BAB I
KEHILANGAN TINGGI TEKAN PADA ALIRAN MELALUI PIPA
I.1 PENDAHULUAN
Dalam fluida yang mengalir tersimpan sejumlah energi. Besarnya energi yang
tersimpan ini tergantung pada tempat fluida tersebut mengalir. Tempat aliran
tersebut dapat merupakan saluran terbuka maupun saluran tertutup. Saluran terbuka
contohnya ialah selokan atau parit, sungai, saluran, gorong-gorong dan lain
sebagainya.
Tata pipa merupakan salah satu contoh penyelesaian dalam masalah aliran
fluida pada saat ini. Aliran dalam pipa ini adalah contoh aliran fluida dalam saluran
tertutup.Banyak aplikasi dari saluran fluida berdasarkan pada tata pipa yang
berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, seperti pipa penyaluran air minum dan
saluran pembuangan air kotor pada rumah. Prinsip aliran fluida pada beberapa
aplikasi tersebut sama dengan tata pipa yang digunakan untuk percobaan di
laboratorium, tetapi dalam kenyataannya ada perbedaan perhitungan secara teoritis
bila ditinjau secara praktis lapangan. Hal-hal demikian mengharuskan digunakannya
beberapa parameter dalam keadaan khusus.
Dalam suatu aliran fluida melalui saluran tertutup atau pipa, masalah yang
timbul adalah masalah beda tinggi tekan atau dengan kata lain, kehilangan tinggi
tekan yang disebabkan oleh berbagai keadaan. Hal-hal yang menyebabkan terjadinya
perbedaan tinggi tekan dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu major losses dan
minor losses. Yang disebut major losses adalah kehilangan tinggi tekan yang
disebabkan oleh adanya faktor gesekan pada pipa di mana fluida mengalir. Sedangkan
yang disebut minor losses adalah adanya kehilangan tinggi tekan akibat adanya
perubahan bentuk geometri pipa, seperti pembesaran atau penyempitan luas
penampang pipa, tikungan pipa, dan sambungan pipa.
Kehilangan tinggi tekan yang akan dipelajari pada modul ini adalah kehilangan
tinggi tekan akibat tikungan pada pipa.
Dalam analisis percobaan aliran pada pipa kecil ini, digunakan berbagai acuan
dasar rumus yang diambil dari :
1. Persamaan kontinuitas
2. Persamaan Bernoulli
3. Persamaan Darcy-Weisbach
4. Persamaan Blassius
5. Bilangan Reynolds
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk menghitung besarnya kehilangan tinggi
tekan akibat gesekan pada pipa lurus, ekspansi tiba-tiba, konstraksi tiba-tiba,
tikungan dan katup.
1. Suatu sistem jaringan pipa yang terdiri dari dua sirkuit yang terpisah, masing-
masing
terdiri dari komponen pipa yang dilengkapi selang piezometer. Dua sirkuit ini
adalah
sirkuit biru dan sirkuit abu-abu.
2. Bangku hidraulik.
3. Thermometer.
4. Pompa udara untuk mengkalibrasikan alat serta untuk menghilangkan gelembung
udara yang masuk ke dalam jaringan pipa.
Bangku hidrolik digunakan untuk memudahkan perhitungan debit air yang melalui
suatu alat percobaan pada suatu percobaan sederhana dalam hidrolika. Bangku
hidrolik yang digunakan dalam praktikum Mekanika Fluida ini ialah Hydraulics Bench,
Hl Mklll. Diagram bangku hidrolik ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
F
V
D
W
B
S
P
Keterangan gambar:
P : pompa pemasok air ke alat
S : bak penyimpan air
V : katup pengatur suplai air
W : bak penimbang air dari alat percobaan
Air disuplai dari pompa air P melalui selang penghubung menuju katup V.
Suplai air diatur dengan mengatur besar kecil bukaan katup V. Air kemudian masuk
ke dalam alat percobaan dan kemudian keluar melalui corong F dan terus ke pipa D.
Air tersebut masuk ke bak penimbang air W. Bak penampung ini ditahan dengan balok
penimbang, pada ujung balok lainnya terdapat pemberat yang digantung.
Pada saat bak penampung kosong maka berat bak sama dengan pemberat.
Dengan prinsip keseimbangan gaya, maka didapat rumus untuk menghitung debit air,
yaitu:
W
Q
t
dimana: Q = debit air (m3/detik)
W = berat air yang dikumpulkan (kg)
t = interval waktu keseimbangan beban (detik)
KELOMPOK 5
P2
F = (P1 - P2)A - LK = 0
g = percepatan gravitasi
Kehilangan tinggi tekan di dalam pipa di tikungan dan sepanjang pipa yang
diamati
( hT ) : hT = hLB + hf
f .L.v 2
dengan : hf =
D.2 g
D.2 g .h f
sehingga f=
L.v 2
dimana : hf = kehilangan tinggi tekan pada pipa lurus
L = panjang lintasan fluida pada pipa lurus
Kehilangan tinggi tekan akibat gesekan pada tikungan ( hfs ):
f .Ls .v 2
hfs =
D.2 g
Sehingga :
L.v 2 .h f D.2 g
Hfs = x
L.v
2
D.2 g
Ls .h .R.h f
= =
L 2L
R f .L.v 2
= hT - 1 .
2L D.2.g
.R
HLL = hT - 1 . hf
2.L
KL = 2.g. hLL / v2
Dengan mensubstitusikan persamaan di atas, didapatkan :
2.g .R
KL = h 1
2 . T
.h f
v 2.L
T
L
= .L .v. = . L.v 2
2
Dimana : = viskositas
dv
= gradien kecepatan
dy
v = kecepatan setempat
dv
bila kecepatan sama maka 0 atau v = konstan
dy
v 2
Ff = . .L = .v.L
y
Fi .L2 .v 2
Sehingga
Ff ..v.L
.v.L v, L
= =
Dimana v = ; viskositas kinematis
Bilangan tak berdimensi ini disebut bilangan Reynold (R e), untuk saluran
tertutup bilangan ini menjadi :
V .D
Re
garis energi
V 2 /2g
2 2
V 1 /2g 2
1
P 2/
P 1/ V 2
P
V D D 2 P 2
Z 1 Z 2
datum
Dimana :
P1 = tekanan pada peizometer 1 D1 = diameter pada titik tinjau 1
P2 = tekanan pada peizometer 2 D2 = diameter pada titik tinjau 2
v1 = kecepatan pada titik tinjau 1 g = percepatan gravitasi
Persamaan Bernoulli :
P1 1 P
2 2
z1 z 2 2 2 (1)
2g
karena z1 = z2 maka;
P1 1 P
2 2
2 2
2g 2g
P2 P1 1 2
2 2
.................................(2)
2g 2g
persamaan kontinuitas adalah sebagai berikut :
Q1 Q2
A1 1 A2 2 .................................(3)
karena A 1
4 D 2 , sehingga persamaan (3) menjadi;
D 2
2 1
1..........................(4)
D22
substitusikan persamaan (4) (2) :
2
2
P2 P1 D12
1 1 1
2g 2g D12
P2 P1 12
2g
D1 4 12
D2 2g { }
4
P2 P1 2 D1
1 1 ...............( terbukti )
2g D2
Garis energi
He
V2
V1 2g
2g
1 2
P2
?g
P1
?g P2
P1 V1 V2
D1 D2
Laporan Praktikum Mekanika Fluida dan Hidraulika 10
Z1 Z2
Datum
KELOMPOK 5
Dimana :
P1 = tekanan pada peizometer 1 D1 = diameter pada titik tinjau 1
P2 = tekanan pada peizometer 2 D2 = diameter pada titik tinjau 2
V1 = kecepatan pada titik tinjau 1 g = percepatan gravitasi
Persamaannya adalah:
P2 P1 V12 D1
2 4
D
1
2 g D2 D2
Penurunan rumus:
Momentum tiap detik
QV1
Pada titik 1, Momentum1
g
QV2
Pada titik 2, Momentum2
g
Perubahan momentum tiap detik
Momentum Momentum2 Momentum1
QV2 QV1
Momentum
g g
QV2 V1
Momentum
g
Im puls Ft Momentum
QV2 V1
P1 P2 A2
g
P1 P2 A2 QV2 V1
g
P1 P2 QV2 V1
gA2
P1 P2 QV2 V1 (3)
gA2
Persamaan Kontinuitas
Q Q1 Q2
Q Q2 A2V2 (4)
Subtitusi persamaan (4) ke persamaan (3)
P1 P2 A2V2 V2 V1
gA2
P1 P2 V2 V2 V1 (5)
g
Besar kehilangan tinggi tekan
Persamaan Bernoulli menjadi
P1 V12 P V2
z1 2 2 z 2 hL dimana z1 z 2
2g 2g
P1 P2 V12 V22
hL
2g 2g
hL
P1 P2 V12 V22 (6)
2g
Subtitusi persamaan (5) ke persamaan (6)
hL
V2 V2 V1 V12 V22
g 2g
hL
2V2 V2 V1 V12 V22
2g 2g
2V22 2V1V2 V12 V22
hL
2g
hL
V2 V1 2 (7) PERSAMAAN BORDA-CARNOTT
2g
Persamaan Kontinuitas
Q Q1 Q2
A1V1 A2V2
A1
V2 V1 (8)
A2
Rumus luas pipa
1
A D 2 (9)
4
Subtitusi persamaan (9) ke persamaan (8)
1
D12
V2 4 V1
1
D22
4
D12
V2 2 V1 (10)
D2
D14 2
V22 V1 (11)
D24
Subtitusi persamaan (10) ke persamaan (7)
2
D12
2 V1 V1
D
hL 2
2g
2
D2
V 12 1
1
2
D
hL 2 (12)
2g
Persamaan beda tinggi tekan
Hukum Bernoulli
P1 V12 P V2
z1 2 2 z 2 hL dimana z1 z 2
2g 2g
P2 P1 V12 V22
hL
2g 2g
P2 P1 D2 D2
1
2g 2g
D4 D2 2
V 1 14 12 1
1
2
P2 P1 D2 D2
2g
2g
D2 D4
V12 2 12 2 14
P2 P1 D2 D2
2g
D2 D4
2V12 12 14
P2 P1 D2 D2
2g
D12 D14
V
2
P2 P1 D22 D24 TERBUKTI
1
2
V 1
/2g
V 2 /2g
2
P 1/ 2 1
P P 2/
1
P 2
D 1 D 2
V V 2
1
Z 1
Z 2
datum
Dimana :
P1 = tekanan pada peizometer 1 D1 = diameter pada titik tinjau 1
P2 = tekanan pada peizometer 2 D2 = diameter pada titik tinjau 2
V1 = kecepatan pada titik tinjau 1 g = percepatan gravitasi
Persamaan Bernoulli :
P1 1 P
2 2
z1 z2 2 2
2g 2g
diketahui; z1 z2
P1 P2 2 1
2 2
...........................(1)
2g
2
D2
Persamaan Kontinuitas; 1 2
2 .......... .......... .......... ......( 2)
D1
Substitusikan persamaan (2) ke (1);
P1 P2 2 1
2 2
1
2 g 2
P1 P2 2 D2
2 4
1 ....................(terbukti )
2 g D1
he
V12/2g
V 2 /2g
2
1 21
P 1/ 0 P 2/
P 1 P 2
D 2
D 2
V 1
Z 1
V2
datum Z 2
Dimana :
P1 = tekanan pada peizometer 1 D1 = diameter pada titik tinjau 1
