Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Efusi pleura adalah kondisi yang ditandai oleh penumpukan cairan di antara dua
lapisan pleura. Pleura merupakan membran yang memisahkan paru-paru dengan
dinding dada bagian dalam. Cairan yang diproduksi pleura ini sebenarnya berfungsi
sebagai pelumas yang membantu kelancaran pergerakan paru-paru ketika bernapas.
Namun ketika cairan tersebut berlebihan dan menumpuk, maka bisa menimbulkan
gejala- gejala tertentu.(1)

Efusi pleura sering kali terjadi sebagai komplikasi dari beberapa jenis penyakit
seperti kanker paru-paru, tuberculosis, pneumonia, emboli paru, sirosis hati, infark
paru. Sejumlah faktor risiko dapat meningkatkan risiko seseorang untuk menderita
efusi pleura. Di antaranya adalah memiliki riwayat tekanan darah tinggi
(hipertensi), merokok, mengonsumsi minuman beralkohol, dan terkena paparan
debu asbes.(1)

Kanker paru merupakan penyebab utama kematian akibat kanker pada laki-laki
maupun perempuan, bukan hanya di Amerika tetapi juga di negara lain. Pada tahun
2014, penyakit ini diprediksikan telah menyebabkan 159.000 kematian pada
Amerika, lebih dari kanker kolorektal, payudara, dan prostat dikombinasikan. Tipe
kanker paru di Amerika, dan juga di negara lain, juga telah berubah pada dekade
terakhir, frekuensi adenokarsinoma meningkat, dan sel skuamosa menurun.(6)

1.2 Tujuan Penulisan

- Melengkapi syarat Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Rumah Sakit


Umum Daerah (RSUD) Solok tahun 2018.
- Untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Bagian
Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi RSUD Solok tahun 2018.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Efusi Pleura

2.1.1 Definisi

Efusi pleura adalah kondisi yang ditandai oleh penumpukan cairan


di antara dua lapisan pleura. Pleura merupakan membran yang memisahkan
paru-paru dengan dinding dada bagian dalam. Cairan yang diproduksi
pleura ini sebenarnya berfungsi sebagai pelumas yang membantu
kelancaran pergerakan paru-paru ketika bernapas.(1)

2.1.2 Etiologi

Penyebab efusi pleura

Efusi pleura umumnya dibagi menjadi dua, yaitu transudatif dan


eksudatif. Efusi pleura transudatif disebabkan oleh meningkatnya tekanan
dalam pembuluh darah atau rendahnya kadar protein dalam darah. Hal ini
mengakibatkan cairan merembes ke lapisan pleura. Sedangkan efusi pelura
eksudatif disebabkan oleh peradangan, cedera pada paru-paru, tumor, dan
penyumbatan pembuluh darah atau pembuluh getah bening.(1)

Efusi pleura sering kali terjadi sebagai komplikasi dari beberapa


jenis penyakit seperti:

- Kanker paru-paru.
- Tuberkulosis (TBC).
- Pneumonia.
- Emboli paru.
- Sirosis atau penurunan fungsi hati.
- Penyakit ginjal.
- Gagal jantung

2
- Penyakit lupus.
- Rheumatoid arthritis.
Sejumlah faktor risiko dapat meningkatkan risiko seseorang untuk
menderita efusi pleura. Di antaranya adalah memiliki riwayat tekanan darah
tinggi (hipertensi), merokok, mengonsumsi minuman beralkohol, dan
terkena paparan debu asbes.(1)

2.1.3 Patofisiologi

Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan


antara cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal
cairan pleura dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh
darah kapiler. Filtrasi ini terjadi karena perbedaan tekanan osmotik plasma
dan jaringan interstisial submesotelial, kemudian melalui sel mesotelial
masuk ke dalam rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat melalui
pembuluh limfe sekitar pleura.(3)

Proses penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan


oleh peradangan. Bila proses radang oleh kuman piogenik akan terbentuk
pus/nanah, sehingga terjadi empiema/piotoraks. Bila proses ini mengenai
pembuluh darah besar sekitar pleura dapat menyebabkan hemotoraks.

Proses terjadinya pneumotoraks karena pecahnya alveoli dekat


pleura parietalis sehingga udara akan masuk ke dalam rongga pleura. Proses
ini sering disebabkan oleh trauma dada atatu alveoli pada daerah tersebut
yang kurang elastis lagi seperti pada pasien emfisema paru.

