LP Thalasemia
LP Thalasemia
Disusun Oleh :
JENNY ANGGRAENY, S.kep
113063J117025
d. Plasma darah
Bagian cairan darah yang membentuk sekitar 5% dari
berat badan, merupakan media sirkulasi elemen-elemen darah
yang membentuk sel darah merah, sel darah putih, dan sel
pembeku darah juga sebagai media transportasi bahan organik dan
anorganik dari suatu jaringan atau organ. Plasma darah adalah
bagian darah yang cair. Plasma darah tersusun dari 91,5% air dan
8,5% zat-zat terlarut. Dalam plasma darah terlarut molekul-
molekul dan berbagai ion, yang meliputi glukosa sebagai sumber
utama energi untuk sel-sel tubuh dan asam-asam amino. Ion-ion
yang banyak terdapat dalam plasma darah adalah natrium (Na +)
dan klor (Cl-). Ion-ion dan molekul tersebut akan diedarkan ke
seluruh tubuh atau berfungsi untuk membentuk peredaran zat-zat
lainnya. Kira-kira 7% plasma darah terdiri dari molekul-molekul
protein, yaitu serum albumin 4%; serum globulin 2,7%; dan
fibrinogen 0,3%. Serum adalah cairan darah yang tidak
mengandung fibrinogen (komponen untuk proses pembekuan
darah ). Albumin adalah protein plasma yang terbanyak ,tetapi
ukurannya paling kecil. Albumin disintesis di hati dan
bertanggung jawab untuk tekanan osmotik koloid darah.
Globulin membentuk sekitar 30% protein plasma. Ada dua
globulin yaitu : alfa dan beta globulin dan gamma globulin.
Fibrinogen disintesis di hati dan merupakan komponen asensial
dalam mekanisme pembekuan darah.
Protein plasma juga berperan sebagai antibodi. Antibodi
merupakan protein yang dapat mengenali dan mengikat antigen
tertentu. Sedangkan antigen merupakan molekul (protein) asing
yang memacu pembentukan antibodi. Antibodi terebntuk jika ada
antigen yang masuk ke dalam tubuh. Antibodi ini berasal dari
globulin dalam sel-sel plasma.
Antibodi bekerja melalui dua cara yang berbeda untuk
mempertahankan tubuh terhadap penyebab penyakit, yaitu dengan
menyerang langsung penyebab penyakit tersebut, atau dengan
mengaktifkan sistem komplemen yang kemudian akan merusak
penyebab penyakit tersebut.
1. Pembentukkan Hemoglobin
Sintesis hemoglobin dimulai dalam eritroblast dan terus
berlangsung sampai tingkat normoblast dan retikulosit. Dari
penyelidikan dengan isotop diketahui bahwa bagian hem dari
hemoglobin terutama disintesis dari asetat dan glisin dan sebagian
besar sintesis ini terjadi dalam mitokondria. Langkah awal sintesis
adalah pembentukan senyawa pirol. Selanjutnya, empat senyawa pirol
bersatu membentuk senyawa protoporfirin, yang kemudian berikatan
dengan membentuk molekul hem. Akhirnya empat molekul hem
berikatan dengan satu molekul globin, suatu globulin yang disintesis
dalam ribosom reticulum endoplasma, membentuk hemoglobin.
Hemoglobin mempunyai berat molekul 64.458.
Ikatan hemoglobin dengan oksigen. Gambaran yang paling
penting dari molekul hemoglobin adalah kemampuannya mengikat
oksigen dengan lemah dan secara irreversibel. Fungsi primer
hemoglobin dalam tubuh tergantung pada kemampuannya untuk
berikatan dengan oksigen dalam paru-paru dan kemudian mudah
melepaskan oksigen ini ke kapiler jaringan tempat tekanan gas
oksigen jauh lebih rendah dalam paru-paru. Oksigen tidak berikatan
dengan besi ferro yang bervalensi positif dua dalam molekul
hemoglobin. Tetapi ia berikatan lemah dengan salah satu enam
koordinasi dari atom besi. Ikatan ini sangat lemah sehingga ikatan
ini mudah sekali reversible.(Guyton,1995)
Didalam sumsum tulang juga dibuat protein. Hemoglobin, suatu
bahan yang penting sekali dalam eritrosit juga dibentuk dalam
sumsum tulang. Hemoglobin ini dibentuk dari hem dan globin. Hem
sendiri terdiri dari empat struktur pirol dengan atom Fe ditngahnya,
sedangkan globin terdiri dari dua pasang rantai polipeptida.