P2 = tekanan pada peizometer 2 D2 = diameter pada titik tinjau 2
V1 = kecepatan pada titik tinjau 1 g = percepatan gravitasi
Seperti pada penurunan ekspansi tiba-tiba di titik O dan 2 didapat :
O 2 O 2 2
2 2
HL
2g
2
O
2
O
HL 2 2 1 2
2g 2
2
2
O
2
HL 2 1.............................................(1)
2g 2
dari persamaan kontinuitas memberikan hasil sebagai berikut :
A A
O 2 2 2 ;karena Cc O ..............................(2)
AO Cc A2
substitusikan persamaan (2) dengan (1), maka;
2
2
A2
HL 2 1
2g AO
2
2 1
HL 2 1
2 g CC
maka persamaan tinggi tekan pada kontraksi tiba-tiba dengan adanya kehilangan
tinggi tekan:
2
P1 P2 2 1 2 1
2 2 2
1
2g 2g 2g CC
P1 P2 2
2 2
1 1
2
1 1
2g C
2 C
P1 P2 2 D1 1
2 4 2
1 1 ....................(terbukti)
2 g D2 C C
D5 , D6 = 13.6 mm = 0.0136 m
D7 = 13.6 mm = 0.0136 m
D8 = 26.2 mm = 0.0262 m
D9 = 26.2 mm = 0.0262 m
D10 = 13.6 mm = 0.0136 m
D11,D12 = 26.2 mm = 0.0262 m
D13,D14 = 26.2 mm = 0.0262 m
D15,D16 = 26.2 mm = 0.0262 m
R1-2 = 0.0127 m = 12.7 mm
R5-6 = 0m = 0 mm
R11-12 = 0.100 m = 100 mm
R13-14 = 0.150 m = 150 mm
R15-16 = 0.050 m = 50 mm
I.6.1 Perhitungan Kehilangan Tinggi Tekan Akibat Gesekan Pada Pipa Lurus
( P2 P1 ) V1 D1 D1 P P1 H
2 2 4
1.547m / s 2 1 0,0136m 4
g D2 2.9,81
0,0262m
0,11315m
H10 = 0.075 m
Menghitung besar debit (Q) :
Q = Wair/ 997,54 t = 2,248.10-4 m3/s
Menghitung besarnya kecepatan (v)
V1 = Q/A1 = 0,417 m/s
V2 = Q/A2 = 1,547 m/s
Menghitung perbedaan tinggi hasil pengukuran
HL = h9 - h10
= 0.210 m
Cari harga koefisien kontraksi Cc
A2/A1 = 1,453.10-4 /5,391. 10-4 = 0,269
Dari tabel didapat Cc = 0,685
Perhitungan koefisien kontraksi Cc
Diketahui: Diameter di titik tinjau 1 = 26.2 mm
Diameter di titik tinjau 2 = 13.6 mm
1
D 2
A2 4 2
A1 1
D12
4
A2 D22
A1 D12
A2 13.6 2
A1 26.2 2
A2
0.269448167
A1
A2/A1 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1
Interpolasi tabel:
P1 P2 V 2 2 D2
4 2
1
1 1
2.g D1 Cc
(1,547 m / s ) 2
4 2
0,0136m 1
1 1
2.9,81 0,0262m 0,639
0,15209 m
Menghitung perbedaan tinggi tekan hasil perhitungan tanpa ada kehilangan tinggi
tekan (he = 0)
P1 P2 V1 D2
2 4
1
2 g D1
(0.41703m / s ) 2 0,0136m
4
1
2 * 9,81 0,0262m
0.,0082195m
hf = f. v2. L
2 .g . D
= 2,5518.10-2 *(1,547)2 *0,909 = 0,21 m
2*9,81*0,0136
e. Menghitung kehilangan tinggi tekan akibat perubahan geometri dan
besarnya KB
hLB = hT-hf
= 0,37 - 0,21 = 0,16 m
hLB
KB = 2 g .
v2
= 2 *9,81*0,16/(1,547)2 = 1,319
f. Menghitung besarnya KL
2. g .R
KL = h 1
2 . T
.h f
v 2.L
= 2*9,81 * (0,37 (1 3,14*0,0127/(2*0,909))*0,21) = 1,319
1,5472
Tabel 1.2 Akibat gesekan pada pipa lurus (sirkuit pipa biru)
No. Pengukuran Debit dan Temperatur No
Percob Waktu Berat Debit Suhu Pipa
(Jenis H3 H4
t W Q T pipa)
0
(Detik) (kg) (mm3/dt)
1 33.28 7.5 224806.2 23 3 dan 4 800 565
2 31.42 7.5 238114.3 23 3 dan 4 815 565
3 30.89 7.5 242199.7 23 3 dan 4 825 560
4 29.19 7.5 256305.2 23 3 dan 4 827 565
5 28.62 7.5 261409.9 23 3 dan 4 830 560
6 28.12 7.5 266058 23 3 dan 4 835 560
7 27.18 7.5 275259.4 23 3 dan 4 835 563
8 25.6 7.5 292248 23 3 dan 4 835 560
9 24.83 7.5 301310.9 23 3 dan 4 820 560
10 23.74 7.5 315145.3 23 3 dan 4 840 560
Tabel 1.3 Data untuk mencari Log HL dan Log Q (Sirkuit pipa biru)
Log
Perbedaan Kecepatan Bilangan koef HL Log Q
Tinggi aliran Re Gesek
hL v
f blasius f Darcy-W
(mm) (mm/s)
235 1547.186 22361.037 0.0258413 0.028647337 2.3711 5.3518
250 1638.777 23684.765 0.0254724 0.027164526 2.3979 5.3768
265 1666.894 24091.14 0.0253643 0.027831169 2.4232 5.3842
262 1763.973 25494.186 0.0250079 0.024570797 2.4183 5.4088
270 1799.104 26001.932 0.0248849 0.024341805 2.4314 5.4173
275 1831.094 26464.271 0.0247755 0.023933879 2.4393 5.425
272 1894.421 27379.518 0.0245658 0.022116559 2.4346 5.4397
275 2011.342 29069.348 0.0242007 0.019836378 2.4393 5.4658
260 2073.716 29970.814 0.0240167 0.017643167 2.415 5.479
280 2168.929 31346.896 0.0237486 0.017368776 2.4472 5.4985
Tabel 1.5 Data untuk mencari Log HL dan Log Q (sirkuit pipa abu-abu)
Perbedaan Kecepatan Bilangan koef Log HL Log Q
Tinggi aliran Gesek
Re
hL v
f blasius f Darcy-W
(m) (m/s)
15 417.00276 11610.491 0.0304421 0.0484928 1.1760913 5.3518083
20 441.68848 12297.809 0.0300075 0.0576318 1.30103 5.3767854
15 449.26682 12508.81 0.0298802 0.0417779 1.1760913 5.3841737
15 475.43172 13237.313 0.0294603 0.037306 1.1760913 5.4087575
15 484.90049 13500.949 0.0293154 0.0358633 1.1760913 5.417322
20 493.52247 13741.008 0.0291865 0.0461615 1.30103 5.4249763
15 510.59058 14216.231 0.0289395 0.0323452 1.1760913 5.4397421
15 542.10359 15093.639 0.0285094 0.028694 1.1760913 5.4657516
15 558.9147 15561.706 0.0282926 0.0269938 1.1760913 5.4790149
15 584.57675 16276.207 0.0279768 0.0246759 1.1760913 5.4985109
Koefisien
Bilangan koef kehilangan
hL v Reynold Gesek Tinggi Tekan
Re Blassius Darcy- Weisbach
Delta
f-blassius f H
25 1547.186 43077880 0.0039005 0.005871091 113.15
30 1638.777 45628002 0.0038448 0.006279799 126.94
30 1666.894 46410872 0.0038285 0.006069728 131.34
30 1763.973 49113800 0.0037747 0.005420029 147.08
30 1799.104 50091958 0.0037562 0.005210419 153
35 1831.094 50982640 0.0037397 0.00586828 158.49
30 1894.421 52745836 0.003708 0.004699291 169.64
30 2011.342 56001244 0.0036529 0.004168822 191.22
30 2073.716 57737891 0.0036251 0.003921813 203.27
35 2168.929 60388873 0.0035847 0.004182555 222.36
Pengukuran
Debit dan
No. Temperatur No
Percob Waktu Berat Debit Suhu Pipa H9 H 10
(Jenis
t W Q T pipa)
0
(Detik) (kg) (mm3/dt)
1 33.28 7.5 224806.2 23 9 dan 10 285 75
2 31.42 7.5 238114.3 23 9 dan 10 305 75
3 30.89 7.5 242199.7 23 9 dan 10 315 85
4 29.19 7.5 256305.2 23 9 dan 10 315 75
5 28.62 7.5 261409.9 23 9 dan 10 320 75
6 28.12 7.5 266058 23 9 dan 10 320 80
7 27.18 7.5 275259.4 23 9 dan 10 325 75
8 25.6 7.5 292248 23 9 dan 10 325 80
9 24.83 7.5 301310.9 23 10 dan 10 315 75
10 23.74 7.5 315145.3 23 11 dan 10 335 75
Tabel 1.16 Tikungan standar dengan R=10 mm D=13,6mm L:910,1 R/D :0,735
Tabel 1.18 Tikungan standar dengan R=50 mm L: 830,1 D: 26,2 R/D : 1,908
Tabel 1.19 Data untuk mencari Data untuk mencari hT, hf, hLB, KB, KL
Bilangan koef koef hT hf HLB KB KL
Reynold Gesek Gesek
Re Blassius Darcy- Weisbach
f-blassius f-blassius
11610.491 0.0304421 0.925902724 260 8.5484 251.45 28.371 28.4623
12297.809 0.0300075 0.682458426 215 9.4535 205.55 20.672 20.7616
12508.81 0.0298802 0.813030933 265 9.7392 255.26 24.813 24.9023
13237.313 0.0294603 0.767099324 280 10.753 269.25 23.371 23.459
13500.949 0.0293154 0.737433171 280 11.131 268.87 22.435 22.5233
13741.008 0.0291865 0.724604241 285 11.48 273.52 22.033 22.1205
14216.231 0.0289395 0.688846223 290 12.183 277.82 20.908 20.9947
15093.639 0.0285094 0.60055138 285 13.53 271.47 18.124 18.2095
15561.706 0.0282926 0.555056061 280 14.272 265.73 16.69 16.7743
16276.207 0.0279768 0.543635818 300 15.439 284.56 16.338 16.4216
21.375 21.4629
Tabel 1.20 Tikungan standar dengan R=100 mm L: 730,1 D:26,2 R/D : 3,816
Tabel 1.21 Data untuk mencari Data untuk mencari hT, hf, hLB, KB, KL
Bilangan koef koef hT hf HLB KB KL
Reynold Gesek Gesek
Tabel 1.23 Data untuk mencari Data untuk mencari hT, hf, hLB, KB, KL
Grafik 1.2 Kehilangan Tinggi Tekan Akibat Pipa Lurus Pada Pipa Biru
Grafik dari log hL terhadap log Q diatas idealnya membentuk suatu garis lurus
linear. Adanya suatu perbedaan antara hasil pengukuran dan hasil perhitungan
mengakibatkan titik pada grafik tersebut tidak membentuk suatu garis lurus yang
diperkirakan sebelumnya. Hal ini terjadi karena nilai log hL linear terhadap nilai log
Q. Kelinearan tersebut dapat dibuktikan dengan persamaan rumus sebagai berikut :
V = Q/A
Hl = f. L. v2/(D.2g)
= f. L. (Q/A)2/(D. 2g)
= Q2. f.L /(2.D.g.A2)
log hL = log Q2
log hL = 2 log Q
Grafik ini berbentuk eksponsial, hal ini dapat dilihat dari rumus :
fblassius = 0,316 . Re-0,25
Idealnya grafik darcy-weisbach selalu diatas grafik Blassius dan tidak akan pernah
berpotongan, namun pada grafik pipa biru terjadi sebaliknya, hal ini dikarenakan
perhitungan bekerja dengan angka desimal yang cukup kecil sehingga pembulatan-
pembulatan sebelumnya berdampak pada perhitungan selanjutnya ataupun karena
kesalahan pengamatan waktu mengambil data.