Efusi cairan dapat berbentuk transudat, terjadinya karena penyakit


lain bukan primer paru seperti gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindrom
nefrotik, dialisis peritoneum, hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan,
perikarditis konstriktiva, keganasan, atelektasis paru, dan pneumotoraks.

Efusi eksudat terjadi bila ada proses peradangan yang menyebabkan


permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel
mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran

3
cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang paling
sering adalah karena mikobakterium tuberkulosis dan dikenal sebagai
pleuritis eksudativa tuberkulosa. Sebab lain seperti parapneumonia, parasit
(amuba, paragonimiosis, ekinokokkus), jamur, pneumonia atipik (virus,
mikoplasma, fever, legionella), keganasan paru, proses imunologik seperti
pleuritis lupus, pleuritis rematoid, sarkoidosis, radang sebab lain seperti,
pakreatitis, asbestosis, pleuritis uremia, dan akibat radiasi.(3)

2.1.4 Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis perlu dilakukan urutan-urutan dari
anamnesis yang teliti hingga pemeriksaan fisik maupun penunjang sehingga
penanganannya dapat disesuaikan.
Adanya efusi pleura memberikan kelainan pada hemitoraks yang
sakit dengan pergerakan pernapasan yang tertinggal, cembung, ruang antar
iga yang melebar dan mendatar, getaran nafas pada perabaan menurun,
trakea yang terdorong, suara ketuk yang redup dan menghilangnya suara
pernapasan pada pemeriksaan auskultasi.(4)
Gambaran radiologik posterior anterior (PA) terdapat kesuraman
pada hemitoraks yang terkena efusi, dari foto toraks lateral dapat diketahui
efusi pleura di depan atau di belakang, sedang dengan pemeriksaan lateral
dekubitus dapat dilihat gambaran permukaan datar cairan terutama untuk
efusi pleura dengan cairan yang minimal.(4)

2.1.5 Penatalaksanaan
Pada dasarnya pengobatan efusi pleura yaitu dengan melakukan
torakosentesis (mengeluarkan cairan pleura) agar keluhan sesak penderita
menjadi berkurang, terutama untuk efusi pleura yang berisi penuh. Beberapa
peneliti tidak melakukan torakosentesis bila jumlah efusi sedikit.
Torakosentesis biasanya dilakukan untuk menegakkan diagnosis,
tetapi pada prosedur ini juga bisa dikeluarkan cairan sebanyak 1,5 liter.
Jika jumlah cairan yang harus dikeluarkan lebih banyak, maka dimasukkan
sebuah selang melalui dinding toraks.(5)

4
2.2 Tumor paru

2.2.1 Definisi

Kanker paru adalah penyakit dengan ciri khas adanya pertumbuhan sel yang
tidak terkontrol pada jaringan paru-paru.(7)

2.2.2 Etiologi

Dari beberapa kepustakaan telah dilaporkan bahwa etiologi kanker paru


sangat berhubungan dengan kebiasaan merokok. Lombard dan Doering (1928),
telah melaporkan tingginya insiden kanker paru pada perokok dibandingkan
dengan yang tidak merokok. Terdapat hubungan antara rata-rata jumlah rokok
yang dihisap per hari dengan tingginya insiden kanker paru. Dikatakan bahwa,
1 dari 9 perokok berat akan menderita kanker paru. Hidrokarbon karsinogenik
telah ditemukan dalam ter dari tembakau rokok yang jika dikenakan pada kulit
hewan, menimbulkan tumor.(10)
Laporan beberapa penelitian terakhir ini mengatakan bahwa perokok pasif
pun akan berisiko terkena kanker paru. Anak-anak yang terpapar asap rokok
selama 25 tahun pada usia dewasa akan terkena risiko kanker paru dua kali lipat
dibandingkan dengan yang tidak terpapar, dan perempuan yang hidup dengan
suami/pasangan perokok juga terkena risiko kanker paru 2-3 kali lipat.
Diperkirakan 25 % kanker paru dari bukan perokok adalah berasal dari perokok
pasif.(6)

2.2.3 Gejala Klinis


Gambaran klinik penyakit kanker paru tidak banyak berbeda dari penyakit
paru lainnya, terdiri dari keluhan subjektif dan gejala objektif. Dari anamnesis
akan didapatkan keluhan utama dan perjalanan penyakit, serta faktor-faktor lain
yang sering sangat membantu tegaknya diagnosis. Keluhan utama dapat berupa:
 Batuk-batuk dengan / tanpa dahak (dahak putih, dapat juga purulen)
sekitar 45%-75%
 Batuk darah 57%

