Anda di halaman 1dari 16

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemberian direct current (DC) shocks untuk kasus jantung telah lama
digunakan dan sukses mengubah irama jantung yang tidak normal menjadi kembali
normal. Pada tahun 1775,
Abildgaard melaporkan menggunakan listrik untuk menghidupkan seekor ayam
betina dari kematian.
Saat ini ada 2 jenis alat yang digunakan untuk kardioversi dan defibrilasi,
yaitu gelombang monofasik sinusoidal (gelombang positif) dan gelombang bifasik.
Pada penggunaan kardioversi bifasik menunjukkan kebutuhan energi yang
dibutuhkan untuk mengkonversi aritmia menjadi irama normal lebih sedikit.
Kebutuhan energi untuk atrial fibrilasi adalah 100 – 200 J untuk terapi inisial
dan 360 J untuk kejutan listrik berikutnya. Dari hasil penelitian menunjukkan respon
yang baik untuk energi besar (720 J) untuk penatalaksanaan Atrial fibrilasi yang
refrakter.
Defibrilasi adalah suatu tindakan terapi dengan cara memberikan aliran listrik
yang kuat dengan metode asinkron ke jantung pasien melalui elektroda yang
ditempatkan pada permukaan dada pasien. Tujuannya adalah untuk koordinasi
aktivitas listrik jantung dan mekanisme pemompaan, ditunjukkan dengan
membaiknya cardiac output, perfusi jaringan dan oksigenasi. 1
American Heart Association (AHA) merekomendasikan agar defibrilasi
diberikan secepat mungkin saat pasien mengalami gambaran VT non-pulse atau VF,
yaitu 3 menit atau kurang untuk setting rumah sakit dan dalam waktu 5 menit atau
kurang dalam setting luar rumah sakit. Defibrilasi dapat dilakukan diluar rumah sakit
karena sekarang ini sudah ada defibrillator yang bisa dioperasikan oleh orang awam
yang disebut automatic external defibrillation (AED). 2

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Defibrilasi merupakan suatu proses pemberian sejumlah arus listrik untuk
kejut jantung melalui alat defibrilator yang diharapkan dapat mengembalikan irama
jantung menjadi normal.
Defibrilasi dilakukan pada kondisi henti jantung yang disebabkan VT (Ventricular
Tachycardia), VF (Ventricular Fibrillation)

2.2 Indikasi Defibrilasi


Defibrilasi merupakan tindakan resusitasi prioritas utama yang ditujukan pada:
- Ventrikel fibrilasi (VF)
- Ventrikel takikardi tanpa nadi (VT non-pulse)

EKG Normal

2
1. Tentukan irama. Sinus atau tidak. Disebut irama sinus apabila gelombang P
diikuti kompleks QRS.
2. Jarak puncak gelombang R ke R. Sehingga bisa ditentukan pula frekuensi
heart rate.
Rumus : 300 / jumlah kotak sedang pada jarak R ke R
1500 / jumlah kotak kecil pada jarak R ke R
Normal : 60-100 kali permenit
< 60 kali permenit : bradikardi
>100 kali permenit takikardi
3. Lihat lead-lead yang berpasangan. Nilai apakah ada tanda-tanda iskemi
ataupun infark dengan adanya :
• ST-T change berupa ST depresi, ST elevasi
• Gelombang T
• Gelombang Q patologis (tinggi Q lebih dari 1/3 tinggi R)

Lead-lead yang berpasangan : septal : VI-V2

3
Anterior : V3-V4
Lateral : V5-V6
Inferior : II, III, aVF
4. Tanda-tanda pembesaran jantung.
• LVH = R di V5 + S di V2 > 35
• RVH = R di V1/S di V1 > 1
5. Tanda-tanda BBB
• LBBB = Rr’ di V5-V6
• RBBB = Rr’ di V1-V2
6. PR interval. Dimulai dari awal gelombang P sampai akhir gelombang Q. ini
digunakan untuk menentukan apakah ada AV blok. Nilai normalnya < 5 kotak kecil.
Dilihat pada Lead II
7. QT interval. Dimulai dari awal gelombang Q sampai akhir gelombang T

