Anda di halaman 1dari 21

Contoh Kasus Fraud Auditor the Committee of Sponsoring Organizations of the

Treadway Commission (COSO)


Pada penelitian terbaru yang dilakukan oleh the Committee of Sponsoring
Organizations of the Treadway Commission (COSO), kecurangan (fraud) dalam pelaporan
keuangan oleh perusahaan-perusahaan publik di Amerika Serikat memberikan konsekuensi
negatif yang signifikan terhadap para investor dan eksekutif.
Penelitian COSO tersebut, dengan menelaah tuduhan kecurangan laporan keuangan
yang diselidiki oleh Securities and Exchange Commission (SEC) dalam kurun waktu sepuluh
tahun antara tahun 1998 – 2007, menemukan fakta bahwa berita dugaan kecurangan telah
mengakibatkan penurunan abnormal harga saham rata-rata 16,7% dalam dua hari setelah
diumumkan. Perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam kecurangan seringkali mengalami
kebangkrutan, delisting dari bursa efek, atau harus menjual aset, dan sembilan dari sepuluh
kasus-kasus SEC tersebut menyebutkan CEO dan/atau CFO perusahaan yang bersangkutan
diduga terlibat dalam kecurangan.
Chairman COSO, David Landsittel, mengatakan bahwa analisis mendalam dalam
penelitian tersebut terkait tentang sifat, jangkauan, dan karakteristik dari kecurangan
pelaporan keuangan memberikan pemahaman yang sangat membantu tentang isu-isu baru
dan berkelanjutan yang perlu segera ditangani. ”Semua pihak yang terlibat dalam proses
pelaporan keuangan harus terus berfokus pada cara-cara untuk mencegah, menghalangi, dan
mendeteksi kecurangan pelaporan keuangan,” kata Landsittel. ”COSO berencana untuk
mensponsori penelitian lanjutan mengenai kecurangan pelaporan keuangan, serta
pengembangan lebih lanjut pedoman pengendalian internal, untuk membantu pihak-pihak
yang terlibat dalam proses pelaporan keuangan.”
Penelitian COSO di atas menelaah hampir 350 kasus dugaan kecurangan pelaporan
keuangan yang diselidiki oleh SEC. Hasil penelitian menunjukkan bahwa:
 Kecurangan keuangan memengaruhi perusahaan dari semua ukuran, dengan median perusahaan
memiliki aktiva dan pendapatan hanya di bawah $100juta.
 Median kecurangan adalah $12,1 juta . Lebih dari 30 kasus dengan masing-masing kasus
melibatkan jumlah lebih dari $500 juta.
 SEC menyebutkan CEO dan/atau CFO terindikasi terlibat pada 89% dari kasus kecurangan. Dalam
waktu dua tahun penyelesaian penyelidikan SEC, sekitar 20% dari para CEO / CFO berlanjut
pada dakwaan serta lebih dari 60% di antaranya divonis bersalah.
 Kecurangan mengenai pendapatan tercatat lebih 60% dari kasus.
 Banyak karakteristik yang biasanya menjadi pengamatan umum dewan direktur dan komite audit,
seperti: ukuran, frekuensi rapat, komposisi, serta pengalaman, tidak berbeda secara signifikan
antara perusahaan yang terlibat kecurangan dengan yang tidak. Upaya-upaya pengaturan tata
kelola perusahaan terbaru tampaknya telah mengurangi variasi dalam karakteristik terkait dewan
direktur yang diamati.
 Dua puluh enam persen dari perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam kecurangan mengganti
auditor selama periode yang diteliti dibandingkan dengan hanya 12 persen dari perusahaan-
perusahaan yang tidak terlibat.
 Berita awal dalam media massa mengenai dugaan adanya kecurangan mengakibatkan penurunan
tidak normal harga saham rata-rata sebesar 16,7 persen untuk perusahaan yang terlibat
kecurangan, dalam dua hari setelah pengumuman.
 Berita mengenai investigasi SEC atau Departemen Kehakiman mengakibatkan penurunan tidak
normal harga saham rata-rata 7,3 persen.
 Perusahaan yang terlibat dalam kecurangan sering mengalami kebangkrutan, delisting dari bursa
efek, atau melakukan penjualan aset yang material dengan tingkat yang jauh lebih tinggi daripada
perusahaan yang tidak terlibat kecurangan.

Penelitian COSO dilakukan oleh empat profesor akuntansi: Mark S. Beasley dari
North Carolina State University, Joseph V. Carcello dari University of Tennessee, Dana R.
Hermanson dari Kennesaw State University, dan Terry L. Neal dari University of Tennessee.
Penelitian ini meng-update penelitian COSO sejenis sebelumnya diterbitkan pada tahun 1999,
untuk kasus-kasus kecurangan pelaporan keuangan dekade 1987-1997.
Profesor Beasley, yang juga merupakan anggota dewan COSO, mencatat bahwa
penelitian tambahan diperlukan untuk lebih memahami perbedaan dalam proses seputar
dewan direksi dan komite audit. ”Kita perlu untuk menentukan apakah ada proses tertentu
berkaitan dengan dewan direksi yang dapat memperkuat pengawasan mereka terhadap risiko-
risiko yang mempengaruhi laporan keuangan,” katanya. ”Selain itu, mengingat jumlah
kecurangan diperiksa dalam penelitian ini terbatas dan terkait dengan jangka waktu setelah
penerbitan Sarbanes-Oxley Act of 2002 termasuk implementasi Seksi 404, penelitian lebih
lanjut diperlukan sebelum dapat diambil kesimpulan tentang dampak SOX tersebut dalam
mengurangi kecurangan pelaporan keuangan.”
Contoh Kasus Korupsi dan Fraud : Penjualan dan Persediaan
Seorang direktur penjualan dari sebuah perusahaan produk elektronik tiba-tiba
mengundurkan diri dari jabatannya ketika ditanyakan mengenai adanya keanehan dalam data-
data penjualan.
Setelah dilakukan investigasi, ternyata mantan direktur tersebut terlibat dalam proses
penjualan yang ternyata palsu. Modus pola fraud dilakukan dengan:
 Kuitansi penjualan atas nama pembeli tertentu dibuat
 Tagihan palsu dikeluarkan
 Barang persediaan dikeluarkan dari gudang penyimpanan seolah-olah akan dikirimkan ke pembeli
(barang tersebut kemudian dijual sendiri oleh direktur keuangan dan uangnya masuk ke kantong
pribadi)
 Penjualan dicatat dalam sistem akuntansi dan beberapa waktu kemudian dihapuskan sebagai ‘non-
inventory return credits’ atau retur penjualan non-persediaan.

