Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Metode pengolahan air limbah secara anaerobik merupakan metode pengolahan
untuk air limbah yang mempunyai kandungan organik tinggi ( 2000 mg/L). Dengan
tingginya kandungan organik biasanya pengolahan secara aerobik tidak dapat
berlangsung dengan efisisen karena waktu yang dibutuhkan untuk dekomposisi bahan-
bahan organik terlalu lama dan ukuran reaktor yang dibutuhkan terlalu besar. Pengolahan
anaerobik juga ditujukan untuk menghasilkan biogas yang dapat dimanfaatkan sebagai
sumber energi. Pengolahan anaerobik membutuhkan bakteri anaerobik yang
pertumbuhannya sangat lambatdan penjagaan kondisi kedap oksigen bebas yang cukup
ketat. Dengan demikian tahap persiapan penumbuhan bakteri anaerobik (tahap start-up)
merupakan salah satu kendala dalam implementasi pengolahan air limbah secara
anaerobik. Penjagaan kondisi kedap oksigen bebas membutuhkan penanganan khusus dan
biaya yang tidak murah. Maka dalam aplikasi di industri pengolahan anaerobik biasanya
dikombinasikan dengan pengolahan aerobik.

1.2 Tujuan
Setelah melakukan praktikum diharapkan mahasiswa mampu :
a. menurunkan kandungan zat organic dalam air limbah secara anaerobic
b. mengetahui nutrisi yang dibutuhkan untuk mikroorganisme pendegradasi air limbah
c. mengetahui pengaruh nutrisi dalam pembentukan biogas
d. mengetahui persen proses pengolahan limbah secara anaerobik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Proses pengolahan air limbah secara biologi dapat dilakukan secara aerobik dan
anaerobik. Pada pengolahan air limbah secara aerobic mikroorganisme pendekomposisi
bahan-bahan organic dalam air limbah membutuhkan oksigen bebas (O2) dalam system
pengolahannya. Dengan oksigen yang disuplai oleh aerasi dan bantuan enzim dalam
mikroorganisme maka pada waktu yang sama akan terjadi dekomposisi bahan-bahan organik
dan pertumbuhan mikroorganisme baru karena mikroorganisme mendapatkan energy pada
saat proses dekomposisi bahan-bahan organik berlangsung. Pada pengolahan air limbah
secara anaerobik, mikroorganisme pendekomposisi bahan bahan organic dalam air limbah
akan terganggu pertumbuhannya jika terdapat O2 dalam system pengolahannya.
(Kusumawati, 2012)
Pengolahan limbah anaerob adalah sebuah metode peruraian bahan organic atau
anorganik tanpa kehadiran oksigen. Produk akhir dari degradasi anaerob adalah gas paling
banyak metana (CH4), kabondioksida (CO2) dan sebagian kecil hydrogen sulfide (H2S) dan
hydrogen (H2). Bakteri anaerob tidak memerlukan oksigen bebas dan dapat bekerja dengan
baik pada suhu yang semakin tinggi hingga 40C, serta pada pH sekitar 7. Bakteri anaerob
yang akan bekerja dengan baik pada keadaan yang gelap dan tertutup.
(Pohan, 2008)
Penguraian senyawa organik seperti karbohidrat, lemak dan protein yang terdapat dalam
limbah cair dengan proses anaerobik akan menghasilkan biogas yang mengandung metana
(50-70%), CO2 (25-45%) dan sejumlah kecil nitrogen, hidrogen dan hidrogen sulfida.
Reaksi sederhana penguraian senyawa organik secara anaerob :

