Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Psikologi sosial atau ilmu jiwa sosial memerlukan sedikit pengetahuan pendahuluan agar
isinya lebih mudah untuk dipahami. Sebagaimana psikologi, maka psikologi sosial juga
merupakan suatu cabang ilmu pengetahuanyang baru saja timbul pada masyarakat modern.
Sebagaimana telah diketahui, psikologi itu sendiri adalah ilmu pengetahuan yang baru muncul
kira-kira seabad lalu dan baru mulai memegang peranan dalam masyarakat.

Dalam kehidupan sehari-hari, hubungan diantara manusia tersebut ternyata tidak


selamanya berjalan lancar. Adakalanya muncul kesalah pahaman, perselisihan, pertengkaran,
permusuhan, bahkan peperangan. Lingkup kejadiannya tidak saja terjadi dalam skala yang kecil
ditingkat keluarga dan lingkungan kelurahan tetapi juga bisa terjadi dalalm skala yang lebih
besar ditingkat nasional dan internasional. Dalam kajian psikologi sosial hal ini terjadi karena
tidak adanya kesamaan pandangan terhadap suatu pola perilaku pada suatu struktur kelompok
sosial. Masing-masing pihak merespon rangsangan sosial yang diterimanya dari lingkungan
sosial, sehingga memunculkan sikap memilih atau menghindari sesuatu.

Objek pembahasan dari Psikologi Sosial tidaklah berbeda dengan psikologi secara
umumnya. Hal ini bisa dipahami karena Psikologi Sosial adalah salah satu cabang ilmu dari
psikologi. Bila objek pembahasan psikologi adalah manusia dan kegiatannya, maka Psikologi
Sosial adalah kegiatan-kegiatan sosialnya. Masalah yang dikupas dalam psikologi umum adalah
gejala-gejala jiwa seperti perasaan, kemauan, dan berfikir yang terlepas dari alam sekitar.

Sebagaimana ilmu-ilmu sosial, objek pembahasan psikologi sosial adalah terpusat kepada
kehidupan manusia. Manusia adalah salah satu ciptaan Tuhan yang memiliki kecerdasan,
kesadaran, dan kemauan yanbg tinggi dibandingkan dengan makhluk-makhlukNya yang lain.
Kelebihan inilah yang mendorong manusia mampu menguasai alam, menaklukkan makhluk
yang lebih kuat, dan menciptakan segala sesuatu yang dapat menyempurnakan dirinya. Hal ini
bisa tercapai karena dalam diri manusia terdapat potensi yang selalu mengalami proses

Page 1
perkembangan setelah individu tersebut berinteraksi dengan lingkungannya. Diantara yang harus
dipahami dalam psikologi sosial adalah mengenai kepemimpinan, minat sosial, dan sikap sosial,
sebagaimana yang akan kami paparkan selanjutnya.
Rumusan masalah:
1. Bagaimana yang dimaksud dengan kepemimpinan?
2. Bagaimana yang dimaksud dengan sikap sosial?
3. Bagaimana yang dimaksud dengan minat sosial?

Page 2
BAB II

PEMBAHASAN

Kepemimpinan

Beberapa pengertian yang diajukan oleh Andrew yang dikutip oleh Fiedler (1967) adalah
sebagai berikut:

Leadership is the exercise of authority and the making of decision (Dubin, 1951)

Leadership is the process of influencing group activities toward goal setting and goal
achievement (Stogdill, 1950)

The Leader is one who succeeds in getting others to follow him (Cowley, in Hempill, 1954)

The Leader is one who creates the most effective change in group performance (Cattel, 1953)

The Leader is that person identified and accepted as such by his followers (Sanford, 1949)

Dari contoh-contoh tersebut di atas memberikan gambaran bervariasinya para ahli dalam
memberikan pengertian mengenai pemimpin dan kepemimpinan. Namun demikian dalam
mendeskripsikan kepemimpinan senantiasa terdapat variabel-variabe: adanya seorang pemimpin,
adanya kelompok yang dipimpin, adanya tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, adanya
aktifitas, adanya interaksi, adanya otoritas.1