Jenis hemoglobin normal yang ditemukan pada manusia ialah
Hb A yang kadarnya kira-kira 98 % dari keseluruhan hemoglobin, Hb
F yang kadarnya tidak lebih dari 2% pada anak berumur lebih dari 1
tahun dan Hb A2 yang kadarnya tidak lebih dari 3%. Pada bayi baru
lahir kadar Hb F masih sangat tinggi yaitu kira-kira 90% dari seluruh
hemoglobin bayi tersebut. Pada perkembangan selanjutnya kadar Hb F
ini akan berkurang hingga pada umur 1 tahun kadarnya tidak lebih
dari 2%.
Rantai polipeptida Hb A terdiri dari 2 rantai alfa dan 2 rantai
beta. Hb F terdiri dari 2 rantai alfa dan 2 rantai gamma. Hb A2 terdiri
dari 2 rantai alfa dan 2 rantai gamma. Oleh karena itu jenis
hemoglobin tersebut diberi tanda sbb : Hb A= 2 2; Hb F=2 2
dan Hb A2=2 2. Rantai alfa mempunyai 141 asam amino
sedangkan rantai beta dan gamma mempunyai 146 asam amino. (Ilmu
kesehatan Anak,1985)
2. Metabolisme Besi
Karena besi penting bagi pembentukan hemoglobin, mioglobin
dalam otot, dan zat-zat ini perlu mengetahui cara-cara besi digunakan
dalam tubuh. Jumlah total besi dalam tubuh rata-rata sekitar 4 gram,
kira-kira 65 % diantaranya dalm bentuk hemoglobin. Sekitar 4%
terdapat dalam bentuk mioglobin, 1% dalam bentuk berbagai senyawa
hem yang mengawasi oksidasi intrasel, 0,1% berikatan dengan protein
transferin dalam plasma darah, dan sampai 30% terutama disimpan
dalam hati dalam bentuk ferritin.
a. Transpor dan penyimpanan besi
Bila besi diabsorpsi dari usus halus, segera ia berikatan dengan
globulin, transferin, dan ditranspor dalam bentu ikatan ini didalam
plasma darah. Besi berikatan sangat lemah dengan molekul
globulin dan akibatnya dapat dilepaskan kesetiap sel jaringan dan
pada setiap tempat dalam tubuh. Kelebihan besi dalam darah
ditimbun khususnya dalam sel hati, tempat sekitar 60% besi yang
berlebihan disimpan. Disini besi berikatan dengan protein
apoferritin, untuk membentuk ferritin. Apoferritin mempunyai berat
molekul kira-kira 460 ribu dalam berbagai kuantitas besi, dalam
kelompokkan rantai besi dapat berikatan dengan molekul yang
lebih besar. Oleh karena itu, ferritin dapat mengandung besi dalam
jumlah sedikit atau dalam jumlah yang relatif besar. Bila jumlah
besi dalam plasma turun sangat rendah, besi dikeluarkan dari
ferritin dengan mudah sekali. Besi kemudian ditranspor kebagian-
bagian tubuh yang memerlukan. Bila sel darah merah telah
mencapai masa hidupnya dan dihancurkan, hemoglobin yang
dikeluarkan dari sel dicerna oleh sel-sel retikuloendotel. Disini
dikeluarkan besi bebas, dan besi ini kemudian dapat disimpan
dalam pangkalan ferritin atau dipakai kembali untuk pembentukan
hemoglobin.
b. Absorbsi besi dari saluran pencernaan
Besi diabsorbsi hampir seluruhnya dalam usus halus bagian atas,
terutama dalam duodenum. Besi diabsorbsi dengan proses absorbsi
aktif, walaupun mekanisme absorbsi aktif yang sebenarnya tidak
diketahui.
c. Pengaturan besi total tubuh dengan perubahan kecepatan absorbsi.
Bila pada hakekatnya semua apoferritin tubuh telah menjadi jenuh
dengan besi, maka sulit transferring darah melepaskan besi
kejaringan. Sebagai akibatnya, transferring yang normalnya hanya
jenuh sepertiganya dengan besi, sekarang hampir seluruhnya terikat
dengan besi dan akan hampir tak menerima besi baru dari sel
mukosa usus. Kemudian sebagai stadium akhir proses ini,
pembentukan kelebihan besi dalam sel mukosa sendiri menekan
absorbsi besi aktif dari lumen usus dan pada waktu yang sama
sedikit meningkatkan ekskresi besi dari mukosa. (Guyton,1995)
3. Definisi
Talasemia merupakan penyakit anemia hemalitik dimana terjadi kerusakan
sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi
pendek (kurang dari 100 hari). (Ngastiyah, 1997 : 377).