anaerob
Bahan organic CH4 + CO2 + H2 + N2 + H2O
Mikroorganisme

(Manurung, 2017)
Proses anaerobic secara umum terbagi menjadi 3 tahap yaitu proses hidrolisis, proses
pembentukan asam (Acidogenesis/Acetogenesis) serta proses pembentukan gas metan
(methanogenesis). (Gerardi, 2003)
Tahapan dari proses anaerobic dijelaskan sebagai berikut :
1. Tahap hidrolisis
Hidrolisis merupakan proses pemecahan senyawa menggunakan air oleh bakteri
hidrolitik atau fakultatif anaerob. Zat-zat organic seperti polisakarida, lemak dan protein akan
dihidrolisa menjadi monosakarida, asam lemak dan asam amino. Reaksi hidrolisis merupakan
proses dimana pelarutan senyawa organic yang mulanya tidak larut dan proses penguraian
senyawa tersebut menjadi senyawa dengan berat molekul yang cukup kecil untuk dapat
melewati membrane sel. Reaksi ini dikatalis oleh enzim yang dikeluarkan ole bakteri anaerob.
(Gerardi, 2003)

Keempat proses tersebutt terjadi secara berurutan, dengan gambaran seperti berikut :

Gambar 1. Proses Pengolahan Air Limbh secara Anaerobik

Berdasarkan model pertumbuhan mikroorganisme, pengolahan air limbah secara


biologi anaerob dibagi menjadi 2 (dua) model yaitu :
1. Model Pertumbuhan Mikroorganisme Tersuspensi

Model pertumbuhan mikroorganisme tersuspensi, yaitu suatu model pertumbuhan


mikroorganisme yang tersuspensi (tercampur merata) didalam air limbah. Model
pertumbuhan mikroorganisme tersuspensi pada pengolahan air limbah secara biologi anaerob
seperti gambar berikut :

Gambar 2. Tangki Digester

Pada tangki digester (anaerobic reactor) dilengkapi dengan pengaduk yang bertujuan
untuk mensuspensikan mikroorganisme dalam digester. Pada bagian atas tangki terdapat
lubang (man hole) agar manusia bisa masuk kedalam tangki digester untuk maintenance
(pemeliharaan) dan juga lubang kecil untuk pengukuran tekanan didalam tangki digester.

(Sumada, 2012)

Contoh peralatan pengolahan air limbah secara anaerobik dengan model pertumbuhan
mikroorganisme tersuspensi diantaranya adalah Laguna Anaerobic dan Up-Flow Anaerobic
Sludge Blanket (UASB).
Gambar 3. Up-Flow Anaerobic Sludge Blanket
Menurut Dictionary of Food Science and Technology, UASB merupakan reaktor
dimana pengolahan secara anaerobik dilakukan oleh mikroorganisme yang membentuk flok
tersuspensi di bagian bawah reaktor. Air limbah masuk dari bagian bawah reaktor lalu
dialirkan secara vertikal ke atas. Air limbah pertama-tama akan melewati suatu lapisan yang
dinamakan sludge bed. Pada lapisan ini air limbah yang masuk akan mengalami kontak
dengan mikroba anaerobik yang berbentuk granula (pellet) yang menyusun sludge bed
tersebut. Biogas yang terbentuk dari metabolisme anaerobik akan bergerak ke atas dan
mengakibatkan terjadinya proses vertical mixing di dalam reaktor. Dengan demikian, tidak
diperlukan alat mekanik untuk pengadukan di dalam reaktor.
(Kusnadi, 2014)
Pada bagian atas reaktor terdapat dua jenis saluran, yaitu saluran untuk mengeluarkan
limbah hasil olahan (effluent) serta saluran untuk mengeluarkan biogas. Karena gas dan
effluent bergerak ke atas, maka diperlukan suatu struktur untuk menahan granula agar tidak
ikut terbawa ke aliran effluent. Struktur inilah yang dinamakan Gas-Liquid-Solid separator
(GLSS). Menurut Anh (2004), GLSS merupakan bagian penting dari UASB karena memiliki
fungsi sebagai berikut:
Mengumpulkan, memisahkan, dan mengeluarkan biogas yang terbentuk
Mengurangi turbulensi di dalam kompartemen pengendapan yang terjadi akibat
pembentukan gas
Memungkinkan terjadinya pemisahan lumpur secara sedimentasi, flokulasi, atau
terperangkap di dalam sludge blanket
Membatasi ekspansi sludge bed
Mencegah terjadinya wash-out lumpur (terbawanya lumpur ke aliran effluent)
(Kusnadi, 2014)

