SKRIPSI
DIAJUKAN OLEH
surabayar....,,*2...,;*-..-*.2491
Skripsi. tolah selsci dan rirp. untuk diuji
Ilosen Pembimbing
SKRIPSI
DIAJUKAN OLEH
BREDA VYA}TTA PUTRI PRADITA
NIM:041011068
DOSEN PE
i
Saya (Breda Vyanta Putri Pradita, 041011068) menyatakan dengan sebenar-benamya
Merupakan gagasail atau hasil penelitian skripsi saya sendiri,kecuali secara tertulis
dengan jelas dicantumkan sebagai acrum dan disebutkan nama pengarang dan
dicantumkan dalam kepustakaan. Selain itu skripsi ini bukan hasil karya orang lain
Qtlagiarism) dari karya yang dibuat orang lain. Skrispi ini belum pernah diajukan
lain. Semua data dan informasi yang digrrnakan telah dinyatakan secara jelas dan
dalam pernyataan ini, saya bersedia menerima sanksi yang sesuai dengan norma dan
Surabaya, 2 Jdi2A14
ili
I}ECLARATION
I am (Breda Vyanta Putri Pradita, 041011068) declare truly that all of my declaration
quoting the author's name and state in the references. Moreover, my thesis is not
another's person work made under my nffme, nor piracy or plagiarism. The thesis has
other universities. The data and information have been med in thesis declare clearly
and can be checked it's true. If on the frrtwe this statement is proven to be fraud and
Surabaya, 2 hrli2014
lv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat rahmat serta kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
kesempatan ini, penulis menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah
memberi dukungan moril, doa, nasihat dan bimbingan yang telah diberikan selama
1. Orangtua penulis, Bapak Edhy Bekti Santoso dan Ibu Atiek Dwi Rachmawati
sebagai Papa dan Mama tercinta yang telah memberikan segala kasih sayang,
doa, dukungan lahir maupun batin, serta materi yang tak akan mungkin bisa
diberikan dalam mengiringi dan mendidik penulis untuk tetap berjuang dan
bisa melewati segala macam halangan dan rintangan dengan lapang, penulis
Audita dan Billah Fatkha telah menjadi kakak dan adik yang selalu
2. Bapak Dr. Edy Juwono Slamet, SE., MA selaku dosen pembimbing yang
telah rela meluangkan waktu, pikiran dan tenaga untuk penulis. Penulis
kesabaran, dan semangat yang telah diberikan kepada penulis hingga penulis
3. Ketua program studi Ekonomi Pembangunan Dr. Lilik Sugiharti, S.E., MSi
4. Bapak Rossanto Dwi Handoyo, SE., MSi, Ibu Martha Ranggi Primanthi, SE.,
MIDEC, Bapak Drs. Ec. Tri Haryanto, MP, dan Bapak Wisnu Wibowo, SE.,
Bapak Rudi Purwono, Bapak Achmad Tohari, Ibu Nurul Istifadah dan Bapak
Unggul, terima kasih atas ilmu dan waktu yang diberikan kepada penulis.
Bimbingan dan nasihat yang bapak ibu berikan merupakan stimulus semangat
penulis untuk bisa menjadi lebih baik lagi dalam hal ilmu maupun perilaku.
6. Teman terbaik penulis Bagus Emsza Pradhani yang telah memberikan banyak
maju dan berjuang untuk segera menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih
vi
7. Teman-teman penulis yang tercinta, Karin, Windi, dan Anna, terima kasih
banyak atas perhatian, diskusi ilmu dan dukungannya hingga penulis terus
terdorong untuk segera menyeleseikan skrispsi ini. Semoga kita dapat terus
Nita, dan Petisa, yang telah memberikan dukungan dan semangat sehingga
9. Teman-teman kos yang tercinta, Putri, Dina, Wanda, Fitri, Isna, Sofi, dan
Inka, terima kasih telah memberikan banyak semangat, bantuan, dan diskusi
10. Teman-teman KKN BBM Kebonsari, Mas Dimas, Raiza, Debora, Arief,
Dimas, Mas Edo, Ulfa, Mas Upik, Mas Alfian, Mbak Rika, Mbak Cus, Ratna
Tio dan Eliz, terima kasih telah memberikan cerita, motivasi, dan pengalaman
11. Teman-teman EP angkatan 2010, Arien, Ketut, Yudha, Anka, dan kawan-
kawan, terima kasih telah memberikan banyak cerita dan pengalaman yang
tidak bisa penulis lupakan. Terima kasih juga kepada pihak yang khususnya
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu,
penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan yang tidak disengaja. Kritik dan saran
vii
demi penyempurnaan skripsi ini sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat
viii
ABSTRAK
SKRIPSI SARJANA EKONOMI
NAMA : BREDA VYANTA PUTRI PRADITA
NIM : 041011068
TAHUN PENYUSUNAN : 2014
JUDUL :
Pengaruh Financial Openness, Financial Development dan Stabilitas Nilai Tukar
Terhadap Cadangan Devisa di Indonesia
ix
ABSTRACT
BACHELOR THESIS
DAFTAR ISI
Lembar Persetujuan................................................................................................. ii
Declaration ............................................................................................................. iv
Abstrak .................................................................................................................... ix
Abstract ................................................................................................................... x
Daftar Isi.................................................................................................................. xi
xi
xii
xiii
4.4 Pembahasan................................................................................................ 93
xiv
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Tren Rasio M2, Kredit, Tabungan, dan Investasi Terhadap GDP: 1983-
1997 ......................................................................................................69
Tabel 4.3 Hasil Uji ADF : First Different-Trend and Intercept ...........................78
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.2 Total Cadangan (minus gold) Negara Emerging Markets Asia 1996-
2011(US Dollar) ...................................................................................5
Gambar 4.3 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Periode 1996Q1-
2011Q4..................................................................................................73
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
xviii
BAB 1
PENDAHULUAN
Krisis Asia yang melanda Indonesia sejak awal Juli 1997, dipicu dengan
pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar akibat dari pelemahan nilai tukar bath
mengurangi kesediaan investor asing untuk memberi bantuan finansial dengan cepat
(World Bank, 1998). Untuk itu dibutuhkan peran Bank Sentral sebagai otoritas
mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dimana arah kebijakan didasarkan
pada sasaran laju inflasi yang ingin dicapai dengan memperhatikan berbagai sasaran
ekonomi makro lainnya, baik dalam jangka pendek, menengah, maupun panjang.
Rasio utang jangka pendek yang besar terhadap jumlah cadangan devisa
Indonesia menyebabkan nilai tukar rupiah mendapat tekanan yang berat karena tidak
tersedia cukup devisa untuk membayar utang yang jatuh tempo beserta bunganya.
Akibat dari krisis tersebut dapat dilihat dari menurunnya tingkat produk domestik
PDB negara Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Singapura pada
krisis Asia tahun 1998 mengalami penurunan yang besar. Khususnya di Indonesia,
penurunan sebesar -13,13 persen dimana sebelumnya sebesar 4,7 persen (World
Bank). Hal tersebut mengantarkan Indonesia berada di posisi nomer dua diantara
20
15
10
GDP Growth
0
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
-5
-10
-15
Gambar 1.1
Pertumbuhan PBD di Negara Emerging Markets (annual %)
Berbeda dengan krisis keuangan global di tahun 2008, krisis pasar sub-prima
di Amerika Serikat yang berimbas pada sistem keuangan di seluruh dunia yang
puncaknya terjadi pada bulan September dan Oktober 2008. Hal ini terjadi akibat
adanya kegagalan pasar dan regulasi yang menyebabkan tingkat pertumbuhan PDB
resesi selama masa krisis tersebut. Namun, berbeda dengan negara emerging markets
dimana dapat dilihat pada (Tabel 1.1). Tabel 1.1 menunjukkan perlambatan
Thailand, dan Singapura jauh lebih besar pada saat krisis Asia 1998. Sebaliknya pada
saat krisis global 2008, pertumbuhan ekonomi negara maju mengalami kemerosotan
yang lebih tajam dibandingkan negara emerging market lainnya. Krisis keuangan
termasuk Indonesia. Menurut Indrawati (2012), telah terjadi multi speed economic
Tabel 1.1
Perbandingan Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi Antara Krisis Global
2008/2009 dengan Krisis Moneter 1997/1998
Berasal dari kondisi tersebut, salah satu akibat nyata dari krisis terlihat pada
cadangan internasional atau reserves. Cadangan devisa merupakan salah satu bagian
dari neraca pembayaran dan mempunyai peran yang sangat penting dan berpengaruh
cadangan devisa digunakan sebagai asuransi diri terhadap krisis. Begitu juga menurut
Steiner (2012), bahwa krisis mata uang akan mendorong peningkatan cadangan
devisa sehingga bank sentral merevisi kebijakan cadangan mereka setelah terjadi
pasar negara berkembang termasuk krisis Asia 1998, Buirra (2002) dan Griffith
menaikkan cadangan. Seperti halnya penelitian yang dilakukan oleh Rajan dan
Siregar (2004) dalam Asmanto dan Suryandari (2008), diperoleh bahwa reserves
merupakan kunci utama dari suatu negara untuk dapat menghindari krisis ekonomi
dan keuangan. Hal tersebut dapat dilihat pada pertumbuhan cadangan internasional di
negara emerging market Asia yang semakin pesat (Gambar 1.2). Cadangan devisa
yang semakin meningkat dari tahun ke tahun khususnya tahun 2007 sebelum
terlindungi dari sebelumnya terhadap guncangan pada modal mereka. Selama satu
naik ke tingkat yang relatif tinggi terhadap output nasional. Hal ini terbukti sebelum
bank-bank sentral di banyak negara lebih banyak terfokus pada upaya meredakan
keketatan likuiditas melalui suntikan dana ke sistem keuangan dalam jumlah yang
250.00
200.00
Cadangan
150.00
(miliar)
100.00
50.00
0.00
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Tahun
Gambar 1.2
Total Cadangan (minus gold) Negara Emerging Markets Asia 1996-2011 (U.S Dollar)
Di tahun 1997, dimana besarnya cadangan devisa yaitu lebih dari USD20
milyar yang disertai dengan jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap USD,
mengakibatkan banyak bank yang mempunyai pinjaman dalam mata uang asing
besaran dari bank karena hilangnya kepercayaan masyarakat (Bank Indonesia, 2010).
terintegrasinya pasar keuangan dengan pasar keuangan dunia. Hal ini merupakan
dimana suatu negara secara bersamaan hanya dapat memilih dua dari tiga tujuan
berikut: kemandirian keuangan, stabilitas nilai tukar dan integrasi keuangan, dan
(buffer stock) agar ketiganya dapat dicapai kestabilan. Hal serupa terdapat pada
tersebut adalah sebagai asuransi terhadap peningkatan volatilitas arus modal terkait
yang terbuka dimana aliran modal internasional adalah volatil atau rentan terhadap
terjadinya shock yang merambat dari negara lain (contagion effect). Berdasarkan
Asmanto dan Suryandari (2008), dengan melihat pengalaman krisis yang terjadi pada
tahun 1997, negara yang memilki reserves yang besar dapat menghindari contagion
effect dari krisis dengan lebih baik dibandingkan dengan negara yang memiliki
reserves yang kecil. Hal tersebut terlihat pada cadangan di tahun 2007 sebesar
US$54,9 miliar dimana sebelumnya hanya sebesar US$41 miliar (World Bank).
