Anda di halaman 1dari 6

Contoh kasus audit etika profesi

1. 1. Contoh Kasus Audit Etika Profesi Contoh Kasus Etika Profesional Frank Dorrance,
seorang manajer audit senior untuk Bright and Lorren,CPA baru saja diinformasikan
bahwa perusahaan berencana untuk mempromosikannya menjadi rekanan pada 1 atau 2
tahun ke depan bila ia terus memperlihatkan tingkat mutu yang tinggi sama seperti masa
sebelumnya. Baru saja Frank ditugaskan untuk mengaudit Machine International sebuah
perusahaan grosir besar yang mengirimkan barang keseluruh dunia yang merupakan klien
Bright and Lorren yang bergengsi. Selama audit, Frank menentukan bahwa Machine
International menggunakan metode pengenalan pendapatan yang disebut tagih dan
tahan yang baru saja dipertanyakan oleh SEC. Setelah banyak melakukan riset, Frank
menyimpulkan bahwa metode pengenalan pendapatan tidaklah tepat untuk Machine
International. Ia membahas hal ini dengan rekanan penugasan yang menyimpulkan
bahwa metode akuntansi itu telah digunakan selama lebih dari 10 tahun oleh klien dan
ternyata tepat. Frank berkeras bahwa metode tersebut tepat pada tahun sebelumnya tetapi
peraturan SEC membuatnya tidak tepat tahun ini. Frank menyadari tanggung jawab rekan
itu untuk membuat keputusan akhir, tetapi ia merasa cukup yakin untuk menyatakan
bahwa ia merencanakan untuk mengikuti persyaratan SAS 22 (AU 311) dan menyertakan
sebuah pernyataan dalam kertas kerja bahwa ia tidak setuju dengan keputusan rekannya.
Rekan itu memberitahukan Frank bahwa ia tidak akan mengizinkan pernyataan demikian
karena potensi implikasi hukum. Namun, ia mau menulis sebuah surat kepada Frank yang
menyatakan bahwa ia mengambil tanggung jawab penuh untuk keputusan akhir bila
timbul suatu permasalahan hukum. Ia menutup dengan mengatakan, Frank, rekan harus
bertindak seperti rekan. Bukan seperti meriam lepas yang berusaha untuk membuat hidup
menjadi sulit bagi rekan mereka. Anda masih harus bertumbuh sebelum saya merasa
nyaman dengan anda sebagai rekan. Solusi : pada kasus di atas, kita dapat menggunakan
pendekatan enam langkah untuk menyelesaikan dilema etis tersebut, antara lain :
Terdapat fakta-fakta yang relevan. Dalam kasus ini, fakta-fakta tersebut adalah : Metode
pengenalan pendapatan yang digunakan Machine International merupakan metode yang
dipertanyakan oleh pihak SEC.
2. 2. Setelah melakukan riset, Frank menemukan bahwa metode tersebut tidak sesuai bagi
Machine Internatioal. Frank mengetahui bahwa metode tersebut memang tepat pada
tahun sebelumnya tetapi peraturan SEC membuatnya tidak tepat tahun ini. Frank
merencanakan untuk mengikuti persyaratan SAS 22 (AU 311) dan menyertakan sebuah
pernyataan dalam kertas kerja bahwa ia tidak setuju dengan keputusan rekannya.
Rekannya meminta Frank agar sependapat dengan dirinya untuk menyetujui penggunaan
metode tersebut karena metode tersebut telah digunakan selama bertahun-tahun dan
diyakini ketepatannya. Rekannya menawarkan surat pernyataan bahwa bila terjadi suatu
permasalahan hukum, maka ia mengambil tanggung jawab penuh akan hal tersebut.