Beberapa definisi yang ada dalam literature mengenai kepemmpinan adalah:

the process of influence between a leader and followers to attain group organizational or
societal goals, (Hollander, 1985) proses memengaruhi antara pemimpin dan pengikut
untuk mencapai tujuan kelompok, organisasi, atau sosial..

a complex interaction between the leader, the followers, and the group to which they
belong, (Markus, Allison, dan Eylon, 2004, 1462) sebuah interaksi yang kompleks antara
pemimpin, pengikut, dan kelompok mereka.

1
Bimo Walgito, Psikologi Sosial (Suatu Pengantar), (Yogyakarta: Penerbit ANDI), 2002 hlm, 90

Page 3
is about dealing with people, usually within a group, and about changing peoples behaviors
and attitudes to conform to the leaders vision for the group, (Hogg, 2004:54) adalah
tentang berurusan dengan orang, umumnya dalam kelompok serta tentang mengubah sikap dan
kebiasaan seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap visi pimpinan terhadap kelompok.

a process of social influence through which an idvidual enlist and mobilizes the aid of others
in the attainment of a collective goal, (Chemers, 2001:376). sebuah proses pengaruh sosial
melalui tempat di mana individu mendaftar dan memobilisasi bantuan kepada orang lainuntuk
mencapai tujuan bersama.

Dari pemaparan di atas, sementara ini dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan


merupakan upaya seseorang memengaruhi sekelompok orang untuk bersama-sama mencapai
sebuah tujuan. Menurut Chermers, fungsi dari kepemimpinan adalah untuk mempertahankan
keutuhan internal organisasi dan membawa sebuah organisasi agar dapat beradaptasi dengan
perubahan lingkungan luarnya.

Pada umumnya, tugas pemimpin adalah mengupayakan agar kelompok yang dipimpinnya
dapat merealisasikan tujuannya dengan sebaik-baiknya dalam kerjasama yang produktif dan
dalam keadaan-keadaan bagaimanapun yang dihadapi kelompoknya. Selain itu, tentulah harus
dapat mengawasi tingkah laku dan anggota-anggota kelompok berdasarkan patokan bersama
yang telah ia rumuskan itu. Pada akhirnya, pemimpin harus dapat menyadari dan merasakan
kebutuhan-kebutuhan, keinginan-keinginan, dan cita-cita para anggota kelompoknya, serta
mewakilinya ke dalam maupun ke luar kelompoknya. Inilah kiranya ketiga tugas utama setiap
pemimpin yang dirumuskan oleh Floyd Ruch sebagai berikut:

a. Structuring the situation

Tugas pertama seorang pemimpin adalah memberikan struktur yang jelas tentang situasi-
situasi rumit yang dihadapi oleh kelompok.

b. Controlling group-behavior

Adalah mengawasi dan menyalurkan tingkah laku kelompok. Ia harus dapat mengawasi
tingkah laku individual yang tidak selaras dan yang jelas menyeleweng. Dalam suatu kelompok

Page 4
yang demokratis, seorang pemimpin harus berupaya untuk menepati peraturan-peraturan yang
sudah dibuat oleh kelompok, yaitu dengan menggunakan sistem penghargaan dan hukuman.2

c. Spokesman of the group

Ia harus menjari juru bicara kelompoknya. Sementara itu, ia harus dapat merasakan,
menerangkan kebutuhan-kebutuhan kelompok yang dipimpinnya ke dunia luar, baik mengenai
sikap kelompok, tujuan, harapan-harapan ataupun hal-hal yang lain.3

Kemampuan seseorang untuk mengajak sekelompok orang mencapai sebuah tujuan


kolektif menjadi salah satu pertanyaan para ilmuan psikologi sosial. Menurut Seters dan Field
(1990), teori yang menjelaskan kepemimpinan ber-evolusi dari era yang membahas kepribadian
pemimpin hingga era yang membahas kemampuan pemimpin melakukan perubahan dalam
kelompok. Apabila melihat perkembangannya, teori-teori kepemimpinan dapat dikelompokan
menjadi teori-teori mengenai kepribadian pemimpin (perspektif kepribadian), teori-teori yang
membahas pengaruh situasi terhadap kepemimpinan (perspektif situasional), dan teori-teori
mengenai kepemimpinan sebagai proses kelompok.

