Anda di halaman 1dari 13

A.

Pengkajian
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : -
Demografi: lingkungan yang kumuh dan pemukiman yang padat dapat
mempengaruhi terjadinya atresia ani
Umur: 1 hari
Jenis Kelamin: laki-laki
Atresia ani lebih banyak ditemukan pada laki laki daripada perempuan
No. Reg: -
Tanggal Masuk RS: -
Diagnosa Medis: Atresia Ani
2. RIWAYAT KESEHATAN
a. Keluhan Utama
Pasien tidak memiliki anus sejak lahir
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien mengalami muntah-muntah setelah 24-48 jam pertama
kelahiran, perut kembung dan membuncit, tidak bisa buang air
besar, meconium keluar dari vagina atau meconium terdapat dalam
urin
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Kedua orang tua merupakan carier dari atresia ani, adanya kelainan
sindrom genetic, kromosom yang tidak normal dan kelainan
congenital lainnya. Riwayat penggunaan obat-obatan tanpa resep,
konsumsi jamu-jamuan, riwayat jatuh, trauma pada perut
disangkal.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adanya riwayat keluarga yang juga memiliki kelainan tidak
memiliki anus sejak lahir.
e. Riwayat Kesehatan Lingkungan
umumnya kebersihan lingkungan tidak mempengaruhi secara
langsung kasus atresia ani ini. Hanya saja, lingkungan yang kumuh
dan padat tidak menutup kemungkinan menyebabkan awalan
terjadinya penyakit atresia ani pada janin yang masih didalam
kandungan.
3. POLA FUNGSI KESEHATAN
a. Pola persepsi terhadap kesehatan
Pasien belum bisa mengungkapkan secara verbal/bahasa tentang
apa yang dirasakan dan apa yang diinginkan karena pasien
merupakan bayi.
b. Pola aktifitas kesehatan/latihan
Pasien belum bisa melakukan aktifitas apapun secara mandiri
karena masih bayi.
c. Pola istirahat/tidur
Pasien merasakan nyeri sehingga mengganggu waktu istirahatnya.
Diperoleh dari keterangan ibu bayi atau keluarga yang lainnya,
ketika saat jam istirahat, pasien gelisah dan rewel.
d. Pola nutrisi metabolik
Pasien yang merupakan bayi hanya minum ASI atau susu kaleng,
namun bisa saja dimuntahkan kembali ketika perut terasa penuh,
dan akibat terhambatnya melakukan konstipasi.
e. Pola eliminasi
Pasien tidak dapat buang air besar, dalam urin ada mekonium yang
seharusnya dikeluarkan melalui anus.
f. Pola kognitif perseptual
Pasien belum mampu berkomunikasi, berespon, dan berorientasi
dengan baik pada orang lain dikarenakan masih bayi. Keluarga
pasien pun belum terlalu paham mengenai penyakit yang diderita
pasien.
g. Pola konsep diri
1) Identitas diri : belum bisa terkaji
2) Ideal diri : belum bisa terkaji
3) Gambaran diri : belum bisa terkaji
4) Peran diri : belum bisa terkaji
5) Harga diri : belum bisa terkaji
h. Pola seksual Reproduksi
Pasien masih bayi dan belum menikah
i. Pola nilai dan kepercayaan
Belum bisa dikaji karena pasien belum mengerti tentang
kepercayaan.
j. Pola peran hubungan
Belum bisa dikaji karena pasien belum mampu berinteraksi dengan
orang lain secara mandiri.
k. Pola koping
Belum bisa dikaji karena pasien masih bayi dan belum mampu
berespon terhadap adanya suatu masalah.
4. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Fisik Head to toe
1. Tanda-tanda vital
• Nadi : 110 X/menit.
• Respirasi : 32 X/menit.
• Suhu axila :37º Celsius.
2. Kepala
Kepala simetris, tidak ada luka/lesi, kulit kepala bersih, tidak ada
benjolan/tumor, tidak ada caput succedanium, tidak ada chepal hematom.