4. Klasifikasi Talasemia
Thalasemia digolongkan bedasarkan rantai asam amino yang terkena 2
jenis yang utama adalah :
a. Alfa Thalasemia (melibatkan rantai alfa) Alfa Thalasemia paling
sering ditemukan pada orang kulit hitam (25% minimal membawa 1
gen). Merupakan thalasemia dengan defisiensi pada rantai a
b. Beta Thalasemia (melibatkan rantai beta) Beta Thalasemia pada
orang di daerah Mediterania dan Asia Tenggara. Merupakan anemia
yang sering dijumpai yang diakibatkan oleh defek yang diturunkan
dalam sintesis rantai beta hemoglobin. Thalasemia beta meliputi:
1) Thalasemia beta mayor, Bentuk homozigot merupakan anemia
hipokrom mikrositik yang berat dengan hemolisis di dalam
sumsum tulang dimulai pada tahun pertama kehidupan.Kedua
orang tua merupakan pembawa ciri. Gejala gejala bersifat
sekunder akibat anemia dan meliputi pucat, wajah yang
karakteristik akibat pelebaran tulang tabular pada tabular pada
kranium, ikterus dengan derajat yang bervariasi, dan
hepatosplenomegali.
2) Thalasemia Intermedia dan minor Pada bentuk heterozigot, dapat
dijumpai tanda tanda anemia ringan dan splenomegali. Pada
pemeriksaan darah tepi didapatkan kadar Hb bervariasi, normal
agak rendah atau meningkat (polisitemia). Bilirubin dalam serum
meningkat, kadar bilirubin sedikit meningkat
c. Thalasemia b-d (gangguan pembentukan rantai b dan d yang letak gen
nya diduga berdekatan).
d. Thalasemia d (gangguan pembentukan rantai d)
5. Etiologi
Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta, yang
diperlukan dalam pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen
cacat yang diturunkan. Untuk menderita penyakit ini, seseorang harus
memiliki 2 gen dari kedua orang tuanya. Jika hanya 1 gen yang
diturunkan, maka orang tersebut hanya menjadi pembawa tetapi tidak
menunjukkan gejala-gejala dari penyakit ini.
a. Thalasemia Mayor
Karena sifat sifat gen dominan. Thalasemia mayor merupakan penyakit
yang ditandai dengan kurangnya kadar hemoglobin dalam darah.
Akibatnya, penderita kekurangan darah merah yang bisa menyebabkan
anemia. Dampak lebih lanjut, sel-sel darah merahnya jadi cepat rusak
dan umurnya pun sangat pendek, hingga yang bersangkutan
memerlukan transfusi darah untuk memperpanjang hidupnya. Penderita
thalasemia mayor akan tampak normal saat lahir, namun di usia 3-18
bulan akan mulai terlihat adanya gejala anemia. Selain itu, juga bisa
muncul gejala lain seperti jantung berdetak lebih kencang dan facies
cooley. Faies cooley adalah ciri khas thalasemia mayor, yakni batang
hidung masuk ke dalam dan tulang pipi menonjol akibat sumsum tulang
yang bekerja terlalu keras untuk mengatasi kekurangan hemoglobin.
Penderita thalasemia mayor akan tampak memerlukan perhatian lebih
khusus. Pada umumnya, penderita thalasemia mayor harus menjalani
transfusi darah dan pengobatan seumur hidup. Tanpa perawatan yang
baik, hidup penderita thalasemia mayor hanya dapat bertahan sekitar 1-
8 bulan. Seberapa sering transfusi darah ini harus dilakukan lagi-lagi
tergantung dari berat ringannya penyakit. Yang pasti, semakin berat
penyakitnya, kian sering pula si penderita harus menjalani transfusi
darah.
b. Thalasemia Minor
Individu hanya membawa gen penyakit thalasemia, namun individu
hidup normal, tanda-tanda penyakit thalasemia tidak muncul. Walau
thalasemia minor tak bermasalah, namun bila ia menikah dengan
thalasemia minor juga akan terjadi masalah. Kemungkinan 25% anak
mereka menerita thalasemia mayor. Pada garis keturunan pasangan ini
akan muncul penyakit thalasemia mayor dengan berbagai ragam
keluhan. Seperti anak menjadi anemia, lemas, loyo dan sering
mengalami pendarahan. Thalasemia minor sudah ada sejak lahir dan
akan tetap ada di sepanjang hidup penderitanya, tapi tidak memerlukan
transfusi darah di sepanjang hidupnya.