F Darcy selalu berada di atas f Blassius pada kondisi ideal, hal ini disebabkan oleh:
a. Blassius pada percobaan hanya memberikan korelasi antara faktor gesekan pada
pipa dengan bilangan Reynold, untuk rentang 4000 < Re < 10^5, dalam bentuk
fblassius = 0,316 . Re-0,25. Blassius pun menyarankan agar rumus tersebut hanya
dipakai pada pipa mulus, sehingga f hanya bergantung pada bilangan Reynold.
Jadi, Blassius hanya memperhitungkan karakteristik aliran ( turbulen) dan pipa
licin.
b. Darcy tidak hanya memperhatikan karakteristik aliran, namun juga
memperhitungkan karakteristik pipa, yaitu:
Ukuran tonjolan kekasaran pipa
Tatanan atau jarak antara elemen-elemen kekerasan
Faktor bentuk elemen-elemen kekerasan
Sehingga faktor Darcy tidak hanya bergantung pada bilangan Reynold saja
Persamaan hubungan antara h ukur Vs h hitung yang didapat dari grafik adalah:
1. tanpa KTT
y = 5.3417x lebih besar dari persamaan y = x karena rumus tanpa kehilangan tinggi
tekan memperhitungkan satu faktor saja yaitu gesekan permukaaan pipa (major
loses).
2. dengan KTT
y = 2.2676x persamaan hampir mendekati y = x dibandingkan dari tanpa kehilangan
tinggi tekan karena dalam rumus dengan kehilangan tinggi tekan memperhitungkan
dua faktor terjadinya kehilangan tinggi tekan yaitu, gesekan permukaan (major loses)
dan faktor akibat perubahan geometri pipa (minor loses).
Dari data diatas diketahui bahwa percobaan ekspansi tiba-tiba dengan menggunakan
KTT diperoleh data yang lebih mendekati ideal. Hal ini menunjukan bahwa ekspansi
tiba-tiba memang menyebabkan kehilangan tinggi tekan
Pada grafik diatas Kl dan Kb ditunjukan bahwa nilai KL sedikit lebih besar dari Kb.
Pengertian dari KB merupakan koefisien kehilangan tinggi tekan akibat perubahan
geometri pipa. Sedangkan KL merupakan harga koefisien kehilangan tinggi tekan
akibat gesekan di tikungan pada pipa maupun akibat perubahan geometri pada pipa.
Hal ini dapat ditunjukan dalam rumus untuk Kl dan Kb itu sendiri.
R
Koefisien didepan hf adalah 1 0
2L
b. Untuk KB
Kb
2g
V2
hT 1 h f
Koefisien di depan hf adalah 1
R
ht 1 2 L hf > ht (1)h f
Sehingga KL > KB
I.9.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari percobaan ini adalah sebagai
berikut:
1. Pada pipa lurus kehilangan tinggi tekan diakibatkan karena adanya gesekan
antara fluida dengan pipa dan antara fluida itu sendiri yang mengakibatkan
besarnya kehilangan tinggi tekan pada debit yang sama.
2. Pada kondisi ekspansi tiba-tiba, grafik dengan memperhitungkan kehilangan tinggi
tekan lebih mendekati kondisi ideal. Hal ini menunjukan bahwa pada kondisi
sebenarnya, pipa tertutup yang mengalami ekspansi tiba-tiba terjadi kehilangan
tinggi tekan.
3. Pada kondisi kontraksi tiba-tiba, grafik dengan memperhitungkan kehilangan
tinggi tekan lebih mendekati kondisi ideal. Hal ini menunjukan bahwa pada
kondisi sebenarnya, pipa tertutup yang mengalami kontraksi tiba-tiba terjadi
kehilangan tinggi tekan.
4. Harga f dari Darcy Weisbach selalu lebih besar dari harga f blassius hal ini
karena dari rumus Re pada Darcy Weisbach memiliki pangkat lebih besar
daripada f blassius.
5. Jari-jari tikungan (r) berbanding terbalik dengan koefisien kehilangan tinggi
tekan.
6. Diameter pipa (D) berbanding lurus dengan koefisien kehilangan tinggi tekan.
7. Pada pipa lurus kehilangan tinggi tekan diakibatkan karena adanya gesekan
antara fluida dengan pipa dan antara fluida itu sendiri yang mengakibatkan
besarnya kehilangan tinggi tekan pada debit yang sama.
8. Pada kondisi ekspansi tiba-tiba grafik dengan tidak memperhitungkan adanya
kehilangan tinggi tekan lebih mendekati kondisi ideal.
I.9.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan :
1. Memperbaiki pipa, dalam hal ini pada katub dan juga pada bak, yang dipakai agar
tidak bocor.
2. Pengamatan harus lebih teliti.
3. Tidak terburu-buru dalam pengambilan data.
4. Percobaan dilakukan lebih dari sekali untuk memperkecil kesalahan.
I.10 REFERENSI
Streeter,Victor. 1990. Mekanika Fluida. Jakarta: Erlangga
Diktat Bapak Mulyana. Mekanika Fluida
Gerhart, Philip. 1985. Fundamental of Fluid Mechanics. Canada
Modul praktikum Mekanika Fluida, Jurusan Teknik Sipil ITB, 2007
BAB II
2.1 PENDAHULUAN
Pada praktikum ini , akan dibahas mengenai tumbukan dan akibat yang
ditimbulkan oleh fluida. Fluida yang digunakan adalah air. Dengan alat pancaran yang
digerakkan oleh pompa listrik, air dipancarkan melalui noozle dan kemudian
bertumbukan dengan piringan yang diletakkan di atasnya. Tumbukan tersebut akan
menimbulkan gaya dorong yang menyebabkan piringan bergerak ke atas.
Terjadinya gaya yang bekerja pada fluida disebabkan oleh gaya yang bekerja
pada fluida itu sendiri. Hukum-hukum dasar tentang gaya dapat dapat diterapkan
pada masalah-masalah fisik yang nyata dari aliran fluida. Gaya ini diakibatkan oleh
adanya momentum pada saat terjadinya tumbukan. Besarnya gaya bergantung pada
besarnya debit air yang memancar dari nozzle dan pada bentuk piringan ( dalam
percobaan ini dibedakan piringan cekung dan piringan datar)
Besarnya gaya pada percobaan ini dapat dihitung dengan memakai prinsip-
prinsip mekanika, yaitu:
a. Persamaan momentum
b. Keseimbangan momen
c. Persamaan gerak lurus beubah beraturan
Besarnya gaya pancaran dapat diperoleh dengan dua cara, yaitu:
a. Cara pengukuran
b. Cara perhitungan
Pada cara perhitungan , digunakan prinsip persamaan garis lurus dan persamaan
momentum unutk mencari gaya pancaran. Pada cara pengukuran, besar gaya
diperoleh dengan memakai prinsip kesetimbangan momen. Dari kedua cara tersebut
didapatkan perbandingan antara besarnya gaya yang diperoleh dengan cara
pengukuran dan perhitungan dan akan diperoleh nilai atau harga efisiensi untuk
piringan cekung dan piringan datar.
L 3L
AIR BEBAN
Dengan :
W : laju massa air ( kg/s )
M : Massa air ( kg )
t : Selang waktu ( s )
W
sehingga : Q
W : laju massa air ( kg/s )
Menentukan Fpengukuran
Kondisi pertama :
X
Gg
Berlaku :
MA 0
Kx G.g .L M alat 0
Kondisi kedua :
L Y
A
F
Laporan Praktikum Mekanika Fluida dan Hidraulika 46
X
Gg
KELOMPOK 5
Berlaku :
MA 0
K .x F .L G.g.( L y ) M alat 0
G.g . y 0,610.g . y
F 4 g. y
L 0,1525
dengan :
K : Gaya pegas
F : Gaya yang terjadi
G : Massa yang terjadi
L : Jarak antara sendi dan piringan
g : percepatan gravitasi ( 9,8 m/s2 )
Menentukan Fperhitungan
Aliran fluida diukur dengan satuan W kg/s yang mewakili satuan debit. Air yang
keluar dari nozzle mempunyai kecepatan yang besarnya :
Q W W
v 12,769W
A.t . A. 1000.(0,25 .0,012 ).
