Anda di halaman 1dari 27

1.

Manipulasi Laporan Keuangan PT KAI


Transparansi serta kejujuran dalam pengelolaan lembaga yang merupakan salah satu derivasi
amanah reformasi ternyata belum sepenuhnya dilaksanakan oleh salah satu badan usaha milik
negara, yakni PT Kereta Api Indonesia. Dalam laporan kinerja keuangan tahunan yang
diterbitkannya pada tahun 2005, ia mengumumkan bahwa keuntungan sebesar Rp. 6,90 milyar
telah diraihnya. Padahal, apabila dicermati, sebenarnya ia harus dinyatakan menderita kerugian
sebesar Rp. 63 milyar.
Kerugian ini terjadi karena PT Kereta Api Indonesia telah tiga tahun tidak dapat menagih pajak
pihak ketiga. Tetapi, dalam laporan keuangan itu, pajak pihak ketiga dinyatakan sebagai
pendapatan. Padahal, berdasarkan standar akuntansi keuangan, ia tidak dapat dikelompokkan
dalam bentuk pendapatan atau asset. Dengan demikian, kekeliruan dalam pencatatan transaksi
atau perubahan keuangan telah terjadi di sini.
Di lain pihak, PT Kereta Api Indonesia memandang bahwa kekeliruan pencatatan tersebut hanya
terjadi karena perbedaan persepsi mengenai pencatatan piutang yang tidak tertagih. Terdapat
pihak yang menilai bahwa piutang pada pihak ketiga yang tidak tertagih itu bukan pendapatan.
Sehingga, sebagai konsekuensinya PT Kereta Api Indonesia seharusnya mengakui menderita
kerugian sebesar Rp. 63 milyar. Sebaliknya, ada pula pihak lain yang berpendapat bahwa piutang
yang tidak tertagih tetap dapat dimasukkan sebagai pendapatan PT Kereta Api Indonesia
sehingga keuntungan sebesar Rp. 6,90 milyar dapat diraih pada tahun tersebut. Diduga,
manipulasi laporan keuangan PT Kereta Api Indonesia telah terjadi pada tahun-tahun
sebelumnya. Sehingga, akumulasi permasalahan terjadi disini.

Sumber: http://www.antaranews.com/view/?i=1153914935&c=EKU&s=
Komentar:
PT KAI sebagai suatu lembaga memang memiliki kewenangan untuk menyusun laporan
keuangannya dan memilih auditor eksternal untuk melakukan proses audit terhadap laporan
keuangan tersebut. Tetapi, PT KAI tidak boleh mengabaikan dimensi organisasional penyusunan
laporan keuangan dan proses audit. Ada hal mendasar yang harus diperhatikannya sebagai wujud
penerapan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Auditor eksternal yang
dipercayai harus benar-benar memiliki integritas serta prosesnya harus terlaksana berdasarkan
kaidah-kaidah yang telah diakui validitasnya, dalam hal ini PSAK dan SPAP. Selain itu, auditor
eksternal wajib melakukan komunikasi secara benar dengan komite audit yang ada pada PT
Kereta Api Indonesia guna membangun kesepahaman (understanding) diantara seluruh unsur
lembaga. Selanjutnya, soliditas kelembagaan diharapkan tercipta sehingga mempermudah
penerapan sistem pengendalian manajemen di dalamnya. Secara tidak langsung, upaya ini

menunjang perwujudan tanggung jawab sosial perusahaan kepada masyarakat luas sebagai salah
satu pengampu kepentingan.

2. Kasus Manipulasi KAP Andersen dan Enron


Sejak tahun 1985 Enron Corporation menggunakan jasa Arthur Andersen. Andersen melakukan
audit internal dan audit external untuk Enron termasuk untuk kantor-kantor cabangnya. Enron
corporation adalah salah satu klien terbesar Andersen dengan kontribusi omset sebesar $10
milyar per tahunnya.
Dalam rangka memperbesar keuntungan yang selama ini telah diperoleh, dibukalah partnershippartneship yang diberi nama special purpose partnership. Partner dagang yang dimiliki oleh
Enron hanya satu untuk setiap partnership dan partner tersebut hanya menyumbang modal yang
sangat sedikit (hanya sekitar 3% dari jumlah modal keseluruhan). Orang awam pasti bertanya
mengapa Enron berminat untuk berpartisipasi dalam partnership dimana Enron menyumbang
97% dari modal.
Muncul pertanyaan dari mana Enron membiayai partnership-partnership tersebut? Pembiayaan
tersebut ternyata diperoleh Enron dengan meminjamkan saham Enron (induk perusahaan)
kepada Enron (anak perusahaan) sebagai modal dasar partnership-partnership tersebut. Secara
singkat, Enron sesungguhnya mengadakan transaksi dengan dirinya sendiri. Enron tidak pernah
mengungkapkan operasi dari partnership-partnership tersebut dalam laporan keuangan yang
ditujukan kepada pemegang saham dan Security Exchange Commission (SEC).
Lebih jauh lagi, Enron bahkan memindahkan utang-utang sebesar $US 690 juta yang
ditimbulkan induk perusahaan ke partnership partnership tersebut. Total hutang yang berhasil
disembunyikan adalah $US 1,2 miliar. Akibatnya, laporan keuangan dari induk perusahaan
terlihat sangat atraktif, menyebabkan harga saham Enron melonjak menjadi $US90 pada bulan
Februari 2001. Perhitungan menunjukkan bahwa dalam kurun waktu tersebut, Enron telah
melebih-lebihkan laba mereka sebanyak $US650miliar.
Manipulasi yang dilakukan Enron selama bertahun-tahun ini mulai terungkap ketika Sherron
Watskin, salah satu eksekutif Enron mulai melaporkan praktek tidak terpuji ini. Pada bulan
September 2001, pemerintah mulai mencium adanya ketidakberesan dalam laporan pembukuan
Enron. Pada bulan Oktober 2001, Enron mengumumkan kerugian sebesar $US618 miliar dan
nilai aset Enron menyusut sebesar $US1,2 triliun dolar AS. Pada laporan keuangan yang sama
diakui, bahwa selama tujuh tahun terakhir, Enron selalu melebih-lebihkan laba bersih mereka.
Akibat laporan mengejutkan ini, nilai saham Enron mulai anjlok dan saat Enron mengumumkan
bahwa perusahaan harus gulung tingkar, 2 Desember 2001, harga saham Enron hanya 26 sen.
Sumber : http://www.wealthindonesia.com/kasus-penipuan-capital-market/bangkrutnyaenron-corp.html

Komentar:
Dalam kasus ini terjadi penyimpangan atau pelanggalaran yang dilakukan pihak perusahaan
(enron) dan pihak auditor. Besarnya jumlah consulting fees yang diterima Arthur Andersen
menyebabkan KAP tersebut bersedia kompromi terhadap temuan auditnya dengan pihak Enron.
Keduanya telah bekerja sama dalam memanipulasi laporan keuangan sehingga merugikan
berbagai pihak baik pihak eksternal seperti para pemegang saham dan pihak internal yang
berasal dari dalam perusahaan enron. Kecurangan yang dilakukan oleh Arthur Andersen telah
banyak melanggar prinsip etika profesi akuntan diantaranya yaitu melanggar prinsip integritas
dan perilaku profesional. KAP Arthur Andersen tidak dapat memelihara dan meningkatkan
kepercayaan publik sebagai KAP yang masuk kategori The Big Five dan tidak berperilaku
profesional serta konsisten dengan reputasi profesi dalam mengaudit laporan keuangan dengan
melakukan penyamaran data. Kasus ini memberi gambaran bagaimana sebuah pelanggaran etika
dalam bisnis dan profesi seseorang dapat berakibat besar bagi kelangsungan hidup perusahan
serta berbagai pihak yang terkait

3. Kasus KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono


September tahun 2001, KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono harus menanggung malu. Kantor
akuntan publik ternama ini terbukti menyogok aparat pajak di Indonesia sebesar US$ 75 ribu.
Sebagai siasat, diterbitkan faktur palsu untuk biaya jasa profesional KPMG yang harus dibayar
kliennya PT Easman Christensen, anak perusahaan Baker Hughes Inc. yang tercatat di bursa
New York. Berkat aksi sogok ini, kewajiban pajak Easman memang susut drastis. Dari semula
US$ 3,2 juta menjadi hanya US$ 270 ribu. Namun, Penasihat Anti Suap Baker rupanya was-was
dengan polah anak perusahaannya. Maka, ketimbang menanggung risiko lebih besar, Baker
melaporkan secara suka rela kasus ini dan memecat eksekutifnya.Badan pengawas pasar modal
AS, Securities & Exchange Commission, menjeratnya dengan Foreign Corrupt Practices Act,
undang-undang anti korupsi buat perusahaan Amerika di luar negeri. Akibatnya, hampir saja
Baker dan KPMG terseret ke pengadilan distrik Texas. Namun, karena Baker mohon ampun,
kasus ini akhirnya diselesaikan di luar pengadilan. KPMG pun terselamatan.

Sumber:http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol3732/font-size1-colorff0000bskandalpenyuapan-pajakbfontbr-kantor-akuntan-kpmg-indonesia-digugat-di-as

Komentar:
Kasus KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono juga melibatkan kantor akuntan publik yang
dinilai terlalu memihak kepada kliennya. Pada kasus ini KPMG melanggar prinsip intregitas
dimana dia menyuap aparat pajak hanya untuk kepentingan kliennya, hal ini dapat dikatakan
tidak jujur dan tidak adil dalam melaksanakan tugasnya. Selain prinsip tersebut, akuntan juga
telah melanggar prinsip obyektivitas hingga ia bersedia melaukan kecurangan. Di sini terihat
bahwa ia telah berat sebelah dalam memenuhi kewajiban profesionalnya.
Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional,
integritas mengharuskan seorang anggota untuk antara lain bersikap jujur dan berterus terang
tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa
Obyektivitas adalah suatu kualitas yag memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota,
prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur, secara
intelektual, tidak berprasangka, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada dibawah
pengaruh pihak lain.