Contoh Kasus Korupsi dan Fraud : Purchasing

Dalam satu kasus, seorang Direktur Keuangan di sebuah perusahaan mengajukan


pengunduran diri secara mendadak, karena alasan pribadi. Karena curiga, perusahaan kemudian
melakukan pemeriksaan (review) adakah hal-hal yang dilakukan mantan direktur tersebut yang
merugikan perusahaan. Dengan menggunakan program deteksi fraud otomatis (automated fraud
detection program) diketahui bahwa data-data supplier (supplier master files) mengalami
perubahan. Terdapat beberapa nomor rekening (bank account) supplier yang diubah menjadi satu
nomor rekening baru yang sama. Ditemukan juga beberapa transaksi yang sudah dilakukan
pembayarannya ke nomor rekening baru tersebut. Setelah dilakukan prosedur investigasi, ternyata
ditemukan bahwa nomor rekening baru itu milik direktur keuangan yang baru saja mengundurkan
diri.
KASUS AUDIT ASSET TETAP

Pada Desember 2006 Indonesia Corruptin Watch (ICW) melaporkan kasus dugaan
korupsi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam ruislaag (tukar guling) antara asset
PT. Industri Sandang Nusantara (ISN), sebuah BUMN yang bergerak di bidang tekstil,
dengan asset PT. GDC, sebuah perusahaan swasta. Dalam ruislaag tersebut PT. ISN
menukarkan tanah seluas 178.497 meter persegi di kawasan Senayan dengan Tanah seluas 47
hektar beserta Pabrik dan mesin di karawang.

Berdasarkan hasil temuan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) semester II Tahun


Anggaran 1998/1999, menyatakan ruislaag itu berpotensi merugikan keuangan Negara
sebesar Rp. 121,628 miliar.

Kerugian itu terdiri dari kekurangan luas bangunan pabrik dan mesin milik PT. GDC
senilai Rp. 63,954 miliar, berdasarkan penilaian aktiva tetap oleh PT. Sucofindo pada 1999;
penyusutan nilai asset pabrik milik PT. GDC senilai Rp. 31,546 miliar; dan kelebihan
perhitungan harga tanah senilai Rp. 0,127 miliar. Selain itu juga ditemukan bahwa terdapat
nilai saham yang belum dibayarkan oleh PT. GDC sebesar Rp. 26 miliar.

SOLUSI :

Seharusnya keputusan Tukar Guling tidak hanya menjadi wewenang salah satu pejabat saja,
melainkan melibatkan beberapa pejabat sebagai pengendali dan control yang baik. Selain itu
juga diperlukan sebuah aturan baku oleh perusahaan mengenai tukar guling, sehingga
kemungkinan penyelewengan menjadi berkurang.

Diperlukan juga control dari lembaga bersangkutan terhadap penelitian tim penilik yang
meneliti kelengkapan mengenai status asset, dokumen kelengkapan asset, sehingga tidak ada
manipulasi dari nilai asset tersebut serta proses tukar menukar.

Dari kasus diatas dapat dibuktikan bahwa PT. ISN memiliki pengendalian intern yang sangat
buruk. Sehingga PT. ISN rawan dicurangi oleh rekanan-rekanan bisnisnya maupun oleh
oknum-oknum pejabat perusahaan yang ingin mengambil keuntungan. Oleh karena itu hal
pertama yang harus dibenahi oleh PT. ISN adalah soal Pengendalian Internnya.

Kasus Mulyana W.Kusuma

Kasus Mulyana W. Kusuma Kasus ini terjadi sekitar tahun 2004. Mulyana W Kusuma
sebagai seorang anggota KPU diduga menyuap anggota BPK yang saat itu akan melakukan
audit keuangan berkaitan dengan pengadaan logistic pemilu. Logistic untuk pemilu yang
dimaksud yaitu kotak suara, surat suara, amplop suara, tinta, dan teknologi informasi. Setelah
dilakukan pemeriksaan, badan dan BPK meminta dilakukan penyempurnaan laporan. Setelah
dilakukan penyempurnaan laporan, BPK sepakat bahwa laporan tersebut lebih baik daripada
sebeumnya, kecuali untuk teknologi informasi. Untuk itu, maka disepakati bahwa laporan
akan diperiksa kembali satu bulan setelahnya. Setelah lewat satu bulan, ternyata laporan
tersebut belum selesai dan disepakati pemberian waktu tambahan. Di saat inilah terdengar
kabar penangkapan Mulyana W Kusuma. Mulyana ditangkap karena dituduh hendak
melakukan penyuapan kepada anggota tim auditor BPK, yakni Salman Khairiansyah. Dalam
penangkapan tersebut, tim intelijen KPK bekerjasama dengan auditor BPK. Menurut versi
Khairiansyah ia bekerja sama dengan KPK memerangkap upaya penyuapan oleh saudara
Mulyana dengan menggunakan alat perekam gambar pada dua kali pertemuan mereka.

Pendapat :
Penangkapan ini menimbulkan pro dan kontra. Salah satu pihak berpendapat auditor yang
bersangkutan, yakni Salman telah berjasa mengungkap kasus ini, sedangkan pihak lain
berpendapat bahwa Salman tidak seharusnya melakukan perbuatan tersebut karena hal
tersebut telah melanggar kode etik akuntan.

Laporan Fiktif Kas Bank BRI Unit TapungRaya

Kepala Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Tapung Raya, Masril (40) ditahan polisi. Ia terbukti
melakukan transfer uang Rp1,6 miliar dan merekayasa dokumen laporan keuangan. Perbuatan tersangka
diketahui oleh tim penilik/pemeriksa dan pengawas dari BRI Cabang Bangkinang pada hari Rabu 23 Februari
2011 Tommy saat melakukan pemeriksaan di BRI Unit Tapung. Tim ini menemukan kejanggalan dari hasil
pemeriksaan antara jumlah saldo neraca dengan kas tidak seimbang. Setelah dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut dan cermat, diketahu iadanya transaksi gantung yaitu adanya pembukuan setoran kas Rp 1,6 miliar yang
berasal BRIUnit Pasir Pengaraian II ke BRI Unit Tapung pada tanggal 14 Februari 2011 yang
dilakukanMasril, namun tidak disertai dengan pengiriman fisik uangnya.Kapolres Kampar AKBP MZ
Muttaqien yang dikonfirmasi mengatakan, Kepala BRI Tapung Raya ditetapkan sebagai tersangka dan
ditahan di sel Mapolres Kampar karenamentransfer uang Rp1,6 miliar dan merekayasa laporan
pembukuan.Kasus ini dilaporkan oleh Sudarman (Kepala BRI Cabang Bangkinang dan Rustian

Penyelesaian Masalah :
Skills Kemampuan yang diberikan harus sesuai dengan bidang kerja yang ia lakukan.Kemudian kemampuan
tersebut dikembangkan lebih lanjut untuk meningkatkankontribusi karyawan pada perusahaan.Perusahaan
melakukan pelatihan pendidikan secara periodik kepada karyawan sesuaidengan perkembangan teknologi
yang berkembang.Pembinaan ini sangatlah penting karena setiap karyawan memiliki kepribadian
yangberbeda jadi attitude ini harus ditekankan kepada karyawan. Dalam hal ini karyawandiharapkan dapat
memiliki kepribadian yang baik sehingga dapat memperkecil resikoterjadinya penyimpangan dari karyawan
itu sendiri.