negara untuk menjelaskan besarnya cadangan yang dihimpun oleh seluruh negara di
dunia beberapa tahun terakhir. Menggunakan model stabilitas keuangan yang terdiri
atas variabel financial openness, financial development, dan stabilitas nilai tukar
Indonesia dimana hasil model tradisional yang terdiri atas jumlah penduduk, impor
terhadap GDP, volatilitas nilai tukar, dan GDP riil per kapita tidak dapat menjelaskan
suatu negara masih dapat melahirkan sistem keuangan yang efisien, dinamis, dan
modern. Dalam penelitian terbarunya ketika beberapa negara membuka pasar modal
internasional terlalu cepat tanpa adanya beberapa kondisi dasar yang mendukung,
kerentanan akan terjadinya sudden stops pada aliran modal akan meningkat.
penelitian Chinn dan Ito (2007) dalam mengukur tingkat keterbukaan neraca modal
suatu negara (kaopen) dimana indeks ini berfokus pada aspek regulasi keterbukaan
neraca modal. Nilai yang lebih tinggi, lebih tinggi pula keterbukaan pada transaksi
keuangan sehingga lebih rentan terhadap guncangan eksternal. Hal ini didukung
menyediakan para peminjam berbagai instrumen keuangan dengan kualitas tinggi dan
risiko rendah. Hal ini akan menambah investasi dan akhirnya mempercepat
informasi dalam pasar keuangan dapat diminimalisasi, jika sektor keuangan berfungsi
secara efisien (Levine, 1997; Fritzer, 2004; dan Kularatne 2002). Peningkatan peran
sektor keuangan diwakili oleh rasio M2 terhadap GDP dimana semakin besar rasio
tersebut maka semakin dalam pengembangan sektor keuangan suatu negara sehingga
Berdasarkan penelitian Obstfeld, et al (2008), Heng dan Corbett (2011), Lane dan
devisa bebas dan sistem nilai tukar mengambang (free floating) menyebabkan
pergerakan nilai tukar di pasar rentan oleh pengaruh faktor ekonomi dan non-
ekonomi. Berdasarkan penelitian Chang dan Velasco (2004) dalam (Abdul, et al.,
2012), nilai tukar bebas bertindak sebagai peredam shocks di sektor keuangan
terhadap depresiasi mendadak pada krisis keuangan. Semenjak krisis Asia melanda
Bank Indonesia untuk menyangga pita intervensi (band intervention) yang ada. Untuk
mengurangi gejolak nilai tukar yang berlebihan, maka pelaksanaan intervensi menjadi
sangat penting terutama untuk menjaga stabilitas nilai tukar. Salah bentuk intervensi
sektor keuangan yang mencakup pada lembaga keuangan guna mendukung jalannya
sistem keuangan yang mengacu kepada kestabilan institusi keuangan dan kestabilan
belakang ini, penulis akan meneliti ketiga variabel diatas yaitu financial openness,
penulis menambahkan variabel krisis di Indonesia yang terjadi di periode 1998 dan
2008 karena dampak yang dihasilkan dari krisis tersebut sangat besar pada
dapat memudahkan Bank Indonesia selaku otoritas moneter dan pemerintah daerah
6. Untuk menguji pengaruh jangka pendek stabilitas nilai tukar (exchange rates
2. Sebagai bahan informasi bagi peneliti lain yang ingin meneliti lebih lanjut
Penulisan skripsi ini dibagi dalam lima bab dan masing-masing bab saling
BAB 1 : PENDAHULUAN
Memuat landasan teori yang sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas,
jenis dan sumber data, prosedur pengumpulan data, dan teknik analisis.
deskripsi hasil uji empiris, analisis model dan pembuktian hipotesis, serta
pembahasan.
Memuat simpulan hasil penelitian dan saran yang diajukan berdasarkan hasil
Daftar Pustaka
Lampiran
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Secara umum istilah financial stability atau stabilitas keuangan telah dikenal
banyak oleh pelaku ekonomi terutama pelaku pasar keuangan, namun demikian
belum terdapat suatu kesepakatan umum mengenai apa yang dimaksud dengan
dengan 2 elemen, yaitu stabilitas harga dan stabilitas sektor keuangan, yang
terakhir, istilah financial stabilily menjadi semakin berkembang sehingga para ahli
Monetery stability atau kestabilan moneter mengacu pada stabilitas harga (general
price stability) dalam bentuk kestabilan mata uang sedangkan financial stability,
tergabung dalam pasar keuangan. Berdasarkan Schinasi (2006) dalam Bank Indonesia
14
a. Secara efisien memfasilitasi alokasi sumber daya dari waktu ke waktu, dari
c. Dapat dengan baik menyerap gejolak yang terjadi pada sector keuangan dan
ekonomi.
Atau secara umum, menurut Bank Indonesia (2007) stabilitas sistem keuangan
fungsi intermediasi, sistem pembayaran, dan penyebaran risiko tetap berjalan dengan
semestinya. Menjaga stabilitas keuangan merupakan salah satu fungsi pokok dari
bank sentral modern yang tidak kalah pentingnya dari memelihara stabilitas moneter.
Stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan ibarat dua sisi dari satu koin yang
saling mempengaruhi satu sama lain dimana stabilitas moneter hanya dapat terwujud
stabilitas sistem keuangan adalah: (i) lingkungan ekonomi makro yang stabil; (ii)
lembaga keungan yang dikelola dengan baik; (iii) pengawasan intitusi keuangan yang
efektif; (iv) sistem pembayaran yang aman dan handal dimana pada Gambar 2.1,
dapat disimpulkan bahwa adanya tekanan pada salah satu faktor dapat berdampak
Gambar 2.1
Kestabilan Sistem Keuangan
yang stabil sebagai sistem di mana setiap kegiatan transfer dana dari pemberi
pinjaman kepada peminjam diakomodasi dengan baik oleh perantara keuangan, pasar,
dan struktur pasar. Oleh karena itu, ketidakstabilan keuangan adalah suatu kondisi di
memicu krisis keuangan. Menurut Nasution (2003), secara sederhana dapat dikatakan
mobilisasi dana yang sangat diperlukan oleh sektor riil. Sehingga, perlunya stabilisasi
laporan yang pada intinya menyebutkan semua transaksi yang dilakukan oleh
penduduk dari suatu negara dengan penduduk negara lain, dan seluruhnya dicatat
dengan metode tertentu, kurun waktu tertentu, biasanya satu tahun kalender
terdiri atas:
negara. Neraca berjalan defisit karena impor lebih besar daripada ekspor.
perbedaan antara penjualan aset ke luar negeri dengan pembelian aset dari
dalam negeri.
Diketahui bahwa cadangan devisa merupakan salah satu bagian dari neraca
pembayaran dan mempunyai peran yang sangat penting dan berpengaruh pada
devisa adalah aset eksternal yang tersedia untuk dan dikendalikan oleh otoritas
pasar valuta untuk mempengaruhi nilai tukar mata uang, dan atau untuk tujuan lain.
mendorong pemupukan cadangan devisa dalam jumlah besar untuk mengatasi krisis.
Berdasarkan penelitian Aizenman dan Lee (2007) ditemukan adanya efek positif dan
diperoleh bahwa reserves merupakan kunci utama dari suatu negara untuk dapat
perekonomian yang terbuka dimana aliran modal internasional adalah volatil atau
rentan terhadap terjadinya shock yang merambat dari negara lain (contagion effect).
Bahwa dengan melihat pengalaman krisis yang terjadi pada tahun 1997, negara yang
memiliki reserves yang besar dapat menghindari contagion effect dari krisis dengan
lebih baik dibandingkan dengan negara yang memiliki reserves yang kecil.
menghindari depresiasi mata uang yang parah. Berdasarkan motivasi ini, terdapat
empat tujuan utama dibalik meningkatnya cadangan devisa dengan cepat dalam Heng
dan Corbett (2011) adalah asuransi diri terhadap krisis (Aizenman dan Lee, 2008),
(Obstfeld et al, 2010), dan mengelola volatilitas nilai tukar (Levy-Yeyati dan
Sturzenegger, 2006).
jaminan untuk tercapainya stabilitas moneter dan perekonomian makro suatu negara.
dan besar kecilnya cadangan devisa merupakan sinyal bagi global financial markets
Indonesia, 2006).
likuid dan berharga tinggi yang dimiliki suatu negara yang nilainya diakui atau
pembayaran yang sah bagi pemerintah atau negara yang merupakan pemiliknya
permintaan dan penawaran valas sebagai akibat transaksi current account. Banyak
cadangan devisa nilainya sama dengan tiga bulan impor. Wijnholds dan Kapteyn
(2001) dalam Heng dan Corbett (2011) berpendapat bahwa sudah menjadi aturan
lama jika cadangan harus setara dengan tiga bulan impor. Diperlukan tolok ukur baru
yang memperhitungkan neraca arus modal. Mereka berpendapat bahwa tolok ukur
baru tersebut harus terdiri dari jumlah utang jangka pendek (drain eksternal) dan
kondisi cadangan devisa suatu perekonomian dapat dinilai dari tiga parameter.
Parameter tersebut adalah rasio cadangan terhadap impor, rasio cadangan devisa
terhadap hutang luar negeri jangka pendek, dan rasio cadangan devisa terhadap
jumlah uang beredar dalam arti luas (broad money) yang dapat dilihat pada (Tabel
krisis lebih mengutamakan rasio utang jangka pendek terhadap cadangan devisa.
jangka pendek yang berpotensi terjadi pembalikan modal dan meningkatkan likuiditas
(Carbaugh, 2004: 513). Artinya bahwa cadangan devisa bagi suatu negara memiliki
tujuan dan manfaat seperti halnya manfaat kekayaan bagi suatu individu. Motif
memegang uang (Roger, 1993) dalam Virgoana (2006), yaitu motif untuk transaksi,
motif berjaga-jaga, dan motif spekulasi. Motif transaksi untuk mencukupi kebutuhan
jaminan kepada pihak eksternal (para kreditor dan rating agency) bahwa kewajiban
luar negeri dapat dibayar tepat waktu (zero default) dengan biaya seminimal mungkin
pelaksaan kebijakan moneter dan kebijakan nilai tukar yaitu memelihara kepercayaan
pasar, melakukan intervensi pasar sebagai upaya mengendalikan volatilitas nilai tukar
apabila diperlukan, meredam market shocks bila terjadi krisis, dan memberikan
kepercayaan kepada pelaku domestik bahwa mata uang domestik senantiasa di-
backup oleh aset valas. Motif spekulasi untuk memperoleh return dari kegiatan
(financial investment) yang dilakukan oleh lembaga keuangan bank maupun nonbank,
tidak dapat terlepas dari kemungkinan terjadinya kerugian akibat berbagai risiko yang
dunia yang menyebabkan ketidakstabilan pada suatu pasar akan cepat berpengaruh ke
pasar lainnya, sehingga risiko kegiatan investasi menjadi semakin tinggi, (b) semakin
investasi di pasar keuangan; dan (c) munculnya pelaku-pelaku baru di pasar keuangan
yang dipegang oleh bank sentral dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :
4. Fleksibilitas nilai tukar, semakin besarnya fleksibilitas nilai tukar akan mengurangi
kebutuhan cadangan devisa karena Bank Sentral tidak perlu lagi memiliki
sejumlah stok cadangan devisa untuk mempertahankan tingkat nilai tukar yang
ditetapkan;
cadangan devisa
keuangan di berbagai negara dalam satu dekade terakhir. Salah satunya adalah
tradisional pada penelitian IMF (2007) tidak dapat menjelaskan pola akumulasi
cadangan yang terdiri atas populasi, impor/GDP, volatilitas nilai tukar, dan
pendapatan per kapita. Untuk itu, ketiga variabel yaitu keterbukaan keuangan,
pengembangan keuangan, dan nilai tukar akan dijelaskan secara terperinci sebagai
berikut:
penduduk suatu negara untuk memperoleh aset dan kewajiban dalam mata uang asing
digambarkan sebagai ketiadaan hambatan dalam aliran modal dari dan ke suatu
memindahkan dana mereka dan memegang aset keuangan luar negeri, 2) perusahaan
domestik.
