Penelitian COSO dilakukan oleh empat profesor akuntansi: Mark S. Beasley dari
North Carolina State University, Joseph V. Carcello dari University of Tennessee, Dana R.
Hermanson dari Kennesaw State University, dan Terry L. Neal dari University of Tennessee.
Penelitian ini meng-update penelitian COSO sejenis sebelumnya diterbitkan pada tahun 1999,
untuk kasus-kasus kecurangan pelaporan keuangan dekade 1987-1997.
Profesor Beasley, yang juga merupakan anggota dewan COSO, mencatat bahwa
penelitian tambahan diperlukan untuk lebih memahami perbedaan dalam proses seputar
dewan direksi dan komite audit. ”Kita perlu untuk menentukan apakah ada proses tertentu
berkaitan dengan dewan direksi yang dapat memperkuat pengawasan mereka terhadap risiko-
risiko yang mempengaruhi laporan keuangan,” katanya. ”Selain itu, mengingat jumlah
kecurangan diperiksa dalam penelitian ini terbatas dan terkait dengan jangka waktu setelah
penerbitan Sarbanes-Oxley Act of 2002 termasuk implementasi Seksi 404, penelitian lebih
lanjut diperlukan sebelum dapat diambil kesimpulan tentang dampak SOX tersebut dalam
mengurangi kecurangan pelaporan keuangan.”
Contoh Kasus Korupsi dan Fraud : Penjualan dan Persediaan
Seorang direktur penjualan dari sebuah perusahaan produk elektronik tiba-tiba
mengundurkan diri dari jabatannya ketika ditanyakan mengenai adanya keanehan dalam data-
data penjualan.
Setelah dilakukan investigasi, ternyata mantan direktur tersebut terlibat dalam proses
penjualan yang ternyata palsu. Modus pola fraud dilakukan dengan:
Kuitansi penjualan atas nama pembeli tertentu dibuat
Tagihan palsu dikeluarkan
Barang persediaan dikeluarkan dari gudang penyimpanan seolah-olah akan dikirimkan ke pembeli
(barang tersebut kemudian dijual sendiri oleh direktur keuangan dan uangnya masuk ke kantong
pribadi)
Penjualan dicatat dalam sistem akuntansi dan beberapa waktu kemudian dihapuskan sebagai ‘non-
inventory return credits’ atau retur penjualan non-persediaan.
Pada Desember 2006 Indonesia Corruptin Watch (ICW) melaporkan kasus dugaan
korupsi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam ruislaag (tukar guling) antara asset
PT. Industri Sandang Nusantara (ISN), sebuah BUMN yang bergerak di bidang tekstil,
dengan asset PT. GDC, sebuah perusahaan swasta. Dalam ruislaag tersebut PT. ISN
menukarkan tanah seluas 178.497 meter persegi di kawasan Senayan dengan Tanah seluas 47
hektar beserta Pabrik dan mesin di karawang.
Kerugian itu terdiri dari kekurangan luas bangunan pabrik dan mesin milik PT. GDC
senilai Rp. 63,954 miliar, berdasarkan penilaian aktiva tetap oleh PT. Sucofindo pada 1999;
penyusutan nilai asset pabrik milik PT. GDC senilai Rp. 31,546 miliar; dan kelebihan
perhitungan harga tanah senilai Rp. 0,127 miliar. Selain itu juga ditemukan bahwa terdapat
nilai saham yang belum dibayarkan oleh PT. GDC sebesar Rp. 26 miliar.
SOLUSI :
Seharusnya keputusan Tukar Guling tidak hanya menjadi wewenang salah satu pejabat saja,
melainkan melibatkan beberapa pejabat sebagai pengendali dan control yang baik. Selain itu
juga diperlukan sebuah aturan baku oleh perusahaan mengenai tukar guling, sehingga
kemungkinan penyelewengan menjadi berkurang.