1. Perspektif kepribadian

Perspektif kepribadian berasumsi bahwa keberhasilan sebuah kelompok untuk mencapai


tujuannya bergantung pada sifat-sifat bawaan si pemimpin. Anggapan dalam perspektif ini
adalah good leaders were born, not made. Persfektif ini terbagi menjadi dua bagian pandangan
yaitu: the great person theory and trait theory. The Great person theory berasumsi bahwa
untuk menjadi pemimpin yang berhasil, seseorang harus mencontoh kepribadian dan perilaku
pemimpin yang hebat. Sedangkan trait theory berusaha untuk mencari karakteristik atau sifat
bawaan yang membedakan pemimpin yang bagus dengan orang-orang awam. Beberapa sifat
bawaan yang diasumsikan berpengaruh terhadap kepemimpinan adalah keinginan yang kuat,
pengetahuan yang luas, dan kemandirian.

2. Perspektif situasional

2
Gerungan, Psikologi Sosial, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2010), hlm.139-140
3
Bimo Walgito, Psikologi Sosial (Suatu Pengantar), hlm 94.

Page 5
Menurut Perspektif situasional, keberhasilan seseorang dalam memimpin kelompoknya
untuk mencapai sebuah tujuan bukan hanya bergantung pada karakteristiknya, tetapi lebih pada
interaksi antara pemimpin dengan kondisi situasional, kultural, dan konteks dari kelompok.
Penelitian awal mengenai perspektif ini menunjukkan bahwa pemimpin dapat memperlihatkan
tiga macam gaya kepemimpinan yang berbeda, yaitu autokratis, demokratis, dan laissez-faire.
Gaya-gaya kepemimpinan ini disimpulkan berdasarkan penelitian mengenai interaksi sosial pada
anak-anak.

Autokratis Demokratis Laissez-Faire

1. Pemimpin menentukan Pemimpin mendukung Anggota kelompok


semua kebijakan untuk anggota kelompok untuk diberikan kebebasan yang
masing-masing anggota membuat kebijakan bagi seutuhnya.
kelompok. kelompok.
2. Pemimpin menentukan Pemimpin memberikan Sumberdaya diberikan
dengan detail cara-cara gambaran umum mengenai kepada anggota kelompok
untuk mencapai tujuan tugas dan langkah-langkah tetapi pemimpin diberikan
kelompok sebelum anggota kelompok informasinya jika
mulai mengerjakan tugas. ditanyakan
3. Pemimpin memiliki Anggota kelompok memiliki Tidak memberikan umpan
pandangan umum serta aksi dan interaksi yang balik apabila anggota
tahapan metode yang memfasilitasi pekerjaan demi kelompok tidak bertanya.
diperlukan untuk mencapai mencapai tujuan kelompok.
tujuan kelompok
4. Pemimpin menentukan aksi Umpan balik yang diberikan
dan interaksi yang objektif dan sesuai dengan
diperbolehkan dalam kenyataan.4
kelompok.
Pemimpin memberikan
pujian dan kritik kepada

4
Tim Penulis Fakultas Psikologi UI, Psikologi Sosial, (Jakarta: Salemba Humanika), 2009, hlm 189-191

Page 6
anggota kelompok.

