Anda di halaman 1dari 19

ANALISIS KAPASITAS JALAN TERHADAP POTENSI KEMACETAN

DI KOTA JAMBI

(STUDI KASUS JALAN KOLONEL ABUNJANI)

LASMER GUIDO SIRAIT

M1C11031
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Permasalahan kemacetan lalu lintas saat ini bukan hanya menjadi persoalan bagi
kota-kota besar di Indonesia yang notabene memiliki kompleksitas yang tinggi. Di
Kota Jambi yang merupakan ibu kota dari Propinsi Jambi, kemacetan lalu lintas
mulai menjadi momok tersendiri. Dimana kemacetan lalu lintas yang terjadi sangat
menghambat masyarakat dalam melakukan aktivitasnya.

Kota yang baik dapat ditandai antara lain dengan melihat kondisi transportasinya.
Sektor transportasi harus mampu memberikan kemudahan bagi seluruh masyarakat
dalam segala kegiatannya di semua lokasi yang berbeda dan tersebar dengan
karakteristik fisik yang berbeda pula. Dengan kata lain, setiap wilayah kota harus
dapat dijangkau oleh sistem pelayanan angkutan umum yang ada, untuk itu
kebutuhan transportasi harus seimbang dengan penyediaan prasarana dan didukung
oleh sistem jaringan jalan dengan tingkat pelayanan yang memadai.

Kota Jambi sebagai simpul jasa distribusi, memiliki peranan yang penting dalam
memacu perkembangan ekonomi, sedangkan pertumbuhan ekonomi yang cepat
akan mengakibatkan perubahan aktifitas kota yang berdampak pada struktur dan
karakteristik serta pola penggunaan lahan kota kemudian diikuti oleh
pengembangan kota.

Kemacetan di Jambi khususnya dalam 5 tahun belakangan ini semakin perlu


diperhatikan. Beberapa penyebab utama, yakni tingginya angka penggunaan
kendaraan pribadi, pertumbuhan ruas jalan yang tidak seimbang dengan laju
pertumbuhan kendaraan dan kurangnya disiplin berlalu lintas. Banyak cara atau
jalan keluar yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah kemacetan di
Kota Jambi.

Seiring dengan perkembangan jaman, populasi dan mobilitas manusia semakin


mengalami peningkatan. Hal yang demikian sangat terasa perubahannya, terlebih
jika kita mengerucutkan perhatian ke kota kota besar. Kota besar masih menjadi
tujuan favorit bagi para pendatang untuk mencari pekerjaan. Akibatnya, kondisi
kota menjadi semakin padat dan salah satu akibatnya adalah akan meningkat pula
penggunaan sarana transportasi di kota. Tak bisa dihindari, masalah masalah
transportasi akan muncul mengikuti fenomena tersebut. Jambi merupakan salah
satu kota yang mengalami keadaan seperti itu.

Masalah transportasi di Kota Jambi mungkin secara umum sama dengan masalah
transportasi di kota kota besar lainnya. Dapat dirasakan, dalam beberapa tahun
terakhir peningkatan volume kendaraan cukup tinggi. Hampir di semua
persimpangan di kota Jambi akan selalu mengalami kemacetan, terlebih pada jam
masuk atau keluar kantor. Tentunya masalah ini haruslah mendapatkan perhatian
yang cukup serius agar diperoleh solusinya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, kajian ini nantinya diharapkan dapat


memberikan jawaban atas pertanyaan: Bagaimana tingkat kejenuhan di Kota Jambi
khususnya jalan Kolonel Abunjani?

1.3 Tujuan

Dengan melihat latar belakang dan permasalan di atas, maka maksud dari kajian
ini adalah:
1. Menganalisis derajat kejenuhan/tingkat kemacetan yang terjadi pada ruas jalan
Kolonel Abunjani di Kota Jambi.
2. Mengidentifikasi penyebab tundaan di jalan Kolonel Abunjani.
3. Mengetahui bagaimana cara memperbesar kapasitas di ruas jalan Kolonel
Abunjani agar volume kendaraan yang melintas dapat ditampung.

