Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

Skenario 1
Seorang neonatus perempuan berusia 3 tahun, dibawa ke RSU, dengan keluhan perut
membuncit, bayi tersebut dilahrikan disebuah desa di pulau kelang oleh dukun
beranak. Keluhan semakin memberat mebuat bayi terlihat sesak, bayi sudah beberapa
kali muntah, menurut ibu dipopok bayi terdapat feses, Riwayat minum sedikit, pada
pemeriksaan fisik anal dimple (+).
Step 1:
Kata sukar:
1. Anal Dimple: Lekukan pada daerah sekitar anus
Kata kunci:
1. Neonatus perempuan berusia 3 hari.
2. Keluhan perut membuncit.
3. Keluhan semakin berat, bayi terlihat sesak.
4. Muntah beberapa kali.
5. Popok terdapat fese.
6. Anal dimple (+).

Step 2 ( identifikasi masalah ):


1. Bagaimanakah Alur Penegakan Diagnosis dari skenario?
2. Apakah penyebab feses sedikit?
3. Apa saja diagnosis banding dari skenario?
4. Adakah hubungan riwayat persalinan dengan keluhan ini?
5. Apa saja etiologi dari diagnosis kerja?
6. Bagaimanakah patomekanisme dari diagnosis kerja?
7. Bagaimanakah embriologi perkembangan anorektal?
8. Bagaimanakah penatalaksanaan diagnosis kerja?

Atresia Ani| 1
9. Apa saja komplikasi dan prognosis dari diagnosis kerja?
10. Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan muntah?
11. Bagaimanakah patomekanisme gejala pada skenario?

Step 3 ( Menjawab pertanyaan )


1. Alur Penegakan Diagnosis
1.1. Anamnesis:
a. Identitas pasien (Nama, Usia, Jenis kelamin, Alamat)?
b. Apakah Keluhan utama? (Perut kembung)
c. Gejala Penyerta: sesak, sudah beberapa kali muntah?
d. Kapan bayi mulai menunjukan perut kembung, sesak dan muntah?
e. Bagaimana dengan frekuensinya? Dalam sehari bisa berapa?
f. Bisa berapa kali pasien mengalami keluhan tersebut?
g. Apakah ada makanan atau minuman yang memperberat keluhan?
h. Apakah ada riwayat pengobatan sebelumnya.?
i. Apakah pada kehamilan sebelumnya juga demikian? Jika ada?
j. Apakah Mekonium lancar keluar dari anus selama 24 jam pertama
kelahiran?
1.2. Pemeriksaan fisik:
a. Recta toucher.
Feses sedikit indikasi terjadinya malformasi anoreektal.
1.3. Pemeriksaan Penunjang:
a. Tes urine
b. Invertogram (foto dengan posisi terbalik, cahaya dihadapkan ke
throcanter major)
< 1cm dari kulit: letaknya rendah (distal)
> 1cm dari kulit letaknya tinggi
m. Levator sebagai patokan untuk mengklasifikas letak atresia ani.

Atresia Ani| 2
2. Penyebab feses yang keluar sedikit
Adanya mekonium yang dikeluarkan sedikit dikarenakan fistula yang
terhubung dengan saluran kemih sehingga fesesnya dapat juga melewati
saluran urogenital.

3. Diagnosis Banding
3.1. Atersia ani/ Anus Imperforata (Diagnosis Kerja).
a. Atresia ani dengan fistula.
b. Atresia ani tanpa fistula.
3.2. Penyakit Hirschsprung.

4. Hubungan antara riwayat persalinan dengan keluhan


Ada; malformasi anorektal yang didapatkan genetik, sang dukun yang
membantu melahirkan tak langsung memiliki pengetahuan untuk langsung
memeriksa keadaan anus dengan cara colok dubur.

5. Etiologi Diagnosis Kerja


a. Putusnya hubungan saluran pencernaan atas dengan daerah anus.
b. Gangguanorganogeneses dalam kandungan.
c. Sindrom down (trisomi 21).

6. Patomekanisme diagnosis kerja


Gangguan embriogenesis (Hind gut) gangguan pemisahan saluran
urogenital daan anorektal terbentuk fistula dan obstruksi doistensi
abdomen, sequestasi cairan.

7. Embriologi pada pembentukan anus


Perkembangan saluran pencernaan pada mudigah terjadi akibat perkembangan
primitive gut, primitive gut terbagi atas 3 bagian yakni foregut(membentuk

Atresia Ani| 3
saluran cerna bagian atas; faring, saluran respirasi bawah, hepar),
midgut(membentuk duodenum, kolon ascendens sebagian sedikit dari kolon
transversum) dan hindgut(turun dengan kloaka akan membentuk saluran
urogenital dan anorektal). Pada minggu ke 5 prekusor saluran aorektal dengan
urogenital telah terbentuk, pada minggu ke 6 septum urorektal akan membagi
kloaka anterior menjadi saluran urogenital dan kloaka posterior yang
membentuk saluran anorektal, pada akhir minggu ke 9 anus akan terbuka
sampai ke permukaan.

