PENDAHULUAN
Imunisasi adalah salah satu jenis usaha memberikan kekebalan pada bayi
dan anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh guna membuat zat anti
untuk mencegah terhadap penyakit tertentu. Sedangkan yang dimaksud dengan
vaksin adalah bahan yang digunakan untuk merangsang pembentukan zat anti,
yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui suntikan (misalnya, vaksin Bacille
Calmette-Guerin (BCG), Difteri, Pertusis, dan Tetanus (DPT) dan Campak) dan
melalui mulut(contohnya vaksin polio)
1
Sasaran dan tujuan umum dari program imunisasi ini adalah turunnya
angka kesakitan, kecacatan, dan kematian akibat penyakit yang dapat dicegah
dengan Imunisasi. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, upaya
imunisasi dapat semakin efektif, bermutu, dan efisien.
2
begitu, cakupan imunisasi lanjutan di Puskesmas Tanjung Paku masih tergolong
rendah. Ini dikarenakan, program imunisasi lanjutan yang tergolong baru serta
kurangnya pengetahuan ibu mengenai imunisasi ini.
3
1.5. Ruang Lingkup Penulisan
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
tidak diimunisasi, yakni sekitar 1,3 juta anak. (Majalah Farmacia Edisi September
2012 , Halaman: 54)
Kegiatan imunisasi diselenggarakan di Indonesia sejak tahun 1956. Mulai
tahun 1977 kegiatan imunisasi diperluas menjadi Program Pengembangan
Imunisasi (PPI) dalam rangka pencegahan penularan terhadap beberapa Penyakit
yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) yaitu Tuberkulosis, Difteri,
Pertusis, Campak, Polio, Tetanus serta Hepatitis B. Beberapa penyakit yang saat
ini menjadi perhatian dunia dan merupakan komitmen global yang wajib diikuti
oleh semua negara adalah eradikasi polio (ERAPO), eliminasi campak
pengendalian rubella (EC-PR) dan Maternal Neonatal Tetanus Elimination
(MNTE).
Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
penyelenggaraan imunisasi terus berkembang antara lain dengan pengembangan
vaksin baru (Rotavirus, Japanese Encephalitis, Pneumococcus, Dengue Fever dan
lain-lain) serta penggabungan beberapa jenis vaksin sebagai vaksin kombinasi
misalnya DPT-HB-Hib.
Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum perlu diwujudkan
sesuai dengan cita-cita Bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD
1945 melalui pembangunan nasional yang berkesinambungan berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945. Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat
dipengaruhi oleh tersedianya sumber daya manusia yang sehat, terampil dan ahli,
serta disusun dalam satu program kesehatan dengan perencanaan terpadu yang
didukung oleh data dan informasi epidemiologi yang valid.
6
f. Keputusan Menkes No. 1626/ Menkes/SK/XII/2005 tentang Pedoman
Pemantauan dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Paska Imunisasi (KIPI).
2.3. Imunisasi
2.3.1 .Definisi
Imunisasi adalah salah satu jenis usaha memberikan kekebalan kepada
anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh guna membuat zat anti untuk
mencegah terhadap penyakit tertentu. Vaksin adalah mikroorganisme yang diubah
sedemikian rupa sehingga patogenitas atau toksisitasnya hilang tapi masih
mengandung sifat antigenitas. Antigen inilah yang dapat merangsang
pembentukan antibodi dan sistem imun dalam tubuh.
7
dipengaruhi secara instriksik oleh kontak dengan agen infeksi sebelumnya.
Mekanisme pertahanan spesifik meliputi sistem produksi antibodi oleh sel B dan
sistem imunitas seluler oleh sel T. Sistem pertahanan ini bersifat adaptif dan
didapat, yaitu menghasilkan reaksi spesifik pada setiap agen infeksi yang dikenali
karena telah terjadi pemaparan terhadap mikroba atau determinan antigenik
tersebut sebelumnya. Sistem pertahanan ini sangat efektif dalam memberantas
infeksi serta mengingat agen infeksi tertentu sehingga dapat mencegah terjadinya
penyakit di kemudian hari. Hal inilah yang menjadi dasar imunisasi (Wahab,
2002).
Bila ada antigen masuk tubuh, maka tubuh akan berusaha menolaknya
dengan membuat zat anti. Reaksi tubuh pertama kali terhadap antigen,
berlangsung lambat dan lemah, sehingga tidak cukup banyak antibodi terbentuk.
Pada reaksi atau respon kedua, ketiga dan selanjutnya tubuh sudah mengenal
antigen jenis tersebut. Tubuh sudah pandai membuat zat anti, sehingga dalam
waktu singkat akan dibentuk zat anti yang lebih banyak. Setelah beberapa lama,
jumlah zat anti dalam tubuh akan berkurang. Untuk mempertahankan agar tubuh
tetap kebal, perlu diberikan antigen/ suntikan/ imunisasi ulang sebagai rangsangan
tubuh untuk membuat zat anti kembali
(Markum, 1997)
Pada dasarnya vaksin dibuat dari:
1. Kuman yang telah dilemahkan/ dimatikan
Contoh yang dimatikan : Vaksin polio salk, vaksin batuk rejan
Contoh yang dilemahkan : vaksin BCG, vaksin polio sabin, vaksin
campak
2. Zat racun (toksin) yang telah dilemahkan (toksoid)
Contoh : toksoid tetanus, toksoid diphteri
3. Bagian kuman tertentu/ komponen kuman yang biasanya berupa protein
khusus
Contoh : vaksin hepatitis B
2.3.4. Vaksin dan Imunisasi Wajib
Vaksin dapat dikemas dalam bentuk tunggal maupun kombinasi. Contoh
kemasan vaksin tunggal : BCG, Polio, Hepatitis B, Hib, campak. Contoh kemasan
8
vaksin kombinasi : DPT (Diptheri, Pertusis, Tetanus), MMR (campak, gondong,
campak jerman), tetravaccine (kombinasi DPT dan polio suntik) Beberapa vaksin
yang dikemas tunggal dapat diberikan bersama-sama, aman dan proteksinya
memuaskan, misalnya:
1) Vaksin BCG bersama cacar
2) Vaksin BCG bersama polio
3) Vaksin BCG bersama Hepatitis B
4) Vaksin DPT bersama BCG
5) Vaksin DPT bersama polio
6) Vaksin DPT bersama hepatitis B
7) Vaksin DPT bersama polio dan campak
8) Vaksin DPT bersama MMR
9) Vaksin campak bersama polio
2.3.4.1 Vaksin BCG
Vaksin BCG mengandung kuman BCG yang masih hidup namun telah
dilemahkan.
Penyimpanan :lemari es, suhu 2-8 C
Dosis :0.05 ml
Kemasan :ampul dengan bahan pelarut 4 ml (NaCl Faali)
Masa kadaluarsa :satu tahun setelah tanggal pengeluaran (dapat dilihat pada label)
Reaksi imunisasi :biasanya tidak demam
Efek samping :jarang dijumpai, bisa terjadi pembeng-kakan kelenjar getah bening
setempat yang terbatas dan biasanya menyem-buh sendiri walaupun lambat
Indikasi kontra :tidak ada larangan, kecuali pada anak yang berpenyakit TBC atau
uji mantoux positif dan adanya penyakit kulit berat/menahun.
9
Gambar 2.1. Vaksin BCG
10
lebih berat, seperti demam tinggi atau kejang, yang biasanya disebabkan unsur
pertusisnya.
Indikasi kontra :Anak yang sakit parah, anak yang menderita penyakit kejang
demam kompleks, anak yang diduga menderita batuk rejan, anak yang menderita
penyakit gangguan kekebalan. Batuk, pilek, demam atau diare yang ringan bukan
merupakan kotra indikasi yang mutlak, disesuaikan dengan pertimbangan dokter.
2.3.4.3 Vaksin Poliomielitis
Terdapat 2 jenis vaksin dalam peredaran, yang masing-masing
mengandung virus polio tipe I, II dan III; yaitu (1) vaksin yang mengandung virus
polio yang sudah dimatikan (salk), biasa diberikan dengan cara injeksi, (2) vaksin
yang mengandung virus polio yang hidup tapi dilemahkan (sabin), cara pemberian
per oral dalam bentuk pil atau cairan (OPV) lebih banyak dipakai di Indonesia.
Penyimpanan : OPV : Freezer, suhu -20 C
Dosis : 2 tetes mulut
Kemasan : vial, disertai pipet tetes
Masa kadaluarsa : OPV : dua tahun pada suhu -20C
Reaksi imunisasi : biasanya tidak ada, mungkin pada bayi ada berak-berak ringan
Efek samping : hampir tidak ada, bila ada berupa kelumpuhan anggota gerak
seperti polio sebenarnya.
Kontra Indikasi : diare berat, sakit parah, gangguan kekebalan
11
2.3.4.4 Vaksin Campak
Mengandung vaksin campak hidup yang telah dilemahkan. Kemasan
untuk program imunisasi dasar berbentuk kemasan kering tunggal. Namun ada
vaksin dengan kemasan kering kombinasi dengan vaksin gondong/ mumps dan
rubella (campak jerman) disebut MMR.
Penyimpanan :Freezer, suhu -20 C
Dosis :setelah dilarutkan, diberikan 0.5 ml
Kemasan :vial berisi 10 dosis vaksin yang dibekukeringkan, beserta pelarut 5 ml
(aquadest)
Masa kadaluarsa :2 tahun setelah tanggal pengeluaran (dapat dilihat pada label)
Reaksi imunisasi :biasanya tidak terdapat reaksi. Mungkin terjadi demam ringan
dan sedikit bercak merah pada pipi di bawah telinga pada hari ke 7-8 setelah
penyuntikan, atau pembengkakan pada tempat penyuntikan.
Efek samping :sangat jarang, mungkin dapat terjadi kejang ringan dan tidak
berbahaya pada hari ke 10-12 setelah penyuntikan. Dapat terjadi radang otak 30
hari setelah penyuntikan tapi angka kejadiannya sangat rendah.
Kontra Indikasi :sakit parah, penderita TBC tanpa pengobatan, kurang gizi dalam
derajat berat, gangguan kekebalan, penyakit keganasan. Dihindari pula pemberian
pada ibu hamil. Pemberian booster (pengulangan) dibeikan pada balita usia 24
bulan (2 tahun).
2.3.4.5 Vaksin Hepatitis B
12
mendapat imunisasi aktif 24 jam setelah lahir, dengan penyuntikan vaksin
hepatitis B dengan pemberian yang sama seperti biasa.
