Anda di halaman 1dari 18

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang , Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya , yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah Endapan Mineral tentang Konsep Tektonik Dan
Mineralisasi untuk pembaca.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin
masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Seperti hal-NYA kata pepatah tiada
gading yang tak retak. Oleh karena itu, kami dengan sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini.

Kendari, Desember 2017

ii
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR .......................................................................................ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................1


1.2 Rumusan masalah .................................................................................2
1.3 Tujuan ...................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................3


2.1 Konsep tektonik lempeng ....................................................................3
2.2 Kondisi Mineralisasi di indonesia .......................................................5
2.3 Mendala metalogenik di indonesia ......................................................7
2.4 Mendala metalogenik di sulawesi tenggara .........................................9

BAB III PENUTUP ...........................................................................................10


3.1 Kesimpulan ..........................................................................................10
3.2 Saran ....................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................11

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bumi merupakan tempat tinggal manusia yang diciptakan oleh Tuhan dengan
berbagai macam isinya, kita hidup di bumi berada di bagian litosfer atau permukaan
bumi yang terbentuk dari berbagai macam batuan diantaranya batuan sedimen
menyusun kurang lebih sebanyak 80% dengan volume kurang lebih 0,32% dari
volume bumi. Batuan-batuan yang menyusun kerak bumi memiliki ciri khas yang
berbeda-beda dan terangkum dalam sebuah lempeng-lempeng yang tersebar diseluruh
dunia,lempenglempeng tersebut bersifat dinamis, karena adanya perbedaan
perlapisan dan tenaga endogen yang mengakibatkan pergerakan lempeng. Dari
pergerakan tersebut dapat menimbulkan sebuah siklus batuan yang disebut daur
geologi.

Indonesia merupakan kepulauan yang dinamik yang terbentuk akibat


pertumbuhan 3 lempeng Lempeng Eurasia, Lempeng India-australia dan lempeng
pasifik. Pergerakan tektonik convergence, spreading, subduction, obduction,
collision dll di Indonesia dimulai pada masa Carbon (10 Ma) yang selanjutnya diikuti
oleh proses intrusi magmatik, pembentukan batuan piroklastik dan batuan sediment
seiring pembentukan volcano magmatik arc. Busur kepulauan Indonesia yang juga
bias didefinisikan sebagai Cenozoic volcano plutonic arc memiliki bentangan
sepanjang 9000 km dan sebagian besar dari bentangan tersebut memiliki potensi
sumberdaya mineral. Volcano magmatic arc atau umumnya disebut busur magmatik
yang merupakan produk dari proses tektonik, memiliki kaitan yang erat dengan
pembentukan proses-proses mineralisasi di kerak bumi. Mineral logam pada
umumnya terbentuk di Busur magmatik tersebut. Batuan batuan yang terbentuk
pada Busur magmatik khususnya yang berasosiasi dengan mineralisasi terdiri dari
batuan vulkanik, batuan intrusif, batuan sediment dan sebagian kecil complex
ophiolite. Proses yang lama dan berkesinambungan hasil dari aktifitas tektonik di
Indonesia menghasilkan Indonesia memilki sumber daya alam khususnya
sumberdaya mineral yang berlimpah seperti timah, tembaga, emas, perak, nikel,
bauksit, besi dan lain-lain.
Pergerakan lempeng kerak bumi yang saling bertumbukan akan membentuk
zona sudaksi dan menimbulkan gaya yang bekerja baik horizontal maupun vertikal,
yang akan membentuk pegunungan lipatan, jalur gunungapi/magmatik, persesaran
batuan, dan jalur gempabumi serta terbentuknya wilayah tektonik tertentu. Selain itu
terbentuk juga berbagai jenis cekungan pengendapan batuan sedimen seperti palung
(parit), cekungan busurmuka, cekungan antar gunung dan cekungan busur belakang.
Pada jalur gunungapi/magmatik biasanya akan terbentuk zona mineralisasi emas,
perak dan tembaga, sedangkan pada jalur penunjaman akan ditemukan mineral
kromit. Setiap wilayah tektonik memiliki ciri atau indikasi tertentu, baik batuan,
mineralisasi, struktur maupun kegempaanya.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari makalah ini yaitu sebagai berikut :

1. Jelaskan bagaimana konsep tekonik lempeng di Indonesia ?


2. Jelaskan bagaimana mendala metalogenik di Indonesia ?

1.3 Tujuan

Tujuan dari makalah ini yaitu sebagai berikut :

1. Dapat mengetahui konsep tektonik lempeng di Indonesia


2. Dapat mengetahui mendala metalogenik di Indonesia
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Tektonik Lempeng

