Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

LEUKOPLAKIA

Disusun Oleh:
Peter Darmaatmaja Setiabudi
G99162143
Periode: 14 Agustus – 27 Agustus 2017

Pembimbing:
Vita Nirmala Ardanari, drg., Sp.Pros., Sp.KG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU GIGI DAN MULUT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2017
LEUKOPLAKIA

A. Definisi
Leukoplakia adalah plak berwarna putih pada membran mukosa mulut
yang dapat berkembang menjadi suatu keganasan mulut (Parlatescu et al.,
2014). Leukoplakia tidak terkait dengan penyebab fisik maupun kimiawi
kecuali merokok (Axell et al., 1996). Istilah leukoplakia hanya sebatas
diagnosis klinis dengan mengesampingkan lesi putih oral yang lainnya seperti
lichen planus oral, stomatitis nikotin, leukoedema, nevus spons putih
(Warnakulasuriya et al., 2007).
B. Epidemiologi
Prevalensi terjadinya leukoplakia di seluruh dunia berkisar 1% - 2% pada
semua umur. Leukoplakia kejadiannya enam kali lebih banyak pada perokok
dibandingkan orang yang bukan perokok (Deliverska dan Petkova, 2017).
Penelitian yang dilakukan pada 12.508 pasien dari tahun 1998 hingga 2007
didapatkan bahwa leukoplakia lebih banyak dialami oleh wanita dibandingkan
pria (Brzak et al., 2012). Leukoplakia ditemukan rata-rata pada usia 57 tahun
dalam penelitian yang dilakukan pada 275 pasien yang terdiri dari 112 pria dan
163 wanita. Lokasi yang sering menjadi tempat timbulnya leukoplakia yaitu
lidah, bagian dasar mulut, bibir bawah, palatum durum, mukosa bukal, alveolar
atas dan gingiva, alveolar bawah dan gingiva (Brouns et al., 2013).
C. Etiologi
Etiologi leukoplakia masih belum jelas, diperkirakan oleh karena
multifaktorial asal lesi. Merokok, penyalahgunaan alkohol, luka mekanis,
infeksi Candida albicans dan trauma lokal merupakan faktor penyebab
terjadinya leukoplakia (Parlatescu et al., 2014). Leukoplakia dapat menyertai
gangguan sistemik seperti gangguan hormonal, refluks gastroesofageal, sekresi
air liur yang berkurang, dan anemia defisiensi besi. EBV (epsteinn-bar virus),
HPV (tipe 16 dan 18), HSV dan HIV mempengaruhi perkembangan dan
transformasi keganasan leukoplakia (Arruda et al., 2016). Berdasarkan
penelitian Banoczy (1977), penurunan serum vitamin A, B12, C, beta karoten,
dan asam folat berpengaruh pada terbentuknya leukoplakia. Leukoplakia
berkembang lebih banyak ketika terjadi atrofi epitel, atrofi mukosa dan fibrosis
submukosa. Mutasi gen p53 juga ditemukan di sel yang mengalami displasia
pada leukoplakia orang yang merokok ataupun mengonsumsi alkohol (Soames
dan Southam, 1999).
D. Klasifikasi
Leukoplakia secara makroskopis dikelompokkan dalam dua subtipe yaitu
homogen dan non-homogen (Ioanina et al., 2013; Kumar A et al., 2013).
Pengelompokkan ini berdasarkan karakteristik warna permukaan lesi dan
morfologi lesi yang akan berpengaruh pada hasil dan prognosis penyakit
(Warnakulasuriya et al., 2007).
Leukoplakia tipe homogen mempunyai ciri yaitu warna putih yang
dominan, terlihat datar dan tipis disertai kerak dengan permukaan berkeratin,
permukaannya halus dengan tekstur yang berkerut dan bergelombang. Lesi tipe
ini memiliki risiko transformasi keganasan yang relatif rendah yaitu sekitar 5%
(Warnakulasuriya et al., 2007).

Gambar 1.1 Leukoplakia tipe Homogen


Leukoplakia tipe non homogen memiliki berbagai variasi bentuk. Lesi
leukoplakia tipe non-homogen akan menyebabkan risiko transformasi
keganasan yang lebih tinggi. Berikut beberapa variasi leukoplakia tipe non
homogen :
1) Berbintik-bintik/ speckled : campuran antara merah dan putih
(eritroleukoplakia), namun tetap lebih dominan warna putih.
Gambar 1.2 Leukoplakia Speckled/ Berbintik-bintik

Gambar 1.3 Leukoplakia Speckled/ Berbintik-bintik


2) Nodular : pertumbuhan polipoid kecil yang mengelilingi ekstur putih atau
merah bulat.