13
ibunya. Pemberian vaksin ini yaitu pada umur bayi 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan
untuk imunisasi dasar. Untuk imunisasi lanjutan vaksin pentavalen diberikan pada
umur anak paling cepat 18 bulan sampai 3 tahun. Jadi total vaksin pentavalen
diberikan sebanyak 4 kali dimana pemberian 1-3 di vastus lateralis (sisi luar paha)
kiri-kanan-kiri secara IM. Pemberian ke-4 diberikan di deltoid (lengan kanan atas)
secara IM
Vaksin pentavalen (DPT-HB-Hib) bersama vaksin campak, polio dan
BCG, maka program imunisasi yang semula diarahkan pada pencegahan 7
penyakit menular (Difteri,
Pertusis, Tetanus, Hepatitis B, Tuberculosis pada bayi, Polio dan Campak)
bertambah menjadi 8 penyakit menular melalui penambahan antigen Haemophilus
influenzae type b untuk mencegah Pneumonia dan Meningitis pada anak. Vaksin
Haemophilus influenza tipe B (Hib) berisi suatu antigen yang dapat mencegah
penyakit radang otak dan radang paru.
Kedua penyakit ini merupakan penyebab 17,2% kematian pada bayi. Vaksin Hib
akan diintegrasikan pada vaksin DPT-HB yang telah lebih dulu dikenal
masyarakat. Vaksin hepatitis B (HB) bermanfaat untuk mencegah vaksin hepatitis
B (HB) bermanfaat untuk mencegah terjadinya kerusakan hati (kanker hati).
Sementara vaksin DPT terdiri dari 3 antigen yang dapat melindungi bayi/balita
dari penyakit difteri, pertussis (batuk rejan) dan tetanus. Sementara vaksin DPT
terdiri dari 3 antigen yang dapat melindungi bayi/balita dari
penyakit difteri, pertussis (batuk rejan) dan tetanus.
Penyimpanan vaksin pentavalen yaitu di lemari es bersuhu 2-8 derajat C
dan proses transportasi menggunakan cooling pack (cooling pack berisi air dingin,
bukan berisi es). Vaksin tahan disimpan sampai tanggal kadarluasanya atau
sepanjang indicator suhu pada vial (tanda kotak dikelilingi bulatan) warnanya
masih aman (warna kotak tidak sama atau lebih tua dari warna bulatan). Jika
sudah dibuka sebaiknya digunakan dalam waktu 2 minggu.
Kontraindikasi vaksin:
1. Hipersensitif terhadap komponen vaksin, atau reaksi berat terhadap
dosis vaksin kombinasi sebelumnya atau bentuk-bentuk reaksi sejenis
lainnya, merupakan kontraindikasi absolute terhadap dosis berikutnya.
14
2. Kejang atau gejala kelainan otak pada bayi baru lahir atau kelainan saraf
serius lainnya merupakan kontraindikasi terhadap komponen pertusis.
Dalam hal ini tidak boleh diberikan bersama vaksin kombinasi, tetapi
vaksin DT harus diberikan sebagai pengganti DPT, vaksin hepatitis B dan
Hib diberikan secara terpisah.
Dalam program imunisasi dasar lengkap (IDL) bayi yang baru lahir hingga
berusia 7 hari langsung mendapatkan imunisasi Hepatitis B. Lalu, saat berusia 1
bulan, bayi memerlukan imunisasi polio dan BCG. Vaksin polio mencegah
lumpuh layu sementara vaksin BCG mencegah tuberkulosis. Kemudian berturut
turut pada usia 2, 3, dan 4 bulan, bayi mendapatkan lagi vaksin polio bersamaan
dengan pemberian vaksin Pentavalen. Ketika bayi memasuki usia 9 bulan,
imunisasi campak perlu diberikan. Jadi, antara usia 0 hari hingga genap 1 tahun,
bayi setidaknya dibawa sebanyak 5 kali ke fasilitas kesehatan untuk
melengkapi imunisasinya. Sedangkan Imunisasi Lanjutan di berikan pada Anak
Batita (bawah tiga tahun). Imunisasi lanjutan ini diberikan pada semua anak usia
1,5 dan 2 tahun, dap campak, difteri, pertusis, tetanus, hepatitis B dan Hib.
2.3.5.1 DPT
Kandungan DPT berupa toxoid difteri dan toxoid tetanus yang dimurnikan
dan pertusis yang inaktifasi serta vaksin Hepatitis B yang merupakan sub unit
vaksin virus yang mengandung HbsAg murni dan bersifat non infectious.
Vaksin DPT (difteri pertussis tetanus) adalah vaksin yang terdiri dari
toxoid difteri dan tetanus yang dimurnikan serta bakteri pertussis (Depkes RI,
2005:10). Indikasi untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit difteri,
pertussis dan tetanus (Depkes RI, 2005:10).
15
d. Di unit pelayana statis, vaksin DPT yang telah dibuka hanya boleh
digunakan selama 4 minggu dengan ketentuan:
- Vaksin belum kadarluarsa.
- Vaksin disimpan dalam suhu 20 C -80 C.
- Tidak pernah terendam air.
- Sterilitasnya terjaga.
- VVM masih dalam kondisi A dan B.
A. Difteri
16
Merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium
diphtheria. Difteri bersifat ganas, mudah menular dan menyerang terutama saluran
nafas bagian atas. Penularannya bisa berupa kontak langsung dengan penderita
melalui bersin, batuk atau kontak tidak langsung karena adanya makanyan yang
terkontaminasi bakteri difteri.
Penderita akan mengalami beberapa gejala seperti demam lebih kurang 380
C, mual muntah sakit waktu menelan dan terdapat pseudomembran putih keabu-
abuan faring, laring atau tonsil, tidak mudah lepas dan batuk berdarah, leher
membengkak seperti leher sapi disebabkan karena pembengkakan kelanjar leher
dan sesak nafas disertai bunyi (stridor). Pada pemeriksaan apusan tenggorokan
atau hidung terdapat kuman difteri. Pada proses infeksi selanjutnya, bakteri difteri
akan menyebar racun kedalam tubuh, sehingga penderita dapat mengalami
tekanan darah rendah, hingga efek jangka panjangnya akan terjadi kardiomiopati
dan miopati perifer. Cutaneous dari bakteri difteri menimbulkan infeksi sekunder
pada kulit penderita (Proverawati 2010:42).
B. Pertussis
17
dapat melalui droplet penderita.pada stadium pemula yang disebut stadium
kataralis yang berlangsung 1-2 minggu, gejala belum jelas. Penderita
menunjukkan gejala demam, batuk, pilek yang makin lama makin keras
(proverawati 2010:44-45).
C. Tetanus
18
2.3.5.2 Vaksin HB
Imunisasi aktif dilakukan dengan suntikan 3 kali dengan jarak waktu satu
bulan antara suntikan 1 dan 2, lima bulan antara suntikan 2 dan 3. Namun cara
pemberian imunisasi tersebut dapat berbeda tergantung pabrik pembuat vaksin.
Vaksin hepatitis B dapat diberikan pada ibu hamil dengan aman dan tidak
membahayakan janin, bahkan akan membekali janin dengan kekebalan sampai
berumur beberapa bulan setelah lahir.
Reaksi imunisasi :nyeri pada tempat suntikan, yang mungkin disertai rasa panas
atau
pembengkakan. Akan menghilang dalam 2 hari.
Dosis :0.5 ml sebanyak 3 kali pemberian
Kemasan :HB PID
Efek samping :selama 10 tahun belum dilaporkan ada efek samping yang berarti
Indikasi kontra :anak yang sakit berat.
Vaksinasi Hb dimaksudkan untuk mendapatkan kekebalan aktif terhadap
penyakit Hepatitis B. Vaksin tersebut bagian dari virus hepatitis B yang
dinamakan HbsAg ini dapat diperoleh dari serum manusia atau dengan rekayasa
genetic dengan bantuan sel ragi.
Daya proteksi vaksin hepatitis B cukup tinggi yaitu berkisar antara 94-
96%. Umumnya tidak didapatkan reaksi walaupun sangat jarang tetapi pada
beberapa keadaan dapat terjadi reaksi. Biasanya berupa nyeri di tempat suntikan,
yang kemudian disertai dengan demam ringan atau pembengkakan, reaksi ini akan
menghilang dalam waktu dua hari.
19
Tidak dilaporkan adanya efek samping yang berarti. Imunisasi ini tidak
dapat diberikan pada anak yang menderita sakit berat. Vaksinasi hepatitis B dapat
diberikan pada ibu hamil dengan aman dan tidak akan membahayakan janin,
bahkan akan memberikan perlindungan kepada janin selama dalam kandungan ibu
walupun kepada bayi selama beberapa bulan setelah lahir.
20
Gambar 2.3. Vaksin Pentavalen
21
orang dewasa menjalani operasi pengangkatan limfa atau setelah transplantasi
sumsum tulang.
Vaksin Hib tidak boleh diberikan pada bayi yang kurang 6 minggu.
Beritahukan kepada dokter jika anak pernah mengalami reaksi alergi berat setelah
pemberian satu dosis vaksin Hib, atau menderita alergi berat salah satu komponen
vaksin. Apabila anak merasa tidak enak badan lebih baik disarankan untuk
dilakukan penundaan vaksinasi hingga anak merasa lebih baik.
Efek samping pasien Hib ringan dan dapat hilang dengan sendirinya.
Kebanyakan orang yang mendapatkan vaksin Hib tidak mengalami efek samping
sama sekalli. Efek samping serius sangat jarang. Efek samping yang dapat terjadi
setelah pemberian vaksin Hib berupa :
a) Kemerahan, rasa panas, atau bengkak pada lokasi suntikan
b) Demam
Efek samping yang ringan ini dapat terjadi segera setelah disuntikkan dan
berlangsung selama 2-3 hari . Perhatikan tanda tanda yang
mengkhawatirkan,seperti tanda tanda reaksi alergi berat atau demam yang sangat
tinggi. Tanda-tanda reaksi yang lebih berat dapat meliputi gatal-gatal, bengkak
pada wajah, dan tenggorokan, sulit bernafas, denyut jantung yang cepat, pusing
dan rasa lemas. Gejala ini dapat timbul beberapa menit sampai beberapa jam
sampai setelah vaksinasi. Bila menurut anda terjadi reaksi alergi berat atau
kegawatdaruratan lain, bawa anak kerumah sakit terdekat.
2.3.5.4 Vaksin campak
Penyakit campak (Rubella, campak 9 hari, measles) adalah suatu infeksi
virus yang sangat menular, yang ditandai dengan demam, batuk, konjunctivitis(
Peradangan selaput ikat mata/ konjunctiva ) dan ruam kulit. Penyakit ini
disebabkan karena infeksi virus campak golongan paramyxovirus.