5
 Sesak napas
 Suara serak
 Sakit dada
 Sulit / sakit menelan
 Benjolan di pangkal leher
 Sembab muka dan leher, kadang-kadang disertai sembab lengan
dengan rasa nyeri yang hebat.(6,7)

Tidak jarang yang pertama terlihat adalah gejala atau keluhan akibat
metastasis di luar paru, seperti kelainan yang timbul akibat kompresi hebat di
otak, pembesaran hepar, atau patah tulang kaki. Gejala dan keluhan yang
tidak khas, seperti:

 Berat badan berkurang


 Nafsu makan hilang
 Demam hilang timbul
 Sindrom paraneoplastik, seperti “Hypertropic pulmonary
osteoartheopathy”, trombosis vena perifer dan neuropatia

2.2.4 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan jasmani harus dilakukan secara menyeluruh dan teliti.


Hasil yang didapat sangat bergantung pada kelainan saat pemeriksaan
dilakukan. Tumor paru ukuran kecil dan terletak di perifer dapat
memberikan gambaran normal pada pemeriksaan. Tumor dengan ukuran
besar, terlebih bila disertai atelektasis sebagai akibat kompresi bronkus,
efusi pleura atau penekanan vena kava akan meberikan hasil yang lebih
informatif. Pemeriksaan ini juga dapat memberikan data untuk penentuan
stage penyakit, seperti pembesaran KGB atau tumor di luar paru. Metastasis
ke organ lain juga dapat dideteksi dengan perabaan hepar, pemeriksaan
funduksopi untuk mendeteksi peninggian tekanan intrakranial dan
terjadinya fraktur sebagai akibat metastasis ke tulang.(7)

6
2.2.5 Pemeriksaan Penunjang

1. Gambaran Radiologis
Hasil pemeriksaan radiologis adalah salah satu pemeriksaan penunjang
yang mutlak dibutuhkan untuk menentukan lokasi tumor primer dan
metastasis, serta penentuan stadium penyakit berdasarkan sistem TNM.
Pemeriksaan radiologi paru yaitu foto toraks PA/lateral, bila mungkin CT-
scan toraks, bone scan, Bone survey, USG abdomen dan Brain-CT
dibutuhkan untuk menentukan letak kelainan, ukuran tumor dan
metastasis.
a. Foto toraks : Pada pemeriksaan foto toraks PA/lateral akan dapat
dilihat bila masa tumor dengan ukuran tumor lebih dari 1 cm.
Tanda yang mendukung keganasan adalah tepi yang ireguler,
disertai identasi pleura, tumor satelit tumor, dll. Pada foto tumor
juga dapat ditemukan telah invasi ke dinding dada, efusi pleura,
efusi perikar dan metastasis intrapulmoner. Sedangkan keterlibatan
KGB untuk menentukan N agak sulit ditentukan dengan foto toraks
saja. Kewaspadaan dokter terhadap kemungkinan kanker paru pada
seorang penderita penyakit paru dengan gambaran yang tidak khas
untuk keganasan penting diingatkan. Seorang penderita yang
tergolong dalam golongan resiko tinggi (GRT) dengan diagnosis
penyakit paru, harus disertai difollowup yang teliti. Pemberian
OAT yang tidak menunjukan perbaikan atau bahkan memburuk
setelah 1 bulan harus menyingkirkan kemungkinan kanker paru,
tetapi lain masalahnya pengobatan pneumonia yang tidak berhasil
setelah pemberian antibiotik selama 1 minggu juga harus
menimbulkan dugaan kemungkinan tumor dibalik pneumonia
tersebut Bila foto toraks menunjukkan gambaran efusi pleura yang
luas harus diikuti dengan pengosongan isi pleura dengan punksi
berulang atau pemasangan WSD dan ulangan foto toraks agar bila
ada tumor primer dapat diperlihatkan. Keganasan harus difikirkan
bila cairan bersifat produktif, dan/atau cairan serohemoragik.

