Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN TUTORIAL

BLOK SISTEM PENCERNAAN SKENARIO III

NYERI PERUT KANAN

KELOMPOK V
ARLINDAWATI G 0013039
ARUM DESSY RAHMA SARI G 0013041
DINA LUTHFIYAH G 0013075
FITRI MAULANI G 0013097
LUTFY HERSRI RAHMADY G 0013143
MEGA HASENDA G 0013153
MUHAMMAD TAUFIQ HIDAYAT G 0013163
NIBRAS NOOR FITRI G 0013175
NOVI ARIZHA G 0013179
PETER DARMAATMAJA SETIABUDI G 0013187
RAYNALDA CHRIESMART DEZMOND G 0013195
YUYUN SUCI MEGAWATI G 0013243

TUTOR : Zulaika Nur Afifah, dr. M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
TAHUN 2015

1
BAB I
PENDAHULUAN

SKENARIO III

NYERI PERUT KANAN


Seorang wanita, usia 30 tahun datang ke IGD Rumah Sakit Umum dengan
keluhan nyeri di perut kanan bawah. Sejak 10 hari sebelum masuk Rumah Sakit,
nyeri dirasakan mulai dari ulu hati kemudian berpindah dan menetap di daerah
perut kanan bawah. Nyeri dirasakan hilang timbul, kadang disertai diare tanpa
darah. Tiga hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh demam dan nyeri
di perut semakin bertambah, disertai mual dan muntah. Riwayat BAB dan BAK
sebelumnya dalam batas normal, riwayat menstruasi baik. Pasien tidak ada
riwayat penurunan berat badan. Pasien jarang mengkonsumsi buah dan sayur.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 120/80 mmHg, suhu
38.8˚C, nadi 104x/menit, respirasi 22x/menit. Pada pemeriksaan abdomen
didapatkan tidak tampak adanya massa, bising usus normal, nyeri tekan di perut
kanan bawah, teraba massa, bising usus normal, nyeri tekan di perut kanan bawah,
teraba massa ukuran 3x4x5 cm, permukaan rata, konsisttensi padat, terfiksir, dan
nyeri tekan (+), perkusi redup (+) diatas massa. Tidak ditemukan adanya defans
muscular. Colok dubur teraba massa (+), nyeri (+) diarah jam 9 – 11, feces (+),
darah (-).
Dokter memberikan informasi kepada pasien dan keluarga, menyarankan
pasien untuk rawat inap serta pemeriksaan agar mencegah komplikasi lebih lanjut.

2
BAB II
DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA

A. Langkah I: Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa istilah


dalam skenario
Dalam skenario ketiga ini kami mengklarifikasi beberapa istilah sebagai
berikut:
1. Ulu Hati : Daerah epigastrium. Pada area ini terdapat organ
lambung, duodenum, pankreas, hepar lobus dexter, otot perineum
dan fasianya.
2. Colok Dubur : Dikenal dengan Rectal Toucher atau biasa disebut
juga Digital Rectal Examination, Suatu pemeriksaan dengan
pemeriksa memasukkan jari telunjuknya pada dubur pasien dan
pasien dalam posisi berdiri, knee chest, tidur miring, atau yang
paling umum dilakukan posisi litotomi. Pemeriksaan ini untuk
menilai tonus otot dubur, pembesaran/massa, konsistensinya, darah
lendir, dan sebagainya.
3. Redup : Bunyi suara pada saat perkusi yang menunjukkan adanya
cairan.
4. Defens Muscular negatif : Nyeri tekan seluruh ;apang abdomen
saat diberi rangsang. Nyeri ini berasal dari musculus rectus
abdominis. Pada kasus apendisitis dan peritonitis, defens muscular
positif (kekakuan pada otot-otot dinding abdomen).

B. Langkah II: Menentukan/ mendefinisikan permasalahan


Permasalahan pada skenario ketiga antara lain:
1. Apakah hubungan jarang makan sayur dan buah dengan keluhan
pasien?
2. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik?
3. Apa interpretasi nyeri perut kanan bawah?