Lindgren memberikan pandangan adanya empat macam tipe pimpinan, yaitu tipe
parental, tipe expert, tpe artist, dan tipe manipulator. Pimpinan yang bertipe parental ialah
pimpinan yang dalam pendekatan kepada yang dipimpinnya bersikap sebagai orang tua terhadap
anaknya. Pimpinan ini mempunyai sifat kebapakan. Tipe expert adalah tipe pimpinan yang
dipandang mempunyai keahlian tertentu. Tipe artist adalah tipe pimpinan yang mempunyai sifat
sebagai seniman, khususnya dalah hal hubungan dengan manusia lainnya. Tipe manipulator
ialah tipe pemimpin yang pada umumnya memberikan janji-janji untuk mengikat hati dari yang
dipimpin, tetapi sering janji-janji itu tidak dapat dipenuhi.5

3. Perspektif proses kelompok

Perspektif ini menganggap bahwa di samping kepribadian pemimpin dan situasi


organisasi atau kelompok, proses di dalam kelompok juga mempengaruhi kepemimpinan.
Terdapat tiga factor dalam kelompok yang diperhitungkan oleh perspektif ini, yaitu:

a. Hubungan antar pemimpin dan pengikut

Dalam hubungan antar pemimpin dan pengikut, terdapat tiga hal yang harus
diretimbangkan, yaitu: interaksi, keadilan, dan kekuasaan.

b. Identitas sosial dan prototipikal kelompok

Menurut teori identitas sosial, sebuah kelompok disebut ada secara psikologis ketika
terdapat sekumpulan orang dengan memiliki konsep diri yang sama sebagai ciri utama kategori
sosial pembentuk kelompok tersebut. Representasi kelompok ini merupakan prototype kelompok
atau sekelompok ciri yang mendefinisikan persamaan dalam kelompok dan perbedaan kelompok
tersebut dengan kelompok lain terutama yang menyangkut sistem kepercayaan, sikap, perilaku
dan perasaan. Prototype kelompok dirancang sedemikian rupa agar memaksimalkan perbedaan
antar kelompok dan meminimalkan perbedaan di dalam kelompok.

5
Bimo Walgito, Psikologi Sosial (Suatu Pengantar),hlm, 96

Page 7
Menurut Hogg, untuk menjadi pemimpin yang berhasil, selain memiliki prototype
kelompok, seseorang juga harus menunjukkan perilaku yang sesuai dengan stereotip pemimpin
atau skema pemimpin. Walaupun demikian, pengaruh skema pemimpin terhadap keberhasilan
kepemimpinan akan berkurang jika kelompok memiliki prototype yang sangat jelas.

c. Kepemimpinan transformasional versi transaksional

Pemimpin dapat menunjukkan dua karakteristik ketika berhubungan dengan anggotanya,


yaitu pemimpin transformasional dan pemimpin transaksional.

Transformasional Transaksional
Menawarkan sebuah tujuan yang melebihi Berfokus pada pertukaran sumber-sumber yang
target-target jangka pendek. dimiliki oleh pemimpin dan anggota kelompok
Berfokus pada kebutuhan intrinsic yang lebih Melakukan kegiatan-kegiatan yang mendukung
tinggi penyelesaian tugas bersama
Mengembangkan dan meningkatkan minat para Menggunakan penghargaan dan penalty
anggotanya untuk melupakan keinginan sebagai alat untuk membuat para anggota
pribadi mereka agar bekerja demi kepentingan kelompok bekerja dan berusaha
kelompok
Memiliki karakteristik: berkarismatik, Memberikan kepada anggotanya apa yang
mencukupi kebutuhan emosional anggotanya, mereka inginkan agar ia mendapatkan
menstimulasi anggota kelompok secara keinginannya.
intelektual.
Transaksi antara pemimpin dan anggota
kelompok tidak harus selalu yang memiliki
nilai uang (missal jam kerja atau gaji) tetapi
juga rasa percaya, komitmen, dan rasa hormat.