4. Kasus Mulyana W Kusuma


Kasus ini terjadi sekitar tahun 2004. Mulyana W Kusuma sebagai seorang anggota KPU diduga
menyuap anggota BPK yang saat itu akan melakukan audit keuangan berkaitan dengan
pengadaan logistic pemilu. Logistic untuk pemilu yang dimaksud yaitu kotak suara, surat suara,
amplop suara, tinta, dan teknologi informasi. Setelah dilakukan pemeriksaan, badan dan BPK
meminta dilakukan penyempurnaan laporan. Setelah dilakukan penyempurnaan laporan, BPK
sepakat bahwa laporan tersebut lebih baik daripada sebelumnya, kecuali untuk teknologi
informasi. Untuk itu, maka disepakati bahwa laporan akan diperiksa kembali satu bulan
setelahnya.
Setelah lewat satu bulan, ternyata laporan tersebut belum selesai dan disepakati pemberian waktu
tambahan. Di saat inilah terdengar kabar penangkapan Mulyana W Kusuma. Mulyana ditangkap
karena dituduh hendak melakukan penyuapan kepada anggota tim auditor BPK, yakni Salman
Khairiansyah. Dalam penangkapan tersebut, tim intelijen KPK bekerja sama dengan auditor
BPK. Menurut versi Khairiansyah ia bekerja sama dengan KPK memerangkap upaya penyuapan
oleh saudara Mulyana dengan menggunakan alat perekam gambar pada dua kali pertemuan
mereka.
Penangkapan ini menimbulkan pro dan kontra. Salah satu pihak berpendapat auditor yang
bersangkutan, yakni Salman telah berjasa mengungkap kasus ini, sedangkan pihak lain

berpendapat bahwa Salman tidak seharusnya melakukan perbuatan tersebut karena hal tersebut
telah melanggar kode etik akuntan.

Sumber: http://www.suaramerdeka.com

Komentar:
Dalam konteks kasus Mulyana W Kusuma, dapat dinyatakan adalah bahwa tindakan kedua belah
pihak, pihak ketiga (auditor), maupun pihak penerima kerja, yaitu KPU, sama-sama tidak etis.
Tidak etis seorang auditor melakukan komunikasi kepada pihak yang diperiksa atau pihak
penerima kerja dengan mendasarkan pada imbalan sejumlah uang sebagaimana terjadi pada
kasus Mulyana W Kusuma, walaupun dengan tujuan mulia, yaitu untuk mengungkapkan
indikasi terjadinya korupsi di tubuh KPU. Dari sudut pandang etika profesi, auditor tampak tidak
bertanggungjawab, yaitu dengan menggunakan jebakan imbalan uang untuk menjalankan
profesinya. Auditor juga tidak punya integritas ketika dalam benaknya sudah ada pemihakan
pada salah satu pihak, yaitu pemberi kerja dengan berkesimpulan bahwa telah terjadi korupsi.
Dari sisi independensi dan objektivitas, auditor BPK sangat pantas diragukan. Berdasar pada
prinsip hati-hati, auditor BPK telah secara serampangan menjalankan profesinya.
Sebagai seorang auditor BPK seharusnya yang dilakukan adalah bahwa dengan standar teknik
dan prosedur pemeriksaan, auditor BPK harus bisa secara cermat, objektif, dan benar
mengungkapkan bagaimana aliran dana tersebut masuk ke KPU dan bagaimana dana tersebut
dikeluarkan atau dibelanjakan. Dengan teknik dan prosedur yang juga telah diatur dalam profesi
akuntan, pasti akan terungkap hal-hal negatif, termasuk dugaan korupsi kalau memang terjadi.
Tampak sekali bahwa auditor BPK tidak percaya terhadap kemampuan profesionalnya, sehingga
dia menganggap untuk mengungkap kebenaran bisa dilakukan segala macam cara, termasuk
cara-cara tidak etis, sekaligus tidak moralis sebagaimana telah terjadi, yaitu dengan jebakan.
Dalam kasus ini kembali lagi kepada tanggung jawab moral seorang auditor di seluruh Indonesia,
termasuk dari BPK harus sadar dan mempunyai kemampuan teknis bahwa betapa berat
memegang amanah dari rakyat untuk meyakinkan bahwa dana atau uang dari rakyat yang
dikelola berbagai pihak telah digunakan sebagaimana mestinya secara benar, akuntabel, dan
transparan, maka semakin lengkap usaha untuk memberantas korupsi di negeri ini.

5. Kasus Sembilan KAP yang diduga melakukan kolusi dengan kliennya

Jakarta, 19 April 2001 .Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta pihak kepolisian mengusut
sembilan Kantor Akuntan Publik, yang berdasarkan laporan Badan Pengawas Keuangan dan
Pembangunan (BPKP), diduga telah melakukan kolusi dengan pihak bank yang pernah
diauditnya antara tahun 1995-1997. Koordinator ICW Teten Masduki kepada wartawan di
Jakarta, Kamis, mengungkapkan, berdasarkan temuan BPKP, sembilan dari sepuluh KAP yang
melakukan audit terhadap sekitar 36 bank bermasalah ternyata tidak melakukan pemeriksaan
sesuai dengan standar audit.
Hasil audit tersebut ternyata tidak sesuai dengan kenyataannya sehingga akibatnya mayoritas
bank-bank yang diaudit tersebut termasuk di antara bank-bank yang dibekukan kegiatan
usahanya oleh pemerintah sekitar tahun 1999. Kesembilan KAP tersebut adalah AI & R, HT &
M, H & R, JM & R, PU & R, RY, S & S, SD & R, dan RBT & R. Dengan kata lain, kesembilan
KAP itu telah menyalahi etika profesi. Kemungkinan ada kolusi antara kantor akuntan publik
dengan bank yang diperiksa untuk memoles laporannya sehingga memberikan laporan palsu, ini
jelas suatu kejahatan, ujarnya. Karena itu, ICW dalam waktu dekat akan memberikan laporan
kepada pihak kepolisian untuk melakukan pengusutan mengenai adanya tindak kriminal yang
dilakukan kantor akuntan publik dengan pihak perbankan.
ICW menduga, hasil laporan KAP itu bukan sekadar human error atau kesalahan dalam
penulisan laporan keuangan yang tidak disengaja, tetapi kemungkinan ada berbagai
penyimpangan dan pelanggaran yang dicoba ditutupi dengan melakukan rekayasa akuntansi.
Teten juga menyayangkan Dirjen Lembaga Keuangan tidak melakukan tindakan administratif
meskipun pihak BPKP telah menyampaikan laporannya, karena itu kemudian ICW mengambil
inisiatif untuk mengekspos laporan BPKP ini karena kesalahan sembilan KAP itu tidak ringan.
Kami mencurigai, kesembilan KAP itu telah melanggar standar audit sehingga menghasilkan
laporan yang menyesatkan masyarakat, misalnya mereka memberi laporan bank tersebut sehat
ternyata dalam waktu singkat bangkrut. Ini merugikan masyarakat. Kita mengharapkan ada
tindakan administratif dari Departemen Keuangan misalnya mencabut izin kantor akuntan publik
itu, tegasnya. Menurut Tetan, ICW juga sudah melaporkan tindakan dari kesembilan KAP
tersebut kepada Majelis Kehormatan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan sekaligus meminta
supaya dilakukan tindakan etis terhadap anggotanya yang melanggar kode etik profesi akuntan.

Sumber: http://www.kompas.com, 20 April 2001

Komentar:
Pada kasus tersebut prinsip etika profesi yang dilanggar adalah tanggung jawab profesi, dimana
seharusnya melakukan pertanggung jawaban sebagai profesional yang senantiasa menggunakan
pertimbangan moral dan profesional dalam setiap kegiatan yang dilakukannya. Prinsip ini

mengandung makna bahwa akuntan sebagai pemberi jasa profesional memiliki tanggung jawab
kepada semua pemakai jasa mereka termasuk masyarakat dan juga pemegang saham. Dengan
menerbitkan laporan palsu, maka akuntan telah menyalahi kepercayaan yang diberikan
masyarakat kepada mereka selaku orang yang dianggap dapat dipercaya dalam penyajian laporan
keuangan.
Selain itu seharusnya tidak melanggar prinsip etika profesi yang kedua,yaitu kepentingan publik,
dan objektivitas. Para akuntan dianggap telah menyesatkan publik dengan penyajian laporan
keuangan yang direkayasa dan mereka dianggap tidak objektif dalam menjalankan tugas. Dalam
hal ini, mereka telah bertindak berat sebelah yaitu mengutamakan kepentingan klien dan mereka
tidak dapat memberikan penilaian yang adil, tidak memihak, serta bebas dari benturan
kepentingan pihak lain.
5 kasus penyimpangan dari etika akuntansi
KASUS 1
Kasus Tentang Etika Profesi Akuntansi Akuntan Publik Petrus Mitra Winata Dibekukan
Kasus pelanggaran Standar Profesional Akuntan Publik kembali muncul. Menteri Keuangan pun
memberi sanksi pembekuan.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati membekukan izin Akuntan Publik
(AP)Drs. Petrus Mitra Winata dari Kantor Akuntan Publik (KAP) Drs. Mitra Winata dan Rekan
selama dua tahun, terhitung sejak 15 Maret 2007.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat Departemen Keuangan Samsuar Said dalam siaran pers yang
diterima Hukumonline, Selasa (27/3), menjelaskan sanksi pembekuan izin diberikan karena
akuntan publik tersebut melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesional Akuntan Publik
(SPAP).
Pelanggaran itu berkaitan dengan pelaksanaan audit atas Laporan Keuangan PT Muzatek Jaya
tahun buku berakhir 31 Desember 2004 yang dilakukan oleh Petrus. Selain itu, Petrus juga telah
melakukan pelanggaran atas pembatasan penugasan audit umum dengan melakukan audit umum
atas laporan keuangan PT Muzatek Jaya, PT Luhur Artha Kencana dan Apartemen Nuansa Hijau
sejak tahun buku 2001 sampai dengan 2004.

