Anda di halaman 1dari 93

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Imunisasi adalah salah satu jenis usaha memberikan kekebalan pada bayi dan
anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh guna membuat zat anti untuk
mencegah terhadap penyakit tertentu. Sedangkan yang dimaksud dengan vaksin adalah
bahan yang digunakan untuk merangsang pembentukan zat anti, yang dimasukkan ke
dalam tubuh melalui suntikan (misalnya, vaksin Bacille Calmette-Guerin (BCG),
Difteri, Pertusis, dan Tetanus (DPT) dan Campak) dan melalui mulut(contohnya vaksin
polio)

Upaya imunisasi diselenggarakan di Indonesia sejak tahun 1956. Dengan upaya


imunisasi terbukti bahwa penyakit cacar telah terbasmi dan Indonesia dinyatakan bebas
dari penyakit cacar sejak tahun 1974. Mulai tahun 1977, upaya imunisasi diperluas
menjadi program pengembangan imunisasi dalam rangka pencegahan penularan
terhadap Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) yaitu Tuberculosis,
Difteri, Pertusis, Campak, Polio, Tetanus, Hepatitis B, Pneumonia serta Meningitis.

Program imunisasi yang dilakukan oleh pemerintah secara nasional adalah


imunisasi dasar (BCG, Polio, DPT, Hepatitis B, dan Campak) yang diberikan kepada
bayi, dan imunisasi ulangan (DT dan TT) yang diberikan kepada murid Sekolah Dasar
(SD) kelas 1, 2, dan 3.

Program imunisasi merupakan cara terbaik yang telah menunjukkan


keberhasilan yang luar biasa dan merupakan usaha yang sangat menghemat biaya
dalam mencegah penyakit menular dan juga telah berhasil menyelamatkan begitu
banyak kehidupan dibandingkan dengan upaya kesehatan masyarakat lainnya.

1
Sasaran dan tujuan umum dari program imunisasi ini adalah turunnya angka
kesakitan, kecacatan, dan kematian akibat penyakit yang dapat dicegah dengan
Imunisasi. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, upaya imunisasi dapat
semakin efektif, bermutu, dan efisien.

Untuk meningkat cakupan imunisasi pada anak-anak diseluruh belahan dunia,


sejak tahun 1974 Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO)
mencanangkan Expanded Program on Immunization (EPI) atau program
pengembangan imunisasi (PPI). Hasil dari program PPI ini cukup memuaskan. Angka
cakupan imunisasi meningkat menjadi 80% pada tahun 1990 dan sejak diluncurkannya
program tersebut imunisasi telah menyelamatkan lebih dari 20 juta jiwa dari bahaya
penyakit infeksi.

Beberapa penelitian menemukan bahwa kepercayaan dan prilaku kesehatan ibu


mempunyai peranan yang sangat besar dalam program imunisasi dasar. Perilaku
kesehatan tersebut merupakan suatu respon yang ditunjukkan ibu terhadap rangsangan
yang berasal dari luar maupun dari dalam ibu itu sendiri dan dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Tiga faktor yang mempengaruhi yaitu faktor predisposisi yang
meliputi pengetahuan, sikap, pendidikan, kepercayaan masyarakat, social budaya dan
tingkat ekonomi. Selanjutnya yaitu faktor pemungkin yang mencakup pada
ketersediaan sarana dan prasarana dan yang terakhir faktor penguat yang mencakup
pada sikap dan prilaku petugas kesehatan. Oleh karena itu pemahaman dan
keikutsertaan ibu dalam program imunisasi ini tidak akan menjadi halangan yang besar
jika ibu mempunyai perilaku kesehatan yang baik.

Di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Paku Kota Solok, penatalaksanaan


program imunisasi sudah sangat efektif. Dimana untuk beberapa program imunisasi
berjalan baik dan telah mencapai targetnya. Ditinjau dari data 2015 Imunisasi HB 0
dengan target 95% tercapai 95,6%, BCG dengan target 95% tercapai 99,6%, DPT+Hb
1 dengan target 95 tercapai 98,7%, DPT+HB 3 dengan target 90% tercapai 97,8%,
polio 4 dengan target 90% tercapai 98,9%, campak dengan target 90% tercapai 96,8%,

2
pentavalen lanjutan dengan target 80% tercapai 11,7%, campak lanjutan dengan target
80% tercapai 4,6%. Dengan begitu, cakupan imunisasi lanjutan di Puskesmas Tanjung
Paku masih tergolong rendah. Ini dikarenakan, program imunisasi lanjutan yang
tergolong baru serta kurangnya pengetahuan ibu mengenai imunisasi ini.

1.2. Rumusan Masalah

1 Apakah pengertian, tujuan dan fungsi imunisasi ?


2. Bagaimana target dan capaian program puskeskmas Tanjung Paku tahun 2015 dan
2016?
3. Bagaimana cara penetapan prioritas masalah?
4. Bagaimana penilaian prioritas masalah di puskesmas tanjung paku?
5. Apakah faktor yang mempengaruhi rendahnya cakupan imunisasi lanjutan di
wilayah kerja puskesmas tanjung paku?
6. Bagaimana alternatif untuk memecahkan masalah rendahnya cakupan imunisasi di
wilayah kerja puskesmas tanjung paku?
7. Apa saja plan of action yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah ini?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui dan memahami tentang program atau upaya kesehatan
masyarakat yang dilaksanakan oleh puskesmas Tanjung Paku Kota Solok.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui bagaimana cakupan pecapaian program imunisasi
lanjutan diwilayah kerja puskesmas Tanjung Paku kota Solok tahun 2016.
2. Untuk mengetahui masalah-masalah yang mempengaruhi dalam
pencapaian program imunisasi lanjutan tahun 2016.
3. Untuk megetahui dan mencari bagaimana solusi yang diharapkan dapat
mengatasi masalah yang menghambat pencapaian program imunisasi
lanjutan diwilayah kerja puskesmas Tanjung Paku kota Solok tahun 2016.

3
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Bagi penulis
Menambah pengetahuan penulis tentang imunisasi lanjutan diwilayah
kerja puskesmas Tanjung Paku kota Solok tahun 2016.
1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penulisan ini nantinya dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk
mahasiswa yang akan mengevaluasi program yang sama.

1.4.3 Bagi Puskesmas Tanjung Paku


Sebagai alernatif pemecahan masalah rendahnya cakupan program
imunisasi lanjutan diwilayah kerja puskesmas Tanjung Paku.

1.5 Ruang Lingkup Penulisan

Ruang lingkup penulisan dalam pembahasan masalah ini adalah mengenai


gambaran management program imunisasi lanjutan diwilayah kerja puskesmas
Tanjung Paku kota Solok tahun 2016.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perkembangan Imunisasi di Indonesia

Imunisasi dalam sistem kesehatan nasional adalah salah satu bentuk intervensi
kesehatan yang sangat efektif dalam upaya menurunkan angka kematian bayi dan
balita. Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, imunisasi
merupakan salah satu upaya untuk mencegah terjadinya penyakit menular yang
merupakan salah satu kegiatan prioritas Kementerian Kesehatan sebagai salah satu
bentuk nyata komitmen pemerintah untuk mencapai Millennium Development Goals
(MDGs) khususnya untuk menurunkan angka kematian pada anak.
Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini mempunyai beban ganda
(double burden), yaitu beban masalah penyakit menular dan penyakit degeneratif.
Pemberantasan penyakit menular sangat sulit karena penyebarannya tidak mengenal
batas wilayah administrasi. Imunisasi merupakan salah satu tindakan pencegahan
penyebaran penyakit ke wilayah lain yang terbukti sangat cost effective. Dengan
imunisasi, penyakit cacar telah berhasil dibasmi, dan Indonesia dinyatakan bebas dari
penyakit cacar pada tahun 1974.
Berdasarkan data terakhir WHO sampai saat ini, angka kematian balita akibat
penyakit infeksi yang seharusnya dapat dicegah dengan imunisasi masih terbilang
tinggi. Terdapat kematian balita sebesar 1,4 juta jiwa per tahun, yang antara lain
disebabkan oleh batuk rejan 294.000 (20%), tetanus 198.000 (14%), dan campak
540.000 (38%). (Majalah Farmacia Edisi September 2012, Halaman:54)
Di Indonesia sendiri, UNICEF mencatat sekitar 30.000-40.000 anak setiap
tahun menderita serangan campak. Berdasarkan data yang diperoleh, Indonesia
merupakan salah satu dari 10 negara yang termasuk angka tinggi pada kasus anak tidak
diimunisasi, yakni sekitar 1,3 juta anak. (Majalah Farmacia Edisi September 2012 ,
Halaman: 54)

5
Kegiatan imunisasi diselenggarakan di Indonesia sejak tahun 1956. Mulai tahun
1977 kegiatan imunisasi diperluas menjadi Program Pengembangan Imunisasi (PPI)
dalam rangka pencegahan penularan terhadap beberapa Penyakit yang Dapat Dicegah
Dengan Imunisasi (PD3I) yaitu Tuberkulosis, Difteri, Pertusis, Campak, Polio, Tetanus
serta Hepatitis B. Beberapa penyakit yang saat ini menjadi perhatian dunia dan
merupakan komitmen global yang wajib diikuti oleh semua negara adalah eradikasi
polio (ERAPO), eliminasi campak – pengendalian rubella (EC-PR) dan Maternal
Neonatal Tetanus Elimination (MNTE).
Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, penyelenggaraan
imunisasi terus berkembang antara lain dengan pengembangan vaksin baru (Rotavirus,
Japanese Encephalitis, Pneumococcus, Dengue Fever dan lain-lain) serta
penggabungan beberapa jenis vaksin sebagai vaksin kombinasi misalnya DPT-HB-
Hib.
Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum perlu diwujudkan
sesuai dengan cita-cita Bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945
melalui pembangunan nasional yang berkesinambungan berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945. Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat dipengaruhi oleh tersedianya
sumber daya manusia yang sehat, terampil dan ahli, serta disusun dalam satu program
kesehatan dengan perencanaan terpadu yang didukung oleh data dan informasi
epidemiologi yang valid.

2.2. Dasar hukum imunisasi


Dasar hukum penyelenggaraan program imunisasi :
a. Undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.
b. Undang-undang No. 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.
c. Undang-undang No. 1 tahun 1962 tentang Karantina Laut.
d. Undang-undang No. 2 tahun 1962 tentang Karantina Udara.
e. Keputusan Menkes No. 1611/Menkes/SK/XI/2005 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Imunisasi.

6
f. Keputusan Menkes No. 1626/ Menkes/SK/XII/2005 tentang Pedoman
Pemantauan dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Paska Imunisasi (KIPI).

2.3. Imunisasi
2.3.1 .Definisi
Imunisasi adalah salah satu jenis usaha memberikan kekebalan kepada anak
dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh guna membuat zat anti untuk mencegah
terhadap penyakit tertentu. Vaksin adalah mikroorganisme yang diubah sedemikian
rupa sehingga patogenitas atau toksisitasnya hilang tapi masih mengandung sifat
antigenitas. Antigen inilah yang dapat merangsang pembentukan antibodi dan sistem
imun dalam tubuh.

2.3.2. Tujuan Imunisasi

1. Untuk mencegah terjadi penyakit tertentu pada seseorang dan menghilangkan


penyakit tertentu di dunia
2. Untuk melindungi dan mencegah penyakit-penyakit menular yang sangat
berbahaya bagi bayi dan anak
3. Diharapkan anak menjadi kebal terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan
angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan penyakit
tertentu
4. Untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan
menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi) arah
bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia seperti pada imunisasi
cacar (Maryunani, 2010, 209-210).

2.3.3. Dasar-Dasar Imunisasi


Tubuh manusia sebenarnya telah mempunyai sistem kekebalan sebagai
mekanisme pertahanan dalam mencegah masuk dan menyebarnya agen infeksi.
Mekanisme pertahanan ini terdiri dari dua kelompok fungsional, yaitu pertahanan
non spesifik dan spesifik yang saling bekerja sama. Pertahanan non spesifik

7
diantaranya adalah kulit dan membran mukosa, sel-sel fagosit, komplemen,
lisozim, interferon, dan berbagai faktor humoral lain. Pertahanan non spesifik
berperan sebagai garis pertahanan pertama. Semua pertahanan ini merupakan
bawaan (innate) artinya pertahanan tersebut secara alamiah ada dan tidak adanya
dipengaruhi secara instriksik oleh kontak dengan agen infeksi sebelumnya.
Mekanisme pertahanan spesifik meliputi sistem produksi antibodi oleh sel B dan
sistem imunitas seluler oleh sel T. Sistem pertahanan ini bersifat adaptif dan
didapat, yaitu menghasilkan reaksi spesifik pada setiap agen infeksi yang dikenali
karena telah terjadi pemaparan terhadap mikroba atau determinan antigenik
tersebut sebelumnya. Sistem pertahanan ini sangat efektif dalam memberantas
infeksi serta mengingat agen infeksi tertentu sehingga dapat mencegah terjadinya
penyakit di kemudian hari. Hal inilah yang menjadi dasar imunisasi (Wahab, 2002).
Bila ada antigen masuk tubuh, maka tubuh akan berusaha menolaknya dengan
membuat zat anti. Reaksi tubuh pertama kali terhadap antigen, berlangsung lambat
dan lemah, sehingga tidak cukup banyak antibodi terbentuk. Pada reaksi atau
respon kedua, ketiga dan selanjutnya tubuh sudah mengenal antigen jenis tersebut.
Tubuh sudah pandai membuat zat anti, sehingga dalam waktu singkat akan
dibentuk zat anti yang lebih banyak. Setelah beberapa lama, jumlah zat anti dalam
tubuh akan berkurang. Untuk mempertahankan agar tubuh tetap kebal, perlu
diberikan antigen/ suntikan/ imunisasi ulang sebagai rangsangan tubuh untuk
membuat zat anti kembali
(Markum, 1997)
Pada dasarnya vaksin dibuat dari:
1. Kuman yang telah dilemahkan/ dimatikan
Contoh yang dimatikan : Vaksin polio salk, vaksin batuk rejan
Contoh yang dilemahkan : vaksin BCG, vaksin polio sabin, vaksin
campak

8
2. Zat racun (toksin) yang telah dilemahkan (toksoid)
Contoh : toksoid tetanus, toksoid diphteri
3. Bagian kuman tertentu/ komponen kuman yang biasanya berupa protein
khusus
Contoh : vaksin hepatitis B

2.3.4. Vaksin dan Imunisasi Wajib


Vaksin dapat dikemas dalam bentuk tunggal maupun kombinasi. Contoh
kemasan vaksin tunggal : BCG, Polio, Hepatitis B, Hib, campak. Contoh kemasan
vaksin kombinasi : DPT (Diptheri, Pertusis, Tetanus), MMR (campak, gondong,
campak jerman), tetravaccine (kombinasi DPT dan polio suntik) Beberapa vaksin
yang dikemas tunggal dapat diberikan bersama-sama, aman dan proteksinya
memuaskan, misalnya:
1) Vaksin BCG bersama cacar
2) Vaksin BCG bersama polio
3) Vaksin BCG bersama Hepatitis B
4) Vaksin DPT bersama BCG
5) Vaksin DPT bersama polio
6) Vaksin DPT bersama hepatitis B
7) Vaksin DPT bersama polio dan campak
8) Vaksin DPT bersama MMR
9) Vaksin campak bersama polio
2.3.4.1 Vaksin BCG
Vaksin BCG mengandung kuman BCG yang masih hidup namun telah
dilemahkan.
Penyimpanan :lemari es, suhu 2-8º C
Dosis :0.05 ml
Kemasan :ampul dengan bahan pelarut 4 ml (NaCl Faali)
Masa kadaluarsa :satu tahun setelah tanggal pengeluaran (dapat dilihat pada
label)

9
Reaksi imunisasi :biasanya tidak demam
Efek samping :jarang dijumpai, bisa terjadi pembeng-kakan kelenjar getah
bening setempat yang terbatas dan biasanya menyem-buh sendiri walaupun
lambat
Indikasi kontra :tidak ada larangan, kecuali pada anak yang berpenyakit TBC
atau uji mantoux positif dan adanya penyakit kulit berat/menahun.