7
b. CT-Scan toraks : Tehnik pencitraan ini dapat menentukan kelainan
di paru secara lebih baik daripada foto toraks. CT-scan dapat
mendeteksi tumor dengan ukuran lebih kecil dari 1 cm secara lebih
tepat. Demikian juga tanda-tanda proses keganasan juga tergambar
secara lebih baik, bahkan bila terdapat penekanan terhadap
bronkus, tumor intra bronkial, atelektasis, efusi pleura yang tidak
masif dan telah terjadi invasi ke mediastinum dan dinding dada
meski tanpa gejala. Lebih jauh lagi dengan CT-scan, keterlibatan
KGB yang sangat berperan untuk menentukan stage juga lebih baik
karena pembesaran KGB (N1 s/d N3) dapat dideteksi. Demikian
juga ketelitiannya mendeteksi kemungkinan metastasis
intrapulmoner.
c. Pemeriksaan radiologik lain : Kekurangan dari foto toraks dan CT-
scan toraks adalah tidak mampu mendeteksi telah terjadinya
metastasis jauh. Untuk itu dibutuhkan pemeriksaan radiologik lain,
misalnya Brain-CT untuk mendeteksi metastasis di tulang kepala /
jaringan otak, bone scan dan/atau bone survey dapat mendeteksi
metastasis diseluruh jaringan tulang tubuh. USG abdomen dapat
melihat ada tidaknya metastasis di hati, kelenjar adrenal dan organ
lain dalam rongga perut.

2. Pemeriksaan Khusus
a. Bronkoskopi
Bronkoskopi adalah pemeriksan dengan tujuan diagnostik
sekaligus dapat dihandalkan untuk dapat mengambil jaringan atau
bahan agar dapat dipastikan ada tidaknya sel ganas. Pemeriksaan
ada tidaknya masa intrabronkus atau perubahan mukosa saluran
napas, seperti terlihat kelainan mukosa tumor misalnya, berbenjol-
benjol, hiperemis, atau stinosis infiltratif, mudah berdarah.
Tampakan yang abnormal sebaiknya di ikuti dengan tindakan
biopsi tumor/dinding bronkus, bilasan, sikatan atau kerokan
bronkus.

8
b. Biopsi aspirasi jarum
Apabila biopsi tumor intrabronkial tidak dapat dilakukan, misalnya
karena amat mudah berdarah, atau apabila mukosa licin berbenjol,
maka sebaiknya dilakukan biopsi aspirasi jarum, karena bilasan
dan biopsi bronkus saja sering memberikan hasil negatif.
c. Transbronchial Needle Aspiration (TBNA)
TBNA di karina, atau trakea 1/1 bawah (2 cincin di atas karina)
pada posisi jam 1 bila tumor ada dikanan, akan memberikan
informasi ganda, yakni didapat bahan untuk sitologi dan informasi
metastasis KGB subkarina atau paratrakeal.
d. Transbronchial Lung Biopsy (TBLB)
Jika lesi kecil dan lokasi agak di perifer serta ada sarana untuk
fluoroskopik maka biopsi paru lewat bronkus (TBLB) harus
dilakukan.
e. Biopsi Transtorakal (Transthoraxic Biopsy, TTB)
Jika lesi terletak di perifer dan ukuran lebih dari 2 cm, TTB dengan
bantuan flouroscopic angiography. Namun jika lesi lebih kecil dari
2 cm dan terletak di sentral dapat dilakukan TTB dengan tuntunan
CTscan.
f. Biopsi lain
Biopsi jarum halus dapat dilakukan bila terdapat pembesaran KGB
atau teraba masa yang dapat terlihat superfisial. Biopsi KBG harus
dilakukan bila teraba pembesaran KGB supraklavikula, leher atau
aksila, apalagi bila diagnosis sitologi/histologi tumor primer di
paru belum diketahui. Biopsi Daniels dianjurkan bila tidak jelas
terlihat pembesaran KGB suparaklavikula dan cara lain tidak
menghasilkan informasi tentang jenis sel kanker. Punksi dan biopsi
pleura harus dilakukan jika ada efusi pleura.
g. Torakoskopi medik
Dengan tindakan ini massa tumor di bagaian perifer paru, pleura
viseralis, pleura parietal dan mediastinum dapat dilihat dan
dibiopsi.