selama tahun 1990an pada negara-negara berkembang adalah kesalahan besar dimana
merupakan penyebab dari sebagian krisis mata uang di pasar negara berkembang
khususnya krisis Asia 1997. Pendukung kontrol modal berpendapat bahwa membatasi
mobilitas modal memiliki dua manfaat penting yaitu: (a) mengurangi kerentanan
suatu negara terhadap guncangan eksternal dan krisis keuangan, dan (b)
memungkinkan negara-negara yang telah mengalami krisis mata uang dengan suku
bunga yang lebih rendah, menerapkan kebijakan pro-pertumbuhan, dan keluar dari
keterbukaan keuangan yaitu secara de jure dan de facto. Berdasarkan Annual Report
neraca modal secara de jure adalah ketiadaan hambatan pada transaksi akun modal
atau aliran modal seperti; Penanaman Modal Asing atau Foreign Direct Investment,
investasi portfolio, dan aliran hutang dimana nilai dari keterbukaan keuangan (de
jure) biasanya ditunjukkan dengan angka indeks antara 0-1 yang mengindikasikan
modal suatu negara. KAOPEN didasarkan pada variabel dummy biner yang
menyusun data dalam bentuk tabel atau daftar untuk memudahkan pengamatan dan
evaluasi dalam pembatasan atas transaksi keuangan antar negara yang dilaporkan
dan
biner, sehingga variabel adalah sama dengan satu, ketika pembatasan akun modal
tidak ada. Selain itu, untuk kontrol pada transisi modal (), menggunakan lima tahun
(meliputi tahun t dan empat tahun sebelumnya) bahwa kontrol modal tidak berlaku
(SHAREk3).
, + , + , + , + ,
, =
5
,, . Indeks ini mengambil nilai yang lebih tinggi, negara yang lebih
terbuka untuk transaksi modal antar negara. Dengan susunan tersebut, seri ini
variabel KAOPEN bukan berfokus pada yang mengacu pada pembatasan transaksi
transaksi neraca modal. Oleh karena itu, indeks ini berbeda dari ukuran berdasarkan
harga pada keterbukaan keuangan yaitu yang didasarkan pada paritas suku bunga
(UIP atau RIP) seperti pendekatan Cheung, et al. (2003) atau mereka yang
menyimpang dari kondisi dimana tidak ada keuntungan arbitrase seperti De Gregorio
(1998). Para peneliti sering menyebut tindakan berdasarkan harga ini sebagai de facto
keuangan ini memiliki kekuatan dan kelemahan sendiri. Indeks ini berfokus pada
aspek regulasi keterbukaan neraca modal dimana nilai yang lebih tinggi, lebih tinggi
intermediasi yang efisien dan pasar keuangan yang efektif. Sebuah sistem keuangan
yang kuat, menawarkan diversifikasi risiko dan alokasi modal yang efektif. Semakin
returns yang tinggi. Pengembangan keuangan dapat diukur dengan sejumlah faktor
termasuk depth, ukuran, akses, dan kesehatan sistem keuangan. Hal ini dapat diukur
dengan memeriksa kinerja dan aktivitas pasar keuangan, bank, pasar obligasi dan
lembaga keuangan. Hal ini bahwa tingginya tingkat perkembangan keuangan di suatu
yang berkembang, menawarkan keuntungan yang lebih tinggi dengan resiko yang
lebih kecil.
mengurangi risiko penabung, dan menawarkan lebih banyak pilihan kepada investor
dalam meningkatkan returns. Fungsi penting dari sistem keuangan adalah untuk
proyek investasi dengan biaya yang efektif, dimana dapat mengurangi biaya investasi
untuk investor individu (King & Levine , 1993b) dalam FitzGerald (2006).
jembatan antara penabung dan peminjam. Sebagian besar negara bergantung pada
sektor perbankan yang berada pada sektor keuangan. Bank menawarkan asuransi
investasi berisiko tinggi. Dengan cara ini, investor bisa mendapatkan returns yang
lebih tinggi pada investasi mereka karena mereka memegang portofolio yang
pendapat yang dikemukakan oleh Lynch (1996:3-33) yang menyatakan terdapat lima
keuangan.
rasio yang digunakan sebagai indikator adalah : rasio uang dalam arti luas
terhadap PDB, rasio pengeluaran pasar sekuritas terhadap uang dalam arti
luas.
Indikator ini dilihat dari tingkat bungan kredit dan pinjaman sektor riil.
menurut Shaw (1973) merupakan akumulasi dari aktiva-aktiva keuangan yang lebih
cepat dari pada akumulasi kekayaan yang bukan keuangan (Kitchen, 1988:14).
besarnya rasio antara jumlah uang beredar (M2) dengan PDB. Sebaliknya semakin
kecil rasio antara jumlah uang beredar (M2) dengan PDB menunjukkan semakin
dangkal sektor keuangan suatu negara (Lynch, 1996:3). Dominguez (2007) dalam
ditambah dengan deposito berjangka, deposito jangka pendek, pasar uang reksa dan
kategori lain adalah salah satu ukuran dalam menentukan jumlah uang beredar di
suatu negara. Tingkat yang lebih tinggi dari kewajiban utang swasta meningkatkan
meningkatnya peran intermediasi keuangan atau bank oleh penabung dan investor
dan memungkinkan aliran sumber daya yang efisien antara orang-orang dan lembaga-
lembaga dari waktu ke waktu. Hal ini mendorong tabungan dan mengurangi kendala
pada akumulasi modal dan meningkatkan efisiensi pada alokasi investasi, dengan
memindahkan modal dari sektor yang kurang produktif ke sektor yang lebih
produktif.
sektor keuangan ini dapat dilihat dari kemampuannya dalam menyediakan tabungan
pertumbuhan ekonomi.
mengurangi peran international reserves. Hal ini karena negara dengan rasio
financial deepening yang besar dapat dikatakan telah memiliki pertumbuhan ekonomi
yang sudah baik (Priadi, 2008) sehingga negara tersebut dapat mengurangi kebutuhan
akan cadangan devisa. Suatu negara dengan rasio financial deepening yang besar
pasar.
Tetapi menurut Goldfajn da Valdes (1997) dalam Obstfeld (2008) pada krisis
liabilitas atau kewajiban pada sektor keuangan domestik, sebagian besar didominasi
oleh mata uang asing. Financial deepening (perluasan akses penawaran dan
barang dan jasa. Nilai tukar (exchange rate) antara dua negara adalah tingkat harga
(Mankiew, 2007). Nilai tukar atau kurs akan mempengaruhi keputusan investasi serta
mereformasi tujuan dan tugas Bank Indonesia secara lebih tegas dan terfokus, tujuan
Bank Indonesia sesuai dengan pasal 7 adalah mencapai dan memelihara kestabilan
nilai tukar. Kestabilan nilai tukar yang dimaksud adalah kestabilan nilai rupiah
terhadap mata uang negara lain. Untuk mencapai dan memelihara stabilitas nilai
kebijakan moneter dilakukan dengan kebijakan sistem nilai tukar. Terdapat tiga
sistem nilai tukar yang diterapkan oleh banyak negara, yaitu: sistem nilai tukar tetap
(fixed exchange rate), sistem nilai tukar mengambang terkendali (managed floating
exchange rate), dan sistem nilai tukar mengambang bebas (free floating exchange
rate). Perbedaan ini berdasarkan pada besar cadangan devisa dan intervensi bank
sentral yang diperlukan untuk mempertahankan nilai tukar pada sistem tersebut.
Menurut Carbaugh (2004: 516) dalam Asmanto dan Suryandari (2008) adalah tujuan
melakukan intervensi pasar sebagai upaya untuk menstabilkan nilai tukar. Sehingga
suatu negara dengan aktivitas stabilisasi yang aktif memerlukan jumlah cadangan
Besar kecilnya kebutuhan cadangan devisa dikaitkan dengan arus dana antar
negara dipengaruhi oleh sistem devisa yang dianut oleh suatu negara. Di negara yang
menganut sistem devisa bebas, aliran modal bebas masuk dan bebas keluar sehingga
perekonomian negara tersebut biasanya akan rentan terhadap risiko yang muncul dari
Dalam situasi tersebut, otoritas moneter memerlukan jumlah cadangan devisa dalam
jangka pendek yang lebih besar, khususnya untuk kebutuhan mengelola nilai tukar
2006).
Fixed exchange rate adalah kurs suatu mata uang (rupiah) terhadap mata uang
lain (dolar) ditetapkan pada nilai tertentu, tanpa memperhatikan penawaran ataupun
permintaan terhadap valuta asing yang terjadi. Bila terjadi kekurangan atau kelebihan
penawaran atau permintaan lebih tinggi dari yang ditetapkan pemerintah, maka dalam
hal ini akan mengambil tindakan untuk membawa tingkat nilai tukar ke arah yang
telah ditetapkan. Tindakan yang diambil oleh otoritas moneter bisa berupa pembelian
ataupun penjualan valuta asing, bila tindakan ini tidak mampu mengatasinya, maka
akan dilakukan penjatahan valuta asing (Halwani, 2005). Pada kurs ini bank sentral
akan bersedia melayani seluruh kebutuhan devisa yang diperlukan oleh pasar.
Apabila tingkat kurs tersebut tidak lagi dapat dipertahankan, maka bank sentral
melakukan devaluasi atau revaluasi atas tingkat kurs yang ditetapkan. Sistem
nilai tukar tetap membutuhkan cadangan devisa yang sangat besar. Selain itu, bank
sentral harus berulangkali mengintervensi pasar agar nilai tukar tetap berada pada
untuk mata uang domestik dalam rangka memberikan kepercayaan pada mata uang
domestik. Cadangan devisa digunakan sebagai alat tukar dan kebijakan moneter,
dapat mempertahankan nilai tukar tetap mereka dengan membeli atau menjual mata
uang domestik dalam rangka mendukung mata uang domestik. Dalam Bank
Indonesia (2008), penetapan nilai kurs tersebut dapat dilakukan dengan beberapa
cara, yaitu:
1. Pegged to a currency, apabila kurs ditetapkan terhadap suatu mata uang lain.
mata uang lain dengan bobot tertentu sesuai dengan besarnya hubungan
Sistem kurs tetap membutuhkan cadangan devisa yang besar karena bank
sentral memiliki kewajiban untuk mempertahankan kurs pada level yang ditetapkan.
Biasanya diterapkan pada negara yang mempunyai cadangan devisa besar dengan
Sistem kurs ini ditentukan oleh mekanisme pasar dengan atau tanpa upaya
stabilisasi oleh otoritas moneter. Menurut Kuncoro (2001), di dalam sistem kurs
Sistem dimana otoritas moneter berperan aktif dalam menstabilkan kurs pada
tingkat tertentu. Oleh karena itu, cadangan devisa biasanya dibutuhkan karena
otoritas moneter perlu membeli atau menjual valas untuk mempengaruhi pergerakan
kurs. Menurut Bank Indonesia (2008), manage floating exchange rate adalah kurs
dibiarkan bergerak dalam batas tertentu sesuai dengan pita intervensi (intervention
1. Apabila kurs bergerak menembus batas atas atau batas bawah dari pita
intervensi, secara otomatis bank sentral akan membeli atau menjual devisa
yang diperlukan oleh pasar sehingga kurs bergerak dalam batas pita
intervensi.