PT KIMIA FARMA
PT Kimia Farma merupakan salah satu dari produsen obat-obatan milik pemerintah yang ada di
Indonesia. Pada audit tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya
laba bersih yaitu sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta &
Mustofa(HTM).
Namun, Kementrian BUMN dan BAPEPAM menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar dan
mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober 2002 laporan
keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali dan hasilnya telah ditemukan kesalahan yang
cukup mendasar.
Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan yang disajikan hanya sebesar Rp 99,56 miliar,
atau lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7% dari laba awal yang telah dilaporkan.
Kesalahan itu timbul pada unit Industri Bahan Baku yaitu kesalahan berupa overstated penjualan
sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral berupa overstated persediaan barang sebesar Rp
23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi berupa overstated persediaan sebesar Rp 8,1
miliar dan overstated penjualan sebesar Rp 10,7 miliar. Diduga upaya penggelembungan dana
yang dilakukan oleh pihak direksi Kimia Farma, dilakukan untuk menarik para investor untuk
menanamkan modalnya kepada PT. Kimia Farma.
Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul karena nilai yang ada dalam daftar
harga persediaan digelembungkan. PT Kimia Farma, melalui direktur produksinya, menerbitkan
dua buah daftar harga persediaan pada tanggal 1 dan 3 Februari2002. Daftar harga per 3 Februari
ini telah digelembungkan nilainya dan dijadikan dasar penilaian persediaan pada unit distribusi
Kimia Farma per 31 Desember 2001.
Sedangkan kesalahan penyajian berkaitan dengan penjualan adalah dengan dilakukannya
pencatatan ganda atas penjualan. Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang tidak
disampling oleh akuntan, sehingga tidak berhasil dideteksi. Berdasarkan penyelidikan Bapepam,
disebutkan bahwa KAP yang mengaudit laporan keuangan PT Kimia Farma telah mengikuti
standar audit yang berlaku, namun gagal mendeteksi kecurangan tersebut. Selain itu, KAP
tersebut juga tidak terbukti membantu manajemen melakukan kecurangan tersebut.Sebagai akibat
dari kejadiannya, ini maka PT Kimia Farma dikenakan denda sebesar Rp 500 juta, direksi lama
PT Kimia Farma terkena denda Rp 1 miliar, serta partner HTM yang mengaudit Kimia Farma
didenda sebesar 100 juta rupiah. Kesalahan yang dilakukan oleh partner HTM tersebut adalah
bahwa ia tidak berhasil mengatasi risiko audit dalam mendeteksi adanya penggelembungan laba
yang dilakukan PT Kimia Farma, walaupun ia telah menjalankan audit sesuai SPAP.
tanggapan : menurut saya kasus PT. Kimia Farma melibatkan direktur produksi dan Hans
Tuanakotta & Mustofa(HTM) yang mengaudit laporan dari PT Kimia Farma dan melakukan
kecurangan yang mendasar dengan melaporkan laba bersih sebesar 132 milyar untuk menarik
para investor agar menanamkan modalnya pada PT. Kimia Farma

Contoh kasus FraudPT. Industri Sandang Nusantara (ISN)

Pada Desember 2006 Indonesia Corruptin Watch (ICW) melaporkan kasus dugaan korupsi ke
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam ruislaag (tukar guling) antara asset PT. Industri
Sandang Nusantara (ISN), sebuah BUMN yang bergerak di bidang tekstil, dengan asset PT.
GDC, sebuah perusahaan swasta.
Dalam ruislaag tersebut PT. ISN menukarkan tanah seluas 178.497 meter persegi di kawasan
Senayan dengan Tanah seluas 47 hektar beserta Pabrik dan mesin di karawang. Berdasarkan
hasil temuan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) semester II Tahun Anggaran 1998/1999,
menyatakan ruislaag itu berpotensi merugikan keuangan Negara sebesar Rp. 121,628 miliar.
Kerugian itu terdiri dari kekurangan luas bangunan pabrik dan mesin milik PT. GDC senilai
Rp. 63,954 miliar, berdasarkan penilaian aktiva tetap oleh PT. Sucofindo pada 1999;
penyusutan nilai asset pabrik milik PT. GDC senilai Rp. 31,546 miliar; dan kelebihan
perhitungan harga tanah senilai Rp. 0,127 miliar. Selain itu juga ditemukan bahwa terdapat
nilai saham yang belum dibayarkan oleh PT. GDC sebesar Rp. 26 miliar.

Telaah Kasus
Dalam kasus Ruislaag di atas, karena ketidakjelasan prosedur dan syarat-syarat tukar guling
asset, sehingga sangat rawan untuk diselewengkan.Seharusnya keputusan Tukar Guling tidak
hanya menjadi wewenang salah satu pejabat saja, melainkan melibatkan beberapa pejabat
sebagai pengendali dan control yang baik. Selain itu juga diperlukan sebuah aturan baku oleh
perusahaan mengenai tukar guling, sehingga kemungkinan penyelewengan menjadi
berkurang. Diperlukan juga control dari lembaga bersangkutan terhadap penelitian tim
penilik yang meneliti kelengkapan mengenai status asset, dokumen kelengkapan asset,
sehingga tidak ada manipulasi dari nilai asset tersebut serta proses tukar menukar.
Walaupun menggunakan jasa Appraisal, penilaian asset tetap juga tetap harus diawasi untuk
mencegah kecurangan-kecurangan.Dari kasus diatas dapat dibuktikan bahwa PT. ISN
memiliki pengendalian intern yang sangat buruk.Sehingga PT. ISN rawan dicurangi oleh
rekanan-rekanan bisnisnya maupun oleh oknum-oknum pejabat perusahaan yang ingin
mengambil keuntungan.Oleh karena itu hal pertama yang harus dibenahi oleh PT. ISN adalah
soal Pengendalian Internnya.

