Anda di halaman 1dari 14

REFERAT BEDAH PLASTIK

LUKA BAKAR LISTRIK

Oleh :
G99122079

Pembimbing :
dr. Amru Sungkar,Sp.B, Sp.BP-RE

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
2017
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Combustio atau Luka bakar adalah trauma yang disebabkan oleh panas,
arus listrik, bahan kimia dan radiasi yang mengenai kulit, mukosa, dan
jaringan yang lebih dalam. Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan
karena arus, api dan ledakan. Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh
yang memiliki resistensi paling rendah, dalam hal ini cairan. Kerusakan
terutama pada pembuluh darah, khususnya tunika intima, sehingga
menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal. Seringkali kerusakan berada jauh
dari lokasi kontak, baik kontak dengan sumber arus maupun ground.
B. Karakteristik Luka Bakar Listrik
Karakteristik listrik serta sifat berbagai jaringan menentukan derajat
kerusakan dan memberikan prediksi mengenai kemungkinan morbiditas yang
bahkan mortalitas. Beberapa karakteristik listrik yang perlu diketahui antara
lain adalah tegangan (voltage), arus listrik, resistensi dan konduksi
1. Tegangan
Tegangan adalah gaya elektromotif atau perbedaan potensial
listrik. Semakin besar tegangan listrik yang dialirkan ke jaringan yang
memiliki resistensi relatif tetap, semakin besar arus yang dialirkan.
2. Arus Listrik
Arus listrik (electric current) adalah aliran litrik yang dibagi
menjadi dua yaitu arus bolak balik (alternating current, AC) dan satu arah
(direct current, DC).
Arus DC tegangan tinggi menimbulkan spasme muscular,
menyebabkan korban terpental menjauhi sumber arus. Hal ini
mengakibatkan waktu paparan dengan arus relatif singkat, namun diikuti
kemungkinan timbulnya trauma tumpul. Sedangkan, arus AC lebih
berbahaya, karena menyebabkan kontraksi muskular kontinu, tetani, dan
timbul bila serat-serat otot mendapat stimulasi 40-110 kali per detik.
Biasanya semakin tinggi tegangan dan kekuatannya, maka semakin
besar kerusakan yang ditimbulkan oleh kedua jenis arus listrik tersebut.
Kekuatan arus listrik diukur dalam ampere. 1 miliampere (mA) sama
dengan 1/1,000 ampere. Pada arus serendah 60-100 mA dengan tegangan
rendah (110-220 volt), AC 60 hertz yang mengalir melalui dada dalam
waktu sepersekian detik bisa menyebabkan irama jantung yang tidak
beraturan, yang bisa berakibat fatal. Arus bolak-balik lebih dapat
menyebabkan aritmia jantung dibanding arus searah. Arus dari AC pada
100 mA dalam seperlima detik dapat menyebabkan fibrilasi ventrikel dan
henti jantung.
Efek yang sama ditimbulkan oleh DC sebesar 300-500 mA.
Jika arus langsung mengalir ke jantung, misalnya melalui sebuah
pacemaker, maka bisa terjadi gangguan irama jantung meskipun arus
listriknya jauh lebih rendah (kurang dari 1 mA).
3. Resistensi dan Konduksi.
Resistensi adalah tahanan jaringan atau oposisi terhadap aliran
listrik, sedangkan konduksi adalah kapasitas jaringan menyampaikan
(mengalirkan arus listrik). Tahanan yang terbesar terdapat pada kulit
tubuh, akan menurun besarnya pada tulang, lemak, urat saraf, otot, darah
dan cairan tubuh. Tahanan kulit rata-rata 500-10.000 ohm. Di dalam
lapisan kulit itu sendiri bervariasi derajat resistensinya, hal ini bergantung
pada ketebalan kulit dan jumlah relatif dari folikel rambut, kelenjar
keringat dan lemak. Kulit yang berkeringat lebih jelek daripada kulit yang
kering. Menurut hitungan Cardieu, bahwa berkeringat dapat menurunkan
tahanan sebesar < 1,000 ohm.
Arus listrik banyak yang melewati kulit, karena itu energinya
banyak yang dilepaskan di permukaan. Jika resistensi kulit tinggi, maka