Kurs mengambang bebas adalah suatu sistem ekonomi yang ditujukan bagi
suatu negara yang sistem perekonomiannya sudah maju. Sistem nilai tukar ini akan
sesuai dengan kondisi internal dan eksternal. Jadi dalam sistem nilai tukar ini hampir
tidak ada campur tangan pemerintah. Bank sentral dapat melakukan intervensi di
pasar valas untuk mempengaruhi pergerakan kurs di pasar, akan tetapi umumnya
hanya dilakukan pada saat-saat tertentu misalnya bila terjadi gejolak kurs yang
Pada sistem nilai tukar bebas, aliran modal yang bebas masuk dan keluar
jumlah cadangan devisa jangka pendek yang lebih besar daripada sistem nilai tukar
Karakteristik Indonesia sebagai small open economy yang menganut sistem devisa
bebas dan sistem nilai tukar mengambang (free floating) menyebabkan pergerakan
nilai tukar di pasar rentan oleh pengaruh faktor ekonomi dan non-ekonomi. Untuk
mengurangi gejolak nilai tukar yang berlebihan maka pelaksanaan intervensi menjadi
sangat penting terutama untuk menjaga stabilitas nilai tukar pada saat tertentu yang
benar-benar dibutuhkan agar dapat memberikan kepastian bagi dunia usaha. Salah
satu bentuk intervensi itu adalah dengan menggunakan international reserves dan ini
sejalan dengan argumentasi Aizenman,dkk (2004) dalam (Priadi, 2008) dan Obstfeld
(2008) bahwa suatu negara yang menerapkan sistem nilai tukar mengambang bebas
Hampir tidak ada batasan dalam transaksi valuta asing dalam sistem nilai
tukar ini, yang meliputi : i) tidak ada kewajiban bagi eksportir untuk menyerahkan
cadangan devisa; ii) tidak ada kewajiban bagi bank untuk menjual cadangan devisa
bank sentral; iii) tidak ada kewajiban bagi individu untuk membeli/menjual cadangan
devisa; iv) tidak ada kewajiban untuk melaporkan transaksi valuta asing (Iskandar,
2010).
Keunggulan :
c. Kondisi ekonomi negara lain tidak akan berpengaruh besar terhadap kondisi
Kelemahan :
Berdasarkan Aizenman, Chinn, dan Ito (2009), untuk mengukur stabilitas nilai
tukar antar negara asal dan negara dasar dapat dihitung dan dimasukkan
menggunakan rumus berikut ini dimana nilai yang lebih tinggi dari indeks ini
mengindikasikan gerakan lebih stabil dari nilai tukar terhadap mata uang dari negara
basis.
.
= .(((_)) .......................................................... (2.2)
dan Watson (1993) dalam Ulfa (2003), standar deviasi digunakan untuk mengukur
stabilitas atau resiko dari suatu seri data kuantitatif. Standar deviasi yang lebih tinggi
terkait dengan tingkat stabilitas yang rendah, yang identik dengan resiko yang lebih
tinggi. Sebaliknya, standar deviasi yang lebih rendah terkait dengan tingkat stabilitas
yang lebih tinggi, yang identik dengan resiko yang lebih rendah.
di seluruh dunia beberapa tahun terakhir dengan menggunakan objek penelitian 134
terjadi korelasi statistik yang kuat dan signifikan dari tingkat cadangan
model tradisional berdasarkan penelitian IMF (2003). Hasil IMF pada model
regresi linier yang dapat menjelaskan pola arus akumulasi cadangan. Pada model
yaitu (log) penduduk, (log) impor terhadap GDP, volatilitas nilai tukar, dan (log)
GDP riil per kapita. Berbeda dengan model stabilitas keuangan dimana terdapat
dummy nilai tukar terpatok, dummy nilai tukar patokan halus, dummy negara maju,
Pada model stabilitas keuangan penuh, sebagai contoh peningkatan indeks pada
variabel tersebut memberi efek yang besar untuk mengembangkan sebuah negara.
Obstfeld, et al. (2008) membagi sampel menjadi tiga periode : tahun 1980an,
sebelum krisis Asia tahun 1990an (1990-1997), dan setelah krisis Asia (1998-2004).
1980, tetapi sebelum krisis Asia tahun 1990an menjadi sangat penting. Financial
deepening (M2/GDP) juga memiliki efek positif dan signifikan pada setiap periode
dan semakin kuat dari waktu ke waktu. Variabel ini semakin penting pada suatu
penelitian ini yang hanya mencakup periode sampel sebelum dan setelah krisis tahun
1998 dan 2008 yaitu periode antara 1996-2011 dengan menggunakan Indonesia
Dalam penelitian Dyna dan Corbett (2011) membahas mengenai motif suatu
negara melakukan akumulasi cadangan devisa dan menganalisa dampak dari financial
development dan arus modal pada akumulasi cadangan di negara Asia Timur.
valuta asing di pasar keuangan yang belum berkembang. Dengan menggunakan data
tahunan di 12 negara Asia antara tahun 1980 dan 2009, menguji secara empiris motif
pada akumulasi cadangan dan menganalisis dampak arus modal dan financial
variabel bebas seperti capital inflows, financial development, interaksi antara capital
inflows dan financial development, serta variabel control yang meliputi GDP per
kapita, broad money, perdagangan, stabilitas nilai tukar dan financial openness.
pasca krisis Asia. Hal ini menguatkan bahwa terdapat motif pencegahan dan motif
efek yang cukup tinggi pada variabel capital inflows terhadap variabel cadangan
bank sentral untuk mengurangi timbunan cadangan dengan mengurangi dampak arus
Berdasarkan penelitian tersebut, hal ini yang mendorong penulis dalam menggunakan
tingkat cadangan devisa pada 102 negara tahun 1981-1995 dimana keterbukaan
keuangan merupakan faktor yang paling penting. Menggunakan variabel output per
development, kontrol modal, kebijakan nilai tukar, dummy minyak, and hutang
Ukuran negara memiliki efek negatif pada kepemilkian cadangan, semakin besar
korelasi kuat terhadap financial deepening. Namun, tidak ada bukti bahwa volatilitas,
kontrol modal, kebijakan nilai tukar atau ketergantungan pada minyak mempengaruhi
tingkat cadangan.
dengan objek penelitian 122 negara emerging markets pada periode 1980-1996.
Pertama, variabel ukuran ekonomi diukur dalam PDB dan PDB per kapita, hal
Semakin tinggi populasi dan GDP per kapita, semakin tinggi jumlah akumulasi
cadangan devisa yang akan diperlukan. Kedua, kerentanan neraca berjalan diwakili
yang lebih terbuka, akan lebih terkena shocks eksternal dan harus memiliki lebih
banyak cadangan devisa. Ketiga, kerentanan neraca modal menuntut lebih banyak
cadangan devisa , karena dengan keterbukaan keuangan yang lebih besar dan potensi
yang lebih besar pada pelarian modal (capital flight) berdasarkan krisis mata uang
oleh volatilitas nilai tukar. Dalam kebijakan nilai tukar tetap, lebih banyak cadangan
devisa yang diperlukan untuk mempertahankan kurs tetap. Kelima, biaya kesempatan
Hasil yang ditemukan bahwa tingkat cadangan devisa tergantung pada ukuran
neraca modal sehingga meningkatkan lebih banyak cadangan devisa yang dipegang
dinamis pada data panel periode tahun 1970-2010. Penelitian menunjukkan bahwa
krisis mata uang mendorong peningkatan cadangan devisa. Efek ini sangat kuat untuk
krisis mata uang baru-baru ini sejak krisis keuangan Asia tahun 1997-1998.
nominal dan suku bunga sebagai variabel bebas. Hasil empiris menunjukkan bahwa
krisis meningkatkan rasio cadangan terhadap GDP dimana semakin terbuka suatu
menahan cadangan lebih banyak sebagai motif pencegahan. Hal ini menunjukkan
bahwa bank sentral merevisi kebijakan cadangan mereka setelah terjadi krisis mata
2.3.1 Hipotesis
Berdasarkan uraian pada latar belakang dan teori-teori di atas maka hipotesis
cadangan devisa dalam jangka panjang baik secara parsial maupun simultan di
Indonesia.
tingkat cadangan devisa dalam jangka panjang baik secara parsial maupun
simultan di Indonesia.
cadangan devisa dalam jangka panjang baik secara parsial maupun simultan di
Indonesia.
cadangan devisa dalam jangka pendek baik secara parsial maupun simultan di
Indonesia.
tingkat cadangan devisa dalam jangka pendek baik secara parsial maupun
simultan di Indonesia.
cadangan devisa dalam jangka pendek baik secara parsial maupun simultan di
Indonesia.
Model yang dipakai dalam penelitian ini adalah model ECM (Error
variabel yang tidak stasioner secara individual dapat kembali ke nilai ekuilibriumnya
dalam jangka panjang. Hal tersebut dapat terjadi jika terdapat hubungan kointegrasi
regresi lancung.
(Finop), financial development (Findev), serta stabilitas nilai tukar (ERS) sebagai
variabel independen. Selain itu, model juga menggunakan variabel DUMMY untuk
Indonesia pada periode 1997.2-1999.1 serta krisis global pada periode 2008.4-2009.1.
yang sifatnya artificial atau dummy ke dalam model persamaan regresi dengan
mengambil nilai (1) atau nol (0). Angka satu menunjukkan adanya atribut, sedangkan
angka nol menunjukkan tidak adanya atribut (Widarjono, 2007). Oleh karena itu,
penelitian ini memberikan nilai (1) untuk periode krisis 1997.2-1999.1 dan 2008.4-
Melalui metodologi ECM, model jangka panjang dan jangka pendek adalah
sebagai berikut:
Keterangan:
= Error term
= + + + + +
+ .......................................................................... (2.3)
Keterangan:
D = First Difference
= Error term
= Koefisien ECT
mengenai salah satu indikator perekonomian Indonesia yaitu cadangan devisa, baik
pada peran dan fungsinya bagi suatu negara yang menganut perekonomian terbuka,
dimana antara satu negara dengan negara lainnya saling berpengaruh. Cadangan
devisa merupakan salah satu bagian dari neraca pembayaran dan mempunyai peran
yang sangat penting dan berpengaruh pada stabilitas perekonomian. Adanya krisis
terhadap dollar AS (spekulasi) dan jatuh tempo utang swasta luar negeri dalam
jumlah besar dan cadangan devisa tidak cukup kuat untuk menahannya sehingga
krisis pada tahun 1997/1998 mengantarkan Indonesia sebagai negara yang mengalami
krisis terparah kedua dari enam negara yang mengalami krisis terparah. Konsep
stabilitas keuangan yang terdiri atas variabel-variabel digunakan sebagai proxy dalam
suatu negara, maka semakin rentan terhadap gejolak perekonomian negara lain. Pada
dan semakin rentan terhadap krisis. Sehingga kebutuhan cadangan devisa akan
cenderung semakin besar untuk menjaga stabilitas neraca pembayaran. Oleh karena
itu, financial openness dijadikan sebagai variabel bebas penentu tingkat cadangan
oleh bank sentral memungkinkan aliran sumber daya yang efisien antara orang-orang
Tetapi, apabila liabilitas atau kewajiban pada sektor keuangan domestik sebagian
besar didominasi oleh mata uang asing, financial deepening harus diimbangi dengan
peningkatan cadangan devisa agar pada saat krisis tidak terjadi penarikan secara
Pada variabel nilai tukar yang merupakan faktor terpenting bagi negara
sedang berkembang. Salah satu penentu dalam menjaga stabilitas nilai tukar
merupakan tugas pokok Bank Indonesia sebagai otoritas moneter. Secara teoritis,
pada sistem nilai tukar tetap, cadangan devisa yang diperlukan lebih banyak untuk
mempertahankan nilai tukar pada level yang ditetapkan. Sedangkan pada sistem nilai
tukar mengambang cadangan devisa hanya terbatas pada menjaga stabilitas nilai tukar
pada saat terjadi fluktuasi nilai tukar yang terlalu tajam. Sehingga, sistem nilai tukar
variabel tersebut berpengaruh pada tingkat cadangan devisa. Pada akhirnya, hasil
estimasi dapat digunakan untuk menganalisis apakah tingkat cadangan devisa yang
dan stabilitas nilai tukar yang digunakan sebagai self-insurance pada periode krisis.