Gambar 2.1. Vaksin BCG

2.3.4.2 Vaksin DPT (Diphteri, Pertusis, Tetanus)


Di Indonesia ada 3 jenis kemasan : kemasan tunggal khusus tetanus,
kombinasi DT (diphteri tetanus) dan kombinasi DPT. Vaksin diphteri terbuat
dari toksin kuman diphteri yang telah dilemahkan (toksoid), biasanya diolah
dan dikemas bersama-sama dengan vaksin tetanus dalam bentuk vaksin DT,
atau dengan vaksin tetanus dan pertusis dalam bentuk vaksin DPT. Vaksin
tetanus yang digunakan untuk imunisasi aktif ialah toksoid tetanus, yaitu toksin
kuman tetanus yang telah dilemahkan dan kemudian dimurnikan. Ada tiga
kemasan vaksin tetanus yaitu tunggal, kombinasi dengan diphteri dan
kombinasi dengan diphteri dan pertusis. Vaksin pertusis terbuat dari kuman
Bordetella pertusis yang telah dimatikan. 11
Penyimpanan : lemari es, suhu 2-8º C
Dosis : 0.5 ml, tiga kali suntikan, interval minimal 4 mg
Kemasan : Vial 5 ml

10
Masa kadaluarsa : Dua tahun setelah tanggal pengeluaran (dapat dilihat pada
label)
Reaksi imunisasi :demam ringan, pembengkakan dan nyeri di tempat suntikan
selama 1-2 hari
Efek samping :Gejala-gejala yang bersifat sementara seperti lemas, demam,
kemerahan pada tempat suntikan. Kadang-kadang terdapat efek samping yang
lebih berat, seperti demam tinggi atau kejang, yang biasanya disebabkan unsur
pertusisnya.
Indikasi kontra :Anak yang sakit parah, anak yang menderita penyakit kejang
demam kompleks, anak yang diduga menderita batuk rejan, anak yang
menderita penyakit gangguan kekebalan. Batuk, pilek, demam atau diare yang
ringan bukan merupakan kotra indikasi yang mutlak, disesuaikan dengan
pertimbangan dokter.
2.3.4.3 Vaksin Poliomielitis
Terdapat 2 jenis vaksin dalam peredaran, yang masing-masing
mengandung virus polio tipe I, II dan III; yaitu (1) vaksin yang mengandung
virus polio yang sudah dimatikan (salk), biasa diberikan dengan cara injeksi,
(2) vaksin yang mengandung virus polio yang hidup tapi dilemahkan (sabin),
cara pemberian per oral dalam bentuk pil atau cairan (OPV) lebih banyak
dipakai di Indonesia.
Penyimpanan : OPV : Freezer, suhu -20º C
Dosis : 2 tetes mulut
Kemasan : vial, disertai pipet tetes
Masa kadaluarsa : OPV : dua tahun pada suhu -20°C
Reaksi imunisasi : biasanya tidak ada, mungkin pada bayi ada berak-berak
ringan
Efek samping : hampir tidak ada, bila ada berupa kelumpuhan anggota gerak
seperti polio sebenarnya.
Kontra Indikasi : diare berat, sakit parah, gangguan kekebalan

11
Gambar 2.2. Vaksin Polio
2.3.4.4 Vaksin Campak
Mengandung vaksin campak hidup yang telah dilemahkan. Kemasan
untuk program imunisasi dasar berbentuk kemasan kering tunggal. Namun ada
vaksin dengan kemasan kering kombinasi dengan vaksin gondong/ mumps dan
rubella (campak jerman) disebut MMR.
Penyimpanan :Freezer, suhu -20º C
Dosis :setelah dilarutkan, diberikan 0.5 ml
Kemasan :vial berisi 10 dosis vaksin yang dibekukeringkan, beserta pelarut 5
ml
(aquadest)
Masa kadaluarsa :2 tahun setelah tanggal pengeluaran (dapat dilihat pada label)
Reaksi imunisasi :biasanya tidak terdapat reaksi. Mungkin terjadi demam
ringan dan sedikit bercak merah pada pipi di bawah telinga pada hari ke 7-8
setelah penyuntikan, atau pembengkakan pada tempat penyuntikan.
Efek samping :sangat jarang, mungkin dapat terjadi kejang ringan dan tidak
berbahaya pada hari ke 10-12 setelah penyuntikan. Dapat terjadi radang otak
30 hari setelah penyuntikan tapi angka kejadiannya sangat rendah.
Kontra Indikasi :sakit parah, penderita TBC tanpa pengobatan, kurang gizi
dalam
derajat berat, gangguan kekebalan, penyakit keganasan. Dihindari pula
pemberian pada ibu hamil. Pemberian booster (pengulangan) dibeikan pada
balita usia 24 bulan (2 tahun).

12
2.3.4.5 Vaksin Hepatitis B

Vaksinasi Hb0 dimaksudkan untuk mendapatkan kekebalan aktif


terhadap penyakit Hepatitis B. vaksin tersebut bagian dari virus hepatitis B
yang dinamakan HBs Ag ini diperoleh dari serum manusia atau dengan
rekayasa genetika dengan bantuan sel ragi.

Imunisasi aktif dilakukan dengan cara pemberian suntik dasar sebanyak


tiga kali dengan jarak waktu satu bulan antara suntikan satu dan dua, lima bulan
antara suntukan dua dan tiga. Imunisasi ulang diberikan selama lima tahun
pasca imunisasi dasar. Khusus bayi yang lahir dari seorang ibu yang mengidap
virus hepatitis B harus diberikan imunisasi pasif dengan immunoglobulin anti
hepatitis B dalam waktu sebelum berusia 24 jam, berikutnya bayi tersebut harus
pula mendapat imunisasi aktif 24 jam setelah lahir, dengan penyuntikan vaksin
hepatitis B dengan pemberian yang sama seperti biasa.

2.3.5 Vaksin Pentavalen atau Imunisasi Lanjutan


Berdasarkan peraturan menteri kesehatan republik Indonesia nomor 49
tahun 2013 tentang penyelenggaraan imunisasi. Imunisasi lanjutan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) merupakan imunisasi ulangan untuk
mempertahankan tingkat kekebalan atau untuk memperpanjang masa
perlindungan. Imunisasi lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
pada:
a. anak usia bawah tiga tahun (Batita);
b. anak usia sekolah dasar; dan
c. wanita usia subur.
Jenis imunisasi lanjutan yang diberikan pada anak usia bawah tiga tahun
(Batita) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terdiri atas Diphtheria
Pertusis Tetanus-Hepatitis B (DPT-HB) atau Diphtheria Pertusis Tetanus-
Hepatitis B-Hemophilus Influenza type B (DPT-HB-Hib) dan Campak. Imunisasi
lanjutan pada anak usia sekolah dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b

13
diberikan pada Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS). Jenis imunisasi lanjutan
yang diberikan pada anak usia sekolah dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
terdiri atas Diphtheria Tetanus (DT), Campak, dan Tetanus diphteria (Td). Jenis
imunisasi lanjutan yang diberikan pada wanita usia subur sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf c berupa Tetanus Toxoid (TT).
Anak-anak Indonesia akan lebih terlindungi dari ancaman penyakit-penyakit
yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I), dengan ditambahkannya vaksin
Haemophilus influenzae type b (Hib) yang diberikan bersamaan dengan vaksin
DPT dan Hepatitis B. Vaksin pengembangan vaksin tetravalen (DPT-HB)
kombinasi buatan Indonesia ini disebut
Pentavalen, karena merupakan gabungan dari 5 antigen, yaitu DPT (Difteri,
Pertusis dan Tetanus), Hepatitis B, serta HiB. Kini, kelima antigen tersebut
diberikan dalam satu suntikan
sehingga menjadi lebih efisien, tidak menambah jumlah suntikan pada anak
sehingga memberikan kenyamanan bagi bayi yang mendapat imunisasi beserta
ibunya. Pemberian vaksin ini yaitu pada umur bayi 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan untuk
imunisasi dasar. Untuk imunisasi lanjutan vaksin pentavalen diberikan pada umur
anak paling cepat 18 bulan sampai 3 tahun. Jadi total vaksin pentavalen diberikan
sebanyak 4 kali dimana pemberian 1-3 di vastus lateralis (sisi luar paha) kiri-kanan-
kiri secara IM. Pemberian ke-4 diberikan di deltoid (lengan kanan atas) secara IM
Vaksin pentavalen (DPT-HB-Hib) bersama vaksin campak, polio dan BCG,
maka program imunisasi yang semula diarahkan pada pencegahan 7 penyakit
menular (Difteri,
Pertusis, Tetanus, Hepatitis B, Tuberculosis pada bayi, Polio dan Campak)
bertambah menjadi 8 penyakit menular melalui penambahan antigen Haemophilus
influenzae type b untuk mencegah Pneumonia dan Meningitis pada anak. Vaksin
Haemophilus influenza tipe B (Hib) berisi suatu antigen yang dapat mencegah
penyakit radang otak dan radang paru.
Kedua penyakit ini merupakan penyebab 17,2% kematian pada bayi. Vaksin Hib
akan diintegrasikan pada vaksin DPT-HB yang telah lebih dulu dikenal masyarakat.

14
Vaksin hepatitis B (HB) bermanfaat untuk mencegah vaksin hepatitis B (HB)
bermanfaat untuk mencegah terjadinya kerusakan hati (kanker hati). Sementara
vaksin DPT terdiri dari 3 antigen yang dapat melindungi bayi/balita dari penyakit
difteri, pertussis (batuk rejan) dan tetanus. Sementara vaksin DPT terdiri dari 3
antigen yang dapat melindungi bayi/balita dari penyakit difteri, pertussis (batuk
rejan) dan tetanus.
Penyimpanan vaksin pentavalen yaitu di lemari es bersuhu 2-8 derajat C dan
proses transportasi menggunakan cooling pack (cooling pack berisi air dingin,
bukan berisi es). Vaksin tahan disimpan sampai tanggal kadarluasanya atau
sepanjang indicator suhu pada vial (tanda kotak dikelilingi bulatan) warnanya
masih aman (warna kotak tidak sama atau lebih tua dari warna bulatan). Jika sudah
dibuka sebaiknya digunakan dalam waktu 2 minggu.
Kontraindikasi vaksin:
1. Hipersensitif terhadap komponen vaksin, atau reaksi berat terhadap dosis
vaksin kombinasi sebelumnya atau bentuk-bentuk reaksi sejenis lainnya,
merupakan kontraindikasi absolute terhadap dosis berikutnya.
2. Kejang atau gejala kelainan otak pada bayi baru lahir atau kelainan saraf
serius lainnya merupakan kontraindikasi terhadap komponen pertusis. Dalam
hal ini tidak boleh diberikan bersama vaksin kombinasi, tetapi vaksin DT harus
diberikan sebagai pengganti DPT, vaksin hepatitis B dan Hib diberikan secara
terpisah.

Dalam program imunisasi dasar lengkap (IDL) bayi yang baru lahir
hingga berusia 7 hari langsung mendapatkan imunisasi Hepatitis B. Lalu, saat
berusia 1 bulan, bayi memerlukan imunisasi polio dan BCG. Vaksin polio
mencegah lumpuh layu sementara vaksin BCG mencegah tuberkulosis.
Kemudian berturut turut pada usia 2, 3, dan 4 bulan, bayi mendapatkan lagi
vaksin polio bersamaan dengan pemberian vaksin Pentavalen. Ketika bayi
memasuki usia 9 bulan, imunisasi campak perlu diberikan. Jadi, antara usia 0
hari hingga genap 1 tahun, bayi setidaknya dibawa sebanyak 5 kali ke fasilitas

15
kesehatan untuk melengkapi imunisasinya. Sedangkan Imunisasi Lanjutan di
berikan pada Anak Batita (bawah tiga tahun). Imunisasi lanjutan ini diberikan
pada semua anak usia 1,5 dan 2 tahun, dap campak, difteri, pertusis, tetanus,
hepatitis B dan Hib.
2.3.5.1 DPT
Kandungan DPT berupa toxoid difteri dan toxoid tetanus yang
dimurnikan dan pertusis yang inaktifasi serta vaksin Hepatitis B yang
merupakan sub unit vaksin virus yang mengandung HbsAg murni dan bersifat
non infectious.
Vaksin DPT (difteri pertussis tetanus) adalah vaksin yang terdiri dari toxoid
difteri dan tetanus yang dimurnikan serta bakteri pertussis (Depkes RI,
2005:10). Indikasi untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit difteri,
pertussis dan tetanus (Depkes RI, 2005:10).

Cara pemberian dan dosis:

a. Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspense


menjadi homogeny.
b. Disuntikkan secara intramuscular dengan dosis pemberian 0,5 ml sebanyak
3 dosis.
c. Dosis pertama diberikan pada umur 2 bulan, dosis selanjutnya diberikan
dengan interval paling cepat 4 minggu ( 1 bulan).
d. Di unit pelayana statis, vaksin DPT yang telah dibuka hanya boleh
digunakan selama 4 minggu dengan ketentuan:
- Vaksin belum kadarluarsa.
- Vaksin disimpan dalam suhu 20 C -80 C.
- Tidak pernah terendam air.
- Sterilitasnya terjaga.
- VVM masih dalam kondisi A dan B.

16
Sedangkan di posyandu vaksin yang sudah terbuka tidak boleh
digunakan lagi untuk hari berikutnya (Depkes RI, 2005:10). Efek samping
pemberian imunisasi ini dapat berupa gejala-gejala yang bersifat sementara
seperti lemas, demam, kemerahan pada tempat suntikan. Kadang-kadang gejala
berat seperti demam tinggi, irritabilitas dan meracau yang biasanya terjadi 24
jam setelah imunisasi (Depkes RI, 2005:5). Kontraindikasi pemberian
imunisasi ini apabila terdapat gejala-gejala keabnormalan otak pada periode
bayi baru lahir atau gejala gejala serius pada keabnormalan pada saraf
merupakan kontraindikasi pertussis. Anak yang mengalami gejala-gejala-gejala
parah pada dosis pertama, komponen pertussis harus dihindarkan pada dosis
kedua dan untuk meneruskan imunisasi dapat diberikan DT (Depkes RI,
2005:14).

Dosis :0.5 ml sebanyak 3 kali


Kemasan :Vial 5 ml
Efek samping :gejala yang bersifat sementara seoerti lemas, demam,
pembengkakan dan kemerahan daerah suntikan. Kadang terjadi gejala berat
seperti demam tinggi, iritabilitas, meracau yang terjadi 24 jam setelah
imunisasi. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang dalam 2 hari.
Kontra indikasi:gejala keabnormalan otak pada bayi baru lahir atau gejala
serius keabnormalan pada saraf yang merupakan kontraindikasi pertusis,
hipersensitif terhadap komponen vaksin, penderia infeksi berat yang disertai
kejang
Imunisasi DPT bertujuan untuk mencegah 3 penyakit sekaligus yaitu difteri,
pertussis dan tetanus:

A. Difteri

Merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium


diphtheria. Difteri bersifat ganas, mudah menular dan menyerang terutama
saluran nafas bagian atas. Penularannya bisa berupa kontak langsung dengan

17
penderita melalui bersin, batuk atau kontak tidak langsung karena adanya
makanyan yang terkontaminasi bakteri difteri.

Penderita akan mengalami beberapa gejala seperti demam lebih kurang 380
C, mual muntah sakit waktu menelan dan terdapat pseudomembran putih
keabu-abuan faring, laring atau tonsil, tidak mudah lepas dan batuk berdarah,
leher membengkak seperti leher sapi disebabkan karena pembengkakan
kelanjar leher dan sesak nafas disertai bunyi (stridor). Pada pemeriksaan apusan
tenggorokan atau hidung terdapat kuman difteri. Pada proses infeksi
selanjutnya, bakteri difteri akan menyebar racun kedalam tubuh, sehingga
penderita dapat mengalami tekanan darah rendah, hingga efek jangka
panjangnya akan terjadi kardiomiopati dan miopati perifer. Cutaneous dari
bakteri difteri menimbulkan infeksi sekunder pada kulit penderita (Proverawati
2010:42).

Difteri disebabkan oleh bakteri yang ditemukan di mulut, tenggorokan


dan hidung. Difteri menyebabkan selaput tumbuh di sekitar bagian dalam
tenggorokan. Selaput tersebut dapat menyebabkan kerusakan menelan,
bernafas dan bahkan bisa mengakibatkan mati lemas. Bakteri menghasilkan
racun yang dapat menyebar ke seluruh tubuh dan menyebabkan berbagai
komplikasi berat seperti kelumpuhan dan gagal jantung. Sekitar 10 % penderita
difteri akan meninggal akibat penyakit ini proverawati, 2010:43).

B. Pertussis

Merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh kuman Bordetella


Pertusis. Kuman ini mengeluarkan toksin yang menyebabkan ambang rangsang
menjadi rendah sehingga bila terjadi sedikit saja rangsangan akan terjadi batuk
yang hebat dan lama. Serangan batuk lebih sering pada malam hari, batuk
terjadi beruntun dan pada akhir batuk menarik nafas panjang terdengar suara
“hup” (whoop) yang khas, biasanya disertai muntah. Batuk bisa mencapai 1-3
bula, oleh karna itu pertussis disebut juga dengan batuk seratus hari. Penularan

18
penyakit ini dapat melalui droplet penderita.pada stadium pemula yang disebut
stadium kataralis yang berlangsung 1-2 minggu, gejala belum jelas. Penderita
menunjukkan gejala demam, batuk, pilek yang makin lama makin keras
(proverawati 2010:44-45).

Pada stadium selanjutnya disebut stadium paroksimal, baru timbul gejala


khas berupa batuk lama atau hebat, didahului dengan menarik nafas panjang
disertai bunyi “whoops”. Stadium paroksimal ini berlangsung 4-8 minggu.
Akibat batuk yang berat dapat terjadi perdarahan selaput lender mata atau
pembengkakan di sekitar mata. Pada pemeriksaan laboratorium apusan lender
tenggorokan dapat ditemukan kuman pertussis (proverawati 2010:45).

C. Tetanus

Tetanus merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi kuman


clostridium tetani. Kuman ini bersifat anaerob, sehingga dapat hidup di
lingkungan yang tidak terdapat zat asam(oksigen). Tetanus dapat menyerang
bayi, anak-anak bahkan orang dewasa. Pada bayi penularan disebabkan karena
pemotongan tali pusat tanpa alat yang steril atau dengan cara tradisional dimana
alat pemotong dibubuhi ramuan tradisional yang terkontaminasi spora kuman
tetanus. Kuman ini paling banyak terdapat pada usus kuda berbentuk spora
yang tersebar luas di tanah.

Penderita akan mengalami kejang-kejang baik pada tubuh maupun otot


mulut sehingga mulut tidak bisa dibuka, pada bayi air susu ibu tidak bisa masuk,
selanjutnya penderita mengalami kesulitan menelan dan kekakuan pada leher
dan tubuh. Kejang terjadi karena spora kuman Clostridium tetani berada pada
lingkungan anaerob, kuman akan aktif dan mengeluarkan toksin yang akan
menghancurkan sel darah merah, toksin yang akan terikat pada saraf
menyebabkan penurunan ambang rengsang sehingga terjadi kejang otot dan
kejang-kejang. Biasanya terjadi pada hari ke 3 atau ke 4 dan berlangsung
selama 7-10 hari. Tetanus dengan gejala riwayat luka, demam, kejang,

19
rangsang, risus sardonicus (muka setan), kadang-kadang disertai perut papan
dan opistotonus(badan melengkung) pada umur diatas 1 bulan(proverawati
2010:47).