8. Penatalaksanaan
a. NIDAR(Nuctifer, Infus(cairan4:1), Dekompresi, Antibiotik, Rujuk).
b. Jika fistula terletak rendah anoplasty
c. Kolostomi: left transversal colostomy, sebagai preoteksi, lebih mobile dan
lebih mudah.

9. Komplikasi dan Prognosis


9.1. Komplikasi
a. Infeksi saluran kemih.
b. Kerusakan uretra akibat prosedur bedah.
c. Prolaps mukosa anorektal
9.2. Prognosis
Sesuai dengan penatalaksanaan, semakin baik dann semakin cepat
tatalaksana diberikan maka prognosis akan makin baik.
Jika diberi tindakan operasi Postero Sagital Anrektooplasty ad
bonam.

10. Faktor yang menyebabkan muntah pada skenario


Terjadi reflux isi lambung ke saluran cerna bagian atas akibat obstruksi pada
usus, pengeluaran SGOT dan SGPT yang bersifat iritan oleh lambung, hal ini

Atresia Ani| 4
menyebabkan nervus vagus mengirim sinyal pada otak untuk melakukan
refleks muntah.

11. Patomekanisme gejala


a. Sesak nafas
Distensi abdomen, penumpukan isi lambung tekanan diafrgma,
Kembalinyaa feses ke rektum absorbsi hilangnya ion bikarbonat
asidosis hiperkloremia.
b. Perut membuncit
Makanan yang tertahan di abdomen yang sulit dikeluarkan akibat
obstruksi.

Atresia Ani| 5
Step 4 Mind mapping:

Neonatus perempuan Persalinan oleh dukun


Usia 3 hari beranak

K.U: Perut membuncit Pada popok bayi feses


sedikit

K.T: 1. Bayi terlihat Sesak


2. Beberapa kali muntah

Diagnosis Banding:
1. Malformasi
Anamnesis: Anorektal(A
1. Identitas tresia ani)
2. Riwayat keluhan 2. Hirschsprun
3. Riwayat kehamilan g disease
Pemeriksaan Fisik:
1. Rektal toucher

DK: Atresia Ani

Alur Penegakan Diagnosis Etiologi Patomekanisme Tatalaksana Komplikasi dan


Diagnosis Banding DK & Gejala Prognosis

Perut Sesak Muntah


membuncit

Atresia Ani| 6
Step 5 (Learning Objective)
1. Mahasiswa mampu menjelaskan alur penegakan diagnosis.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan diagnosis banding.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi sehubungan skenario.
4. Mahasiswa mampu menjelaskan patomekanisme sehubungan skenario.
5. Mahasiswa mampu menjelaskan patomekanisme gejala sehubungan skenario.
6. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan untuk pasien.
7. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi dan prognosis.

Step 6 (Belajar Mandiri )


Step 7 (Menjawab LO)

Atresia Ani| 7
BAB II
PEMBAHASAN

1. Mahasiswa mampu menjelaskan Alur Penegakan Diagnosis.

Anamnesis dan pemenksaan fisik yang teliti sangat membantu


penegakan diagnosis atresia ani. Pada pasien atresia ani 90-95% disertai
dengan fistula, bila tidak dijumpai fistula akan muncul tanda obstruksi.1
Diagnosis atresia ani letak rendah dan translevator dapat dibuat dengan
pemeriksaan fisik perineum. Bayi ditempatkan dalam posisi litotomi dengan
pencahayaan yang cukup, dilakukan penelusuran lubang anus dengan
menggunakan termometer, pipa sonde ukuran 5F, spekulum nasal atau probe
ductus lakrimalis. Pada bayi laki-laki dilakukan penelusuran dari anal dimple
ke medial sampai ke arah penis. Sedangkan pada perempuan dilakukan
penelusuran dari lubang di perineum ke arah vestibulum.1
Pena mempunyai cara penegakan diagnosis yang berbeda, pada laki-laki
dilakukan pemeriksaan perineal dan urinalisis. Bila ditemukan fistula pehneal,
bucket handle, stenosis ani, atau membran ani berarti merupakan atresia ani
letak rendah dan tindakan yang dilakukan adalah minimal posterosagittal
anorectoplasty. Sedang apabila pada pemeriksaan urinalisis ditemukan
mekonium, udara dalam vesika urinaria serta flat bottom berarti merupakan
atresia ani letak tinggi sehingga perlu dilakukan kolostomi dan delapan
minggu kemudian dilakukan tindakan opeasi definitif. Pena juga
menganjurkan evaluasi yang ketat di daerah perineum selama 24 jam sebelum
dilakukan pemeriksaan penunjang yang lain, agar diagnosis adanya fistula
benar - benar jelas. Pemeriksaan radiologis dilakukan bila masih ada keraguan
dalam penegakan diagnosis. Dapat pula dilakukan pemenksaan radiologis
dengan posisi bagian atas bayi diletakkan di bawah selama 3-5 menit, dengan
petanda yang ditempelkan di kulit pada proyeksi anus. Posisi ini pertama kali