Sebelum vaksinasi campak digunakan secara meluas, wabah campak
terjadi setiap 2-3 tahun, terutama pada anak-anak usia pra-sekolah dan anak-anak
SD. Jika seseorang pernah menderita campak, maka seumur hidup nya dia akan
kebal terhadap penyakit ini. Tidak ada pengobatan khusus untuk campak. Anak
sebaiknya menjalani tirah baring Untuk menurunkan demam, diberikan
asetaminofen atau ibuprofen. Jika terjadi infeksi bakteri, diberikan
22
antibiotic.Vaksin campak merupakan imunisasi rutin pada anak-anak. Vaksin
biasannya diberikan dalam bentuk kombinasi dengan gondongan dan campak
jerman (vaksin MMR/ mump, measles, rubella), disuntikkan pada otot lengan
atas. Jika hanya mengandung campak, vaksin diberikan pada umur 9 bulan.
Dalam bentuk MMR, dosis pertama diberikan usia 12-15 bulan dosis
kedua diberikan pada usia 4-6 tahun, selain itu penderita juga harus disarankan
untuk istirahat minimal 10 hari dan makan makanan yang bergizi agar kekebalan
tubuh meningkat.
Sebenarnya,bayi sudah mendapat kekebalan campak dari ibunya. Namun
seiring bertambahnya usia, antibody dari ibunya semakin menurun sehingga butuh
antibody tambahan lewat pemberian vaksin campak. Apalagi penyakit campak
mudah menular, dan mereka yang daya tahan tubuhnya yang lemah gampang
sekali terserang penyakit yang disebabkan virus morbili ini. Untungnya campak
hanya diderita sekali dalam seumur hidup. Jadi, sekali terkena campak, setelah itu
biasanya tak akan terkena lagi. Imunisasi campak efektif untuk member kekebalan
terhadap penyakit campak sampai seumur hidup.
Penyakit campak yang disebabkan oleh virus yang ganas ini dapat dicegah
jika seseorang mendapat imunisasi campak , minimal 2 kali yakni semasa usia 6-
59 bulan dan masa SD 6-12 tahun. Upaya imunisasi campak tambahan yang
dilakukan bersama dengan imunisasi rutin terbukti dapat menurunkan kematian
karena penyakit campak sampai 48 %. Tanpa imunisasi, penyakit ini dapat
menyeran setiap anak, dan mampu menyebabkan cacat, dan kematian karena
komplikasinya seperti radang paru(pneumonia), diare, radang telinga(otitis
media), dan radang otak (ensefalitis) terutama pada anak dengan gizi buruk.
Penularan campak terjadi lewat udara atau butiran halus air liur(droplet),
penderita yang terhirup melalui hidung atau mulut. Pada masa inkubasi yang
berlangsung sekitar 10-12 hari, gejalanya sulit dideteksi. Setelah itu barulah
muncul gejala flu, batuk , pilek , demam, mata kemerah-merahan, dan berair,
sikecil pun merasa silau saat melihat cahaya. Kemudian, disebelah dalam mulut
muncul bintik bintik putih yang akan bertahan 3-4 hari. Beberapa anak juga
mengalami diare. Satu dua hari kemudian timbul demam tinggi yang turun naik,
berkisar 38-40,5 derjat celcius. Seiring dengan ini, Barulah keluar bercak bercak
23
merah yang merupakan cirri khas penyakit ini. Ukurannya tidak terlalu besar, tapi
juga tak terlalu kecil. Awalnya hanya muncul dibeberapa bagian tubuh saja seperti
kuping, leher, dada, muka, tangan, dan kaki. Dalam waktu 1 minggu, bercak
merah ini akan memenuhi seluruh tubuh.Namun bila daya tahan tubuhnya baik,
bercak-bercak merah ini hanya dibeberapa bagian tubuh saja dan tidak banyak.
Jika bercak merah sudah keluar,umumnya demam akan turun dengan
sendirinya . Bercak merah pun akan berubah jadi kehitaman dan bersisik, disebut
hiperpigmentasi. Pada akhirnya bercak akan mengelupas atau ronntok atau
sembuh dengan sendirinya . Umumnya, dibutuhkan waktu 2 minggu sampai anak
sembuh benar dari sisa-sisa campak. Dalam kondisi ini tetaplah meminum obat
yang sudah diberikan dokter. Jaga stamina dan komsumsi makanan bergizi.
Pengobatannya bersifat simptomatis, yaitu mengobati berdasarkan gejala yang
muncul.Hingga saat ini belum ditemukan obat yang efektif untuk mengatasi virus
campak. Jika tidak ditangani dengan baik, campak bisa sangat berbahaya, bisa
terjadi komplikasi, terutama pada campak yang berat. Ciri-ciri campak berat,
selain bercaknya disekujur tubuh, gejalanya tidak membaik setelah diobati 1-2
hari. Komplikasi yang terjadi biasanya berupa radang paru-paru
(bronchopneumonia) dan radang otak( ensefalitis) komplikasi inilah yang
umumnya paling sering menimbulkan kematian pada anak.
Vaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan. Setiap
dosis (0,5 ml) mengandung tidak kurang dari 1000 invective unit virus strain
CAM 70, dan tidak lebih dari 100 mcg kanamycin dan 30 mcg residu
erytrhomycin. Vaksin ini berbentuk vaksin beku kering yang harus dilarutkan
hanya dengan pelarut steril yang tersedia secara terpisah untuk tujuan tersebut.
Vaksin ini telah memenuhi persyaratan WHO untuk vaksin campak.
Komposisi: Tiap dosis vaksin yang sudah dilarutkan mengandung: virus campak
>= 1.000 CCID50, kanamycin sulfat <= 100 mcg, erithromycin <= 30 mcg
Dosis dan Cara Pemberian: Imunisasi campak terdiri dari dosis 0,5 ml yang
disuntikkan secara subkutan, lebih baik pada lengan atas. Pada setiap penyuntikan
harus menggunakan jarum dan syringe yang steril. Vaksin yang telah dilarutkan
24
hanya jika vaksin selama waktu tersebut disimpan pada suhu 2-8 derajat celcius
serta terlindungi dari sinar matahari. Pelarut harus disimpan pada suhu sejuk
sebelum digunakan.
Vaksin campak tetap aman dan efektif jika diberikan bersamaan dengan
vaksin-vaksin DT, Td, BCG, Polio, (OPV dan IPV), Hepatitis B, dan Yellow
Fever.
Usia dan Jumlah Pemberian: Sebanyak 2 kali, 1 kali di usia 9 bulan, 1 kali di usia
4 tahun. Dianjurkan pemberian imunisasi campak ke 1 sesuai jadwal. Selain
karena antibodi dari ibu sudah menurun di usia 9 bulan, penyakit campak
umumnya menyerang anak usia balita. Jika sampai usia 12 bulan belum
mendapatkan imunisasi campak, maka pada usia 12 bulan harus diimunisasi
MMR (Measles Mumps Rubella). Vaksin tersedia dalam kemasan 10 dosis +5ml
pelarut dalam ampul.
Efek Samping: Umumnya tidak ada. Pada beberapa anak, bisa menyebabkan
demam dan diare, namun kasusnya sangat kecil. Biasanya demam berlangsung
seminggu. Kadang juga terhadap efek kemerahan mirip campak selama 3 hari.
25
Karena efek vaksin virus campak hidup terhadap janin belum diketahui,
maka wanita hamil termasuk kontraindikasi. Individu pengidap virus HIV
(Human Immunodeficiency Virus). Vaksin campak kontraindikasi terhadap
individu-individu yang mengidap penyakit immune deficiency atau individu yang
diduga menderita gangguan respon imun karena leukimia, lymphoma atau
generalized malignancy. Bagaimanapun penderita HIV, baik yang disertai gejala
ataupun tanpa gejala harus diimunisasi vaksin campak sesuai.
Jadwal Imunisasi
26
misalnya vaksin polio, campak dan BCG. Ada vaksin yang sensitif terhadap
pembekuan misalnya vaksin heparitis B, DPT, TD dan DT. Namun secara umum,
semua vaksin akan rusak bila terpapar suhu panas, namun vaksin polio, campak
dan BCG akan lebih mudah rusak pada paparan panas bila disbanding vaksin
hepatitis B, DPT, DT dan TD. Setiap unit pelayanan diharuskan memiliki tempat
penyimpanan vaksin. Demikian juga dalam pendistribusiannya penting untuk
diperhatikan. Faktor yang dapat merusak vaksin antara lain sinar matahari, suhu
dan kelembaban. Efektifitas vaksin di Indonesia selalu dimonitor oleh badan POM
dengan mengambil sampel secara acak, atau dengan alat Vaccine Vial Monitor/
VVM, yaitu sejenis stiker yang ditempelkan pada botol vaksin. Bila vaksin rusak
maka VVM akan berubah warna, namun karena mahal, belum semua vaksin
ditempel VVM.
Berikut ini bukan kontra indikasi imunisasi pada bayi atau anak:
1. Alergi atau asma (kecuali alergi terhadap komponen vaksin)
2. Sakit ringan seperti ISPA atau diare dengan demam<38,5
3. Riwayat keluarga tentang peristiwa membahayakan setelah imunisasi
4. Dalam pengobatan antibiotik
5. Dugaan infeksi HIV atau positif HIV tanpa tanda dan gejala AIDS
6. Anak diberi ASI
7. Sakit kronis seperti jantung kronis, paru-paru, ginjal atau hati
8. Kondisi syaraf labil seperti kelumpuhan otak atau Down Sundrome
9. Prematur atau Berat Bayi Lahir Rendah
10. Pembedahan baru atau direncanakan dengan segera
11. Kurang gizi
12. Riwayat sakit kuning pada kelahiran
27
Tabel 2.2. Jadwal pemberian imunisasi dasar
Umur Jenis
0 bulan Hepatitis B0
1 bulan BCG, Polio 1
2 bulan DPT-HB-Hib 1, Polio 2
3 bulan DPT-HB-Hib 2, Polio 3
4 bulan DPT-HB-Hib 3, Polio 4
9 bulan Campak
b. Imunisasi Lanjutan
Imunisasi lanjutan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk
melengkapi imunisasi dasar pada bayi yang diberikan kepada anak Batita, anak
usia sekolah, dan wanita usia subur (WUS) termasuk ibu hamil. Imunisasi
lanjutan pada WUS salah satunya dilaksanakan pada waktu melakukan pelayanan
antenatal.
Tabel 2.3. Jadwal imunisasi lanjutan pada anak bawah tiga tahun
Umur Jenis Imunisasi
18 bulan DPT-HB-Hib
24 bulan Campak
Tabel 2.4. Jadwal imunisasi lanjutan pada anak usia sekolah dasar
Sasaran Imunisasi Waktu pelaksanaan
Kelas 1 SD Campak, DT Agustus, November
Kelas 2 SD Td November
Kelas 3 SD Td November
Catatan:
- Batita yang telah mendapatkan imunisasi lanjutan DPT-HB-Hib dinyatakan
mempunyai status imunisasi T3.