Kasus Audit Kas/Teller


Laporan Fiktif Kas di Bank BRI Unit TapungRaya

Kepala Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Tapung Raya, Masril (40) ditahan polisi. Ia terbukti
melakukan transfer uang Rp1,6 miliar dan merekayasa dokumen laporan keuangan. Perbuatan tersangka
diketahui oleh tim penilik/pemeriksa dan pengawas dari BRI Cabang Bangkinang pada hari Rabu 23 Februari
2011 Tommy saat melakukan pemeriksaan di BRI Unit Tapung. Tim ini menemukan kejanggalan dari hasil
pemeriksaan antara jumlah saldo neraca dengan kas tidak seimbang. Setelah dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut dan cermat, diketahu iadanya transaksi gantung yaitu adanya pembukuan setoran kas Rp 1,6 miliar yang
berasal BRIUnit Pasir Pengaraian II ke BRI Unit Tapung pada tanggal 14 Februari 2011 yang
dilakukanMasril, namun tidak disertai dengan pengiriman fisik uangnya.Kapolres Kampar AKBP MZ
Muttaqien yang dikonfirmasi mengatakan, Kepala BRI Tapung Raya ditetapkan sebagai tersangka dan
ditahan di sel Mapolres Kampar karenamentransfer uang Rp1,6 miliar dan merekayasa laporan
pembukuan.Kasus ini dilaporkan oleh Sudarman (Kepala BRI Cabang Bangkinang dan Rustian
Martha pegawai BRI Cabang Bangkinang. “Masril telah melakukan tindak pidana
membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau laporan maupun dalam
dokumen laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening Bank (TP Perbankan). Tersangka
dijeratpasal yang disangkakan yakni pasal 49 ayat (1) UU No. 10 tahun 1998 tentang perubahan atasUU No. 7
tahun 1992 tentang Perbankan dangan ancaman hukuman 10 tahun,” kata Kapolres.
Polres Kampar telah melakukan penyitaan sejumlah barang bukti dokumen BRI serta melakukan koordinasi
dengan instansi terkait, memeriksa dan menahan tersangka dan 6 orang saksi telah diperiksa dan meminta
keterangan ahli.
PENYELESAIAN MASALAH
yaitu :
Skills Kemampuan yang diberikan harus sesuai dengan bidang kerja yang ia lakukan.Kemudian
kemampuan tersebut dikembangkan lebih lanjut untuk meningkatkankontribusi karyawan pada
perusahaan.Perusahaan melakukan pelatihan pendidikan secara periodik kepada karyawan sesuaidengan
perkembangan teknologi yang berkembang.
Pembinaan ini sangatlah penting karena setiap karyawan memiliki kepribadian yangberbeda jadi attitude ini
harus ditekankan kepada karyawan. Dalam hal ini karyawandiharapkan dapat memiliki kepribadian yang baik
sehingga dapat memperkecil resikoterjadinya penyimpangan dari karyawan itu sendiri.
2 Prosedur Otoritas Yang Wajar
a) Harus ada batas transaksi untuk masing-masing teller dan head teller.
b) Penyimpanan uang dalam khasanah harus menggunakan pengawasan ganda.
c) Teller secara pribadi tidak diperkenankan menerima kuasa dalam bentuk apapundari nasabah untuk
melaksanakan transaksi atas nasabah tersebut.
d) Teller secara pribadi dilarang menerima titipan barang atau dokumen pentingmilik nasabah.

3.Dokumen dan catatan yang cukup


a) Setiap setoran/penarikan tunai harus dihitung dan dicocokan dengan buktisetoran/ penarikan. Setiap bukti setoran/
penarikan harus diberi cap identifikasiteller yang memproses.
b) Setiap transaksi harus dibukukan secara baik dan dilengkapi dengan buktipendukung seperti Daftar Mutasi Kas,
Cash Register (daftar persediaan uangtunai berdasarkan kopurs/masing-masing pecahan)
4.Kontrol fisik atas uang tunai dan catatan
a) Head teller harus memeriksa saldo kas, apakah sesuai dengan yang dilaporkanoleh teller.
b) Head teller harus menghitung saldo uang tunai pada box teller sebelum teller yangbersangkutan cuti atau seteleh
teller tersebut absen tanpa pemberitahuan.
c) Setiap selisih harus diindentifikasi, dilaporkan kepada head teller dan pemimpincabang, diinvestigasi dan dikoreksi.
d) Selisih uang tunai yang ada pada teller ataupun dalam khasanah harus dibuatkanberita acara selisih kas.
e) Area teller/ counter/khasanah adalah area terbatas dalam arti selain petugas ataupejabat yang berwenang, tidak
diperbolehkan masuk.
f) Teller dilarang membawa tas, makanan, ataupun perlengkapan pribadi ke counterarea.
5. Pemeriksaan yang dilakukan oleh unit yang independen
a. Setiap hari Unit Kontrol Intern harus memeriksa transaksi-transaksi yang berasaldari unit kas.
b. Secara periodik saldo fisik harus diperiksa oleh SKAI.
c. Pemimpin Cabang melakukan pemeriksaan kas dadakan
Contoh Kasus Audit Etika Profesi
Contoh Kasus Etika ProfesionalFrank Dorrance
Frank Dorrance, seorang manajer audit senior untuk Bright and Lorren,CPA baru saja
diinformasikan bahwa perusahaan berencana untuk mempromosikannya menjadi rekanan
pada 1 atau 2 tahun ke depan bila ia terus memperlihatkan tingkat mutu yang tinggi sama
seperti masa sebelumnya. Baru saja Frank ditugaskan untuk mengaudit Machine International
sebuah perusahaan grosir besar yang mengirimkan barang keseluruh dunia yang merupakan
klien Bright and Lorren yang bergengsi. Selama audit, Frank menentukan bahwa Machine
International menggunakan metode pengenalan pendapatan yang disebut “tagih dan tahan”
yang baru saja dipertanyakan oleh SEC. Setelah banyak melakukan riset, Frank
menyimpulkan bahwa metode pengenalan pendapatan tidaklah tepat untuk Machine
International. Ia membahas hal ini dengan rekanan penugasan yang menyimpulkan bahwa
metode akuntansi itu telah digunakan selama lebih dari 10 tahun oleh klien dan ternyata tepat.
Frank berkeras bahwa metode tersebut tepat pada tahun sebelumnya tetapi peraturan SEC
membuatnya tidak tepat tahun ini. Frank menyadari tanggung jawab rekan itu untuk membuat
keputusan akhir, tetapi ia merasa cukup yakin untuk menyatakan bahwa ia merencanakan
untuk mengikuti persyaratan SAS 22 (AU 311) dan menyertakan sebuah pernyataan dalam
kertas kerja bahwa ia tidak setuju dengan keputusan rekannya. Rekan itu memberitahukan
Frank bahwa ia tidak akan mengizinkan pernyataan demikian karena potensi implikasi
hukum. Namun, ia mau menulis sebuah surat kepada Frank yang menyatakan bahwa ia
mengambil tanggung jawab penuh untuk keputusan akhir bila timbul suatu permasalahan
hukum. Ia menutup dengan mengatakan, “Frank, rekan harus bertindak seperti rekan. Bukan
seperti meriam lepas yang berusaha untuk membuat hidup menjadi sulit bagi rekan mereka.
Anda masih harus bertumbuh sebelum saya merasa nyaman dengan anda sebagai rekan.”