Gambar 1. Ventricular Fibrilation (dikutip dari kepustakaan no 3)


Irama : Tidak teratur
Frekwensi HR : > 350 x/menit shg tdk dpt dihitung
Gel. P : Tidak ada
Interval PR : Tidak ada
Gel. QRS : Lebar dan tidak teratur

4
Gambar 2. Ventricular Tachycardia (dikutip dari kepustakaan no 4)
Irama : Teratur
Frekawensi HR : 100 – 250 x/menit
Gel. P : Tidak ada
Interval PR : Tidak ada
Gel. QRS : Lebar lebih dari 0,12 detik

Meskipun defibrilasi merupakan terapi definitive untuk VF dan VT non-pulse,


penggunaan defibrilasi tidak berdiri sendiri tetapi disertai dengan resusitasi.
kardiopulmonari (RKP). Peran aktif dari penolong atau tenaga kesehatan pada saat
mendapati pasien dengan cardiac arrest, dimana sebagian besar menunjukkan VF dan
VT, untuk bertahan terbukti meningkat. 2

2.3 Prinsip Defibrilasi


Memberikan energi dalam jumlah banyak dalam waktu yang sangat singkat
(beberapa detik) melalui pedal positif dan negative yang ditekankan pas dinding dada
atau melalui adhesive pads yang ditempelkan pada sensing dada pasien. Arus listrik
yang mengalir sangat singkat ini bukan merupakan loncatan awal bagi jantung untuk
berdetak, tetapi mekanismenya adalah aliran listrik yang sangat singkat ini akan
mendepolarisasi semua miokard, menyebabkan berhentinya aktivitas listrik jantung
atau biasa disebut asistole. Beberapa saat setelah berhentinya aktivitas listrik ini, sel-
sel pace maker akan ber-repolarisasi secara spontan dan memungkinkan jantung

5
untuk pulih kembali. Siklus depolarisasi secara spontan dan repolarisasi sel-sel
pacemaker yang reguler ini memungkinkan jantung untuk mengkoordinasi miokard
untuk memulai aktivitas kontraksi kembali 1,5

2.4 Monofasik dan Bifasik


Selama beberapa dekade, defibrillator telah menggunakan bentuk gelombang
monofasic. Dengan bentuk gelombang monofasic, arus mengalir dalam satu arah, dari
satu elektroda ke yang lain, menghentikan jantung sehingga memiliki kesempatan
untuk memulai kembali sendiri. Dengan bentuk gelombang bifasik, arus mengalir
dalam satu arah pada tahap pertama shock dan kemudian membalikkan untuk tahap
kedua. Bentuk gelombang bifasik sekarang "standar emas" untuk alat defibrilator.
Penelitian menunjukkan bahwa bentuk gelombang bifasik lebih efektif dan
menimbulkan lebih sedikit risiko cedera pada jantung daripada bentuk gelombang
monofasik, bahkan ketika tingkat energi kejut adalah sama. Inilah sebabnya mengapa
produsen defibrillator eksternal sekarang menggunakan bentuk gelombang bifasik di
perangkat mereka.
Bentuk gelombang Bifasik menjadi standar baru perawatan di defibrillator
eksternal. Di masa lalu hanya ada satu jenis defibrilasi transthoracic, yaitu standar
sinus gelombang kejut monofasic. Selama bertahun-tahun penelitian, teori impedansi
dan waktu guncangan sudah diperdebatkan untuk dijadikan suatu standar baku. 6
Studi-studi telah menunjukkan bahwa awalnya ada perubahan segmen ST yang
signifikan terkait dengan energi tinggi defibrilasi, yang dapat berlangsung sampai
beberapa bulan (jika pasien bertahan).
Dengan sistem Bifasik ada yang lebih tinggi tingkat keberhasilan konversi
kejutan awal dari VT (ventrikel takikardi) atau VF (ventrikel fibrilasi) dibandingkan
monofasic (85,2% vs 97,6% monofasic bifasik ), energi dalam Joule secara signifikan
kurang (360j monofasic, 200j bifasik) yang akan mempengaruhi kebutuhan cadangan
energi, Bifasik lebih efektif dalam membalikkan VF berkelanjutan.6,7
Defibrilasi bifasik menawarkan khasiat sama atau lebih baik pada energi
rendah dari gelombang Monofasic tradisional defibrillator-dengan risiko lebih kecil
pasca-shock komplikasi seperti disfungsi miokard dan luka bakar kulit.