EK A EPA EK B EPB
1 mv 2 0 1 mvo 2 mgs
2 2
2
v 2 vo 2 gs
2
v 2 vo 2 gs
2
v 2 vo 2.(9,81).(0,037)
2
v 2 vo 0,726
dengan :
EK : energi kinetik
EP : energi potensial
v0 : Kecepatan ketika menumbuk piringan
v : Kecepatan pada saat dipancarkan nozzle
g : percepatan gravitasi
Di titik P pancaran air membelok terhadap sumbu vertikal ( membentuk sudut
terhadap arah vertikal ). Sudut yang dibentuk besarnya tergantung pada jenis
piringan yang dipakai. Kecepatan air berubah menjadi v 1 cos . Jika dianggap bahwa
dalam hai ini berlaku Hukum Kontinuitas
A v = tetap
dan A tetap maka v = v0
f dt m dv
Ft mv
m.(v0 v )
m.(v0 v0 cos )
m.v0 (1 cos )
m Laporan
F v0 (1 cos ) Praktikum Mekanika Fluida dan Hidraulika V1
48
t
F W .v0 (1 cos )
V
KELOMPOK 5
= 900
Fd W .v0 (1 cos 90 0 )
Fd W .v0
180 0
Fd W .v 0 (1 cos180 0 )
Fd 2.W .v 0 V
V1 V1
d. Menentukan Efisiensi pengukuran
Fpengukuran
x100%
Fperhitungan
M 7,5
W 0.49668874kg / s
t 15,1
Menghitung debit:
W 0.49668874
Q 0.00049669 l / s
1000
Vo2 = V2 0,726
V= 12,75 W
= 12,75 x 0.49668874
= 6.332 m/s
Mengitung Fperhitungan :
Fperhitungan = W * v0
= 0.49668874 * 6.275
= 3.116820636 N
Menghitung Fpengukuran:
Fpengukuran = 4.g.y
= 4x 9,81 x 0,067
= 2,629 N
Fpengukuran 2,629
= x100% 100% 84,34%
W .vo 3,116821
piringan cekung
M 7,5
W 0,5 kg / s
t 15,0
Menghitung debit:
W 0,5
Q 0,0005 m 3 / s
1000
Vo2 = V2 0,726
V= 12.75 W
= 12.75 x 0,5
= 6.375 m/s
= 2 * 0,5 * 6.317
= 6.317 N
Menghitung Fpengukuran:
Fpengukuran= 4*g*y
= 4*9,81*0,134
= 5,258 N
Fpengukuran 5,258
x100% x100 % 83,2%
2 *W * vo 6,317
No. Pergeseran
Percobaan Waktu Berat Debit beban
T
(detik) W (kg) Q (l/s) Y (mm)
1 86 7.5 8.72093E-05 5
2 29.5 7.5 0.000254237 20
3 23 7.5 0.000326087 30
4 22 7.5 0.000340909 36
5 20.3 7.5 0.000369458 45
6 18.7 7.5 0.00040107 49
7 16.6 7.5 0.000451807 58
8 16 7.5 0.00046875 60
9 15.8 7.5 0.000474684 65
10 15.1 7.5 0.000496689 67
Pada grafik di atas, kita pakai format trendline linear. Ini digunakan sebagai
acuan untuk membandingkan F pengukuran dan F perhitungan, yang memiliki hasil
semestinya tidak jauh berbeda. Kondisi ideal adalah suatu kondisi dimana nilai
efisiensi adalah 100%. Tetapi pada percobaan kali ini tidak diperoleh kondisi piringan
cekung maupun piringan datar yang memiliki nilai efisien 100 %. Dari grafik tampak
hubungan linear didapatkan, baik untuk piringan cekung maupun piringan datar.
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan diketahui bahwa piringan cekung
lebih mendekati ideal hal ini diperkuat dengan adanya hasil grafik yang menunjukkan
piringan cekung mempunyai bentuk garis yang mendekati ideal dibanding dengan
piringan datar. Dari grafik didapatkan gradien untuk piringan datar sebesar 0,8125 ,
sedangkan gradien untuk piringan cekung sebesar 0,8709.
Selain itu didapatkan pula beberapa efisiensi pada piringan datar maupun
piringan cekung bernilai diatas 100%. Ini dikarenakan oleh karena kesalahan paralaks.
2.9.1 KESIMPULAN
1. Tumbukan pancaran fluida pada suatu piringan dapat menghasilkan suatu energi
mekanis. Dari energi mekanis tersebut, kita dapat memperoleh nilai Vo
(kecepatan air yang menumbuk piringan) dengan rumus :
EM A EM B
EK A EPA EK B EPB
1 mv 2 0 1 mv 2 mgs
2 2 o
2
v 2 vo 2 gs
2
v 2 vo 2 gs
2
v 2 vo 2.(9,81).(0,037)
2
v 2 vo 0,726
2. Kondisi nilai F sangat dipengaruhi oleh nilai debit air yang mengalir. Dihasilkan
dua rumus untuk F perhitungan yaitu, F = W.V0 (untuk piringan datar) dan F = 2
W.V0 (untuk piringan cekung).
3. Besarnya nilai efisiensi dihitung dengan cara membagi F pengukuran dengan F
perhitungan dikali 100%. Nilai efisiensi yang ideal adalah yang benilai 100%.
Namun pada praktikum kali ini tidak ada yang mencapai 100%, bahkan ada
beberapa yang nilai efisiensinya lebih dari 100%. Secara teoritis nilai efisiensi
piringan cekung > efisiensi piringan datar, karena dapat dibuktikan dari rumus Fc
= 2.W.Vo > Fd = W.Vo. Selain itu, pada piringan cekung gaya terpusat pada satu
titik, sedangkan pada piringan datar gaya tersebar.
4. Semakin besar Q, maka akan semakin besar pula Fperhitungan. Jika Q besar maka
V akan besar pula. Hal ini akan menyebabkan meningkatnya Fperhitungan.
Dengan Q sama, kita akan mendapatkan bahwa gaya menumbuk piringan cekung
kurang lebih dua kali lipat gaya yang mengenai piringan datar.
2.9.2 SARAN
1. Sebaiknya praktikum dilakukan tidak sekaligus beberapa modul sehingga
waktu waktu pelaksanaannya bisa lebih lama dan data yang diperoleh lebih
akurat.
2. Laboratorium sebaiknya menyediakan alat ukur seperti penggaris yang masih
bagus sehingga praktikum bisa dilakukan dengan kesalahan dari alat ukur
sesedikit mungkin.
3. Penjelasan prosedur pengerjaan praktikum pada modul diperjelas (lebih detail).
2.10 REFERENSI
Streeter,Victor. 1990. Mekanika Fluida. Jakarta: Erlangga
BAB III
ALIRAN MELALUI VENTURIMETER
3.1 PENDAHULUAN
Venturimeter adalah alat yang digunakan untuk mengukur debit aliran fluida
yang melalui pipa. Pada percobaan ini selain venturimeter digunakan pula alat
pengukur debit lainnya yang disebut bangku hidraulik. Venturimeter merupakan alat
yang terdiri dari susunan pipa dimana pada bagian tabung yang pendek pada pipa,
diameter pipa akan menyempit ke suatu tenggorokan di tengah tabung ini. Fluida
akan mengalir pada sepanjang pipa yang kemudian akan melalui bidang kontraksi
pada tenggorokan tersebut, dimana penampangnya lebih kecil daripada bagian pipa
yang lain. Hal ini menyebabkan kecepatan aliran fluida pada bagian tenggorokan
tersebut lebih besar daripada kecepatan aliran pada pipa. Peningkatan kecepatan ini
berhubungan dengan penurunan tekanan yang bergantung pada laju alir sehingga
dengan mengukur pressure drop, debit aliran fluida dapat dihitung. Tekanan yang
meningkat tersebut sebanding dengan penurunan kecepatan. Pada venturimeter
biasanya dipasang sebuah manometer air yang digunakan untuk mengukur perbedaan
tekanan pada ujung pipa yang besar dan pada bagian tenggorokan.
1. Alat Venturimeter
2. Stopwatch
3. Bangku Hidraulik
4. Beban
Data alat :
Diameter pipa di manometer A, DA = 26 mm
Diameter pipa di manometer D, DD = 16 mm
Total head
2
V1 2
2g
V2 2
2g Vn
2g
Laporan Praktikum Mekanika Fluida dan Hidraulika 59
KELOMPOK 5
p1 pn
Arah
aliran
1
p2 2 n
a2
Datum
Z1 Zn
Z2 an
Gambar3.2 kondisi Ideal Venturimeter
Penampang pada bagian upstream a1, pada leher a2 dan pada bagian
selanjutnya (n) a0. Head pada pembuluh piezometer ditandai dengan h1, h2, hn.
Diasumsikan bahwa tidak terjadi kehilangan energi sepanjang pipa dan kecepatan
serta head piezometrik (h) konstan sepanjang bidang tertentu.
PENURUNAN RUMUS:
a. Penurunan rumus debit
massa beban = 2,5 kg
lair : lbeban = 1 : 3
M A 0
A2 V2
V1
A1
2
A
V V 2
1
2
2
2
A1 (*1)
Persamaan Bernoulli
V12 P1 V2 P
Z1 Z2 2 2
2g 2g
P1
P2
Seperti yang kita ketahui bahwa merupakan perbedaan tekanan
antara pipa 1 dan pipa 2 pada venturimeter. Ketika pipa venturimeter dalam
keadaan horizontal, perbedaan ini menunjukkan perbedaan tinggi pada pipa 1
dan pipa 2 pada venturimeter. Sehingga persamaan tersebut menjadi :
A
2
2 g h1 h2 V2 1 2
A1
2 g (h1 h2 )
V2 2
A
1 2
A1
Rumusan di atas hanya berlaku untuk kondisi serba ideal, sehingga dalam
percobaan ditemui suatu penyimpangan sistemik yang memerlukan suatu faktor
koreksi. Dalam percobaan pengukuran dengan venturimeter ini, dimensi debit-
lah yang akan disesuaikan dengan suatu koefisien yang lazim disebut koefisien
pengaliran (C).
Q
c
A2 V2
Q
c
2 g (h1 h2 )
A2 2
A
1 2
A1
2 g (h1 h2 )
Q c A2 2
A
1 2
A1
1. Skala manometer dikalibrasi dengan cara membuka kran kontrol aliran dan
kran suplai air beberapa saat, lalu ditutup perlahan-lahan sehingga terjadi
peningkatan tekanan yang menyebabkan air mengalir melalui pembuluh
manometer menunjukkan nilai yang sama. Apabila belum mencapai muka air
yang sama, maka dibantu dengan katup udara.
2. Debit dialirkan pada bukaan yang menghasilkan perbedaan maksimum
antara h1 dan h2 (h1 = tinggi skala manometer di titik A, h 2 = tinggi skala
manometer dititik D).