Atresia Ani| 8
ditemukan oleh Wageenstein dan Rice pada tahun 1930. Secara normal udara
/ gas akan mencapai rektum dalam waktu 18 jam setelah lahir. Pemeriksaan
ini disebut juga invertogram.1
Goon tahun 1986 mengemukakan bahwa dengan posisi knee chest pasien
dibiarkan dalam posisi ini selama 3-5 menit, kemudian diambil foto dengan
sinar dari proyeksi lateral dengan pusat trochanter mayor. Teknik ini
merupakan metode yang paling aman terutama bila atresia ani merupakan
suatu kesatuan bersama kelainan kongenital lain, seperti fistula
tracheoesophageal untuk menghindari mengalirnya cairan lambung ke paru-
paru. Disebut kelainan letak rendah bila jarak akhiran rektum dan kulit kurang
dan 1 cm, sedangkan disebut kelainan letak tinggi bila jarak akhiran rektum
dan kulit lebih dari 1 cm.1

2. Mahasiswa mampu menjelaskan diagnosis banding.

2.1.1. Atresia Ani.


a. Definisi.
Atresia ani atau anus imperforata atau malformasi anorektal
adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau anus tidak
sempurna, termasuk didalamnya agenesis ani, agenesis rekti dan
atresia rekti. Insiden 1:5000 kelahiran yang dapat muncul sebagai
sindroma VACTRERL (Vertebra, Anal, Cardial, Esofageal, Renal,
Limb).2
b. Patofisiologi.
Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum
anorektal pada kehidupan embrional. Manifestasi klinis
diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula. Obstruksi ini
mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah
dengan segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel

Atresia Ani| 9
menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi
asidosis hiperkloremia, sebaliknya feses mengalir kearah traktus
urinarius menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini
biasanya akan terbentuk fistula antara rektum dengan organ
sekitarnya. Pada perempuan, 90% dengan fistula ke vagina
(rektovagina) atau perineum (rektovestibuler). Pada laki-laki
umumnya fistula menuju ke vesika urinariaatau ke prostat
(rektovesika) bila kelainan merupakan letak tinggi, pada letak
rendah fistula menuju ke uretra (rektouretralis).2
c. Etiologi.
Atresia ani atau anus imperforata dapat disebabkan karena:
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah
dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur.
2. Gangguan organogenesis dalam kandungan.
3. Berkaitan dengan sindrom down.2
d. Gejala.
Gejala yang menunjukan terjadinya malformasi anorektal terjadi
dalam waktu 24-48 jam. Gejala itu dapat berupa:
1. Perut kembung.
2. Muntah.
3. Tidak bisa buang air besar.
4. Pada pemeriksaan radiologis dengan posisi tegak serta
terbalik dapat dilihat sampai dimana terdapat
penyumbatan.2
2.1.2. Hirschsprung Disease.
a. Definisi.
Hischsprung Disease (HD) adalah kelainan kongenital dimana
tidak dijumpai pleksus auerbach dan pleksus meisneri pada kolon.
sembilan puluh persen (90%) terletak pada rectosigmoid, akan

Atresia Ani| 10
tetapi dapat mengenai seluruh kolon bahkan seluruh usus (Total
Colonic Aganglionois (TCA)). Tidak adanya ganglion sel ini
mengakibatkan hambatan pada gerakan peristaltik sehingga terjadi
ileus fungsional dan dapat terjadi hipertrofi serta distensi yang
berlebihan pada kolon yang lebih proksimal.3
b. Etiologi.
Penyakit Hirschsprung disebabkan karena kegagalan migrasi
sel-sel saraf parasimpatis myentericus dari cephalo ke caudal.
Sehingga sel ganglion selalu tidak ditemukan yang dimulai dari
anus dan panjangnya bervariasi ke proksimal.3
c. Patofisiologi.
Kelainan pada penyakit ini berhubungan dengan spasme pada
distal colon dan sphincter anus internal sehingga terjadi obstruksi.
Maka dari itu bagian yang abnormal akan mengalami kontraksi di
segmen bagian distal sehingga bagian yang normal akan
mengalami dilatasi di bagian proksimalnya. Bagian aganglionik
selalu terdapat dibagian distal rectum.Dasar patofisiologi dari HD
adalah tidak adanya gelombang propulsive dan abnormalitas atau
hilangnya relaksasi dari sphincter anus internus yang disebabkan
aganglionosis, hipoganglionosis atau disganglionosis pada usus
besar.3
1. Hipoganglionosis
Pada proximal segmen dari bagian aganglion terdapat area
hipoganglionosis. Area tersebut dapat juga merupakan
terisolasi. Hipoganglionosis adalah keadaan dimana jumlah
sel ganglion kurang dari 10 kali dari jumlah normal dan
kerapatan sel berkurang 5 kali dari jumlah normal. Pada
colon inervasi jumlah plexus myentricus berkurang 50%
dari normal. Hipoganglionosis kadang mengenai sebagian