6
Tidak seperti perangkat monofasic, defibrillator bifasik menggunakan teknologi
gelombang yang berbeda: baik bifasik terpotong eksponensial (BTE) gelombang atau
gelombang Bifasik kotak.
Bentuk gelombang eksponensial bifasik dipotong pada awalnya
dikembangkan untuk aplikasi rendah impedansi internal yang defibrilasi jantung.
Sudah diadaptasi untuk defibrilasi eksternal oleh dua vendor. Heartstream (sekarang
Agilent / Philips) memelopori pendekatan rendah energi. The defibrilator BTE kedua,
yang dikembangkan oleh Medtronic Physio-Control, menggunakan energi-tinggi
(lebih dari 200 joule) protokol. 7
Bentuk gelombang Bifasik kotak dikembangkan khusus untuk defibrilasi
eksternal dan dipertimbangkan tingkat impedansi tinggi dan beragam pasien
(pemblokiran aliran arus yang disebabkan oleh bulu dada, ukuran dada besar, dan
miskin elektroda-ke-dada kontak). Hanya defibrillator Zoll menggunakan gelombang
ini. Bentuk gelombang kotak mempertahankan bentuk stabil sebagai respon terhadap
impedansi, dan arus konstan pada tahap pertama mengurangi arus puncak yang
berpotensi membahayakan.
Bentuk gelombang BTE dikembangkan untuk penggunaan internal, di mana
impedansinya rendah. Bentuk gelombang bifasik terpotong eksponensial (BTE)
digunakan dalam alat pacu jantung internal untuk lebih dari 10 tahun. Jika digunakan
dalam perangkat transthoracic seperti defibrillator, impedansinya dapat
mempengaruhi bentuk gelombang. Bentuk gelombang kotak tetap stabil dalam
bentuk bagaimanapun. Hal ini mengurangi efek merugikan dari impedansi pasien
pada defibrilasi sukses.
Ketika impedansi rendah (50 ohm), sebuah 360-joule BTE defibrilator
memperlihatkan hasil yang lebih baik. Pada impedansi pasien rata-rata 75 ohm, 360
joule-BTE dan 200-joule defibrillator kotak sama-sama efektif. Dengan impedansi
tinggi (lebih besar dari 100 ohm), shock 200-joule kotak memberikan arus rata-rata
lebih tinggi dari shock BTE 360-joule, sehingga membuat lebih efektif dengan tingkat
energi yang lebih rendah.7

7
Perbandingan klinis langsung antara dua jenis bifasik bentuk gelombang
masih harus dilakukan dalam uji coba, prospektif acak dengan kontrol yang sesuai.
Studi terbaru defibrilator energi tinggi BTE membutuhkan energi hampir 50% lebih
untuk memberikan rata-rata yang sama saat ini sebagai defibrilator rendah energi
kotak.
Lima penelitian, dengan lebih dari 900 peserta manusia, telah
membandingkan kemanjuran bentuk gelombang bifasik dibandingkan monofasik.
Secara acak menunjukkan bahwa energi yang rendah-130-joule kejutan BTE secara
klinis sama dengan shock 200-joule monofasik. Studi lain menemukan bahwa kejutan
BTE 130 joule secara klinis sama dengan shock 200-joule monofasik tetapi rendah
energi guncangan BTE tampaknya kurang efektif bila impedansi transthoracic tinggi.
Sebuah studi pasien terbaru meng-evaluasi efikasi pemberian tiga guncangan dengan
energi rendah (150 joule) BTE defibrilator dan menemukan kombinasi ini 100%
efektif untuk mengkonversi VF. Pasien defibrillated dengan rendah energi guncangan
bifasik juga memiliki hasil neurologis yang lebih baik dibandingkan dengan mereka
yang menggunakan konvensional energi tinggi guncangan. 7,8

