Anda di halaman 1dari 5

1. 1. Jelaskan Bagaimana sifat Viskositas pada susu?

susu segar memiliki viskositas yang lebih rendah daripada susu pasteurisasi, dimana viskositas
susu segar adalah 0,4cp/mPa.s dan susu pasteurisasi 0,35 cp/mPa.s. Viskositas susu pasteurisasi
lebih kecil dari susu segar karena viskositas susu menurun ketika dipanaskan selama proses
pasteurisasi. Meskipun demikian, susu yang dipanaskan dengan tekanan,viskositasnya akan
meningkat. Jika dilakukan pengadukan cukup lama,viskositas susu akan turun. Pelayuan (aging),
pengasaman, dan pertumbuhan bakteri tertentu pada susu menyebabkan kenaikan viskositas
susu. Pada umumnya, kenaikan viskositas susu disebabkan karena terjadi perubahan proteinsusu,
terutama kasein yang bersifat hidrofilik seperti halnya protein yang lain. Seperti BJ maka
viskositas air susu lebih tinggi daripada air. Viskositas air susu biasanya berkisar 1,5 2,0 cP.
Pada suhu 20C viskositas whey 1,2 cP, viskositas susu skim 1,5 cP dan susu segar 2,0 cP.
Bahan padat dan lemak air susu mempengaruhi viskositas. Temperatur ikut juga menentukan
viskositas air susu. Sifat ini sangat menguntungkan dalam pembuatan mentega.

1. 2. Jelaskan bagaimana Proses Koagulasi susu oleh Enzim Renin?

Rennet merupakan salah satu bahan penolong yang penting dan perlu disiapkan
dalam pembuatan keju ialah bahan penggumpal kasein (protein dalam susu sebagai bahan
keju). Sampai sekarang bahan penggumpal susu yang paling ideal ialah enzim rennin. Bahan ini
dapat diperoleh dalam bentuk ekstrak rennet maupun bubuk/tepung, yang dapat dibuat secara
sederhana dari bahan abomasum (lambung ke 4) anak sapi yang masih menyusui atau ternak
ruminansia muda lainnya.

Rennet ialah ekstrak abomasum anak sapi yang belum disapih atau mamalia lainnya, sedangkan
rennin adalah enzim yang terdapat dalam rennet. Rennin termasuk enzim protease asam , yaitu
enzim yang mempunyai sisi aktif pada dua gugus karboksil. Disamping terdapat rennin, dalam
rennet juga terkandung enzim protease lain yaitu pepsin. Renin juga jauh lebih baik dalam
menggumpalkan kasein susu dibanding dengan kasein. Ekstrak rennet dari abomasum anak sapi
yang masih menyusu mengandung 88 94 % rennin dan 6 12 % pepsin, sedangkan ekstrak
abomasum sapi yang lebih tua dan tidak menyusu lagi mengandung 90 94 % pepsin dan hanya
6 10 % rennin. Rennet hasil ekstraksi abomasum anak sapi mempunyai aktivitas maksimum
pada pH 6.2 6.4. Rennin stabil pada pH 5.3 6.3 dan pada pH 2 kestabilannya sangat rendah,
sedangkan pepsin stabil pada pH 5 5.5 dan aktif pada pH 1 4. Ekstrak rennet sebaiknya
disimpan pada pH 5.6 5.8 untuk menjaga kestabilan enzim rennin dan pepsin. Ekstrak rennet
yang disimpan pada suhu 5oC aktivitas koagulasinya turun 0.5 % selama sebulan, sedangkan
pada suhu 25oC aktivitasnya turun 1 2 % selama sebulan.