Diperlukan juga control dari lembaga bersangkutan terhadap penelitian tim penilik yang
meneliti kelengkapan mengenai status asset, dokumen kelengkapan asset, sehingga tidak ada
manipulasi dari nilai asset tersebut serta proses tukar menukar.
Dari kasus diatas dapat dibuktikan bahwa PT. ISN memiliki pengendalian intern yang sangat
buruk. Sehingga PT. ISN rawan dicurangi oleh rekanan-rekanan bisnisnya maupun oleh
oknum-oknum pejabat perusahaan yang ingin mengambil keuntungan. Oleh karena itu hal
pertama yang harus dibenahi oleh PT. ISN adalah soal Pengendalian Internnya.
Kasus Mulyana W. Kusuma Kasus ini terjadi sekitar tahun 2004. Mulyana W Kusuma
sebagai seorang anggota KPU diduga menyuap anggota BPK yang saat itu akan melakukan
audit keuangan berkaitan dengan pengadaan logistic pemilu. Logistic untuk pemilu yang
dimaksud yaitu kotak suara, surat suara, amplop suara, tinta, dan teknologi informasi. Setelah
dilakukan pemeriksaan, badan dan BPK meminta dilakukan penyempurnaan laporan. Setelah
dilakukan penyempurnaan laporan, BPK sepakat bahwa laporan tersebut lebih baik daripada
sebeumnya, kecuali untuk teknologi informasi. Untuk itu, maka disepakati bahwa laporan
akan diperiksa kembali satu bulan setelahnya. Setelah lewat satu bulan, ternyata laporan
tersebut belum selesai dan disepakati pemberian waktu tambahan. Di saat inilah terdengar
kabar penangkapan Mulyana W Kusuma. Mulyana ditangkap karena dituduh hendak
melakukan penyuapan kepada anggota tim auditor BPK, yakni Salman Khairiansyah. Dalam
penangkapan tersebut, tim intelijen KPK bekerjasama dengan auditor BPK. Menurut versi
Khairiansyah ia bekerja sama dengan KPK memerangkap upaya penyuapan oleh saudara
Mulyana dengan menggunakan alat perekam gambar pada dua kali pertemuan mereka.
Pendapat :
Penangkapan ini menimbulkan pro dan kontra. Salah satu pihak berpendapat auditor yang
bersangkutan, yakni Salman telah berjasa mengungkap kasus ini, sedangkan pihak lain
berpendapat bahwa Salman tidak seharusnya melakukan perbuatan tersebut karena hal
tersebut telah melanggar kode etik akuntan.
Kepala Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Tapung Raya, Masril (40) ditahan polisi. Ia terbukti
melakukan transfer uang Rp1,6 miliar dan merekayasa dokumen laporan keuangan. Perbuatan tersangka
diketahui oleh tim penilik/pemeriksa dan pengawas dari BRI Cabang Bangkinang pada hari Rabu 23 Februari
2011 Tommy saat melakukan pemeriksaan di BRI Unit Tapung. Tim ini menemukan kejanggalan dari hasil
pemeriksaan antara jumlah saldo neraca dengan kas tidak seimbang. Setelah dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut dan cermat, diketahu iadanya transaksi gantung yaitu adanya pembukuan setoran kas Rp 1,6 miliar yang
berasal BRIUnit Pasir Pengaraian II ke BRI Unit Tapung pada tanggal 14 Februari 2011 yang
dilakukanMasril, namun tidak disertai dengan pengiriman fisik uangnya.Kapolres Kampar AKBP MZ
Muttaqien yang dikonfirmasi mengatakan, Kepala BRI Tapung Raya ditetapkan sebagai tersangka dan
ditahan di sel Mapolres Kampar karenamentransfer uang Rp1,6 miliar dan merekayasa laporan
pembukuan.Kasus ini dilaporkan oleh Sudarman (Kepala BRI Cabang Bangkinang dan Rustian
Penyelesaian Masalah :
Skills Kemampuan yang diberikan harus sesuai dengan bidang kerja yang ia lakukan.Kemudian kemampuan
tersebut dikembangkan lebih lanjut untuk meningkatkankontribusi karyawan pada perusahaan.Perusahaan
melakukan pelatihan pendidikan secara periodik kepada karyawan sesuaidengan perkembangan teknologi
yang berkembang.Pembinaan ini sangatlah penting karena setiap karyawan memiliki kepribadian
yangberbeda jadi attitude ini harus ditekankan kepada karyawan. Dalam hal ini karyawandiharapkan dapat
memiliki kepribadian yang baik sehingga dapat memperkecil resikoterjadinya penyimpangan dari karyawan
itu sendiri.