permukaan luka bakar yang luas dapat terjadi pada titik masuk dan
keluarnya arus, disertai dengan hangusnya jaringan diantara titik masuk
dan titik keluarnya arus listrik. Tergantung kepada resistensinya, jaringan
dalam juga bisa mengalami luka bakar.
Tahanan tubuh terhadap aliran listrik juga akan menurun pada
keadaan demam atau adanya pengaruh obat-obatan yang mengakibatkan
produksi keringat meningkat. Pertimbangkan tentang transitional
resistance, yaitu suatu tahanan yang menyertai akibat adanya bahan-
bahan yang berada di antara konduktor dengan tubuh atau antara tubuh
dengan bumi, misalnya baju, sarung tangan karet, sepatu karet, dan lain-
lain.
C. Penilaian Luka Bakar Listrik
Berdasarkan American Burn Associations, Luka bakar diklasifikasikan
berdasarkan kedalaman, luas permukaan, dan derajat berat ringannya luka
bakar.
1. Berdasarkan Kedalaman
a) Luka bakar derajat I (superficial burns)
Luka bakar derajat ini terbatas hanya sampai lapisan epidermis.
Gejalanya berupa kemerahan pada kulit akibat vasodilatasi dari
dermis, nyeri, hangat pada perabaan dan pengisian kapilernya cepat.
Pada derajat ini, fungsi kulit masih utuh. Contoh dari luka bakar
derajat 1 adalah bila kulit terpapar oleh sinar matahari terlalu lama atau
tersiram air panas. Proses penyembuhan terjadi sekitar 5-7 hari. Luka
bakar derajat ini tidak menghasilkan jaringan parut, dan
pengobatannya bertujuan agar pasien merasa nyaman dengan
mengoleskan soothing salves dengan atau tanpa gel lidah buaya (Yasti
et al., 2015).
b) Luka bakar derajat II (partial thickness burns)
Luka bakar derajat ini merupakan luka bakar yang kedalamannya
mencapai batas dermis. Bila luka bakar ini mengenai sebagian
permukaan dermis (superficial partial thickness).Luka bakar derajat II
superficial ini tampak eritema, nyeri, pucat jika ditekan, dan ditandai
adanya bulla berisi cairan eksudat yang keluar dari pembuluh darah
karena permeabilitas dindingnya meningkat. Luka ini mereepitelisasi
dari struktur epidermis yang tersisa pada rete ridge, folikel rambut dan
keringat dalam 7-14 hari secara spontan. Setelah penyembuhan, luka
bakar ini dapat memiliki sedikit perubahan warna kulit dalam jangka
waktu yang lama. Luka bakar derajat II yang mengenai bagian reticular
dermis (deep partial thickness) tampak lebih pucat, tetapi masih terasa
nyeri jika di tusuk dengan jarum (pin prick test). Luka bakar ini
sembuh dalam 14-35 hari dengan reepitelisasi dari folikel rambut, dan
keratinosit kelenjar keringat, seringkali parut berat muncul sebagai
akibat dari hilangnya dermis (Yasti et al., 2015).
c) Luka bakar derajat III (full-thickness)
Kedalaman luka bakar ini mencapai seluruh dermis dan epidermis
sampai ke lemak subkutan. Luka bakar ini ditandai dengan eskar yang
keras, tidak nyeri, dan warnanya hitam, putih atau merah ceri. Tidak
ada sisa epidermis ataupun dermis sehingga luka harus sembuh dengan
reepitelisasi dari tepi luka. Full thickness memerlukan eksisi dengan
skin grafting (Yasti et al., 2015).
d) Luka bakar derajat IV
Luka bakar derajat ini hingga mencapai organ di bawah kulit seperti
otot, dan tulang (Yasti et al., 2015).
2. Luas Luka Bakar Listrik
Wallace membagi tubuh atas bagian nagian 9 % atau kelipatan
dari 9 terkenal dengan nama Rule of Nine atau Rule of Wallace.
Kepala dan leher - 9%
3.
Lengan - 18 %
4.
Badan Depan - 18 %
5.
Badan Belakang - 18 %
6.
Tungkai - 36 %
7.
Genitalia/perineum - 1%
8.
Total - 100 %
9.
Dalam perhitungan agar lebih mempermudah dapat dipakai luas telapak
tangan penderita adalah 1 % dari luas permukaan tubuhnya. Pada anak
anak dipakai modifikasi Rule of Nine menurut Lund and Brower, yaitu
ditekankan pada umur 15 tahun, 5 tahun dan 1 tahun.