3. Debit diukur berdasarkan prinsip bangku hidraulik.
4. Skala manometer dibaca untuk masing-masing pembuluh.
5. Percobaan dilakukan untuk 8 harga debit yang semakin kecil.
W 7,5
Q 0.000238 m 3 s
1000 t 1000 31.47
D 22 (0.016) 2
A2 0.000201 m 2
4 4
Q
c
2 g (h1 h2 )
A2 2
A
1 2
A1
0.000238
c
2 9.81(0.09 0.01)
0.000201 2
0.000201
1
0.000531
c 0.746125
Data Alat
No. Tabung A (1) B C D (2) E F G H I J K
Piezometer
diameter
No percobaan
A
B C D (2) E F G H I J K t W Q (debit)
(1)
1 90 85 55 10 15 40 50 60 70 69 71 31.47 7.5 0.000238
7 60 59 49 34 36 43 49 51 53 55 56 63 7.5 0.000119
2 g (h1 h2 )
A2 2
A
1 2
maka didapatkan bahwa gradien itu merupakan nilai dari A1 yang
merupakan nilai debit yang diukur melalui perbedaan tinggi tekan ( pressure drop ).
Dengan begitu nilai c merupakan hubungan non-dimensional yang diperoleh dari
perbandingan debit aktual ( yang dihitung melalui bangku hidrolik) dengan debit yang
diukur melalui perbedaan tinggi tekan.
Berdasarkan grafik yang diamati terlihat bahwa nilai-nilai titik dari Q Vs c
tidak tepat berada pada garis linear yang mana terjadi penyimpangan-penyimpangan.
Secara teori dalam kondisi yang serba ideal, nilai c itu harus bernilai sama dengan 1.
Yang artinya hasil perhitungan dan hasil pengukuran mendapati hasil yang sama.
Tetapi berdasarkan percobaan yang dilakukan terlihat pada grafik dan tabel data
bahwa nilai c berkisar antara 0.65 0.74 yang berarti bahwa kondisi percobaan itu
tidak ideal (tetapi mendekati ideal). Terjadinya penyimpangan terhadap nilai c ini
mungkin terjadi akibat beberapa faktor, antara lain seperti:
3.9 KESIMPULAN
1. Pada kondisi yang ideal koefisien pengaliran adalah 1 sedangkan pada kondisi
sebenarnya harga koefisien pengaliran dipengaruhi oleh banyak faktor seperti
gesekan fluida dengan pipa venturimeter. Dari hasil percobaan diperoleh nilai
c yang berkisar antara 0.65 0.74 .
2. Pada venturimeter, semakin besar selisih ketinggian hidrolik ( h maka
semakin besar debit yang dihasilkan.
3. Kenaikan garis ketinggian hidraulik (bacaan skala manometer) sebanding
dengan perubahan luas penampang pada venturi meter.
3.10 REFERENSI
Streeter,Victor. 1990. Mekanika Fluida. Jakarta: Erlangga
Diktat Bapak Mulyana. Mekanika Fluida
Gerhart, Philip. 1985. Fundamental of Fluid Mechanics. Canada
Modul praktikum Mekanika Fluida, Jurusan Teknik Sipil ITB, 2007
BAB IV
4.1 PENDAHULUAN
Sifat-sifat atau karakteristik dari aliran air yang melalui suatu bangunan air
adalah hal yang perlu diamati dan dipelajari. Hal ini dapat dilakukan dengan
membuat suatu rintangan berupa ambang lebar.
Gambar 4.1 Ambang Lebar
Dalam percobaan ini akan diamati karakteristik aliran yang melalui ambang
dengan tipe karakteristik sebagai berikut :
1. Keadaan loncat
Keadaan loncat adalah keadaan di mana tinggi muka air di hulu saluran tidak
dipengaruhi oleh tinggi muka air di hilir saluran.
2. Keadaan peralihan
Keadaan peralihan adalah keadaan di mana tinggi muka air di hulu saluran tepat
dipengaruhi oleh tinggi muka air di hilir saluran.
3. Keadaan tenggelam
Keadaan tenggelam adalah keadaan di mana tinggi muka air di hulu saluran
dipengaruhi oleh tinggi muka air di hilir saluran.
2
Hulu 3 Hilir
1
5
Keterangan
4
1.1.Ambang
Ambang Lebar
tajam
2.2.Alat
Alat Pengukur Kedalaman
pengukur kedalaman
3.3.Meteran
Meteran
4.4.Manometer
Manometer 7 6
5.5.Sekat Pengatur
Sekat pengatur hilirHilir
6.6.Penampang
Penampung airAir
7.7.Pompa
Pompa
datum
Z1 Z2
Q
d1 d2
1 2
h
hg
Diketahui:
D1 = 3,15 cm hg = 13,6 gram/cm3
D2 = 2,00 cm a = 1 gram/cm3
g = 981 cm/detik2
Rumus untuk mengukur debit diturunkan dari persamaan Bernoulli (dengan
asumsi tidak ada kehilangan energi) dan persamaan kontinuitas.
Persamaan Bernoulli
2 2
P1 v1 P v
z1 2 2 z 2 ; karena (z1 = z2)
w 2g w 2g
2 2
P1 v1 P v
maka 2 2
w 2g w 2g
2 2
P1 P2 v 2 v1
(1)
w 2g
diketahui:
Hg 13,6 . w
P1 P2 ( Hg w ) h
P1 P2 (13, w w ) h
P1 P2 12,6 w h (2)
12,6 w h v 2 v1
2 2
w 2g
2 2
v 2 v1 12,6 . 2 g . h ..(3)
Persamaan kontinuitas:
A1v1 A2 v 2
1 1
D1 2 v1 D2 2 v 2
4 4
2
D
v 2 1 v1 . .(4)
D2
Persamaan (4) disubsitusikan ke persamaan (3):
4
D
12,6 . 2 g . h 1 v1 2 v1 2
D2
D
4
12.6 . 2 g . h 1 1 v1 2
D2
12.6 . 2 g . h
v1
D 4 (5)
1 1
D2
diketahui:
Q A1v1
1 12.6 . 2 g . h
Q D1 2
4 D 4
1 1
D2
v2
H E z Y z (konstan)
2g
diferensiasi terhadap X:
dE dz dE dY dz
0 . 0 .(2)
dX dX dY dX dX
persamaan (1) disubsitusikan ke persamaan (2):
1 Fr dX
2 dY
dz
dX
0 (3)
dz
= kenaikan / penurunan dasar saluran
dX
dY
= kenaikan / penurunan muka air
dX
dz
Karena terjadi kenaikan dasar saluran (ambang) maka 0 . Jadi
dX
1 Fr dX
2 dY
0
dY
Bila aliran subkritis Fr < 1, 0 tinggi aliran di atas ambang berkurang.
dX
dz
Setelah itu tinggi dasar saluran akan tetap / konstan, yang berarti 0
dX
, jadi
1 Fr 2 dX
dY
0
Q
C 3
b . He 2
pengukuran tadi dengan 4 debit yang berbeda dengan mengatur kran pada pompa
namun yang diukur dan dicatat hanya kedalaman muka air hulu dan kedalaman muka
air hilir saja. Setelah itu kosongkan sekat yang terdapat di hilir saluran. Atur debit air
mulai dari yang besar ke debit yang kecil. Catat tinggi muka air sebelum dan sesudah
ambang minimal dengan 5 debit yang berbeda.
3. Menghitung nilai C
Q
C 3
L . He 2
1 200 16.8 200 15.8 200 15.9 200 16.0 200 17.9
2 300 17.3 300 16.3 300 16.4 300 16.1 300 18.7
3 315 16.0 315 15.8 315 15.8 315 16.1 315 18.4
4 320 14.8 320 14.1 320 14.8 320 15.2 320 18.2
5 325 13.7 325 13.6 325 13.7 325 14.9 325 18.2
6 330 13.1 330 13.1 330 13.3 330 15.6 330 18.3
7 335 13.2 335 13.3 335 13.3 335 15.6 335 18.4
8 340 13.3 340 13.3 340 13.3 340 15.3 340 18.5
9 345 13.0 345 13.0 345 13.1 345 15.8 345 18.2
10 350 12.4 350 12.6 350 12.4 350 15.4 350 18.5
11 355 11.3 355 11.1 355 11.4 355 15.9 355 18.6
12 360 8.8 360 8.1 360 9.3 360 15.9 360 18.7
13 365 4.1 365 5.2 365 9.6 365 16.0 365 18.8
14 370 1.7 370 5.5 370 9.8 370 15.9 370 18.8
15 375 1.6 375 6.2 375 10.0 375 16.0 375 18.9
16 380 1.9 380 7.2 380 10.5 380 16.3 380 18.9
17 660 2.8 660 10.0 660 12.5 660 17.3 660 20.0
18 720 5.5 720 10.1 720 12.7 720 17.5 720 20.2
195 200 0.005 310 82 0.128 0.1330 L1 300 17.7 0.087 500 3.0 -0.06
Dari profil aliran di atas, dapat dilihat pada keadaan loncat dan peralihan,
tinggi muka air di hulu tidak dipengaruhi oleh tinggi muka air di hilir saluran.
Sedangkan pada keadaan tenggelam, tinggi muka air di hulu sudah dipengaruhi oleh
tinggi muka air di hilir saluran.
Dari grafik di atas, dapat dilihat bahwa nilai He 1 selalu bernilai positif,
sedangkan He2 dapat bernilai positif maupun negatif. He 1 yang selalu bernilai positif,
menunjukkan bahwa tinggi He1 selalu lebih besar dari tinggi ambang. Pada He 2 yang
bernilai negatif, berarti tinggi He 2 lebih rendah dari tinggi ambang. Bila He 2 bernilai
positif, sama halnya dengan He1, tinggi He2 adalah lebih besar dari tinggi ambang.
Pada keadaan loncat1, nilai He2 adalah negatif, berarti kondisi di hulu tidak
dipengaruhi keadaan tinggi muka air di hilir. Pada keadaan loncat 2, nilai He 2
menunjukkan nilai positif meskipun masih berkisar di sekitar 0 (nol), yang
menunjukkan bahwa kondisi di hulu sudah mulai dipengaruhi oleh keadaan tinggi
muka air di hilir. Pada keadaan peralihan, nilai He2 juga bernilai positif dan semakin
besar. Hal itu menunjukkan, pada keadaan peralihan, kondisi muka air di hulu mulai
dipengaruhi tinggi muka air di hilir.
Sedangkan pada keadaan tenggelam 1 dan tenggelam 2, nilai He2 semakin
besar dan nilai He1 melonjak drastis. Nilai He2 menunjukkan keadaan di hulu sudah
sangat dipengaruhi keadaan di hilir saluram. Dan nilai He 1 yang melonjak drastis,
meninjukkan nilai He2 sangat mempengaruhi nilai He1.
Trendline yang digunakan dalam grafik di atas adalah Power, karena hubungan
antara He1 dengan C dalam rumus C=Q / (L . He3/2) adalah hubungan pangkat.