PT KIMIA FARMA
PT Kimia Farma merupakan salah satu dari produsen obat-obatan milik pemerintah yang ada di
Indonesia. Pada audit tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya
laba bersih yaitu sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta &
Mustofa(HTM).
Namun, Kementrian BUMN dan BAPEPAM menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar dan
mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober 2002 laporan
keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali dan hasilnya telah ditemukan kesalahan yang
cukup mendasar.
Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan yang disajikan hanya sebesar Rp 99,56 miliar,
atau lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7% dari laba awal yang telah dilaporkan.
Kesalahan itu timbul pada unit Industri Bahan Baku yaitu kesalahan berupa overstated penjualan
sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral berupa overstated persediaan barang sebesar Rp
23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi berupa overstated persediaan sebesar Rp 8,1
miliar dan overstated penjualan sebesar Rp 10,7 miliar. Diduga upaya penggelembungan dana
yang dilakukan oleh pihak direksi Kimia Farma, dilakukan untuk menarik para investor untuk
menanamkan modalnya kepada PT. Kimia Farma.
Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul karena nilai yang ada dalam daftar
harga persediaan digelembungkan. PT Kimia Farma, melalui direktur produksinya, menerbitkan
dua buah daftar harga persediaan pada tanggal 1 dan 3 Februari2002. Daftar harga per 3 Februari
ini telah digelembungkan nilainya dan dijadikan dasar penilaian persediaan pada unit distribusi
Kimia Farma per 31 Desember 2001.
Sedangkan kesalahan penyajian berkaitan dengan penjualan adalah dengan dilakukannya
pencatatan ganda atas penjualan. Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang tidak
disampling oleh akuntan, sehingga tidak berhasil dideteksi. Berdasarkan penyelidikan Bapepam,
disebutkan bahwa KAP yang mengaudit laporan keuangan PT Kimia Farma telah mengikuti
standar audit yang berlaku, namun gagal mendeteksi kecurangan tersebut. Selain itu, KAP
tersebut juga tidak terbukti membantu manajemen melakukan kecurangan tersebut.Sebagai akibat
dari kejadiannya, ini maka PT Kimia Farma dikenakan denda sebesar Rp 500 juta, direksi lama
PT Kimia Farma terkena denda Rp 1 miliar, serta partner HTM yang mengaudit Kimia Farma
didenda sebesar 100 juta rupiah. Kesalahan yang dilakukan oleh partner HTM tersebut adalah
bahwa ia tidak berhasil mengatasi risiko audit dalam mendeteksi adanya penggelembungan laba
yang dilakukan PT Kimia Farma, walaupun ia telah menjalankan audit sesuai SPAP.
tanggapan : menurut saya kasus PT. Kimia Farma melibatkan direktur produksi dan Hans
Tuanakotta & Mustofa(HTM) yang mengaudit laporan dari PT Kimia Farma dan melakukan
kecurangan yang mendasar dengan melaporkan laba bersih sebesar 132 milyar untuk menarik
para investor agar menanamkan modalnya pada PT. Kimia Farma
Pada Desember 2006 Indonesia Corruptin Watch (ICW) melaporkan kasus dugaan korupsi ke
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam ruislaag (tukar guling) antara asset PT. Industri
Sandang Nusantara (ISN), sebuah BUMN yang bergerak di bidang tekstil, dengan asset PT.