2.3.5.2 Vaksin HB
Imunisasi aktif dilakukan dengan suntikan 3 kali dengan jarak waktu
satu bulan antara suntikan 1 dan 2, lima bulan antara suntikan 2 dan 3. Namun
cara pemberian imunisasi tersebut dapat berbeda tergantung pabrik pembuat
vaksin. Vaksin hepatitis B dapat diberikan pada ibu hamil dengan aman dan
tidak membahayakan janin, bahkan akan membekali janin dengan kekebalan
sampai berumur beberapa bulan setelah lahir.
Reaksi imunisasi :nyeri pada tempat suntikan, yang mungkin disertai rasa panas
atau pembengkakan. Akan menghilang dalam 2 hari.
Dosis :0.5 ml sebanyak 3 kali pemberian
Kemasan :HB PID
Efek samping :selama 10 tahun belum dilaporkan ada efek samping yang berarti
Indikasi kontra :anak yang sakit berat.
Vaksinasi Hb dimaksudkan untuk mendapatkan kekebalan aktif
terhadap penyakit Hepatitis B. Vaksin tersebut bagian dari virus hepatitis B
yang dinamakan HbsAg ini dapat diperoleh dari serum manusia atau dengan
rekayasa genetic dengan bantuan sel ragi.

Imunisasi aktif dilakukan dengan cara pemberian suntikan dasar


sebanyak tiga kali dengan jarak waktu satu bulan antara suntikan satu dan dua,
lima bulan antara suntikan dua dan tiga. Imunisasi ulangan diberikan setelah
lima tahun pasca imunisasi dasar. Khusus bayi yang lahir dari seorang ibu
pengidap virus hepatitis B harus diberikan imunisasi pasif dengan
immunoglobulin anti hepatitis B dalam waktu sebelum berusia 24
jam,berikutnya bayi tersebut harus pula mendapat imunisasi aktif 24 jam

20
setelah lahir, dengan penyuntikan vaksin hepatitis B dengan pemberian yang
sama seperti biasa.

Daya proteksi vaksin hepatitis B cukup tinggi yaitu berkisar antara 94-
96%. Umumnya tidak didapatkan reaksi walaupun sangat jarang tetapi pada
beberapa keadaan dapat terjadi reaksi. Biasanya berupa nyeri di tempat
suntikan, yang kemudian disertai dengan demam ringan atau pembengkakan,
reaksi ini akan menghilang dalam waktu dua hari.

Tidak dilaporkan adanya efek samping yang berarti. Imunisasi ini tidak
dapat diberikan pada anak yang menderita sakit berat. Vaksinasi hepatitis B
dapat diberikan pada ibu hamil dengan aman dan tidak akan membahayakan
janin, bahkan akan memberikan perlindungan kepada janin selama dalam
kandungan ibu walupun kepada bayi selama beberapa bulan setelah lahir.

2.3.5.3 Vaksin HiB


Pemberian vaksin Hib bertujuan mencegah infeksi bakteri Haemophilus
influenza tipe B (Hib) yang sering menyerang anak-anak berusia 3 bulan hingga
3 tahun, dan puncaknya pada anak usia 6-7 tahun. Infeksi Hib dapat
menyebabkan berbagai penyakit yang cukup serius pada selaput otak
(meningitis), radang paru-paru (pneumonia), sulit bernapas akibat epiglotitis
(infeksi dan pembengkakan 21piglottis atau katup tulang rawan di dalam
tenggorokan yang menutup saat kita menelan, agar makanan tidak masuk dalam
tenggorokan). Vaksin Hib dianjurkan diberikan pada si Kecil saat berusia 2
bulan, 4 bulan, 6 bulan dan 12-15 bulan. Anak berusia 5 tahun yang tidak
pernah mendapatkan vaksin Hib lengkap saat bayi, juga perlu mendapatkan
vaksin Hib.
Reaksi Imunisasi :
Dosis : 0.5 ml sebanyak 3 kali pemberian
Kemasan : Vial

21
Efek samping : Setelah pemberian vaksin Hib, kadang-kadang didapatkan
beberapa efek samping yang ringan yaitu demam, dan bila sudah dapat
berbicara
si Kecil akan mengeluh nyeri, kadang-kadang akan tampak kemerahan
dan bengkak pada bekas suntikan. Reaksi ini terjadi sekitar 1-2 hari.

Gambar 2.3. Vaksin Pentavalen

Vaksin Hib berfungsi untuk mengobati Haemophilus Influenza tipe B


(Hib). Bakteri ini adalah bakteri berbahaya penyebab meningitis dan
pneumonia pada bayi dan anak dibawah 5 tahun.

Banyak anak-anak dan dewasa sehat membawa bakteri Hib


ditenggorokan mereka tanpa disadarinya sehingga menularkan kepada orang
lain atau anak-anak. Bakteri Hib masuk ke dalam aliran darah, paru-paru,
selaput otak, dan menyebabkan masalah yang serius. Penyakit Hib dapat
menyebabkan :

a) Radang selaput otak atau meningitis


b) Radang paru atau pneumonia
c) Bengkak yang hebat pada tenggorokan yang menyebabkan sulit bernafas
d) Infeksi darah, sendi, tulang, dan selaput jantung
e) Kematian

22
Vaksin Hib diberikan 3 atau 4 dosis tergantung dari umur anak. Vaksin
Hib dapat mencegah penyakit Hib.Sejak vaksin Hib mulai digunakan, jumlah
kasus penyakit Hib lebih dari 99%. Vaksinasi Hib direkomendasikan 2,4,6
bulan dan diulang umur 12-15 bulan. Vaksin Hib aman dapat digunakan
sebagai bagian dari vaksin kombinasi yang dikombinasikan menjadi satu
suntikan. Anak yang berusia lebih dari 5 tahun tidak membutuhkan vaksin
Hib,kecuali bila anak atau orang dewasa menjalani operasi pengangkatan limfa
atau setelah transplantasi sumsum tulang.
Vaksin Hib tidak boleh diberikan pada bayi yang kurang 6 minggu.
Beritahukan kepada dokter jika anak pernah mengalami reaksi alergi berat
setelah pemberian satu dosis vaksin Hib, atau menderita alergi berat salah satu
komponen vaksin. Apabila anak merasa tidak enak badan lebih baik disarankan
untuk dilakukan penundaan vaksinasi hingga anak merasa lebih baik.
Efek samping pasien Hib ringan dan dapat hilang dengan sendirinya.
Kebanyakan orang yang mendapatkan vaksin Hib tidak mengalami efek
samping sama sekalli. Efek samping serius sangat jarang. Efek samping yang
dapat terjadi setelah pemberian vaksin Hib berupa :
a) Kemerahan, rasa panas, atau bengkak pada lokasi suntikan
b) Demam
Efek samping yang ringan ini dapat terjadi segera setelah disuntikkan
dan berlangsung selama 2-3 hari . Perhatikan tanda tanda yang
mengkhawatirkan,seperti tanda tanda reaksi alergi berat atau demam yang
sangat tinggi. Tanda-tanda reaksi yang lebih berat dapat meliputi gatal-gatal,
bengkak pada wajah, dan tenggorokan, sulit bernafas, denyut jantung yang
cepat, pusing dan rasa lemas. Gejala ini dapat timbul beberapa menit sampai
beberapa jam sampai setelah vaksinasi. Bila menurut anda terjadi reaksi alergi
berat atau kegawatdaruratan lain, bawa anak kerumah sakit terdekat.

23
2.3.5.4 Vaksin campak
Penyakit campak (Rubella, campak 9 hari, measles) adalah suatu infeksi
virus yang sangat menular, yang ditandai dengan demam, batuk, konjunctivitis(
Peradangan selaput ikat mata/ konjunctiva ) dan ruam kulit. Penyakit ini
disebabkan karena infeksi virus campak golongan paramyxovirus.
Sebelum vaksinasi campak digunakan secara meluas, wabah campak
terjadi setiap 2-3 tahun, terutama pada anak-anak usia pra-sekolah dan anak-
anak SD. Jika seseorang pernah menderita campak, maka seumur hidup nya dia
akan kebal terhadap penyakit ini. Tidak ada pengobatan khusus untuk campak.
Anak sebaiknya menjalani tirah baring Untuk menurunkan demam, diberikan
asetaminofen atau ibuprofen. Jika terjadi infeksi bakteri, diberikan
antibiotic.Vaksin campak merupakan imunisasi rutin pada anak-anak. Vaksin
biasannya diberikan dalam bentuk kombinasi dengan gondongan dan campak
jerman (vaksin MMR/ mump, measles, rubella), disuntikkan pada otot lengan
atas. Jika hanya mengandung campak, vaksin diberikan pada umur 9 bulan.
Dalam bentuk MMR, dosis pertama diberikan usia 12-15 bulan dosis
kedua diberikan pada usia 4-6 tahun, selain itu penderita juga harus disarankan
untuk istirahat minimal 10 hari dan makan makanan yang bergizi agar
kekebalan tubuh meningkat.
Sebenarnya,bayi sudah mendapat kekebalan campak dari ibunya.
Namun seiring bertambahnya usia, antibody dari ibunya semakin menurun
sehingga butuh antibody tambahan lewat pemberian vaksin campak. Apalagi
penyakit campak mudah menular, dan mereka yang daya tahan tubuhnya yang
lemah gampang sekali terserang penyakit yang disebabkan virus morbili ini.
Untungnya campak hanya diderita sekali dalam seumur hidup. Jadi, sekali
terkena campak, setelah itu biasanya tak akan terkena lagi. Imunisasi campak
efektif untuk member kekebalan terhadap penyakit campak sampai seumur
hidup.

24
Penyakit campak yang disebabkan oleh virus yang ganas ini dapat
dicegah jika seseorang mendapat imunisasi campak , minimal 2 kali yakni
semasa usia 6-59 bulan dan masa SD 6-12 tahun. Upaya imunisasi campak
tambahan yang dilakukan bersama dengan imunisasi rutin terbukti dapat
menurunkan kematian karena penyakit campak sampai 48 %. Tanpa imunisasi,
penyakit ini dapat menyeran setiap anak, dan mampu menyebabkan cacat, dan
kematian karena komplikasinya seperti radang paru(pneumonia), diare, radang
telinga(otitis media), dan radang otak (ensefalitis) terutama pada anak dengan
gizi buruk.
Penularan campak terjadi lewat udara atau butiran halus air
liur(droplet), penderita yang terhirup melalui hidung atau mulut. Pada masa
inkubasi yang berlangsung sekitar 10-12 hari, gejalanya sulit dideteksi. Setelah
itu barulah muncul gejala flu, batuk , pilek , demam, mata kemerah-merahan,
dan berair, sikecil pun merasa silau saat melihat cahaya. Kemudian, disebelah
dalam mulut muncul bintik bintik putih yang akan bertahan 3-4 hari. Beberapa
anak juga mengalami diare. Satu dua hari kemudian timbul demam tinggi yang
turun naik, berkisar 38-40,5 derjat celcius. Seiring dengan ini, Barulah keluar
bercak bercak merah yang merupakan cirri khas penyakit ini. Ukurannya tidak
terlalu besar, tapi juga tak terlalu kecil. Awalnya hanya muncul dibeberapa
bagian tubuh saja seperti kuping, leher, dada, muka, tangan, dan kaki. Dalam
waktu 1 minggu, bercak merah ini akan memenuhi seluruh tubuh.Namun bila
daya tahan tubuhnya baik, bercak-bercak merah ini hanya dibeberapa bagian
tubuh saja dan tidak banyak.
Jika bercak merah sudah keluar,umumnya demam akan turun dengan
sendirinya . Bercak merah pun akan berubah jadi kehitaman dan bersisik,
disebut hiperpigmentasi. Pada akhirnya bercak akan mengelupas atau ronntok
atau sembuh dengan sendirinya . Umumnya, dibutuhkan waktu 2 minggu
sampai anak sembuh benar dari sisa-sisa campak. Dalam kondisi ini tetaplah
meminum obat yang sudah diberikan dokter. Jaga stamina dan komsumsi
makanan bergizi. Pengobatannya bersifat simptomatis, yaitu mengobati

25
berdasarkan gejala yang muncul.Hingga saat ini belum ditemukan obat yang
efektif untuk mengatasi virus campak. Jika tidak ditangani dengan baik,
campak bisa sangat berbahaya, bisa terjadi komplikasi, terutama pada campak
yang berat. Ciri-ciri campak berat, selain bercaknya disekujur tubuh, gejalanya
tidak membaik setelah diobati 1-2 hari. Komplikasi yang terjadi biasanya
berupa radang paru-paru (bronchopneumonia) dan radang otak( ensefalitis)
komplikasi inilah yang umumnya paling sering menimbulkan kematian pada
anak.
Vaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan. Setiap
dosis (0,5 ml) mengandung tidak kurang dari 1000 invective unit virus strain
CAM 70, dan tidak lebih dari 100 mcg kanamycin dan 30 mcg residu
erytrhomycin. Vaksin ini berbentuk vaksin beku kering yang harus dilarutkan
hanya dengan pelarut steril yang tersedia secara terpisah untuk tujuan tersebut.
Vaksin ini telah memenuhi persyaratan WHO untuk vaksin campak.

Indikasi: Untuk imunisasi aktif terhadap penyakit campak

Komposisi: Tiap dosis vaksin yang sudah dilarutkan mengandung: virus


campak >= 1.000 CCID50, kanamycin sulfat <= 100 mcg, erithromycin <= 30
mcg

Dosis dan Cara Pemberian: Imunisasi campak terdiri dari dosis 0,5 ml yang
disuntikkan secara subkutan, lebih baik pada lengan atas. Pada setiap
penyuntikan harus menggunakan jarum dan syringe yang steril. Vaksin yang
telah dilarutkan hanya jika vaksin selama waktu tersebut disimpan pada suhu
2-8 derajat celcius serta terlindungi dari sinar matahari. Pelarut harus disimpan
pada suhu sejuk sebelum digunakan.

Satu dosis vaksin campak cukup untuk membentuk kekebalan terhadap


infeksi. Di negara-negara dengan angka kejadian dan kematian karena penyakit
campak tinggi pada tahun pertama setelah kelahiran, maka dianjurkan
imunisasi terhadap campak dilakukan sedini mungkin setelah usia 9 bulan (270

26
hari). Di negara-negara yang kasus campaknya sedikit, maka imunisasi boleh
dilakukan lebih dari usia tersebut.

Vaksin campak tetap aman dan efektif jika diberikan bersamaan dengan vaksin-
vaksin DT, Td, BCG, Polio, (OPV dan IPV), Hepatitis B, dan Yellow Fever.

Usia dan Jumlah Pemberian: Sebanyak 2 kali, 1 kali di usia 9 bulan, 1 kali di
usia 4 tahun. Dianjurkan pemberian imunisasi campak ke 1 sesuai jadwal.
Selain karena antibodi dari ibu sudah menurun di usia 9 bulan, penyakit campak
umumnya menyerang anak usia balita. Jika sampai usia 12 bulan belum
mendapatkan imunisasi campak, maka pada usia 12 bulan harus diimunisasi
MMR (Measles Mumps Rubella). Vaksin tersedia dalam kemasan 10 dosis
+5ml pelarut dalam ampul.

Efek Samping: Umumnya tidak ada. Pada beberapa anak, bisa menyebabkan
demam dan diare, namun kasusnya sangat kecil. Biasanya demam berlangsung
seminggu. Kadang juga terhadap efek kemerahan mirip campak selama 3 hari.

Kontraindikasi: Terdapat beberapa kontraindikasi yang berkaitan dengan


pemberian vaksin campak. Walaupun berlawanan, penting untuk
mengimunisasi anak yang mengalami malnutrisi. Demam ringan, infeksi ringan
pada saluran pernapasan atau diare, dan beberapa penyakit ringan lainnya
jangan dikategorikan sebagai kontraindikasi. Kontraindikasi terjadi bagi
individu yang diketahui alergi berat terhadap kanamycin dan eritromycin.

Karena efek vaksin virus campak hidup terhadap janin belum diketahui,
maka wanita hamil termasuk kontraindikasi. Individu pengidap virus HIV
(Human Immunodeficiency Virus). Vaksin campak kontraindikasi terhadap
individu-individu yang mengidap penyakit immune deficiency atau individu
yang diduga menderita gangguan respon imun karena leukimia, lymphoma atau
generalized malignancy. Bagaimanapun penderita HIV, baik yang disertai
gejala ataupun tanpa gejala harus diimunisasi vaksin campak sesuai.