Gambar 1.4 Leukoplakia Nodular


3) Veruka : permukaannya terpecah oleh banyak tonjolan seperti papila yang
berkeratinisasi tebal, serta menghasilkan suatu lesi pada dorsum lidah.

Gambar 1.5 Leukoplakia Veruka


4) Proliferative verrucous leukoplakia (PVL) : subtipe leukoplakia veruka
yang melibatkan banyak daerah mukosa dengan tampilan proliferatif,
eksofitik. PVL ditandai dengan evolusi yang agresif, resistensi terhadap
obat-obatan, serta mempunyai tingkat transformasi keganasan yang tinggi.

Gambar 1.6 Proliferative Verrucous Leukoplakia


E. Diagnosis
Pemeriksaan histopatologi merupakan gold standart untuk menegakkan
diagnosis leukoplakia. Pengukuran ploidi DNA dapat membantu dalam
mengidentifikasi lesi yang mengarah pada transformasi keganasan.
Pengambilan jaringan/ biopsi untuk pemeriksaan histopatologi harus dilakukan
di daerah yang mencurigakan secara klinis seperti adanya kemerahan, area
dengan penebalan permukaan atau area yang dirasakan adanya keluhan dari
pasien (Reibel J, 2003; Meddeb M et al., 2016).
Keganasan dapat terjadi di lokasi leukoplakia yang diobati maupun tidak
dioabati, tetapi dapat juga terjadi di tempat lain di rongga mulut ataupun di
saluran pencernaan bagian atas. Terdapat berbagai macam faktor risiko yang
dapat menyebabkan leukoplakia bertransformasi menjadi keganasan. Faktor
risiko yang berpengaruh pada terjadinya keganasan yaitu jenis kelamin wanita,
durasi yang panjang terjadinya leukoplakia, leukoplakia pada bukan perokok,
lokasi yang terletak di lidah atau bagian dasar mulut, ukuran > 200 mm, tipe
leukoplakia non-homogen, adanya C. albicans, adanya displasia epitel, DNA
aneuploid, riwayat penyakit kanker leher atau kepala. Dari faktor risiko
tersebut, terbagi lagi menjadi dua yaitu leukoplakia berisiko rendah dan tinggi
bertransformasi menjadi keganasan. Leukoplakia berisiko rendah mempunyai
ciri yaitu tidak memiliki ciri displastik atau memiliki displasia ringan, ukuran <
200 mm, tipe leukoplakia homogen. Leukoplakia berisiko tinggi mempunyai
ciri yaitu memiliki ciri displastik, ukuran > 200 mm, tipe leukoplakia non-
homogen (Tanwar R et al., 2015; Singh SK et al., 2013).
F. Diagnosis Banding
Lesi putih di mukosa mulut seringkali membingungkan dalam menentukan
diagnosis banding yang sangat penting untuk menilai perubahan lesi prakanker
di mulut. Leukoplakia mempunyai karakteristik lesi prakanker yang jelas dan
termasuk dalam tipe yang berisiko tinggi seperti leukoplakia displasia-erosif.
Displasia epitel berhubungan dengan kandidiasis dan lupus eritematous
discoid, lesi ini tidak seputih pada lesi lain seperti white sponge nevus atau
morsicatio buccarum, yang dapat dianggap sebagai lesi preneoplastik.
Beberapa diagnosis banding yang berkaitan dengan leukoplakia yaitu :
1) Leukoedema,
2) Lichen planus,
3) Luka bakar kimia,
4) Morsicatio buccarum (kebiasaan menggigit pipi)
5) Candidosis
6) Psoriasis
7) Lupus eritematous
8) White sponge nevus
(Tanwar R et al., 2015; Singh SK et al., 2013)
G. Terapi
Tujuan dalam pengobatan leukoplakia adalah mendeteksi dan mencegah
transformasi keganasan. Pada awalnya yang terpenting adalah penghentian
kebiasaan yang menyebabkan risiko tinggi pada keganasan yaitu berhenti
merokok. Selanjutnya diperlukan evaluasi secara histopatologis, tingkat
displasia lesi akan menentukan pengobatan yang dipilih. Leukoplakia dengan
risiko rendah dapat hilang dengan mempertimbangkan berbagai faktor seperti
lokasi lesi, ukuran lesi dan kesadaran pasien untuk berhenti merokok (Napier
SS dan Speight PM, 2008). Leukoplakia dengan risiko sedang-berat maka
tindakan pembedahan dapat dilakukan dengan bedah konvensional seperti
ablasi laser, elektrokauterisasi, atau cryosurgery (Lodi G dan Porter S, 2008).
Terapi non pembedahan dapat pula dilakukan dengan pemberian agen
kemopreventif seperti pemberian vitamin A dan retinoid, beta karoten,
lycopene (karotenoid), ketorolak, bleomycin lokal, campuran teh yang
digunakan topikal maupun sistemik memberikan manfaat yang cukup (Lodi G
dan Porter S, 2008). Menurut Longshore dan Camisa (2002), tatalaksana
leukoplakia yaitu :
1) Hilangkan semua faktor penyebabnya
2) Tidak ada displasia atau ada displasia ringan  bedah eksisi / operasi laser
pada lesi pada ventral / lateral lidah, lantai mulut, langit-langit lunak dan
orofaring. Observasi dan tindak lanjut untuk semua lokasi anatomi lainnya
3) Adanya displasia sedang atau berat  bedah eksisi atau terapi laser adalah
perawatan pilihan.
4) Lesi merah (erythroplakia atau leukoerythroplakia)  bedah adalah yang
terbaik.
5) Proliferative verrucous leukoplakia  bedah lengkap eksisi / operasi laser
jika memungkinkan.
6) Evaluasi tindak lanjut untuk semua lesi.
DAFTAR PUSTAKA