Operasional instalasi pengolahan air limbah secara biologi anaerob dengan model
pertumbuhan mikroorganisme tersuspensi seperti berikut

Gambar 4. Operasi Pengolahan Air Limbah secara Anaerobik

1. Pembiakan mikroorganisme dalam tangki digester, dan lakukan pengadukan agar


mikroorganisme tersuspensi

2. Alirkan air limbah kedalam tangki digester, besarnya aliran air limbah diatur sesuai
dengan waktu tiinggal dalam tangki digester

3. Pada proses pengolahan secara biologi anaerob akan dihasilkan gas-gas seperti CH4,
CO2 dan NH3, gas-gas ini akan memberikan tekanan pada tangki yang dapat
mengakibatkan pecahnya tangki digester akibat tekanan gas. Dalam rangka mengatasi
tekanan gas-gas tersebut, maka dibutuhkan pengeluaran gas-gas tersebut secara
kontinyu

4. Air limbah yang telah diolah, dialirkan kedalam tangki clarifier yang bertujuan untuk
memisahkan antara air limbah hasil pengolahan dengan mikroorganismenya, air
limbah hasil pengolahan mengalir secara over flow dari bagian atas tangki clarifier
sedangkan mikroorganisme yang mengendap pada tangki clarifier dipompa dan
dialirkan kembali kedalam tangki digester.

(Sumada, 2014)

2. Model Pertumbuhan Mikroorganisme Melekat

Model pertumbuhan mikroorganisme melekat, yaitu suatu model


pertumbuhan mikroorganisme yang melekat pada suatu media porous. Model
pertumbuhan mikroorganisme melekat pada pengolahan air limbah secara
biologi anaerob seperti gambar berikut :

Gambar 5. Model Pertumbuhan Mikroorganisme Melekat

Operasional instalasi pengolahan air limbah secara biologi anaerob dengan model
pertumbuhan mikroorganisme melekat seperti berikut :

1. Pembiakan mikroorganisme dalam media trickling fliter, pembiakan mikroorganisme


dilakukan dengan mengalirkan mikroorganisme kedalam trickiling filter melalui
distributor, mikroorganisme akan mengalir dari bagian atas kebawah dan menempel
pada media porous, setelah mencapai ketebalan tertentu dan merata pada media
porous aliran mikroorganisme dihentikan.

2. Alirkan air limbah kedalam trickling filter melalui distributor, pastikan aliran air
limbah mengenai media porous secara merata agar terjadi kontak antara air limbah
dengan mikroorganismenya.
3. Air limbah yang telah berkontak dengan mikroorganisme akan keluar melalui bagian
bawah trickling filter, aliran air akan mengandung mikroorganisme dalam jumlah
yang kecil, mikroorganisme ini dipisahkan dalam tangki clarifier dan dialirkan
kembali ke dalam trickling filter, sedangkan air limbah hasil pengolahan akan
mengalir secara over flow dari bagian atas tangki clarifier.

4. Pada proses pengolahan secara biologi anaerob akan dihasilkan gas-gas seperti CH4,
CO2, NH3, gas-gas ini dikeluarkan dari bagian atas tangki trickling filter.

5. Gas-gas yang dihasilkan pada pengolahan air limbah secara biologi anaerob seperti
CH4 dan CO2 dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar.