- Anak usia sekolah dasar yang telah mendapatkan imunisasi DT dan Td
dinyatakan mempunyai status imunisasi T4 dan T5.
28
Tabel 2.5. Imunisasi Lanjutan Pada Wanita Usia Subur (WUS)
Status Interval Minimal Masa
Imunisasi Pemberian Perlindungan
T1 - -
T2 4 minggu setelah T1 3 tahun
T3 6 bulan setelah T2 5 tahun
T4 1 tahun setelah T3 10 tahun
T5 1 tahun setelah T4 lebih dari 25 tahun
Catatan:
- Sebelum imunisasi, dilakukan penentuan status imunisasi T (screening) terlebih
dahulu, terutama pada saat pelayanan antenatal.
- Pemberian imunisasi TT tidak perlu diberikan, apabila pemberian imunisasi TT
sudah lengkap (status T5) yang harus dibuktikan dengan buku Kesehatan Ibu dan
Anak, rekam medis, dan/ata
2. Imunisasi tambahan
Yang termasuk dalam kegiatan imunisasi tambahan adalah:
a. Backlog fighting
Merupakan upaya aktif untuk melengkapi imunisasi dasar pada
anak yang berumur di bawah 3 (tiga) tahun. Kegiatan ini diprioritaskan
untuk dilaksanakan di desa yang selama 2 (dua) tahun berturut-turut tidak
mencapai UCI.
b. Crash program
Kegiatan ini ditujukan untuk wilayah yang memerlukan intervensi
secara cepat untuk mencegah terjadinya KLB. Kriteria pemilihan daerah
yang akan dilakukan crash program adalah:
1) Angka kematian bayi akibat PD3I tinggi.
2) Infrastruktur (tenaga, sarana, dana) kurang.
3) Desa yang selama 3 tahun berturut-turut tidak mencapai UCI.
Crash program bisa dilakukan untuk satu atau lebih jenis
imunisasi, misalnya campak, atau campak terpadu dengan polio.
c. PIN (Pekan Imunisasi Nasional)
29
Merupakan kegiatan imunisasi yang dilaksanakan secara serentak
di suatu negara dalam waktu yang singkat. PIN bertujuan untuk
memutuskan mata rantai penyebaran suatu penyakit (misalnya polio).
Imunisasi yang diberikan pada PIN diberikan tanpa memandang status
imunisasi sebelumnya.
d. Sub PIN
Merupakan kegiatan serupa dengan PIN tetapi dilaksanakan pada
wilayah wilayah terbatas (beberapa provinsi atau kabupaten/kota).
e. Catch up Campaign campak
Merupakan suatu upaya untuk memutuskan transmisi penularan
virus campak pada anak usia sekolah dasar. Kegiatan ini dilakukan dengan
pemberian imunisasi campak secara serentak pada anak sekolah dasar dari
kelas satu hingga kelas enam SD atau yang sederajat, serta anak usia 6 - 12
tahun yang tidak sekolah, tanpa mempertimbangkan status imunisasi
sebelumnya. Pemberian imunisasi campak pada waktu catch up campaign
campak di samping untuk memutus rantai penularan, juga berguna sebagai
booster atau imunisasi ulangan (dosis kedua).
f. Imunisasi dalam Penanganan KLB (Outbreak Response
Immunization/ORI)
Pedoman pelaksanaan imunisasi dalam penanganan KLB
disesuaikan dengan situasi epidemiologis penyakit masing-masing.
3. Imunisasi Khusus
a. Imunisasi Meningitis Meningokokus
1) Meningitis meningokokus adalah penyakit akut radang selaput otak
yang disebabkan oleh bakteri Neisseria meningitidis.
2) Meningitis merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan
kematian di seluruh dunia. Case fatality rate-nya melebihi 50%, tetapi
dengan diagnosis dini, terapi modern dan suportif, case fatality rate
menjadi 5-15%.
3) Pencegahan dapat dilakukan dengan imunisasi dan profilaksis untuk
orang-orang yang kontak dengan penderita meningitis dan carrier.
30
4) Imunisasi Meningitis meningokokus diberikan kepada masyarakat
yang akan melakukan perjalanan ke negara endemis Meningitis
diberikan minimal 30 (tiga puluh) hari sebelum keberangkatan.
5) Bila imunisasi diberikan kurang dari 30 (tiga puluh) hari sejak
keberangkatan ke negara yang endemis Meningitis harus diberikan
profilaksis dengan antimikroba yang sensitif terhadap Neisseria
meningitidis.
b. Imunisasi Yellow Fever (Demam Kuning)
1) Demam kuning adalah penyakit infeksi virus akut dengan durasi
pendek masa inkubasi 3 (tiga) sampai dengan 6 (enam) hari dengan
tingkat mortalitas yang bervariasi. Disebabkan oleh virus demam
kuning dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae, vektor perantaranya
adalah nyamuk Aedes aegypti.
2) Icterus sedang kadang ditemukan pada awal penyakit. Setelah remisi
singkat selama beberapa jam hingga 1 (satu) hari, beberapa kasus
berkembang menjadi stadium intoksikasi yang lebih berat ditandai
dengan gejala perdarahan seperti epistaksis (mimisan), perdarahan
ginggiva, hematemesis (muntah seperti warna air kopi atau hitam),
melena, gagal ginjal dan hati, 20%-50% kasus ikterus berakibat fatal.
3) Secara keseluruhan mortalitas kasus di kalangan penduduk asli di
daerah endemis sekitar 5% tapi dapat mencapai 20% - 40% pada wabah
tertentu.
4) Pencegahan dapat dilakukan dengan imunisasi demam kuning yang
akan memberikan kekebalan efektif bagi semua orang yang akan
melakukan perjalanan berasal dari negara atau ke negara/daerah
endemis demam kuning.
5) Vaksin demam kuning efektif memberikan perlindungan 99%.
Antibodi terbentuk 7-10 hari sesudah imunisasi dan bertahan sedikitnya
hingga 30-35 tahun. Walaupun demikian imunisasi ulang harus
diberikan setelah 10 (sepuluh) tahun.
6) Semua orang yang melakukan perjalanan, berasal dari negara atau ke
negara yang dinyatakan endemis demam kuning (data negara endemis
31
dikeluarkan oleh WHO yang selalu di update) kecuali bayi di bawah 9
(sembilan) bulan dan ibu hamil trimester pertama harus diberikan
imunisasi demam kuning, dan dibuktikan dengan International
Certificate of Vaccination (ICV)
7) Bagi yang datang atau melewati negara terjangkit demam kuning
harus bisa menunjukkan sertifikat vaksin (ICV) yang masih berlaku
sebagai bukti bahwa mereka telah mendapat imunisasi demam kuning.
Bila ternyata belum bisa menunjukkan ICV (belum diimunisasi), maka
terhadap mereka harus dilakukan isolasi selama 6 (enam) hari,
dilindungi dari gigitan nyamuk sebelum diijinkan melanjutkan
perjalanan mereka. Demikian juga mereka yang surat vaksin demam
kuningnya belum berlaku, diisolasi sampai ICVnya berlaku.
8) Pemberian imunisasi demam kuning kepada orang yang akan menuju
negara endemis demam kuning selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari
sebelum berangkat, bagi yang belum pernah diimunisasi atau yang
imunisasinya sudah lebih dari 10 (sepuluh) tahun. Setelah divaksinasi,
diberi ICV dan tanggal pemberian vaksin dan yang bersangkutan
setelah itu harus menandatangani di ICV. Bagi yang belum dapat
melakukan tanda tangan (anak-anak), maka yang menandatanganinya
orang tua yang mendampingi bepergian.
c. Imunisasi Rabies
1) Penyakit anjing gila atau dikenal dengan nama rabies merupakan
suatu penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang disebabkan
oleh virus rabies yang ditularkan oleh anjing, kucing dan kera.
2) Penyakit ini bila sudah menunjukkan gejala klinis pada hewan dan
manusia selalu diakhiri dengan kematian, sehingga mengakibatkan
timbulnya rasa cemas dan takut bagi orang-orang yang terkena gigitan
dan kekhawatiran serta keresahan bagi masyarakat pada umumnya.
Vaksin rabies dapat mencegah kematian pada manusia bila diberikan
secara dini pasca gigitan.
32
3) Vaksin anti rabies (VAR) manusia diberikan kepada seluruh kasus
gigitan hewan penular rabies (HPR) yang berindikasi, sehingga
kemungkinan kematian akibat rabies dapat dicegah
B. Imunisasi pilihan
Imunisasi pilihan adalah imunisasi lain yang tidak termasuk dalam
imunisasi wajib, namun penting diberikan pada bayi, anak, dan dewasa di
Indonesia mengingat beban penyakit dari masing-masing penyakit. Yang
termasuk dalam imunisasi pilihan ini adalah:
1. Vaksin Measles, Mumps, Rubella:
a. Vaksin MMR bertujuan untuk mencegah Measles (campak), Mumps
(gondongan) dan Rubella merupakan vaksin kering yang mengandung virus
hidup, harus disimpan pada suhu 280C atau lebih dingin dan terlindung dari
cahaya.
b. Vaksin harus digunakan dalam waktu 1 (satu) jam setelah dicampur dengan
pelarutnya, tetap sejuk dan terhindar dari cahaya, karena setelah dicampur
vaksin sangat tidak stabil dan cepat kehilangan potensinya pada temperatur
kamar.
Rekomendasi:
a. Vaksin MMR harus diberikan sekalipun ada riwayat infeksi campak,
gondongan dan rubella atau sudah mendapatkan imunisasi campak.
b. Anak dengan penyakit kronis seperti kistik fibrosis, kelainan jantung
bawaan, kelainan ginjal bawaan, gagal tumbuh, sindrom Down.
c. Anak berusia 1 tahun yang berada di day care centre, family day care
dan playgroups.
d. Anak yang tinggal di lembaga cacat mental.