Selama izinnya dibekukan, Petrus dilarang memberikan jasa atestasi termasuk audit umum,
review, audit kinerja dan audit khusus. Yang bersangkutan juga dilarang menjadi pemimpin
rekan atau pemimpin cabang KAP, namun dia tetap bertanggungjawab atas jasa-jasa yang telah
diberikan, serta wajib memenuhi ketentuan mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan
(PPL).
Pembekuan

izin

oleh

Menkeu

tersebut

sesuai

dengan

Keputusan

Menkeu

Nomo

423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan Publik sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menkeu Nomor 359/KMK.06/2003.
Pembekuan izin yang dilakukan oleh Menkeu ini merupakan yang kesekian kalinya. Pada 4
Januari 2007, Menkeu membekukan izin Akuntan Publik (AP) Djoko Sutardjo dari Kantor
Akuntan Publik Hertanto, Djoko, Ikah & Sutrisno selama 18 bulan. Djoko dinilai Menkeu telah
melakukan pelanggaran atas pembatasan penugasan audit dengan hanya melakukan audit umum
atas laporan keuangan PT Myoh
Technology Tbk (MYOH). Penugasan ini dilakukan secara berturut-turut sejak tahun buku 2002
hingga 2005.
Sebelumnya, di bulan November tahun lalu, Depkeu juga melakukan pembekuan izin terhadap
Akuntan Publik Justinus Aditya Sidharta. Dalam kasus ini, Justinus terbukti telah melakukan
pelanggaran terhadap SPAP berkaitan dengan Laporan Audit atas Laporan Keuangan Konsolidasi
PT Great River International Tbk (Great River) tahun 2003.
Kasus Great River sendiri mencuat ke publik seiring terjadinya gagal bayar obligasi yang
diterbitkan perusahaan produsen pakaian tersebut. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan

(Bapepam-LK)

mengindikasikan

terjadi

praktik

overstatement

(pernyataan

berlebihan) penyusunan laporan keuangan yang melibatkan auditor independen, yakni akuntan
publik Justinus Aditya Sidharta.
Cukup satu saksi ahli

Terhadap kasus Great River, saat ini Bapepam-LK sedang meminta penilaian independen dari
saksi ahli untuk menuntaskan pemeriksaan kasus overstatement laporan keuangan emiten
berkode saham GRIV itu.
Kepala Biro Pemeriksaan dan Penyidikan Bapepam-LK Wahyu Hidayat mengatakan akuntan
publik akan dipanggil untuk memberikan penilaian terhadap kasus laporan keuangan Great
River. "Penyidikan Great River masih pada tahap penyempurnaan, kami menyiapkan saksi ahli
dari akuntan publik," tuturnya kepada pers, pekan lalu.
Pemanggilan saksi ahli oleh penyidik Bapepam-LK ini dibenarkan oleh UU No 8 Tahun 1995
tentang Pasar Modal. Alasannya, dalam Pasal 101 ayat 3 h UU Pasar Modal disebutkan, penyidik
Bapepam-LK berwenang meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan
tindak pidana di bidang pasar modal.
Pasca pengambilan keterangan akuntan publik, otoritas pasar modal segera menyusun berkas
pemeriksaan overstatement laporan keuangan Great River yang akan dilimpahkan ke Kejaksaan.
Berkas itu, kata Wahyu, akan dibuat terpisah dari berkas pemeriksaan direksi.
Ditambahkan oleh Wahyu saksi ahli kasus Great River bisa diambil dari anggota Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI) asalkan independen. Dalam waktu dekat ini, akuntan yang akan ditetapkan
sebagai saksi ahli segera diumumkan oleh otoritas pasar modal itu. "Satu saksi ahli cukup. Bisa
dari IAI atau siapapun, yang pasti independen. Kalau sudah cukup dengan saksi ahli itu,langsung
kami berkas," sambungnya. (Sut)
KASUS 2
XXX Air, Maskapai yang Paling Sering Terlambat
XXX Air menduduki peringkat teratas maskapai yang paling sering terlambat atau delay pada
periode Januari-November 2011. Hasil itu didasarkan pada daftar maskapai penerbangan
komersil penerbangan yang dirilis Kementerian Perhubungan dan data Direktorat Angkutan
Udara Ditjen Perhubungan Udara, Senin (9/1)
Dari data tersebut angka ketepatan waktu penerbangan (on time performance/OTP) yang diraih
XXX Air rata-rata sebesar 66,78 persen. Peringkat kedua maskapai yang sering terlambat adalah
ABC Airlines dengan angka 68,43 persen diikuti FGH Air (69,87 persen), KLM (71,09 persen)
dan MNO Air (72,08 persen).

Adapun, maskapai yang dinilai paling tepat waktu adalah JKL dengan angka ketepatan waktu
rata-rata 84,36%. Selain itu, Direktorat Angkutan Udara Ditjen Perhubungan Udara juga
mengeluarkan data maskapai yang paling sering melakukan pembatalan penerbangan.
Peringkat teratas diduduki ABC Airlines dengan angka rata-rata 9,21 persen penerbangannya
dibatalkan. Kemudian diikuti FGH Air (4,11 persen), JKL (0,82 persen), XXX (0,73 persen),
MNO Air (0,54 persen) dan KLM (0,16 persen).
Seperti diketahui, untuk mengurangi delay atau keterlambatan penerbangan, Kementerian
Perhubungan telah memberlakukan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No.77/2011
tentang Tanggung Jawab Pengangkut, di antaranya soal kompensasi tunai bagi maskapai yang
delay lebih dari empat jam kepada setiap penumpangnya.
Keterlaluan, XXX Air Harus Dihukum!
Pemerintah harus memberikan hukuman kepada XXX Air karena seringnya melakukan delay.
Pemerintah harus tegas meminta XXX Air melakukan perbaikan dalam upaya meningkatkan
keselamatan penumpang dan ketepatan jadwal penerbangan.
Hal itu ditegaskan Direktur Lembaga Advokasi Perlindungan Konsumen (LAPK), FW. Dia
menuturkan, kejadian delay XXX Air sebenarnya bukan kabar baru lagi, tanpa sebab yang jelas
dan seringkali absurd. Selalu masalah teknis untuk persiapan pesawat terbang sebelum take off.
Memang ada kepentingan keselamatan penumpang kalau dibuat logikanya. Namun, tingkat
delay XXX Air membuat orang seringkali membuat stereotype bahwa XXX Air is Delay. Apalagi
delay sampai di atas 7 jam, tentu bukan waktu yang singkat. Lalu, mengapa maskapai tidak
mencari inisiatif dengan menggunakan pesawat lain, atau mengalihkan penumpang kepada
maskapai lainnya, kata FW, hari ini.
Hal itu dikemukakan FW terkait delay yang dialami penumpang Lion Air pada Senin (21/5) lalu.
Para penumpang XXX Air JT 231 IT harus menunggu di atas 7 jam di terminal keberangkatan
domestik Bandara Internasional Polonia, Medan, sebelum diterbangkan ke Padang, Sumatera
Barat. Penerbangan mereka tertunda karena kaca depan pesawat yang akan mereka tumpangi
pecah. Dijadwalkan pesawat XXX Air rute Medan-Padang itu seharusnya berangkat sekitar
pukul 06.30 WIB. Namun, penerbangan baru bisa dilakukan sekitar pukul 15.00 setelah
perbaikan pesawat rampung.
Menurut FW, jika XXX Air tidak punya pesawat cadangan, sudah sangat patut maskapai tersebut
diberi sanksi yang lebih berat lagi. Karena sudah sedemikian berani bermain-main dengan
pelayanan ratusan atau bahkan ribuan manusia di waktu yang lain.
Apalagi kalau itu dilakukan demi mencapai efesiensi perusahaan untuk memperoleh
keuntungan sebesar-besarnya, ungkapnya.
FW mengatakan, dalam banyak kasus, XXX Air tidak proaktif memberikan informasi mengenai
jadwal yang tertunda. Padahal, informasi jadwal penerbangan adalah moment of truth bagi
pelanggan. Meskipun banyak yang sudah menanyakan pada saat check in, namun menurutnya
tetap saja tidak ada informasi yang jelas. Hanya pada saat orang-orang mulai gerah dan ingin
marah, akhirnya XXX Air memberikan informasi yang tetap saja direvisi karena tidak sesuai
jadwal, sebutnya.
FW menambahkan, belajar dari kasus itu, tindakan tegas harusnya dilakukan oleh pemerintah
kepada maskapai XXX Air akibat terus menurunnya layanannya akhir-akhir ini. XXX Air
diharuskan melakukan perbaikan dalam upaya meningkatkan keselamatan dan ketepatan jadwal
penerbangan. Untuk itu, komitmen perusahaan XXX Air harus lebih berpihak kepada