Keju dibuat dengan cara koagulasi (penggumpalan) kasein susu membentuk dadih atau
curd.Koagulasi adalah Proses berubahnya struktur protein sehingga denaturasi yang terjadi
bersifat ireversible dan protein tersebut menjadi tidak larut. Dadih susu kemudian dipanaskan
dan dipres sehingga menghasilkan dadih keras, yang kemudian dilakukan pemeraman atau
pematangan keju. Disamping menggunakan rennet, penggumpalan kasein dapat juga dilakukan
dengan fermentasi bakteri asam laktat. Campuran koagulan (larutan penggumpal) dari enzim
pepsin dan rennin mulai digunakan sejalan dengan perkembangan produksi susu dan sukarnya
memperoleh rennet anak sapi. Waktu penggumpalan susu dengan menggunakan pepsin lebih
lama dibandingkan dengan menggunakan rennet. Bila rennet ditambahkan pada susu dalam
jumlah yang cukup, kecepatan koagulasi maksimum terjadi pada suhu 40 42oC. Koagulasi
tidak terjadi pada suhu di bawah 10oC atau di atas 60oC. Penggumpalan kasein paling baik
dilakukan pada suhu yang bertepatan dengan terjadinya koagulasi maksimum. Dalam keadaan
asam, pembentukan koagulum makin cepat dan mutunya makin baik. Keasaman berpengaruh
terhadap kestabilan kasein baik secara langsung maupun tidak langsung dengan cara
membebaskan ion kalsium yang terlarut dan membentuk koloid senyawa kompleks.

1. 3. Bagaimana Upaya pengawetan Susu dalam mempertahankan tekstur rasa,


dan nilai gizi yang terkandung didalamnya?

Susu merupakan Pangan yang bersifat mudah rusak (perishable), karena kadar air yang
terkandung di dalamnya sebagai faktor utama penyebab kerusakan pangan itu sendiri. Semakin
tinggi kadar air suatu pangan, akan semakin besar kemungkinan kerusakannya baik sebagai
akibat aktivitas biologis internal (metabolisme) maupun masuknya mikroba perusak.

Perkembangan berikutnya untuk pengawetan susu adalah menggunakan teknologi aseptik, yaitu
proses pemanasan tinggi yang disebut ultra high temperature (UHT). Dalam teknologi
pemrosesan dan pengemasan produk pangan cair melewati proses pemanasan suhu tingi (140
dejarat celcius) dalam hitungan detik (proses UHT). Proses UHT ini menghilangkan seluruh
bakteri berbahaya dan pada saat yang sama menjaga semua kandungan nutrisi yang ada termasuk
juga warna aroma, dan rasanya. Paduar antara suhu dan waktu yang tepat ini yang menjadi inti
teknologi UHT.

Selain proses aseptik dengan teknologi UHT, faktor kemasan memiliki peran yang sama
pentingnya untuk menjaga susu agar tetap awet dan tahan lama. Sistem pengemasan aseptik
dirancang untuk mencegah mikroorganisme masuk ke dalam kemasan selama dan setelah proses
pengemasan berlangsung. Penggunaan kemasan multilapis memberikan perlindungan terhadap
cahaya, udara, dan mikroogranisme: berbahaya sehingga susu tidak berubah rasa, tekstur dan
kandungan nutrisi tanpa perlu disimpan dalam lemari pendingin. Kemasan tersebut terdiri dari
enam lapisan, yaitu polietilen I (LDPE) yang melindungi dari kelembapan luar; karton atau
kertas yang memberi stabilitas dan kekuatan; polietilen (LDPE) sebagai lapisan perekat;
aluminium foil yang melindungi dari oksigen, rasa, aroma, dan cahaya; adhesive polymer
sebagai lapisan perekat; serta m-polietilen sebagai sealing. Secara keseluruhan, yang dihasilkan;
adalah kemasan produk yang kuat, ringan, dan aman.

Teknologi kemasan yang canggih ini menjamin kesegaran dan kualitas susu. Selain bebas
bakteri, susu yang diproses dengan teknologi UHT dapat disimpan dalam jangka waktu lebih
panjang ketimbang susu pasteurisasi yaitu hingga sekitar 10 bulan tanpa perlu menggunakan
bahan pengawet. Bahkan juga tidak pelru disimpan dalam pada dingin. Akan tetapi, apabila
kemasan telah dibuka, susu UHT harus disimpan dalam lemari pendingin agar kualitasnya tetap
terjaga. Dan, untuk mendapatkan kualitas terbaik dianjurkan untuk segera menghabiskan susu
tidak lama setelah kemasan dibuka. Menyimak proses pembuat-an dan keunggulan teknologinya,
bolehlah kita mendambakan susu dengan kualitas terbaik yang diproses secara UHT. Meski
demikian, sebagai konsumen kita juga harus awas dan teliti karena susu UHT bisa menjadi rusak
apabila terdapat kebocoran pada kemasan kar-tonnya. Kebocoran sebenarnya dapat dengan
mudah dikenali yaitu apabila kemasan tampak menggembung. Hal ini diakibatkan susu
terkontaminasi bakteri yang berhasil menerobos masuk dan kemudian menghasilkan CO2 yang
membuat kemasan menggembung.