Atresia Ani| 11
panjang colon namun ada pula yang mengenai seluruh
colon.
2. Imaturitas dari sel ganglion
Sel ganglion yang imatur dengan dendrite yang kecil dikenali
dengan pemeriksaan LDH (laktat dehidrogenase). Sel saraf
imatur tidak memiliki sitoplasma yang dapat menghasilkan
dehidrogenase. Sehingga tidak terjadi diferensiasi menjadi
sel Schwanns dan sel saraf lainnya. Pematangan dari sel
ganglion diketahui dipengaruhi oleh reaksi
succinyldehydrogenase (SDH). Aktivitas enzim ini rendah
pada minggu pertama kehidupan. Pematangan dari sel
ganglion ditentukan oleh reaksi SDH yang memerlukan
waktu pematangan penuh selama 2 sampai 4 tahun.
Hipogenesis adalah hubungan antara imaturitas dan
hipoganglionosis.
3. Kerusakan sel ganglion
Aganglionosis dan hipoganglionosis yang didapatkan dapat
berasal dari vaskular atau nonvascular. Yang termasuk
penyebab nonvascular adalah infeksi Trypanosoma cruzi
(penyakit Chagas), defisiensi vitamin B1, infeksi kronis
seperti Tuberculosis. Kerusakan iskemik pada sel ganglion
karena aliran darah yang inadekuat, aliran darah pada segmen
tersebut, akibat tindakan pull through secara Swenson,
Duhamel, atau Soave.
d. Diagnosis.
Anamnesis Diagnosis penyakit ini dapat dibut berdasarkan
adanya konstipasi pada neonatus. Gejala konstipasi yang sering
ditemukan adalah terlambatnya mekonium untuk dikeluarkan
dalam waktu 48 jam setelah lahir. Tetapi gejala ini biasanya

Atresia Ani| 12
ditemukan pada 6% atau 42% pasien. Gejala lain yang biasanya
terdapat adalah: distensi abdomen, gangguan pasase usus, poor
feeding, vomiting. Apabila penyakit ini terjdi pada neonatus yang
berusia lebih tua maka akan didapatkan kegagalan pertumbuhan.
Hal lain yang harus diperhatikan adalah jika didapatkan periode
konstipasi pada neonatus yang diikuti periode diare yang massif
kita harus mencurigai adanya enterokolitis. Pada bayi yang lebih
tua penyakit hirschsprung akan sulit dibedakan dengan kronik
konstipasi dan enkoperesis. Faktor genetik adalah faktor yang
harus diperhatikan pada semua kasus. Pemeriksaan barium enema
akan sangat membantu dalam menegakkan diagnosis. Akan tetapi
apabila barium enema dilakukan pada hari atau minggu awal
kelahiran maka zone transisi akan sulit ditemukan. Penyakit
hirschsprung klasik ditandai dengan adanya gambaran spastic pada
segmen distal intestinal dan dilatasi pada bagian proksimal
intestinal.3
e. Gejala Klinis.
Pada bayi yang baru lahir, kebanyakan gejala muncul 24 jam
pertama kehidupan. Dengan gejala yang timbul: distensi abdomen
dan bilious emesis. Tidak keluarnya mekonium padsa 24 jam
pertama kehidupan merupakan tanda yang signifikan mengarah
pada diagnosis ini. Pada beberapa bayi yang baru lahir dapat
timbul diare yang menunjukkan adanya enterocolitis. Pada anak
yang lebih besar, pada beberapa kasus dapat mengalami kesulitan
makan, distensi abdomen yang kronis dan ada riwayat konstipasi.
Penyakit hirschsprung dapat juga menunjukkan gejala lain seperti
adanya periode obstipasi, distensi abdomen, demam, hematochezia
dan peritonitis. Kebanyakan anak-anak dengan hirschsprung
datang karena obstruksi intestinal atau konstipasi berat selama

Atresia Ani| 13
periode neonatus. Gejala kardinalnya yaitu gagalnya pasase
mekonium pada 24 jam pertama kehidupan, distensi abdomen dan
muntah. Beratnya gejala ini dan derajat konstipasi bervariasi antara
pasien dan sangat individual untuk setiap kasus. Beberapa bayi
dengan gejala obstruksi intestinal komplit dan lainnya mengalami
beberapa gejala ringan pada minggu atau bulan pertama
kehidupan. 2 Beberapa mengalami konstipasi menetap, mengalami
perubahan pada pola makan, perubahan makan dari ASI menjadi
susu pengganti atau makanan padat. Pasien dengan penyakit
hirschsprung didiagnosis karena adanya riwayat konstipasi,
kembung berat dan perut seperti tong, massa faeses multipel dan
sering dengan enterocolitis, dan dapat terjadi gangguan
pertumbuhan. Gejala dapat hilang namun beberapa waktu
kemudian terjadi distensi abdomen. Pada pemeriksaan colok dubur
sphincter ani teraba hipertonus dan rektum biasanya kosong.
Umumnya diare ditemukan pada bayi dengan penyakit
hirschsprung yang berumur kurang dari 3 bulan. Bagaimanapun
hubungan antara penyakit hirschsprung dan enterokolitis masih
belum dimengerti. Dimana beberapa ahli berpendapat bahwa
gejala diare sendiri adalah enterokolitis ringan.3

3. Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi sehubungan skenario.

Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:4,5,6


1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga
bayi lahir tanpa lubang dubur
2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12
minggu/3 bulan

Atresia Ani| 14
3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik
didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang
terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.4,5,6

4. Mahasiswa mampu menjelaskan patomekanisme sehubungan skenario.

Secara embriologi, saluran pencernaan berasal dari foregut, midgut


dan hindgut. Foregut akan membentuk faring, sistem pernafasan bagian
bawah, esofagus, lambung sebagian duodenum, hati dan sistem bilier serta
pankreas. Midgut membentuk usus halus, sebagian duodenum, sekum,
appendik, kolon asenden sampai pertengahan kolon transversum. Hindgut
meluas dari midgut hingga ke membrana kloaka, membrana ini tersusun dari
endoderm kloaka, dan ektoderm dari protoderm/analpit . Usus terbentuk mulai
minggu keempat disebut sebagai primitif gut.7
Kegagalan perkembangan yang lengkap dari septum urorektalis
menghasilkan anomali letak tinggi atau supra levator. Sedangkan anomali
letak rendah atau infra levator berasal dari defek perkembangan proktoderm
dan lipatan genital. Pada anomali letak tinggi, otot levator ani
perkembangannya tidak normal. Sedangkan otot sfingter eksternus dan
internus dapat tidak ada atau rudimenter.8
Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada
kehidupan embrional. Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan
adanya fistula. Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi
cairan, muntah dengan segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel
menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis
hiperkloremia, sebaliknya feses mengalir kearah traktus urinarius
menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk

Atresia Ani| 15
fistula antara rektum dengan organ sekitarnya. Pada perempuan, 90% dengan
fistula ke vagina (rektovagina) atau perineum (rektovestibuler).7
Pada laki-laki umumnya fistula menuju ke vesika urinaria atau ke prostat
(rektovesika) bila kelainan merupakan letak tinggi, pada letak rendah fistula
menuju ke uretra (rektouretralis).
Klasifikasi yang paling sering digunakan untuk malformasi anorektal adalah
klasifikasi Wingspread yang membagi malformasi anorektal menjadi letak
tinggi, intermedia dan letak rendah. Akan tetapi, untuk tujuan terapi dan
prognosis digunakan klasifikasi yang dibuat berdasarkan jenis.
Melbourne membagi berdasarkan garis pubokoksigeus dan garis yang
melewati ischii kelainan disebut:
a. Letak tinggi apabila rektum berakhir diatas muskulus levator ani
(muskulus pubokoksigeus).
b. Letak intermediet apabila akhiran rektum terletak di muskulus levator ani.
c. Letak rendah apabila akhiran rektum berakhir bawah muskulus levator
ani.7,8

5. Mahasiswa mampu menjelaskan patomekanisme gejala sehubungan


skenario.

Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada


kehidupan embrional. Terjadi atresia ani karena tidak ada kelengkapan
migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7 dan 10 minggu dalam
perkembangan fetal.9,10
Kegagalan migrasi juga dikarenakan oleh kegagalan dalam agenesis sakral
dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan usus besar
yang keluar melalui anus menyebabkan fekal tidak dapat dikeluarkan
sehingga intestinal mengalami obstruksi. Manifestasi klinis diakibatkan
adanya obstruksi dan adanya fistula. Fistula menghambat pengeluaran