27
Jadwal Imunisasi

Berdasarkan Kepmenkes RI tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi,


jadwal pemberian imunisasi pada bayi dengan menggunakan Campak dalam bentuk
terpisah, menurut tempat lahir bayi adalah:

Tabel 2.1 Jadwal Pemberian Imunisasi pada Bayi dengan Menggunakan Vaksin
Campak Dalam Bentuk Terpisah Menurut Tempat Lahir Bayi

Umur Vaksin Tempat

Bayi lahir di rumah: Rumah

0 bulan HB1 Posyandu*

1 bulan BCG, Polio 1 Posyandu*

2 bulan DPT1, HB2, Polio2 Posyandu*

3 bulan DPT2, HB3, Polio3 Posyandu*

# bulan DPT3, Polio# Posyandu*

9 bulan Campak Posyandu*

Bayi lahir di RS/RB/Bidan


praktek:

0 bulan HB1, Polio1, BCG RS/RB/Bidan

2.3.6. Pengelolaan Vaksin


Vaksin harus dikelola dengan baik, baik dalam penyimpanan maupun saat
transportasi ke tempat lain, supaya tetap memiliki potensi yang baik
(imunogenisitas tinggi). Perlu diketahui, bahwa vaksin adalah produk biologis yang
sentitif terhadap perubahan suhu. Ada vaksin yang sensitif terhadap panas misalnya

28
vaksin polio, campak dan BCG. Ada vaksin yang sensitif terhadap pembekuan
misalnya vaksin heparitis B, DPT, TD dan DT. Namun secara umum, semua vaksin
akan rusak bila terpapar suhu panas, namun vaksin polio, campak dan BCG akan
lebih mudah rusak pada paparan panas bila disbanding vaksin hepatitis B, DPT, DT
dan TD. Setiap unit pelayanan diharuskan memiliki tempat penyimpanan vaksin.
Demikian juga dalam pendistribusiannya penting untuk diperhatikan. Faktor yang
dapat merusak vaksin antara lain sinar matahari, suhu dan kelembaban. Efektifitas
vaksin di Indonesia selalu dimonitor oleh badan POM dengan mengambil sampel
secara acak, atau dengan alat Vaccine Vial Monitor/ VVM, yaitu sejenis stiker yang
ditempelkan pada botol vaksin. Bila vaksin rusak maka VVM akan berubah warna,
namun karena mahal, belum semua vaksin ditempel VVM.
Berikut ini bukan kontra indikasi imunisasi pada bayi atau anak:
1. Alergi atau asma (kecuali alergi terhadap komponen vaksin)
2. Sakit ringan seperti ISPA atau diare dengan demam<38,5°
3. Riwayat keluarga tentang peristiwa membahayakan setelah imunisasi
4. Dalam pengobatan antibiotik
5. Dugaan infeksi HIV atau positif HIV tanpa tanda dan gejala AIDS
6. Anak diberi ASI
7. Sakit kronis seperti jantung kronis, paru-paru, ginjal atau hati
8. Kondisi syaraf labil seperti kelumpuhan otak atau Down Sundrome
9. Prematur atau Berat Bayi Lahir Rendah
10. Pembedahan baru atau direncanakan dengan segera
11. Kurang gizi
12. Riwayat sakit kuning pada kelahiran

29
2.3.7. Jenis dan Jadwal Imunisasi
A.Imunisasi Wajib
1. Imunisasi Rutin
a. Imunisasi dasar

Tabel 2.2. Jadwal pemberian imunisasi dasar


Umur Jenis
0 bulan Hepatitis B0
1 bulan BCG, Polio 1
2 bulan DPT-HB-Hib 1, Polio 2
3 bulan DPT-HB-Hib 2, Polio 3
4 bulan DPT-HB-Hib 3, Polio 4
9 bulan Campak

b. Imunisasi Lanjutan
Imunisasi lanjutan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk
melengkapi imunisasi dasar pada bayi yang diberikan kepada anak Batita, anak
usia sekolah, dan wanita usia subur (WUS) termasuk ibu hamil. Imunisasi
lanjutan pada WUS salah satunya dilaksanakan pada waktu melakukan
pelayanan antenatal.
Tabel 2.3. Jadwal imunisasi lanjutan pada anak bawah tiga tahun
Umur Jenis Imunisasi
18 bulan DPT-HB-Hib
24 bulan Campak

Tabel 2.4. Jadwal imunisasi lanjutan pada anak usia sekolah dasar
Sasaran Imunisasi Waktu pelaksanaan

Kelas 1 SD Campak, DT Agustus, November

30
Kelas 2 SD Td November

Kelas 3 SD Td November

Catatan:
- Batita yang telah mendapatkan imunisasi lanjutan DPT-HB-Hib dinyatakan
mempunyai status imunisasi T3.
- Anak usia sekolah dasar yang telah mendapatkan imunisasi DT dan Td dinyatakan
mempunyai status imunisasi T4 dan T5.

Tabel 2.5. Imunisasi Lanjutan Pada Wanita Usia Subur (WUS)


Status Interval Minimal Masa
Imunisasi Pemberian Perlindungan
T1 - -
T2 4 minggu setelah T1 3 tahun
T3 6 bulan setelah T2 5 tahun
T4 1 tahun setelah T3 10 tahun
T5 1 tahun setelah T4 lebih dari 25 tahun

Catatan:
- Sebelum imunisasi, dilakukan penentuan status imunisasi T (screening) terlebih
dahulu, terutama pada saat pelayanan antenatal.
- Pemberian imunisasi TT tidak perlu diberikan, apabila pemberian imunisasi TT sudah
lengkap (status T5) yang harus dibuktikan dengan buku Kesehatan Ibu dan Anak,
rekam medis, dan/ata

2. Imunisasi tambahan
Yang termasuk dalam kegiatan imunisasi tambahan adalah:

31
a. Backlog fighting
Merupakan upaya aktif untuk melengkapi imunisasi dasar pada anak
yang berumur di bawah 3 (tiga) tahun. Kegiatan ini diprioritaskan untuk
dilaksanakan di desa yang selama 2 (dua) tahun berturut-turut tidak mencapai
UCI.
b. Crash program
Kegiatan ini ditujukan untuk wilayah yang memerlukan intervensi
secara cepat untuk mencegah terjadinya KLB. Kriteria pemilihan daerah yang
akan dilakukan crash program adalah:
1) Angka kematian bayi akibat PD3I tinggi.
2) Infrastruktur (tenaga, sarana, dana) kurang.
3) Desa yang selama 3 tahun berturut-turut tidak mencapai UCI.
Crash program bisa dilakukan untuk satu atau lebih jenis imunisasi,
misalnya campak, atau campak terpadu dengan polio.
c. PIN (Pekan Imunisasi Nasional)
Merupakan kegiatan imunisasi yang dilaksanakan secara serentak di
suatu negara dalam waktu yang singkat. PIN bertujuan untuk memutuskan mata
rantai penyebaran suatu penyakit (misalnya polio). Imunisasi yang diberikan
pada PIN diberikan tanpa memandang status imunisasi sebelumnya.
d. Sub PIN
Merupakan kegiatan serupa dengan PIN tetapi dilaksanakan pada
wilayah wilayah terbatas (beberapa provinsi atau kabupaten/kota).
e. Catch up Campaign campak
Merupakan suatu upaya untuk memutuskan transmisi penularan virus
campak pada anak usia sekolah dasar. Kegiatan ini dilakukan dengan
pemberian imunisasi campak secara serentak pada anak sekolah dasar dari kelas
satu hingga kelas enam SD atau yang sederajat, serta anak usia 6 - 12 tahun
yang tidak sekolah, tanpa mempertimbangkan status imunisasi sebelumnya.
Pemberian imunisasi campak pada waktu catch up campaign campak di

32
samping untuk memutus rantai penularan, juga berguna sebagai booster atau
imunisasi ulangan (dosis kedua).
f. Imunisasi dalam Penanganan KLB (Outbreak Response Immunization/ORI)
Pedoman pelaksanaan imunisasi dalam penanganan KLB disesuaikan dengan
situasi epidemiologis penyakit masing-masing.

3. Imunisasi Khusus
a. Imunisasi Meningitis Meningokokus
1) Meningitis meningokokus adalah penyakit akut radang selaput otak yang
disebabkan oleh bakteri Neisseria meningitidis.
2) Meningitis merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan
kematian di seluruh dunia. Case fatality rate-nya melebihi 50%, tetapi
dengan diagnosis dini, terapi modern dan suportif, case fatality rate menjadi
5-15%.
3) Pencegahan dapat dilakukan dengan imunisasi dan profilaksis untuk
orang-orang yang kontak dengan penderita meningitis dan carrier.
4) Imunisasi Meningitis meningokokus diberikan kepada masyarakat yang
akan melakukan perjalanan ke negara endemis Meningitis diberikan
minimal 30 (tiga puluh) hari sebelum keberangkatan.
5) Bila imunisasi diberikan kurang dari 30 (tiga puluh) hari sejak
keberangkatan ke negara yang endemis Meningitis harus diberikan
profilaksis dengan antimikroba yang sensitif terhadap Neisseria
meningitidis.
b. Imunisasi Yellow Fever (Demam Kuning)
1) Demam kuning adalah penyakit infeksi virus akut dengan durasi pendek
masa inkubasi 3 (tiga) sampai dengan 6 (enam) hari dengan tingkat
mortalitas yang bervariasi. Disebabkan oleh virus demam kuning dari genus
Flavivirus, famili Flaviviridae, vektor perantaranya adalah nyamuk Aedes
aegypti.

33
2) Icterus sedang kadang ditemukan pada awal penyakit. Setelah remisi
singkat selama beberapa jam hingga 1 (satu) hari, beberapa kasus
berkembang menjadi stadium intoksikasi yang lebih berat ditandai dengan
gejala perdarahan seperti epistaksis (mimisan), perdarahan ginggiva,
hematemesis (muntah seperti warna air kopi atau hitam), melena, gagal
ginjal dan hati, 20%-50% kasus ikterus berakibat fatal.
3) Secara keseluruhan mortalitas kasus di kalangan penduduk asli di daerah
endemis sekitar 5% tapi dapat mencapai 20% - 40% pada wabah tertentu.
4) Pencegahan dapat dilakukan dengan imunisasi demam kuning yang akan
memberikan kekebalan efektif bagi semua orang yang akan melakukan
perjalanan berasal dari negara atau ke negara/daerah endemis demam
kuning.
5) Vaksin demam kuning efektif memberikan perlindungan 99%. Antibodi
terbentuk 7-10 hari sesudah imunisasi dan bertahan sedikitnya hingga 30-35
tahun. Walaupun demikian imunisasi ulang harus diberikan setelah 10
(sepuluh) tahun.
6) Semua orang yang melakukan perjalanan, berasal dari negara atau ke
negara yang dinyatakan endemis demam kuning (data negara endemis
dikeluarkan oleh WHO yang selalu di update) kecuali bayi di bawah 9
(sembilan) bulan dan ibu hamil trimester pertama harus diberikan imunisasi
demam kuning, dan dibuktikan dengan International Certificate of
Vaccination (ICV)
7) Bagi yang datang atau melewati negara terjangkit demam kuning harus
bisa menunjukkan sertifikat vaksin (ICV) yang masih berlaku sebagai bukti
bahwa mereka telah mendapat imunisasi demam kuning. Bila ternyata belum
bisa menunjukkan ICV (belum diimunisasi), maka terhadap mereka harus
dilakukan isolasi selama 6 (enam) hari, dilindungi dari gigitan nyamuk
sebelum diijinkan melanjutkan perjalanan mereka. Demikian juga mereka
yang surat vaksin demam kuningnya belum berlaku, diisolasi sampai
ICVnya berlaku.

34
8) Pemberian imunisasi demam kuning kepada orang yang akan menuju
negara endemis demam kuning selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari
sebelum berangkat, bagi yang belum pernah diimunisasi atau yang
imunisasinya sudah lebih dari 10 (sepuluh) tahun. Setelah divaksinasi, diberi
ICV dan tanggal pemberian vaksin dan yang bersangkutan setelah itu harus
menandatangani di ICV. Bagi yang belum dapat melakukan tanda tangan
(anak-anak), maka yang menandatanganinya orang tua yang mendampingi
bepergian.
c. Imunisasi Rabies
1) Penyakit anjing gila atau dikenal dengan nama rabies merupakan suatu
penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus
rabies yang ditularkan oleh anjing, kucing dan kera.
2) Penyakit ini bila sudah menunjukkan gejala klinis pada hewan dan manusia
selalu diakhiri dengan kematian, sehingga mengakibatkan timbulnya rasa
cemas dan takut bagi orang-orang yang terkena gigitan dan kekhawatiran
serta keresahan bagi masyarakat pada umumnya. Vaksin rabies dapat
mencegah kematian pada manusia bila diberikan secara dini pasca gigitan.
3) Vaksin anti rabies (VAR) manusia diberikan kepada seluruh kasus gigitan
hewan penular rabies (HPR) yang berindikasi, sehingga kemungkinan
kematian akibat rabies dapat dicegah

B. Imunisasi pilihan
Imunisasi pilihan adalah imunisasi lain yang tidak termasuk dalam imunisasi
wajib, namun penting diberikan pada bayi, anak, dan dewasa di Indonesia mengingat
beban penyakit dari masing-masing penyakit. Yang termasuk dalam imunisasi pilihan
ini adalah:
1. Vaksin Measles, Mumps, Rubella:
a. Vaksin MMR bertujuan untuk mencegah Measles (campak), Mumps
(gondongan) dan Rubella merupakan vaksin kering yang mengandung virus hidup,
harus disimpan pada suhu 2–80C atau lebih dingin dan terlindung dari cahaya.

35
b. Vaksin harus digunakan dalam waktu 1 (satu) jam setelah dicampur dengan
pelarutnya, tetap sejuk dan terhindar dari cahaya, karena setelah dicampur vaksin
sangat tidak stabil dan cepat kehilangan potensinya pada temperatur kamar.
Rekomendasi:
a. Vaksin MMR harus diberikan sekalipun ada riwayat infeksi campak,
gondongan dan rubella atau sudah mendapatkan imunisasi campak.
b. Anak dengan penyakit kronis seperti kistik fibrosis, kelainan jantung bawaan,
kelainan ginjal bawaan, gagal tumbuh, sindrom Down.
c. Anak berusia ≥ 1 tahun yang berada di day care centre, family day care dan
playgroups.
d. Anak yang tinggal di lembaga cacat mental.
Kontra Indikasi:
a. Anak dengan penyakit keganasan yang tidak diobati atau dengan gangguan
imunitas, yang mendapat pengobatan dengan imunosupresif atau terapi sinar
atau mendapat steroid dosis tinggi (ekuivalen dengan 2 mg/kgBB/hari
prednisolon)
b. Anak dengan alergi berat (pembengkakan pada mulut atau tenggorokan, sulit
bernapas, hipotensi dan syok) terhadap gelatin atau neomisin
c. Pemberian MMR harus ditunda pada anak dengan demam akut, sampai
penyakit ini sembuh
d. Anak yang mendapat vaksin hidup yang lain (termasuk BCG dan vaksin virus
hidup) dalam waktu 4 minggu. Pada keadaan ini imunisasi MMR ditunda lebih
kurang 1 bulan setelah imunisasi yang terakhir. Individu dengan tuberkulin
positif akan menjadi negatif setelah pemberian vaksin
e. Wanita hamil tidak dianjurkan mendapat imunisasi MMR (karena komponen
rubela) dan dianjurkan untuk tidak hamil selama 3 bulan setelah mendapat
suntikan MMR.
f. Vaksin MMR tidak boleh diberikan dalam waktu 3 bulan setelah pemberian
imunoglobulin atau transfusi darah yang mengandung imunoglobulin (whole

36
blood, plasma). Dengan alasan yang sama imunoglobulin tidak boleh diberikan
dalam waktu 2 minggu setelah vaksinasi.
g. Defisiensi imun bawaan dan didapat (termasuk infeksi HIV). Sebenarnya
HIV bukan kontra indikasi, tetapi pada kasus tertentu, dianjurkan untuk
meminta petunjuk pada dokter spesialis anak (konsultan).
Dosis:
Dosis tunggal 0,5 ml suntikan secara intra muskular atau subkutan dalam.
Jadwal:
a. Diberikan pada usia 12–18 bulan.
b. Pada populasi dengan insidens penyakit campak dini yang tinggi, imunisasi
MMR dapat diberikan pada usia 9 (sembilan) bulan.

2. Haemophilllus influenzae tipe b (Hib)


Vaksin Hib adalah vaksin polisakarida konyugasi dalam bentuk liquid, yang
dapat diberikan tersendiri atau dikombinasikan dengan vaksin DPaT (tetravalent) atau
DpaT/HB (pentavalent) atau DpaT/HB/IPV (heksavalent).
Kontra Indikasi: Vaksin tidak boleh diberikan sebelum bayi berumur 2 bulan karena
bayi tersebut belum dapat membentuk antibodi
Dosis dan Jadwal:
a. Vaksin Hib diberikan sejak umur 2 bulan, diberikan sebanyak 3 kali dengan jarak
waktu 2 bulan.
b. Dosis ulangan umumnya diberikan 1 tahun setelah suntikan terakhir.

3. Vaksin tifoid
a. Vaksin tifoid oral
1) Dibuat dari kuman Salmonella typhi galur non patogen yang telah dilemahkan,
menimbulkan respon imun sekretorik IgA, mempunyai reaksi samping yang lebih
rendah dibandingkan vaksin parenteral.
2) Kemasan dalam bentuk kapsul.
3) Penyimpanan pada suhu 2 – 80C.

37
b. Vaksin tifoid polisakarida parenteral
1) Susunan vaksin polisakarida: setiap 0,5 ml mengandung kuman Salmonella
typhii; polisakarida 0,025 mg; fenol dan larutan bufer yang mengandung natrium
klorida, disodium fosfat, monosodium fosfat.
2) Penyimpanan pada suhu 2 – 80C, jangan dibekukan
3) Kadaluwarsa dalam 3 tahun
Rekomendasi:
a. Vaksin tifoid oral diberikan untuk anak usia ≥ 6 tahun.
b. Vaksin Polisakarida Parenteral diberikan untuk anak usia ≥ 2 tahun.
Kontra Indikasi:
a. Vaksin Tifoid Oral
1) Vaksin tidak boleh diberikan bersamaan dengan antibiotik, sulfonamid
atau antimalaria yang aktif terhadap Salmonella.
2) Pemberian vaksin polio oral sebaiknya ditunda dua minggu setelah
pemberian terakhir dari vaksin tifoid oral (karena vaksin ini juga
menimbulkan respon yang kuat dari interferon mukosa)
b. Vaksin tifoid polisakarida parenteral
1) Alergi terhadap bahan-bahan dalam vaksin.
2) Pada saat demam, penyakit akut maupun penyakit kronik progresif.
Dosis dan Jadwal:
a. Vaksin tifoid oral
1) Satu kapsul vaksin dimakan tiap hari, satu jam sebelum makan dengan minuman
yang tidak lebih dari 370C, pada hari ke 1, 3 dan 5.
2) Kapsul ke 4 diberikan pada hari ke 7 terutama bagi turis.
3) Kapsul harus ditelan utuh dan tidak boleh dibuka karena kuman dapat mati oleh
asam lambung.
4) Imunisasi ulangan diberikan tiap 5 tahun. Namun pada individu yang terus
terekspose dengan infeksi Salmonella sebaiknya diberikan 3–4 kapsul tiap
beberapa tahun.