3. Mata
Simetris, tidak konjungtifistis, tidak ada perdarahan subkonjungtiva, tidak
ikterus, tidak nistagamus/ tidak episnatus, conjungtiva tampak agak pucat.
4. Hidung
Simetris, bersih, tidak ada luka, tidak ada secret, tidak ada pernafasan
cuping hidung, tidak ada pus dan lendir.
5. Mulut
Bibir simetris, tidak macrognatia, micrognatia, tidak macroglosus, tidak
cheilochisis.
6. Telinga
Memiliki 2 telinga yang simetris dan matur tulang kartilago berbentuk
sempurna
7. Leher
Tidak ada webbed neck.
8. Thorak
Bentuk dada simetris, silindris, tidak pigeon chest, tidak funnel shest,
pernafasan normal
9. Jantung
Tidak ada mur-mur, frekuensi jantung teratur
10. Abdomen
Inspeksi : datar, lemas, tampak stoma kesan vital, produksi feses positif.
Auskultasi : bising usus positif, normal
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak teraba massa.
Perkusi : timpani
11. Genetalia
Terdapat lubang uretra, tidak ada epispandia pada penis tidak ada
hipospandia pada penis, tidak ada hernia sorotalis.
12. Anus
Tidak terdapat anus, anus nampak merah, usus melebar, kadang-kadang
tampak ileus obstruksi. Thermometer yang dimasukan kedalam anus
tertahan oleh jaringan. Pada auskultasi terdengar peristaltic.
13. Ektrimitas atas dan bawah
Simetris, tidak fraktur, jumlah jari lengkap, telapak tangan maupun kaki
dan kukunya tampak agak pucat.
14. Punggung
Tidak ada penonjolan spina gifid
15. Pemeriksaan Reflek
a. Suching +
b. Rooting +
c. Moro +
d. Grip +
e. Plantar +

Menurut Pena yang dikutipkan Faradilla untuk mendiagnosa


menggunakan cara sebagai berikut:
1. Bayi laki-laki dilakukan pemeriksaan perineum dan urin bila:
a) Jika Fistel perianal (+), bucket handle, anal stenosis atau anal
membran berarti atresia ini termasuk atresia letak rendah maka
dilakukan minimal Postero Sagital Anorektoplasti (PSARP) tanpa
kolostomi.
b) Bila mekoneum (+) maka atresia letak tinggi dan dilakukan
kolostomi terlebih dahulu, setelah 8 minggu kemudian dilakukan
tindakan definitif. Apabila pemeriksaan diatas meragukan
dilakukan invertrogram. Bila akhiran rektum < 1 cm dari kulit
maka disebut letak rendah. Akhiran rektum > 1 cm disebut letak
tinggi. Pada laki-laki fistel dapat berupa rektovesikalis,
rektouretralis dan rektoperinealis.
c) Pada bayi perempuan 90 % atresia ani disertai dengan fistel.
Bila ditemukan fistel perineal (+) maka dilakukan minimal PSARP
tanpa kolostomi. Bila fistel rektovaginal atau rektovestibuler
dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Bila fistel (-) maka dilakukan
invertrogram. Apabila akhiran < 1 cm dari kulit dilakukan postero
sagital anorektoplasti, apabila akhiran > 1 cm dari kulit dilakukan
kolostomi terlebih dahulu.
Leape (1987) yang dikutip oleh Faradilla menyatakan bila
mekonium didapatkan pada perineum, vestibulum atau fistel
perianal maka kelainan adalah letak rendah. Bila Pada pemeriksaan
fistel (-) maka kelainan adalah letak tinggi atau rendah.
Pemeriksaan foto abdomen setelah 18-24 jam setelah lahir agar
usus terisi oleh udara, dengan cara Wangenstein Reis yaitu kedua
kaki dipegang posisi badan vertikal dengan kepala dibawah atau
knee chest position yaitu posisi sujud yang bertujuan agar udara
berkumpul didaerah paling distal. Bila terdapat fistula lakukan
fistulografi (Faradilla, 2009).