2.5 Faktor-Faktor yang menentukan keberhasilan Defibrilasi


Lamanya kesuksesan defibrilasi tergantung dari status metabolisme miokard
dan jumlah miokard yang rusak selama periode hipoksia karena arrest. Semakin lama
waktu yang digunakan untuk memulai defibrilasi maka semakin banyak persediaan
ATP yang digunakan miokard untuk bergetar sehingga menyebabkan jantung
memakai semua tenaga sampai habis dan keadan ini akan membuat jantung menjadi
kelelahan.
Keadaan dan kondisi miokard Hipoksia, asidosis, gangguan elektrik,
hipotermi dan penyakit dasar jantung yang berat menjadi penyulit bagi pemulihan
aktivitas kontraksi jantung.
Besarnya jantung, makin besar jantung, makin besar energi yang dibutuhkan untuk
defibrilasi.
Ukuran diameter pedal dewasa yang dianjurkan adalah 8,5-12 cm dan untuk
anak-anak berkisar 4,5-4,8 cm. ukuran pedal terlalu besar membuat tidak semua

8
permukaan pedal menempel pada dinding dada dan menyebabkan banyak arus yang
tidak sampai ke jantung. Untuk itu, penggunaan pedal pada anak-anak bisa
disesuaikan dengan ukuran tubuhnya. 2
Letak pedal hal yang sangat penting tetapi sering kali diabaikan adalah
peletakan pedal pada dinding dada saat dilakukan defibrilasi. Pedal atau pad harus
diletakkan pada posisi yang tepat yang memungkinkan penyebaran arus listrik
kesemua arah jantung. Posisi sternal, pedal diletakkan dibagian kanan atas sternum
dibawah klavikula. Pedal apeks diletakkan disebelah kiri papilla mamae digaris
midaksilaris. Pada wanita, posisi pedal apeks ada di spasi interkosta 5-6 pada posisi
mid-axilaris. Pada pasien yang terpasang pacemaker permanent, harus dihindari
peletakan padel diatas generator pacemaker, geser pedal setidaknya 1 inchi dari
tempat itu. Defibrilasi langsung ke generator pacemaker dapat menyebabkan
malfungsi pace maker secara temporary atau permanent. Setelah dilakukan defibrilasi
atau kardioversi harus dicek ambang pacing dan sensibilitasnya serta dilihat apakah
alat masih bekerja sesuai dengan setting program. Hal yang harus diperhatikan pada
saat melakukan defibrilasi adalah posisi pedal atau pads, keduanya tidak boleh saling
menyentuh atau harus benar-benar terpisah. 9
Energi Pada defibrilator monofasik energi yang diberikan 360 joule,
sedangkan pada defibrilator bifasik 200J. Untuk anak-anak, energi yang diperlukan
adalah 1-2 joule/kg BB, maksimal 3 j/kg BB 2
Jelli/Gel Saat menggunakan pedal, jangan lupa memberikan jelli khusus untuk
defibrilasi atau kardioversi pada pedal. Jelli berfungai sebagai media konduksi untuk
penghantar arus listrik. Tujuan dari pemberian gel adalah untuk mengurangi resistensi
transtorakal dan mencegah luka bakar pasien. Yang harus diperhatikan juga adalah
jangan sampai gel tersebut teroles dikulit diantara sternum dan apeks, atau jelli dari
salah satu atau ekdua pedal mengalir menghubungkan keduanya pada saat ditekan ke
dada pasien. Jika ini terjadi akan mengakibatkan arus hanya mengalir dipermukaan
dinding dada, aliran arus ke jantung akan missing dan memancarkan bunga api yang
menyebabkan sengatan listrik pasien pada pasien dan alat-alat operator.