penumpangnya. Kalau tidak, maka upaya mengurangi produksi dengan mengistirahatkan (stand
by) pesawatnya perlu ditempuh kembali, bebernya.
Hal itu dikatakan FW, karena jika merujuk data, XXX Air sangat sering delay sampai-sampai
sempat dinobatkan sebagai Juara Delay pada 2011. Pada Agustus 2011, Dinas Perhubungan
Udara Kementerian Perhubungan telah mengumumkan bahwa persentasi ketepatan waktu
terbang (ontime departures) XXX Air hanya mencapai 67 persen. Akibat XXX Air ketagihan
delay, maskapai itu pun telah dijatuhi sanksi dari oleh Kementerian Perhubungan dengan wajib
mengistirahatkan 13 pesawatnya, pada Juli 2011.
Maksud hukuman tersebut antara lain adalah agar jumlah pilot dengan jumlah armada pesawat
yang ada bisa lebih proporsional, tandasnya.
KASUS 3
Enron adalah perusahaan yang sangat bagus. Sebagai salah satu perusahaan yang menikmati
booming industri energi di tahun 1990an, Enron sukses menyuplai energi ke pangsa pasar yang
begitu besar dan memiliki jaringan yang luar biasa luas. Enron bahkan berhasil menyinergikan
jalur transmisi energinya untuk jalur teknologi informasi. Kalau dilihat dari siklus bisnisnya,
Enron memiliki profitabilitas yang cukup menggiurkan. Seiring booming industri energi, Enron
memosisikan dirinya sebagai energy merchants: membeli natural gas dengan harga murah,
kemudian dikonversi dalam energi listrik, lalu dijual dengan mengambil profit yang lumayan dari
markup sale of power atau biasa disebut spark spread.
Pada beberapa tahun yang lalu beberapa perusahaan seperti Enron dan Worldcom yang
dinyatakan bangkrut oleh pengadilan dan Enron perusahaan energi terbesar di AS yang jatuh
bangkrut itu meninggalkan hutang hampir sebesar US $ 31.2 milyar, karena salah strategi dan
memanipulasi akuntansi yang melibatkan profesi Akuntan Publik yaitu Kantor Akuntan Publik
Arthur Andersen. Arthur Andersen, merupakan kantor akuntan public yang disebut sebagai The
big five yaitu (pricewaterhouse coopers, deloitte & touch, KPMC, Ernest & Young dan
Anderson) yang melakukan Audit terhadap laporan keuangan Enron Corp. Laporan keuangan
maupun akunting perusahaan yang diaudit oleh perusahaan akunting ternama di dunia, Arthur
Andersen, ternyata penuh dengan kecurangan (fraudulent) dan penyamaran data serta syarat
dengan pelanggaran etika profesi.
Akibat gagalnya Akuntan Publik Arthur Andersen menemukan kecurangan yang dilakukan oleh
Enron maka memberikan reaksi keras dari masyarakat (investor) sehingga berpengaruh terhadap
harga saham Enron di pasar modal. Kasus Enron ini menyebabkan indeks pasar modal Amerika
jatuh sampai 25 %
KASUS 4
Kasus pelanggaran Standar Profesional Akuntan Publik kembali muncul. Menteri Keuangan pun
memberi sanksi pembekuan.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati membekukan izin Akuntan Publik (AP) Drs.
Petrus Mitra Winata dari Kantor Akuntan Publik (KAP) Drs. Mitra Winata dan Rekan selama
dua tahun, terhitung sejak 15 Maret 2007. Kepala Biro Hubungan Masyarakat Departemen
Keuangan Samsuar Said dalam siaran pers yang diterima Hukumonline, Selasa (27/3),
menjelaskan sanksi pembekuan izin diberikan karena akuntan publik tersebut melakukan
pelanggaran terhadap Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP).

Pelanggaran itu berkaitan dengan pelaksanaan audit atas Laporan Keuangan PT Muzatek Jaya
tahun buku berakhir 31 Desember 2004 yang dilakukan oleh Petrus. Selain itu, Petrus juga telah
melakukan pelanggaran atas pembatasan penugasan audit umum dengan melakukan audit umum
atas laporan keuangan PT Muzatek Jaya, PT Luhur Artha Kencana dan Apartemen Nuansa Hijau
sejak tahun buku 2001 sampai dengan 2004.
KASUS 5
Komisaris PT Kereta Api mengungkapkan adanya manipulasi laporan keuangan BUMN tersebut
di mana seharusnya perusahaan merugi namun dilaporkan memperoleh keuntungan.
Saya tahu bahwa ada sejumlah pos yang sebetulnya harus dinyatakan sebagai beban bagi
perusahaan tetapi malah dinyatakan masih sebagai aset perusahaan. Jadi ada trik akuntansi, kata
salah satu Komisaris PT Kereta Api, Hekinus Manao di Jakarta, Rabu.
Ia menyebutkan, hingga kini dirinya tidak mau menandatangani laporan keuangan itu karena
adanya
ketidakbenaran
dalam
laporan
keuangan
BUMN
perhubungan
itu.
Saya tahu laporan yang diperiksa oleh akuntan publik itu tidak benar karena saya sedikit banyak
mengerti akuntansi, yang mestinya rugi dibuat laba, kata penyandang Master of Accountancy,
Case
Western
Reserve
University,
Cleveland,
Ohio
USA
tahun
1990.
Akibat tidak ada tanda tangan dari satu komisaris, rapat umum pemegang saham (RUPS) PT
Kereta Api yang seharusnya dilaksanakan sekitar awal Juli 2006 ini juga harus dipending.
Dari berbagai kasus di atas ada beberapa hal yang dapat dibahas, bahwa Seorang akuntan public
hendaklah memegang teguh Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP). Dengan Standar
Profesional Akuntan Publik (SPAP) dapat terciptanya akuntan publik yang jujur, berkualitas dan
dapat dipercaya. Dengan adanya contoh pada kasus 2, yaitu dibekukannya izin Drs. Mitra Winata
dan Rekan dari Kantor Akuntan Publik (KAP) karena akuntan publik tersebut melakukan
pelanggaran terhadap Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), dan kasus pelanggaran lainya
seperti Djoko Sutardjo dari Kantor Akuntan Publik Hertanto, Djoko, Ikah & Sutrisno melakukan
pelanggaran atas pembatasan penugasan audit dan pembekuan izin terhadap Akuntan Publik
Justinus Aditya Sidharta yang terbukti telah melakukan pelanggaran terhadap SPAP berkaitan
dengan Laporan Audit atas Laporan Keuangan Konsolidasi akan mencoreng nama baik dari
akuntan publik dan hal ini akan sangat merugikan seperti hilangnya kepercaayaaan masyarakat.
Sedangkan pada kasus 1, Akibat gagalnya Akuntan Publik Arthur Andersen menemukan
kecurangan yang dilakukan oleh Enron maka memberikan reaksi keras dari masyarakat
(investor) sehingga berpengaruh terhadap harga saham Enron di pasar modal. Kasus Enron ini
menyebabkan indeks pasar modal Amerika jatuh sampai 25 %. Perusahaan akuntan yang
mengaudit laporan keuangan Enron, Arthur andersen, tidak berhasil melaporkan penyimpangan
yang terjadi dalam tubuh Enron. Di samping sebagai eksternal auditor, Arthur andersen juga
bertugas sebagai konsultan manajemen Enron. Besarnya jumlah consulting fees yang diterima
Arthur Andersen menyebabkan KAP tersebut bersedia kompromi terhadap temuan auditnya
dengan
klien
mereka.

KAP Arthur Andersen memiliki kebijakan pemusnahan dokumen yang tidak menjadi bagian dari
kertas kerja audit formal. Walaupun penghancuran dokumen tersebut sesuai kebijakan internal
Andersen, tetapi kasus ini dianggap melanggar hukum dan menyebabkan kredibilitas Arthur
Andersen hancur. Akibatnya, banyak klien Andersen yang memutuskan hubungan dan Arthur
Andersen pun ditutup. Faktor tersebut adalah merupakan perilaku tidak etis yang sangat
bertentangan dengan good corporate governance philosofy yang membahayakan terhadap
business
going
cocern.
Pada kasus 3, sebagai Suatu lembaga, PT Kereta Api Indonesia memang memiliki kewenangan
untuk menyusun laporan keuangannya dan memilih auditor eksternal untuk melakukan proses
audit terhadap laporan keuangan tersebut. Tetapi, ada hal mendasar yang harus diperhatikannya
sebagai wujud penerapan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Auditor
eksternal yang dipercayai harus benar-benar memiliki integritas serta prosesnya harus terlaksana
berdasarkan kaidah-kaidah yang telah diakui validitasnya, dalam hal ini Pedoman Standar
Akuntansi Keuangan dan Standar Profesional Akuntan Publik. Selain itu, auditor eksternal wajib
melakukan komunikasi secara benar dengan komite audit yang ada pada PT Kereta Api
Indonesia. Secara tidak langsung, upaya ini menunjang perwujudan tanggung jawab sosial
perusahaan kepada masyarakat luas sebagai salah satu pengampu kepentingan. Seperti halnya
yang telah diketahui bersama, hal ini jelas mempunyai dimensi etis.

Akuntan Publik Petrus Mitra Winata Dibekukan


Kasus pelanggaran Standar Profesional Akuntan Publik kembali muncul. Menteri Keuangan pun
memberi sanksi pembekuan.
Sut
Dibaca: 12735 Tanggapan: 1

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati membekukan izin Akuntan Publik (AP)
Drs. Petrus Mitra Winata dari Kantor Akuntan Publik (KAP) Drs. Mitra Winata dan Rekan
selama dua tahun, terhitung sejak 15 Maret 2007.