3
C. Langkah III: Menganalisis permasalahan dan membuat pertanyaan sementara
mengenai permasalahan (tersebut dalam langkah II)

1. Hubungan jarang makan sayur dan buah dengan keluhan pasien


Sayur dan buah mengandung serat pangan/serat fiber yang
dapat ditemukan dalam bahan makanan. Serat pangan tidak dapat
dihidrolisis oleh enzim pencernaan. Serat pangan dianjurkan
dikonsumsi sebanyak 30 gram per hari. Serat pangan mempunyai
beberapa manfaat bagi tubuh, yaitu:
a) Mengontrol berat badan dan obesitas
Serat pangan memiliki kemampuan untuk menahan air dan
dapat membentuk cairan kental dalam saluran cerna. Oleh
karena itu, makanan kaya serat akan dicerna lebih lama
dan serat akan menarik air sehingga rasa kenyang akan
lebih bertahan lama. Makanan yang mengandung serat
kasar yang tinggi mengandung kalori, kadar gula, dan
lemak yang rendah. Hal ini dapat membantu untuk
mengurangi obesitas.
b) Penanggulangan diabetes mellitus
Serat pangan akan menyerap air dan mengikat glukosa
sehingga mengurangi ketersediaan glukosa. Diet cukup
serat juga menyebabkan terjadinya kompleks karbohidrat-
serat sehingga daya cerna karbohidrat akan berkurang.
c) Mencegah gangguan gastrointestinal
Serat pangan yang cukup akan menghasilkan feses yang
lembut dan tidak keras sehingga hanya dengan kontraksi
otot yang rendah, feses dapat keluar dengan lancer. Fungsi
gastrointestinal akan berjalan lebih baik dan sehat.
d) Mencegah karsinoma kolon
Serat pangan yang tinggi menyebabkan waktu transit
makanan di dalam usus lebih pendek, mempengaruhi
mikroflora usus sehingga senyawa karsinogen tidak

4
terbentuk. Selain itu, serat pangan bersifat mengikat air
sehingga konsentrasi senyawa karsinogen menjadi lebih
rendah (Santoso, 2011).
Dari beberapa manfaat di atas dapat kami simpulkan bahwa
konsumsi sayur dan buah dapat mencegah gangguan
gastrointestinal salah satunya dengan membuat feses menjadi
lembut sehingga kemungkinan terjadinya fecolith menurun dan
konsumsi yang jarang dapat menyebabkan meningkatnya risiko
terkena apendisitis, dan gangguan gastrointestinal lainnya.

5. Interpretasi Pemeriksaan Fisik


a) Suhu 38,8 ⁰C : febris
b) Nadi 104x/menit : takikardi (normal 60-100x/menit)
c) Tidak tampak massa (inspeksi) dan berat badan tidak menurun :
bukan keganasan (perlu dibuktikan lebih lanjut lagi dengan
penunjang)
d) Bising usus normal : Bukan hernia inguinalis
e) Perkusi massa redup : adanya timbunan cairan, kemungkinan
eksudat

13. Interpretasi nyeri perut kanan bawah


Perut kanan bawah atau Lower Right Quadrant (LRQ) merupakan
salah satu dari empat kuadran abdomen, termasuk di dalamnya
Regio Inguinalis Dekstra.
Pada region Inguinalis dekstra diketahui ada beberapa differential
diagnosis, antara lain :
a) Appendisitis
b) Konstipasi
c) Pelvic Inflamatory Disease ( PID )
d) Groin Pain
e) Hernia Inguinalis

5
D. Langkah IV: Menginventarisasi permasalahan secara sistematis dan pernyataan
sementara mengenai permasalahan pada langkah III

Wanita (30 th)

Keluhan utama:

Nyeri perut kanan bawah

Nyeri mulai dari ulu Demam Diare tanpa darah Mual muntah
hati dan menetap di
perut kanan bawah,
hilang timbul

Pemeriksaan Fisik, abdomen dan colok dubur Pemeriksaan


Penunjang

Appendisitis
Konstipasi Diagnosis Banding:

Pelvic Inflamatory Disease


Groin Pain
Hernia Inguinalis
Diagnosis Komplikasi

Terapi dan Edukasi

6
E. Langkah V: Merumuskan tujuan pembelajaran
Tujuan pembelajaran (learning objectives) pada skenario ketiga ini adalah
1. Penyebab nyeri berpindah dari daerah ulu hati ke LRQ
2. Penyebab nyeri hilang timbul pada kasus
3. Penyebab dapat terjadinya gejala-gejala sebagai berikut:
a. Diare
b. Demam
c. Nyeri bertambah
d. Mual muntah
4. Interpretasi pemeriksaan fisik
5. Diagnosis dan diagnosis banding kasus
6. Terapi dan edukasi dari kasus
7. Waktu diperbolehkan pulang untuk pasien pascaoperasi
appendektomi
8. Pemeriksaan penunjang yang mungkin untuk kasus tersebut
9. Komplikasi dari kasus tersebut
10. Hubungan onset keluhan dengan patofisiologi penyakit dalam
kasus
11. Patofisiologi penyakit dalam kasus
12. Alasan pasien harus rawat inap
13. Gold standard penyakit dalam kasus

F. Langkah VI: Mengumpulkan informasi baru


Masing-masing anggota kelompok kami telah mencari sumber – sumber
ilmiah dari beberapa buku referensi maupun akses internet yang sesuai dengan
topik diskusi tutorial ini secara mandiri untuk disampaikan dalam pertemuan
berikutnya.