Gejala lain (khas) ialah bentuk muka mongoloid, hidung pesek tanpa
pangkal hidung; jarak antara kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar.
Hal ini disebabkan karena adanya gangguan perkembangan tulang muka
dan tengkorak. (Gambaran radiologis tulang memperlihatkan medula yang
besar, korteks tipis dan trabekula kasar).
Keadaan kulit pucat kekuning-kuningan. Jika pasien telah sering mendapat
tranfusi darah kulit menjadi kelabu serupa dengan besi akibat penimbunan
besi dalam jaringan kulit.
7. Patofisiologi
Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A dengan polipeptida rantai
alpa dan dua rantai beta. Pada beta thalasemia yaitu tidak adanya atau
kurangnya rantai beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kekurangan
rantai beta dalam molekul hemoglobin yang mana ada gangguan
kemampuan ertrosit membawa oksigen. Ada suatu kompensator yang
meningkat dalam rantai alpa, tetapi rantai beta memproduksi secara terus
menerus sehingga menghasilkan hemoglobin defictive. Ketidak
seimbangan polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi.
Hal ini menyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan
menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.
Kelebihan pada rantai alpa ditemukan pada talasemia beta dan kelebihan
rantai beta dan gama ditemukan pada talasemia alpa. Kelebihan rantai
polipeptida ini mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai
polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stabil badan
heint, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis. Reduksi
dalam hemoglobin menstimulasi yang konstan pada bone marrow,
produksi RBC diluar menjadi eritropik aktif. Kompensator produksi RBC
secara terus menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya
destruksi RBC,menimbulkan tidak edukatnya sirkulasi hemoglobin.
Kelebihan produksi dan edstruksi RBC menyebabkan bone marrow
menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh. (Suriadi, 2001 : 23-24)
Pada talasemia letak salah satu asam amino rantai polipre tidak berbeda
urutannya/ditukar dengan jenis asam amino lain. Perubahan susunan asam
amino tersebut. Bisa terjadi pada ke-4 rantai poliper Hb-A, sedangkan
kelainan pada rantai alpha dapat menyebabkan kelainan ketiga Hb yaitu
Hb-A, Hb-A2 dan Hb-F. (Hassan, 1985 : 49)
8. Pohon Masalah
kelainan herediter
Hemoglobinopati
9. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium.
Pada hapusan darah topi di dapatkan gambaran hipokrom mikrositik,
anisositosis, polklilositosis dan adanya sel target (fragmentasi dan
banyak sel normoblas). Kadar besi dalam serum (SI) meninggi dan
daya ikat serum terhadap besi (IBC) menjadi rendah dan dapat
mencapai nol Elektroforesis hemoglobin memperlihatkan tingginya
HbF lebih dari 30%, kadang ditemukan juga hemoglobin patologik.
Di Indonesia kira-kira 45% pasien Thalasemia juga mempunyai HbE
maupun HbS. Kadar bilirubin dalam serum meningkat, SGOT dan
SGPT dapat meningkat karena kerusakan parankim hati oleh
hemosiderosis. Penyelidikan sintesis alfa/beta terhadap refikulosit
sirkulasi memperlihatkan peningkatan nyata ratio alfa/beta yakni
berkurangnya atau tidak adanya sintetis rantai beta.
b. Pemeriksaan radiologis Gambaran radiologis tulang akan
memperlihatkan medula yang labor, korteks tipis dan trabekula
kasar. Tulang tengkorak memperlihatkan hair-on-end yang
disebabkan perluasan sumsum tulang ke dalam tulang korteks.
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Studi hematologi : terdapat perubahan perubahan pada sel
darah merah, yaitu mikrositosis, hipokromia, anosositosis,
poikilositosis, sel target, eritrosit yang immature, penurunan
hemoglobin dan hematrokrit.