9
h. Sitologi sputum
Sitologi sputum adalah tindakan diagnostik yang paling mudah dan
murah. Kekurangan pemeriksaan ini terjadi bila tumor ada di
perifer, penderita batuk kering dan tehnik pengumpulan dan
pengambilan sputum yang tidak memenuhi syarat. Dengan bantuan
inhalasi NaCl 3% untuk merangsang pengeluaran sputum dapat
ditingkatkan. Semua bahan yang diambil dengan pemeriksaan
tersebut di atas harus dikirim ke laboratorium Patologi Anatomik
untuk pemeriksaan sitologi/histologi. Bahan berupa cairan harus
dikirim segera tanpa fiksasi, atau dibuat sediaan apus, lalu difiksasi
dengan alkohol absolut atau minimal alkohol 90%. Semua bahan
jaringan harus difiksasi dalamformalin 4%.(7)

3. Pemeriksaan Invasif Lain


Pada kasus kasus yang rumit terkadang tindakan invasif seperti
Torakoskopi dan tindakan bedah mediastinoskopi, torakoskopi,
torakotomi eksplorasi dan biopsi paru terbuka dibutuhkan agar diagnosis
dapat ditegakkan. Tindakan ini merupakan pilihan terakhir bila dari semua
cara pemeriksaan yang telah dilakukan, diagnosis histologis / patologis
tidak dapat ditegakkan.
Semua tindakan diagnosis untuk kanker paru diarahkan agar dapat
ditentukan :
1. Jenis histologis.
2. Derajat (staging).
3. Tampilan (tingkat tampil, "performance status").

Sehingga jenis pengobatan dapat dipilih sesuai dengan kondisi


penderita.(7)

10
4. Pemeriksaan Lain
a. Petanda Tumor
Petanda tumor yang telah, seperti CEA, Cyfra21-1, NSE dan lainya
tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis tetapi masih digunakan
evaluasi hasil pengobatan.

2.2.6 Penatalaksanaan

Pengobatan kanker paru adalah combined modality therapy (multi-modaliti


terapi). Kenyataanya pada saat pemilihan terapi, sering bukan hanya diharapkan
pada jenis histologis, derajat dan tampilan penderita saja tetapi juga kondisi non-
medis seperti fasiliti yang dimiliki rumah sakit dan ekonomi penderita juga
merupakan faktor yang amat menentukan.

Indikasi pembedahan pada kanker paru adalah untuk KPKBSK stadium I dan
II. Pembedahan juga merupakan bagian dari “combine modality therapy”, misalnya
kemoterapi neoadjuvan untuk KPBKSK stadium IIIA. Indikasi lain adalah bila ada
kegawatan yang memerlukan intervensi bedah, seperti kanker paru dengan
sindroma vena kava superiror berat. Prinsip pembedahan adalah sedapat mungkin
tumor direseksi lengkap berikut jaringan KGB intrapulmoner, dengan lobektomi
maupun pneumonektomi. Segmentektomi atau reseksi baji hanya dikerjakan jika
faal paru tidak cukup untuk lobektomi. Tepi sayatan diperiksa dengan potong beku
untuk memastikan bahwa batas sayatan bronkus bebas tumor. KGB mediastinum
diambil dengan diseksi sistematis, serta diperiksa secara patologi anatomis.(6)

11
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. M

Umur : 71 tahun

Pekerjaan : pensiunan guru SMK

Alamat : guguk sarai

Nomor MR : 005786

Tanggal masuk : 3 januari 2018

3.2 Anamnesis

Keluhan Utama : sesak nafas meningkat sejak 3 hari sebelum masuk rumah
sakit

Riwayat penyakit sekarang:


- Sesak nafas meningkat sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, tidak
menciut, tidak dipengaruhi oleh emosi, cuaca dan makanan. Sesak
mengganggu aktivitas seperti berjalan dan berbicara. Sesak dirasakan sejak
1 bulan yang lalu sebelum masuk rumah sakit.
- Nyeri dada sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit, tidak menjalar,
meningkat ketika batuk dan bernafas dalam, nyeri berkurang ketika miring
ke kiri.
- Batuk sejak 2 minggu yang lalu, hilang timbul, tidak berdahak, tidak
berdarah.
- Penurunan nafsu makan sejak 3 bulan yang lalu.
- Penurunan berat badan sejak 3 bulan yang lalu, dari 67 kg sampai sekarang
belum ada ditimbang.

12
- BAB dan BAK lancar

Riwayat penyakit dahulu:


- 15 hari SMRS, pasien di rawat dibangsal paru, pasien dikeluarkan cairan
parunya sebanuyak 850cc berwarna merah
- Riwayat minum OAT disangkal
- Riwayat asma disangkal
- Riwayat hipertensi ada sejak 12 tahun yang lalu.
- Riwayat DM disangkal.

Riwayat penyakit keluarga:


- Riwayat minum OAT tidak ada.
- Riwayat asma tidak ada.