Tektonik lempeng adalah suatu teori yang menerangkan proses dinamika bumi
tentang pembentukan jalur pegunungan, jalur gunung api, jalur gempa bumi dan
cekungan endapan di muka bumi yang diakibatkan oleh pergerakan lempeng.
Pada dasarnya konsep teori tektonik lempeng adalah bahwa bumi yang padat ini
terdiri dari banyak lempengan yang pecah-pecah, yang merupakan pembalut keras
bumi, yang terus bergerak mendorong, menjauh, berpapasan, menggilas, mendidih
tiada hentinya. Lempeng ini sedikitnya ada delapan lempeng yang besar, delapan
lempeng yang berukuran kecil, yang semuanya terus bergerak berarak-arak tiada
henti hingga kini. Teori semakin banyak diyakini setelah data dari berbagai dunia
analisis, yang meyakinkan bahwa telah terjadi pergerakan lempeng sejagad.
Misalnya, pada saat batuan kuno di kepulauan Inggris diukur kemagnetanya, tercatat
penyimpangan sejauh 300 drajat dari kutub magnet sekarang.

Pergerakan lempeng kerak bumi ada tiga macam, yaitu pergerakan yang saling
mendekat, saling menjauh, dan saling berpapasan. Pergerakan lempeng saling
mendekati akan menyebabkan tumbukan dimana salah satu dari lempeng akan
menujam ke bawah. Daerah penujaman membentuk suatu palung yang dalam, yang
biasa merupakan jalur gempa bumi yang kuat. Dibelakang alur penujaman akan
terbentuk rangkaian kegiatan magmatic dan gunung api serta berbagai cekungan
pengendapan. Salah satu contohnya terjadi di Indonesia, pertemuan antara kedua
lempeng Indo-Australia dan lempeng Eurasia menghasilkan jalur penujaman di
selatan pulau Jawa dan jalur gunung api Sumatera, Jawa dan Nusa tenggara, dan
berbagai cekungan seperti Sumatera Utara, Sumatera Tengah, Sumatera Selatan dan
cekungan Jawa Utara. Pergerakan lempeng saling menjauh akan menyebabkan
penipisan dan peregangan kerak bumi dan akibatnya terjadi pengeluaran material
baru dari mantel membentuk jalur magmatic atau gunung api.
2.2.1 Perkembangan Teori

akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, geolog berasumsi bahwa kenampakan-
kenampakan utama bumi berkedudukan tetap. Kebanyakan kenampakan geologis
seperti pegunungan bisa dijelaskan dengan pergerakan vertikal kerak seperti
dijelaskan dalam teori geosinklin. Sejak tahun 1596, telah diamati bahwa pantai
Samudera Atlantik yang berhadap-hadapan antara benua Afrika dan Eropa dengan
Amerika Utara dan Amerika Selatan memiliki kemiripan bentuk dan nampaknya
pernah menjadi satu. Ketepatan ini akan semakin jelas jika kita melihat tepi-tepi dari
paparan benua di sana. Sejak saat itu banyak teori telah dikemukakan untuk
menjelaskan hal ini, tetapi semuanya menemui jalan buntu karena asumsi bahwa
bumi adalah sepenuhnya padat menyulitkan penemuan penjelasan yang sesuai.

Penemuan radium dan sifat-sifat pemanasnya pada tahun 1896 mendorong


pengkajian ulang umur bumi, karena sebelumnya perkiraan didapatkan dari laju
pendinginannya dan dengan asumsi permukaan bumi beradiasi seperti benda hitam.
Dari perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa bahkan jika pada awalnya bumi
adalah sebuah benda yang merah-pijar, suhu Bumi akan menurun menjadi seperti
sekarang dalam beberapa puluh juta tahun. Dengan adanya sumber panas yang baru
ditemukan ini maka para ilmuwan menganggap masuk akal bahwa Bumi sebenarnya
jauh lebih tua dan intinya masih cukup panas untuk berada dalam keadaan cair.