Solusi :
pada kasus di atas, kita dapat menggunakan pendekatan enam langkah untuk
menyelesaikan dilema etis tersebut, antara lain :
Terdapat fakta-fakta yang relevan. Dalam kasus ini, fakta-fakta tersebut adalah :
Metode pengenalan pendapatan yang digunakan Machine International merupakan metode
yang dipertanyakan oleh pihak SEC.
Setelah melakukan riset, Frank menemukan bahwa metode tersebut tidak sesuai bagi
Machine Internatioal. Frank mengetahui bahwa metode tersebut memang tepat pada tahun
sebelumnya tetapi peraturan SEC membuatnya tidak tepat tahun ini.
Frank merencanakan untuk mengikuti persyaratan SAS 22 (AU 311) dan menyertakan
sebuah pernyataan dalam kertas kerja bahwa ia tidak setuju dengan keputusan rekannya.
Rekannya meminta Frank agar sependapat dengan dirinya untuk menyetujui penggunaan
metode tersebut karena metode tersebut telah digunakan selama bertahun-tahun dan diyakini
ketepatannya.
Rekannya menawarkan surat pernyataan bahwa bila terjadi suatu permasalahan hukum, maka
ia mengambil tanggung jawab penuh akan hal tersebut.
Mengidentifikasi isu-isu etika berdasarkan fakta-fakta tersebut.Isu etika dari dilema
tersebut adalah apakah merupakan hal yang etis bagi Frank untuk mengeluarkan pernyataan
bahwa ia tidak setuju dengan keputusan rekannya mengingat rekan merupakan orang yang
membuat keputusan akhir serta berada di atas kedudukannya saat ini sebagai manajer senior.

- Konsekuensi dari setiap alternatif :


Jika ia menyetujui pendapat dan tawaran surat pertanggung jawaban dari rekannya
kemungkinan hal ini dapat berpengaruh besar bagi hasil audit ini nantinya. Jika timbul
permasalahan hukum maka hal ini dapat membuat perusahaanya (Bright and Lorren,CPA),
rekannya, dan ia sendiri dituntut oleh kliennya karena melakukan kesalahan selama
pelaksanaan audit.

- Tindakan Yang tepat

Keputusan sepenuhnya berada di tangan Frank, tentunya ia harus mempertimbangkan


masak-masak akan dilema yang diadapinya saat ini. Secara ekstrim, jika ia tetap menjunjung
akan SPAP dan PSAK maka ia akan tetap menuliskan ketidak setujuannya akan keputusan
rekannya dalam menangani kasus tersebut mengingat metode akuntansi yang digunakan klien
tidaklah sesuai dengan aturan yang diberikan SEC. Namun jika ia menyetujui pendapat
rekannya maka kemungkinan ia akan memperoleh kedudukannya sebagai rekan yang akan ia
peroleh 1 atau 2 tahun ke depan serta adanya pandangan bahwa ia telah menunjukkan sikap
menghargai dan menghormati keputusan rekannya. Sementara di satu pilihan lainnya Frank
dapat memilih untuk tidak melakukan kegiatan penugasan tersebut melihat adanya risiko
yang cukup besar pada hasil auditnya nanti.

AUDIT ASSET TETAP

Sebuah Kasus Audit Asset Tetap

Pada Desember 2006 Indonesia Corruptin Watch (ICW) melaporkan kasus dugaan korupsi ke
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam ruislaag (tukar guling) antara asset PT. Industri
Sandang Nusantara (ISN), sebuah BUMN yang bergerak di bidang tekstil, dengan asset PT.
GDC, sebuah perusahaan swasta.

Dalam ruislaag tersebut PT. ISN menukarkan tanah seluas 178.497 meter persegi di kawasan
Senayan dengan Tanah seluas 47 hektar beserta Pabrik dan mesin di karawang.

Berdasarkan hasil temuan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) semester II Tahun Anggaran
1998/1999, menyatakan ruislaag itu berpotensi merugikan keuangan Negara sebesar Rp.
121,628 miliar

Kerugian itu terdiri dari kekurangan luas bangunan pabrik dan mesin milik PT. GDC senilai
Rp. 63,954 miliar, berdasarkan penilaian aktiva tetap oleh PT. Sucofindo pada 1999;
penyusutan nilai asset pabrik milik PT. GDC senilai Rp. 31,546 miliar; dan kelebihan
perhitungan harga tanah senilai Rp. 0,127 miliar. Selain itu juga ditemukan bahwa terdapat
nilai saham yang belum dibayarkan oleh PT. GDC sebesar Rp. 26 miliar.

Telaah KasuS

Dalam kasus Ruislaag di atas, karena ketidakjelasan prosedur dan syarat-syarat tukar guling
asset, sehingga sangat rawan untuk diselewengkan.

Seharusnya keputusan Tukar Guling tidak hanya menjadi wewenang salah satu pejabat saja,
melainkan melibatkan beberapa pejabat sebagai pengendali dan control yang baik. Selain itu
juga diperlukan sebuah aturan baku oleh perusahaan mengenai tukar guling, sehingga
kemungkinan penyelewengan menjadi berkurang.

Diperlukan juga control dari lembaga bersangkutan terhadap penelitian tim penilik yang
meneliti kelengkapan mengenai status asset, dokumen kelengkapan asset, sehingga tidak ada
manipulasi dari nilai asset tersebut serta proses tukar menukar.
Walaupun menggunakan jasa Appraisal, penilaian asset tetap juga tetap harus diawasi untuk
mencegah kecurangan-kecurangan.

Dari kasus diatas dapat dibuktikan bahwa PT. ISN memiliki pengendalian intern yang sangat
buruk. Sehingga PT. ISN rawan dicurangi oleh rekanan-rekanan bisnisnya maupun oleh
oknum-oknum pejabat perusahaan yang ingin mengambil keuntungan. Oleh karena itu hal
pertama yang harus dibenahi oleh PT. ISN adalah soal Pengendalian Internnya.