G. Langkah VII: Melaporkan, membahas, dan menata kembali informasi baru


yang diperoleh

1. Penyebab nyeri berpindah dari daerah ulu hati ke LRQ

7
Pada skenario, didapatkan bahwa nyeri berasal dari ulu hati dan
selang beberapa hari kemudian berpindah ke area perut kanan
bawah. Sebelum membahas mengenai perpindahan nyeri pada
kasus skenario ketiga ini, pertama kita harus mengetahui letak ulu
hati. Regio ulu hati berarti regio pangkal hati, sama dengan regio
umbilicalis. Pada regio ini, terdapat organ organ seperti umbilicus,
sebagian bawah colon transversum, sebagian gaster, dan sebagian
hepar. Umbilicus pada regio ini mendapatkan persyarafan dari
cabang cabang nervus Thoracal X-XI.

Nyeri perut pada manusia ada dua macam yaitu viseral dan
somatik. Reseptor rasa sakit di dalam traktus digestivus terletak
pada saraf yang tidak bermielin yang berasal dari sistem saraf
otonom pada mukosa usus. Jaras saraf ini disebut sebagai serabut
saraf C yang dapat meneruskan rasa sakit lebih menyebar dan lebih
lama. Reseptor nyeri pada perut terbatas di submukosa, lapisan
muskularis dan serosa dari organ di abdomen. Nyeri di regio
epigastrium dibawa oleh serabut saraf pada segmen Th VI – Th
VIII, serabut saraf ini berpengaruh pada organ-organ seperti
duodenum, pankreas, hati, duktus billier. Nyeri di regio
periumbilikalis dibawa oleh serabut saraf pada segmen Th IX – Th
X, serabut saraf ini berpengaruh pada organ-organ seperti usus
halus, usus buntu/ appendix. Nyeri di regio hipogastrika dibawa
oleh serabut saraf pada segmen Th XI – Th XII, serabut saraf ini
akan mempengaruhi organ-organ seperti colon, vesica urinaria.

2. Penyebab nyeri hilang timbul pada kasus

Pada kasus kasus inflamasi appendix vermiformis, maka akan


nada peradangan yang nantinya akan dibawa oleh nervus thorakal
sepuluh yang akan bersinaps di vertebrae thoracica X. Seiring
bertambahnya inflamasi, maka akan ada pembesaran dari

8
appendiks, sehingga akan menekan saraf saraf dari otot otot
(musculi abdominis) di sekitar appendiks, seperti sebagai contoh
musculus obliquus eksternus abdominis dan musculus tranversus
abdominis. Kemudian inflamasi juga akan mengenai peritoneum
fokalis di sekitar appendiks dan terjadi abses appendiks. Pada
tahap ini, nyeri akan berpindah dan menetap pada regio kanan
bawah (inguinal dextra).

Nyeri, seperti yang telah dipelajari pada blok neurologi,


sebenarnya dibagi oleh beberapa jenis, salah satunya adalah nyeri
somatik dan nyeri visceral. Nyeri visceral adalah nyeri yang terjadi
pada organ organ visceral, seperti dalam skenario adalah appendix.
Respon nyeri nya dibawa oleh saraf tipe D yang sifatnya lambat
dan hilang timbul. Pada awal kasus, nyeri pasien dibawa oleh saraf
tipe D, seperti pada kasus adalah cabang cabang dari nervus
thoracalis X, sehingga sering pada awal kasus appendicitis akut,
pasien yang datang menunjukkan area perutnya secara melingkar,
karena nyerinya masih general. Selanjutnya pada kasus
appendicitis akut yang dibiarkan terus menerus akan terjadi edema
karena penekanan pada vena vena appendices. Pembesaran ini
nantinya akan mengakibatkan reaksi inflamasi pada area sekitar
peritoneum yang disebut abses appendix dan nantinya akan
dibawa oleh nervus tipe C yang sifatnya cepat dan menetap. Pada
tahap inilah Mc Burney sign (+). Pada kasus yang terus berlanjut,
maka seluruh peritoneum akan terkena dan terjadi peritonitis
generalisata.