Teori Tektonik Lempeng berasal dari Hipotesis Pergeseran Benua


(continental drift) yang dikemukakan Alfred Wegener tahun 1912. dan dikembangkan
lagi dalam bukunya The Origin of Continents and Oceans terbitan tahun 1915. Ia
mengemukakan bahwa benua-benua yang sekarang ada dulu adalah satu bentang
muka yang bergerak menjauh sehingga melepaskan benua-benua tersebut dari inti
bumi seperti 'bongkahan es' dari granit yang bermassa jenis rendah yang
mengambang di atas lautan basal yang lebih padat.[7][8] Namun, tanpa adanya bukti
terperinci dan perhitungan gaya-gaya yang dilibatkan, teori ini dipinggirkan.
Mungkin saja bumi memiliki kerak yang padat dan inti yang cair, tetapi tampaknya
tetap saja tidak mungkin bahwa bagian-bagian kerak tersebut dapat bergerak-gerak.
Di kemudian hari, dibuktikanlah teori yang dikemukakan geolog Inggris Arthur
Holmes tahun 1920 bahwa tautan bagian-bagian kerak ini kemungkinan ada di bawah
laut. Terbukti juga teorinya bahwa arus konveksi di dalam mantel bumi adalah
kekuatan penggeraknya.

Bukti pertama bahwa lempeng-lempeng itu memang mengalami pergerakan


didapatkan dari penemuan perbedaan arah medan magnet dalam batuan-batuan yang
berbeda usianya. Penemuan ini dinyatakan pertama kali pada sebuah simposium di
Tasmania tahun 1956. Mula-mula, penemuan ini dimasukkan ke dalam teori ekspansi
bumi, namun selanjutnya justeru lebih mengarah ke pengembangan teori tektonik
lempeng yang menjelaskan pemekaran (spreading) sebagai konsekuensi pergerakan
vertikal (upwelling) batuan, tetapi menghindarkan keharusan adanya bumi yang
ukurannya terus membesar atau berekspansi (expanding earth) dengan memasukkan
zona subduksi/hunjaman (subduction zone), dan sesar translasi (translation fault).
Pada waktu itulah teori tektonik lempeng berubah dari sebuah teori yang radikal
menjadi teori yang umum dipakai dan kemudian diterima secara luas di kalangan
ilmuwan. Penelitian lebih lanjut tentang hubungan antara seafloor spreading dan
balikan medan magnet bumi (geomagnetic reversal) oleh geolog Harry Hammond
Hess dan oseanograf Ron G. Mason menunjukkan dengan tepat mekanisme yang
menjelaskan pergerakan vertikal batuan yang baru.

Seiring dengan diterimanya anomali magnetik bumi yang ditunjukkan dengan


lajur-lajur sejajar yang simetris dengan magnetisasi yang sama di dasar laut pada
kedua sisi mid-oceanic ridge, tektonik lempeng menjadi diterima secara luas.
Kemajuan pesat dalam teknik pencitraan seismik mula-mula di dalam dan sekitar
zona Wadati-Benioff dan beragam observasi geologis lainnya tak lama kemudian
mengukuhkan tektonik lempeng sebagai teori yang memiliki kemampuan yang luar
biasa dalam segi penjelasan dan prediksi.
Penelitian tentang dasar laut dalam, sebuah cabang geologi kelautan yang
berkembang pesat pada tahun 1960-an memegang peranan penting dalam
pengembangan teori ini. Sejalan dengan itu, teori tektonik lempeng juga
dikembangkan pada akhir 1960-an dan telah diterima secara cukup universal di
semua disiplin ilmu, sekaligus juga membaharui dunia ilmu bumi dengan memberi
penjelasan bagi berbagai macam fenomena geologis dan juga implikasinya di dalam
bidang lain seperti paleogeografi dan paleobiologi.

2.2.2 PRINSIP-PRINSIP UTAMA LAPISAN BUMI

Bagian lapisan luar, interior bumi dibagi menjadi lapisan litosfer dan lapisan
astenosfer berdasarkan perbedaan mekanis dan cara terjadinya perpindahan panas.
Llitosfer lebih dingin dan kaku, sedangkan astenosfer lebih panas dan secara mekanik
lemah. Selain itu, litosfer kehilangan panasnya melalui proses konduksi, sedangkan
astenosfer juga memindahkan panas melalui konveksi dan memiliki gradien suhu
yang hampir adiabatik. Pembagian ini sangat berbeda dengan pembagian bumi secara
kimia menjadi inti, mantel, dan kerak. Litosfer sendiri mencakup kerak dan juga
sebagian dari mantel.

Suatu bagian mantel bisa saja menjadi bagian dari litosfer atau astenosfer pada
waktu yang berbeda, tergantung dari suhu, tekanan, dan kekuatan gesernya. Prinsip
kunci tektonik lempengan adalah bahwa litosfer terpisah menjadi lempengan-
lempengan tektonik yang berbeda-beda. Lempengan ini bergerak menumpang di atas
astenosfer yang mempunyai viskoelastisitas sehingga bersifat seperti fluida.
Pergerakan lempengan bisa mencapai 10-40 mm/a (secepat pertumbuhan kuku jari)
seperti di Mid-Atlantic Ridge, ataupun bisa mencapai 160 mm/a (secepat
pertumbuhan rambut) seperti di Lempeng Nazca.

