan menggunakan bahan bakar berupa
batubara dan solar, tetapi utamanya adalah batubara. Solar hanya digunakan ketika daya yang
dibangkitkan pembangkit rendah dan saat First Firing setelah shutdown.
Bahan bakar yang digunakan merupakan bahan bakar fosil yang akan menghasilkan polusi
udara berupa partikel-partikel kecil Fly Ash yang tentunya harus dibuang ke udara. Selain itu,
pembakaran batubara akan menghasilkan Bottom Ash.
Untuk mengantisipasi pencemaran lingkungan dan mengganggu permukiman, digunakan
Electrostatic Precipitator (ESP). ESP akan menangkap Fly Ash yang ditarik Induced Draft Fan untuk
dibuang ke Chimney. ESP yang direncanakan memiliki efisiensi 99,4% yang berarti sangat efisien dan
berpengaruh sedikit kepada lingkungan.
Bottom Ash yang dihasilkan dari pembakaran batubara akan dijual pada pabrik semen sebagai
campuran semen. Dengan penjualan ini, diperoleh 2 keuntungan sekaligus, yaitu penanganan limbah
Bottom Ash dan tambahan pemasukan hasil penjualan Bottom Ash.
Meskipun telah dipasang ESP, tetap akan diadakan studi dampak lingkungan selama
pembangkit beroperasi, sehingga apabila terdapat permasalahan, akan ditemukan solusinya dalam
keberjalanannya.
4.4.2. Kontaminasi
Kontaminasi merupakan sesuatu yang hal sangat tidak diinginkan dalam suatu proses produksi
batubara selain dapat mempenagaruhi kualitas batubara maupun performance daripada miner /
penambang tersebut. Kontaminasi dapat terjadi mulai dari tambang, proses rehandling, di stockpile
maupun di vessel. Hal ini dapat mengakibatkan claim atau complain dari suatu buyer.
Kontaminasi di daerah tambang, kontaminasi yang umum terbawa pada saat expose batubara
antara lain overburden yang berupa clay, tanah atau batuan lainnya. Hal ini berakibat akan
meningkatnya kandungan abu ( ash content ) Kontaminasi proses rehandling, terjadi saat proses
pengangkutan batubara. Kontaminasi ini biasa berupa :
Terdapatnya sparepart kendaraat berat / potongan logam
Kawat, besi, kayu, plastik, kaleng minuman, karet ban, dll
Kontaminasi di daerah stockpile. Stockpile yang kurang bagus dapat menyebabkan suatu
kontaminasi terhadap batubara itu sendiri terutama dari basement / dasar dari stockpile
IV - 12
Laporan Antara
akibat manuver-manuver dari suatu dozer / traktor sehingga akan terangkat dasar stockpile
yang berupa tanah, lempung atau batu splite.
Hal-hal yang perlu diperhatikan guna menghindari kontaminasi dari stockpile antara lain :
Supervisi yang ketat semua aktivitas area stockpile
Pelaksanaan housekeeping
Perawatan rutin peralatanyang digunakan, meliputi perawatan terhadap alat-alat plant
maupun terhadap alat berat yang digunakan di area stockpile.
Metal detector, berfungsi untuk mencegah kontaminasi metal masuk ke stockpile maupun
maupun batubara yang akan dikeluarkan dari stockpile.
IV - 13
Laporan Antara
Menutup (sealing) bagian luar tumpukan misalnya dengan ter, bitumen atau bahan kimia
agar aliran udara tidak dapat masukan ke dalam tumpukan batubara;
Memasang alat semacam pemacah angin pada sisi tumpukan batubara terkena hembusan
angin;
Melakukan monitoring suhu tumpukan menggunakan thermokopel untuk peringatan dini
(early warning).
IV - 14
Laporan Antara
IV - 15