3. Penyebab dapat terjadinya gejala-gejala sebagai berikut:


a. Diare
Beberapa pasien mengalami diare yang timbul biasanya pada
letak apendiks pelvikal yang merangsang daerah rektum.
b. Demam

9
Demam merupakan tanda dari proses inflamasi yang terjadi
pada apendiks. Demam yang terjadi tidak terlalu tinggi, yaitu
suhu antara 37,5 ⁰C - 38,5⁰C. Apabila suhu lebih tinggi, diduga
telah terjadi perforasi.
c. Nyeri bertambah
Appendicitis akut yang terjadi apabila tidak segera ditangani,
pembesaran dan reaksi inflamasi yang terjadi akan menekan
persarafan di sekitarnya sehingga menyebabkan nyeri. Semakin
lama tidak ditangani akan semakin nyeri.
d. Mual muntah
Muntah disebabkan karena adanya ransangan viseral yang
aktivasinya oleh nervus vagus (N X). Anoreksia, nausea, dan
vomitus yang timbul beberapa jam sesudahnya merupakan
kelanjutan dari rasa nyeri yang timbul saat permulaan.

4. Interpretasi pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik didapatkan :


a) Inspeksi abdomen tidak ada massa
Pada inspesi ini tidak ditemukan adanya massa abnormal
dimana ini menunjukkan bahwa tidak adanya tanda tanda
keganasan atau neoplasma pada pasien yang terlihat. Pada
bagian inguinal dekstra juga tidak ada pembesaran yang
menunjukkan tidak ada tumor pada daerah tersebut.
b) Bising usus normal
Bising usus normal untuk menghilangkan diagnosis
banding karena adanya obstruksi instestinal seperti
intusussepsi. Pada kasus kasus appendiks yang diikuti oleh
peritonitis generalisata bisa terjadi abnormalitas bising
usus juga.
c) Nyeri tekan di perut kanan bawah

10
Nyeri tekan perut kanan bawah (inguinal dekstra) dapat
dibuktikan dengan Mc burney sign, obturator sign dan
psoas sign ditambah dengan cough test. Nyeri tekan pada
regio ini terjadi karena inflamasi pada appendicitis akut
sudah mengenai peritoneum parietale fokalis dan juga
musculus illiopsoas dan musculus obturatorius. Nyeri pada
perut kanan bawah ini juga menegaskan bahwa belum
terjadi adanya ruptur apendiks ataupun peritonitis
generalisata karena pada kasus kasus tersebut, nyeri
biasanya akan menjalar ke seluruh lapang abdomen.
d) Teraba massa ukuran 3x4x5 cm, permukaan rata,
konsistensi padat, terfiksir, dan nyeri tekan (+)
Pada kasus appendisitis akut, akan terjadi edema karena
penekanan pada pembuluh vena sedangkan arteri terus
memasok darah. Edema pada kasus appendiks bisa teraba
dari palpasi dan dia terfiksir karena appendiks
vermiformis pada skenario ini belum terjadi rupture
appendiks. Mengenai nyeri tekan sudah dijelaskan
sebelumnya bahwa hal tersebut menunjukkan Mc burney
sign (+) yang memang merupakan tanda patognomonik
dari appendisitis akut.
e) Perkusi massa redup (+) diatas massa.
Perkusi redup menunjukkan bahwa dalam massa tersebut
terdapat rongga berisi cairan. Hal ini menegaskan
diagnosis bahwa apendisitis akut pada skenario ini sudah
menunjukkan terjadinya abses apendiks yang
mengakibatkan lumen apendiks terisi oleh pus dan eksudat
sehingga menimbulkan perkusi massa redup.
f) Tidak ditemukan adanya defans muscular.
Defans muscular (+) pada apendisitis akut menunjukkan
telah terjadi komplikasi hingga peritonitis generalisata.
Bila masih apendisitis akut yang menjalar ke peritoneum

11
yang fokalis, defens muscular menunjukkan negatif seperti
pada skenario ini menunjukkan bahwa komplikasi
apendisitis akut masih berupa peritonitis fokalis, belum
yang generalisata.
g) Colok dubur teraba massa (+), nyeri (+) diarah jam 9 – 11,
feces (+), darah (-).
Pada kasus ini, ditemukan massa pada arah jam 9 hingga
jam 11 yang nyeri semakin menegaskan adanya
apendisitis akut yang suah terjadi edema serta abses
apendiks. Tidak adanya darah pada colok dubur
menunjukkan belum terjadi ruptur apendiks vermiformis.