Atresia Ani| 16
mekonium kolon sehingga terjadi obstruksi. Obstruksi ini mengakibatkan
distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan segala akibatnya.9,10
Bayi dengan kelainan tipe kedua yang tidak disertai fistula/fistula terlalu kecil
untuk dilalui mekonium sering akan mengalami obstruksi usus dalam 48 jam
stelah lahir. Didaerah anus seharusnya terbentuk penonjolan membran tipis
yang tampak lebih gelap dari kulit disekitarnya, karena mekonium terletak
dibalik membrane tersebut. Kelainan letak tinggi atau agenesis rectum
seharusnya terdapat suatu lekukan yang berbatas tegas dan memiliki pigmen
yang lebih banyak daripada kulit disekitarnya sehingga pada pemeriksaan
fisik dapat ditemukan lubang fistulla pada dinding posterior vagina/perinium,
atau tanda-tanda adanya fistula rektourinaria. Fistula rektourinaria biasanya
ditandai oleh keluarnya mekonium serta keluarnya udara dari uretra.
Diagnosis keempat dapat terlewatkan sampai beberpa hari karena bayi tampak
memiliki anus yang normal namun salurran anus pendek dan berakhir buntu.
Manifestasi obstruksi usus terjadi segera setelah bayi lahir karena bayi tidak
dapat mengeluarkan mekonium.9,10
Manifestasi klinis yang timbul karena adanya obstruksi sehuingga meconium
tidak dapat keluar terjadi peningkatan intraabdomen yang dapat merangsang
terjadinya muntah, seliah itu dengan adanya obstruksi maka perut akan terlihat
kembung dan gangguan pada pross defekasi (terhambat). Selama pergerakan
usus, mekonium melewati usus besar ke rektum dan kemudian menuju anus.
Adanya persarafan di anal kanal membantu sensasi keinginan untuk buang air
besar (BAB) dan juga menstimulasi aktivitas otot. Otot tersebut membantu
mengontrol pengeluaran feses saat buang air. Pada bayi dengan malformasi
anorektal (atresia ani) terjadi beberapa kondisi abnormal sebagai berikut:
lubang anus sempit atau salah letak di depan tempat semestinya, terdapat
membrane pada saat pembukaan anal, rectum tidak terhubung dengan anus,
rectum terhubung dengan saluran kemih atau sistem reproduksi melalui
fistula, dan tidak terdapat pembukaan anus.9,10

Atresia Ani| 17
Distensi abdomen menyebabkan penekanan tekanan intraabdomen ke torakal
sehingga pasien mengalami gangguan nafas. Muntah diakibatkan oleh
kegagalan pengeluaran mekonium yang menimbulkan refleks kolon. Apabila
urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi
sehingga terjadi asidosis hiperkloremia, sebaliknya feses mengalir ke arah
traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang.9,10
Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara rektum dengan organ
sekitarnya. Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau
perineum (rektovestibuler). Pada laki-laki biasanya letak tinggi, umumnya
fistula menuju ke vesika urinaria atau ke prostate. (rektovesika). Pada letak
rendah fistula menuju ke uretra (rektourethralis).9,10

6. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan untuk pasien.

Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani


letak tinggi harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Pada beberapa waktu
lalu penanganan atresia ani menggunakan prosedur abdominoperineal
pullthrough, tapi metode ini banyak menimbulkan inkontinen feses dan
prolaps mukosa usus yang lebih tinggi. Pena dan Defries pada tahun 1982
memperkenalkan metode operasi dengan pendekatan postero sagital
anorektoplasti, yaitu dengan cara membelah muskulus sfingter eksternus dan
muskulus levator ani untuk memudahkan mobilisasi kantong rektum dan
pemotongan fistel.11,13
Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari fungsinya secara jangka
panjang, meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik serta
antisipasi trauma psikis. Untuk menangani secara tepat, harus ditentukankan
ketinggian akhiran rektum yang dapat ditentukan dengan berbagai cara antara
lain dengan pemeriksaan fisik, radiologis dan USG. Komplikasi yang terjadi
pasca operasi banyak disebabkan oleh karena kegagalan menentukan letak

Atresia Ani| 18
kolostomi, persiapan operasi yang tidak adekuat, keterbatasan pengetahuan
anatomi, serta ketrampilan operator yang kurang serta perawatan post operasi
yang buruk. Dari berbagai klasifikasi penatalaksanaannya berbeda tergantung
pada letak ketinggian akhiran rektum dan ada tidaknya fistula. Leape.
menganjurkan pada :11,13
1. letak tinggi dan intermediet dilakukan sigmoid kolostomi atau
TCD dahulu, setelah 6 12 bulan baru dikerjakan tindakan
definitif (PSARP). Atresia letak rendah dilakukan perineal
anoplasti, dimana sebelumnya dilakukan tes provokasi dengan
stimulator otot untuk identifikasi batas otot sfingter ani ekternus.
2. Bila terdapat fistula dilakukan cut back incicion. Pada stenosis ani
cukup dilakukan dilatasi rutin, berbeda dengan Pena dimana
dikerjakan minimal PSARP tanpa kolostomi. Pena secara tegas
menjelaskan bahwa pada atresia ani letak tinggi dan intermediet
dilakukan kolostomi terlebih dahulu untuk dekompresi dan
diversi. Operasi definitif setelah 4 8 minggu. Saat ini teknik
yang paling banyak dipakai adalah posterosagital anorektoplasti,
baik minimal, limited atau full postero sagital anorektoplasti.11
6.1.1. Teknik Operasi
Diantaranya antara lain:
1. Dilakukan dengan general anestesi, dengan intubasi dengan
posisi pasien tengkurap dan pelvis ditinggikan.
2. Stimulasi perineum dengan alat Pena Muscle Stimulator untuk
identifikasi anal dimple.
3. Insisi bagian tengah sakrum kearah bawah melewati pusat
spingter dan berhenti 2 cm didepannya.
4. Dibelah jaringan subkutis, lemak, parasagital fiber dan muscle
complex.