Pemimpin di Indonesia

Beberapa studi yang menelaah kepemimpinan di Indonesia menunjukkan bahwa hal-hal


yang dinyatakan oleh teori-teori kepemimpinan Pada budaya Barat juga berlaku pada kultur
Indonesia. Contohnya penenlitian yang dilakukan oleh Sanggenafa menegenai kepemimpinan

Page 8
pada suku Ekagi di Irian Jaya. Penenlitian Sangganafa menunjukkan bahwa di dalam suku
tersebut terjadi hubungan yang transaksional antara pemimpin dan kelompok. Seorang pemimpin
dari suku Ekagi tidak langsung mendapatkan peningkatan status sosial, melainkan ia harus
membuktikan diri dengan menjaga keharmonisan klannya. Hal itu dilakukan, misalnya, dengan
menyelesaikan sengketa antara klannya atau dengan klan lain. Hal serupa juga terlihat pada
penelitian Silalahi (1989) yang mengamati kepala-kepala desa. Penelitian ini menunjukkan
bahwa kepala desa yang ideal adalah mereka yang transformasional dan transaksional serta
mengadopsi identitas sosial kelompok. Menurut penelitian ini, kunci kepemimpinan kepala desa
yang berhasil adalah komunikasi yang baik antara pemimpin dan masyarakat desa serta
pemimpin yang mengikuti adat-istiadat masyarakat desa.6

MOTIF

Motif adalah suatu pengertian yang melingkupi semua penggerak, alasan, atau dorongan
dalam diri manusia yang menyebabkan ia berbuat sesuatu. Motif pada manusia adalah suatu
tindakan yang refleks dan berlangsung secara otomatis dan mempunyai maksud-maksud tertentu
meskipun maksud itu tidak senantiasa sadar bagi manusia. Motif manusia merupakan suatu
dorongan, keinginan, hasrat, dan tenaga penggerak lainnya yang berasal dari dalam dirinya untuk
melakukan sesuatu Motif-motif itu memberi tujuan dan arah kepada tingkah laku kita.7

Motif di dalam aktivitas-aktivitas kita dapat berupa motif tunggal maupun bergabung
dilihat dari banyaknya tujuan pelaksanaan aktivitas tersebut. Contoh dari motif tunggal yakni,
kita memasang alarm pagi-pagi dengan motif unutk melakukan suatu pekerjaan sebelum kita
masuk kuliah. Sedangkan contoh motif bergabung yakni, Apabila seorang menjadi anggota suatu
kelompong, maka biasanya motifnya bergabung, entah karena memiliki tujuan untuk belajar
sesuatu yang baru bersama-sama dengan anggota kelompok tersebut, di samping itu mungkin ia
ingin belajar berorganisasi, mengenal lebih dekat beberapa orang dalam anggota kelompok, atau
untuk memperluas relasi-relasinya guna kelancaran pekerjaan kantornya.8

Macam-macam motif ada 3

6
Tim Penulis Fakultas Psikologi UI, Psikologi Sosial, (Jakarta: Salemba Humanika), 2009, hlm195-196
7
Gerungan, Psikologi Sosial, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2010), hlm. 151
8
Gerungan, Psikologi Sosial..., hlm. 153