1.4 Manfaat

Karya Ilmiah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat dan pemerintah
Kota Jambi dalam mengurangi derajat kejenuhan ruas jalan Kota Jambi khususnya
di Jalan Kolonel Abunjani.
1.5 Batasan Masalah

Kajian tentang analisis kapasitas jalan ini dilakukan dengan batasan-batasan kajian
sebagai berikut :
1. Wilayah studi meliputi ruas jalan Kolonel Abunjani sepanjang 600 meter
dari Bundaran Tugu Juang hingga Simpang Tiga Sipin.
2. Perhitungan dalam penelitian ini menggunakan metode Manual Kapasitas
Jalan Indonesia 1997.
3.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kemacetan

Penambahan kendaraan menyebabkan tundaan, waktu perjalanan menjadi lebih


lama, dan mengakibatkan kenaikan biaya transportasi. Kondisi ini menyebabkan
adanya eksternalitas dan digunakan sebagai dasar argumentasi rencana penerapan
biaya kemacetan. Jika arus lalu lintas mendekati kapasitas, kemacetan mulai terjadi.
Kemacetan semakin meningkat apabila arus begitu besarnya sehingga kendaraan
sangat berdekatan satu sama lain. Kemacetan total terjadi apabila kendaraan harus
berhenti atau bergerak sangat lambat (Tamin, 2000).

Lalu-lintas tergantung kepada kapasitas jalan dan banyaknya lalu-lintas yang ingin
bergerak. Jika kapasitas jalan tidak dapat menampung, lalu-lintas yang ada akan
terhambat dan mengalir sesuai dengan kapasitas jaringan jalan maksimum
(Sinulingga, 1999). Di dalam istilah perlalu-lintasan dikenal Lalu-Lintas Harian
(LHR) atau ADT (Average Dayly Traffic) yaitu jumlah kendaraan yang lewat
secara rata-rata sehari (24 jam) pada suatu ruas tertentu. Volume lalu-lintas ini
bervariasi besarnya, tidak tetap, tergantung waktu, variasi dalam sehari, seminggu,
sebulan dan setahun.

Di dalam satu hari biasanya terdapat dua waktu jam sibuk, yaitu pagi dan sore hari.
Tapi terdapat juga jalan-jalan yang mempunyai variasi volume lalu-lintas agak
merata. Suatu ciri lalu-lintas pada suatu lokasi belum tentu sama dengan lokasi lain
di dalam sebuah kota ataupun kota lain. Kapasitas jaringan jalan adalah jumlah
maksimum kendaraan yang dapat melewati jalan tersebut dalam periode satu jam
tanpa menimbulkan kepadatan lalu lintas yang menyebabkan hambatan waktu,
bahaya atau mengurangi kebebasan pengemudi menjalankan kendaraannya
(Suwardjoko,1985).

Kapasitas jalan juga tergantung kepada jumlah lajur. Apabila suatu jalan dilebarkan
dari 2 lajur menjadi 4 lajur maka kapasitasnya bukan hanya meningkat menjadi 2
kali tetapi menjadi 4 kalinya. Dengan kata lain, kapasitas lajur dalam sistem jalur
banyak akan menjadi 2 kali kapasitas lajur dalam jalur ganda.
Berdasarkan hal ini, kemacetan jika ditinjau dari tingkat pelayanan jalan, terjadi
pada saat LOS (level of services) < C (capacity). Jika LOS < C , kondisi arus lalu-
lintas mulai tidak stabil, kecepatan kendaraan menurun relatif cepat akibat
hambatan yang timbul dan kebebasan bergerak relatif kecil. Jika LOS sudah
mencapai titik tertentu, aliran lalu-lintas menjadi tidak stabil sehingga terjadilah
tundaan berat, yang disebut dengan kemacetan lalu-lintas (Tamin dan Nahdalina,
1998).