Mengidentifikasi isu-isu etika berdasarkan fakta-fakta tersebut. Isu etika dari dilema
tersebut adalah apakah merupakan hal yang etis bagi Frank untuk mengeluarkan
pernyataan bahwa ia tidak setuju dengan keputusan rekannya mengingat rekan
merupakan orang yang membuat keputusan akhir serta berada di atas kedudukannya saat
ini sebagai manajer senior. - Konsekuensi dari setiap alternatif : Jika ia menyetujui
pendapat dan tawaran surat pertanggung jawaban dari rekannya kemungkinan hal ini
dapat berpengaruh besar bagi hasil audit ini nantinya. Jika timbul permasalahan hukum
maka hal ini dapat membuat perusahaanya (Bright and Lorren,CPA), rekannya, dan ia
sendiri dituntut oleh kliennya karena melakukan kesalahan selama pelaksanaan audit. -
Tindakan Yang tepat Keputusan sepenuhnya berada di tangan Frank, tentunya ia harus
mempertimbangkan masak-masak akan dilema yang diadapinya saat ini. Secara ekstrim,
jika ia tetap menjunjung akan SPAP dan PSAK maka ia akan tetap menuliskan ketidak
setujuannya akan keputusan rekannya dalam menangani kasus tersebut mengingat
metode akuntansi yang digunakan klien tidaklah sesuai dengan aturan yang diberikan
SEC. Namun jika ia menyetujui pendapat rekannya maka kemungkinan ia akan
memperoleh kedudukannya sebagai rekan yang akan ia peroleh 1 atau 2 tahun ke depan
serta adanya pandangan bahwa ia telah menunjukkan sikap menghargai dan menghormati
keputusan rekannya. Sementara di satu pilihan lainnya Frank dapat memilih untuk tidak
melakukan kegiatan penugasan tersebut melihat adanya risiko yang cukup besar pada
hasil auditnya nanti. AUDIT ASSET TETAP
3. 3. Sebuah Kasus Audit Asset Tetap Pada Desember 2006 Indonesia Corruptin Watch
(ICW) melaporkan kasus dugaan korupsi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
dalam ruislaag (tukar guling) antara asset PT. Industri Sandang Nusantara (ISN), sebuah
BUMN yang bergerak di bidang tekstil, dengan asset PT. GDC, sebuah perusahaan
swasta. Dalam ruislaag tersebut PT. ISN menukarkan tanah seluas 178.497 meter persegi
di kawasan Senayan dengan Tanah seluas 47 hektar beserta Pabrik dan mesin di
karawang. Berdasarkan hasil temuan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) semester II
Tahun Anggaran 1998/1999, menyatakan ruislaag itu berpotensi merugikan keuangan
Negara sebesar Rp. 121,628 miliar. Kerugian itu terdiri dari kekurangan luas bangunan
pabrik dan mesin milik PT. GDC senilai Rp. 63,954 miliar, berdasarkan penilaian aktiva
tetap oleh PT. Sucofindo pada 1999; penyusutan nilai asset pabrik milik PT. GDC senilai
Rp. 31,546 miliar; dan kelebihan perhitungan harga tanah senilai Rp. 0,127 miliar. Selain
itu juga ditemukan bahwa terdapat nilai saham yang belum dibayarkan oleh PT. GDC
sebesar Rp. 26 miliar. Telaah Kasus Dalam kasus Ruislaag di atas, karena ketidakjelasan
prosedur dan syarat-syarat tukar guling asset, sehingga sangat rawan untuk
diselewengkan. Seharusnya keputusan Tukar Guling tidak hanya menjadi wewenang
salah satu pejabat saja, melainkan melibatkan beberapa pejabat sebagai pengendali dan
control yang baik. Selain itu juga diperlukan sebuah aturan baku oleh perusahaan
mengenai tukar guling, sehingga kemungkinan penyelewengan menjadi berkurang.
Diperlukan juga control dari lembaga bersangkutan terhadap penelitian tim penilik yang
meneliti kelengkapan mengenai status asset, dokumen kelengkapan asset, sehingga tidak
ada manipulasi dari nilai asset tersebut serta proses tukar menukar. Walaupun
menggunakan jasa Appraisal, penilaian asset tetap juga tetap harus diawasi untuk
mencegah kecurangan-kecurangan. Dari kasus diatas dapat dibuktikan bahwa PT. ISN
memiliki pengendalian intern yang sangat buruk. Sehingga PT. ISN rawan dicurangi oleh
rekanan-rekanan bisnisnya maupun oleh oknum-oknum pejabat perusahaan yang ingin
mengambil keuntungan. Oleh karena itu hal pertama yang harus dibenahi oleh PT. ISN
adalah soal Pengendalian Internnya. Skandal Manipulasi Laporan Keuangan PT. Kimia
Farma Tbk.