3. Kriteria Berat-ringannya
Kriteria berat-ringannya suatu luka bakar menurut American Burn
Association adalah
a) Luka bakar ringan.
- Luka bakar derajat II <15 %
- Luka bakar derajat II < 10 % pada anak anak
- Luka bakar derajat III < 2 %
b) Luka bakar sedang
- Luka bakar derajat II 15-25 % pada orang dewasa
- Luka bakar II 10 20 5 pada anak anak
- Luka bakar derajat III < 10 %
c) Luka bakar berat
- Luka bakar derajat II 25 % atau lebih pada orang dewasa
- Luka bakar derajat II 20 % atau lebih pada anak anak.
- Luka bakar derajat III 10 % atau lebih
- Luka bakar mengenai tangan, wajah, telinga, mata, kaki dan
genitalia/perineum.
- Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain.
D. Penatalaksanaan
1. Prehospital
Hal pertama yang harus dilakukan jika menemuikan pasien luka
bakar di tempat kejadian adalah menghentikan proses kebakaran.
Maksudnya adalah membebaskan pasien dari pajanan atau sumber dengan
memperhatikan keselamatan diri sendiri. Kemudian lepaskan semua bahan
yang dapat menahan panas (pakaian, perhiasan, logam), hal ini untuk
mencegah luka yang semakin dalam karena tubuh masih terpajan dengan
sumber. Bahan yang meleleh dan menempel pada kulit tidak boleh
dilepaskan. Air suhu kamar dapat disiramkan ke atas luka dalam waktu 15
menit sejak kejadian, namun air dingin tidak boleh diberikan untuk
mencegah terjadinya hipotermia dan vasokonstriksi.

2. Resusitasi jalan napas


Resusitasi jalan napas bertujuan untuk mengupayakan suplai
oksigen yang adekuat. Pada luka bakar dengan kecurigaan cedera inhalasi,
tindakan intubasi dikerjakan sebelum edema mukosa menimbulkan
manifestasi obstruksi. Sebelum dilakukan intubasi, oksigen 100%
diberikan menggunakan face mask. Intubasi bertujuan untuk
mempertahankan patensi jalan napas, fasilitas pemeliharaan jalan napas
(penghisapan sekret) dan bronchoalveolar lavage. Krikotiroidotomi masih
menjadi diperdebatkan karena dianggap terlalu agresif dan morbiditasnya
lebih besar dibandingkan intubasi. Krikotiroidotomi dilakukan pada kasus
yang diperkirakan akan lama menggunakan endotracheal tube (ETT) yaitu
lebih dari 2 minggu pada luka bakar luas yang disertai cedera inhalasi.