Arruda JAA, Álvares PR, Sobral APV, Mesquita RA (2016). A Review of the
Surgical and Nonsurgical Treatment of Oral Leukoplakia. J Dent & Oral
Disord 2(2):1009.

Axéll T, Pindborg JJ, Smith CJ, et al. (1996). Oral white lesions with special
reference to precancerous and tobacco- related lesions: conclusions of an
international symposium held in Uppsala, Sweden, May 18-21 1994.
International Collaborative Group on Oral White Lesions. J Oral Pathol
Med. 1996 (25): 49–54.

Bánóczy J (1977). Follow-up studies in oral leukoplakia. J Maxillofac Surg 5: 69-


75.

Brouns ER, Baart JA, Bloemena E, Karagozoglu H, van der Waal I (2013). The
relevance of uniform reporting in oral leukoplakia: Definition, certainty
factor and staging based on experience with 275 patients. Med Oral Patol
Oral Cir Bucal 18: 19-26.

Brzak BL, Mravak-Stipetic M, Canjuga I, Baricevic M, Balicevic D, Sikora M, et


al.(2012). The frequency and malignant transformation rate of oral lichen
planus and leukoplakia – A retrospective study. Coll Antropol 36: 773-777.

Deliverska EG, Petkova M (2017). Management of oral leukoplakia analysis of


the literature. Journal of IMAB 23(1): 1495-1504.

Lodi G, Porter S (2008). Management of potentially malignant disorders:


evidence and critique. J Oral Pathol Med. 37: 63–69.

Longshore SJ, Camisa C (2002). Detection and management of premalignant oral


leukoplakia. Dermatol Ther 15: 229-235.

Meddeb M, Chokri A, Hammedi F, Masmoudi K, Hentati H, Selmi J (2016). Oral


leukoplakia: risk of malignant transformation and the importance of surgical
excision. International Den- tal Journal of Students Research 4(3):123-127.

Napier SS, Speight PM (2008). Natural history of potentially malignant oral


lesions and conditions: an overview of the literature. J Oral Pathol Med. 37:
1–10.

Parlatescu I, Gheorghe C, Coculescu E, Tovaru S (2014). Oral leukoplakia.


Maedica Buchar 9(1): 88-93.
Reibel J (2003). Prognosis of oral pre- malignant lesions: significance of clinical,
histopathological, and molecular biological characteristics. Crit Rev Oral
Biol Med. 14(1): 47-62.

Soames JV, Southam JC (1999). Oral Pathology. Oxford: Oxford University of


Press; p. 139-140.

Warnakulasuriya S, Johnson NW, Van der Waal I (2007). Nomenclature and


classification of potentially malignant disorders of the oral mucosa. J Oral
Pathol Med. 36: 575–580.

Anda mungkin juga menyukai