4. 4. Permasalahan PT Kimia Farma adalah salah satu produsen obat-obatan milik
pemerintah di Indonesia. Pada audit tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia
Farma melaporkan adanya laba bersih sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di
audit oleh Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM). Akan tetapi, Kementerian BUMN dan
Bapepam menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar dan mengandung unsur
rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober 2002 laporan keuangan Kimia
Farma 2001 disajikan kembali (restated), karena telah ditemukan kesalahan yang cukup
mendasar. Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan yang disajikan hanya sebesar
Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7% dari laba awal
yang dilaporkan. Kesalahan itu timbul pada unit Industri Bahan Baku yaitu kesalahan
berupa overstated penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral berupa
overstated persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi
berupa overstated persediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan sebesar Rp
10,7 miliar. Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul karena nilai
yang ada dalam daftar harga persediaan digelembungkan. PT Kimia Farma, melalui
direktur produksinya, menerbitkan dua buah daftar harga persediaan (master prices) pada
tanggal 1 dan 3 Februari 2002. Daftar harga per 3 Februari ini telah digelembungkan
nilainya dan dijadikan dasar penilaian persediaan pada unit distribusi Kimia Farma per 31
Desember 2001. Sedangkan kesalahan penyajian berkaitan dengan penjualan adalah
dengan dilakukannya pencatatan ganda atas penjualan. Pencatatan ganda tersebut
dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh akuntan, sehingga tidak berhasil
dideteksi. Berdasarkan penyelidikan Bapepam, disebutkan bahwa KAP yang mengaudit
laporan keuangan PT Kimia Farma telah mengikuti standar audit yang berlaku, namun
gagal mendeteksi kecurangan tersebut. Selain itu, KAP tersebut juga tidak terbukti
membantu manajemen melakukan kecurangan tersebut. Selanjutnya diikuti dengan
pemberitaan di harian Kontan yang menyatakan bahwa Kementerian BUMN
memutuskan penghentian proses divestasi saham milik Pemerintah di PT KAEF setelah
melihat adanya indikasi penggelembungan keuntungan (overstated) dalam laporan
keuangan pada semester I tahun 2002. Dimana tindakan ini terbukti melanggar Peraturan
Bapepam No.VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan poin 2 Khusus
huruf m Perubahan Akuntansi dan Kesalahan Mendasar poin 3) Kesalahan Mendasar,
sebagai berikut:
5. 5. Kesalahan mendasar mungkin timbul dari kesalahan perhitungan matematis,
kesalahan dalam penerapan kebijakan akuntansi, kesalahan interpretasi fakta dan
kecurangan atau kelalaian. Dampak perubahan kebijakan akuntansi atau koreksi atas
kesalahan mendasar harus diperlakukan secara retrospektif dengan melakukan penyajian
kembali (restatement) untuk periode yang telah disajikan sebelumnya dan melaporkan
dampaknya terhadap masa sebelum periode sajian sebagai suatu penyesuaian pada saldo
laba awal periode. Pengecualian dilakukan apabila dianggap tidak praktis atau secara
khusus diatur lain dalam ketentuan masa transisi penerapan standar akuntansi keuangan
baru. Sanksi dan Denda Sehubungan dengan temuan tersebut, maka sesuai dengan Pasal
102 Undang-undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal jo Pasal 61 Peraturan
Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 jo Pasal 64 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun
1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal maka PT Kimia Farma
(Persero) Tbk. dikenakan sanksi administratif berupa denda yaitu sebesar Rp.