Lempeng-lempeng ini tebalnya sekitar 100 km dan terdiri atas mantel


litosferik yang di atasnya dilapisi dengan hamparan salah satu dari dua jenis material
kerak.
Yang pertama adalah kerak samudera atau yang sering disebut dengan "sima",
gabungan dari silikon dan magnesium.
Yang kedua adalah kerak benua yang sering disebut "sial", gabungan dari silikon dan
aluminium.

Kedua jenis kerak ini berbeda dari segi ketebalan di mana kerak benua
memiliki ketebalan yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kerak samudera.
Ketebalan kerak benua mencapai 30-50 km sedangkan kerak samudera hanya 5-10
km.
Dua lempeng akan bertemu di sepanjang batas lempeng (plate boundary), yaitu
daerah di mana aktivitas geologis umumnya terjadi seperti gempa bumi dan
pembentukan kenampakan topografis seperti gunung, gunung berapi, dan palung
samudera. Kebanyakan gunung berapi yang aktif di dunia berada di atas batas
lempeng, seperti Cincin Api Pasifik (Pacific Ring of Fire) di Lempeng Pasifik yang
paling aktif dan dikenal luas.
Lempeng tektonik bisa merupakan kerak benua atau samudera, tetapi biasanya satu
lempeng terdiri atas keduanya. Misalnya, Lempeng Afrika mencakup benua itu
sendiri dan sebagian dasar Samudera Atlantik dan Hindia.

Perbedaan antara kerak benua dengan kerak samudera ialah berdasarkan


kepadatan material pembentuknya.
Kerak samudera lebih padat daripada kerak benua dikarenakan perbedaan
perbandingan jumlah berbagai elemen, khususnya silikon.
Kerak benua lebih padat karena komposisinya yang mengandung lebih sedikit
silikon dan lebih banyak materi yang berat. Dalam hal ini, kerak samudera dikatakan
lebih bersifat mafik ketimbang felsik. Maka, kerak samudera umumnya berada di
bawah permukaan laut seperti sebagian besar Lempeng Pasifik, sedangkan kerak
benua timbul ke atas permukaan laut, mengikuti sebuah prinsip yang dikenal dengan
isostasi.
2.2.3 . JENIS-JENIS BATAS LEMPENG

Ada tiga jenis batas lempeng yang berbeda dari cara lempengan tersebut
bergerak relatif terhadap satu sama lain. Tiga jenis ini masing-masing berhubungan
dengan fenomena yang berbeda di permukaan. Tiga jenis batas lempeng tersebut
adalah:
1. Batas transform (transform boundaries) terjadi jika lempeng bergerak dan
mengalami gesekan satu sama lain secara menyamping di sepanjang sesar transform
(transform fault). Gerakan relatif kedua lempeng bisa sinistral (ke kiri di sisi yang
berlawanan dengan pengamat) ataupun dekstral (ke kanan di sisi yang berlawanan
dengan pengamat). Contoh sesar jenis ini adalah Sesar San Andreas di California.
Terjadi bila dua lempeng tektonik bergerak saling menggelangsar (slide each other),
yaitu bergerak sejajar namun berlawanan arah. Keduanya tidak saling memberai
maupun saling menumpu. Batas transform ini juga dikenal sebagai sesar ubahan-
bentuk (transform fault).
2. Batas divergen/konstruktif (divergent/constructive boundaries) terjadi ketika
dua lempeng bergerak menjauh satu sama lain. Mid-oceanic ridge dan zona retakan
(rifting) yang aktif adalah contoh batas divergen. Pada lempeng samudra, proses ini
menyebabkan pemekaran dasar laut (seafloor spreading). Sedangkan pada lempeng
benua, proses ini menyebabkan terbentuknya lembah retakan (rift valley) akibat
adanya celah antara kedua lempeng yang saling menjauh tersebut. Pematang Tengah-
Atlantik (Mid-Atlantic Ridge) adalah salah satu contoh divergensi yang paling
terkenal, membujur dari utara ke selatan di sepanjang Samudra Atlantik, membatasi
Benua Eropa dan Afrika dengan Benua Amerika.
3. Batas konvergen/destruktif (convergent/destructive boundaries) terjadi jika
dua lempeng bergesekan mendekati satu sama lain sehingga membentuk zona
subduksi jika salah satu lempeng bergerak di bawah yang lain, atau tabrakan benua
(continental collision) jika kedua lempeng mengandung kerak benua. Palung laut
yang dalam biasanya berada di zona subduksi, di mana potongan lempeng yang
terhunjam mengandung banyak bersifat hidrat (mengandung air), sehingga
kandungan air ini dilepaskan saat pemanasan terjadi bercampur dengan mantel dan
menyebabkan pencairan sehingga menyebabkan aktivitas vulkanik. Contoh kasus ini
dapat kita lihat di Pegunungan Andes di Amerika Selatan dan busur pulau Jepang
(Japanese island arc). Wilayah dimana suatu lempeng samudra terdorong ke bawah
lempeng benua atau lempeng samudra lain disebut dengan zona tunjaman (subduction
zones). Di zona tunjaman inilah sering terjadi gempa. Pematang gunung-api (volcanic