38
5) Daya proteksi vaksin ini hanya 50%-80%, walaupun telah mendapatkan
imunisasi tetap dianjurkan untuk memilih makanan dan minuman yang higienis.
b. Vaksin tifoid polisakarida parenteral
1) Dosis 0,5 ml suntikan secara intra muskular atau subkutan pada daerah deltoid
atau paha
2) Imunisasi ulangan tiap 3 tahun
3) Daya proteksi vaksin ini hanya 50%-80%, walaupun telah mendapatkan
imunisasi tetap dianjurkan untuk memilih makanan dan minuman yang higienis

4. Vaksin Varisela
a. Vaksin virus hidup varisela-zoster yang dilemahkan terdapat dalam bentuk
bubuk kering
b. Penyimpanan pada suhu 2–80C
c. Vaksin dapat diberikan bersama dengan vaksin MMR (MMR/V)
d. Infeksi setelah terpapar apabila telah diimunisasi dapat terjadi pada 1%-2%
kasus setahun, tetapi infeksi umumnya bersifat ringan
Rekomendasi:
a. Vaksin diberikan mulai umur masuk sekolah (5 tahun)
b. Pada anak ≥ 13 tahun vaksin dianjurkan untuk diberikan dua kali
selang 4 minggu
c. Pada keadaan terjadi kontak dengan kasus varisela, untuk pencegahan
vaksin dapat diberikan dalam waktu 72 jam setelah penularan (dengan
persyaratan: kontak dipisah/tidak berhubungan)
Kontra Indikasi:
a. Demam tinggi
b. Hitung limfosit kurang dari 1200/μl atau adanya bukti defisiensi imun
selular seperti selama pengobatan induksi penyakit keganasan atau fase
radioterapi
c. Pasien yang mendapat pengobatan dosis tinggi kortikosteroid (2
mg/kgBB per hari atau lebih)

39
d. Alergi neomisin
Dosis dan Jadwal:
Dosis 0,5 ml suntikan secara subkutan, dosis tunggal

5. Vaksin Hepatitis A
Vaksin dibuat dari virus yang dimatikan (inactivated vaccine). Pemberian
bersama vaksin lain tidak mengganggu respon imun masing-masing vaksin dan tidak
meningkatkan frekuensi efek samping.
Rekomendasi:
a. Populasi risiko tinggi tertular Virus Hepatitis A (VHA).
b. Anak usia ≥ 2 tahun, terutama anak di daerah endemis. Pada usia >2 tahun
antibodi maternal sudah menghilang. Di lain pihak, kehidupan sosialnya
semakin luas dan semakin tinggi pula paparan terhadap makanan dan minuman
yang tercemar.
c. Pasien Penyakit Hati Kronis, berisiko tinggi hepatitis fulminan bila tertular
VHA.
d. Kelompok lain: pengunjung ke daerah endemis; penyaji makanan; anak usia
2–3 tahun di Tempat Penitipan Anak (TPA); staf TPA; staf dan penghuni
institusi untuk cacat mental; pria homoseksual dengan pasangan ganda; pasien
koagulopati; pekerja dengan primata bukan manusia; staf bangsal neonatologi.
Kontra Indikasi:
Vaksin VHA tidak boleh diberikan kepada individu yang mengalami reaksi
berat sesudah penyuntikan dosis pertama
Dosis dan Jadwal:
a. Dosis vaksin bervariasi tergantung produk dan usia resipien
b. Vaksin diberikan 2 kali, suntikan kedua atau booster bervariasi antara 6 sampai 18
bulan setelah dosis pertama, tergantung produk
c. Vaksin diberikan pada usia ≥ 2 tahun

40
6. Vaksin Influenza
a. Vaksin influenza mengandung virus yang tidak aktif (inactivated influenza virus).
b. Vaksin influenza mengandung antigen dari dua sub tipe virus influenza A dan satu
sub tipe virus influenza B, subtipenya setiap tahun direkomendasikan oleh WHO
berdasarkan surveilans epidemiologi seluruh dunia.
c. Untuk menjaga agar daya proteksi berlangsung terus-menerus, maka perlu dilakukan
vaksinasi secara teratur setiap tahun, menggunakan vaksin yang mengandung galur
yang mutakhir.
d. Vaksin influenza inaktif aman dan imunogenesitas tinggi.
e. Vaksin influenza harus disimpan dalam lemari es dengan suhu 2º- 8ºC. Tidak boleh
dibekukan
Rekomendasi:
a. Semua orang usia ≥ 65 tahun
b. Anak dengan penyakit kronik seperti asma, diabetes, penyakit ginjal dan kelemahan
sistem imun
c. Anak dan dewasa yang menderita penyakit metabolik kronis, termasuk diabetes,
penyakit disfungsi ginjal, hemoglobinopati dan imunodefisiensi
d. Orang yang bisa menularkan virus influenza ke seseorang yang berisiko tinggi
mendapat komplikasi yang berhubungan dengan influenza, seperti petugas kesehatan
dan petugas di tempat perawatan dan orang-orang sekitarnya, semua orang yang kontak
serumah, pengasuh anak usia 6–23 bulan, dan orang-orang yang melayani atau erat
dengan orang yang mempunyai risiko tinggi
e. Imunisasi influenza dapat diberikan kepada anak sehat usia 6–23 bulan
Kontra Indikasi
a. Individu dengan hipersensitif anafilaksis terhadap pemberian vaksin influenza
sebelumnya dan protein telur jangan diberi vaksinasi influenza
b. Termasuk ke dalam kelompok ini seseorang yang setelah makan telur mengalami
pembengkakan bibir atau lidah, atau mengalami distres nafas akut atau pingsan
c. Vaksin influenza tidak boleh diberikan pada seseorang yang sedang menderita
penyakit demam akut yang berat

41
Jadwal dan dosis
a. Dosis untuk anak usia kurang dari 2 tahun adalah 0,25 ml dan usia lebih dari 2 tahun
adalah 0,5 ml
b. Untuk anak yang pertama kali mendapat vaksin influenza pada usia ≤ 8 tahun, vaksin
diberikan 2 dosis dengan selang waktu minimal 4 minggu, kemudian imunisasi diulang
setiap tahun
c. Vaksin influenza diberikan secara suntikan intra muskular di otot deltoid pada orang
dewasa dan anak yang lebih besar, sedangkan untuk bayi diberikan di paha
anterolateral
d. Pada anak atau dewasa dengan gangguan imun, diberikan dua (2) dosis dengan jarak
interval minimal 4 minggu, untuk mendapatkan antibodi yang memuaskan
e. Bila anak usia ≥ 9 tahun cukup diberikan satu kali saja, teratur, setiap tahun satu kali

7. Vaksin Pneumokokus
Terdapat dua macam vaksin pneumokokus yaitu vaksin pneumokokus polisakarida
(pneumococcal polysacharide vaccine/PPV) dan vaksin pneumokokus polisakarida
konyugasi (pneumococcal conjugate vaccine/PCV).

Tabel 2.6. Perbandingan PPV dan PCV


PPV PCV
Polisakarida bakteri Konjugasi polisakarida dengan protein
difteri
T – independent antigen T – dependent
Tidak imunogenik pada anak <2 usia Imunogenik pada anak usia < 2 tahun
tahun, rekomendasi untuk usia >2 tahun
Imunitas jangka pendek, tidak ada Mempunyai memori jangka panjang,
respon booster respon booster positif

42
PPV 23: 14, 6B, 19F, 18C, 23F, 4, 9V, PCV 10: 4, 6B, 9V, 14, 18C, 19F, 23F,
19A, 6A, 7F, 3, 1, 9N, 22F, 18B, 15C, 1, 5, dan 7F
12F, 11A, 18F, 33F, 10A, 38, 13 PCV 13: 4, 6B, 9V, 14, 18C, 19F, 23F,
1, 5, 7F, 3, 6A dan 19A
Rekomendasi:
a. Vaksin Pneumokokus polisakarida (PPV) diberikan pada:
1) Lansia usia > 65 tahun
2) Anak usia > 2 tahun yang mempunyai risiko tinggi IPD (Invasive Pneumococcal
Disease) yaitu anak dengan asplenia (kongenital atau didapat), penyakit sickle cell,
splenic dysfunction dan HIV. Imunisasi diberikan dua minggu sebelum splenektomi
3) Pasien usia > 2 tahun dengan imunokompromais yaitu HIV/AIDS, sindrom nefrotik,
multipel mieloma, limfoma, penyakit Hodgkin, dan transplantasi organ
4) Pasien dengan imunokompeten yang menderita penyakit kronis yaitu penyakit paru
atau ginjal kronis, diabetes
5) Pasien kebocoran cairan serebrospinal
6) Selain itu juga dianjurkan pada anak yang tinggal di rumah yang huniannya padat,
lingkungan merokok, di panti asuhan dan sering terserang akut otitis media
Jadwal dan Dosis:
a. Vaksin PCV diberikan pada bayi umur 2, 4, 6 bulan dan diulang pada umur 12-15
bulan
b. Pemberian PCV minimal umur 6 minggu
c. Interval antara dua dosis 4-8 minggu
d. Paling sedikit diberikan 2 bulan setelah dosis PCV ketiga
e. Apabila anak datang setelah berusia lebih dari 7 bulan maka diberikan jadwal dan
dosis seperti pada tabel berikut ini:

43
Tabel 2.7. Jadwal dan dosis vaksin polisakarida konjugat (PVC) untuk anak
datang setelah berusia lebih dari 7 bulan
Umur datang pertama kali Dosis vaksin yang diberikan
7-11 bulan 3 dosis
12-23 bulan 2 dosis
Lebih dari 24 bulan sampai 5 tahun 1 dosis
Lebih dari 50 tahun 1 dosis

Keterangan:
(*) Interval dosis 1 dan 2 adalah 4 minggu. Dosis ketiga diberikan setelah 12 bulan,
paling sedikit 2 bulan setelah dosis kedua
(#) Interval dosis 1 dan 2 minimal 2 bulan

8. Vaksin Rotavirus
Terdapat dua jenis Vaksin Rotavirus (RV) yang telah ada di pasaran yaitu vaksin
monovalent dan pentavalent.
Vaksin monovalent oral berasal dari human RV vaccine RIX 4414, dengan sifat berikut:
a. Live, attenuated, berasal dari human RV/galur 89 – 12
b. Monovalen, berisi RV tipe G1, P1A (P8), mempunyai neutralizing epitope yang
sama dengan RV tipe G1, G3, G4 dan G9 yang merupakan mayoritas isolat yang
ditemukan pada manusia
c. Vaksin diberikan secara oral dengan dilengkapi bufer dalam kemasannya
d. Pemberian dalam 2 dosis pada usia 6–12 minggu dengan interval 8 minggu
Sedangkan vaksin pentavalent oral merupakan kombinasi dari strain yang diisolasi dari
human dan bovine yang bersifat:
a. Live, attenuated, empat reassortant berasal dari human G1,G2,G3 dan G4 serta
bovine P7. Reassortant kelima berasal dari bovine G6P1A(8).
b. Pemberian dalam 3 (tiga) dosis dengan interval 4 – 10 minggu sejak pemberian dosis
pertama

44
c. Dosis pertama diberikan umur 2 bulan. Vaksin ini maksimal diberikan pada saat bayi
berumur 8 bulan.
Pemberian vaksin rotavirus diharapkan selesai pada usia 24 minggu.
9. Vaksin Japanese Ensephalitis
a. Vaksin diberikan secara serial dengan dosis 1 ml secara subkutan pada hari ke 0,7
dan ke 28. Untuk anak yang berumur 1–3 tahun dosis yang diberikan masing-masing
0,5 ml dengan jadwal yang sama
b. Booster diberikan pada individu yang berisiko tinggi dengan dosis 1 ml tiga tahun
kemudian
10. Human Papiloma Virus (HPV)
Vaksin HPV yang telah beredar di Indonesia dibuat dengan teknologi rekombinan.
Vaksin HPV berpotensi untuk mengurangi angka morbiditas dan mortalitas yang
berhubungan dengan infeksi HPV. Terdapat dua jenis vaksin HPV yaitu:
a. Vaksin bivalen (tipe 16 dan 18)
b. Vaksin quadrivalen (tipe 6, 11, 16 dan 18)
Vaksin HPV mempunyai efikasi 96–98% untuk mencegah kanker leher rahim
yang disebabkan oleh HPV tipe 16/18.
Rekomendasi:
Imunisasi vaksin HPV diperuntukkan pada anak perempuan sejak usia > 10 tahun
Dosis dan Jadwal:
a. Dosis 0,5 ml, diberikan secara intra muskular pada daerah deltoid
b. Vaksin HPV bivalen, jadwal 0,1 dan 6 bulan pada anak usia lebih dari 10 tahun
c. Vaksin HPV quadrivalen, jadwal 0,2 dan 6 bulan pada anak usia lebih dari 10 tahun

2.3.8. Hal-Hal Penting dalam Pemberian Imunisasi


1. Dosis, cara pemberian, dan tempat pemberian imunisasi
Tabel 2.7. Dosis, Cara dan Tempat Pemberian Imunisasi
Jenis Vaksin Dosis CaraPemberian Tempat

Hepatitis B 0,5 ml Intra Muskuler Paha

45
BCG 0,05 ml Intra Kutan Lengan kanan atas
Polio 2 tetes Oral Mulut
DPT-HB-Hib 0,5 ml Intra Muskuler Paha untuk bayi
Lengan kanan untuk
batita
Campak 0,5 ml Sub Kutan Lengan kiri atas
DT 0,5 ml Intra Muskuler Lengan kiri atas
Td 0,5 ml Intra Muskuler Lengan kiri atas
TT 0,5 ml Intra Muskuler Lengan kiri atas

2. Interval pemberian
Jarak minimal antar dua pemberian imunisasi yang sama adalah 4 (empat)
minggu. Tidak ada batas maksimal antar dua pemberian imunisasi

3. Tindakan antiseptik
Setiap petugas yang akan melakukan pemberian imunisasi harus mencuci
tangan dengan sabun terlebih dahulu. Untuk membersihkan tempat suntikan
digunakan kapas kering dengan melakukan sekali usapan pada tempat yang
akan disuntik. Tidak dibenarkan menggunakan alkohol untuk tindakan
antiseptik.
4. Kontra indikasi
Pada umumnya tidak terdapat kontra indikasi imunisasi untuk individu sehat
kecuali untuk kelompok risiko. Pada setiap sediaan vaksin selalu terdapat
petunjuk dari produsen yang mencantumkan indikasi kontra serta perhatian
khusus terhadap vaksin.

46
Tabel 2.9. Petunjuk Kontra Indikasi Dan Perhatian Khusus Untuk Imunisasi
Indikasi kontra dan perhatian khusus Bukan indikasi kontra
(imunisasi dapat dilakukan)
Berlaku umum untuk semua vaksin
DPT, Polio, Campak, dan Hepatitis B
Kontra Indikasi Bukan kontra indikasi
Ensefalopati dalam 7 hari pasca
DPT sebelumnya
Perhatian khusus

- Demam > 40,5°C dalam 48 jam pasca - Demam < 40,5°C pasca DPT
DPT sebelumnya, yang tidak sebelumnya
berhubungan dengan penyebab lain - Riwayat kejang dalam keluarga
- Kolaps dan keadaan seperti syok - Riwayat SIDS dalam keluarga
(episode hipotonik-hiporesponsif) dalam - Riwayat KIPI dalam keluarga pasca
48 jam pasca DPT sebelumnya DPT
- Kejang dalam 3 hari pasca DPT
sebelumnya
- Menangis terus > 3 jam dalam 48 jam
pasca DPT sebelumnya
- Sindrom Guillain-Barre dalam 6
minggu pasca vaksinasi

Vaksin Polio
Kontra Indikasi Bukan kontra indikasi

- Infeksi HIV atau kontak HIV serumah - Menyusui


- Imunodefisiensi (keganasan hematologi - Sedang dalam terapi antibiotik
atau tumor padat, imuno-defisiensi - Diare ringan

47
kongenital, terapi imunosupresan jangka
panjang)
- Imunodefisiensi penghuni serumah

Perhatian khusus
Kehamilan
Campak
Perhatian khusus

- Mendapat transfusi darah/produk darah atau imunoglobulin (dalam 3-11 bulan,


tergantung produk darah dan dosisnya)
- Trombositopenia
- Riwayat purpura trombositopenia

Hepatitis B
Kontra Indikasi Bukan kontra indikasi
Reaksi anafilaktoid terhadap ragi Kehamilan

2.3.9 Kebijakan Program Imunisasi


Berdasarkan KEPMENKES No: 1611/MENKES/SK/2005 RI tentang
Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi, kebijakan pemerintah dalam program imunisasi
yaitu:
a. Penyelenggaraan imunisasi dilaksanakan oleh pemerintah, swasta dan
masyarakat dengan mempertahankan prinsip keterpaduan antara pihak terkait
b. Mengupayakan pemerataan jangkauan pelayanan imunisasi baik terhadap
sasaran masyarakat maupun sasaran wilayah
c. Mengupayakan kualitas pelayanan yang bermutu
d. Mengupayakan kesinambungan penyelenggaraan melalui perencanaan
program dan anggaran terpadu

48
e. Perhatian khusus diberikan untuk wilayah rawan social, rawan penyakit (KLB)
dan daerah-daerah sulit secara geografis
2.3.10 Managemen
Managemen adalah ilmu atau seni tentang bagaimana menggunakan sumber
daya secara efisien, efektif, dan rasional untuk mencapai tujuan organisasi yang telah
ditetapkan sebelumnya. Dalam hal ini managemen mengandung tiga prinsip pokok
yang menjadi ciri utama penyerapannya, yaitu efisien dalam pemanfaatan sumber daya,
efektif dalam memilih alternatif kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi, dan
rasional dalam pengambilan keputusan manajerial.