Kontra Indikasi:
a. Anak dengan penyakit keganasan yang tidak diobati atau dengan
gangguan imunitas, yang mendapat pengobatan dengan imunosupresif atau
terapi sinar atau mendapat steroid dosis tinggi (ekuivalen dengan 2
mg/kgBB/hari prednisolon)
b. Anak dengan alergi berat (pembengkakan pada mulut atau tenggorokan,
sulit bernapas, hipotensi dan syok) terhadap gelatin atau neomisin
33
c. Pemberian MMR harus ditunda pada anak dengan demam akut, sampai
penyakit ini sembuh
d. Anak yang mendapat vaksin hidup yang lain (termasuk BCG dan vaksin
virus hidup) dalam waktu 4 minggu. Pada keadaan ini imunisasi MMR
ditunda lebih kurang 1 bulan setelah imunisasi yang terakhir. Individu
dengan tuberkulin positif akan menjadi negatif setelah pemberian vaksin
e. Wanita hamil tidak dianjurkan mendapat imunisasi MMR (karena
komponen rubela) dan dianjurkan untuk tidak hamil selama 3 bulan setelah
mendapat suntikan MMR.
f. Vaksin MMR tidak boleh diberikan dalam waktu 3 bulan setelah
pemberian imunoglobulin atau transfusi darah yang mengandung
imunoglobulin (whole blood, plasma). Dengan alasan yang sama
imunoglobulin tidak boleh diberikan dalam waktu 2 minggu setelah
vaksinasi.
g. Defisiensi imun bawaan dan didapat (termasuk infeksi HIV). Sebenarnya
HIV bukan kontra indikasi, tetapi pada kasus tertentu, dianjurkan untuk
meminta petunjuk pada dokter spesialis anak (konsultan).
Dosis:
Dosis tunggal 0,5 ml suntikan secara intra muskular atau subkutan dalam.
Jadwal:
a. Diberikan pada usia 1218 bulan.
b. Pada populasi dengan insidens penyakit campak dini yang tinggi,
imunisasi MMR dapat diberikan pada usia 9 (sembilan) bulan.
2. Haemophilllus influenzae tipe b (Hib)
Vaksin Hib adalah vaksin polisakarida konyugasi dalam bentuk liquid,
yang dapat diberikan tersendiri atau dikombinasikan dengan vaksin DPaT
(tetravalent) atau DpaT/HB (pentavalent) atau DpaT/HB/IPV (heksavalent).
Kontra Indikasi: Vaksin tidak boleh diberikan sebelum bayi berumur 2 bulan
karena bayi tersebut belum dapat membentuk antibodi
Dosis dan Jadwal:
a. Vaksin Hib diberikan sejak umur 2 bulan, diberikan sebanyak 3 kali dengan
jarak waktu 2 bulan.
34
b. Dosis ulangan umumnya diberikan 1 tahun setelah suntikan terakhir.
3. Vaksin tifoid
a. Vaksin tifoid oral
1) Dibuat dari kuman Salmonella typhi galur non patogen yang telah
dilemahkan, menimbulkan respon imun sekretorik IgA, mempunyai reaksi
samping yang lebih rendah dibandingkan vaksin parenteral.
2) Kemasan dalam bentuk kapsul.
3) Penyimpanan pada suhu 2 80C.
b. Vaksin tifoid polisakarida parenteral
1) Susunan vaksin polisakarida: setiap 0,5 ml mengandung kuman
Salmonella typhii; polisakarida 0,025 mg; fenol dan larutan bufer yang
mengandung natrium klorida, disodium fosfat, monosodium fosfat.
2) Penyimpanan pada suhu 2 80C, jangan dibekukan
3) Kadaluwarsa dalam 3 tahun
Rekomendasi:
a. Vaksin tifoid oral diberikan untuk anak usia 6 tahun.
b. Vaksin Polisakarida Parenteral diberikan untuk anak usia 2 tahun.
Kontra Indikasi:
a. Vaksin Tifoid Oral
1) Vaksin tidak boleh diberikan bersamaan dengan antibiotik,
sulfonamid atau antimalaria yang aktif terhadap Salmonella.
2) Pemberian vaksin polio oral sebaiknya ditunda dua minggu setelah
pemberian terakhir dari vaksin tifoid oral (karena vaksin ini juga
menimbulkan respon yang kuat dari interferon mukosa)
b. Vaksin tifoid polisakarida parenteral
1) Alergi terhadap bahan-bahan dalam vaksin.
2) Pada saat demam, penyakit akut maupun penyakit kronik progresif.
Dosis dan Jadwal:
a. Vaksin tifoid oral
1) Satu kapsul vaksin dimakan tiap hari, satu jam sebelum makan dengan
minuman yang tidak lebih dari 370C, pada hari ke 1, 3 dan 5.
2) Kapsul ke 4 diberikan pada hari ke 7 terutama bagi turis.
35
3) Kapsul harus ditelan utuh dan tidak boleh dibuka karena kuman dapat mati
oleh asam lambung.
4) Imunisasi ulangan diberikan tiap 5 tahun. Namun pada individu yang terus
terekspose dengan infeksi Salmonella sebaiknya diberikan 34 kapsul tiap
beberapa tahun.
5) Daya proteksi vaksin ini hanya 50%-80%, walaupun telah mendapatkan
imunisasi tetap dianjurkan untuk memilih makanan dan minuman yang
higienis.
b. Vaksin tifoid polisakarida parenteral
1) Dosis 0,5 ml suntikan secara intra muskular atau subkutan pada daerah
deltoid atau paha
2) Imunisasi ulangan tiap 3 tahun
3) Daya proteksi vaksin ini hanya 50%-80%, walaupun telah mendapatkan
imunisasi tetap dianjurkan untuk memilih makanan dan minuman yang
higienis
4. Vaksin Varisela
a. Vaksin virus hidup varisela-zoster yang dilemahkan terdapat dalam bentuk
bubuk kering
b. Penyimpanan pada suhu 280C
c. Vaksin dapat diberikan bersama dengan vaksin MMR (MMR/V)
d. Infeksi setelah terpapar apabila telah diimunisasi dapat terjadi pada 1%-2%
kasus setahun, tetapi infeksi umumnya bersifat ringan
Rekomendasi:
a. Vaksin diberikan mulai umur masuk sekolah (5 tahun)
b. Pada anak 13 tahun vaksin dianjurkan untuk diberikan dua kali selang
4 minggu
c. Pada keadaan terjadi kontak dengan kasus varisela, untuk pencegahan
vaksin dapat diberikan dalam waktu 72 jam setelah penularan (dengan
persyaratan: kontak dipisah/tidak berhubungan)
Kontra Indikasi:
a. Demam tinggi
36
b. Hitung limfosit kurang dari 1200/l atau adanya bukti defisiensi imun
selular seperti selama pengobatan induksi penyakit keganasan atau fase
radioterapi
c. Pasien yang mendapat pengobatan dosis tinggi kortikosteroid (2
mg/kgBB per hari atau lebih)
d. Alergi neomisin
Dosis dan Jadwal:
Dosis 0,5 ml suntikan secara subkutan, dosis tunggal
5. Vaksin Hepatitis A
Vaksin dibuat dari virus yang dimatikan (inactivated vaccine). Pemberian
bersama vaksin lain tidak mengganggu respon imun masing-masing vaksin dan
tidak meningkatkan frekuensi efek samping.
Rekomendasi:
a. Populasi risiko tinggi tertular Virus Hepatitis A (VHA).
b. Anak usia 2 tahun, terutama anak di daerah endemis. Pada usia >2 tahun
antibodi maternal sudah menghilang. Di lain pihak, kehidupan sosialnya semakin
luas dan semakin tinggi pula paparan terhadap makanan dan minuman yang
tercemar.
c. Pasien Penyakit Hati Kronis, berisiko tinggi hepatitis fulminan bila tertular
VHA.
d. Kelompok lain: pengunjung ke daerah endemis; penyaji makanan; anak usia 2
3 tahun di Tempat Penitipan Anak (TPA); staf TPA; staf dan penghuni institusi
untuk cacat mental; pria homoseksual dengan pasangan ganda; pasien
koagulopati; pekerja dengan primata bukan manusia; staf bangsal neonatologi.
Kontra Indikasi:
Vaksin VHA tidak boleh diberikan kepada individu yang mengalami reaksi berat
sesudah penyuntikan dosis pertama
Dosis dan Jadwal:
a. Dosis vaksin bervariasi tergantung produk dan usia resipien
b. Vaksin diberikan 2 kali, suntikan kedua atau booster bervariasi antara 6 sampai
18 bulan setelah dosis pertama, tergantung produk
c. Vaksin diberikan pada usia 2 tahun
37
6. Vaksin Influenza
a. Vaksin influenza mengandung virus yang tidak aktif (inactivated influenza
virus).
b. Vaksin influenza mengandung antigen dari dua sub tipe virus influenza A dan
satu sub tipe virus influenza B, subtipenya setiap tahun direkomendasikan oleh
WHO berdasarkan surveilans epidemiologi seluruh dunia.
c. Untuk menjaga agar daya proteksi berlangsung terus-menerus, maka perlu
dilakukan vaksinasi secara teratur setiap tahun, menggunakan vaksin yang
mengandung galur yang mutakhir.
d. Vaksin influenza inaktif aman dan imunogenesitas tinggi.
e. Vaksin influenza harus disimpan dalam lemari es dengan suhu 2- 8C. Tidak
boleh dibekukan
Rekomendasi:
a. Semua orang usia 65 tahun
b. Anak dengan penyakit kronik seperti asma, diabetes, penyakit ginjal dan
kelemahan sistem imun
c. Anak dan dewasa yang menderita penyakit metabolik kronis, termasuk diabetes,
penyakit disfungsi ginjal, hemoglobinopati dan imunodefisiensi
d. Orang yang bisa menularkan virus influenza ke seseorang yang berisiko tinggi
mendapat komplikasi yang berhubungan dengan influenza, seperti petugas
kesehatan dan petugas di tempat perawatan dan orang-orang sekitarnya, semua
orang yang kontak serumah, pengasuh anak usia 623 bulan, dan orang-orang
yang melayani atau erat dengan orang yang mempunyai risiko tinggi
e. Imunisasi influenza dapat diberikan kepada anak sehat usia 623 bulan
Kontra Indikasi
a. Individu dengan hipersensitif anafilaksis terhadap pemberian vaksin influenza
sebelumnya dan protein telur jangan diberi vaksinasi influenza
b. Termasuk ke dalam kelompok ini seseorang yang setelah makan telur
mengalami pembengkakan bibir atau lidah, atau mengalami distres nafas akut atau
pingsan
c. Vaksin influenza tidak boleh diberikan pada seseorang yang sedang menderita
penyakit demam akut yang berat
38
Jadwal dan dosis
a. Dosis untuk anak usia kurang dari 2 tahun adalah 0,25 ml dan usia lebih dari 2
tahun adalah 0,5 ml
b. Untuk anak yang pertama kali mendapat vaksin influenza pada usia 8 tahun,
vaksin diberikan 2 dosis dengan selang waktu minimal 4 minggu, kemudian
imunisasi diulang setiap tahun
c. Vaksin influenza diberikan secara suntikan intra muskular di otot deltoid pada
orang dewasa dan anak yang lebih besar, sedangkan untuk bayi diberikan di paha
anterolateral
d. Pada anak atau dewasa dengan gangguan imun, diberikan dua (2) dosis dengan
jarak interval minimal 4 minggu, untuk mendapatkan antibodi yang memuaskan
e. Bila anak usia 9 tahun cukup diberikan satu kali saja, teratur, setiap tahun satu
kali
7. Vaksin Pneumokokus
Terdapat dua macam vaksin pneumokokus yaitu vaksin pneumokokus
polisakarida (pneumococcal polysacharide vaccine/PPV) dan vaksin
pneumokokus polisakarida konyugasi (pneumococcal conjugate vaccine/PCV).