2) Elektroforesis hemoglobin : peningkatan hemoglobin
3) Pada thalasemia beta mayor ditemukan sumsum tulang
hiperaktif terutama seri eritrosit. Hasil foto rontgen meliputi
perubahan pada tulang akibat hiperplasia sumsum yang
berlebihan. Perubahan meliputi pelebaran medulla, penipisan
korteks, dan trabekulasi yang lebih kasar.
4) Analisis DNA, DNA probing, gone blotting dan pemeriksaan
PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan jenis
pemeriksaan yang lebih maju.
10. Panatalaksanaan
a. Memberikan transfusi hingga Hb mencapai 10 gram/dl. Komplikasi
dari pemberian transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan
terjadinya pemupukan zat besi yang disebut hemosiderotis ini dapat
dicegah dengan pemberian deferoxamine (Desferal)
b. S. Plenectomy: dilakukan untuk mengurangi penekanan pada
abdomen dan meningkatkan rentang hidup sel darah merah yang
berasal dari suplemen (transfusi) (Suriadi, 2001 : 26)
Pada keluarga dengan riwayat thalasemia perlu dilakukan penyuluhan
genetik untuk menentukan resiko memiliki anak yang menderita
thalasemia. Pengidap thalasemia yang mendapat pengobatan secara baik
dapat menjalankan hidup layaknya orang normal di tengah masyarakat.
Sementara zat besi yang menumpuk di dalam tubuh bisa dikeluarkan
dengan bantuan obat, melalui urine. Penyakit thalasemia dapat dideteksi
sejak bayi masih di dalam kandungan, jika suami atau istri merupakan
pembawa sifat (carrier) thalasemia, maka anak mereka memiliki
kemungkinan sebesar 25 persen untuk menderita thalasemia. Karena itu,
ketika sang istri mengandung, disarankan untuk melakukan tes darah di
laboratorium untuk memastikan apakah janinnya mengidap thalasemia
atau tidak.
11. Komplikasi
a. Fraktur patologi
b. Hepatosplenomegaly
c. Gangguan tumbuh kembang
d. Difungsi organ, seperti: hepar, limpa, kulit jantung (Suriadi, 2001: 24)
12.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan : NOC : Suveilans ulit NIC : Pressure Management
Eksternal : Tissue Integrity : Skin and Mucous Membranes Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang
- Hipertermia atau hipotermia Wound Healing : primer dan sekunder longgar
- Substansi kimia Setelah dilakukan tindakan keperawatan Hindari kerutan pada tempat tidur
- Kelembaban selama.. kerusakan integritas kulit pasien Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
- Faktor mekanik (misalnya : alat yang dapat teratasi dengan kriteria hasil: Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam
menimbulkan luka, tekanan, restraint) Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan sekali
- Immobilitas fisik (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, Monitor kulit akan adanya kemerahan
- Radiasi pigmentasi) Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang
- Usia yang ekstrim Tidak ada luka/lesi pada kulit tertekan
- Kelembaban kulit Perfusi jaringan baik Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
- Obat-obatan Menunjukkan pemahaman dalam proses Monitor status nutrisi pasien
Internal : perbaikan kulit dan mencegah terjadinya Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
- Perubahan status metabolik sedera berulang Kaji lingkungan dan peralatan yang menyebabkan tekanan
- Tonjolan tulang Mampu melindungi kulit dan Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka,
- Defisit imunologi mempertahankan kelembaban kulit dan karakteristik,warna cairan, granulasi, jaringan nekrotik,
- Berhubungan dengan dengan perkembangan perawatan alami tanda-tanda infeksi lokal, formasi traktus
- Perubahan sensasi Menunjukkan terjadinya proses Ajarkan pada keluarga tentang luka dan perawatan luka
- Perubahan status nutrisi (obesitas, kekurusan) penyembuhan luka Kolaburasi ahli gizi pemberian diae TKTP, vitamin
- Perubahan status cairan Cegah kontaminasi feses dan urin
- Perubahan pigmentasi Lakukan tehnik perawatan luka dengan steril
- Perubahan sirkulasi Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka
- Perubahan turgor (elastisitas kulit)
DO:
- Gangguan pada bagian tubuh
- Kerusakan lapisa kulit (dermis)
- Gangguan permukaan kulit (epidermis)
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arif. dkk, 2000, Kapita Selekta Kedokteran Jilid II, FKUI : Jakarta.
Suriadi S.Kp dan Yuliana Rita S.Kp, 2001, Asuhan Keperawatan Anak, Edisi I. PT
Fajar Interpratama : Jakarta.