(Sumada, 2012)

Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam operasional pengolahan air limbah secara
biologi anaerob ini adalah :

1. Laju alir air limbah masuk, laju alir air limbah yang masuk perlu dilakukan
pengendalian agar waktu kontak antara air limbah dan mikroorganisme terpenuhi, laju
alir air limbah yang terlalu besar dapat mengakibatkan lepasnya mikroorganisme yang
telah melekat pada media porous

2. Bahan media porous, bahan media yang dipergunakan harus porous agar
mikroorganisme dapat melekat dengan kuat dan tidak mudah lepas akibat aliran air
limbah

3. Penyusunan media porous, penyusunan media porous akan mempengaruhi waktu


kontak antara air limbah dan mikroorganisme. Media porous disusun sedemikian rupa
sehingga dapat memberikan waktu kontak yang agak lama.

(Sumada, 2012)

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Anaerobik


Lingkungan besar pengaruhnya pada laju pertumbuhan mikroorganisme baik pada
proses aerobik maupun anaerobik. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses anaerobik
antara lain: temperatur, pH, konsentrasi substrat dan zat beracun.

1. Temperatur
Gas dapat dihasilkan jika suhu antara 4 - 60C dan suhu dijaga konstan. Bakteri
akan menghasilkan enzim yang lebih banyak pada temperatur optimum. Semakin tinggi
temperatur reaksi juga akan semakin cepat tetapi bakteri akan semakin berkurang.
Beberapa jenis bakteri dapat bertahan pada rentang temperatur tertentu dapat dillihat pada
tabel berikut :
Pengaruh temperatur terhadap daya tahan hidup bakteri
Jenis Bakteri Rentang temperatur Temperatur Optimum
o o
C C
a. Cryophilic 2 30 12 18

b. Mesophilic 20 45 25 40

c. Thermophilic 45 75 55 65

Proses pembentukan metana bekerja pada rentang temperatur 30-40C, tapi dapat
juga terjadi pada temperatur rendah, 4C. Laju produksi gas akan naik 100-400% untuk
setiap kenaikan temperatur 12C pada rentang temperatur 4-65C.
Mikroorganisme yang berjenis thermophilic lebih sensitif terhadap perubahan
temparatur daripada jenis mesophilic. Pada temperatur 38C, jenis mesophilic dapat
bertahan pada perubahan temperatur 2,8C.
Untuk jenis thermophilic pada suhu 49C, perubahan suhu yang dizinkan 0,8C
dan pada temperatur 52C perubahan temperatur yang dizinkan O,3C.

2. pH (keasaman)
Bakteri penghasil metana sangat sensitif terhadap perubahan pH. Rentang pH
optimum untuk jenis bakteri penghasil metana antara 6,4 - 7,4. Bakteri yang tidak
menghasilkan metana tidak begitu sensitif terhadap perubahan pH, dan dapat bekerja pada
pH antara 5 hingga 8,5.
Karena proses anaerobik terdiri dari dua tahap yaitu tahap pambentukan asam dan
tahap pembentukan metana, maka pengaturan pH awal proses sangat penting. Tahap
pembentukan asam akan menurunkan pH awal. Jika penurunan ini cukup besar akan dapat
menghambat aktivitas mikroorganisme penghasil metana. Untuk meningkatkat pH dapat
dilakukan dengan penambahan kapur.

3. Konsentrasi Substrat
Sel mikroorganisme mengandung Carbon, Nitrogen, Posfor dan Sulfur dengan
perbandingan 100 : 10 : 1 : 1. Untuk pertumbuhan mikroorganisme, unsur-unsur di atas
harus ada pada sumber makanannya (substart). Konsentrasi substrat dapat mempengaruhi
proses kerja mikroorganisme. Kondisi yang optimum dicapai jika jumlah mikroorganisme
sebanding dengan konsentrasi substrat.
Kandungan air dalam substart dan homogenitas sistem juga mempengaruhi proses
kerja mikroorganisme. Karena kandungan air yang tinggi akan memudahkan proses
penguraian, sedangkan homogenitas sistem membuat kontak antar mikroorganisme dengan
substrat menjadi lebih intim.