Jika batas aliran lalu lintas yang ada dilampaui, maka rata-rata kecepatan lalu lintas
akan turun. Pada saat kecepatan mulai turun maka waktu untuk melakukan
perjalanan akan meningkat (Everall, 1968 dalam Stubs, 1980). Sebagai Ibu Kota
Provinsi Jambi, perekonomian dan pembangunan berbagai bidang di Kota Jambi
telah bertumbuh dengan pesat. Seiring dengan hal tersebut kebutuhan transportasi
juga mengalami peningkatan yang pesat. Terlihat dari meningkatnya volume lalu
lintas baik sebagai akibat bertambahnya kendaraan maupun meningkatnya
frekuensi perjalanan masyarakat.

Peningkatan volume lalu lintas ini ternyata tidak mampu diimbangi oleh
peningkatan kapasitas jalan. Dalam lima tahun terakhir pertumbuhan kendaraan
roda dua di Kota Jambi mencapai 28,68 persen pertahun dan roda empat mencapai
26,42 persen. Sebaliknya panjang jalan dalam periode tersebut tidak mengalami
pertambahan. Kondisi ini menyebabkan pada arus puncak terlihat tingginya tingkat
kemacetan pada ruas-ruas jalan utama di Kota Jambi. Berbagai kebijakan dapat
dilakukan Pemerintah Kota Jambi dalam pengurangan kemacetan tersebut,
misalnya pengaturan lalu lintas, penambahan kapasitas jalan, penerapan biaya
kemacetan pada pengguna lalu lintas dan lainnya. Meskipun demikian, agar
kebijakan tersebut dapat berjalan efektif dan tepat sasaran diperlukan informasi dan
kajian tentang derajat kejenuhan (tingkat kemacetan).
BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Jalan utama yang disurvei adalah Jalan Kolonel Abunjani Kota Jambi. Panjang
jalan yang disurvei adalah 600 meter mulai dari Bundaran Tugu Juang sampai ke
Simpang Tiga Sipin. Jalan yang disurvei merupakan jalan dengan tipe jalan dua
lajur tak terbagi (2/2 UD).

3.2 Metode Pengumpulan Data

Data dikumpulkan melalui metode survei geometrik jalan. Survei dilaksanakan


pada hari terpilih yaitu hari kerja dalam kondisi cuaca normal. Survei dilaksanakan
dengan tiga tahap yaitu pada pukul 07.00-09.00, 10.00-13.00, dan 16.00-18.00 yang
mencakup:

1. Survei Geometrik Jalan yang meliputi pengukuran lebar jalan, lebar trotoar,
layout parkir, serta data lain tentang ruas jalan. Pengukuran menggunakan
meteran.
2. Survei arus lalu lintas yang dilakukan pencatatan jumlah kendaraan yang
terklasifikasi.

3.3 Metode Analisa Data.


Adapun standar nilai derajat kejenuhan sebagai berikut:

Tabel 3.3.1 Standar nilai derajat kejenuhan

Derajat Kejenuhan Rasio Q/C Karakteristik


A < 0,60 Arus bebas, volume rendah dan
kecepatan tinggi, pengemudi dapat
memilih kecepatan yang dikehendaki.

B 0,60 < Q/C < 0,70 Arus stabil, kecepatan sedikit terbatas,
pengemudi masih dapat bebas dalam
memilih kecepatannya
C 0,70 < Q/C < 0,80 Arus stabil, kecepatan dapat dikontrol

D 0,80 < Q/C < 0,90 Arus mulai tidak stabil, kecepatan
rendah dan berbeda-beda, volume
mendekati kapasitas

E 0,90 < Q/C < 1 Arus tidak stabil, kecepatan rendah dan
berbeda-beda, volume mendekati
kapasitas

F >1 Arus yang terhambat, kecepatan


rendah, volume diatas kapasitas, sering
terjadi kemacetan pada waktu yang
cukup lama

Sumber: MKJI 1997

Dalam perhitungan derajat kejenuhan melalui tahapan berikut:

1. Perhitungan Arus Lalu Lintas (Q).

Keterangan:

a. smp (satuan mobil penumpang) : arus dari berbagai tipe kendaraan diubah
menjadi kendaraan ringan dengan menggunakan emp.
b. emp (ekivalensi mobil penumpang): faktor konversi berbagai jenis
kendaraan dibandingkan dengan mobil penumpang atau kendaraan ringan
lainnya (untuk mobil penumpang dan kendaraan ringan lainnya, emp = 1,0).
c. Kendaraan ringan (LV): Kendaraan bermotor dua as beroda 4 dengan jarak
as 2,0 - 3,0 m .
d. Kendaraan berat (HV): Kendaraan bermotor dengan jarak as lebih dari 3,50
m, biasanya beroda lebih dari 4.
e. Sepeda Motor (MC): Kendaraan bermotor beroda dua atau tiga .

Penentuan emp untuk kendaraan berat (HV) dan sepeda motor (MC) sebagai
berikut:

Tabel 3.3.2 emp untuk jalan perkotaan tak terbagi

Tipe Jalan Arus Lalu lintas emp


Jalan tak terbagi total dua arah MC
(kend/jam) HV Lebar jalur lalu lintas Wc (m)
6 >6
Dua lajur tak 0 1800 1,3 0,50 0,40
Terbagi (2/2 UD) 1800 1,2 0,35 0,25
Sumber: MKJI, 1997

2. Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan (C)

Dihitung dengan menggunakan rumus:

C = Co x FCw x FCsp x FCsf x FCcs

dimana :

C = Kapasitas aktual (smp/jam);

Co = Kapasitas dasar (smp/jam);

FCw = Faktor penyesuaian lebar jalan;

FCsp = Faktor penyesuaian pemisah arah;

FCsf =Faktor penyesuaian hambatan samping;


FCcs =Faktor penyesuaian ukuran kota.

3. Perhitungan kapasitas dasar

Tabel 3.3.3 Penentuan kapasitas dasar (Co).

Tipe Jalan Kapasitas Dasar Catatan


(smp/jam)
Empat lajur terbagi atau 1650 Per lajur
jalan satu arah
Empat lajur tak terbagi 1500 Per lajur
Dua lajur tak terbagi 2900 Total dua arah
Sumber: MKJI 1997

4. Perhitungan Faktor Penyesuaian Lebar Jalan

Tabel 3.3.4 Penyesuaian kapasitas untuk pengaruh lebar jalur lalu lintas (FCw).

Tipe Jalan Lebar jalur lalu lintas FCw


efektif (Wc) (m)
Dua lajur tak terbagi Total dua arah
5 0,56
6 0,87
7 1,00
8 1,14
9 1,25
10 1,26
11 1,34

5. Perhitungan faktor penyesuaian pemisahan arah.

Tabel 3.3.5 Faktor penyesuaian kapasitas untuk pemisahan arah (FCsp).

Pemisahan arah SP %-% 50-50 55-45 60-40 65-35 70-70


FCsp Dua lajur 2/2 1,00 0,97 0,94 0,91 0,88
Empat lajur 4/2 1,00 0,985 0,97 0,955 0,94
6. Faktor penyesuaian hambatan samping.

Dampak aktifitas samping jalan seperti pejalan kaki, kendaraan berhenti,


kendaraan masuk/keluar sisi jalan dan kendaraan lambat. Faktor penyesuaian ini
ditentukan dengan mengacu pada kelas hambatan samping. Setelah diketahui kelas
hambatan samping, selanjutnya ditentukan faktor penyesuaian kapasitas untuk
hambatan samping (FCsf) sebagai berikut:

Tabel 3.3.6 Penyesuaian kapasitas untuk pengaruh hambatan samping (FCsf).

Tipe Kelas Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dengan lebar


Jalan hambatan bahu (FCsf)
Samping Lebar bahu efektif (Ws)
0,5 1,0 1,5 1,01
2/2 UD VL 0,96 0,98 1,01 1,03
atau L 0,94 0,97 1,00 1,02
jalan M 0,92 0,95 0,98 1,00
satu H 0,88 0,92 0,95 0,98
arah VH 0,84 0,88 0,92 0,96
Sumber: MKJI, 1997

7. Faktor Penyesuaian kapasitas ukuran kota.

Tabel 3.3.7 Penyesuaian kapasitas untuk ukuran kota (FCcs) pada jalan perkotaan.