9
2.6 Persiapan sebelum Defibrilasi
9
Persiapan Peralatan
- Defibrillator dengan monitor EKG dan pedalnya
- Jelly
- Obat-obat Emergency (Epinephrine, Lidocain, SA, Procainamid, dll)
- Oksigen
- Face mask
- Papan resusitasi
- Peralatan intubasi dan suction

Gambar: Alat Defibrilator

Persiapan Pasien 9
a. Pastikan pasien dan atau keluarga mengerti prosedur yang akan dilakukan
b. Letakkan pasien diatas papan resusitasi pada posisi supine
c. Jauhkan barang-barang yang tersebut dari bahan metal dan air disekitar pasien
d. Lepaskan gigi palsu atau protesa lain yang dikenakan pasien untuk mencegah
obstruksi jalan nafas
e. Lakukan RKP secepatnya jika alat-alat defibrillator belum siap untuk
mempertahankan cardiac output yang akan mencegah kerusakan organ dan jaringan
yang irreversible.
f. Berikan oksigen dengan face masker untuk mempertahankan oksigenasi tetap
adekuat yang akan mengurangi komplikasi pada jantung dan otak

10
g. Pastikan mode defibrillator pada posisi asyncrone
h. Matikan pace maker (TPM) jika terpasang.

2.7 Prosedur Defibrilasi


1. Oleskan Jelly pada pedal secara merata
2. Pastikan posisi kabel defibrillator pada posisi yang bisa menjangkau sampai ke
pasien
3. Nyalakan perekaman EKG agar mencetak gambar EKG selama pelaksanaan
defibrilasi
4. Letakkan pedal pada posisi apeks dan sternum
5. Charge pedal sesuai energi yang diinginkan
6. Pastikan semua clear atau tidak ada yang kontak dengan pasien, bed dan peralatan
pada hitungan ketiga (untuk memastika jangan lupa lihat posisi semua personal
penolong)
7. Pastikan kembali gambaran EKG adalah VT atau VF non-pulse
8. Tekan tombol pada kedua pedal sambil menekannya di dinding dada pasien, jangan
langsung diangkat, tunggu sampai semua energi listrik dilepaskan.
9. Nilai gambaran EKG dan kaji denyut nadi karotis
10. Jika kejutan kedua tidak berhasil, lakukan tahapan ACLS berikutnya
11. Bersihkan jelly pada pedal dan pasien

11
2.8 AlGORITMA DEFIBRILASI

Gambar 3. Algoritma Bantuan Hidup Dasar (dikutip dari kepustakaan no 9)

12
2.9 Pasca Defibrilasi

Monitoring Pasien Setelah Defibrilasi10


a. Evaluasi status neurology. Orientasikan klien terhadap orang, ruang, dan waktu
b. Monitor status pulmonary (RR, saturasi O2)
c. Monitor status kardiovaskuler (TD, HR, Ritme) setiap 15 menit
d. Monitor EKG
e. Mulai berikan obat anti disritmia intravena yang sesuai
f. Kaji apakah ada kulit yang terbakar
g. Monitor elektrolit (Na. K, Cl)

Dokumentasi dan laporan setelah tindakan


1. Print out EKG sebelum, selama dan sesudah defibrilasi
2. Status neurology, respirasi dan kardioversi sebelum dan sesudah defibrilasi
3. Energi yang digunakan untuk defibrilasi
4. Semua hasil yang tidak diinginkan dan intervensi yang telah diberikan

2.10 Komplikasi Defibrilasi


a. Henti jantung-nafas dan kematian 11
b. Anoxia cerebral sampai dengan kematian otak
c. Gagal nafas
d. Asistole
e. Luka bakar
f. Hipotensi
g. Disfungsi pace-maker