GDC, sebuah perusahaan swasta.
Dalam ruislaag tersebut PT. ISN menukarkan tanah seluas 178.497 meter persegi di kawasan
Senayan dengan Tanah seluas 47 hektar beserta Pabrik dan mesin di karawang. Berdasarkan
hasil temuan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) semester II Tahun Anggaran 1998/1999,
menyatakan ruislaag itu berpotensi merugikan keuangan Negara sebesar Rp. 121,628 miliar.
Kerugian itu terdiri dari kekurangan luas bangunan pabrik dan mesin milik PT. GDC senilai
Rp. 63,954 miliar, berdasarkan penilaian aktiva tetap oleh PT. Sucofindo pada 1999;
penyusutan nilai asset pabrik milik PT. GDC senilai Rp. 31,546 miliar; dan kelebihan
perhitungan harga tanah senilai Rp. 0,127 miliar. Selain itu juga ditemukan bahwa terdapat
nilai saham yang belum dibayarkan oleh PT. GDC sebesar Rp. 26 miliar.
Telaah Kasus
Dalam kasus Ruislaag di atas, karena ketidakjelasan prosedur dan syarat-syarat tukar guling
asset, sehingga sangat rawan untuk diselewengkan.Seharusnya keputusan Tukar Guling tidak
hanya menjadi wewenang salah satu pejabat saja, melainkan melibatkan beberapa pejabat
sebagai pengendali dan control yang baik. Selain itu juga diperlukan sebuah aturan baku oleh
perusahaan mengenai tukar guling, sehingga kemungkinan penyelewengan menjadi
berkurang. Diperlukan juga control dari lembaga bersangkutan terhadap penelitian tim
penilik yang meneliti kelengkapan mengenai status asset, dokumen kelengkapan asset,
sehingga tidak ada manipulasi dari nilai asset tersebut serta proses tukar menukar.
Walaupun menggunakan jasa Appraisal, penilaian asset tetap juga tetap harus diawasi untuk
mencegah kecurangan-kecurangan.Dari kasus diatas dapat dibuktikan bahwa PT. ISN
memiliki pengendalian intern yang sangat buruk.Sehingga PT. ISN rawan dicurangi oleh
rekanan-rekanan bisnisnya maupun oleh oknum-oknum pejabat perusahaan yang ingin
mengambil keuntungan.Oleh karena itu hal pertama yang harus dibenahi oleh PT. ISN adalah
soal Pengendalian Internnya.
Kepala Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Tapung Raya, Masril (40) ditahan polisi. Ia terbukti
melakukan transfer uang Rp1,6 miliar dan merekayasa dokumen laporan keuangan. Perbuatan tersangka
diketahui oleh tim penilik/pemeriksa dan pengawas dari BRI Cabang Bangkinang pada hari Rabu 23 Februari
2011 Tommy saat melakukan pemeriksaan di BRI Unit Tapung. Tim ini menemukan kejanggalan dari hasil
pemeriksaan antara jumlah saldo neraca dengan kas tidak seimbang. Setelah dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut dan cermat, diketahu iadanya transaksi gantung yaitu adanya pembukuan setoran kas Rp 1,6 miliar yang
berasal BRIUnit Pasir Pengaraian II ke BRI Unit Tapung pada tanggal 14 Februari 2011 yang
dilakukanMasril, namun tidak disertai dengan pengiriman fisik uangnya.Kapolres Kampar AKBP MZ
Muttaqien yang dikonfirmasi mengatakan, Kepala BRI Tapung Raya ditetapkan sebagai tersangka dan
ditahan di sel Mapolres Kampar karenamentransfer uang Rp1,6 miliar dan merekayasa laporan
pembukuan.Kasus ini dilaporkan oleh Sudarman (Kepala BRI Cabang Bangkinang dan Rustian
Martha pegawai BRI Cabang Bangkinang. “Masril telah melakukan tindak pidana
membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau laporan maupun dalam
dokumen laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening Bank (TP Perbankan). Tersangka
dijeratpasal yang disangkakan yakni pasal 49 ayat (1) UU No. 10 tahun 1998 tentang perubahan atasUU No. 7
tahun 1992 tentang Perbankan dangan ancaman hukuman 10 tahun,” kata Kapolres.