Batas konvergen ada 3 macam, yaitu 1) antara lempeng benua dengan


lempeng samudra, 2) antara dua lempeng samudra, dan 3) antara dua lempeng benua.
Konvergen lempeng benuasamudra (OceanicContinental)
samudra-benua
Ketika suatu lempeng samudra menunjam ke bawah lempeng benua, lempeng ini
masuk ke lapisan astenosfer yang suhunya lebih tinggi, kemudian meleleh. Pada
lapisan litosfer tepat di atasnya, terbentuklah deretan gunung berapi (volcanic
mountain range). Sementara di dasar laut tepat di bagian terjadi penunjaman,
terbentuklah parit samudra (oceanic trench).
Pegunungan Andes di Amerika Selatan adalah salah satu pegunungan yang terbentuk
dari proses ini. Pegunungan ini terbentuk dari konvergensi antara Lempeng Nazka
dan Lempeng Amerika Selatan.
Konvergen lempeng samudrasamudra (OceanicOceanic)
2 samudra
Salah satu lempeng samudra menunjam ke bawah lempeng samudra lainnya,
menyebabkan terbentuknya parit di dasar laut, dan deretan gunung berapi yang
pararel terhadap parit tersebut, juga di dasar laut. Puncak sebagian gunung berapi ini
ada yang timbul sampai ke permukaan, membentuk gugusan pulau vulkanik (volcanic
island chain).
Pulau Aleutian di Alaska adalah salah satu contoh pulau vulkanik dari proses ini.
Pulau ini terbentuk dari konvergensi antara Lempeng Pasifik dan Lempeng Amerika
Utara.
Konvergen lempeng benuabenua (ContinentalContinental)
2 benua
Salah satu lempeng benua menunjam ke bawah lempeng benua lainnya. Karena
keduanya adalah lempeng benua, materialnya tidak terlalu padat dan tidak cukup
berat untuk tenggelam masuk ke astenosfer dan meleleh. Wilayah di bagian yang
bertumbukan mengeras dan menebal, membentuk deretan pegunungan non vulkanik
(mountain range).
Pegunungan Himalaya dan Plato Tibet adalah salah satu contoh pegunungan yang
terbentuk dari proses ini. Pegunungan ini terbentuk dari konvergensi antara Lempeng
India dan Lempeng Eurasia.

2.2.4 KEKUATAN PENGGERAK PERGERAKAN LEMPENG

Pergerakan lempeng tektonik bisa terjadi karena kepadatan relatif litosfer samudera
dan karakter astenosfer yang relatif lemah. Pelepasan panas dari mantel telah
didapati sebagai sumber asli dari energi yang menggerakkan lempeng tektonik.
Pandangan yang disetujui sekarang, meskipun masih cukup diperdebatkan, adalah
bahwa kelebihan kepadatan litosfer samudera yang membuatnya menyusup ke
bawah di zona subduksi adalah sumber terkuat pergerakan lempengan.

Pada waktu pembentukannya di mid ocean ridge, litosfer samudera pada


mulanya memiliki kepadatan yang lebih rendah dari astenosfer di sekitarnya, tetapi
kepadatan ini meningkat seiring dengan penuaan karena terjadinya pendinginan dan
penebalan. Besarnya kepadatan litosfer yang lama relatif terhadap astenosfer di
bawahnya memungkinkan terjadinya penyusupan ke mantel yang dalam di zona
subduksi sehingga menjadi sumber sebagian besar kekuatan penggerak-pergerakan
lempengan. Kelemahan astenosfer memungkinkan lempengan untuk bergerak secara
mudah menuju ke arah zona subduksi. Meskipun subduksi dipercaya sebagai
kekuatan terkuat penggerak-pergerakan lempengan, masih ada gaya penggerak lain
yang dibuktikan dengan adanya lempengan seperti lempengan Amerika Utara, juga
lempengan Eurasia yang bergerak tetapi tidak mengalami subduksi di manapun.
Sumber penggerak ini masih menjadi topik penelitian intensif dan diskusi di kalangan
ilmuwan ilmu bumi.