4. Zat Baracun
Zat organik maupun anorganik, baik yang terlarut maupun tersuspensi dapat
menjadi penghambat ataupun racun bagi pertumbuhan mikroorganisme jika terdapat pada
konsentrasi yang tinggi.

(Manurung, 2017)
Dalam proses pengolahan air limbah secara anaerobik terdapat dua macam sistem
pengolahan, yaitu pengolahan satu tahap dan pengolahan dua tahap. Pada pengolahan satu
tahap, semua tahap reaksi pengolahan secara anaerobic berlangsung dalam satu reaktor.
Pada pengolahan dua tahap, reaksi hidrolisis berlangsung dalam reaktor pertama pada pH
4,5 6,0. Asetogenesis dan metanogenesis di reaktor dua pada pH 6,5 7,0. Dengan
pemisahan tahapan reaksi yang berlangsung pada rentang pH yang berbeda maka pada
pengolahan dua tahap diharapkan sistem pengolahan seperti ini lebih efisien.
Air limbah beserta mikroba tersuspensi dalam air limbah tersebut biasa disebut
dengan mixed liquor. Untuk mengetahui kuantitas mikroba tersuspensi pendekomposisi
atau pendegradasi air limbah maka ditentukan dengan mengukur kandungan padatan
tersuspensi yang mudah menguap (mixed liquor volatile suspended solids / MLVSS) dalam
reaktor.
BAB III
METODOLOGI

3.1 Alat dan BahanTahap Percobaan


3.1.1 Alat yang digunakan
1 buah unit Anaerobic Digester
6 buah tabung hach
1 buah hach COD digester
6 buah erlenmeyer 250 ml
1 buah desikator
1 buah pipet ukur
1 buah bola isap
1 buah stirrer
1 roll tissue
1 buah gelas kimia
1 buah botol semprot
1 buah dosimat

Peralatan Anaerobik Digester Peralatan Anaerobik


Digester diengkapi jaket
Hach COD Digester Dosimat untuk titrasi Desikator

Neraca Analitik Oven Furnace

Tabung Hach
3.1.2 Bahan kimia yang digunakan
FAS
Indikator ferroin 2-3 tetes (untuk 1 sampel)
Sampel air limbah 2,5 ml efluen reaktor 1(untuk 1 sampel)
Sampel air limbah 2,5 ml efluen reaktor 2 (untuk 1 sampel)
Pereaksi asam sulfat 3,5 ml (untuk 1 sampel)
Pereaksi kalium bikromat 1,5 ml (untuk 1 sampel)
Asam sulfat (standardisasi) 10 ml (untuk 1 sampel)
K2Cr2O7 (standardisasi) 0,25 N; 10 ml Aquadest (untuk 1 sampel)
3.2 Prosedur Kerja
a. Standardisasi larutan FAS

10 ml asam
Aquades sulfat
10 ml K2Cr2O7 (standarisasi)
hingga
volume 100
ml

Indikator Gelas kimia


ferroin 2-3
tetes

Titrasi dengan FAS

Penghentian titrasi setelah perubahan warna


dari hijau menjadi merah bata

Pencatatan
volume FAS
yang dibutuhkan
untuk titrasi
b. Penentuan kandungan organik (COD) dari sampel

Aquadest
Aquadest 2,5 ml sampel hingga
2,5 ml sampel hingga efluen reaktor 2 tanda batas
efluen reaktor 1 tanda batas

Labu Labu
takar 25 takar
ml 25 ml

Botol
25 ml sampel aquadest
hasil 25 ml sampel
pengenceran hasil
10x pengenceran
10x