Polres Kampar telah melakukan penyitaan sejumlah barang bukti dokumen BRI serta melakukan koordinasi
dengan instansi terkait, memeriksa dan menahan tersangka dan 6 orang saksi telah diperiksa dan meminta
keterangan ahli.
PENYELESAIAN MASALAH
yaitu :
Skills Kemampuan yang diberikan harus sesuai dengan bidang kerja yang ia lakukan.Kemudian
kemampuan tersebut dikembangkan lebih lanjut untuk meningkatkankontribusi karyawan pada
perusahaan.Perusahaan melakukan pelatihan pendidikan secara periodik kepada karyawan sesuaidengan
perkembangan teknologi yang berkembang.
Pembinaan ini sangatlah penting karena setiap karyawan memiliki kepribadian yangberbeda jadi attitude ini
harus ditekankan kepada karyawan. Dalam hal ini karyawandiharapkan dapat memiliki kepribadian yang baik
sehingga dapat memperkecil resikoterjadinya penyimpangan dari karyawan itu sendiri.
2 Prosedur Otoritas Yang Wajar
a) Harus ada batas transaksi untuk masing-masing teller dan head teller.
b) Penyimpanan uang dalam khasanah harus menggunakan pengawasan ganda.
c) Teller secara pribadi tidak diperkenankan menerima kuasa dalam bentuk apapundari nasabah untuk
melaksanakan transaksi atas nasabah tersebut.
d) Teller secara pribadi dilarang menerima titipan barang atau dokumen pentingmilik nasabah.
Solusi :
pada kasus di atas, kita dapat menggunakan pendekatan enam langkah untuk
menyelesaikan dilema etis tersebut, antara lain :
Terdapat fakta-fakta yang relevan. Dalam kasus ini, fakta-fakta tersebut adalah :
Metode pengenalan pendapatan yang digunakan Machine International merupakan metode
yang dipertanyakan oleh pihak SEC.
Setelah melakukan riset, Frank menemukan bahwa metode tersebut tidak sesuai bagi
Machine Internatioal. Frank mengetahui bahwa metode tersebut memang tepat pada tahun
sebelumnya tetapi peraturan SEC membuatnya tidak tepat tahun ini.
Frank merencanakan untuk mengikuti persyaratan SAS 22 (AU 311) dan menyertakan
sebuah pernyataan dalam kertas kerja bahwa ia tidak setuju dengan keputusan rekannya.
Rekannya meminta Frank agar sependapat dengan dirinya untuk menyetujui penggunaan
metode tersebut karena metode tersebut telah digunakan selama bertahun-tahun dan diyakini
ketepatannya.
Rekannya menawarkan surat pernyataan bahwa bila terjadi suatu permasalahan hukum, maka
ia mengambil tanggung jawab penuh akan hal tersebut.
Mengidentifikasi isu-isu etika berdasarkan fakta-fakta tersebut.Isu etika dari dilema
tersebut adalah apakah merupakan hal yang etis bagi Frank untuk mengeluarkan pernyataan
bahwa ia tidak setuju dengan keputusan rekannya mengingat rekan merupakan orang yang
membuat keputusan akhir serta berada di atas kedudukannya saat ini sebagai manajer senior.
Pada Desember 2006 Indonesia Corruptin Watch (ICW) melaporkan kasus dugaan korupsi ke
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam ruislaag (tukar guling) antara asset PT. Industri
Sandang Nusantara (ISN), sebuah BUMN yang bergerak di bidang tekstil, dengan asset PT.
GDC, sebuah perusahaan swasta.