Nilai pangkat dalam hubungan He1 dengan C adalah -2/3 atau -0.667,
sedangkan nilai pangkat yang didapat dari grafik adalah -0.5733.
Nilai yang berbeda dengan teori tersebut dikarenakan kesalahan pembacaan
inggi muka air yang tidak akurat dan ketidakseragaman alat (mistar) yang digunakan.
Trendline yang digunakan pada grafik di atas adalah trendline Power, karena
hubungan antara Cd dan Hd adalah hubungan pangkat.
Nilai Cd didapat dari penjumlahan nilai C dibagi dengan jumlah C. Sedangkan
nilai Hd didapat dari grafik dengan menarik garis di atas nilai Cd, atau dengan
menggunakan rumus Hd=(Qd/Cd.L)^ 2/3, dengan menggunakan Qd sebagai rataan nilai
Q. Didapat:
Cd= 1.27123
Qd= 0.0017939
Hd= 0.06767
4.9.1 KESIMPULAN
Dari grafik profil aliran terlihat adanya perbedaan kondisi air
dihulu dimana pada keadaan loncat keadaan air dihulu tidak
dipengaruhi oleh keadaan air dihilir, pada keadaan peralihan kondisi air
dihulu mulai dipengaruhi oleh keadaan air di hilir dan pada keadaan
tenggelam keadaan air dihulu sepenuhnya dipengaruhi oleh keadaan air
di hilir.
Hubungan antara tinggi muka air diatas ambang terhadap debit air
yang melimpah adalah berbanding lurus yaitu dengan bertambahnya debit,
maka tinggi air diatas ambang menjadi bertambah besar.
4.9.2 SARAN
1. Pada percobaan debit berubah sebaiknya dilakukan dari debit kecil ke debit
besar. Jika percobaan dilakukan dari debit besar ke debit kecil, maka
dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk memperoleh ketinggian muka air
yang stabil.
2. Pada saat pembacaan ketinggian muka air usahakan tidak dilakukan dengan
tergesa gesa karena untuk mencapai kedaan yang stabil dibutuhkan
waktu beberapa saat.
3. Pada percobaan usahakan ambil titik titik pada jarak x yang seragam
dengan jarak yang merata, atau ambil sample dengan jumlah yang lebih
banyak dibanding denga apa yang di perintahkan.
4. Pembacaan skala dilakukan oleh satu pengamat, untuk mencegah
interpretasi pembacaan skala yang berbeda-beda. Serta mistar yang
digunakan dalam membaca ketinggian muka air harus satu jenis.
4.10 REFERENSI
Chow, Ven Te. Open Channels, Hidraulics, Mc Graw Hill, 197
Diktat Bapak Mulyana. Mekanika Fluida
Modul praktikum Mekanika Fluida, Jurusan Teknik Sipil ITB, 2007
BAB V
ALIRAN MELALUI AMBANG TAJAM
5.1 PENDAHULUAN
Dalam merancang suatu bangunan air, kita perlu mengetahui sifat-sifat atau
karakteristik aliran air yang melaluinya. Pengetahuan ini diperlukan untuk membuat
bangunan air yang akan sangat berguna dalam pendistribusian air.
Terdapat perbedaan bentuk fisik antara ambang lebar dan ambang tajam,
yang juga akan mempengaruhi jatuhnya aliran air.
Karakteristik aliran air yang melalui ambang yang akan diamati pada percobaan
ini ada tiga, yaitu:
1. Keadaan Loncat
Keadaan loncat adalah keadaan di mana tinggi muka air di hulu saluran tidak
dipengaruhi oleh tinggi muka air di hilir saluran.
2. Keadaan Peralihan
Keadaan peralihan adalah keadaan di mana tinggi muka air di hulu saluran
mulai dipengaruhi oleh tinggi muka air di hilir saluran.
3. Keadaan Tenggelam
Keadaan tenggelam adalah keadaan di mana tinggi muka air di hulu saluran
dipengaruhi oleh tinggi muka air di hilir saluran.
Dari percobaan ini dapat diperoleh gambaran mengenai sifat aliran, berupa profil
aliran melalui analisa model fisik dari sifat aliran yang diamati. Dalam kondisi
kenyataan di lapangan, ambang ini berguna untuk meninggikan muka air di sungai
atau pada saluran irigasi sehingga dapat mengairi areal persawahan yang luas. Selain
itu, ambang juga dapat digunakan mengukur debit air yang mengalir pada saluran
terbuka.
3. Mempelajari hubungan tinggi muka air di atas ambang terhadap debit air yang
melimpah di atas ambang.
Dimana diketahui:
D1 = 3,15 cm r air = 1,00 gr/cm3
D2 = 2,00 cm r Hg = 13,60 gr/cm3
G = 9,81 m/s2
diketahui:
Hg 13,6 . w
P1 P2 ( Hg w ) h
P1 P2 (13, w w ) h
P1 P2 12,6 w h (2)
Persamaan (2) disubsitusikan ke persamaan (1)
12,6 w h v 2 v1
2 2
w 2g
2 2
v 2 v1 12,6 . 2 g . h ..(3)
Persamaan kontinuitas:
A1v1 A2 v 2
1 1
D1 2 v1 D2 2 v 2
4 4
2
D
v 2 1 v1 . .(4)
D2
Persamaan (4) disubsitusikan ke persamaan (3):
4
D
12,6 . 2 g . h 1 v1 2 v1 2
D2
D
4
12.6 . 2 g . h 1 1 v1 2
D2
12.6 . 2 g . h
v1
D 4 (5)
1 1
D2
diketahui:
Q A1v1
1 12.6 . 2 g . h
Q D1 2
4 D 4
1 1
D2
1 Fr dX
2 dY
dz
dX
0 (3)
dz
= kenaikan / penurunan dasar saluran
dX
dY
= kenaikan / penurunan muka air
dX
dz
Karena terjadi kenaikan dasar saluran (ambang) maka 0 . Jadi
dX
1 Fr dX
2 dY
0
dY
Bila aliran subkritis Fr < 1, 0 tinggi aliran di atas ambang berkurang.
dX
dz
Setelah itu tinggi dasar saluran akan tetap / konstan, yang berarti 0
dX
, jadi
1 Fr 2 dX
dY
0
Q
C 3
b . He 2
Q = debit yang melalui ambang
C = koefisien pengaliran
b = lebar saluran
He = tinggi muka air di hulu diukur dari bidang atas ambang
3. Menghitung nilai C
Q
C 3
L . He 2
1 150 18.3 150 18.3 150 18.5 150 19.0 150 20.0
2 220 18.2 220 18.2 220 19.4 220 18.9 220 19.9
3 225 17.4 225 18.2 225 17.6 225 18.3 225 19.5
4 230 15.3 230 17.4 230 11.5 230 16.8 230 18.5
5 235 9.8 235 15.3 235 6.0 235 14.3 235 17.1
6 240 3.7 240 9.5 240 8.0 240 14.1 240 16.1
7 245 2.4 245 3.4 245 7.0 245 14.7 245 16.5
8 250 2.3 250 2.1 250 9.5 250 14.7 250 17.8
9 255 2.3 255 2.5 255 12.3 255 14.8 255 18.4
10 500 4.0 500 9.7 500 17.3 500 17.5 500 19.9
1
1 700 4.3 700 10.5 700 11.4 700 19.3 700 20.3
Dari profil aliran di atas, dapat dilihat pada keadaan loncat dan peralihan,
tinggi muka air di hulu tidak dipengaruhi oleh tinggi muka air di hilir saluran.
Sedangkan pada keadaan tenggelam, tinggi muka air di hulu sudah dipengaruhi oleh
tinggi muka air di hilir saluran.
Dari grafik di atas, dapat dilihat bahwa nilai He 1 selalu bernilai positif,
sedangkan He2 dapat bernilai positif maupun negatif. He 1 yang selalu bernilai positif,
menunjukkan bahwa tinggi He1 selalu lebih besar dari tinggi ambang. Pada He 2 yang
bernilai negatif, berarti tinggi He 2 lebih rendah dari tinggi ambang. Bila He 2 bernilai
positif, sama halnya dengan He1, tinggi He2 adalah lebih besar dari tinggi ambang.
Pada keadaan loncat1, nilai He2 adalah negatif, berarti kondisi di hulu tidak
dipengaruhi keadaan tinggi muka air di hilir. Pada keadaan loncat 2, nilai He 2
menunjukkan nilai positif meskipun masih berkisar di sekitar 0 (nol), yang
menunjukkan bahwa kondisi di hulu sudah mulai dipengaruhi oleh keadaan tinggi
muka air di hilir. Pada keadaan peralihan, nilai He2 juga bernilai positif dan semakin
besar. Hal itu menunjukkan, pada keadaan peralihan, kondisi muka air di hulu mulai
dipengaruhi tinggi muka air di hilir.
Sedangkan pada keadaan tenggelam 1 dan tenggelam 2, nilai He2 semakin
besar dan nilai He1 melonjak drastis. Nilai He2 menunjukkan keadaan di hulu sudah
sangat dipengaruhi keadaan di hilir saluram. Dan nilai He 1 yang melonjak drastis,
meninjukkan nilai He2 sangat mempengaruhi nilai He1.
Trendline yang digunakan dalam grafik di atas adalah Power, karena hubungan
antara He1 dengan C dalam rumus C=Q / (L . He3/2) adalah hubungan pangkat.
Idealnya, nilai R2 yang didapat = 1, sedangkan dalam grafik yang didapat adalah
0.5102. Nilai pangkat dalam hubungan He1 dengan C adalah -2/3 atau 0.667,
sedangkan nilai pangkat yang didapat dari grafik adalah -1.2492.
Grafik yang menyimpang dari trendline, terjadi karena kesalahan-kesalahan
praktikan pada saat mengukur ketinggian air pada saat percobaan yang tidak teliti.
Pada grafik di atas, yrendline yang digunakan adalah Power, karena hubungan
antara C dan He berhubungan pangkat.
Nilai Cd didapat dengan meratakan nilai C, kemudian ditarik garis pada grafik
He1 Vs C sehingga dapat nilai He yang kemudian diberi nama Hd. Nilai Hd didapat
juga dengan memasukkan nilai Cd ke dalam persamaan Hd=(Qd/C.L)^ 2/3 dengan Qd
adalah Q rataan dari semua nilai Q. Sehingga didapat:
Cd= 2.4918
Qd= 0.0024195
Hd= 0.05273578
5.9.1 KESIMPULAN
Dari grafik profil aliran terlihat adanya perbedaan kondisi air dihulu dimana
pada keadaan loncat keadaan air dihulu tidak dipengaruhi oleh keadaan air dihilir,
pada keadaan peralihan kondisi air dihulu mulai dipengaruhi oleh keadaan air di hilir
dan pada keadaan tenggelam keadaan air dihulu sepenuhnya dipengaruhi oleh
keadaan air di hilir.