Kasus Audit Umum PT KAI

Menerapkan proses GCG (Good Corporate Governance) dalam suatu perusahaan


Pembedahan kasus-kasus yang telah terjadi di perusahaan atas proses pengawasan yang
efektif akan menjadi pembelajaran yang menarik dan kiranya dapat kita hindari apabila kita
dihadapkan pada situasi yang sama.
bukan suatu proses yang mudah. Diperlukan konsistensi, komitmen, dan pemahaman yang
jelas dari seluruh stakeholders perusahaan mengenai bagaimana seharusnya proses tersebut
dijalankan. Namun, dari kasus-kasus yang terjadi di BUMN ataupun Perusahaan Publik dapat
ditarik kesimpulan sementara bahwa penerapan proses GCG belum dipahami dan diterapkan
sepenuhnya.
Salah satu contohnya adalah kasus audit umum yang dialami oleh PT. Kereta Api Indonesia
(PT. KAI). Kasus ini menunjukkan bagaimana proses tata kelola yang dijalankan dalam suatu
perusahaan dan bagaimana peran dari tiap-tiap organ pengawas dalam memastikan penyajian
laporan keuangan tidak salah saji dan mampu menggambarkan keadaan keuangan perusahaan
yang sebenarnya.
Kasus PT. KAI berawal dari perbedaan pandangan antara Manajemen dan Komisaris,
khususnya Ketua Komite Audit dimana Komisaris menolak menyetujui dan menandatangani
laporan keuangan yang telah diaudit oleh Auditor Eksternal. Komisaris meminta untuk
dilakukan audit ulang agar laporan keuangan dapat disajikan secara transparan dan sesuai
dengan fakta yang ada. Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya kasus PT. KAI adalah
rumitnya laporan keuangan PT. KAI. Perbedaan pandangan antara manajemen dan komisaris
tersebut bersumber pada perbedaan mengenai:
1. Masalah piutang PPN.
Piutang PPN per 31 Desember 2005 senilai Rp. 95,2 milyar, menurut Komite Audit harus
dicadangkan penghapusannya pada tahun 2005 karena diragukan kolektibilitasnya, tetapi
tidak dilakukan oleh manajemen dan tidak dikoreksi oleh auditor.
2. Masalah Beban Ditangguhkan yang berasal dari penurunan nilai persediaan.
Saldo beban yang ditangguhkan per 31 Desember 2005 sebesar Rp. 6 milyar yang merupakan
penurunan nilai persediaan tahun 2002 yang belum diamortisasi, menurut Komite Audit harus
dibebankan sekaligus pada tahun 2005 sebagai beban usaha.
3. Masalah persediaan dalam perjalanan.
Berkaitan dengan pengalihan persediaan suku cadang Rp. 1,4 milyar yang dialihkan dari satu
unit kerja ke unit kerja lainnya di lingkungan PT. KAI yang belum selesai proses
akuntansinya per 31 Desember 2005, menurut Komite Audit seharusnya telah menjadi beban
tahun 2005.
4. Masalah uang muka gaji.
Biaya dibayar dimuka sebesar Rp. 28 milyar yang merupakan gaji Januari 2006 dan
seharusnya dibayar tanggal 1 Januari 2006 tetapi telah dibayar per 31 Desember 2005
diperlakukan sebagai uang muka biaya gaji, yang menurut Komite Audit harus dibebankan
pada tahun 2005.
5. Masalah Bantuan Pemerintah Yang Belum Ditentukan Statusnya (BPYDBS) dan
Penyertaan Modal Negara (PMN).
BPYDBS sebesar Rp. 674,5 milyar dan PMN sebesar Rp. 70 milyar yang dalam laporan audit
digolongkan sebagai pos tersendiri di bawah hutang jangka panjang, menurut Komite Audit
harus direklasifikasi menjadi kelompok ekuitas dalam neraca tahun buku 2005.
Beberapa hal yang direfentifikasi turut berperan dalam masalah pada laporan keuangan PT.
KAI Indonesia:
1. Auditor internal tidak berperan aktif dalam proses audit, yang berperan hanya auditor
Eksternal.
2. Komite audit tidak ikut serta dalam proses penunjukkan auditor sehingga tidak terlibat
proses audit.
3. Manajemen (tidak termasuk auditor eksternal) tidak melaporkan kepada komite audit dan
komite audit tidak menanyakannya.
4. Adanya ketidakyakinan manajemen akan laporan keuangan yang telah disusun, sehingga
ketika komite audit mempertanyakan manajemen merasa tidak yakin.
Terlepas dari pihak mana yang benar, permasalahan ini tentunya didasari oleh tidak
berjalannya fungsi check and balances yang merupakan fungsi substantif dalam perusahaan.
Yang terpenting adalah mengidentifikasi kelemahan yang ada sehingga dapat dilakukan
penyempurnaan untuk menghindari munculnya permasalahan yang sama di masa yang akan
datang.
Berikut ini beberapa solusi dan rekomendasi yang disarankan kepada PT KAI untuk
memperbaiki kondisi yang telah terjadi:
1. Apabila Dewan Komisaris ini merasa direksi tidak capable (mampu) memimpin
perusahaan, Dewan Komisaris dapat mengusulkan kepada pemegang saham untuk mengganti
direksi.
2. Diperlukannya kebijaksanaan (wisdom) dari Anggota Dewan Komisaris untuk memilah-
milah informasi apa saja yang merupakan private domain.
3. Komunikasi yang intens sangat diperlukan antara Auditor Eksternal dengan Komite Audit.
4. Komite Audit sangat mengandalkan Internal Auditor dalam menjalankan tugasnya untuk
mengetahui berbagai hal yang terjadi dalam operasional perusahaan.
5. Komite Audit tidak memberikan second judge atas opini Auditor Eksternal, karena opini
sepenuhnya merupakan tanggung jawab Auditor Eksternal.
6. Harus ada upaya untuk membenarkan kesalahan tahun-tahun lalu, karena konsistensi yang
salah tidak boleh dipertahankan.
7. Komite Audit tidak berbicara kepada publik karena esensinya Komite Audit adalah organ
Dewan Komisaris sehingga pendapat dan masukan Komite Audit harus disampaikan kepada
Dewan Komisaris. Apabila Dewan Komisaris tidak setuju dengan Komite Audit, tetapi
Komite Audit tetap pada pendiriannya, Komite Audit dapat mencantumkan pendapatnya pada
Laporan Komite Audit yang terdapat dalam laporan tahunan perusahaan.
8. Manajemen menyusun laporan keuangan secara tepat waktu, akurat dan full disclosure.
9. Komite Audit dan Dewan Komisaris sebaiknya melakukan inisiatif untuk membangun
budaya pengawasan dalam perusahaan melalui proses internalisasi, sehingga pengawasan
merupakan bagian tidak terpisahkan dari setiap organ dan individu dalam organisasi.
PT. MATAHARI KAHURIPAN INDONESIAINTERNAL AUDIT DIVISION
1. Di salah satu propinsi, PT. MAKIN mendapat tawaran dari pemerintah daerah untuk
berinvestasi mengembangkan perkebunan kelapa sawit seluas 40.000 ha. Data-data
pendukung areal belum tersedia, seperti :
i. Kondisi fisik areal (topografi, tanah, iklim, sosial masyarakat, prasarana dan lain-lain) belum
diketahui.
ii. Status penggunaan areal (atau status kawasan hutan) belum diketahui.
iii. Penggunaan areal oleh pihak lain belum diketahui
iv. Respon pemerintah daerah sangat baik
v. Respon masyarakat ada yang mendukung dan ada juga yang kontra (tidak berminat).
Seandainya PT. MAKIN berminat untuk berinvestasi di propinsi tersebut tindakan dan
strategi apa yang harus dilakukan untuk meyakinkan areal yang ditawarkan oleh pemda itu
layak atau tidak layak dibuka ?.
2. Setelah ditelaah lebih dalam mengenai kondisi lahan, ternyata diperoleh data-data
pendukung sebagai berikut :
- Kondisi fisik areal : 50 % gambut (50 % gambut dalam, 50 % gambut dangkal).
50 % kering (75 % landai, 25 % agak bergelombang)
Solum tanah di areal kering 25 % dangkal (< 60 cm) dan berbatu-batu.
Curah hujan 1.800 – 2.000 mm/thn, bulan kering = 2 bulan
Tinggi di atas permukaan laut = 50 m
- Calon areal berada dalam kawasan budidaya kehutanan (KBK) dan masih dalam wacana
pemda untuk diusulkan ke Departemen Kehutanan menjadi kawasan budidaya non kehutanan
(KBNK).
- Didalam calon areal masih ada perusahaan HPH/HTI yang sudah tidak aktif.
- Tidak ada sungai besar yang dapat digunakan untuk transportasi hasil produksi, sehingga
jalur transportasi harus melalui darat. Jarak 100 km.lokasi dengan ibukota/pelabuhan
terdekat
- Keadaan sosial masyarakat beragam ada yang antusias, ada yang ragu-ragu dan ada yang
kontra. Masyarakat yang berminat kemitraan dengan perusahaan menginginkan porsi 50:50.
- Dan setelah dikalkulasi*) ternyata nilai kelayakan proyek sebagai berikut :
- IRR = 16,71 %, dimana tingkat suku bunga bank = 16 %
- NPV = positif
Berdasarkan data-data diatas, apa yang harus direkomendasikan kepada PT. MAKIN, setuju
berinvestasi atau tidak setuju berinvestasi ?
Keterangan : *) belum memperhitungkan potensial biaya dalam pengurusan perizinan areal
dan potential loss akibat permasalahan sosial dan overlapping areal).
PT. INDOSAT TBK.