Dalam ruislaag tersebut PT. ISN menukarkan tanah seluas 178.497 meter persegi di kawasan
Senayan dengan Tanah seluas 47 hektar beserta Pabrik dan mesin di karawang.
Berdasarkan hasil temuan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) semester II Tahun Anggaran
1998/1999, menyatakan ruislaag itu berpotensi merugikan keuangan Negara sebesar Rp.
121,628 miliar
Kerugian itu terdiri dari kekurangan luas bangunan pabrik dan mesin milik PT. GDC senilai
Rp. 63,954 miliar, berdasarkan penilaian aktiva tetap oleh PT. Sucofindo pada 1999;
penyusutan nilai asset pabrik milik PT. GDC senilai Rp. 31,546 miliar; dan kelebihan
perhitungan harga tanah senilai Rp. 0,127 miliar. Selain itu juga ditemukan bahwa terdapat
nilai saham yang belum dibayarkan oleh PT. GDC sebesar Rp. 26 miliar.
Telaah KasuS
Dalam kasus Ruislaag di atas, karena ketidakjelasan prosedur dan syarat-syarat tukar guling
asset, sehingga sangat rawan untuk diselewengkan.
Seharusnya keputusan Tukar Guling tidak hanya menjadi wewenang salah satu pejabat saja,
melainkan melibatkan beberapa pejabat sebagai pengendali dan control yang baik. Selain itu
juga diperlukan sebuah aturan baku oleh perusahaan mengenai tukar guling, sehingga
kemungkinan penyelewengan menjadi berkurang.
Diperlukan juga control dari lembaga bersangkutan terhadap penelitian tim penilik yang
meneliti kelengkapan mengenai status asset, dokumen kelengkapan asset, sehingga tidak ada
manipulasi dari nilai asset tersebut serta proses tukar menukar.
Walaupun menggunakan jasa Appraisal, penilaian asset tetap juga tetap harus diawasi untuk
mencegah kecurangan-kecurangan.
Dari kasus diatas dapat dibuktikan bahwa PT. ISN memiliki pengendalian intern yang sangat
buruk. Sehingga PT. ISN rawan dicurangi oleh rekanan-rekanan bisnisnya maupun oleh
oknum-oknum pejabat perusahaan yang ingin mengambil keuntungan. Oleh karena itu hal
pertama yang harus dibenahi oleh PT. ISN adalah soal Pengendalian Internnya.
Pada laporan keuangan periode 2006, PT. Indosat melaporkan adanya kerugian
sebesar Rp 438 miliar yang di klaim sebagai ”Rugi dari perubahan nilai wajar atas transaksi
derivatif-bersih” (Loss on Change in Fair Value of Derivatifes-Net). Pengakuan atas kerugian
ini muncul karena perusahaan tidak menerapkan PSAK sebagaimana mestinya.
Dalam PSAK no 55 ”Akuntansi Instrumen Derivatif dan Aktifitas Lindung Nilai” disebutkan
bahwa transaksi derivatif mensyaratkan adanya dokumentasi formal atas analisa manajemen
resiko dan analisa efektifitas transaksi jika ingin melindungi resiko dari transaksi derivatif ini.
Selain itu suatu entitas diwajibkan pula untuk melaporkan setiap transaksi derivatif paling
tidak setiap tiga bulan dalam laporan keuangan perusahaan.
Dalam surat yang ditujukan kepada manajemen Indosat (management letter) pada tahun
2004, 2005 dan 2006, auditor eksternal Indosat menyarankan pihak manajemen Indosat untuk
segera membenahi kebijakan formal manajemen resiko yang berkaitan dengan transaksi
derivatif yang dilakukan oleh Indosat sebesar US$ 275 juta atau sekitar Rp 2,5 trilliun.
Transaksi derivatif ini meliputi 17 kontrak perjanjian dengan berbagai institusi keuangan.