Pengambilan Pengambilan Pengambilan Pengambilan


1,5 ml pereaksi sampel 2,5 sampel 2,5 Pengambilan Pengambilan aquadest 2,5 aquadest 2,5
ml ml sampel 2,5 sampel 2,5 ml ml
kalium bikromat
ml ml
3,5 ml 1,5 ml 1,5 ml 1,5 ml 1,5 ml 1,5 ml
pereaksi pereaksi pereaksi pereaksi pereaksi pereaksi
H2SO4 kalium kalium kalium kalium kalium
bikromat bikromat bikromat bikromat bikromat
3,5 ml 3,5 ml 3,5 ml 3,5 ml
pereaksi 3,5 ml
pereaksi pereaksi pereaksi
H2SO4 pereaksi
H2SO4 H2SO4 H2SO4
H2SO4
Tabung hach Tabung hach Tabung hach Tabung hach
Tabung hach Tabung hach

Pemasukan tabung hach ke COD


digester (T=1500C, t = 2 jam)

Pengangkatan tabung hach dan


pendinginan di udara
indikator ferroin (2-3 tetes)

Titrasi dengan FAS

Penghentian titrasi setelah perubahan


warna dari hijau menjadi merah bata

Pencatatan volume FAS yang


dibutuhkan untuk titrasi
BAB IV
PENGOLAHAN DATA

4.1. DATA PENGAMATAN

Volume nutrient = 100 mL


Pengenceran = 25 kali

4.1.1 Normalitas FAS


1. Normalitas FAS saat hari ke-0 = 0,1008 N
2. Standarisai FAS saat hari ke-5 = 0,1008 N

4.1.2 Data Titrasi Hari ke-0


mL FAS (Ferro Amonium Sulfat)

No COD 0 COD 5
Blanko Sampel Blanko Sampel Umpan
1 4,4 4,5 4,3
4,5
2 4,2 5,2 4,3 4,1
Rata- 4,5 4,3 5,2 4,4 4,2
Rata
Tabel 4.1 Data titrasi awal

Catatan: sampel, blanko dan umpan diambil 1 ml (diencerkan 25x); 2,5 ml dititrasi

4.1.3 Data penentuan MLVSS


No. Nama Jumlah
1 Cawan Pijar (a) 32,7270 gr
2 Kertas saring (b) 0,8831 gr
3 Cawan pijar + kertas saring + endapan yang dipanaskan 33,93 gr
dalam Oven (c)
4 Cawan pijar + kertas saring + endapan yang dipanas kan 33,612 gr
dalam Oven kemudian Furnace (d)
5 Volume sampel 40 mL
Tabel 4.2 Data penentuan MLVSS
4.1.5 Hasil Pengolahan Data
No. Data percobaan Hasil percobaan Satuan
1 MLVSS 7950 mg/L
2 COD umpan 2419,2 mg/L
3 COD sampel awal 1612,8 mg/L
4 COD sampel akhir 806,4 mg/L
5 Efisiensi pengolahan 50 %
Tabel 4.3. Data Hasil Keseluruhan

4.2.PERHITUNGAN
4.2.1 Pengukuran kandungan organik (Chemical Oxygen Demand/COD) dari
sampel

( ) . . 1000 . .
COD ( 2 ) =

Dari hasil titrasi diatas diperoleh data sebagai berikut:


a = 4,5 mL (FAS untuk blanko)
b= 4,2 mL (FAS untuk umpan)
b = 4,3 mL (FAS untuk sampel hari ke-0)
b = 4,4 mL (FAS untuk sampel hari ke-5)
c = 0.1008 N (normalitas FAS hasil standarisasi hari ke-0)
c = 0.1008 N (Normalitas FAS setelah standarisasi harike-5)
d = 8 (berat ekuivalen Oksigen)
p = pengenceran 25 kali