Kepala Biro Hubungan Masyarakat Departemen Keuangan Samsuar Said dalam siaran pers yang
diterima Hukumonline, Selasa (27/3), menjelaskan sanksi pembekuan izin diberikan karena
akuntan publik tersebut melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesional Akuntan Publik
(SPAP).

Pelanggaran itu berkaitan dengan pelaksanaan audit atas Laporan Keuangan PT Muzatek Jaya
tahun buku berakhir 31 Desember 2004 yang dilakukan oleh Petrus. Selain itu, Petrus juga telah
melakukan pelanggaran atas pembatasan penugasan audit umum dengan melakukan audit umum
atas laporan keuangan PT Muzatek Jaya, PT Luhur Artha Kencana dan Apartemen Nuansa Hijau
sejak tahun buku 2001 sampai dengan 2004.

Selama izinnya dibekukan, Petrus dilarang memberikan jasa atestasi termasuk audit umum,
review, audit kinerja dan audit khusus. Yang bersangkutan juga dilarang menjadi pemimpin rekan
atau pemimpin cabang KAP, namun dia tetap bertanggungjawab atas jasa-jasa yang telah
diberikan, serta wajib memenuhi ketentuan mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan
(PPL).

Pembekuan izin oleh Menkeu tersebut sesuai dengan Keputusan Menkeu Nomor
423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan Publik sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menkeu Nomor 359/KMK.06/2003.

Pembekuan izin yang dilakukan oleh Menkeu ini merupakan yang kesekian kalinya. Pada 4
Januari 2007, Menkeu membekukan izin Akuntan Publik (AP) Djoko Sutardjo dari Kantor
Akuntan Publik Hertanto, Djoko, Ikah & Sutrisno selama 18 bulan. Djoko dinilai Menkeu telah
melakukan pelanggaran atas pembatasan penugasan audit dengan hanya melakukan audit umum
atas laporan keuangan PT Myoh Technology Tbk (MYOH). Penugasan ini dilakukan secara
berturut-turut sejak tahun buku 2002 hingga 2005.

Sebelumnya, di bulan November tahun lalu, Depkeu juga melakukan pembekuan izin terhadap
Akuntan Publik Justinus Aditya Sidharta. Dalam kasus ini, Justinus terbukti telah melakukan
pelanggaran terhadap SPAP berkaitan dengan Laporan Audit atas Laporan Keuangan Konsolidasi
PT Great River International Tbk (Great River) tahun 2003.

Kasus Great River sendiri mencuat ke publik seiring terjadinya gagal bayar obligasi yang
diterbitkan perusahaan produsen pakaian tersebut. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan (Bapepam-LK) mengindikasikan terjadi praktik overstatement (pernyataan
berlebihan) penyusunan laporan keuangan yang melibatkan auditor independen, yakni akuntan
publik Justinus Aditya Sidharta.

Cukup satu saksi ahli

Terhadap kasus Great River, saat ini Bapepam-LK sedang meminta penilaian independen dari
saksi ahli untuk menuntaskan pemeriksaan kasus overstatement laporan keuangan emiten
berkode saham GRIV itu.

Kepala Biro Pemeriksaan dan Penyidikan Bapepam-LK Wahyu Hidayat mengatakan akuntan
publik akan dipanggil untuk memberikan penilaian terhadap kasus laporan keuangan Great
River. Penyidikan Great River masih pada tahap penyempurnaan, kami menyiapkan saksi ahli
dari akuntan publik, tuturnya kepada pers, pekan lalu.

Pemanggilan saksi ahli oleh penyidik Bapepam-LK ini dibenarkan oleh UU No 8 Tahun 1995
tentang Pasar Modal. Alasannya, dalam Pasal 101 ayat 3 h UU Pasar Modal disebutkan, penyidik
Bapepam-LK berwenang meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan
tindak pidana di bidang pasar modal.

Pasca pengambilan keterangan akuntan publik, otoritas pasar modal segera menyusun berkas
pemeriksaan overstatement laporan keuangan Great River yang akan dilimpahkan ke Kejaksaan.
Berkas itu, kata Wahyu, akan dibuat terpisah dari berkas pemeriksaan direksi.

Ditambahkan oleh Wahyu saksi ahli kasus Great River bisa diambil dari anggota Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI) asalkan independen. Dalam waktu dekat ini, akuntan yang akan ditetapkan
sebagai saksi ahli segera diumumkan oleh otoritas pasar modal itu. Satu saksi ahli cukup. Bisa
dari IAI atau siapapun, yang pasti independen. Kalau sudah cukup dengan saksi ahli itu,
langsung kami berkas, sambungnya.
Judul: Manipulasi pembukuan transaksi oleh YPPI dan Bank Indonesia
Nama: Hadi Pramono
NIM: C4C013044
Kasus audit BI atas aliran dana YPPI merupakan salah satu kasus keuangan paling kontroversial
pada tahun 2008, tim IT indonesia meneliti adanya penyimpangan yg dilakukan para petinggi
negeri ini. terutama karena melibatkan serentetan nama anggota dewan gubernur BI dan anggota
DPR terkemuka. Sebagai hasil dari laporan BPK, kasus aliran dana YPPI kini telah terangkat ke
meja hijau.
Kasus Aliran dana YPPI atau YLPPI adalah murni temuan tim audit BPK. Tim tersebutlah yang
menentukan rencana kerja, metode, teknik pemeriksaan, analisis maupun penetapan opini
pemeriksaan kasus tersebut sesuai dngan standar pemeriksaan yang berlaku.
Perintah pemeriksaan BI dan YPPI ini dikeluarkan oleh Anggota Pembina Keuangan Negara II
(Angbintama II) dan Kepala Auditorat Keuangan Negara II (Tortama II) yang membawahi

pemeriksaan BI. Selama periode bulan Februari hingga Mei 2005, Tim Audit BPK melakukan
pemeriksaan atas Laporan Keuangan BI Tahun 2004. Tim Audit BPK juga memeriksa Yayasan
Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (YLPPI) yang berdiri pada tahun 1977, karena
afiliasi lembaganya dengan BI.
Pada bulan Maret 2005, Tim Audit BPK di BI menemukan adanya asset/tanah BI yang
digunakan oleh YLPPI. Berdasarkan pemeriksaan lebih lanjut oleh Kantor Akuntan Publik
Muhammad Thoha atas perbandingan kekayaan YLPPI per 31 Desember 2003 dengan posisi
keuangannya per Juni 2003, diketahui adanya penurunan nilai asset sebesar Rp 93 miliar.
Temuan Penyimpangan
1. Manipulasi pembukuan, baik buku YPPI maupun buku Bank Indonesia. Pada saat perubahan
status YPPI dari UU Yayasan Lama ke UU No 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, kekayaan dalam
pembukuan YPPI berkurang Rp 100 miliar. Jumlah Rp 100 miliar ini lebih besar dari penurunan
nilai aset YPPI yang diduga semula sebesar Rp 93 miliar. Sebaliknya, pengeluaran dana YPPI
sebesar Rp 100 miliar tersebut tidak tercatat pada pembukuan BI sebagai penerimaan atau utang.
2. Menghindari Peraturan Pengenalan Nasabah Bank serta UU tentang Tindak Pidana Pencucian
Uang. Dimana dana tersebut dipindahkan dulu dari rekening YPPI di berbagai bank komersil, ke
rekening yang terdapat BI, baru kemudian ditarik keseluruhan secara tunai.
3. Penarikan dan penggunaan dana YPPI untuk tujuan berbeda dengan tujuan pendirian yayasan
semula. Ini bertentangan dengan UU Yayasan, dan putusan RDG tanggal 22 Juli 2003 yang
menyebutkan bahwa dana YPPI digunakan untuk pembiayaan kegiatan sosial kemsyarakatan.
4. Penggunaan dana Rp 31,5 miliar yang diduga untuk menyuap oknum anggota DPR. Sisanya,
Rp 68,5 miliar disalurkan langsung kepada individu mantan pejabat BI, atau melalui
perantaranya. Diduga, dana ini digunakan untuk menyuap oknum penegak hukum untuk
menangani masalah hukum atas lima orang mantan Anggota Dewan Direksi/ Dewan Gubernur
BI. Padahal, kelimanya sudah mendapat bantuan hukum dari sumber resmi anggaran BI sendiri
sebesar Rp 27,7 miliar. Bantuan hukum secara resmi itu disalurkan kepada para pengacara
masing-masing. Dan dana Rp 68,5 miliar

http://www.bpk.go.id/assets/files/attachments/2009/01/siaran_pers_menanggapioey1.pdf
http://auditit50.blogspot.com/2012/11/studi-kasus.html
http://margarethaiput.blogspot.com/2011/11/kasus-kasus-yang-berhubungan-dengan.html
http://politik.news.viva.co.id/news/read/21135-bpk__kejahatan_aliran_dana_bi_ada_empat_1
Reply