Kemudian dilakukan pemberian oksigen 2-4 L/menit melalui pipa


endotrakeal. Terapi inhalasi mengupayakan suasana udara yang lebih baik
di saluran napas dengan cara uap air menurunkan suhu yang menigkat
pada proses inflamasi dan mencairkan sekret yang kental sehingga lebih
mudah dikeluarkan. Terapi inhalasi dengan Ringer Laktat hasilnya lebih
baik dibandingkan NaCl 0,9%. Dapat juga diberikan bronkodilator bila
terjadi bronkokonstriksi seperti pada cedera inhalasi yang disebabkan oleh
bahan kimiawi dan listrik. Pada cedera inhalasi perlu dilakukan
pemantauan gejala dan tanda distres pernapasan. Gejala dan tanda berupa
sesak, gelisah, takipnea, pernapasan dangkal, bekerjanya otot-otot bantu
pernapasan, dan stridor. Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan
adalah analisa gas darah serial dan foto toraks.
3. Resusitasi cairan
Syok pada luka bakar umum terjadi dan merupakan faktor utama
berkembangnya SIRS dan MODS. Tujuan resusitasi cairan pada syok luka
bakar adalah:
Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh
vaskuler regional sehingga tidak terjadi iskemia jaringan
Minimalisasi dan eliminasi pemberian cairan bebas yang tidak
diperlukan
Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskuler untuk
menjamin survival seluruh sel
Minimalisasi respon inflamasi dan hipermetabolik dan mengupayakan
stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologis.
a) Dasar pemilihan jenis cairan
Terdapat tiga jenis cairan secara umum yaitu kristaloid (isotonik),
cairan hipertonik dan koloid. Beberapa faktor yang harus diperhatikan
dalam pemilihan cairan adalah efek hemodinamik, distribusi cairan
dihubungkan dengan permeabilitas kapiler, oxygen carrier, pH
buffering, efek hemostasis, modulasi respon inflamasi, faktor
keamanan, eliminasi, praktis dan efisiensi. Jenis cairan terbaik untuk
resusitasi dalam berbagai kondisi klinis masih menjadi perdebatan
terus diteliti. Sebagian orang berpendapat kristaloid adalah cairan yang
paling aman digunakan untuk tujuan resusitasi awal pada kondisi klinis
tertentu. Sebagian berpendapat koloid bermanfaat untuk entitas klinik
lain. Hal ini dihubungkan dengan karakteristik masing-masing cairan
yang memiliki kelebihan dan kekurangan, sehingga sulit untuk
mengambil keputusan untuk diterapkan secara umum sebagai protokol.
Pada kasus luka bakar, terjadi kehilangan cairan di kompartemen
interstisial secara masif dan bermakna sehingga dalam 24 jam pertama
resusitasi dilakukan dengan pemberian cairan kristaloid.
b) Penentuan jumlah cairan
Sebagai bagian dari perawatan awal pasien yang terkena luka
bakar, Pemberian cairan intravena yang adekuat harus dilakukan, akses
intravena yang adekuat harus ada, terutama pada bagian ekstremitas
yang tidak terkena luka bakar. Adanya luka bakar diberikan cairan
resusitasi karena adanya akumulasi cairan edema tidak hanya pada
jaringan yang terbakar, tetapi juga seluruh tubuh. Telah diselidiki
bahwa penyebab permeabilitas cairan ini adalah karena keluarnya
sitokin dan beberapa mediator, yang menyebabkan disfungsi dari sel,
kebocoran kapiler.
Tujuan utama dari resusitasi cairan adalah untuk menjaga dan
mengembalikan perfusi jaringan tanpa menimbulkan edema.
Kehilangan cairan terbesar adalah pada 4 jam pertama terjadinya luka
dan akumulasi maksimum edema adalah pada 24 jam pertama setelah
luka bakar. Prinsip dari pemberian cairan pertama kali adalah
pemberian garam ekstraseluler dan air yang hilang pada jaringan yang