Atresia Ani| 19
5. Os koksigeus dibelah sampai tampak muskulus levator, dan
muskulus levator dibelah tampak dinding belakang rektum.
6. Rektum dibebas dari jaringan sekitarnya.
7. Rektum ditarik melewati levator, muscle complex dan
parasagital fiber.
8. Dilakukan anoplasti dan dijaga jangan sampai tension
endotrakeal, Penatalaksanaan malformasi anorektal Algoritma
penatalaksanaan malformasi anorektal pada neonatus laki-laki
Dengan inspeksi perineum dapat ditentukan adanya malformasi
anorektal pada 95% kasus malformasi anorektal pada bayi
perempuan.11,12
6.1.2. Prinsip
Penatalaksanaan malformasi anorektal pada bayi perempuan
hampir sama dengan bayi laki-laki. Penatalaksanaan malformasi
anorektal pada bayi perempuan Anoplasty PSARP adalah metode
yang ideal dalam penatalaksanaan kelainan anorektal. Jika bayi
tumbuh dengan baik, operasi definitif dapat dilakukan pada usia 3
bulan. Kontrindikasi dari PSARP adalah tidak adanya kolon. Pada
kasus fistula rektovesikal, selain PSARP, laparotomi atau
laparoskopi diperlukan untuk menemukan memobilisasi rektum
bagian distal. Demikian juga pada pasien kloaka persisten dengan
saluran kloaka lebih dari 3 cm.11,12

6.1.3. Penatalaksanaan Post-operatif Perawatan Pasca Operasi


PSARP
Antibiotik intra vena diberikan selama 3 hari ,salep antibiotik
diberikan selama 8- 10 hari. 2 minggu pasca operasi dilakukan
anal dilatasi dengan heger dilatation, 2 kali sehari dan tiap minggu
dilakukan anal dilatasi dengan anal dilator yang dinaikan sampai

Atresia Ani| 20
mencapai ukuran yang sesuai dengan umurnya. Businasi
dihentikan bila busi nomor 13-14 mudah masuk.13,14
Kalibrasi anus tercapai dan orang tua mengatakan mudah
mengejakan serta tidak ada rasa nyeri bila dilakukan 2 kali sehari
selama 3-4 minggu merupakan indikasi tutup kolostomi, secara
bertahap frekuensi diturunkan. Pada kasus fistula rektouretral,
kateter foley dipasang hingga 5-7 hari. Sedangkan pada kasus
kloaka persisten, kateter foley dipasang hingga 10-14 hari.13,14
Drainase suprapubik diindikasikan pada pasien persisten kloaka
dengan saluran lebih dari 3 cm. Antibiotik intravena diberikan
selama 2-3 hari, dan antibiotik topikal berupa salep dapat
digunakan pada luka. Dilatasi anus dimulai 2 minggu setelah
operasi. Untuk pertama kali dilakukan oleh ahli bedah, kemudian
dilatasi dua kali sehari dilakukan oleh petugas kesehatan ataupun
keluarga. Setiap minggu lebar dilator ditambah 1 mm tercapai
ukuran yang diinginkan.13,14
Dilatasi harus dilanjutkan dua kali sehari sampai dilator dapat
lewat dengan mudah. Kemudian dilatasi dilakukan sekali sehari
selama sebulan diikuti dengan dua kali seminggu pada bulan
berikutnya, sekali seminggu dalam 1 bulan kemudian dan terakhir
sekali sebulan selama tiga bulan. Setelah ukuran yang diinginkan
tercapai, dilakukan penutupan kolostomi. Setelah dilakukan
penutupan kolostomi, eritema popok sering terjadi karena kulit
perineum bayi tidak pernah kontak dengan feses sebelumnya.
Salep tipikal yang mengandung vitamin A, D, aloe, neomycin dan
desitin dapat digunakan untuk mengobati eritema popok ini.13,14

7. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi dan prognosis.

Atresia Ani| 21
7.1.Komplikasi.
Beberapa komplikasi pada atresia ani antara lain:
a. Asidosis hiperkloremia.
b. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).
c. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet
training.
d. Komplikasi jangka panjang yaitu eversi mukosa anal,
e. stenosis (akibat konstriksi jaringan perut dianastomosis).
f. Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan
g. Prolaps mukosa anorektal.
h. Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi)
i. Fistula (karena ketegangan abdomen, diare, pembedahan dan
infeksi) .15
Faktor faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya komplikasi pada
atresia ani adalah kegagalan menentukan letak kolostomi, persiapan
operasi yang tidak adekuat, keterbatasan pengetahuan anatomi, dan
keterampilan operator yang kurang serta perawatan post operasi yang
buruk.15

7.2. Prognosis.
Dengan pembedahan hasil selalu baik, akan tetapi bergantung
pada penyebabnya. Beberapa bayi tidak akan dapat mengontrol
pergerakan usus.15