Ukuran kota (juta penduduk) Faktor penyesuaian


< 0,1 0,86
0,1 0,5 0,90
0,5 1,0 0,94
1,0 3,0 1,00
>3 1,04
Sumber: MKJI, 1997

3.3 Instrumen Penelitian

Instrumen atau alat yang digunakan dalam proses pengumpulan data adalah alat
tulis dan tabel survei kendaraan.
BAB 4
PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Fisik Ruas Jalan

Rincian kondisi geometrik jalan yang disurvei 600 meter mulai dari Bundaran
Tugu Juang sampai ke Simpang Tiga Sipin sebagai berikut:.

Tabel 4.1.1 Kondisi Geometrik Ruas Jalan Kolonel Abunjani Kota Jambi.

Uraian Lajur A Lajur B


Nama jalan Jalan Kolonel Abunjani
Panjang lokasi survei 600 meter
Lebar efektif per lajur 4 meter 4 meter
Memiliki kereb atau bahu Bahu Bahu
Lebar kereb atau bahu 1 meter 1 meter
Memiliki median jalan 100 meter ya dan 500 meter tidak
Kondisi Permukaan Jalan Perkerasan baik (aspal), permukaan rata
Pemanfaatan lahan sekitar ruas jalan Dominan pertokoan dan Pusat Perbelanjaan
Keterangan:

1. Lajur A merupakan jalur lalu lintas dari arah Tugu Juang ke Lampu lalulintas
Simpang Tiga Sipin.
2. Lajur B merupakan jalur lalu lintas dari arah lampu lalu lintas Simpang Tiga Sipin
ke Bundaran Tugu Juang.

Sepanjang jalan yang disurvei memiliki kondisi perkerasan yang baik dengan
permukaan yang rata. Dari sisi tipe jalan, jalan yang disurvei memiliki dua tipe
jalan yaitu jalan dua lajur tidak terbagi (2/2 UD) dan dua lajur terbagi (2/2 D).
Lebar jalan efektif per lajur adalah 4 meter. Terdapat bahu pada kedua jalur dengan
lebar bahu masing-masing 1 meter.

4.2 Volume Lalu Lintas

Moda angkutan yang melalui Jalan Kolonel Abujani dapat dikelompokkan atas tiga
kelompok yaitu kendaraan ringan, kendaraan berat, sepeda motor. Berdasarkan
hasil survei tersebut didapatkan volume lalu lintas berikut:

Tabel 4.2.1 Volume Lalu Lintas Pada Ruas Jalan Kolonel Abunjani Kota Jambi.
Waktu Kendaraan Kendaraan Sepeda Motor
Berat (HV) Ringan (LV) (MC)
Lajur A Lajur B Lajur A Lajur B Lajur A Lajur B
06.00-07.00 3 4 567 534 985 754
07.00-08.00 5 3 884 789 2158 1979
08.00-09.00 5 5 890 932 2645 2465
09.00-10.00 4 3 964 875 1853 2124
10.00-11.00 5 5 645 756 1650 2042
11.00-12.00 3 4 670 881 1764 1789
12.00-13.00 3 4 876 743 1362 1568
13.00-14.00 5 3 964 856 1563 1644
14.00-15.00 4 6 932 906 1875 1623
15.00-16.00 4 3 1086 1024 2425 2159
16.00-17.00 6 4 1165 1173 2606 2392
17.00-18.00 4 3 1065 1128 2065 1983
Total 51 46 10708 10597 22951 22522

Selama survei terdapat 36444 unit kendaraan pada lajur A dan 35065 unit
kendaraan pada lajur B yang melalui jalan ini dalam 12 jam. Sebagian besar
diantaranya adalah sepeda motor, diikuti oleh jenis kendaraan ringan. Jenis
kendaraan yang paling sedikit melalui jalan ini adalah jenis kendaraan berat.
Kondisi arus lalu lintas menurut jenis kendaraan ini relatif sama baik pada jalur A
maupun jalur B.