Pencitraan dua dan tiga dimensi interior bumi (tomografi seismik)


menunjukkan adanya distribusi kepadatan yang heterogen secara lateral di seluruh
mantel. Variasi dalam kepadatan ini bisa bersifat material (dari kimia batuan),
mineral (dari variasi struktur mineral), atau termal (melalui ekspansi dan kontraksi
termal dari energi panas). Manifestasi dari keheterogenan kepadatan secara lateral
adalah konveksi mantel dari gaya apung (buoyancy forces) Bagaimana konveksi
mantel berhubungan secara langsung dan tidak dengan pergerakan planet masih
menjadi bidang yang sedang dipelajari dan dibincangkan dalam geodinamika.
Dengan satu atau lain cara, energi ini harus dipindahkan ke litosfer supaya lempeng
tektonik bisa bergerak. Ada dua jenis gaya yang utama dalam pengaruhnya ke
pergerakan planet, yaitu friksi dan gravitasi.

Gaya Gesek

Basal drag
Arus konveksi berskala besar di mantel atas disalurkan melalui astenosfer,
sehingga pergerakan didorong oleh gesekan antara astenosfer dan litosfer.
Slab suction
Arus konveksi lokal memberikan tarikan ke bawah pada lempeng di zona
subduksi di palung samudera. Penyerotan lempengan (slab suction) ini bisa terjadi
dalam kondisi geodinamik di mana tarikan basal terus bekerja pada lempeng ini pada
saat ia masuk ke dalam mantel, meskipun sebetulnya tarikan lebih banyak bekerja
pada kedua sisi lempengan, atas dan bawah.

Gravitasi

Runtuhan gravitasi
Pergerakan lempeng terjadi karena lebih tingginya lempeng di oceanic ridge.
Litosfer samudera yang dingin menjadi lebih padat daripada mantel panas yang
merupakan sumbernya, maka dengan ketebalan yang semakin meningkat lempeng ini
tenggelam ke dalam mantel untuk mengkompensasikan beratnya, menghasilkan
sedikit inklinasi lateral proporsional dengan jarak dari sumbu ini. :Dalam teks-teks
geologi pada pendidikan dasar, proses ini sering disebut sebagai sebuah doronga.
Namun, sebenarnya sebutan yang lebih tepat adalah runtuhan karena topografi sebuah
lempeng bisa jadi sangat berbeda-beda dan topografi pematang (ridge) yang
melakukan pemekaran hanyalah fitur yang paling dominan. Sebagai contoh,
pembengkakan litosfer sebelum ia turun ke bawah lempeng yang bersebelahan
menghasilkan kenampakan yang bisa memengaruhi topografi. Lalu, mantel plume
yang menekan sisi bawah lempeng tektonik bisa juga mengubah topografi dasar
samudera.

Slab-pull (tarikan lempengan)


Pergerakan lempeng sebagian disebabkan juga oleh berat lempeng yang
dingin dan padat yang turun ke mantel di palung samudera. Ada bukti yang cukup
banyak bahwa konveksi juga terjadi di mantel dengan skala cukup besar. Pergerakan
ke atas materi di mid-oceanic ridge mungkin sekali adalah bagian dari konveksi ini.
Beberapa model awal Tektonik Lempeng menggambarkan bahwa lempeng-lempeng
ini menumpang di atas sel-sel seperti ban berjalan. Namun, kebanyakan ilmuwan
sekarang percaya bahwa astenosfer tidaklah cukup kuat untuk secara langsung
menyebabkan pergerakan oleh gesekan gaya-gaya itu. Slab pull sendiri sangat
mungkin menjadi gaya terbesar yang bekerja pada lempeng. Model yang lebih baru
juga memberi peranan yang penting pada penyerotan (suction) di palung, tetapi
lempengan seperti Lempeng Amerika Utara tidak mengalami subduksi di manapun
juga, tetapi juga mengalami pergerakan seperti juga Lempeng Afrika, Eurasia, dan
Antarktika. Kekuatan penggerak utama untuk pergerakan lempengan dan sumber
energinya itu sendiri masih menjadi bahan riset yang sedang berlangsung.