Berdasarkan paparan sebelumnya, maka alur atau kerangka berpikir penelitian ini
STABILITAS KEUANGAN
INDEPENDENSI
MONETER
(Financial
Development)
ECM ECM ECM
CADANGAN
DEVISA
Gambar 2.2
Kerangka Berpikir
BAB 3
METODE PENELITIAN
ekonomi ECM (Error Correction Model). Metode ECM digunakan untuk mengetahui
development, dan stabilitas nilai tukar terhadap cadangan devisa di Indonesia melalui
penelitian ini, penulis menggunakan perangkat lunak Eviews 7.2 untuk pengolahan
terikat dan variabel bebas. Variabel terikat atau variabel dependen adalah variabel
yang dipengaruhi oleh variabel-variabel lain dalam model dan bersifat stochastic.
52
53
2. Variabel bebas dalam penelitian ini terdiri atas keterbukaan keuangan (Finop),
variabel diperoleh dengan melakukan proxy terhadap variabel lain yang didasarkan
atas studi literatur dan empiris. Adapun definisi masing-masing variabel dalam
Cadangan devisa, yaitu aset likuid yang dimiliki oleh suatu negara sebagai
()
= ........................................................................... (3.1)
dimana :
oleh Chinn dan Ito (2007) untuk Indonesia. Indeks berkisar antara 0-1 dimana
lain, meningkatkan peran intermediasi keuangan atau bank pada aliran sumber
= ........................................................................................ (3.2)
dimana :
Stabilitas nilai tukar atau exchange rates stability yaitu, kestabilan nilai rupiah
terhadap mata uang negara lain. Menurut Aizenman, Chinn, dan Ito (2009),
.
= .(( ))_(........................................................... (3.3)
Dimana :
Nilai indeks yang lebih tinggi mengindikasikan gerakan yang lebih stabil pada
nilai tukar rupiah terhadap dolar. Digunakan perbandingan dengan mata uang
negara AS karena selama periode 1996-2011 mata uang yang paling banyak
5. Krisis (DUMMY)
Digunakan untuk menangkap efek shock eksternal akibat krisis Asia dan krisis
tahun 1997.2 hingga 1991.1 dan tahun 2008.4 hingga 2009.1, serta 0 untuk
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa
data time series dari tahun 1996 kuartal pertama sampai 2011 kuartal keempat. Data
tersebut bersumber dari World Bank, Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia
(SEKI) terbitan Bank Indonesia, dan St. Louis Federal Reserves Bank yang telah
(library research) yaitu dengan cara pengumpulan data yang bersumber dari literatur
dalam penelitian. Selain itu, juga bersumber dari data sekunder yaitu data yang sudah
diolah dan diperoleh dari instansi, lembaga keuangan dan biro terkait, seperti ruang
baca FEB Universitas Airlangga, perpustakaan Bank Indonesia cabang Surabaya serta
documenter, semua data yang diperlukan dikutip dari sumber-sumber yang telah
Gambar 3.1 dibawah ini menunjukkan kriteria penentuan teknik analisis yang
Uji Kointegrasi
Gambar 3.1
Kriteria Penentuan Teknik Analisis
Penggunaan teknik analisis dalam penelitian yang melibatkan data time series
memiliki ketentuan dan kriteria tertentu. Tidak sembarang alat analisis dapat
dilakukan uji stasioner. Pada analisis empiris time series, masalah utama yang
variabel yang tidak stasioner maka akan menghasilkan regresi lancung (spurious
regression). Regresi lancung terjadi jika koefisien determinasi cukup tinggi tapi
makna. Hal ini terjadi karena hubungan keduanya yang merupakan data time series
hanya menunjukkan trend saja. Jadi, tingginya koefisien determinasi karena trend
Uji stasioneritas data merupakan tahap awal dalam penentuan teknik analisis,
apabila data tersebut stasioner pada tingkat level maka teknik yang digunakan adalah
Ordinary Least Square (OLS). Di sisi lain, data yang stasioner pada tingkat first
difference harus dilakukan uji kointegrasi terlebih dahulu. Dalam Widarjono (2007),
antar pelaku ekonomi dengan apa yang terjadi sebenarnya maka diperlukan adanya
Model (ECM). Sebaliknya, apabila error (u) tidak terkointegrasi, maka digunakan
Dalam estimasi model ekonomi dengan data time series, salah satu
prosedur yang harus dilewati adalah dengan menguji stasioneritas pada data atau
disebut juga stasionary stochastic process. Jika tidak mengandung akar-akar unit
(unit root) pada data tersebut maka data tersebut dapat dikatakan data yang stasioner.
Dimana mean, variance, dan covariance konstan sepanjang waktu. Sebaliknya data
time series dikatakan tidak stasioner jika mengandung akar-akar unit dimana mean,
variance, dan covariance tidak konstan. Untuk menguji akar-akar unit pada penelitian
ini digunakan uji Augmented Dickey-Fuller (ADF) yang dikembangkan oleh Dickey
dan Fuller, yaitu dengan membandingkan nilai ADFtest statistic dengan Mackinnon
critical value 1%, 5%, dan 10%. Persamaan ADF ada dua jenis, yaitu tanpa trend dan
intersep pada I(1). Bentuk persamaan uji stasioner tanpa trend dan menggunakan
= + + + ......................................................... (3.4)
= + + + + ..................................... (3.5)
Dimana:
: Intersep
T : Trend
t : Error term
hasil regresi dengan t-statistik Mackinnon critical value 1%, 5%, 10 %. Bila ADFtest
statistik hitung lebih besar daripada mackinnon critical value, maka H0 ditolak atau H1
diterima, cukup bukti untuk hipotesis nol bahwa didalam persamaan tidak
mengandung akar-akar unit, artinya data stasioner. Sebaliknya saat ADFtest statistik
hitung lebih kecil daripada Mackinnon critical value maka Ho diterima atau H1
ditolak, tidak cukup bukti untuk menolak hipotesis bahwa di dalam persamaan
mengandung akar-akar unit, artinya data tidak stasioner. Jadi harus dilakukan
differencing data untuk memperoleh data yang stasioner di first different I(1), yaitu
kointegrasi. Uji kointegrasi adalah uji yang digunakan untuk mengetahui ada
tidaknya keseimbangan dalam jangka panjang antar variabel dalam model. Dengan
kata lain, apabila variabel dalam model tersebut terkointegrasi, maka terdapat
dan metode Johansen. Namun penggunaan metode Johansen membuat estimasi lebih
sukar karena adanya asumsi estimasi persamaan yang full-specified (Kamar dan
Bakardzieva, 2003). Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan metode Engle-
Granger yang lebih mudah dengan sampel yang kecil. Sebelum melakukan uji
kointegrasi, hal pertama yang dilakukan adalah meregresi seluruh variabel sehingga
didapatkan residualnya. Tujuan utama dari uji kointegrasi adalah mengkaji apakah
residual (et) yang didapat stasioner atau tidak dengan menggunakan uji DF (Dickey
Fuller) dan ADF (Augmented Dicky Fuller). Persamaan kointegrasi DF dan ADF
= + ...................................................................................... (3.6)
= + + ...................................................... (3.7)
dengan nilai kritisnya. Jika nilai statistiknya lebih besar dari nilai kritisnya, maka
Sebaliknya, apabila nilai statistiknya lebih kecil dari nilai kritisnya, maka variabel
yang diamati tidak terkointegrasi dan tidak memiliki hubungan jangka panjang. Dan
dalam jangka panjangnya, maka dapat diketahui apakah dalam jangka pendek
mencapai keseimbangan pula atau tidak. Terdapat suatu perbedaan antara yang
menuju pada keseimbangan jangka panjang disebut Error Correction Model (ECM).
Metode ini adalah suatu regresi tunggal menghubungkan diferensi pertama pada
variabel terikat (Yt) dan diferensi pertama untuk semua variabel bebas dalam
model. Metode ini dikembangkan oleh Engel dan Granger pada tahun 1987. Berikut
ini persamaan estimasi jangka panjang dan jangka pendek dari metode ECM:
= + + +. . . . + + ........................................................ (3.8)
= + + +. . . . + + + ........................... (3.9)
Model ECM mengandung suatu bentuk ECT (Error Correction Term) yang
dengan nilai yang diinginkan (desired) yang akan dieliminasi dalam satu periode.
Semakin besar nilai parameter, maka semakin besar respon parameter terhadap
2004:356).
Jika ECTt sama dengan nol tentunya Y dan X berada dalam kondisi
mengenai nilai koefisien ECT. Asumsi utama, jika nilai koefisien parameter ECM
bernilai negatif maka nilai koefisien variabel terikat menjadi negatif untuk menuju
keseimbangan jangka panjang. Jika nilai koefisien variabel bebas diatas nilai
keseimbangannya maka variabel bebas akan mulai menurun pada periode sebelumnya
parameter ECM bernilai positif, maka nilai koefisien variabel terikat menjadi positif
untuk menuju keseimbangan jangka panjang. Jika nilai koefisien variabel bebas
dibawah nilai keseimbangannya, maka variabel bebas akan mulai meningkat pada
nilai dari koefisien ECM menentukan seberapa cepat keseimbangan diperbaiki oleh
variabel-variabel bebas.
nilai koefisien ECT terletak dalam range 0 koef. ECT 1 dan secara statistik harus
signifikan. Apabila syarat tersebut terpenuhi maka ECM dapat digunakan untuk
estimasi.
metode OLS, maka asumsi-asumsi dari OLS harus dipenuhi. Apabila asumsi tidak
terpenuhi, maka tidak akan dapat menghasilkan nilai parameter yang BLUE
dari gangguan u.
Untuk mengetahui apakah model tersebut memenuhi asumsi BLUE atau tidak,
perlu dilakukan beberapa pengujian yaitu uji multikolinearitas, uji autokorelasi, uji
heteroskedastisitas dan juga uji normalitas untuk memastikan bahwa data terdistribusi
secara normal.
Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel
sesama variabel independen sama dengan nol. Multikolinearitas dalam penelitian ini
dilihat melalui koefisien korelasi dari masing-masing variabel bebas. Jika koefisien
korelasi antara masing-masing variabel bebas lebih besar dari 0,8, artinya terjadi
yang diamati tidak memiliki varians yang konstan dari suatu observasi lainnya
(Hanke & Reitsch, 2002) dalam Mudrajad Kuncoro (2004). Gejala heteroskedastisitas
lebih sering terjadi dalam analisis data silang tempat daripada runtut waktu. Uji
Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi
= Ada Heteroskedastisitas
berkaitan satu sama lain (Hanke & Reitsch, dalam Mudrajad Kuncoro, 2004).