Riwayat pekerjaan, social dan kebiasaan


- Pekerjaan : pensiunan guru SMK
- Kebiasaan

Merokok (+)

 Mulai merokok : 2006


 Berhenti merokok : 2016
 Jumlahnya : 5 batang/hari
 Indeks Brikman : 50 (perokok ringan)

Riwayat Narkoba : Disangkal

Riwayat Alkohol : Disangkal

3.3 PEMERIKSAAN FISIK

- Pemeriksaan fisik umum


- Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
- Kesadaran : Compos mentis cooperatif
- Tekanan darah : 110/70 mmHg

13
- Nadi : 78x/menit
- Nafas : 20x/menit
- Suhu : 36,9 oC
- Berat Badan : Kg
- Tinggi Badan : 160 cm
Kepala Dan Leher
- Konjungtiva : Anemis (-/-)
- Sklera Ikterik : Ikterik (-/-)
- JVP : 5-2 cmH2O
- KGB : Tidak ada pembesaran KGB

Thorak
- Paru
o Inspeksi :
Statis : dinding dada kiri terlihat lebih cembung dibanding
dinding dada kanan
Dinamis : pergerakan dinding dada kiri sedikit tertinggal dari
dinding dada kanan
o Palpasi : Fremitus taktil paru kiri bawah sedikit
lemah dari paru kanan.
o Perkusi : redup pada lapang paru kiri bawah, sonor
pada lapang paru kanan
o Auskultasi : suara nafas melemah pada lapang paru kiri
bawah di banding lapang paru kanan.
- Jantung
o Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
o Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
o Perkusi : Batas Jantung dalam batas Normal
o Auskultasi : Bj I Bj II Reguler ,gallop (-),mur-mur(-)

14
Abdomen

o Inspeksi : sikatrik tidak ada


o Palpasi : Nyeri tekan (-), nyeri lepas (-)
o Perkusi : Tympani
o Auskultasi : Bising Usus (+) normal

Ekstremitas

- Akral hangat (+/+), edema (-/-), sianosis (-/-)

3.4 LABORATORIUM

- Darah rutin tanggal : 03 januari 2018

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Hb 11,2 g/dl 13-18 g/dl

Leukosit 5.920/uL 4000-11.000 /uL

Trombosit 423.000 /uL 200.000-500.000 /uL

3.5 Diagnosis kerja

Efusi pleura sinistra et causa susp. Tumor Paru

3.6 Diagnosis banding

- efusi pleura et causa susp. Tumor mediastinum

- efusi pleura et causa susp. TB kasus baru

3.7 PENATALAKSANAAN

a. Non Farmakologi

- Bedrest

- Hindari bekerja berat

- Penuhi nutrisi yang cukup

15
- Minum obat teratur

b. Farmakologi

- IVFD Nacl 0,9% 12 jam/kolf

- levofloxacin tablet 1x500 mg

- aminofilin tablet 2x100 mg

- Curcuma tablet 2x 200 mg

3.8 Pemeriksaan Penunjang

- Rontgen foto toraks PA

- punksi pleura

- USG toraks

- CT- Scan

- bronkoskopi

16
ANALISA KASUS
Pada laporan kasus ini, Tn.M (71 tahun ) didiagnosa dengan Efusi Pleura ec
Susp Tumor Paru. Diagnosa berdasarkan dari anamnesis, Sesak nafas meningkat
sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, tidak menciut, tidak dipengaruhi oleh
emosi, cuaca dan makanan. Sesak mengganggu aktivitas seperti berjalan dan
berbicara. Sesak dirasakan sejak 1 bulan yang lalu sebelum masuk rumah sakit.
Nyeri dada sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit, tidak menjalar, meningkat
ketika batuk dan bernafas dalam, nyeri berkurang ketika miring ke kiri. Batuk sejak
2 minggu yang lalu, hilang timbul, tidak berdahak, tidak berdarah. Penurunan nafsu
makan sejak 3 bulan yang lalu. Penurunan berat badan sejak 3 bulan yang lalu, dari
67 kg sampai sekarang belum ada ditimbang. BAB dan BAK lancar.
Dari Riwayat penyakit sebelumnya Tn.M, 15 hari SMRS, pasien di rawat
dibangsal paru, pasien dikeluarkan cairan parunya sebanuyak 850cc berwarna
merah. Riwayat minum obat anti tuberculosis disangkal. Riwayat asma disangkal.
Riwayat Diabetes Mellitus disangkal .Riwayat Hipertensi ada sejak 12 tahun yang
lalu. Dari riwayat kebiasaan Pasien merokok dari tahun 2006 sampai 2016, pasien
merokok 5 batang/hari jadi indeks brikmannya 50 batang kategori perokok ringan.
Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan, tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 78
x/menit, nafas 20 x/menit. Pada mata tidak di temukan konjungtiva anemis dan
sclera ikterik. Pada pemeiksaan paru inspeksi: Statis : dinding dada kiri terlihat
lebih cembung dibanding dinding dada kanan. Dinamis : pergerakan dinding dada
kiri sedikit tertinggal dari dinding dada kanan. Palpasi : Fremitus taktil paru kiri
bawah sedikit lemah dari paru kanan. Perkusi : redup pada lapang paru kiri bawah,
sonor pada lapang paru kanan. Auskultasi : suara nafas melemah pada lapang paru
kiri bawah di banding lapang paru kanan. Farmakologi IVFD Nacl 0,9% 12
jam/kolf, levofloxacin tablet 1x500 mg, aminofilin tablet 2x100 mg, Curcuma tablet
2x 200 mg. Pasien di anjurkan untuk dilakukan Rontgen foto thorax PA, punksi
pleura, CT- Scan, bronkoskopi.