2.2 Kondisi Mineralisasi di Indonesia

Penyebaran mineral ekonomis di Indonesia ini tidak merata. Seperti


halnya penyebaran batuan, penyebaran mineral ekonomis sangat dipengaruhi oleh
tatanan geologi Indonesia yang rumit. Berkenaan dengan hal tersebut, maka usaha-
usaha penelusuran keberadaan mineral ekonomis telah dilakukan oleh banyak
orang. Mineral ekonomis adalah mineral bahan galian dan energi yang mempunyai
nilai ekonomis. Mineral logam yang termasuk golongan ini adalah tembaga, besi,
emas, perak, timah, nikel dan aluminium. Mineral non logam yang termasuk
golongan ini adalah fosfat, mika, belerang, fluorit, mangan. Mineral industri adalah
mineral bahan baku dan bahan penolong dalam industri, misalnya felspar, ziolit,
diatomea. Mineral energi adalah minyak, gas dan batubara atau bituminus lainnya.
Belakangan panas bumi dan uranium juga masuk dalam golongan ini walaupun cara
pembentukannya berbeda.

2.2.1 Keberadaan Mineral Logam


Pembentukan mineral logam sangat berhubungan dengan aktivitas
magmatisme dan vulkanisme, di seluruh Indonesia telah teridentifikasi sekitar 15
busur magmatik sebagai dasar eksplorasi mineral, 7 diantaranya membawa cebakan
emas dan tembaga, dan 8 lainnya masihbelum diketahui, busur yang menghasilkan
cebakan mineral logam tersebut adalah busur magmatik Aceh, Sumatera-Meratus,
Sunda-Banda, Kalimantan Tengah, Sulawesi-Mindanau Timur, Halmahera Tengah,
Irian Jaya.Cebakan emas dapat terbentuk pada lingkungan batuan pluton yang
tererosi atau proses hidrotermal, proses ini juga dapat terjadi di lingkungan batuan
vulkanik maupun di batuan sedimen, yang lebih dikenal dengan skarn. Proses
mineralisasi dalam di lingkungan batuan vulkanik dikenal sebagai sistem porfiri.
Contoh baik atas porfiri terdapat di kompleks Grasberg di Papua, dengan
mineralisasi utama bersifat disseminated sulfide dengan mineral bijih utama
kalkopirit yang banyak pada veinlet (MacDonald, 1994), contoh lain terdapat di
Pongkor dan Cikotok di Jawa Barat, Batu Hijau di Sumbawa, dan Ratotok di
Minahasa.Proses pengkayaan batuan karena pelapukan dikenal dengan nama
pengkayaan supergen. Batuan granitik yang lapuk akan menghasilkan mineral
pembawa aluminium, antara lain bauxit. Proses ini sangat berhubungan dengan
keberadaan jalur magmatik, berupa subduksi pada lempeng benua bersifat asam,
sehingga menghasilkan batuan bersifat asam. Contoh pelapukan granit ini antara
lain terjadi di Kalimantan Barat, Bangka, Belitung dan Bintan. Peridotit terbentuk di
lingkungan lempeng samudera yang akan kaya mineral berat besi, nikel, kromit,
magnesium dan mangan. Keberadaannya di permukaan disebabkan oleh lempeng
benua Pasifik yang terangkat ke daratan oleh proses obduksi dengan lempeng benua
Eurasia, yang kemudian disebarkan oleh sesar Sorong (Katili, 1980) sebagai pulau-
pulau kecil di berada di kepulauan Maluku.

2.2.2 Keberadaan Batubara dan Bituminus


Batubara di Indonesia umumnya menyebar tidak merata, 60% terletak di
Sumatera Selatan dan 30% di Kalimantan Timur dan Selatan. Sebagian besar
batubara terbentuk di lingkungan litoral, paralik dan delta, sedang beberapa
terbentuk di lingkungan cekungan antar pegunungan. Kualitas batubara umumnya
berupa bituminous, termasuk dalam steaming coal. Antrasit berkualitas rendah
karena pemanasan oleh intrusi ditemukan di Bukit Asam, Sumatera dan Kalimantan
Timur sedang pematangan karena tekanan tektonik terbentuk di Ombilin, Sumatera
Barat.

Urutan kualitas batubara cenderung menggambarkan umurnya. Selama ini


batubara di Indonesia dihasilkan oleh cekungan berumur Tersier. Gambut berumur
Resen sampai Paleosen, batubara sub bituminus berumur Miosen dan batubara
bituminus berumur Eosen.