Perencanaan
Perencanaan adalah suatu proses memulai dengan sasaran-sasaran, batasan
strategi, kebijakan dan rencana detail untuk mencapainya, mencapai organisasi untuk
menerapkan keputusan, dan termasuk tinjauan kinerja dan umpan balik terhadap
pengenalan siklus perencanaan baru (steiner). Perencanaan merupakan fungsi
terpenting dalam manajemen karena fungsi ini akan menentukan fungsi-fungsi
manajemen lainnya. Perencanaan manajerial akan memberikan pola pandang secara
menyeluruh terhadap semua pekerjaan yang dijalankan, siapa yang akan melakukan
dan kapan akan dilakukan. Perencanaan merupakan tuntutan terhadap proses
pencapaian tujuan secara efektif dan efisien.
Langkah-langkah perencanaan
Dalam perencanaan terdapat beberapa langkah-langkah perencanaan yaitu sebagai
berikut:
1. Analisa situasi
2. Mengidentifikasi masalah prioritas
3. Menentukan tujuan program
4. Mengkaji hambatan dan kelemahan program
5. Menyusun rencana kerja operasional (RKO)

49
Pengorganisasian
Pengorganisasian merupakan salah satu fungsi manajemen yang juga
mempunyai peranan penting, melalui fungsi pengorganisasian seluruh sumber daya
yang dimiliki oleh organisasi (manusia dan yang bukan manusia) akan diatur
penggunaannya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi yang
ditetapkan.
Pengorganisasian adalah langkah untuk menetapkan, menggolongkan dan
mengatur berbagai macam kegiatan menerapkan tugas-tugas pokok dan wewenang
serta pendelegasian wewenang oleh pimpinan staf dalam mencapai tujuan organisasi.
a. Manfaat pengorganisasian
Dalam mengembangkan fungsi pengorganisasian seorang menejer akan
mengetahui:
1. Pembagian tugas untuk perorangan dan kelompok
2. Hubungan organisatoris antar manusia yang akan terjadi antara anggota
atau staf organisasi
3. Pendelegasian wewenang. Manajer atau pimpinan akan melimpahkan
wewenang kepada staf susuai dengan tugas pokok yang dibagikan
kepadanya
4. Pemanfaatan staf dan fasilitas fisik yang dimiliki organisasi
b. Langkah-langkah pengorganisasian
Ada lima langkah penting dalam pengorganisasian yaitu sebagai berikut:
1. Tujuan organisasi harus dipahami oleh staf
2. Membagi pekerjaan dalam bentuk kegiatan-kegiatan pokok untuk mencapai
tujuan
3. Menggolongkan kegiatan pokok kedalam satuan kegiatan yang praktis
4. Menetapkan kewajiban yang dilaksanakan oleh staf dan menyediakan
fasilitas pendukung yang diperlukan untuk melaksanakan tugasnya
5. Mendelegasikan wewenang

50
Penggerakan dan Pelaksanaan
Fungsi manajemen ini merupakan fungsi penggerak semua kegiatan program
(ditetapkan pada fungsi pengorganisasian) untu mencapai tujuan program (yang
dirumuskan dalam fungsi perencanaan). Fungsi manajemen ini lebih menekankan
bagaimana manajer mengarahkan dan menggerakkan semua sumber daya (manusia dan
bukan manusia) untuk mencapai tujuan yang telah disepakati.
a. Tugas dan fungsi pelaksanaan
Tujuan pelaksanaan yaitu:
1. Menciptakan kerjasama yang lebih efisien
2. Mengembangkan pengetahuan dan keterampilan staf
3. Menumbuhkan rasa memiliki dan menyukai pekerjaan
4. Mengusahakan suasana lingkungan kerja yang meningkatkan motivasi
dan prestasi kerja staf
5. Memuat organisasi berkembang secara dinamis
Pengawasan dan Pengendalian
a. Prinsip Pengawasan
Fungsi pengawasan dan pengendalian merupakan fungsi yang yang terakhir
dari proses manajemen. Fungsi ini mempunyai kaitan erat dengan ketiga fungsi
perencanaan. Malalui fungsi pengawasan dan pengendalian, standar
keberhasilan program yang dituangkan dalam bentuk target, prosedur kerja dan
sebagainya harus selalu dibandingkan dengan hasil yang dicapai atau yang
mampu dikerjakan oleh staf. Jika ada kesenjangan dan penyimpangan yang
terjadi harus segera diatasi. Penyimpanan harus dapat dideteksi secara dini dan
dicegah, dikendalikan atau dikurangi oleh pimpinan. Fungsi pengawasan dan
pengendalian bertujuan agar penggunaan sumber daya dapat lebih diefisienkan,
dan tugas-tugas staf untuk mencapai tujuan program dapat lebih diefektifkan.
b. Standar Pengawasan
Standar pengawasan mencakup:

51
1. Standar norma, standar ini dibuat berdasarkan pengalaman staf
melaksanakan kegiatan program yang sejenis atau yang dilaksanakan
dalam situasi yang sama dimasa lalu
2. Standar kritesia, standar ini ditetapkan untuk kegiatan pelayanan oleh
petugas yang sudah mendapat pelatihan. Standar ini terkait dengan
tingkat profesionalisme staf
c. Manfaaat Pengawasan
Fungsi pengawasan dan pengendalian dilaksanakan dengan tepat, organisasi
yang akan mendapat manfaatnya yaitu:
1. Dapat mempengaruhi sejauh mana kegiatan mana kegiatan program
yang sudah dilaksanakan oleh staf, apakah sesuai dengan program atau
rencana kerja, apakah sumber dayanya sudah digunakan sesuai dengan
yang sudah ditetapkan. Dalam hal ini, fungsi pengawasan dan
pengendalian bermanfaat untuk meningkatkan efisiensi kegiatan
program
2. Dapat mengetahui adanya penyimpangan pada pemahaman staf
melaksanakan tugas-tugasnya
3. Dapat mengetahui apanya waktu dan sumber daya lainnya
mencukupinya kebutuhan dan telah dimanfaatkan secara efiein
4. Dapat mengetahui sebab-sebab terjadinya penyimpangan
5. Dapat mengetahui staf yang perlu diberi penghargaan, dipromosikan
atau diberikan pelatihan lanjutan
d. Elevasi
Fungsi pengawasan perlu dibedakan dengan evaluasi yang juga sering
dilakukan untuk mengetahui kemajuan pelaksanaan program. Perbedaannya
terletak pada sasarannya, sumber data, siapa yang akan melaksankannya dan
waktu pelaksanaannya. Antara evaluasi dengan fungsi pengawasan juga
mempunyai kesamaan tujuan untuk memperbaiki efisiensi dan efektifitas
pelaksanaan program dengan memperbaiki fungsi perencanaan.

52
BAB III

HASIL KEGIATAN

3.1 Profil Puskesmas


3.1.1 Peta Wilayah
Gambar 3.1 Peta Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Paku

Sumber: Data dasar puskesmas Tanjung Paku


3.1.2 Kondisi Geografis
Puskesmas Tanjung Paku merupakan satu dari Puskesmas yang ada di Kota
Solok. Berdiri pada tahun 1983 dengan luas tanah 1050 M2, merupakan Puskesmas
Rawat Jalan. Puskesmas Tanjung Paku terletak di wilayah kerja Kecamatan
Tanjung Harapan dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :
1. Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan VI Suku Kota Solok
2. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Aripan Kabupaten Solok
3. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Saok Laweh Kabupaten Solok
4. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Simpang Rumbio Kota
Solok

53
Jarak antara Puskesmas Tanjung Paku dengan Ibukota Provinsi Sumatera
Barat 65 Km, dengan luas wilayah kerja 22,64 Km yang berbagi atas 4 (empat)
kelurahan, yaitu :
1. Kelurahan Koto Panjang
2. Kelurahan PPA
3. Kelurahan Tanjung Paku
4. Kelurahan Kampung Jawa
3.1.3 Kondisi Demografis dan Kependudukan
Puskesmas Tanjung Paku berpenduduk 20.765 jiwa, dengan jumlah
penduduk perkelurahan sebagai berikut :

Tabel 3.1. Data Jumlah Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Paku
Tahun 2015

No Kelurahan Jumlah Penduduk Jumlah KK


Laki Perempuan Jumlah
1 Kota Panjang 1.115 1.139 2.254 439

2 PPA 2.890 2.954 5.844 1186

3 Tanjung Paku 3.007 3.073 6.080 1196

4 Kampung Jawa 3.258 3.329 6.587 1502

Jumlah 10.270 10.495 20.765 4.223

Sumber Data : Data Dasar Puskesmas Tanjung Paku Kota Solok Tahun 2015

3.1.4 Sosial Budaya


1. Agama
Puskesmas Tanjung Paku berpenduduk mayoritas beragama islam
2. Suku
Sebagian besar masyarakatnya Suku Minang

54
3. Mata Pencarian
Masyarakat Puskesmas Tanjung Paku bermata pencarian sebagai pegawai,
pedagang dan petani.
4. Sarana Kependidikan
Sarana pendidikan yang terdapat di wilayah Puskesmas Tanjung Paku
cukup lengkap, yaitu 16 TK/PAUD, 18 SD/MI, 3 SLTP, 3 SLTA dan 2 PT.
Pada tabel berikut dapat dilihat fasilitas pendidikan di wilayah kerja
Puskesmas Tanjung Paku menurut Kelurahan :

Tabel 3.2. Fasilitas Pendidikan di Wilayah Kerja Puskesmas


Tanjung Paku Tahun 2015

No Kelurahan TK/Paud SD/MIN SLTP SLTA/SMK PT

1 Kota Panjang 1 1 0 1 0

2 PPA 3 5 0 2 1

3 Tanjung Paku 5 4 1 0 1

4 Kampung Jawa 9 8 2 0 0

Jumlah 18 18 3 3 2

Sumber Data : Data Dasar Puskesmas Tanjung Paku Kota Solok Tahun 2015

55
3.1.5 Sumber Daya Kesehatan
a. Tenaga Kesehatan
Tabel 3.3 Sumber Daya Kesehatan Puskesmas Tanjung Paku tahun
2016
Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah
No JenisTenaga yang ada
PNS PTT THL Sukarela
1. Dokter Umum 2
2. Dokter Gigi 1
3. Dokter Spisialis 0
4. Perawat S1 4 2
5. Sarjana Kesehatan Masyarakat 5
6. Perawat D3 2 2
7. Perawat Gigi 1 1
8. Bidan D4 0 0
9. Bidan D3 11 3 3
10 Bidan D1 1
11 Tenaga Gizi 2
12 Tenaga Sanitasi 1
13 Tenaga Analis Kesehatan 1
14 Apoteker 0
15 Asisten Apoteker 3
16 Fisioterapi 0
17 SPK 4
18 Satpam 0
19 Sopir 1
20 Cleaning Servis 2
21 Staf Administrasi 1
22 Staf Keuangan 1
23 Staf Elektromedik 1

56
b. Sarana dan Prasarana
Tabel 3.4 Sarana dan prasana puskesmas Tanjung Paku tahun 2016
No Nama Ruang No Nama Ruang
1. GEDUNG I Mushalla
LANTAI I Ruang ATK
Ruang Pendaftaran dan Rekam Gudang Alat
Medik
Ruang Tunggu Ruang Klinik Sanitasi
Ruang Dokter Surveilance
Poli Gizi Promkes
Gudang Obat Toilet
Ruang PKPR
Labor 2. GEDUNG 2
Apotik Ruang Tindakan
Ruang Konsultasi Konsultasi TB Paru
Ruang Laktasi
Imunisasi Ruang Bersalin IVA/KB
Poli KIA Ruang Dokter Referal
Poli Gigi Ruang VCT
Toilet Wanita Toilet
Toilet Pria RUMAH PARAMEDIS 3
3.
UNIT
LANTAI 2 4. Parkir Ambulance
Ruang Kepala Puskesmas
Promkes
Ruang Bimbingan Mahasiswa
Aula
Tata Usaha
Ruang Admin

57
No Jenis Sarana dan Prasarana Jumlah

1 Puskesmas Induk 1

2 Puskesmas Pembantu 5

3 Poskeskel 4

4 Posyandu Balita 32

5 Posyandu Lansia 11

6 Apotik 4

7 Optikal 4

8 Toko Obat Berizin 4

9 RSUD/RST 1

10 Rumah Sakit Swasta 1

11 Labor 2

12 Sarana Transportasi Kendaraan Roda 4 Puskesmas 2


Tanjung Paku
13 Sarana Transportasi Kendaraan Roda 2 Puskesmas 22
Tanjung Paku
Jumlah 93

58
3.1.6 Visi, Misi, Motto dan Janji Pelayanan
Visi dan Misi Puskesmas Tanjung Paku berpedoman pada visi Dinas
Kesehatan Kota Solok yaitu Masyarakat Kota Sehat Yang Mandiri dan
Berkeadilan, dan berdasarkan permasalahan yang ada dan sumber daya yang
dimiliki, Puskesmas Tanjung Paku menetapkan Visi, Misi, Motto dan Janji
Pelayanan
VISI:
Visi Puskesmas Tanjung Paku Kota Solok adalah “Terwujudnya Pelayanan
Prima Menuju Masyarakat Mandiri untuk Hidup Sehat”

MISI :
Untuk mewujudkan visi tersebut diatas, ditetapkanlah misi yaitu :
1. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat untuk ber PHBS
2. Meningkatkan kemitraan dengan Stake Holder bidang kesehatan
3. Meningkatkan cakupan dan mutu pelayanan
4. Meningkatkan sumber daya manusia (SDM) bidang kesehatan
5. Memantapkan manajemen Puskesmas dan sistem informasi
6. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerja
7. Memelihara dan meningkatkan upaya kesehatan perorangan (UKP) dan
upaya kesehatan masyarakat (UKM) beserta kesehatan lingkungan

MOTTO:
UPT Puskesmas Tanjung Paku menuju Puskesmas “Berprestasi” ( Bersih,
Prestise, Takwa, Santun dan Inovatif)

JANJI PELAYANAN.
Puskesmas Tanjung Paku siap mewujudkan Pelayanan Puskesmas “ SIMPATIK”
1. Senyum
Senyum, salam dan sapa selalu di utamakan.

59
2. Ikhlas
Ikhlas dalam memberikan pelayanan
3. Mudah
Mudah dalam proses pelayanan.
4. Peduli
Peduli terhadap keluhan pasien.
5. Adil
Pelayanan yang diberikan adil dan merata.
6. Terpadu
Terpadu dalam memberikan pelayanan.
7. Inovatif
Inovasi dalam pelayanan selalu dikembangkan
8. Komitmen
Melaksanakan tugas sesuai dengan komitmen

Tabel 3.5 Data penduduk di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Paku Tahun 2015
No Kelurahan Jml Bayi Anak PUS Bumil Bulin Bufas
pddk (0-12 balita
bln)

1 Kt. Panjang 2090 43 168 377 48 46 43

2 PPA 5404 113 434 974 124 118 112

3 Tj. Paku 5627 117 452 1014 129 123 117

4 Kp. Jawa 6093 127 490 1098 139 133 128

Total 19214 408 1544 3642 440 420 400

60
3.2. Gambaran Umum Program-Program Kesehatan Masyarakat

Upaya kesehatan layanan dasar yang diselenggarakan puskesmas meliputi 6


Upaya Kesehatan wajib ditambah dengan Upaya Kesehatan Pengembangan ditambah
Inovasi. Adapaun hasil kegiatan dari upaya kesehatan tersebut adalah sebagai berikut:

3.2.1. Upaya Kesehatan Wajib


1. Promosi Kesehatan
A. Kegiatan yang dilakukan
- Penyuluhan ke sekolah
- Penyuluhan di posyandu
- Penyuluhan keliling
- Survey PHBS
2. KIA dan KB
A. Kegiatan yang dilakukan
- Kelas ibu hamil
- Pelayanan ANC
- Kunjungan bumil resti
- Kunjungan nifas
- Pemantauan stiker P4K/ANC berkualitas
- Otopsi verbal

Kegiatan prog kesehatan anak


- DDTK
- Kelas ibu balita
- Kunjungan rumah balita bermasalah

Keluarga berencana
- Pelayanan dan konseling
- Penanganan komplikasi ringan

61
3. Gizi Masyarakat
A. Kegiatan yang dilakukan
- Penimbangan masal & pemebiran vitamin A
- Pengukuran status gizi murid TK/PAUD
- Pengukuran status gizi siswa SLTP & SLTA
- Pemantauan status gizi sekolah yang mendapat PMT-AS
- Kunjungan rumah balita gizi kurang dan buruk serta bumil KEK
- Pemantauan posyandu
- Pemberian PMT pemulihan
- TFC
- Pendataan kadarzi
- Pengambilan sampel garam RT dan pemeriksan gondok anak SD
- Kelas ASI eksklusif
- Kelas MP-ASI
- Kelas gizi
- Kegiatan rutin seperti:
 Pemberian vitamin A
 Pemberian tablet Fe
 Pemantauan pertumbuhan balita

4. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit


A. Kegiatan yang dilakukan
1. Program imunisasi
- Pelayanan imunisasi
- BIAS
- TT WUS
- Sweeping
- Pelacakan KIPI

62
2. Program P2P
- Sosialisasi P2P dan surveylans
- Survey dan pemetaan wilayah TB
- Penyegaran kader TB
- Penyuluhan HIV-AIDS, IMS & TB untuk pemuda
- Survey epidemiologi
- PTM
- Posbindu

3. Kegiatan Program TB
- Penyuluhan TB pada pemuda dan masyarakat lainnya
- Penjaringan suspek dan penemuan epnderita TB BTA positif
- Penyuluahn TB pada penderita dan pasien yang diduga TB
- Survey dan pemetaan TB
- Pelacakan kasus kontak
- Pelaksanaan PMO
- Pemantauan gizi penderita TB

4. Program Rabies
- Penyuluhan bahaya penyakit rabies dan penanggulangan dini
kasus gigitan hewan tersangka rabies bagi petugas dan tokoh
masyarakat.
- Pemberian vaksin anti rabies (VAR) dan serum anti rabies
(SAR) pada kasus sesuai indikasi.
- Melakukan monitoring dan evaluasi pada apsien yang mendapati
VAR dan SAR.

5. Program Penyakit Tidak Menular (PPTM)


- Melaukan pencatatan dan pelaporan kasus yang tergolong
penyakit tidak menular di poli.

63
- Melakukan pemeriksaan dan pembinaan calon jemaah haji.
- Melakuakn sosialisasi tentang deteksi dini penyakit kanker leher rahim dan
kanker
payudara kepada masyarakat.
- Melakuakn epmeriksaan deteksi dini kanker leher rahim dan

kanker payudara wanita yang sudah pernah berhubungan


seksual terutama yang berumur 30 sampai 50 tahun.
- Melakukan konseling pra IVA dan pra krioterapi.
- Melakukan tindakan krioterapi pada apsien IVA positif yang

kandidat krioterapi.
- Melakukan rujukan kasus tumor atau benjolan payudara.
- Melakukan rujukan kasus curiga kanker leher rahim atau IVA
positif lesi luas (bukan kandidat krioterapi).
- Melakukan pembinaan kegiatan posbindu di kelurahan.

6. Demam Berdarah Dengue


- Penyuluhan penyakit, pencegahan dan pemberantasan DBD

kepada masyarakat.
- Pemantauan jentik oleh kader jumantik.
- Pemberian bubuk abate pada masyarakat yang dimonitoring oleh
petugas surveilans puskesmas.
- Melakukan penyelidikan epidemiologi (PE) pada kasus positif DBD.
- Melakukan fogging pada kasus yang dianggap perlu.