17
FOLLOW UP 4 JANUARI 2018

Anamnesis

- Sesak nafas : tidak ada


- Demam : Tidak ada
- Batuk/Batuk darah : ada, tidak berdahak tidak berdarah
- Nyeri dada : ada
- Nafsu makan : berkurang

Pemeriksaan Fisik

- KU : Tampak sakit sedang


- Kesadaran : Composmentis Cooperatif
- TD : 140/80 mmHg
- Nadi : 86 x/menit, reguler
- Nafas : 20x/menit

Paru

- Inspeksi :
Statis : dinding dada kiri terlihat lebih cembung dibanding dinding dada
kanan
Dinamis : pergerakan dinding dada kiri sedikit tertinggal dari dinding dada
kanan
- Palpasi : Fremitus taktil paru kiri bawah sedikit lemah dari paru kanan.
- Perkusi : redup pada lapang paru kiri bawah, sonor pada lapang paru kanan
- Auskultasi : suara nafas melemah pada lapang paru kiri bawah di banding
lapang paru kanan.

Kesan : efusi pleura sinistra, ec susp. tumor paru dalam perbaikan

Terapi saat ini :

 Non Farmakologi :
- Bedrest

18
 Farmakologi :

- IVFD Nacl 0,9% 12 jam/kolf

- levofloxacin tablet 1x500 mg

- aminofilin tablet 2x100 mg

- Curcuma tablet 2x 20 mg

FOLLOW UP 5 JANUARI 2018

Anamnesis

- Sesak nafas : ada


- Demam : Tidak ada
- Batuk/Batuk darah : ada, tidak berdahak tidak berdarah
- Nyeri dada : ada
- Nafsu makan : berkurang

Pemeriksaan Fisik

- KU : Tampak sakit sedang


- Kesadaran : Composmentis Cooperatif
- TD : 140/90 mmHg
- Nadi : 84 x/menit, reguler
- Nafas : 22x/menit

Paru

- Inspeksi :
Statis : dinding dada kiri terlihat lebih cembung dibanding dinding dada
kanan
Dinamis : pergerakan dinding dada kiri sedikit tertinggal dari dinding dada
kanan
- Palpasi : Fremitus taktil paru kiri bawah sedikit lemah dari paru kanan.
- Perkusi : redup pada lapang paru kiri bawah, sonor pada lapang paru kanan

19
- Auskultasi : suara nafas melemah pada lapang paru kiri bawah di banding
lapang paru kanan.

Kesan : efusi pleura sinistra, ec susp. tumor paru dalam perbaikan

Terapi saat ini :

 Non Farmakologi :
- Bedrest
 Farmakologi :

- IVFD Nacl 0,9% 12 jam/kolf

- levofloxacin tablet 1x500 mg

- aminofilin tablet 2x100 mg

- Curcuma tablet 2x 20 mg

FOLLOW UP 6 JANUARI 2018

Anamnesis

- Sesak nafas : ada


- Demam : Tidak ada
- Batuk/Batuk darah : ada, tidak berdahak tidak berdarah
- Nyeri dada : ada
- Nafsu makan : berkurang

Pemeriksaan Fisik

- KU : Tampak sakit sedang


- Kesadaran : Composmentis Cooperatif
- TD : 140/90 mmHg
- Nadi : 80 x/menit, reguler
- Nafas : 24 x/menit

20
Paru

- Inspeksi :
Statis : dinding dada kiri terlihat lebih cembung dibanding dinding dada
kanan
Dinamis : pergerakan dinding dada kiri sedikit tertinggal dari dinding dada
kanan
- Palpasi : Fremitus taktil paru kiri bawah sedikit lemah dari paru kanan.
- Perkusi : redup pada lapang paru kiri bawah, sonor pada lapang paru kanan
- Auskultasi : suara nafas melemah pada lapang paru kiri bawah di banding
lapang paru kanan.