39
Rekomendasi:
a. Vaksin Pneumokokus polisakarida (PPV) diberikan pada:
1) Lansia usia > 65 tahun
2) Anak usia > 2 tahun yang mempunyai risiko tinggi IPD (Invasive
Pneumococcal Disease) yaitu anak dengan asplenia (kongenital atau didapat),
penyakit sickle cell, splenic dysfunction dan HIV. Imunisasi diberikan dua minggu
sebelum splenektomi
3) Pasien usia > 2 tahun dengan imunokompromais yaitu HIV/AIDS, sindrom
nefrotik, multipel mieloma, limfoma, penyakit Hodgkin, dan transplantasi organ
4) Pasien dengan imunokompeten yang menderita penyakit kronis yaitu penyakit
paru atau ginjal kronis, diabetes
5) Pasien kebocoran cairan serebrospinal
6) Selain itu juga dianjurkan pada anak yang tinggal di rumah yang huniannya
padat, lingkungan merokok, di panti asuhan dan sering terserang akut otitis media
Jadwal dan Dosis:
a. Vaksin PCV diberikan pada bayi umur 2, 4, 6 bulan dan diulang pada umur 12-
15 bulan
b. Pemberian PCV minimal umur 6 minggu
c. Interval antara dua dosis 4-8 minggu
d. Paling sedikit diberikan 2 bulan setelah dosis PCV ketiga
e. Apabila anak datang setelah berusia lebih dari 7 bulan maka diberikan jadwal
dan dosis seperti pada tabel berikut ini:
Tabel 2.7. Jadwal dan dosis vaksin polisakarida konjugat (PVC) untuk anak
datang setelah berusia lebih dari 7 bulan
Umur datang pertama kali Dosis vaksin yang diberikan
7-11 bulan 3 dosis
12-23 bulan 2 dosis
Lebih dari 24 bulan sampai 5 tahun 1 dosis
Lebih dari 50 tahun 1 dosis
40
Keterangan:
(*) Interval dosis 1 dan 2 adalah 4 minggu. Dosis ketiga diberikan setelah 12
bulan, paling sedikit 2 bulan setelah dosis kedua
(#) Interval dosis 1 dan 2 minimal 2 bulan
8. Vaksin Rotavirus
Terdapat dua jenis Vaksin Rotavirus (RV) yang telah ada di pasaran yaitu vaksin
monovalent dan pentavalent.
Vaksin monovalent oral berasal dari human RV vaccine RIX 4414, dengan sifat
berikut:
a. Live, attenuated, berasal dari human RV/galur 89 12
b. Monovalen, berisi RV tipe G1, P1A (P8), mempunyai neutralizing epitope
yang sama dengan RV tipe G1, G3, G4 dan G9 yang merupakan mayoritas isolat
yang ditemukan pada manusia
c. Vaksin diberikan secara oral dengan dilengkapi bufer dalam kemasannya
d. Pemberian dalam 2 dosis pada usia 612 minggu dengan interval 8 minggu
Sedangkan vaksin pentavalent oral merupakan kombinasi dari strain yang diisolasi
dari human dan bovine yang bersifat:
a. Live, attenuated, empat reassortant berasal dari human G1,G2,G3 dan G4 serta
bovine P7. Reassortant kelima berasal dari bovine G6P1A(8).
b. Pemberian dalam 3 (tiga) dosis dengan interval 4 10 minggu sejak pemberian
dosis pertama
c. Dosis pertama diberikan umur 2 bulan. Vaksin ini maksimal diberikan pada saat
bayi berumur 8 bulan.
Pemberian vaksin rotavirus diharapkan selesai pada usia 24 minggu.
9. Vaksin Japanese Ensephalitis
a. Vaksin diberikan secara serial dengan dosis 1 ml secara subkutan pada hari ke
0,7 dan ke 28. Untuk anak yang berumur 13 tahun dosis yang diberikan masing-
masing 0,5 ml dengan jadwal yang sama
b. Booster diberikan pada individu yang berisiko tinggi dengan dosis 1 ml tiga
tahun kemudian
10. Human Papiloma Virus (HPV)
41
Vaksin HPV yang telah beredar di Indonesia dibuat dengan teknologi rekombinan.
Vaksin HPV berpotensi untuk mengurangi angka morbiditas dan mortalitas yang
berhubungan dengan infeksi HPV. Terdapat dua jenis vaksin HPV yaitu:
a. Vaksin bivalen (tipe 16 dan 18)
b. Vaksin quadrivalen (tipe 6, 11, 16 dan 18)
Vaksin HPV mempunyai efikasi 9698% untuk mencegah kanker leher
rahim yang disebabkan oleh HPV tipe 16/18.
Rekomendasi:
Imunisasi vaksin HPV diperuntukkan pada anak perempuan sejak usia > 10 tahun
Dosis dan Jadwal:
a. Dosis 0,5 ml, diberikan secara intra muskular pada daerah deltoid
b. Vaksin HPV bivalen, jadwal 0,1 dan 6 bulan pada anak usia lebih dari 10 tahun
c. Vaksin HPV quadrivalen, jadwal 0,2 dan 6 bulan pada anak usia lebih dari 10
tahun
42
2. Interval pemberian
Jarak minimal antar dua pemberian imunisasi yang sama adalah 4 (empat)
minggu. Tidak ada batas maksimal antar dua pemberian imunisasi
3. Tindakan antiseptik
Setiap petugas yang akan melakukan pemberian imunisasi harus mencuci tangan
dengan sabun terlebih dahulu. Untuk membersihkan tempat suntikan digunakan
kapas kering dengan melakukan sekali usapan pada tempat yang akan disuntik.
Tidak dibenarkan menggunakan alkohol untuk tindakan antiseptik.
4. Kontra indikasi
Pada umumnya tidak terdapat kontra indikasi imunisasi untuk individu sehat
kecuali untuk kelompok risiko. Pada setiap sediaan vaksin selalu terdapat
petunjuk dari produsen yang mencantumkan indikasi kontra serta perhatian
khusus terhadap vaksin.
Tabel 2.9. Petunjuk Kontra Indikasi Dan Perhatian Khusus Untuk Imunisasi
Indikasi kontra dan perhatian khusus Bukan indikasi kontra
(imunisasi dapat dilakukan)
Berlaku umum untuk semua vaksin
DPT, Polio, Campak, dan Hepatitis B
Kontra Indikasi Bukan kontra indikasi
Ensefalopati dalam 7 hari pasca
DPT sebelumnya
Perhatian khusus
43
- Demam > 40,5C dalam 48 jam pasca - Demam < 40,5C pasca DPT
DPT sebelumnya, yang tidak sebelumnya
berhubungan dengan penyebab lain - Riwayat kejang dalam keluarga
- Kolaps dan keadaan seperti syok - Riwayat SIDS dalam keluarga
(episode hipotonik-hiporesponsif) dalam - Riwayat KIPI dalam keluarga pasca
48 jam pasca DPT sebelumnya DPT
- Kejang dalam 3 hari pasca DPT
sebelumnya
- Menangis terus > 3 jam dalam 48 jam
pasca DPT sebelumnya
- Sindrom Guillain-Barre dalam 6
minggu pasca vaksinasi
Vaksin Polio
Kontra Indikasi Bukan kontra indikasi
Perhatian khusus
Kehamilan
Campak
Perhatian khusus
44
- Riwayat purpura trombositopenia
Hepatitis B
Kontra Indikasi Bukan kontra indikasi
Reaksi anafilaktoid terhadap ragi Kehamilan
45
terhadap pengenalan siklus perencanaan baru (steiner). Perencanaan merupakan
fungsi terpenting dalam manajemen karena fungsi ini akan menentukan fungsi-
fungsi manajemen lainnya. Perencanaan manajerial akan memberikan pola
pandang secara menyeluruh terhadap semua pekerjaan yang dijalankan, siapa
yang akan melakukan dan kapan akan dilakukan. Perencanaan merupakan
tuntutan terhadap proses pencapaian tujuan secara efektif dan efisien.
Langkah-langkah perencanaan
Dalam perencanaan terdapat beberapa langkah-langkah perencanaan yaitu
sebagai berikut:
1. Analisa situasi
2. Mengidentifikasi masalah prioritas
3. Menentukan tujuan program
4. Mengkaji hambatan dan kelemahan program
5. Menyusun rencana kerja operasional (RKO)
Pengorganisasian
Pengorganisasian merupakan salah satu fungsi manajemen yang juga
mempunyai peranan penting, melalui fungsi pengorganisasian seluruh sumber
daya yang dimiliki oleh organisasi (manusia dan yang bukan manusia) akan diatur
penggunaannya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi yang
ditetapkan.
Pengorganisasian adalah langkah untuk menetapkan, menggolongkan dan
mengatur berbagai macam kegiatan menerapkan tugas-tugas pokok dan
wewenang serta pendelegasian wewenang oleh pimpinan staf dalam mencapai
tujuan organisasi.
a. Manfaat pengorganisasian
Dalam mengembangkan fungsi pengorganisasian seorang menejer akan
mengetahui:
1. Pembagian tugas untuk perorangan dan kelompok
2. Hubungan organisatoris antar manusia yang akan terjadi antara
anggota atau staf organisasi
46
3. Pendelegasian wewenang. Manajer atau pimpinan akan melimpahkan
wewenang kepada staf susuai dengan tugas pokok yang dibagikan
kepadanya
4. Pemanfaatan staf dan fasilitas fisik yang dimiliki organisasi
b. Langkah-langkah pengorganisasian
Ada lima langkah penting dalam pengorganisasian yaitu sebagai berikut:
1. Tujuan organisasi harus dipahami oleh staf
2. Membagi pekerjaan dalam bentuk kegiatan-kegiatan pokok untuk
mencapai tujuan
3. Menggolongkan kegiatan pokok kedalam satuan kegiatan yang praktis
4. Menetapkan kewajiban yang dilaksanakan oleh staf dan menyediakan
fasilitas pendukung yang diperlukan untuk melaksanakan tugasnya
5. Mendelegasikan wewenang
Penggerakan dan Pelaksanaan
Fungsi manajemen ini merupakan fungsi penggerak semua kegiatan
program (ditetapkan pada fungsi pengorganisasian) untu mencapai tujuan program
(yang dirumuskan dalam fungsi perencanaan). Fungsi manajemen ini lebih
menekankan bagaimana manajer mengarahkan dan menggerakkan semua sumber
daya (manusia dan bukan manusia) untuk mencapai tujuan yang telah disepakati.