5. Diagnosis dan diagnosis banding kasus

Diagnosis kasus dalam skenario ketiga ini adalah Abcess


Appendicytis dengan diagnosis banding, yaitu pelvic inflammatory
disease (PID), groin pain, hernia inguinalis, keganasan, peritonitis,
chron disease, colitis, inflammatory bowel disease, acute
cholecystitis, divertikel mackelli, enteritis regional, pankreatitis,
batu ureter, cystitis, kehamilan ektopik terganggu (KET), dan
salphingitis akut.

6. Terapi dan edukasi dari kasus

1) Terapi Appendicitis Akut

Untuk kasus apendicitis akut terapi utama adalah dengan


appendektomi, sedangkan apabila terjadi peritonitis terapinya
adalah laparotomi. Berikut tatalaksana untuk appendicitis akut
secara lengkap:
1. Sebelum operasi
a. Observasi

12
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala
apendisitis sering kali masih belum jelas. Dalam keadaan ini
observasi ketat perlu dilakukan. Pasien diminta untuk
melakukan tirah baring dan dipuasakan. Laktasif tidak boleh
diberikan bila dicurigai adanya apendisitis ataupun
peritonitis. Pemeriksaan abdomen dan rectal toucher serta
pemeriksaan darah (leukosit dan hitung jenis) diulang secara
periodik. Foto abdomen dan toraks dilakukan untuk mencari
kemungkinan adanya penyulit lain. Pada kebanyakan kasus,
diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan
bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.
b. Antibiotik.
Pada apendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu
diberikan antibiotik, kecuali pada apendisitis gangrenosa atau
apendisitis perforata. Penundaan tindak bedah sambil
memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau
perforasi.
2. Operasi
a. Appendektomi cito (apendisitis akut, abses dan perforasi)
b. Appendektomi elektif (apendisitis kronis)
Ada dua macam metode pada appendektomi yaitu metode
bedah terbuka di mana dilakukan insisi pada regio illiaca dextra
dan metode laparaskopi dengan memasukkan alat yang bernama
laparascope, di mana pada alat tersebut terdapat video kamera
untuk melihat keadaan organ yang akan dioperasi. Dalam
penatalaksanaan appendektomi ini terdapat risiko seperti infeksi,
peritonitis, dan obstruksi usus.

3. Pascaoperasi
Perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk
mengetahui terjadinya pendarahan di dalam, syok, hipertermia
atau gangguan pernafasan. Angkat sonde lambung bila pasien

13
telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah.
Baringkan pasien dalam posisi fowler. Pasien dikatakan baik
bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Selama itu pasien
dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada
perforasi atau peritonitis, puasa diteruskan sampai fungsi usus
kembali normal.
Satu hari setelah operasi pasien dianjurkan untuk duduk
tegak di tempat tidur selama 2x30 menit. Pada hari kedua pasien
dapat berdiri dan duduk di luar kamar. Hari ke-7 jahitan dapat
diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.

2) Edukasi untuk pasien setelah dilakukan appendektomi

a. Hindari aktivitas berat di awal. Bila pasien dilakukan


appendektomi metode bedah terbuka jangan beraktivitas
berat terlebih dahulu 3-5 hari. Bila pasien dilakukan
appendektomi metode laparaskopi jangan beraktivitas berat
terlebih dahulu 10-14 hari.
b. Ketika hendak batuk, sangga perut dengan bantal dan
ditekankan ke perut untuk mengurangi rasa nyeri ketika
batuk.
c. Bila sudah siap beraktivitas, lakukan aktivitas yang ringan
terlebih dahulu seperti jalan-jalan.
d. Perhatikan nutrisi, perbanyaklah makan-makanan yang
mengandung protein tinggi agar luka pascaoperasi cepat
menyembuh dan makanan dengan serat tinggi.

7. Waktu diperbolehkan pulang untuk pasien pascaoperasi


appendektomi

Satu hari setelah operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak


di tempat tidur selama 2x30 menit. Pada hari kedua pasien dapat

14
berdiri dan duduk di luar kamar. Hari ke-7 jahitan dapat diangkat
dan pasien diperbolehkan pulang.