Kesan : efusi pleura sinistra, ec susp. tumor paru dalam perbaikan

Terapi saat ini :

 Non Farmakologi :
- Bedrest
 Farmakologi :

- IVFD Nacl 0,9% 12 jam/kolf

- levofloxacin tablet 1x500 mg

- aminofilin tablet 2x100 mg

- Curcuma tablet 2x 20 mg

FOLLOW UP 8 JANUARI 2018

Anamnesis

- Sesak nafas : berkurang


- Demam : Tidak ada
- Batuk/Batuk darah : batuk berdahak tidak berdarah
- Nyeri dada : ada saat batuk
- Nafsu makan : berkurang

21
Pemeriksaan Fisik

- KU : Tampak sakit sedang


- Kesadaran : Composmentis Cooperatif
- TD : 140/90 mmHg
- Nadi : 84 x/menit, reguler
- Nafas : 20 x/menit

Paru

- Inspeksi :
Statis : dinding dada kiri terlihat lebih cembung dibanding dinding dada
kanan
Dinamis : pergerakan dinding dada kiri sedikit tertinggal dari dinding dada
kanan
- Palpasi : Fremitus taktil paru kiri bawah sedikit melemah dari paru kanan.
- Perkusi : redup pada lapang paru kiri bawah, sonor pada lapang paru kanan
- Auskultasi : suara nafas melemah pada lapang paru kiri bawah di banding
lapang paru kanan.

Kesan : efusi pleura sinistra, ec susp. tumor paru dalam perbaikan

Terapi saat ini :

 Non Farmakologi :
- Bedrest
 Farmakologi :

- IVFD Nacl 0,9% 12 jam/kolf

- levofloxacin tablet 1x500 mg

- ambroxol tablet 3x30mg

- Curcuma tablet 2x 20 mg

- B com 3x1

22
Hasil rontgen dan CT-Scan

Kesan: efusi pleura kiri masif, kemungkinan disertai massa paru kiri belum dapat
disingkirkan.

Kesan:
- Efusi pleura disertai atelektasis kompresif di hemithorak atas sampai
bawah kiri
- Infiltrate di sebagian besar lobus superior dan inferior paru kiri
- Tidak tampak kardiomegali

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.2003. Efusi Pleura Pedoman Diagnosis


dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta.
2. Efusi Pleura. Diakses dari:
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/103/jtptunimus-gdl-kurniasafi-5149-1-
bab1.pdf.
3. Halim, Hadi. 2007. Penyaki-Penyakit Pleura dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
Jilid II, Edisi IV. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Hal: 1056 dan
1058.
4. Efusi Pleura Tuberkulosis. Diakses dari:
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/06_EfusiPleuraTuberkulosis.pdf/06_Efusi
PleuraTuberkulosis.html.
5. Efusi Pleura. Diakses dari: http://www.indonesiaindonesia.com/f/9917-efusi-
pleura/.
6. Kalantari Farhad, Sarami Abdollah, Shahba Nariman, Marashi seyed
Kamal, Reza Shafiezadeh. Prevalence of cancers in the National Oil
Company employees referred to Ahwaz health and industrial medicine in 5
years (Ministry of oil). Life Science Journal. 2011;8(4):698-700]
(ISSN:1097-8135).
7. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003. Kanker Paru Pedoman
Diagnosis dan Penatalaksanaan Di Indonesia. Jakarta
8. Baron DN. Kapita Selekta Patologi Klinik, EGC, Jakarta, 1995: 227
9. Winston W. Non-Small Cell Lung Cancer. Medscape 2015 [updated: 16
July 2015 , Aveailable from:
http://emedicine.medscape.com/article/279960-overview#a5
10. Kemeterian Kesehatan Republik Indonesia. Panduan Nasional Penanganan
Kanker Paru versi 1,0 2015. Komite Penanggulangan Kanker. 2015.

24

Anda mungkin juga menyukai