Atresia Ani| 22
BAB III
KESIMPULAN

Atresia Ani merupakan suatu kelainan kongenital yang ditandai dengan melformasi
pada rektal neonatus, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor predisposisi baik berupa
kelainan organogenesis ataupun sindrom down pada neonatus. Hal ini disebabkan
terjadinya defek penurunan septum urorektal pada minggu ke 9 sehingga dapat
menyebabkan pembentukan fistula maupun penutupan lubang anus dengan
penampakan klinis anal dimple pada pemeriksaan rectal touche. Gejala yang
menunjukan terjadinya malformasi anorektal terjadi dalam waktu 24-48 jam. Gejala
itu dapat berupa: Perut kembung, Muntah, Tidak bisa buang air besar., Pada
pemeriksaan radiologis dengan posisi tegak serta terbalik dapat dilihat sampai dimana
terdapat penyumbatan. Dengan diagnosis banding hirschsprung disease, atresia ani
dapat dibedakan dengan Hirschsprung dengan adanya gejala tidak keluarnya
mekonium padsa 24 jam pertama kehidupan merupakan tanda yang signifikan. Pada
beberapa bayi yang baru lahir dapat timbul diare yang menunjukkan adanya
enterocolitis. Pada anak yang lebih besar, pada beberapa kasus dapat mengalami
kesulitan makan, distensi abdomen yang kronis dan ada riwayat konstipasi. Penyakit
hirschsprung dapat juga menunjukkan gejala lain seperti adanya periode obstipasi,
distensi abdomen, demam, hematochezia dan peritonitis. Diagnosis atresia ani letak
rendah dan translevator dapat dibuat dengan pemeriksaan fisik perineum.
Pemeriksaan radiologis dilakukan bila masih ada keraguan dalam penegakan
diagnosis. Dapat pula dilakukan pemenksaan radiologis dengan posisi bagian atas
bayi diletakkan di bawah selama 3-5 menit, dengan petanda yang ditempelkan di kulit
pada proyeksi anus. Pemeriksaan ini disebut juga invertogram. Penatalaksanaan dapat
dilakukan dengan terapi bedah kolostomi ataupun PARSP(Posterior Anorectoplasty)
dan beberapa perawatan post-operasi lainnya. Komplikasi yang dapat disebabkan
yang paling umum merupakan asidoses hiperkloremia. Prognosis umumnya baik jika
dilakukan penatalaksanaan operasi yang segera.

Atresia Ani| 23
DAFTAR PUSTAKA

1. Wahid OR. Atresia ani. [Internet; acces on July, 6,2017]. Universitas Riau.
2012.
2. Faradila N, Damanik RR, Mardhiya WR. Anestesi pada tindakan
posterosagital anorektalplasti pada kasus malformasi anorektal. Riau: Faculty
Medicine, University of Riau; 2009.
3. Warner BW. Pediatric surgery in Townsend Sabiston Textbook of Surgery.
Ed. 17. Philadelphia: Elvesier-Saunders; 2004.
4. FK UII. Atresia Ani. Fakultas Kedokteran Unversitas Islam Indonesia, 2006.
[diakses 1 April 2009]
5. Levitt M, Pena A. Anorectal Malformation. Orphanet Journal of Rare
Diseases 2007, 2:33. http://www.ojrd.com/content/2/1/33 [diakses 1 April
2009]
6. Oldham K, Colombani P, Foglia R, Skinner M. principles and Practice of
Pediatric Surgery Vol.2. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2005;
1395-1434.
7. Bedah UGM. Atresia Ani. http://www.bedahugm.net. [diakses tanggal 1 April
2009].
8. Grosfeld J, ONeill J, Coran A, Fonkalsrud E. Pediatric Surgery 6th edition.
Philadelphia:Mosby elseivier, 2006; 1566-99.
9. Yunita E. Asuhan keperawatan pada bayi dengan kelainan kongenital (atresia
ani) [serial online]. 2015 [cited 2017 Jul 7]. Available from:
https://www.academia.edu/8685826/ASKEP_PADA_PASIEN_ATRESIA_ANI
10. Faradila Nova. Anastesi pada tindakan posterosagital anorektoplasti pada

kasus malformasim anorektal. FK Riau. 2009 :

https://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/06/malformasi_anorektal_files_of_drsmed.pdf

Atresia Ani| 24
11. Sjamsuhidayat R (2000), Anorektum, Buku Ajar Bedah, Edisi revisi, EGC,
Jakarta, hal 901 908.
12. Moritz MZ (2003), Operative Pediatric Surgery, Mc. Grow Hill Professional,
United State.
13. Lawrence W (2003), Anorectal Anomalies, Current Diagnosis & Treatment,
edisi 11, Mc. Graw Hill Professional, United States, hal 1324 1327.
14. Reksoprodjo S, Malformasi Anorektal, Kumpulan Ilmu Bedah, FKUI, Jakarta
hal 134 139.
15. Ngastiyah. 2005. PerawatanAnakSakit.Edisi 2. EGC. Jakarta

Atresia Ani| 25

Anda mungkin juga menyukai