AnonymousMarch 18, 2014 at 11:51 AM

JUDUL : Depkeu Bekukan Izin Akuntan Publik Ketut Gunarsa


NAMA : Kartika Dimas Satriawan
nim : C4C013081
KASUS

Jakarta -Menteri Keuangan (Menkeu) membekukan izin Akuntan Publik (AP) Drs. Ketut
Gunarsa, Pemimpin Rekan dari Kantor Akuntan Publik (KAP) K.Gunarsa dan I.B Djagera
selama enam bulan. Pembekuan izin yang tertuang dalam keputusan Nomor 325/KM.1/2007 itu
mulai berlaku sejak tanggal 23 Mei 2007. Demikian siaran pers dari Depkeu seperti dikutip dari
situsnya, Senin (18/6/2007). Sanksi pembekuan izin diberikan karena AP tersebut melakukan
pelanggaran terhadap Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dalam pelaksanaan audit atas
laporan keuangan Balihai Resort and Spa untuk tahun buku 2004 yang berpotensi berpengaruh
signifikan terhadap Laporan Auditor Independen. Selama izinnya dibekukan, AP tersebut
dilarang memberikan jasa atestasi termasuk audit umum, review, audit kinerja dan audit khusus.
Yang bersangkutan juga dilarang menjadi Pemimpin Rekan atau Pemimpin Cabang KAP namun
tetap bertanggung jawab atas jasa-jasa yang telah diberikan, serta wajib memenuhi ketentuan
mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL). Pembekuan izin oleh Menkeu tersebut
sesuai dengan Keputusan Menkeu Nomor 423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan Publik
sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menkeu Nomor 359/KMK.06/2003.
Dadan Kuswaraharja - detikfinance
Senin, 18/06/2007 18:21 WIB
http://finance.detik.com/read/2007/06/18/182138/795012/4/depkeu-bekukan-izin-akuntanpublik-ketut-gunarsa
Reply

AnonymousMarch 18, 2014 at 12:06 PM

Judul : Menkeu Bekukan Izin Akuntan Ikah Moeslimah


Nama: Raditya Megantara
Nim : C4C013072
Kasus
Jakarta -Menteri Keuangan (Menkeu) terhitung sejak tanggal 5 Juni 2007, membekukan izin
Akuntan Publik (AP) Ikah Moeslimah, Rekan pada Kantor Akuntan Publik (KAP) Hertanto,
Djoko, Ikah, Sutrisno. Pembekuan yang berlaku selama 12 bulan diputuskan melalui Keputusan
Menkeu Nomor 351/KM.1/2007. Sanksi pembekuan izin diberikan karena berdasarkan surat
Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) nomor S02/BL/AP/S.4/2007. Menurut siaran pers dari Depkeu, Kamis (28/6/2007), AP tersebut
melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1996
tentang Pasar Modal, yaitu AP telah melanggar Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP)
dalam pelaksanaan audit atas laporan keuangan PT Myoh Technology Tbk tahun buku 2005.
Selama izinnya dibekukan, AP tersebut dilarang memberikan jasa: 1. Atestasi termasuk audit
umum, review, audit kinerja dan audit khusus; 2. Non atestasi, yang mencakup kegiatan seperti
jasa konsultasi, jasa kompilasi, jasa perpajakan, dan jasa-jasa yang berhubungan dengan
akuntansi dan keuangan. Yang bersangkutan juga dilarang menjadi Pemimpin Rekan atau

Pemimpin Cabang KAP namun tetap bertanggung jawab atas jasa-jasa yang telah diberikan, serta
wajib memenuhi ketentuan mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL). Pembekuan
izin oleh Menkeu tersebut sesuai dengan Keputusan Menkeu Nomor 423/KMK.06/2002 tentang
Jasa Akuntan Publik sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menkeu Nomor
359/KMK.06/2003.
Dadan Kuswaraharja - detikfinance
Kamis, 28/06/2007 18:21 WIB
http://finance.detik.com/read/2007/06/28/182159/799008/4/menkeu-bekukan-izin-akuntan-ikahmoeslimah
Reply

Muhamad safiqMarch 18, 2014 at 5:59 PM

Judul: Fannie Mae Accused Of Deceiving KPMG, Its Former Auditor


Nama: Muhamad Safiq
NIM: C4C013066
Auditor KPMG this week sued its former client Fannie Mae, alleging that the giant mortgage
funding company deceived it for years, damaging KPMG's reputation and exposing it to the
threat of substantial liability.
Both firms have been sued by investors since Fannie Mae was revealed to have overstated profits
by billions of dollars. For years, KPMG put its stamp of approval on financial statements that
Fannie Mae now acknowledges were flawed.
In court papers filed in U.S. District Court for the District of Columbia, KPMG also disclosed
that it has become the subject of regulatory inquiries.
The accounting firm says it was relying on Fannie Mae to tell the truth about its finances when
KPMG issued clean audit reports year after year "in the absence of further analysis, review
procedures, and/or modifications to the financial statements."
"Fannie Mae repeatedly, deliberately, and recklessly provided misleading information to
KPMG," the lawsuit says.
The fees KPMG charged Fannie Mae were "significantly lower than the fees that would have
been charged had Fannie Mae disclosed all material information," KPMG added in the lawsuit.
It was countering a lawsuit Fannie Mae filed in December, which alleged that the audit firm
committed malpractice when it signed off on financial statements that were riddled with errors.
KPMG's counterclaims were reported yesterday by Bloomberg News.
A Fannie Mae spokesman yesterday declined to comment.
Though KPMG didn't quantify the damages it is seeking, Fannie Mae is trying to recoup more
than $2 billion from the accounting firm, including the more than $1 billion Fannie Mae has
spent redoing its books.
KPMG is one of the Big Four accounting firms left standing after the collapse of rival Arthur

Andersen in the Enron scandal.


District-based Fannie Mae was chartered by the federal government to advance home ownership
by providing funding for mortgage lenders. During the fallout from the accounting scandal,
Fannie Mae was accused of fraud by the Securities and Exchange Commission, and it agreed to
pay a $400 million settlement with regulators.
The charges in KPMG's suit include breach of contract and fraudulent misrepresentation.
Among the alleged false representations are letters to KPMG signed by members of Fannie Mae
management, including former chief executive Franklin D. Raines, former chief financial officer
J. Timothy Howard, former president Lawrence M. Small -- who recently resigned as head of the
Smithsonian Institution -- and current chief executive Daniel H. Mudd. Those men are not named
as defendants in KPMG's suit.
KPMG cited findings of an investigation by the Office of Federal Housing Enterprise Oversight,
including the agency's assertion last year that Fannie "worked strenuously to hide" its "improper
earnings management" from KPMG.
KPMG also quoted a 1998 communication by a Fannie Mae employee describing how an
accounting change planned for 1999 should be kept from KPMG so the auditing firm would not
demand that it be booked at the end of 1998.
sumber:
http://www.washingtonpost.com/wp-dyn/content/article/2007/04/20/AR2007042002024.html
Reply

Dian WibowoMarch 19, 2014 at 5:24 AM

Judul : Kasus Pelanggaran Etika Akuntan di PT Great River International Tbk


Nama : Hardiyanto wibowo
NIM : C4C013045
Kasus ini bermula dari kesulitan PT Green River untuk membayar hutang-hutangnya dan arus
kas yang terus menurun. Setelah melalui penyelidikan auditor investigasi dari Bapepam, mereka
menemukan indikasi penggelembungan account penjualan, piutang dan asset hingga ratusan
milyar rupiah pada laporan keuangan Green River. Kasus Great River berawal pada sekitar bulan
Juli hingga September 2004. PT Bank Mandiri telah membeli obligasi PT Great River
International, Tbk sebesar Rp50 miliar dan memberi fasilitas Kredit Investasi; Kredit Modal
Kerja; dan Non Cash Loan kepada PT. Great River Internasional senilai lebih dari Rp265 milyar
yang diduga mengandung unsur melawan hukum karena obligasi tersebut default dan kreditnya
macet. Obligasi tersebut saat ini berstatus default atau gagal, sedangkan kreditnya macet.
Pembelian obligasi dan pemberian kredit itu diduga kuat melawan hukum.Akuntan yang
dianggap bersalah dan terlibat dalam kasus ini adalah Justinus Aditya Sidharta. Menurut Justinus,
Great River banyak menerima order pembuatan pakaian dari luar negeri dengan bahan baku dari
pihak pemesan. Jadi Great River hanya mengeluarkan ongkos operasi pembuatan pakaian. Tapi
saat pesanan dikirimkan ke luar negeri, nilai ekspornya dicantumkan dengan menjumlahkan
harga bahan baku, aksesori, ongkos kerja, dan laba perusahaan. Justinus menyatakan model

pencatatan seperti itu bertujuan menghindari dugaan dumping dan sanksi perpajakan. Sebab,
katanya, saldo laba bersih tak berbeda dengan yang diterima perusahaan. Dia menduga hal itulah
yang menjadi pemicu dugaan adanya penggelembungan nilai penjualan. Sehingga
diinterpretasikan sebagai menyembunyikan informasi secara sengaja. Johan Malonda & Rekan
mulai menjadi auditor Great River sejak 2001. Saat itu perusahaan masih kesulitan membayar
utang US$150 Juta kepada Deutsche Bank. Pada 2002, Great River mendapat potongan pokok
utang 85 persen dan sisa utang dibayar menggunakan pinjaman dari Bank Danamon. Setahun
kemudian Great River menerbitkan obligasi Rp 300 miliar untuk membayar pinjaman
tersebut.Karenanya, Menteri Keuangan RI terhitung sejak tanggal 28 November 2006 telah
membekukan izin akuntan publik Justinus Aditya Sidharta selama dua tahun karena terbukti
melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) berkaitan dengan
laporan Audit atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT. Great River tahun 2003.
Sumber:http://tugas-fendy.blogspot.com/2013/11/kasus-pelanggaran-etika-pt-greatriver.htmlhttp://id.scribd.com/doc/69253614/Kasus-PT-Great-River International-Tbk
Reply