() 1000
COD umpan (mg O2/liter) =

(4,54,2)0.10081000825
= 2.5

= 2419,2 mg O2/liter

() 1000
COD ke-0 (mg O2/liter) =

(4,5 4,3)0.10081000825
= 2.5

= 1612,8 mg O2/liter
(") 1000
COD ke-5 (mg O2/liter) =

(4,54,4)0.10081000825
= 2.5

= 806,4 mg O2/liter

4.2.1. Penentuan Kandungan Mixed Liquor Volatile Suspended Solid (MLVSS)

Data berat untuk perhitungan MLVSS dapat dilihat pada tabel 4.3
TSS (Total Padatan Tersuspensi)
((+))
TSS = x 106

(33,93 33,6101)
= x 106
40

= 7997,5 mg/L
VSS (Padatan Tersuspensi yang Mudah Menguap) = MVLSS

()
VSS (MLVSS) = x 106

(33,93 33,612)
= x 106
40

= 7950 mg/L
FSS (Padatan Tersuspensi yang Telah Menguap)
FSS = TSS VSS
= 7997,5 7950
= 47,5 mg/L

4.2.2. Menghitung Efisiensi Pengolahan


= %

, 806,4
= %
,
= %
BAB V
PEMBAHASAN DAN KESIMPULN

5.1 Pembahasan
Oleh Noorma Nurmalasari (151411023)
Proses anaerobik merupakan proses pemecahan bahan-bahan organik oleh
mikroorganisme dalam keadaan tanpa oksigen (anaerob) yang akan menghasilkan
produk berupa gas methane yang dapat dimanfaatkan sebagai energi alternative. Pada
pengolahan secra anaerobik dilakukan dengan menggunakan Hach COD Digester.
Praktikum yang dilakukan bertujuan untuk menentukan konsentrasi awal kandungan
organik (COD) dalam influen serta efluen pada reaktor 1 dan reaktor 2, menentukan
kandungan Mixed Liquor Volatile Suspended Solid (MLVSS) yang mewakili
kadungan mikroorganisme dalam reaktor,
Pengolahan anaerobik merupakan pengolahan air limbah menggunakan
mikroorganisme tanpa adanya injeksi udara/oksigen kedalam proses pengolahan.
Analisa Chemical Oxygen Demand (COD) ini dilakukan untuk mengetahui jumlah
oksigen yang dibutuhkan dalam mengoksidasi zat-zat organik menjadi CO2 dan H2O
dalam sampel air. Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat
organic yang secara ilmiah dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologis dan
mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut dalam air. Pada penentuan konsentrasi
Chemical Oxygen Demand (COD) dilakukan dengan menggunakan peralatan Hach
COD Digester dan titrasi. Sampel sebanyak 1 mL dilakukan pengenceran sebanyak
25x sebelum dilakukan pemanasan pada Hach COD Digester selama 2 jam pada suhu
150oC untuk memudahkan penentuan titik akhir titrasi. Dalam tabung Hach,
ditambahkan 1,5 ml pereaksi kalium bikromat, K2Cr2O7 adalah oksidator kuat yang
berfungsi untuk mengoksidasi zat-zat organic yang ada dalam sampel. Selanjutnya
ditambahkan juga 3,5 ml pereaksi sulfat yang terdiri dari H2SO4 pekat yang berfungsi
pengkondisi suasana asam, Hg2SO4 dan Ag2SO4 untuk menghilangkan gangguan dari
klorida (menjadi garam klordia sehingga tidak ikut bereaksi) dan mempercepat reaksi
(katalis). Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
Zat organik + Cr2O7 2- + H+ CO2 + H2O + 2Cr 3+
Sampel yang sudah dipanaskan pada Hach COD Digester dititrasi dengan larutan
Ferro Amonium Sulfat (FAS) 0.1008 N yang bertujuan untuk mengetahui sisa kalium
bikromat yang tidak tereduksi. Selain sampel, titrasi dilakukan pada blanko. Hal ini
berfungsi sebagai faktor koreksi untuk menghindari adanya zat organik yang ikut
teroksidasi saat reaksi berlangsung. Sisa kalium bikromat ini digunakan untuk menentukan
oksigen yang telah digunakan. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut.
6 Fe2+ + Cr2O7 2- + 14 H+ 6 Fe3+ + 2 Cr3+ + 7 H2O
Nilai COD umpan di dapat sebesar 2419,2 mg O2/liter, nilai COD 0 didapat
sebesar 1612,8 mg O2/liter, dan COD 5 sebesar 806,4 mg O2/liter. MLVSS merupakan
nilai yang mengidentifikasikan jumlah mikroba yang tersuspensi bersama dengan air
limbah. Nilai MLVSS yang didapat sebesar 7950 mg/L dan efisiensi sebesar 50%. Dari
Pada pengolahan limbah cair secara anaerob, hasil yang diperoleh adalah konversi
zat-zat organik menjadi gas Metan (CH4) dan CO2. gas tersebut merupakan hasil samping
dari proses anaerob yang disebut biogas. Biogas merupakan gas yang dihasilkan oleh
aktivitas anaerob atau fermentasi dari bahan bahan organik termasuk di antaranya kotoran
manusia atau hewan, limbah domestik (rumah tangga), sampah biodegradabel atau setiap
limbah organik yang biodegradabel dalam kondisi anaerob. Biogas memiliki sifat mudah
terbakar dan bau menyengat. Sifat mudah terbakar pada biogas ini dapat dimanfaatkan
sebagai bahan bakar yang ramah lingkungan dan menjadi energi baru terbarukan (EBT).
5.2 Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Nilai konsentrasi awal kandungan organik (chemical oxygen demand/COD)
dalam umpan adalah sebesar 2419,2 mg O2/liter, nilai COD 0 didapat sebesar
1612,8 mg O2/liter, dan COD 5 sebesar 806,4 mg O2/liter
2. Kandungan mixed liquor volatile suspended solid (MLVSS) dalam reaktor
sebesar 7950 mg/L.
3. Efisiensi pengolahan limbah secara anaerobic sebesar 50 %.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. Pengolahan Air Limbah Secara Anaerobik (online). Tersedia :