7. Penemuan dan penanggulangan kasus ISPA dan Pneumonia


- Melakukan penyuluhan ISPA dan pneumonia pada pasien yang tersangka
pneumonia.

64
- Pencatatan dan pelaporan kasus ISPA dan pneumonia berkunjung ke
puskesmas.
- Melakukan kunjungan rumah pada pasien tersangka pneumonia.
- Melakukan rujukan kasus pada pneumonia sedang-berat.

8. Penemuan dan penanggulangan diare


- Penyuluhan diare dan penanggulangan diare di rumah sebelum dan sesudah
dibawa ke pelayanan kesehatan kepada tokoh masyarakat dan kader posyandu.
- Penemuan dan penatalaksanaan kasus diare.
- Melakukan rujukan kasus diare dengan dehidrasi sedang sampai dengan
berat.
- Melakukan penyelidikan epidemiologi pada kasus diare berdampak KLB.

9. Pelaksanaan program VCT dan IMS


- Melakukan penyuluhan VCT dan IMS pada masyrakat.
- Melakukan kerjasama dengan LSM dan penjaringan masyarakat beresiko.
- Melakukan pemeriksaan VCT dan IMS pada klien yang datang sendiri atau
diantar
oleh penjangkauannya (LSM) ke puskesmas.
- Melakukan pemeriksaan VCT dan HIV pada ibu hamil.
- Melakukan mobile VCT dan IMS di kampus dan instansi yang berminat.
- Melakukan tindak lanjut pada kasus-kasus positif VCT dan IMS.

5. Kesehatan Lingkungan
Kegiatan yang dilakukan :
- Inspeksi sanitasi dasar.
- Rumah sehat.
- Pemeriksaan TTU-TPM.
- STBM.
- Pengelolaan sampah rumah tangga.

65
- Pembinaan dan pengawasan kualitas air.
- Penuluhan hygiene sanitasi ke sekolah.
- Penyuluhan kawasan sehat.

3.2.2. Program Pengembangan


1. UKS
Kegiatan yang dilakukan
- Skrining murid kelas 1 SD/SMP/SMA
- Pembinaan SD
- Pelatihan dokter kecil atau kader kesehatan

2. Perkesmas
Kegiatan yang dilakukan
- Asuhan keperawatan pada keluarga
- Kunjungan rumah KK resti

3. Kesehatan jiwa
Kegiatan yang dilakukan
- Penemuan dini dan penanganan kasus jiwa
- Rujukan kasus jiwa

4. Kesehatan mata
Kegiatan yang dilakukan
- Penemuan dan penanganan kasus mata
- Rujukan kasus mata

5. Kesehatan lansia
Kegiatan yang dilakukan
- Pelayanan di dalam dan di luar gedung
- Pembinaan kelompok lansia

66
- Senam lansia
- Penyuluhan kesehatan lansia
- Deteksi dini kesehatan lansia

6. PKPR
Kegiatan yang dilakukan
- Pelatihan kader PKPR
- Penyuluhan dna konsultasi ke sekolah
- Konsultasi bagi remaja
7. Kesehatan gigi dan mulut
Kegiatan yang dilakukan
1. Dalam gedung
- Pelayanan kedaruratan gigi
- Pelayanan kesehatan gigi dan mulut dasar
- Pelayanan medic gigi dasar

2. Luar gedung
- UKGS
- UKGM

3.3 Gambaran Umum Program Pelayanan Kesehatan Masyarakat di Puskesmas


Tanjung Paku
3.3.1 Kegiatan Program dan Pelayanan
Mengacu kepada Peraturan Menteri Kesehatan (PERMENKES) No 75 tahun
2014, Berdasarkan karakteristik wilayah kerja Puskesmas Tanjung Paku
dikategorikan Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan puskesmas kawasan
perkotaan dengan karakteristik kegiatan sebagai berikut:
1. Memprioritaskan pelayanan UKM
2. Pelayanan UKM dilaksanakan dengan melibatkan partisipasi masyarakat

67
3. Pelayanan UKP dilaksanakan oleh Puskesmas dan fasilitas pelayanan
kesehatan yang diselenggarakan oleh pemerintah atau masyarakat
4. Optimalisasi peningkatan kemapuan jaringan dan jejaring fasilitas pelayanan
kesehatan
5. Pendekatan pelayanan yang diberikan berdasarkan kebutuhan dan
permasalahan kehidupan masyarakat perkotaan.
Dalam Permenkes No. 75 tahun 2014 juga dijelaskan ada 2 fungsi Puskesmas
yaitu:
1. Penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya
2. Penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya
Upaya kesehatan Masyarakat di Puskesmas Tanjung Paku juga telah mengacu
kepada permenkes No 75 tahun 2014 yaitu meliputi upaya kesehatan masyarakat
esensial dan upaya kesehatan masyarakat pengembangan. Upaya kesehatan
masyarakat esensial yang ditetapkan berdasarkan komitmen nasional, regional dan
global serta yang mempunyai daya ungkit tinggi untuk peningkatan derajat
kesehatan masyarakat yaitu :
1. Pelayanan Promosi Kesehatan
2. Pelayanan Kesehatan Lingkungan
3. Pelayanan Kesehatan Ibu , Anak dan Keluarga Berencana
4. Pelayanan Gizi
5. Pelayanan Pencegahan dan pengendalian Penyakit
Pelayanan kesehatan masyarakat essensial diselenggarakan untuk mendukung
pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) Kota bidang kesehatan. Upaya
Kesehatan Masyarakat Pengembangan adalah upaya kesehatan masyarakat yang
kegiatannya memerlukan upaya yang sifatnya inovatif dan atau bersifat
ekstensifikasi dan intensifikasi pelayanan, disesuaikan dengan prioritas masalah
kesehatan, kekhususan wilayah kerja dan potensi sumber daya yang tersedia di
Puskesmas Tanjung Paku.
Beberapa program pengembangan di Puskesmas Tanjung Paku yang telah
berjalan sejak tahun 2015 sampai sekarang adalah :

68
1. Pelayanan Kesehatan Mata dan Telinga
2. Puskesmas Santun Lansia
3. Posbindu PTM (Penyakit Tidak Menular)
4. Pembinaan UKS/UKGS
4. Kesehatan Gigi dan Mulut
5. Kesehatan Jiwa
6. Kesehatan Haji
7. PKPR (Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja)
Dalam menyusun kegiatan selain mengacu kepada pedoman dan acuan yang
sudah ada ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi,
maupun Dinas Kesehatan Kota, Puskesmas Tanjung Paku juga memperhatikan
kebutuhan dan harapan masyarakat terutama sasaran program. Kebutuhan dan
harapan masyarakat maupun sasaran program dapat di identifikasi melaui survei,
kotak saran, maupun temu muka dengan tokoh masyarakat.
Penyusunan kegiatan-kegiatan program perlu mempertimbangkan masukan
dari masyarakat. Dengan identifikasi kebutuhan dan harapan masyarakat/sasaran
program diperoleh informasi tentang kegiatan apa yang diharapkan oleh
masyarakat sehingga kegiatan-kegiatan program dapat mengatasi permasalahan
yang ada dan mencapai tujuan yang ditentukan dengan memanfaatkan sumberdaya
yang tersedia.
Dengan mempertimbangkan masukan dan harapan masyarakat serta persiapan
menghadapi akreditasi tahun 2016 hanya ada beberapa program pengembangan
prioritas yang bisa memenuhi standar untuk dikreditasi, diantaranya; Posbindu
PTM, UKS/UKGS. Sementara untuk program pengembangan yang lainnya tetap
dijalankan sebagaimana mestinya.
Berkaitan dengan penyelenggaraan pelayanan Upaya Kesehatan Perorangan
(UKP), Puskesmas Tanjung Paku telah melaksanakan kegiatan :
1. Rawat Jalan
2. Perkesmas / Home care

69
3. Perawatan Terapeutik Feeding Center (TFC) dengan sarana penunjang
Laboratorium, Ruang Farmasi , Ruang ASI, Ruang bermain anak, 1 Unit
Rumah Dokter, 3 Unit Rumah Para Medis, 1 unit ambulance dan 5 Unit
Puskesmas Pembantu serta 4 Unit Poskeskel.

3.3.2 INDIKATOR DAN PENCAPAIAN KEGIATAN UPAYA KESEHATAN


MASYARAKAT TAHUN 2016
Tabel 3.6 Indikator dan pencapaian kegiatan upaya kesehatan masyarakat
tahun 2016

JANUARI S/D
TAHUN 2015
UPAYA KESEHATAN SEPTEMBER 2016
NO
MASYARAKAT Target Indikator Pencapai
Pencapaian
(%) Kinerja an
I. PROGRAM ESSENSIAL
A. PROMOSI KESEHATAN
1. Penyuluhan Posyandu 62 288 kali 288 kali
2. Penyuluhan ke Sekolah 46 54 kali 54 kali
3. Penyuluhan keliling 8 12 kali 12 kali
4. Keluarga Siaga 92% 100 % 69% 69%

B. KESEHATAN LINGKUNGAN
1. Akses Air Bersih
91,58% 73% 68,68 73%

2. Jamban Keluarga 82,5% 69% 61,87 71%


3. Pembuangan limbah 82,5% 87% 61,12 60%
4. Pengelolaan sampah 81,5% 89% 61,12 60%
5. Rumah Sehat 83,78% 83% 62,8 85%
6. TTU 41,10% 62,5% 50 84,6%

70
7. TPM 47,80% 45,31% 36,14 41,25%
8. Kunjungan Klinik Sanitasi 70% 70% 45 25%

C KESEHATAN IBU, DAN


ANAK
1. Program Kesehatan Ibu
1. Cakupan K1 100% 98,2% 75 % 75,5 %
2. Cakupan K 4 95% 89,5% 71,25 % 71,49 %
3. Persalinan Oleh Nakes 90% 77% 67,5 % 69,3 %
4. Persalinan komplikasi
Obstetri yang 80% 100% 80 % 100 %
ditangani
5. Kunjunan Nifas 90% 77,2% 67,5 % 69,3 %
6. Deteksi bumil Resti
100% 100% 75 % 89,22 %
Oleh Nakes
7. Deteksi bumil Resti
100% 73% 75 % 89,22 %
Oleh Masyarakat
8. Kematian
0 - 0 1
Bumil/busulin/bufas
9. Cakupan Neonatus
90% 68,2% 67,5 % 73,60 %
Lengkap

2. Program kesehatan Anak


1. Cakupan KN 1 90% 78,2% 67,50 78,2%
2. Cakupan KN Lengkap 90% 68,2% 67,50 68,2%
3. Neonatus dengan
80% 100% 60 100%
Komplikasi
4. Pelayan Kesehatan
87% 90% 65,25 90%
Bayi

71
5. DDTK Bayi kali
90% 75,38% 60 100%
pertahun
6. Bayi DDTK yang
0 - 60 51%
dirujuk
7. DDTK balita 2 kali
85% 90% 80 41,35
pertahun
8. Balita DDTK yang
- 8 orang 80 67,43
dirujuk
9. DDTK Apras 2 Kali
8 orang 60 40
Pertahun
10. Pelayanan kesehatan
83% 100% 83% 28,87%
anak balita
11. Cakupan MTBM 80% 97% 80% 97,61%
12. Jumlah kunjungan
neonatus MTBM yang - 0 - 2
dirujuk
13. Cakupan MTBS 80% 79% 80% 89,29%
14. Jumlah kunjungan
- 3 kasus - 16 Kasus
MTBS yang dirujuk
15. Jumlah kematian
0 3 kasus - 1
neonates
16. Jumlah kematian bayi 0 0 - 1
17. Jumlah kematian
0 3 kasus - -
balita

D. GIZI MASYARAKAT
1. Cakupan D/S balita 85% 65,2% 63,75 65,2
2. Cakupan N/D balita 78% 78,3% 58,50 78,3
3. Cakupan BGM/D balita 3,6% 0,2% 2,7 0,2

72
4. Cakupan Asi Ekslusif 80% 88,4% 60 88,4
5. Cakupan vitamin A Balita 85% 81,5% 63,75 81,5
6. Cakupan Penimbangan
90% 82,8% 67,5 82,8
missal
7. Cakupan Fe3 ibu hamil 95% 101,6% 71,25 100
8. Cakupan Fe ibu nifas 78% 74,9% 58,50 74,9
9. Cakupan vitamin A ibu
78% 74,9% 58,50 74,9
nifas
10. Cakupan PMT pemilihan
100% 100% 100 100
balita kurang gizi
11. Cakupan TFC 100% 100% 100 100

12. Kasus gizi buruk 0 3 kasus 0 3 kasus

E. PENCEGAHAN DAN
PENANGGULANGAN
PENYAKIT
1. Pelayanan TB Paru
1. Penemuan BTA
33 orang 7 orang 33% 15%
Positif
2. BTA positif
- 4 orang - 3
kambuh
3. BTA negatif,
- 3 orang - 2
rontgen positif
2. Pelayan pencegahan dan
pemberantasan DBD
1. Angka bebas
95% 82,6% - 95%
jentik (ABJ)
2. Penemuan kasus
- 28 kasus 31 -
DBD

73
3. Penangana kasus
100% 100% 100% 100%
DBD
4. Kematian akibat
0 - - -
DBD
3. Pelayanan penemuan dan
penaggulangan ISPA dan
pneumonia
1. Penemuan kasus 210
116 kasus
pneumonia kasus
2. Kematian akibat
0 0
pneumonia
4. Pelayanan penemuan dan
penaggulangan Diare
1. Pengobatan /
Penderita semua 100% 100% 100% 100%
umur
5. Pelayanan penemuan dan
penaggulangan Malaria
1. Pengobatan /
penderita semua - - - -
umur
6. Pelayanan penaggulangan
rabies
1. Pengobatan /
penderita semua - 19 kasus -
umur
7. Pelayanan Imunisasi
1. Kontak pertama
a. HBO 95% 95,6% 71,25% 70 %

74
b. BCG 95% 99,6% 71,25% 72 %
c. DPT+HB1 95% 97,8% 71,25% 72 %
2. Kontak lengkap
a. DPT+HB3 90% 97,8% 67,5 % 97,8%
b. Polio 90% 98,9% 67,5 % 98,9%
c. Campak 90% 96,8% 67,5 % 96,8%
3. B IAS Campak
anak SD Imunisasi 90% 98,5% 90 % 98,5 %
lanjut
a. Pentavalen 80% 11,7% 11,7%
b. Campak 80% 4,6% 4,6%
c. BIAS
95% 93% 93%
Campak
d. BIAS
90% 96,4% - -
DT/TT
8. Pelayanan PTM
1. Cakupan deteksi
692
dini Ca Mammae 96 orang
orang
dan Ca serviks
2. Kasus tumor jinak
- 0
pada mammae
3. Kasus curiga
- 0
kanker mammae
4. Kelainan lain pada
- 0
mammae
5. Kasus IVA positif 2 orang 2 orang
6. Kasus curiga
- 0
kanker serviks

75
7. Kelainan lain pada
- 10rang
kanker serviks
8. Pemeriksaan calon
- 77 orang
jemaah haji
9. Pemeriksaan calon
- 27 orang
10. jemaah >60 tahun
11. Jumlah calon
jemaah 50-60 - 26 orang
tahun
12. Calon jemaah <50
- 21 0rang
tahun
Jantung dan
13. Penyakit terbanyak pembuluh
-
calon Jemaah darah
metabolik

PROGRAM
II.
PENGEMBANGAN
A. UKS / UKGS
1. Peningkatan Kesehatan
gigi

a. Sikat gigi
100% 95% 100% -
massal

b. Penyuluhan 100% 100% 100% -

2. Kegiatan pencegahan
kerusakan gigi lebih lanjut

76
a. Fissure sealent 85% 83% 100% -

B. PERKESMAS

1. Kunjungan rumah KK
resti 100% 100%

2. Rapat koordinasi lintas


program dalam 100% 100%
pelaksanaan Perkesmas

C PROGRAM JIWA
1. Cakupan pelayanan jiwa 15% 14,06% 15 13
PROGRAM KESEHATAN
D.
JIWA DAN LANSIA
1. Total kunjungan
3714 3714
pelayanan lansia
Hipertensi,P
2. Tiga penyakit terbanyak enyakit otot
-
lansia dan jaringan
ikat, ISPA
3. Jumlah KK yang dibina
pada Puskesmas - 256KK

4. Pelayanan dalam dan luar 3346


2619 orang
gedung orang

3.4 Hasil Kegiatan Puskesmas


Kegiatan kepaniteraan klinik senior kedokteran Baiturrahmah dilakukan selama 5
minggu di beberapa puskesmas, salah satunya Puskesmas Tanjung Paku Kota
Solok. Kegiatan dari puskesmas ini di mulai dengan adanya pengarahan dari dinas
kesehatan berupa materi terkait program- program yang menjelaskan tentang
kegiatan puskesmas. Kepaniteraan klinik senior melakukan kegiatan di dalam

77
gedung berupa pembelajaran mengenai program –program serta di lapangan untuk
melaksanakan program-program tersebut
Kegiatan diluar gedung antaranya:
 Posbindu
 Screening
 BIAS
 Pemberian obat cacing
 Pemberian tablet FE
 Kelas ibu hamil
 Kelas batita

3.5 Fokus Kajian Program Kesehatan Masyarakat


3.5.1 Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah dilakukan melalui analisis data sekunder, observasi dan


wawancara dengan penanggung jawab program di Puskesmas Tanjung Paku.
Terdapat 5 upaya kesehatan masyarakat essensial yang dijalankan, yaitu promosi
kesehatan, kesehatan lingkungan, kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana,
perbaikan gizi masyarakat, serta pencegahan dan pengendalian penyakit.
Identifikasi masalah dilakukan pada masing-masing program wajib di Puskesmas
Tanjung Paku. Pada program essensial tersebut masih terdapat kesenjangan antara
target dan pencapaian.
Berdasarkan data di atas, beberapa program pelayanan kesehatan di Puskesmas
Tanjung Paku tahun 2015-2016 sudah mencapai target, namun juga terdapat
beberapa program yang belum mencapai target, diantaranya adalah :
1. Keluarga siaga
2. Kunjungan klinik sanitasi
3. Cakupan KN Lengkap
4. Pelayanan kesehatan anak balita
5. Cakupan D/S balita
6. Cakupan BGM/D balita
7. Penemuan BTA positif
8. Penemuan kasus pneumonia

78
9. Imunisasi lanjut pentavalen
10. Cakupan deteksi dini CA mammae dan CA serviks
11. Balita Sakit yang dirujuk

Berdasarkan keseluruhan program yang belum mencapai target, 5 dari 11


program yang belum mencapai target berkaitan dengan pelayanan kesehatan pada
balita.