2.3 Mendala metalogenik di indonesia


Istilah Mendala Metalogenik atau Metallogenic Province memiliki pengertian
suatu area yang dicirikan oleh kumpulan endapan mineral yang khas, atau oleh
satu atau lebih jenis-jenis karakteristik mineralisasi. Suatu mendala metalogenik
mungkin memiliki lebih dari satu episode mineralisasi yang disebut dengan
Metallogenic Epoch Beberapa contoh mendala metalogenik antara lain ; segregasi
lokal dari kromium dan nikel di bagian yang paling dalam dari kerak samudera, dan
pengendapan sulfida-sulfida masif dari tembaga dan besi di tempat-tempat yang
panas, metal-bearing brine menuju samudra melalui zona regangan, endapan-endapan
mineral magmatik-hidrotermal berhubungan dengan proses- proses subduksi.
Tumbukan dan subduksi membentuk gunung-gunung yang besar seperti di Andes,
yang mana endapan-endapan mineral dibentuk oleh diferensiasi magma.

Jalur Mandala Metalogen Indonesia :


1. Jalur nias : Dari Asia, P.Simelue, P.Enggano & Selatan Jawa. Berumur Kapur
Tersier Awal. Kemungkinan endapan Mn.
2. Jalur bengkulu : dari kepulauan Banyak, Selatan Jawa, Nusa Tenggara.
Batuannya terdiri dari batuan volkanik & pluton (intermediet). Berumur
Kapur Akhir Tersier. Bagian luar Fe, tengah Au, Ag, & Cu, bagian dalam
Cu, Zn, Hg, & Mn.
3. Jalur barisan : dari Aceh, Pegunungan Bukit Barisan, Lampung, Bobaris
(Meratus). Kandungan mineralnya di Sumatera (batuan asam intermediet) Ag,
Au, Pb, & Zn. Di Kalimantan (batuan ultra basa) Au, Ag, & Pt. Di pulau
Sebuku pada batuan basa adalah U, Th, Ra dan pada batuan ultra basa adalah
Su, Ni & Fe.
4. Jalur bangka (Malaysia) : dari Malaysia Barat, P.Lingga, P.Singkep, P.Bangka
Belitung. Batuannya asam berumur Paleozoik Akhir Mesozoik Awal
dengan kandungan Sn, Wo, Monasit & Zirkon. Dimungkinkan jalur ini terus
ke Malaysia (jalur Kucing) dengan kandungan Fe,Au, Cu, Pb, Zn, Sb & Mc.
5. Jalur serawak sulu : dari Serawak Utara, Tarakan, Sabah hingga Kepulauan
Sulu. Beberapa batuan sedimen & batuan beku asam intermediet yang
berumur Miosen Akhir Tersier Awal. Asosiasi mineralnya adalah Au, Ag,
Hg, & Mn.
6. Busur barat sulawesi : dari Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, Sulawesi
Selatan sampai P.Selayar. Umumnya terdiri dari batuan volkanik, pluton asam
& intermediet. Mineralisasi pada kala Tersier Awal Pliosen adalah Au, Ag,
U, Pb, Zn, & Mc.
7. Jalur sulawesi tenggara : mencakup daerah Kepulauan Talaud sampai
Sulawesi Tenggara. Batuannya ultra basa yang terjadi pada masa Mesozoik
Tengah dengan kandungan Ni Fe Laterit Cr & Mg.
8. Jalur waigeo : dari Halmahera Timur, Kepala Burung Utara sampai Papua
Utara. Batuannya ultra basa, asam & intermediet dibagian selatan yang terjadi
pada Tersier Akhir. Asosiasi mineralnya adalah Cr, Co, Ni, Fe Laterit, Au, &
Cu.
9. Jalur timor : berasal dari endapan darat Australia yang bercampur dengan
batuan Lempeng Asia pada suatu Palung. Jalur bermula dari Timor, P.Buton
pada kala Mesozoik. Asosiasinya Cu (tipe Cyprus atau Hawai) & Mn.
10. Jalur ertsberg/jaya wijaya : dari Pegunungan Jaya Wijaya di Papua Tengah
berupa batuan ultra basa yang berasosiasi dengan Cr, Co,& Sedikit Ni, Fe
laterit. Dibagian Selatan berupa batuan asam sampai intermediet yang
mineralisasinya pada Kapur Akhir sampai Tersier Awal & berasosiasi dengan
Au & Cu.
11. Jalur sula : dari Kepulauan Sula, Banggai, Misool, sebagian Papua &
Australia Utara. Umumnya berupa batuan sedimen berasal dari daratan
Australia. Asosiasi mineralnya berupa endapan placer Au & Mn. Mineralisasi
terjadi pada masa Mesozoik Akhir sampai Mesozoik Awal.

2.4 Mendala metalogenik di sulawesi tenggara

Anda mungkin juga menyukai