Pada pemeriksan klinis, pasien dengan atresia ani tidak selalu
menunjukkan gejala obstruksi saluran cerna. Pada pemeriksaan
klinis harus segera ditegakkan diagnosis setelah lahir dengan
inspeksi daerah perianal dan dengan memasukkan termometer
melalui anus. (Levitt M, 2007)
Mekonium biasanya tidak terlihat pada perineum pada bayi dengan
fistula rektoperineal hingga 16-24 jam. Distensi abdomen tidak
ditemukan selama beberapa jam pertama setelah lahir dan
mekonium harus dipaksa keluar melalui fistula rektoperineal atau
fistula urinarius. Hal ini dikarenakan bagian distal rektum pada
bayi tersebut dikelilingi struktur otot-otot volunter yang menjaga
rektum tetap kolaps dan kosong. Tekanan intrabdominal harus
cukup tinggi untuk menandingi tonus otot yang mengelilingi
rektum. Oleh karena itu, harus ditunggu selama 16-24 jam untuk
menentukan jenis atresia ani pada bayi untuk menentukan apakah
akan dilakukan colostomy atau anoplasty (Levitt M, 2007).
Inspeksi perianal sangat penting. Flat "bottom" atau flat perineum,
ditandai dengan tidak adanya garis anus dan anal dimple
mengindikasikan bahwa pasien memiliki otot-otot perineum yang
sangat sedikit. Tanda ini berhubungan dengan atresia ani letak
tinggi dan harus dilakukan colostomy (Levitt M, 2007).
Tanda pada perineum yang ditemukan pada pasien dengan atresia
ani letak rendah meliputi adanya mekonium pada perineum,
"bucket-handle" (skin tag yang terdapat pada anal dimple), dan
adanya membran pada anus (tempat keluarnya mekonium) (Levitt
M, 2007).
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang diketahui sebagai berikut:
a. Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan
diagnostik yang umum.
b. Pemeriksaan urin, jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk
memeriksa adanya sel-sel epitel mekonium.
c. Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-rice)
dapat menunjukkan adanya gas dalam ujung rectum yang buntu
pada mekonium yang mencegah gas sampai keujung kantong
rectal.
d. Ultrasound terhadap abdomen, dapat digunakan untuk menentukan
letak rectal kantong. Digunakan juga untuk melihat fungsi organ
internal terutama dalam sistem pencernaan dan mencari adanya
faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor.
e. Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan
menusukan jarum tersebut sampai melakukan aspirasi, jika
mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm Derek
tersebut dianggap defek tingkat tinggi.
f. Pewarnaan radiopak dimasukkan kedalam traktus urinarius,
misalnya suatu sistrouretrogram mikturasi akan memperlihatkan
hubungan rektrourinarius dan kelainan urinarius.
g. CT Scan digunakan untuk menentukan lesi.
B. Diagnosa
a. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan feses masuk ke uretra.
b. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan.
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan mencerna makanan.
d. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi
C. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Gangguan eliminasi urin Setelah dilakukan ..x24 jam Dukungan Perawatan Diri :
berhubungan dengan feses pola eliminasi pasien membaik, BAB/BAK
masuk ke uretra. dengan kriteria hasil : Observasi :
1. Desakan berkemih menurun - Identifikasi kebiasaan
2. Volume residu urin BAK/BAB sesuai usia
meningkat - Monitor Intergritas kulit
pasien
Terapeutik
- Dukung penggunaan
toilet/commode/pispot/urinal
secara konsisten
- Jaga privasi selama eliminasi
- Ganti pakaian pasien setelah
elimnasi, jika perlu
- Bersihkan alat bantu
BAK/BAB setelah digunakan
- Latih BAK/BAB SESUAI
JADWAL
- Sediakan alat bantu (mis.