http://wiedeva.wordpress.com/seputar-tl/ diakses tanggal 22 Oktober 2013.
Budiastuti, Herawati. 2010. Jobsheet Pengolahan Limbah Industri Modul Pengolahan Air
Limbah secara Anaerobik. Politeknik Negeri Bandung.
JEMAI.1999.Pengetahuan Dasar pada Penanggulangan Pencemaran Lingkungan Air.
2nd ed., pp 188-206. JETRO.
Kim,M.,Ahn,Y.IL. Speece,R.E,.2002.Comparative Process Stability and Efficiency of
Anaerobic Gigestion.Water Research vol. 36. pp 4369-4385.
Metcalf & Eddy.1991.Waste Engineering. Treatment. Disposal and Reuse.3rd ed.,pp
378-429, Mc Graw Hill Book Co.Singapore.
Sumada, Ketut. 2012. Pengolahan Air Limbah secara Biologi Anaerob (online) . Tersedia
: http://ketutsumada.blogspot.com/2012/04/pengolahan-air-limbah-secara-
biologi_10.html diakses tanggal 20 Oktober 2013.
LABORATORIUM PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI
SEMESTER GANJIL TAHUN AJARAN 2017/2018

MODUL : PENGOLAHAN AIR LIMBAH SECARA ANAEROBIK


PEMBIMBING : Anggi Regiana Agustin, S.ST., M.Sc

Praktikum : 06 Oktober 2017


Penyerahan Laporan : 13 Oktober 2017

Oleh :
Kelompok : II
Nama : 1. Dani Gustiana S (151411005)
2. Echa Kaniasari (151411006)
3. Fatah Dwi P (151411007)
4. Fitri Gina G (151411008)

Kelas : 3A

PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK KIMIA


JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2017

Anda mungkin juga menyukai