Masalah autokorealasi dapat timbul karena residual tidak bebas dari satu observasi ke
observasi lainnya. Dengan kata lain, masalah ini sering ditemukan pada data runtut
waktu. Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada
pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem
berkaitan satu sama lainnya. Masalah ini timbul karena residual (kesalahan
Ghozali.2005 : 95). Uji untuk mendeteksi autokorelasi dilakukan dengan Uji Serial
Correlation LM dengan kriteria jika nilai P-value dari Obs*R-squared lebih besar dari
maka uji normalitas perlu dilakukan. Uji ini dapat dilakukan dengan histogram dan
juga uji Jarque-Berra (J-B). Apabila p-value lebih kecil dari critical value, maka
Uji t atau uji parsial digunakan untuk melihat signifikansi setiap koefisien
regresi. Dalam penelitian ini, uji t yang dilakukan dengan melihat probabilitas t-
statistic pada tiap koefisien. Jika probabilitas t-statistic kurang dari tingkat kesalahan
( = 1%, 5%, 10%) maka variabel tersebut signifikan dan dapat menerangkan
variabel terikatnya.
probabilitas F-statistic lebih besar dari tingkat kesalahan ( = 1%, 5%, 10%), dapat
dari tingkat kesalahan ( = 1%, 5%, 10%), maka dapat dikatakan variabel bebas
yang digunakan dalam memprediksi nilai variabel terikat atau dengan kata lain, R2
menunjukkan berapa persen variabel bebas yang digunakan dalam model tersebut
dapat menjelaskan variabel terikatnya. R2 merupakan fraksi dari variasi yang mampu
dijelaskan oleh model. Nilai R2 terletak antara 0 (nol) hingga satu. Semakin
mendekati satu maka model dapat dikatakan membaik. Perlu diperhatikan bahwa nilai
R2 dapat bernilai negatif jika kita tidak menggunakan intersep atau konstanta.
BAB 4
sektor keuangan sebagai institusi intermediasi antara pemilik dana (savers) dan
pelaku usaha (investors) sehingga dijadikan acuan oleh banyak negara termasuk
sebagai liberalisasi keuangan di Indonesia dimulai pada awal dekade tahun 1980-an
sebagai respon terhadap krisis ekonomi pada tahun 1982 yang ditandai oleh
berurusan dengan perbankan dan menyimpan uang mereka dengan cara tradisional.
68
akhir dari reformasi keuangan adalah mobilisasi dana antara tabungan dan investasi
positifnya suku bunga riil, peningkatan jumlah bank, tingkat tabungan (diukur dengan
uang kuasi), dan volume kredit dalam negeri. Dengan suku bunga riil menjadi positif
sektor keuangan menjadi lebih maju dan menarik orang untuk menaruh uang mereka
oleh pertumbuhan kredit domestik dialokasikan untuk sektor swasta. Dalam Tabel
4.1, dimana rasio agregat moneter (diukur dalam M2/GDP) sangat meningkat selama
periode 1983-1988, dan bahkan jauh lebih besar selama tahun 1988-1997 dimana
Tabel 4.1
Tren Rasio M2, Kredit, Tabungan, dan Investasi Terhadap GDP: 1983-1997
Sumber: Abdurohman. 2013. The Role Of Financial Development in Promoting Economic Growth:
Empirical Evidence Of Indonesian Economy. Jurnal Keuangan dan Moneter, Volume 6
Nomor 2.
signifikan dari rasio M2 terhadap GDP, rasio tabungan terhadap PDB, jumlah kredit
kepada sektor swasta terhadap PDB , dan investasi terhadap PDB. Indikator yang
3000000
2500000
Miliar Rupiah
2000000
1500000
1000000
500000
0
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Sumber: (Online) http://data.worldbank.org/indicator/, diolah. Diakses 28 Mei 2014.
Gambar 4.1
Perkembangan Rasio M2 Terhadap GDP Periode 1996-2011
meningkat sekitar 58 persen per tahun, dan tumbuh lebih besar selama 1988-1997
sekitar lebih dari 300 persen per tahun. Pertumbuhan M2/GDP menunjukkan
menunjukkan trend yang relatif meningkat dapat dilihat pada Grafik 4.1 diatas. Krisis
ekonomi dan moneter yang terjadi pada tahun 1997-1998 justru meningkatkan
secara signifikan dan berlanjut hingga tahun 2000 disebabkan karena pengaruh krisis
tingginya tingkat inflasi. Hal ini dapat terjadi karena adanya berbagai insentif yang
ekonominya.
120
100
Miliar Rupiah
80
60
40
20
0
1996q1
1996q4
1997q3
1998q2
1999q1
1999q4
2000q3
2001q2
2002q1
2002q4
2003q3
2004q2
2005q1
2005q4
2006q3
2007q2
2008q1
2008q4
2009q3
2010q2
2011q1
2011q4
Sumber: (Online) http://data.worldbank.org/indicator/, diolah. Diakses 9 Mei 2014.
Gambar 4.2
Rasio Cadangan terhadap GDP Periode 1996.1-2011.4
melalui sektor perbankan. Menurut King dan Levine (1993), fungsi intermediasi
perkembangan pada neraca pembayaran dan pada gilirannya akan berfungsi pada
meningkatnya rasio M2 terhadap GDP yang signifikan pada tahun 1997/1998 berefek
sebaliknya pada tingkat rasio cadangan devisa terhadap GDP yang sebelumnya pada
kuartal ketiga tahun 1997 sebesar 30,74 miliar rupiah menjadi 26,9 miliar rupiah pada
kuartal pertama tahun 1998. Hal tersebut karena inflasi dan ketidakstabilan ekonomi
kurs mata uang dipengaruhi oleh sistem kurs yang dianut oleh suatu negara.
Indonesia telah melakukan tiga kali perubahan terhadap sistem nilai tukar dalam
rangka menjaga kestabilan nilai tukar tersebut. Pada tahun 1970-1978, Indonesia
menganut nilai tukar tetap (fixed exchange rates system). Pemerintah melakukan
kontrol devisa sangat ketat, hingga melakukan devaluasi sebanyak tiga kali. Sistem
(managed floating exchange rates system) pada 1978- Juli 1997. Terakhir, pada
exchange rate system). Pergerakan nilai tukar Rupiah (IDR) sepenuhnya ditentukan
oleh interaksi permintaan dan penawaran valuta asing di pasar valas. Perkembangan
nilai tukar rupiah terhadap dolar berdasarkan perhitungan nilai rata-rata selama
terjadi dalam perekonomian nasional. Pergerakan nilai tukar mata uang Rupiah (IDR)
bebas pada pertengahan tahun 1997 mengalami keterpurukan akibat krisis moneter
yang mengakibatkan jatuhnya nilai mata uang domestik secara tajam. Perkembangan
kurs Rp/US$ selama periode 1996Q1-2011Q4 dapat dilihat lebih rinci pada gambar
14000
12252.1 11630.8
12000
10000
Rupiah
8000
6000
4000
2000
0
1996Q1
1996Q4
1997Q3
1998Q2
1999Q1
1999Q4
2000Q3
2001Q2
2002Q1
2002Q4
2003Q3
2004Q2
2005Q1
2005Q4
2006Q3
2007Q2
2008Q1
2008Q4
2009Q3
2010Q2
2011Q1
2011Q4
Sumber: (Online). http://research.stlouisfed.org/. National Currency to US Dollar
Exchange Rate. Diakses 30 Mei 2014.
Gambar 4.3
Perkembangan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Periode 1996.1-2011.4
Pada tahun 1997-2008, telah terjadi depresiasi pada nilai tukar Rp terhadap
US$ yang mencapai puncaknya sebesar Rp12.252 per dolar pada kuartal ketiga tahun
1998 dan Rp11.630 per dolar pada kuartal pertama tahun 2009. Kenaikan ini
menunjukkan bahwa mata uang Rupiah mengalami depresiasi terhadap mata uang
US$ yang artinya bahwa dibutuhkan lebih banyak rupiah untuk membeli sejumlah
mata uang US$. Hal tersebut berdampak langsung pada jumlah cadangan devisa yang
semakin menurun pada periode tersebut karena adanya intervensi bank sentral dalam
1.2
1
0.8
ERS Index
0.6
0.4
0.2
0
1996Q1
1996Q4
1997Q3
1998Q2
1999Q1
1999Q4
2000Q3
2001Q2
2002Q1
2002Q4
2003Q3
2004Q2
2005Q1
2005Q4
2006Q3
2007Q2
2008Q1
2008Q4
2009Q3
2010Q2
2011Q1
2011Q4
Sumber: Aizenman, Chinn, dan Ito (2009). Assessing the Emerging Global Financial
Architecture:Measuring the Trilemma's Configurations over Time, diolah.
Gambar 4.4
Perkembangan Stabilitas Nilai Tukar Periode 1996.1-2011.4
Setelah mengalami depresiasi pada kuartal dua tahun 2001 yang mencapai Rp
11.241, perkembangan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS sejak tahun 2003 mulai
stabil dan menguat sejalan dengan perkembangan ekonomi yang semakin membaik.
Nilai tukar rupiah berada pada kisaran Rp 8.905 per US dollar. Akan tetapi, stabilitas
nilai tukar ini tidak dapat bertahan lama. Nilai tukar rupiah kembali perlahan
terdepresiasi mulai kuartal empat tahun 2005 sebesar Rp 9.999 per US dollar, dan
berada pada kisaran tersebut hingga akhirnya terdepresiasi sangat tajam pada kuartal
satu tahun 2009 akibat dampak krisis finansial global yang mulai terjadi pada
Hal tersebut sejalan dengan perhitungan Aizenman, Chinn, dan Ito (2009)
dalam mengukur variabel stabilitas nilai tukar dalam indeks. Berdasarkan hasil yang
diperoleh, nilai indeks yang lebih tinggi mengindikasikan gerakan yang lebih stabil
pada nilai tukar rupiah terhadap dolar. Gambar 4.4 menunjukkan bahwa terjadi
ketidakstabilan pada nilai tukar pada periode 1997.2-199.1 dimana terjadinya krisis
perekonomian dunia, menyebabkan Indonesia tidak dapat lepas dari pengaruh aliran
modal antarnegara yang menyebabkan aliran modal masuk terutama dari pemodal
asing yang semakin meningkat. Tingkat keterbukaan neraca modal pada keterbukaan
keuangan dalam ukuran de jure, terlihat pada indeks yang dibuat oleh Chinn dan Ito
(2007) yang berkisar antara 0-1 dimana indeks yang semakin tinggi mengindikasikan
berada pada tingkat yang tinggi yaitu pada angka 0,94, atau dengan kata lain
hambatan dalam transaksi atau aliran modal semakin berkurang. Aliran modal yang
semakin bebas seiring dengan diterapkannya sistem devisa bebas pada tahun 1997
yang ditunjukkan dengan besarnya aliran modal masuk asing di Indonesia berasal dari
investasi jangka pendek atau hot money yang dapat dengan mudah ditarik kembali
pada saat terjadi gejolak atau sentimen pasar yang pada akhirnya menimbulkan
melanda Asia tahun 1998. Sehingga, indeks keterbukaan keuangan turun pada level
0,65 karena menurunnya tingkat kepercayaan investor. Kemudian pada tahun 1999,
tingkat keterbukaan neraca modal meningkat kembali menjadi 0,76 dan menurun
pada tahun 2000 pada level 0,69. Selanjutnya indeks keterbukaan tersebut berlanjut
pada level yang sama untuk jangka waktu yang cukup lama hingga akhir 2010.