8. Pemeriksaan penunjang yang mungkin untuk kasus tersebut

Pemeriksaan penunjang dapat membantu dalam menegakkan


gangguan atau penyakit yang terjadi di daerah kolon dan rektum.
Pemeriksaan penunjang tersebut dapat berupa rectal toucher, CT
Scan, MRI, USG, dan pemeriksaan radiografi dengan enema
barium. Untuk kasus kecurigaan adanya penyakit kolon, dapat
dilakukan pemeriksaan feses, sigmoidoskopi, kolonoskopi, dan
pemeriksaan radiologi (CT Scan, MRI, dan USG). Namun,
endoskopi kolon terbukti lebih akurat untuk mendeteksi dan
mengevaluasi lesi yang ada dibandingkan dengan pemeriksaaan
radiografi. Terdapat pula kolonoskopi dengan serat optik yang
fleksibel yang berguna untuk melihat dan melakukan biopsi lesi di
sepanjang kolon. (Price & Wilson 2013).
Untuk kasus appendicitis, pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Laboratorium darah perifer lengkap
Pada pasien dengan apendisitis akut, 70-90% hasil
laboratorium nilai leukosit dan neutrofil akan meningkat,
walaupun bukan penanda utama. Pada anak dengan
keluhan dan pemeriksaan fisik untuk karakteristik
apendisitis akut, akan ditemukan pada pemeriksaan darah
adanya lekositosis 11.000-14.000/mm3, dengan
pemeriksaan hitung jenis menunjukkan pergeseran kekiri
hampir 75%. Jika jumlah lekosit lebih dari 18.000/mm3
maka umumnya sudah terjadi perforasi dan peritonitis.
b. Foto Polos abdomen
Pada apendisitis akut, pemeriksaan foto polos abdomen
tidak banyak membantu. Mungkin terlihat adanya fekalit

15
pada abdomen sebelah kanan bawah yang sesuai dengan
lokasi apendiks, gambaran ini ditemukan pada 20% kasus.
Jika peradangan lebih luas dan membentuk infiltrat maka
usus pada bagian kanan bawah akan kolaps. Dinding usus
edematosa, keadaan seperti ini akan tampak pada daerah
kanan bawah abdomen kosong dari udara. Pada
appendisitis akut, kuadran kanan bawah perlu diperiksa
untuk mencari appendikolit: kalsifikasi bulat lonjong,
sering berlapis.
c. Pemeriksaan radiologi berupa foto barium usus buntu
(Appendicogram) dapat membantu melihat terjadinya
sumbatan atau adanya kotoran (skibala) didalam lumen
usus buntu.
d. Pemeriksaan USG (Ultrasonografi) dan CT scan bisa
membantu dakam menegakkan adanya peradangan akut
usus buntu atau penyakit lainnya di daerah rongga panggul
(Sanyoto, 2007). USG telah banyak digunakan untuk
diagnosis apendisitis akut maupun apendisitis dengan
abses.
e. Pemeriksaan urinalisa
Dapat digunakan sebagai konfirmasi dan menyingkirkan
kelainan urologi yang menyebabkan nyeri abdomen.
Namun dari semua pemeriksaan pembantu ini, yang
menentukan diagnosis apendisitis akut adalah pemeriksaan secara
klinis dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan CT
scan hanya dipakai bila didapat keraguan dalam menegakkan
diagnosis. Pada anak-anak dan orang tua penegakan diagnosis
apendisitis lebih sulit dan dokter bedah biasanya lebih agresif
dalam bertindak (Sanyoto, 2007)

9. Komplikasi dari kasus tersebut

16
a) Perforasi appendix
Pecahnya appendiks yang sudah ganggren yang menyebabkan
pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis
umum. Pada dinding appendiks tampak daerah perforasi
dikelilingi oleh jaringan nekrotik.
b) Abses apendiks
Abses apendiks adalah salah satu komplikasi dari apendisitis
akut. Abses apendiks merupakan kumpulan pus yang terletak di
area peri-apendikular (fossa illiaca kanan) yang merupakan
akibat lanjutan dari apendisitis dan perforasinya. Terbentuknya
massa akibat inflamasi berupa phlegmon maupun abses terjadi
pada 2 – 6 % penderita apendisitis.
c) Peritonitis fokalis
Peritonitis yang masih fokalis atau sebagian pada peritoneum
disekitar apendiks vermiformis.
d) Peritonitis generalisata
Peritonitis yang telah mengenai seluruh peritoneum parietale
pada dinding abdomen yang mengakibatkan nyeri tidak spesifik
di satu regio (inguinal dekstra) tapi sudah mengakibatkan nyeri
di seluruh regio abdomen ditambah dengan defens muscular (+).
e) Ruptur apendiks
Apabila apendisitis akut dibiarkan, maka akan terjadi rupture
apendiks yang mengakibatkan pecahnya apendiks dan akan
mengakibatkan reaksi inflamasi meluas. Pada saat pecah, pasien
mungkin merasakan nyeri hilang sejenak, tapi tidak selang lama
nyeri akan semakin parah.