terbakar, dan sel-sel tubuh. Pemberian cairan paling popular adalah
dengan Ringer laktat untuk 48 jam setelah terkena luka bakar. Output
urin yang adekuat adalah 0.5 sampai 1.5mL/kgBB/jam.
Formula yang terkenal untuk resusitasi cairan adalah formula
Parkland :
1. 24 jam pertama.Cairan Ringer laktat : 4ml/kgBB/%luka bakar.
Misal, pria dengan berat 80 kg dengan luas luka bakar 25 %
Kebutuhan cairan : (25) X (80 kg) X (4 ml) = 8000 ml dalam 24
jam pertama
2. jumlah cairan 4000 ml diberikan dalam 8 jam
3. jumlah cairan sisanya 4000 ml diberikan dalam 16 jam
berikutnya.
4. 2000 cc Dextrose 5% / 24 jam (untuk mengganti cairan yang
hilang akibat penguapan). Separuh dari jumlah cairan 1+2+3
diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam
berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan pada
hari pertama. Dan hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari
kedua.
Cara lain adalah cara Evans :
1. Luas luka bakar dalam % x berat badan dalam kg = jumlah NaCl /
24 jam
2. Luas luka bakar dalam % x berat badan dalam kg =jumah plasma /
24 jam
(no 1 dan 2 pengganti cairan yang hilang akibat oedem. Plasma
untuk mengganti plasma yang keluar dari pembuluh dan meninggikan
tekanan osmosis hingga mengurangi perembesan keluar dan menarik
kembali cairan yang telah keluar)
Cara lain yang banyak dipakai dan lebih sederhana adalah
menggunakan rumus Baxter yaitu : % x BB x 4 cc
Separuh dari jumlah cairan ini diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Hari pertama terutama diberikan
elektrolit yaitu larutan RL karena terjadi defisit ion Na. Hari kedua
diberikan setengah cairan hari pertama. Contoh : seorang dewasa
dengan BB 50 kg dan luka bakar seluas 20 % permukaan kulit akan
diberikan 50 x 20 % x 4 cc = 4000 cc yang diberikan hari pertama dan
2000 cc pada hari kedua.
Kebutuhan kalori pasien dewasa dengan menggunakan formula
Curreri, adalah 25 kcal/kgBB/hari ditambah denga 40 kcal/% luka
bakar/hari.
1. Petunjuk perubahan cairan Pemantauan urin output tiap jam
2. Tanda-tanda vital, tekanan vena sentral
3. Kecukupan sirkulasi perifer
4. Tidak adanya asidosis laktat, hipotermi
5. Hematokrit, kadar elektrolit serum, pH dan kadar glukosa
Penggantian Darah
Luka bakar pada kulit menyebabkan terjadinya kehilangan
sejumlah sel darah merah sesuai dengan ukuran dan kedalaman luka
bakar. Sebagai tambahan terhadap suatu kehancuran yang segera pada
sel darah merah yang bersirkulasi melalui kapiler yang terluka,
terdapat kehancuran sebagian sel yang mengurangi waktu paruh dari
sel darah merah yang tersisa. Karena plasma predominan hilang pada
48 jam pertama setelah terjadinya luka bakar, tetapi relative
polisitemia terjadi pertama kali. Oleh sebab itu, pemberian sel darah
merah dalam 48 jam pertama tidak dianjurkan, kecuali terdapat
kehilangan darah yang banyak dari tempat luka. Setelah proses eksisi
luka bakar dimulai, pemberian darah biasanya diperlukan.
c) Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama
Resusitasi syok menggunakan Ringer laktat atau Ringer asetat,
menggunakan beberapa jalur intravena. Pemberian cairan pada syok
atau kasus luka bakar >25-30% atau dijumpai keterlambatan >2jam.
Dalam <4 jam pertama diberikan cairan kristaloid sebanyak
3[25%(70%x BBkg)] ml. 70% adalah volume total cairan tubuh,
sedangkan 25% dari jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang
dapat menimbulkan gejala klinik sindrom syok.