4.3 Kapasitas Jalan

Kapasitas dasar/ideal jalan (Co) didasarkan pada jenis jalan. Jenis jalan Kolonel
Abunjani adalah jenis jalan empat lajur terbagi (2/2 UD). Berdasarkan MKJI (1997)
untuk jenis jalan ini, kapasitas dasar per lajur adalah 2900 smp/jam (satuan mobil
penumpang per jam). Lebar efektif perlajur pada Jalan Kolonel Abunjani adalah 4
meter. Berdasarkan hal tersebut, faktor penyesuaian lebar jalan (FCw) adalah 1,14.
Faktor penyesuaian hambatan samping dihitung berdasarkan dampak aktifitas
samping segmen jalan terhadap kinerja lalu-lintas, seperti pejalan kaki, kendaraan
umum/ kendaraan lain berhenti , kendaraan masuk/keluar sisi jalan dan kendaraan
lambat. Perhitungan faktor penyesuaiannya diberikan sebagai berikut:

Tabel 4.3.1 Kejadian hambatan samping pada ruas jalan Kolonel Abunjani Kota Jambi.

Tipe Kejadian Frekuensi Kejadian Faktor Frekuensi Kejadian


Hambatan Samping Bobot Terbobot
Lajur A Lajur B Lajur A Lajur B
Pejalan kaki 45 97 0,5 22,5 48,5
Parkir kendaraan 87 147 1 87 147
Kendaraan masuk + keluar 547 734 0,7 382,9 513.8
Kendaraan lambat 7 8 0,4 2,8 3,2
Jumlah per lajur 495,2 712,5
Jumlah kedua Lajur 1207,7
Kelas hambatan samping Sangat Tinggi
Faktor Penyesuaian (lebar bahu = 1m ; Tipe Jalan 2/2 UD) 0,79
Analisis Lasmer, 2017

Dari kedua Lajur tersebut, setelah dikali dengan faktor bobot masing-masing jenis
kejadian, didapatkan frekuensi kejadian terbobot sebesar 1207,7. Jumlah frekuensi
kejadian terkategori sebagai kelas hambatan samping sangat tinggi. Dengan kata
lain, aktifitas-aktifitas samping segmen jalan Kolonel Abunjani sangat
mempengaruhi kelancaran arus lalu lintas pada ruas jalan ini. Mengacu pada MKJI
(1997), faktor penyesuaian hambatan samping (FCsf) dengan kelas hambatan
samping sangat tinggi di ruas jalan dengan lebar bahu = 1 m dan tipe jalan 2/2 UD
adalah sebesar 0,79.

Selanjutnya faktor penyesuaian ukuran kota (FCcs) didasarkan pada jumlah


penduduk. Jumlah penduduk di sekitar Jalan Kolonel Abunjani Kota Jambi Tahun
2017 adalah sebanyak 100000 jiwa. Berdasarkan jumlah penduduk ini maka
besarnya nilai faktor penyesuaian ukuran kota adalah 0,90 . Berdasarkan data dan
faktor-faktor penyesuaian tersebut, kapasitas aktual ruas jalan Kolonel Abunjani
diberikan sebagai berikut:
Tabel 4.3.2 Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan Kolonel Abunjani Kota Jambi.

Uraian Simbol Lajur


A B
Kapasitas dasar/ideal ruas jalan (2/2 UD) per lajur Co 1450 1450
Lebar jalan (lebar efektif lajur = 4 m) FCw 1,14 1,14
Pemisahan arah (2/2) 50%-50% FCsp 1 1
Hambatan samping (sangat tinggi) FCsf 0,79 0,79
Ukuran Kota (jumlah penduduk 100000 jiwa) FCcs 0,90 0,90
Kapasitas ruas jalan (smp/jam) C 1175 1175
Analisis Lasmer, 2017

4.4 Derajat Kejenuhan

Derajat kejenuhan adalah rasio arus lalu lintas terhadap kapasitas aktual ruas jalan.
Nisbah ini digunakan untuk mengukur kinerja ruas Jalan Kolonel Abunjani. Secara
rinci, perhitungannya diberikan sebagai berikut:

Tabel 4.4.1 Perhitungan Derajat Kejenuhan Ruas Jalan Kolonel Abunjani.