10. Hubungan onset keluhan dengan patofisiologi penyakit dalam


kasus

Keluhan pada awal perjalanan penyakit dimulai dari sepuluh


hari sebelum masuk rumah sakit, nyeri pada ulu hati karena adanya

17
obstruksi di appendix yang kemudian ransangan tersebut dibawa
oleh serabut saraf pada segmen Th IX – Th X. Obstruksi tersebut
kemudian menyebabkan apendiks distensi, edema, hipoksia, dan
meningkatkan risiko infeksi. Infeksi yang terjadi menyebabkan
terjadinya inflamasi dan muncul tanda-tanda inflamasi yang salah
satunya dolor/nyeri. Nyeri ini terlokalisir pada sekitar apendiks
(perut kanan bawah).
Pada tiga hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengalami
demam dan nyeri yang semakin bertambah. Hal ini disebabkan
oleh inflamasi dan infeksi yang terjadi telah berkembang menjadi
abses.

11. Patofisiologi penyakit dalam kasus

Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen


apendiks oleh hyperplasia folikel limfoid, fecolith, benda asing,
struktur pada fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau
neoplasma. Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh
hambatan pada bagian proksimal. Selanjutnya, terjadi peningkatan
sekresi normal dari mukosa apendiks yang distensi secara terus
menerus karena multiplikasi cepat dari bakteri. Obstruksi juga
menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa terbendung.
Semakin lama, mukus tersebut semakin banyak. Namun, elastisitas
dinding apendiks terbatas sehingga meningkatkan tekanan
intralumen. Kapasitas lumen apendiks normal hanya sekitar 0,1 ml.
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan
apendiks mengalami hipoksia, hambatan aliran limfe, ulserasi
mukosa, dan invasi bakteri. Infeksi memperberat pembengkakan
apendiks (edema). Trombosis pada pembuluh darah intramural
(dinding apendiks) menyebabkan iskemik. Pada saat ini, terjadi
apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Bila
sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal

18
tersebut menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan
bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang meluas dan
mengenai peritoneum setempat menimbulkan nyeri di daerah
kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif
akut.
Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding
apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan
apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah,
akan terjadi apendisitis perforata. Bila semua proses diatas berjalan
lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak kearah
apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrat
apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses
atau menghilang.
Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis
yang dimulai di mukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding
apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama. Ini merupakan usaha
pertahanan tubuh yang membatasi proses radang melalui
penutupan apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa.
Akibatnya, terbentuk massa periapendikular. Di dalamnya, dapat
terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami
perforata. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan
massa periapendikular akan menjadi tenang, dan selanjutnya akan
mengurai diri secara lambat.
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh
sempurna, tetapi membentuk jaringan parut dan menyebabkan
perlengketan dengan jaringan sekitar. Perlengketan ini
menimbulkan keluhan berulang diperut kanan bawah. Pada suatu
ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan
mengalami eksaserbasi akut.

12. Alasan pasien harus rawat inap

19
Pada kasus ini, pasien telah mengalami abses pada
appendicitisnya, tatalaksana yang tepat adalah dengan segera
dilakukan appendektomi. Untuk itu, sebelum dan sesudah
dilakukan appendektomi pasien perlu dirawat inap agar dapat
diobsevasi dan terjadinya komplikasi dapat dicegah.

13. Gold standard appendicitis

Penegakkan diagnosis dari appendicitis adalah dengan


menilai secara klinis dan pemeriksaan fisik khusus untuk
appendicitis. Ada tujuh skrinning appendicitis akut, yaitu:
1. Mcburney sign
2. Rebound tenderness
3. Rovsing sign
4. Psoas sign
5. Obturator sign
6. Cough test atau Dunphy sign
7. Digital Rectal Examination (DRE)
Dinyatakan appendicitis akut apabila pada pemeriksaan
diatas didapatkan hasil positif.