1. 4. Bagaimana pengaruh mikroba dalam mengubah kualitas susu?

Terjadinya kontaminasi bakteri dapat dimulai ketika susu diperah dari puting sapi. Lubang
puting susu memiliki diameter kecil yang memungkinkan bakteri tumbuh di sekitarnya. Bakteri
ini ikut terbawa dengan susu ketika diperah. Pencemaran susu oleh mikroorganisme lebih lanjut
dapat terjadi selama pemerahan (milking), penanganan (handling), penyimpanan (storage), dan
aktivitas pra-pengolahan (pre-processing) lainnya. Mata rantai produksi susu memerlukan proses
yang steril dari hulu hingga hilir, sehingga bakteri tidak mendapat kesempatan untuk tumbuh dan
berkembang dalam susu.

Peralatan pemerahan yang tidak steril dan tempat penyimpanan yang tidak bersih dapat
menyebabkan tercemarnya susu oleh bakteri. Susu memerlukan penyimpanan dalam temperatur
rendah agar tidak terjadi kontaminasi bakteri. Udara yang terdapat dalam lingkungan di sekitar
tempat pengolahan merupakan media yang dapat membawa bakteri untuk mencemari susu.
Proses pengolahan susu sangat dianjurkan untuk dilakukan di dalam ruangan tertutup.

Manusia yang berada dalam proses pemerahan dan pengolahan susu dapat menjadi penyebab
timbulnya bakteri dalam susu. Tangan dan anggota tubuh lainnya harus steril ketika memerah
dan mengolah susu. Bahkan, hembusan napas manusia ketika proses pemerahan dan pengolahan
susu dapat menjadi sumber timbulnya bakteri. Sapi perah dan peternak yang berada dalam
sebuah peternakan (farm) harus dalam kondisi sehat dan bersih agar tidak mencemari susu.

Bakteri yang dapat mencemari susu terbagi menjadi dua golongan, yaitu bakteri patogen
(pathogenic bacteria) dan bakteri pembusuk (spoilage bacteria). Kedua macam bakteri tersebut
dapat menimbulkan penyakit yang ditimbulkan oleh susu (milkborne diseases) seperti
tuberkulosis, bruselosis, dan demam tipoid (typhoid fever). Pembusukan susu oleh bakteri dapat
menyebabkan degradasi protein, karbohidrat, dan lemak yang terkandung dalam susu.
Menurut Buckle (1987), dalam bukunya yang berjudul Ilmu Pangan dijelaskan, dari semua
penyakit yang ditularkan melalui susu, tuberkulosis adalah yang paling menonjol.
Mycobacterium bovis adalah penyebab penyakit pada sapi dan dapat dipindahkan ke dalam susu,
terutama bila ambingnya terkena infeksi. Bruselosis yang disebabkan karena infeksi pada sapi
disebabkan oleh Brucella abortus, organisme yang menyebabkan terjadinya keguguran
kandungan. Penyakit ini bersifat menular dan gejala-gejala infeksi pada manusia adalah demam
yang berselang-seling, banyak keringat, sakit kepala, dan sakit seluruh badan. Kualitas susu akan
menurun jika terdapat bakteri pembusuk di dalamnya. Pembusukan (spoilage) adalah istilah yang
digunakan untuk menggambarkan penurunan kualitas dari warna, tekstur, aroma, dan rasa
makanan hingga pada titik di mana makanan tersebut tidak cocok dan tidak menimbulkan selera
manusia.