Kasus ini memberikan contoh dari besarnya kerugian yang harus ditanggung oleh perusahaan
di Indonesia diakibatkan tidak adanya analisa yang memadai terhadap transaksi derivatif
yang akan dilakukan. Akibat kerugian ini pula negara kehilangan potensi pajak baik atas laba
bersih perusahaan maupun atas deviden yang dibagikan.
Cross currency swap adalah kombinansi dari interest rate swap dan currency swap karena
transaksi ini berkenaan dengan suku bunga dan nilai tukar. Interest rate swap adalah suatu
perjanjian dimana suatu pihak (A) menyetujui dan mengikatkan dirinya untuk melakukan
pembayaran secara berkala kepada pihak lain (B), dimana pembayaran ditentukan dengan
merujuk pada suatu jumlah pokok tertentu yang disepakati para pihak untuk keperluan
kalkulasi tersebut saja (notional amount/calculation amount) dan suku bunga tetap (fixed
interest rate) atau mengambang (floating interest rate) dan sebaliknya B menyetujui dan
mengikatkan diri untuk melakukan pembayaran secara berkala kepada pihak A, pembayaran
mana ditentukan dengan merujuk pada jumlah pokok kalkulasi (notional amount/calculation
amount) yang sama dan suku bunga mengambang (floating interest rate) atau tetap (fixed
interest rate).
Currency swap adalah suatu perjanjian dimana suatu pihak (A) menyetujui dan mengikatkan
diri untuk melakukan pembayaran secara berkala kepada pihak lain (B), dimana pembayaran
ditentukan dengan merujuk pada suatu jumlah pokok tertentu yang disepakati para pihak
untuk keperluan kalkulasi tersebut saja (notional amount/calculation amount) dalam mata
uang tertentu dan suku bunga mengambang (floating interest rate) atau tetap (fixed interest
rate), dan sebaliknya B menyetujui dan mengikatkan diri untuk melakukan pembayaran
secara berkala kepada A, dimana pembayaran ditentukan dengan merujuk pada suatu jumlah
pokok tertentu yang disepakati para pihak untuk keperluan kalkulasi tersebut saja (notional
amount /calculation amount) dalam mata uang tertentu dan suku bunga mengambang
(floating interest rate) atau tetap (fixed interest rate).
Pada tanggal 30 September 1996, PT. Matahari Pusakatama melakukan transaksi cross
currency swap (tukar menukar valuta) dengan Bank Panin, dengan jumlah fasilitas sebesar
US$ 17,9 juta dimana pembayaran dilakukan setiap 3 bulan sebesar Rp. 1 milyar ditambah
bunga dengan pembayaran pokok pinjaman terakhir sebesar Rp. 22,5 milyar dan jatuh waktu
fasilitas tersebut pada tanggal 30 September 2001. Transaksi cross currency swap ini
merupakan salah satu bentuk dari transaksi derivatif, dimana transaksi cross currency swap
ini berfungsi sebagai perlindungan terhadap adanya gejolak nilai tukar dan bunga antar dua
mata uang yang berbeda.
Cross currency swap yang dilakukan antara PT. Matahari Pusakatama dengan Bank Panin
adalah sebagai berikut:
PT. Matahari Pusakatama berkewajiban untuk menyerahkan uang sejumlah total US$. 17,9
juta kepada Bank Panin yang dibayar secara cicilan setiap 3 bulan sebesar US$ 431,406.38
ditambah bunga tetap sebesar 10,65% p.a, dengan pembayaran cicilan terakhir sebesar US$.
9,706,643.66 - Bank Panin berkewajiban untuk menyerahkan uang sejumlah total Rp 41,5
miliyar kepada PT. Matahari Pusakatama yang dibayar secara cicilan setiap 3 bulan sebesar
Rp. 1 Miliyar ditambah bunga tetap sebesar 19,75 % p.a. dengan pembayaran cicilan terakhir
sebesar 22,5 miliyar.
Sejak terjadinya krisis pada pertengahan 1997, PT. Matahari Pusakatama mulai kesulitan
untuk memenuhi kewajiban swapnya karena pendapatan sewa dari Matahari Department
Store tidak berdasarkan nilai tukar pasar, namun hanya menggunakan nilai tukar sebesar Rp.