Pada laporan keuangan periode 2006, PT. Indosat melaporkan adanya kerugian
sebesar Rp 438 miliar yang di klaim sebagai ”Rugi dari perubahan nilai wajar atas transaksi
derivatif-bersih” (Loss on Change in Fair Value of Derivatifes-Net). Pengakuan atas kerugian
ini muncul karena perusahaan tidak menerapkan PSAK sebagaimana mestinya.
Dalam PSAK no 55 ”Akuntansi Instrumen Derivatif dan Aktifitas Lindung Nilai” disebutkan
bahwa transaksi derivatif mensyaratkan adanya dokumentasi formal atas analisa manajemen
resiko dan analisa efektifitas transaksi jika ingin melindungi resiko dari transaksi derivatif ini.
Selain itu suatu entitas diwajibkan pula untuk melaporkan setiap transaksi derivatif paling
tidak setiap tiga bulan dalam laporan keuangan perusahaan.
Dalam surat yang ditujukan kepada manajemen Indosat (management letter) pada tahun
2004, 2005 dan 2006, auditor eksternal Indosat menyarankan pihak manajemen Indosat untuk
segera membenahi kebijakan formal manajemen resiko yang berkaitan dengan transaksi
derivatif yang dilakukan oleh Indosat sebesar US$ 275 juta atau sekitar Rp 2,5 trilliun.
Transaksi derivatif ini meliputi 17 kontrak perjanjian dengan berbagai institusi keuangan.
Kasus ini memberikan contoh dari besarnya kerugian yang harus ditanggung oleh perusahaan
di Indonesia diakibatkan tidak adanya analisa yang memadai terhadap transaksi derivatif
yang akan dilakukan. Akibat kerugian ini pula negara kehilangan potensi pajak baik atas laba
bersih perusahaan maupun atas deviden yang dibagikan.

2. PANIN BANK VS. PT MATAHARI PUSAKATAMA


Pada tanggal 23 September 1996, PT. Matahari Pusakatama menerima fasilitas
pinjaman jangka panjang (PJP) dari Bank Panin sebesar Rp. 41,5 milyar dengan jangka
waktu kredit 5 tahun disertai jaminan Hak Tanggungan peringkat pertama atas tiga bidang
tanah berikut gedung Matahari Plaza senilai Rp. 41.499.999.911,. Mengingat pendapatan
sewa yang diperoleh dari Matahari Department Store adalah dalam mata uang US Dollar, PT.
Matahari Pusakatama melihat peluang untuk meminimalkan beban bunga pinjaman
rupiahnya melalui transaksi cross currency swap (swap). Tindakan tersebut lebih dikenal
dengan istilah hedging, yaitu suatu upaya untuk melindungi risiko yang mungkin timbul di
dalam suatu transaksi.

Cross currency swap adalah kombinansi dari interest rate swap dan currency swap karena
transaksi ini berkenaan dengan suku bunga dan nilai tukar. Interest rate swap adalah suatu
perjanjian dimana suatu pihak (A) menyetujui dan mengikatkan dirinya untuk melakukan
pembayaran secara berkala kepada pihak lain (B), dimana pembayaran ditentukan dengan
merujuk pada suatu jumlah pokok tertentu yang disepakati para pihak untuk keperluan
kalkulasi tersebut saja (notional amount/calculation amount) dan suku bunga tetap (fixed
interest rate) atau mengambang (floating interest rate) dan sebaliknya B menyetujui dan
mengikatkan diri untuk melakukan pembayaran secara berkala kepada pihak A, pembayaran
mana ditentukan dengan merujuk pada jumlah pokok kalkulasi (notional amount/calculation
amount) yang sama dan suku bunga mengambang (floating interest rate) atau tetap (fixed
interest rate).

Currency swap adalah suatu perjanjian dimana suatu pihak (A) menyetujui dan mengikatkan
diri untuk melakukan pembayaran secara berkala kepada pihak lain (B), dimana pembayaran
ditentukan dengan merujuk pada suatu jumlah pokok tertentu yang disepakati para pihak
untuk keperluan kalkulasi tersebut saja (notional amount/calculation amount) dalam mata
uang tertentu dan suku bunga mengambang (floating interest rate) atau tetap (fixed interest
rate), dan sebaliknya B menyetujui dan mengikatkan diri untuk melakukan pembayaran
secara berkala kepada A, dimana pembayaran ditentukan dengan merujuk pada suatu jumlah
pokok tertentu yang disepakati para pihak untuk keperluan kalkulasi tersebut saja (notional
amount /calculation amount) dalam mata uang tertentu dan suku bunga mengambang
(floating interest rate) atau tetap (fixed interest rate).