Satuan Mobil
Jenis Kendaraan Jumlah kendaraan Ekuivalensi Penumpang (SMP)
lajur A lajur B Mobil lajur A lajur B
Penumpang
(EMP)
Kendaraan Berat (rata-rata) 4 4 1,2 5 5
Kendaraan ringan (rata-rata) 892 883 1 892 883
Sepeda Motor (rata-rata) 1913 1877 0,25 478 469
Jumlah per lajur 1375 1357
Total kedua lajur 2732
Kapasitas aktual lalu lintas per lajur 1175 1175
Derajat Kejenuhan per lajur 1,17 1,15
Kategori derajat kejenuhan per lajur F F
Rata-rata derajat kejenuhan pada kedua lajur 1,16
Kategori derajat kejenuhan rata-rata kedua lajur F
Analisis Lasmer, 2007
Keterangan:
Kategori F = arus terhambat, kecepatan rendah, volume di atas kapasitas, sering terjadi
kemacetan pada waktu yang cukup lama

4.5 Memperbesar Kapasitas Jalan.

Memperbesar kapasitas ruas jalan Kolonel Abunjani dapat dilakukan dengan


membatasi parkir kendaraan dan penertiban pedagang kaki lima yang tidak berizin
di bahu jalan. Penambahan lebar jalan tidak dapat dilakukan karena di sisi jalan
adalah pertokoan padat. Dibawah ini adalah perhitungan kapasitas jalan Kolonel
Abunjani setelah hambatan sampingnya dikurangi.

Tabel 4.5.1 Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan Kolonel Abunjani Kota Jambi.

Uraian Simbol Lajur


A B
Kapasitas dasar/ideal ruas jalan (2/2 UD) per lajur Co 1450 1450
Lebar jalan (lebar efektif lajur = 4 m) FCw 1,14 1,14
Pemisahan arah (2/2) 50%-50% FCsp 1 1
Hambatan samping (sangat rendah) FCsf 0,96 0,96
Ukuran Kota (jumlah penduduk 100000 jiwa) FCcs 0,90 0,90
Kapasitas ruas jalan (smp/jam) C 1428 1428
Analisis Lasmer, 2017

Kapasitas ruas jalan Kolonel Abunjani bertambah dari 1175 menjadi 1428 bila
hambatan samping di sekitar jalan Kolonel Abunjani dikurangi. Dengan kapasitas
bertambah maka volume kendaraan yang dapat ditampung ruas jalan Kolonel
Abunjani juga akan bertambah.
BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Secara umum, menurut analisis perhitungan menggunakan MKJI (1997)


derajat kejenuhan arus lalu lintas pada aktifitas puncak di Jalan Kolonel
Abunjani sebesar 1,16, yang berarti arus sangat tinggi, kecepatan rendah serta
volume kendaraan melebihi kapasitas jalan.
2. Penambahan kapasitas ruas jalan Kolonel Abunjani dapat dilakukan dengan
membatasi parkir kendaraan dan penertiban pedagang kaki lima yang tidak
berizin di bahu jalan.

5.2 Saran

1. Mengingat mulai sering terjadinya kemacetan di Jalan Kolonel Abunjani akibat


arus lalu lintas yang padat dan pada saat-saat tertentu melewati kapasitas jalan,
maka perlu dilakukan pengaturan ulang lalu lintas terutama pada arus puncak.
2. Perlu adanya koordinasi dari instansi terkait dengan pemerintah Kota Jambi
dalam upaya mengurai arus lalu lintas di jalan Kolonel Abunjani
3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengukur derajat kejenuhan/tingkat
kemacetan pada jalan-jalan utama lainnya di Kota Jambi, dalam rangka
perbaikan dan peningkatan pelayanan transportasi darat di daerah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Amri A., Junaidi, Yulmardi. (2009). Metodologi Penelitian Ekonomi dan


Penerapannya. Bogor. IPB Press

Blythe, Philip T. (2004). Congestion Charging : Challenges to Meet the UK Policy


Objectives. Review of Network Economics. Vol. 3 Issue 4. pp. 356 - 370.