13
BAB III

KESIMPULAN

Defibrilasi adalah suatu tindakan terapi dengan cara memberikan aliran listrik
yang kuat dengan metode asinkron ke jantung pasien melalui elektroda yang
ditempatkan pada permukaan dada pasien. Tujuannya adalah untuk koordinasi
aktivitas listrik jantung dan mekanisme pemompaan, ditunjukkan dengan
membaiknya cardiac output, perfusi jaringan dan oksigenasi.
Defibrilasi merupakan tindakan resusitasi prioritas utama yang ditujukan pada
ventrikel fibrilasi (VF) dan ventrikel takikardi tanpa nadi (VT non-pulse).
Gelombang Bifasik lebih efektif dan menimbulkan lebih sedikit risiko cedera pada
jantung daripada bentuk gelombang Monofasic, bahkan ketika tingkat energi kejut
adalah sama. Inilah sebabnya mengapa produsen defibrillator eksternal sekarang
menggunakan bentuk gelombang bifasik di perangkat mereka.
Defibrillator bifasik menggunakan teknologi gelombang yang berbeda: baik
bifasik terpotong eksponensial (BTE) gelombang atau gelombang Bifasik kotak.
Energi Pada defibrilator monofasik energi yang diberikan 360 joule, sedangkan pada
defibrilator bifasik 200J. Untuk anak-anak, energi yang diperlukan adalah 1-2
joule/kg BB, maksimal 3 j/kg BB.
Komplikasi pasca defibrilasi adalah henti jantung-nafas dan kematian, anoxia
cerebral sampai dengan kematian otak, gagal nafas, asistole, luka bakar, hipotensi,
disfungsi pace-maker

DAFTAR PUSTAKA

14
1. Ashok K Kondur. Defibrilation and cardioversion .[internet] 2012

Desember Available from : http://emedicine.medscape.com/article/80564-

overview, Cited on 13 Januari 2019

2. Karo Karo S, Rahajoe Anna U, Sulistyo Sigit, Kosasih A. Bantuan hidup

Jantung Lanjut Edisi 2011. Jakarta : Perhimpunan Dokter Spesialis

Kardiovaskular Indonesia, 2011 : 24 – 31.

3. Scheidt S . Basic Electrocardiography: Abnormalities of

Electrocardiographic Patterns.Ciba : Ciba Pharmaceutical Company, 1994 ;

Vol. 6/36 Page 32 .

4. Goldman MJ . Principles of Clinical Electrocardiography, 12th ed. Los Altos,

Cal : Lange Medical Publications, 1998, 460

5. Rudolph W. Koster. A Randomized Trial Com0paring Monophasic and

Biophasic Waveform Shocks for external Cardioversion of Atrial Fibrillation .

[internet] 2004 Available from :

http://www.medscape.com/viewarticle/477538_4, Cited on 28 July 2013

6. Schneider T, Martens PR, Paschen H, Kuisma M, Wolcke B, Gliner BE, et


al. Multicenter, acak, percobaan dikontrol dari 150-J guncangan biphasic
dibandingkan dengan 200 - untuk 360-J guncangan monophasic dalam
resusitasi out-of-rumah sakit korban serangan jantung. Dioptimalkan Respon
untuk Penyidik Penangkapan Jantung (ORCA). Sirkulasi 2000; 102: 1780-7.
7. Mittal S, S Ayati, Stein KM, Schwartzman D, Cavlovich D, Tchou PJ,
dkk. Transthoracic kardioversi fibrilasi atrium: perbandingan kotak
guncangan sinus biphasic dibandingkan teredam gelombang
Monophasic. Sirkulasi 2000; 101: 1282-7.

15
8. Walker RG, Melnick SB, Chapman FW, Walcott GP, PW Schmitt, Ideker
RE. Perbandingan enam defibrillator eksternal klinis digunakan pada
babi. Resusitasi 2003; 57: 73-83.
9. Karo Karo S, Rahajoe Anna U, Sulistyo Sigit, Kosasih A. Bantuan hidup

Jantung Dasar Edisi 2011. Jakarta : Perhimpunan Dokter Spesialis

Kardiovaskular Indonesia, 2011 : 10 - 23

10. Niemann JT, Walker RG, Rosborough JP. Ischemically Induced Ventricular
Fibrilasi (VF): Sebuah Perbandingan defibrilasi Energi Tetap dan
Meningkat. Acad Pgl Med 2003; 10: 454.
11. Sean C Beinart, MD, FACC, FHRS. Synchronized electical cardioversion.

[internet] 2013 Juni Available from :

http://emedicine.medscape.com/article/1834044-overview#a15, Cited on 12

January 2019

16

Anda mungkin juga menyukai