a. Tugas dan fungsi pelaksanaan
Tujuan pelaksanaan yaitu:
1. Menciptakan kerjasama yang lebih efisien
2. Mengembangkan pengetahuan dan keterampilan staf
3. Menumbuhkan rasa memiliki dan menyukai pekerjaan
4. Mengusahakan suasana lingkungan kerja yang meningkatkan
motivasi dan prestasi kerja staf
5. Memuat organisasi berkembang secara dinamis
Pengawasan dan Pengendalian
a. Prinsip Pengawasan
Fungsi pengawasan dan pengendalian merupakan fungsi yang yang
terakhir dari proses manajemen. Fungsi ini mempunyai kaitan erat dengan
ketiga fungsi perencanaan. Malalui fungsi pengawasan dan pengendalian,
47
standar keberhasilan program yang dituangkan dalam bentuk target,
prosedur kerja dan sebagainya harus selalu dibandingkan dengan hasil
yang dicapai atau yang mampu dikerjakan oleh staf. Jika ada kesenjangan
dan penyimpangan yang terjadi harus segera diatasi. Penyimpanan harus
dapat dideteksi secara dini dan dicegah, dikendalikan atau dikurangi oleh
pimpinan. Fungsi pengawasan dan pengendalian bertujuan agar
penggunaan sumber daya dapat lebih diefisienkan, dan tugas-tugas staf
untuk mencapai tujuan program dapat lebih diefektifkan.
b. Standar Pengawasan
Standar pengawasan mencakup:
1. Standar norma, standar ini dibuat berdasarkan pengalaman staf
melaksanakan kegiatan program yang sejenis atau yang
dilaksanakan dalam situasi yang sama dimasa lalu
2. Standar kritesia, standar ini ditetapkan untuk kegiatan pelayanan
oleh petugas yang sudah mendapat pelatihan. Standar ini terkait
dengan tingkat profesionalisme staf
c. Manfaaat Pengawasan
Fungsi pengawasan dan pengendalian dilaksanakan dengan tepat,
organisasi yang akan mendapat manfaatnya yaitu:
1. Dapat mempengaruhi sejauh mana kegiatan mana kegiatan
program yang sudah dilaksanakan oleh staf, apakah sesuai dengan
program atau rencana kerja, apakah sumber dayanya sudah
digunakan sesuai dengan yang sudah ditetapkan. Dalam hal ini,
fungsi pengawasan dan pengendalian bermanfaat untuk
meningkatkan efisiensi kegiatan program
2. Dapat mengetahui adanya penyimpangan pada pemahaman staf
melaksanakan tugas-tugasnya
3. Dapat mengetahui apanya waktu dan sumber daya lainnya
mencukupinya kebutuhan dan telah dimanfaatkan secara efiein
4. Dapat mengetahui sebab-sebab terjadinya penyimpangan
5. Dapat mengetahui staf yang perlu diberi penghargaan,
dipromosikan atau diberikan pelatihan lanjutan
48
d. Elevasi
Fungsi pengawasan perlu dibedakan dengan evaluasi yang juga sering
dilakukan untuk mengetahui kemajuan pelaksanaan program.
Perbedaannya terletak pada sasarannya, sumber data, siapa yang akan
melaksankannya dan waktu pelaksanaannya. Antara evaluasi dengan
fungsi pengawasan juga mempunyai kesamaan tujuan untuk memperbaiki
efisiensi dan efektifitas pelaksanaan program dengan memperbaiki fungsi
perencanaan.
49
BAB III
HASIL KEGIATAN
3.1 Profil Puskesmas
3.1.1 Peta Wilayah
- Koto Panjang
50
- Pasar Pandan Air Mati (PPA)
- Tanjung Paku
- Kampung Jawa
Sumber Data : Data Dasar Puskesmas Tanjung Paku Kota Solok Tahun 2014
51
Pada tabel berikut dapat dilihat fasilitas pendidikan di wilayah kerja
Puskesmas Tanjung Paku menurut Kelurahan :
Sumber Data : Data Dasar Puskesmas Tanjung Paku Kota Solok Tahun 2014
4 Nurse 2 orang
5 S1 Keperawatan 2 orang
52
7 SPK 3 orang
9 D1 Bidan 2 orang
10 D3 Kesling 1 orang
11 D3 Gizi 2 orang
12 D3 Gigi 1 orang
14 D3 Refraksi 1 orang
15 D3 AAK 1 orang
17 SMAK 1 orang
18 D3 Farmasi 1 Orang
19 SMF 1 orang
23 Umum 1 orang
JUMLAH 55 orang
53
1. Puskesmas Induk 1 Unit
3. Poskeskel 4 Unit
8. Apotik 4 unit
9. Optikal 4 unit
Sumber Data : Data Dasar Puskesmas Tanjung Paku Kota Solok Tahun
2014
54
C. MOTTO
- Pelayanan kami pengabdian terbaik
D. SASARAN
Sasaran yang digunakan diperoleh dari data sasaran program
kesehatan tahun 2015 Kota Solok Kecamatan Tanjung Harapan,
yaitu :
Tabel 3.5 Data Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Paku tahun 2014
Sumber Data: Data Dasar Puskesmas Tanjung Paku Kota Solok Tahun 2015
55
A. Kegiatan yang dilakukan
- Penyuluhan ke Sekolah
- Penyuluhan di Posyandu
- Penyuluhan Keliling
- Survey PHBS
2. KIA dan KB
A. Kegiatan yang dilakukan
- Kelas Ibu Hamil
- Pelayanan ANC
- Kunjungan Bumil Resti
- Kunjungan Nifas
- Pemantauan Stiker P4K/ANC berkwalitas
- Otopsi verbal
Keluarga Berencana
- Pelayanan dan konseling
- Penanganan komplikasi ringan
3. Gizi Masyarakat
A. Kegiatan yang dilakukan
- Penimbangan Masal & Pembr Vit A (bulan Februari dan
Agustus).
- Pengukuran Status Gizi Murid TK/PAUD
- Pengukuran Status Gizi Siswa SLTP & SLTA
- Pemantauan Status Gizi Sekolah yg mendapat PMT-AS
- Kunjungan rumah Balita Gizi kurang dan buruk serta
Bumil KEK
56
- Pemantauan Posyandu
- Pemberian PMT Pemulihan
- TFC
- Pendataan Kadarzi
- Pengambilan sampel garam RT dan pemeriksaan
gondokanak SD untuk Survey GAKY
- Kelas ASI Eksklusif
- Kelas MP- ASI
- Kelas Gizi
- Kegiatan rutin seperti :
pemberian vit A
pemberian tablet Fe
pemantauan pertumbuhan balita
1) . Program Imunisasi
- Pelayanan Imunisasi
- BIAS
- TT WUS
- Sweeping
- Pelacakan KIPI
2) . Program P2P
- Sosialisasi P2P dan Surveilans
- Survey dan Pemetaan wilayah TB
- Penyegaran Kader TB
- Penyuluhan HIV AIDS,IMS & TB untuk pemuda
- Survey Epidemiologi
- PTM
- Posbindu
3) . Kegiatan Program TB
57
- Penyuluhan TB pada pemuda dan masyarakat lainnya
- Penjaringan suspek dan penemuan penderita TB BTA
positif
- Penyuluhan TB pada penderita dan pasien yang diduga TB
- Survey dan pemetaan TB
- Pelacakan kasus kontak
- Pelaksanaan PMO
- Pemantauan gizi penderita TB
4) . Program Rabies
- Penyuluhan bahaya penyakit Rabies dan penanggulangan
dini kasus gigitan hewan tersangka Rabies bagi petugas dan
tokoh masyarakat.
- Pemberian vaksin anti Rabies (VAR) dan serum anti Rabies
(SAR) pada kasus sesuai indikasi.
- Melakukan monitoring dan evaluasi pada pasien yang
mendapat VAR dan SAR
58
- Melakukan rujukan kasus curiga kanker leher rahim atau
kasus IVA positif lesi luas (bukan kandidat krioterapi)
- Melakukan pembinaan kegiatan Posbindu di kelurahan.
59
9) . Pelaksanaan Program VCT dan IMS
- Melakukan penyuluhan VCT dan IMS pada masyarakat.
- Melakukan kerja sama dengan LMS dalam penjaringan
masyarakat beresiko.
- Melakukan pemeriksaan VCT dan IMS pada klien yang
datang sendiri atau diantar oleh penjangkauannya (LSM) ke
puskesmas.
- Melakukan pemeriksaan VCT dan HIV pada ibu hamil.
- Melakukan mobile VCT dan IMS di kampus dan instansi
yang berminat.
- Melakukan tindak lanjut pada kasus-kasus positif VCT dan
IMS.
5. Kesehatan Lingkungan
A. Kegiatan yang dilakukan
- Inspeksi sanitasi dasar
- Rumah sehat
- Pemeriksaan TTU-TPM
- STBM
- Pengelolaan sampah RT
- Pembinaan dan Pengawasan kwalitas air
- Penyuluhan Hygiene sanitasi ke sekolah
- Penyuluhan kawasan sehat
60
2. Perkesmas
A. Kegiatan yang dilakukan
- Asuhan keperawatan pada keluarga
- Kunjungan rumah KK Resti
3. Kesehatan Jiwa
A. Kegiatan yang dilakukan
- Penemuan dini dan penanganan kasus jiwa
- Rujukan kasus jiwa
4. Kesehatan Mata
5. Kesehatan Lansia
61
A. Kegiatan yang dilakukan
1) Dalam Gedung :
- Pelayanan kedaruratan Gigi
- Pelayanan Kesehatan Gigi dan mulut dasar
- Pelayanan medik gigi dasar
2) Luar Gedung :
- UKGS
- UKGM
62
ditangani
5 Kunjungan nifas 77,2% 90%
6 Deteksi bumil resti oleh nakes 98% 100%
7 Deteksi bumil resti oleh masyarakat 73,4% 100%
8 Kematian bumil/bulin/bufas 0 -
9 Cakupan Neonatus 68,2% 90%
63
Tabel 3.9 Hasil Kegiatan Keluarga Berencana puskesmas Tanjung
Paku tahun 2015
64
1. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit TBC
Table 3.11. Capaian Program Pencegahan dan Pemberantasan
Penyakit TBC puskesmas Tanjung Paku tahun 2015
Pencapaia
No Kegiatan Target
n
1 Angka bebas jentik (ABJ) 82,6% 95%
2 Penemuan kasus DBD 28 kasus -
3 Penanganan kasus DBD 100% 100%
4 Kematian akibat DBD 0 -
3. Penemuan dan penanggulangan ISPA dan Pneumonia
Table 3.13. Capaian Program Penemuan dan penanggulangan
ISPA dan Pneumonia puskesmas Tanjung Paku tahun 2015
65
Table 3.14. Capaian pelaksanaan Program Penemuan dan
Penanggulangan Kasus Diare puskesmas Tanjung Paku tahun 2014
Pencapaia
No Kegiatan Target
n
Pencapaia
No Kegiatan Target
n
66
1 Kasus gigitan oleh binatang 19 kasus -
penular Rabies
a.