1
0.8
Index of Openness
0.6
0.4
0.2
0
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Sumber: (Online) http://web.pdx.edu/~ito/Chinn-Ito_website.htm. The Chinn-Ito
Index. A dejure measure of financial openness. Diakses 30 Mei 2014.
Gambar 4.5
Perkembangan Keterbukaan Neraca Modal di Indonesia
Eropa yang menyebabkan penarikan investasi baik investasi jangka panjang maupun
jangka pendek di Indonesia. Sehingga pada tahun 2011, keterbukaan keuangan berada
pada tingkat yang rendah yaitu angka 0,4 yang artinya bahwa semakin bertambah
hambatan transaksi atau aliran modal. Dampak dari krisis Asia 1997/1998 membuat
investor di Indonesia mudah untuk memindahkan dana berukuran besar dan secara
cepat berdampak pada perubahan pasar. Kerentanan adanya hot money tersebut
tetangga dan tidak diterapkannya kontrol modal (World Bank, 2009). Oleh karena itu
Tabel 4.2
Hasil Uji ADF : Level-Trend and Intercept
Berdasarkan Tabel 4.2 diatas dapat diketahui bahwa hanya ada satu
variabel yang stasioner di tingkat level-trend and intercept. Hal ini dapat diketahui
dari nilai ADFt-statistik variabel tersebut lebih besar daripada nilai MacKinnon critical
value-nya, baik pada derajat kesalahan 1%, 5%, maupun 10% dengan harga mutlak.
Variabel yang stasioner pada tingkat level-trend and intercept adalah variabel ERS,
dimana signifikan pada derajat kepercayaan 99% atau = 1%. Sedangkan variabel-
variabel lainnya seperti Cadangan, Finop, Findev, dan DUMMY tidak signifikan
pada = 1%, 5%, maupun 10%. Hal ini disebabkan karena nilai ADFt-statistik dari
keempat variabel tersebut adalah lebih kecil dari nilai MacKinnon critical value-nya,
baik pada derajat kesalahan 1%, 5%, maupun 10%. Oleh karena itu, perlu dilakukan
uji akar unit kembali pada tingkat selanjutnya yaitu first difference-trend and
Tabel 4.3
Hasil Uji ADF : First Difference-Trend and Intercept
Atas konsekuensi dari tidak stasionernya data pada tingkat level, maka
variabel yang diamati didiferensiasikan pada derajat tertentu sampai semua variabel
stasioner pada derajat yang sama. Adanya tambahan notasi D pada masing-masing
variabel pada Tabel 4.3 menunjukkan bahwa data yang diuji telah didiferensiasikan
pada derajat pertama atau first difference. Seluruh variabel telah stasioner dalam
bentuk first difference-trend and intercept dengan tingkat signifikasi pada = 1%.
Hal ini dapat diketahui dari nilai ADFt-statistik variabel-variabel tersebut lebih besar
dari nilai MacKinnon critical value-nya, baik pada derajat kesalahan 1%, 5%,
maupun 10%. Dengan demikian, seluruh variabel endogen yang diajukan dapat
and intercept.
tersebut telah stasioner pada derajat integrasi yang sama yaitu I(1) atau dalam bentuk
first difference. Oleh karena itu, harus dilakukan uji kointegrasi untuk mengetahui
variabel-variabel yang diamati. Uji kointegrasi yang digunakan dalam penelitian ini
yang diperoleh, kemudian diuji menggunakan Augmented Dickey Fuller (ADF) pada
derajat level. Apabila residual tersebut stasioner pada tingkat level, maka terdapat
2003:823).
Dalam konsep kointegrasi, jika satu atau lebih variabel yang tidak
stasioner terkointegrasi, maka kombinasi linier antar variabel dalam sistem akan
bersifat stasioner, sehingga dapat diperoleh sistem persamaan jangka panjang yang
stabil. Untuk mendapatkan residual, persamaan jangka panjang awal yang digunakan
Tabel 4.4
Hasil Estimasi Persamaan Jangka Panjang
R-squared 0.884191
Adjusted R-squared 0.876340
Durbin-Watson stat 0.684507
S.E. of regression 0.120151
Prob(F-statistic) 0.000000***
Sumber: Eviews 7.2, tabel diolah oleh penulis.
Catatan: *signifikan pada = 10%, **signifikan pada = 5%,***signifikan = 1%
Berdasarkan hasil estimasi diatas, maka dapat disusun model persamaan jangka
cadangan devisa berkurang sebesar 0,224510%, dengan asumsi semua variabel lain
dianggap tetap.
devisa bertambah sebesar 0.481859%, dengan asumsi semua variabel lain dianggap
tetap.
cadangan devisa bertambah sebesar 0.192788%, dengan asumsi semua variabel lain
dianggap tetap.
rendah sebesar 0,053291% dibandingkan tidak adanya krisis, dengan asumsi semua
variabel lain dianggap tetap. Variabel DUMMY dalam jangka panjang tidak
Penelitian ini menggunakan satu model yang terdiri atas tiga variabel yang
secara bersama-sama yaitu Finop, Findev, dan ERS. Selain itu, terdapat variabel
DUMMY yang mencerminkan krisis Asia 1997 dan krisis global 2008. Variabel
Cadangan dan Findev dalam persamaan jangka panjang yang ditunjukkan dalam
Tabel 4.3 diatas, diasumsikan merupakan sebuah komposisi linear dari transformasi
logaritma natural (ln). Transformasi tersebut dapat membuat suatu data menjadi lebih
bagus (smooth). Variabel Finop tidak dapat di ln-kan karena terdapat data bernilai
minus pada periode 2011.1-2011.4. Berbeda dengan variabel ERS, variabel tersebut
tidak dapat di ln-kan karena data berupa rasio yang nilainya kurang dari satu. Apabila
data tersebut di ln-kan, maka hasil regresi akan menjadi biased. Oleh karena itu,
hanya variabel Cadangan dan Findev yang ditransformasikan dalam bentuk ln.
Pada hasil estimasi jangka panjang dalam tabel 4.4 diatas, tidak semua
Finop, Findev, dan ERS yang lebih kecil daripada 0,01, memperlihatkan adanya
dapat dijadikan estimator. Namun, probabilitas pada variabel DUMMY lebih besar
daripada 0,01; 0,05; maupun 0,1. Oleh karena itu, variabel tersebut tidak signifikan
pada tingkat kesalahan 1%, 5%, maupun 10% dan tidak dapat dijadikan estimator.
Hal ini tidak berpengaruh terhadap model karena variabel DUMMY hanya dijadikan
sebagai variabel boneka untuk membedakan periode krisis dan tidak krisis.
Berdasarkan Tabel 4.5 dapat diketahui bahwa baik dalam estimasi jangka
Model jangka panjang memiliki probabilitas F-statistik sebesar 0,00000, lebih kecil
dari tingkat kesalahan 1%, 5%, maupun 10%. Sedangkan model jangka pendek
memiliki probabilitas F-statistik sebesar 0,058755, lebih kecil dari tingkat kesalahan
Tabel 4.5
Hasil Uji F-statistik
(goodness of fit), dapat dilakukan dengan uji R2. Berdasarkan hasil estimasi model
jangka panjang dalam Tabel 4.6, nilai R2 sebesar 0.884191. Artinya bahwa sebesar
88,4% variansi variabel cadangan dapat dijelaskan oleh variansi variabel Finop,
Findev, ERS, dan DUMMY dan sisanya dijelaskan oleh variabel lain diluar model.
Sedangkan dalam jangka pendek, nilai R2 sebesar 0,166554. Artinya bahwa sebesar
16,65% variansi variabel cadangan dapat dijelaskan oleh variansi variabel Finop,
Findev, ERS, dan DUMMY dan sisanya dijelaskan oleh variabel lain diluar model.
Semakin tinggi atau semakin nilai R2 mendekati satu, maka semakin baik garis regresi
karena mampu menjelaskan data aktualnya. Jadi, semakin tinggi R2, maka model
Tabel 4.6
Koefisien Determinasi (R2)
hasil uji kointegrasi. Jika residual (u) stasioner pada tingkat level, maka variabel-
Tabel 4.7
Hasil Uji Kointegrasi: Level-Trend and Intercept
Berdasarkan Tabel 4.7 diatas, diketahui bahwa residual (u) pada model
stasioner pada tingkat level-trend and intercept karena ADF t-statistik residual lebih
besar dari MacKinnon Critical Value 5%. Dengan demikian, residual pada model
signifikan pada = 5%. Artinya bahwa model tersebut terkointegrasi dimana variabel
Tabel 4.8
Hasil Estimasi Error Correction Model (ECM)
R-squared 0.166554
Adjusted R-squared 0.093445
Durbin-Watson stat 1.098915
S.E. of regression 0.059097
Prob(F-statistic) 0.058755*
Sumber: Eviews 7.2, tabel diolah oleh penulis.
Catatan: *signifikan pada = 10%, **signifikan pada = 5%,***signifikan = 1%
terkointegrasi, maka teknik analisis Error Correction Model (ECM) dapat digunakan.
Pada teknik analisis ini, persamaan yang digunakan adalah persamaan jangka pendek.
difference) variabel dependen dan independen. Setelah itu, adanya koefisien koreksi
Cadangan dan Findev jangka panjang yang sudah ditransformasikan dalam bentuk
ke dalam bentuk ln, hanya didiferensialkan saja, notasinya adalah D. Dari hasil
estimasi ECM dalam model, probabilitas variabel DUMMY signifikan pada = 5%.
Sehingga dapat dikatakan bahwa dalam jangka pendek, adanya krisis Asia dan krisis
finansial global dapat mempengaruhi tingkat cadangan devisa dan dapat dijadikan
signifikan baik pada tingkat = 1%, 5%, maupun 10%. Artinya bahwa dalam jangka
sukses dalam mengestimasi model penelitian. Karena koefisien regresi pada Error
Correction Term (ECT) signifikan secara statistic dan bertanda negatif sesuai dengan
konsep ECM (Gujarati, 2003:825). Probabilitas variabel ECT sebesar 0,0134 dimana
probabilitas ECT lebih kecil dari = 5% dengan derajat kepercayaan 95%. Oleh
karena itu, spesifikasi model yang digunakan dalam penelitian ini adalah valid.
persamaan 4.2:
sebesar 1%, maka cadangan devisa akan bertambah sebesar 0,04109% dengan
krisis, dengan asumsi semua variabel tetap. Pada jangka pendek, variabel
kepercayaan 95%. Hal ini menandakan bahwa adanya fenomena krisis Asia
Nilai koefisien dari ECT sebesar -0,174551 dan secara statistik signifikan
pada tingkat kepercayaan 95%. Hal ini berarti bahwa model ECM dalam
sebesar 0,174551%.