Hubungan antara tinggi muka air diatas ambang terhadap debit air yang
melimpah adalah berbanding lurus yaitu dengan bertambahnya debit, maka tinggi air
diatas ambang menjadi bertambah besar.
5.9.2 SARAN
Dari percobaan yang telah dilakukan disarankan :
1. Pada percobaan debit berubah sebaiknya dilakukan dari debit kecil ke debit
besar. Jika percobaan dilakukan dari debit besar ke debit kecil, maka
dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk memperoleh ketinggian muka air
yang stabil.
2. Pada saat pembacaan ketinggian muka air usahakan tidak dilakukan dengan
tergesa gesa karena untuk mencapai kedaan yang stabil dibutuhkan waktu
beberapa saat.
3. Pada percobaan usahakan ambil titik titik pada jarak x yang seragam dengan
jarak yang merata, atau ambil sample dengan jumlah yang lebih banyak
dibanding denga apa yang di perintahkan.
4. Pembacaan skala dilakukan oleh satu pengamat, untuk mencegah interpretasi
pembacaan skala yang berbeda-beda. Serta mistar yang digunakan dalam
membaca ketinggian muka air harus satu jenis agar pembacaan skala sama.
5.10 REFERENSI
Chow, Ven Te. Open Channels, Hidraulics, Mc Graw Hill, 1973
Diktat Bapak Mulyana. Mekanika Fluida
Modul praktikum Mekanika Fluida, Jurusan Teknik Sipil ITB, 2007
BAB VI
6.1 PENDAHULUAN
Pintu sorong (sluice gate) adalah sekat yang dapat diatur bukaannya. Aliran
yang melewati pintu sorong mengalami perubahan kondisi dari subkritis ke
superkritis. Di tempat lebih hilir lagi terjadi peristiwa yang dinamakan air loncat
(hydraulic jump) dimana terjadi perubahan kondisi dari superkritis ke subkritis .
Secara fisik, pintu sorong dan gejala air loncat dapat digambarkan sebagai berikut:
b c
g f
a. pintu sorong
b. alat pengukur kedalaman
c. meteran
d. manometer
e. sekat pengatur hilir
f. penampung air
g. pompa
Z1 Z2 Datum
D1 D2
Keterangan:
D1 = 3,15 cm
D2 = 2,00 cm
g = 981 cm/detik2
air = 1,00 gr/cm3
Hg = 13,6 gr/cm3
2 2
P1 v1 P v
2 2
w 2g w 2g
2 2
P1 P2 v 2 v1
(1)
w 2g
diketahui:
Hg 13.6 * w
P1 P2 ( Hg w ) h
P1 P2 (13.6 w w )h
P1 P2 12.6 w h .. (2)
12.6 w h v 2 v1
2 2
w 2g
2 2
v 2 v1 12.6 * 2 g * h . (3)
Persamaan Kontinuitas:
A1 v1 A2 v 2
1 1
D1 2 v1 D2 2 v 2
4 4
2
D
v 2 1 v1 . (4)
D2
4
D 2
12.6 * 2 g * h 1 v1 v1 2
D2
D
4
12.6 * 2 g * h 1 1 v1 2
D2
12.6 * 2 g * h
v1
D 4 . (5)
1 1
D2
diketahui:
Q A1v1
1 12.6 * 2 g * h
Q D1 2
4 D 4
1 1
D2
Q 171.808 * * h 0.5
b y1 2.g . y 0
QT
y1
1
y0
Pembuktian rumus :
V02 V2 V 2 V02
yo y1 1 y 0 y1 1
2g 2g 2g
2
y1 V12 V02 V12 V02 y
y 0 1 y o .2 g , karenaV 02 V12 1 , maka
y0 2g y y0
1 1
y0
y 2
V 1 1
2 y y
1 Q 2 1 1 1 1
y 0 y 0 y0
y o .2 g y o .2 g
y y
1 1 b 2 . y12 1 1
y0 y0
b 2 . y12 . y o .2 g 2 g. y 0
Q2 maka : QT b. y1
y1 y
1 1 1
y0 y0
Y1
Cc
Yg
maka:
C c * C v * b * Yg * 2 g * Yo
Qa
Yg
Cc * 1
Yo
Q
y Fg
o
Fs0
y
g F gesek y
1
Fs1
0 1
1 Y
2
Q2 Y
Fg * Y1 * o 1 * 2 * 1 1
2
2 Y1 b * Y1 Yo
Pembuktian rumus :
Q
F V1 V0
b
Q
Fh0 Fh1 Fg V1 V0
b
Q
Fg Fh0 Fh1 V1 V0
b
1 1 Q y
Fg y02 y12 V1 1 1
2 2 b y0
Q2 y
1
Fg y02 y12 2 1 1
2 b y1 y0
Q2 y
1
Fg y02 y12 2 1 1
2 b y1 y0
1
Fh * * g * h2
2
Fh * * g * y 0 y g
1 2
Kedalaman Kritis
Yb
volum
va vb
Yc Ya
Bilangan Froude
vo
Fr
g*y
Fr2=1
v2
Fr 2
gD
v
Fr
gD
v
Fra
g ya
Yb 1
*
Ya 2
{ 1 8 * Fa 1}
2
Pembuktian rumus :
Q2 Q2
Z1. A1 Z 2 . A2
g . A1 g . A2
V12 . A12 y1. A1 V22 . A22 y 2 . A2
g . A1 2 g . A2 2
Laporan Praktikum Mekanika Fluida dan Hidraulika 106
KELOMPOK 5
h
Yb Ya 3
4 * Ya * Yb
Y2 Y1
Y23 Y Y
2 F12 3
2 F12 2 2 0
Y1 Y1 Y1
Difaktorkan :
Y22 Y2 Y
2 2 F12 2 1 0
Y1 Y1 Y1
Y22
Y2
2 2 F12 0.....................dengan..rumus.. ABC
Y1 Y1
Y2 1
Y1
2
1 8F 11
2
Q2
Yc 3
g * b2
Pembuktian rumus :
Q2
E y
2 gb 2 y 2
dE Q2
1
dy gb 2 y 3
dE
Aliran kritis : 0
dy
Q2
1 0
gb 2 y c3
Q2
1
gb 2 y c3
Q2
Yc 3
g * b2
3
E min imum * Yc
2
Pembuktian Rumus:
segiempat:
v
F
g *Yc
v2 v2
E Yc ..... menurut Froude Yc
2g g
maka:
1
E Yc Yc
2
3
E Yc
2
Sebelum melakukan percobaan, alat dikalibrasikan dulu pada titik nol terhadap
dasar saluran. Setelah itu kita mengalirkan air dengan debit tertentu yang
memungkinkan terjadinya aliran yang diinginkan. Kemudian mengatur kedudukan
pintu sorong. Selanjutnya menentukan kira-kira pada interval berapa profil air loncat
masih cukup baik. Setelah aliran stabil, ukur dan catat Yo, Yg, Y1, Ya, Yb, Xa, dan Xb
dimana:
Yo = tinggi muka air di hulu pintu sorong
Yg = tinggi bukaan pintu sorong terhadap dasar saluran
Y1 = tinggi muka air terendah di hilir pintu sorong
Ya = tinggi muka air tepat sebelum air loncat
Yb = tinggi muka air tepat setelah air loncat
Xa = kedudukan horisontal titik Ya dari titik acuan jarak horisontal
Xb = kedudukan horisontal titik Yb dari titik acuan jarak horisontal.
Percobaan dilakukan minimal lima kali dengan mengubah kedudukan pintu
sorong.
Menentukan kedudukan pintu sorong terhadap dasar saluran (Yg tetap). Alirkan
air dengan debit minimum yang memungkinkan terjadinya aliran yang diinginkan.
Setelah aliran stabil, ukur dan catat Yo, Yg, Y1, Ya, Yb, Xa, dan Xb. Percobaan
dilakukan minimal lima kali dengan mengubah debit aliran
Hitung besarnya debit (Q) dengan menggunakan rumus debit hasil dari
pengukuran pada manometer air raksa.
Hitung koefisien kontraksi (Cc).
Hitung koefisien kecepatan (Cv).
Hitung Fg dan Fh.