2 Pemberian VAR 12 kasus -
b.
3 Pemberian
c. SAR 0 -
Pencapaia
No Kegiatan Target
n
Cakupan deteksi dini Ca. Mamme
1 96 orang 692 orang
dan Ca. Cerviks
67
3.18. Capaian Pelaksanaan Program Imunisasi Puskesmas Tanjung
Paku tahun 2015
68
7 TPM 65,8% 65%
Pencapaia
No Kegiatan Target
n
Tabel 3.21. Hasil Kegiatan Kesehatan Jiwa, Kesehatan Lansia, Parkesmas, dan
PKPR Puskesmas Tanjung Paku tahun 2014
Hipertensi, -
penyakit otot
3 Tiga penyakit terbanyak pada lansia
dan jaringan
ikat, ISPA
Jumlah KK ynag dibina pada -
4 256kk
Perkemas
69
Dari data yang diatas terlihat bahwa, beberapa target bidang
kesehatan yang menjadi target pelayanan di puskesmas Tanjung Paku
sudah tercapai sedangkan yang belum tercapai adalah :
1. Imunisasi lanjutan
2. Deteksi dini Ca mammae dan Ca serviks
3. Cakupan BGM/D balita
4. Kasus Gizi Buruk
5. BTA positif
6. Cakupan Fe 3 Bumil
7. Angka Bebas Jentik (ABJ)
8. Penemuan kasus pneumonia
9. Lansia pelayanan dalam dan luar gedung
10. KB aktif Gakin
11. Kunjungan klinik sanitasi
12. Cakupan KN lengkap
13. Gizi buruk
70
Makin penting ( Importancy) masalah tersebut, makin diprioritaskan
penyelesaiannya.
Ukuran pentingnya maslaah banyak macamnya diantaranya:
Besarnya masalah (prevalence)
Akibat yang ditimbulkan oleh masalah (Severity)
Kenaikan besarnya masalah (Rate of increase)
Derajat keinginan masyarakat yang tidak terpenuhi (Degree of
unmeet need)
Keuntungan social karena selesainya masalah (social benefit)
Rasa prihatin masyarakat terhadap masalah (public concern)
Suasana politik (political climate)
Pentingnya masalah (I) pemberian nilai untuk I (pentingnya masalah)
Niali 5 : sangat penting
Nilai 4 : penting
Nilai 3 : agak penting
Nilai 2 : kurang penting
Niali 1 : tidak penting
Kelayakan teknologi (T)
Makin layak teknologi yang tersedia dan dapat dipakai untuk
mengatasi maslah (technical feasibility), makin diprioritaskan masalah
tersebut.
Kelayakan teknologi yang dimaksud disini adalah menunjuk pada
penguasaan ilmu dan teknologi yang sesuai.
Pemberian nilai untuk T
Nilai 5 : sangat mudah
Nilai 4 : mudah
Nilai 3 : agak mudah
Nilai 2 : kurang mudah
Nilai 1 : tidak mudah
Sumber daya yang tersedia (R)
71
Makin tersedia sumber daya yang dapat dipakai untuk mengatasi
masalah ( Resources availability), makin diprioritaskan maslaah
tersebut.
Sumber daya yang dimaksudkan disini adalah yang menunjuk pada
tenaga (man), dana ( money), dan sarana (material).
Pemberian nilai untuk R
Nilai 5 : sangat tersedia
Nilai 4 : tersedia
Nilai 3 : agak tersedia
Nilai 2 : kurang tersedia
Nilai 1 : tidak tersedia
72
DIAGRAM SEBAB AKIBAT (FISH BONE)
73
A. Analisis Sebab Akibat Masalah
Variabel masalah
N Alternative pemecahan
o Faktor masalah
Penyebab masalah
penyebab
74
sosialisasi mengenai imunisasi lanjutan
program imunisasi - Memperbanyak dan
lanjutan mensosialisasikan kembali
- Kurangnya kegiatan poster tentang imunisasi
penyuluhan dan lanjutan kepada masyarakat
promosi dilapangan. terutama ibu-ibu yang
- Tidak dilakukanya memiliki balita
sweeping imunisasi - lebih meningkatkan kegiatan
lanjutan pada batita. penyuluhan mengenai
imunisasi lanjutan.
- Lebih memperhatikan dan
mendata kembali batita-batita
yang belum mendapatkan
imunisasi lanjutan.
75
tentang imunisasi lanjutan .
5 Lingkungan - Kurang perdulinya - Memberikan penyuluhan
masyarakat dalam kepada masyarakat dan ibu
mendukung program mengenai peran mereka
kesehatan dalam meningkatkan derajat
puskesmas. kesehatan dan mensukseskan
- Ibu takut membawa program kesehatan
anaknya untuk puskesmas .
imunisasi. - Memberikan edukasi kepada
- Stigma bahwa hanya ibu mengenai gejala normal
bayi yang yang timbul setelah anak
diimunisasi. diimunisasi sehingga ibu
tidak takut lagi membawa
anaknya untuk imunisasi.
- Memberikan edukasi
mengenai jadwal imunisasi
anak.
1. Man
A. Masih kurangnya pengetahuan ibu tentang imunisasi lanjutan.
1) Kegiatan :Memberikan penyuluhaan mengenai imunisasi
lanjutan.
2) Tujuan : Meningkatkan pengetahuan serta pemahaman Ibu
tentang imunisasi lanjutan
3) Sasaran : Ibu hamil, ibu menyusui.
4) Lokasi : Puskesmas, Puskesmas pembantu, Posyandu.
5) Pelaksana : Dokter, Bidan dan Petugas yang mendapat
bimbingan tentang imunisasi lanjutan.
B. Masih kurangnya pengetahuan kader tentang imunisasi lanjutan.
1) Kegiatan : Memberikan penyuluhan dan bimbingan mengenai
imunisasi lanjutan
76
2) Tujuan : Meningkatkan pengetahuan kader mengenai pentingnya
imunisasi lanjutan.
3) Sasaran : kader, petugas kesehatan
4) Lokasi : Puskesmas, Puskesmas pembantu, Posyandu.
5) Pelaksana : Dokter, Bidan dan Petugas yang mendapat pelatihan
tentang imunisasi lanjutan.
C. Kurang aktifnya petugas dan kader dalam memberikan penyuluhan
mengenai imunisasi lanjutan.
1) Kegiatan : Memberikan penyuluhan mengenai imunisasi
lanjutan di Puskesmas, posyandu, PUSTU.
2) Tujuan : meningkatkan pemahaman ibu mengenai imunisasi
lanjutan.
3) Sasaran : ibu hamil, ibu menyusui.
4) Lokasi : Puskesmas, Puskesmas pembantu, Posyandu.
5) Pelaksana : Dokter, Bidan, Petugas dan kader yang mendapat
pelatihan tentang imunisasi lanjutan.
2. Methode
A. kurang memanfaatkan media cetak dan media elektronik untuk
sosialisasi tentang imunisasi lanjutan.
1) Kegiatan : melakukan promosi kesehatan mengenai
imunisasi lanjutan melalui media elektronik radio maupun
media cetak seperti koran.
2) Tujuan : Meningkatkan pengetahuan masyarakat dan ibu
tentang pentingnya program imunisasi lanjutan.
3) Sasaran : masyarakat ,ibu hamil, ibu menyusui.
4) Lokasi : Stasiun Radio, percetakan koran
5) Pelaksana : Dokter, Kepala Puskesmas dan penanggung
jawab program.
B. Tidak dilakukanya sweeping imunisasi lanjutan pada batita
1) Kegiatan:
77
Lebih memperhatikan dan mendata kembali batita-batita yang
belum mendapatkan imunisasi lanjutan
2) Tujuan:
Untuk mendata batita-batita yang belum mendapatkan
imunisasi lanjutan.
3) Sasaran : Ibu yang mempunyai batita
4) Lokasi : Kunjungan kerumah ibu-ibu yang mempunyai batita
5) Pelaksana : Pembina posyandu yang bersangkutan.
C. Program khusus untuk mengatasi kurangnya kesadaran pentingnya
imunisasi lanjutan.
1) Kegiatan :
Jadwal khusus untuk melakukan promosi dengan penyuluhan
tentang imunisasi lanjutan melalui program pustu secara
berkala.
2) Tujuan : Meningkatkan angka pengetahuan dan partisipasi
dalam imunisasi lanjutan.
3) Sasaran : ibu yang mempunyai batita
4) Lokasi : Puskesmas, Puskesmas pembantu, posyandu.
5) Pelaksana : Dokter, kepala puskesmas dan penanggung jawab
program.
3. Material
A. Kurang tersedianya Poster, brosur, leaflet mengenai informasi
imunisasi lanjutan.
1) Kegiatan : Pengadaan poster, brosur, leaflet imunisasi lanjutan.
2) Tujuan : Memperluas informasi yang akan disampaikan dan
mempermudah promosi program imunisasi lanjutan.
3) Sasaran : masyarakat , ibu hamil
4) Lokasi : Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Posyandu.
5) Pelaksana : Penanggung jawab program.
78
B. PLAN OF ACTION
79
imunisasi
lanjutan.
80
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan data yang didapat maka dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut :
81
D. Material
- Kurang tersedianya poster, brosur, leaflet mengenai informasi
imunisasi lanjutan.
E. Lingkungan
4.2. Saran
Dari masalah yang menjadi penyebab rendahnya cakupan imunisasi
lanjutan di Wilayah Puskesmas Tnjung Paku, dapat disarankan beberapa
hal berikut sebagai langkah pemecahan masalah yang dihadapi baik untuk
Puskesmas Tnjung Paku maupun Dinas Kesehatan Kota Solok. Adapun
saran tersebut adalah:
1. Man
82
4. Material
Pengadaan poster, brosur dan leaflet untuk mendukung pelaksanaan
imunisasi lanjutan.
5. Lingkungan
Memberikan penyuluhan kepada mayarakat tentang peran mereka
mensukseskan program puskesmas. Memberikan edukasi mengenai gejala
yang timbul setelah anak diimunisasi kepada para ibu sehingga tidak takut
lagi membawa anaknya untuk di imunisasi. Memberikan edukasi
mengenai jadwal imunisasi.
83