500.000.000,- (lima ratus juta rupiah). Sesuai Pasal 5 huruf n Undang-Undang No.8
Tahun 1995 tentang Pasar Modal, maka: 1. Direksi Lama PT Kimia Farma (Persero) Tbk.
periode 1998 Juni 2002 diwajibkan membayar sejumlah Rp 1.000.000.000,- (satu
miliar rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena melakukan kegiatan praktek
penggelembungan atas laporan keuangan per 31 Desember 2001. 2. Sdr. Ludovicus Sensi
W, Rekan KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa selaku auditor PT Kimia Farma (Persero)
Tbk. diwajibkan membayar sejumlah Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) untuk
disetor ke Kas Negara, karena atas risiko audit yang tidak berhasil mendeteksi adanya
penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT Kimia Farma (Persero) Tbk. tersebut,
meskipun telah melakukan prosedur audit sesuai dengan Standar Profesional Akuntan
Publik (SPAP), dan tidak diketemukan adanya unsur kesengajaan. Tetapi, KAP HTM
tetap diwajibkan membayar denda karena dianggap telah gagal menerapkan Persyaratan
Profesional yang disyaratkan di SPAP SA Seksi 110 Tanggung Jawab & Fungsi
Auditor Independen, paragraf 04 Persyaratan Profesional, dimana disebutkan bahwa
persyaratan profesional yang
6. 6. dituntut dari auditor independen adalah orang yang memiliki pendidikan dan
pengalaman berpraktik sebagai auditor independen. Keterkaitan Akuntan Terhadap
Skandal PT Kimia Farma Tbk. Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) melakukan
pemeriksaan atau penyidikan baik atas manajemen lama direksi PT Kimia Farma Tbk.
ataupun terhadap akuntan publik Hans Tuanakotta dan Mustofa (HTM). Dan akuntan
publik (Hans Tuanakotta dan Mustofa) harus bertanggung jawab, karena akuntan publik
ini juga yang mengaudit Kimia Farma tahun buku 31 Desember 2001 dan dengan yang
interim 30 Juni tahun 2002. Pada saat audit 31 Desember 2001 akuntan belum
menemukan kesalahan pencatatan atas laporan keuangan. Tapi setelah audit interim 2002
akuntan publik Hans Tuanakotta Mustofa (HTM) menemukan kesalahan pencatatan alas
laporan keuangan. Sehingga Bapepam sebagai lembaga pengawas pasar modal
bekerjasama dengan Direktorat Akuntansi dan Jasa Penilai Direktorat Jenderal Lembaga
Keuangan yang mempunyai kewenangan untuk mengawasi para akuntan publik untuk
mencari bukti-bukti atas keterlibatan akuntan publik dalam kesalahan pencatatan laporan
keuangan pada PT. Kimia Farma Tbk. untuk tahun buku 2001. Namun dalam hal ini
seharusnya akuntan publik bertindak secara independen karena mereka adalah pihak yang
bertugas memeriksa dan melaporkan adanya ketidakwajaran dalam pencatatan laporan
keuangan. Dalam UU Pasar Modal 1995 disebutkan apabila di temukan adanya
kesalahan, selambat-lambamya dalam tiga hari kerja, akuntan publik harus sudah
melaporkannya ke Bapepam. Dan apabila temuannya tersebut tidak dilaporkan maka
auditor tersebut dapat dikenai pidana, karena ada ketentuan yang mengatur bahwa setiap
profesi akuntan itu wajib melaporkan temuan kalau ada emiten yang melakukan
pelanggaran peraturan pasar modal. Sehingga perlu dilakukan penyajian kembali laporan
keuangan PT. Kimia Farma Tbk. dikarenakan adanya kesalahan pencatatan yang
mendasar, akan tetapi kebanyakan auditor mengatakan bahwa mereka telah mengaudit
sesuai dengan standar profesional akuntan publik. Akuntan publik Hans Tuanakotta &
Mustofa ikut bersalah dalam manipulasi laporan keuangan, karena sebagai auditor
independen akuntan publik Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM) seharusnya mengetahui
laporan-laporan yang diauditnya itu apakah berdasarkan laporan fiktif atau tidak.