6.7.1 Dengan menggunakan salah satu data pada percobaan A : Debit tetap
6.7.1.1Pintu Sorong
Menghitung Q
Q 171,81 * * H 1 H 2
Q 1065.935 cm3/s
Menghitung Qt
2 gy 0
Qt by1
y1
1
y0
2 981 10,4
Qt 8 1
1
1
10, 4
Qt 1091,49 cm3/s
Menghitung Cc
Y1 1
Cc
Yg 1,6
Cc 0,625
Menghitung Cv
Qa 1065.935
Cv
Qt 1091,49
Cv 0.9765
Menghitung Fg
1 2 Q 2 Y1
Fg Y0 Y1 2 1
2 b * Y1 Y0
1 2 1065,93 2 1
Fg * 1 * 981* 10,4 1 1 * 2
* 1
2 8 *1 10,4
Fg 36515.65 gr/s2
Menghitung Fh
Fh 0.5 * * g * Yo Yg
2
Fh 37984,32 gr / s 2
Q 171808 * * H
Q 171,808 * * 3.9
Q 1065.935 cm3/s
Menghitung Fra
v Q
Fra
g*y b * Ya * g * Ya
1065.935
Fra
8 * 2.1 * 981 * 2.1
Fra 1.398
Yb 1
{
* 1 8 * Fra 2 1
Ya 2
}
Yb 1
*
Ya 2
{ 1 8 *1.398 2
1}
Yb Yateori 1.539
H
Yb Ya 3
4 * Ya * Yb
H
3.7 2.1 3
4 * 2.1 * 3.7
H 0.1317 cm
Q2 1065.935 2
Yc 3 3
b2 * g 8 2 * 981
Yc 2.084 cm
3 3
E min Yc * 2.084
2 2
E min 3.125 cm
Menghitung Q
Q 171,81 * * H 1 H 2
Q 2257.965 cm3/s
Menghitung Qt
2 gy 0
Qt by1
y1
1
y0
2 981 15
Qt 8 2,1
2,1
1
1,5
Qt 1860,36 cm3/s
Menghitung Cc
Y1 2,1
Cc
Yg 3
Cc 0,70
Menghitung Cv
Qa 1829,47
Cv
Qt 1860,36
Cv 0,98
Menghitung Fg
1 2 Q 2 Y1
Fg Y0 Y1 2 1
2 b * Y1 Y0
1 2 2257.9657 2 2,1
Fg *1 * 981 * 15 2,1 1 * 2
* 1
2 8 * 2,1 15
Fg 75575.65gr/s2
Menghitung Fh
Fh 0.5 * * g * Yo Yg
2
Fh 0.5 * 1 * 981 * 15 3
2
Fh 70632 gr / s 2
Q 171808 * * H
Q 171,808 * * 17.5
Q 2257.965 cm3/s
Menghitung Fra
v Q
Fra
g*y b * Ya * g * Ya
2257.965
Fra
8 * 3.5 * 981 * 3.5
Fra 1.376
Yb 1
{
* 1 8 * Fra 2 1
Ya 2
}
Yb 1
*
Ya 2
{ 1 8 *1.376 2
1}
Yb Ya teori 1.509
H
Yb Ya 3
4 * Ya * Yb
H
5.2 3.5 3
4 * 3.5 * 5.2
H 0.067 cm
Q2 2257.965 2
Yc 3 3
b2 * g 8 2 * 981
Yc 3.437 cm
3 3
E min Yc * 3.437
2 2
E min 5.155 cm
Yg y0 y1 Xa Ya Xb Yb
1.5 13 0.85 397.8 2.1 415 3.7
2 11.4 1.1 347 1.9 359 3.7
1.8 10.6 1.3 354 2 367 3.9
2.4 7.9 1.5 259 1.8 273 4.5
2.6 10.4 1 311 1.2 322.5 3.6
Bilangan
Froude
Qdebit tetap (Fra) Yb/Ya teori delta h Yc Eminimum
1065.934734 1.397903 1.539183217 0.131788932 2.083822631 3.125733947
1065.934734 1.624335 1.850942639 0.207396871 2.083822631 3.125733947
1065.934734 1.504046 1.685019214 0.219839744 2.083822631 3.125733947
1065.934734 1.76156 2.040902426 0.6075 2.083822631 3.125733947
1065.934734 3.236192 4.103897788 0.8 2.083822631 3.125733947
E y1 E ya Eminimum E yb E y0 E y2
(yg = 3 cm)
Bacaan
No. Manometer Praktikum Pintu Sorong Cm)
H1 (cm) H2 (cm) H2 - H1 (cm) H2 - H1 kalibrasi y2 y0 y1
1 27.2 15.7 11.5 12.1 5.5 15 2.1
2 26.2 16.7 9.5 10.1 5.3 13.3 1.9
3 24.7 18.2 6.5 7.1 5.6 9.9 2
4 24.4 18.4 6 6.6 5.7 8.5 1.95
5 23.9 18.9 5 5.6 5.2 7.5 2.1
yg/yo Cv Fg Fg/Fh
(H1-H2)
H1 H2 (H1-H2) kalibrasi y2 y0 y1
27.2 15.7 11.5 17.5 5.5 15 2.1
26.2 16.7 9.5 15.5 5.3 13 1.9
24.7 18.2 6.5 12.5 5.6 9.9 2
24.4 18.4 6 12 5.7 8.5 1.95
23.9 18.9 5 11 5.2 7.5 2.1
Yb/Ya
Yg Xa Ya Xb Yb A=Ya*8 v=Q/A ukur L L/Yb
3 382 3.5 399 5.2 28 80.64163 1.485714 17 3.2692308
3 316 2.9 342 5.4 23.2 91.59593 1.862069 26 4.8148148
3 292.5 2.8 303 5.3 22.4 85.19327 1.892857 10.5 1.9811321
3 246.4 2.7 263.25 5.3 21.6 86.56357 1.962963 16.85 3.1792453
3 196.5 2.8 221 5.6 22.4 79.91837 2 24.5 4.375
Bilangan
Qdebit Froude
berubah (Fra) Yb/Ya teori delta h Yc Eminimum
2257.965671 1.376229 1.509480974 0.067486264 3.4370451 5.15556765
2125.025567 1.717286 1.979545033 0.249441252 3.300778998 4.951168498
1908.329294 1.625518 1.852576768 0.263224394 3.072386765 4.608580148
1869.773213 1.681972 1.930650227 0.307058001 3.030862935 4.546294403
1790.171559 1.524871 1.713699021 0.35 2.944218991 4.416328487
E y1 E ya Eminimum E yb E y0 E y2
11.30697795 6.814512063 5.15556765 6.701581833 15.18045677 6.842240422
11.86189914 7.176154089 4.951168498 6.63328038 13.2127956 6.580258309
9.250495139 6.499232214 4.608580148 6.332466378 10.19590838 6.524808053
9.271999036 6.519190855 4.546294403 6.291167723 8.885355036 6.55693756
7.887243285 6.055324348 4.416328487 6.413831087 7.953719874 6.143851438
Trendline : Linear intercept 1. Grafik ini dibuat dengan tujuan mencari bukaan
pintu yang paling baik, yaitu besar bukaan pintu dimana gaya dorong pada pintu
sorong akibat tekanan hidrostatis (Fh) sama dengan gaya dorong di sisi lain pintu
sorong (Fg). Supaya pintu sorong memiliki gaya tahan, maka 0<Yg<Yo. Gaya ideal
yang dialami pintu sorong Fg/Fh=1. Dengan diketahui nilai-nilai Fg/Fh dan Yg/Yo,
maka dapat didisain pintu sorong yang tepat.
Trendline : Linear intercept nol. Grafik ini berupa garis lurus dengan kemiringan
cukup tajam. Trendline yang digunakan adalah linear intercept nol karena
kecenderungan titik-titiknya membentuk garis lurus dan dengan trendline tersebut
jarak titik-titik terhadap trendline sangat kecil. Grafik idealnya adalah berupa
persamaan garis Y=X, sedangkan grafik yang kami peroleh tidak tepat berhimpit
dengan ideal namun tidak jauh menyimpang. Hal ini disebabkan karena sulitnya
menentukan lokasi titik yang tepat sebelum dan sesudah loncat. Grafik Yb/Ya (ukur)
vs Yb/Ya (teori) yang didapat dari rumus, idealnya membentuk persamaan garis Y=X.
Hal ini menunjukkan bahwa hasil yang didapat dari pengukuran dan hasil teori yang
didapat berdasarkan rumus adalah sama.
Grafik ini tidak dimulai dari titik (0,0) disebabkan oleh kesalahan pengukuran,
tetapi dapat juga karena kalibrasi alat yang tidak tepat. Dari percobaan yang
dilakukan, grafik untuk nilai debit yang tetap tidak tepat membentuk sudut 45 o
dengan nilai tangen yang mendekati 1, tetapi lebih besar dari 1. Ini berarti nilai debit
hasil pengamatan lebih besar dari pada nilai debit hasil perhitungan. Begitu pula
untuk grafik nilai debit yang berubah, didapatkan bahwa sudut yang dibentuk
berdasarkan sumbu horizontal lebih kecil dari 45 o dengan nilai tangen yang lebih kecil
dari 1. Ini berarti nilai debit hasil perhitungan lbih besar dari pada hasil pengamatan.
Kedua hal ini terjadi demikian, mungkin disebabkan adanya fluktuasi debit atau
aliran yang belum stabil sehingga membuat perbedaan diantara dua hasil
perhitungan.
Pada grafik ini data yang diketahui ialah L yang merupakan panjang
loncatan air loncat, Yb merupakan tinggi muka air sesaat setelah air loncat
dan Fra merupakan bilangan Froude yang dihitung pada saat sebelum air
loncat (Ya). Pada grafik terlihat bahwa bilangan Froude bernilai lebih dari 1
semuanya. Ini memperlihatkan bahwa kondisi tepat sebelum air loncat halnya
ialah selalu superkritis, yang mana air loncat itu terjadi dari kondisi
superkritis ke subkritis. L/Yb pada grafik ini ialah untuk melihat bagaimana
profil saat terjadi air loncat tersebut. Jadi yang dapat dilihat pada grafik ini
ialah seberapa jauh air loncat itu terjadi jika diawali dengan kondisi
superkritis dengan bilangan Froude tertentu. Jadi dengan begitu dapat dilihat
profil air loncat tersebut.
Grafik Y VS E Untuk debit berubah tidak jauh berbeda dengan yang debit tetap.
Terlihat bahwa grafik berbentuk lengkung dan dibatasi oleh garis Y=X dan Y=0 sebagai
asimtot miring dan datarnya . Untuk suatu harga E tertentu terdapat 2 harga Y yang
artinya untuk suatu energi tertentu terdapat 2 kedalaman . Pada bagian kiri grafik
atau pada ujung lengkungannya ada satu harga Y untuk suatu harga E. Ini disebut
kedalaman kritis. Dari grafik energi khas pada debit tetap, perubahan kurva tidak
begitu besar jika dibandingkan dengan kurva pada debit yang berubah. Semakin besar
debit, maka nilai Yc akan semakin besar. Dari grafik ini juga dapat ditentukan nilai
Yc dengan energi khas minimum serta dua nilai Y yang akan memberikan nilai energi
khas yang sama.
Titik kritis masing-masing grafik, jika dihubungkan menuju titik (0,0), akan
membentuk garis. Garis ini akan menjadi batas antara aliran super kritis dan aliran
sub kritis. Grafik yang berada diatas garis tersebut merupakan aliran subkritis
sedangkan yang berada di bawahnya merupakan aliran super kritis.
6.10.1 KESIMPULAN
1. Aliran yang melewati pintu sorong akan mengalami perubahan kondisi dari
subkritis ke superkritis, artinya aliran yang keluar dari pintu sorong
memiliki kecepatan yang besar. Selanjutnya aliran akan mengalami
keadaan air loncat yang kondisinya berubah dari superkritis ke subkritis.
Semakin kecil bukaan pintu sorong, jarak air loncat dari pintu makin jauh.
2. Koefisien kecepatan (Cc) dan koefisien kontraksi (Cv) dapat ditentukan
nilainya dari grafik Cc VS Yg/Yo dan Cv VS Yg/Yo.
3. Pada pintu sorong terjadi gaya-gaya, yaitu gaya dorong akibat tekanan
hidrostatik (Fh) dan gaya dorong lainnya yang bekerja pada sisi pintu
sorong yang melawan tekanan air (Fg).
4. Aliran yang keluar dari pintu sorong akan mengalami keadaan loncat,
dimana dalam keadaan loncat tersebut terjadi kehilangan energi dan
terjadi perubahan kondisi dari superkritis ke subkritis.
5. Energi yang hilang akibat adanya air loncat dapat dihitung dengan rumus :
h
Yb Ya 3
4 * Ya * Yb
Dari percobaan didapat delta h rata-rata untuk debit tetap adalah 0.39
dan delta h rata-rata untuk debit berubah adalah 0.25 .
6. Untuk mencari nilai kedalaman kritis dapat dilakukan dengan
menggambarkan grafik Y Vs E dimana nilai y kritis berbanding lurus dengan
debit. Dari grafik tersebut pula kita dapat mengetahui letak aliran yang
subkritis dan superkritis.
6.10.2 SARAN
6.11 REFERENSI
Lampiran