Page 9
1. Motif biogenetis
Motif biogenetis merupakan motif yang berasal dari kebutuhan-kebutuhan organismenya
sebagai makhluk biologis dan kurang terikat dengan lingkungan kebudayaan tempat manusia itu
tinggal dan berkembang. Misalkan, rasa lapar, haus, kebutuhan akan istirahat dankegiatan,
mengambil napas, buang air dan sebagainya.
2. Motif sosiogenetis
Motif ini merupakan motif yang berasal dari lingkungan kebudayaannya. Motif
sosiogenetis tidak berkembang dengan sendirinya tetapi berdasarkan interaksi sosial dengan
orang-orang atau hasil kebudayaan. Misalkan, keinginan untuk mendengarkan musik keroncong,
atau musik legong Bali, keinginan unutk membaca sejarah Indonesia, keinginan bermain sepak
bola dan lain-lain.
3. Motif teogenetis
Motif teohenetis merupakan motif yang berasal dari interaksi antara manusia dengan
Tuhan Yang Maha Esa. Sementara manusia memerlukan interaksi denagn Tuhannya untuk dapat
menyadari akan tugasnya sebagai manusia yang berketuhanan di dalam masyarakat yang
heterogen. Misalkan, keinginan untuk mengabdi kepada Tuhan, keingina untuk merealisasikan
norma-norma agamanya menurut petunjuk Kitab Suci, dan lain-lain.9
Suatu pekerjaan selain membutuhkan adanya kecakapankecakapan pribadi juga
emmbutuhkan adanya moyivasi yang cukup pada pribadi tersebut untuk melaksanakan pekerjaan
itu dengan berhasil. Tanpa motivasi seseorang tidak akan berbuat apa-apa dan tidak akan
bergerak.10
Nyata bahwa dalam proses pengalaman terdapat suatu hal yang memegang peranan yang
sentral, yaitu minat dan perhatian. Minat dan perhatian itu ditentukan oleh struktur kebutuhan
atau motif yang terdapat pada orang yang sedang mengamati sesuatu. Jadi, motif-motif kita,
melalui minat dan perhatian kita, mempunyai peranan besar dalam menentukan apa yang kita
lihat, dengar, dan amati di lingkungan kita, dan bukan saja alat-alat pengamatan dan kecerdaan
kita.11

SIKAP

9
Gerungan, Psikologi Sosial..., hlm. 154-155
10
Gerungan, Psikologi Sosial..., hlm. 156
11
Gerungan, Psikologi Sosial..., hlm. 158

Page
10
G.W Allport (1935) mengemukakan bahwa Sikap adalah keadaan mental dan saraf
dari kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau
terarah terhadap respon individu pada semua objek dan situasi yang berkaitan dengannya .
Kerch dan Crutchfield mendefinisikan sikap sebagai Organisasi yang bersifat menetap dari
proses motivasional, emosional, perceptual, dan kognitif mengenai beberaapa aspek dunia
individu12
Sedangkan Thurston memandang sikap sebagai suatu tingkatan afeksi baik yang bersifat
positif maupun negatif dalam hubungannya dengan objek-objek psikologis. Afeksi yang positif,
yaitu afeksi senang sedangkan afeksi negatif adalah afeksi yang tidak menyenangkan. Dengan
demikian objek dapat menimbulkan berbagai-bagai macam sikap, dapat menimbulkan berbagai
macam afeksi seseorang.13
Seperti yang telah dijelaskan di depan para ahli dalam membahas mengenai masalah
sikap cukup menunjukkan adanya pandangan yang berbeda satu dengan yang lain. Berkaitan
dengan hal tersebut pada umumnya pendapat yang banyak diikuti ialah bahwa sikap itu
mengandung tiga komponen yang membentuk struktur sikap :
a. Komponen kognitif (komponen perseptual), yaitu komponen yang berkaitan dengan
pengetahuan, pandangan, keyakinan, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan bagaimana
orang mempersepsi terhadap objek sikap.
b. Komponen afektif (komponen emosional), yaitu komponen yang berhubungan dengan
rasa senang atau tidak terhadap objek sikap. Rasa senang merupakan hal yang positif,
sedangkan rasa tidak senang merupakan hal yang negatif. Komponen ini menunjukkan
arah sikap, yaitu positif dan negatif.
c. Komponen konatif (komponen perilaku, atau action component), yaitu komponen yang
berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap objek sikap. Komponen ini
menunjukkan intensitas sikap, yaitu menunjukkan besar kecilnya kecenderungan
bertindak atau berperilaku seseorang terhadap objek sikap.
Komponen-komponen tersebut di atas merupakan komponen yang membentuk struktur sikap.14
Ciri-ciri sikap :

12
David O. Sears, Psikologi Sosial, (Jakarta : Erlangga 1992) hal. 137
13
Bimo Walgito, Psikologi Sosial (suatu pengantar), Hlm. 109
14
Bimo Walgito, Psikologi Sosial (suatu pengantar), hlm. 111