Pada tanggal 30 September 1996, PT. Matahari Pusakatama melakukan transaksi cross
currency swap (tukar menukar valuta) dengan Bank Panin, dengan jumlah fasilitas sebesar
US$ 17,9 juta dimana pembayaran dilakukan setiap 3 bulan sebesar Rp. 1 milyar ditambah
bunga dengan pembayaran pokok pinjaman terakhir sebesar Rp. 22,5 milyar dan jatuh waktu
fasilitas tersebut pada tanggal 30 September 2001. Transaksi cross currency swap ini
merupakan salah satu bentuk dari transaksi derivatif, dimana transaksi cross currency swap
ini berfungsi sebagai perlindungan terhadap adanya gejolak nilai tukar dan bunga antar dua
mata uang yang berbeda.

Cross currency swap yang dilakukan antara PT. Matahari Pusakatama dengan Bank Panin
adalah sebagai berikut:
PT. Matahari Pusakatama berkewajiban untuk menyerahkan uang sejumlah total US$. 17,9
juta kepada Bank Panin yang dibayar secara cicilan setiap 3 bulan sebesar US$ 431,406.38
ditambah bunga tetap sebesar 10,65% p.a, dengan pembayaran cicilan terakhir sebesar US$.
9,706,643.66 - Bank Panin berkewajiban untuk menyerahkan uang sejumlah total Rp 41,5
miliyar kepada PT. Matahari Pusakatama yang dibayar secara cicilan setiap 3 bulan sebesar
Rp. 1 Miliyar ditambah bunga tetap sebesar 19,75 % p.a. dengan pembayaran cicilan terakhir
sebesar 22,5 miliyar.

Sejak terjadinya krisis pada pertengahan 1997, PT. Matahari Pusakatama mulai kesulitan
untuk memenuhi kewajiban swapnya karena pendapatan sewa dari Matahari Department
Store tidak berdasarkan nilai tukar pasar, namun hanya menggunakan nilai tukar sebesar Rp.
4.000, /US$. Di sisi lain PT. Matahari Pusakatama memiliki kewajiban pembayaran dalam
mata uang US Dollar kepada Bank Panin. Hal ini mengakibatkan cash flow mismatch pada
PT. Matahari Pusakatama yang pada akhirnya mengakibatkan PT. Matahari Pusakatama tidak
mampu lagi memenuhi kewajibannya pada Bank Panin, baik kewajiban atas PJP maupun
kewajiban atas cross currency swap.

Untuk menyelesaikan seluruh pinjamannya kepada Bank Panin, PT. Matahari Pusakatama
minta agar dilakukan restrukturisasi seluruh kewajiban. Proses restrukturisasi telah mulai
sejak akhir tahun 2000, dimana PT. Matahari Pusakatama mengajukan unwind terhadap
transaksi swap. Perincian atas transaksi unwind yang dilakukan oleh PT. Matahari
Pusakatama dilakukan berdasarkan suratsurat konfirmasi transaksi unwind yang telah
disetujui oleh PT. Matahari Pusakatama. Dengan dilakukannya transaksi unwind tersebut,
maka kewajiban semula PT. Matahari Pusakatama untuk melakukan pembayaran US Dollar
berdasarkan transaksi swap telah berubah menjadi kewajiban pembayaran dalam rupiah.

Pada akhir bulan Juni 2001 telah dicapai kesepakatan restrukturisasi seluruh kewajiban PT.
Matahari Pusakatama. Kesepakatan ini dicapai dalam suatu pertemuan dengan PT. Matahari
Pusakatama di Bank Panin. Adapun garis besar kesepakatan restrukturisasi adalah sebagai
berikut:
1. Selambatnya pada tanggal 29 Juni 2002 Bank Panin telah menerima dana initial payment
sebesar 20% dari total kewajiban PT. Matahari Pusakatama pada posisi tanggal 29 Juni
2001;
2. Bank Panin akan memberikan diskon sebesar jumlah initial payment yang dilakukan oleh
PT. Matahari Pusakatama.
3. Denda atas tunggakan PJP akan dihapuskan, sementara tunggakan bunga akan
ditambahkan pada jumlah kewajiban setelah initial payment dan diskon;
4. Selanjutnya atas sisa kewajiban akan direstrukturisasi.

Bahwa karena PT. Matahari Pusakatama tidak dapat memenuhi kewajiban-kewajibannya


maka Bank Panin mengajukan permohonan eksekusi Hak Tanggungan. Atas permohonan PT.
Matahari Pusakatama mengajukan bantahan. Menurut keterangan saksi ahli Hariyadi
Ramelan, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan cross currency swap adalah bentuk
transaksi derivatif yang dibuat untuk menjadi sarana memprediksi nilai tukar rupiah atau
tingkat suku bunga dari perubahanperubahan yang mungkin akan terjadi pada nilai tukar
antar mata uang atau tingkat suku bunga.

Contoh Kasus Fraud Auditting

Dua perusahan Auditor sebelumnya yang mengaudit laporan keuangan dari sebuah
perusahaan real estate terkenal di Singapura, dinyatakan bersalah dan dihukum denda sebesar
SGD 775,000 (US$ 504,049) karena terbukti gagal untuk memberikan peringatan kepada
manajemen perusahaan tersebut tentang adanya kecurangan yang dilakukan oleh mantan
manajer keuangannya yang dilakukan sepanjang tahun 2002 dan 2004 dimana sang manajer
tidak menyetorkan uang perusahaan ke bank yang ditunjuk.

Kecurangan sang manajer keuangan tsb diketahui setelah perusahaan audit yang baru Patrick
Lee Public accounting Cooperation menerima laporan rekonsiliasi bank yang berbeda dengan
laporan accounting perusahaan, dimana terjadi kekurangan dana sebesar SGD 672,253 (US$
437,224). Pengadilan memutuskan bahwa seharusnya perusahaan audit sebelumnya dapat
mendeteksi adanya kecurangan tsb dan memberikan laporan peringatan kepada pihak
manajemen atas adanya ketidakberesan laporan keuangan perusahaan.

Keputusan pengadilan tersebut telah memberikan peringatan yang jelas kepada perusahaan
audit tentang fungsi dan tanggung jawab profesi Auditor.
Seharusnya manajemen perusahaan tersebut mengaudit laporan keuangan yang telah dibuat
oleh manager keuangan sebelum manager tersebut keluar dari perusahaan

Anda mungkin juga menyukai