Bakteri yang terlibat dalam proses pembusukan pada susu adalah bakteri-bakteri psikotropik.
Bakteri yang dapat membuat enzim proteolitik dan lipolitik ekstraseluler (Pseudomonas fragi dan
Pseudomonas fluorescens) juga dapat menyebabkan kebusukan pada susu. Bakteri psikotropik
dapat dimusnahkan dengan pemanasan pada proses pasteurisasi, namun Pseudomonas fragi dan
Pseudomonas fuorescens tetap stabil pada suhu panas. Bakteri lain yang dapat hidup setelah
proses pasteurisasi adalah Clostridium, Bacillus, Cornebacterium, Arthrobacter, Lactobacillus,
Microbacterium, dan Micrococcus. Bacillus mampu menggumpalkan susu dengan mencerna
lapisan tipis fosfolipid di sekitar butir-butir lemak melalui enzim yang dihasilkannya.

Mata rantai produksi susu di Indonesia sudah saatnya untuk mampu dalam meminimalisasi
proses kontaminasi dari berbagai macam mikrorganisme berbahaya. Susu yang akan dikonsumsi
oleh manusia harus dalam kondisi aman dan sehat. Proses produksi susu di tingkat peternakan
memerlukan penerapan good farming practice seperti yang telah diterapkan di negara-negara
maju. Teknologi dalam pengolahan telah memungkinkan susu untuk disimpan lebih lama dan
dapat mengurangi tingkat kontaminasi bakteri. Pasteurisasi mampu untuk membunuh sejumlah
bakteri patogen melalui suhu tinggi. Pembuatan susu kental dapat memperpanjang daya simpan
susu dalam temperatur ruangan. Selain itu, teknik homogenisasi dan sentrifugasi susu dapat
memperbaiki kualitas susu untuk konsumsi manusia. Kualitas masyarakat dalam sebuah bangsa
sangat ditentukan oleh bahan pangan yang dikonsumsinya.

1. 5. Bagaimana Proses Pembentukan Curd pada susu?

Curd merupakan protein yang menggumpal dan mengendap akibat dari protein yang
terkoagulasi dan cairan terpisah dari protein. Protein terkoagulasikarena terjadi denaturasi
protein yang bisa disebabkan oleh panas, pH, bahankimia, mekanik, dan sebagainya. Disamping
itu, aseton dan alkohol dapat pulamenyebabkan denaturasi (Winarno, 2004). Alkohol akan
menarik air dari kasein (yang berada dalam susu dalam bentuk kaseinat) dimana kaseinat
berperan sebagai penstabil emulsi lemak dan secara tak langsung berkontribusi pada konsistensi
dan keterikatan air yang lebih baik. susu segar dan susu UHT dan agensia pengendapnya
digunakan alkohol 70% dengan 3 perbandingan antara Susu + alkohol 70% (1:1) yaitu 5ml:5ml,
Susu + alkohol 70% (2:1) yaitu 6,7ml: 3,3ml, Susu + alkohol 70% (3:1) yaitu 7,5ml: 2,5mL.
Selain itu disediakan blanko negatif dari susu segar dan susu UHT sebagai pembanding. Dari
hasil percobaan diperoleh bahwa susu yang ditambahkan alkohol 70% dengan perbandingan 1:1
menghasilkan curd paling banyak (intensitas ++++) kemudian diikuti dengan penambahan
alkohol 70% dengan perbandingan 2:1 (intensitas +++) dan yang terakhir dengan perbandingan
3:1 (intensitas ++). Hal ini disebabkan alkohol mampu mengendapkan protein dan jumlah atau
perbandingannya seimbang dengan susu sehingga alkohol mampu mengendapkan
secaramaksimal. Sedangkan pada perbandingan 2:1 maupun 3:1 jumlah alkohol lebihsedikit
sehingga sedikit protein susu yang dapat diendapkan. Pada susu segar dansusu UHT, yang
mampu menghasilkan curd lebih banyak adalah susu segar. Halini disebabkan pada susu segar
belum mendapat perlakuan homogenisasi seperti pada susu UHT. Homogenisasi susu
menyebabkan sebagian dari partikel-partikelkasein menyatu dengan butiran lemak
(Buckle,1985). Dengan adanyahomogenisasi, protein dari susu sedikit yang dapat diendapkan
karena sebagian.

Anda mungkin juga menyukai