Page
11
1. Sikap tidak dibawa sejak lahir
Ini berarti bahwa manusia pada waktu dilahirkan belum membawa sikap-sikap tertentu
terhadap suatu objek. Karena sikap tidak dibawa sejak individu dilahirkan, ini berarti
bahwa sikap itu terbentuk dalam perkembangan individu yang bersangkutan. Oleh karena
sikap itu terbentuk atau dibentuk, maka sikap itu dapat dipelajari, dan karenanya sikap itu
dapat berubah.
2. Sikap selalu berhubungan dengan objek sikap
Sikap selalu terbentuk atau dipelajari dalam hubungannya dengan objek tertentu, yaitu
melalui proses persepsi terhadap objek tersebut.
3. Sikap dapat tertuju pada satu objek saja, tetapi juga dapat tertuju pada sekumpulan objek-
objek. Bila seorang mempunyai sikap yang negatif pada seseorang, orang tersebut akan
mempunyai kecenderungan untuk menunjukkan sikap yang negatif pula kepada
kelompok di mana seseorang tersebut tergabung di dalamnya.
4. Sikap dapat berlangsung lama atau sebentar
Apabila sikap telah terbentuk dan telah merupakan nilai dalam kehidupan seseorang,
secara relatif sikap itu akan lama bertahan pada diri orang yang bersangkutan. Sikap
tersebut akan sulit berubah, dan kalaupun dapat berubah akan membutuhkan waktu yang
relatif lama. Tetapi sebaliknya bila sikap itu belum begitu mendalam ada dakam diri
seseorang, maka sikap tersebut tidak akan bertahan lama, dan sikap tersebut akan mudah
berubah.
5. Sikap itu mengandung faktor perasaan dan motivasi
Ini berarti bahwa sikap terhadap sesuatu objek tertentu akan selalu diikuti oleh perasaan
tertentu yang dapat bersifat positif tetapi juga dapat bersifat negatif terhadap objek
tersebut. Di samping itu sikap juga mengandung motivasi, ini berarti bahwa sikap itu
mempunyai daya dorong bagi individu untuk berperilaku secara tertentu terhadap objek
yang dihadapinya.15

15
Bimo Walgito, Psikologi Sosial (suatu pengantar)..,hlm. 113-115

Page
12
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Kepemimpinan merupakan upaya seseorang memengaruhi sekelompok orang untuk


bersama-sama mencapai sebuah tujuan. Menurut Chermers, fungsi dari kepemimpinan adalah
untuk mempertahankan keutuhan internal organisasi dan membawa sebuah organisasi agar dapat
beradaptasi dengan perubahan lingkungan luarnya. Motif adalah suatu pengertian yang
melingkupi semua penggerak, alasan, atau dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan ia
berbuat sesuatu. Motif pada manusia adalah suatu tindakan yang refleks dan berlangsung secara
otomatis dan mempunyai maksud-maksud tertentu meskipun maksud itu tidak senantiasa sadar
bagi manusia. Motif manusia merupakan suatu dorongan, keinginan, hasrat, dan tenaga
penggerak lainnya yang berasal dari dalam dirinya untuk melakukan sesuatu Motif-motif itu
memberi tujuan dan arah kepada tingkah laku kita. Sikap adalah keadaan mental dan saraf dari
kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah
terhadap respon individu pada semua objek dan situasi yang berkaitan dengannya

DAFTAR PUSTAKA

Fakultas Psikologi UI, Tim Penulis.2009. Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba Humanika

Gerungan. 2010.Psikologi Sosial, Bandung: PT. Refika Aditama

Sears, David O. 1992. Psikologi Sosial, Jakarta : Erlangga

Walgito, Bimo.2002. Psikologi Sosial (Suatu Pengantar). Yogyakarta: Penerbit ANDI

Page
13

Anda mungkin juga menyukai