4.000, /US$. Di sisi lain PT. Matahari Pusakatama memiliki kewajiban pembayaran dalam
mata uang US Dollar kepada Bank Panin. Hal ini mengakibatkan cash flow mismatch pada
PT. Matahari Pusakatama yang pada akhirnya mengakibatkan PT. Matahari Pusakatama tidak
mampu lagi memenuhi kewajibannya pada Bank Panin, baik kewajiban atas PJP maupun
kewajiban atas cross currency swap.
Untuk menyelesaikan seluruh pinjamannya kepada Bank Panin, PT. Matahari Pusakatama
minta agar dilakukan restrukturisasi seluruh kewajiban. Proses restrukturisasi telah mulai
sejak akhir tahun 2000, dimana PT. Matahari Pusakatama mengajukan unwind terhadap
transaksi swap. Perincian atas transaksi unwind yang dilakukan oleh PT. Matahari
Pusakatama dilakukan berdasarkan suratsurat konfirmasi transaksi unwind yang telah
disetujui oleh PT. Matahari Pusakatama. Dengan dilakukannya transaksi unwind tersebut,
maka kewajiban semula PT. Matahari Pusakatama untuk melakukan pembayaran US Dollar
berdasarkan transaksi swap telah berubah menjadi kewajiban pembayaran dalam rupiah.
Pada akhir bulan Juni 2001 telah dicapai kesepakatan restrukturisasi seluruh kewajiban PT.
Matahari Pusakatama. Kesepakatan ini dicapai dalam suatu pertemuan dengan PT. Matahari
Pusakatama di Bank Panin. Adapun garis besar kesepakatan restrukturisasi adalah sebagai
berikut:
1. Selambatnya pada tanggal 29 Juni 2002 Bank Panin telah menerima dana initial payment
sebesar 20% dari total kewajiban PT. Matahari Pusakatama pada posisi tanggal 29 Juni
2001;
2. Bank Panin akan memberikan diskon sebesar jumlah initial payment yang dilakukan oleh
PT. Matahari Pusakatama.
3. Denda atas tunggakan PJP akan dihapuskan, sementara tunggakan bunga akan
ditambahkan pada jumlah kewajiban setelah initial payment dan diskon;
4. Selanjutnya atas sisa kewajiban akan direstrukturisasi.
Dua perusahan Auditor sebelumnya yang mengaudit laporan keuangan dari sebuah
perusahaan real estate terkenal di Singapura, dinyatakan bersalah dan dihukum denda sebesar
SGD 775,000 (US$ 504,049) karena terbukti gagal untuk memberikan peringatan kepada
manajemen perusahaan tersebut tentang adanya kecurangan yang dilakukan oleh mantan
manajer keuangannya yang dilakukan sepanjang tahun 2002 dan 2004 dimana sang manajer
tidak menyetorkan uang perusahaan ke bank yang ditunjuk.
Kecurangan sang manajer keuangan tsb diketahui setelah perusahaan audit yang baru Patrick
Lee Public accounting Cooperation menerima laporan rekonsiliasi bank yang berbeda dengan
laporan accounting perusahaan, dimana terjadi kekurangan dana sebesar SGD 672,253 (US$
437,224). Pengadilan memutuskan bahwa seharusnya perusahaan audit sebelumnya dapat
mendeteksi adanya kecurangan tsb dan memberikan laporan peringatan kepada pihak
manajemen atas adanya ketidakberesan laporan keuangan perusahaan.
Keputusan pengadilan tersebut telah memberikan peringatan yang jelas kepada perusahaan
audit tentang fungsi dan tanggung jawab profesi Auditor.
Seharusnya manajemen perusahaan tersebut mengaudit laporan keuangan yang telah dibuat
oleh manager keuangan sebelum manager tersebut keluar dari perusahaan