7. 7. Keterkaitan Manajemen Terhadap Skandal PT Kimia Farma Tbk Mantan direksi PT
Kimia Farma Tbk. Telah terbukti melakukan pelanggaran dalam kasus dugaan
penggelembungan (mark up) laba bersih di laporan keuangan perusahaan milik negara
untuk tahun buku 2001. Kantor Menteri BUMN meminta agar kantor akuntan itu
menyatakan kembali (restated) hasil sesungguhnya dari laporan keuangan Kimia Farma
tahun buku 2001. Sementara itu, direksi lama yang terlibat akan diminta
pertanggungjawabannya. Seperti diketahui, perusahaan farmasi terbesar di Indonesia itu
telah mencatatkan laba bersih 2001 sebesar Rp 132,3 miliar. Namun kemudian Badan
Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menilai, pencatatan tersebut mengandung unsur
rekayasa dan telah terjadi penggelembungan. Terbukti setelah dilakukan audit ulang, laba
bersih 2001 seharusnya hanya sekitar Rp 100 miliar. Sehingga diperlukan lagi audit ulang
laporan keuangan per 31 Desember 2001 dan laporan keuangan per 30 Juni 2002 yang
nantinya akan dipublikasikan kepada publik. Setelah hasil audit selesai dilakukan oleh
Kantor Akuntan Publik Hans Tuanakotta & Mustafa, akan segera dilaporkan ke
Bapepam. Dan Kimia Farma juga siap melakukan revisi dan menyajikan kembali laporan
keuangan 2001, jika nanti ternyata ditemukan kesalahan dalam pencatatan. Untuk itu,
perlu dilaksanakan rapat umum pemegang saham luar biasa sebagai bentuk
pertanggungjawaban manajemen kepada publik. Meskipun nantinya laba bersih Kimia
Farma hanya tercantum sebesar Rp 100 miliar, investor akan tetap menilai bagus laporan
keuangan. Dalam persoalan Kimia Farma, sudah jelas yang bertanggung jawab atas
terjadinya kesalahan pencatatan laporan keuangan yang menyebabkan laba terlihat di-
mark up ini, merupakan kesalahan manajemen lama. Kesalahan Pencatatan Laporan
Keuangan Kimia Farma Tahun 2001 Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menilai
kesalahan pencatatan dalam laporan keuangan PT Kimia Farma Tbk. tahun buku 2001
dapat dikategorikan sebagai tindak pidana di pasar modal. Kesalahan pencatatan itu
terkait dengan adanya rekayasa keuangan dan menimbulkan pernyataan yang
menyesatkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Bukti- bukti tersebut antara lain
adalah kesalahan pencatatan apakah dilakukan secara tidak sengaja atau memang sengaja
diniatkan. Tapi bagaimana pun, pelanggarannya tetap ada karena laporan keuangan itu
telah dipakai investor untuk bertransaksi. Seperti diketahui, perusahaan farmasi itu
sempat melansir laba bersih sebesar Rp 132 miliar dalam laporan keuangan tahun buku
2001. Namun, kementerian Badan Usaha Milik Negara selaku pemegang saham
8. 8. mayoritas mengetahui adanya ketidakberesan laporan keuangan tersebut. Sehingga
meminta akuntan publik Kimia Farma, yaitu Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM)
menyajikan kembali (restated) laporan keuangan Kimia Farma 2001. HTM sendiri telah
mengoreksi laba bersih Kimia Farma tahun buku 2001 menjadi Rp 99 milliar. Koreksi ini
dalam bentuk penyajian kembali laporan keuangan itu telah disepakati para pemegang
saham Kimia Farma dalam rapat umum pemegang saham luar biasa. Dalam rapat
tersebut, akhirnya pemegang saham Kimia Farma secara aklamasi menyetujui tidak
memakai lagi jasa HTM sebagai akuntan publik. Dampak Terhadap Profesi Akuntan
Aktivitas manipulasi pencatatan laporan keungan yang dilakukan manajemen tidak
terlepas dari bantuan akuntan. Akuntan yang melakukan hal tersebut memberikan
informasi yang menyebabkan pemakai laporan keuangan tidak menerima informasi yang
fair. Akuntan sudah melanggar etika profesinya. Kejadian manipulasi pencatatan laporan
keuangan yang menyebabkan dampak yang luas terhadap aktivitas bisnis yang tidak fair
membuat pemerintah campur tangan untuk membuat aturan yang baru yang mengatur
profesi akuntan dengan maksud mencegah adanya praktik-praktik yang akan melanggar
etika oleh para akuntan publik.