20
BAB III
KESIMPULAN

Dari diskusi tutorial kali ini, dapat diambil kesimpulan bahwa pasien
wanita usia 30 tahun yang datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah
tersebut mengalami abcess appendicytis. Hal ini dapat dinilai dari pemeriksaan
secara klinis dan hasil dari pemeriksaan fisik, abdomen serta colok dubur.
Dari keluhan utama, pasien mengeluhkan nyeri perut kanan bawah, diagnosis
bandingnya adalah pelvic inflammatory disease (PID), groin pain, hernia
inguinalis, keganasan, peritonitis, chron disease, colitis, inflammatory bowel
disease, acute cholecystitis, divertikel mackelli, enteritis regional, pankreatitis,
batu ureter, cystitis, kehamilan ektopik terganggu (KET), dan salphingitis akut.
Namun, penyakit- penyakit tersebut dapat disangkal karena riwayat BAB dan
BAK normal, riwayat menstruasi baik, dan tidak ada penurunan berat badan serta
dari interpretasi pemeriksaan fisik.
Gold standard dari apendisitis, yaitu pemeriksaan fisik khusus (Mcburney
sign, Rebound tenderness, Rovsing sign, Psoas sign, Obturator sign, Cough test
atau Dunphy sign, dan Digital Rectal Examination). Penatalaksanaan yang tepat
dan segera akan mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut, seperti peritonitis,
perforasi apendiks, ruptur apendiks, dan sepsis. Terapi untuk pasien apendisitis
akut adalah dengan apendektomi dan pemberian antibiotik untuk infeksinya.
Namun apabila telah peritonitis, terapinya adalah laparotomi.

21
BAB IV
SARAN
Secara umum, diskusi tutorial skenario III Blok Sistem Pencernaan telah
berjalan dengan baik dan lancar. Mahasiswa sudah mulai memperbaiki
kekurangan - kekurangan yang ada pada diskusi - diskusi tutorial sebelumnya.
Mulai dari partisipasi dan keaktifan setiap anggota kelompok hingga alur jalannya
diskusi menjadi lebih baik.
Namun, ada satu hal yang sepertinya perlu menjadi catatan penting bagi
mahasiswa, yaitu menghargai mahasiswa lainnya yang sedang menyampaikan
pendapat. Masih ada beberapa mahasiswa yang asyik berbicara sendiri ketika
mahasiswa lainnya sedang menyampaikan pendapat. Harapannya, semua anggota
kelompok memperhatikan dan mendengarkan dengan baik ketika ada mahasiswa
lain yang sedang berpendapat.
Selain itu peran tutor kali ini sangat membantu dalam pemahaman
mahasiswa mengenai skenario kali ini dan tutor juga mengarahkan mahasiswa
menuju LO yang ingin dicapai pada blok ini.

22
DAFTAR PUSTAKA

Akil HAM (2007). Buku ajar ilmu penyakit dalam FKUI jilid I: Penyakit
divertikular. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam, pp: 602-603.
Craig S (2014). Appendicitis. http://emedicine.medscape.com/article/773895-
overview - Diakses Mei 2015.
Daley BJ (2015). Peritonitis and abdominal sepsis.
http://emedicine.medscape.com/article/180234-overview - Diakses Mei
2015.
John Hopkins Medicine. (2015). Appendectomy.
http://www.hopkinsmedicine.org/healthlibrary/test_procedures/gastroenterol
ogy/appendectomy_92,p07686/ - Diakses Mei 2015.
Pramana TY, et al (2014). Buku pedoman ketrampilan klinis : Pemeriksaan
abdomen. Surakarta: Fakultas Kedokteran UNS Press.
Price SA, Wilson LM (2013). Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit.
Edisi ke 6. Jakarta: EGC.
Santoso A (2011). Serat pangan (dietary fiber) dan manfaatnya bagi kesehatan.
Magistra, 23 (75): 35-40.
Sanyoto (2007). Pemeriksaan penunjang. Dalam: Harsya MN (2012). Apendisitis.
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31374/4/Chapter%20II.pdf –
Diakses Mei 2015.
Sjamsuhidajat R, Jong WD (ed) (2005). Buku ajar ilmu bedah: Usus halus,
apendiks, kolon, dan anorektum. Edisi ke 2. Jakarta: EGC, pp: 639-645.
Schwartz S (2000). Intisari prinsip-prinsip ilmu bedah. Jakarta: EGC.

23

Anda mungkin juga menyukai