Ayu Aprilia SianidaMarch 19, 2014 at 7:19 AM

Judul : Kasus Lehman Brothers dan KAP Ernst & Young


Nama : Ayu Aprilia Sianida
NIM : C4C013080
NEW YORK, KOMPAS.com - Pesaing dekat Lehman Brothers, yaitu Citibank dan JP Morgan,
dianggap membantu mempercepat kejatuhan Lehman. Pasalnya, saat Lehman kekurangan
likuiditas, kedua bank investasi AS itu meminta tambahan penjaminan dan mengubah perjanjian
menjelang kejatuhan.
Temuan itu terdapat dalam laporan 2.200 halaman tentang kebangkrutan Lehman Brothers,
September 2008. Laporan itu dipublikasikan hari Rabu (10/3/2010) oleh peneliti Anton Valukas
dari firma hukum Jenner & Block.
Laporan itu merupakan hasil penelitian lebih dari satu tahun untuk menentukan siapa sebenarnya
yang bersalah di balik runtuhnya Lehman memicu krisis finansial global. Kebangkrutan Lehman
merupakan terbesar dalam sejarah korporasi AS.
Hasilnya waktu itu cukup parah, aliran kredit terhenti. Bank tidak percaya satu sama lain.
Kepercayaan merosot tajam.
JP Morgan Chase & Co dan Citigroup meminta tambahan penjaminan sebesar 21 miliar dollar
AS ketika Lehman mulai guncang. Laporan itu menyebutkan, pada 11 September 2008 JP
Morgan meminta tambahan jaminan 5 miliar dollar AS.

Anton Valukas mengatakan, jika JP Morgan dan Citigroup tidak menekan Lehman, mungkin
Lehman masih berdiri. Mungkin juga situasi tidak akan parah dan mungkin tidak akan membuat
satu dari lima warga AS kehilangan pekerjaan.
Valukas mengatakan, Permintaan jaminan oleh para kreditor Lehman berdampak langsung
terhadap likuiditas Lehman. Ini menjadi penyebab utama kebangkrutan Lehman.
Hal ini juga bisa membuat Lehman mengajukan tuntutan hukum ke JP Morgan dan Citibank.
Lalai dan palsu
Auditor Ernst & Young juga dinilai lalai, dan melaporkan hasil audit palsu soal keuangan
Lehman Brothers. Jika Valukas benar, juri akan mengajukan sidang di pengadilan tentang hal ini.
Selain permintaan tambahan kolateral, penumpukan aset Lehman Brothers juga terpusat pada
kredit kepemilikan kredit rumah bermasalah. Juga ada kasus penyesatan informasi yang material
dalam akuntansi Lehman.
Menurut laporan itu, Lehman menggunakan rekayasa akuntansi untuk menutupi utang sebesar 50
miliar dollar AS di pembukuannya. Semua itu dilakukan untuk menyembunyikan ketergantungan
dari utangnya.
Para pejabat senior Lehman, juga auditor mereka Ernst & Young, sadar akan tindakan ini,
menurut Valukas.
Tidak hanya itu, Valukas menyinggung kemungkinan gugatan hukum terhadap mantan pimpinan
Lehman, Dick Fuld, juga pejabat keuangan Lehman, eksekutif Lehman lainnya seperti Chris
OMeara, Erin Callan, dan Ian Lowitt. Perusahaan itu dituduh telah melakukan skandal
akuntansi.
Harian Inggris The Financial Times melaporkan, Valukas menemukan kesalahan Lehman
sebenar para eksekutifnya sendiri karena mereka melakukan berbagai kesalahan penilaian bisnis
untuk memanipulasi neraca perusahaan.
Namun, laporan tersebut tidak menyimpulkan apakah para eksekutif Lehman melakukan
pelanggaran hukum pasar modal. Henry M Paulson Jr, yang kemudian menjadi menteri
keuangan AS, pernah memperingati Richard S Fuld Jr, mantan CEO Lehman, bahwa Lehman
mungkin akan bangkrut jika tidak dapat menstabilitasi keuangannya atau menemukan pembeli.
Sumber : http://chaera.blogspot.com/
Reply


IWAN FAKHRUDDINMarch 19, 2014 at 8:07 AM

Judul:
SUAP SKK MIGAS:
OKNUM BPK KECIPRATAN UANG PANAS RUDI RUBIANDINI
Nama Mahasiswa:IWAN FAKHRUDDIN
NIM : C4C013040
Kasus.
SUAP SKK MIGAS:
OKNUM BPK KECIPRATAN UANG PANAS RUDI RUBIANDINI
Selasa, 18 Maret 2014
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Aliran dana terdakwa Rudi Rubiandini disebutkan mengalir
ke sejumlah pihak. Dalam persidangannya yang digelar di Prngadilan Tipikor Jakarta, Selasa
(18/3/2014), terungkap bahwa uang panas mantan Ketua SKK Migas itu juga mengalir ke oknum
di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Pengakuan itu disampaikan Deviardi saat bersaksi untuk terdakwa Rudi Rubiandini.
Saat itu Jaksa Riyono berusaha mencecar Deviardi terkait adanya aliran dana sebesar 40 ribu
dollar AS atau setara dengan Rp 400 juta kepada oknum di BPK.
"Saya juga nggak tahu, saya dikenalkan Pak Rudi, namanya Hairansyah. Untuk orang BPK dua
kali 200-200," kata Deviardi. Sayangnya perihal aliran dana ke oknum di BPK ini tidak
dijelaskan lebih lanjut oleh Deviardi.
Jaksa KPK pun tidak cukup dalam bertanya soal adanya aliran dana tersebut. Namun usai
persidangan, Jaksa Riyono mengatakan bahwa aliran dana tersebut ada dalam berita acara
Deviardi, sehingga ditanyakan jaksa penuntut umum.
"Itukan kaitannya dengan kantor SKK Migas. Semacam urusan audit dan lain-lain," kata Riyono.
Sebelumnya Deviardi mengakui diberi kepercayaan penuh Rudi Rubiandini untuk menyimpan
uang pemberian dari pihak ketiga dan membayarkan keperluan Rudi. Sebagian uang pemberian
itu disimpan Deardi di rekening BCA miliknya dan safe deposit box CIMB Niaga.
Sumber:
http://www.tribunnews.com/nasional/2014/03/18/oknum-bpk-kecipratan-uang-panas-rudirubiandini

KOMENTAR:
Meskipun dugaan ini baru muncul dalam persidangan dan perlu dibuktikan kebenarannya secara
hukum, namum persepsi atau penilaian yang mungkin muncul dibenak masyarakat akan
menambah panjang ketidakpercayaannya terhadap lembaga negara. Apalagi dalam kasus ini
melibatkan BPK. BPK atau Badan Pemeriksa Keuangan adalah lembaga tinggi negara dalam
sistem ketatanegaraan Indonesia yang memiliki wewenang memeriksa pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan negara. Menurut UUD 1945, BPK merupakan lembaga yang bebas dan mandiri.
Jika dugaan aliran dana korupsi SKK migas yang mengalir ke oknum anggota BPK tersebut
dapat dibuktikan secara hukum, terdapat beberapa pelanggaran etika profesi akutansi yang
dilanggar oleh OKNUM Anggota BPK tersebut yaitu:
1. TANGGUNG JAWAB PROFESI
OKNUM Anggota BPK tersebut tidak melakukan tanggung jawab secara profesional
dikarenakan OKNUM Anggota BPK tersebut tidak menjalankan tugas profesinya sebagai auditor
pemerintah
2. KEPENTINGAN PUBLIK
OKNUM Anggota BPK tersebut tidak menghormati kepercayaan publik
3. OBYEKTIFITAS
OKNUM Anggota BPK tidak menjalankan prinsip Objektivitas dengan cara melakukan tindak
ketidakjujuran secara intelektual
4. PERILAKU PROFESIONAL
OKNUM Anggota BPK berperilaku tidak baik dengan menerima aliran dana korupsi sehingga
menyebabkan reputasi lembaga BPK menjadi buruk dan dapat mendiskreditkan lembaga BPK
5. INTEGRITAS
OKNUM Anggota BPK tidak dapat mempertahankan integritasnya sehingga terjadi benturan
kepentingan (conflict of interest). Kepentingan yang dimaksud adalah kepentingan publik dan
kepentingan pribadi dari OKNUM Anggota BPK itu
Reply