9. 9. PEMBAHASAN Keterkaitan Manajemen Risiko Etika disini adalah pada pelaksanaan
audit oleh KAP HTM selaku badan independen, kesepakatan dan kerjasama dengan klien
(PT Kimia Farma Tbk.) dan pemberian opini atas laporan keuangan klien. Dalam kasus
ini, jika dipandang dari sisi KAP HTM, maka urutan stakeholder mana ditinjau dari segi
kepentingan stakeholder adalah: 1. Klien atau PT Kimia Farma Tbk. 2. Pemegang saham
3. Masyarakat luas Dalam kasus ini, KAP HTM menghadapi sanksi yang cukup berat
dengan dihentikannya jasa audit mereka. Hal ini terjadi bukan karena kesalahan KAP
HTM semata yang tidak mampu melakukan review menyeluruh atas semua elemen
laporan keuangan, tetapi lebih karena kesalahan manajemen Kimia Farma yang
melakukan aksi manipulasi dengan penggelembungan nilai persediaan. Kasus yang
menimpa KAP HTM ini adalah risiko inheren dari dijalankannya suatu tugas audit.
Sedari awal, KAP HTM seharusnya menyadari bahwa kemungkinan besar akan ada
risiko manipulasi seperti yang dilakukan PT. Kimia Farma, mengingat KAP HTM adalah
KAP yang telah berdiri cukup lama. Risiko ini berdampak pada reputasi HTM dimata
pemerintah ataupun publik, dan pada akhirnya HTM harus menghadapi konsekuensi
risiko seperti hilangnya kepercayaan publik dan pemerintah akan kemampuan HTM,
penurunan pendapatan jasa audit, hingga yang terburuk adalah kemungkinan di tutupnya
Kantor Akuntan Publik tersebut. Diluar risiko bisnis, risiko etika yang dihadapi KAP
HTM ini cenderung pada kemungkinan dilakukannya kolaborasi dengan manajemen
Kimia Farma dalam manipulasi laporan keuangan. Walaupun secara fakta KAP HTM
terbukti tidak terlibat dalam kasus manipulasi tersebut, namun hal ini bisa saja terjadi.
Sesuai dengan teori yang telah di paparkan diatas, manajemen risiko yang dapat
diterapkan oleh KAP HTM antara lain adalah dengan mengidentifikasi dan menilai risiko
10. 10. etika, serta menerapkan strategi dan taktik dalam membina hubungan strategis dengan
stakeholder. 1. Mengidentifikasi dan menilai risiko etika Dalam kasus antara KAP HTM
dan Kimia Farma ini, pengidentifikasian dan penilaian risiko etika dapat diaplikasikan
pada tindakan sebagai berikut: a) Melakukan penilaian dan identifikasi para stakeholder
HTM HTM selayaknya membuat daftar mengenai siapa dan apa saja para stakeholder
yang berkepentingan beserta harapan mereka. Dengan mengetahui siapa saja para
stakeholder dan apa kepentingannya serta harapan mereka, maka KAP HTM dapat
melakukan penilaian dalam pemenuhan harapan stakeholder melalui pembekalan kepada
para auditor senior dan junior sebelum melakukan audit pada Kimia Farma. b)
Mempertimbangkan kemampuan SDM HTM dengan ekspektasi para stakeholder, dan
menilai risiko ketidak sanggupan SDM HTM dalam menjalankan tugas audit. c)
Mengutamakan reputasi KAP HTM Yaitu dengan berpegang pada nilai-nilai hypernorm,
seperti kejujuran, kredibilitas, reliabilitas, dan tanggung jawab. Faktor- faktor tersebut
bisa menjadi kerangka kerja dalam melakukan perbandingan. Tiga tahapan ini akan
menghasilkan data yang memungkinkan pimpinan KAP HTM dapat mengawasi adanya
peluang dan risiko etika, sehingga dapat ditemukan cara untuk menghindari dan
mengatasi risiko tersebut, serta agar dapat secara strategis mengambil keuntungan dari
kesempatan tersebut. 2. Menerapkan strategi dan taktik dalam membina hubungan
strategis dengan stakeholder KAP HTM dapat melakukan pengelompokan stakeholder
dan meratingnya dari segi kepentingan, dan kemudian menyusun rencana untuk
berkolaborasi dengan stakeholder yang dapat memberikan dukungan dalam penciptaan
strategi, yang dapat memenuhi harapan para stakeholder HTM.

Anda mungkin juga menyukai