4.2.4.1 Multikolinieritas
signifikan antara variabel independen dalam model. Untuk melihat ada tidaknya
bebas. Jika koefisien korelasi antara masing-masing variabel bebas lebih besar dari
Tabel 4.9
Hasil Uji Multikolinieritas
Berdasarkan hasil uji multikolinieritas pada Tabel 4.9 di atas, dimana variabel
Cadangan dan Findev telah ditransformasikan ke dalam bentuk turunan pertama (first
difference), terlihat bahwa koefisien pada semua variabel kurang dari 0,8. Dari hasil
tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi pelanggaran asumsi klasik berupa
4.2.4.2 Heteroskedastisitas
Tabel 4.10
Hasil Uji Breusch-Pagan-Godfrey (BPG)
Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey
dan = 5%. Sesuai dengan hipotesis dan kriteria pengujian, maka H0 diterima. Hal
tersebut karena P-value dari Obs*R-squared BPG lebih besar dari tingkat signifikansi
5%, sehingga dapat disimpulkan model regresi terbebas dari heteroskedastisitas, yang
4.2.4.3 Autokorelasi
Tabel 4.11
Hasil LM (Breusch-Godfrey)
untuk mendeteksi autokorelasi. Berdasarkan hasil pada Tabel 4.11, nilai P-value dari
hipotesis dan kriteria pengujian, maka H0 tidak ditolak. Artinya bahwa dengan tingkat
keyakinan 95%, model regresi terbebas dari masalah autokorelasi yaitu korelasi
antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan telah sesuai dengan menurut
4.2.4.4 Normalitas
atau tidak. Uji normalitas dapat dilakukan dengan melakukan uji Jarque-Bera (J-B).
Berdasarkan Gambar 4.6, dapat diketahui bahwa P-value sebesar 0,834580 dimana
lebih besar dari (5%). Sesuai dengan hipotesis dan kriteria pengujian, maka H0
tidak ditolak. Artinya, dengan tingkat keyakinan 95% ( = 5%) maka dapat dikatakan
Gambar 4.6
Hasil Uji Normalitas Jarque-Bera (J-B)
jangka panjang.
panjang.
keterbukaan keuangan baik pada tingkat = 1%, 5%, maupun 10% tidak
pengembangan keuangan baik pada tingkat = 1%, 5%, maupun 10% tidak
stabilitas nilai tukar baik pada tingkat = 1%, 5%, maupun 10% tidak
4.4 Pembahasan
dalam persamaan jangka panjang. Menurut Lane dan Burke (2001) dimana
tingkat cadangan devisa pada suatu negara. Pada perekonomian yang semakin global,
masa ini, arus keluar masuk dana cukup bebas tanpa ada jangka waktu yang
cadangan devisa sebagai motif pencegahan krisis. Dalam Virgiona, dkk (2008)
dimana salah satu determinan cadangan devisa adalah kerawanan neraca modal.
Semakin terbukanya sistem keuangan suatu perekonomian, maka akan semakin tinggi
lebih banyak. Namun dalam penelitian ini, koefisien variabel Finop bertanda negatif
baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Artinya bahwa peningkatan
keterbukaan neraca modal dalam jangka panjang. Namun, dalam penelitian ini
jangka pendek. Hal tersebut dibuktikan dengan dalam jangka pendek, variabel Finop
tidak berpengaruh dan negatif terhadap cadangan devisa. Karena dalam jangka
(M2/GDP) memiliki efek positif dan signifikan terhadap tingkat cadangan devisa
pada setiap periode dan semakin kuat dari waktu ke waktu. Semakin terintegrasinya
cadangan devisa suatu negara. Hal ini didukung dalam penelitian Priadi (2008),
bahwa suatu negara dengan rasio financial deepening yang besar cenderung
Dalam penelitian ini, koefisien variabel Findev dalam jangka panjang sejalan
cadangan devisa meningkat. Hal ini sejalan dengan penelitian Priadi (2008) dan
Obstfeld (2008) bahwa adanya pengembangan keuangan membuat suatu negara dapat
negara dengan Findev yang tinggi, akan meningkatkan tingkat cadangan devisa
panjang, maka hipotesis diterima. Hasil uji t menunjukkan pengaruh variabel ERS
dalam jangka panjang. Berdasarkan Undang-Undang No.23 tahun 1999 tentang Bank
Indonesia yang mereformasi tujuan dan tugas Bank Indonesia secara lebih tegas dan
terfokus, tujuan Bank Indonesia sesuai dengan pasal 7 adalah mencapai dan
memelihara kestabilan nilai rupiah yaitu kestabilan nilai mata uang rupiah terhadap
mata uang negara lain yang tercermin pada perkembangan nilai tukar. Pada tahun
1997, telah terjadi perubahan sistem nilai tukar di Indonesia dari mengambang
terkendali menjadi mengambang bebas dimana nilai tukar ditentukan oleh permintaan
mempertahankan nilai tukar agar berada dalam tingkat yang stabil. Untuk itu, masih
Obstfeld (2008) bahwa suatu negara yang menerapkan sistem nilai tukar
reservesnya untuk menyerap adanya guncangan pada neraca pembayaran. Selain itu,
dalam Adiningsih, dkk (2008), salah satu determinan suatu negara dalam menentukan
tingkat cadangan devisa adalah fleksibilitas nilai tukar. Semakin besarnya fleksibilitas
nilai tukar akan mengurangi kebutuhan cadangan devisa karena Bank Sentral tidak
perlu lagi memiliki sejumlah stok cadangan devisa untuk mempertahankan tingkat
nilai tukar yang ditetapkan. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Aizenman, Chinn,
dan Ito (2009) bahwa fleksibilitas yang semakin besar pada nilai tukar akan
variabel ERS yang positif dalam jangka panjang sejalan dengan Aizenman, et al
(2004), Obstfeld (2008) dan Adiningsih, dkk (2008) di Indonesia. Stabilitas nilai
tukar yang telah diserahkan kepada mekanisme pasar menyebabkan Bank Indonesia
hanya melakukan intervensi jika terjadi gejolak yang sangat tajam guna mencapai
Indonesia yang mencerminkan nilai tukar terhadap dolar di Indonesia rata-rata stabil
terhadap tingkat cadangan seperti pada estimasi jangka panjang. Namun, variabel
ERS tidak signifikan terhadap tingkat cadangan devisa walaupun tanda koefisien
Adiningsih, dkk. (2008). Hal ini disebabkan variabel ERS yang bersifat fluktuatif dan
Salah satu alasan suatu negara memegang cadangan devisa dalam jumlah
yang besar adalah untuk mengatasi krisis. Berdasarkan hasil penelitian uji statistik
yang dilakukan dalam jangka panjang, hasil uji t menunjukkan bahwa variabel krisis
tingkat cadangan devisa. Berdasarkan penelitian Steiner (2012) bahwa krisis mata
uang mendorong suatu negara dalam meningkatkan cadangan devisa. Kondisi krisis
dapat meningkatkan rasio cadangan terhadap GDP dimana semakin terbuka suatu
menahan cadangan lebih banyak sebagai motif pencegahan. Dalam kasus Indonesia,
hal tersebut tidak sejalan dengan penelitian Aizenman dan Lee (2007), bahwa
cadangan devisa digunakan sebagai asuransi diri terhadap krisis. Ditemukan adanya
efek negatif dan signifikan dari tingkat krisis pada tingkat cadangan. Hal tersebut
dapat dilihat dari koefisien variabel DUMMY yang bernilai negatif dalam estimasi
jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam jangka pendek, dimana hasil uji t
variabel krisis dalam jangka pendek berpengaruh negatif signifikan terhadap tingkat
cadangan devisa yang dipegang oleh suatu negara. Meningkatnya investasi portfolio
terhadap guncangan.
Seperti pada krisis Asia 1997/1998, keterbukaan keuangan yang tinggi pada
saat itu menyebabkan tingginya investasi portfolio pada periode tersebut. Adanya
modalnya secara besar-besaran sehingga terjadilah krisis pada tahun 1998 dan
Indonesia tidak mempunyai cukup cadangan dalam menjaga stabilitas keuangan pada
saat nilai mata uang domestik semakin terdepresiasi, sehingga dalam mengatasi hal
cadangan. Dapat disimpulkan bahwa terjadinya krisis Asia 1998 direspon dengan
bank sentral merevisi kebijakan cadangan mereka setelah terjadi krisis Asia sebagai
tindakan pencegahan. Hal tersebut dapat dilihat dengan perubahan tingkat variabel
tingkat cadangan devisa pada tahun 2007 sebelum terjadinya krisis keuangan global
2008, yang menyebabkan Indonesia dapat tetap menjaga stabilitas keuangan sehingga
BAB 5
5.1 Simpulan
financial development, dan stabilitas nilai tukar terhadap cadangan devisa pada
99
jangka pendek.
devisa meningkat. Akan tetapi, stabilitas nilai tukar tidak memiliki pengaruh
Indonesia secara parsial. Hal ini menandakan bahwa nilai tukar yang bersifat
5.2 Saran
1. Untuk penentu kebijakan otoritas moneter yaitu Bank Indonesia, penelitian ini
international reserves dalam kondisi yang cukup dan stabil dengan tujuan
cadangan devisa perlu dijaga karena tingkat cadangan devisa yang tersedia
moneter suatu negara. Dan perlu diketahui bahwa, tingkat cadangan devisa
DAFTAR PUSTAKA
Aizenman, Joshua Yeonho Lee dan Yeongseop Rhee. 2004. International Reserves
Management And Capital Mobility In A Volatile World: Policy
Considerations And A Case Study of Korea. Working Paper 10534. National
Bureau of Economic Research. June 2004. pp. 1-29.
Bank Indonesia. 2010. Krisis Global dan Penyelamatan Sistem Perbankan Indonesia.
Bank Indonesia. Bab II Pemulihan Ekonomi Global dan Tantangan ke Depan.
Calvo, Guillermo. Monetary Policy Challenges in Emerging Markets: Sudden Stop,
Liability Dollarization, and Lender Of Last Resort. National Bureau Of
Economic Research (NBER Working Paper 12788).
Dominguez, Kathryn. 2012. International Reserves and The Global Financial Crisis.
Journal of International Economics 88.
103
Edison, H., 2003. Are Foreign Reserves in Asia too High? World Economic Outlook.
Enders, Walter. 2004. Applied Econometrics Time Series. New York: John Wiley and
Sons Inc.
FitzGerald, Valpy. 2006. Financial Development and Economic Growth: A Critical
View. Background paper for World Economic and Social Survey 2006.
Halwani, Hendra. (2005). Ekonomi Internasional & Globalisasi Ekonomi Edisi
Kedua. Ghalia Indonesia: Bogor.
Indrawati, Yulia. 2012. Dampak Foreign Direct Investment dan Investasi Portofolio
Terhadap Stabilitas Makroekonomi di Indonesia : Fenomena Global
Imbalances. Fakultas Ekonomi Universitas Jember.
Obstfeld, Maurice, et al. 2009. Financial Instability, Reserves, And Central Bank
Swap Lines In The Panic Of 2008. National Bureau Of Economic Research
(NBER Working Paper 14826).
Obstfeld, Maurice, et al. 2008. Financial Stability, The Trilemma, And International
Reserves. National Bureau Of Economic Research (NBER Working Paper
14217).
Rajan, Ramkishen dan Reza Siregar. 2004. Centralized Reserves Pooling for the
ASEAN+3 Countries, Monetary And Financial Integration In East Asia The
Way Ahead, Vol.2, ADB,New York, Palgrave Macmillan.
Steiner, Andreas. 2012. How Central Banks Prepare for Financial Crises. An
Empirical Analysis of The Effect of Crises and Globalisation on International
Reserves. Journal of International Money and Finance 33 (2013) 208234.
Virgoana, Dyah. 2006. Pengelolaan Cadangan Bank Indonesia di Bank Indonesia.
Jakarta: Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK) BANK
INDONESIA.
www.bi.go.id
www.stluoisfed.org
www.worldbank.org
LAMPIRAN
1. DATA
106
t-Statistic Prob.*
t-Statistic Prob.*
t-Statistic Prob.*
t-Statistic Prob.*
t-Statistic Prob.*
t-Statistic Prob.*