3.5.2 Penetapan Prioritas Masalah

Beberapa masalah yang ditemukan di Puskesmas Tanjung Paku harus


ditentukan prioritas masalahnya dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan
puskesmas. Upaya yang di lakukan untuk menentukan prioritas masalah tersebut
adalah menggunakan teknik kriteria matrix dengan rumus :

P=I x Tx R

P : Prioritas masalah
I : Pentingnya masalah (Importance)
T : Kelayakan teknologi (Technology)
R: Sumber daya yang tersedia (Resource)
Berikan nilai antara 1 sampai 5 untuk setiap kriteria yang sesuai.
Pentingnya Masalah (I) :

1. Semakin penting (Importance) masalah tersebut, makin diprioritaskan


penyelesaiannya
2. Ukuran pentingnya masalah banyak macamnya, diantaranya:
a. Besarnya masalah (prevalence)
b. Akibat yang ditimbulkan oleh masalah (severity)
c. Kenaikan besarnya masalah (rate of increase)
d. Derajat keinginan masyarakat yang tidak terpenuhi (degree of unmeet need)
e. Keuntungan sosial karena selesainya masalah (social benefit)
f. Rasa prihatin masyarakat terhadap masalah (public concern)

79
g. Suasana politik (politic climate)

Pemberian nilai untuk pentingnya masalah (I):

Nilai 5 : sangat penting


Nilai 4 : penting
Nilai 3 : agak penting
Nilai 2 : kurang penting
Nilai 1 : tidak penting
Kelayakan Teknologi (T)

1. Makin layak teknologi yang tersedia dan dapat dipakai untuk mengatasi masalah
(technical feasibility), makin diprioritaskan masalah tersebut.
2. Kelayakan teknologi yang dimaksud adalah merujuk pada penguasaan ilmu dan
teknologi yang sesuai.

Pemberian nilai untuk Kelayakan Teknologi (T) :

Nilai 5 : sangat mudah


Nilai 4 : mudah
Nilai 3 : agak mudah
Nilai 2 : kurang mudah
Nilai 1 : tidak mudah

Sumber Daya yang Tersedia (R)

1. Semakin tersedia sumber daya yang dapat dipakai untuk mengatasi masalah
(resource availability), semakin diprioritaskan masalah tersebut.
2. Sumber daya yang dimaksudkan adalah tenaga (man), dana (money), dan sarana
(material).

80
Pemberian nilai untuk Sumber Daya yang Tersedia (R) adalah :

Nilai 5 : sangat tersedia


Nilai 4 : tersedia
Nilai 3 : agak tersedia
Nilai 2 : kurang tersedia
Nilai 1 : tidak tersedia

3.5.3 Penilaian Prioritas Masalah di Puskesmas Tanjung Paku

Berdasarkan keseluruhan program yang belum mencapai target,dipilih


lima masalah yang memiliki skor tertinggi berdasarkan teknik criteria matrix.
Penilaian lima masalah prioritas tersebut ditentukan berdasarkan data laporan
tahunan puskesmas, wawancara dengan pemegang program dan pimpinan
puskesmas. Permasalahan ini tidak hanya dilihat dari kesenjangan antara target
dan pencapaian, tetapi juga dilihat dari prioritas masalah, pentingnya masalah,
kelayakan teknologi,sumber daya yang tersedia. Adapun maslah yang menjadi
prioritas utama berdasarkan teknik criteria matrix adalah rendahnya cakupan
program imunisasi lanjutan ( Pentavalen dan campak ) di wilayah kerja
puskesmas tanjung paku kota solok tahun 2016.

1.22.Table Penilaian prioritas masalah berdasarkan teknik criteria matrix


2. Masalah I T R Total Prioritas

Imunisasi lanjutan 5 5 5 125 P1

Cakupan D/S balita 5 5 5 125 P2

BTA positif 5 5 4 100 P3

Kunjungan Neonatus 5 5 4 100 P4


Lengkap

81
DIAGRAM SEBAB AKIBAT (FISH BONE)

82
A. Analisis Sebab Akibat Masalah

Tabel. 3.23. Analisis sebab akibat

Variabel masalah
N Alternative pemecahan
o Faktor masalah
Penyebab masalah
penyebab

1 Man - kurangnya - Memberikan edukasi dan


pengetahuan ibu dan promosi mengenai imunisasi
masyarakat mengenai lanjutan kepada ibu dan
imunisasi lanjutan. masyarakat di tiap Posyandu
- Kurangnya dan PUSTU.
pengetahuan kader - Memberikan bimbingan dan
mengenai imunisasi sosialisasi kepada petugas dan
lanjutan. kader mengenai imunisasi
- Kurang aktifnya lanjutan dan meningkatkan
petugas dan kader keaktifan petugas dan kader
dalam memberikan dalam memberikan
penyuluhan penyuluhan mengenai
mengenai imunisasi imunisasi lanjutan.
lanjutan. - Meningkatkan pemahaman
- Pemahaman ibu ibu-ibu bahwa imunisasi tidak
menganggap yang hanyak sampai bayi tetapi
diimunisasi hanya masih ada imunisasi lanjutan.
bayi
2 Methode - Kurang kerjasama - Lebih meningkatkan
antar lintas sektor kerjasama antar petugas
- kurang kesehatan
memanfaatkan media

83
cetak dan media - lebih memanfaatkan media
elektronik untuk cetak dan media elektronik
sosialisasi mengenai untuk sosialisasi mengenai
program imunisasi imunisasi lanjutan
lanjutan - Memperbanyak dan
- Kurangnya kegiatan mensosialisasikan kembali
penyuluhan dan poster tentang imunisasi
promosi dilapangan. lanjutan kepada masyarakat
- Tidak dilakukanya terutama ibu-ibu yang
sweeping imunisasi memiliki balita
lanjutan pada batita. - lebih meningkatkan kegiatan
penyuluhan mengenai
imunisasi lanjutan.
- Lebih memperhatikan dan
mendata kembali batita-batita
yang belum mendapatkan
imunisasi lanjutan.

3 Money - Banyaknya program - Menyediakan dana khusus


puskesmas yang untuk promosi kesehatan
harus dibiayai. mengenai imunisasi lanjutan
- kurangnya anggaran serta untuk petugas yang
untuk melakukan bertugas mengajak dan
promosi mengenai merekrut ibu-ibu yang
imunisasi lanjutan mempunyai batita agar bisa
- Belum ada donator membawa batitanya ke
dari swasta. posyandu atau ke puskesmas
untuk mendapatkan imunisasi
lanjutan.

84
4 Material - Kurang tersedianya - Menyediakan poster, brosur,
poster, brosur, leaflet dan leaflet untuk mendukung
mengenai informasi pelaksanaan, memperbanyak,
imunisasi lanjutan. dan lebih memanfaatkan
poster, brosur, dan leaflet
tentang imunisasi lanjutan .
5 Lingkungan - Kurang perdulinya - Memberikan penyuluhan
masyarakat dalam kepada masyarakat dan ibu
mendukung program mengenai peran mereka
kesehatan dalam meningkatkan derajat
puskesmas. kesehatan dan mensukseskan
- Ibu takut membawa program kesehatan
anaknya untuk puskesmas .
imunisasi. - Memberikan edukasi kepada
- Stigma bahwa hanya ibu mengenai gejala normal
bayi yang yang timbul setelah anak
diimunisasi. diimunisasi sehingga ibu
tidak takut lagi membawa
anaknya untuk imunisasi.
- Memberikan edukasi
mengenai jadwal imunisasi
anak.

B. Penetapan Alternatif Pemecahan Masalah

1. Man
A. Masih kurangnya pengetahuan ibu tentang imunisasi lanjutan.
1) Kegiatan :Memberikan penyuluhaan mengenai imunisasi lanjutan.

85
2) Tujuan : Meningkatkan pengetahuan serta pemahaman Ibu
tentang imunisasi lanjutan
3) Sasaran : Ibu hamil, ibu menyusui.
4) Lokasi : Puskesmas, Puskesmas pembantu, Posyandu.
5) Pelaksana : Dokter, Bidan dan Petugas yang mendapat bimbingan
tentang imunisasi lanjutan.
B. Masih kurangnya pengetahuan kader tentang imunisasi lanjutan.
1) Kegiatan : Memberikan penyuluhan dan bimbingan mengenai imunisasi
lanjutan
2) Tujuan : Meningkatkan pengetahuan kader mengenai pentingnya
imunisasi lanjutan.
3) Sasaran : kader, petugas kesehatan
4) Lokasi : Puskesmas, Puskesmas pembantu, Posyandu.
5) Pelaksana : Dokter, Bidan dan Petugas yang mendapat pelatihan tentang
imunisasi lanjutan.
C. Kurang aktifnya petugas dan kader dalam memberikan penyuluhan mengenai
imunisasi lanjutan.
1) Kegiatan : Memberikan penyuluhan mengenai imunisasi lanjutan
di Puskesmas, posyandu, PUSTU.
2) Tujuan : meningkatkan pemahaman ibu mengenai imunisasi
lanjutan.
3) Sasaran : ibu hamil, ibu menyusui.
4) Lokasi : Puskesmas, Puskesmas pembantu, Posyandu.
5) Pelaksana : Dokter, Bidan, Petugas dan kader yang mendapat
pelatihan tentang imunisasi lanjutan.

2. Methode
A. kurang memanfaatkan media cetak dan media elektronik untuk
sosialisasi tentang imunisasi lanjutan.

86
1) Kegiatan : melakukan promosi kesehatan mengenai
imunisasi lanjutan melalui media elektronik radio maupun media
cetak seperti koran.
2) Tujuan : Meningkatkan pengetahuan masyarakat dan ibu
tentang pentingnya program imunisasi lanjutan.
3) Sasaran : masyarakat ,ibu hamil, ibu menyusui.
4) Lokasi : Stasiun Radio, percetakan koran
5) Pelaksana : Dokter, Kepala Puskesmas dan penanggung jawab
program.
B. Tidak dilakukanya sweeping imunisasi lanjutan pada batita
1) Kegiatan:
Lebih memperhatikan dan mendata kembali batita-batita yang
belum mendapatkan imunisasi lanjutan
2) Tujuan:
Untuk mendata batita-batita yang belum mendapatkan imunisasi
lanjutan.
3) Sasaran : Ibu yang mempunyai batita
4) Lokasi : Kunjungan kerumah ibu-ibu yang mempunyai batita
5) Pelaksana : Pembina posyandu yang bersangkutan.
C. Program khusus untuk mengatasi kurangnya kesadaran pentingnya
imunisasi lanjutan.
1) Kegiatan :
Jadwal khusus untuk melakukan promosi dengan penyuluhan
tentang imunisasi lanjutan melalui program pustu secara berkala.
2) Tujuan : Meningkatkan angka pengetahuan dan partisipasi dalam
imunisasi lanjutan.
3) Sasaran : ibu yang mempunyai batita
4) Lokasi : Puskesmas, Puskesmas pembantu, posyandu.
5) Pelaksana : Dokter, kepala puskesmas dan penanggung jawab
program.

87
3. Material
A. Kurang tersedianya Poster, brosur, leaflet mengenai informasi imunisasi
lanjutan.
1) Kegiatan : Pengadaan poster, brosur, leaflet imunisasi lanjutan.
2) Tujuan : Memperluas informasi yang akan disampaikan dan
mempermudah promosi program imunisasi lanjutan.
3) Sasaran : masyarakat , ibu hamil
4) Lokasi : Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Posyandu.
5) Pelaksana : Penanggung jawab program.

B. PLAN OF ACTION

Tabel. 3.24. Plane of Action

No Kegiatan Tujuan Sasaran Lokasi Volume Pelaksanaan


kegiatan

1 Pelatihan Meningkatkan Petugas Puskesmas, 1 kali Dokter,


Petugas pengetahuan kesehatan Pustu, dan dalam 1 Bidan dan
kesehatan Petugas dan kader Posyandu tahun Petugas
dan kader kesehatan dan yang
kader tentang mendapat
imunisasi pelatihan
lanjutan tentang
program
imunisasi
lanjutan

88
2 Penyuluhan Memberikan Ibu hamil, Puskesmas, 1 kali Dokter,
informasi dan ibu Pustu, dan dalam 1 Bidan dan
edukasi menyusui , posyandu bulan Petugas
kepada ibu ibu yang yang
mengenai mempunya mendapat
imunisasi i batita. pelatihan
lanjutan. tentang
program
imunisasi
lanjutan

3 Pengadaan Memberikan Masyaraka Puskesmas, 2 kali Dokter dan


poster, informasi dan t, ibu PUSTU, dalam coordinator
brosur, dan edukasi hamil, ibu POSYAND tahun program.
leaflet kepada menyusui, U
masyarakat ibu yang
dan ibu mempunya
tentang i batita
imunisasi
lanjutan.

4 Promosi Memberikan Masyaraka Stasiun 1 kali Dokter,


kesehatan di informasi dan t, ibu radio, dalam 1 coordinator
media edukasi menyusui, percetakan bulan program dan
elektronik kepada ibu ibu hami. koran
(radio) dan tentang
media cetak imunisasi
(koran) lanjutan

89
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan data yang didapat maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai
berikut :

1. Rendahnya cakupan imunisasi lanjutan ( pentavalen dan campak ) di Wilayah


Puskesmas Tanjung Paku Kota Solok tahun 2016.
2. Dilihat dari factor yang mempengaruhi rendahnya cakupan imunisasi lanjutan
( pentavalen dan campak ) di Wilayah keja Puskesmas Tanjung Paku di
pengaruhi oleh beberapa hal sebagai berikut:
A. Man

- kurangnya pengetahuan ibu mengenai imunisasi lanjutan ( pentavalen


dan campak ).
- Kurangnya pengetahuan kader mengenai imunisasi lanjutan (
pentavalen dan campak ).
- Kurang aktifnya petugas dalam memberikan penyuluhan mengenai
imunisasi lanjutan ( pentavalen dan campak )
- Pemahaman para orang tua yang menganggap hanya balita yang
diimunisasi.
B. Methode

- Kurang kerjasama antar lintas sektor


- kurang memanfaatkan media cetak dan media elektronik untuk
sosialisasi mengenai program imunisasi lanjutan
- Kurangnya kegiatan penyuluhan dan promosi dilapangan.
- Tidak dilakukanya sweeping imunisasi lanjutan pada batita.

90
C. Money

- Banyaknya program puskesmas yang harus dibiayai.


- kurangnya anggaran untuk melakukan promosi mengenai imunisasi
lanjutan
- Belum ada donator dari swasta
D. Material
- Kurang tersedianya poster, brosur, leaflet mengenai informasi
imunisasi lanjutan.
E. Lingkungan

- Kurang perdulinya masyarakat dalam mendukung program kesehatan


puskesmas.
- Ibu takut membawa anaknya untuk imunisasi.
- Stigma bahwa hanya bayi yang diimunisasi.

4.2. Saran
Dari masalah yang menjadi penyebab rendahnya cakupan imunisasi
lanjutan di Wilayah Puskesmas Tnjung Paku, dapat disarankan beberapa hal
berikut sebagai langkah pemecahan masalah yang dihadapi baik untuk
Puskesmas Tnjung Paku maupun Dinas Kesehatan Kota Solok. Adapun saran
tersebut adalah:
1. Man

Memberikan edukasi dan promosi mengenai imunisasi lanjutan kepada para


ibu dan masyarakat di tiap posyandu dan PUSTU . Memberikan bimbingan dan
sosialisasi mengenai imunisasi lanjutan kepada para kader. Meningkatkan
pemahaman ibu-ibu bahwa imunisasi tidak hanya sampai anak balita tetapi
masih ada imunisasi lanjutan yang penting untuk anak saat batita .

91
2. Methode
Lebih memanfaatkan media cetak dan media elektronik untuk sosialisasi
mengenai imunisasi lanjutan dan lebih meningkatkan kegiatan penyuluhan
mengenai imunisasi lanjutan.
3. Money
Menyediakan dana khusus untuk promosi kesehatan mengenai imunisasi
lanjutan serta untuk petugas yang bertugas mengajak dan merekrut ibu-ibu yang
mempunyai batita agar bisa membawa batitanya ke posyandu atau ke
puskesmas untuk mendapatkan imunisasi lanjutan.

4. Material
Pengadaan poster, brosur dan leaflet untuk mendukung pelaksanaan
imunisasi lanjutan.
5. Lingkungan
Memberikan penyuluhan kepada mayarakat tentang peran mereka
mensukseskan program puskesmas. Memberikan edukasi mengenai gejala yang
timbul setelah anak diimunisasi kepada para ibu sehingga tidak takut lagi
membawa anaknya untuk di imunisasi. Memberikan edukasi mengenai jadwal
imunisasi.

92
DAFTAR PUSTAKA

1. Data Profil Puskesmas Tanjung Kota Solok


2. Laporan Program Gizi Puskesmas Tanjung Paku Kota Solok
3. Kementerian Kesehatan RI : Profil Kesehatan Indonesia 2014. Diakses tanggal
5 September 2017
4. Kementerian Kesehatan RI Tahun 2015: Petunjuk Pelaksanaan Surveilans Gizi.
Diakses tanggal 5 September 2017
5. Keputusan Menteri Kesehatan Indonesia Nomor 747 Tahun 2007. Pedoman
Operasional Keluarga Sadar Gizi. Diakses tanggal 5 September 2017
6. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019. Diakses tanggal
5 September 2017

93

Anda mungkin juga menyukai