ANI KUSBANDIYAHMarch 19, 2014 at 5:52 PM

Judul:
PELANGGARAN ETIKA AKUNTANSI OLEH GAYUS TAMBUNAN
Nama Mahasiswa: ANI KUSBANDIYAH
NIM : C4C013042
Gayus Tambunan
Penanganan kasus Gayus sendiri bermula ketika PPATK menemukan adanya transaksi
mencurigakan pada rekening Gayus Tambunan. PPATK pun meminta Polri menelusurinya.
Tanggal 7 Oktober 2009 penyidik Bareskrim Mabes Polri menetapkan Gayus sebagai tersangka

dengan mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) atas kasus money
laundring, tindak pidana korupsi dan penggelapan pajak. Empat orang jaksa yang ditunjuk oleh
Kejagung untuk mengikuti perkembangan penyidikan tersebut adalah Cirus Sinaga, Fadil Regan,
Eka Kurnia dan Ika Syafitri.
Seiring hasil penelitian jaksa, hanya pasal penggelapan saja yang terbukti terindikasi kejahatan
dan dapat dilimpahkan ke pengadilan. Itu pun tidak terkait dengan uang senilai Rp.25 milliar
yang diributkan semula. Karena hal ini tidak dapat dibuktikan. Dana sejumlah Rp. 25 miliar ini
diakui oleh Andi Kosasis sebagai miliknya yang dititipkan di rekening Gayus.
Andi Kosasih adalah teman Gayus yang sekaligus pengusaha garmen asal Batam yang menjalin
perjanjian kerjasama dengan Gayus untuk membangun ruko. Gayus bertugas untuk mencarikan
tanah seluas 2 hektar. Biaya yang dibutuhkan untuk pengadaan tanah tersebut sebesar US$ 6 juta.
Namun Andi, baru menyerahkan uang sebesar US$ 2.810.000. Andi menyerahkan uang tersebut
kepada Gayus melalui transaksi tunai di rumah orang tua istri Gayus lengkap dengan
kwitansinya, sebanyak enam kali yaitu pada pada 1 juni 2008 sebesar US$ 900.000 US dolar,
kemudian 15 September 2008 sebesar US$ 650.000, 27 Oktober 2008 sebesar US$ 260.000, lalu
pada 10 November 2008 sebesar US$ 200.000, 10 Desember 2008 sebesar US$ 500.000, dan
terakhir pada 16 Februari 2009 sebesar US$ 300.000.
Memang ada beberapa aliran dana yang terdeteksi mengalir ke rekening Gayus. Namun semua
tuduhan itu dinilai murni merupakan penggelapan pajak
Jika memang terbukti bersalah dalam money laundring, tindak pidana korupsi dan penggelapan
pajak maka secara etika profesi, Gayus sudah melanggar Etika Profesi
Sumber http://alfi.blogs.ie/2010/12/21/kasus-gayus-tambunan-dilihat-dari-prinsip-etikaakuntansi/
Pembahasan
Tanggung Jawab Profesi
Dalam melaksanakan tanggung-jawabnya sebagai profesional seorang pejabat perpajakan untuk
mengelola pendapatan keuangan Negara harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan
profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Tapi dalam kasus pengelapan pajak
keuangan Negara seorang Gayus telah melupakan tanggung jawab (tidak bertanggiung jawab)
sebagai profesinya. Sejalan dengan peranan tersebut, seorang pejabat perpajakan gayus
seharusnya mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka.
Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi
tanggung jawab profesionalnya dengan integritas(perilaku,kejujuran,kebulatan) setinggi
mungkin. Dalam kasus penggelapan pajak oleh pejabat pajak Gayus tidak ditemukan sama
sekali integritas yang tinggi, dalam hal kejujuran pejabat tersebut telah membohongi public,
dalam hal perilaku pejabat persebut telah melukai hati public sebagai pembayar pajak.
Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Dalam masalah pejabat perpajakan Gayus Kompetensi dan kehati-hatian Profesional tidak
ditunjukkan dengan memihak kepada organisasi dan golongan tertentu untuk memupuk
keuntungan sendiri.
Reply


AnonymousMarch 19, 2014 at 11:26 PM

Judul : Keuangan Kota Bitung Bermasalah, BPK Temukan Pelanggaran di Dinas PU


Nama : Edi Joko Setyadi
NIM : C4C013043
Kasus :
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK- RI) perwakilan Sulawesi Utara (Sulut), menemukan
keuangan kota Bitung banyak bermasalah dan tidak sesuai belanja daerah. Hal tersebut
berdasarkan hasil Pemeriksaan BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kota Bitung
tahun anggaran 2012 dengan Nomor:12.C/LHP/XIX.MND/05/2013 tertanggal 28 Mei 2013.
Dari paparan laporan yang disampaikan, BPK menemukan bahwa realisasi belanja modal dan
jembatan atas pekerjaan aligment vertikal pada dinas pekerjaan umum tidak memenuhi ketentuan
sewakelola yang lokasi jalan lingkar Lembeh. Yang jelas adanya kecurangan keuangan terdapat
di Dinas PU Kota Bitung, ungkap sumber resmi yang namanya enggan disebutkan, Rabu (28/8).
Dikatakan pada tahun anggaran 2012, Dinas Pekerjaan Umum menganggarkan belanja modal
jalan, irigasi dan jaringan sebesar Rp.68.613.352.000 dan telah terealisasi sebesar
Rp.68.407.090.700 atau 99.70 persen dari anggaran.
Terkait temuan itu, Sekretaris Dinas PU Kota Bitung Rudy Theo saat dikonfirmasi mengaku
instansinya telah menerima informasi tentang adanya temuan BPK ini.
Benar dan kami sudah menerima informasi soal ini, singkat Theo.
Theo menjelaskan, sesuai rekomendasi pada saat audiensi dengan kepala BPK, maka belanja
modal tersebut tidak dilaksanakan dan dikembalikan seluruhnya ke kas daerah.
sumber: http://www.okemanado.com/2013/keuangan-kota-bitung-bermasalah-bpk-temukanpelanggaran-di-dinas-pu/
Reply

AnonymousMarch 21, 2014 at 8:24 AM

Judul : PELANGGARAN ETIKA PROFESI AKUNTANSI PADA PENYELEWENGAN DANA


BANTUAN SOSIAL DAN HIBAH PROVINSI BANTEN
Nama : Dhani Subiantoro
NIM : C4C013018

Berdasarkan riset yang dilakukan Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Indonesia Budget
Center (IBC), ditemukan bahwa anggaran untuk dana hibah dan bantuan sosial (bansos) rawan
diselewengkan untuk kepentingan petahana (incumbent) dalam ajang pilkada sepanjang 2013.
Dari riset tersebut, ditemukan modus korupsi politik dalam alokasi dana hibah untuk
pemenangan pilkada, yaitu lembaga penerima fiktif, lembaga penerima alamatnya sama, aliran
dana ke lembaga yang dipimpin keluarga atau kroni gubernur, dana hibah disunat, penerima
bansos tidak jelas," kata peneliti IBC, Roy Salam, dalam jumpa pers di kantor ICW, Jakarta,
Minggu (20/1).
Menurutnya, hal itu bisa dilihat dari membengkaknya pengalokasian anggaran dari pos dana
bansos dan hibah menjelang pilkada. Serta, besarnya dana hibah dan bansos yang turun setelah
pilkada usai.
Namun dalam kasus ini penulis memberikan contoh untuk daerah Banten yang terkait kasus
penyelewengan dana bantuan sosial dan hibah. Modus yang digunakan dalam penggelapan dana
bansos dan hibah biasanya berupa bantuan fiktif dan penyunatan anggaran. Kadang, bantuan juga
diberikan kepada organisasi yang tidak aktif, tapi dibuat seolah-olah aktif. Aliansi Banten
Menggugat (ABM) pernah mengadukan masalah ini ke KPK. Mereka menyoroti dana bansos
dan hibah sebagian ada yang mengalir ke organisasi yang dipimpin Atut dan keluarganya.
KASUS
Jakarta - Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan sejumlah modus
dalam penyelewangan dana bantuan sosial dan hibah di beberapa daerah. Para pejabat diminta
jangan main-main, sebab ancaman hukumannya bisa saja berlapis!
Wakil Kepala PPATK Agus Santoso mengatakan, modus yang digunakan dalam penggelapan
dana bansos dan hibah biasanya berupa bantuan fiktif dan penyunatan anggaran. Kadang,
bantuan juga diberikan kepada organisasi yang tidak aktif, tapi dibuat seolah-olah aktif.
"Biasanya modusnya dengan menggunakan oknum-oknum binaan si pejabat. Orang-orang ini
seolah-olah adalah pengurus, dan mereka ini yang menyediakan formalitas antara lain nama
anggota fiktif dan palsu," jelas Agus saat berbincang dengan detikcom, Jumat (1/11/2013).
Karena itu, Agus mengimbau agar para pejabat berhati-hati dalam menyalurkan dana bansos dan
hibah. Bila terjerat korupsi dan pencucian uang, maka hukumannya bisa akumulatif.
"Hati-hati yang bermain dengan korupsi dan TPPU!" tegasnya.
Modus yang disampaikan Agus ini cocok dengan temuan BPK dan sejumlah LSM pemerhati
korupsi di Banten. Mereka menemukan sejumlah penyelewengan yang diduga mengarah pada
kerugian negara.
Dalam dokumen laporan Hasil Pemeriksaan BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi
Banten tahun 2012, terungkap sejumlah masalah dalam penyaluran dana bansos dan hibah. Ada
yang berhubungan dengan pelaporan yang tak jelas dan kegiatan yang fiktif.
Lalu, Aliansi Banten Menggugat (ABM) pernah mengadukan masalah ini ke KPK. Mereka
menyoroti dana bansos dan hibah tahun anggaran 2009 sebesar Rp 14 miliar, 2011 yang
digelontorkan Atut hingga Rp 340,4 miliar yang dibagikan kepada 221 lembaga/organisasi dan
program bansos senilai Rp 51 miliar. Jumlah tersebut dua kali lipat dari anggaran sebelumnya
pada tahun 2010 yang berjumlah Rp 239,270 miliar. Sebagian ada yang mengalir ke organisasi
yang dipimpin Atut dan keluarganya.

Sumber :
http://news.detik.com/read/2013/11/01/175128/2401828/10/modus-penyelewengan-yangditemukan-ppatk-terkait-dana-bansos-dan-hibah
http://yanyansheijo.blogspot.com/2014/01/pelanggaran-etika-profesi-akuntansi.html
Reply

accbas.blogspot.comApril 26, 2014 at 9:07 PM

mau tanya.. kalau kasus pelanggaran SPAP yang berhubungan dengan Perencanaan ada atau
tidak yaa?
terimakasih sebelumnya
Reply

Anda mungkin juga menyukai