Pada resusitasi cairan tanpa adanya syok atau kasus luka bakar luas
<25-30%, tanpa atau dijumpai keterlambatan <2jam. Kebutuhan
dihitung berdasarkan rumus Baxter: 3-4 ml/kgBB/ % luas LB.3
Metode Parkland merupakan metode resusitasi yang paling umum
digunakan pada kasus luka bakar, menggunakan cairan kristaloid.
Metode ini mengacu pada waktu iskemik sel tubulus ginjal < 8 jam
sehingga lebih tepat diterapkan pada kasus luka bakar yang tidak
terlalu luas dan tanpa keterlambatan. Pemberian cairan menurut
formula Parkland adalah sebagai berikut:
Pada 24 jam pertama : separuh jumlah cairan diberikan dalam 8
jam pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada
bayi, anak, dan orang tua, kebutuhan cairan adalah 4 ml. Bila
dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan 4ml ditambah 1%
dari kebutuhan. Bila dijumpai hipertermia, kebutuhan cairan
ditambah 1% dari kebutuhan.
Penggunaan zat vasoaktif (Dopamin atau Dobutamin) dengan dosis
3 mg/kgBB dengan titrasi atau dilarutkan dalam 500ml Glukosa
5%, jumlah teteasan dibagi rata dalam 24 jam.
Pemantauan untuk menilai sirkulasi sentral melalui tekanan vena
sentral (minimal 6-12cmH2O) dan sirkulasi perifer (sirkulasi
renal). Jumlah produksi urin melalui kateter, saat resusitasi (0,5-
1ml/kgBB/jam) dan hari1-2 (1-2 ml/kgBB/jam). Jika produksi urin
<0,5ml/kgBB/jam maka jumlah cairan ditingkatkan 50% dari jam
sebelumnya. Jika produksi urin >1ml/kgBB/jam maka jumlah
cairan dikurangi 25% dari jam sebelumnya.
Pemeriksaan fungsi renal (ureum, kreatinin) dan urinalisis (berat
jenis dan sedimen)
Pemantauan sirkulasi splangnikus dengan menilai kualitas dan
kuantitas cairan lembung melalui pipa nasogastrik. Jika <200ml
tidak ada gangguan pasase lambung, 200-400ml ada gangguan
ringan, >400ml gangguan berat.
d) Penatalaksanaan 24 jam kedua
Pemberian cairan yang mengandung glukosa dan dibagi rata dalam
24 jam. Jenis cairan yang dapat diberikan adalah Glukosa 5% atau
10% 1500-2000ml. Batasi Ringer laktat karena dapat memperberat
edema interstisial.
Pemantauan sirkulasi dengan menilai tekanan vena pusat dan
jumlah produksi urin (1-2ml.kgBB/jam). Jika jumlah cairan sudah
mencukupi namun produksi urin <1-2ml/kgBB/jam, berikan
vasoaktif sampai 5mg/kgBB.
Pemantauan analisa gas darah, elektrolit.
e) Penatalaksanaan setelah 48 jam
Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance
Pemantauan sirkulasi dengan menilai produksi urin (3-
4ml/kgBB/jam), hemoglobin dan hematokrit
4. Perawatan luka
Perawatan luka dilakukan setelah tindakan resusitasi jalan napas,
mekanisme bernapas dan resusitasi cairan dilakuakan. Tindakan meliputi
debridement, nekrotomi dan pencucian luka. Tujuan perawatan luka
adalah mencegah degradasi luka dan mengupayakan proses epitelisasi.
Untuk bullae ukuran kecil tindakannya konservatif sedangkan untuk
ukuran besar (>5cm) dipecahkan tanpa membuang lapis epidermis di
atasnya. Untuk eskar yang melingkar dan mengganggu aliran atau perfusi
dilakukan eskarotomi. Pencucian luka dilakukan dengan memandikan
pasien dengan air hangat mengalir dan sabun mandi bayi. Lalu luka dibalut
dengan kasa lembab steril dengan atau tanpa krim pelembab. Perawatan
luka tertutup dengan oclusive dressing untuk mencegah penguapan
berlebihan. Penggunaan tulle berfungsi sebagai penutup luka yang
memfasilitasi drainage dan epitelisasi. Sedangkan krim antibiotik
diperlukan untuk mengatasi infeksi pada luka.

Anda mungkin juga menyukai