Kateter eksternal, urinal). Jika
perlu
Edukasi
- Anjurkan BAK/BAB
secararutin
- Anjurkan ke kamar mandi/
toilet, jika perlu
2. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan perawatan Manajemen Nyeri
dengan trauma jaringan 1x24 jam nyeri pasien Observasi
berkurang - Identifikasi lokasi,
Kriteria Hasil: karakteristik, durasi, frekuensi,
1. Keluhan nyeri menurun kualitas, Intensitas nyeri.
2. Meringis menurun - Identifikasi skala nyeri
3. Frekuensi nadi membaik - Identifikasi respons nyeri non
verbal
- Identifikasi factor yang
memperberat dan memperingan
nyeri
- Identifikasi pengaruh nyeri
terhadap kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi
komplamenter yang sudah
diberikan
- Monitor efek samping
penggunaan analgetic
Terapeutik
- Brikan Teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
-Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
- Fasilitasi istirashat daan tidur
- Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan
strategi nyeri.
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan
nyeri
-Anjurksn memonitor nyeri
secara mandiri
- Ajarkan Teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
-Kolaborasi pemberian
analgetic, jika perlu
3. Resiko deficit nutrisi Selama dilakukan Manajemen Gangguan Makan
berhubungan dengan perawatan ...x24 jam kebutuhan Observasi
ketidakmampuan mencerna nutrisi pasien tercukupi, dengan - Monitor asupan dan keluarnya
makanan. kriteria hasil : makanan dan cairan serta
1. Porsi makanan yang kebutuhan kalori
dihabiskan meningkat Terapeutik
- Timbang berat badan secara
rutin
- Diskusikan perilaku makan
dan jumlah aktifitasi fisik yang
sesuai
- Lakukan kontrak prilaku (mis.
Target berat badan, tanggung
jawab prilaku)
- Dampingi ke kamar mandi
untuk pengamatan perilaku
memuntahkan Kembali
makanan
- Berikan penguatan positif
terhadap keberhasilan target dan
perubahan perilaku
Edukasi
- Anjurkan keterampilan koping
untuk penyelesaian masalah
perilaku makan
Kolaborasi
-Kolaborasikan dengan ahli gizi
tentang target berat badan,
kebutuhan kalori dan pilihan
makanan.
4. Resiko gangguan integritas Selama dilakukan perawatan Perawatan Integritas Kulit
kulit/jaringan berhubungan selama 3x24 jam tidak ada Observasi
dengan kolostomi kerusakan jaringan pada kulit, - Identifikasi penyebab
dengan krireria hasil : gangguan integritas kulit
1. Perfusi jaringan meingkat Terapeutik
2. Kerusakan jaringan menurun - Ubah posisi tiap 2 jam tirah
3. Kerukan lapisan kulit baring
menurun - Lakukan pemijatan pada area
penonjolan tulang
- Bersihkan perineal dengan air
hangat, terutama periode diare
- Gunakan produk berbahan
petroleum atau minyak pada
kulit kering
- Gunakan produk berbahan
ringan/ alami dan
- Hindari produk berbahan
dasar alcohol pada kulit kering
Edukasi
- Anjurkan menggunakan
pelembab
- Anjurkan minum air yang
cukup
-Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
- Anjurkan meningkatkan
asupan buah dan sayur
-Anjurkan menghindari terpapar
suhu ekstrem
- Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya

D. Implementasi Keperawatan
Implementasi menyesuaikan dengan intervensi. Setelah menyusun rencana keperawatan,
maka langkah berikutnya adalah penerapan atau implementasi keperawatan. Pelaksanaan
merupakan tahap ke empat dalam proses keperawatan dengan melaksanakan berbagai
strategi keperawatan yang telah direncanakan dengan rencana tindakan keperawatan.
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaan
yang sudah berasil di capai. Melalui evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor
yang terjadi selama tahap pengkajian, analisa data, perencanaan dan pelaksanaan
tindakan. Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang menyediakan nilai
informasi mengenai pengaruh intervensi yang telah direncanakan dan merupakan
perbandingan dari hasil yang diamati dengan kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap
perencanaan (Nursalam, 2017). Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan
pendekatan SOAP yaitu:
a. S (subjective) yaitu pernyataan atau keluhan dari pasen
b. O (objective) yaitu data yang diobservasi oleh perawat atau keluarga.
c. A (analisys) yaitu kesimpulan dari objektif dan subjektif
d. P (planning) yaitu rencana tindakan yang akan dilakuakan berdasarkan analisis.

Anda mungkin juga menyukai