Damarsari, R., Junaidi, J., & Yulmardi, Y. (2015). Kinerja Pembangunan Daerah
Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi. Jurnal Perspektif Pembiayaan dan
Pembangunan Daerah, 2(3), 161-172.

Deng, X. (2006). Economic Cost of Motor Vehicle Emissions in China: a Case


Study. Transportation Research Part D: Environment. Vol. 11. pp. 216-226.

Directorate General of Highways, Ministry of Public Works. (1996). Indonesian


Highway Capacity Manual Part I. Urban Road. Directorate General of Highways,
Ministry of Public Works, Jakarta.

Harford, J.D. (2006). Congestion, Pollution and Benefit to Cost Ratios of US


Public Transit System. Transportation Research, Part D: Environment. Vol. 11.
pp. 45-58.

Indrayana, IGNGA., Wedagama, DMP., Suparsa, IGP. 2013. Analisis Kinerja


Ruas Jalan dan Biaya Perjalanan Akibat Tundaan Pada Ruas Jalan (Studi kasus:
Segmen Simpang Gunung SoputanSimpang Teuku Umar Barat). Jurnal Ilmiah
Elektronik Infrastruktur Teknik Sipil. Vol. 2 No. 2. April 2013

Junaidi,J; Hardiani,H. (2009). DasarDasar Teori Ekonomi Kependudukan. Jakarta.


Hamada Prima

Junaidi, J. (2014). Statistik Deskriptif dengan Microsoft Office Excel. Jambi.


Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNJA
Lembaga Afiliasi Penelitian dan Industri (LAPI) ITB. (1996). Laporan Akhir Studi
Perhitungan Biaya Operasi Kendaraan Kendaraan. PT. Jasa Marga. Bandung,
Institut Teknologi Bandung (ITB).

Newbery, D. M. (1998). Fair Payment from Road-Users: A Review of the Evidence


on Social and Environtment Costs. Report published by the Automobile
Association, Basingstoke.

Quinet, E. (1994). The Social Costs of Transport: Evaluation and Links with
Internalisation Policies. In Internalising the Social Costs of Transport. Paris,
OECD-European Conference of Ministers of Transport (ECMT). pp. 31-75.

Santos, G. (1999). Road Pricing on The Basis of Congestion Costs: Consistent


Results from Two Historic UK Towns. Cambridge, Inggris, Department of Applied
Economics. pp. 1-16. Santos, G. and Bhakar, J. (2006). The Impact of London
Congestion Charging Scheme on The Generalised Cost of Car Commuters to The
City of London from a Value of Time Savings Perspective. Transport Policy,
Vol.13. pp. 22-33.

Sinulingga,BD.(1999). Pembangunan Kota Tinjauan Regional dan Lokal,


Penerbit Pustaka Sinar Harapan.

Stubs, P.C., Tyson W.J., dan Dalvi, M.Q. (1980). Transport Economics. London,
George Allen and Unwin (Publisher) Ltd.

Sugiyanto, G., Malkhamah, S., Munawar, A., dan Sutomo, H. 2011. Model Biaya
Kemacetan Bagi Pengguna Mobil Pribadi di Kawasan Malioboro Yogyakarta.
Dinamika Teknik Sipil. Vol.11 No.1 Jan. 2011. Hal. 81-86

Suwardjoko, W.1988. Rekayasa lalu Lintas. Jakarta. Penerbit Bhatara.

Tamin, OZ, (2000). Perencanaan dan pemodelan transportasi, Penerbit ITB


Bandung

World Bank. (1993). Marginal Health Cost (MHC) Indonesia: Energy and the
Environtment.

Anda mungkin juga menyukai